beberapa masalah (hukum» kebiasaan internasional …

8
24 BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM INTERNASIONAL *) _________ Oleh: Syahmin A.K., S.H._-- _____ _ Pendahuluan Hukum Internasional, pad a mula- nya lebih banyak bersumber/pedoman kepada kebiasaan negara-negara dan kepada pendapat para ahli hukum ternama. Karena di masa lampau, ke- biasaan internasional memegang peran- an yang utama sebagai sumber hukum internasional. Akan tetapi kini keada- annya menjadi lain, di mana makna dari kebiasaan internasional itu telah menjadi kecil dengan bertambah ba- nyaknya perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties). Walau- pun demikian hukum kebiasaan inter- nasional tetap substantif, karena pada saat ini bagian terbesar dari peraturan- peraturan yang menyangkut wilayah negara, jurisdiksi negara dan hubung- an diplomatik masih diatur oleh hu- kum kebiasaan internasional. Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahka- mah Internasional yang lazim dikenal sebagai pasal yang secara resmi meru- pakan sumber hukum formal daripada hukum internasional. Sebagai sumber hukum dalam arti formal, kebiasaan internasional haruslah memenuhi un- sur-unsur sebagaimana yang diformula- sikan dalam pasal 38 ayat (1) sub b, "International custom as evidence of ge- neral practice accepted as J.aw': .) Makalah yang di sampaikan oleh penulis dalam forum Seminar pad a Program pendidikan Paseasarjana Hu- kum Internasional Fak. Hukum Un- pad, Bandung, 1984 . Yang oleh Mochtar Kusumaatmadja diterjemahkan "Kebiasaan internasio- . nal yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum" I) Se- lanju tnya dikatakan bahwa, kebiasaan internasional diciptakan oleh dua fak- tor,2) yaitu: 1. bahwa harus terdapat suatu sa an yang dilakukan dan dit uru ti oleh banyaknegara, 2. bahwa kebiasaan itu harus dianggap sebagai suatu kewajiban hukum . Unsur pertama oleh Mochtar Kusu- maatmadja disebut "unsur material" dan unsur kedua disebut "unsur Psy- chologis" Mengenai pem bagian atas ked ua unsur inilah terdapat masalah yang cukup luas. A ntara lain adalah apakah kebiasaan itu harus dilakukan dahulu oleh semuanegara untuk dapat diterima segagai hukum , bagaimanakah kedudukan kebiasaan internasional se- bagai sum ber hukum internasional, apakah terdapat hubungannya antara kebiasaan internasional dengan sum ber hukum yang lain sebagaimana yang di- sebut dalam pasal 38 ayat ( 1) Statuta 1) 2) Moehtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum · Intemasional, Buku I - Ba- gian Umum , Binaeipta , Bandung, eet, ke-4, 1982 - hal. 134. Moehtar., Ibid. Terkutif: Sunarjati Hartono , dalam Beberapa masalah Transnasional dalam PMA di Indo· nesia, Bina cipta , Bandung, 1972, hal. 240. .. . . ..

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

24

BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL

SEBAGAI SUMBER HUKUM INTERNASIONAL *)

_________ Oleh: Syahmin A.K., S.H._--_____ _

Pendahuluan Hukum Internasional, pad a mula­

nya lebih banyak bersumber/pedoman kepada kebiasaan negara-negara dan kepada pendapat para ahli hukum ternama. Karena di masa lampau, ke­biasaan internasional memegang peran­an yang utama sebagai sumber hukum internasional. Akan tetapi kini keada­annya menjadi lain, di mana makna dari kebiasaan internasional itu telah menjadi kecil dengan bertambah ba­nyaknya perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties). Walau­pun demikian hukum kebiasaan inter­nasional tetap substantif, karena pada saat ini bagian terbesar dari peraturan­peraturan yang menyangkut wilayah negara, jurisdiksi negara dan hubung­an diplomatik masih diatur oleh hu­kum kebiasaan internasional.

Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahka­mah Internasional yang lazim dikenal sebagai pasal yang secara resmi meru­pakan sumber hukum formal daripada hukum internasional. Sebagai sumber hukum dalam arti formal, kebiasaan internasional haruslah memenuhi un­sur-unsur sebagaimana yang diformula­sikan dalam pasal 38 ayat (1) sub b,

"International custom as evidence of ge­neral practice accepted as J.aw':

.)

Makalah yang di sampaikan oleh penulis dalam forum Seminar pad a Program pendidikan Paseasarjana Hu­kum Internasional Fak. Hukum Un­pad, Bandung, 1984 .

Yang oleh Mochtar Kusumaatmadja diterjemahkan "Kebiasaan internasio-

. ~ . " .

nal yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum" I) Se­lanju tnya dikatakan bahwa, kebiasaan internasional diciptakan oleh dua fak­tor,2) yaitu:

1. bahwa harus terdapat suatu k~bia­sa an yang dilakukan dan dit uru ti oleh banyaknegara,

2. bahwa kebiasaan itu harus dianggap sebagai suatu kewajiban hukum .

Unsur pertama oleh Mochtar Kusu­maatmadja disebut "unsur material" dan unsur kedua disebut "unsur Psy­chologis" Mengenai pem bagian atas ked ua unsur inilah terdapat masalah yang cukup luas. Antara lain adalah apakah kebiasaan itu harus dilakukan dahulu oleh semuanegara untuk dapat diterima segagai hukum , bagaimanakah kedudukan kebiasaan internasional se­bagai sum ber hukum internasional, apakah terdapat hubungannya antara kebiasaan internasional dengan sum ber

hukum yang lain sebagaimana yang di-sebut dalam pasal 38 ayat ( 1) Statuta

1)

2)

Moehtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum · Intemasional, Buku I - Ba­gian Umum , Binaeipta, Bandung, eet, ke-4, 1982 - hal. 134.

Moehtar., Ibid. Terkutif: Sunarjati Hartono , dalam Beberapa masalah Transnasional dalam PMA di Indo· nesia, Bina cipta , Bandung, 1972, hal. 240.

.. . . ..

Page 2: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

,

Kebiasaan Internasional

Mahkamah Internasional dan faktor­faktor apakah yang mempengaruhi pe­ranan kebiasaan internasional sebagai sum ber hukum internasional.

Dalam permasalahan di atas, studi ini hendak membatasi pembahasannya hanya pada masalah yang disebut ke­dua sampai keempat saja. Dengan de­mikian tidak termasuk dalam ruang lingkup pembahasan masalah apakah kebiasaan itu harus dilakukan dahulu oleh semua negara untuk dapat dite­rima sebagai hukum. Maksud dan tu­juan daripada studi ini adalah di sam­ping untuk mempelajari ruang lingkup kebiasaan internasional sebagai sumber hukum, juga memberikan gambaran secara tegas mengenai topik tersebut.

Tinjauan Umum Tentang Kebiasaan Intemasional

1. Kedudukan Kebiasaan Internasional sebagai sumber HI.

Dilihat dari tat a uru tannya ter­nyata kebiasaan internasional terse but menempati urutan kedua setelah per­janjian internasional. Adakah tata urutannya itu menunjukkan perbedaan dalam hal penting tidaknya arti dan peranan masing-masing sumber hukum internasional terse but ?

Mochtar Kusumaatmadja, dengan tegas mengatakan, urutan penyebutan sumber-sumber hukum itu tidak meng­gambarkan urutan pentingnya masing­masing sumber tersebut sebagai sum­ber hukum formal, karena soal itu ti­dak diatur sarna sekali oleh pasal 38 ayat (I) Statuta Mahkamah.3 ) Tetapi dengan ditegaskannya dalam pasal 38 ayat (1) sub d, bahwa putusan peng­adilan dan pendapat para ahli hukum

terkemuka dari pelbagai bangsa seba­gai cara-cara subsider untuk men emu­kan adanya peraturan hukum, secara

3) Mochtar Kusumaatmadja, Ibid, hal. 108.

25

a contrario dapat disimpulkan bahwa, "sumber-sumber (formal) hukum in­ternasional pada pasal 38 ayat (I) a, b dan c, adalah merupakan sumber Primer".4) Oleh karena itu (interna­tional conventions, international cus­tom dan general principles of law) sa­rna-sarna mempunyai kedudukan sede­raj at.

Dengan tidak adanya urutan pen­ting dan tidaknya kedudukan ketiga sumber hukum primer tersebut, se­hingga tak dapat ditarik suatu garis prioritasnya, maka Mahkamah intern a­sional ataupun badan peradilan inter­nasional lainnya, tidak dibatasi kebes­annya untuk menerapkan salah satu dari ketiganya terhadap suatu kasus tertentu. Misalnya, Mahkamah dapat menerapkan prinsip-prinsip hukum umum walaupun terhadap kasus itu su­dah ada pengaturannya dalam perjan­jian internasional ataupun kebiasaan . internasional. Hal ini sudah barang ten­tu harus dengan pertim bangan mana . yang lebih menjamin rasa keadilan dan memenuhi kebutuhan hukum para pihak yang bersengketa .

2. Kebiasaan Internasional sebagai sumber hukum dalam arti formal .

Istilah sources of international Law dapat diartikan bermacam-macam dan an tara lain diadakan perbedaan antara sumber hukum dalam arti formal dan

dalam arti materil walaupun di antara para sarjana hukum internasional tidak terdapat kesepakatan mengenai pe­ngertiannya. Misalnya apa yang dimak­sud dengan sumber hukum dalam arti formal oleh Mochtar Kusumaat­madja, diartikan sebagai sumber hu­kum dalam arti materiil oleh Starke.

4) Wayan Parthiana, Kedudukan Gene­ral Principles of Law sebagai aumber hukum internasional, Dalam Pro Jus­titia, Majal!!Q Il$.atan Alumni FH. Un­par, Bandung, No. ke-13, 1981, hal. 997.

Pebruari 1985

Page 3: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

26

Namun sebagai pegangan dapatlah di­artikan bahwa sumber hukum dalam arti formal itu adalah di mana dite-

• mukan ketentuan-ketentuan hukum in ternasional itu. Yang terpenting bagi kita dalam membicarakan sumber-sum­ber hukum internasional adalah sum­ber hukum dalam arti formal ini, yaitu pasal 38 ayat (1) Statuta Mahka­mah in ternasional s) yang berbunyi: Bagi Mahkamah yang tugasnya mem­berikan keputusan sesuai dengan hu­kum internasional untuk perselisihan yang diajukan padanya, akan berlaku:

a. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang urn urn maupun khusus, yang dengan t.egas menyebut keten­tuan-ketentuan yang diakui oleh ne­gara-negara yang berselisih ;

b. Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti merupakan praktek­praktek umum yang diterima seba­gai hukum;

c. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang ber­adab;

d. Keputusan pengadilan dan ajaran­ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari pelbagai negara se­bagai sumber tambahan bagi mene­tapkan kaedah-kaedah hukum.

Dari urutan sumber hukum yang disebut oleh pasal 38 ayat (1) Statuta tersebut, maka kebiasaan internasional sebagai sumber hukum dalam arti for­mal, tidak perlu diragukan lagi.

3. Hubungan Kebiasaan Internasional dengan Perjanjian-perjanjian Inter­nasional dan dengan Prinsip-prinllip hukum Umum.

Walaupun secara juridis formal an­tara ke biasaan, perj anj ian in ternasional dan prinsip-prinsip hukum umum

H.W.A. Thirlway , International Cus­tomary Law and Codification, AW. Sijthoff/Leiden, 1972, hal. 31.

Hukum dan P"mbangullall

mempunyai kedudukan sedl'rajal. na­mun secara juridis materiaL ia hl'rheda . Kebiasaan internasional adalah lIleru­pakan kaedah positif, jadi konkrit dan real sifatnya. Sedangkan prinsip­prinsip hukum umum, karena hanya sebagai prinsip atau sebagai azas hu­kum, ia bukan merupakan hukum po­sitif, sifatnya jelas abstrak. Demikian pula perbedaannya dengan perjanjian internasional, sebagai kaedah hukum positif, tentulah lebih jelas bentuk dan wujudnya serta lebih mudah dikenal, oleh karena proses pembentukannya mengMcuti aturan tertentu.

Ditinjau dari segi juridis materiil, tampak perbedaan antara kebiasaan dan perjanjian internasional disatu pi­hak dengan prinsip-prinsip hukum umum di lain pihak. Prinsip-prinsip hu­kum umum, dapat menjadi dasar bagi kaedah (hukum) kebiasaan dan perjan­jian internasional. Setiap kebiasaan ataupun perjanjian internasional dapat dikembalikan kepada azasnya yaitu azas-azas hukum (umum) itu sendiri. Maupun dari prinsip-prinsip hukum umum terse but dapat diturunkan atau dirumuskan kaedah-kaedah hukum po­sit if. J adi jelaslah bahwa azas-azas hu­kum umum itu bukanlah hukum posi­tif. Oleh karena prinsip-prinsip hukum umum itu secara juridis materiil terle­tak di atas daripada perjanjian atau pun kebiasaan internasional. Tim hul masalahnya , bagaimanakah jika suatu perjanjian interna,sional ataupun kebia­saan internasional bertentangan atau berbeda dengan azas-azas hukum UI1lUm tersebut? Apakah prinsip-prin­sip hukum umum terse but bersifat imperatif? Dalam hal ini "Wayan Parthiana membedakan ke dalam dua ha16 ): Pengertian bertentangan itujika bertentangan secara diametral, dalam arti jiwa dan semangat dari kaedah

6) Wayan Parthiana, Op. cit., halaman 103.

Page 4: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

,

11111..11111 p",ilil. 'l'l1t'rli perpnJian inter-11 .1'11I11 :!i :llallpUIl J..ehiasaan interna­"ull.d ItU ,angat hntenlangan dengan atau I1ll'1anggar isi iiwa dan semangat yall!! tl'rkandung dalam prinsip-prinsip

hUJ..UII1 ul11um tersebut , maka kaedah hukuIll positif itLi harus dikesamping­kan . Sehaliknya jika pengertian berten­tangan ilu dalam arti kaedah hukum posit it hanya sebagai pengecualian ter­hallar azas-azas hukum terse but. setiap alas hukum pasti ada pengecualian. "'aedah hukum positif itu tetap harus diak ui dan dijamin eksistensinya.

7)

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pe­

ranan Kebiasaan Intemasional sebagai

sumber Hukum Internasional

I. Adanya penggeseran Sumber HI yang utama Custom menjadi yan1l utama Conventions atau Treaties

Il:ilalll bab terdahulu telah dising-gung. hahwa pada mulanya hukum in­ternasional lebih banyak berpedoman kepada kebiasaan-kebiasaan negara dan kepada pendapat para ahli hukum ter­kemuka di dunia " ... the teachings of thl' most highly qualified publics o( th(' l'arious nations . ... "l) Karena di 11laS;J-masa lampau custom meme­gang peranan yang utama sebagai sum­ber huk um internasional. Akan tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dunia yang begitu pesat di pelbagai bi­dang. maka terdapatlah peralihan sum­ber hukum internasional yang utama ellst o III menjadi yang utama conven­t ions alau treaties. Sebab banyaknya negara-negara yang baru merdeka yang

Ilalarn pasal 1 ayat (2) K.U.H. Pi­<lana rnerupakan pengccualian terha­dap azas Nullurn delecturn dalarn pa­s'll 1 ayal (I) K.U.H. Pidana kita.

l;crhard Von Glah., Law among Na­tions., (an introduction to Public of Inl~rnalional Law), MacMillan Pu­hlishing & Co., Inc, New York, 1981, hal. 21.

27 •

um u m nya "Non-EuropealJ" yang me­rasakan. bahwa hukum internasional conventional di ' masa-masa yang lalu sangat bersifat "European Centris" dan kurang atau bahkan sarna sekali tidak memperhatikan atau memperhi­tungkan kepentingan-kepentingan ne­gara-negara yang kini menjadi negara­negara merdeka yang sedang berkem­bang.

Negara-negara baru merdeka yang sedang berkem bang ini banyak yang merasa bahwa custom yang tumbuh dan berkem bang di dunia Barat banyak yang telah dipergunakan sebagai alat untuk menguasai mereka dan karena itu mereka merasa tidak banyak gu­nanya untuk mempertahankannya. Sebagai contoh, misalnya sewaktu Pe­merintah Republik Indonesiameng­adakan tindakan am bi! alih Perusaha­an milik Belanda "terutama perkebun­an yang kemudian disusul dengan tin­dakan Nasionalisasi. 9

) Pengambil alih­an milik Belanda yang kemudian di­susul dengan Nasionalisasi ini merupa­kan tindakan yang melanggar hukum internasional yang memberikan perlin­dungan kepada orang asing dan mi!ik asing, yang kemudian dikenal dengan nama "Perkara Tern bakau Bremen". 10)

Pelanggaran terhadap ketentuan hu­kum internasional di atas adalah meru­paka'n suatu koreksi terhadap dalil klasik yang berbunyi " ... nasionalisasi adalah suatu tindakan pengambil alih­an hak mi!ik asing yang harus disertai dengan ganti rugi "Prompt, hffective dan Adequate". 11)

Dalil-dalil lama seperti ini juga yang di­rasakan oleh negara-negara yang baru merdeka sarna sekali tidak memper-

9) Sunarjati Hartono. , Op. cit., hal. 186.

10) Mochtar Kusurnaatrnadja., Op. cit., hal. 64.

11) Mochtar Kusumaatrnadja., Ibid., hal. 65.

Pebruari 1985

Page 5: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

28 •

hitungkan kepentingan-kepentingan negara-negara yang kini menjadi negara merdeka yang tergolong ke dalam ne­gara yang sedang berkembang, yang sering disebut sebagai kelompok 77.

Kini, negara-negara yang tersebut belakangan ini ikut serta membuat aturan-aturan yang berlaku umum (hu­kum internasional), ~an keinginan ini telah dapat ditempuh melalui jalan konperensi, konpensi atau treaties. Ke­mudian sebagai suatu contoh adanya kesenjangan yang luar biasa baik dalam bidang teknologi maupun kesejahtera-

an pada umumnya antara negara-ne-gara maju dengan negara-negara yang sedang berkembang. Untuk itu negara­negara yang sedang berkembang ber­usaha menolong dirinya melalui kerja­sarna regional Dialog Utara - Selatan, Forum/Gerakan Non-Alignment, UNCTAD Konperensi Islam, dan lain­lain. Contoh adanya keikut-sertaan ke­lompok 77 terse but adalah dalam "Third United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS III) yang Draft FinaJnya diterima melalui voting pada tanggal 30 April 1982, de­ngan 130 negara setuju, 4 negara me­nentang dan 17 negara abstain.! 2)

2. Peran3Jl HI dalam masalah Ekono­mi Internasional

Hal ini terutama disebabkan oleh karen a negara-negara di dunia kini semakin banyak terlibat dan menUlfi­pahkan perhatiannya kepada soal-soal kesejahteraan umat manusia daripada masa-masa lalu. Dengan munculnya multi-polarisme dalam bidang politik dan ekonomi, sementara dalam bidang militer Amerika Serikat dan Uni Soviet masih terus memegang supremasi. Pe­ningkatan anggaran militer negara-ne­gara mliju merupakan salah satu sebab utama berkurangnya bantuan ekonomi

l~ J Sinar Harapan, Edisi: Sabtu, 1 Mei 1982, hal. I.

. Hukum oon Pembangunan

kepada negara-negara yang sedang ber­kembang.13

) Negara-negara berkem­bang penghasil minyak telah meman­faatkan minyaknya untuk tujuan-tu-,

juan politik seperti pada kasus em bar-go minyak Arab pada masa yang la­lu. 14 ) Secara umum embargo tersebut mengenai sasarannya, tetapi secara ekonomis memukul negara-negara ber­kern bang yang mengimpor minyak.

Krisis pangan dunia yang menyang­kut nasib dan harkat hidup umat ma­nusia nampaknya hampir lolos dari perhatian negara-negara maju . Dengan demikian jelas bahwa di da­lam soal-soal yang menyangkut segi­segi sosial-ekonomis ini perlu norma­norma baru yang sesuai dan harus di­sepakati bersama dan sukar dicarikan penyelesaiannya dalam hukum kebia­saan internasional di masa-masa lame pau.

3. Tendem;i HI dewasa ini dalam mas­alah konflik bersenjata Dunia modern tidak saja membawa

kit a kepada kemajuan-kemajuan tekno­logi yang menakjubkan akan tetapi juga pada bayangan ketakutan akan semakin bertambah meningkatnya se­gala macam bentuk kejahatan, seperti pembajakan di udara , terorisme. serta penggunaan teknologi baru di bidang perlengkapan (senjata) perang.! s) Ne­gara-negara anggotaPBB mempunyai kewajiban untuk m~ahan diri dengan tidak mengorganisir , menganjurkan ,

!3) Sumpena. Prawirasaputra., Politik Luar Negeri RI. Remadja Karya CV. Bandung, 1984. hal. 20.

!4) Sumpena Prawirasaputra., Ibid., hal. 21.

1 ) Dewasa ini berita-berita utama yang memenuhi halaman muka surat-surat kabar, banyak berkisar pada masalah peperangan, mulai perang Vietnam, teluk Persia serta beberapa tindakan terorisme maupun gerakan-gerakan separatisme dan lain sebagainya.

Page 6: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

K ebiasaan Internasional

mcmhantu. mcngambil inisiatif at au bcrpl'rang dalam aksi-aksi tcrorismc sc­suai dcngan apa yang dianjurkan oleh Resolusi yang telah mereka cetuskan bersama melalui Sidang Umum PBB 16)

Dalam menghadapi perkembangan y"ang membahayakan itu maka PBB dalam tahun 1980 telah mengadakan pembahasan masalah terse but secara intensif dan akhirnya telah dikeluar­kan resolusi Majelis Umum PBB de­ngan judul 1 7)

"Consideration of effective measures to enhance the protection, security and safety of diplomatic and consu­lar missions and representatives".

Resolusi tersebut an tara lain men­d'esak kep.ada semua anggota PBB un­tuk mematuhi dan melaksanakan prin­sip-prinsip dan aturan hukum interna­sional yang mengatur tentang hubung­an diplomatik dan konsuler. Namun di lain pihak adanya kecende­rungan bahwa kedua negara super­power (adi kuasa) secara diam-diam telah membagi-bagi dunia dalam bebe­rapa daerah pengaruh (sphere of in­fluence) hal mana dikenal sebagai "back-yard policy"

Kiranya perlu dicatat usaha Per­dana Menteri Kanada Pierre Elliot t Trudeau. yang pada awal Nopember 1983 telah melakukan apa yang dise­but oleh pemerintah Ottawa pilgrim age for peace and disarmament , ziarah

16) Ny. Ett y R. Agoes . , Beberapa per· kembangan HI dewasa ini, Pro Jus· titia, No. ke·18, ed. Juni 1983. hal. 95, terkutif: "Declaration of Prin· ciples of International Law concern· ing Friendly Relations and Coopera· tion among States in Accordence with the Charter of the United Na· tions, 24·10-1970, jo. pasal 51 Pia­gam PBB.

1'1\ I Reso lusi Majelis Urnurn PBB No .35/

168. 15·12-1980.

29

untuk perdamaian dan pl"Elul'Ulan sen­jata . 1

II) Dalam perjalanannya selama lima hari ia mengunjungi enam ibu kota negara Eropa Barat: Paris , Den Haag, Brussel, Roma, Bonn dan Lon­don, untuk menggerakkan apa yang disebutnya dialogue of confience, dia­log berdasarkan sikap saling percaya antara Uni Soviet dan Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya masing-ma-

smg. Sebagai langkah pertama, Trudeau

menyarankan penyelenggaraan konpe­rensi Lima Negara nuklir , untuk men­capai persetujuan pem batasan persen­jataan nuklir. Tidak disebut dalam be­rita, nama-nama kelima negara itu. Tetapi tentunya Uni Soviet , Amerika Serikat, Perancis, Inggeris dan Cina. Trudeau dikabarkan merasa prihatin mengenai apa yang diistilahkannya megaphone diplomacy atau diplomasi pengeras suara, yang menurut peni­

laiannya sekarang dominan dalam hu­bungan antar bangsa . Pengertian yang terkandung dalam istilah "diplomasi pengeras suara" itu tentunya diplo­masi saling meneriakkan, saling tuduh­menuduh, ancam-mengancam dan tan­tang-menantang. Ini mencerminkan tiadanya saling percaya. Maka Trudeau

menyatakan penunya diplomasi jenis itu diredahkan , diganti dengan dialog­ue of confidence, 1 9) dialog berdasar­kan sikap saling percaya.

Rangkaian peristiwa dalam bulan­bulan terakhir 1983 mulai dari ditem­bak jatuhnya pesawat KAL Korea Se­latan, ledakan-ledakan di Lebanon, In­vasi ke Grenada , pidato-pidato serba keras di Majelis Umum PBB, rencana penempatan peluru kendali di Eropa Barat yang dimulai akhir tahun ini de-

1 ~ Harian Merdeka, Senin 7 Nopember 1983.

I~ I Harian Kompas, Senin 7 Nopernber

1983, diolah kern bali.

Pebruari 1985

Page 7: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

30

ngan berbagai dimensinya. memper­tontonkan pula dengan jelas makin kuatnya arus "diplomasi pengeras sua­ra" itu.

Lebih dari dua dasawarsa yang lalu Martin Luther King menyatakan "Mankind's survival is dependent upon man's ability to solve the problems of racial injustice proverty and war . .. " Pernyataan ini masih berlaku sampai kini. Ketidak adilan yang dirasakan pada adanya perbedaan ras dan kemis­kinan masih dapat kita temukan, an­tara lain di Etiopia Afrika Selatan, di mana Pemerintah Afrika Selatan mela-, kukan penyerbuan berdarah terhadap negara-negara tetangganya, dan kete­gangan terus berlangsung di antara negara-negara Afrika itu sendiri. Pepe­rangan masih terus berkobar di mana­mana. Perang Vietnam telah menim­bulkan akibat yang ternyata tidak hanya menyangkut negara Amerika Se­rikat dan Vietnam yang berperang saja.

Akibatnya ternyata diikuti dengan se­rangkaian kejadian lain yang tak kalah pentingnya,20) seperti misalnya apa yang kini terjadi di Kampuchea.

Keadaan terse but telah menim bul­kan suatu perkembangan baru dalam hukum internasional, yaitu timbulnya kebutuhan akan suatu pengaturan bagi masalah pengungsi. Tokoh-tokoh dari UNHCR 21) merupakan pelopor yang menghendaki dibentuknya cabang hu­kum baru yaitu "Refugee Law", hu­kum pengungsi.

Perlu pula dicatat dalam studi ini bah­wa antara tahun 1974 sampai dengan

tahun 1977 suatu konperensi interna-•

20\ / Ian Trownlie, Principles of Public In-ternational Law, 3rd-Ed. Oxford Uni­versity Press, 1979, hal. 569 -572.

21) United Nations High Commissioner for Refugees, suatu badan yang di­bentuk oleh PBB untuk menangani segala permasalahan para pengungsi.

Hukum dan Pcmbangunan

sional 22) telah herhasil menyusun I'ro· tokol-protoko! haru untuk mc!cngkapi ketentuan-ketentuan keempat Konven­si Jenewa 1949. Salah satu hasilnya adalah sekitar tujuh buah Resolusi. yang terpenting di di antaranya aualah Resolusi No.21 tentang penyebarluas­an pengetahuan tentang hukum Huma­niter yang dapat diterapkan pada seng­

keta-sengketa bersenjata.

Penutup •

Kalau diinventarisir kembali uraian­uraian di atas, maka dapat disimpul­kan sebagai berikut:

Makna daripada kebiasaan interna­sional telah menjadi kecil dengan bertambah banyakriya perjanJ ian­perjanjian yang membentuk hllkum yang mengatur hllbungan mercka secara internasionaI. Hal terse hut disebabkan oleh adanya peralihan sumber hukum internasional yang utama custom menjadi yang lItallla convention atau treaties. Matl'ri yang diatur dalam hukum intcrna­sional semakin lama semakin ba­nyak menyangkut soal-soal ekono­mis di samping masalah politis . Juga tendensi hukum internasional dewasa ini lebih cenderung ke arah mencegah konflik bersenjata dari­pada mengatur masalah konflik ber­senjata itu sendiri.

- Dilihat dari tata urutannya. ternya­ta internation'"aio- custom tersebut. kini menempati urutan kedua sesu­dah convention atau treaties. Na­mun penyebutan urutan S1l1l1hcr­suinber hukum itu tidak menggam­barkan pentingnya masing-masing

22) Diplomatic Conference on the Reaf-firmation and Development of Inter ­national Humanitarian Law Applic­able in Armed Conflicts (Final Act). 10-6-1977. Lihat AJIL. Vol. 77 No.3 July 1983, hal. 591.

Page 8: BEBERAPA MASALAH (HUKUM» KEBIASAAN INTERNASIONAL …

,

K ebiasaan lntemasional

sumber tersebut sebagai sum her hu­kum formal karena soal itu tidak diatur sarna sekali oleh pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional.

Walaupun secara yuridis formal an­tara kebiasaan, perjanjian interna­sional dan prinsip-prinsip hukum umum mempunyai kedudukan se­derajat. Namun secara yuridis mate­riil, ia berbeda: Kebiasaan inter­nasional ialah merupakan kaedah positif yang konkrit dan real , se­dangkan prinsip-prinsip hukum umum, karena hanya sebagai prin­sip (azas) hukum, ia bukan meru­pakan hukum positif, sifatnya jelas lebih abstrak. Demikian pula perbe­daannya dengan perjanjian interna­sional sebagai kaedah hukum posi-

,

I

31

tif. tentulah lebih jelas bent uk dan wujudnya serta mudah dikenal, <11eh karena proses pembentukan­nya mengikuti aturan tertentu.

Secara keseluruhan Hukum Inter­nasional yang kini hendak dikem­bangkan, adalah hukum yang dapat menjamin kepentingan-kepentingan negara-negara di dunia , teristimewa negara-negara yang sedang berkem­bang , bukan hanya hukum inter­nasional yang mengkodifikasikan kebiasaan-kebiasaan negara-negara maju tertentu, yang hanya meng­untungkan segelintir negara-negara adi kuasa saja, tetapi mencakup kepentingan seluruh aspek hidup dan kehidupan umat manusia.

.",. ; • . , • \ \.

PebruaTl' 1985