perkembangan islam pada masa abbasiyah

24
MAKALAH PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Disusun Oleh : Afandi Kisworo 02 Andika Bayu Oktavian 05 Fendri Alimin 13 Wahyu Ariawan 28 Wijo Nur Pambudi 29

Upload: puji-nugraheni

Post on 08-Jul-2016

274 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TRANSCRIPT

MAKALAH PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA

ABBASIYAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Disusun Oleh :

Afandi Kisworo 02Andika Bayu Oktavian 05Fendri Alimin 13Wahyu Ariawan 28Wijo Nur Pambudi 29

SMP NEGERI 24 SEMARANG

KOTA SEMARANG

2016

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah

setiap insan di masa mendatang. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya

kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan

Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan

sedikit tentang masa daulah Abbasiyah.

Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti

sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa

pemerintahan ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang.

Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu

dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang perlu untuk

kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban

ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui

kesuksesan negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dahulu

peradaban ummat Islam itu diakui oleh seluruh dunia,  maka akan memotifasi

sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban ummat

Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan itu kembali

nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.

2

B. Kelahiran Daulah Abbasiyah

Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut

dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai

puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain

itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi

dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.

Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang

menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani

Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka

dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh

Daulah Bani Umayah yang besar. Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah

terjadi banyak kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara; terjadi

kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para Khalifah

dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran

terhadap ajaran Islam, termasuk salah satunya pengucilan yang dilakukan Bani

Umaiyah terhadap kaum mawali yang menyebabkan ketidak puasan dalam diri

mereka dan akhirnya terjadi banyak kerusuhan .

Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa

Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal

memberikan toleransi kepada berbagai kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani

Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah Umayah bergerak mencari

jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan

Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah.

Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka

bergerak dalam dua fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan

pertempuran. Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat

rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut

yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang merasa ditindas, bahkan juga

dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah Umayah. Setelah

Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya

inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas

dalam gerakan rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak

3

masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah

gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran, dan akhirnya

dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana

kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan

kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu

Abbas kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas

semua keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin

Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut

dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan Zulhijjah

132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan

maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah.

Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah,

yaitu Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil meloloskan diri ke

daratan Spanyol. Tokoh inilah yang kemudian berhasil menyusun kembali

kekuatan Bani Umayah di seberang lautan, yaitu di keamiran Cordova. Di sana

dia berhasil mengembalikan kejayaan kekhalifahan Umayah dengan nama

kekhalifahan Andalusia.

Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai

pusat pemerintahan, dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai Khalifah

pertama. Kemudian Khalifah penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)

memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad. Di kota Baghdad ini kemudian

akan lahir sebuah imperium besar yang akan menguasai dunia lebih dari lima abad

lamanya. Imperium ini dikenal dengan nama Daulah Abbasiyah.

Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan

dengan Daulah Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah,

misalnya, para bangsawan Daulah Abbasiyah cenderung hidup mewah dan

bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak belian serta istri peliharaan

(hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi ketimbang

mengembangkan nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian

khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.

4

C. Sistem Politik, Pemerintahan dan Sosial

Sistem Politik dan Pemerintahan

Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap

sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang

berarti Sang Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil

gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah

Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul

dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap Bani Umayyah di

dalam masalah sosial dan politik diskriminastif. Khalifah-khalifah Abbasiyah

yang memakai gelar ”Imam”, pemimpin masyarakat muslim bertujuan untuk

menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi

Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja.

Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa

pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan

merupakan pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap

sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan

dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai

masa kejayaan.

Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu

a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya

diambil dari kaum mawalli.

b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat

kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka

untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain.

c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan

sesuatu yang harus dikembangkan.

d. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.

Sistem Sosial

Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa

Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang

sangat mencolok, yaitu:

5

a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan

tempat yang sama dalam kedudukan sosial.

b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang

berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.).

c. Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran.

d. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru.

D. Kejayaan Daulah Abbasiyah

Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah

Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan

dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban

sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai

Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik

agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan

peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi

penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama

pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam

1. Gerakan Penerjemahan

Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah,

upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa

yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa

DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke daeah Bizantium untuk mencari naskah-

naskah yunanidalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran.

Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah

adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada awal

penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia

dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga

diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang

ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga

diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang

diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal

bahasa, Arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.

6

Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yang

berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Ar-

Rasyid diganti nama menjadi Khizanah al-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan)

yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa Al-Ma’mun

ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang

dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku

kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India.

Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah

kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat

kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.

2. Dalam Bidang Filsafat

Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat

luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang

lahir pada masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina

dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.

3. Perkembangan Ekonomi

Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah

terdapat dberbagai macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan

Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari

Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan

ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.

Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat

dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang

ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.

Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat

penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di

Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan

antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

7

4. Dalam Bidang Keagamaan

Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai

dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai berkembang,

terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bir Ra’i dan Tafsir bil Ma’tsur.

Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan,

pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini pula dimulainya

pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’,

shahih serta yang lainnya.

Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui

adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang

fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah

(w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi, karya-karyanya

sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al-Akbar

(terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi

pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.

E. Kemajuan Islam pada periode Klasik (Dinasti Abbasiyah) di bidang

Pendidikan dan di bidang Ilmiah

Periode klasik Islam yaitu sejak kelahiran Nabi Muhammad saw sampai

didudukinya Baghdad oleh Hulagu Khan. Pada masa dinasti Abbasiyah Islam

mencapai puncak kejayaannya dengan berkembangnya pendidikan dan penelitian

dibidang sains dan teknologi. Menurut Nourouzzaman Shiddiqie[2], periodisasi

sejarah Islam dapat dibagi 3 periode[3] : periode Klasik (+ 600 – 1258 M),

periode pertengahan ( abad ke-13 – abad 17), periode Modern (abad 18 –

sekarang).

F. Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan Dinasti Abbasiyah

Pendidikan anak-anak dimulai di rumahnya masing-masing. Ketika si anak

mulai bisa bicara, si ayah wajib mengajarinya untuk mengucapkan kalimat tauhid:

la> ila>ha illa> Alla>h. Dan ketika ia berumur enam tahun ia mesti diajari untuk

melaksanakan sholat wajib. Pada usia itu pulalah dimulainya pendidikan formal.

Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada

8

masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai

adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had.

Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan yaitu:

Maktab/kuttab (sekolah dasar) biasanya merupakan bagian yang terpadu

dengan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal

dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar

ilmu agama. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya,

pergi ke luar daerah atau ke masjid-masjid bahkan ke rumah-rumah gurunya.

Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka pusat studi umum dan

teologi (madrasah) yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun

456-485 H. Nizhamul Muluk merupakan pelopor pertama yang mendirikan

sekolah dalam bentuk yang ada seperti sekarang ini dengan nama madrasah.

Madrasah ini dapat ditemukan di Baghdad, Balkan, Naishabur, Hara, Isfahan,

Basrah, Mausil dan kota-kota lainnya. Madrasah yang didirikan ini mulai dari

tingkat rendah, menengah serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.

Lembaga pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi

tingkatannya adalah Bait al-H{ikmah (rumah kebijakan) yang didirikan oleh al-

Ma’mun (830 M) di Baghdad, ibu kota negara, selain sebagai biro penerjemahan,

lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan perpustakaan umum

serta memiliki observatorium, fungsi lembaga ini persis sama dengan rumah sakit,

yang pada awal kemunculannya sekaligus berfungsi sebagai pusat pendidikan

kedokteran.

G. Corak Gerakan Keilmuan Dinasti Abbasiyah

Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik. Kajian

keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu

kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada al-Qur’an dan al-Hadis; sedang

astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari

Yunani.

Bidang Agama (ilmu naqli) Fiqh, yang pada masa dinasti Abbasiyah lahir

para tokoh bidang fiqh dan pendiri madzhab antara lain sebagai berikut.

9

Imam Abu Hanifah (700 – 767 M)

Menurut riwayat : Bahwa Imam Hanafy di kala belajar keada Imam Amir bin

Syarahil Asy Syu’by (wafat pada tahun 104 H), guru ini setelah melihat dan

memperhatikan keadaan pribadi beliau dan kecerdasan akalnya, lalu menasehati

supaya rajin belajar ilmu pengetahuan, dan supaya mengambil tempat belajar yang

tertentu (khusus) di majlis-majlis para ulama, para cendikiawan pada waktu itu.

Disamping mempelajari ilmu lain, Imam Hanafy tertarik mempelajari ilmu

pengetahuan “Fiqh” atau yang biasa disebut dengan “Ilmu Fiqih” ialah ilmu

agama yang di dalamnya hanya melulu membicarakan atau membahas soal-soal

yang bertalian dengan hukum-hukum, baik yang berkenaan dengan urusan ibadah

maupun yang berkenaan dengan urusan mu’amalah atau yang berhubungan

dengan masyarakat.

Imam Malik (713 – 795 M)

Terdidik di kota Madinah dalam asrama yang meliputi di antaranya para

sahabat, para thabi’in, para anshar, para cerdik-pandai dan para ahli hukum

agama. Beliau terdidik di tengah-tengah mereka itu sebagai seorang anak yang

cerdas fikiran, cepat menerima pelajaran, kuat dalam berfikir dan menerima

pengajaran, setia dan teliti.

Imam Malik dalam memerikan fatwa tentang urusan hukum-hukum

keagamaan, adalah berdasarkan kepada kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw.

Atau hadist-hadist Nabi yang telah beliau ketahui dan beliau anggap sah (terang).

Dalam hal ini beliau pernah berkata: Hukum itu ada dua macam : 1. Hukum yang

telah didatangkan oleh Allah (Al-Qur’an), dan 2. Hukum yang datang dari Sunnah

Rasul-Nya.

Imam Syafi’i (767 – 820 M)

Tentang kecintaan ilmu pengetahuan, kecuali telah terbukti. Seperti yang

dikatakan oleh al-Imam: Pengetahuan itu ada dua macam: pertama pengetahuan

Fiqih untuk agama, dan kedua pengetahuan Thibb untuk keperluan tubuh.

Imam Ahmad bin Hanbal (780 – 855 M)

Sejak kecil Imam Hambaly telah kelihatan sangat cinta kepada ilmu dan amat

rajin menuntutnya. Dari karenanya beliau tidak berhenti dan tidak pula jemu

10

menuntut ilmu pengetahuan, sampai tidak ada kesempatan untuk memikirkan

mata pencariannya.

Ilmu Tafsir (Al – Qur’an)

Al-Qur’an adalah sumber utama agama Islam. Oleh karena itu, segala

perilaku ummat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua

bangsa Arab memahami arti yang terkandung didalamnya. Sebab untuk

memahami suatu kitab tidak cukup hanya mengerti bahasanya saja tetapi

diperlukan keseimbangan taraf pengetahuan antara buku yang dibaca dengan

pembacanya. Maka bangunlah para sahabatnya untuk menafsirkannya. Ilmu ini

mengalami perkembangan serta kemajuan pesat pada pemerintahan Abbasiyah,

ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu

tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi dan di antara para ahli tafsir pada masa

Dinasti Abbasiyah adalah a) Ibnu Jarir Ath-Tabari. b) Ibnu Athiyah Al-Andalusi.

c) Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani.

Ilmu Hadist

Dalam bidang hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan,

pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai

diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara

ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadis Shahih, Dhaif

dan Maudhu. Bahkan kemudian pula kritik sanad dan matan, sehingga terjadi

jarah dan ta’dil rawi hadis. Di antara para ahli hadist pada masa Dinasti

Abbasiyah adalah : Imam Bukhari (194-256 H), karyanya Shahih al-Bukhari.

Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim. Ibnu Majah, karyanya Sunan

Ibnu Majah. Abu Dawud, karyanya sunan Abu Dawud.Imam an-Nasai, karyanya

Sunan an-Nasai.

Ilmu Kalam

Lahirnya ilmu kalam ada dua faktor : Faktor Pertama, untuk membela Islam

dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh yang memakai senjata itu.

Faktor Kedua, karena semua masalah termasuk masalah agama telah bergeser dari

pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Kaum Mu’tazilah berjasa dalam menciptakan

ilmu kalam, karena mereka adalah pembela gigih tehadap Islam dari serangan,

Yahudi, Nasrani, Wasani.

11

Kajian para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa pahala, surga

neraka, serta perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, menghasilkan suatu

ilmu yaitu ilmu kalam atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam adalah Al-Juba’i,

Wasil bin Atha, Abul Huzail al-Allaf (w.849 M), tokoh Mu’tazilah. Imam Abul

Hasan al-Asy’ari tokoh Asy’ariah. dan Imam Abu Mansur al-Maturidi.

Ilmu Tasawuf

Ilmu Tasawuf, adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman

Abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya

kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta berbunyi diri

beribadah. Dalam sejarah sebelum timbul aliran tasawuf terlebih dahulu muncul

aliran zuhud. Aliran zuhud ni tumbul pada akhir abad I dan permulaan abad II H

sebagai reaksi terhadap hidup mewah dari khalifah dan keluarga serta pembesar

negara sebagai akibat dari kekayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syria,

Mesir, Mesopotamia, dan Persia.

Ilmu Bahasa

Diantara ilmu bahasa yang berkembang pada masa dinasti Abbasiyah adalah

ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’, dan arudh. Bahasa arab

dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagai alat komunikasi

antarbangsa. Di antara para ahli ilmu bahasa adalah a) Imam Sibawaih (w.183 H),

karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman. b) Al-Kiasi. c) Abu Zakaria al-

Farra (w.208 H). Kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.

Bidang Umum (Ilmu Aqli)

Dalam bidang umum antara lain berkembang berbagai kajian dalam bidang,

filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geometri, aljabar, arimetika,

mekanika, astronomi, musik, kedokteran, kimia, sejarah, dan sastra.

Filsafat, Kajian filsafat di kalangan umat Islam mencapai puncaknya pada

masa daulah Abbasiyah, di antaranya dengan penerjemahan filsafat Yunani ke

dalam bahasa Arab, yang diterjemah oleh Hunayn yang menguasai bahasa Yunani

dan Suryani. Dia mula-mula menerjemahkan naskah-naskah Yunani ke dalam

bahasa Suryani, kemudian dua orang pembantunya, anaknya sendiri (ishaq), dan

keponakannya (Hubaisy) menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Ketika dia

12

(Hunayn) memimpin lembaga tersebut, telah banyak buku yang dia terjemahkan,

misalnya buku-buku Hepocrates, Galliens, buku-buku plato dan aristoteles dalam

bidang filsafat. Bagaimanapun ada orang yang memberikan komentar bahwa

ketika para penguasa dunia Islam dan para ilmuwannya sibuk menggeluti dunia

pemikiran, filsafat, dan ilmu-ilmu yunani, pada saat yang sama penguasa negara-

negara Eropa dan para tokohnya sibuk belajar menuliskan nama mereka sendiri.

Para filsuf Islam antara lain :Abu Ishaq al-Kindi (809-873 M). Karyanya

lebih dari 231 judul.Abu Nasr al-Farabi (961 M). Karyanya lebih dari 12 buah

buku. Ia memperoleh gelar al-Mualimuts Tsani (the second teacher), yaitu guru

kedua, sedangkan guru pertama dalam bidang filsafat adalah Aristoteles.Ibnu

Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M). Ia seorang filsuf yang

menghidupkan kembali filsafat Yunani aliran Aristoteles dan Plato. Selain filsuf

avicenna juga seorang dokter istana kenamaan. Di antara bukunya yang terkenal

adalah asy-Syifa, dan al-Qanun fi ath-Thib (canon of medicine).Ibnu Bajah

(w.581 H).Ibnu Tufail (w.581 H), penulis buku novel filsafat Hayy bin

Yaqzan.Al-Ghazali (1058-1111 M). Al-Ghazali mendapat julukan al-Hujjatul

Islam. Karyanya antara lain : Maqasid al-Falasifah, al-Munqid Minadh Dhalal,

Tahafut al-Falasifah, dan Ihya Ulumuddin.Ibnu Rusyd di Barat dikenal dengan

Averros (1126-1198 M). Ibnu Rusyd, seorang filsuf, dokter dan ulama. Karyanya

antara lain : Mabadi al-Falasifah, Tahafut at-Tahafut al-Falasifah, al-Kuliah fi ath-

Thibb, Bidayah al-Mujtahid.

Ilmu Kedokteran. Ilmu kedokteran pada masa daulah Abbasiyah

berkembang pesat. Rumah-rumah sakit besar dan sekolah kedokteran banyak

didirikan. Di antara ahli kedokteran ternama adalah Abu Zakaria Yahya bin

Mesuwaih (w.242 H), seorang ahli farmasi di rumah sakit Jundhisapur Iran.Abu

Bakar ar-Razi (Rhazes) (864-932 M) dikenal sebagai “Galien Arab”.Ibnu Sina

(avicenna), karyanya yang terkenal adalah al-Qanun fi Ath-Thib tentang teori dan

praktik ilmu kedokteran serta membahas pengaruh obat-obatan, yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, Canon of Medicine.Ar-Razi, adalah tokoh

pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles, ar-Razi adalah

penulis buku mengenai kedokteran anak.

13

Matematika, Terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab,

menghasilkan karya dalam bidang matematika. Di antara ahli matematika Islam

yang terkenal adalah al-Khawarizmi. Al-Khawarizmi adalah pengarang kitab al-

Jabar wal Muqobalah (ilmu hitung), dan penemu angka nol. Sedangkan angka

latin: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka Arab karena diambil dari Arab.

Sebelumnya dikenal angka Romawi I, II, III, IV, V dan seterusnya. Tokoh lain

adalah abu al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin al-Abbas (940-998

M) terkenal sebagai ahli ilmu matematika.

Farmasi, di antara ahli farmasi pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Ibnu

Baithar, karyanya yang terkenal adalah al-Mughni (berisi tentang obat-obatan),

jami al-Mufradat al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).

Ilmu Astronomi, kaum muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai aliran

ilmu astronomi dari berbagai bangsa seperti bangsa Yunani, India, Persia, Kaldan,

dan ilmu falak Jahiliah. Di antara ahli astronomi Islam adalah Abu Mansur al-

Falaki (w.272 H). Karyanya yang terkenal adalah Isbat al-Ulum dan Hayat al-

Falak.

Jabir al-Batani (w.319 H). Al-Batani adalah pencipta teropong bintang pertama.

Karyanya yang terkenal adalah kitab ma’rifat Mathiil Buruj Baina Arbai al-

Falak.Raihan al-Biruni (w.440 H). Karyanya adalah at-Tafhim li Awal as-Sina at-

Tanjim.

Geografi, dalam bidang geografi umat Islam sangat maju, karena sejak

semula bangsa Arab merupakan bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak

jauh untuk berniaga. Di antara wilayah pengembaraan umat Islam adalah umat

Islam mengembara ke Cina dan Indonesia pada masa-masa awal kemunculan

Islam. Di antara tokoh ahli geografi yang terkenal adalah Abul Hasan al-Mas’udi

(w.345 H/956 M), seorang penjajah yang mengadakan perjalanan sampai Persia,

India, Srilanka, Cina dan penulis buku Muruj az-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir.

H. Runtuhnya Daulah Abbasiyah

Tak ada gading ang tak retak. Mungkin pepatah inilah ang sangat pas untuk

dijadikan cermin atas kejayaan ang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah

Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala

14

bidang, namun akhirnya iapun mulai kaku dan akhirnya runtuh. Menurut beberapa

literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu:

1. Faktor Internal

Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan

pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya

wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan

daerah sulit dilakukuan - Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki,

mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi

mereka. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah

kepada mereka sangat tinggi. Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok

agama. Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.

2. Faktor Eksternal

Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak

korban. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang

menghancrkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai

berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran,

Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.

I. Kesimpulan

Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya

adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan

oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas.

Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti sebelumny,

dinasti Umaiyah. Pada mulanya ibu kota negera adalah al-Hasyimiyah dekat

kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara al-

Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian pusat

pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-

Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia

mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif

dan yudikatif.

Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari

kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai

15

sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam,

lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini

kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya

perpustakaan dan akademi.

Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami

kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada

perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.

16