peradaban islam pada masa bani abbasiyah

34
Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M (Syalaby,1997:44). Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu : 1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat disebabkan

Upload: baitinnajmah

Post on 16-Apr-2017

413 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

A. Awal Berdirinya Bani Abbasiyah

Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani

Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini

adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh

Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di

Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal

132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M

(Syalaby,1997:44).

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang

paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara

pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani

Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya

negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu

bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah

Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian

struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani

Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84),

ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu :

1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari

masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di sebabkan

ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.

2. Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan

lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntuta zaman.

3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa

pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.

4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-orang

lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh karena hal-hal

tertentu yang merasa tidak puas dengan syistem yang ada. Sebelum daulah Bani

Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani

Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam

memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW

yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu

Page 2: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan. Humaimah merupakan kota kecil tempat

keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun

pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah

merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi

Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah.

Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim.

Ia mempunyai warga yang bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh

pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan

yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan

dukungan. Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas

dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan

pertempuran (Hasjmy, 1993:211). Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan

dilakukan sangat rahasia.

Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak,

terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada

mulanya mendukung Bani Umayyah. Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh

anaknya Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama

Abu Muslim al-Khusarany, bergabung dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu dimulailah

gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan

Zulhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir.

Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.

B. Sistem Politik, Pemerintahan dan Sosial

1. Sistem Politik dan Pemerintahan

Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai

pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang

Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur

dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah,

kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan

orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap Bani Umayyah di dalam masalah sosial

dan politik diskriminastif. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam”,

pemimpin masyarakat muslim bertujuan untuk menekankan arti keagamaan

kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih

dari satu putra mahkota raja.

Page 3: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa

pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan merupakan

pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota

terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian.

Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan. Ada

beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu:

a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil

dari kaum mawalli.

b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,

ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa saja, termasuk

bangsa dan penganut agama lain.

c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu

yang harus dikembangkan.

d. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.

2. Sistem Sosial

Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa

Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat

mencolok, yaitu:

a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang

sama dalam kedudukan sosial.

b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda

(bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)

c. Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran.

d. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru.

C. Periodesasi Masa Abbasiyah

Para sejarawan mengklasifikasi periode Abbasiyah berbeda-beda. Al-Khudri, Guru

Besar Ilmu Sejarah dari Universitas Mesir (Egyptian University) membagi kedalam lima

masa, yaitu:

1. Masa kuat-kuasa dan bekerja membangun, berjalan 100 tahun lamanya, dari 132 s.d.

232 H.

2. Masa berkuasanya panglima-panglima Turki, berjalan 100 tahun lamanya, dari 232 s.d.

334 H.

3. Masa berkuasanya Bani Buyah (Buwayhid), berjalan 100 tahun lamanya, dari 334 s.d.

447 H.

Page 4: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

4. Masa berkuasanya Bani Saljuk (Seljuqiyak), berjalan 100 tahun lamanya, dari 447 s.d.

530 H.

5. Masa bergerak balik kekuasaan politik Khalifah-khalifah Abbasiyah dengan

merajalelanya para panglima perang, selama 125 tahun, dari 530 H. sampai musnahnya

Abbasiyah di bawah serbuan Jengiz Khan dan putranya Hulagu Khan dari Tartar pada

tahun 656 H.

Menurut B.G Stryzewki membagi masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah menjadi

lima periode, yaitu:

1) Periode pertama (132 H./750 M. s.d. 232 H./847 M.), disebut periode pengaruh Persia

pertama

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa

keemasannya. Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan

pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat

mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi

perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Masa pemerintahan Abu al-

Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M.

Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Mansur

(754–775 M).

Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk

lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansur

memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad, dekat

bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan

Dinasti bani Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini

al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat

sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di

bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai

koordinator departemen.

Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan

menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga

terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin

Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini

kemudian mengangkat anaknya, Ja’far bin Yahya, menjadi wazir muda. Sedangkan

anaknya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi Gubernur Persia Barat dan kemudian

Khurasan. Pada masa tersebut persoalan-persoalan administrasi Negara lebih banyak

Page 5: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

ditangani keluarga Persia itu. Masuknya keluarga non Arab ini ke dalam pemerintahan

merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang

berorientasi ke Arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara,

dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk

Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.

Jawatan pos yang sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan

peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat,

pada masa al-Mansur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di

daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur

jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang

sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan

di daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan

selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.

Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah

dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari

Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al

Khulafa’ al-Rasyidin. Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman

Khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M).

Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah

sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling

tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan,

ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman

keemasannya.

Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan

tak tertandingi (Yatim, 2003:52-53). Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa

Khalifah Harun al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan

Islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada

pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara

Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah. Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal

sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya,

penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu

karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat

Page 6: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang

besar.

Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu

pengetahuan. Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar

kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar

belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-

Ma’mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak

seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem

ketentaraan. Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara

dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan

militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.

Dalam periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik yang mengganggu

stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu

seperti gerakan sisa-sisa Dinasti Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas dan lain-

lain semuanya dapat dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu para Khalifah mempunyai

prinsip kuat sebagai pusat politik dan agama sekaligus. Apabila tidak, seperti pada

periode sesudahnya, stabilitas tidak lagi dapat dikontrol, bahkan para Khalifah sendiri

berada dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.

2) Periode kedua (232 H./847 M. s.d. 334 H./945 M.), disebut periode pegaruh turki

pertama

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai

Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup

mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh

para hartawan dan anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan

terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara

profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk

mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan

sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di dalam

Khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari

keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari

empat ratus tahun.

Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah

seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat

merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah

Page 7: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada

di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya

ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi selalu gagal.

Dari dua belas Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat

dengan wajar, selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya

dengan paksa. Wibawa Khalifah merosot tajam. Setelah tentara Turki lemah dengan

sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan

diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa

disintregasi dalam sejarah politik Islam.

Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada

periode ini adalah sebagai berikut:

a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara

komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para

penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.

b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka menjadi sangat

tinggi.

c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah Khalifah

merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

3) Periode ketiga (334 H./945 M. s.d. 447 H./1105 M.), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi

dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga pengaruh Persia

kedua

Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih.

Keadaan Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah

penganut aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi

gaji. Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah

bagian selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk

wilayah Al- Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini

tidak lagi merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz di masa

berkuasa Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih. Meskipun demikian,

dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus mengalami kemajuan pada

periode ini.

Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-

Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as- Safa. Bidang ekonomi,

pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti

Page 8: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

dengan pembangunan masjid dan rumah sakit. Pada masa Bani Buwaih berkuasa di

Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah,

pemberontakan tentara dan sebagainya.

4) Periode keempat (447 H./1105 M. s.d. 590 H./1195 M.), masa kekuasaan dinasti saljuk

yang biasa disebut dengan masa pengaruh turki kedua

Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah.

Kehadiran Bani Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan

kekuatan Bani Buwaih di Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak

karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai

oleh orangorang Syi’ah. Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga

berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan

dan Malikhsyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah

di Baghdad. Cabang-cabang Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di

Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari.

Dari madrasah ini telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu.

Di antara para cendekiawan Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode

ini adalah al-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi), Al-

Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan

Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan. Dalam bidang politik, pusat

kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka membagi wilayah kekuasaan

menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk mengepalai masing-masing

propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah, masing-masing propinsi

tersebut memerdekakan diri. Konflik-konflik dan peperangan yang terjadi di antara

mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit demi sedikit kekuasaan politik

Khalifah menguat kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan mereka tersebut

berakhir di Irak di tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/ 1199 M.

5) Periode kelima (590 H./1194 M. s.d. 656 H./1258 M.), masa khalifah bebas dari

pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di Baghdad.

Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah

merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi

berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam

berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti

kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di

Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan

Page 9: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang

Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti.

Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam

sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran

dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran ini

tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama,

hanya karena Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat

berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah

kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika

Khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping

kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah

menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama.

Kedua pola periodesasi diatas, pada dasarnya sama dan tidak signifikan. Untuk

memudahkan pembahasan, periode Abbasiyah dibagi menjadi empat tahap, yaitu

pendirian, kemajuan, kemunduran, dan kehancuran.

D. Pendirian Bani Abbas (750-857 M. – 132-232 H.)

Babak ketiga dalam drama besar politik islam dibuka oleh Abu Al-Abbas (750-754)

yang berperan sebagai pelopor. Irak menjadi panggung besar drama itu. Dalam khotbah

penobatannya, yang disampaikan setahun sebelumya di masjid kufah, khalifah Abbasiyah

pertama itu menyebut dirinya as-saffih, penumpah darah, yang kemudian menjadi

julukannya. Julukan itu merupakan pertanda buruk karena disnati yang baru muncul ini

mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam menjalankan

kebijakannya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah islam, disisi singgasana khalifah

tergelar karpet yang digunakan sebagai tempat eksekusi. As-saffah menjadi pendiri dinasti

arab islam ketiga- setelah khulafa Ar-rasyidun dan dinasti umayah yang sangat besar dan

berusia lama. Dari 750 M. hingga 1258 M., penerus Abu Al-Abbas memegang

pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim

dirinya sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan Negara teokrasi,

yang menggantikan pemerintahan sekuler (mulk) dinasti umayah. Sebagai ciri khas

keagamaan dalam istana kerajaannya, dalam berbagai kesempatan seremonial, seperti

ketika dinobatkan sebagai khalifah dan pada shalat jumat, khalifah mengenakan jubbah

(burdah) yang pernah dikenakan oleh saudara sepupunya, Nabi Muhammad. Akan tetapi,

Page 10: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

masa pemerintahanya, begitu singkat. As-saffah meninggal (754-775 M.) karena penyakit

cacar air ketika berusia 30-an.

Saudaranya yang juga penerusnya, Abu Ja’far (754-775), yang mendapat julukan Al-

Manshur adalah khalifah terbesar dinasti abbasiyah. Meskipun bukan seorang muslim

yang saleh, dialah sebenarnya, bukan as-saffah, yang benar-benar membangun dinasti baru

itu. Seluruh khalifah yang berjumlah 35 orang berasal dari garis keturunannya.

Masa kejayaan abbasiyah terletak pada khalifah setelah as-saffah. Penulis mengutip

Philip K.Hitty, bahwa masa keemasan (golden prime) abbasiyah terletak pada 10 khalifah.

Hal ini bereda dengan badri yatim, yang memasukan 7 khalifah sebagai masa kejayaan

abbasiyah. Begitu pula, Harun nasution, hanya memasukan 9 khalifah ke dalam kategori

sebagai khalifah yang memajukan abbasiyah.

Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh as-saffah dan al-mansyur mencapai masa

keemasannya antara masa khalifah ketiga, al- Mahdi, dan khalifah yang kesembilan, al-

watsiq, dan lebih khusus lagi pada masa harun ar-rasyid dan anaknya, al-ma’mun. karena

kehebatan dua public, dan menjadi dinasti paling terkenal dalam sejarah islam.

E. Kemajuan Masa Abbasiyah

Masa ini adalah masa keemasan atau masa kejayaan umat islam sebagai pusat dunia

dalam berbagai aspek peradaban. Kemajuan itu hampir mencakup semua aspek kehidupan:

1. Administrative pemerintahan dengan biro-bironya

2. Sistem organisasi militer

3. Administrasi wilayah pemerintahan

4. Pertanian, perdagangan, dan industry

5. Islamisasi pemerintahan

6. Kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi, historiografi, filsafat

islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika islam, sastra, seni, dan penerjamahan

7. Pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi pendidikan dasar (kuttab), menengah dan

perguruan tinggi; perpustakan dan toko buku, media tulis, seni rupa, sei music, dan

arsitek.

Rincian berbagai kemajuan tersebut, dapat dilihat dari temuan Philip K. Hitti sebagai

berikut:

a. Biro-biro Pemerintahan Abbasiyah

Dinasti abbasiyah memiliki kantor pengawasan (dewan az-zimani) yang pertama

kali diperkenalkan oleh al-mahdi; dewan korespondensi atau kantor arsip (dewan at-

tawqi) yang menangani semua surat resmi, dokumen politik serta instruksi dan

Page 11: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

ketetapan khalifah; dewan penyelidik keluhan; departemen kepolisian dan pos. dewan

penyelidik keluhan (dewan an-nazhar fi al-mazhalini) adalah sejeni pengadilan tingkat

banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara

keliru pada departemen administrative dan politik. Cikal bakal dewan ini dapat dilacak

paa masa dinasti umayah, karena al-mawardi meriwayatkan bahwa abad al-malik

adalah khalifah pertama yang menyediakan salah satu hari khusus untuk mendengar

secara langsung permohonan dan keluhan rakyatnya. Umar II meneruskan praktik

tersebut. Praktik itu kemudian diperkenalkan ole al-mahdi ke dalam pemerintahan

dinasti abbasiyah. Penggantinya, al-hadi, harun, al-ma’mun, dan khalifah selanjutya

menerima keluhan itu dalam sebuah dengar public; al-muhtadi (869-870) adalah

khalifah terakhir yang memelihara kebiasaan tersebut. Raja normandia, roger II, (1130-

1154) memperkenalkan lembaga tersebut kesisilia, yang kemudian mengakar di daratan

eropa.

b. Sistem Militer

Sistem militer terorganisasi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat

pelatihan dan pengajaran secara regular. Pasukan pengawal khalifah (hams) mungkin

merupakan satu-satunya pasukan tetap yang masing-masing mengepalai sekelompok

pasukan. Selain mereka, ada juga pasukan bayaran dan sukarelawan, serta sejumlah

pasukan dari berbagai suku dan distrik. Pasukan tetap (jund) yang bertugas aktif disebut

murtaziqah (pasukan yang dibayar secara berkala oleh pemerintah). Unit pasukan

lainnya disebut muta-thawwih’ah (sukarelawan), yang hanya menerima gaji ketika

bertugas. Kelompok sukarelawan ini direkrut dari orang badui, para petani, dan orang

kota. Pasukan pengawal istana memperoleh bayaran lebih tinggi, bersenjata lengkap,

dan beseragam. Pada masa-masa awal pemerintahan khalifah dinasti abbasiyah, rata-

rata gaji pasukan infanteri, disamping gaji dan santunan rutin sekitar 960 dirharn per

tahun, pasukan kavaleri menerima dua kali lipat dari itu.

c. Wilayah Pemerintahan

Pembagian wilayah kerajaan umayah ke dalam provinsi yang dipimpin oleh

seorang gubernur (tunggal amir atau ‘amil) sama dengan pola pemerintahan pada

kekuasaan bizantium dan Persia. Pembagian ini tidak mengalami perubahan berarti

pada masa dinasti abbasiyah. Provinsi dinasti abbasiyah mengalami perubahan dari

masa ke masa, dan klasifikasi politik juga tidak selalu terkait dengan klasifikasi

geografis, seperti yang terekam dalam karya al-ishthakhri, ibn hawqal, ibn al-faqih, dan

Page 12: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

karya-karya sejenis. Berikut ini merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal

kekhalifahan baghdad:

a) Afrika disebelah barat gurun Libya bersama dengan sisilia

b) Mesir

c) Suriah dan palestina, yang terkadang dipisahkan

d) Hijaz dan yamamah (arab tengah)

e) Yaman dan arab selatan

f) Bahrain dan oman, dengan bashrah dan irak sebagai ibukotanya

g) Sawad atau irak (Mesopotamia bawah), dengan kota utamanya setelah Baghdad,

yaitu kufah dan wash

h) Jazirah (yaitu kawasan assyiria kuno, bukan semenanjung arab), dengan ibukota

mosul

i) Azerbaijan, dengan kota-kota besarnya, seprti Ardabil, tibriz, dan maraghah

j) Jibal (perbukitan, media kuno), kemudian dikenal denga irak ajami (iraknya orang

Persia), dengan kota utamanya adalah Ramadan.

d. Perdagangan dan Industri

Sejak masa khalifah kedua abbasiyah, AL-Manshur, sumber Arab paling awal

yang menyinggung tentang hubungan maritime Arab dan Parsia dengan India dan Cina

berasal dari laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir dan para pedagang muslim lainnya

pada abad ke-3 hijriah. Tulang punggung pedagang ini adalah sutra, kontribusi terbesar

orang Cina kepada dunia barat. Biasanya, jalur perdagangan yang disebut “jalan sutra”,

menyusuri Samarkand dan Turkistan Cina, sebuah wilayah yang kini tidak banyak

dilalui dibanding wilayah-wilayah dunia lainnya yang sudah dihuni dan berperadaban.

Barang-barang dagangan biasanya diangkut secara estafet, hanya sedikit khalifah yang

menempuh sendiri perjalanan sejauh itu. Akan tetapi, hubungan diplomatic telah

dibangun sebelum orang Arab terjun ke dunia perdagangan.

Diriwayatkan bahwa Sa’d Ibn Abi Waqqash, penakluk Persia, menjadi duta yang

dikirim nabi ke Cina. “Makam” Sa’d masih bisa ditemukan di kanton. Tulisan-tulisan

tertentu pada monument Cina lama tentang agama islam di Cina jelas merupakan

tulisan palsu yang dibuat oleh para tokoh agama. Pada pertengahan abad ke-8 telah

dilakukan pertukaran duta. Dalam catatan Cina abad itu, kata amir al-muminin

diucapkan dengan hanmi mom o ni oleh abu al-abbas, khalifah dinasti abbasiyah

pertama, A bo lo bs; dan Harun, A lun. Pada masa khalifah-khalifah itu terdapat

Page 13: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

sejumlah orang islam yang menetap di Cina. Pada mulanya, orang islam itu dikenal

dengan sebutan Ta Syih dan kemudia Hui Hui (pengikut Muhammad).

Disebelah barat, para pedagang islam telah mencapai Maroko dan Spanyol.

Seribu tahun sebelum de Lesseps, khalifah Harun mengemukakan gagasan tentang

menggali kanal di sepanjang Ists-mus di Suez.Namun, perdagangan di mediterania

Arab tidak pernah mencapai kemajuan yang berarti.Laut hitam juga tidak bisa

mendukung perdagangan maritime, meskipun pada abad ke-10 dilakukan perdagangan

singkat melalui jalur darat ke utara dengan orang yang tinggal di kawasan valda.

Namun, karena jaraknya yang dekat dengan pusat kota Persia dan kota-kota makmur di

Samarkand dan Bukhara, laut Caspian menjadi titik pertemuan dagang yang favorit.

Para pedagang muslim membawa kurma, gula, kapas, dan kain wol, juga peralatan dari

baja dan gelas.

Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu mengimpor barang dagangan,

seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra dari kawasan assia yang lebih jauh, juga

mengimpor gading, kayu eboni, dan budak kulit hitam dari afrika. Gambaran tentang

jumlah keuntungan yang diperoleh Rotaschild dan Rockefeller pada abad tersebut

mungkin juga telah diraih oleh seorang penjual permata dari Baghdad, ibn al-jashshash,

yang tetap kaya meskipun Al-muqtadir telah menyita hartanya sebesar 16 juta dinar,

dan menjadi keluarga pertama yang dikenal sebagai pengusaha permata. Para

pengusaha dari Bashrah yang membawa dagangannya dengan kapal laut ke berbagai

negeri yang jauh, masing-masing membawa muatan bernilai lebih dari 1juta dirham.

Seorang pemilik penggilingan di Bashrah dan Baghdad yang tidak berpendidikan

mampu berderma untuk orang miskin sebesar 100 dinar perhari, dan kemudian diangkat

oleh Al-mu’tashim menjadi wazirnya.

Tingkat aktivitas perdangan seperti itu didukung pula oleh pengembangan

industry rumah tangga dan pertanian yang maju. Industri kerajinan tangan menjamur di

berbagai pelosok kerajaan. Daerah Asia Barat menjadi pusat industri karpet, sutra,

kapas, dan kain wol, satin dan brokat (dibaj), sofa (dari bahasa arab, suffah) dan kain

pembungkus bantal, juga perlengkapan dapur dan rumah tangga lainnya. Mesin

penganyam Persia dan irak membuat karpet dan kain berkualitas tinggi. Ibu Al-

Musta’in memiliki sehelai karpet yang dipasang khusus seharga 130 juta dirham

dengan corak berbagai jenis burung dari emas yang dihiasi batu rubi dan batu-batuan

indah lainnya.

Page 14: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Sebuah pusat industri di Baghdad yang namanya diambil dari nama seorang

pangeran Umayyah, Attab, memberi merk kain buatannya dengan ‘attabi yang pertama

kali dibuat disana pada abad ke-12. Kain tersebut ditiru oleh perajin arab di Spayol, dan

terkenal di prancis, italia, dan negara eropa lainnya dengan nama tabi. Istilah tersebut

kemudian berubah menjadi tabby, yang merujuk pada seekor kucing yang unik dan

berwarna kufah memproduksi kain sutra atau separuh sutra untuk penutup kepala yang

masih digunakan hingga sekarang dengan nama kauftyah. Tawaj, fasa, dan kota-kota

lainnya di Paris memiliki sejumlah pabrik kelas 1 yang membuat karpet, sulaman,

brokat, dan gaun panjang untuk kalangan atas. Barang-barang semacam itu dikenal

sebagai thiraz (dari bahasa Persia) yang memuat nama atau kode sultan.

e. Perkembangan Bidang Pertanian

Bidang pertanian maju pesat pada awal pertahanan Dinasti Abbasiyah karena

pusat pemerintahannya berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang

dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sunber utama pemasukan negara

pengolahan tanah hampir sepenuhnya di kerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya

mengalami peningkatan pada masa rezim baru. Lahan-lahan pertanian yang terlantar,

dan desa-desa yang hancur di berbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun

kembali secara bertahap.

Daerah rendah di lembah Tigris-Efrat, yang merupakan daerah terkaya setelah

mesir, dan dipandang sebagai surga Aden, mendapat perhatian khusus dari pemerintah

pusat. Mereka membuka kembali saluran irigasi yang lama dari sungai Efrat, dan

membuat saluran irigasi baru sehingga membentuk sebuah “jariungan yang sempurna”.

Ada 113 Kanal besar pertama, yang di sebut Nahr ‘Isa setelah di gali kembali oleh

keluarga Al-Manshur, menghungkan aliran sungai Efrat di Anbar sebelah barat laut

dengan sungai Tigris di baghdad.Salah satu cabang utama Nahr ‘Isa adalah sharah.

Kanal terbesar kedua adalah Nahr Sharshar, yang bertemu dengan sungai tigris di

daerah Madain.

Kanal ketiga adalah Nahr Al-Malik (“sungai raja”), yang tersambung ke sungai

tigris di bawah Madain. Di bawah dua sungai itu terdapat Nahr Kutsa dan SharahBesar,

yang mengairi sejumlah saluran. Kenal lainnya, Dujayl (sungai yang lebih kecil dari

Diljah, Tigris), yang awalnya menghubungkan Tigris dengan Efrat, semakin dangkal

pada abad ke-10, dan nama itu kemudian menjadi nama kanal baru berbentuk oval,

yang merupakan cabang dari sungai Tigris. Kanal lainnya yang kurang penting adalah

Nahr Ash-Shihah yang digali di Wash oleh Al-Mahdi. Para ahli geografi Arab

Page 15: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

menyebutkan beberapa khalifah yang “menggali” atau “membuka” “saluran”, yang

dalam kebanyakan kasus, sebenarnya hanya menggali dan membuka kembali kanal-

kanal yang pernah ada sebelumnya sejak masa Babilonia. Di Irak dan Mesir, yang

dilakukan adalah pengaktifan kembali jaringan kanal lama. Bahkan, sebelum Perang

Dunia Pertama, Sir William Willcock yang ditugaskan oelh pemerintahan Utsmani

untuk mengkaji persoalan irigasi di Irak, merekomendasikan untuk membuka lagi aliran

sungai yang lama, daripada membangun kanal-kanal baru.

Tanaman asli Irak terdiri atas gandung, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami.

Daerah yang sangat subur berada di bantaran tepian sungai ke selatan, sawad, yang

menumbuhkan berbagai jenis buah dan sayuran, yang tumbuh di daerah panas maupun

dingin. Kacang, jeruk, terong, tebu, dan beragam bunga, seperti bunga mawar dan

violet juga tumbuh subur.

f. Islamisasi Masyarakat

Sebanyak 5.000 orang Kristen Banu Tanukh di dekat Alleppo mengikuti perintah

khalifah AL-Mahdi untuk masuk islam. Proses konversi secara normal berjalan lebih

gradual, damai, dan bersifat pasti. Kebanyakan konversi yang dilakukan oleh

penduduk taklukan didorong oleh motif kepentingan individu, agar mendapat prestise

sosial dan pengaruh politik, serta menikmati kebebasan dan keamanan yang lebih besar.

Penduduk Persia baru beralih ke agama Ialam pada abad ketiga setelah wilayah itu

dikuasai Ialam.Sebelumnya mereka menganut Zoroaster.

g. Bidang Kedokteran

Dari tulisan Ibn Maskawayh, kita mendapatkan sebuah risalah sistematik

berbahasa Arab paling tua tentang optalmologi. Belakangan ini, sebuah buku berjudul

Al-Asyr Maqalat fi Al-Ayn (sepuluh risalah tentang Mata) yang di anggap sebagai

karya muridnya, Hunayn ibn Ishqaq, telah di terbitkan dalam bahasa Inggris sebagai

buku teks tentang optalmologi paling awal yang kita miliki. Minat orang arab terhadap

ilmu kedokteran di ilhami oleh hadis Nabi yang membagi pengetahuan ke dalam dua

kelompok teologi dan kedokteran. Dengan demikian, seorang dokter sekaligus

merupakan seorang teolog.

Ali ibn Al-Abbass (Haly Abbas, w.994), yang awalnya menganut ajaran

Zoroaster, sebagaimana terlihat dari namanya, Al-majusi, dikenal sebagai penulis buku

Al-kitab Al-maliki(buku raja, liber regius), yang ia tulis untuk Raja Buwayhi, adhud

Ad-Dawlah Fnna Khusraw, yang memerintah antara 949 hingga 983. Karya ini yang

Page 16: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

disebut juga kamil Ash-Shind ah Ath-Thibbiyah, sebuah “kamus penting yang meliputi

pengetahuan dan praktik kedokteran”.

Nama paling terkenal dalam catatan kedokteran Arab setelah Ar-Razi adalah Ibn

Sina (Avicenna, yang masuk kebahasa latin melalui bahasa Ibrani, Aven Sina, 980-

1037), yang di sebut oleh orang Arab sebagai Asy-Syaikh Ar-Ra’is, “pemimpin” (orang

terpelajar) dan “pangeran” ( para pejabat). Ar-Rezi lebih menguasai kedokteran

daripada Ar-Razi .dalam diri seorang Dokter, filosof, dan penyair inilah, ilmu

pengetahuan Arab mencapai titik puncaknya dan berinkarnasi.

Diantara karya-karya ilmiahnya, dua buku yang paling unggul adalah Kitab Asy-

asyifa (buku tentang penyembuhan), sebuah buku ensiklopedia filsafat yang di sasarkan

atas tradisi Aristotelian yang telah di pengaruhi oleh neo-Platonisme dan teologi Ialam,

serta Al-Qanun fi Ath-Thibb, yang merupakan kodifikasi pemikiran kedokteran

Yunani-Arab. Teks berbahasa arab dari buku Al-Qanun diterbitkan di Roma pada 1593,

dan kemudian menjadi salah satu buku berbahasa Arab tertua yang pernah diterbitkan.

Di terjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada abad ke 12, buku

tersebut, dengan seluruh kandungan ensiklopedisnya, susunannya yang sistematis, dan

penuturannya yang filosofis, segera menempati posisi penting dalam literatur

kedokteran masa itu, menggantikan karya-karya Galen, Ar-Razi, dan AL-Majusi, serta

menjadi buku teks pendidikan kedokteran di sekolah-sekolah Eropa.

h. Pendidikan, Perputakaan, dan Toko Buku

Lembaga pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi

tingkatannya adalah Bait Al-Hikmah (Rumah Kebijakan ) yang di dirikan oleh Al-

ma’mun (830 M) di Baghdad, ibukota negara. Selain berfungsi sebagai biro

penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan

perpustakaan umum, serta memiliki sebuah observatorium. Pada saat itu,

observatorium-observatorium yang banyak bermunculan juga berfungsi sebagai pusat-

pusat pembelajaran astronomi. Fungsi lembaga itu persis sama dengan rumah sakit,

yang pada awal kemunculannya sekaligus berfungsi sebagai pusat pendidikan

kedokteran. Akan tetapi, akademi Islam pertama yang menyediakan berbagai

kebutuhan fisik untuk mahasiswanya, dan menjadi model bagi pembangunan akademi-

akademi lainnya adalah Nizhamiyah yang didirikan pada tahun 10651-1067 oleh

Nizham Al-Mulk, seorang menteri dari Persia pada kekhalifahan Bani Saljuk, Sultan

Alp Arslan, dan Maliksyah, yang juga merupakan penyokong Umar Al-Khayyam.

Dinasti Saljuk, sebagai Dinasti Buwaihiyah dan sultan-sultan non-Arab lainnya yang

Page 17: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

mengemban kekuasaan besar atas kehidupan umat islam, bersaing satu sama lain dalam

hal pengembangan seni dan pendidikan yang lebih tinggi.

Perpustakaan (khizanat al-kutub) dibangun di Syiraz oleh penguasa Buwaihi,

Adud Ad-Dawlah (977-982) yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari,

didaftar catalog, dan diatur dengan baik oleh staf administrator yang berjaga secara

bergiliran. Pada abad yang sama, kota Bashrah memiliki sebuah perpustkaan yang

didalamnya para sarjana bekerja dan mendapatkan upah dari pendiri perpustakaan. Dan

kota Rayy terdapat sebuah tempat yang disebut Rumah Buku. Dikatakan bahwa tempat

itu menyimpan ribuan manuskrip yang diangkut oleh lebih dari mepat ratus ekor unta.

Seluruh naskah itu kemudian didaftar dalam sepuluh jilid catalog.

Selain perpustakaan, gambaran tentang budaya baca pada periode ini bisa juga

dilihat dari banyaknya toko buku. Toko-toko itu, yang juga berfungsi selain agen

pendidikan, mulai muncul sejak awal kekhalifahan Abbasiyah. Al-Ya’kub

meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 891) ibu kora Negara diramaikan oleh

lebih dari seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama. Sebagian toko

tersebut, sebagaimana toko-toko yang muncul di Damaskus dan Kairo.

F. Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Faktor-faktor penyebab Kemunduran

1. Faktor Intern

a. Kemewahan hidup di kalangan penguasa

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai

Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk

hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih

mewah daripada pendahulunya. Kondisi ini member peluang kepada tentara

professional asal Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.

b. Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah

Perebutan kekuasaan dimulai sejak masa Al-Ma’mun dengan Al-Amin.

Ditambah dengan masuknya unsur Turki dan Parsi. Setelah Al-Mutawakkil wafat,

pergantian khalifah terjadi secara tidak wajar. Dari ke dua belas khalifah pada

periode kedua Dinasti Abbasiyah, hanya empat orang khalifah yang wafat dengan

wajar. Selebihnya, para khalifah itu wafat karena dibunuh atau diracun dan

diturunkan secara paksa.

c. Konflik keagamaan

Page 18: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Sejak terjadinya konflik antara Muawiyah dan khalifah Ali yang berakhir

dengan lahirnya tiga kelompok umat: pengikut Muawiyah Syi’ah, dan Khawarij,

ketiga kelompok ini senantiasa berebut pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh pada

masa ke khalifahan Muawiyah maupun masa kekhalifahan Abbasiyah adalah

kelompok Sunni dan kelompok Syi’ah. Walaupun pada masa-masa tertentu antara

kelompok Sunni dan Syi’ah saling mendukung, misalnya pada pada masa

pemerintahan Buwaihi, antara kedua kelompok tak pernah ada satu kesepakatan .

2. Faktor ekstern

a. Banyaknya pemberontakan

Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah, akibat kebijakan yang

lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan islam, secara real,

daerah-daerah itu berada dibawah kekuasaan gubernur-gubernur yang

bersangkutan. Akibatnya, provinsi-provinsi tersebut banyak yang melepaskan diri

dari genggaman penguasa Bani Abbas. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut

melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah :

a) Seorang pemimpin local memimpin suatu pemberontakan dan berhasil

memperoleh kemerdekaan penuh, seperti Daulah Umayah di Spanyol dan

Inrisiyah di Maroko.

b) Seorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya

semakin bertambah kuat kemudian melepaskan diri, seperti daulat Aglabiyah

di Tunisia dan Thahiriyah di Kurasan.

b. Dominasi Bangsa Turki

Sejak abad kesembilan, kekuatan militer Abbasiyah mulai mengalami

kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-

orang professional di bidang kemiliteran, khususnya tentara turki, kemudian

mengangkatnya menjadi panglima-panglima. Pengangkatan anggota Militer

inilah, dalam perkembangan selanjutnya, yang mengancam kekuasaan khalifah.

Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Walaupun khalifah dipegang

oleh Bani Abbas, di tangan mereka, khalifah bagaikan boneka yang tidak bisa

berbuat apa-apa. Bahkan, merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah

yang sesuai dengan politik mereka.

Khalifah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada masa kekuasaan Bangsa

Turki I, mulai khalifah ke-10, Khalifah Al-Mutawwakil (tahun 232 H) hingga

Khalifah ke-22, Khalifah Al-Mustaqfi Billah (Abdullah Suni-Qasim tahun 334

Page 19: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

H). Pada masa kekuasaan bangsa Turki II (Banu Saljuk), mulai dari khalifah ke-

27, khalifah Muqtadie bin Muhammad (tahun 467 H) hingga khalifah ke-37,

khalifah Musta’shim bin Mastanshir (tahun 656 H).

c. Dominasi bangsa Persia

Masa kekuasaan Bangsa Parsi (Banu Buyah) berjalan lebih dari 150 tahun.

Pada masa ini, kekuasaan pusat di Baghdad dilucuti dan di berbagai daerah

muncul Negara-negara baru yang berkuasa dan membuat kemajuan dan

perkembangan baru.

Pada awal pemerintahan Bani Abbasiyah, ketentuan parsi bekerja sama

dalam mengelola pemerintahan dan Dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan

yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode kedua, saat kekhalifahan

Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian khalifah, yaitu dari Khalifah

Muttaqi (khalifah ke-22) kepada Khalifah Muthie’ (khalifah ke-23) tahun 334 H,

Banu Buyah (parsi) berhasil merebut kekuasaan.

Pada mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar dari para

khalifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara,

diantaranya menjadi panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang

kuat, para khalifah Abbasiyah berada dibawah telunjuk mereka dan seluruh

pemerintahan berada di tangan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya tinggal

namanya saja, hanya disebut dalam doa-doa di atas mimbar, bertanda tangan di

dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis atas mata uang,

dinas, dan dirham.

G. Sebab-sebab Kehancuran dinasti Abbasiyah

1. Faktor intern

a. Lemahnya semangat patriotism Negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan

Islam tidak berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam

maupun dari luar.

b. Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan

moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung Negara

selama ini.

c. Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi berbagai pemberontakan,

khalifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya, kekuatan asing tersebut

memanfaatkan kelemahan khalifah.

Page 20: Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

d. Fanatik Mazhab persaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiyah dan

Alawiyah menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah, bahkan hancur

berkeping-keping.

Perang ideology antara Syi’ah dari Fatimiah melawan Ahlu Sunnah dari

Abbasiyah, banyak menimbulkan korban. Aliran Qaramithah yang sangat ektrem

dalam tindakan-tindakannya yang dapat menimbulkan bentrokan di masyarakat.

Kelompok Hashshashin yang dipimpin oleh Hasan bin Shabah yang berasal dari

Thus di Parsi merupakan aliran Ismailiyah , salah satu sekte Syi’ah adalah kelompok

yang sangat dikenal kekejamannya, yang sering melakukan pembunuhan terhadap

penguasa Bani Abbasiyah yang beraliran Sunni.

Pada saat terakhir dari hayatnya Abbasiyah, Tentara Tartar yang datang dari

luar dibantu dari dalam dan dibukakan jalannya oleh golongan Awaliyin yang

dipimpin oleh Alqamiy.

e. Kemerosotan ekonomi terjadi karena banyaknya biaya yang digunakan untuk

anggaran tentara, banyaknya pemberontakan dan kebiasaan para penguasa untuk

berfoya-foya, kehidupan para khalifah dan keluarganya serta pejabat-pejabat Negara

yang hidup mewah, jenis pengeluaran yang makin beragam, serta pejabat yang

korupsi, dan semakin sempitnya wilayah kekuasaan khalifah karena telah banyak

provinsi yang telah memisahkan diri.

2. Faktor Ekstern

Disintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan peradaban

dan kebudayaan islam daripada politik, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai

melepaskan dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka bukan sekedar

memisahkan diri dari kekuasaan khalifah, tetapi memberontak dan berusaha merebut

pusat kekuasaan di Baghdad. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak

mengorbankan umat, yang berarti juga menggunakan SDM. (provinsi-provinsi yang

melepaskan diri dari Dinasti Abbasiyah, dijelaskan selanjutnya). Yang paling

membahayakan adalah pemerintahan tandingan Fatimah di Mesir walaupun

pemerintahan lainnya pun cukup menjadi perhitungan para khalifah di Baghdad. Pada

akhirnya, pemerintah-pemerintah tandingan ini dapat ditaklukan atas bantuan Bani

Saljuk atau Buyah.