pengorganisiran rakyat
DESCRIPTION
Pengorganisiran rakyat sesungguhnya merupakan sebuah pemikiran dan pola kerja yang telah ada dan berlangsung sejak berabad-abad yang lampau, Pada abad ke-20 konsep dari pemikiran dan pola kerja pengorganisiran rakyat ini menjadi populer kembali, sebagai reaksi terhadap gagasan dan praktek-praktek pembangunan atau “modernisasi” yang ternyata berujung pada terinjak-injaknya harkat kemanusiaan dan pengurasan secara dahsyat berbagai sumber daya alam untuk kepentingan sekelompok kecil manusia di bumi ini.TRANSCRIPT
Page 1 of 4
PENGORGANISIRAN RAKYAT1)
Oleh. Paul SinlaEloE
2)
Datanglah kepada rakyat, hiduplah bersama mereka, belajarlah dari mereka, cintailah mereka, mulailah dari apa yang mereka tahu, bangunlah dari apa yang mereka punyai, tetapi
pedamping yang baik adalah ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan, rakyat berkata: “Kami sendirilah yang mengerjakannya”
(Lao Tse, 700 SM).
PENDAHULUAN Pengorganisiran rakyat sesungguhnya merupakan sebuah pemikiran dan pola kerja yang telah
ada dan berlangsung sejak berabad-abad yang lampau, Pada abad ke-20 konsep dari
pemikiran dan pola kerja pengorganisiran rakyat ini menjadi populer kembali, sebagai reaksi
terhadap gagasan dan praktek-praktek pembangunan atau “modernisasi” yang ternyata
berujung pada terinjak-injaknya harkat kemanusiaan dan pengurasan secara dahsyat berbagai
sumber daya alam untuk kepentingan sekelompok kecil manusia di bumi ini.
Di Indonesia, pengorganisiran rakyat muncul pertama kali diakhir tahun 70-an, dimana rakyat
tak punya kesadaran kritis atas situasi dan kondisi yang melilitnya serta patuh/tunduk pada
kemapanan system yang Otoriter, Korup dan Miletristik.
MEMAKNAI PENGORGANISIRAN RAKYAT Secara substansial, pengorganisiran adalah kerja-kerja penyadaran untuk membangun
kekuatan rakyat sehingga rakyat dapat secara optimal memanfaatkan potensi yang dimiliki.
Pengorganisiran rakyat juga diartikan sebaga upaya terencana dalam membangun kesadaran
rakyat, guna memahami secara kritis akan lingkungannya serta mampu mengambil tindakan
yang mandiri, independent dan merdeka (tanpa paksaan) dalam rangka mengatasi persoalan
yang dihadapi.
PRINSIP-PRINSIP PENGORGANISIRAN RAKYAT Dalam melakukan kerja-kerja pengorganisiran, ada sejumlah prinsip yang harus dipegang
teguh oleh seorang pendamping/organizer, yakni: Pertama,Keberpihakan. Pengorganisiran
rakyat harus menitikberatkan dan berpihak pada rakyat kelas bawah yang
termarginalkan/dipinggirkan, sehingga dalam melakukan kerja-kerja pengorganisiran,
seorang organizer/pendamping tidak boleh terjebak pada kepentingan kelas menengah dan
elit. Kedua, Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi
prinsip penting dalam pengorganisiran rakyat. Kerja-kerja pengorganisiran rakyat idealnya
harus sesuai dengan dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM. Tercapainya
1) Materi ini dipresentasikan dalam diskusi komunitas, Thema: “Membangun Gerakan Advokasi
Berbasis Komunitas”, yang dilaksanakan oleh Rumah Perempuan, di Aula Kantor kelurahan Nefonaek, Kota Kupang, pada tanggal 16 Maret 2015
2) Koord. Div. Anti Korupsi PIAR NTT
Page 2 of 4
hal ini merupakan tujuan pengorganisiran rakyat. Hak asasi manusia misalnya hak untuk
hidup layak, pendidikan, politik, hak untuk berpartisipasi dan sejumlah hak lainya.
Ketiga, Tanpa Kekerasan. Pengorganisiran rakyat tidak boleh dilakukan dengan cara
kekerasan dan harus menolak segala bentuk kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun
kekerasan struktural. Keempat, Kesetaraan. Budaya yang sangat menghambat perubahan
adalah tinggalan budaya feodal. Oleh sebab itu pembongkaran budaya semacam ini bisa
dimulai dengan kesetaraan semua pihak, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi
(superior) dan merasa lebih rendah (inferior), dengan demikian juga merupakan pendidikan
bagi kalangan kelas bawah untuk bisa memandang secara sama kepada kelompok-kelompok
lain yang ada, terutama dalam berhubungan dengan pemerintah dan
swasta. Kelima, Pendekatan Holistik. Pengorganisiran rakyat harus melihat permasalahan
yang dihadapi rakyat secara utuh dan jangan sepenggal-sepenggal, misalnya; hanya melihat
aspek ekonomi saja, tetapi harus dilihat dari berbagai aspek sehingga pengorganisiran yang
dilaksanakan untuk mengatasi berbagai aspek.
Keenam, Partisipatif. Pengorganisiran hendaknya mencari berbagai cara untuk
memaksimalkan partisipasi tiap rakyat. Memberi kesempatan kepada setiap orang untuk
terlibat akif dalam berbagai kegitan/aktivitas karena Semakin aktif rakyat mengambil
bagaian, maka tujuan pengorganisiran akan semakin cepat tercapai.Ketujuh, Praxis. Proses
pengorganisiran rakyat harus dilakukan dalam lingkaran Aksi-Refleksi-Aksi secara terus
menerus, sehingga semakin lama kegiatan yang dilaksanakan akan mengalami peningkatan
baik secara kuantitas dan terutama kualitas, karena proses yang dijalankan akan belajar dari
pengalaman yang telah dilakukan dan berupaya untuk selalu
memperbaikinya. Kedelapan, Keterbukaan. Sejak awal dimulainya pengorganisiran rakya,
keterbukaan harus di tanamkan pada semua pihak, sehingga bisa dihindari intrik dan
provokasi yang akan merusak tatanan yang telah dibangun. Pengalaman yang ada justru
persoalan keterbukaan inilah yang banyak menyebabkan perpecahan dan pembusukan dalam
pengorganisiran rakyat.
Kesembilan, Kemandirian. Pengorganisiran rakyat pada pelaksanaaannya harus
ditumpukan pada potensi yang adatersedia, sehingga penggalian keswadayaan mutlak
diperlukan. Dengan demikian apabila ada faktor luar yang akan terlibat lebih merupakan
stimulan yang akan mempercepat proses perubahan yang dikehendaki. Apabila hal
kemandirian tidak bisa diwujudkan, maka ketergantungan terhadap faktor luar dalam proses
pengorganisiran menjadi signifikan. Kesepuluh, Pembangunan Komunitas. Tujuan
pendampingan/pengorganisiran rakyat akhirnya akan bermuara pada pembangunan
komunitas. Pembangunan komunitas mencakup usaha memperkuat interaksi sosial,
komunikasi, organisasi, meningkatkan dialog sejati dan aksi-aksi sosial, ekonomi, politik,
maupun budaya. Bila pembangunan komunitas kehilangan dimensi-dimensi ini, maka
komunitas akan terpecah belah, terisolasi dan individualistis. Pendamping/organizer mesti
merancang dan mengupayakan kegiatan-kegiatan yang dapat menyatukan mereka dalam
suatu kepentingan bersama seperti usaha kolektif, koperasi, sekolah, kesenian rakyat dan lain-
lain.
TAHAPAN DALAM PENGORGANISIRAN RAKYAT Setidaknya ada 10 (sepuluh) tahap yang harus dilalui/dilakukan seorang organizer dalam
melakukan kerja-kerja pengorganisiran, yaitu: Pertama, Integrasi. Langkah paling pertama
dan utama dari proses pengorganisiran rakyat adalah menyatunya sang organiser dengan
rakyat yang hendak diorganisasikan. Kedua, Penyidikan Sosial. Suatu proses yang
Page 3 of 4
sistematis mencari tahu tentang masalah-masalah yang mengitari masalah yang
dimaksud. Ketiga, Program Percobaan. Seorang “organiser” harus memilih suatu bentuk
kegiatan yang berdasarkan kesepakatan dan jika dilakukan berdampak positif bagi banyak
orang. Keempat, Landasan Kerja.Dimaksudkan sebagai bagian awal dari pergerakan rakyat
berdasarkan hubungan orang per orang untuk menyuarakan kepentingan
bersama. Kelima, Pertemuan Teratur. Pertemuan atau rapat dimaksudkan untuk
mempertemukan kepentingan pribadi-pribadi sampai menjadi pengesahan umum.
Keenam, Permainan Peran, Merupakan proses pelatihan setiap orang (semua) dalam
komunitas berhadapan dengan pihak luar. Ketujuh, Mobilisasi atau Aksi, Kegiatan
mengungkapkan perasaan dan kebutuhan rakyat secara terprogram.
Kedelapan, Evaluasi. Merupakan proses peninjauan ulang apakah langkah-langkah yang
sudah ditempuh sebelumnya sudah tepat atau tidak. Kesembilan, Refleksi.Proses perenungan
ulang secara keseluruhan usaha pembetukan organisasi rakyat yang tangguh dengan
melipatkan sebanyak mungkin orang. Kesepuluh,Terbentuknya Organisasi Rakyat
(formal/informal). Proses berlangsungnya gagasan di antara anggota bukan lagi oleh orang
per orang, melainkan sudah kolektif menghadapi dan menyelesaikan persoalan bersama.
PENYEBAB HANCURNYA PENGORGANISIRAN RAKYAT Hancur tidaknya suatu pengorganisiran rakyat sangat tergantung dari pendamping/organizer
itu sendiri. Ada 4 (empat) faktor utama yang dapat menyebabkan hancurnya pengorganisiran
rakyat, yakni: Pertama, Pendamping/organizer tidak memiliki visi dan misi yang tegas dan
jelas serta perencanaan program yang tidak berdasarkan kebutuhan anggota. (NB: Termasuk
didalamnya kemampuan dari pendamping/organizer). Kedua, Pendamping/organizer
terjebak pada pendekatan kasus. Ketiga, Kurangnya integritas dari pendamping/organizer.
(NB: Terutama godaan untuk menjadi popular). Pendamping/organizer yang baik adalah
pendamping/organizer yang tidak dikenal oleh lawan. Keempat, Pendamping/organizer tidak
mampu membangun basis logistik akibat terlalu bergantung pada pihak lain dan tidak punya
fundrissing.
PENUTUP Demikianlah Sumbangan pemikiran saya. Semoga bermanfaat dan materi ini dapat menjadi
bahan pengantar untuk suatu disuksi yang lebih luas.
Tarus Raya, 13 Maret 2015
DAFTAR BACAAN
1. Ahcmad Wazir Wicaksono dan Taryono Darusman, Pengalaman Belajar Praktek
Pengorganisasian Masyarakat di Simpul Belajar, Penerbit Simpul Belajar
Pengorganisasian Masyarakat, Bogor, 2001.
2. Akhmad Fikri, dkk, Menjadi Politisi Ekstra Parlementer, Penerbit LKiS & TAF,
Yogyakarta, 1999.
3. Bill Moyer, Merencanakan Gerakan, Penerbit Pustaka Kendi, Yogyakarta, 2004.
4. Budi Yana Saefullah, dkk, Pengorganisasian Rakyat (Modul Pelatihan), Penerbit
Institute For Civil Society (INCIS), Jakarta, 2003.
Page 4 of 4
5. Paul SinlaEloE, Memahami Analsis Sosial, Makalah, disampaikan dalam diskusi
thematik dengan berthema, “Analisis Sosial dan Urgensi Pelaksanaannya” yang
dilaksanakan oleh PIAR NTT, di Kabupaten Kupang (Diskusi dengan masyarakat basis di
Desa Nunsaen, Kecamatan Fatuleu), pada tanggal 03 Februari 2004.
6. Paul SinlaEloE, Analisis Sosial dan Urgensi Pelaksanaannya di Era Reformasi,
Makalah, dipresentasikan dalam Pelatihan Kader Kepemimpinan III PERMATAR
Periode 2006/2007, yang dilaksanakan oleh Persekutuan Mahasiswa Mataru
(PERMATAR), di Aula PEMDA Alor (Oesapa- KotaKupang), pada tanggal 9 April
2006.
7. Ritu R. Sharma, Pengantar Advokasi: Panduan Latihan, Penerbit Yayasan Obor
Indonesia & Tifa, Jakarta, 2004.
8. Stefanus Mira Mangngi, Pengorganisasian Massa (Rakyat): Upaya Menggapai Tatanan
Indonesia Baru Yang Lebih Demokratis, Makalah Disampaikan dalam Kegiatan
Penerimaan Anggota Baru GMNI Cab. Kota Kupang, yang dilaksanakan oleh GMNI
Cab. Kota Kupang, di Aula Seroja, Kanwil Diknas NTT-Kupang, Pada Tanggal, 17
Nopember 2001.
9. Timur Mahardika, Strategi Membuka Jalan Perubahan, Penerbit Pondok Edukasi,
Bantul, 2006.
10. Valerie Miller & Jane Covey, Pedoman Advokasi: Perencanaan, Tindakan dan Refleksi,
Penerbit Yayasan Obor Indonesia & Tifa, Jakarta, 2005.