potret buruh indonesia pada masa orde baru...

213
POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU DALAM KUMPULAN PUISI NYANYIAN AKAR RUMPUT KARYA WIJI THUKUL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Disusun oleh Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki 1110013000020 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: hathien

Post on 06-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE

BARU DALAM KUMPULAN PUISI

NYANYIAN AKAR RUMPUT KARYA WIJI THUKUL

DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA

INDONESIA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Disusun oleh

Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki

1110013000020

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015

Page 2: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 3: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 4: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 5: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

i

Abstrak

Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki, 1110013000020 , Potret Buruh Indonesia pada

Masa Orde Baru dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji

Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Jamal D. Rahman,

M.Hum.

Puisi-puisi dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji

Thukul menampilkan banyak potret kehidupasn sosial yang terjadi di Indonesia.

Salah satu dari sekian banyak potret kehidupan sosial yang ditampilkan oleh Wiji

Thukul adalah potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru.

Penelitian yang menggunakan tinjauan sosiologi sastra ini bertujuan untuk

mengetahui sebuah potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru dalam kumpulan

puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul dan implikasinya terhadap

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.

Berdasarkan penelitian, ditemukan 22 puisi yang menampilkan potret

buruh Indonesia pada Masa Orde Baru dari 169 puisi yang terhimpun dalam

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput. Dua puluh dua puisi Wiji Thukul tentang

buruh tersebut menampilkan berbagai potret buruh Indonesia seperti kehidupan

ekonomi buruh yang sulit, permasalahan upah buruh yang rendah, permasalahan

lembur paksa, jaminan kesehatan dan keselamatan buruh yang kuang

mendapatkan perhatian oleh pihak perusahaan, serta tindakan represif dari pihak

perusahaan kepada buruh.

Kata kunci: potret buruh Indonesia, puisi, pembelajaran sastra

Page 6: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

ii

Abstract

Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki, 1110013000020 , A Portrait of Indonesian

Labor in A Collection of Poetry Nyanyian Akar Rumput by Wiji Thukul: a

Review of Sociology of Literature and Its Implications on Indonesia Languages

and Literature Learning in School. Indonesia Language and Literature Education

Departement, Faculty of Tarbiya and teaching science, State Islamic University of

Syarif Hidayatullah Jakarta. Advisor: Jamal D. Rahman, M.Hum.

The poems in a collection of poetry Nyanyian Akar Rumput by Wiji

Thukul shows many potrait of social life what happened in Indonesia. Among the

various a portrait of social life displayed by wiji thukul is a portrait of Indonesian

labor in Orde Baru era.

The research which sociology of literature review is conducted to

determine a portrait of Indonesian labor in a collection of poetry Nyanyian Akar

Rumput by Wiji Thukul and its implications on Indonesia language and literature

learning in school .

Based on the results of research, found 22 poetry which showing a portrait

of Indonesian labor in the Orde Baru era of 169 poetry that has colected in a

collection of poems Nyanyian Akar Rumput. 22 poetry about labor by Wiji Thukul

is showing a variety of Indonesian labor as a portrait of their economy life, the

number of low labor wage that are not in accordance with the burden of work

performed by labor, forced overtime issues, health care and safety in the work that

is underappreciated by the company, and a repressive actions done by the officers

of the companies to workers.

Keywords: a portrait of labor, poetry, literature learning

Page 7: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt., Tuhan semesta alam yang telah

memberikan petunjuk dan kekuatannya sehingga saya dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad Saw., keluarga, para sahabat, dan kita sebagai pengikutnya sampai

akhir zaman. Aamiin!

Terselesaikannya skripsi yang berjudul Potret Buruh Indonesia dalam

Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah

Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia ini merupakan hasil kerja saya yang tidak terlepas dari

dukungan banyak pihak, baik dukungan berupa doa, semangat, sumbangan

pemikiran, maupun bahan-bahan yang dibutuhkan bagi penyempurnaan skripsi

ini. Maka, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan;

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;

3. Bapak Jamal D. Rahman, dosen pembimbing skripsi saya yang dengan

penuh dedikasi tinggi telah bersedia membimbing saya dalam hal

penulisan skripsi ini;

4. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A. selaku dosen penasihat akademik saya

yang telah memberikan pengarahan sampai terselesaikannya perkuliahan

saya;

5. Seluruh dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FITK,

UIN Jakarta atas semua ilmu, motivasi, dan inspirasi yang begitu berguna

dalam kehidupan saya;

6. Kedua orangtua saya, Basuki, S.Pd. dan Nurhayati Sulistiyo Rahayu

Ningsih, S.Pd. atas segala ketulusan dan pengorbanan yang senantiasa

diberikan kepada saya;

7. Kedua adik saya Arbiyan Billah Dini Nurhakiki dan Siti Khairunnisa

Nurhakiki;

8. Sahabat-sahabat saya yang tercinta: Arul, Meizar, Puguh, Anam, Teguh,

Cecep, Ara, Habibah, Lintang, Papat, dan Rizka;

9. Ema Fitriani yang beberapa kali membantu saya dalam menemukan

sumber pustaka;

10. Keluarga Besar Pojok Seni Tarbiyah yang tercinta;

Page 8: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

iv

11. Sahabat-sahabat seperjuangan di Kemangilodi: Amal, Lina, dan Sri (saat

kita tidak punya apa-apa, karyalah yang membawa kita ke mana-mana);

12. Sahabat-sahabat PBSI angkatan 2010;

13. Sahabat senasib, semimpi, dan seperjuangan di Kareina, Mbenk Haryadi

Kareina.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Maka

dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar ke depannya

bisa lebih baik lagi.

Terakhir, saya berharap semoga skripsi ini dapat memberikan konstribusi

wawasan bagi cakrawala ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin!

Ciputat, 27 November 2014

Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki

Page 9: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... v

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 5

C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 5

D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

E. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 6

F. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 6

G. Metode Penelitian ........................................................................................ 7

BAB II: PUISI DAN BURUH

A. Puisi ........................................................................................................... 12

B. Pendekatan Sosiologi Sastra ...................................................................... 24

C. Potret Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru........................................... 28

D. Pembelajaran Sastra ................................................................................... 33

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 36

Page 10: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

vi

BAB III: WIJI THUKUL: PENYAIR DAN AKTIVIS

A. Biografi Wiji Thukul ................................................................................. 40

B. Pemikiran Wiji Thukul tentang Sastra ....................................................... 48

C. Deskripsi Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput ................................... 52

BAB IV: POTRET BURUH INDONESIA DALAM KUMPULAN PUISI

NYANYIAN AKAR RUMPUT KARYA WIJI THUKUL

A. Thukul dan Puisi tentang Buruh ................................................................ 54

B. Analisis Struktur Puisi-puisi Wiji Thukul Tentang Buruh......................... 55

C. Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput .. 84

D. Implikasi Puisi-puisi Wiji Thukul tentang Buruh terhadap Pembelajaran

Bahasa dan Sastra di Sekolah ....................................................................... 117

BAB V: PENUTUP

A. Simpulan .................................................................................................. 122

B. Saran......................................................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 125

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LEMBAR UJI REFERENSI

PROFIL PENULIS

Page 11: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah perburuhan di negeri mana pun, termasuk di Indonesia, dapat

dikatakan tidak pernah menggembirakan. Kondisi dan nasib para buruh senantiasa

menyedihkan. Mereka selalu saja terbelenggu dalam lingkungan industrial yang

kerap menggerus mereka dalam keadaan tereksploitasi pikiran dan tenaganya.

Sejak masa kolonial hingga saat ini, kondisi dan nasib buruh di negeri ini

tetap saja memperihatinkan, tak ada banyak perubahan berarti ke arah yang lebih

baik dalam kehidupan mereka. Bahkan, lahirnya serikat-serikat buruh sejak era

kemerdekaan, Orde Baru hingga era Reformasi yang diharapkan mampu menjadi

wadah bagi buruh untuk bersatu dan memperjuangkan nasib mereka ternyata

hasilnya masih jauh dari kata memuaskan.

Jika kita menyaksikan kondisi perburuhan di Indonesia, maka kita akan

dapat menyadari betapa kompleks dan rumitnya persoalan yang ada di dalamnya

dan hal itu tak kunjung ada penyelesaiannya. Buruh pun berada dalam sebuah

dilema, di satu sisi, mereka membutuhkan pihak perusahaan untuk bekerja dan

mendapatkan upah, namun di sisi lain, dalam pekerjaannya para buruh kerapkali

dieksploitasi demi kepentingan pihak perusahaan tempat mereka bekerja.

Persoalan tentang buruh dapat dikatakan sebagai persoalan yang krusial.

Persoalan ini bukan sekadar persoalan industrial, tetapi juga menyangkut

persoalan lain seperti sosial, ekonomi, dan politik. Dengan kata lain, sistem

ekonomi-politik suatu negara akan menentukan corak sistem perburuhan yang

diberlakukan.

Persoalan perburuhan sangat ditentukan oleh sistem ekonomi dunia,

khususnya kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme ini, kaum buruh cenderung

dieksploitasi. Bahkan, buruh kerap dikonotasikan sebagai mesin produksi, maka

upah yang diberikan kepada kaum buruh harus disesuaikan dengan tingkat

produktivitas mereka. Kondisi inilah yang membuat buruh terus-menerus terisap

Page 12: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

2

dan termarjinalkan dalam dunia industrial. Maka, bukanlah suatu hal yang

mengherankan apabila dari masa ke masa nasib buruh senantiasa

memperihatinkan.

Di Indonesia, pada masa Orde Baru, penguasa kala itu mencanangkan

politik pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas, dan

distribusi. Hal ini kemudian diikuti dengan diterapkannya Hubungan Industrial

Pancasila (HIP) yang membuka peluang intervensi negara. Sialnya, penerapan

politik pembangunan dan HIP oleh ini tidak mampu memperbaiki kehidupan

buruh. Kondisi buruh tetap memperihatinkan. Sistem kapitalistik yang semakin

berkembang terus menggerus kehidupan buruh. Kondisi ini diperparah dengan

intervensi yang kerap dilakukan pemerintah. Dengan dalih menjaga stabilitas,

pemerintah kala itu tidak segan menggunakan aksi represif terhadap buruh yang

mangadakan aksi protes sebagai alat untuk memperjuangkan diri mereka.

Sementara, dalam kehidupan pekerjaannya, pihak perusahaan terus-menerus

mengekploitasi mereka.

Keadaan perburuhan di Indonesia yang seperti inilah yang kemudian

menyadarkan para buruh untuk semakin bertekad memperjuangkan hak dan nasib

mereka demi kehidupan yang lebih baik. Maka mulai lahirlah beberapa serikat

buruh yang benar-benar berpihak pada buruh (bukan serikat buruh bentukan

penguasa yang pada kenyataannya digunakan untuk kepentingan penguasa).

Selain itu, para buruh pun mulai bersatu bersama pihak-pihak lain semisal para

aktivis untuk sama-sama memperjuangkan keadilan bagi buruh. Kehadiran para

aktivis dalam perjuangan buruh ini memiliki posisi yang penting sebagai motor

penggerak bagi buruh untuk menyadari dan memperjuangkan hak mereka.

Di antara aktivis buruh yang menonjol pada masa era Orde Baru adalah

Wiji Thukul. Akan tetapi, dia bukan sekadar aktivis, ia juga seorang penyair yang

sebelumnya juga pernah bekerja sebagai buruh. Sebagai seorang penyair, Wiji

Thukul kerap menggunakan puisinya sebagai media protes sosial terhadap

penguasa. Di antara hal yang sangat sering ia sampaikan dalam protes sosialnya

adalah nasib buruh. Seperti yang sudah penulis katakan, Wiji Thukul sendiri juga

pernah menjadi buruh, begitu pun dengan istrinya, Sipon. Pergaulannya yang

Page 13: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

3

dekat dengan dunia buruh membuat Thukul bisa merasakan bagaimana nasib

buruh pada masa Orde Baru yang begitu memperihatinkan.

Di antara puisi Wiji Thukul yang menampilkan potret buruh adalah

puisinya yang berjudul “Suti”. Melalui puisi tersebut, Thukul menampilkan potret

seorang buruh bernama Suti yang sakit akibat “terisap” oleh beban pekerjaannya

yang berat, namun ia tidak memiliki cukup uang untuk berobat karena upahnya

sebagai buruh tidak mencukupi. Sementara itu, dalam puisi “Leuwigajah”, Wiji

Thukul menampilkan potret buruh (tenaga muda) yang terus diperah, diisap

darahnya, seperti buah disedot vitaminnya.

Dalam puisi lain yang berjudul “Terus Terang Saja”, bahkan Wiji Thukul

dengan terang-terangan menyatakan kapitalis sebagai musuh bagi mereka: kaum

buruh. Dengan keras Thukul mengkonotasikan kapitalis sebagai sesuatu yang

terus-menerus memakan tetes-tetes keringat kaum buruh.

Nasib buruh pada masa Orde Baru memang sangat memperihatinkan, jika

tak ingin disebut mengenaskan. Kapitalisme yang terus tumbuh dengan subur

menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial. Para pemilik modal yang banyak di

antaranya adalah orang asing berusaha mencari keuntungan yang sebesar-

besarnya dengan cara mempekerjakan buruh dengan upah yang rendah. Buruh

saat itu dituntut untuk bekerja dengan sangat keras, tetapi tidak diimbangi dengan

upah yang sepadan. Belum lagi tentang banyaknya kisah penganiayaan terhadap

buruh yang dilakukan oleh pihak perusahaan tempat mereka bekerja (ambil

contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab dibunuh oleh

pemilik perusahaan tempatnya bekerja). Hal inilah yang banyak menjadi bahan

protes sosial Wiji Thukul melalui puisi-puisinya.

Pada tahun 2014, terbit kumpulan lengkap puisi Wiji Thukul yang

berjudul Nyanyian Akar Rumput yang diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka

Utama. Dari sekian banyak puisi yang terdapat dalam kumpulan lengkap puisi

tersebut, terdapat beberapa puisi yang mengangkat tema tentang nasib buruh

Indonesia pada masa Orde Baru. Di antara puisi-puisi itu adalah puisi yang

berjudul “Suti”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki yang Ganjil”, “Satu Mimpi Satu

Barisan”, dan “Leuwigajah”. Melalui puisi-puisi tersebut, orang yang

Page 14: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

4

membacanya akan dapat menyaksikan bagaimana nasib buruh Indonesia ketika

masa Orde Baru lengkap dengan kondisi batin mereka.

Potret nasib buruh pada masa Orde Baru yang digambarkan oleh Wiji

Thukul dalam puisi-puisinya merupakan suatu hal yang menarik. Thukul bukan

hanya sekedar menulis puisi, ia juga seorang mantan buruh dan setelah menjadi

aktivis ia juga turut menggerakkan buruh untuk melakukan protes terhadap

pemilik pabrik dan penguasa saat itu untuk memperjuangkan nasib mereka.

Bahkan, aksinya dalam menggerakkan buruh itu pernah mengakibatkannya

mendapatkan tindak kekerasan dari aparat. Dengan demikian, dapat dilihat

bagaimana Thukul telah berusaha memperjuangkan nasib buruh melalui puisi

sekaligus aksi.

Sebagai penyair, Wiji Thukul telah berhasil menampilkan potret kenyataan

sosial yang pernah terjadi di negerinya dalam hal ini adalah potret buruh

Indonesia pada masa Orde Baru. Bukan itu saja, ia juga menjadikan puisi-puisinya

sebagai alat protes sosial terhadap penguasa dan pihak perusahaan yang di sisi lain

mampu menggerakkan para buruh untuk bersatu dan memperjuangkan hak dan

nasib mereka. Apa yang dilakukan oleh Thukul melalui puisi-puisinya

menegaskan bahwa puisi dapat dijadikan sebagai media yang mengabadikan

sebuah potret kenyataan sosial yang di sisi lain dapat digunakan sebagai alat

protes sosial.

Nama Wiji Thukul dalam sejarah sastra Indonesia seolah-olah terlupakan

atau bahkan sengaja dilupakan yang mungkin saja akibat dari sosoknya sebagai

penyair sekaligus aktivis pemberontak yang menjadi musuh penguasa. Begitulah,

sejarah memang sering ditulis dan dilupakan demi kepentingan penguasa. Wiji

Thukul sendiri sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya, entah masih hidup

atau tidak, jika sudah meninggal, sampai sekarang jasadnya pun belum

diketemukan. Ia dilaporkan hilang oleh istrinya setelah tragedi krisis 1998.

Banyak yang mengatakan ia telah menjadi korban politik penguasa yang tak tahan

oleh kritik dan aksinya sebagai penyair sekaligus aktivis.

Dapat dikatakan, Wiji Thukul, baik sebagai penyair, aktivis, maupun

manusia biasa telah mengalami peristiwa hidup yang tragis. Ia memilih hidup

Page 15: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

5

sebagai seorang penyair dan aktivis yang memperjuangkan hak buruh maupun

rakyat kecil lainnya dari kesewenangan penguasa, tetapi justru karena pilihan

hidupnya itulah ia dianggap sebagai musuh oleh penguasa. Berdasarkan hal-hal

tersebut yang telah penulis jelaskan, maka penulis tertarik untuk melakukan

sebuah penelitian mengenai potret kehidupan buruh Indonesia pada masa Orde

Baru yang terdapat dalam puisi-puisi karya Wiji Thukul. Ada pun judul dari

penelitian ini adalah “Potret Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru dalam

Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah

Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia di Sekolah”. Melalui penelitian ini, penulis berusaha

menguraikan bagaimana kumpulan puisi Wiji Thukul yang berjudul Nyanyian

Akar Rumput mencerminkan nasib buruh Indonesia pada masa Orde Baru.

B. Identifikasi Masalah

Di dalam penelitian tentu terdapat banyak faktor atau unsur yang diteliti.

Faktor atau unsur-unsur tersebut memerlukan pengidentifikasian masalah. Tujuan

adanya identifikasi masalah adalah agar memudahkan peneliti dalam mengkaji

bahasan penelitiannya. Berikut identifikasi masalah yang terdapat dalam skripsi

ini.

1. Potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang tergambarkan dalam puisi-

puisi Wiji Thukul merupakan usaha penyair untuk menguak fakta tentang

kondisi buruh pada zaman itu yang seringkali diperlakukan secara tidak adil,

namun fakta tersebut ditutupi oleh penguasa saat itu.

2. Puisi-puisi Wiji Thukul yang bertemakan tentang buruh merupakan usaha Wiji

Thukul untuk memperjuangkan nasib buruh yang pada masa Orde Baru.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas, maka

diperlukan batasan masalah. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada

masalah potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru dalam kumpulan puisi

Page 16: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

6

Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul serta implikasinya terhadap

pembelajaran sastra di sekolah.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang terdapat dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang tergambarkan

dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul?

2. Bagaimana implikasi kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji

Thukul terhadap pembelajaran sastra di sekolah?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru dalam

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul.

2. Untuk mengetahui implikasi kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput terhadap

pembelajaran sastra di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Untuk menguji kualitas yang dilakukan oleh seorang peneliti, maka suatu

penelitian harus memiliki manfaat baik secara teoretis, maupun praktis.

Berikut merupakan manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian skripsi

ini.

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan di bidang

kritik sosial, khususnya mengenai permasalahan buruh di Indonesia dan

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bagi para guru Bahasa dan Sastra

Indonesia, akademisi, dan masyarakat umum yang menaruh minat terhadap

bahasa dan sastra Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Page 17: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

7

a) Mengetahui potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang terdapat

dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul serta

relevansinya terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari.

b) Sebagai bahan yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia.

c) Sebagai motivasi dan referensi bagi peneliti lain yang berminat terhadap

pembelajaran sastra Indonesia dalam melakukan penelitian lebih lanjut,

serta sebagai inovasi baru bagi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

G. Metode Penelitian

Penelitian yang baik adalah penelitian yang menggunakan metode yang

relevan. Fungsi dari penggunaan metode penelitian adalah agar penelitian yang

dilakukan mendapatkan hasil yang sistematis, valid, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Berikut ini merupakan metode yang digunakan dalam penelitian skripsi

yang berjudul “Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar

Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Keterampilan Menyimak Sastra di Sekolah Menengah

Atas”.

1) Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya, data penelitian dari

hasil analisis, yaitu berupa deskripsi, bukan berupa angka-angka atau

numerik, karena objek dalam penelitian kualitatif adalah berupa teks.

Sedangkan pendekatan teori menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

Pendekatan sosiologi sastra menurut Abrams adalah pendekatan kajian sastra

yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan

kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan karya sastra sebagai imitasi dari

realitas.1

1 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta : Grasindo, 2008), h. 188.

Page 18: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

8

Dalam penelitian ini, karya sastra yang dianalisis adalah kumpulan puisi

Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul.

2) Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam menyajikan hasil penelitian ini adalah metode

deskriptif. Sebuah deskripsi adalah representasi objektif terhadap fenomena

yang ditanggap.2 Metode deskriptif ini bertujuan untuk mengungkapkan data

dengan pendeskripsian secara cermat dan rinci untuk menggambarkan suatu

hal, keadaan, dan fenomena yang meliputi analisis dan interpretasi terhadap

objek yang diteliti.

Dengan desain tersebut, maka penelitian ini mendeskripsikan atau

menggambarkan apa yang menjadi pokok masalah dalam puisi yang dikaji,

yakni kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul dan

implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di Sekolah.

3) Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer adalah data langsung yang berkaitan dengan karya

sastra yang dikaji, dalam hal ini buku kumpulan lengkap puisi Wiji Thukul

Nyanyian Akar Rumput yang diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, Cetakan I: 2014, dengan tebal 248 halaman. Sedangkan data

sekunder merupakan data tambahan atau pelengkap yang memiliki hubungan

dengan objek penelitian.

2 Winarto Surachmad, Dasar dan Teknik Research: Pengantar Metodologi Ilmiah,

(Bandung: Tarsito, 1975), h. 133.

Page 19: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

9

4) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka, dengan

teknik simak dan catat. Teknik pustaka merupakan teknik yang menggunakan

sumber-sumber data tertulis untuk meperoleh data penelitian. Teknik simak

dan catat digunakan sebagai instrumen kunci dalam melakukan penyimakan

secara cermat dan terarah terhadap sumber data. Sumber-sumber tertulis yang

digunakan dalam penelitian sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian

karya sastra yang diteliti.

Dalam penelitian ini, sumber-sumber tertulis yang digunakan sesuai dengan

analisis struktur yang membangun serta potret buruh Indonesia yang terdapat

dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul. Peneliti

melakukan penyimakan dan pencatatan secara cermat terhadap sumber data

primer, yaitu teks puisi “Suti”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki yang Ganjil”,

“Satu Mimpi Satu Barisan”, “Leuwigajah”, “Catatan Malam”, “Sajak kepada

Bung Dadi”, “Lingkungan Kita Si Mulut Besar”, “Kuburan Purwoloyo”,

“Lumut”, “Gunung Batu”, “Kampung”, “Jangan Lupa, Kekasihku”, “Nonton

Harga”, “Terus Terang Saja”, “Harimau”, “Leuwigajah Masih Haus”, “Makin

Terang Bagi Kami”, “Bukan Kata Baru”, “Seorang Buruh Masuk Toko”,

“Edan”, dan “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” untuk

memperoleh data yang diperlukan. Hasil pencatatan tersebut kemudian

digunakan sebagai sumber data primer yang akan digunakan sebagai sumber

data primer yang akan digunakan dalam penyusunan hasil penelitian sesuai

dengan tujuan penelitian yang akan dicapai.

5) Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penlitian ini adalah teknik

membaca heuristik. Menurut Riffatere dalam Sangidu, pembacaan heuristik

merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan

Page 20: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

10

menginterpretasikan teks satra secara referensial lewat tanda-tanda

linguistik.3.

Langkah awal dalam menganalisis kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput

adalah dengan membaca secara heuristik. Membaca dengan heuristik

bertujuan untuk mengetahui makna secara tersurat secara keseluruhan dari

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput. Setelah itu, peneliti

mengklasifikasikan puisi Wiji Thukul mana saja yang mengandung potret

buruh Indonesia hingga ditemukan sebanyak 22 puisi Wiji Thukul yang

berbicara tentang buruh. Ada pun 22 puisi tersebut adalah “Suti”, “Ayolah

Warsini”, “Teka-teki yang Ganjil”, “Satu Mimpi Satu Barisan”,

“Leuwigajah”, “Catatan Malam”, “Sajak kepada Bung Dadi”, “Lingkungan

Kita Si Mulut Besar”, “Kuburan Purwoloyo”, “Lumut”, “Gunung Batu”,

“Kampung”, “Jangan Lupa, Kekasihku”, “Nonton Harga”, “Terus Terang

Saja”, “Harimau”, “Leuwigajah Masih Haus”, “Makin Terang Bagi Kami”,

“Bukan Kata Baru”, “Seorang Buruh Masuk Toko”, “Edan”, dan “Bukan di

Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI”.

Kemudian, peneliti menganalisis unsur batin dan fisik 22 puisi tersebut. Lalu,

peneliti menganalisis 22 puisi tersebut berdasarkan pendekatan mimetik

untuk mengetahui segala potret buruh Indonesia yang terdapat dalam puisi-

puisi Wiji Thukul tersebut.

Setelah puisi-puisi tersebut dianalisis dengan menggunakan pendekatan

mimetik, selanjutnya peneliti mengimplikasikannya ke dalam pembelajaran

bahasa dan sastra di Sekolah.

6) Validitas Data

Validitas atau keabsahan data merupakan kebenaran data dari proses

penelitian. Adapun tringulasi yang digunakan adalah tringulasi teori, yaitu

penelitian terhadap topik yang sama dengan menggunakan teori yang berbeda

dalam menganalisis data.

3. Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar,2007), h.45.

Page 21: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

11

Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan tringulasi sumber. Hal ini

dikarenakan peneliti menggunakan bermacam-macam sumber atau dokumen

untuk menguji data yang sejenis tentang kritik sosial yang terkandung dalam

puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh.

Page 22: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

12

BAB II

PUISI DAN BURUH

A. Puisi

1. Pengertian Puisi

Sebagai karya kemanusiaan, puisi pada hakikatnya adalah ungkapan

kualitas kemanusiaan kita−yang disadari atau pun tidak, keberadaannya selalu

hadir dalam kehidupan kemanusiaan kita. Dalam kegiatan bertutur sehari-hari,

misalnya, seringkali kita menjumpai berbagai ekspresi puitis yang terlontar dari

lisan kita. Bahkan, sudah sejak lama jenis puisi seperti mantra digunakan oleh

sebagian masyarakat dalam kegiatan ritual spiritual seperti pemujaan roh nenek

moyang hingga ritual untuk menolak bala. Dengan kata lain, dalam menjalani dan

menyikapi kehidupannya, secara sadar maupun tidak, manusia terbiasa

menggunakan sekaligus memanfaatkan puisi. Hal ini menegaskan pula, bahwa

pada kenyataannya puisi dengan kehidupan manusia adalah dua sisi koin yang

memang tidak dapat dipisahkan. Lantas yang menjadi pertanyaan, apa sebenarnya

pengertian dari puisi itu sendiri?

Puisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ragam

sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan

bait4. Zainuddin menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan puisi adalah karya

sastra yang terikat ketentuan atau syarat tertentu dan pengungkapannya tidak

terperinci, tidak mendetail atau tidak meluas5. Pendapat lain dikemukakan oleh

Waluyo yang mengemukakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang

mengungkapkan pikiran dan perasan penyair secara imajinatif dan disusun

dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.6

Sementara itu, Samuel Jhonson dalam Aswinarko mengatakan bahwa puisi

adalah seni penyatuan kesenangan-kesenangan dengan kebenaran melalui

4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.1112.

2 Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992),

h. 100.

6 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta : Grasindo, 2008), h. 108.

Page 23: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

13

sentuhan imajinasi yang bernalar. Batasan tersebut berkaitan dengan bentuk

batinnya saja.7 Selanjutnya, Winarko dan Ahmad Bahtiar mengemukakan

pendapat tentang pengertian puisi bahwa puisi adalah ungkapan jiwa yang bersifat

emosional dengan mepertimbangkan efek keindahan yang kata-katanya disusun

menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sanjak, dan kata-kata

kias yang penuh makna8.

Mengenai pengertian dari puisi, E. Kosasih berpendapat bahwa puisi

adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna9.

Sementara itu, Donald A. Stauffer berpendapat bahwa poetry is concrete. Its

significance is embodied in the symbols of all the senses; and moral statement,

abstract speculations, convictions, hopes, and tenuous emotions, are all set forth

to walk in images and actions.10

2. Struktur Puisi

Secara konvensional, sebuah puisi biasanya menggunakan beberapa atau

salah satu unsur secara dominan untuk membangun makna. E. Kosasih

mengatakan bahwa puisi terdiri atas dua unsur, yaitu unsur fisik dan unsur batin.

Mengenai unsur fisik puisi, akan dijelaskan secara lebih rinci berikut ini.

A) Unsur Fisik

a) Diksi

Ketika menulis puisi, seorang penyair haruslah cermat dalam memilih

kata-kata, sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya,

komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata

lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi. Diksi atau pilihan kata

adalah hasil dari upaya memilih kata yang tepat untuk dipakai dalam suatu tuturan

bahasa.11

Sementara itu, Gorys Keraf berpendapat bahwa diksi mencakup

7Ahmad Bahtiar dan Aswinarko, Kajian Puisi: Teori dan Praktik, (Jakarta: Unindra

Press, 2013), h.8.

8 Ibid., h. 9

9 E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: CV. Yrama Widya,

2012), h. 97. 10

Donald A. Stauffer, The Nature of Poetry, (United States of America: Holt, Rinehart,

and Winston, 1960), h.471. 11

Nini Ibrahim, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: UHAMKA Press,

2009), h. 65.

Page 24: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

14

pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,

bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan

ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam

suatu situasi.12

Ada beberapa hal lain yang harus dipertimbangkan oleh penyair dalam

memilih kata-kata dalam puisinya, yaitu perbendaharaan kata, ungkapan, urutan

kata-kata, dan daya sugesti kata-kata. Berikut akan dijelaskan secara lebih detil.

1) Perbendaharaan kata

Perbendaharaan kata penyair di samping sangat penting untuk kekuatan

ekspresi, juga menunjukkan ciri khas penyair. Dalam memilih kata-kata, di

samping penyair memilih berdasarkan makna yang akan disampaikan dan

tingkat perasaan serta suasana batinnya, juga dilatarbelakangi oleh faktor

sosial budaya penyair. Maka penyair satu berbeda dalam memilih kata dari

penyair lainnya.13

2) Urutan kata

Dalam puisi, urutan kata bersifat beku, artinya urutan kata itu tidak dapat

dipindah-pindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak berubah oleh

perpindahan tempat itu. Di samping itu, urutan kata-kata juga mendukung

perasaan dan nada yang diinginkan penyair. Jika urutan katanya diubah,

maka perasaan dan nada yang ditimbulkan akan berubah pula.14

3) Daya sugesti kata-kata

Daya sugesti kata-kata ditimbulkan oleh makna kata yang dipandang

sangat tepat mewakili perasaan penyair. Ketepatan pilihan dan ketepatan

penempatannya itulah yang membuat kata-kata itu seolah memancarkan

daya gaib yang mampu memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut

sedih, terharu, bersemangat, marah, dan sebagainya.15

b) Pengimajian

12

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.

24. 13

Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), h. 73 14

Ibid. 15

Ibid.

Page 25: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

15

Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang

dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih

konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita rasa.16

Pengimajinasian atau imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat

mengungkapkan pengalaman inderawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan

perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga yaitu imaji suara (auditif), imaji

penglihatan (visual), dan imaji sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan

pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, dan merasakan apa yang dialami

oleh penyair.17

Herman J. Waluyo mengatakan bahwa pengimajian ditandai dengan

penggunaan kata yang konkret dan khas. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam,

yakni imaji visual (penglihatan), imaji auditif (suara), dan imaji taktil (cita rasa).18

Imaji visual adalah imaji yang menyebabkan pembaca seolah-olah melihat

langsung tentang apa yang diceritakan penyair. Imaji auditif adalah imaji yang

menyebabkan pembaca seolah-olah mendengar langsung tentang apa yang

diceritakan penyair. Sementara itu, imaji taktil adalah imaji rasa kulit yang

menyebabkan pembaca seolah-olah merasakan di bagian kulit terasa nyeri, perih,

panas, dingin, dan sebagainya.19

c) Kata Konkret

Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus diperkonkret

atau diperjelas. Maksudnya adalah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada

arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga

erat hubungannya dengan penggunaan kiasan atau lambang. Kata konkret adalah

syarat atau sebab terjadinya pengimajian. Jika penyair mahir memperkonkret kata-

kata, maka pembaca seolah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan

penyair.20

d) Bahasa Figuratif (Majas)

16

Herman J. Waluyo, op.cit., h. 78

17

Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 115

18

Herman J. Waluyo, op.cit., h. 79

19

Herman J. Waluyo, op.cit., h. 81

20

E. Kosasih, op. cit., h.103

Page 26: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

16

Bahasa figuratif merupakan bahasa yang digunakan penyair untuk

mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain.21

Penggunaan bahasa figuratif ini menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya

memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif digunakan

penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara

tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau

makna lambang22

Berikut akan dijelaskan mengenai makna kiasan dan

perlambangan.

1) Kiasan

Kiasan yang dimaksud di sini mempunyai makna lebih luas dengan gaya

baha kiasan karena mewakili apa yang secara tradisonal disebut gaya

bahasa secara keseluruhan. Tujuan penggunaan kiasan ialah untuk

menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa

puisi.23

Berikut ini akan dijelaskan metafora (kiasan langsung), persamaan

(kiasan tidak langsung), personifikasi, hiperbola, euphemisme, sinekdoke,

dan ironi.

a. Metafora

Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu

tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan. Contoh:

bunga sedap malam, melati di tapal batas, dan sebagainya.24

b. Perbandingan

Perbandingan atau yang disebut juga sebagai simile adalah kiasan yang

tidak langsung. Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama

pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana, bagaikan, bagai,

bak, dan sebagainya. Contoh: kau bagai pelita dalam kegelapan, bola

mata hitam bak malam yang dalam, dan sebagainya.25

c. Personifikasi

21 Ibid., h. 104.

22 Herman J. Waluyo, op.cit., h. 83

23 Ibid., h. 84

24

Ibid., h. 84

25

Ibid., h. 85

Page 27: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

17

Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam yang dikiaskan

sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal

ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona. Contoh: angin

bernyanyi, pepohon pun menari, dan sebagainya.26

d. Hiperbola

Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu

melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan

perhatian yang lebih saksama dari pembaca. Contoh: luka yang kau

goreskan adalah kepedihan seribu tahun bagiku.27

e. Sinekdoke

Sinekdoke adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan,

atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian. Terbagi atas

parte pro toto (menyebut sebagian untuk keseluruhan) dan totem pro

parte (menyebut keseluruhan untuk maksud sebagian). Contoh: aku

merindukan senyummu, „aku‟ merindukan diri seseorang yang

dikasihinya, tetapi hanya menyebutkan senyum orang yang dikasihinya

saja (parte pro toto), rakyat pun termangu meratapi kemiskinannya,

untuk menggambarkan keadaan sebagian rakyat yang miskin, pada

contoh ini disebutkan semua rakyat termangu meratapi kemiskinannya

seolah-olah semua rakyat miskin.28

f. Ironi

Ironi adalah kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan

sindiran.29

Wiji Thukul dalam sebuah puisinya pernah memberi

sindiran kepada penyair yang terlalu mendewakan seni sastra yang

tinggi melalui karyanya, namun tidak seolah-olah tuli dalam

mendengar jeritan kehidupan dan kemiskinan serta kenyataan sosial

yang terjadi sebenarnya

26 Ibid.

27

Ibid.

28 Ibid.

29

Ibid., h. 86

Page 28: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

18

2) Perlambangan

Perlambangan digunakan penyair untuk memperjelas makna dan membuat

nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas, sehingga dapat menggugah

pembaca. Perlambangan digunakan penyair sebab ia merasa bahwa kata-

kata dari kehidupan sehari-hari belum cukup untuk mengungkapkan

makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Perlambangan dapat

dilakukan dengan cara memanfaatkan lambang warna, lambang benda,

lambang suasana, dan lambang bunyi. Macam-macam lambang ditentukan

oleh keadaan atau peristiwa apa yang digunakan penyair untuk mengganti

keadaan atau peristiwa itu.30

e) Versifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)

1) Rima

Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pengulangan bunyi dalam

puisi digunakan untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dalam

rima terdapat onomatope, bentuk intern pola bunyi, dan pengulangan

kata 31

.

a. Onomatope

Onomatope adalah tiruan terhadap bunyi-bunyi yang ada.32

Contoh:

pada tip-tap-tip-tap langkahnya (pada contoh ini digunakan tiruan

bunyi langkah orang yang berjalan, yaitu tip-tap-tip-tap).

b. Bentuk intern pola bunyi

Boulton dalam Herman J. Waluyo mengatakan bahwa yang dimaksud

bentuk intern pola bunyi ini adalah aliterasi, asonansi, persamaan akhir

persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi

bunyi, dan sebagainya.33

Aliterasi adalah persamaan bunyi pada suku

kata pertama sedangkan asonansi adalah ulangan bunyi vokal pada

kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi konsonan.34

30 Ibid.

31 Ibid., h. 90

32

Ibid.

33 Ibid., h.92

34

Ibid.

Page 29: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

19

c. Pengulangan kata

Pengulangan tidak hanya berbatas pada bunyi, namum juga kata-kata

atau ungkapan. Boulton dalam Herman J. Waluyo mengatakan bahwa

pengulangan bunyi/kata/frasa memberikan efek intelektual dan efek

magis yang murni.35

Misalnya dalam puisi “Aku ingin”, Sapardi Djoko

Damono menggunakan dua kali larik aku ingin mencintaimu dengan

sederhana, yakni pada larik pertama bait pertama dan larik pertama

bait kedua.

2) Ritma

Ritma sangatlah erat kaitannya dengan bunyi dan berhubungan dengan

pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma berbeda dari metrum

(matra). Metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap. Slamet

Muljana dalam Herman J. Waluyo mengatakan bahwa ritma adalah

pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah, yang

mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk

keindahan. Membahas metrum dalam puisi Indonesia sangatlah sulit,

sebab dalam bahasa Indonesia, tekanan tidak membedakan arti dan belum

dilakukan, namun dalam deklamasi puisi peranan metrum sangat

penting.36

f) Tipografi (Perwajahan)

Tipografi atau perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik, dan

bait pada puisi.37

Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan

prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut

paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan

berakhir di tepi kanan. Tepi kiri dan tepi kanan dari halaman yang memuat puisi

belum tentu terpenuhi tulisan.38

35 Ibid.

36

Ibid., h. 94.

37 Wahyudi Siswanto, op. cit., h. 113

38

Herman J. Waluyo, op.cit., h. 97

Page 30: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

20

Kata-kata yang disusun mewujudkan larik-larik yang panjang dan pendek,

yang membentuk suatu kesatuan padu. Pergantian larik panjang dan pendek

sedemikian bervariasi secara harmonis sehingga menimbulkan ritma yang padu.39

B) Unsur Batin Puisi

Selain memunyai unsur fisik, puisi juga memunyai unsur batin. Berikut

adalah penjelasan mengenai unsur batin dalam puisi.

a) Tema

Tema adalah gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya.40

Tema juga berupa pengungkapan pokok pikiran dan persoalan manusia yang

hakiki yang mengandung arti (cinta, benci, dendam, duka, keserakahan, keadilan,

kesesangsaraan, penindasan, dan kebahagiaan). Secara umum, tema dapat

dikatakan sebagai dasar untuk mengembangkan suatu puisi atau topik yang

menjadi pokok utama yang disebut juga sebagai gagasan pokok.41

b) Perasaan

Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan

penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau

pengagungan kepada kekasih, kepada alam, atau Sang Khalik.42

Puisi merupakan

karya yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Bentuk ekspresi itu dapat

berupa kerinduan, kegelisahan, atau penyair hendak mengagungkan kekaguman

terhadap kekasih, alam atau Sang Pencipta.43

c) Nada dan Suasana

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap

pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir,

atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair

kepada pembaca ini disebut nada puisi.44

Sementara itu, suasana adalah keadaan

jiwa pembaca setelah membaca puisi. Nada dan suasana puisi sangat

berhubungan. Nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya. Nada

39 Ibid.

40

E. Kosasih, op. cit., h.105.

41 Ahmad Bahtiar dan Aswinarko, op. cit., h.53-54

42

E. Kosasih, op. cit., h. 105.

43

Ahmad Bahtiar dan Aswinarko, op. cit., h. 54

44

E. Kosasih, op. cit., h.109.

Page 31: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

21

kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan

bagi pembaca.45

d) Amanat

Amanat adalah ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan

pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu.46

Puisi mengandung amanat

atau pesan yang dismapaikan penyair kepada pembaca. Setiap pembaca dapat

menafsirkan sebuah puisi secara individual. Pembaca yang satu dengan yang lain

mungkin akan berbeda dalam menafsirkan amanat yang terdapat dalam puisi.47

3. Jenis-jenis Puisi

Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak

disampaikan, puisi terbagi ke dalam jenis-jenis berikut.

a) Puisi Naratif

Puisi naratif adalah puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan

penyair.48

Puisi-puisi naratif, misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.

Balada adalah puisi yang bercerita tentang orang-orang perkasa, tokoh

pujaan, atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian. Sebagai contoh

adalah kumpulan puisi Rendra yang berjudul Balada Orang-orang

Tercinta. Sementara, romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan

bahasa romantik yang berisi kisah percintaan yang berhubungan dengan

ksatria, dengan diselingi perkelahian dan petualangan yang menambah

percintaan mereka lebih memesonakan.49

b) Puisi Lirik

Puisi lirik adalah puisi yang mengungkapkan aku lirik atau gagasan

pribadi aku lirik.50

Jenis puisi lirik misalnya elegi, ode, dan serenada. Elegi

adalah puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Sebagai contoh puisi

“Elegi Jakarta” karya Asrul Sani. Serenada adalah sajak percintaan yang

dapat dinyanyikan. Sebagai contoh puisi “Serenada Biru” karya Rendra.

45 Ahmad Bahtiar dan Aswinarko, op. cit., h. 53-54

46

E. Kosasih, op. cit., h.109.

47 Ahmad Bahtiar dan Aswinarko, op. cit., h. 55

48 Ibid., h.14.

49 Herman J. Waluyo, op.cit., h.135-136

50

Ahmad Bahtiar dan Awsinarko, op. cit., h.14

Page 32: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

22

Ode adalah puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal atau

suatu keadaan. Sebagai contoh adalah puisi “Diponegoro” karya Chairil

Anwar.51

c) Puisi Deskriptif

Puisi deskriptif adalah puisi yang penyairnya bertindak sebagai pemberi

kesan terhadap keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang

menarik perhatian penyair.52

Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan dalam

puisi deskriptif di antaranya puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi

impresionistik. Satire adalah puisi yang mengungkapkan perasaan tidak

puas penyair terhadap suatu keadaan, namun dengan cara menyindir atau

menyatakan keadaan sebaliknya. Puisi kritik sosial adalah puisi yang juga

menyatakan ketidaksenangan penyair terhadap keadaan atau diri

seseorang, namun dengan cara membeberkan kepincangan dan

ketidakberesan keadan/orang tersebut. Sedangkan puisi impresionistik

adalah puisi yang mengungkapkan kesan (impresi) penyair terhadap suatu

hal.53

d) Puisi Kamar

Puisi kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendiri dengan satu atau dua

pendengar saja di dalam kamar.54

e) Puisi Audiotorium (Puisi Mimbar)

Puisi audiotorium, disebut juga puisi hukla, yaitu puisi yang cocok dibaca

di hadapan orang banyak (acara seremonial) atau dibaca di audiotorium.55

f) Puisi Pamflet

Puisi pamflet mengungkapkan protes sosial. Disebut puisi pamflet karena

bahasanya adalah bahasa pamflet. Kata-katanya mengungkapkan rasa

tidak puas terhadap keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi protes

51

Herman J. Waluyo, op.cit., h.136

52 Ahmad Bahtiar dan Awsinarko, op. cit., h.15

53 Herman J. Waluyo, op.cit., h.137

54

Ahmad Bahtiar dan Awsinarko, op. cit., h.15

55

Ibid., h.14.

Page 33: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

23

secara spontan tanpa proses pemikiran dan perenungan yang mendalam.

Salah satu dari tokoh puisi pamflet adalah Rendra.56

g) Puisi Epik

Puisi epik adalah puisi yang mengungkapkan tentang petualangan atau

perjalanan seorang pahlawan atau tokoh, serta berbagai perbuatan luhur

yang dilakukannya.57

4. Fungsi Puisi dalam Masyarakat

Seorang pemikir Yunani, Horatius, mengemukakan istilah dulce et utile,

dalam tulisannya berjudul Ars Poetica. Artinya, sastra memunyai fungsi ganda,

yakni, menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya.58

Berdasarkan hal

tersebut, maka dapat dikatakan bahwa karya sastra yang baik bukan hanya sekadar

indah dan menghibur, tetapi juga mengandung pesan atau amanat yang

bermanfaat bagi pembacanya. Herman J. Waluyo dalam Endah Tri Priyatni

berpendapat bahwa fungsi sastra adalah sebagai wahana katarsis, yaitu pencerahan

jiwa atau penyadaran jiwa terhadap lingkungan masyarakat atau terhadap

keterbatasan individu yang seringkali melabrak posisi Tuhan.59

Sementara itu, Y.B. Mangunwijaya mengatakan bahwa karya sastra yang

baik selalu bernilai relijius, artinya, sastra akan selalu mengajak menuju

kehidupan yang lebih baik dan benar.60

Apabila pesan sastra yang baik tersebut

benar-benar diamalkan dan dipatrikan dalam sikap hidup, niscaya ia akan serta-

merta memantul lewat perilaku yang dekat dengan kebaikan.61

Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra merupakan suatu hal yang

tidak bisa terlepas dalam kehidupan manusia. Berkaitan dengan puisi, mantan

Presiden Amerika Serikat, John. F. Kennedy pernah mengatakan bahwa jika

56

Ibid., h.141-142

57

Ibid., h.17.

58

Melani Budianta dan Kawan-kawan, op. cit., h.19.

59

Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2010), h. 22. 60

Y.B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1994), h.

16.

61

Rohinah M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, (Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media), h. 3.

Page 34: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

24

politik kotor, maka puisilah yang akan membersihkannya.62

Apa yang

dikemukakan oleh John F. Kennedy ini bukanlah sebuah bualan belaka, sebab

dalam kenyataannya puisi memang tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan sosial

politik dan keduanya saling memengaruhi.

Dilihat dari sisi yang lain, puisi dapat pula dijadikan sebagai alat kontrol

sekaligus kritik sosial. Rohinah M. Noor bahkan mengatakan bahwa ketika

kekerasaan telah mematikan unsur kemanusiaan, puisi dengan fitrahnya maju

sebagai penggugat dan pembela. Ketika lembaran sejarah begitu amis dengan

darah, puisi juga turut merekamnya.63

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa setidaknya ada dua fungsi puisi, yakni sebagai media

perekam sejarah sekaligus alat protes sosial (penggugat).

Ada kalanya, puisi juga dapat menjadi sebuah media perubahan sosial dan

penyair menjadi agen perubahannya. Di Irak, terdapat penyair bernama Nazik

Malaikah. Melalui puisi-puisinya, ia menyerukan perubahan dengan nada yang

bergelora juga bertema kekecewaan dan keputusasaan atas kegagalan suatu rezim.

Rakyat Irak menganggap Nazik sebagai pahlawan revolusi yang puisi-puisinya

diakui oleh banyak pengamat telah menjadi sumber revolusi besar Irak pada 14

Juli 1958 yang mengkudetakan rezim Rasyid al-Kilani.64

B. Pendekatan Sosiologi Sastra

1. Pengertian Pendekatan Sosiologi Sastra

Pendekatan sosiologi sastra menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan

karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.65

Dalam kaitan ini, sastra

dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap

diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan.66

Sementara itu, Aswinarko mengatakan bahwa pendekatan sosiologi sastra

bertitik-tolak dari asumsi bahwa sastra (puisi) merupakan cerminan dari

kehidupan masyarakat, yang di dalamnya terjadi interaksi sosial meliputi

62 Ibid., h. 29.

63

Ibid, h. 31-32.

64

Ibid., h. 32-33. 65

Siswanto, op. cit., h.188.

66

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Centre for Academic

Publising Service), h. 78.

Page 35: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

25

peraturan kehidupan sosial, hubungan antarmasyarakat, interaksi antarkomunitas

dalam masyarakat.67

Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Atar

Semi yang mengatakan bahwa pendekatan sosiologi sastra bertolak dari asumsi

bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat.68

Pendekatan sosiologi sastra berasal dari dua bidang pengetahuan, yaitu

sosiologi dan sastra. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji hubungan

sosial antarmanusia dalam masyarakat dengan segala peristiwa yang terjadi dalam

kehidupannya. Sebagaimana apa yang dikatakan oleh Vladimir Jdanov dalam

Robert Escarpit bahwa sastra harus dipandang dalam hubungan yang tak

terpisahkan dengan kehidupan masyarakat, latar belakang unsur sejarah dan

sosial yang mempengaruhi pengarang dan harus mengabaikan sudut pandang

subjektif dan arbitrer yang menganggap setiap buku sebagai suatu karya yang

independen dan berdiri sendiri.69

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.

Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai

cermin kehidupan. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra

tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya

karya sastra.70

Suwardi Endraswara mengatakan bahwa secara esensial sosiologi sastra

adalah penelitian tentang: (1) studi ilmiah manusia dan masyarakat secara

obyektif, (2) studi lembaga-lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya, dan (3)

studi proses sosial, yaitu bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana masyarakat

mungkin, dan bagaimana mereka melangsungkan hidup.71

Mengutip apa yang dikatakan oleh Laurenson dan Swingewood, lebih

lanjut Suwardi Endraswara mengatakan bahwa pada prinsipnya terdapat tiga

perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: (1) penelitian yang

memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan

67 Ahmad Bahtiar dan Aswinarko, op. cit., h.92.

68

Atar Semi, Metodologi Penelitian Sastra, (Bandung: Angkasa Bandung, 2012), h. 92.

69

Robert Escarpit, Sosiologi Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor, 2005), h.8.

70 Suwardi Endraswara, op. cit., h. 77

71

Ibid., h. 87-88

Page 36: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

26

refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian yang

mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan (3) penelitian

yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial

budaya.72

Sosiologi sastra juga dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui

tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis

sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif

biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektif ini akan menjadi life

history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Ketiga, perspektif

represif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.73

Ada kalanya, penelitian sastra juga menjurus ke masalah-masalah politik,

karena politik adalah semua cara pengaturan kehidupan masyarakat yang

melibatkan hubungan kekuasaan di dalamnya. Masalah politik ini akan

mendominasi kehidupan masyarakat yang suatu saat akan terekam dalam teks

sastra. Bahkan, kondisi politik juga sering memengaruhi kehidupan sastra itu

sendiri74

Dalam kaitan itu, sosiologi sastra memang merupakan penelitian manusia

dalam kaitannya dengan masyarakat dan teks sastra, karena memang antara

manusia, kehidupan sosial, dan sastra tidak bisa dilepaskan.

2. Hubungan Karya Sastra dan Masyarakat

Sastra, sebagaimana menurut Rohinah M. Noor, merupakan sebuah

produk budaya, kreasi pengarang yang hidup dan terkait dengan tata kehidupan

masyarakatnya. Lebih lanjut, ia mengatakan, bahwa sastra berada dalam tarik-

menarik antara kebebasan kreasi pengarang dan hubungan sosial yang di

dalamnya hidup etika, norma, aturan, kepentingan ideologis, bahkan doktrin

agama.75

Senada dengan Rohinah, Suwardi Endraswara mengatakan bahwa karya

sastra cenderung memantulkan keadaan masyarakat yang mau tidak mau akan

72 Ibid., h. 79

73

Ibid., h. 80-81

74

Ibid., h. 90

75 Rohinah M. Noor, op. cit., h. 23.

Page 37: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

27

menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini, pengarang berupaya untuk

mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat komunikasi antara

pengarang dengan pembacanya.76

Pandangan yang amat populer adalah pandangan yang mengatakan bahwa

sastra merupakan cerminan sosial, dalam kata lain karya sastra merupakan cermin

pada zaman ketika karya tersebut diciptakan. Konteks sastra sebagai cermin akan

merujuk pada adanya hubungan timbal balik antara sastra dengan kehidupan

masyarakat. Konteks pandangan ini juga merujuk pada berbagai perubahan dalam

masyarakat. Perubahan dan cara individu dalam bersosialisasi biasanya akan

menjadi sorotan pengarang yang tercermin lewat teks (sastra).77

Karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan masyarakat, mau tidak

mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini, sebenarnya pengarang berupaya

untuk mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat komunikasi antara

pengarang dengan pembaca. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan

antara sastra dengan masyarakat dan oleh karena masyarakat cenderung dinamis,

karya sastra juga cenderung mencerminkan hal yang sama.78

Dalam kaitannya dengan pendekatan cermin, setiap teks sastra

mengandung resonansi sosial, historis, dan politik. Karya sastra sering berada

pada “ketaksadaran politik” yang mampu menghilangkan kontradiksi-kontradiksi

sejarah. Pengarang sering dibius oleh ketaksadaran ini sehingga secara tak sadar

mengungkapkan heterogenitas di luar teks. Di antara heterogenitas itu adalah

masalah-masalah sosial yang memperkaya teks sastra.79

Pada konteks sosiologi sastra, sastra tidak terlepas dari konteks sosial dan

juga sebaliknya berfungsi bagi kehidupan masyarakat. Akan tetapi, fungsi sastra

dapat berbeda-beda dari zaman ke zaman di pelbagai masyarakat. Di suatu zaman

dan masyarakat tertentu, sastra mungkin berfungsi sebagai alat menyebarluaskan

ideologi, di zaman lain dan masyarakat lain mungkin sekali dianggap sebagai

tempat pelarian yang aman dari kenyataan sehari-hari yang tak tertahankan.

76 Suwardi Endraswara, op. cit., h. 89.

77

Ibid., h. 88

78

Ibid., h. 89

79

Ibid., h. 90

Page 38: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

28

Bahkan, mungkin juga sastra dianggap sebagai suatu hal yang mampu

memberikan pengalaman hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur bagi

pembacanya.80

C. Potret Buruh dalam Sejarah Industrial Indonesia

Kata „buruh‟ bisa dipahami sebagai pekerja di bidang apa saja selama ia

tidak berada pada posisi sebagai pengusaha atau pihak yang membela kepentingan

pengusaha.81

Istilah buruh pada dasarnya dapat dikatakan sama dengan pekerja,

tenaga kerja maupun karyawan. Akan tetapi, dalam kultur Indonesia, "buruh"

berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan

pekerja, tenaga kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi,

dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam

melakukan kerja.82

Sejarah industrial di Indonesia dimulai dengan sistem perbudakan. Upah

yang diterima oleh budak biasanya berwujud makanan, pakaian, dan perumahan.

Mereka hampir tidak pernah menerima upah dalam bentuk uang.83

Potret perbudakan yang begitu memilukan misalnya pernah terjadi pada

1877 ketika ada seorang raja di Sumba yang meninggal, seratus orang budak

harus dibunuh dengan maksud agar sang raja di dunia baka nanti mempunyai

cukup pengiring, pelayan, dan pekerja.84

Ini adalah salah satu contoh peristiwa

tragis dalam dunia perbudakan yang pernah terjadi di wilayah yang sekarang ini

bernama Indonesia (dulu Nusantara).

Imam Soepomo dalam Abdul Jalil mengatakan pada zaman pendudukan

Inggris (1811-1816), Thomas Stamford Raffles yang merupakan seorang anti

perbudakan pada 1816 sempat mendirikan The Java Benevolent Institution,

semacam lembaga yang bertujuan menghapus perbudakan. Sayangnya ia terlanjur

80 Ibid., h. 90-91

81

Anonim, “Sastra Buruh, Apa Itu”, (Tangerang: Jurnal Pusat Dokumentasi Sastra Buruh

Edisi 1 Agustus 2000), h. 1.

82

Anonim, “Buruh”, http://id.wikipedia.org/wiki/Buruh, diunduh pada Kamis, 10 April

2014 Pukul 20:07. 83

Abdul Jalil, Teologi Buruh, (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2008), h.33 84

Ibid., h.33-34

Page 39: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

29

harus meninggalkan Hindia Belanda sebelum sempat mewujudkan cita-citanya

itu.85

Pada 1817 ketika Indonesia dikuasai oleh Belanda, pemerintah kolonial

membuat beberapa peraturan tentang perbudakan di antaranya larangan

memasukkan budak ke pulau Jawa. Pemerintah kolonial juga membuat peraturan

yang memungkinkan bagi seorang budak untuk merdeka. Sebagai contoh, budak

yang pernah mengikuti tuannya ke benua lain menjadi merdeka sepulangnya dari

negeri tuannya. Budak yang menolong tuannya dari bahaya maut juga dinyatakan

merdeka.86

Pada masa penjajahan Belanda, masalah perbudakan tak kunjung jua

terhapuskan, malah timbul sistem perbudakan baru: kerja rodi. Di Jawa, kerja rodi

ini pada mulanya dilakukan untuk kepentingan raja dan anggota keluarganya, para

pembesar, dan para pegawai lainnya, serta untuk kepentingan bersama. Akan

tetapi, tidak jarang para penguasa menggunakan kerja bersama ini untuk

kepentingannya sendiri.87

Salah satu kerja rodi terbesar yang pernah terjadi di

Indonesia adalah kerja rodi pembangunan jalan Anyer-Panarukan yang dilakukan

oleh rakyat Indonesia atas paksaan pemerintah kolonial pimpinan Deandles.

Berdasarkan catatan koloni, Indonesia (yang dulu masih bernama Hindia

Belanda) dikatakan bebas dari perbudakan pada tahun 1922 dan sistem kerja rodi

dihapus pada 1 Februari 1938.88

Sistem hubungan kerja industrial pada 1930-an

mulai bersifat kapitalistik. Hal itu dipicu adanya produksi komoditas internasional

secara massal. Data statistik pemerintah Hindia Belanda tahun 1930 menyebutkan

bahwa penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai buruh ada sekitar enam juta

orang dan setengah jutanya adalah buruh yang sudah bersentuhan dengan

teknologi seperti pertambangan, transportasi, dan perbengkelan. Sedangkan

sisanya terdiri atas buruh industri kecil (2.003.200), dan buruh musiman yang

umumnya terdiri atas buruh tani dan tani miskin.89

Kondisi buruh pada masa ini

85

Ibid., h.34 86

Ibid. 87

Ibid., h.39 88

Ibid., h.38-39 89

Ibid., h. 40

Page 40: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

30

tetap tidak dapat dikatakan membaik, pemerintah kolonial banyak membuat

peraturan yang kerap merugikan pihak buruh yang cenderung membuat para

buruh terus dieksploitasi.

Sementara itu, pada masa awal kemerdekaan, hubungan industrial tampak

diwarnai pergolakan politik, namun relatif berjalan baik. Serikat-serikat buruh

memunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, pemerintahan, dan politik

praktis. Mereka pun berafiliasi dengan partai-partai politik dan aliran-aliran

ideologi tertentu dengan tujuan menjadikannya sebagai alat perjuangan.90

Tumbuh

suburnya serikat-serikat buruh pada awal kemerdekaan tak telepas dari

diratifikasinya Kovensi ILO tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan

perlindungan berorganisasi. Pada 1956, pemerintah Indonesia kembali

meratifikasi Konvensi ILO No. 98/1949. Implikasinya, pada periode 1960-an

jumlah dan keanggotaan serikat buruh menjamur dan sulit dihitung. Meskipun

demikian, tingkat kesejahteraan buruh ternyata tidak berubah secara signifikan.91

Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru

Pada saat Orde Baru berkuasa di Indonesia, agenda industrialisasi mulai

dijalankan secara serius. Arah umum kebijakan jangka panjang yang ditetapkan

dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyatakan bahwa salah satu

tujuan utama pembangunan jangka panjang Indonesia adalah untuk mencapai

struktur ekonomi yang seimbang dengan industri manufaktur yang kuat dan maju

didukung oleh sektor pertanian yang tangguh.92

Dalam tempo yang relatif cepat, perubahan dalam dunia industrial di

Indonesia ini membuat mulai tergeserkannya sektor pertanian sebagai motor

utama pertumbuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian membentuk MPBI (Majelis

Permusyawaratan Buruh Indonesia) untuk membicarakan berbagai hal guna

mengonsolidasi kehidupan para buruh yang kemudian diikuti dengan

dileburkannya dua puluh satu serikat buruh pada 1972 menjadi Federasi Buruh

Seluruh Indonesia (FBSI). Akan tetapi, dalam perjalanannya federasi ini dinilai

tidak demokratis. Tuduhan itu dilontarkan oleh WCL (World Convenderation of

90

Ibid., h.41 91

Ibid., h.43 92

Ibid., h.44

Page 41: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

31

Labour) dan ICFTU (International Convenderation of Free Trade Unites) yang

menuntut agar pemerintah Indonesia membuka kesempatan seluas-luasnya kepada

buruh untuk berorganisasi dan menentukan tempat kerja yang nyaman, terhindar

dari eksploitasi, tersusunnya syarat-syarat kerja yang sesuai dengan keinginan

buruh dan manajemen serta lingkungan kerja yang bebas dari polusi industri.93

Menanggapi penilaian negatif tersebut pemerintah Orde Baru kemudian

merumuskan Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang diharapkan dengan ini

hubungan industrial di Indonesia bisa berjalan sesuai dengan budaya bangsa yang

tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945.94

Akan tetapi, dalam

perkembangannya, konsep hubungan ini tidak menghasilkan manfaat yang

optimal bagi buruh. Peraturan-peraturan tentang buruh yang dibuat pemerintah

Orde Baru ternyata lebih mengedepankan stabilitas nasional sehingga nasib buruh

seringkali dikorbankan demi mewujudkan stabilitas. Tak pelak, peraturan-

peraturan pemerintah itu memicu timbulnya gejolak dan gelombang protes dari

kaum buruh karena dirasa sangat merugikan dan membtasi gerak buruh dan

akhirnya pada 1993 pemerintah mencabut bebrapa peraturan yang dianggap

merugikan kaum buruh.95

Pada 1992, lahir sebuah serikat buruh yang berhaluan independen, yakni

Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) sebagai tandingan Serikat Pekerja

Seluruh Indonesia (SPSI). SBSI menuntut perubahan kepada pemerintah antara

lain: agar menyediakan kesempatan yang luas bagi buruh untuk berorganisasi

sesuai dengan piliha mereka sendiri dan menaikkan upah minimum bagi buruh.

Pemerintah Orde Baru kemudian memang menaikkan Upah Minimum Regional

(UMR), akan tetapi presentase kenaikan UMR tersebut tidak sebanding dengan

peningkatan kebutuhan buruh dan masyarakat. Keadaan inilah yang membuat

eskalasi tuntutan dan demonstrasi buruh semakin meningkat.96

Dalam mengahadapi demonstrasi kaum buruh, pihak pemerintah tidak

jarang menggunakan kekerasan dengan melibatkan militer karena demo buruh

93

Ibid., h.44-45 94

Ibid., h.45 95

Ibid., h.46-47 96

Ibid., h.47

Page 42: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

32

dianggap bisa membahayakan stabilitas nasional. Tak pelak, hubungan industrial

pada masa Orde Baru sangat didominasi oleh pemerintah. Dengan

mengatasnamakan demi menjamin stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi,

pemerintah bisa melakukan apa saja, termasuk menekan dan mengorbankan

kepentingan buruh.97

Maka dari itu, tidaklah mengeherankan apabila nasib kaum

buruh tetap saja memperihatinkan dan bahwa kesejahteraan mereka masih berada

di bawah standar.

Mengamati kondisi buruh pada masa Orde Baru, Budiman Sudjatmiko,

aktivis yang pernah menjadi ketua PRD (Partai Rakyat Demokratik) mengatakan,

persoalan perburuhan di Indonesia memang selalu menjadi persoalan yang

kompleks. Persoalan ini tidak hanya berasal dari hubungan industrial saja, tetapi

juga berkaitan dengan politik perburuhan dan intervensi negara (termasuk di

dalamnya militer). Hal ini berkaitan dengan politik pembangunan yang

berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas, dan distribusi. Juga karena Hubungan

Industrial Pancasila (HIP) yang memang membuka peluang intervensi negara.

Konsekuensi lebih lanjut dari hal ini adalah intervensi militer akibat politik

stabilitas dan dominasi militer dalam negara kita untuk tidak menyebut fasis.98

Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa dalam era kapitalisme neo

liberal, buruh memainkan faktor yang sangat penting bukan hanya sebab jumlah

mereka banyak, tetapi juga dalam hal potensi ekonomi dan politik mereka.99

Rupanya, potensi yang dimaksud oleh Budiman Sudjatmiko inilah yang paling

ditakuti oleh kaum borjuis. Dengan berbagai cara, seluruh mesin politik yang

menunjang kepentingan kaum borjuis dilakukan untuk merepresi buruh, baik

secara ideologis maupun fisik.

Lebih lanjut, Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa di Indonesia, secara

ideologis, represi ini sudah berlangsung selama kurang lebih 32 tahun pada era

Orde Baru. Berbagai macam stigma dan tudingan politik di arahkan terhadap

97

Ibid., h.47-48

98 Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Mengering, (Jakarta: Persaudaraan

Pekerja Muslim Indonesia, 2000), h. 8. 99

Budiman Sudjatmiko,”Arti Penting Buruh”, (Jakarta: Majalah Pembebasan Nomor

18/V/Juli 2000), h. 2.

Page 43: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

33

buruh dan gerakan buruh. Semua tudingan politik, sebagai salah satu bentuk

represi ideologis, dimaksudkan untuk melemahkan perjuangan kaum buruh.

Tudingan bahwa gerakan komunis akan berarti pembenaran bagi penindasan

secara fisik terhadap buruh. Penindasan itu dapat berbentuk penangkapan

sewenang-wenang, penyiksaan, penculikan bahkan pembunuhan.100

D. Pembelajaran Sastra

1. Pengertian Pembelajaran Sastra

Pendidikan, menurut Yudhi Munadi, pada hakikatnya merupakan suatu

peristiwa yang memiliki norma. Artinya, dalam peristiwa pendidikan, pendidik

dan anak didik berpegang pada ukuran, norma hidup, pandangan terhadap

individu dan masyarakat, nilai-nilai moral, kesusilaan yang semuanya merupakan

sumber norma di dalam pendidikan.101

Pembelajaran merupakan bagian dari

proses pendidikan. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang bertujuan

untuk mewujudkan cita-cita pendidikan yang luhur sebagaimana yang terkandung

dalam Bab II, Pasal 3 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yang berbunyi:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.102

Kata pembelajaran sendiri dipakai sebagai padanan dari kata instruction

(bahasa Inggris). Kata instruction memiliki pengertian yang lebih luas daripada

pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas formal,

pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar-mengajar yang tidak dihadiri oleh

guru secara fisik.103

Sebagai perbandingan, dapat pula ditinjau pendapat Moh.

Uzer Usman mengenai pengertian proses belajar-mengajar. Menurutnya, proses

100 Ibid.

101 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012),

h.3.

102

Rohinah M. Noor,op. cit., h. 108.

103

Ibid., h.4.

Page 44: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

34

belajar-mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.104

Pembelajaran haruslah bermakna, artinya apa yang dipelajari oleh anak

harus bisa memberikan manfaat.105

Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran

sastra hadir sebagai salah satu cara untuk menghadirkan pembelajaran yang

bermakna, berkarakter, yang di dalamnya mengandung nilai-nilai moral yang baik

untuk peserta didik. Pembelajaran sastra, menurut Rahmanto, dapat membantu

pendidikan secara utuh apabila cakupan meliputi empat manfaat, yaitu mambantu

keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan

cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak.106

Pembelajaran sastra mencakup tiga genre sastra, yakni puisi, prosa, dan

drama. Dalam pengaplikasiannya, ketiganya disintesiskan dengan kegiatan

menyimak dan membaca sebagai aktivitas reseptif siswa. Disintesiskan juga

dengan kegiatan berbicara dan menulis bagi siswa, yang merupakan aktivitas

produktif mereka. Hal itu berlangsung hingga pada tahap evaluasi.107

2. Tujuan Pembelajaran Sastra

Joan Glazer dalam Rohinah M. Noor berpendapat bahwa sastra membantu

perkembangan sosialisasi, yaitu (1) sastra memperlihatkan kepada anak-anak

bahwa banyak dari perasaan mereka dialami juga oleh anak-anak yang lainnya

semua itu wajar serta alamiah; (2) sastra menjelajahi serta meneliti dari berbagai

sudut pandang memberikan suatu gambaran yang lebih utuh dan bulat,

memberikan dasar penanaman emosi tersebut; (3) perilaku para tokoh

memperlihatkan berbagai pikiran mengenai cara-cara menggarap emosi tersebut;

(4) sastra turut memperjelas, bahwa seorang manusia mengalami berbagai

104 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1997), h. 4.

105

Najib Sulhan, Pendidikan Berbasis Karakter, (Surabaya: JePe Press Media Utama,

2009), h.42. 106

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kaninus, 1988), h. 16

107

Rohinah M. Noor, op. cit., h.76

Page 45: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

35

perasaan dan perasaan tersebut kadang bertentangan serta memperlihatkan

konflik.108

Dalam dunia pendidikan, penanaman moral pada diri anak didik (manusia)

merupakan suatu hal yang penting sebab ketika seorang manusia telah memiliki

moral yang baik, kepribadian yang menyenangkan, tutur kata yang lembut, dan

kepedulian yang tinggi terhadap sesama, dia akan terhindar dari perbuatan-

perbuatan yang dapat merugikan, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat,

bangsa maupun negara.109

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup

pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan

hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Melalui karya sastra itulah

diharapkan pembaca mampu mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang

disampaikan.110

Dengan demikian, melalui pembelajaran sastra, diharapkan para

siswa mampu mengambil hikmah atau pelajaran untuk diterapkannya dalam

kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran sastra tidak sekedar mengenalkan sastra kepada siswa.

Mendekatkan sastra sangatlah penting, terutama nilai-nilainya yang berguna untuk

memahami hidup. Ungkapan jiwa, nuansa kehidupan, keindahan, semuanya

tercipta dalam sastra. Siswa-siswa dapat mengembangkan pemikirannya serta

talenta dalam menulis sehingga dapat memaknai hidup.111

Dalam sastra terkandung eksplorasi mengenai kebenaran universal. Sastra

juga menawarkan berbagai bentuk kisah yang merangsang pembaca untuk

bercermin secara telanjang, dan tentu saja setelah itu berbuat sesuatu. Apalagi jika

pembacanya adalah anak didik yang fantasinya baru berkembang dan menerima

segala cerita terlepas dari cerita itu masuk akal atau tidak.112

Jika ditelisik lebih jauh, pengajaran sastra tidak hanya membentuk watak

dan moral, tetapi juga memiliki peran bagi pemupukan kecerdasan siswa dari

108 Ibid., h. 38-39

109

Ibid., h. 64

110 Ibid., h. 64-65

111 Ibid., h. 66

112 Ibid., h.11-12

Page 46: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

36

semua aspek. Melalui apresiasi sastra, misalnya, kecerdasan intelektual,

emosional, dan spiritual siswa dapat diasah. Siswa tidak hanya terlatih untuk

membaca saja, tetapi juga mampu mencari makna dan nilai-nilai yang luhur.113

Selain itu, pembelajaran sastra juga dapat menjadi sebuah pembelajaran

yang menyenangkan di tengah kepenatan siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang

“berat”. Pada saat itu, peran guru sangatlah penting. Melalui pendekatan yang

dilakukan dengan proses yang sedikit demi sedikit, pembelajaran sastra dapat

mengisi kehausan siswa-siswanya akan sesuatu yang baru. Sesuatu yang membuat

ekspresi/ungkapan jiwanya keluar begitu alami yang selama ini terendap.114

Singkatnya pembelajaran sastra bisa menjadi sebuah pembelajaran yang

menyenangkan sekaligus memberikan manfaat bagi siswa.

Melalui pembelajaran sastra secara langsung maupun tidak langsung akan

membantu siswa dalam mengembangkan wawasan terhadap tradisi dalam

kehidupan manusia, menambah kepekaan terhadap berbagai problema personal

dan masyarakat manusia, dan bahkan sastra pun akan menambah pengetahuan

siswa terhadap berbagai konsep teknologi dan sains.115

Melalui kegiatan apresiasi sastra yang memadai tentunya akan

menciptakan output pendidikan yang lebih arif dan bijak. Dalam konteks ini,

sastra menjadi sangat penting. Sastra tidak hanya berperan dalam penanaman

fondasi keluhuran budi pekerti, tetapi juga memiliki andil dalam pembentukan

karakter yang jujur sejak dini. Melalui pergulatan dan pertemuan intensif dengan

teks-teks sastra, anak didik akan mendapatkan bekal pengetahuan yang mendalam

tentang manusia, hidup, dan kehidupan, serta berbagai kompleksitas problematika

dimensi hidup.116

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian-penelitian yang mengkaji puisi-puisi karya Wiji Thukul ini

dapat ditinjau dari beberapa penelitian skripsi. Berikut ini adalah tinjauan penulis

pada penelitian yang mengkaji puisi-puisi karya Wiji Thukul.

113

Ibid, h.12

114

Ibid.

115

Ibid., h. 82-83 116

Ibid, h.13-14

Page 47: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

37

Hantisa Oksinata dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul

“Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul”.

Penelitian saudara Hantisa Oksinata didasarkan atas hubungan antara karya sastra

dan kenyataan sosial dan sejarah yang terjadi dalam kehidupan manusia, yang

dalam hal ini adalah kritik sosial yang terkandung dalam puisi-puisi Wiji Thukul

terhadap situasi sosial yang tengah dialami oleh Indonesia pada suatu masa (masa

Orde Baru). Penelitian saudara Hantisa Oksinata ini bertujuan untuk

mendeskripsikan: (1) unsur batin dan kritik sosial yang terdapat dalam puisi Aku

Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul, dan (2) resepsi pembaca dalam puisi Aku

Ingin Jadi Peluru. Ada pun dalam penelitian itu, yang dikaji adalah sebelas dari

141 buah puisi yang mewakili tema kritik sosial.117

Kemudian, penelitian yang juga membahas puisi-puisi Wiji Thukul juga

dilakukan oleh Wahyu Widodo dari Universitas Negeri Malang dengan judul

“Realisme Sosialis dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji

Thukul (Kajian Strukturalisme Genetik)”. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan unsur puisi dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya

Wiji Thukul, mendeskripsikan latar belakang sosiobudaya penyair yang

terefleksikan ke dalam puisi-puisi dalam Aku Ingin Jadi Peluru, dan

mendeskripsikan ciri-ciri realisme sosialis dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi

Peluru. Penelitian ini memberikan sebuah kesimpulan bahwa pandangan penyair

terhadap kondisi sosial budaya masyarakat adalah sebagai berikut: (1) masyarakat

bawah yang menderita akibat kesewenang-wenangan pemerintah melalui

kebijakannya harus berani untuk menyatakan keberadaan dirinya. Hal ini

tercermin dari pokok persoalan yang diangkat oleh penyair dalam puisi-puisinya,

(2) masyarakat bawah memunyai kekuatan dan keberanian untuk melawan

kesewenang-wenangan pemerintah dengan banyaknya ditemukan penggunaan

tanda seru sebagai sebuah seruan dan ajakan serta penegasan keyakinan yang

ditempuhnya, yakni jalan melawan pemerintah. Ciri-ciri realisme sosialis dalam

117 Hantisa Oksinata, “Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya

Wiji Thukul”, Skripsi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret

Surakarta, 2010, http://digilib.fkip.uns.ac.id/contents/skripsi.php?id_skr=1053, diunduh pada 9

Maret 2014 pukul 18:49

Page 48: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

38

kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul, yakni memadukan

antara isi dan bentuk dalam artian isi mengangkat pokok persoalan (subject

matter) dalam masyarakat bawah dengan menggunakan piranti estetika

kesusastraan seperti bahasa kiasan, gaya bahasa, dan pilihan kata yang sesuai serta

terkondisikan dalam sosial budaya masyarakat bawah yang menderita pada kurun

waktu 1980 sampai 1997 di masa pemerintahan Orde Baru.118

Penelitian lain yang juga membahas puisi-puisi Wiji Thukul juga

dilakukan oleh Moh. Anas Irfan dari Universitas Jember dengan judul “Kumpulan

Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul: Tinjauan Semiotik”. Penelitian

ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur dan keterjalinan antarunsur struktur

yang membangun puisi-puisi Wiji Thukul dalam Aku Ingin Jadi Peluru dengan

menggunakan tinjauan semiotik.

Analisis struktural meliputi tema, diksi, dan bunyi menunjukkan adanya

keterjalinan yang dapat membentuk makna yang utuh dalam kelima puisi yang

dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis semiotik, ditemukan

ketidaklangsungan ekspresi yang meliputi penggantian arti, penyimpangan arti,

dan penciptaan arti. Penggantian arti pada puisi Nyanyian Akar Rumput

menggunakan personifikasi, metafora, dan sinekdoke pars pro toto. Penggantian

arti pada puisi “Kuburan Purwoloyo” menggunakan sinekdoke pars pro toto,

metonimia, hiperbola, dan metafora. Penggantian arti pada puisi ”Ayolah

Warsini” menggunakan metafora dan sinekdoke pars pro toto. Penggantian arti

pada puisi “Bunga dan Tembok” menggunakan sinekdoke totem pro parte.

Penggantian arti pada puisi ”Kemarau” menggunakan metafora, hiperbola, dan

personifikasi. Penyimpangan arti pada kelima puisi tersebut menggunakan

enjambement.

118 Wahyu Widodo, “Realisme Sosialis dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru

Karya Wiji Thukul (Kajian Strukturalisme Genetik)”, skripsi pada Fakultas Sastra, Universitas

Negeri Malang, http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-indonesia/article/view/176, diunduh

pada 9 Maret 2014 pukul 18:51

Page 49: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

39

Secara heuristik kelima puisi tersebut menggunakan konvensi bahasa

Indonesia. Pembacaan hermeneutik kelima puisi tersebut mengungkapkan protes

sosial rakyat kecil terhadap penguasa pada masa pemerintahan Orde Baru.119

Berdasarkan tinjauan tersebut, maka kiranya memungkinkan bagi penulis

untuk membuat skripsi dengan judul “Potret Buruh Indonesia pada Masa Orde

Baru dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah

Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di Sekolah”. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian lain

tentang puisi-puisi Wiji Thukul, penelitian yang penulis lakukan lebih menitik

beratkan penelitiannya terhadap potret buruh pada masa Orde Baru dalam

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul. Penelitian yang

menggunakan pendekatan sosiologi sastra ini berusaha untuk mendeskripsikan

potret-potret tentang buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang ditampilkan oleh

Wiji Thukul melalui puisi-puisinya dan bagaimana implikasinya terhadap

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.

119

Moh. Anas Irfan, “Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul:

Tinjauan Semiotik”, Skripsi pada Fakultas Sastra, Universitas Jember,

http:/repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/6046/Moh%20Anas%20Irfan%20-

%20060110201041_1.pdf?sequence=1, diunduh pada 22 April 2014 pukul 19:00

Page 50: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

40

BAB III

WIJI THUKUL: PENYAIR DAN AKTIVIS

A. Biografi Wiji Thukul

Wiji Thukul adalah penyair yang telah memberikan khazanah baru dalam

dunia perpuisian Indonesia malalui puisi-puisinya yang bertemakan tentang rakyat

kecil. Penyair yang kerap dijuluki sebagai “Penyair Pelo” ini memang

kehidupannya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan wong cilik. Wiji Thukul

lahir di Solo, 26 Agustus 1963.120

Ia tumbuh di kampung Kalangan yang terletak

di sisi timur kota Solo. Milieu kampung ini adalah pabrik-pabrik dengan segala

buruhnya. Ayah Thukul seorang penarik becak, istrinya buruh menjahit, dan

mertuanya pedagang barang rongsokan. Thukul sendiri bekerja sebagai pelitur

mebel.121

Keadaan ayahnya sebagai seorang penarik becak, bahkan Thukul

lukiskan dalam puisi karyanya yang berjudul Nyanyian Abang Becak.

“perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi

namun bapak cuma abang becak!”

(Thukul: Nyanyian Akar Rumput, h. 51)

Meskipun berasal dari kalangan rakyat kecil yang hidupnya dekat dengan

kemiskinan, hal itu tidak membuat Thukul miskin dalam hal berkarya. Sebagai

penyair, Thukul sudah menghasilkan beberapa kumpulan puisi yang di antaranya

adalah Kicau Kepodang (1993), Suara Sebrang Sini (1994), Dari Negeri Poci 2

(1994), Mencari Tanah Lapang (1994), Tumis Kangkun Comberan, (1996), dan

Aku Ingin Jadi Peluru (2000).122

Selain kumpulan-kumpulan puisi tersebut, pada

tahun 2013, majalah Tempo menerbitkan kumpulan puisi Wiji Thukul semasa

pelariannya kala dikejar-kejar oleh aparat yang diberi judul Para Jendral Marah-

marah yang dijadikan sebagai bonus majalah Tempo edisi bulan Mei. Kemudian

120

Anonim, “Wiji Thukul, antara Fakta dan Fiksi”, (Jurnal Pusat Dokumentrasi Sastra

Buruh Edisi 1 Agustus 2000), h. 10.

121

Ton, “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman”, (Jakarta: Warta

Kota, Tahun II nomor 82, Minggu, 30 Juli 2000), h. 10.

122

Anonim, http://id.tamanismailmarzuki.org/Widji_Thukul diunduh pada 26 Maret 2014

pukul 21:33.

40

Page 51: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

41

diikuti dengan diterbitkannya kumpulan puisi terlengkap Wiji Thukul oleh

Gramedia pada tahun 2014 yang diberi judul Nyanyian Akar Rumput.

Sepanjang kiprahnya dalam dunia kepenyairan, Thukul pun tercatat pernah

mendapatkan berbagai prestasi dan penghargaan. Di antara prestasi dan

penghargaan itu adalah mendapatkan Wertheim Encourage Award yang diberikan

Wertheim Stichting pada tahun 1991, Yap Thaim Hien Award pada tahun 2002,

dan undangan membaca puisi di Kedubes Jerman di Jakarta oleh Goethe

Institut.123

Sejak kecil, Thukul memang sudah dikenal oleh orang-orang di sekitarnya

sebagai seorang yang berjiwa seni. Pada tahun 1977, ketika ia masih duduk di

kelas satu SMP (Thukul sekolah di SMP Negeri 8 Solo), ia aktif menjadi anggota

kor kapel di tempatnya biasa beribadah. Menurut Wahyu Susilo, adik Wiji

Thukul, kakaknya selalu berangkat lebih pagi ke gereja setiap mendapat giliran

menyanyi di kor.124

Lulus dari SMP Negeri 8 Solo, Thukul masuk ke Sekolah Menengah

Karawitan Indonesia, Solo, jurusan tari. Akan tetapi sekolahnya di SMKI ini tidak

sampai tamat. Saat di SMKI, Thukul pun masih aktif di kapel. Suatu ketika

menjelang Natal, anak-anak kapel hendak mementaskan teater bertemakan

kelahiran Kristus, Thukul diperkenalkan kepada Cempe Lawu Warta, yang di

kemudian hari menjadi “guru” yang menempa Thukul dalam berkesenian

sekaligus orang yang menambahkan nama Thukul. Nama asli Thukul adalah Wiji

Widodo Wiji Thukul artinya “biji yang tumbuh”.125

Dalam proses berkeseniannya, Thukul ditempa oleh Cempe Lawu Warta

di Teater Jagat (Jagat merupakan singkatan dari Jejibahan Agawe Genepe Akal

Tumindak). Di Teater Jagat, Lawu Warta yang pernah aktif di Bengkel Teater

W.S. Rendra mengajarkan Thukul perihal berkesenian seperti seni teater. Lawu

Warta lah orang yang mula-mula melihat bakat Thukul di bidang menulis puisi.126

123

Anonim, http://id.wikipedia.org/wiki/Widji_Thukul diunduh pada 26 Maret 2014

pukul 21:33.

124

Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, Teka-teki Orang Hilang,

(Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2013), h. 92-93.

125

Ibid., h. 93-94.

126

Ibid., h. 101-102.

Page 52: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

42

Selain Lawu Warta, orang yang juga berpengaruh dalam proses

berkesenian Thukul adalah Halim H.D., aktivis kebudayaan jebolan Fakultas

Filsafat, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Awal perkenalan Thukul dan

Halim terjadi di Teater Jagat pada sekitar 1986. Kala itu, Halim memang sering

mampir ke Jagat. Halim lah orang yang banyak membantu Thukul mengamen

puisi keliling kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk memperluas publik

audiensnya lewat jaringan kebudayaan yang ia rintis. Kemudian hari, kegiatan

inilah yang membantu membentuk kepercayaan diri Wiji Thukul sebagai penyair

sekaligus deklamator.127

Puisi adalah jalan yang dipilih oleh Thukul untuk menumpahkan segala

kegelisahannya. Pada awal-awal menulis, Thukul kerap kali menempel puisi

karangannya di majalah dinding Teater Jagat. Kemudian sebagian puisinya ia

kirimkan ke Radio PTPN Rasitania, Surakarta, untuk diapresiasikan dan

dibacakan di acara Ruang Puisi.128

Thukul pertama kali menerbitkan kumpulan puisinya lewat Pusat Kesenian

Jawa Tengah (PKJT) di Solo−sekarang Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta

(TBS)−pada sekitar 1985. Kumpulan puisi yang dicetak secara stensilan sebanyak

sekitar 100 eksemplar itu bertajuk Puisi Pelo.129

Pada Puisi Pelo ini, Thukul

sudah mengangkat tema tentang kritik sosial, namun belum mengandung unsur

politik praktisnya.

Setelah Puisi Pelo diterbitkan, dapat dikatakan terjadi lompatan besar

dalam penulisan Thukul. Dia banyak dipengaruhi naskah teater Jawa karya

Bambang “Kenthut” Widoyo S.P.. ia juga dipengaruhi pemikiran Maxim Gorky,

Arif Budiman, dan Romo Mangunwijaya. Thukul mulai banyak memasukkan

bahasa Jawa dan bahasa lisan sehari-hari dalam puisinya.130

Selain itu, sejak mengamen puisi keliling Jawa, nama Thukul mulai

berkibar. Dia juga mulai memiliki jaringan dan publik sendiri. Pada saat itulah

terjadi perbedaan pandangan antara Thukul dengan Lawu Warta, gurunya. Lawu

127

Ibid., h. 106.

128

Ibid., h. 103.

129

Ibid., h. 104-105.

130

Ibid., h. 107-108.

Page 53: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

43

tidak sepakat jika Thukul membawa seni (puisi) ke ranah politik praktis,

sementara, Thukul berpandangan sebaliknya.131

Sejak itu, Thukul tidak lagi aktif di Jagat. Pada 1987, setelah menikah

dengan Sipon, ia menumpang di rumah Halim. Thukul beserta dengan Sipon dan

Halim kemudian membentuk Sanggar Suka Banjir di halaman belakang rumah

mereka. Nama itu diambil dari lingkungan mereka yang memang sering banjir.132

Di Sanggar Suka Banjir, Thukul mulai menulis esai dan artikel pendek

yang bertemakan teantang kesenian dan lingkungan. Di sanggar itu pula Thukul

mengajari anak-anak kampung melukis, menulis puisi, berteater, dan bernyanyi.

Sanggar pun mulai ramai dijadikan tempat berkumpul remaja di sekitarnya dan

mulai sejak itulah kegiatan yang dilakukan di sanggar mulai sering diawasi oleh

aparat. 133

Pada tahun 1994, Wiji Thukul bersama sahabat-sahabat senimannya yang

sering berdiskusi mengenai permasalahan sosial yang tengah terjadi di sekitar

mereka, yaitu Semsar Siahaan dan Moelyono sepakat mendirikan sebuah

organisasi jaringan kesenian bernama Jaker (Jaringan Kesenian Rakyat).

Organisasi kesenian ini dibentuk bertujuan untuk membuat jaringan antar seniman

guna menggalang kekuatan dan solidaritas sesama seniman untuk membendung

tindakan represif pemerintah.134

Menurut Moelyono, Jaker terilhami oleh Lekra. Dari Lekra, mereka juga

mempelajari gagasan seni untuk rakyat dan konsep turun ke bawah. Namun

mereka tak menelan mentah-mentah gagasan tersebut, menurut Moelyono, Jaker

juga terinspirasi Asian Council for People’s Culture.135

Jaker tidak hanya beranggotakan seniman saja, di dalamnya terdapat

Hilmar, Daniel, Yuli, Jati, dan Linda Christanty. Mereka adalah anggota inti

131 Ibid., h. 109.

132 Ibid., h. 109.

133

Ibid., h. 110.

134

Ibid., h. 112-113.

135

Tim Liputan Edisi Khusus Lekra Majalah Tempo, “Lekra dan Geger 1965” Edisi 30

September-6 Oktober 2013, h. 115.

Page 54: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

44

Persatuan Rakyat Demokratik yang kemudian hari menjadi Partai Rakyat

Demokratik.136

Semsar, Moelyono, dan Hilmar bukan anggota PRD, sedangkan Thukul

berada di posisi tarik ulur itu. Semsar, Moelyono, dan Hilmar sepakat, bahwa

Jaker tidak bergerak di bidang politik. Hal ini kemudian menjadi sebuah

permasalahan, sebab Thukul justru berharap Jaker bisa berafiliasi ke dalam PRD

(Partai Rakyat Demokratik). Kala itu, aktivis PRD memang berupaya menarik

Jaker menjadi organ partai untuk menarik massa.137

Puncaknya pada kongres pembentukan PRD, April 1996, di Yogyakarta.

Secara sepihak Thukul dan PRD memasukkan Jaker, yang diketuai Thukul, secara

organisasi dan politik bergabung di bawah PRD. Semsar, Moelyono dan Hilmar

pun memutuskan tak terlibat lagi dalam kegiatan Jaker karena tak setuju Jaker

bergabung dengan PRD. Di PRD, akronim Jaker tetap digunakan, tetapi berubah

menjadi Jaringan Kebudayaan Rakyat dan Thukul menjadi koordinatornya.138

Berkecimpungnya Thukul di dunia politik praktis sangat disayangkan oleh

Lawu Warta, gurunya semasa di Teater Jagat. Bahkan, Lawu Warta sudah

menasihati Thukul tentang risiko yang mesti dihadapinya jika ia terlibat dalam

politik praktis. Akan tetapi, pendirian Thukul tak bisa diubah, menurutnya, politik

adalah alat yang paling cepat untuk mengubah keadaan.139

Jaker sendiri di bawah PRD sebagaimana yang dikatakan Linda

Christanty, berfungsi untuk menjadikan para seniman pengorganisasi rakyat

secara tak resmi menjadi underbow PRD.140

Selain itu, Jaker (Jaringan Kerja

Kesenian Rakyat) dibentuk oleh PRD atas kesadaran, bahwa perjuangan budaya

menjadi penting karena selama puluhan tahun rakyat dibisukan dan didominasi

budaya feodalisme dan ketakutan terhadap negara. Jaker dijadikan sebagai alat

untuk melakukan pembebasan mental itu.141

136 Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, op. cit., h. 115.

137 Ibid., h. 116.

138

Ibid.

139

Ibid., h. 116-117.

140

Ibid., h. 115.

141

Miftahudin, Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani, (Jakarta: Desantara Utama,

2004), h. 79.

Page 55: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

45

Pada saat deklarasi berdirinya PRD di kantor Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta, 22 Juli 1996, Thukul tampil ke

panggung membacakan puisinya. Pembacaan puisi itu menjadi penampilan

terakhirnya di depan publik. Sepekan kemudian Thukul menjadi buron hingga

kemudian hilang sejak 1998 sampai sekarang.142

Pada 27 Juli 1996 terjadi kerusuhan di Kantor Dewan Pimpinan Pusat

Partai Demokrasi Indonesia. Kerusuhan terjadi manakala Soerjadi dengan

dukungan tentara menyerbu kantor di Jalan Diponegoro, Jakarta, itu. Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia, melaporkan lima orang tewas, 149 luka-luka, dan

28 orang hilang dalam peristiwa tersebut.143

Sejak peristiwa kerusuhan itu, PRD yang dipimpin oleh Budiman

Sudjatmiko itu dituduh sebagai dalang kerusuhan tersebut. Banyak pengurus dan

anggotanya ditangkapi aparat. Sebagian lagi buron, termasuk Wiji Thukul.144

Sejak itu, Thukul meninggalkan Solo dan berpindah-pindah kota. Ia diburu oleh

pemerintah. Meskipun begitu, di tempat-tempat yang ia singgahi, ia tetap

melakukan aktivitas politik, mengorganisir pemogokan buruh di Tangerang, dan

terlibat dalam beberapa aksi di Jakarta. Semua itu Thukul lakukan secara

sembunyi-sembunyi.145

Pasca peristiwa 27 Juli 1996, kontak Thukul dengan keluarga dan sahabat-

sahabatnya memang menjadi tidak teratur. Sipon, istri Thukul mengaku sempat

bertemu dengan Thukul pada Desember 1997, lalu kembali menghilang. Awal

Februari 1998, Thukul hanya bisa didengar oleh Sipon melalui telepon. Pada

bulan April tahun 2000, Sipon kemudian melaporkan suaminya yang hilang ke

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasaan (Kontras).146

Ketika masa menjelang Orde Baru berakhir, Thukul memang dianggap

oleh penguasa sebagai musuh. Waktu itu Thukul dengan puisi-puisinya dianggap

142 Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, op. cit., h. 117.

143 Ibid., h.2-3.

144

Anonim, op. cit., h. 10.

145

LHS, “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh”, (Majalah Pembebasan Nomor

18/V/Juli/2000), h.10.

146

Ardus M. Sawega dan Maria Hartiningsih, “Sipon” (Harian Kompas Tahun 38 Nomor

179, Minggu, 29 Desember 2002), h.4.

Page 56: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

46

melakukan tindakan subversif, sedang Jaker yang dipimpinnya, merupakan bagian

dari PRD yang dianggap sebagai turunan dari PKI.147

Kala itu, Thukul memang aktif dalam penggalangan buruh untuk

melakukan protes untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Salah satu

penggalangan buruh yang dilakukan oleh Thukul adalah aksi mogok kerja yang

dilakukan oleh belasan ribu buruh PT. Sri Rezeki Isman Textile (Sritex), di Desa

Jetis, Kabupaten Sukoharjo.

Hari itu Senin, 11 Desember 1995. Belasan ribu buruh melakukan mogok

kerja untuk menuntut kenaikan upah pekerja yang jauh di bawah upah minimal

provinsi, sedang di samping itu seringkali buruh mengalami lembur berlebih,

keguguran, dan sakit saluran pernapasan akibat serat tekstil.148

Dalam aksi mogok kerja tersebut, terdapat juga Wiji Thukul serta

beberapa aktivis PRD. Aparat yang berada di dekat gerbang pabrik kemudian

secara tiba-tiba menyerang mereka. Kekisruhan terjadi, buruh yang panik

berlarian, sementara beberapa aktivis yang tertangkap, termasuk Wiji Thukul

ditangkap lalu digebuk.149

Ketika ditangkap dan digebuk, Thukul banyak mendapatkan tindak

kekerasan dari aparat dipukuli, ditendang dengan sepatu bot, dibenturkan

kepalanya ke kap mobil aparat. Hal itu membuat Thukul mendapatkan cedera di

beberapa bagian tubuhnya. Di antaranya cedera pada matanya yang harus

dioperasi.150

Segala ancaman dan tindak kekerasan yang didapatkannya rupanya tidak

mampu membuat Thukul menghentikan perjuangannya. Ia terus melakukan protes

lewat puisi dan aksinya. Bahkan, ketika masa pelariannya saat dikejar-kejar oleh

aparat (kopassus), ia tetap menulis puisi−yang pada tahun 2013 puisi-puisi pada

masa pelarian itu dijadikan kumpulan puisi oleh Majalah Tempo berjudul Para

Jendral Marah-marah sebagai bonus majalah edisi bulan Mei

147 Berthus Mandey dan Adrian Prasetya S., “Istri Para Aktivis yang Tetap Tegar: Jangan

Tanyakan Teror”, (Harian Suara Pembaruan Tahun XVII Nomor 6263, Minggu, 12 Desember

2004), h. 1. 148

Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, op. cit, h.118-119.

149

Ibid., h. 120.

150

Ibid., h.119.

Page 57: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

47

Dalam masa pelariannya, Thukul berpindah dari satu kota ke kota lainnya.

Tercatat ia pernah bersembunyi di Yogyakarta, Magelang, Salatiga, Bogor,

Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bengkulu hingga Pontianak. Thukul dalam

pelariannya itu banyak dibantu oleh teman-temannya sesama aktivis seperti Arief

Budiman, Indriani, Martin Siregar, Alexander Irwan, dan adiknya, Wahyu

Susilo.151

Selama pelariannya itu, Thukul juga melakukan berbagai penyamaran. Di

antaranya ketika di Kalimantan, ia pernah menyamar sebagai seorang penjual

bakso bernama Paulus, seorang rohaniawan bernama Aloysius Sumedi dan

Martinus Martin.152

Pada 18 Januari 1998, terjadi peristiwa bom meletup di unit 510 Rumah

Susun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Kontrakan tersebut ditempati beberapa aktivis

PRD. Polisi dan militer menuduh PRD menyiapkan bom untuk mengacaukan

Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Maret tahun itu.153

Sementara, selepas peristiwa bom di Tanah Tinggi itu, nasib Wiji Thukul

menjadi simpang-siur. Hanya Sipon, Wahyu, dan Lawu Warta yang mengaku

pernah dihubungi Thukul lewat telepon setelah peristiwa itu. Margiyono, teman

Thukul yang merupakan aktivis PRD percaya bahwa Thukul sudah lenyap setelah

peristiwa itu.154

Thukul sendiri dilaporkan hilang oleh istrinya, Sipon, pada April tahun

2000, Sipon melaporkan suaminya yang hilang ke Komisi untuk Orang Hilang

dan Korban Tindak Kekerasaan. Wiji Thukul akhirnya dinyatakan telah hilang

bersama dengan tiga belas aktivis lainnya.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasaan (Kontras)

dalam siaran pers no: 7/SP-KONTRAS/II/2000 menyampaikan, bahwa hilangnya

Thukul tidak terlepas dari aktivitas-aktivitas politik yang dilakukannya pada saat

yang bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan rezim Orde

Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde

151 Ibid., h.142.

152

Ibid.

153 Ibid., h.57.

154

Ibid., h.60.

Page 58: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

48

Baru. Lebih lanjut, Kontras menegaskan, bahwa pemerintah adalah pihak yang

paling bertanggungjawab untuk mengungkapkan motif hilangnya Wiji Thukul.155

Berbagai usaha pencarian untuk mencari Thukul dan aktivis lainnya

sebenarnya sudah dilakukan yang di antaranya dilakukan oleh Tim Kontras,

namun belum menemukan hasil. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan

hilangnya Thukul pun sudah dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Forum Sastra

Surakarta (FSS) pada Juni tahun 2000 guna mengkampanyekan proses klarifikasi

atas hilangnya Thukul melalui kegiatan bertajuk Thukul, Pulanglah. Melalui acara

tersebut, FSS juga berharap agar masyarakat mengingat, bahwa masih banyak

kasus pelanggaran HAM, seperti yang dialami oleh Thukul, yang belum

rampung.156

Banyak kerabat Thukul yang yakin, bahwa Thukul sudah dilenyapkan oleh

rezim Orde Baru. Akhirnya keberadaan Thukul terus menjadi misteri yang tak

terungkapkan. Usaha pemerintah untuk mengungkap kasus yang melibatkan

Thukul sebagai korban itu pun tak urung juga dilakukan. Thukul hilang

meninggalkan istrinya, Sipon, yang dinikahinya pada 23 Oktober 1988 dan dua

orang anak, yakni Fitri Nganti Wani dan Fajar Merah. Barangkali jasad Thukul

sudah hilang, tetapi karya dan semangat perjuangan Thukul masih terus hidup

hingga saat ini.

B. Pemikiran Wiji Thukul tentang Sastra

Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan

pengungkapan pribadi pengarang.157

Dapat dikatakan, bahwa setiap karya sastra

selalu mencerminkan diri pengarangnya, baik dalam hal pemikiran, pandangan,

latar belakang budaya, suku, ideologi, maupun agamanya. Maka dari itu, menjadi

suatu hal yang menarik (selain karena memang sangat diperlukan) untuk

mengetahui pemikiran seorang pengarang tentang sastra sebelum mengkaji karya-

karyanya.

155 Anonim, https://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=148. Diunduh pada

Rabu, 13 Agustus 2014 pukul 21.25

156

EDS, “Wiji Thukul Masih Dicari”, (Republika, Tahun VIII Nomor 131, Senin, 22 Mei

2000), h.20.

157 Wahyudi Siswanto, op. cit., h,68.

Page 59: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

49

Wiji Thukul berasal dari keluarga rakyat kecil yang hidupnya lekat dengan

kemiskinan. Ia tumbuh di kampung Kalangan yang terletak di sisi timur kota Solo.

Milieu kampung ini adalah pabrik-pabrik dengan segala buruhnya. Ayah Thukul

seorang penarik becak, istrinya buruh menjahit, dan mertuanya pedagang barang

rongsokan. Thukul sendiri pernah bekerja sebagai pelitur mebel.158

Ketika tampil membaca puisi di Kedutaan Jerman di Jakarta pada tahun

1989, Thukul sendiri mengatakan, bahwa ia sangat terpengaruh oleh kehidupan

lingkungannya itu, yaitu lapisan masyarakat bawah, sebuah kampung di kota

Solo. Kehidupan mereka yang sangat ia kenal itulah yang membuatnya

memutuskan untuk berbicara mengenai kelompok masyarakat tersebut dalam

syair-syairnya.159

Rupanya, pengalaman hidupnya yang lekat dengan kemiskinan dan

pergaulannya yang dekat dengan “masyarakat lapisan bawah” seperti buruh itulah

yang lambat-laun mengendap dalam dirinya dan kemudian dituangkan ke dalam

karyanya. Terlebih saat Thukul menyaksikan sekaligus merasakan, bahwa sering

terjadinya ketidakadilan dan tindak kesewenang-wenangan terhadap rakyat,

terutama buruh, yang dilakukan oleh penguasa dan pemilik modal.

Sastrawan yang baik selalu mampu mencerminkan kondisi sosial yang

terjadi di zamannya. Thukul pun dalam proses perjalanan kreatifnya dihadapkan

dengan zaman yang dibungkam oleh sebuah rezim bernama Orde Baru. Ia

menyaksikan sekaligus merasakan bagaimana kesewenang-wenangan yang

dilakukan oleh rezim Orde Baru yang sarat dengan politik represi, mulai dari

intimidasi, teror, penangkapan, penculikan, dan sebagainya.160

Apa yang Thukul

saksikan sekaligus rasakan inilah yang kemudian membentuk puisi-puisinya

sebagai suara yang mewakili rakyat kecil. Maka lahirlah sejumlah potret

eksploitasi buruh di pabrik, kekerasan militer, atau juga geliat pemuda yang

menentang busuknya kapitalisme.

158 Ton, “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman”, (Jakarta: Warta

Kota, Tahun II nomor 82, Minggu, 30 Juli 2000), h. 10.

159

KNI, “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan Jerman”,

(Padang: Harian Haluan, Tahun 40, Nomor 307, Senin, 13 Nopember 1989), h.7.

160 LHS, “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh”, (Majalah Pembebasan Nomor

18/V/Juli/2000), h.10.

Page 60: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

50

“Sastra adalah salah satu alat perjuangan,” begitulah kata Wiji Thukul

dalam sebuah wawancara di tabloid mahasiswa Fakultas Sastra Universitas

Jember, Ideas, edisi II tahun 1996.161

Pernyataan Thukul ini menunjukkan sebuah

pandangan, bahwa baginya, menulis adalah perjuangan. Puisi adalah “senjatanya”

dalam berjuang melawan tindak kesewenang-wenangan penguasa, bahkan ia pun

ikut “turun ke bawah” berjuang sebagai seorang aktivis yang memperjuangkan

nasib buruh.

Thukul paham akan makna kemiskinan dan penyebabnya, maka tampak

seluruh energi estetiknya dikerahkan untuk menuliskan puisi perlawanan kepada

mereka yang dianggap telah menyebabkan ketimpangan sosial. Misalnya ketika

berbicara soal tukang becak yang jidatnya berlipat-lipat seperti sobekan luka,

yang terdesak lahannya oleh bus kota.162

Puisi-puisi Thukul menampakkan wajah protes yang meluap, pertanyaan-

pertanyaan satire−yang menuju sebuah muara yang bagaimana pun dalam

peristiwa politik dan kehidupan bernegara melulu rakyat kecil yang menjadi

korban.163

Secara nyata, Thukul telah menggunakan puisi sebagai “senjata” untuk

memperjuangkan dirinya dan masyarakat kalangannya.

Dalam sejarah kesusastraan Indonesia, Wiji Thukul barangkali bukanlah

penyair besar, sastrawan adiluhung, atau seniman nasional. Puisi-puisi karyanya

tersusun dalam bahasa sederhana, kata-kata yang akrab di kehidupan sehari-hari,

namun oleh sebab itulah puisi-puisi Thukul dapat mudah diterima oleh berbagai

kalangan, termasuk “masyarakat lapisan bawah” seperti buruh dan petani.

Dalam memandang karya sastra, sebagaimana tercermin dalam salah satu

puisinya, ia tidak bersikap seperti para penyembah kesenian. Karya-karyanya

bagai tidak membutuhkan legitimasi dari pusat-pusat dan rezim kebudayaan mana

pun. Bagi Thukul, menulis adalah suatu keputusan dan ia percaya bahwa kata-kata

mempunyai kekuatan.164

161 Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, op. cit, h.117.

162

Ton, “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman”, (Jakarta: Warta

Kota, Tahun II nomor 82, Minggu, 30 Juli 2000), h. 10.

163 Alex R. Nainggolan, “Puisi Thukul Bukan Sekadar Modal Dengkul”, (Jakarta: Harian

Sinar Harapan, Nomor 4777, Sabtu, 14 Agustus 2004), h.12.

164

Ton, op.cit., h. 10.

Page 61: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

51

Thukul sendiri pernah mengatakan, bahwa ia sebenarnya juga bisa menulis

syair-syair yang bahasanya indah-indah, tetapi menurutnya rasanya tidak etis,

sebab ia tidak ingin membuat apa yang ditulisnya tidak dipahami oleh keluarga

dan tetangganya ketika membaca tulisannya. Maka, ia memilih menulis apa yang

bisa dimengerti oleh keluarga dan tetangganya.165

Secara lebih jelas dan tegas, Thukul menyampaikan pendapatnya

mengenai sastra dan bagaimana seharusnya peran sastra dalam masyarakat

melalui puisinya yang berjudul “Para Penyair adalah Pertapa Agung”. Melalui

puisi itu, Thukul mengkritik penyair (sastrawan) yang sibuk berkarya, tetapi

memisahkan diri dari kenyataan sosial yang berada di sekitarnya.

Menurut Thukul, banyak penyair yang terlalu menyandarkan nasibnya

pada nilai dan dewa-dewa sastra. Thukul mengkritik penyair yang terlalu

mendewakan nilai sastra dalam berkarya, namun tidak peka terhadap realitas

sosial yang terjadi di sekitarnya. Bahkan, dalam puisinya itu secara ironi Thukul

menyindir, bahwa para penyair adalah pertapa paling agung//bermenung di

dalam candi//kelima indra dan telingan sukmanya//cukup bagi Tuhan

saja//jangan mendengar jerit kehidupan. Melalui potongan puisi tersebut di atas,

secara jelas dan tegas Thukul menyindir penyair yang hanya gemar bermenung di

kesunyian, “bercengkrama” dengan Tuhannya, tetapi terpisah dari derita

lingkungan.

Bagi Thukul, menulis puisi adalah ibadah. Menulis puisi adalah doa dan

pengalaman religi.166

Layaknya ibadah, menulis puisi bukan hanya untuk menjalin

hubungan dengan Tuhan saja, tetapi juga dengan sesama manusia, dan alam.

Maka dari itu, Thukul mengkritik penyair yang seolah tuli akan jeritan kehidupan,

memisahkan diri dari realita kehidupan.

Pandangan Thukul mengenai bagaimana seharusnya sikap penyair dalam

berkarya dapat juga dilihat dari kata pengantarnya yang terdapat di kumpulan

puisi Nyanyian Akar Rumput.

165 KNI, “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan Jerman”,

(Padang: Harian Haluan, Tahun 40, Nomor 307, Senin, 13 Nopember 1989), h.7. 166

Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, op. cit., h.104.

Page 62: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

52

Penyair haruslah berjiwa “bebas dan aktif”, bebas dalam mencari

kebenaran dan aktif mempertanyakan kembali kebenaran yang pernah

diyakininya. Maka belajar terus-menerus adalah mutlak, memperluas

wawasan dan cakrawala pemikiran akan sangat menunjang kebebasan

jiwanya dalam berkarya. Dan fanatik gaya atau tema bisa dihindarkan

sehingga proses kreatif tidak terganggu. Belajar tidak harus di bangku

kampus atau sekolah, tetapi bisa di mana saja: di perpustakaan atau

membaca gelagat lingkungan atau apa sajalah pokoknya yang bisa

mempertajam kepekaan penyair terhadap gerak hidup dirinya dan hidup di

luar dirinya juga.

Dalam penciptaan puisi sesungguhnya penyair hanya tergantung pada diri

sendiri, mungkin kritikus ada juga fungsinya, tetapi kritikus nomor empat

urutannya. Pokoknya persis seperti ketika coblosan pemilu itulah. Kita

berdiri di depan gambar kontestan dan bebas sepenuhnya memilih mana

yang kita pilih, tidak ditekan, tidak tertekan, tidak dipilihkan, tetapi

memilih sendiri.167

Menurut Thukul, penyair haruslah berjiwa “bebas dan aktif” dalam berkarya.

Penyair tentu perlu memedulikan apa kata kritikus, tetapi kritikus hanya nomor

empat, selebihnya adalah kuasa si penyair sendiri.

Apa yang dikatakan Thukul dalam kata pengantar ini juga menunjukkan

pandangannya tentang kritikus. Baginya, dalam menulis puisi, penyair tidaklah

terlalu “memusingkan” apa kata kritikus, yang terpenting si penyair harus terus

belajar dengan jalan banyak membaca buku dan membaca gelagat lingkungan.

Thukul sendiri pernah dikritik, bahwa apa yang ia tulis bukanlah puisi, melainkan

sekadar pamflet, sebab bahasa yang digunakan Thukul terlalu “dangkal” untuk

ukuran sebuah puisi. Akan tetapi Thukul tidak ambil peduli, ia terus menulis puisi

sesuai apa yang ingin ia sampaikan berdasarkan realitas sosial yang ia lihat,

dengar, alami, dan rasakan.

C. Deskripsi Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput

Kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput ini merupakan kumpulan puisi

terlengkap Wiji Thukul yang terdiri atas puisi-puisinya yang pernah diterbitkan

sebelumnya. Kumpulan puisi ini terdiri atas tujuh bab, yakni Lingkungan Kita si

Mulut Besar, Ketika Rakyat Pergi, Darman dan Lain-lain, Puisi Pelo, Baju Loak

167 Wiji Thukul, Nyanyian Akar Rumput, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014),

h.7-8.

Page 63: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

53

Sobek Pundaknya, Yang Tersisih, dan Para Jendral Marah-marah. Secara

keseluruhan puisi ini menghimpun 169 puisi karya Wiji Thukul dengan rincian 46

puisi dalam bab Lingkungan Kita si Mulut Besar, 18 puisi dalam bab Ketika

Rakyat Pergi, 16 puisi dalam bab Darman dan Lain-lain, 29 puisi dalam bab Puisi

Pelo, 28 puisi dalam bab Baju Loak Sobek Pundaknya, 9 puisi dalam bab Yang

Tersisih, dan 23 puisi dalam bab Para Jendral Marah-marah.

Kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput yang disusun atas inisiatif dan

kerja keras Okky Madasari dalam menginisiasi pengarsipan karya Wiji Thukul

ini pertama kali diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2014

dengan tebal 248 halaman.

Page 64: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

54

BAB IV

Potret Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru

dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput

Karya Wiji Thukul

A. Thukul dan Puisi Tentang Buruh

Berdasarkan proses klasifikasi yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan

sebanyak 22 puisi Wiji Thukul dalam kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput

yang menampilkan potret tentang buruh. Ada pun puisi-puisi tersebut adalah

“Suti”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki yang Ganjil”, “Satu Mimpi Satu Barisan”,

“Leuwigajah”, “Catatan Malam”, “Sajak kepada Bung Dadi”, “Lingkungan Kita

Si Mulut Besar”, “Kuburan Purwoloyo”, “Lumut”, “Gunung Batu”, “Kampung”,

“Jangan Lupa”, “Kekasihku”, “Nonton Harga”, “Terus Terang Saja”, “Harimau”,

“Leuwigajah Masih Haus”, “Makin Terang Bagi Kami”, “Bukan Kata Baru”,

“Seorang Buruh Masuk Toko”, “Edan”, dan “Bukan di Mulut Politikus Bukan di

Meja SPSI”.

Dua puluh dua puisi tersebut kemudian diklasifikasikan lagi ke dalam dua

katagori, yakni katagori puisi yang secara dominan menampilkan potret tentang

buruh dan katagori puisi yang menampilkan potret tentang buruh secara samar.

Katagori puisi yang menampilkan buruh secara samar adalah puisi-puisi yang

memiliki tema bukan tentang buruh, tetapi di dalamnya terdapat potret tentang

buruh Indonesia. Sementara itu, kategori puisi yang menampilkan potret buruh

secara dominan adalah puisi-puisi yang memiliki tema tentang buruh.

Berdasarkan proses klasifikasi, ditemukan sebanyak 10 puisi yang

menamilkan potret tentang buruh secara samar, yakni “Catatan Malam”, “Sajak

kepada Bung Dadi”, “Lingkungan Kita si Mulut Besar”, “Kuburan Purwoloyo”,

“Lumut”, “Gunung Batu”, “Kampung”, “Harimau”, “Jangan Lupa Kekasihku”,

dan “Terus Terang Saja”. Sementara itu, ditemukan sebanyak 12 puisi yang

menampilkan potret tentang buruh secara dominan dan menjadikan buruh sebagai

tema, yakni “Suti”, “Nonton Harga”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki Ganjil”, “Satu

Mimpi Satu Barisan”, “Leuwigajah”, “Leuwigajah Masih Haus”, “Bukan Kata

54

Page 65: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

55

Baru”, “Makin Terang Bagi Kami”, “Seorang Buruh Masuk Toko”, “Bukan di

Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI”, dan “Edan”.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, katagori puisi yang

menampilkan potret tentang buruh secara samar adalah puisi-puisi yang memiliki

tema bukan tentang buruh, tetapi di dalamnya terdapat potret tentang buruh

Indonesia. Puisi-puisi tersebut di antaranya memiliki tema tentang kritik sosial

terhadap penguasa (“Lingkungan Kita si Mulut Besar”), keadaan masyarakat di

sebuah desa yang hidupnya memperihatinkan (“Gunung Batu”), dan protes sosial

tentang nasib rakyat yang belum benar-benar merdeka (“Terus Terang Saja”).

Pembahasan mengenai tema, nanti akan dijelas secara lebih detil oleh peneliti

dalam bagian analisis struktur puisi.

B. Analisis Struktur Puisi-puisi Wiji Thukul Tentang Buruh

1. Struktur Fisik Puisi

a) Tipografi

Semua puisi Wiji Thukul yang terdapat dalam kumpulan puisi

Nyanyian Akar Rumput tergolong dalam jenis puisi bebas. Puisi-puisi ini

dari segi tipografinya dapat dikatakan terpengaruh oleh puisi

konvensional. Hal ini bisa dilihat dari sistematika penulisan larik dan baris

yang digunakan oleh Wiji Thukul dalam puisi-puisinya. Jumlah larik

dalam setiap bait tidak sama. Sebagai contoh, dalam puisi yang berjudul

“Ayolah” Warsini terdapat tiga bait yang tiap bait memiliki jumlah larik

yang berbeda. Bait pertama terdiri atas 13 larik, bait kedua 17 larik, dan

bait ketiga 4 larik.

Sebagian besar puisi Wiji Thukul dapat juga digolongkan ke dalam

jenis puisi mimbar yang cocok dideklamasikan di depan umum. Hal ini

cenderung membuat puisi-puisi Wiji Thukul terkesan tidak terlalu

mementingkan tipografi puisi secara tertulis, sebab yang terpenting adalah

isi dan nada puisi ketika puisi itu dideklamasikan. Sebagai contoh adalah

puisi Thukul yang berjudul “Teka-teki yang Ganjil”, salah satu puisi

Thukul yang sering ia deklamasikan semasa hidupnya. Puisi ini terdiri atas

sembilan bait. Bait pertama terdiri atas 4 larik, bait kedua 12 larik, bait

Page 66: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

56

ketiga 4 larik, bait keempat 10 larik, bait kelima 3 larik, bait keenam 7

larik, bait ketujuh 7 larik bait kedelapan 9 larik, dan bait kesembilan 3

larik. Tiap bait dalam puisi ini memiliki jumlah larik yang berbeda, tidak

terikat oleh aturan jumlah baris dalam satu bait layaknya jenis puisi lama.

Hal ini sangat dimungkinkan oleh tujuan penyair yang memang cenderung

ingin menjadikan puisi ini sebagai puisi mimbar yang hendak

dideklamasikan sehingga keindahan tipografi puisi secara tertulis menjadi

tidak terlalu penting.

b) Imaji

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, imaji adalah kata atau

kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman inderawi, seperti

penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga

yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji sentuh

(imaji taktil). Melalui imaji yang digunakan oleh penyair inilah pembaca

seolah-olah dapat melihat, mendengar, dan merasakan apa yang dialami

oleh penyair. Imaji yang paling dominan yang digunakan oleh Wiji Thukul

dalam 22 puisinya tentang buruh yang ada dalam kumpulan puisi

Nyanyian Akar Rumput adalah imaji visual (penglihatan).

Penggunaan imaji visual ini sering digunakan Thukul untuk

menggambarkan berbagai hal dan peristiwa yang dialami oleh buruh,

misalnya untuk menggambarkan tentang pekerjaan buruh yang begitu

berat dan sering mengalami lembur paksa (“Suti”, “Satu Mimpi Satu

Barisan”, “Leuwigajah”), keadaan buruh yang sakit akibat beban

pekerjaan yang begitu berat (“Suti”, “Satu Mimpi Satu Barisan”),

kecelakaan dalam bekerja yang dialami oleh buruh (“Leuwigajah”), tindak

kesewenang-wenangan pihak perusahaan kepada buruh (“Ayolah

Warsini”), kesenjangan sosial antara buruh dengan orang-orang kelas

menengan ke atas di sebuah toko (“Seorang Buruh Masuk Toko”), mogok

kerja yang dilakukan oleh buruh (“Bukan Kata Baru”), dan pertemuan

para buruh untuk berdiskusi tentang nasib mereka (“Makin Terang Bagi

Kami”).

Page 67: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

57

Berbagai penggunaan imaji visual yang dilakukan oleh Thukul itu

merupakan suatu usaha untuk memotret kehidupan buruh pada masa Orde

Baru sehingga pembaca akan dapat “menyaksikan” kondisi dan peristiwa

yang dialami oleh buruh saat itu. Dalam puisi yang berjudul “Satu Mimpi

Satu Barisan” misalnya, Thukul menggambarkan seorang buruh

perempuan bernama Siti yang dipaksa untuk lembur dengan beban

pekerjaan yang berat.

“di cigugur ada kawan Siti

punya cerita harus lembur pagi

pulang lunglai lemas ngantuk letih membungkuk 24 jam

ya, 24 jam”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Melalui imaji visual tersebut, pembaca dapat seolah-olah menyaksikan

seorang buruh perempuan yang sedang lembur kerja dengan beban

pekerjaan yang berat (membungkuk 24 jam) dengan tubuh yang letih.

Pekerjaan buruh yang begitu berat dan keras ini seringkali

menyebabkan buruh sakit bahkan hingga meninggal. Kondisi buruh seperti

ini tidak lepas dari pengamatan Thukul yang kemudian ia potret dalam

puisi-puisinya.

“Suti tidak pergi kerja

pucat ia duduk dekat ambennya

...

suti tidak ke rumah sakit

batuknya memburu

dahaknya berdarah

tak ada biaya

...

suti meraba wajahnya sendiri

tubuhnya makin susut saja

makin kurus menonjol tulang pipinya

loyo tenaganya

bertahun-tahun diisap kerja”

(Suti)

“di tanah ini terkubur orang-orang yang

sepanjang hidupnya memburuh

terisap dan menanggung hutang”

(“Kuburan Purwoloyo”)

Page 68: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

58

Dalam puisi “Suti”, pembaca bisa “menyaksikan” bagaimana

keadaan Suti, seorang buruh perempuan yang sedang sakit namun tidak

punya biaya untuk berobat ke rumah sakit. Penggambaran ini merupakan

suatu potret nasib kelam buruh yang oleh sebab upah yang rendah ia tidak

dapat berobat, ia pun tidak mendapatkan bantuan atau sekedar kepedulian

dari pihak perusahaan yang sudah mempekerjakannya begitu berat. Betapa

memperihatinkannya nasib buruh tersebut dikuatkan lagi oleh Thukul

dengan gambaran “tubuh Suti yang makin susut saja, makin kurus

menonjol tulang pipinya, bertahun-tahun diisap kerja”.

Pada puisi lain yang berjudul “Leuwigajah”, Thukul

menggambarkan secara lebih luas tentang pekerjaan buruh yang begitu

berat dan keras.

“lidah-lidah penghuni rumah kontrak

terus menyemburkan cerita buruk:

lembur paksa sampai pagi, upah rendah,

jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan,

kencing dilarang, sakit ongkos sendiri.

mogok? pecat!”

(“Leuwigajah”)

Dalam puisi ini, melalui penggunaan imaji visual, Thukul menggambarkan

berbagai tindak kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak

perusahaan terhadap buruh. Melalui penggunaan imaji visual ini pun

membuat pembaca seolah-olah dapat menyaksikan segala tindak

kesewenang-wenangan terhadap buruh tersebut, mulai dari lembur paksa

sampai pagi, kecelakaan-kecelakaan dalam bekerja sebagai akibat dari

kurangnya kepedulian pihak perusahaan terhadap keselamatan kerja buruh,

pelarangan terhadap buruh untuk buang air kecil hingga pemogokan yang

dilakukan oleh buruh.

Ada kalanya Thukul juga menggunakan imaji auditif

(pendengaran) untuk menggambarkan berbagai peristiwa dan kehidupan

dalam dunia buruh. Misalnya seperti yang terdapat dalam puisi “Suti”,

“Suti kusut masai // di benaknya menggelegar suara mesin //”. Thukul

Page 69: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

59

membuat suatu imaji pendengaran berupa suara mesin pabrik yang

menggelegar dalam benak Suti seorang buruh perempuan yang tengah

sakit keras. Imaji suara mesin pabrik yang menggelegar itu merupakan

suatu lambang dari pekerjaan buruh yang begitu berat dan keras yang

seolah-olah terus menghantui para buruh, bahkan terus terbayang oleh

buruh ketika ia sedang sakit.

Sementara itu, dalam puisi “Nonton Harga”, digambarkan oleh

Thukul kehidupan buruh yang sulit bertempat tinggal di rumah kontrakan

“tidur berjejer seperti ikan tangkapan”.

“ayo kita pulang

ke rumah kontrakan

tidur berderet-deret

seperti ikan tangkapan

siap dijual di pelelangan”

(“Nonton Harga”)

Kehidupan sulit yang dialami oleh buruh ini begitu kontras dengan

kehidupan orang-orang kelas menengah ke atas yang cenderung hidup

konsumtif. Kesenjangan sosial yang kontras ini secara cermat dan singkat

mampu digambarkan oleh Thukul melalui puisinya, “Seorang Buruh

Masuk Toko”.

“aku melihat harga-harga kebutuhan

di etalase

aku melihat bayanganku

makin letih dan terus diisap”

(“Seorang Buruh Masuk Toko”)

Sementara itu, pada puisi lain yang berjudul “Bukan Kata Baru”,

Thukul menggambarkan pemogokan buruh yang kemudian diikuti oleh

datangnya aparat sebatalion.

“buruh mogok dia telpon kodim, pangdam

Datang senjata sebatalion”

(“Bukan Kata Baru”)

Penggunaan imaji visual ini merupakan suatu gambaran aksi mogok kerja

yang dilakukan oleh buruh seringkali diikuti oleh datangnya aparat.

Page 70: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

60

Peristiwa ini seringkali menyebabkan terjadinya bentrokan antara buruh

dengan aparat yang seringkali diawali oleh tindak kekerasan yang

dilakukan oleh aparat terlebih dahulu untuk memaksa buruh untuk kembali

bekerja.

Secara keseluruhan dari 21 puisi Wiji Thukul yang berbicara

tentang buruh dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput imaji yang

paling dominan adalah imaji visual. Meskipun begitu, adakalanya Thukul

menggunakan imaji-imaji lain untuk menggambarkan potret buruh dalam

puisi-puisinya. Misalnya, dalam puisi “Nonton Harga”, untuk

menggambarkan keadaan buruh yang hanya bisa menikmati bau buah-

buahan tanpa bisa membelinya Thukul menggunakan imaji penciuman

yang mebuat seolah-olah pembaca secara langsung mencium wangi dari

buah-buahan tersebut.

“kalau pengin durian

apel, pisang, rambutan, anggur,

ayo

kita bisa mencium baunya.”

(“Nonton Harga”)

Dalam puisi “Seorang Buruh Masuk Toko”, Thukul menggunakan

imaji taktil (sentuhan) untuk menggambarkan rasa minder yang dirasakan

oleh seorang buruh yang masuk toko.

“bulu tubuhku berdiri merasakan desir

kipas angin

yang berputar-putar halus lembut.”

(“Seorang Buruh Masuk Toko”)

Pada puisi Suti, Thukul memanfaatkan imaji auditif (pendengaran)

untuk menggambarkan kondisi seorang buruh bernama Suti yang sakit

tengah terbatuk-batuk dan dahak batukunya mengeluarkan darah.

“suti tidak ke rumah sakit

batuknya memburu

dahaknya berdarah”

(“Suti”)

Page 71: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

61

Penggambaran Wiji Thukul melalui imaji auditif ini menggambarkan

bagaimana kesehatan dan keselamatan buruh tidak mendapatkan perhatian

dari pihak perusahaan yang sudah memperkerjakannya secara berat dan

keras. Hal ini membuat buruh yang sakit tidak dapat berobat ke rumah

sakit, sebab tidak memunyai uang.

c) Kata Konkret

Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus

diperkonkret atau diperjelas. Dengan kata lain, kata-kata itu dapat

menyaran kepada arti yang menyeluruh. Jika penyair mahir

memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah dapat melihat,

mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Sebab itu,

kemahiran dalam memperkonkret kata-kata menjadi salah satu hal yang

harus dikuasai oleh seorang penyair.

Wiji Thukul adalah salah seorang penyair yang mampu

memperkonkret kata-kata dalam puisinya dengan baik. Pernyataan ini bisa

dibuktikan dengan meneliti bagaimana cara Wiji Thukul dalam

memperkonkret kata-kata dalam puisinya untuk menggambarkan potret

buruh Indonesia secara luas sekaligus jelas. Dalam puisi “Kuburan

Purwoloyo” misalnya, dengan luas dan jelas Thukul menggambarkan

kehidupan buruh yang sulit, banyak hutang, tenaganya terhisap oleh beban

pekerjaan yang berat.

“di tanah ini terkubur orang-orang yang

sepanjang hidupnya memburuh

terisap dan menanggung hutang”

(“Kuburan Purwoloyo”)

Larik-larik tersebut digunakan oleh Thukul untuk memperkonkret sebuah

gambaran kehidupan buruh yang sulit “sepanjang hidupnya memburuh,

terisap, dan menanggung hutang”. Thukul mengkonkretkan berat dan

kerasnya pekerjaan para buruh yang menyebabkan mereka seolah-olah

diperas tenaganya oleh perusahaan tempat mereka bekerja cukup dengan

kata “terisap”. Kesulitan hidup para buruh ditambah lagi dengan beban

Page 72: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

62

hutang yang disebabkan oleh upah mereka sebagai buruh yang tidak

sepadan dengan kebutuhan hidup yang bermacam.

Potret buruh yang bekerja begitu berat, keras, dan diperas

tenaganya oleh pihak perusahaan juga terdapat dalam puisi “Suti”. Dalam

puisi ini, bahkan, Thukul menggambarkan secara lebih detil potret buruh

perempuan yang tengah menderita sakit parah akibat beban pekerjaan yang

berat.

“suti meraba wajahnya sendiri

tubuhnya makin susut saja

makin kurus menonjol tulang pipinya

loyo tenaganya

bertahun-tahun diisap kerja

(“Suti”)

Lagi-lagi, Thukul menggunakan kata “diisap” untuk mengkonkretkan

gambaran buruh yang tenaganya diperas oleh pekerjaan yang berat. Dalam

potongan puisi Suti tersebut, pembaca seolah-olah dapat melihat dan

merasakan secara langsung apa yang dialami oleh Suti, tokoh dalam puisi

tersebut. Pembaca seolah-olah dapat melihat bagaimana tubuh Suti yang

kurus akibat sakit yang dialaminya, lemah tubuhnya akibat beban

pekerjaan yang begitu berat. Hal ini dapat terjadi oleh sebab kemahiran

Wiji Thukul dalam memperkonkret kata-kata dalam puisinya. Thukul

mampu memperkonkret sebuah potret buruh yang tengah sakit akibat

beban pekerjaan yang berat cukup dengan “tubuhnya makin susut saja,

makin kurus menonjol tulang pipinya, loyo tenaganya bertahun-tahun

diisap kerja”.

Begitu beratnya beban pekerjaan para buruh ternyata tidak

diimbangi oleh upah yang diterima oleh para buruh. Hal ini dijelaskan oleh

Thukul dalam puisinya, “Teka-teki yang Ganjil”.

“Mengapa sedemikian susahnya buruh membeli sekaleng cat

padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Page 73: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

63

Melalui potongan puisi tersebut, dapat dilihat bagaimana Thukul mampu

mengkonkretkan gambaran ketidaksepadanan beban pekerjaan buruh yang

berat dengan upah mereka yang rendah cukup dengan dua larik puisi

berbunyi “mengapa sedemikian susahnya buruh membeli sekaleng cat //

padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam”. Potret

ketidaksepadanan antara beban pekerjaan para buruh yang berat dengan

upah mereka yang rendah juga gambaran oleh Thukul dalam puisi “Sajak

kepada Bung Dadi”.

“buruh-buruh berangkat pagi pulang sore

dengan gaji yang tak pantas”

(“Sajak kepada Bung Dadi”)

Thukul mengkonkretkan sebuah potret ketidaksepadanan beban pekerjaan

buruh yang berat dengan upah mereka yang rendah dengan sebuah

perbandingan para buruh yang sudah bekerja sejak pagi hingga sore,

namun mereka mendapatkan gaji yang tak pantas.

Rendahnya upah yang diterima oleh para buruh rupanya juga tidak

sesuai dengan beban kebutuhan hidup mereka yang semakin meningkat.

Thukul mengkonkretkan potret buruh ini dalam puisinya, “Teka-teki yang

Ganjil”.

“dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah

menjadi odol-sampo-sewa rumah

dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Thukul mengkonkretkan potret ketidaksepadanan antara upah para buruh

yang rendah dengan tingginya kebutuhan hidup mereka dengan gambaran

“upah yang dalam waktu singkat berubah menjadi kebutuhan hidup sehari-

hari seperti odol, sampo, sewa rumah, dan bon-bon di warung yang harus

mereka lunasi.

Dalam puisinya-puisinya yang berbicara tentang buruh, Thukul

tidak hanya menampilkan potret buruh dari sisi yang lemah, tetapi juga

dari sisi tekad buruh untuk memperjuangkan nasibnya. Misalnya, dalam

Page 74: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

64

puisi “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI”, Thukul

menampilkan potret buruh yang bertekad untuk menentukan masa depan

mereka sendiri.

“hari depan buruh di tangan kami sendiri

bukan di mulut politikus

bukan di meja SPSI

(“Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI”)

Wiji Thukul mengkonkretkan sebuah tekad buruh untuk memperjuangkan

nasib mereka sendiri dengan tiga larik puisi tersebut. Lebih jauh, Thukul

juga menyindir dengan seolah-seolah mengungkapkan bahwa para buruh

tidak butuh para politikus untuk memperbaiki nasib.

Potret tekad buruh untuk memperjuangkan nasib mereka sendiri ini

juga ditampilkan Thukul dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”. Pada

puisi ini, Thukul mengkonkretkan semangat dan tekad para buruh untuk

bersatu memperjuang nasib mereka secara bersama-sama hanya dengan

ungkapan “satu mimpi satu barisan”. Bahkan, dengan nada yang lebih

tegas, Thukul mengkonkretkan semangat dan tekad para buruh yang

seolah-olah mengancam pihak perusahaan yang sering bertindak

sewenang-wenang dalam memperkerjakan mereka dalam sebuah bait

dalam puisi “Makin Terang Bagi Kami”.

“kami satu: buruh

Kami punya tenaga

Jika kami satu hati

Kami tahun mesin berhenti

Sebab kami adalah nyawa

Yang menggerakkannya”

(“Makin Terang Bagi Kami”)

Berdasarkan penjabaran mengenai bagaimana seorang Wiji Thukul

menggunakan kata konkret untuk mengkonkretkan kata-kata sekaligus

untuk menggambarkan potret buruh Indonesia dalam puisi-puisinya

tersebut, peneliti berpendapat bahwa Wiji Thukul adalah salah seorang

penyair yang mampu menggunakan kata konkret secara baik.

Page 75: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

65

d) Diksi

Diksi yang digunakan oleh Wiji Thukul dalam puisi-puisinya yang

berbicara tentang buruh cenderung merupakan bahasa sehari-hari yang

sederhana. Penggunaan diksi yang sederhana itulah yang menjadi

kekuatan puisi-puisi Thukul. Dengan bahasa yang sederhana, puisi-puisi

Thukul akan lebih mudah dipahami oleh setiap orang, termasuk orang

yang awam tentang puisi.

Selain itu, yang merupakan salah satu ciri khas dalam puisi-puisi

Thukul adalah penggunaan diksi bahasa Jawa seperti mbok, mbordir,

mingkup, dan mbayar. Hal ini dapat peneliti pahami karena Thukul berasal

dari suku Jawa, maka merupakan suatu yang wajar apabila ia

menggunakan diksi bahasa Jawa dalam puisi-puisinya. Thukul juga sering

menggunakan istilah-istilah dunia buruh dalam puisinya seperti upah,

mogok, pecat, mandor, pabrik, kapitalis, dan tekstil. Diksi-diksi yang

akrab dalam dunia buruh ini sangat memungkinkan digunakan oleh

Thukul dalam puisi-puisinya, sebab ia merupakan seorang aktivis yang

memperjuangkan buruh dan ia sendiri juga pernah menjadi buruh.

Diksi-diksi puisi Wiji Thukul yang merupakan bahasa percakapan

sehari-hari yang sederhana bisa dilihat pada salah satu puisinya, “Bukan di

Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI”.

“...

pas tepat di kepala kami bokong-bokomg

kiri-kanan telapak kaki, tas, sandal, sepatu

tak apa di pertemuan ketemu lagi kawan.

...

sepanjang jalan hujan kami jongkok di tempat duduk

nempel jendela

...”

(“Bukan di Mulut Politikus, Bukan di Meja SPSI”)

Dalam potongan puisi tersebut, dapat dilihat bagaimana Thukul

menggunakan kosakata percakapan sehari-hari dalam puisinya seperti

Page 76: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

66

ketemu, jongkok, dan nempel. Kata ketemu sebenarnya bukan merupakan

bahasa baku, melainkan bahasa percakapan yang tidak baku, kosakata

dalam bahasa baku yang tepat adalah bertemu. Begitu pula dalam hal

penggunaan kosakata nempel. Kata nempel adalah bahasa yang tidak baku,

sebab merupakan sebuah penyimpangan morfologis, yang benar

seharusnya menempel. Wiji Thukul menghilangkan imbuhan me- pada

kata menempel. Kata nempel merupakan bahasa percakapan yang sering

digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Thukul menggunakan diksi-diksi

seperti ketemu dan nempel tersebut untuk membuat puisi yang berkesan

mudah dipahami oleh siapa pun termasuk orang yang awam tentang puisi

sekalipun.

Dalam 22 puisi Thukul yang berbicara tentang buruh, peneliti

menemukan suatu hal yang menarik, yakni penggunaan diksi yang berasal

dari kata dasar isap yang sering Thukul gunakan dalam puisinya. Dari 22

puisi Wiji Thukul yang berbicara tentang buruh, terdapat enam puisi yang

menggunakan kata yang berasal dari kata dasar isap, di antaranya terisap

(“Kuburan Purwoloyo”), mengisap (“Teka-teki yang Ganjil”, “Lingkungan

Kita Si Mulut Besar”), dan diisap (“Suti”, “Bukan Kata Baru”, “Seorang

Buruh Masuk Toko”). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata isap

berarti tarik sampai masuk, hirup, sedot.168

Berdasarkan hal itu, peneliti

berpendapat bahwa Thukul mengibaratkan buruh Indonesia pada masa

Orde Baru seperti makhluk yang senantiasa disedot atau diisap daya

kekuatannya dengan cara dipekerjakan secara berat. Dalam puisi

“Kuburuan Purwoloyo” misalnya, Thukul menggambarkan kuburan yang

di dalamnya terdapat para buruh yang semasa hidupnya terisap dan

menanggung hutang.

“di tanah ini terkubur orang-orang yang

sepanjang hidupnya memburuh

terisap dan menanggung utang”

(“Kuburan Purwoloyo”)

168

Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.548

Page 77: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

67

Kemudian, di puisi “Suti”, Thukul menggunakan kata diisap untuk

menerangkan seorang buruh bernama Suti yang tengah sakit parah akibat

beban pekerjaannya sebagai buruh yang berat.

“suti meraba wajahnya sendiri

tubuhnya makin susut saja

makin kurus menonjol tulang pipinya

loyo tenaganya

bertahun-tahun diisap kerja”

(“Suti”)

Begitu pula dalam puisi “Teka-teki yang Ganjil”, Thukul menggunakan

kata mengisap untuk mengungkapkan suatu pertanyaan dalam benak para

buruh perihal “kekuatan” apakah yang telah mengisap tenaga dan hasil

kerja mereka.

“kami selalu heran dan bertanya-tanya

kekuatan macam apakah yang telah mengisap

tenaga dan hasil kerja kami?”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Dari ketiga potongan puisi tersebut dapat dilihat bagaimana Thukul

mengibaratkan buruh sebagai suatu makhluk yang terus-menerus diisap

daya kekuatannya.

Kemudian yang menjadi pertanyaan, siapakah pihak yang

mengisap daya kekuatan para buruh seperti yang dipertanyakan Thukul

dalam puisi “Teka-teki yang Ganjil”? Untuk menjawab pertanyaan itu,

peneliti melihat pada puisi Thukul lainnya yang berjudul “Terus Terang

Saja”. Dalam puisi tersebut, Thukul mengibaratkan para buruh seperti

jugun ianfu (para perempuan Indonesia yang dipaksa untuk menjadi

perempuan penghibur bagi tentara Jepang pada masa penjajahan Jepang).

“apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka?

ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa

perusahaan multinasional,

yang menuntut kenaikan upah

ditangkap

dan dijebloskan

ke dalam penjara?”

Page 78: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

68

(Terus Terang Saja)

Dalam puisi tersebut, Thukul menggunakan diksi yang berasal dari bahasa

Jepang atau lebih tepatnya istilah yang lahir pada zaman penjajahan

Jepang, yakni jugun ianfu untuk mengibaratkan buruh pada masa Orde

Baru. Berdasarkan potongan puisi tersebut pula, peneliti berpendapat

bahwa pihak yang dimaksud Thukul telah mengisap daya kekuatan para

buruh adalah perusahaan multinasional yang seringkali bertindak

sewenang-wenang terhadap buruh dengan memperkerjakannya secara

berat, namun tidak sepadan dengan upah buruh yang rendah. Bagi para

buruh yang berani menuntut kenaikan upah, maka mereka harus siap

ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Wiji Thukul dalam puisi-puisinya yang berbicara tentang buruh

juga sering menggunakan diksi-diksi yang bernada perlawanan, misalnya

seperti yang terdapat dalam puisinya yang berjudul “Bukan Kata Baru”.

“kau-aku buruh, mereka kapitalis

sama-sama hidup

bertarung

ya, bertarung”

(“Bukan Kata Baru”)

Thukul dengan tegas menyatakan diri dan kawan-kawannya sebagai buruh

yang seolah-olah memang ditakdirkan untuk bertarung dengan kapitalis.

Penggunaan kata bertarung ini menunjukkan tekad buruh yang siap

bertarung untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai buruh yang

seringkali diabaikan oleh kapitalis. Penggunaan kata kapitalis yang

digambarkan sebagai “musuh” buruh ini sendiri merupakan suatu bentuk

potret zaman sekarang yang memang cenderung bersifat kapitalisme, yang

memiliki modal yang menang.

Sementara itu, dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”, Thukul

menggunakan diksi yang bernada perlawanan kepada pihak aparat yang

seringkali dimintai bantuan oleh pihak perusahaan untuk ikut dalam usaha

meredam perlawanan para buruh.

Page 79: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

69

“di mana-mana ada eman

Tak bisa dibungkam kodim

Tak bisa dibungkam popor senanpan

Satu mimpi

Satu barisan”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Dalam puisi tersebut, Thukul menggunakan diksi yang bernada

perlawanan, tak bisa dibungkam kodim, tak bisa dibungkam popor

senapan, yang kemudian diikuti dengan diksi-diksi yang menyatakan

tekad untuk bersatu memperjuangkan hak mereka sebagai buruh, satu

mimpi, satu barisan. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa Thukul

juga seringkali menggunakan diksi-diksi yang bernada perlawanan di

samping diksi-diksi yang merupakan istilah dalam dunia buruh, kosakata

bahasa Jawa, dan bahasa percakapan sehari-hari dalam puisi-puisinya.

e) Bahasa Figuratif (Majas)

Beberapa majas yang sering digunakan oleh Thukul dalam puisi-

puisinya tentang buruh adalah majas simile, metafor, simbolik,

personifikasi, dan sarkasme. Majas simile sering digunakan oleh Thukul

untuk menggambarkan potret buruh dengan cara membandingkannya

dengan suatu hal lain. Misalnya, dalam puisi “Leuwigajah” Thukul

membandingkan buruh-buruh muda seperti buah yang terus-menerus

disedot vitaminnya.

“tubuh-tubuh muda

terus mengalir ke Leuwigajah

seperti buah-buah disedot vitaminnya”

(“Leuwigajah”)

Sementara itu, dalam puisi “Nonton Harga”, Thukul menggambarkan

potret buruh Indonesia yang tinggal di rumah-rumah kontrakan yang

sempit dengan menggunakan majas simile seperti berikut ini.

“tidur berderet-deret

seperti ikan tangkapan

siap dijual di pelelangan”

(“Nonton Harga”)

Page 80: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

70

Wiji Thukul juga seringkali menggunakan majas personifikasi

untuk menggambarkan potret buruh Indonesia dalam puisi-puisinya.

Dalam puisi yang berjudul “Suti”, Thukul menggambarkan potret

kehidupan buruh Indonesia yang sulit dengan menggunakan majas

personifikasi.

“hidup pas-pasan

gaji kurang

dicekik kebutuhan”

(“Suti”)

Dalam puisi tersebut, Thukul mempersonifikasikan kebutuhan hidup yang

seolah-olah mencekik para buruh yang berupah rendah. Potret buruh yang

tercekik oleh kebutuhan hidup ini menggambarkan betapa sulitnya

kehidupan buruh akibat upah yang rendah, yang tidak sepadan dengan

beratnya beban pekerjaan yang mereka tanggung. Beban pekerjaan yang

berat ini seringkali membuat para buruh merasa keletihan dan jatuh sakit.

Ironisnya, para buruh tidak memiliki banyak uang untuk berobat ke rumah

sakit untuk menyembuhkan penyakitnya. Potret buruh yang tengah sakit

namun tidak memiliki cukup uang ini juga terdapat dalam puisi Thukul

yang berjudul “Suti”. Dengan menggunakan majas personifikasi, Thukul

menggambarkan seorang buruh bernama Suti yang sakit-sakitan tidak

mampu ke rumah sakit sebab tak ada biaya.

“suti tidak ke rumah sakit

batuknya memburu

dahaknya berdarah

tak ada biaya”

(“Suti”)

Wiji Thukul dalam puisi tersebut, mempersonifikasikan batuk yang

seolah-olah terus memburu Suti yang tengah sakit.

Ada kalanya, Thukul menggambarkan potret buruh Indonesia

dengan cara melebih-lebihkan gambaran buruh Indonesia tersebut dengan

menggunakan hiperbola. Masih dalam puisi “Suti”, Thukul

menggambarkan potret Suti yang sakit dengan menggunakan hiperbola.

Page 81: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

71

“suti kusut masai

...

Suti meraba wajahnya sendiri

Tubuhnya makin susut saja”

(“Suti”)

Dalam puisi tersebut, Thukul menggambarkan kondisi Suti yang sakit

dengan cara melebih-lebihkan penggambarannya, “kusut masai, tubuhnya

makin susut saja”. Cara yang sama juga digunakan oleh Thukul dalam

menggambarkan potret para buruh perempuan di sebuah desa yang pulang

kelelahan setelah bekerja.

“lalu gadis-gadis umur belasan

keluar kampung menuju pabrik

pulang petang

bermata kusut keletihan”

(“Kampung”)

Thukul menggunakan hiperbola dalam menggambarkan para buruh

perempuan yang keletihan sehabis bekerja dengan menyebutkan para

buruh perempuan yang “bermata kusut keletihan”.

Thukul juga seringkali menggunakan metafora dalam puisi-

puisinya. Dalam puisi “Catatan Malam”, Thukul menggunakan metafora

dalam menggambarkan pikiran seorang penyair miskin yang tengah

merenungi nasib dan kisah cintanya dengan seorang kekasih yang seorang

buruh berupah rendah.

“kukibaskan pikiran tadi dalam gelap makin pekat

aku ini penyair miskin

tetapi kekasihku cinta”

(“Catatan Malam”)

Dalam puisi tersebut, Thukul membandingkan pikiran tokoh Aku lirik

dengan sayap yang bisa dikibaskan.

Selain itu, Thukul juga seringkali menggunakan simbolik dalam

puisi-puisinya. Sebagai contoh, dalam puisi “Lingkungan Kita Si Mulut

Besar”, Thukul menggunakan sebutan Si Mulut Besar dan Raksasa yang

Membisu sebagai simbol dari penguasa.

Page 82: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

72

“lingkungan kita si mulut besar

raksasa yang membisu

yang anak-anaknya terus dirampok

dan dihibur film-film kartun Amerika”

(Lingkungan Kita Si Mulut Besar)

Thukul menyimbolkan pabrik sebagai lingkungan (dunia) buruh dengan

“Si Mulut Besar” yang kerap memberikan janji kepada buruh yang

ternyata tidak dipenuhi.

Kemudian, dalam puisi “Leuwigajah” dan “Leuwigajah Masih

Haus”, Thukul menjadikan “Leuwigajah” sebagai simbol dari kapitalisme

yang terus-menerus menggerus kehidupan para buruh dengan cara

mempekerjakan mereka secara berat namun dengan upah yang rendah.

“tubuh-tubuh muda

terus mengalir ke Leuwigajah

seperti buah-buah disedot vitaminnya

mesin-mesin terus menggilas

memerah tenaga murah

...

Leuwigajah terus minta darah tenaga muda

Leuwigajah makin panas

berputar dan terus menguras

tenaga-tenaga murah”

(“Leuwigajah”)

Leuwigajah sebenarnya merupakan sebuah daerah industri di Jawa Barat,

namun Wiji Thukul dalam puisinya menggunakan Leuwigajah sebagai

simbol yang mencerminkan bagaimana kapitalisme menggerus kehidupan

para buruh dengan cara mempekerjakan mereka secara berat, memberikan

upah yang rendah, “mengisap” daya kekuatan buruh secara terus-menerus.

Wiji Thukul seringkali juga menggunakan majas sarkasme yang

tergolong kasar.

“dia belum hilang kapitalis

dia terus makan

tetes ya tetes-tetes keringat kita

dia terus makan

Page 83: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

73

(“Bukan Kata Baru”)

Secara kasar, Thukul mengungkapkan bahwa para kapitalis akan terus

memakan tetes-tetes keringat mereka para buruh. Penggunaan majas

sarkasme yang digunakan oleh Thukul ini adalah suatu bentuk perlawanan

kepada kapitalis, yakni pihak perusahaan yang sering mengabaikan hak

para buruh dan bertindak sewenang-wenang.

Penggunaan majas sarkasme juga ditemukan dalam puisi Thukul

lainnya, “Lingkungan Kita Si Mulut Besar”.

“lingkungan kita si mulut besar

di huni lintah-lintah

yang kenyang mengisap darah keringat tetangga dan anjing-anjing yang taat beribadah

menyingkiri para penganggur

yang mabuk minuman murahan

...

lingkungan kita si mulut besar

sakit perut dan terus berak

mencret oli dan logam

busa dan plastik”

(“Lingkungan Kita si mulut Besar”)

Dalam puisi tersebut, Thukul menggunakan kata-kata yang tergolong kasar

seperti “lintah-lintah yang kenyang mengisap darah keringat tetangga”,

“anjing-anjing yang taat beribadah”, dan “lingkungan kita si mulut besar

sakit perut dan terus berak, mencret oli, dan logam, busa dan plastik”

untuk menggambarkan lingkungan pabrik sebagai dunia buruh. “Lintah-

lintah yang kenyang mengisap darah keringat tetangga” merepresentasikan

kehidupan antarburuh yang kerap saling “mengisap”. Dalam dunia buruh,

tindakan saling mengisap ini dapat direpresentasikan dengan tindakan

sebagian buruh yang kerap menjelek-jelekkan kawan buruh lainnya di

hadapan pimpinan (mandor atau pun bos) dengan harapan melalui cara itu

ia terlihat lebih baik dalam hal bekerja. Sementara itu, “Lingkungan kita si

mulut besar yang sakit perut dan terus berak mencret oli, logam, busa, dan

Page 84: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

74

plastik” ini mengambarkan sisi lain pabrik yang kerap menebarkan polusi

dan limbah yang merusak lingkungan.

f) Versifikasi

Semua puisi-puisi Wiji Thukul yang berbicara tentang buruh

adalah puisi bebas yang pengaturan rimanya tidak begitu ketat. Maka dari

itu, dari 22 puisi Thukul yang berbicara tentang buruh, tidak ada yang

menggunakan aturan rima yang ketat seperti a-a-a-a, a-b-a-b atau a-a-b-b.

Akan tetapi, dalam beberapa puisinya, untuk membuat puisinya berirama,

Thukul seringkali menggunakan pengulangan kata atau larik. Misalnya

dalam puisi “Suti”, Thukul selalu mengawali tiap baitnya sengan kata

“Suti”.

“suti tidak pergi kerja (bait pertama)

suti kusut masai (bait kedua)

suti meraba wajahnya sendiri (bait ketiga)

suti batuk-batuk lagi (bait keempat)

suti meludah (bait kelima)

suti memejamkan mata (bait keenam)

suti meludah (bait ketujuh)

suti merenungi resep dokter (bait kedelapan)”

(“Suti”)

Cara yang sama juga Thukul gunakan dalam puisi “Ayolah Warsini”. Pada

puisi yang terdiri dari tiga bait ini, Thukul selalu mengawali bait puisinya

dengan larik yang mengandung kata “warsini”. “Warsini, Warsini” (bait

pertama, “Ayolah, Warsini” (bait kedua dan ketiga).

Begitu pula dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”, kecuali pada

bait terakhir, Thukul selalu mengawali tiap baitnya denga kata depan di

yang diikuti oleh nama daerah di Jawa Barat “di Lembang” (bait pertama),

“di Ciroyom” (bait kedua), “di Cimahi” (bait ketiga), “di Cigugur” (bait

keempat), “di Majalaya” (bait kelima), sementara di bait keenam Thukul

mengawalinya dengan kata “di mana-mana”.

Sementara itu, dalam puisi “Makin Terang Bagi Kami”, Thukul

mengawali bait pertama, ketiga, keempat, dan keenam selalu dengan larik

“tempat pertemuan kami sempit”. Sedangkan pada bait kedua, kelima, dan

Page 85: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

75

ketujuh, dalam dua larik paling awal, Thukul selalu menggunakan dua larik

berbunyi “kami satu: buruh // kami punya tenaga”. Semua pengulangan

kata atau larik yang dilakukan oleh Thukul dalam mengawali setiap bait

puisinya merupakan suatu usaha Thukul untuk membuat puisinya memiliki

rima dan irama sehingga terasa enak ketika dibaca maupun dideklamasikan.

2. Struktur Batin Puisi

a) Tema

Seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya, dalam kumpulan

puisi Nyanyian Akar Rumput ini terdapat 22 puisi yang membahas tentang

potret buruh Indonesia. 22 puisi tersebut kemudian diklasifikasikan lagi

menjadi dua kelompok, yaitu kelompok puisi yang membahas buruh

secara dominan dan kelompok puisi yang membahas buruh secara samar.

Berdasarkan proses klasifikasi, ditemukan sebanyak 10 puisi yang

membicarakan buruh secara samar dan 12 puisi yang membahas tentang

buruh secara dominan.

Kelompok puisi yang membahas potret buruh Indonesia secara

dominan adalah puisi yang temanya adalah potret buruh Indonesia yang

memang potret buruh Indonesia dijelaskan secara dominan dalam puisi

tersebut. Sementara itu, kelompok puisi yang membahas potret buruh

Indonesia secara samar adalah puisi-puisi yang bukan memiliki tema

tentang buruh Indonesia, namun dalam puisi-puisi tersebut terdapat potret

buruh Indonesia yang tergambarkan secara samar di balik tema puisi

tersebut. Agar lebih jelas, peneliti membuat tabel tema puisi Wiji Thukul

tentang buruh berikut ini.

Tabel Tema Puisi Wiji Thukul tentang Buruh

No Judul Puisi Kelompok

Puisi

Tema

1 “Catatan Malam” samar Seorang penyair miskin yang

merenungkan nasib dan kisah

Page 86: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

76

cintanya dengan kekasihnya

yang seorang buruh berupah

rendah

2 “Sajak kepada Bung

Dadi”

samar Nasihat kepada seorang

bernama Bung Dadi bahwa

kampung yang di dalamnya

terdapat banyak peristiwa

tentang kehidupan rakyat

kecil yang sulit adalah tanah

airnya juga

3 “Lingkungan Kita Si

Mulut Besar”

samar Kritik sosial kepada

penguasa

4 “Kuburan Purwoloyo” samar Kritik sosial tentang

kehidupan rakyat kecil yang

menderita

5 ”Lumut” samar Kehidupan orang yang dalam

hidupnya bertempat tinggal

berpindah-pindah dari satu

kontrakan ke kontrakan

lainnya

6 „Suti” dominan Seorang buruh yang sakit,

namun tidak bisa berobat ke

rumah sakit karena tak punya

biaya

7 “Kampung” samar Keadaan sebuah kampung

dengan segala peristiwa yang

dialami oleh penduduknya

8 “Jangan Lupa,

Kekasihku”

samar Seorang yang menasihati

kekasihnya yang seorang

buruh utuk tidak melupakan

Page 87: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

77

lingkungan dan orang-orang

di sekitarnya

9 “Ayolah, Warsini” dominan Para buruh yang menunggu

kawannya, seorang buruh

bernama Warsini yang belum

pulang kerja

10 “Teka-teki yang

Ganjil”

dominan Para buruh yang berkumpul

saling bercerita tentang

kehidupan mereka yang sulit

11 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

dominan Berbagai tindakan sewenang-

wenang terhadap para buruh

yang membuat mereka

bertekad untuk melakukan

perlawanan

12 “Nonton Harga” dominan Kehidupan buruh yang sulit

13 “Terus Terang Saja” samar Protes sosial tentang

kemerdekaan yang semu

14 “Harimau” samar Tindak represif yang

dilakukan oleh penguasa

15 “Leuwigajah” dominan Kapitalisme yang terus-

menerus menghisap daya

kekuatan buruh

16 “Leuwigajah Masih

Haus”

dominan Kapitalisme yang terus-

menerus menghisap daya

kekuatan buruh

17 “Makin Terang Bagi

Kami”

dominan Buruh bertekad untuk bersatu

memperjuangkan hak-hak

mereka

18 “Bukan Kata Baru” dominan Perlawanan buruh terhadap

kapitalis

Page 88: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

78

19 “Seorang Buruh

Masuk Toko”

dominan Kesenjangan sosial

20 “Bukan di Mulut

Politikus, Bukan di

Meja SPSI”

dominan Perjuangan dan tekad buruh

untuk memperbaiki hidup

mereka

21 “Edan” dominan Tindak sewenang-wenang

yang dilakukan pihak

perusahaan kepada buruh

22 “Gunung Batu” samar Keadaan masyarakat gunung

batu yang hidup dengan

keperihatinan

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 12 puisi yang

tergolong puisi yang membahas tentang buruh secara dominan, yakni

“Suti”, “Nonton Harga”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki yang Ganjil”,

“Satu Mimpi Satu Barisan”, “Leuwigajah”, “Leuwigajah Masih Haus”,

“Bukan Kata Baru”, “Makin Terang Bagi Kami”, “Seorang Buruh Masuk

Toko”, “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI”, dan “Edan”.

Sementara, terdapat 10 puisi yang membahas buruh secara samar, yakni

“Catatan Malam”, “Sajak kepada Bung Dadi”, “Lingkungan Kita si Mulut

Besar”, “Kuburan Purwoloyo”, “Lumut”, “Gunung Batu”, “Kampung”,

“Harimau”, “Jangan Lupa Kekasihku”, dan “Terus Terang Saja”.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh peneliti sebelumnya, 12 puisi

yang membahas buruh Indonesia secara dominan adalah puisi yang

memiliki tema tentang buruh yang secara dominan membahas tentang

buruh. Sementara, 10 puisi yang mambahas buruh secara samar adalah

puisi yang memiliki tema bukan tentang buruh, akan tetapi di dalamnya

terdapat potret buruh Indonesia. Misalnya, puisi Thukul yang berjudul

“Lingkungan Kita Si Mulut Besar” memiliki tema tentang kritik sosial

kepada penguasa, namun di dalamnya terdapat potret buruh Indonesia.

“lingkungan kita si mulut besar

Page 89: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

79

raksasa yang membisu

yang anak-anaknya terus dirampok

dan dihibur film-film kartun amerika

perempuannya disetor

ke mesin-mesin industri

yang membayar murah”

(“Lingkungan Kita Si Mulut Besar”)

Dalam puisi tersebut, terdapat potret buruh perempuan yang dibayar

dengan upah yang rendah.

Begitu pula dalam puisi “Terus Terang Saja”, walaupun bukan

memiliki tema tentang buruh, yakni tentang protes sosial akan

kemerdekaan yang semu, tetapi terdapat potret tentang buruh Indonesia di

dalamnya.

“apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka

ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-hentinya diperkosa

perusahaan multinasional

yang menuntut kenaikan upah

ditangkap

dan dijebloskan

ke dalam penjara?”

(“Terus Terang Saja”)

Dalam puisi tersebut, Wiji Thukul mengibaratkan buruh seperti jugun

ianfu yang tak henti-hentinya diperkosa oleh perusahaan multinasional.

Thukul juga menggambarkan bahwa bagi buruh yang menuntut kenaikan

upah, maka mereka harus siap untuk ditangkap dan dijebloskan ke dalam

penjara.

b) Feeling (Perasaan)

Feeling atau perasaan yang terdapat dalam 22 puisi Wiji Thukul

tentang buruh berbeda-beda. Misalnya, dalam puisi “Suti”, Thukul

menyampaikan perasaan yang sedih tentang seorang buruh bernama Suti

yang tengah sakit, namun tidak mampu berobat karena tidak memiliki

biaya.

“suti meraba wajahnya sendiri

tubuhnya makin susut saja

makin kurus menonjol tulang pipinya

Page 90: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

80

loyo tenaganya

bertahun-tahun diisap kerja”

(“Suti”)

Sementara itu, dalam puisi “Lingkungan Kita Si Mulut Besar”,

Thukul menyampaiakan perasaan yang geram dan marah terhadap

penguasa. Begitu pula dalam puisi “Bukan Kata Baru”, dengan perasaan

yang geram dan penuh amarah, Thukul menyatakan perlawanan para

buruh terhadap kaum kapitalis.

“kau-aku buruh, mereka kapitalis

sama-sama hidup

bertarung

ya, bertarung.

(“Bukan Kata Baru”)

Dalam beberapa puisinya, Thukul juga menyampaikan perasaan

yang penuh tekad dan semangat ketika menggambarkan para buruh yang

bertekad untuk memperjuangkan nasib dan hak mereka seperti yang ada

dalam puisi “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI”.

“hari depan buruh di tangan kami sendiri

Bukan di mulut politikus

Bukan di mejas spsi”

(“Bukan di Mulut Politikus, Bukan di Meja SPSI”)

Dapat dikatakan bahwa dalam setiap puisinya yang membahas

tentang buruh, Thukul menyampaikan dengan perasaan yang berbeda-

beda. Ada kalanya Thukul menyampaikan dengan perasaan yang sedih,

namun ada kalanya ia menyampaikan dengan perasaan yang penuh

kemarahan atau tekad yang kuat untuk memperjuangkan nasib.

c) Nada dan Suasana

Nada yang digunakan oleh Thukul dalam 22 puisinya yang

membahas tentang buruh berbeda-beda. Dalam puisi “Jangan Lupa,

Kekasihku”, Thukul menggunakan nada menasihati.

Page 91: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

81

“jangan lupa, kekasihku

pada siapa pun yang bertanya

Sebutkan namamu

jangan malu

itu namamu, kekasihku”

(“Jangan Lupa, Kekasihku”)

Dalam puisi ini, Thukul menggunakan nada menasihati untuk

menggambarkan seorang Aku lirik yang sedang menasihati kekasihnya.

Nada yang digunakan oleh Thukul dalam menyampaikan puisinya tersebut

menimbulkan suasana ketegaran dan kepercayadirian.

Sementara itu, dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”, Thukul

menggunakan nada menentang dan melawan.

“di mana-mana ada Eman

di bandung, Solo, Jakarta, Tangerang

tak bisa dibungkam kodim

tak bisa dibungkam popor senapan

satu mimpi satu barisan

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Nada menentang dan melawan yang digunakan oleh Thukul dalam puisi

tersebut digunakan untuk menyampaikan perasaan geram dan marah akan

berbagai tindak kesewenang-wenangan terhadap buruh yang sering

dilakukan oleh pihak perusaahan dengan dibantu oleh aparat.

Nada melawan yang digunakan oleh Thukul dalam puisinya juga

dapat dilihat dalam puisi “Bukan Kata Baru”, bahkan dalam puisi tersebut

Thukul dengan jelas menyatakan bahwa musuh buruh adalah kaum

kapitalis.

“kau-aku buruh, mereka kapitalis

sama-sama hidup

bertarung

ya, bertarung.

(“Bukan Kata Baru”)

Nada melawan yang digunakan oleh Thukul dalam puisi “Satu Mimpi Satu

Barisan” dan “Bukan Kata Baru” itu menimbulkan suasana penuh

Page 92: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

82

pemberontakan yang dilakukan oleh para buruh untuk memperjuangkan

haknya.

Dalam puisi “Lingkungan Kita Si Mulut Besar”, Thukul

menggunakan nada mengritik. Nada mengritik yang digunakan oleh

Thukul itu untuk menyampaikan kritikannya kepada penguasa.

“lingkungan kita si mulut besar

raksasa yang membisu

yang anak-anaknya terus dirampok

dan dihibur film-film kartun amerika

perempuannya disetor

ke mesin-mesin industri

yang membayar murah”

lingkungan kita si mulut besar

sakit perut dan terus berak

mencret oli dan logam

busa dan plastik

dan zat-zat pewarna yang merangsang

menggerogoti tenggorokan bocah-bocah

yang mengulum es

lima puluh perak

(“Lingkungan Kita Si Mulut Besar”)

Nada mengritik yang digunakan oleh Thukul dalam puisi tersebut

menimbulkan suasana yang penuh dengan kekacauan yang terjadi di

sebuah negeri.

d) Amanat

Amanat yang paling sering Thukul sampaikan dalam 22 puisinya

yang membahas tentang buruh adalah tentang upah buruh yang rendah dan

tak sepadan dengan beratnya beban pekerjaan yang mereka tanggung.

Amanat tentang upah buruh yang rendah ini Thukul sampaikan dalam

puisinya yang berjudul “Catatan Malam”, “Sajak kepada Bung Dadi”,

“Lingkungan Kita Si Mulut Besar”, “Suti”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki

yang Ganjil”, “Satu Mimpi Satu Barisan”, “Leuwigajah”, “Leuwigajah

Masih Haus”, dan “Seorang Buruh Masuk Toko”.

Page 93: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

83

Dalam puisi “Suti”, Thukul menyampaikan amanatnya secara

tersirat melalui tokoh dalam puisi bernama Suti yang merupakan seorang

buruh.

“suti menggeleng

tahu mereka dibayar murah.”

(“Suti”)

Kemudian dalam puisi “Teka-teki yang Ganjil”, Thukul juga

menyampaikan amanatnya secara tersirat tentang upah buruh yang rendah.

“ dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah

menjadi odol-sampo-sewa rumah

dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Melalui puisi “Suti” dan “Teka-teki yang Ganjil” tersebut, secara tersirat

Thukul menyampaikan amanat, bahwa upah buruh terlalu rendah

dibandingkan dengan beratnya beban pekerjaan yang mereka tanggung dan

sudah seharusnya pihak perusahaan memberikan upah yang sepadan

dengan beban pekerjaan yang ditanggung oleh buruh.

Dalam puisi “Terus terang Saja”, Thukul menyampaikan amanat

secara tersurat bahwa sebenarnya Indonesia belum benar-benar merdeka,

sebab di Indonesia (pada zaman Orde Baru) belum ada kebebasan

berpendapat dan kemelaratan masih terus melanda rakyat Indonesia.

“sekarang demokrasi sudah 100%

bulat

tanpa debat

tapi aku belum menjadi aku sejati

karena aku dibungkam oleh demokrasi 100%

yang tidak bisa salah

namun aku sangsi

karena kemelaratan belum dilumpuhkan

aku sangsi pada yang 100% benar

terus terang saja.

(“Terus Terang Saja”)

Page 94: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

84

Sementara itu, dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”, Thukul

menyampaikan amanat secara tersirat bahwa apabila para buruh bersatu,

maka tidak akan ada yang bisa membungkam mereka.

“di mana-mana ada Eman

di bandung, Solo, Jakarta, Tangerang

tak bisa dibungkam kodim

tak bisa dibungkam popor senapan

satu mimpi satu barisan

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

C. Potret Buruh Indonesia dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput

1. Upah yang Rendah Tak Sepadan dengan Beratnya Beban Pekerjaan

Permasalahan tentang upah merupakan salah satu issue yang paling sering

muncul dalam dunia perburuhan. Begitu pula dalam puisi-puisi karya Wiji Thukul

yang memotret gambaran buruh Indonesia pada masa Orde Baru, permasalahan

tentang upah merupakan topik yang sangat sering muncul. Berdasarkan

pengklasifikasian yang dilakukan oleh peneliti, terdapat 14 puisi yang membahas

tentang upah buruh dari 22 puisi Wiji Thukul dalam kumpulan puisi Nyanyian

Akar Rumput yang memotret gambaran tentang buruh. Secara garis besar, melalui

keempat belas puisi tersebut Wiji Thukul memberikan gambaran tentang upah

buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang rendah, tidak sesuai dengan beratnya

beban pekerjaan yang mereka lakukan. Adapun 14 puisi Wiji Thukul yang

menggambarkan upah buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang rendah

tersebut, yakni “Catatan Malam”, “Sajak kepada Bung Dadi”, “Lingkungan Kita

si Mulut Besar”, “Gunung Batu”, “Suti”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki yang

Ganji”l, “Satu Mimpi Satu Barisan”, “Terus Terang Saja”, “Leuwigajah”,

“Leuwigajah Masih Haus”, “Bukan Kata Baru”, “Edan”, dan “Seorang Buruh

Masuk Toko”.

Gambaran tentang betapa rendahnya jumlah upah buruh pada masa Orde

Baru dapat dilihat pada kutipan puisi Wiji Thukul yang berjudul “Catatan Malam”

dan “Gunung Batu” berikut ini.

“...

pacarku buruh harganya tak lebih dua ratus rupiah per jam”

(“Catatan Malam”)

Page 95: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

85

“...

kuli-kuli perkebunan

seharian memikul kerja

setiap hari makin bungkuk

dijaga mandor dan traktor

delapan ratus gaji sehari

di rumah ditunggu

mulut-perut anak-istri”

(“Gunung Batu”)

Pada puisi “Catatan Malam”, Wiji Thukul menggambarkan tokoh Aku

lirik yang memunyai kekasih seorang buruh yang upahnya tidak lebih dari dua

ratus rupiah per jam. Sementara, pada puisi “Gunung Batu”, digambarkan para

kuli-kuli perkebunan yang bergaji delapan ratus rupiah per hari. Jumlah gaji

tersebut sangatlah kecil dan tidak sebanding dengan beratnya beban pekerjaan

yang ditanggung oleh para kuli perkebunan yang “seharian memikul kerja

sehingga setiap hari semakin bungkuk” itu.

Di sisi lain, rendahnya upah yang diterima oleh buruh ternyata juga

berdampak pada kehidupan ekonomi buruh yang sulit. Rendahnya upah yang

mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang tak

terjangkau oleh mereka. Hal ini tergambarkan dalam puisi Wiji Thukul yang

berjudul “Suti”.

“buruh-buruh berangkat pagi

pulang petang

hidup pas-pasan

gaji kurang

dicekik kebutuhan”

(“Suti”)

Kutipan puisi tersebut menggambarkan bagaimana upah yang rendah tidak cukup

untuk memenuhi kehidupan sehari-hari buruh dan menyebabkan kehidupan

mereka menjadi serba sulit. Lebih lanjut, Wiji Thukul menggambarkan potret

tentang dampak dari rendahnya upah yang diterima oleh para buruh terhadap

kehidupan sehari-hari mereka melalui puisinya yang berjudul “Teka-teki yang

Ganjil”.

“...

Page 96: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

86

dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah

menjadi odol-sampo-sewa rumah

dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi.”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Untuk sekedar memenuhi kehidupan sehari-hari seperti “odol dan sampo” pun,

para buruh masih merasa kesulitan, belum lagi ditambah hutang-hutang mereka di

warung dan uang biaya sewa rumah yang harus mereka lunasi. Bahkan, rendahnya

upah yang diterima oleh para buruh ini juga berdampak pada ketidakmampuan

mereka menyekolahkan anak mereka.

“...

mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh

untuk menyekolahkan anaknya

padahal mereka tiap hari menghasilkan

berton-ton barang”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Potret yang menggambarkan buruh yang tidak dapat menyekolahkan anaknya ini

secara tidak langsung menjelaskan bahwa rendahnya upah yang diterima oleh para

buruh juga berdampak terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar keluarga

mereka, dalam hal ini pendidikan bagi anak.

Selain itu, rendahnya upah yang diterima oleh buruh rupanya juga

berdampak pada kebutuhan akan kesehatan buruh yang tidak terpenuhi. Seringkali

ketika sakit, buruh tidak mampu berobat ke rumah sakit sebab tidak memunyai

biaya. Potret ini terdapat dalam puisi “Suti”.

“...

suti menggeleng

tahu mereka dibayar murah

suti meludah

dan lagi-lagi darah

suti merenungi resep dokter

tak ada uang

tak ada biaya”

(“Suti”)

Berbagai potret rendahnya upah buruh yang berdampak pada kehidupan

mereka ini menandakan bahwa tingkat kesejahteraan buruh menjadi hal yang

Page 97: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

87

sangat kurang diperhatikan oleh pihak perusahaan maupun pemerintah pada masa

Orde Baru. Ada kesenjangan antara upah buruh yang rendah dengan beratnya

beban pekerjaan yang mereka tanggung. Hal ini menimbulkan kesan bahwa

adanya keinginan dari pihak perusahaan untuk memanfaatkan tenaga buruh

dengan mempekerjakannya secara semaksimal mungkin, namun dengan upah

yang seminimal mungkin yang cenderung kurang manusiawi.

Padahal, bila saja tenaga para buruh memang merupakan faktor utama

dalam proses produksi perusahaan, maka sudah selayaknya mereka memperoleh

imbalan nilai lebih yang proporsional melalui pendekatan yang manusiawi, yakni

imbalan (upah) yang dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup buruh.169

Dengan

demikian, apa yang diterima buruh harus dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup

mereka secara memadai dan manusiawi. Adapun jenis-jenis kebutuhan dasar

hidup manusia adalah seperti yang dikemukakan oleh Eggi Sudjana berikut ini.

Kebutuhan dasar minimal, yaitu (1) kebutuhan dasar untuk hidup yang

meliputi pangan, sandang, papan, air, udara, bahan bakar dan lainnya; (2)

kebutuhan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

kapasitas/produktivitas individu yang meliputi pendidikan, pelayanan

kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, kelembagaan sosial, kebebasan

berpendapat, tersedianya pasar, dan lain sebagainya; (3) kebutuhan untuk

meningkatkan akses (peluang memperoleh sesuatu) terhadap cara

berproduksi dan peluang ekonomi yang meliputi tanah, air, vegetasi,

modal (termasuk teknologi), peluang bekerja dan berpenghasilan yang

layak; dan (4) kebutuhan untuk hidup dengan rasa aman dan kebebasan

untuk membuat keputusan yang meliputi penghargaan atas HAM,

partisipasi dalam politik, keamanan sosial, pertahanan sosial, peraturan

perundang-undangan yang adil bagi semua lapisan masyarakat.170

Sudah sepatutnya dalam menentukan jumlah upah yang diterima oleh

buruh, pihak perusahaan mempertimbangkannya berdasarkan pendekatan

manusiawi sehingga tidak terjadi kesenjangan antara beban pekerjaan yang berat

dengan upah yang rendah yang membuat buruh tidak mampu memenuhi

kebutuhan dasar minimal hidupnya. Apabila melihat jenis-jenis kebutuhan dasar

minimal yang dikemukakan oleh Eggi Sudjana dan membandingkannya dengan

169

Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Mengering, (Jakarta:

Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, 2000), h.35 170

Ibid., h. 35-36

Page 98: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

88

potret kehidupan buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang terdapat dalam

puisi-puisi Wiji Thukul yang sebelumnya sudah dikutip, maka akan terlihat bahwa

ada beberapa kebutuhan dasar minimal para buruh yang belum terpenuhi.

Misalnya saja perihal pelayanan kesehatan, pendidikan, dan berpenghasilan yang

layak. Selain itu, masih ada beberapa kebutuhan dasar minimal yang belum

terpenuhi dalam kehidupan buruh. Sebagai contoh adalah kebebasan berpendapat.

Pada masa Orde Baru seringkali ditemukan kasus buruh yang dipecat,

bahkan dipenjarakan oleh pihak perusahaan karena menuntut untuk kenaikan upah

yang lebih pantas. Hal ini menandakan bahwa buruh pada masa Orde Baru belum

memiliki kebebasan berpendapat. Potret mengenai buruh yang dipecat setelah

menuntut perbaikan upah ini terdapat dalam puisi Wiji Thukul, “Satu Mimpi Satu

Barisan”.

“di lembang ada kawan sofyan

jualan bakso kini karena dipecat perusahaan

karena mogok karena ingin perbaikan

karena upah, ya karena upah”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Potret buruh yang dipecat oleh perusahaan tempatnya bekerja setelah menuntut

perbaikan upah yang terdapat dalam puisi tersebut selain menandakan kebebasan

berpendapat yang belum dimiliki oleh buruh juga menandakan begitu lemahnya

posisi buruh dalam hubungan industrial. Buruh seolah-olah menjadi pihak yang

tidak bisa menentukan nasibnya sendiri.

Pada puisi lain yang berjudul “Terus Terang Saja”, Wiji Thukul bahkan

menggambarkan potret buruh yang dipenjarakan oleh pihak perusahaan karena

menuntut kenaikan upah.

“...

apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka

ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa

perusahaan multinasional

yang menuntut kenaikan upah

ditangkap

dan dijebloskan

ke dalam penjara?”

(“Terus Terang Saja”)

Page 99: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

89

Potret buruh yang dipenjarakan karena menuntut kenaikan upah pada puisi

tersebut secara tidak langsung mendeskripsikan gambaran kondisi politik pada

masa Orde Baru yang represif. Penguasa pada masa itu tidak akan membiarkan

sedikit pun ada pihak yang dapat mengganggu stabilitas kekuasaannya.

Sementara, penguasa cenderung berpihak pada kaum pemilik modal yang

seringkali bertindak sewenang-wenang terhadap buruh.

Penguasa yang cenderung berpihak pada kaum pemilik modal ini

membuat posisi buruh pada masa Orde Baru menjadi kian tersudutkan. Penguasa

yang seharusnya melindungi hak para buruh justru ikut bertindak sewenang-

wenang terhadap buruh. Bahkan, seringkali penguasa mengerahkan aparat untuk

“menertibkan” buruh yang melakukan aksi protes menuntut kenaikan upah seperti

yang terjadi pada 11 Desember 1995 ketika belasan ribu buruh PT. Sri Rejeki

Isman Textile (Sritex) mengadakan demonstrasi di depan pabrik tempat mereka

bekerja yang terletak di Desa Jetis, Sukoharjo. Demonstrasi para buruh yang juga

diikuti oleh Wiji Thukul yang saat itu menjabat sebagai Jaker (Jaringan Kesenian

Rakyat) itu salah satunya didasari oleh keinginan buruh untuk diadakannya

kenaikan upah. Sebagian di antara mereka hanya dibayar Rp1.600 per hari, jauh di

bawah gaji minimal provinsi kala itu yang sebesar Rp2.600 per hari.171

Melihat kenyataan rendahnya upah yang diterima oleh buruh yang tidak

sepadan dengan beratnya beban pekerjaan yang mereka lakukan, ditambah lagi

dengan berbagai tindak sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak perusahaan

(kaum pemilik modal), maka merupakan suatu hal yang wajar apabila para buruh

melakukan aksi protes untuk memperjuangkan hak mereka. Akan tetapi, pihak

penguasa yang memiliki kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan selalu

memiliki alasan untuk “menghalalkan” berbagai tindakan represif terhadap buruh

yang bagi mereka aksinya dapat mengganggu kestabilan keamanan negara.

Melalui beberapa kutipan puisi Wiji Thukul tentang buruh yang sudah

ditampilkan sebelumnya, dapat dilihat gambaran betapa rendahnya upah yang

diterima oleh buruh pada masa Orde Baru yang tidak sepadan dengan beratnya

171

Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, Teka-teki Orang Hilang,

(Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2013), h. 120

Page 100: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

90

beban pekerjaan yang mereka tanggung. Pemberian upah yang rendah itu tidak

disesuaikan dengan pendekatan yang manusiawi sehingga berdampak pada

kehidupan buruh yang semakin sulit.

2. Tenaga yang Terisap oleh Beratnya Beban Pekerjaan dan Lembur

Paksa

Salah satu potret buruh yang sering ditampilkan oleh Wiji Thukul dalam

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput adalah potret tentang tenaga buruh yang

terisap oleh beratnya beban pekerjaan dan lembur paksa. Thukul seringkali

menampilkan potret tersebut melalui larik-larik puisi yang menceritakan kondisi

buruh yang keletihan bahkan mengalami sakit karena tenaganya terisap oleh

beban pekerjaan yang berat dan seringkali mendapatkan pemaksaan dari pihak

perusahaan untuk lembur kerja. Potret buruh seperti ini setidaknya ditampilkan

oleh Thukul dalam 14 puisinya yang terhimpun dalam kumpulan puisi Nyanyian

Akar Rumput. Adapun 14 puisi tersebut adalah “Gunung Batu”, “Suti”,

“Kampung”, “Jangan Lupa Kekasihku”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki yang

Ganjil”, “Satu Mimpi Satu Barisan”,”Terus Terang Saja”, “Leuwigajah”,

“Leuwigajah Masih Haus”, “Bukan Kata Baru”, “Seorang Buruh Masuk Toko”,

“Kuburan Purwoloyo”, dan “Edan”.

Dalam puisi “Suti”, Thukul menampilkan potret seorang buruh bernama

Suti yang keletihan dan mengalami sakit karena beban pekerjaan yang berat.

“...

suti meraba wajahnya sendiri

tubuhnya makin susut saja

makin kurus menonjol tulang pipinya

loyo tenaganya

bertahun-tahun diisap kerja

...

suti menggeleng

tahu mereka dibayar murah

suti meludah

dan lagi-lagi darah”

(“Suti”)

Page 101: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

91

Potret Suti dalam puisi tersebut mewakili potret buruh Indonesia pada masa Orde

Baru yang dipekerjakan dengan beban pekerjaan yang berat, namun tidak

diimbangi dengan pemberian upah yang layak dan sepadan. Hal ini

menggambarkan betapa pihak perusahaan mengeksploitasi para buruh dengan

cara mempekerjakan mereka semaksimal mungkin dengan upah yang seminimal

mungkin.

Potret buruh dengan beban pekerjaan yang berat namun tidak diimbangi

dengan pemberian upah yang layak dan sepadan juga terdapat dalam puisi

“Gunung Batu”.

“...

kuli-kuli perkebunan

seharian memikul kerja

setiap hari makin bungkuk

dijaga mandor dan traktor

delapan ratus gaji sehari

di rumah ditunggu

mulut-perut anak-istri”

(“Gunung Batu”)

Dalam puisi tersebut, Wiji Thukul menampilkan potret buruh perkebunan yang

setiap harinya menanggung beban pekerjaan yang berat, namun hanya

mendapatkan upah delapan ratus rupiah tiap hari. Jumlah upah tersebut selain

tidak sepadan dengan beban pekerjaan buruh yang begitu berat juga tidak

mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

Selain beban pekerjaan buruh yang berat, rupanya tenaga buruh juga terus

diisap oleh pihak perusahaan melalui lembur paksa. Persoalan lembur paksa

memang merupakan salah satu hal yang seringkali dikeluhkan oleh buruh. Pihak

perusahaan seringkali memaksa buruh untuk lembur kerja dengan dalih mengejar

target produksi perusahaan. Dalam kasus ini, buruh dijadikan oleh pihak

perusahaan tidak ubahnya seperti budak yang bebas diperlakukan dan diperintah

apa saja.

Wiji Thukul menampilkan potret buruh yang dipaksa untuk lembur kerja

dalam puisinya yang berjudul “Leuwigajah”.

“...

lidah-lidah penghuni rumah kontrak

Page 102: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

92

terus menyemburkan cerita buruk:

lembur paksa sampai pagi, upah rendah,

jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan

kencing dilarang, sakit ongkos sendiri

...

tubuh-muda

terus mengalir ke leuwigajah

seperti buah-buah disedot vitaminnya

mesin-mesin terus menggilas

memerah tenaga murah

satu kali dua puluh empat jam

masuk, absen, tombol ditekan

dan truk-truk pengangkut produksi

meluncur terus ke pasar”

(“Leuwigajah”)

Dalam puisi tersebut, Wiji Thukul menggambarkan potret buruh yang dipaksa

untuk lembur bekerja seperti “buah-buah yang disedot vitaminnya”. Para buruh

terus diperas dan dieksploitasi tenaganya untuk kepentingan keuntungan pihak

perusahaan dengan cara dipekerjakan selama dua puluh empat jam.

Potret yang sama juga Thukul tampilkan dalam puisi “Satu Mimpi Satu

Barisan”. Dalam puisi tersebut, Thukul menceritakan seorang buruh bernama Siti

yang harus lembur kerja selama 24 jam.

“...

di cigugur ada kawan Siti

punya cerita harus kerja lembur sampai pagi

pulang lunglai lemas ngantuk letih

membungkuk 24 jam

ya, 24 jam”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Tokoh Siti dalam puisi tersebut menggambarkan bagaimana buruh dieksploitasi

daya dan tenaganya oleh pihak perusahaan dengan lembur paksa selama 24 jam.

Lembur paksa yang berat itu membuat para buruh merasa keletihan, habis

tenaganya, seolah-oleh habis diisap oleh pihak perusahaan yang hanya

mementingkan keuntungan finansial.

Apa yang dialami oleh tokoh Siti dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”

bukan sekadar karangan atau imajinasi Wiji Thukul saja, tetapi dalam

Page 103: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

93

kenyataannya potret buruh yang mengalami lembur paksa memang masih sering

terjadi. Women Research Institute melakukan sebuah penelitian tentang

pendidikan dan kesadaran hak-hak buruh terhadap buruh perempuan di Kawasan

Berikat Nusantara Cakung. Dalam penelitian itu, Women Research Institute

mewawancarai seorang buruh bernama Ika yang bekerja di sebuah perusahaan di

Kawasan Berikat Nusantara Cakung sejak tahun 1997. Ika menceritakan

pengalamannya terkait lembur kerja:

“Karena perusahaan Graffika (tempat Ika bekerja) tidak menerapkan

sistem shift, setiap pekerja pasti terkena lemburan. Kerja lembur dilakukan

hampir setiap hari, bahkan di hari Minggu. Usai kerja lembur Ika pulang

ke tempat indekost sekitar pukul sembilan malam. Terkadang dia kerja

lembur hingga pukul sebelas malam. Kerja lembur terus-menerus tidak

lantas membuat Ika senang. Selain tubuh menjadi cepat lelah, upah yang

diterima tidak sebanding dengan tenaga yang telah dikeluarkan. Bahkan,

uang kerja lembur terpaksa dihabiskan untuk membeli vitamin, obat, dan

susu, agar staminanya tetap terjaga.

...

Menurut Ika, perusahaan tidak pernah memberi pilihan kepada buruh

untuk menerima atau menolak kerja lembur. Perintah untuk bekerja lembur

biasanya dilakukan mendadak tanpa pemberitahuan lebih dulu, kecuali

untuk kerja lembur di hari Minggu. Meskipun buruh bisa “menampik”

kerja lembur hari Minggu, mereka harus tetap lemburan. Alasan

perusahaan, deadline ekspor dan jadwal ekspor tidak dapat diubah, dan

sebagainya.”172

Pengalaman Ika sebagai buruh berkaitan dengan lembur kerja tersebut

menunjukkan bahwa pada kenyataannya tindakan eksploitasi terhadap buruh yang

dilakukan oleh pihak perusahaan melalui lembur paksa memang benar-benar

terjadi. Sebagaimana yang dialami oleh Ika, buruh tidak diberikan pilihan oleh

pihak perusahaan untuk menolak atau menerima perintah lembur kerja. Bahkan

seringkali lembur kerja diadakan pada hari Minggu dan meskipun buruh bisa

“menampik” perintah lembur kerja di hari Minggu tersebut, pada akhirnya mereka

diharuskan oleh pihak perusahaan untuk lembur dengan alasan deadline ekspor.

Sialnya, lembur kerja yang terpaksa dilakukan oleh para buruh tidak

diimbangi oleh pemberian upah lembur yang sepadan, tidak sebanding dengan

172

Arif Mundayat, Aris dan Kawan-kawan, Bertahan Hidup di Desa atau Bertahan

Hidup di Kota: Balada Buruh Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2008), h. 43-44

Page 104: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

94

tenaga para buruh yang terkuras dan terisap oleh beban pekerjaan yang berat.

Buruh pun terpaksa menggunakan uang kerja lembur untuk membeli vitamin,

obat, dan susu, agar staminanya tetap terjaga.

Perintah lembur kerja secara paksa yang dilakukan oleh pihak perusahaan

seperti yang dialami oleh Ika di perusahaan tempatnya bekerja yang terkadang

sampai pukul sebelas malam atau yang dialami tokoh Siti dalam puisi “Satu

Mimpi Satu Barusan” karya Wiji Thukul yang sampai 24 jam merupakan sebuah

pelanggar hukum. Hal tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap

Pasal 77 dan Pasal 78 UU No.13/2003. Pasal 78 ayat 1 menyebutkan “pengusaha

yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud

dalam pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat ada persetujuan pekerja/buruh

yang bersangkutan; dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak

tiga jam dalam satu hari dan empat belas jam dalam seminggu.173

Tokoh Siti dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan” dan apa yang

dialaminya merupakan cerminan buruh seperti Ika dan buruh-buruh lainnya di

Indonesia yang kerap dieksploitasi daya dan tenaganya oleh pihak perusahaan

melalui lembur paksa. Pihak perusahaan cenderung mempekerjakan para buruh

layaknya budak yang bebas diperintah apa saja. Mereka terus mengeksploitasi

buruh dengan mempekerjakan para buruh semaksimal mungkin dan memberikan

upah seminimal mungkin. Buruh pun terus diisap daya dan tenaganya, diisap oleh

pihak perusahaan yang hanya mementingkan laba perusahaan.

3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Buruh yang Kurang Dipedulikan

oleh Pihak Perusahaan

Berdasarkan Konvensi ILO 155 Tahun 1981 tentang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja serta Rekomendasi ILO No. 164 Tahun 1981, perusahaan harus

memperbaiki dan menjaga kondisi fisik, mental, dan sosial buruh di semua bidang

pekerjaan; mencegah efek buruk pada kesehatan buruh akibat kondisi kerja,

melindungi buruh dari risiko di tempat kerja yang dapat mengakibatkan

menurunnya tingkat kesehatan, menciptakan, dan menjaga lingkungan kerja

173

Ibid., h.43

Page 105: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

95

sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental buruh.174

Dengan demikian, sudahlah

jelas bahwa salah satu kewajiban pihak perusahaan adalah menjaga kesehatan dan

keselamatan buruh dalam bekerja. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih sering

ditemukan kasus mengenai perusahaan yang kurang memedulikan kesehatan dan

keselamatan buruh dalam bekerja.

Wiji Thukul dalam beberapa puisinya yang terhimpun dalam kumpulan

puisi Nyanyian Akar Rumput, beberapakali menampilkan potret buruh Indonesia

pada masa Orde Baru yang kurang mendapatkan kepedulian dari pihak

perusahaan akan kesehatan dan keselamatan mereka dalam bekerja ini.

Kekurangpedulian serta tidak adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja

dari pihak perusahaan ini seringkali menyebabkan para buruh mengidap penyakit.

Hal ini tergambarkan dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”.

“...

di cimahi ada kawan udin buruh sablon

kemarin kami datang dia bilang

umpama dirontgen pasti tampak

isi dadaku ini pasti rusak

karena amoniak, ya amoniak”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Kutipan puisi tersebut merupakan sebuah potret tidak adanya jaminan kesehatan

dan keselamatan yang diterima buruh dari pihak perusahaan, Udin dalam puisi

tersebut harus menerima “isi dadanya rusak” akibat terlalu banyak menghirup

amoniak. Seharusnya, pihak perusahaan menyediakan alat pelindung dalam

bekerja seperti masker untuk para buruh sehingga tidak menyebabkan buruh

terancam kesehatan dan keselamatannya dalam bekerja.

Apa yang digambarkan Thukul dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”

tersebut rupanya bukanlah hal yang omong kosong belaka, melainkan suatu hal

yang benar-benar terjadi dalam dunia perburuhan Indonesia. Pada 11 Desember

1995 belasan ribu buruh mengadakan aksi demonstrasi di sepanjang jalan menuju

pabrik garmen PT. Sri Rejeki Isman Tektile (Sritex) di Desa Jetis, Sukoharjo. Wiji

Thukul juga ikut dalam aksi demonstrasi itu. Rahardjo Waluyo Jati, anggota

174

Arif Mundayat, Aris dan Kawan-kawan, op.cit., h. 85

Page 106: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

96

Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker) Yogyakarta yang ikut aksi demonstrasi tersebut

kepada Tim Liputan Khusus Wiji Thukul majalah Tempo mengatakan bahwa di

antara hal yang melatar belakangi aksi demonstrasi buruh kala itu adalah adanya

laporan kasus buruh yang mengalami lembur berlebih, keguguran, dan sakit

saluran pernapasan akibat serat tekstil.175

Sementara itu, beradasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Woman Research Institue terhadap seorang buruh yang

bernama Ika yang pada periode 1996 sampai 1997 bekerja di sebuah pabrik sepatu

di daerah Tangerang diketahui bahwa buruh saat bekerja tidak diberi alat

pelindung seperti masker. Hal ini diungkapkan oleh Ika yang akibat terlalu sering

menghirup bahan-bahan kimia mengidap penyakit radang paru-paru.176

Hal ini tentunya merupakan bentuk pelanggaran terhadap Konvensi ILO

155 Tahun 1981 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Rekomendasi

ILO No. 164 Tahun 1981 bahwa perusahaan harus memperbaiki dan menjaga

kondisi fisik, mental, dan sosial buruh di semua bidang pekerjaan; mencegah efek

buruk pada kesehatan buruh akibat kondisi kerja, melindungi buruh dari risiko di

tempat kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kesehatan,

menciptakan, dan menjaga lingkungan kerja sesuai dengan kebutuhan fisik dan

mental buruh.

Agaknya, permasalahan tentang kesehatan dan keselamatan kerja buruh

dalam bekerja juga berkaitan dengan upah buruh yang rendah, sebab seringkali

ketika sakit, buruh tidak mampu berobat ke rumah sakit karena kondisi keuangan

yang tidak mencukupi. Hal itu diperparah dengan tidak adanya layanan kesehatan

yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada buruh yang sakit. Dalam puisi yang

berjudul Suti, Thukul menggambarkan potret buruh yang ketika sakit tidak

mampu berobat karena kondisi keuangan yang tidak mencukupi.

“...

suti menggeleng

tahu mereka dibayar murah

suti meludah

dan lagi-lagi darah

175

Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, op. cit., h. 120 176

Aris Arif Mundayat, op. cit., h.38

Page 107: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

97

suti merenungi resep dokter

tak ada uang

tak ada obat”

(“Suti”)

Potret dalam puisi tersebut menggambarkan sebuah kesan bahwa pihak

perusahaan cenderung sekadar memanfaatkan tenaga buruh tanpa memedulikan

hak-haknya. Mengenai persoalan tentang upah misalnya, sebagaimana yang

dikatakan oleh Eggi Sudjana yang telah penulis kutip sebelumnya bahwa upah

yang diberikan kepada buruh haruslah dipertimbangkan berdasarkan pendekatan

yang manusiawi, yang dapat memenuhi kebutuhan dasar buruh sebagai manusia,

dan salah satu kebutuhan dasar itu di antaranya adalah pelayanan kesehatan. Jadi,

apabila ditemukan kasus seorang buruh yang tak bisa berobat ketika sakit karena

tidak memunyai uang sebab upah yang ia terima dari perusahaan rendah, maka hal

itu termasuk bentuk pelanggaran terhadap hak-hak dasar buruh yang dilakukan

oleh pihak perusahaan.

Ketika bekerja, buruh juga dihadapkan oleh bahaya kecelakaan bekerja

yang bisa dialami oleh buruh kapan saja. Peristiwa kecelakaan dalam bekerja

tergambarkan dalam puisi Thukul, “Leuwigajah”.

“...

lidah-lidah penghuni rumah kontrak

terus menyemburkan cerita buruk:

lembur paksa sampai pagi, upah rendah,

jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan

kencing dilarang, sakit ongkos sendiri”

(“Leuwigajah”)

Potret dalam kutipan puisi tersebut menggambarkan bahwa kecelakaan dalam

bekerja seperti “jari jempol yang putus” merupakan salah satu hal yang sering

ditemukan dalam kehidupan kerja buruh. Di sisi lain, kecelakaan buruh dalam

bekerja seperti yang tergambarkan dalam kutipan puisi tersebut juga

menggambarkan ketidakpedulian pihak perusahaan akan keselamatan buruh

dalam bekerja. Sialnya, pihak perusahaan terkesan “lepas tangan” terhadap

Page 108: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

98

peristiwa-peristiwa tersebut. Mereka tidak menanggung biaya berobat buruh atau

memberikan layanan kesehatan pada buruh sehingga buruh harus menanggung

ongkos berobatnya sendiri seperti yang tergambarkan dalam puisi “Leuwigajah”

tersebut.

Berbagai potret tentang ketidakpedulian pihak perusahaan terhadap

kesehatan dan keselamatan buruh dalam bekerja yang terdapat dalam puisi-puisi

Thukul ini merupakan salah satu dari berbagai tindak kesewenangan yang

diterima oleh sebagian besar buruh Indonesia pada masa Orde Baru. Di samping

itu, puisi-puisi tersebut juga merupakan bentuk protes Wiji Thukul terhadap

perusahaan dan pemerintah saat itu agar lebih memerhatikan jaminan kesehatan

dan keselamatan buruh dalam bekerja yang kala itu merupakan hal yang sangat

langka.

4. Ancaman Pemecatan dan Tindakan Sewenang-wenang dari Pihak

Perusahaan

Dalam dunia kerja, para buruh Indonesia pada masa Orde Baru juga

dihadapkan oleh permasalahan ancaman pemecatan dan berbagai tindakan

sewenang-wenang dari pihak perusahaan. Ancaman pemecatan ini seringkali

dijadikan “senjata” oleh pihak perusahaan untuk meredam aksi buruh yang ingin

melakukan protes. Bahkan, sangat sering buruh kala itu langsung dipecat setelah

melakukan aksi protes. Potret pemecatan yang dilakukan oleh pihak perusahan

terhadap buruh yang berani melakukan aksi protes ini dapat dilihat pada puisi Wiji

Thukul yang berjudul “Satu Mimpi Satu Barisan”.

“ di lembang ada kawan sofyan

jualan bakso kini karena dipecat perusahaan

karena mogok karena ingin perbaikan

karena upah, ya karena upah

...

juga ada neni

kawan bariah

bekas buruh pabrik kaus kaki

kini jadi buruh di perusahaan lagi

dia dipecat, ya dia dipecat

kesalahannya: karena menolak

diperlakukan sewenang-wenang”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Page 109: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

99

Pada kutipan puisi tersebut, Wiji Thukul memotret peristiwa seorang buruh

bernama Sofyan yang dipecat oleh perusahaan tempatnya bekerja karena ia

melakukan mogok kerja sebagai bentuk aksi protesnya menuntut perbaikan upah

yang rendah. Selain itu, dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan” juga digambarkan

seorang buruh bernama Neni yang juga dipecat setelah ia menolak untuk

diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak perusahaan. Apa yang dialami oleh

Sofyan dan Neni ini mewakili kondisi yang dialami oleh para buruh Indonesia

pada masa Orde Baru. Mereka, para buruh seringkali diperlakukan sewenang-

wenang oleh pihak perusahaan.

Rupanya, berbagai permasalahan yang dihadapi oleh buruh masing-masing

saling berkaitan. Seperti apa yang tergambarkan dalam kasus Sofyan dalam puisi

“Satu Mimpi Satu Barisan” misalnya, upah rendah yang diterima buruh

berdampak pada kondisi ekonomi buruh yang sulit. Para buruh kemudian

melakukan aksi protes yang di antaranya berupa mogok kerja. Pihak perusahaan

yang merasa berkuasa atas buruh tidak mau ambil pusing, mereka segera memecat

para buruh yang berani melakukan aksi protes. Sebenarnya, hal ini juga

menggambarkan betapa lemahnya posisi tawar (bargaining power) buruh

terhadap pihak perusahaan dalam dunia industri sehingga terkesan nasib buruh

sepenuhnya berada di tangan pihak perusahaan dan apa pun yang dilakukan oleh

buruh selalu berdampak buruk bagi mereka.

Potret tentang buruh yang berhadapan dengan ancaman pemecatan dari

pihak perusahaan juga tergambarkan dalam puisi “Leuwigajah”.

“...

lidah-lidah penghuni rumah kontrak

terus menyemburkan cerita buruk:

lembur paksa sampai pagi, upah rendah,

jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan

kencing dilarang, sakit ongkos sendiri”

mogok? pecat!

seperti nyabuti bulu ketiak”

(“Leuwigajah”)

Page 110: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

100

Dalam kutipan puisi tersebut, Wiji Thukul menceritakan berbagai tindakan

sewenang-wenang yang sering diterima oleh buruh buruh seperti lembur paksa

sampai pagi, larangan bagi buruh yang hendak buang air kecil, dan bagi buruh

yang berani melakukan aksi mogok sebagai bentuk protes maka harus siap

dipecat. Betapa mudah dan ringannya pihak perusahaan memecat buruh, bahkan

Thukul mengibaratkan layaknya “nyabuti bulu ketiak”.

Selain ancaman pemecatan, buruh Indonesia pada masa Orde Baru juga

dihadapkan oleh berbagai tindakan sewenang-wenang yang jauh melebihi batas

kewajaran. Misalnya, seperti pelarangan bagi buruh untuk buang air kecil ketika

jam kerja seperti yang tergambarkan dalam puisi Wiji Thukul yang berjudul

“Leuwigajah” tersebut. Apa yang digambarkan Thukul tentang tindakan

sewenang-sewenang pihak perusahaan terhadap buruh seperti pelarangan buang

air kecil bagi buruh saat jam kerja ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang

dialami oleh buruh Indonesia sekarang ini. Buruh Indonesia saat ini pun juga

kerap menghadapi permasalahan yang hampir sama, yakni pembatasan waktu

“berkunjung ke toilet”.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Women Research Institute

terhadap beberapa buruh perempuan di daerah Jakarta dan sekitarnya ternyata

masih sering ditemukan beberapa tindakan sewenang-wenang yang dialami buruh

seperti bekerja sambil berdiri selama tujuh jam, pembatasan waktu “berkunjung”

ke toilet (buruh hanya diberikan waktu 5 menit), kerja lembur yang berat dan

melelahkan serta jatah makan siang gratis yang kurang layak.177

Potret tindakan sewenang-wenang yang sering dilakukan pihak perusahaan

pada buruh Indonesia pada masa Orde Baru juga dapat dilihat pada puisi Wiji

Thukul yang berjudul “Edan”.

“sudah dengar cerita mursilah?

edan!

dia dituduh maling

karena mengumpulkan serpihan kain

dia sambung-sambung jadi mukena

untuk sembahyang

padahal mukena tidak dibawa pulang

177

Arif Mundayat, Aris, op. cit., h. 117

Page 111: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

101

padahal mukena dia taruh

di tempat kerja

edan!

sudah diperas

dituduh maling pula”

(“Edan”)

Dalam puisi tersebut, Wiji Thukul mengisahkan seorang buruh perempuan

bernama Mursilah yang dituduh maling oleh pihak perusahaan karena

mengumpulkan serpihan kain untuk dijadikannya sebagai mukena. Mursilah

dituduh maling, walaupun sebenarnya mukena itu tidak ia bawa pulang ke rumah,

melainkan ia simpan di tempat kerja. Apa yang dialami oleh Mursilah ini

mewakili buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang seringkali mengalami

tindakan sewenang-wenang dari pihak perusahaan. Peristiwa seorang buruh yang

dituduh maling karena mengumpulkan serpihan kain untuk dijadikan mukena ini

bagi Thukul merupakan suatu hal yang tidak masuk akal. Begitu tidak masuk

akalnya bagi Thukul sehingga ia mengambarkan peristiwa itu denga satu kata:

edan!

Ada kalanya tindak sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak

perusahaan terhadap buruh adalah berupa pemotongan gaji yang alasannya kurang

masuk akal. Hal ini terlihat pula dalam puisi “Edan”.

“...

sudah dengar cerita santi?

edan!

karena istirahat gaji dipotong

edan!”

(“Edan”)

Potret mengenai buruh bernama Santi yang gajinya dipotong karena istirahat yang

digambarkan oleh Thukul tersebut merupakan gambaran tindakan sewenang-

wenang yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap buruh. Buruh dilarang

untuk istirahat, jika berani untuk istirahat maka harus siap mendapatkan hukuman

berupa pemotongan gaji. Tindakan sewenang-wenang ini merupakan sebuah

tindakan eksploitasi terhadap buruh, padahal, seperti yang dikatakan oleh Eggi

Page 112: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

102

Sudjana, salah satu hak buruh adalah hak jaminan bagi buruh untuk beristirahat.178

Maka dari itu, apabila terdapat kasus buruh yang gajinya dipotong karena

beristirahat, hal itu dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran atas hak dasar

buruh.

Berbagai potret dalam beberapa puisi Wiji Thukul tentang ancaman

pemecatan dan tindakan sewenang-wenang pihak perusahaan terhadap buruh

Indonesia pada masa Orde Baru sekali lagi menandakan betapa lemahnya posisi

buruh dalam dunia industri. Hal ini membuat pihak perusahaan bisa sebebasnya

melakukan tindakan eksploitasi terhadap buruh dengan pekerjaan yang berat,

penambahan waktu bekerja yang dilakukan secara paksa, bahkan hingga

pemotongan gaji bagi buruh yang sekadar istirahat. Berbagai tindakan ini, seperti

yang sudah peneliti katakan sebelumnya adalah bentuk tindakan pelanggaran

terhadap hak-hak dasar buruh.

5. Kondisi Ekonomi Buruh

Potret kondisi kehidupan ekonomi buruh tidak luput dalam pengamatan

Thukul yang kemudian ia gambarkan dalam puisi-puisinya. Setidaknya, ada 10

puisi Wiji Thukul dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput yang

menampilkan potret kehidupan ekonomi buruh. Ada pun puisi-puisi tersebut

adalah “Kuburan Purwoloyo”, “Suti”, “Lumut”, “Ayolah Warsini”, “Teka-teki

yang Ganjil”, “Satu Mimpi Satu Barisan”, “Nonton Harga”, “Leuwigajah”,

“Leuwigajah Masih Haus”, dan “Seorang Buruh Masuk Toko”.

Secara umum, potret kehidupan buruh yang Thukul gambarkan adalah

potret kehidupan ekonomi buruh yang serba sulit: tinggal di rumah kontrakan

yang sempit, hidup penuh hutang, terhimpit oleh kebutuhan hidup sehari-hari,

tidak punya biaya untuk berobat, tidak ada biaya untuk menyekolahkan anak.

Keadaan ekonomi buruh yang sulit seperti yang digambarkan oleh Thukul dalam

puisinya di antara disebabkan oleh faktor upah rendah yang mereka terima yang

tidak sesuai dengan banyaknya kebutuhan hidup sehari-hari yang harus mereka

penuhi.

178

Sudjana, Eggi, op. cit., h.40

Page 113: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

103

Potret kehidupan buruh yang sulit Thukul gambarkan dalam puisinya yang

berjudul “Teka-teki yang Ganjil”.

“...

ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur

di rumah kontraknya

dan itu mengingatkan yang lain

bahwa mereka juga belum punya panci, kompor

gelas minum dan wajan penggoreng

mereka jadi ingat bahwa mereka pernah

ingin membeli barang-barang itu

tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur

oleh keletihan kami

dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah

menjadi odol-sampo-sewa rumah

dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Betapa sulitnya kehidupan ekonomi buruh yang digambarkan oleh Thukul dalam

puisi tersebut sehingga untuk sekedar membeli panci, kompor, gelas minum, dan

wajan penggoreng saja mereka tidak mampu. Akhirnya, para buruh harus

memendam keinginan mereka yang ”sederhana” itu, sebab mereka harus

menghadapi persoalan hidup lain dalam kehidupan mereka sebagai buruh seperti

beban pekerjaan yang berat yang membuat mereka keletihan, upah yang rendah,

dan hutang-hutang mereka.

Melalui puisi “Teka-teki yang Ganjil” tersebut, Wiji Thukul juga

menggambarkan ketimpangan antara upah buruh yang rendah dengan tingginya

biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan menggunakan

personifikasi, Thukul mengibaratkan upah buruh yang rendah tersebut dalam

waktu singkat telah “berubah” menjadi odol, sampo, sewa rumah, dan bon-bon di

warung yang harus mereka lunasi.

Keadaan ekonomi buruh yang penuh dengan kesulitan membuat para

buruh juga harus bertahan hidup dengan bertempat tinggal di rumah-rumah

kontrakan yang sempit. Thukul menggambarkan kondisi tempat tinggal buruh ini

dalam puisinya yang berjudul “Nonton Harga”.

“...

ayo kita pulang

Page 114: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

104

ke rumah kontrakan

tidur berderet-deret

seperti ikan tangkapan

siap dijaul di pelelangan”

(“Nonton Harga”)

Melalui kutipan puisi tersebut, Thukul menggambarkan potret tempat tinggal

buruh yang berupa rumah kontrakan yang sempit sehingga para buruh harus tidur

berhimpit-himpitan, “berderet-deret seperti ikan tangkapan yang siap dijual di

pelelangan”. Thukul secara lebih detil menggambarkan potret rumah kontrakan

tempat tinggal buruh pada puisi “Leuwigajah”.

“...

mesin-mesin terus membangunkan

buruh-buruh tak berkamar mandi

tidur jejer-berjejer alas tikar

tanpa jendela, tanpa cahaya matahari

lantai-dinding dingin, lembab, pengap”

(“Leuwigajah”)

Wiji Thukul menggambarkan dalam puisi “Leuwigajah” tersebut sebuah potret

rumah kontrakan buruh yang sempit, tidak berkamar mandi, tidak memiliki

jendela, lembab, pengap, dan hanya terdapat tikar sebagai alas bagi buruh untuk

tidur. Betapa sulitnya kehidupan buruh bahkan membuat buruh seringkali harus

hidup berpindah-pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lain.

Potret ini Thukul gambarkan dalam puisi “Lumut”.

“...

kini los rumah yang dulu kami tempati

jadi bangunan berpagar tembok tinggi

aku jalan lagi

melewati rumah yang pernah disewa

riyanto buruh kawan sekerjaku

ke mana lagi dia sekeluarga

rumah itu kini gantian disewa

keluarga mbak nina

kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi

tanah-tanah kosong sudah dibeli orang

dalam gang

setengan gelap, setengah terang

aku menemukan perumpamaan:

kita ini lumut

menempel di tembok-tembok bangunan

Page 115: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

105

berkembang di pinggir-pinggir selokan

di musim kemarau kering

diterjang banjir

tetap hidup”

(“Lumut”)

Dalam puisi tersebut, Thukul menggambarkan kehidupan buruh yang hidupnya

harus berpindah-pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan yang lain.

Di sisi lain, dalam puisi tersebut Thukul juga memotret perkembangan daerah

tempat tinggal buruh yang mulai berubah, tanah-tanah lapang mulai berkurang

dan berganti dengan rumah-rumah pemukiman warga. Sementara, buruh sendiri

terus hidup berpindah-pindah.

Salah satu hal yang menarik adalah dalam puisi “Lumut” tersebut Thukul

mengumpamakan para buruh seperti “lumut yang hidup di tembok-tembok

bangunan, berkembang di pinggir-pinggir selokan, di musim kemarau kering

diterjang banjir”. Apa yang digambarkan Thukul dalam puisi Lumut mengenai

keadaan buruh yang tinggal di pinggir-pinggir selokan dan “akrab” dengan banjir

ini sangat mungkin dipengaruhi oleh kenyataan hidup Thukul yang tinggal di

sebuah daerah di Solo yang memang sering banjir. Bahkan Thukul bersama

istrinya, Sipon pernah mendirikan sebuah sanggar kesenian yang bernama

Sanggar Suka Banjir. Nama itu dipilih oleh Thukul dan Sipon karena daerah

tempat sanggar itu berada memang sering terjadi banjir.179

Potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang tinggal di rumah

kontrakan yang sempit ternyata juga masih dialami oleh buruh Indonesia pada

sekarang ini. Hal ini terlihat pada hasil penelitian tentang pendidikan dan

kesadaran hak-hak buruh yang dilakukan oleh Women Research Institute terhadap

seorang buruh perempuan bernama Ika. Ika yang merupakan seorang buruh yang

bekerja di Kawasan Berikat Nusantara Cakung itu mendeskripsikan kamar kos

tempat ia tinggal.

“Ika bertempat tinggal di sebuah kamar di lantai dua seluas 2 x 3 meter

persegi, berdinding kayu tripleks dan berlantai keramik. Kamar mandi

terletak di lantai satu. Luasnya sekitar 1 x 1 meter persegi dengan lantai

179

Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo, op. cit., h.109

Page 116: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

106

semen berlubang-lubang, tidak ada bak mandi dan mesin pompa air,

Untuk Wudlu atau buang air kecil, Ika harus menimba air di sumur. Ika

satu kamar indekos dengan seorang kawan yang bekerja di Graffika. Tidak

ada ranjang tidur apalagi kasur. Mereka tidur beralas tikar lusuh.”180

Potret yang Thukul gambarkan dalam puisinya yang berjudul “Leuwigajah”

mengenai “buruh tak berkamar mandi yang tidur jejer-berjejer beralas tikar tanpa

jendela, tanpa cahaya matahari dengan lantai-dinding dingin, lembab, dan

pengap” itu ternyata dalam kenyataannya juga dialami oleh buruh Indonesia saat

ini seperti Ika.

Keadaan ekonomi buruh yang sulit ternyata juga berdampak terhadap

ketidakmampuan para buruh untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka dan

keluarga seperti kesehatan dan pendidikan. Beberapa puisi yang terdapat dalam

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput menggambarkan potret buruh tersebut.

Misalnya, seperti potret yang tergambarkan dalam puisi “Suti”.

“...

suti meludah

dan lagi-lagi darah

suti merenungi resep dokter

tak ada uang

tak ada obat”

(“Suti”)

Apa yang dialami oleh Suti dalam puisi tersebut merupakan gambaran yang

mewakilkan buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang karena kondisi ekonomi

yang begitu sulit sehingga tidak mampu berobat ke rumah sakit. Kondisi ekonomi

yang sulit bahkan juga menyebabkan mereka kesulitan untuk menyekolahkan

anak-anak mereka. Potret ini Thukul gambarkan dalam puisi “Teka-teki yang

Ganjil”.

“...

akhirnya kami bertanya

mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekaleng cat

padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam

mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh

180

Arif Mundayat, Aris, op. cit., h.39

Page 117: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

107

untuk meyekolahkan anak-anaknya

padahal mereka tiap hari menghasilkan

berton-ton barang”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Dalam kutipan puisi tersebut, Wiji Thukul menggambarkan potret buruh yang

kesulitan menyekolahkan anak-anaknya karena kondisi ekonomi yang sulit.

Kondisi ekonomi buruh yang sulit, yang membuat mereka kesulitan

menyekolahkan anak mereka ini rupanya tidak sebanding dengan beratnya beban

pekerjaan yang mereka lakukan. Sebagai buruh, mereka bekerja tidak kurang

delapan jam dan menghasilkan berton-ton barang. Hal ini membuat mereka

bertanya-tanya mengapa sedemikian sulitnya mereka untuk sekedar membeli

sekaleng cat dan meyekolahkan anak mereka, padahal, mereka telah bekerja

begitu keras. Pertanyaan-pertanyaan buruh tentang ketimpangan antara kondisi

ekonomi mereka dengan beratnya beban pekerjaan yang mereka tanggung itu

diumpamakan oleh Thukul serupa sebuah “teka-teki yang ganjil”.

Berbagai potret kehidupan ekonomi buruh Indonesia pada masa Orde Baru

yang digambarkan oleh Thukul dalam beberapa puisinya dalam Nyanyian Akar

Rumput menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi buruh Indonesia saat itu begitu

sulit. Mereka tinggal di rumah kontrakan yang sempit, terdesak oleh kebutuhan

sehari-hari yang harus dipenuhi, terhimpit oleh hutang-hutang yang harus mereka

lunasi.

6. Campur Tangan Militer dalam Tindakan Represif Terhadap Buruh

Dalam dunia industri, posisi pihak perusahaan cenderung lebih

diuntungkan dibandingkan dengan posisi buruh. Bukan hanya itu, dalam praktik

pihak perusahaan juga seringkali melakukan tindak sewenang-wenang seperti

upah rendah yang tidak sepadan dengan beban pekerjaan buruh yang berat dan

bila ada protes dari buruh, pihak perusahaan melakukan tindakan represif dengan

cara mengerahkan militer untuk menindasnya. Negara membiarkan hal itu terjadi.

Potret mengenai tindakan represif yang dilakukan oleh pihak perusahaan

dengan cara mengerahkan militer ini tidak luput dari pengamatan Wiji Thukul.

Dalam beberapa puisinya yang terhimpun dalam Nyanyian Akar Rumput, ia

menampilkan potret berbagai tindakan represif yang dialami oleh buruh Indonesia

Page 118: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

108

pada Masa Orde Baru. Misalnya seperti yang terdapat dalam puisi “Terus Terang

Saja”.

“...

apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka

ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa

perusahaan multinasional

yang menuntut kenaikan upah

ditangkap

dan dijebloskan

ke dalam penjara?”

(“Terus Terang Saja”)

Dalam kutipan puisi tersebut, Wiji Thukul mengibaratkan buruh seperti Jugun

Ianfu, perempuan-perempuan yang dipaksa untuk menjadi pemuas nafsu tentara

Jepang ketika masa penjajahan Jepang di Indonesia. Buruh seperti Jugun Ianfu

yang tak henti-hentinya diperkosa, dieksploitasi oleh perusahaan multinasional,

namun dibayar dengan gaji yang murah. Apabila para buruh menuntut kenaikan

upah, maka mereka harus siap ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.

Potret yang sama juga Thukul tampilkan dalam puisi “Bukan Kata Baru”.

“...

sudah lama, sudah lama

sudah lama kita saksikan

buruh mogok dia telepon kodim, pangdam

datang senjata sebatalion

kita dibungkam”

(“Bukan Kata Baru”)

Dalam kutipan puisi tersebut, Thukul menampilkan potret buruh yang melakukan

aksi mogok kerja menuntut perbaikan upah yang kemudian ditanggapi oleh pihak

perusahaan dengan cara menelepon militer (Kodim, Pangdam) untuk meredam

aksi buruh.

Potret yang ditampilkan Thukul dalam puisi “Bukan Kata Baru” tersebut

rupanya benar-benar pernah dialami oleh Thukul. Pada Desember 1995, Thukul

yang saat itu merupakan anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD) menggalang

aksi mogok buruh PT. Sri Rejeki Isman Textile (Sritex). Aksi mogok kerja yang

diikuti oleh belasan ribu buruh itu berakhir ricuh setelah secara tiba-tiba, aparat

yang bertugas untuk menjaga aksi itu secara membabi-buta menyerbu para buruh.

Page 119: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

109

Dalam peristiwa itu, Thukul berhasil ditangkap dan secara bertubi-tubi aparat

memukulnya. Tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap Thukul itu bahkan

mengakibatkan Thukul mengalami cedera serius pada bagian mata kanannya dan

harus dioperasi.

Aksi represif yang dilakukan oleh aparat terhadap para buruh seperti yang

terjadi dalam aksi mogok kerja buruh PT. Sritex ini bukanlah satu-satunya yang

terjadi dalam sejarah dunia perburuhan di Indonesia. Pada Januari 1995 misalnya,

Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Pusat Perjuangan

Buruh Indonesia (PPBI) mengadakan aksi gabungan di halaman pabrik PT. Ganda

Guna Indonesia, Tangerang untuk mendukung tuntutan kenaikan upah buruh.

Dalam aksi tersebut sebanyak 14 aktivis SMID dan PPBI ditangkap aparat dan

dibawa ke Makodim Tangerang.181

Berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang

bekerjasama dengan militer terhadap buruh merupakan gambaran betapa

tersudutnya posisi buruh. Pihak perusahaan melakukan cara apapun untuk

menunjukkan dominasinya terhadap buruh. Pihak perusahaan melakukan tindakan

sewenang-wenang, mengeksploitasi buruh dan membayar mereka dengan gaji

yang murah. Bagi para buruh yang berani menentang, pihak perusahaan

mengerahkan aparat untuk membungkam para buruh. Sialnya, negera melakukan

pembiaran terhadap berbagai tindakan sewenang-wenang pihak perusahaan

kepada buruh ini. Hal ini menunjukkan ketidakpedulian dan ketidakberihakkan

pemerintah saat itu (Orde Baru) terhadap buruh. Mereka lebih berpihak pada

pihak perusahaan yang merupakan penguasa modal.

Jika ditelisik lebih mendalam, salah satu alasan yang agaknya dapat

diterima mengapa pihak penguasa lebih berpihak pada pihak perusahaan adalah

karena banyak perusahaan yang memperkerjakan buruh tersebut merupakan milik

penguasa atau kerabat dari penguasa itu sendiri. Misalnya saja PT. Sri Rejeki

Isman Textile (Sritex) yang pada Desember 1995 diprotes oleh belasan ribu

buruhnya terkait upah yang rendah dan berbagai tindakan sewenang-wenang

terhadap buruh itu disinyalir sahamnya merupakan milik Tien Soeharto (Istri

181

Miftahudin, Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani, (Depok: Desantara, 2004), h.148

Page 120: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

110

Soeharto) dan Harmoko (Ketua Umum Golkar pada saat itu).182

Hal ini

menandakan bahwa kedekatan pihak perusahaan dengan penguasa dan militer

menjadi salah satu faktor yang membuat tersudutnya posisi buruh Indonesia pada

masa Orde Baru.

Meskipun berada dalam posisi yang tersudut dan terus dilakukan secara

sewenang-wenang, hal itu tidak membuat buruh menyerah. Mereka terus

melakukan perlawanan, memperjuangkan hak mereka. Potret buruh yang tetap

semangat dan bertekad untuk memperjuangkan hak dan nasib mereka meskipun

senantiasa dihadang oleh pihak perusahaan yang bekerjasama dengan aparat ini

digambarkan Thukul dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan”.

“...

di mana-mana ada eman

di bandung, solo, jakarta, tangerang

tak bisa dibungkam kodim

tak bisa dibungkam popor senapan

satu mimpi

satu barisan”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Wiji Thukul melalui puisi tersebut menampilkan sebuah tekad para buruh untuk

tetap bersatu memperjuangkan hak dan nasib mereka. Meskipun berkali-kali

dihadang oleh tindakan sewenang-wenang pihak perusahaan yang dibantu oleh

aparat dan dibiarkan oleh negara, mereka tetap bertekad untuk memperjuangkan

diri mereka. Tekad para buruh itu begitu kuat dan seperti yang dikatakan oleh

Thukul, “tidak bisa dibungkam kodim, tidak bisa dibungkam popor senapan”.

7. Buruh dan Situasi Politik Zaman Orde Baru

Buruh dan politik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya

saling memengaruhi satu sama lain. Perkembangan politik suatu negara dari

waktu ke waktu senantiasa memengaruhi kehidupan buruh baik sebagai warga

negara maupun sebagai pihak yang terlibat dalam industri. Di sisi lain, jumlah dan

potensi buruh yang besar juga dapat memengaruhi jalannya perpolitikan di suatu

negara, bahkan terkadang buruh sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik itu

182

Miftahudin, op.cit., h.148

Page 121: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

111

sendiri. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa apabila terjadi

permasalahan dalam dunia perburuhan suatu negara, maka sudah barang tentu ada

pengaruh politik yang mendorong terjadinya permasalahan tersebut.

Persoalan perburuhan di Indonesia pada masa Orde Baru bersifat

kompleks dan tidak hanya berasal dari hubungan industrial saja, tetapi juga

berkaitan dengan politik perburuhan dan intervensi negara (termasuk di dalamnya

militer). Mengenai permasalahan buruh Indonesia tersebut, Eggi Sudjana

mengemukakan pendapatnya berikut ini.

Hal ini (permasalahan buruh Indonesia) berkaitan dengan politik

pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas, dan

distribusi. Juga karena Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang memang

membuka peluang intervensi negara. Konsekuensi lebih lanjut dari hal ini

adalah intervensi militer akibat politik stabilitas dan dominasi militer

dalam negara kita untuk tidak menyebut fasis.

Akibat politik pembangunan, HIP, dan Dwi Fungsi ABRI, posisi dan

kekuatan tawar buruh menjadi lemah bahkan dalam banyak hal menjadi

tak berdaya. Buruh mengalami dehumanisasi atau keterasingan, bekerja

dalam bayang-bayang represi dan ketakutan, sehingga kesadaran kelasnya

menjadi tereduksi dalam kesadaran hamba yang harus patuh dan menerima

upah fasilitas apa adanya.

Berbagai permasalahan buruh yang dipengaruhi oleh situasi politik ini

tidak luput oleh pengamatan Wiji Thukul. Ia senantiasa memotret potret buruh

dalam situasi politik kala itu (Orde Baru) melalui puisi-puisinya. Misalnya, dalam

puisi “Teka-teki yang Ganjil”, Wiji Thukul menampilkan potret buruh Indonesia

dalam situasi pemilihan umum yang kerap hanya dimanfaatkan oleh pihak yang

ingin meraih kekuasaan.

“...

kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum

yang sudah berlalu

tiga partai politik yang ada kami simpulkan

tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh

mereka hanya memanfaatkan suara kami

demi kedudukan mereka

kami tertawa karena menyadari

bertahun-tahun kami dikibuli

dan diperlakukan seperti kerbau”

(“Teka-teki yang Ganjil”)

Page 122: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

112

Dalam kutipan puisi tersebut, Wiji Thukul menggambarkan bahwa pada masa

Orde Baru, buruh cenderung sekadar dimanfaatkan oleh tiga partai politik yang

ada kala itu. Partai politik memanfaatkan suara buruh dalam pemilihan umum

untuk mendapatkan tampuk kekuasaan. Akan tetapi, apapun yang dilakukan oleh

partai politik tetap tidak mengubah keadaan buruh yang tersudutkan karena

memang antara partai politik dan buruh tidak ada hubungannya. Partai politik

hanya memanfaatkan buruh demi kepentingan kelompoknya.

Potret buruh yang kerap dimanfaatkan oleh partai politik ini di sisi lain

menggambarkan bahwa sebenarnya buruh mempunyai potensi dan pengaruh

dalam dunia politik, dan partai politik menyadari akan hal itu. Berkaitan dengan

potensi buruh dalam dunia politik, Budiman Sudjatmiko (aktivis yang merupakan

mantan ketua Partai Rakyat Demokratik) mengatakan bahwa dalam era

kapitalisme neo liberal, buruh memainkan faktor yang sangat penting bukan

hanya sebab jumlah mereka yang banyak, tetapi juga dalam hal potensi ekonomi

dan politik mereka.183

Seperti yang dikatakan oleh Budiman Sudjatmiko, buruh sebenarnya

memiliki potensi bukan hanya dalam hal jumlah, tetapi juga potensi ekonomi dan

politik yang dapat memainkan peranan penting dalam proses berjalannya

perpolitikan sebuah negara. Potensi buruh ini disadari betul oleh pihak-pihak yang

berambisi untuk mendapatkan kekuasaan sehingga pada saat-saat pemilihan

umum, buruh seringkali didekati oleh pihak-pihak tersebut. Akan tetapi, setelah

pemilu usai, buruh ataupun rakyat kecil yang sebelumnya terus didekati oleh

pihak-pihak yang ingin meraih kekuasaan itu justru dilupakan jasa-jasanya. Potret

ini Thukul tampilkan dalam puisi “Kuburan Purwoloyo”.

“...

di tanah ini terkubur orang-orang yang

sepanjang hidupnya memburuh

terisap dan menanggung utang

di sini

gali-gali

183

Budiman Sudjatmiko,”Arti Penting Buruh”, (Jakarta: Majalah Pembebasan Nomor

18/V/Juli 2000), h. 2.

Page 123: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

113

tukang becak

orang kampung

yang berjasa dalam setiap pemilu

terbaring

dan keadilan masih hanya janji

di sini kubaca kembali

sejarah kita belum berubah”

(“Kuburan Purwoloyo”)

Pada kutipan puisi tersebut, Wiji Thukul menampilkan sebuah potret buruh,

tukang becak, dan orang kampung yang kerap dilupakan jasa-jasanya seusai

pemilu. Setelah berhasil mendapatkan tampuk kekuasaan, pihak yang berambisi

untuk mendapatkan tampuk kekuasaan itu mulai melupakan janji-janjinya yang

disampaikan kepada rakyat ketika kampanye pemilu. Keadilan masih sekadar

janji. Hasil pemilu tidak mengubah kehidupan buruh dan rakyat kecil lainnya

yang tetap sulit.

Kembali ke persoalan potensi buruh dalam hal ekonomi dan politik yang

sudah dijelaskan sebelumnya. Potensi buruh yang besar ini, rupanya, bukan hanya

membuat para buruh kerap dimanfaatkan oleh partai politik, tetapi di sisi lain juga

ditakuti oleh kaum borjuis. Hal ini membuat seluruh mesin politik yang

menunjang kepentingan kaum borjuis kerap melakukan tindakan represi terhadap

buruh, baik secara ideologis maupun fisik dengan berbagai cara, dengan tujuan

untuk meredam kekuatan buruh yang bagi mereka dapat melemahkan posisi

mereka (kaum borjuis dan mesin politik yang menunjang kepentingan mereka).

Budiman Sudjatmiko lebih lanjut mengatakan bahwa di Indonesia, secara

ideologis represi ini sudah berlangsung selama kurang lebih 32 tahun pada era

Orde Baru. Berbagai macam stigma dan tudingan politik di arahkan terhadap

buruh dan gerakan buruh. Semua tudingan politik, sebagai salah satu bentuk

represi ideologis, dimaksudkan untuk melemahkan perjuangan kaum buruh.

Tudingan bahwa gerakan komunis akan berarti pembenaran bagi penindasan

secara fisik terhadap buruh. Penindasan itu dapat berbentuk penangkapan

sewenang-wenang, penyiksaan, penculikan bahkan pembunuhan.184

184

Ibid.

Page 124: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

114

Potret berbagai tindakan represi terhadap buruh yang dilakukan oleh pihak

perusahaan yang kerap bekerjasama dengan aparat dan dibiarkan oleh negara pada

masa Orde Baru itu beberapa kali ditampilkan oleh Wiji Thukul dalam puisi-

puisinya seperti yang sudah peneliti jelaskan pada bagian sebelumnya. Buruh

dibungkam. Apabila ada buruh yang berani melakukan aksi protes, maka ia harus

siap ditangkap dan dijebloskan penjara (dalam puisi “Terus Terang Saja”).

Situasi politik pada masa Orde Baru memang penuh dengan cerita

pembungkaman terhadap rakyat yang dilakukan oleh penguasa. Penguasa kala itu

dengan berbagai cara berusaha untuk mempertahankan kedudukannya. Dengan

dalih menjaga stabilitas negara, penguasa membungkam siapa saja yang berani

mengritik atau memprotes pemerintah. Rakyat tidak diberi kesempatan untuk

berpendapat. Potret zaman Orde Baru yang penuh dengan cerita pembungkaman

ini Thukul tampilkan dalam puisi “Terus Terang Saja”.

“...

sekarang demokrasi sudah 100%

bulat

tanpa debat

tapi aku belum menjadi aku sejati

karena aku dibungkam oleh demokrasi 100%

yang tidak bisa salah”

(“Terus Terang Saja”)

Wiji Thukul dalam kutipan puisi tersebut menggunakan istilah “demokrasi 100%

yang tidak bisa salah” untuk menggambarkan situasi politik pada zaman Orde

Baru. Penguasa kala itu memang sering menggembor-gemborkan pelaksanaan

demokrasi dengan jargon “Demokrasi Pancasila-nya”. Akan tetapi, dalam

kenyataannya justru penguasalah yang mematikan demokrasi. Kebebasan

berpendapat dan berserikat merupan hal yang sangat mahal kala itu.

Potret zaman Orde Baru yang di dalamnya kebebasan berpendapat dan

berserikat menjadi hal yang sangat mahal itu Thukul tampilkan dalam puisi

“Harimau”.

“...

orang yang berbicara

tertawa

berpendapat

Page 125: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

115

dan berserikat

harus mencantumkan azasnya

kalau nekat

tembak ditempat”

(“Harimau”)

Seperti yang Thukul gambarkan dalam puisi tersebut, pada masa Orde

Baru kebebasan berpendapat dan berserikat merupakan hal yang sangat mahal.

Penguasa tidak membiarkan satu pihak pun bisa mengganggu kursi kekuasaannya.

Maka dari itulah mereka berusaha membungkan kebebasan berpendapat dan

berserikat rakyat. Mereka khawatir jika rakyat diberi kesempatan untuk

berpendapat dan berserikat maka rakyat yang semakin kuat dapat menggoyang

kursi kekuasaan mereka. Pembungkaman kebebasan berpendapat dan berserikat

ini juga dialami oleh buruh. Buruh pada masa Orde Baru tidak diberi kesempatan

untuk menyampaikan pendapat, apalagi protes. Jika ada buruh yang berani

melakukan aksi protes, maka ia harus siap ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Untuk membungkam buruh, pihak perusahaan yang dibantu oleh aparat

melakukan berbagai tindakan represif terhadap buruh dan hal ini dibiarkan oleh

negara. Wiji Thukul memotret keadaan tersebut dalam puisinya yang berjudul

“Terus Terang Saja”.

“...

apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka

ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa

perusahaan multinasional

yang menuntut kenaikan upah

ditangkap

dan dijebloskan

ke dalam penjara?”

(“Terus Terang Saja”)

Potret buruh yang ditampilkan oleh Wiji Thukul dalam kutipan puisi

tersebut selain menggambarkan tindakan represif yang dilakukan terhadap buruh

juga menggambarkan betapa buruh tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan

pendapat. Buruh yang menuntut kenaikan upah−yang sebenarnya merupakan hal

yang wajar apabila melihat betapa beratnya beban pekerjaan yang mereka

Page 126: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

116

tanggung ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Hal ini menunjukkan tidak

adanya kebebasan berpendapat bagi buruh.

Disamping kebebasan berpendapat, buruh juga tidak diberi kebebasan

dalam hal berserikat. Agaknya, penguasa kala itu khawatir apabila para buruh

berserikat maka kekuatan buruh yang semakin kuat dapat mengganggu kekuasaan

pihak penguasa. Untuk meredam aktivitas buruh dalam berserikat, penguasa

membentuk Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Akan tetapi, serikat pekerja

yang merupakan satu-satunya organisasi pekerja yang diakui (dibentuk) oleh

pemerintah ini tampak lebih bernuansa politik. Kehadirannya hanya untuk

“menjaga keamanan” kebijakan pemerintah mengenai ketenagakerjaan dan

industri dalam konteks kebijakan ekonomi makro yang menekankan pertumbuhan

ekonomi. Kiprahnya selama ini tidak memperlihatkan adanya upaya untuk

memperjuangkan kepentingan substansial kaum pekerja sehingga keberadaannya

tidak banyak memberikan harapan cerah bagi masa depan kehidupan kaum

pekerja.185

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia yang ternyata tidak memperlihatkan

keberpihakkannya kepada kaum buruh, membuat buruh menjadi apatis terhadap

serikat pekerja ini. Bahkan, dalam sebuah puisinya, Wiji Thukul menampilkan

potret buruh yang dengan tegas menyatakan bahwa masa depan mereka (buruh)

bukan ada di mulut politikus, bukan di meja SPSI.

“...

hari depan buruh di tangan kami sendiri

bukan di mulut politikus

bukan di meja SPSI”

(“Bukan di Mulut Politikus, Bukan di Meja SPSI”)

Tekad buruh yang dengan tegas menyatakan bahwa masa depan mereka

ada di tangan mereka sendiri menunjukkan bahwa di situasi zaman Orde Baru

yang senantiasa menyudutkan mereka, mereka tetap berusaha memperjuangkan

diri mereka. Potret dalam kutipan puisi “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja

SPSI” menunjukkan bahwa buruh sudah tidak peduli lagi atau bahkan apatis

185

Eggi Sudjana, op.cit., h. 11

Page 127: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

117

terhadap SPSI sebagai satu-satunya serikat pekerja yang dibentuk dan diakui oleh

pemerintah kala itu.

Buruh dengan segala potensinya memiliki peranan yang penting dalam

jalannya perpolitikan sebuah negara. Potensi inilah yang kerap dimanfaatkan oleh

pihak-pihak yang berambisi untuk meraih tampuk kekuasaan. Akan tetapi, setelah

mereka berhasil berkuasa, maka buruh kembali dilupakan. Di sisi lain, potensi

buruh ini juga ditakuti oleh kaum borjuis. Kaum berjuis yang cenderung dekat

dengan penguasa dan dibantu oleh militer kerap melakukan tindakan represif

untuk meredam kekuatan buruh. Hal itu dilakukan sebab mereka takut akan

kekuatan dan potensi buruh.

Sementara itu, pihak penguasa yang menyadari akan potensi dan kekuatan

buruh mematikan kebebasan berpendapat dan berserikat buruh. Rupanya, mereka

khawatir apabila buruh diberi kebebasan berpendapat dan berserikat maka buruh

yang semakin kuat dapat mengganggu tampuk kekuasaan pihak penguasa. Akan

tetapi, tampaknya berbagai tindakan represif dan pembungkaman kebebasan

buruh dalam berpendapat serta berserikat tidak menyurutkan tekad buruh untuk

memperjuangkan diri mereka secara mandiri.

D. Implikasi Puisi-puisi Wiji Thukul Tentang Buruh terhadap Pembelajaran

Sastra di Sekolah

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat Sekolah Menengah

Atas (SMA) atau sederajat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

tidak hanya memandang dan menitikberatkan pada aspek pengetahuan saja,

melainkan juga memerhatikan dan menekankan pada aspek penerapan nilai-nilai

yang terdapat dalam pengetahuan.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembahasan

puisi-puisi Wiji Tukul tentang buruh dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar

Rumput ini diimplikasikan dalam pokok bahasan sastra yang terdapat dalam mata

pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yakni kelas XII semester ganjil.

Sedangkan Kompetensi Dasar (KD) yang dipilih dalam pokok pembahasan sastra

tersebut adalah memahami struktur lahir dan batin yang membangun puisi serta

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Page 128: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

118

Puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi

Nyanyian Akar Rumput memotret keadaan yang dialami oleh buruh Indonesia,

khususnya buruh pada masa Orde Baru. Persoalan perburuhan di Indonesia pada

masa Orde Baru bersifat kompleks dan tidak hanya berasal dari hubungan

industrial saja, tetapi juga berkaitan dengan politik perburuhan dan intervensi

negara (termasuk di dalamnya militer).

Berbagai permasalahan kerap menghampiri buruh dalam dunia

pekerjannya. Mulai dari upah rendah yang tak sepadan dengan beratnya beban

pekerjaan, lembur paksa, kesehatan dan keselamatan dalam bekerja yang tidak

dipedulikan, ancaman pemecatan serta berbagai tindakan sewenang-wenang

lainnya yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Buruh cenderung diperlakukan

seperti budak yang daya dan tenaganya dieksploitasi semaksimal mungkin oleh

pihak perusahaan demi meraih keuntungan. Berdasarkan hal tersebut, maka buruh

melakukan berbagai aksi protes yang seringkali berupa aksi mogok kerja untuk

memperjuangkan hak mereka. Akan tetapi, pihak perusahaan yang cenderung

lebih dekat dengan penguasa kala itu acapkali bekerja sama dengan aparat untuk

meredam aksi buruh dengan berbagai tindakan represif. Tindakan represif

terhadap buruh yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan aparat serta dibiarkan

oleh negara ini sering mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak buruh, baik yang

berupa luka fisik hingga kematian. Ambil contoh adalah apa yang terjadi pada

kasus Marsinah, seorang buruh perempuan yang ditemukan tewas akibat siksaan

yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi

Nyanyian Akar Rumput ini dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran bagi

siswa untuk mengetahui dan memahami potret sosial-sejarah yang pernah terjadi

di Indonesia. Lebih khusus, siswa dapat mengetahui dan memahami potret buruh

Indonesia pada masa Orde Baru yang bukan tidak mungkin juga mencerminkan

potret buruh Indonesia saat ini.

Melalui puisi yang berjudul “Suti”, misalnya, siswa dapat mengetahui

bagaimana kondisi kehidupan seorang buruh yang sakit akibat beban pekerjaan

yang begitu berat, namun ia tidak memunyai uang untuk berobat.

Page 129: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

119

“...

suti menggeleng

tahu mereka dibayar murah

suti meludah

dan lagi-lagi darah

suti merenungi resep dokter

tak ada uang

tak ada biaya”

(“Suti”)

Melalui puisi tersebut, siswa dapat mengetahui dan memahami potret buruh yang

tak mampu berobat ketika tengah sakit. Hal itu terjadi karena ia tidak memunyai

uang. Upahnya sebagai buruh yang rendah tidak mencukupi untuk berobat.

Melalui puisi “Suti”, siswa juga dapat mengetahui bahwa upah buruh yang

rendah, yang tak sepadan dengan beratnya beban pekerjaan yang mereka tanggung

berdampak pada kesulitan yang para buruh hadapi dalam memenuhi kebutuhan

hidup mereka.

“buruh-buruh berangkat pagi

pulang petang

hidup pas-pasan

gaji kurang

dicekik kebutuhan”

(“Suti”)

Melalui puisi lain yang berjudul “Satu Mimpi Satu Barisan”, siswa dapat

mengetahui potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru yang kurang dipedulikan

kesehatan dan keselamatannya dalam bekerja oleh pihak perusahaan.

“...

di cimahi ada kawan udin buruh sablon

kemarin kami datang dia bilang

umpama dirontgen pasti tampak

isi dadaku ini pasti rusak

karena amoniak, ya amoniak”

(“Satu Mimpi Satu Barisan”)

Melalui kutipan puisi tersebut, siswa dapat mengetahui potret buruh yang

mengidap penyakit sebab pihak perusahaan tidak menyediakan alat pelindung

seperti masker bagi buruh yang bekerja. Potret yang ditampilkan oleh Thukul

Page 130: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

120

dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan” tersebut rupanya memang benar-benar

terjadi dalam dunia perburuhan di Indonesia. Misalnya saja, dalam aksi protes

buruh PT. Sritex di Desa Jetis, Sukoharjo pada 11 Desember 1995. Salah satu hal

yang mendorong aksi protes buruh kala itu adalah adanya laporan kasus

kepegawaian tentang buruh yang sakit saluran pernapasan akibat serat tekstil.

Melalui puisi “Satu Mimpi Satu Barisan” tersebut, siswa juga dapat

membandingkannya dengan kenyataan sosial yang terjadi di Indonesia, khususnya

kehidupan buruh pada masa Orde Baru. Melalui proses pembandingan antara

potret buruh dalam puisi dan kenyataan yang benar-benar terjadi, siswa juga dapat

memahami bahwa puisi tidak bisa dipisahkan oleh kenyataan yang terjadi dalam

kehidupan. Selalu ada latar belakang peristiwa yang mendasari lahirnya sebuah

puisi. Dengan itu, siswa dapat memahami bahwa puisi dapat juga berfungsi

sebagai media perekam sejarah.

Puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh dalam kumpulan puisi Nyanyian

Akar Rumput juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi siswa untuk

mengetahui dan memahami peristiwa sejarah di Indonesia. Misalnya, dalam puisi

yang berjudul “Terus Terang Saja”, siswa dapat mengetahui sejarah yang terjadi

di zaman Orde Baru yang dengan pembungkaman. Pada zaman itu, kebebasan

berpendapat adalah suatu hal yang sangat mahal.

“...

sekarang demokrasi sudah 100%

bulat

tanpa debat

tapi aku belum menjadi aku sejati

karena aku dibungkam oleh demokrasi 100%

yang tidak bisa salah”

(“Terus Terang Saja”)

Sementara itu, melalui puisi yang berjudul “Harimau” siswa dapat

mengetahui berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh penguasa atas nama

stabilitas negara. Penguasa kala itu seringkali menggunakan berbagai tindakan

kekerasan untuk meredam pihak-pihak yang dianggapnya dapat mengganggu

kursi kekuasaannya sekalipun harus dengan cara menghilangkan nyawa.

“...

Page 131: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

121

orang yang berbicara

tertawa

berpendapat

dan berserikat

harus mencantumkan azasnya

kalau nekat

tembak ditempat”

(“Harimau”)

Pembahasan berbagai puisi Wiji Thukul tentang buruh ini berkaitan

dengan analisis terhadap struktur yang membangun puisi, baik lahir maupun batin.

Pembahasan mengenai keterkaitan antarunsur puisi dengan realita sosial dapat

memberikan pengetahuan dan wawasan kepada siswa untuk menganalisis lebih

seksama. Melalui analisis ini jugalah para siswa diarahkan untuk berpikir kritis,

logis, dan sistematis, sehingga dengan sikap kritis tersebut siswa mampu menarik

benang merah di antara puisi-puisi yang dikaji dengan realitas sosial secara

sistematis dan dapat diterima oleh akal.

Dalam kegiatan menganalisis struktur puisi, siswa akan mempraktikkan

empat keterampilan bahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Sebelum menganalisis struktur puisi, siswa menyimak penjelasan dari guru terkait

cara dan langkah-langkah menganalisis struktur puisi. Setelah para siswa selesai

menyimak penjelasan guru mengenai cara dan langkah-langkah menganalisis

puisi, mereka ditugaskan membaca puisi yang hendak dikaji, yakni puisi-puisi

Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar

Rumput. Kemudian, siswa mengidentifikasi unsur-unsur dalam struktur puisi.

Setelah semua unsur selesai diidentifikasi, para siswa menyampaikan hasil

analisisnya tersebut melalui bahasa tulis (menulis) dan bahasa lisan (berbicara).

Page 132: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

122

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis terhadap puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh

Indonesia pada Masa Orde Baru dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput

serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Dua puluh dua puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput menampilkan berbagai potret

buruh Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru. Melalui 22 puisi

tersebut, Wiji Thukul menampilkan berbagai potret keadaan buruh seperti

potret kehidupan buruh yang sulit dengan upah yang tak sepadan dengam

beratnya beban pekerjaan yang mereka tanggung. Thukul juga beberapa

kali menampilkan potret buruh yang kerap diperlakukan secara sewenang-

wenang oleh pihak perusahaan seperti lembur paksa hingga 24 jam,

pemotongan gaji dengan alasan yang tak jelas hingga pelarang buang air

kecil saat jam kerja. Buruh cenderung diperlakukan seperti budak,

dieksploitasi dayanya dengan cara dipekerjakan secara semaksimal

mungkin dengan upah yang seminimal mungkin. Berbagai tindakan

sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap buruh

ini membuat para buruh tersadar bahwa mereka harus melakukan protes

untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Mereka pun melakukan berbagai

aksi protes yang seringkali dilakukan melalui aksi mogok kerja. Pihak

perusahaan yang takut rugi akibat proses produksi yang tidak berjalan

akhirnya melakukan berbagai cara untuk meredam aksi protes buruh.

Pihak perusahaan yang kala itu cenderung dekat dengan pihak penguasa

dan dibantu oleh militer melakukan berbagai tindakan represif terhadap

buruh. Tindakan represif yang dilakukan pihak perusahaan yang dibantu

oleh militer terhadap buruh ini dibiarkan oleh penguasa dengan dalih

untuk menjaga stabilitas negara. Tindakan represif yang dilakukan dengan

122

Page 133: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

123

cara kekerasan ini seringkali mengakibatkan korban luka bahkan korban

tewas dari pihak buruh. Hal ini menandakan betapa tersudutkannya posisi

buruh Indonesia pada masa Orde Baru. Di samping menampilkan potret

buruh yang tersudutkan pada masa Orde Baru, Wiji Thukul juga

menampilkan potret semangat dan tekad buruh yang berusaha untuk

memperjuangkan haknya. Potret-potret seperti ini Thukul tampilkan dalam

puisi-puisinya seperti “Satu Mimipi Satu Barisan” dan “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja SPSI”.

2. Melalui pembahasan puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh, siswa dapat

mengetahui dan memahami berbagai potret buruh Indonesia pada masa

Orde Baru. Puisi-puisi tersebut juga dapat dijadikan sebagai media

pembelajaran bagi siswa untuk mengetahui dan memahami potret sejarah

yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya potret sejarah Indonesia pada

masa Orde Baru. Pembahasan mengenai keterkaitan antarunsur puisi

dengan realita sosial dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada

siswa untuk menganalisis lebih seksama. Melalui analisis ini jugalah para

siswa diarahkan untuk berpikir kritis, logis, dan sistematis, sehingga

dengan sikap kritis tersebut siswa mampu menarik benang merah di antara

puisi-puisi yang dikaji dengan realitas sosial secara sistematis dan dapat

diterima oleh akal. Dalam kegiatan menganalisis struktur puisi, siswa akan

mempraktikkan empat keterampilan bahasa, yakni menyimak, berbicara,

membaca, dan menulis. Sebelum menganalisis struktur puisi, siswa

menyimak penjelasan dari guru terkait cara dan langkah-langkah

menganalisis struktur puisi. Setelah para siswa selesai menyimak

penjelasan guru mengenai cara dan langkah-langkah menganalisis puisi,

mereka ditugaskan membaca puisi yang hendak dikaji, yakni puisi-puisi

Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian

Akar Rumput. Kemudian, siswa mengidentifikasi unsur-unsur dalam

struktur puisi. Setelah semua unsur selesai diidentifikasi, para siswa

menyampaikan hasil analisisnya tersebut melalui bahasa tulis (menulis)

dan bahasa lisan (berbicara).

Page 134: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

124

B. Saran

1. Dua puluh dua puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam

kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput ini dapat dijadikan referensi dalam

pembelajaran sastra di sekolah. Hal ini dikarenakan dalam 22 puisi

tersebut terdapat nilai-nilai sosial dan sejarah yang dapat dipelajari oleh

peserta didik. Melalui 22 puisi tersebut, selain siswa dapat mengetahui

potret buruh Indonesia pada Masa Orde Baru, siswa juga dapat mengetahui

berbagai konflik sosial yang terjadi dalam kehidupan buruh pada masa itu.

2. 22 puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi

Nyanyian Akar Rumput ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran

dalam menganalisis karya sastra. Melalui kegiatan menganalisis karya

sastra berupa 22 puisi Wiji Thukul yang memotret kehidupan buruh pada

masa Orde Baru ini siswa dapat mengetahui hubungan karya sastra dengan

kenyataan sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia yang dalam hal ini

adalah potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru.

Page 135: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

125

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mundayat, Aris dan Kawan-kawan. Bertahan Hidup di Desa atau Bertahan

Hidup di Kota: Balada Buruh Perempuan. Jakarta: Women Research

Institute, 2008.

Bahtiar, Ahmad dan Aswinarko. Kajian Puisi: Teori dan Praktik. Jakarta:

Unindra Press, 2013.

Budianta, Melani dan Kawan-kawan. Metodologi Sastra. Magelang:

Indonesiatera, 2006.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta: Centre for

Academic Publising Service, 2013.

Escarpit, Robert. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor, 2005.

Ibrahim, Nini. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: UHAMKA

Press, 2009.

Jalil, Abdul. Teologi Buruh. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta,

2008.

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2009.

Kosasih, E.. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: CV. Yrama Widya,

2012

Mangunwijaya, Y.B.. Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

1994

Miftahudin. Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani. Jakarta: Desantara

Utama, 2004

Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta,

2012.

Noor, Rohinah M.. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2011.

Page 136: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

126

Priyatni, Endah Tri. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta:

Bumi Aksara, 2010.

Rahmanto B.. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kaninus, 1988.

Semi, Atar. Metodologi Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa Bandung, 2012

Stauffer, Donald A.. The Nature of Poetry. United States of America: Holt,

Rinehart, and Winston, 1960.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Grasindo, 2008.

Sudjana, Eggi. Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Mengering. Jakarta:

Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, 2000.

Sulhan, Najib. Pendidikan Berbasis Karakter.Surabaya: JePe Press Media Utama,

2009

Thukul, Wiji. Nyanyian Akar Rumput. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2014.

Tim Liputan Khusus Wiji Thukul Majalah Tempo. Teka-teki Orang Hilang.

Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2013

Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1997.

Waluyo, Herman J.. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995.

Zainuddin. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta,

1992.

Media Massa

Alex R. Nainggolan, “Puisi Thukul Bukan Sekadar Modal Dengkul” dalam

Harian Sinar Harapan, Nomor 4777, Sabtu, 14 Agustus 2004.

Anonim. “Sastra Buruh, Apa Itu”, dalam Jurnal Pusat Dokumentasi Sastra Buruh

Edisi 1 Agustus 2000

Anonim, “Wiji Thukul, antara Fakta dan Fiksi” dalam Jurnal Pusat Dokumentrasi

Sastra Buruh Edisi 1 Agustus 2000.

EDS. “Wiji Thukul Masih Dicari”dalam Harian Republika, Tahun VIII Nomor

131, Senin, 22 Mei 2000.

Gunadi, Iwan. “Kritik Itu Lahir di Pabrik”dalam Jurnal Pusat Dokumentasi Sastra

Buruh edisi 1 Agustus 2000.

Page 137: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

127

KNI. “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan Jerman”

dalam Harian Haluan, Tahun 40, Nomor 307, Senin, 13 Nopember 1989.

LHS. “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh” dalam Majalah Pembebasan

Nomor 18/V/Juli/2000.

Mandey, Berthus dan Adrian Prasetya S.. “Istri Para Aktivis yang Tetap Tegar:

Jangan Tanyakan Teror”, dalam Harian Suara Pembaruan Tahun XVII

Nomor 6263, Minggu, 12 Desember 2004.

Sawega, Ardus M. dan Maria Hartiningsih. “Sipon” dalam Harian Kompas Tahun

38 Nomor 179, Minggu, 29 Desember 2002.

Sudjatmiko, Budiman. ”Arti Penting Buruh” dalam Majalah Pembebasan Nomor

18/V/Juli 2000

Tim Edisi Khusus Lekra Majalah Tempo. “Lekra dan Geger 1965” Edisi 30

September-6 Oktober 2013.

Ton. “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman” dalam Warta

Kota, Tahun II nomor 82, Minggu, 30 Juli 2000.

Media Online

Anonim, “Buruh”, http://id.wikipedia.org/wiki/Buruh, diunduh pada Kamis, 10

April 2014 Pukul 20:07.

Anonim, https://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=148, Diunduh

pada Kamis, 10 April Pukul 20:15.

Anonim. “Orde Baru”, http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru, diunduh pada

Kamis, 10 April 2014 Pukul 20:23.

Anonim, http://id.wikipedia.org/wiki/Widji_Thukul diunduh pada 26 Maret 2014

pukul 21:33.

Page 138: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Tabel II

Penggunaan Imaji dalam Puisi Wiji Thukul tentang Buruh

No. Judul Puisi Jenis Imaji Keterangan Imaji

1 “Catatan Malam” Imaji auditif Anjing nyalak

2 “Catatan Malam” Imaji visual Lampuku padam

3 “Catatan Malam” Imaji visual Aku

nelentang//sendirian//kepal

a di bantal

4 “Catatan Malam” Imaji visual Gelap makin pekat

5 “Sajak kepada Bung

Dadi”

Imaji visual Rumah-rumah yang

berdesakkan

6 “Sajak kepada Bung

Dadi”

Imaji visual Buruh-buruh berangkat

pagi pulang sore

7 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Imaji visual Anjing-anjing yang taat

beribadah//menyingkiri

para penganggur//yang

mabuk minuman murahan

8 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Imaji visual Raksasa yang

membisu//yang anak-

anaknya terus dirampok

9 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Imaji visual Dihibur oleh film-film

kartun amerika

10 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Imaji visual Perempuannya disetor//ke

mesin-mesin industri

11 “Lingkugan Kita si Mulut

Besar”

Imaji visual Lingkungan kita si mulut

besar//sakit perut dan terus

berak//mencret oli dan

logam//busa dan plastik

12 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Imaji visual Zat-zat pewarna yang

merangsang//menggerogot

Page 139: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

i tenggorokan bocah-

bocah//yang mengulum es

13 “Kuburan Purwoloyo” Imaji visual Di sini terbaring//mbok

cip//yang mati di rumah

14 “Kuburan Purwoloyo” Imaji visual Di sini terbaring//pak

pin//yang mati terkejut//

karena rumahnya digusur

15 “Kuburan Purwoloyo” Imaji visual Di tanah ini terkubur

orang-orang yang//

sepanjang hidupnya

memburuh

16 “Lumut” Imaji visual Kini los rumah yang dulu

kami tempati//jadi

bangunan berpagar tembok

tinggi

17 “Lumut” Imaji visual Aku jalan lagi//melewati

rumah yang pernah

disewa//riyanto

18 “Lumut” Imaji visual Kampung ini tak memiliki

tanah lapang lagi

19 “Lumut” Imaji visual Tanah-tanah kosong sudah

dibeli orang

20 “Lumut” Imaji visual Dalam gang//setengah

gelap setengah terang

21 “Lumut” Imaji visual Kita ini lumut//menempel

di tembok-tembok

bangunan

22 “Lumut” Imaji visual Berkembang di pinggir-

pinggir selokan

23 “Lumut” Imaji visual Di musim kemarau kering

Page 140: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

24 “Lumut” Imaji visual Diterjang banjir

25 “Lumut” Imaji auditif Pikiranku menggumam

26 “Suti” Imaji visual Pucat ia duduk dekat

ambennya

27 “Suti” Imaji auditif Batuknya memburu

28 “Suti” Imaji visual Dahaknya berdarah

29 “Suti” Imaji visual Suti kusut masai

30 “Suti” Imaji auditif Di benaknya menggelegar

suara mesin

31 “Suti” Imaji visual Kuyu matanya

32 “Suti” Imaji visual Buruh-buruh yang

berangkat pagi//pulang

petang

33 “Suti” Imaji visual Suti meraba wajahnya

sendiri

34 “Suti” Imaji visual Tubuhnya makin susut

saja

35 “Suti” Imaji visual Makin kurus menonjol

tulang pipinya

36 “Suti” Imaji auditif Suti batuk-batuk lagi

37 “Suti” Imaji visual Suti meludah//lagi-lagi

darah

38 “Suti” Imaji visual Suti memejamkan mata

39 “Suti” Imaji auditif Suara mesin kembali

menggemuruh

40 “Suti” Imaji visual Bayangan kawannya

bermunculan

41 “Suti” Imaji visual Suti menggeleng

42 “Suti” Imaji visual Suti meludah//dan lagi-lagi

darah

Page 141: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

43 “Suti” Imaji visual Suti merenungi nasib

dokter

44 “Kampung” Imaji visual Bila pagi pecah

45 “Kampung” Imaji auditif Mulailah sumpah serapah

46 “Kampung” Imaji visual Anak dipisuhi ibunya

47 “Kampung” Imaji auditif Suami istri ribut-ribut

48 “Kampung” Imaji visual Bila pagi pecah

49 “Kampung” Imaji auditif Mulailah sumpah serapah

50 “Kampung” Imaji auditif Kiri-kanan ribut

51 “Kampung” Imaji auditif Anak-anak menangis

52 “Kampung” Imaji visual Suami istri bertengkar

53 “Kampung” Imaji auditif Silih berganti dengan radio

54 “Kampung” Imaji visual Orang-orang

bergegas//rebutan sumur-

sumur

55 “Kampung” Imaji visual Lalu gadis-gadis umur

belasan//keluar kampung

menuju pabrik//pulang

petang//bermata kusut

keletihan

56 “Kampung” Imaji visual Rumahnya di pinggir

selokan

57 “Kampung” Imaji visual Bermain di muka

genangan sampah

58 “Kampung” Imaji visual Di belakang tembok-

tembok//menyumpal gang-

gang

59 “Kampung” Imaji visual Mencari tanah lapang

60 “Jangan Lupa,

Kekasihku”

Imaji visual Jika terang bulan//kita

jalan-jalan

Page 142: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

61 “Jangan Lupa,

Kekasihku”

Imaji visual Yang tidur di depan

rumah//di pinggir

selokan//itu tetangga kita

62 “Jangan Lupa,

Kekasihku”

Imaji visual Buruh-buruh

perempuan//yang matanya

letih//jalan sama-sama

denganmu//berbondong-

bondong

63 “Jangan Lupa,

Kekasihku”

Imaji visual Yang menarik becak itu

64 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Seharian berdiri di pabrik

65 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Ini sudah malam

66 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Apa celana dan kutangmu

digeledah lagi

67 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Menyelipkan moto

68 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Apa kamu masuk

salon//potong rambut lagi

69 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kawan-kawan sudah

datang

70 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kita sudah berkumpul di

sini

71 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kita akan latihan

sandiwara lagi

72 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kerjanya cuma mbordir

saputangan di rumah

73 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Ia pun Cuma penjahit

pakaian biasa//di

perusahaan konveksi milik

tante lili

74 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kami menunggumu di sini

Page 143: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

75 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kita akan latihan

sandiwara lagi

76 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Pada malam itu kami

berkumpul

77 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji auditif Masing-masing berbicara

tentang keinginannya yang

sederhana

78 “Teka-teki yang Ganjil Imaji visual Ingin bikin dapur//di

rumah kontraknya

79 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Mereka juga belum punya

panci, kompor//gelas

minum dan wajan

penggoreng

80 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Odol, sampo, sewa rumah

81 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Teh hangat

82 “Teka-teki yang Ganjil Imaji visual Letak tempat tidur dan

gantungan pakaian

83 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Kamar mandi

84 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Harga semen dan cat

tembok

85 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Bekerja tak kurang dai 8

jam

86 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Diperlakukan seperti

kerbau

87 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Sekaleng cat

88 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Mereka tiap hari

menghasilkan berton-ton

barang

89 “Teaka-teki yang Ganjil” Imaji visual Salah seorang dari kami

berdiri//memandang kami

Page 144: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

satu persatu

90 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji auditif Kemudian

bertanya://adakah barang-

barang yang kalian

pakai//yang tidak dibikin

oleh buruh

91 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Mengamati//barang-barang

yang ada di sekitar

kami//neon, televisi, radio,

baju, buku

92 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Menghitung upah kami

93 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Odol-sampo-sewa rumah

94 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Jualan bakso

95 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Si lakinya terbaring di

amben kontrakkan

96 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Terbaring pucat

97 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Lembur sampai pagi

98 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Pulang lungai lemas

ngantuk letih

99 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Membungkuk 24 jam

100 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Luntang-lantung cari

kerjaan

101 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Bini hamil tiga bulan

102 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Diperah seperti sapi

Page 145: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

103 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Tak bisa dibungkam

kodim

104 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Tak bisa dibungkam popor

senapan

105 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Satu barisan

106 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Kemarin kami datang

107 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Imaji visual Umpama dirontgen pasti

tampak//isi dadaku ini

pasti rusak

108 “Nonton Harga” Imaji visual Keluar keliling kota

109 “Nonton Harga” Imaji visual Tak beli apa//lihat-lihat

saja

110 “Nonton Harga” Imaji visual Duren//apel-pisang-

rambutan-anggur

111 “Nonton Harga” Imaji visual Orang cantik

112 “Nonton Harga” Imaji visual Di kota kita banyak

gedung bioskop

113 “Nonton Harga” Imaji visual Kita bisa nonton posternya

114 “Nonton Harga” Imaji visual Ke diskotek

115 “Nonton Harga” Imaji visual Di depan pintu

116 “Nonton Harga” Imaji auditif Detak musik

117 “Nonton Harga” Imaji auditif Denting botol

118 “Nonton Harga” Imaji auditif Lengking dan tawa

119 “Nonton Harga” Imaji

penciuman

Aroma minyak wangi luar

negeri

120 “Nonton Harga” Imaji visual Kita keliling kota

Page 146: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

121 “Nonton Harga” Imaji visual Peresmian hotel

baru//berbintang

lima//dibuka pejabat

tinggi//dihadiri artis-artis

ternama

122 “Nonton Harga” Imaji visual Mobil para tamu berderet-

deret//satu kilometer

panjangnya

123 “Nonton Harga” Imaji visual Hari sudah malam

124 “Nonton Harga” Imaji visual Pulang//ke rumah

kontrakan

125 “Nonton Harga” Imaji visual Tidur berderet-deret

seperti ikan tangkapan

126 “Nonton Harga” Imaji visual Ke pabrik//kembali

bekerja

127 “Nonton Harga” Imaji visual Sarapan nasi bungkus

128 “Terus Terang Saja” Imaji visual Tepung terigu

129 “Terus Terang Saja” Imaji visual Gumpalan kapas

130 “Terus Terang Saja” Imaji visual Cabe busuk

131 “Terus Terang Saja” Imaji visual Kayu gelondongan

132 “Terus Terang Saja” Imaji visual Hutan-hutan//yang kini

botak

133 “Terus Terang Saja” Imaji visual Gergaji mesin

pembangunan

134 “Terus Terang Saja” Imaji visual Kaki kursikah

135 “Terus Terang Saja” Imaji visual Botol kosong

136 “Terus Terang Saja” Imaji visual Rakyat lebak yang harus

bekerja bakti mencabuti

rumput//halaman

Page 147: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

kadipaten//karena tuan

pejabat gubernemen mau

lewat

137 “Terus Terang Saja” Imaji auditif Rakyat yang berdebar-

debar di sekitar hari

proklamasi//menyimak

pidato soekarno

138 “Terus Terang Saja” Imaji visual Jugun ianfu yang tak

henti-henti diperkosa

139 “Terus Terang Saja” Imaji visual Yang menuntut kenaikan

upah//ditangkap//dijeblosk

an ke penjara

140 “Terus Terang Saja” Imaji visual Tidak bermulut

141 “Harimau” Imaji visual Orang mendirikan

kandang//untuk

memelihara harimau

142 “Harimau” Imaji visual Harimau itu pun beranak-

pinak

143 “Harimau” Imaji visual Di dalam tempurung

kepalanya

144 “Harimau” Imaji visual Aku telah membakarnya

145 “Harimau” Imaji visual Orang-orang kebingungan

146 “Harimau” Imaji auditif Suara tawa

147 “Harimau” Imaji visual Daincam dengan undang-

undang subversi

148 “Harimau” Imaji visual Para terdakwa dimasukkan

ke bui dan diadili

149 “Harimau” Imaji visual Hukuman mati

150 “Harimau” Imaji auditif Suara tawa itu tak juga

berhenti

Page 148: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

151 “Harimau” Imaji auditif Orang yang berbicara//

tertawa//berpendapat

152 “Harimau” Imaji visual Berserikat

153 “Harimau” Imaji visual Tembak di tempat

154 “Harimau” Imaji visual Hanya hakimlah yang

kelihatannya tak berpura-

pura

155 “Harimau” Imaji auditif Kalau semua rakyat

tertawa

156 “Harimau” Imaji visual Buruh-buruh mogok kerja

157 “Leuwigajah” Imaji visual Leuwigajah berputar//dari

pagi sampai pagi

158 “Leuwigajah” Imaji visual Jalan-jalan gemetar

159 “Leuwigajah” Imaji visual Debu-debu

mebubung//dari asap

knalpot kendaraan

pengangkut

160 “Leuwigajah” Imaji auditif Mesin-mesin terus

membangunkan buruh-

buruh

161 “Leuwigajah” Imaji visual Tidur berjejer-jejer alas

tikar

162 “Leuwigajah” Imaji visual Tanpa jendela//tanpa

cahaya matahari

163 “Leuwigajah” Imaji taktil Lantai-dinding dingin,

lembab, pengap

164 “Leuwigajah” Imaji auditif Lidah-lidah penghuni

rumah kontrak//terus

menyemburkan cerita

Page 149: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

buruk

165 “Leuwigajah” Imaji visual Lembur paksa sampai pagi

166 “Leuwigajah” Imaji visual Jari jempol putus

167 “Leuwigajah” Imaji visual Kecelakaan-kecelakaan

168 “Leuwigajah” Imaji visual Kencing dilarang

169 “Leuwigajah” Imaji visual Mogok

170 “Leuwigajah” Imaji visual Pecat//seperti nyabuti bulu

ketiak

171 “Leuwigajah” Imaji visual Tubuh-tubuh muda//terus

mengalir ke leuwigajah

172 “Leuwigajah” Imaji visual Seperti buah-buah disedot

vitaminnya

173 “Leuwigajah” Imaji visual Mesih-mesin terus

menggilas

174 “Leuwigajah” Imaji visual Memerah tenaga murah

175 “Leuwigajah” Imaji visual Satu kali dua puluh empat

jam//masuk, absen, tombol

ditekan

176 “Leuwigajah” Imaji visual Truk-truk pengangkut

produksi//meluncur terus

ke pasar

177 “Leuwigajah” Imaji visual Cerobong asap terus

mengotori langit

178 “Leuwigajah” Imaji visual Limbah mengental selokan

berwarna

179 “Leuwigajah” Imaji visual Leuwigajah terus minta

darah tenaga muda

180 “Leuwigajah” Imaji visual Leuwigajah makin

panas//berputar dan terus

menguras//tenaga-tenaga

Page 150: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

murah

181 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Leuwigajah tak mau

berhenti//dari pagi sampai

pagi

182 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Bus-mobil pengangkut

tenaga murah bikin

gemetar jalan-jalan

183 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Debu-debu tebal

membubung

184 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji auditif Mesin-mesin tak mau

berhenti//membangunkan

buruh

185 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Tanpa jendela, tanpa

cahaya matahari

186 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Jejer-berjejer alas tikar

187 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji taktil Lantai-dinding dingin,

lembab, pengap

188 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji auditif Lidah-lidah penghuni

rumah kontrak//terus

bercerita buruk

189 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Lembur paksa sampai pagi

190 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Tubuh mengelupas

191 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Jari jempol putus

192 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Mogok

193 “Leuwigajah Masih Imaji visual Pecat//seperti nyabuti bulu

Page 151: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Haus” ketiak

194 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Tubuh-tubuh muda terus

mengalir ke leuwigajah

195 “Leuwigajah Masih

haus”

Imaji visual Seperti buah-buah disedot

vitaminnya

196 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Mesin-mesin terus

menggilas//memerah

tenaga murah

197 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Satu kali dua puluh empat

jam//masuk absen tombol

ditekan

198 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Truk-truk pengangkut

produlsi//meluncur terus

ke pasar

199 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Leuwigajah tak mau

berhenti//dari pagi sampai

pagi

200 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Asap cerobong terus kotor

201 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Selokan air limbah

berwarna

202 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Mesin-mesin tak mau

berhenti//terus minta darah

tenaga murah

203 “Leuwigajah Masih

Haus”

Imaji visual Leuwigajah makin

panas//berputar dan terus

menguras

204 “Makin Terang Bagi

Kami”

Imaji visual Tempat pertemuan kami

sempit//bola lampu kecil,

cahaya sedikit

Page 152: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

205 “Makin Terang Bagi

Kami”

Imaji visual Di langit bintang kelap-

kelip

206 “Makin Terang Bagi

Kami”

Imaji visual Kegelapan disibak tukar

pikiran

207 “Makin Terang Bagi

Kami”

Imaji visual Cuma kacang dan air putih

208 “Makin Terang Bagi

Kami”

Imaji visual Mesin berhenti

209 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Buruh mogok//dia telepon

kodim, pangdam

210 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Datang senjata sebatalion

211 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Dia terus makan//tetes, ya,

tetes-tetes keringat kita

212 “Bukan Kata Baru” Imaji auditif Rasakan kembali

jantung//yang gelisah

memukul-mukul marah

213 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Dia hidup//bahkan

berhadap-hadapan

214 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Bertarung

215 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Lengan dan otot kau-aku

216 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Jika mesin-mesin berhenti

217 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Cahaya yang terang-

benderang

218 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Jalan-jalan sempit//di

kampungku yang gelap

219 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Sorot mata para penjaga

220 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Lampu-lampu yang

mengitariku

221 “Seorang Buruh Masuk Imaji visual Aku melihat kakiku, jari-

Page 153: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Toko” jarinya bergerak

222 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Aku melihat sendal jepitku

223 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Aku menoleh ke kiri ke

kanan

224 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji

penciuman

Bau-bau harum

225 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji taktil Bulu tubuhku berdiri

merasakan desir//kias

angin

226 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Kipas angin yang berputar-

putar

227 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Badanku makin mingkup

228 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Aku melihat barang-

barang

229 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Aku menghitung upahku

230 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Menggerakkan mesin-

mesin di pabrik

231 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Aku melihat harga-harga

kebutuhan di etalase

232 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Aku melihat

bayanganku//makin letih

233 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Imaji visual Terus diisap

234 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Berkereta api kelas

ekonomi murah

235 “Bukan di Mulut Imaji visual Tak dapat kursi

Page 154: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

melengkung tidur di

kolong

236 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Pas tepat di kepala kami

bokong-bokong

237 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Kiri kanan telapak kaki-

tas-sandal-sepatu

238 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Tak apa di pertemuan

ketemu lagi kawan

239 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Pulang tengah malam

dapat bus rongsok

240 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Sepanjang jalan hujan

kami jongkok di tempat

duduk//nempel jendela

241 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Bocor//bocor

242 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Sepanjang jalan tangan

terus mengelapi//agar

pakaian tak basah

243 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji taktil Dingin//dingin

244 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji auditif Kepala dan dada masih

penuh nyanyi panas

245 “Bukan di Mulut Imaji visual Bukan di mulut politikus

Page 155: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

246 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Imaji visual Bukan di mejas SPSI

247 “Edan” Imaji visual Dia dituduh maling

248 “Edan” Imaji visual Mengumpulkan serpihan

kain

249 “Edan” Imaji visual Dia sambung-sambung

jadi mukena

250 “Edan” Imaji visual Padahal mukena dia

taruh//di tempat kerja

251 “Edan” Imaji visual Sudah diperas//dituduh

maling juga

252 “Edan” Imaji visual Karena istirahat gaji

dipotong

253 “Edan” Imaji visual Karena main kartu//lima

kawannya langsung

dipecat

Keterangan:

Jumlah imaji visual : 219

Jumlah imaji auditif : 28

Jumlah imaji taktil : 4

Jumlah imaji penciuman : 2

Total imaji : 253

Page 156: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Tabel III

Penggunaan Majas dalam Puisi Wiji Thukul tentang Buruh

No. Judul Puisi Jenis Majas Keterangan Majas

1 “Catatan Malam” Metafora Kukibaskan pikiran

2 “Catatan Malam” Sinekdoke pars

pro toto

Pikiran menerawang

3 “Sajak kepada Bung

Dadi”

Sinisme Ini tanah airmu//di sini kita

bukan turis

4 “Sajak kepada Bung

Dadi”

personifikasi Rumah-rumah yang

berdesakkan

5 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Sarkasme Lintah-lintah//yang

kenyang mengisap darah

keringat tetangga

6 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Simbolik Lingkungan Kita si Mulut

Besar

7 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Sarkasme Anjing-anjing yang taat

beribadah

8 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Simbolik Raksasa yang membisu

9 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Sinisme Perempuannya disetor ke

mesin-mesin industri yang

membayar murah

10 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

Sarkasme Lingkunag kita si mulut

besar//sakit perut dan terus

berak//mencret oli dan

logam//busa dan plastik

11 “Lingkungan Kita si

Mulut Besar”

personifikasi Zat-zat pewarna yang

merangsang//menggerogoti

tenggorokan bocah-bocah

12 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini terbaring mbok cip

Page 157: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

yang mati di rumah karena

ke rumah sakit tak ada

biaya

13 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini terbaring pak pin

yang mati terkejut karena

rumahnya digusur

14 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini terkubur orang-

orang yang sepanjang

hidupnya memburuh

terisap dan menanggung

utang

15 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini gali-gali tukan

becak orang-orang

kampung yang berjasa

dalam setiap pemilu

terbaring dan keadilan

masih saja hanya janji

16 “Lumut” Asosiasi Gang pikiranku

17 “Lumut” Metafora Kita ini lumut

18 “Gunung Batu” Sinekdoke totem

pro parte

Desa yang melahirkan

laki-laki

19 “Gunung Batu” Asosiasi Memikul kerja

20 “Gunung Batu” Sinekdoke pars

pro toto

Di rumah ditunggu mulut-

perut anak-istri

21 “Gunung Batu” Asosiasi Dipagari hutan

22 “Gunung Batu” personifikasi pantai-pantai cantik

23 “Suti” personifikasi Batuknya memburu

24 “Suti” Hiperbola Suti kusut masai

dibenaknya menggelegar

suara mesin

Page 158: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

25 “Suti” personifikasi Dicekik kebutuhan

26 “Suti” Hiperbola Suti meraba wajahnya

sendiri//tubuhnya makin

susut saja//makin kurus

menonjol tulang

pipinya//loyo

tenaganya//bertahun-tahun

diisap kerja

27 “Suti” Repetisi Tak ada uang//tak ada obat

28 “Suti” Sinisme Suti menggeleng//tahu ia

dibayar murah

29 “Suti” Hiperbola Suara mesin kembali

menggemuruh

30 “Kampung” Asosiasi Bila pagi pecah

31 “Kampung” Asosiasi Menyumpal gang-gang

32 “Kampung” Asosiasi Bila pagi pecah

33 “Kampung” Hiperbola Anak-anak terus lahir

berdesakkan

34 “Kampung” Hiperbola Berputar dalam bayang-

bayang//mencari tanah

lapang

35 “Ayolah, Warsini” Repetisi Apa kamu sudah pulang

kerja, warsini?//

Apa kamu tidak letih?//

...

Apa celana dan kutangmu

digeledah lagi?//

..

Apa kamu bingung hendak

membagi gaji?//

Page 159: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

...

Apa kamu masuk salon

potong rambut lagi?

36 “Ayolah, Warsini” Repetisi Jangan malu, warsini//

Jangan takut dikatakan

kemayu

37 “Teka-teki yang Ganjil” Asosiasi Keinginan itu dengan

cepat terkubur//oleh

keletihan kami

38 “Teka-teki yang Ganjil” Asosiasi Upah kami dalam waktu

singkat telah

berubah//menjadi odol-

sampo-sewa rumah

39 “Teka-teki yang Ganjil” personifikasi Pembicaraan meloncat ke

soal harga semen

40 “Teka-teki yang Ganjil” Simile Diperlakukan seperti

kerbau

41 “Teka-teki yang Ganjil” personifikasi Pertanyaan itu mendorong

kami

42 “Teka-teki yang Ganjil” Simbolik Teka-teki yang ganjil

43 “Teka-teki yang Ganjil” personifikasi Teka-teki itu selalu

muncul

44 “Teka-teki yang Ganjil” Sinisme Kekuatan macam apakah

yang telah mengisap

tenaga dan hasil kerja

kami?

45 “Teka-teki yang Ganjil” Sinisme Tiga partai politik yang

ada kami simpulkan//tak

ada hubungannya sama

sekali dengan

Page 160: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

kami:buruh//mereka hanya

memanfaatkan suara

kami//demi kedudukan

mereka

46 “Teka-teki yang Ganjil” Ironi Kami tertawa karena

menyadari//bertahun-tahun

kami dikibuli

47 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Sinekdoke totem

pro parte

Dipecat perusahaan

48 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Repetisi Karena upah, ya, karena

upah

49 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

personifikasi Dihantam tipus

50 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Repetisi Dia dipecat, ya, dipecat

51 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Repetisi Karena amoniak, ya,

amoniak

52 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Repetisi Membungkuk 24 jam, ya

24 jam

53 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Simile Terus diperah seperti sapi

54 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

personifikasi Tak bisa dibungkam popor

senapan

55 “Satu Mimpi Satu

Barisan”

Pars pro toto Tak bisa dibungkam

kodim

56 “Nonton Harga” Repetisi Tak perlu ongkos tak perlu

biaya

57 “Nonton Harga” Simile Tidur berderet-deret

seperti ikan tangkapan

58 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku ini tepung

Page 161: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

terigu atau gumpalan

kapas atau cabe busuk

yang merosot harganya

59 “Terus Terang Saja” Personifikasi Hutan-hutan yang kini

botak

60 “Terus Terang Saja” Sinekdoke pars

pro toto

Hutan-hutan yang botak

karena hph dan gergaji

mesin pembangunan

61 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku ini//kaki

kursikah//atau botol

kosong

62 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku ini si Bagero

yang sudah merdeka

63 “Terus Terang Saja” Sinisme Ataukah tetap jugun ianfu

yang tak henti-hentinya

diperkosa perusahaan

multinasional

64 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku ini Cuma

angka-angka yang menarik

untuk bahan disertasi

65 “Terus Terang Saja” Personifikasi Karena aku dibungkam

oleh demokrasi 100%

66 “Terus Terang Saja” Personifikasi Kemelaratan belum

dilumpuhkan

67 “Harimau” Simbolik Harimau

68 “Harimau” Asosiasi Harimau yang mereka

hidupkan dari ketakutan

69 “Harimau” Hiperbola Aku semakin geli melihat

orang-orang kebingungan

70 “Harimau” Hiperbola Suara tawa itu tak juga

Page 162: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

kunjung berhenti

meskipun surat kabar,

radio, dan televisi telah

menyiarkan ke seluruh

sudut negeri

71 “Harimau” Asosiasi Harimau itu pun beranak-

pinak di dalam tempurung

kepalanya

72 “Leuwigajah” Simbolik Leuwigajah

73 “Leuwigajah” Asosiasi Leuwigajah berputar dari

pagi sampai pagi

74 “Leuwigajah” Hiperbola Jalan-jalan gemetar//debu-

debu membubung//dari

knalpot kendaraan

pengangkut

75 “Leuwigajah” personifikasi Mesin-mesin terus

membangunkan buruh-

buruh

76 “Leuwigajah” Sinekdoke pars

pro toto

Lidah-lidah penghuni

rumah kontrak terus

menyemburkan cerita

buruk

77 “Leuwigajah” Simile Mogok? Pecat! Seperti

nyabuti bulu ketiak

78 “Leuwigajah” Simile Tubuh-tubuh muda terus

mengalir ke leuwigajah

seperti buah-buah disedot

vitaminnya

79 “Leuwigajah” personifikasi Mesin-mesin terus

menggilas memeras tenaga

Page 163: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

murah

80 “Leuwigajah” personifikasi Cerobong asap terus

mengotori angit

81 “Leuwigajah” Personifikasi Leuwigajah terus minta

darah tenaga muda

82 “Leuwigajah” personifikasi Leuwigajah makin

panas//berputar dan terus

menguras//tenaga-tenaga

murah

83 “Leuwigajah” Repetisi Tanpa jendela, tanpa

cahaya matahari

84 “Leuwigajah Masih

Haus”

Asosiasi Leuwigajah tak mau

berhenti// dari pagi sampai

pagi

85 “Leuwigajah Masih

Haus”

Simbolik Leuwigajah

86 “Leuwigajah Masih

Haus”

Hiperbola Bus-mobil pengangkut

tenaga murah//bikin

gemetar jalan-jalan dan

debu-debu tebal

membubung

87 “Leuwigajah Masih

Haus”

personifikasi Mesin-mesin tak mau

berhenti//membangunkan

buruh

88 “Leuwigajah Masih

Haus”

Repetisi Tanpa jendela, tanpa

cahaya matahari

89 “Leuwigajah Masih

Haus”

Sinekdoke pars

pro toto

Lidah-lidah penghuni

rumah kontrak //terus

bercerita buruk

90 “Leuwigajah Masih Simile Mogok? Pecat ! Seperti

Page 164: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Haus” nyabuti bulu ketiak

91 “Leuwigajah Masih

Haus”

Simile Tubuh-tubuh muda terus

mengalir ke leuwigajah

seperti buah-buah disedot

vitaminnya

92 “Leuwigajah Masih

Haus”

personifikasi Mesin-mesin terus

menggilas//memerah

tenaga murah

93 “Leuwigajah Masih

Haus”

personifikasi Mesin-mesin tak mau

berhenti//terus minta

tenaga muda

94 “Leuwigajah Masih

Haus”

personifikasi Leuwigajah makin

panas//berputar dan terus

menguras

95 “Makin Terang Bagi

Kami”

Asosiasi Pikiran ini makin luas

96 “Makin Terang Bagi

Kami”

Asosiasi Kegelapan disibak tukar

pikiran

97 “Makin Terang Bagi

Kami”

Personifikasi Kesadaran kami tumbuh

menyirami

98 “Makin Terang Bagi

Kami”

Sinekdoke pars

pro toto

Kami adalah nyawa yang

menggerakkannya

99 “Bukan Kata Baru” Asosiasi Sudah lama kita diisap

100 “Bukan Kata Baru” Sinekdoke pars

pro toto

Datang senjata

sebatalion//kita dibungkam

101 “Bukan Kata Baru” Sarkasme Dia terus makan//tetes, ya,

tetes keringat kita

102 “Bukan Kata Baru” Sinekdoke pars

pro toto

Jantung yang gelisah

memukul-mukul marah

103 “Bukan Kata Baru” Asosiasi Darah dan otak jalan

Page 165: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

104 “Bukan Kata Baru” Repetisi Bertarung, ya bertarung

105 “Bukan Kata Baru” Asosiasi Berapa harga lengan dan

otot kau-aku

106 “Bukan Kata Baru” Metafora Jembatan ke dunia baru

107 “Bukan Kata Baru” Repetisi Dunia baru, ya, dunia baru

108 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

personifikasi Lampu-lampu yang

mengitariku//seperti

sengaja hendak

menunjukkan dari mana

asalku

109 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Sinekdoke pars

pro toto

Tenagaku//yang

menggerakkan mesin-

mesin di pabrik

110 “Seorang Buruh Masuk

Toko”

Hiperbola Aku melihat

bayanganku//makin

letih//dan terus diisap

111 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Repetisi Bocor//bocor

112 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Repetisi Dingin/dingin

113 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Asosiasi Diri telah ditempa

114 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

SPSI”

Asosiasi Kepala dan dada masih

penuh nyanyi panas

115 “Bukan di Mulut

Politikus Bukan di Meja

Sinisme Hari depan buruh di tangan

kami sendiri//bukan di

Page 166: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

SPSI” mulut politikus//bukan di

meja spsi

116 “Edan” Repetisi Padahal mukena tak

dibawa pulang//padahal

mukena dia taruh di tempat

kerja

117 “Edan” Sarkasme Edan//sudah

diperas//dituduh maling

pula

118 “Edan” Asosiasi Pemotongan gaji

119 “Edan” Repetisi Padahal tak pakai

uang//padahal pas waktu

luang

Keterangan

Majas asosiasi : 27

Majas personifikasi : 24

Majas repetisi : 16

Majas sinisme : 11

Majas hiperbola : 10

Majas sinekdoke pars pro toto : 10

Majas simile : 7

Majas simbolik : 6

Majas sarkasme : 5

Majas sinekdoke totem pro parte : 2

Majas ironi : 1

Total : 119

Page 167: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Catatan Malam

anjing nyalak

lampuku padam

aku nelentang

sendirian

kepala di bantal

pikiran menerawang

membayang pernikahan

(pacarku buruh harganya tak lebih dua ratus rupiah per

jam)

kukibaskan pikiran tadi dalam gelap makin pekat

aku ini penyair miskin

tapi kekasihku cinta

cinta menuntun kami ke masa depan

Solo-Kalangan, 23 Februari 88

Page 168: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Sajak kepada Bung Dadi

ini tanahmu juga

rumah-rumah yang berdesakkan

manusia dan nestapa

kampung halaman gadis-gadis muda

buruh-buruh berangkat pagi pulang sore

dengan gaji tak pantas

kampung orang-orang kecil

yang dibikin bingung

oleh surat-surat izin dan kebijaksanaan

dibikin tunduk mengangguk

bungkuk

ini tanah airmu

di sini kita bukan turis

Solo-Sorogenen, malam pemilu 87

Page 169: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Lingkungan Kita si Mulut Besar

lingkungan kita si mulut besar

dihuni lintah-lintah

yang kenyang menisap darah keringat tetangga

dan anjing-anjing yang taat beribadah

menyingkiri para penganggur

yang mabuk minuman murahan

lingkungan kita si mulut besar

raksasa yang membisu

yang anak-anaknya terus dirampok

dan dihibur film-film kartun amerika

perempuannya disetor

ke mesin-mesin industri

yang membayar murah

lingkungan kita si mulut besar

sakit perut dan terus berak

mencret oli dan logam

busa dan plastik

dan zat-zat pewarna yang merangsang

menggerogoti tenggorokan bocah-bocah

yang mengulum es

lima puluh perak

Kalangan-Solo, Desember 1991

Page 170: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Kuburan Purwoloyo

di sini terbaring

mbok cip

yang mati di rumah

karena ke rumah sakit

tak ada biaya

di sini terbaring pak pin

yang mati terkejut

karena rumahnya digusur

di tanah ini terkubur orang-orang yang

sepanjang hidupnya memburuh

terisap dan menanggug utang

di sini

gali-gali

tukang becak

orang-orang kampung

yang berjasa dalam setiap pemilu

terbaring

dan keadilan masih saja hanya janji

di sini kubaca kembali:

sejarah kita belum berubah!

Jagalan, Kalangan-Solo, 25 Oktober 88

Page 171: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Lumut

dalam gang pikiranku menggumam

seperti kemarin saja

kini los rumah yang dulu kami tempati

jadi bangunan berpagar tembok tinggi

aku jalan lagi

melewati rumah yang pernah disewa

riyanto buruh kawan sekerjaku

ke mana lagi dia sekeluarga

rumah itu kini gantian disewa

keluarga mbak nina

kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi

tanah-tanah kosong sudah dibeli orang

dalam gang

setengah gelap, setengah terang

aku menemukan perumpamaan:

kita ini lumut

menempel di tembok-tembok bangunan

berkembang di pinggir-pinggir selokan

di musim kemarau kering

diterjang banjir

tetap hidup

kalau keadaan berubah

perumpamaan boleh berubah

menurutmu sendiri

kita ini siapa?

Kalangan-Solo, 8 Februari 91

Page 172: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Gunungbatu

gunungbatu

desa yang melahirkan laki-laki

kuli-kuli perkebunan

seharian memikul kerja

setiap pagi makin bungkuk

dijaga mandor dan traktor

delapan ratus gaji sehari

di rumah ditunggu

mulut-perut anak-istri

gunungbatu

desa yang melahirkan laki-laki

pencuri-pencuri

menembak binatang di hutan lindung

mengambil telur penyu

di pantai terlarang

demi piring nasi

kehidupan sehari-hari

gunungbatu

desa terpencil jawa barat

dipagari hutan

dibatasi pantai-pantai cantik

ujung genteng, cibuaya, pangumbahan

sulit transportasi

-jakarta dekat-

sulit komunikasi

sejarah gunung batu

sejarah kuli-kuli

sejak kolonial

sampai republik merdeka

Page 173: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

sejarah gunungbatu

sejarah kuli-kuli

gunung batu

masih di tanah air ini

November 87

Page 174: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Suti

suti tidak pergi kerja

pucat ia duduk dekat ambennya

suti di rumah saja

tidak ke pabrik tidak ke mana-mana

suti tidak ke rumah sakit

batuknya memburu

dahaknya berdarah

tak ada biaya

suti kusut masai

di benaknya menggelegar suara mesin

kuyu matanya membayangkan

buruh-buruh yang berangkat pagi

pulang petang

hidup pas-pasan

gaji kurang

dicekik kebutuhan

suti meraba wajahnya sendiri

tubuhnya makin susut saja

makin kurus menonjol tulang pipinya

loyo tenaganya

bertahun-tahun diisap kerja

suti batuk-batuk lagi

ia ingat kawannya

sri yang mati

karena rusak paru-parunya

Page 175: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

suti meludah

dan lagi-lagi darah

suti memejamkan mata

suara mesin kembali menggemuruh

bayangan kawannya bermunculan

suti menggeleng

tahu mereka dibayar murah

suti meludah

dan lagi-lagi darah

suti merenungi resep dokter

tak ada uang

tak ada obat

Solo, 27 Februari 88

Page 176: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Kampung

bila pagi pecah

mulailah sumpah serapah

anak dipisuhi ibunya

suami-istri ribut-ribut

bila pagi pecah

mulailah sumpah serapah

kiri-kanan ribut

anak-anak menangis

suami-istri bertengkar

silih berganti dengan radio

orang-orang bergegas

rebutan sumur umum

lalu gadis-gadis umur belasan

keluar kampung menuju pabrik

pulang petang

bermata kusut keletihan

menjalani hidup tanpa pilihan

dan anak-anak terus lahir berdesakkan

tak mengerti rumahnya di pinggir selokan

bermain di muka genangan sampah

di belakang tembok-tembok

menyumpal gang-gang

berputar dalam bayang-bayang

mencari tanah lapang

Solo, Sorogenen, Juli 88

Page 177: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Jangan Lupa, Kekasihku

jangan lupa, kekasihku

jika terang bulan

kita jalan-jalan

yang tidur di depan rumah

di pinggir selokan

itu tetangga kita, kekasihku

jangan lupa, kekasihku

jika pukul lima

buruh-buruh perempuan

yang matanya letih

jalan samasama denganmu

berbondong-bondong

itu kawanmu, kekasihku

jangan lupa, kekasihku

pada siapa pun yang bertanya

sebutkan namamu

jangan malu

itu namamu, kekasihku

Kalangan-Solo, 14 Maret 88

Page 178: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Ayolah, Warsini

warsini! warsini!

apa kamu sudah pulang kerja, warsini?

apa kamu tidak letih?

seharian berdiri di pabrik, warsini

apa celana dan kutangmu digeledah lagi?

karena majikanmu curiga

kamu menyelipkan moto

ini malam minggu, warsini

berapa utangmu minggu ini?

apa kamu bingung hendak membagi gaji?

apakah kamu masuk salon

potong rambut lagi?

ayolah, warsini

kawan-kawan sudah datang

kita sudah berkumpul di sini

kita akan latihan sandiwara lagi

kamu nanti jadi mbok bodong

si joko biar jadi rentenirnya

jangan malu, warsini

jangan takut dikatakan kemayu

kamu tak perlu minder dengan pekerjaanmu

sebab mas yanto juga tidak sekolah, warsini

ia pun cuma tukang pelitur

marni juga tidak sekolah

kerjanya cuma mbordir saputangan di rumah

wahyuni juga tidak sekolah

bapaknya tak kuat mbayar uang pangkal sma

Page 179: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

partini? ia pun cuma penjahit pakaian jadi

di perusahaan konveksi milik tante lili

ayolah, warsini

ini malam minggu, warsini

kami menunggumu di sini

kita akan latihan sandiwara lagi

Page 180: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Teka-teki yang Ganjil

pada malam itu kami berkumpul dan berbicara

dari mulut kami tidak keluar hal-hal yang besar

masing-masing berbicara tentang keinginannya

yang sederhana dan masuk akal

ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur

di rumah kontraknya

dan itu mengingatkan yang lain

bahwa mereka juga belum punya panci, kompor

gelas minum dan wajan penggoreng

mereka jadi ingat bahwa mereka pernah

ingin membeli barang-barang itu

tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur

oleh keletihan kami

dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah

menjadi odol-sampo-sewa rumah

dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi

ternyata banyak di antara kami yang masih susah

menikmati teh hangat

karena kami masih pusing bagaimana mengatur

letak tempat tidur dan gantungan pakaian

ada yang sudah lama ingin mempunyai kamar mandi

sendiri

dari situ pembicaraan meloncat ke soal harga semen

dan juga cat tembok yang harganya tak pernah turun

kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum

yang sudah berlalu

Page 181: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

tiga partai politik yang ada kami simpulkan

tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh

mereka hanya memanfaatkan suara kami

demi kedudukan mereka

kami tertawa karena menyadari

bertahun-tahun kami dikubuli

dan diperlakukan seperti kerbau

akhirnya kami bertanya

mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekaleng cat

padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam

mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh

untuk menyekolahkan anak-anaknya

padahal mereka setiap hari menghasilkan

berton-ton barang

lalu salah seorang di antara kami berdiri

memandang kami satu per satu kemudian bertanya:

“adakah barang-barang yang kalian pakai

yang tidak dibikin oleh buruh?”

pertanyaan itu mendorong kami untuk mengamati

barang-barang yang ada di sekitar kami

neon, televisi, radio, baju, buku....

sejak itu kami selalu merasa seperti

sedang menghadapi teka-teki yang ganjil

dan teka-teki itu selalu muncul

ketika kami berbicara tentang panci-kompor-

gelas minum-wajan penggorengan

juga di saat kami menghitung upah kami

Page 182: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

yang dalam waktu singkat telah berubah

menjadi odol-sampo-sewa rumah

dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi

kami selalu heran dan bertanya-tanya

kekuatan macam apakah yang telah mengisap

tenaga dan hasil kerja kami

Kalangan-Solo, 21 September 93

Page 183: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Satu Mimpi Satu Barisan

di lembang ada kawan sofyan

jualan bakso kini karena dipecat perusahaan

karena mogok karena ingin perbaikan

karena upah, ya, karena upah

di ciroyom ada kawan sodiyah

si lakinya terbaring di amben kontrakan

buruh pabrik teh

terbaring pucat dihantam tipus

juga ada neni

kawan bariah

bekas buruh pabrik kaus kaki

kini jadi buruh di perusahaan lagi

dia dipecat, ya dipecat

kesalahannya: karena menolak

diperlakukan sewenang-wenang

di cimahi ada kawan udin buruh sablon

kemarin kami datang dia bilang

umpama dirontgen pasti tampak

isi dadaku ini pasti rusak

karena amoniak, ya amoniak

di cigugur ada kawan siti

punya cerita harus lembur sampai pagi

pulang lunglai lemas ngantuk letih

membungkuk 24 jam

ya, 24 jam

Page 184: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

di majalaya ada kawan eman

buruh pabrik handuk dulu

kini luntang-lantung cari kerjaan

bini hamil tiga bulan

kesalahan: karena tak sudi

terus diperah seperti sapi

di mana-mana ada sofyan, ada sodiyah, ada bariyah

tak bisa dibungkam kodim

tak bisa dibungkam popor senapan

di mana-mana ada neni, ada udin, ada siti

di mana-mana ada eman

di bandung, solo, jakarta, tangerang

tak bisa dibungkam kodim

tak bisa dibungkam popor senapan

satu mimpi

satu barisan

Bandung, 21 Mei 92

Page 185: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Nonton Harga

ayo keluar keliling kota

tak perlu ongkos, tak perlu biaya

masuk toko perbelanjaan tingkat lima

tak beli apa

lihat-lihat saja

kalau pengin durian

apel-pisang-rambutan-anggur

ayo...

kita bisa cium baunya

mengumbar hidung cuma-cuma

tak perlu ongkos, tak perlu biaya

di kota kita

buah macam apa

asal mana saja

ada

kalau pengin lihat orang cantik

di kota kita banyak gedung bioskop

kita bisa nonton posternya

atau ke diskotek

di depan pintu

kau boleh mengumbar telinga cuma-cuma

mendengarkan detak musik

denting botol

lengking dan tawa

bisa juga kaunikmati

aroma minyak wangi luar negeri

cuma-cuma

aromanya saja

Page 186: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

ayo...

kita keliling kota

hari ini ada peresmian hotel baru

berbintang lima

dibuka pejabat tinggi

dihadiri artis-artis ternama ibukota

lihat

mobil para tamu berderet-deret

satu kilometer panjangnya

kota kita memang makin megah dan kaya

tapi hari sudah malam

ayo kita pulang

ke rumah kontrakan

sebelum kehabisan kendaraan

ayo kita pulang

ke rumah kontrakan

tidur berderet-deret

seperti ikan tangkapan

siap dijual di pelelangan

besok pagi

kita ke pabrik

kembali bekerja

sarapan nasi bungkus

ngutang

seperti biasa

18 November 96

Page 187: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Terus Terang Saja

apakah aku ini tepung terigu atau gumpalan kapas

atau cabe busuk yang merosot harganya sehingga harus

ditolong

atau kayu gekondongan bahan baku plywood kualitas ekspor

dari hutan-hutan

yang kini botak

karena hph dan gergaji mesin pembangunan keadilan

berkemakmuran

dan kemakmuran berkeadilan

siapakah aku ini

kaki kursikah

atau botol kosong

atau rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti

rumput

halaman kadipaten

karena tuan pejabat gubernemen mau lewat

apakah aku ini rakyat yang berdebar-debar di sekitar hari proklamasi

menyimak pidato soekarno

apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka?

ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa

perusahaan multinasional

yang menuntut kenaikan upah

ditangkap

dan dijebloskan

ke dalam penjara?

apakah aku ini cuma angka-angka

Page 188: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

yang menarik untuk bahan disertasi

dan meraih gelar doktor

yang tidak berotak

tidak bermulut

yang secara rutin dilaporkan kepada bank dunia

sebagai jaminan utang

dan landasan

tinggal landas?

sekarang demokrasi sudah 100%

bulat

tanpa debat

tapi aku belum menjadi aku sejati

karena aku dibungkam oleh demokrasi 100%

yang tak bisa salah

namun aku sangsi

karena kemelaratan belum dilumpuhkan

aku sangsi kepada yang 100% benar

terus terang saja!

2 Oktober 96

Page 189: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Harimau

aku pernah menyaksikan

banyak orang mendirikan kandang

untuk memelihara harimau

yang mereka hidupkan dari ketakutan

sehingga harimau itu pun

beranak pinak

di dalam tempurung kepalanya

tapi aku

ogah

memelihara

aku telah membakarnya

dulu

waktu aku bosan

dan tak mau lagi ditakut-takuti

karena geli

dan hari ini

aku semakin geli

melihat orang-orang kebingungan

karena harimau itu

tak mampu mengaum lagi

mungkin karena capek

sebagai gantinya di mana-mana

sekarang aku mendengar semakin banyak

suara tawa

tapi

penguasa

risi rupanya

karena itu orang yang berani tertawa

Page 190: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

diancam dengan undang-undang subversi

dan hukuman mati

tapi

meskipun para terdakwa

sudah dimasukkan bui

dan diadili

suara tawa itu tak juga kunjung berhenti

meskipun surat kabar radio dan televisi

telah menyiarkan ke seluruh sudut negeri

bahwa tertawa terbahak-bahak

itu liberal

bertentangan dengan budaya nasional

dan merongrong stabilitas negara

karena itu

orang yang berbicara

tertawa

berpendapat

dan berserikat

harus mencantumkan apa azasnya

kalau nekat

tembak di tempat

sekarang

hanya hakimlah yang kelihatannya tak berpura-pura

karena kalau ia ikutan tertawa

akan punahlah harimau

yang tinggal satu-satunya

karena itu

harus ada yang didakwa

dan dipersalahkan

agar tuntutan jaksa

tampak serius

Page 191: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

dan tak menggelikan

sebab

kalai seluruh rakyat tertawa

dan buruh-buruh mogok kerja, apa jadinya?

27 Januari 97

Page 192: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Leuwigajah

leuwigajah berputar

dari pagi sampai pagi

jalan-jalan gemetar

debu-debu membubung

dari knalpot kendaraan pengangkut

mesin-mesin terus membangunkan

buruh-buruh tak berkamarmandi

tidur jejer-berjejer alas tikar

tanpa jendela, tanpa cahaya matahari

lantai-dinding dingin, lembab, pengap

lidah-lidah penghuni rumah kontrak

terus menyemburkan cerita buruk:

lembur paksa sampai pagi, upah rendah

jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan

kencing dilarang, sakit ongkos sendiri

mogok? pecat!

seperi nyabuti bulu ketiak

tubuh-tubuh muda

terus mengalir ke leuwigajah

seperti buah-buah disedot vitaminnya

mesin-mesin terus menggilas

memerah tenaga murah

satu kali dua puluh empat jam

masuk, absen, tombol ditekan

dan truk-truk pengangkut produksi

Page 193: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

meluncur terus ke pasar

leuwigajah tak mau berhenti

dari pagi sampai pagi

cerobong asap terus mengotori langit

limbah mengental selokan berwarna

leuwigajah terus minta darah tenaga muda

leuwigajah makin panas

berputar dan terus menguras

tenaga-tenaga murah

Bandung-Solo, 21 Mei-16 Juni

Page 194: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Leuwigajah Masih Haus

leuwigajah tak mau berhenti

dari pagi sampai pagi

bus-mobil pengangkut tenaga murah

bikin gemetar jalan-jalan

dan debu-debu tebal membubung

mesin-mesin tak mau berhenti

membangunkan buruh-buruh tak berkamarmandi

tanpa jendela, tanpa cahaya matahari

tidur jejer-berjejer alas tikar

lantai-dinding dingin, lembab, pengap

lidah-lidah penghuni rumah kontrak

terus bercerita buruk:

lembur paksa sampai pagi

tubuh mengelupas, jari jempol putus, upah rendah

mogok? pecat!

seperi nyabuti bulu ketiak

tubuh-tubuh muda

terus mengalir ke leuwigajah

seperti buah-buah disedot vitaminnya

mesin-mesin terus menggilas

memerah tenaga murah

satu kali dua puluh empat jam

masuk, absen, tombol ditekan

dan truk-truk pengangkut produksi

meluncur terus ke pasar

Page 195: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

leuwigajah tak mau berhenti

dari pagi sampai pagi

asap cerobong terus kotor

selokan air limbah berwarna

mesin-mesin tak mau berhenti

terus minta darah tenaga muda

leuwigajah makin panas

berputar dan terus menguras

Bandung, 21 Mei 92

Page 196: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Makin Terang Bagi Kami

tempat kami sempit

bola lampu kecil, cahaya sedikit

tapi makin terang bagi kami

tangerang, solo, jakarta kawan kami

kami satu: buruh

kami punya tenaga

tempat pertemuan kami sempit

di langit bintang kelap-kelip

tapi makin terang bagi kami

banyak pemogokan di sana-sini

tempat pertemuan kami sempit

tapi pikiran ini makin luas

makin terang bagi kami

kegelapan disibak tukar pikiran

kami satu: buruh

kami punya tenaga

tempat pertemuan kami sempit

tanpa buah cuma kacang dan air putih

tapi makin terang bagi kami

kesadaran kami tumbuh menyirami

kami satu: buruh

kami punya tenaga

jika kami satu hati

Page 197: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

kami tahu mesin berhenti

sebab kami adalah nyawa

yang menggerakkannya

Bandung, 21 Mei 92

Page 198: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Bukan Kata Baru

ada kata baru kapitalis, baru? ah, tidak, tidak

sudah lama kita diisap

bukan kata baru, bukan

kita dibayar murah

sudah lama, sudah lama

sudah lama kita saksikan

buruh mogok dia telepon kodim, pangdam

datang senjata sebatalion

kita dibungkam

tapi tidak, tidak

dia belum hilang kapitalis

dia terus makan

tetes, ya, tetes-tetes keringat kita

dia terus makan

sekarang rasakan kembali jantung

yang gelisah memukul-mukul marah

karena darah dan otak jalan

kapitalis

dia hidup

bahkan berhadap-hadapan

kau-aku buruh, mereka kapitalis

sama-sama hidup

bertarung

ya, bertarung

sama-sama?

tidak, tidak bisa

kita tidak bisa bersama-sama

sudah lama, ya, sejak mula

Page 199: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

kau-aku tahu

berapa harga lengan dan otot kau-aku

kau tahu berapa upahmu

kau tahu

jika mesin-mesin berhenti

kau tahu berapa harga tenagamu

mogoklah

maka kau akan melihat

dunia mereka

jembatan ke dunia baru

dunia baru, ya, dunia baru

Tebet, 9 Mei 92

Page 200: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Seorang Buruh Masuk Toko

masuk toko

yang pertama kurasa adalah cahaya

yang terang benderang

tak seperti jalan-jalan sempit

di kampungku yang gelap

sorot mata para penjaga

dan lampu-lampu mengitariku

seperti sengaja hendak menunjukkan

dari mana asalku

aku melihat kakiku, jari-jarinya bergerak

aku melihat sendal jepitku

aku menoleh ke kiri ke kanan, bau-bau harum

aku menatap betis-betis dan sepatu

bulu tubuhku berdiri merasakan desir

kipas angin

yang berputar-putar halus lembut

badanku makin mingkup

aku melihat barang-barang yang dipajang

aku menghitung-hitung

aku menghitung upahku

aku menghitung harga tenagaku

yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik

aku melihat harga-harga kebutuhan

di etalase

aku melihat bayanganku

makin letih

dan terus diisap

Page 201: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Bukan di Mulut Politikus, Bukan di Meja SPSI

berlima dari solo, berkereta api kelas ekonomi murah

tak dapat kursi melengkung tidur di kolong

pas tepat di kepala kami bokong-bokong

kiri-kanan telapak kaki, tas, sandal, sepatu

tak apa di pertemuan ketemu lagi kawan

dari krawang-bandung-jakarta-jogja-tangerang

buruh pabrik plastik, tekstil, kertas, dan macam-macam

datang dengan satu soal

dari jakarta pulang tengah malam dapat bus rongsok

pulang letih tak apa, diri telah ditempa

sepanjang jalan hujan kami jongkok di tempat duduk

nempel jendela

bocor

bocor

sepanjang jalan tangan terus mengelapi

agar pakaian tak basah

dingin

dingin

tapi tak apa

diri telah ditempa

kepala dan dada masih penuh nyanyi panas

hari depa buruh di tangan kami sendiri

bukan di mulut politikus

bukan di mejas spsi

Solo, 14 Mei 92

Page 202: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

Edan

sudah dengar cerita mursilah?

edan!

dia dituduh maling

karena mengumpulkan serpihan kain

dia sambung-sambung jadi mukena

untuk sembahyang

padahal mukena tak dibawa pulan

padahal mukena dia taruh

di tempat kerja

edan!

sudah diperas

dituduh maling pula

sudah dengar cerita santi?

edan!

karena istirahat gaji dipotong

edan!

karena main kartu

lima kawannya langsung dipecat majikan

padahal tak pakai uang

padahal pas waktu luang

edan!

kita mah bukan sekrup

Bandung, 21 Mei 92

Page 203: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas/Semester : XII/2

Alokasi waktu : 2x45 menit

Standar Kompetensi

Membaca (memahami) dan Menulis

Kompetensi Dasar

Membaca dan memahami puisi

1. Memahami hakikat puisi

2. Memahami struktur dan kaidah teks puisi, baik lisan maupun tulisan

3. Membuat analisa struktur pembangun puisi

Indikator

1. Siswa mampu memahami pengertian puisi dan struktur (lahir dan batin)

pembangun puisi

2. Siswa mampu menganalisa struktur pembangun puisi

3. Siswa mampu mengaitkan pesan yang terdapat dalam puisi dengan realitas

sosial yang ada

A. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat memahami hakikat puisi

2. Siswa mampu menganalisa struktur pembangun puisi dan mengaitkannya

dengan realita sosial yang ada

3. Siswa mampu menyusun hasil analisis struktur pembangun puisi dengan

mengunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

4. Siswa memiliki sikap percaya diri, rasa ingin tahu dan kreatif dalam

Page 204: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

mengapresiasi karya sastra, serta kritis, tanggungjawab, peduli dan peka

terhadap apa yang terjadi dengan lingkungannya

* Karakter Siswa yang diharapkan:

Kritis, Kreatif, Komunikatif

B. Materi Ajar

puisi

-langkah menganalisa puisi

-contoh puisi karya penyair Indonesia

C. Metode Pembelajaran

1. Pendekatan : Pembelajaran Kontekstual

2. Metode : Ceramah dan tanya jawab

3. Model Pembelajaran : Pembelajaran kooperatif

D. Langkah-langkah Pembelajaran

1. Kegiatan awal (10’)

a. Guru membuka pelajaran (doa/salam), kemudian presensi kehadiran

siswa

b. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran

c. Guru memberikan motivasi siswa tentang pendidikan

d. Perwakilan siswa menampilkan apresiasi sastra di depan kelas

2. Kegiatan inti (70’)

a. Eksplorasi

1) Siswa bersama guru bertanya jawab tentang puisi (pengertian,

struktur pembangun puisi, manfaat puisi, dan beberapa puisi karya Wiji Thukul

tentang buruh

2) Siswa bersama guru mendiskusikan tujuan dan macam-macam

puisi

3) Siswa membaca puisi yang akan dikaji (Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Satu

Mimpi, Satu Barisan”)

Page 205: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

4) Siswa membuat analisis struktur puisi yang dikaji dengan

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

b. Elaborasi

1) Siswa menyimak pemaparan materi yang disampaikan oleh guru

2) Siswa ditugaskan untuk mencatat pokok materi yang disampaikan

c. Konfirmasi

1) Siswa bersama guru memberikan apresiasi positif pada

pembelajaran yang telah dilakukan

2) Guru memberikan penguatan tentang materi yang sudah dibahas

3. Kegiatan penutup (10’)

1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dibahas

2) Guru dan siswa membaca doa bersama

Alat/ Bahan/ Sumber

1. Buku paket Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas XII semester II

2. Kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul

E. PENILAIAN

Penilaian dilaksanakan selama proses dan sesudah pembelajaran

Indikator

Pencapaian

Penilaian

Teknik penilaian Bentuk instrumen Soal instrumen

i. Mampu

mencatat

pokok-pokok

masalah atau inti

materi yang telah

didengar atau

disimak

ii. Memahami

pengertian puisi,

unsur-unsur lahir

dan batin puisi

Tes tulis uraian 1. Catatlah pokok-

pokok materi

yang telah

disampaikan

2. Buatlah analisa

unsur-unsur

instrinsik dan

ekstrinsik

berdasarkan puisi

yang telah

diberikan oleh

guru! (puisi “Satu

Page 206: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

iii. Memahami

manfaat dan

fungsi puisi dalam

kehidupan sehari-

hari

Mimpi, Satu

Barisan karya Wiji

Thukul)

3. Buatlah analisa

mengenai

manfaat dan fungsi

puisi

dalam kehidupan

sehari-hari

(terutama yang

berkaitan

dengan kondisi

sosial)!

Soal penugasan

No. Butir Soal Skor maksimal

1.

2.

3.

Sebutkan dan jelaskan unsur pembangun

puisi, baik lahir maupun batin!

Bacalah puisi “Satu Mimpi, Satu Barisan”

karya Wiji Thukul! Kemudian analisa

unsur-unsur lahir dan batin yang terdapat

dalam

puisi tersebut!

Bacalah puisi “Satu Mimpi, Satu Barisan”

karya Wiji Thukul dengan seksama,

kemudian tentukan manfaat dan fungsi puisi

tersebut dalam kehidupan sehari-hari

(terutama yang

berkaitan dengan kondisi sosial)!

50

100

50

Jakarta, 14 November 2014

Kepala sekolah Guru Mapel

Page 207: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 208: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 209: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 210: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 211: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 212: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab
Page 213: POTRET BURUH INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26565/1/DIMAS... · contoh kasus Marsinah, buruh dan aktivis yang meninggal sebab

PROFIL PENULIS

Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki lahir di Jakarta, 02

September 1992. Anak pertama dari tiga bersaudara ini menyelesaikan

pendidikannya di SD Negeri Lagoa 11 Pagi, SMP Negeri 30 Jakarta, dan SMA

Negeri 75 Jakarta. Sejak kecil menggemari hal-hal yang berkaitan dengan seni

dan mengikuti berbagai lomba kesenian seperti kasidah, marawis, nasyid, dan

band. Sekarang masih aktif bergiat di beberapa organisasi, yakni Pojok Seni

Tarbiyah UIN Jakarta; Karangtaruna RW 03 Kelurahan Lagoa, Jakarta Utara;

Ormas Oi Zhamblank Priok; dan Ikatan Remaja Masjid Ash-Sholihin, Lagoa,

Jakarta Utara. Sejak pertama kali jatuh cinta dengan kesusastraan saat kuliah di

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, ia mulai tertarik dan mendalami dunia kepenulisan sastra. Beberapa buah

puisinya pernah dimuat di harian INDOPOS dan antologi puisi Gemuruh Cinta

untuk Dunia yang disusun oleh komunitas Tinta Perak dan diterbitkan secara indie

oleh Pena Nusantara pada 2013. Sekarang masih aktif sebagai personel grup

musikalisasi puisi Kemangilodi dan grup band Kareina. Bersama teman-temannya

di grup musikalisasi puisi Kemangilodi, Dimas pernah menjadi juara Harapan I

dalam lomba “Musikalisasi Puisi Helvy Tiana Rosa” dan juara I dalam “Lomba

Cipta lagu Anti Narkoba” yang diadakan oleh Badan Narkotika Nasional

Indonesia. Sementara itu, bersama grup band Kareina telah merilis album indie

yang bertajuk Perjalanan Ini.