pengertian ulumul qur

6
-Pengertian Ulumul Qur'an- Al-Suyuti dalam kitab Itmamu AI-Dirayah, Ulumul Qur'an ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur'an dari segi turun, sanad, adab, dan makna-maknanya, yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya. Al-Zarqani dalam kitab Manahilul Irfan Fi Ulumil Qur'an, Ulumul Qur'an yaitu pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan Al-Qur'an, dari segi urut-urutan, pengumpulan, penulisan, bacaan, penafsiran mu’zijat, nasikh dan mansukh- nya, serta penolakan ( bantahan ) terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan keragu-raguan terhadap Al Qur’an ( yang sering dilancarkan oleh orientalis dan ateis dengan maksud untuk menodai kesucian al qur’an ) dan sebagainya. Dari definisi-definisi Ulumul Qur’an bahwa ulumul qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al qur’an, baik berupa ilmu-ilmu bahasa arab, misalnya ilmu I’rabil qur’an. -Objek Ulumul Qur’an- Objek Ulumul Qur'an yang sistematis ialah kitab Al-Qur'an dari seluruh segi-segi kitab tersebut baik dari segi turunnya, atau pembacaan dan penafsiran ayat-ayatnya, maupun dari segi nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih dan lain-lainnya. Objek Ulumul Qur'an yang idhofi ialah Al-Qur'an dari suatu segi dari segi-segi Ulumul Qur'an. Objek pembahasan Ulumul Qur'an yang idhofi / laqobi ini lebih sempit, karena hanya membicarakan sesuatu segi dari beberapa segi kitab suci al-quran yang banyak sekali. M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup Ulumul Qur'an terdiri atas enam hal pokok berikut ini : 1. Persoalan turunnya Al-Qur'an (Nuzul Al-Qur'an) 2. Persoalan Sanad (rangkaian para periwayat) 3. Persoalan Qira'at (cara pembacaan Al-Qur'an) 4. Persoalan kata-kata Al-Qur' an 5. Persoalan makna-makna Al-Qur'an yang berkaitan dengan hukum 6.Persoalan makna Al-Qur'an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur'an -Sejarah Penulisan Al-Qur’an- (Turunnya Al-Qur’an) Al-Qur’an, sebagaimana diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 185, diturunkan pada bulan Ramadhan. “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil) ..” ‘Ulama (para ‘alim) sepakat bahwa Al- Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, namun mengenai tanggalnya berbeda pendapat. Pendapat yang paling populer adalah diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan 10 Agustus 610 M di Gua Hiro, ketika Rosul Saw berusia 40 tahun. Ada lagi yang berpendapat tanggal 24 Ramadhan, seperti yang diterangkan Imam Ahmad bin Hambal dalam sebuah hadits dari wa’ilah bin al Aq : ” … Dan Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan. Demikian juga mengenai jumlah ayatnya, para alim bebeda pendapat. ‘Ulama Kufah seperti Abu Abdurrahman As Salmi menyebutkan Al-Qur’an berjumlah 6.235 ayat, As Suyuthi menyebutkan 6.616 ayat. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka tentang kalimat Basmalllah pada awal surat dan fawatih as suwar (kata-kata pembuka surah), seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, dan Ha Mim. Kata-kata pembuka ini ada yang menggolongkan sebagai ayat ada juga yang tidak. (Penulisan Al-Qur’an) Mengenai Penulisan Al-Qur’an, sudah dimulai sejak zaman Rasul Saw menerima wahyu, para penulis itupun dipanggilnya untuk menulis dan mencatatnya di samping sahabat-sahabat yang menghafalnya. Tidak kurang dari 48 yang menjadi Juru tulis Nabi Saw adalah Zaid bin Tsabit. Sebelum Nabi Saw wafat, Al-Qur’an secara keseluruhan telah tampung penulisannya dengan urutan surah-surah dan ayat-ayat berdasarkan petunjuk Rasul. Penulisan pada masa rasul ini masih menggunakan alat- alat yang sederhana, seperti pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan kepingan-kepingan tulang, sehingga sulit untuk dihimpun dalam satu kumpulan. Sedangkan tulisannya menggunakan huruf Kafi (huruf-huruf yang berbentuk garis lurus tanpa titik dan baris). Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, atas usul Umar bin Khathab Al-Qur’an ditulis ulang dengan menggunakan lembaran-lembaran kertas atau suhuf. Suhuf yang bertulisan Al-Qur’an itu lalu diikat - 1 -

Upload: handi-pandriantama

Post on 14-Aug-2015

36 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengertian Ulumul Qur

-Pengertian Ulumul Qur'an-

Al-Suyuti dalam kitab Itmamu AI-Dirayah, Ulumul Qur'an ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur'an dari segi turun, sanad, adab, dan makna-maknanya, yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya.

Al-Zarqani dalam kitab Manahilul Irfan Fi Ulumil Qur'an, Ulumul Qur'an yaitu pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan Al-Qur'an, dari segi urut-urutan, pengumpulan, penulisan, bacaan, penafsiran mu’zijat, nasikh dan mansukh-nya, serta penolakan ( bantahan ) terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan keragu-raguan terhadap Al Qur’an ( yang sering dilancarkan oleh orientalis dan ateis dengan maksud untuk menodai kesucian al qur’an ) dan sebagainya.

Dari definisi-definisi Ulumul Qur’an bahwa ulumul qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al qur’an, baik berupa ilmu-ilmu bahasa arab, misalnya ilmu I’rabil qur’an.

-Objek Ulumul Qur’an-

Objek Ulumul Qur'an yang sistematis ialah kitab Al-Qur'an dari seluruh segi-segi kitab tersebut baik dari segi turunnya, atau pembacaan dan penafsiran ayat-ayatnya, maupun dari segi nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih dan lain-lainnya.

Objek Ulumul Qur'an yang idhofi ialah Al-Qur'an dari suatu segi dari segi-segi Ulumul Qur'an. Objek pembahasan Ulumul Qur'an yang idhofi / laqobi ini lebih sempit, karena hanya membicarakan sesuatu segi dari beberapa segi kitab suci al-quran yang banyak sekali.

M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup Ulumul Qur'an terdiri atas enam hal pokok berikut ini :

1. Persoalan turunnya Al-Qur'an (Nuzul Al-Qur'an)2. Persoalan Sanad (rangkaian para periwayat)3. Persoalan Qira'at (cara pembacaan Al-Qur'an)4. Persoalan kata-kata Al-Qur' an5. Persoalan makna-makna Al-Qur'an yang berkaitan dengan hukum6.Persoalan makna Al-Qur'an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur'an

-Sejarah Penulisan Al-Qur’an-

(Turunnya Al-Qur’an) Al-Qur’an, sebagaimana diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 185, diturunkan pada bulan Ramadhan. “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil) ..” ‘Ulama (para ‘alim) sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, namun mengenai tanggalnya berbeda pendapat. Pendapat yang paling populer adalah diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan 10 Agustus 610 M di Gua Hiro, ketika Rosul Saw berusia 40 tahun. Ada lagi yang berpendapat tanggal 24 Ramadhan, seperti yang diterangkan Imam Ahmad bin Hambal dalam sebuah hadits dari wa’ilah bin al Aq : ” … Dan Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan. Demikian juga mengenai jumlah ayatnya, para alim bebeda pendapat. ‘Ulama Kufah seperti Abu Abdurrahman As Salmi menyebutkan Al-Qur’an berjumlah 6.235 ayat, As Suyuthi menyebutkan 6.616 ayat. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka tentang kalimat Basmalllah pada awal surat dan fawatih as suwar (kata-kata pembuka surah), seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, dan Ha Mim. Kata-kata pembuka ini ada yang menggolongkan sebagai ayat ada juga yang tidak.

(Penulisan Al-Qur’an) Mengenai Penulisan Al-Qur’an, sudah dimulai sejak zaman Rasul Saw menerima wahyu, para penulis itupun dipanggilnya untuk menulis dan mencatatnya di samping sahabat-sahabat yang menghafalnya. Tidak kurang dari 48 yang menjadi Juru tulis Nabi Saw adalah Zaid bin Tsabit. Sebelum Nabi Saw wafat, Al-Qur’an secara keseluruhan telah tampung penulisannya dengan urutan surah-surah dan ayat-ayat berdasarkan petunjuk Rasul. Penulisan pada masa rasul ini masih menggunakan alat- alat yang sederhana, seperti pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan kepingan-kepingan tulang, sehingga sulit untuk dihimpun dalam satu kumpulan. Sedangkan tulisannya menggunakan huruf Kafi (huruf-huruf yang berbentuk garis lurus tanpa titik dan baris).

Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, atas usul Umar bin Khathab Al-Qur’an ditulis ulang dengan menggunakan lembaran-lembaran kertas atau suhuf. Suhuf yang bertulisan Al-Qur’an itu lalu diikat dengan benang sehingga membentuk satu mushaf (kumpulan lembaran). Penulisan dilakukan oleh Zaid bin Tsabit, dibantu oleh Ubay bin Ka’ad, Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan dan beberapa sahabat dan pembaca-pembaca) lainnya. Mushaf disimpan Abu Bakar sampai beliau wafat, dan ketika Ummar bin Khatab menjadi Khalifah, mushaf itu berada dibawah penguasaannya. Setelah Ummar bin Khatab wafat mushaf tersebut di simpan di rumah St. Hafsah (putri Ummar dan istri Rasulullah Saw.) Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, timbul perbedaan pendapat di kalangan ummat Islam mengenai masalah qiroah (cara membaca Al-Qur’an). Perbedaan pendapat ini bermula dari Rasul kepada kabilah-kabilah Arab yang ada pada masa itu untuk membaca dan menghafalkan Al-Qur’an menurut lahjah (dialek) mereka masing-masing. Kelonggaran itu dimaksudkan oleh Rasul Saw agar mereka mudah menghafal Al-Qur’an. Tetapi dalam perkembangan Islam kemudian, terutama setelah bangsa-bangsa yang memeluk Islam semakin beragam sebagai akibat dari bertambah luasnya daerah Islam, cara membaca Al-Qur’an pun menjadi semakin bervariasi sesuai dengan dialek masing-masing. Hal inilah yang menimbulkan perselisihan masalah qiroah. Masing-masing kabilah menganggap dialeknya yang benar, sedangkan dialek lainnya salah.

Menanggapi hal ini sahabat Hudzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Khalifah Utsman agar menetapkan aturan penyeragaman bacaan Al-Qur’an dengan membuat mushaf Al-Qur’an standar yang akan dijadikan bagi seluruh ummat Islam di berbagai wilayah.

- 1 -

Page 2: Pengertian Ulumul Qur

Merespon usul Khudzaifah, Khalifah Utsman lalu membentuk lajnah (panitia) yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua dengan anggota-anggotanya ialah Abdullah bin Zubair, Sa’id bin As Abdurrahman bin Harits. Utsman lalu meminjam mushaf yang tersimpan di rumah Hafsah dan memberikannya kepada panitia yang telah terbentuk. Tugas utama panitia adalah menyalin mushaf kedalam beberapa naskah sambil menyeragamkan dialek yang digunakan, yaitu dialek Quraisy (Al Quraisy). Al-Qur’an yang telah disusun dialek yang seragam itu disebut Mushaf Utsmani. Semuanya berjumlah lima buah. Satu mushaf disimpan di Madinah, empat mushaf lainnya dikirimkan ke Makkah, Suriah, Basrih dan Kuffah untuk disalin dan diperbanyak. Selanjutnya Khalifah Utsman memerintahkan agar mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an selain Mushaf Utsmani untuk dimusnahkan hanya boleh menyalin dan memperbanyak tulisan Al-Qur’an dari mushaf yang resmi, yaitu mushaf Utsmani.

(Pencetakan Al-Qur’an) Sebelum mesin cetak ditemukan, memperbanyak mushaf Al-Qur’an dilakukan dengan tulisan tangan, dan sebelum tulisan Al-Qur’an seperti yang kita baca sekarang, terjadi penyempurnaan berupa penambahan titik pada huruf-huruf Al-Qur’an. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah membacanya, mengingat semakin banyak orang-orang non arab yang memeluk Islam dan kurang memahami tulisan Kafi.

Menanggapi keadaan ini, Abu Aswad ad Duwali, salah seorang tabi’in pada masa Muawiyah mengambil inisiatif untuk memberi tanda titik dalam Al-Qur’an dengan tinta yang berbeda dengan tulisan Al-Qur’an. Titik yang diletakkan di atas huruf menandakan baris fatah (bunyi a), titik di bawah menandakan kasroh (bunyi I), titik di sebelah kiri menandakan baris dommah (bunyi u), dan titik dua menandakan tanwin (bunyi nun mati), namun karena tanda-tanda baca ini hanya diberikan pada huruf terakhir dari suatu kata, tanda-tanda baca itu belum banyak menolong bagi orang yang awam. Usaha perbaikan tulisan Al-Qur’an selanjutnya dilakukan oleh Natsir bin Asim dan Yahya bin Ya’mur pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) dari Dinasti Umayah, dengan menambah tanda titik pada huruf-huruf Al-Qur’an dengan tinta yang sama tanda titik itu dimaksud untuk membedakan huruf ba, ta, tsa, dan ya.

Namun cara penulisan seperti itu pun masih menimbulkan kesulitan, karena terlalu banyak titik sehingga hampir-hampir tidak dapat dibedakan mana titik, baris, dan mana titik huruf. Kemudian Khalil bin Ahmad bin Amr bin Tamin al Faridhi al Zadi mengubah sistem baris yang dibuat oleh Abu Aswad ad Duwali. Yaitu mengganti titik dengan huruf alif kecil diatas huruf sebagai tanda fathah (bunyi a), huruf ya kecil sebagai tanda kasroh (bunyi i), dan huruf wa kecil diatas huruf sebagai tanda domah (bunyi u). Selain itu ia menggunakan kepala sin untuk tanda syaiddah (konsonan ganda). Kepala ha untuk sukun (baris mati) dan kepala ain untuk hamzah. Kholil juga membuat tanda mad, yaitu tanda bahwa huruf itu harus dibaca panjang, dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang. Pada masa Kholifah Al Makmun (813-833 M), para ahli qiroah menambahkan lagi berbagai tanda dalam Al-Qur’an, seperti membuat tanda-tanda ayat, tanda-tanda waqof (berhenti membaca), serta tanda-tanda ibtida (memulai membaca), dan menerangkan identitas surat pada awal setiap surat. Seperti nama surah, tempat turunnya dan jumlah ayatnya. Tanda-tanda lainnya, adalah tanda pemisah antara satu juz, seperti Juz Amma, yang diikuti dengan penomorannya, tanda hizd untuk membedakan satu hizd dengan hizd lainnya, tiap tanda dibagi empat, satu perempat ditulis al rub, seperdua nizf dan tiga perempat ats tsulusa.

(Percetakan Al-Qur’an Pertama) Setelah mesin cetak ditemukan di Eropa pada abad ke – 16, Al-Qur’an pertama kali dicetak di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M. Adanya mesin cetak ini mempermudah ummat Islam memperbanyak mushaf Al-Qur’an. Selanjutnya Al-Qur’an di cetak di St. Petersburg, Rusia, pada tahun 1787 M, di Kazan pada tahun 1828 M. Mulai abad ke 20 percetakan Al-Qur’an dilakukan di dunia Islam, dan cetakan yang banyak dipergunakan dunia Islam dewasa ini adalah cetakan edisi Mesir tahun 1925 M yang juga dikenal dengan edisi Raja Fu’ad karena dialah yang memprakarsainya.

Selanjutnya pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al-Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan menggunakan hurf-huruf yang indah, percetakan tersebut dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi Turki terkemuka, Sa’id Nursi. Lalu tahun 1976 M Al-Qur’an dicetak dengan berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola pengikut Sa’id Nursi di Berlin Jerman. Di Indonesia khususnya, usaha percetakan dan penerbitan Al-Qur’an harus mendapat persetujuan dari pemerintah melalui Departemen Agama RI. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah pengontrolan dan pemeriksaan terhadap Al-Qur’an yang terbit dan beredar di Indonesia. Untuk menangani masalah ini. Departemen Agama membentuk lembaga khusus bersama Lajnah Pentashih Al-Qur’an terjaga dari segala kekeliruan dan kesalahan, baik segaja ataupun tidak disengaja

-Pengertian Asbab An-Nuzul-

Asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “Asbaba” dan “Nazala”, kata “Asbaba” merupakan jama’ dari kata “Sababa” yang berarti sebab, maka “Asbaba” mempunyai arti sebab-sebab. Sedangkan kata “an-Nuzul” berasal dari kata “Nazala” yang berarti turun. secara Etimologi, Asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Secara terminologi, asbab An-Nuzul adalah kejadian yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an, dalam rangka menjawab, menyelesaikan dan menjelaskan masalah yang timbul disetiap kejadian.

1) Az-Zarqoni : “Asbab An-Nuzul” adalah peristiwa atau kejadian yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat itu terjadi.

2) Ash-Shabuni : “Asbab An-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.

3) Shubhi shalih : “Asbab an-Nuzul” adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur’an (ayat-ayat) terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.”

- 2 -

Page 3: Pengertian Ulumul Qur

Sebab turunnya ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam:

a. Peristiwa berupa pertengkaran. Contoh: perselisihan suku Aus dan khazre dengan orang-orang Yahudi sehingga turunlah surat Ali-Imron ayat 100 sampai beberapa ayat sesudahnya.

b. Peristiwa berupa kesalahan yang serius. Contoh: seorang imam yang shalat yang dalam keadaan mabuk. Peristiwa ini menyebabkan turunnya surat An-Nisa` ayat 42.

c. Peristiwa berupa cita-cita dan keinginan. Contoh: imam Al-Bukhori dan lainnya meriwayatkan dari Annas RA bahwa Umar berkata: “Aku sepakat dengan Tuhanku dalam tiga hal: Aku katakan kepada Rasul bagaimana sekiranya kita jadikan makam Ibrahim tempat sholat maka turunlah surat Al Ahzab ayat 52”.

Sebab turunnya ayat dalam bentuk pertanyaan dikelompokkan kepada tiga macam:

1. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu.2. Pertanyaan dengan sesuatu yang sedang berlangsung waktu itu.3. Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang.

Pembagian dan Macam-macam Asbab An-Nuzul

Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbab An-Nuzul.

a) Sharih (visionable/ jelas). Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukan asbab an-nuzul. Contoh dari riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang Yahudi berkata, “Apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari arah belakang, anak yang dilahirkan akan juling.” Maka dari kejadian tersebut kemudian turunlah ayat yang artinya: “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (Al-Baqoroh:223).

b) Muhtamilah (impossible / kemungkinan). Contoh dari riwayat yang menggunakan redaksi muhtamilah seperti riwayat yang disampaikan oleh ibnu Umar, yakni: Artinya: “Ayat, istri-istri kalian adalah (ibarat) tanah tempat bercocoktanam, turun berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang.” (H.R. Bukhori).

Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk asbab An-Nuzul:

a) Berbilangnya asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’adad Asbab wa Nazil Al-Wahid).

Untuk mengatasi variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cara-cara sebagai berikut:

1. Tidak mempermasalahkannya2. Mengambil versi riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih3. Mengambil versi riwayat yang shahih (valid)

Untuk mengatasi variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat dari sisi kualitas, para ulama mengemukakan cara-cara sebagai berikut:

1. Mengambil versi riwayat yang shahih.2. Melakukan studi yang selektif (tarjih).3. Melakukan studi kompromi (jama’).

b) Berbilangnya ayat untuk satu sebab (Ta’adud Nazil wa Asbab An-Nuzul).

Contoh: satu kejadian yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedangkan antara yang satu dengan yang lainnya berselang waktu yang lama adalah riwayat asbab an-nuzul yan diriwayatkan oleh Ibn jarir ath-Thabari,ath-Thabrani, dan Ibn Mardaiyah dari Ibn Abbas: “ketika Rasulullah duduk di bawah naungan pohon kayu, beliau bersabda,”akan datang kepada kamu seorang manusia yang memandangmu dengan dua mata setan, janganlah kalian ajak bicara apabila ia datang menemuimu”. Tidak lama sesudah itu, datanglah seorang lelaki yang bermata biru. Rasulullah kemudian memanggilnya dan bertanya “mengapa engkau dan teman-temanmu memakiku???” Orang tersebut pergi dan datang kembali beserta teman-temannya. Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak menghina Nabi. Terus-menerus mereka mengatakan demikian sampai Nabi memaafkannya. Maka turunlah surat Ath-thaubah{9} ayat 74 (mereka orang-orang munafik itu) bersumpah dengan nama allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan RasulNya), kecuali karena Allah dan RasulNya telah melimpahakan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak pula penolong dimuka bumi.” Demikian pula Al-hakim meriwayatkan hadits ini dengan redaksi yang sama dan mengatakan, “maka Allah menurunkan surat Al-Mujadalah {58} ayat 18-19.”

- 3 -

Page 4: Pengertian Ulumul Qur

-Manfaat Mempelajari Ilmu Asbab An-Nuzul-

a. Untuk mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan dan kebutuhan ilmu dalam menghadapi segala peristiwa.

b. Membantu seseorang dalam memahami ayat, sekaligus dapat menghilangkan kesulitan yang terdapat di dalam ayat.

c. Dapat memberikan pemahaman dengan tepat, bahwa hukum yang dibawa oleh ayat al-Qur’an adalah khusus untuk memberikan penyelesaian terhadap peristiwa atau pertanyaan yang menjadi asbab an-nuzulnya ayat itu.

d. Dapat diketahui dengan tepat sasaran hukum yang di bawa oleh ayat-ayat yang diturunkan, sehingga tidak akan keliru di dalam menetapkan suatu hukum.

e. Dapat membantu mempermudah pemahaman dan penghafalan ayat serta membantu “meletakkan” ayat-ayat yang bersangkutan berada di dalam hati orang-orang yang mendengarkannya bila ayat itu dibacakan.

-MUNASABAH Al-Qur’an- Kata Munasabah secara etimologi, menurut Manna’ Khalil Al-Qattan ialah Al-Muqabarah artinya kedekatan. Secara terminologi, pengertian Munasabah dapat diartikan sebagai berikut menurut berbagai tokoh, yaitu:1. Menurut Az-Zarkasyi, “Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal itu pasti menerimanya”.

2. Menurut Ibn Al-Arabi, “Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.

3. Menurut Manna’ Khalil Qattan, “Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Qur’an”.

4. Menurut Al-Biqa’i, “Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-

Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat”.

Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (’aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali); atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.

-MACAM-MACAM MUNASABAH-

Ada tujuh macam Munasabah, yaitu :1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya2. Munasabah antara nama surat dengan kandungannya3. Munasabah antara bagian satu surat4. Munasabah antara ayat yang berdampingan5. Munasabah antara suatu kelompok ayat di sampingnya6. Munasabah antara fashilah (pemisah) dengan isi ayat7. Munasabah antara penutup satu surat dengan awal surat berikutnya

Macam-macam munasabah antara ayat yang…

Jelaso Ta’kid (penguat)o Tafsir (penjelas)o I’tiradh (bantahan)o Tasydid (penegasan)

TidakJelas

o Tanzhir (perbandingan)o Mudhadhat (perlawanan)o Istithardh (penjelasan)o Takhallus (perpindahan

-URGENSI DAN KEGUNAAN MEMPELAJARI MUNASABAH-

Faedah dan kegunaan mempelajari munasabah :1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan Relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.2. Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam

pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an sehingga memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.(Abdul Djalal, H.A, 1998: 165).

- 4 -

Page 5: Pengertian Ulumul Qur

3. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak ditemukan Asbabun Nuzilnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan mudah mengistimbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya.

4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.

- 5 -