perbandingan hukum perkawinan

Upload: agus-setiawan

Post on 02-Jun-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    1/10

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANGPerkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjan hukum antar pribadi yangmembentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam budayasetempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim danseksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacarapernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentukkeluarga. Berdasarkan budaya setempat, bentuk perkawinan bisa berbeda-bedadan tujuannya bisa berbeda-beda juga.Secara etimologis perkawinan adalah kata benda turunan dari kata dasar kawin;kata itu berawas dari kata jawa kuno ka-awin atau ka-ahwin yang berartidibawa, dipikul,dan diboyong.

    Pada umumnya tujuan melakukan perkawinan adalah: Untuk mendapatkan keturunan.

    Untuk meningkatkan derajat dan status sosial baik pria maupun wanita.

    Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang sudah renggang.

    Agar harta warisan tidak jatuh ke orang lain.

    Pada perkembangannya, ketika belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1596melalui Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC), kebijakan pernikahan yangsebelumnya diatur oleh para Sultan (Masa kerajaan-kerajaan bercorak Islam)tetap dipertahankan pada daerah-daerah kekuasaannya sehingga kedudukanhukum (keluarga) Islam yang telah ada di masyarakat pada saat itu diakui

    sepenuhnya oleh penguasa VOC. Bahkan dalam banyak hal VOC memberikankemudahan dan fasilitas agar hukum Islam dapat terus berkembangsebagaimana mestinya. Bentuk-bentuk kemudahan yang diberikan VOC adalahmenerbitkan buku-buku hukum Islam untuk menjadi pegangan para HakimPeradilan Agama dalam memutus perkara, yakni salah satunya denganmenghimpun hukum Islam yang disebut dengan Compedium Freijer,mengikutinnama penghimpunnya.

    1 Kemudian membuat kumpulan hukum perkawinan dan

    kewarisan Islam untuk daerah Cirebon, Semarang, dan Makassar (Bone danGowa).2

    Masa VOC berakhir dengan masuknya Inggris pada tahun 1800-1811. SetelahInggris menyerahkan kembali kekuasannya kepada Belanda, pemerintah colonial

    Belanda kembali berupaya merubah dan mengganti hukum di Indonesia denganhukum Belanda. Namun melihat kenyataan yang berkembang pada masyarakatIndonesia, muncul pendapat di kalangan orang Belanda yang dipelopori olehL.W.C Van Den Berg bahwa hukum yang berlaku bagi orang Indonesia asli

    1Arso Sosroatmodjo dan A. Wait Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, Hal. 11.

    2Muhammad Daud Ali, kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia, dalam Pembanguna n No. 2

    Tahun Ke XII, Maret 1982, Hal. 101.

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    2/10

    adalah undang-undang agama mereka, yaitu Islam. Teori ini kemudian terkenaldengan nama teori Recepcio in Complexa yang sejak tahun 1855 didukungoleh peraturan perundang-undangan Hindia Belanda melalui pasal 75, 78, dan109 RR 1854 (Stbl. 1855 No. 2).3

    Dalam perjalanannya ternyata Cristian Snouck Hurgronje tidak sependapatdengan teori ini, menurutnya hukum yang berkembang ditengah-tengahmasyarakat Indonesia bukan hukum Islam, melainkan hukum adat, TeoriHugronje ini terkenal dengan nama teori Receptie.4

    Dampak dari teori ini, pemerintah Kolonial Belanda tidak lagi mengakui hukumIslam yang berlaku untuk masyarakat Indonesia, melainkan hukum Adatlah yangdiakui. Dalam Indesche Staatsregeling pasal 131 ayat 6 ditulis:

    sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undang-undang, bagimereka itu akan tetap berlaku yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu hukumadat.5

    Dalam Indesche Saatsregeling (IS) pasal 131 ayat 2 ditulis; untuk golonganbangsa Indonesia asli dan Timur Asing, jika ternyata kebutuhan kemasyarakatanmereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa(Burgerlijk Wetboek/ BW/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dinyatakanberlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan.Kemudian dalam ayat 4 disebutkan; Orang Indonesia asli dan orang Timur

    Asing, sepanjang merekan belum ditundukkan dibawah suatu peratuah bersamadengan Bangsa Eropah, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yangberlaku untuk bangsa Eropah6.

    Jika di amati secara seksama sebenarnya dari dua pasal diatas nampak jelas

    bagaimana upaya pemerintahan Kolonial Belanda dalam menundukkanmasyarakat dengan hukum mereka. Dimana upaya tersebut di lakukan secarahalus agar tidak terjadi pembrerontakkan yang besar. Namun sampaiberakhirnya masa penjajahan , Pemerintah Hindia Belanda tidak berhasilmembuat undang-undang yang berisi hukum material yang berlaku bagi seluruhbangsa Indonesia. Peraturan hukum materiil tentang perkawinan yang dibuatdan ditinggalkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, hanyalah berupa peraturanhukum perkawinan yang berlaku untuk golongan-golongan tertentu, sehinggabelum terbentuk unifikasi hukum perkawinan di Indonesia, barulah pada masaOrde Baru dibentuk Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,yang menjadikan kodifikasi hukum perkawinan di Indonesia.

    Berdasarkan hal ini, tentu saja terdapat perbedaan antara aturan Perkawinandalam Burgelijk Wetboek/ BW. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, denganUndang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana terlihat jelas

    3Ahmad Rofiq Hukum Islam di Indonesia , Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006 Hal. 52.

    4Ibid, Hal. 54.

    5Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata , Jakarta: PT. Intermasa, 1987. Hal. 11.

    6Ibid,Hal. 12.

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    3/10

    dengan keberlakuannya di Indonesia, saat ini Undang-Undang No. 1 Tahun 1974Tentang perkawinan lah yang berlaku, untuk itu perlu dilihat dan dibandingkanantara Burgerlijk Wetboek / BW/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata denganUndang-Undang No. 1 Tentang Perkawinan.

    B. RUMUSAN MASALAH1. Apa yang membedakan antara aturan perkawinan dalam Burgelijk Wetboek/

    BW/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan aturan Perkawinandalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan?

    2. Apakah Substansi dalam tentang aturan perkawinan dalam BurgerlijkWetboek/ BW/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang pada saat initidak berlaku, dapat diberlakukan di Indonesia?

    3. Apakah Substansi dalam Burgerlijk Wetboek/ BW/ Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 TentangPerkawinan?

    C. TUJUAN PENELITIANMelalui penelitian perbandingan hukum ini, hendak dicapai tujuan-tujuan sebagaiberikut:1. Mengetahui mengenai perbedaan antara aturan mengenai tata cara

    perkawinan dalam Burgerlijk Wetboek/ BW/ Kitab Undang-Undang HukumPerdata dengan Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

    2. Membandingkan mengenai aturan tata cara perkawinan dalam BurgerlijkWetboek/ BW/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dengan aturan tata

    cara perkawinan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 TentangPerkawinan.3. Mengembangkan aturan mengenai tata cara perkawinan di Indonesia.

    D. MANFAAT PRAKTIS PENELITIANManfaat praktis yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah agar dapat diterapkan dalam proses pengembangan hukum positif yang berlaku agar sesuaidengan ciri masyarakat dalam perkawinan berdasarkan peninjauan dalam aturantata cara perkawinan dalam Burgerlijk Wetboek/ BW/ Kitab Undang-UndangHukum Perdata dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinanagar hukum positif yang nantinya dikembangkan tidak bertolak belakang dengan

    apa yang dianut oleh masyarakat . bila ada kekosongan hukum, dapat dilakukanpeninjauan terhadap aturan tata cara perkawinan dan bagaimana mengisikekosongan hukum tersebut, dimana diharapkan dapat meningkatkan efektivitashukum positif mengenai aturan tata cara perkawinan.

    E. MANFAAT TEORITIS PENELITIANManfaat teoritis yang hendak dicapai melalui penelitian perbandingan hukum iniadalah agar dapat diketahui secara jelas dan terperinci mengenai aturan tata

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    4/10

    cara perkawinan yang berlaku di Indonesia. Bila pemahaman ini sudah dicapaikelak, maka proses studi teoritis mengenai aturan tata cara perkawinan diIndonesia terkait dengan relevansinya terhadap masyarakat yang berlaku diIndonesia dapat dipahami lebih mudah, jelas dan sederhana.

    F. METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dan historis,yakni penelitian untuk mengetahui dari sisi hukum positif mengenai aturan tatacara perkawinan, dilihat dari keberlakuan hukum positif mengenai aturan tatacara perkawinan ingin diterapkan maupun yang saat ini berlaku di Indonesia,dengan pendekatan historis, maka akan diperoleh suatu reliabilitas, danpengetahuan yang bersifat holistik.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Perbedaan Aturan Tata Cara Perkawinan dalam Burgerlijk Wetboek/ Kitab

    Undang-Undang Hukum Perdata Dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974Tentang Perkawinan

    Arti Hukum PerkawinanDalam Burgelijk Wetboek arti hukum perkawinan adalah Suatupersekutuan/ perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yangdiakui sah oleh Undang-Undang/ peraturan negara yang bertujuan untukmenyelenggarakan kesatuan hidup yang abadi. Dan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, terdapat dalam pasal 1,yang berbunyi, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki

    laki dan seorang wania sebagai suami isitri yang bertujuan membentukkeluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

    Esa. Sifat Hukum Perkawinan

    Dalam Burgelijk Wetboek didasari Pasal 26, bersifat yuridis, yakni sahnyaperkawinan jika syarat-syarat menurut Undang-Undang dipenuh. Dandalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, memilikisifat yang spesifik yang juga memperhatikan unsur-unsur bilogis,sosiologis dan religius.

    Konsep Perkawinan

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    5/10

    Dalam Burgelijk Wetboek, konsep perkawinan hanya dipandang dari segikeperdataan saja, artinya Undang-Undang melihat perkawinan itu sah dansyarat-syaratnya menurut undang-undang dipenuhi. Disini yangdiperhatikan adalah faktor yuridis semata (pasal 26). Dan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, perlu kita lihat pasal 1,

    ada 4 unsur perkawinan yaitu:1. Ikatan laki-laki dan wanita sebagai suami istri2. Ikatan lahir batin3. Membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal4. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

    Syarat-syarat PerkawinanDalam Burgelijk Wetboek dibagi menjadi syarat Materiil dan Formil. Syaratmateriil terduru dari umum (sepakat, monogami, mutlak, usia tenggatwaktu tunggu untuk perkawinan kedua) dan khusus (khusus menyangkutmasalah larangan dan izin kawin). Syarat Formil terdiri dari sebelumperkawinan dan sesudah perkawinan. Dalam Undang-Undang No. 1

    Tahun 1974, didasari Pasal 2. Perkawinan sah apabila dilakukan menuruthukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Tiap-tiap perkawinandicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pencegahan PerkawinanDalam Burgelijk Wetboek, jangka waktunya adalah terhitung sejak 10 harisejak pengumuman perkawinan diumumkan. Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pemberitahuan, penelitian,pengumuman lamanya 10 hari setelah diumumkannya pengumumanperkawinan.

    Orang Yang Berhak Mencegah PerkawinanBurgelijk Wetboek

    o Jaksa atau penuntut umum dalam halo bertentangan dengan pasal 27 mengenai asas monogami mutlak

    o Ayah-ibu dari calon tersebut lihat ketentuan pasal 61

    KUHPerdata

    o Masih belum dewasa dan belum memperoleh izin

    o Telah dewasa tetapi belum mencapai umur 30 Tahun Jika salah

    satu dari kedua belah pihak telah ditaruh dibawah pengampuan

    o Wali apabila orang tua telah tidak ada adalah kakek atau

    nenek.

    o Suami dari perkawinan pertama yang karena perceraian belum

    melewati jangka waktu 300 hariUndang-Undang No. 1 Tahun 1974

    o Pasal 14 UU No.1/1974 keluarga dalam garis keturunan keatas

    atau kebawah.

    o Pasal 15 UU No.1/1974 istri dapat melakukan pencegahan.

    o Pasal 16 UU No.1/1974 mengenai pejabat yang ditunjuk yaitu

    apabila perkawinan tersebut tidak memenuhi pasal 7,8,9,10,11

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    6/10

    UU No.1/1974. Kalau seseorang sudah melakukan perkawinan 2

    kali, maka untuk yang ketiga kalinya tidak boleh, kecuali

    masing-masing agama atau kepercayaannya menentukan lain.

    Apabila setelah pengumuman tidak ada orang yang datang untuk

    mencegah, maka perkawinan itu boleh dilangsungkan.

    Akibat PerkawinanHak dan Kewajiban Suami IstriMenurut Burgelijk Wetboek hak dan kewajiban suami istri antara lainsebagai berikut:

    o Suami dan istri harus setia dan tolong-menolong (pasal 103

    KUHPer)

    o Suami-istri wajib memelihara dan mendidik anaknya (pasal 104

    KUHPer)

    o Setiap suami adalah kepala dalam persatuan suami-istri

    (pasla 105 ayat 1 KUHPer).

    o Suami wajib memberi bantuan kepada istrinya (pasal 105 ayat2 KUHPer)

    o Setiap suami harus mengurus harta kekayaanmilik pribadi

    istrinya (pasal 105 ayat 3 KUHPer)

    o Setiap suami berhak mengurus harta kekayaan bersama (pasal

    105 ayat 4 KUHPer)

    o Suami tidak diperbolehkan memindahtangankan atau membebani

    harta kekayaan tak begerak milik istrinya, tanpa persetujuan

    si istri (pasal 105 ayat 5 KUHPer).

    o Setiap istri harus tunduk dan patuh kepada suaminya (pasal

    106 ayat 1 KUHPer)

    o Setiap istri wajib tinggal bersama suaminya (pasal 106 ayat

    2)

    o Setiap suami wajib membantu istrinya di muka hakim (pasal

    110 KUHPer)

    o Setiap istri berhak membuat surat wasiat tanpa izin suaminya

    (pasal 118 KUHper).

    o Menurut pasal 111 KUHPer, bantuan si suami kepada istri

    tidak diperlukan apabila, istri dituntut di muka hakim

    karena sesuatu perkara pidana, dan istri mengajukan tuntutan

    terhadap suaminya untuk mendapatkan perceraian, pemisahan

    meja dan tempat tidur, atau pemisahan harta kekayaan.

    Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Hakdan kewajiban Suami diatur dalam pasal 30 sampai dengan pasal 34yaitu:

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    7/10

    o Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan

    rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan

    masyarakat.

    o Hak dan kewajiban istri adalah seimbang dengan hak dan

    kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan

    hidup bersama dalam masyarakat.

    o Masing-masing pihak berhak untuk melakukanperbuatan hukum.

    o Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah

    tangga.

    o Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap dan

    rumah tempat kediaman ini ditentukan secara bersama-sama.

    o Suami-istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-

    menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu

    kepada yang lain.

    o Suami-istri melindungi istrinya dan memberikan segala

    sesuatu keperluan hidup berumah-tangga sesuai dengan

    kemampuannya.

    o Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

    o Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing

    dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

    Akibat Terhadap Harta Benda Suami Istri

    Menurut Burgelijk Wetboek adalah harta campuran bulat dalam pasal 119Burgelijk Wetboek, harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinanmenjadi harta bersama meliputu seluruh harta perkawinan yaitu:

    o Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan.

    o Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan.

    Namun, ada pengecualian bahwa harta tersebut bukan harta campuran

    bulat yaitu apabila terdapat:

    o Perjanjian kawin.

    o Ada hibah/warisan, yang ditetapkan oleh pewaris Pasal 120

    KUHPer.

    Menurut Pasal 35 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

    Perkawinan, mengenai harta benda, yaitu:o Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh sepanjang

    perkawinan

    o Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk ke dalam suatu

    perkawinan. Penguasaannya tetap pada masing masing suami

    istri yang membawanya kedalam perkawinan, sepanjang pihak

    tidak menentukan lain.

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    8/10

    Akibat Terhadap Anak Keturunan

    Didalam Pasal 250 KUHPer, Tiap tiap anak yang dilahrikan atau

    ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai

    bapaknya (tentang anak sah). Didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974

    Tentang Perkawinan, Pasal 42, Anak sah adalah anak yang dilahirkan

    didalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

    Akibat Mengenai Hubungan darah

    Didalam Burgelijk Wetboek, seorang anak luar kwin baru mempunya

    hubungan darah dengan ayahnya, apabila sang ayah mengakuinya

    secara sah. Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

    Perkawinan, setiap anak secara otomatis mempunyai hubungan darah

    dengan ibunya.

    Tujuan PerkawinanDidalam Burgelijk Wetboek tidak disebutkan mengenai Tujuan

    Perkawinan, sedangkan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974Tentang Perkawinan, disebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah untukmembentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekalberdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

    Larangan PerkawinanDidalam Burgelijk Wetboek ditegaskan mengenai larangan perkawinan,yaitu:

    o Mereka yang bertalian keluaraga dalam garis keturunan lurus

    ke atas dan kebawah atau dalam garis keturunan menyimpang,

    yaitu antara saudara laki-laki dan saudara perempuan (Pasal30 KUHPer).

    o Ipar laki-laki dan ipar perempuan;paman atau paman orangtua

    dan anak perempuan saudara atau cucu perempuan saudara; atau

    antara bibi atau bibi orang tua dan anak laki saudara atau

    cucu laki saudara (Pasal 31 KUHPer)

    o Kawan Perzinahnya setelah dinyatakan salah karena berzinah

    oleh putusan hakim (pasal 32 KUHPer)

    o Mereka yang memperbarui perkawinan setelah pembubaran

    perkawinan terkhir jika belum lewat waktu 1 tahun (pasal 33

    KUHPer).Larangan Perkawinan menurut Pasal 8 Undang-Undang No.1 Tahun 1974Tentang Perkawinan yaitu:

    o Berhubungan darah dalam garis keturunan ke bawah ataupun ke

    atas.

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    9/10

    o Berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang, yaitu

    antara saudara, antara seorang dengan saudara orangtua dan

    antara seorang dengan saudara neneknya.

    o Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan

    ibu/bapak tiri.

    o Berhubungan susuan, yaitu orangtua susuan, anak susuan,

    saudara susuan, dan bibi/paman susuan.

    o Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau

    kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami istri lebih

    dari seorang.

    o Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain

    yang berlaku, kawin.

    Kemudian dalam Pasal 9 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 TentangPerkawinan, seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang

    lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal:

    o Mendapat ijin dai pengadilan (pasal 3 ayat 2 UUP)

    o Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri,

    istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

    disembuhkan, atau istri tidak dapat melahirkan keturunan

    (pasal 4 ayat 2 UUP).

    Perjanjian Kawin

    Didalam Burgelijk Wetboek, Janji-janji kawin tidak menimbulkan hak

    untuk menuntut di muka Hakim akan berlangsungnya perkawinan dan

    menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, akibat kecideraan yang

    dilakukan terhadapnya; segala persetujuan untuk ganti rugi dalam

    hal ini adalah batal (pasal 58 ayat 1 KUHPer).

    Seseorang anak yang masih dibawah umur tidak boleh bertindak

    sendiri harus diwakili olehorangtuanya atau walinya. Setiap

    perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akta notaris sebelum

    perkawinan berlangsung, dan perjanjian mulai berlaku semenjak saat

    perkawinan dilangsungkan (pasal 147 KUHPer).

    Perjanjian kawin ini mulai berlaku bagi pihak ketiga sejak hari

    pendaftarannya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, dimana

    pernikahan itu telah dilangsungkan (pasal 152 KUHPer). Setelahperkawinan berlangsung, perjanjian kawin dengan cara bagaimanapun

    tidak boleh diubah (pasal 149 KUHPer).

    Perjanjian kawin didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

    Perkawinan, diatur dalam pasal 29, yaitu:

    o Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua

    pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian

  • 8/10/2019 Perbandingan Hukum Perkawinan

    10/10

    tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan

    setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga

    sepanjang pihak ketiga tersangkut.

    o Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar

    batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

    o Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.

    Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tersebut tidak dapat

    dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk

    merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

    Putusnya PerkawinanDidalam Burgelijk Wetboek, diatur dalam pasal 199, perkawinan putus(perkawinan bubar) karena:

    o Kematian.

    o Kepergian suami atau istri selama 10 tahun dandiikuti dengan

    perkawinan baru dengan orang lain.

    o Putusan hakim setelah adanya perpisahan meja makan dan

    tempat tidur selama 5 tahun.

    o Perceraian.

    Didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,Putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 38, yaitu karena:

    o Kematian.o Perceraian.o Atas Keputusan Pengadilan.

    Asd

    Asd

    Asd

    As

    Asd

    Asd

    B. AsdC. Asd

    D.