pengaruh sitotoksik ekstrak buah pare ...digilib.unila.ac.id/26265/3/skripsi tanpa bab...

55
PENGARUH SITOTOKSIK EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP JUMLAH, BERAT, PANJANG, DAN ABNORMALITAS FETUS MENCIT (Mus musculus L.) (Skripsi) Oleh Siska Yulianti JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG 2017

Upload: hoangkiet

Post on 26-Jun-2018

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENGARUH SITOTOKSIK EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.)

TERHADAP JUMLAH, BERAT, PANJANG, DAN ABNORMALITAS FETUS

MENCIT (Mus musculus L.)

(Skripsi)

Oleh

Siska Yulianti

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017

ABSTRAK

PENGARUH SITOTOKSIK EKSTRAK BUAH PARE

(Momordica charantia L.) TERHADAP JUMLAH, BERAT, PANJANG,

DAN ABNORMALITAS FETUS MENCIT (Mus musculus L.)

Oleh

Siska Yulianti

Buah pare (Momordica charantia L.) dikenal luas sebagai sayuran yang

banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan berkhasiat sebagai obat tradisional

seperti penambah nafsu makan, peluruh dahak, obat sakit perut, dan peluruh haid.

Buah pare mengandung senyawa aktif yang pahit yaitu momordikosida K dan L

bersifat sitotoksik dan dapat menyebabkan kematian sel, glikosida triterpen

bersifat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel yang sangat poten.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek sitotoksik dari ekstrak buah pare

yang diberikan kepada induk mencit (Mus musculus L.) yang sedang bunting

terhadap morfologi yaitu jumlah fetus, berat badan dan panjang fetus, serta

abnormalitas pada fetus.

Ekstrak buah pare diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol

95% sebagai pelarut. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan

acak lengkap, yaitu dengan 20 ekor mencit betina yang bunting dibagi dalam 4

kelompok, yaitu kelompok [K], [P1], [P2], [P3]. Setiap kelompok terdiri dari 5

ekor mencit betina bunting. Semua kelompok perlakuan [P1], [P2], [P3] diberi

ekstrak buah pare secara oral dimulai hari ke-6 sampai hari ke-17 kebuntingan

secara berturut–turut, 1 kali sehari pada pagi hari dengan dosis [P1] 22,5 mg/30 gr

BB, [P2] 30 mg/30 gr BB, [P3] 37,5 mg/30 gr BB, dan kontrol [K] diberi

akuabides. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pemberian ekstrak

buah pare tidak mengurangi jumlah fetus dan tidak menyebabkan kematian pada

fetus mencit, tetapi menyebabkan penurunan berat badan dan panjang fetus secara

signifikan (p<0,05). Hasil analisis lanjut dengan BNT pada taraf 5 %

menunjukkan bahwa pemberian dosis 22,5 mg/30 gr BB, 30 mg/30 gr BB, dan

37,5 mg/30 gr BB, memberikan pengaruh yang nyata. Semua dosis yang

digunakan tidak menyebabkan abnormalitas pada morfologi fetus.

Kata kunci : Sitotoksik, ekstrak buah pare (Momordica charantia L.),

mencit (Mus musculus L.)

PENGARUH SITOTOKSIK EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.)

TERHADAP JUMLAH, BERAT, PANJANG, DAN ABNORMALITAS FETUS

MENCIT (Mus musculus L.)

Oleh

Siska Yulianti

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

URUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rumbia, Lampung Tengah pada

25 Juli 1995, sebagai putri pertama dari dua bersaudara

dari Bapak Sultono dan Ibu Yuyun Sulastri Penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1

Rekso Binangun pada tahun 2007, dilanjutkan Sekolah

Menengah Pertama di SMPN 1 Rumbia lulus pada

tahun 2010. Melanjutkan ke Sekolah Menengah

Atas di SMAN 1 Rumbia hingga lulus pada tahun 2013. Penulis terdaftar

sebagai mahasiswi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung pada

tahun 2013 melalui Jalur SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah menjadi Anggota Bidang Sains dan

Teknologi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO), dan menjadi anggota

Departemen Medinfo (Media dan Informasi) di Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM) Fakultas MIPA pada tahun 2015-2016. Penulis juga pernah

menjadi asisten praktikum mata kuliah Sains Dasar Biologi jurusan Kimia,

Fisiologi Hewan, dan Embriologi Tumbuhan di Jurusan Biologi, Biologi Umum

Jurusan Agribisnis, jurusan Agroteknologi, dan jurusan Pertanian.

Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Karya Wisata Ilmiah di Desa Mulyosari

Lampung Selatan. Pada bulan Januari - Maret 2016 penulis melaksanakan Kuliah

Kerja Nyata (KKN) di Desa Agung Jaya Kecamatan Banjar Margo Kabupaten

Tulang Bawang selama 60 hari. Penulis melaksanakan Kerja Praktik di RSUD

Dr.H. Abdul Moeleok Provinsi Lampung pada bulan Juli – September tahun 2016

selama 40 hari dengan judul kerja praktik “Analisis Pola Resistensi Bakteri

Enterobacter Sp. Terhadap Antibiotik Dari Sampel Darah Pasien di RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung”.

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim…

Puji syukur kepada Allah SWT, Tiada Tuhan Selain Allah yang telah memberikan segala limpahan rahmat dan ridho-Nya, nikmat kesehatan, kekuatan, serta

kesabaran untukku dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ku persembahkan karya ini sebagai cinta kasihku, tanda bakti dan sayangku, serta rasa terima kasihku yang terdalam kepada orang-orang yang telah berjasa

dalam hidupku.

Bapak dan Ibuku yang telah memberikan cinta, kasih, dan sayangnya, selalu mendoakan tiada henti dalam setiap langkahku, yang selalu memberikan

semangat dan nasehat, serta pengorbanannya.

Adikku dan seluruh keluarga besarku yang senantiasa mendukungku dan mendoakan serta mencurahkan segala kasih sayangnya untukku.

Sahabat terdekat dalam hidupku serta teman-teman yang selalu memberikanku dukungan, dorongan, semangat, dan motivasi.

Guru-guruku, dosen-dosenku dan terutama pembimbingku yang tidak pernah lelah dan selalu sabar memberikan bimbingan serta arahan kepadaku

Sahabat-sahabatku yang senantiasa menjadi penyemangat, selalu membantu, tempat berbagi cerita baik suka, duka, susah maupun senang.

Almamater Tercinta

Universitas Lampung.

MOTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

Q.S. Al-

Insyirah: 5-6

Barangsiapa ingin mutiara, harus berani turun di lautan yang dalam

Ir. Soekarno

“Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bulan dan bintang.”

Ir. Soekarno

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa

kehilangan semangat

Winston Chuchill

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar

Khalifah „Umar

Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku

Umar bin Khattab

ii

SANWACANA

Dengan mengucap Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat akademis menempuh

pendidikan di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Lampung.

Skripsi ini berjudul “PENGARUH SITOTOKSIK EKSTRAK BUAH PARE

(Momordica charantia L.) TERHADAP JUMLAH, BERAT, PANJANG,

DAN ABNORMALITAS FETUS MENCIT (Mus musculus L.)” Dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua Orang tua, Bapak Sultono dan Ibu Yuyun Sulastri, serta adik saya M.

Adi kurniawan dan seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan kasih

sayang, semangat, restu dan doa, serta dorongan motivasi kepada penulis

untuk menggapai cita-cita,

2. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing 1, dan selaku

Ketua Jurusan Biologi FMIPA yang telah senantiasa memberi bimbingan,

ilmu, dan pengarahannya serta meluangkan waktu untuk memberikan

dukungan, kritik dan saran yang membangun dalam melakukan penelitian

hingga menyelesaikan skripsi ini,

iii

3. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dosen Pembimbing II yang

senantiasa membimbing, memberikan arahan, masukan, kritik dan saran yang

membangun,

4. Bapak Drs. Hendri Busman, M.Biomed., selaku Dosen Pembahas yang

bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan arahan, serta

ide dan nasihat yang membangun,

5. Bapak Dr. Sumardi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan pada penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan

Biologi,

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Biologi FMIPA Unila yang bersedia

memberikan ilmu dan pengalamannya yang berharga selama masa

perkuliahan,

7. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung,

8. Karyawan dan staff serta laboran di Jurusan Biologi yang telah membantu,

9. Praka Ari Purnomo yang telah memberikan kasih dan saying serta dorongan

semangat kepada penulis,

10. Sahabat bersama Indria Nabilla Rahmayanti, Putri Damayanti, Bella Friscilla

Dheta, terima kasih atas kebersamaan selama ini,

11. Teman- teman, Okta, Siti, yang saling mendukung dan memberikan saran baik

kepada penulis,

12. Teman setim penelitian, Silvia Andriani yang selalu saling mendukung, saling

membantu, saling bekerjasama dan saling mengingatkan,

iv

13. Seluruh teman-teman mahasiswa Biologi angkatan 2013 yang selalu

memberikan kebersamaan dan keceriaan selama perkuliahan,

14. Kakak-kakak dan adik-adik di Jurusan Biologi FMIPA Unila yang telah

memberikan banyak pengalaman, pembelajaran, dukungan, kritik dan saran,

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan penulis dukungan, berbagai kritik dan saran,

16. Serta almamater tercinta Universitas Lampung.

Semoga Allah SWT membalas kasih saying kepada semua pihak yang telah

membantu penulis, dan semoga Allah SWT selalu memberikan ilmu dan pahala-

Nya yang berlimpah serta menjadikan kita orang-orang yang terus bersyukur

hingga terus belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Akhir kata, penulis

menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, akan

tetapi semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita

semua.

Amin

Bandar Lampung, Maret 2017

Penulis,

Siska Yulianti

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i

SANWACANA ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4

C. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4

D. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 5

E. Hipotesis ............................................................................................................. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mencit (Mus musculus L.) ................................................................................. 7

1. Biologi Mencit ............................................................................................. 7

2. Perkembangan Fetus Mencit ........................................................................ 9

B. Berat Badan dan Panjang Fetus ........................................................................ 12

C. Malformasi ....................................................................................................... 13

D. Teratogenik ...................................................................................................... 15

E. Toksikologi ...................................................................................................... 16

F. Tanaman Pare (Momordica charantia L.) ........................................................ 17

1. Biologi Pare ............................................................................................... 17

2. Kandungan Kimiawi Pare ........................................................................... 19

3. Manfaat Pare ............................................................................................... 21

vi

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................... 23

B. Alat dan Bahan ................................................................................................ 23

1. Alat-alat ....................................................................................................... 23

2. Bahan ........................................................................................................... 24

C. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................... 24

1. Persiapan Kandang dan Hewan Uji.............................................................. 24

2. Pembuatan Ekstrak Buah Pare ..................................................................... 25

3. Pemberian Perlakuan .................................................................................... 25

4. Pengamatan ................................................................................................. 27

D. Rancangan Percobaan ....................................................................................... 27

E. Analisis Data .................................................................................................... 29

F. Diagram Alir .................................................................................................... 29

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan ............................................................................................ 30

1. Jumlah Fetus ............................................................................................... 30

2. Berat Badan dan Panjang Fetus ................................................................ 31

3. Morfologi Fetus ........................................................................................ 34

B. Pembahasan ..................................................................................................... 37

1. Jumlah Fetus ............................................................................................... 37

2. Berat Badan dan Panjang Fetus ................................................................ 39

3. Morfologi Fetus ........................................................................................ 44

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan .......................................................................................................... 47

B. Saran ................................................................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 49

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mencit (Mus musculus L.) ........................................................................... 7

Gambar 2. Morfologi Fetus Normal Mencit (Mus musculus L.) .................................. 9

Gambar 3. Kerangka Mencit (Mus musculus L.) ........................................................ 13

Gambar 4. Tanaman Pare (Momordica charantia L.) ................................................ 17

Gambar 5. Rumus Struktur Momordikosida K dan L ................................................. 19

Gambar 6. Rancangan Percobaan ............................................................................... 28

Gambar 7. Diagram Alir Percobaan ............................................................................ 29

Gambar 8. Grafik Rata-rata Berat Badan Fetus Mencit (Mus musculus L.)

Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ........... 32

Gambar 9. Grafik Rata-rata Panjang Fetus Mencit (Mus musculus L.)

Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ........... 34

Gambar 10. Fetus Mencit (Mus musculus L.) pada Kelompok Kontrol (A),

Dosis 22,5 mg/30 gram BB (B), Dosis 30 mg/30 gram BB (C),

Dosis 37,5 mg/30 gram BB (D) .............................................................. 36

Gambar 11. Perbedaan Morfologi Fetus Normal (kontrol) dan Fetus

Kerdil yang Diberi Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.)

Dosis 37,5 mg/30 gram BB ..................................................................... 36

Gambar 12. Mencit...................................................................................................... 64

Gambar 13. Buah Pare ................................................................................................ 64

Gambar 14. Irisan Buah Pare ...................................................................................... 64

Gambar 15. Rotary Evaporator .................................................................................. 65

Gambar 16. Kandang Mencit ..................................................................................... 65

Gambar 17. Proses Kopulasi Mencit .......................................................................... 65

Gambar 18. Pembuktian Vaginal Plak ........................................................................ 66

Gambar 19. Ekstrak Buah Pare ................................................................................... 66

Gambar 20. Pemberian Secara Oral Ekstrak Buah Pare ............................................. 66

Gambar 21. Seperangkat Alat Bedah .......................................................................... 67

Gambar 22. Mencit Hamil Dibius Dengan Klorofom ................................................. 67

Gambar 23. Pembedahan Mencit ................................................................................ 67

Gambar 24. Fetus Dikeluarkan Dari Uterus ................................................................ 67

Gambar 25. Fetus Mencit ............................................................................................ 67

Gambar 26. Sonde Lambung....................................................................................... 68

Gambar 27. Akuabides ............................................................................................... 68

Gambar 28. Jangka Sorong ......................................................................................... 68

Gambar 29. Pengukuran Panjang Fetus ...................................................................... 68

Gambar 30. Timbangan Digital .................................................................................. 69

Gambar 31. Penimbangan Berat Fetus ........................................................................ 69

ix

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan jenis tanaman obat

obatan. Masyarakat Indonesia menggunakan bahan alami dari alam

sebagai obat tradisional. Pemakaian obat tradisional ini berkembang

sebagai salah satu upaya alternatif guna menanggulangi masalah

kesehatan. Hal ini terbukti dari adanya relief candi Borobudur yang

menggambarkan orang sedang meracik obat dengan tumbuhan sebagai

bahan bakunya (Sukandar, 2006).

Seiring dengan berkembangnya ilmu telah terbuka cara-cara untuk

menguji status toksik suatu obat. Toksikologi merupakan ilmu yang

mempelajari tentang racun, terutama pengaruhnya terhadap mahkluk hidup

(Salomo, 2002).

Pare (Momordica charantia L.) adalah suatu tanaman yang tumbuh di

daerah tropis yaitu daerah Asia, Amazon (Amerika Selatan), Afrika Timur

dan Karibia (Williams, 1971). Di Indonesia tanaman pare hampir terdapat

di seluruh daerah. Selain itu, pare juga merupakan sayuran favorit,

2

dan merupakan tanaman obat tradisional yang berguna sebagai peluruh

dahak, obat penurun panas, dan penambah nafsu makan. Rasa pahit pada

buah pare disebabkan oleh kandungan momordikosida golongan glukosida

triterpen atau kukurbitasin. Glukosida triterpen di dalam buah pare

(momordikosida K dan L) bersifat antipertumbuhan, zat antiproliferasi,

dan antidiferensiasi sel yang sangat poten. Beberapa penelitian juga

menunjukkan bahwa buah pare berkhasiat sebagai antifertilitas. Pare dapat

memicu terjadinya aborsi (Chan et al., 1984; Chan et al., 1986; Amah et

al., 2011), digunakan untuk meluruhkan haid (Hazarika et al., 2008;

Borokini et al., 2013), obat sakit perut, dan menormalkan siklus

menstruasi (Khomsan, 2009).

Menurut penelitian Nurliani (2007) buah pare mengandung saponin dan

bersifat sitotoksik terhadap sel terutama sel yang sedang mengalami

perkembangan, flavonoid menghambat sejumlah proses perkembangan sel

di dalam tubuh melalui penghambatan sejumlah reaksi enzimatik (Aulya,

2012). Alkaloid dari tanaman dapat menyebabkan berhentinya pembelahan

mitosis zigot maupun embrio pada stadium metafase (Wurlina, 2008).

Selain itu, penelitian Sharanabasappa et al., (2002) menunjukkan bahwa

pemberian ekstrak biji buah pare dengan menggunakan petroleum eter,

benzen, alkohol pada dosis 25 mg/100 gram BB yang diberikan pada tikus

putih secara oral selama 30 hari menyebabkan perubahan siklus estrus,

penurunan berat ovarium, dan penurunan jumlah folikel, folikel de Graaf,

dan korpus luteum. Sementara itu, folikel atresia meningkat, kadar

3

kolesterol dan glukosa dalam ovarium meningkat, berat dan ukuran uterus

meningkat.

Dari hasil penelitian Naseem (1998) zat aktif triterpenoid pada buah dapat

digunakan sebagai kontrasepsi alami. Triterpenoid mempunyai peran

dalam meningkatkan sel granulose ovarium. Sel sel ini akan menghasilkan

suatu inhibidin yang bisa menghambat sekresi hormon FSH dan LH.

Menurut Sutyarso (1992) pemberian ekstrak alkohol buah pare

menurunkan jumlah anak hasil perkawinan mencit betina dan mencit

jantan perlakuan.

Didukung oleh penelitian Priyandoko (2005) pemberian ekstrak buah pare

pada mencit betina dengan dosis 1000 mg/kg BB secara signifikan dapat

menurunkan jumlah folikel ovarium dan ketebalan endometrium.

Presentase telur praimplantasi yang hilang pada betina yang diberi ekstrak

pada umur kehamilan 0 sampai dengan 7 hari meningkat. Terjadinya

kematian intrauterus pada betina yang diperlakukan pada umur

kebuntingan hari ke-10 sampai dengan hari ke-13 (Sihaputar, 2005).

Sesuai dengan penelitian Rosita (2005) mengenai kajian teratogenik ektrak

buah pare terhadap perkembangan pralahir mencit, ekstrak buah pare

memberikan efek teratogenik dengan adanya presentase embrio resorbsi

dan hemoragi fetus pada dosis ekstrak buah pare 2800 mg/kg BB.

Mengingat banyaknya manfaat dan kegemaran masyarakat luas terhadap

buah pare sebagai sayuran, dan dalam upaya penggunaan suatu tanaman

4

sebagai bahan baku obat diperlukan adanya keamanan dalam

penggunaannya untuk melihat ada tidaknya dampak dari pemberian zat

tersebut. Hal-hal tersebut dan didukung dengan penelitian sebelumnya

mengenai kajian teratogenik ektrak buah pare terhadap perkembangan

embrio mencit, mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih

lanjut mengenai uji teratogenik guna mengetahui morfologi fetus meliputi

jumlah fetus, berat dan panjang fetus, serta kemungkinan terjadinya

abnormalitas, jika ekstrak buah pare diberikan pada induk mencit yang

hamil selama periode organogenesis.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan efek sitotoksik dari

ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) yang diberikan kepada induk

mencit (Mus musculus L.) yang sedang bunting terhadap:

1. jumlah fetus,

2. berat badan,

3. panjang fetus, dan

4. abnormalitas bentuk fetus.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

lebih lanjut mengenai efek sitotoksik ekstrak buah pare

5

(Momordica charantia L.) terhadap jumlah, berat, panjang, dan

abnormalitas bentuk fetus mencit (Mus musculus L.).

D. Kerangka Pemikiran

Buah pare (Momordica charantia L.) yang dikenal luas oleh masyarakat

Indonesia sebagai sayuran, ternyata juga dapat digunakan sebagai obat

tradisional seperti peluruh dahak, penurun panas, penambah nafsu makan,

menyegarkan badan, antifertilitas, obat sakit perut, pembersih darah,

peluruh haid, menormalkan siklus menstruasi dan memicu terjadinya

aborsi.

Buah pare mengandung bahan aktif diantaranya momordikosida golongan

glikosida triterpen atau kukurbitasin, dimana golongan utama adalah

momordikosida K dan L bersifat sitotoksik yang dapat merusak dan

menyebabkan kematian sel. Glikosida triterpen bersifat antipertumbuhan,

menghambat pertumbuhan sel-sel tumor dan menghambat perkembangan

fetus, zat antiproliferasi serta antidiferensiasi sel yang sangat poten.

Mengingat kegunaan buah pare yang cukup luas di kalangan masyarakat

dan khasiatnya sebagai obat, maka tidak menutup kemungkinan bahwa

wanita hamil atau yang sedang merencanakan kehamilan juga

mengonsumsi buah pare. Zat-zat yang dikonsumsi induk selama proses

kehamilan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

perkembangan embrio (Borokini et al., 2013).

6

Ditinjau dari zat-zat kimia yang terdapat dalam buah pare serta didukung

dengan penelitian Rosita (2005) yang menunjukkan adanya resorbsi

embrio dan hemoragi fetus, maka diperlukan penelitian uji teratogenik

lebih lanjut mengenai morfologi fetus yaitu jumlah fetus, berat dan

panjang fetus serta abnormalitas pada fetus hewan uji mencit (Mus

musculus L.) setelah induk diberikan ekstrak buah pare selama periode

organogenesis. Berdasarkan hal tersebut serta belum banyaknya penelitian

mengenai pengaruh ekstrak buah pare terhadap perkembangan fetus

mencit, maka penelitian ini perlu dilakukan.

E. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak buah pare

(Momordica charantia L.) pada mencit (Mus musculus L.) betina yang

sedang bunting:

1. dapat mengurangi jumlah fetus,

2. dapat menurunkan berat badan,

3. dapat menurunkan panjang fetus, dan

4. menyebabkan abnormalitas bentuk fetus yang dikandung dalam mencit

betina.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mencit (Mus musculus L.)

1. Biologi Mencit

Klasifikasi mencit (Mus musculus L.) menurut Mangkoewidjojo dan

Smith (1988) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Bangsa : Rodentia

Suku : Muridae

Marga : Mus

Jenis : Mus musculus L.

Morfologi mencit (Mus musculus L.) disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Mencit (Mus musculus L.) (Garcia et al., 2009)

8

Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), mencit (Mus musculus

L.) merupakan hewan pengerat yang memiliki rambut di tubuhnya

berwarna putih atau keabu-abuan, mata berwarna hitam atau merah,

kulit berpigmen dan perut sedikit pucat. Mencit mempunyai lama

hidup 1-2 tahun. Mencit dewasa pada umur 35 hari dan memiliki

waktu kehamilan 19-21 hari dan umur sapih 21 hari. Berat dewasa

mencit rata-rata 20-30 gram dan berat lahir 0,5-1.0 gram. Menurut

Somala (2006) suhu rektal mencit 35-39oC, pernapasan 140-180

kali/menit dan denyut jantung 600-650 kali. Mencit juga salah satu

golongan pengerat yang bersifat omnivorus, nokturnal, takut cahaya,

dan dapat hidup dengan baik di ruangan dengan temperatur antara 20-

25oC dengan kelembaban ruang 45-55% (Keane, 2011).

Mencit jantan dan betina siap melakukan kopulasi pada umur 8

minggu. Masa birahi atau siklus estrus 4-5 hari dengan lama estrus 12-

14 jam. Fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00 WIB. Proses

kopulasi untuk tujuan fertilisasi terjadi pada saat estrus, dengan

fertilisasi 2 jam setelah kopulasi. Ciri-ciri terjadinya kopulasi adalah

ditemukannya sumbat vagina, yaitu cairan mani jantan yang

menggumpal. Mencit betina dapat melahirkan 6-15 ekor dengan berat

0,1-1 gram per ekor (Mangkoewidjojo dan Smith, 1988).

Mencit merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan

dalam penelitian. Karena mencit merupakan hewan yang efisien

sehingga mudah dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu

9

kehamilan yang singkat dan banyak memiliki anak perkelahiran.

Mencit dan tikus putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga

mempermudah membandingkan toksisitas zat-zat kimia (Lu, 1995).

2. Perkembangan Fetus Mencit

Masa embriogenik atau masa organogenesis merupakan masa yang

berlangsung dari perkembangan minggu ke-3 hingga minggu ke-8 dan

merupakan masa terbentuknya jaringan dan sistem organ yang spesifik

dari masing masing lapisan (Sadler, 2000).

Morfologi fetus normal mencit (Mus musculus L.) disajikan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi Fetus Normal Mencit (Mus musculus L.) (Iriani, 2009)

Fetus adalah makhluk yang sedang berkembang dengan bentuk

morfologi menyerupai bentuk dewasa. Tahap perkembangan embrio

meliputi tahap progenesis, embriogenesis dan organogenesis

(Roux, 2011).

10

Tahapan progenesis merupakan tahap perkembangan individu baru

yang diawali dengan proses gametogenesis yaitu terbentuknya empat

sperma pada jantan dan satu ovum pada betina yang kemudian akan

dilanjutkan dengan terjadinya fertilisasi sehingga membentuk zigot.

Berhasilnya suatu fertilisasi ditandai dengan adanya kebuntingan.

Selama periode kebuntingan akan terjadi rangkaian proses

perkembangan embrio (embriogenesis) yang terdiri dari tahap

proliferasi, pertumbuhan dan integrasi antar sistem tubuh menjadi satu

kesatuan fungsional (Panjaitan, 2003).

Tahapan embriogenesis adalah tahap yang diawali dengan proses

pembelahan sel atau proliferasi sel yaitu pertambahan jumlah sel

setelah terjadi pembuahan. Zigot berproliferasi dengan cara melakukan

pembelahan mitosis menjadi blastomer, morula, blastula dan gastrula

(Roux, 2011).

Pembelahan sel yang pertama pada tikus maupun mencit terjadi 24 jam

setelah pembuahan. Pembelahan terjadi secara cepat di dalam oviduk

dan secara berulang-ulang. Menjelang hari kedua setelah pembuahan,

fetus sudah berbetuk morula 16 sel bersamaan dengan pembelahan,

fetus bergulir menuju uterus. Menjelang hari ketiga kebuntingan, fetus

telah masuk ke dalam uterus, tetapi masih berkelompok-kelompok.

Pada akhirnya fetus akan menyebar di sepanjang uterus dengan jarak

yang memadai untuk implantasi dengan ruang yang cukup selama

masa pertumbuhan (Roux, 2011).

11

Pada akhir tahap pembelahan pada hewan mecit (Mus musculus L.)

akan terbentuk blastula. Blastula membentuk massa sel sebelah dalam

dan tropoderm yang akan berkembang menjadi plasenta. Massa sel

akan berkembang menjadi hipoblas dan epiblas, dimana epiblas akan

berkembang menjadi fetus dan hipoblas akan berkembang menjadi

selaput ekstra fetus. Blastomer akan terimplantasi pada hari ke-4

kehamilan dan berakhir pada hari ke-6 kebuntingan. Kemudian diikuti

dengan proses gatrulasi, yaitu adanya perpindahan sel dan diferensiasi

sel untuk membentuk lapisan ektoderm, endoderm dan mesoderm

(Roux, 2011).

Pada tahapan organogenesis terjadi proses pembentukan organ. Terjadi

pada hari ke-6 sampai hari ke-11 dari kebuntingan. Dimana proses

pembentukan organ dari lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm

yang merupakan tahap akhir perkembangan embrio. Lapisan ektoderm

akan membentuk susunan saraf, lapisan epidermis kulit, bagian mulut

dan anus. Lapisan mesoderm akan membentuk otot, pembuluh darah

dan jaringan pengikat. Lapisan endoderm akan membentuk lapisan

saluran pencernaan dan berbagai organ pencernaan seperti hati dan

pankreas. Pada masa ini, fetus cenderung memiliki respon teratogenik

(Roux, 2011).

12

B. Berat Badan dan Panjang Fetus

Berat dan panjang fetus merupakan salah satu parameter yang penting

untuk diamati dalam penelitian teratogenik. Penurunan berat dan panjang

badan fetus merupakan efek dari pemberian senyawa yang bersifat

teratogenik (Wilson, 1973). Hewan yang sehat berdasarkan Farmakope

Indonesia Edisi III dalam Almahdy (2007) adalah hewan yang tidak

mengalami perubahan berat badan lebih dari 10% dan selama

pemeliharaan menunjukkan perilaku yang normal.

Laju pertumbuhan dan perkembangan fetus menentukan variasi ukuran

fetus. Rata-rata fetus mencit normal pada umur kebuntingan hari ke-18

adalah 1,4 gram. Penurunan berat dan panjang tubuh adalah bentuk paling

ringan efek senyawa teratogenik dan merupakan parameter yang sensitif.

Gangguan perkembangan individu dalam uterus menyebabkan kelainan

antara lain kelahiran dengan berat badan yang tidak normal

(Yantrio et al., 2002).

Senyawa teratogen dengan dosis yang rendah mampu menyebabkan

kematian beberapa sel dan dapat pula menyebabkan pergantian beberapa

sel. Apabila satu atau sekelompok sel rusak oleh gangguan senyawa

toksik, maka sel-sel normal di sekitarnya akan membelah dan

menggantikan peran sel-sel yang rusak tersebut. Pergantian sel-sel yang

rusak akan dipertahankan selama masa organogenesis agar terbentuk

morfologi fetus yang normal. Namun apabila sel-sel yang rusak tersebut

tidak mampu diperbaiki maka dapat menyebabkan kelainan sehingga

13

terbentuk fetus dengan morfologi normal tetapi berukuran kecil

(Ritter, 1977; Muna et al., 2011).

Pertumbuhan dan perkembangan fetus pada hewan uji mencit diawali

dengan meningkatnya jumlah sel yang diikuti dengan diferensiasi sel dan

perkembangan sebagai sistem organ. Perkembangan fetus dipengaruhi

oleh sejumlah faktor genetik dan status nutrisi dari kedua induk, sumber

nutrisi fetus berasal dari induk melalui plasenta (Muna et al., 2011).

Kerangka mencit (Mus musculus L.) disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Mencit (Mus musculus L.) (Amsel, 2012)

C. Malformasi

Malformasi atau kelainan bentuk, malformasi kongenital dan cacat lahir

merupakan istilah yang sama maknanya dan dapat digunakan untuk

menerangkan kelainan struktural, fisiologi, perilaku dan kelainan

metabolik yang terdapat pada waktu lahir (Jelodar dan Rodashtian, 2009).

14

Keadaan abnormal ditandai dengan penyimpangan dari standar normal,

terutama sebagai akibat dari efek kongenital (Dorland, 2010).

Pertumbuhan dan perkembangan fetus tidak selalu terbentuk sempurna

kadang terjadi penyimpangan atau kelainan. Kelainan yang dibawa sejak

lahir dapat disebabkan oleh faktor genetik, atau faktor lingkungan, yang

bisa berupa faktor internal dan eksternal. Teratogen karena faktor

lingkungan bisa berasal dari induksi ion Hg, Pb, virus teratogenik,

pengaruh radiasi, ketidakseimbangan hormon, trauma fisik, dan kondisi

stress (Jelodar dan Rodashtian, 2009).

Menurut Salomo (2002) pengamatan malformasi dimulai dari daerah

kepala, diperhatikan bentuk dan ukuran kepala, serta di kepala harus

terdapat 2 tonjolan mata yang masih tertutup, 2 lubang hidung dan 2

telinga. Mulut dan bibir diamati ukuran, dan bentuk. Mulut dibuka untuk

diamati dan memastikan ada tidaknya celah dilangit-langit mulut atau

sumbing (cleft palate). Pada tungkai diamati ukuran, kelengkapan ruas

dan arah rotasi, siku, telapak dan jemari. Jumlah jemari masing-masing 5

depan dan 5 belakang diamati adanya kelainan pada jumlah ukuran. Ekor

diamati ukuran dan pembengkokannya. Dilihat dari bentuk morfologinya,

maka kelainan kongenital dapat berbentuk suatu deformasi ataupun

bentuk malformasi. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk deformasi,

secara anatomi susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak

normal, sedangkan bentuk kelainan kongenital malformasi, susunan

anatomi maupun bentuknya akan berubah (Prawirohardjo, 2007).

15

Malformasi ini dapat timbul akibat dari proses perkembangan abnormal

secara intrinsik (Dorland,2010).

D. Teratogenik

Teratogenik adalah zat atau senyawa yang dapat menyebabkan kecacatan.

Teratogenesis adalah proses pembentukan kelainan bawaan atau

kecacatan. Kelainan ini merupakan penyebab utama mortalitas pada fetus

yang lahir. Faktor-faktor yang menyebabkan teratogenesis adalah senyawa

kimia, kekurangan gizi, infeksi virus, ketidakseimbangan hormonal dan

berbagai kondisi stress. Menurut Lu (1995) mekanisme kerja senyawa

kimia yang bersifat teratogen pada hewan uji coba diantaranya adalah

gangguan terhadap asam nukleat, kekurangan pasokan energi dan

osmolaritas dan penghambatan enzim. Gangguan terhadap asam nukleat

apabila terdapat banyak zat kimia yang dapat mempengaruhi replikasi dan

transkripsi asam nukleat atau translasi RNA. Contohnya: antimetabolit dan

intercalating agent.

Kekurangan pasokan energi dan osmolaritas apabila senyawa teratogen

tertentu mempengaruhi metabolisme dengan cara mengurangi persediaan

substrat dan ketidakseimbangan osmolaritas dapat disebabkan oleh

hipoksida dan zat penyebab hipoksida (CO, CO2) yang bersifat teratogen.

Hal ini dapat menyebabkan kelainan bentuk dan iskemia jaringan.

Penghambat enzim seperti 5-flourourasil dapat menyebabkan cacat atau

kelainan karena mengganggu diferensiasi dan pertumbuhan sel (Lu, 1995).

16

E. Toksikologi

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang racun, terutama

pengaruhnya terhadap makhluk hidup. Salah satu unsur toksikologi

adalah zat-zat kimia yang mampu menimbulkan respon terhadap sistem

biologi. Seiring dengan berkembangnya ilmu telah terbuka cara-cara

untuk menguji status keteratogenikan suatu senyawa. Senyawa dapat

berupa obat-obatan, bahan-bahan aditif untuk makanan, bahan pencemar

di lingkungan industri, pestisida, logam-logam berat, pelarut- pelarut

organik, gelombang elektromagnetik, bunyi, temperatur ekstrim, dan

lain- lain. Apabila embrio yang sedang berkembang terpapar senyawa

tersebut, ada peluang proses perkembangannya menjadi terganggu

(Salomo, 2002).

Tahap praimplantasi dimulai dari fertilisasi, pembelahan awal

(cleavage), blastula hingga gastrulasi awal. Pada tahap ini diferensiasi sel

belum lanjut, jika satu atau sekelompok sel rusak oleh gangguan senyawa

toksik, masih memungkinkan bagi sel-sel lain di sekitarnya membelah

dan menggantikan posisi dan peran sel rusak tadi, dengan demikian

embrio pulih dan perkembangan dapat berlanjut. Oleh karena itu efek

gangguan senyawa toksik pada embrio pada tahap praimplantasi tidak

menyebabkan kelainan perkembangan. Namun jika efek suatu senyawa

toksik menimpa embrio pada tahap organogenesis, yaitu ketika

pembentukan organ-organ sedang berlangsung, maka perkembangan

organ dapat terganggu dan mungkin terjadi kecacatan yang dapat teramati

saat lahir, dengan demikian terdapat empat kelompok wujud gangguan

17

perkembangan embrio, yaitu kematian, kecacatan, hambatan

pertumbuhan,dan gangguan fungsi (Salomo, 2002).

F. Tanaman Pare (Momordica charantia L.)

1. Biologi Pare

Pare (Momordica charantia L.) merupakan tanaman tropis yang hidup

di dataran dan dapat dibudidayakan, yang ditanam di ladang, halaman

rumah, dirambatkan pada anjang-anjang bambu atau di pohon dan

pagar untuk diambil buahnya. Tanaman ini tidak memerlukan banyak

sinar matahari sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang

agak terlindung, tergolong dalam suku Cucurbitaceae.

Bentuk tanaman pare dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tanaman Pare (Momordica charantia L.) (Rukmana, 2006)

Pare termasuk tanaman terna hanya setahun merambat dengan

sulurnya berbentuk spiral. Mempunyai banyak cabang dengan batang

segi lima dengan panjang 2-5 m yang berambut rapat, pare berdaun

tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5,3 cm, letaknya berselang-

18

seling, bentuknya bulat panjang dengan panjang 3,5-8,5 cm, lebar 2,5-

6 cm, berbagi menjari 5-7, pangkal berbentuk jantung, warnanya hijau

tua. Bunga tunggal dan berwarna kuning, berkelamin ganda dalam satu

pohon, bertangkai panjang. Buah bulat memanjang denga 8-10 rusuk

memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30 cm,

rasanya pahit, warna buah hijau, bila masak menjadi oranye. Biji

banyak, berwarna hijau, apabila tua warnanya merah atau coklat

kekuningan, bentuknya pipih memanjang, dan keras (Rukmana, 1997).

Ada beberapa jenis tanaman pare yaitu pare gajih, pare kodok dan pare

hutan. Pare gajih berdaging tebal, berwarna hijau muda atau keputihan,

bentuknya besar dan panjang, rasanya tidak begitu pahit. Buah pare

kodok bulat pendek dan rasanya pahit. Pare hutan merupakan pare

yang tumbuh liar dan buahnya kecil kecil serta rasanya pahit

(Dinas Pertanian, 1996).

Menurut Tati (2004) klasifikasi dari tanaman pare adalah :

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Magnoliopsida

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Cucurbitales

Suku : Cucurbitaceae

Marga : Momordica

Jenis : Momordica charantia L.

19

2. Kandungan Kimiawi Pare

Menurut penelitian Okabe et al.(1982) hasil isolasi ekstrak pare

didapatkan beberapa jenis momordikosida yaitu, momordikosida A

(C42H72O15), momordikosida B (C47H80O19), momordikosida C

(C42H72O14), momordikosida D (C42H70O13) dan momordikosida E

(C51H74O19). Isolasi dari ekstrak buah pare juga diperoleh jenis

momordikosida yang tidak pahit yaitu, momordikosida F1

(C45H68O12), momordikosida F2 (C36H58O8), momordikosida G

(C45H68O12) dan momordikosida I (C36H58O8).

Okabe et al.(1982) juga berhasil memperoleh jenis momordikosida

utama yang pahit yaitu, momordikosida K (C37H58O9), dan

momordikosida L (C36H58O9). Diduga jenis momordikosida K dan L

inilah yang bersifat sitotoksik (Westet al.,1971). penelitian oleh

Yasuda et al. (1984) berhasil mengisolasi jenis momordisin Pada daun

yaitu, momordisin I (C30H48O16), momordisin II (C36H58O9) dan

momordisin III (C48H68O16).

Rumus struktur momordikosida K dan L disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Rumus Struktur Momordikosida K dan L ( Ashraful, 2015)

20

Menurut Paul dan Raychaudhuri (2010) glikosida lainnya adalah

momorkarin, momordenol, momordisilin, momordin, karantin dan

kukurbitin. Momordin I, α-momorkarin, β-momorkarin merupakan

senyawa Ribosome Inactivating Proteins (RIP’s). Ribosome

Inactivating Proteins dapat menghambat sintesis protein dan

menginduksi apoptosis sel (Shukla et al., 2012).

Ekstrak etanol buah pare yang dilakukan Aulya (2012) berdasarkan uji

fitokimia mengandung flavonoid, saponin, alkaloid dan glikosida.

Flavonoid menghambat sejumlah proses perkembangan sel di dalam

tubuh melalui penghambatan sejumlah reaksi enzimatik, saponin

bersifat sitotoksik terutama terhadap sel yang sedang mengalami

pembelahan (Nurliani, 2007). Alkaloid dapat menyebabkan

berhentinya pembelahan mitosis zigot maupun embrio pada stadium

metafase (Wurlina, 2006).

Glikosida dalam daun, buah dan biji pare merupakan glikosida

triterpen atau kukurbitasin yang dikenal dengan momordikosida atau

momordisin, bahan ini bersifat sitotoksik. Glikosida triterpen bersifat

anti pertumbuhan, terutama menghambat perkecambahan biji kapas,

dan menghambat perkembangan fetus. Dengan demikian glikosida

triterpen atau kukurbitasin merupakan zat anti proliferasi dan anti

diferensiasi sel yang sangat poten (Okabe et al.,1981).

21

Hasil penelitian West et al.(1971) menunjukkan bahwa tanaman pare

yang diekstraksi dengan alkohol 95% dapat menghambat pembentukan

akar adventitia pada tanaman sejenis paku-pakuan, dan menghambat

pertumbuhan sel-sel tumor.

3. Manfaat Pare

Di Indonesia pare dikenal sebagai sayuran, secara tradisional juga

digunakan sebagai peluruh dahak, obat penurun panas, dan penambah

nafsu makan, selain itu daunnya juga digunakan sebagai peluruh haid,

obat luka bakar dan obat penyakit kulit (Pramono et al., 1980).

Pemanfaatan buah pare bagi masyarakat Jepang bagian Selatan sebagai

obat pencahar dan laksatif (Okabe et al.,1980). Di India ekstrak buah

pare digunakan sebagai obat diabetes, obat rheumatik, obat gout, obat

penyakit liver dan obat penyakit limfa (Dixit et al., 1978).

Di dalam pengobatan tradisional Cina disebutkan, buah pare yang

pahit berguna dalam pengobatan malaria, asma, sakit perut, luka

gigitan serangga, serta menormalkan siklus menstruasi (Khomsan,

2009). Buah pare yang belum masak, menyegarkan badan dan

menurunkan kadar glukosa darah (hipoglikemik). Buah pare masak

berkhasiat tonik pada lambung dan peluruh haid (Dalimartha, 2008).

Yudani (2012) menyatakan bahwa ekstrak tanaman pare memiliki

aktivitas antimikroba dengan spektrum luas dan dapat mencegah

infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan jamur. Buah

22

pare juga merupakan salah satu tanaman tradisional antara lain

digunakan untuk pembersih darah, sakit saat haid, memperlancar ASI,

obat sipilis, dan kencing nanah (Darmawati, 2008).

23

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016-Januari 2017, di

Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia FMIPA Unila untuk

pembuatan ekstrak buah pare dan di Laboratorium Zoologi, Jurusan

Biologi FMIPA Unila untuk tempat pemberian perlakuan pada mencit

dan pengamatan.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit

yang berukuran 50x30 cm beserta penutup yang terbuat dari

kawat, tempat makan dan minum mencit sebanyak 20 unit yang

akan terbagi dalam 4 kelompok, seperangkat alat bedah, sonde

lambung, kertas label, kertas millimeter blok, penggaris, jangka

sorong, timbangan digital, kamera, bak parafin, pena dan buku

catatan.

24

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor

mencit betina dan jantan yang berumur 3-4 bulan dengan berat

sekitar 30 gram, sekam padi sebagai alas kandang mencit,

alkohol 95%, alkohol 70%, benang, kapas, kloroform, pelet

sebagai makanan mencit, aquabides, air dan ekstrak buah pare.

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Hewan Uji

Sebelum melaksanakan penelitian, disiapkan terlebih dahulu

kandang yang berukuran 50 x 30 cm dan penutup dari bahan

kawat berukuran 15x15 mm sebanyak 20 unit dan hewan uji

yaitu 20 mencit jantan dan 20 mencit betina yang berumur

10 minggu dengan kondisi fertil, dan berat sekitar 30 gram.

Hewan uji diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian

Veteriner (BBPV) Regional III Provinsi Lampung.

Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 10 hari dalam

kondisi laboratorium dengan tujuan penyesuaian diri dengan

lingkungan sekitar dan membatasi pengaruh lingkungan

dalam percobaan. Di dalam kandang yang telah disiapkan,

ditempatkan satu ekor mencit jantan dan satu ekor mencit

betina serta diberi makan dan air minum secukupnya setiap

hari.

25

2. Pembuatan Ekstrak Buah Pare

Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari buah pare.

Buah pare diperoleh dari pasar Way Halim Bandar Lampung. Tahap

pembuatan ekstrak buah pare ini adalah buah pare tanpa biji diiris

tipis-tipis, diangin-anginkan kemudian dikeringkan dengan oven.

Setelah kering dibuat serbuk dengan alat penggiling dan diayak

untuk memperoleh serbuk yang homogen.

Serbuk buah pare 500 gram dimaserasi dengan cara merendam 500

gram serbuk buah pare dengan 5 liter larutan etanol selama 24 jam,

kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Cairan hasil

saringan tersebut kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi

menggunakan alat rotary evaporator selama 4 jam dengan suhu

50oC dan tekanan 120 atm (Susilawati dan Hermansyah, 2015).

Ekstrak cair yang diperoleh diuapkan sampai diperoleh ekstrak

bebas alkohol (Dixit et al., 1978). Setelah itu akan didapatkan

ekstrak buah pare sebanyak ±200 ml.

3. Pemberian Perlakuan

Induk mencit disatukan dengan jantan dengan tujuan supaya terjadi

perkawinan hingga terdapat adanya sumbat vagina yang dihitung

sebagai hari kebuntingan ke-0 (Silvia, 2011). Kebuntingan dapat

juga diketahui dengan cara mengangkat ekstrimitas depan mencit

dan melihat apakah kelenjar mammae turun. Hal ini karena

perkembangan kelenjar mammae berada pada tahap persiapan

26

laktasi yang dimulai selama masa kebuntingan.

Pemberian ekstrak buah pare dilakukan secara oral atau dicekok

untuk mempermudah masuknya ekstrak ke dalam tubuh mencit.

Menggunakan alat sonde lambung mulai dari kebuntingan hari ke 6

sampai ke 17 (Silvia, 2011).

Pada penelitian ini pemberian ekstrak buah pare diberikan secara

oral, sehingga persen pemberian aquabides adalah 1 %. Hewan uji

yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit dengan berat

sekitar 30 gram, menurut Yorijuly (2012) rumus perhitungan volume

penggunaan aquabides yaitu:

Volume Pemberian= Berat x Persen Pemberian

= 30 gram x 1%

= 30 gram x (1 ml/100 gram)

= 0,3 ml

Hasil observasi LD50 menurut Sutyarso (1992) pada mencit:

25 mg/25g berat mencit = (25 mg x 1.000) /25g = 1000 mg/kg BB

Berdasarkan penelitian Rosita (2005) pemberian dosis ekstrak buah

pare pada mencit yaitu 2800 mg/kg BB menyebabkan efek

teratogenik. Dengan berat mencit sekitar 30 gram, pada kebuntingan

ke 6 sampai ke 17 mencit yang bunting diberi dosis perlakuan

sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol, dengan diberi 0,3 ml akuabides (A)

27

2. Kelompok ekstrak buah pare dosis 22,5 mg/30 gram BB, dalam

0,3 ml akuabides (B)

3. Kelompok ekstrak buah pare dosis 30 mg/30 gram BB, dalam

0,3 ml akuabides (C)

4. Kelompok ekstrak buah pare dosis 37,5 mg/30 gram BB, dalam

0,3 ml akuabides (D)

4. Pengamatan

Semua mencit betina yang bunting baik pada kontrol dan yang

diberi perlakuan, pada hari kebuntingan ke-17 dimasukkan ke dalam

desikator untuk dibius menggunakan klorofom, selanjutnya mencit

dibedah dan fetus dikeluarkan dengan memotong uterus dan

plasenta untuk diamati. Fetus dari masing masing induk dibersihkan

dengan dikeringkan memakai tissue. Parameter yang diukur dalam

penelitian ini yaitu jumlah fetus yang hidup dan yang mati dihitung,

berat badan ditimbang dengan timbangan digital untuk melihat

apakah berat badan bertambah atau berkurang, dan panjang fetus

diukur dari ujung moncong sampai ujung ekor, kemudian dilihat ada

tidaknya perkembangan abnormalitas yang teramati secara visual

pada morfologi fetus (Wilson, 1975; Setyawati, 2009).

D. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL), 20 ekor mencit betina yang bunting

28

dibagi dalam 4 kelompok yaitu 1 kelompok sebagai kontrol dan 3

kelompok diberi perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5

ekor mencit sebagai ulangan. Menurut Federer (1997) rumus

penentuan sampel untuk uji eksperimental dengan rancangan acak

lengkap adalah:

t(n-1)≥15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan

jumlah sampel yang diperlakukan tiap kelompok. Perhitungan sampel:

4(n-1) ≥15

4n-4≥15

4n≥19

n≥4,75

Jadi, hasil nilai yang diperoleh 4.75 dibulatkan menjadi 5 sehingga

setiap kelompok percobaan masing-masing memiliki 5 ulangan.

Susunan rancangan percobaan adalah sebagai berikut:

Gambar 6. Rancangan Percobaan

P1U2

KU1 P3U1 P2U1 P1U1

P2U2

P2U5 P3U3 P1U3

P1U4 P3U4 P2U4 KU4

P2U4 KU5 P3U5

P3U2

KU3

KU2

P1U5

29

Keterangan:

P= Perlakuan yang digunakan (P1;P2;P3)

K= Kontrol (K)

U= Ulangan (U1, U2, U3, U4, U5)

E. Analisis Data

Data hasil penelitian berupa morfologi fetus dianalisis dengan cara

deskriptif. Data berupa jumlah, berat dan panjang fetus dianalisis

dengan metode statistik ANOVA (Analysis of Variance) pada taraf

nyata 5% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan efek yang

ditimbulkan antar perlakuan. Kemudian apabila terdapat perbedaan

yang nyata maka akan dilanjutkan uji lanjut dengan uji BNT (Beda

Nyata Terkecil) pada taraf nyata 5%.

F. Diagram Alir

Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 7. Diagram Alir Percobaan

Persiapan kandang dan hewan uji

Aklimatisasi

Pembuatan ekstrak buah pare dan Pemberian perlakuan

Pembedahan dan pengamatan morfologi meliputi jumlah fetus,

berat dan panjang fetus serta abnormalitas pada fetus

Analisis Data

Hasil dan Penyusunan Laporan

48

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian

ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) pada mencit (Mus musculus

L.) betina bunting:

1. Tidak mengurangi jumlah fetus yang dikandung dan tidak

menyebabkan kematian pada fetus mencit (Mus musculus L.).

2. Menurunkan berat badan dan panjang fetus mencit (Mus musculus L.)

pada dosis 30 mg/30 gram BB dan dosis 37,5 mg/30 gram BB secara

signifikan dibandingkan kontrol.

3. Tidak menyebabkan abnormalitas pada morfologi fetus mencit (Mus

musculus L.), tetapi ditemukan adanya fetus yang kerdil pada

perlakuan dosis 37,5 mg/30 gram BB.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:

1. Efek teratogen senyawa aktif dari buah pare (Momordica charantia L.)

yang menyebabkan abnormalitas terhadap fetus mencit (Mus musculus

L.).

48

2. Dosis efektif pemberian ekstrak buah pare (Momordica charantia L.)

yang dapat menyebabkan abnormalitas terhadap organ-organ dalam

fetus mencit (Mus musculus L.).

49

DAFTAR PUSTAKA

Almahdy, A. 2007. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Fetus Pada Mencit Diabetes. Universitas Andalas. Padang.

Almahdy, A. 1999. Efek Teratogenik Fraksi Sisa Ekstrak Daun Emilia

sonchifolia (L) DC in ovo. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.

Almahdy, A. 2013. Uji Fetotoksik Ekstrak Daun Kemangi (Ocimun

sanctum L.) Pada Mencit Putih. Universitas Andalas. Padang.

Amah, C. I., O. E.Yama, and C. C. Noronha. 2011. Infecundevaluation of

cycling female Sprague-Dawley rats: An after math treatment with

Momordica charantia seed extract. Middle East Fertility Society

Journal 17, pp.37-41.

Amsel, S. 2012. Movie Worksheet, What Owls Eat-ThE Bones of a

Mouse. Exploring Nature Educational Resource. (internet).

http://visual.merriam- webster.com/images/animal kingdom/rodents-

lagomorphs/ rodent/skeleton-rat.jpg. Diakses pada 17 Oktober 2016.

Anastasia, O.K. 2013. Uji Teratogenik Ekstrak Etanol Daun Alpukat

(Persea americana Mill) Pada Mencit Betina (Mus musculus).

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 2(1).

Andriani, Y. 2015. Efek Paparan Asap Rokok Pada Model Mencit Selama

Fase Organogenesis dan Pertumbuhan. Universitas Andalas. Padang

Ashraful, Md, A. 2015. Beneficial Role of Bitter Mellon Supplementation in

Obesity and Related Complications in Metabolic Syndrome. Journal

Departemen of Pharmaceutical Sciences. North South University.

Dhaka 1229. Bangladesh.

Astika. 2000. Penelitian Hayati Vol. 5 No. 2. PBI Komisariat Surabaya.

Surabaya.

Aulya, S. 2012. Adsorpsi, emulsifikasi dan antibakteri ekstrak daun pare

(Momordica charantia L.). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

50

Borokini, T. I., D. A. Ighere, M. Clement, T. O. Ajiboye, and A. A.

Alowonle. 2013. Ethnobiological survey of traditional medicine

practice for Women's healthin Oyo State. Journal of Medicinal

Plant Studies. 1(5), pp. 17-29.

Chan, W. Y., P. P. L. Tam, and H.W.Yeung. 1984. The termination

ofearly pregnancyin the mouse by momorcharin. Contraception,

29(1), pp.91-100.

Chan, W.Y., P.P.L. Tam, H.L. Choi, T.B. Ng,and H.W. Yeung.1986.

Effects of momorcharins on the embryo at the early organogenesis

stage. Contraeption; 34(5): 537-544.

Dalimartha, S. 2008. Resep Tumbuhan Untuk Menurunkan Kolesterol.

Tersedia: http://books.google.co.id diakses 13 November 2016.

Darmawati, S. 2008. Efek Ekstrak Buah pare (Momordica charantia)

Terhadap Zona Hambatan Pertumbuhan Salmonella typhi Penyebab

Salmonellosis. Laporan Penelitian DIKNAS Provinsi Jawa Tengah.

Dasuki, U.A. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. Institut Teknologi

Bandung. Bandung.

Dinas Pertanian. 1996. Informasi Tanaman Budidaya Pare. Ditjen

Tanaman Pangan. Jakarta.

Dixit, V.P., P. Khanna, S.K. Bhargava. 1978. Efects of Momordica

charantia L. fruit extract on the testicular function of dog. J Med

Plant Res; 34: 280-6.

Dorland. 2010. Kamus Kedokteran: Anomali Ed.31.EGC. Jakarta.

Federrer, W.T. 1997. Experimental Design Theory and Application, Third

Edition. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi Bombay

Calcuta.Garcia, R.N.,A.E.G. Alvarez, and C.E. Dias. 2009. Bond

strength of contemporary restorativesystems to enamel and dentin.

RSBO.

Garcia, R.N., A.E.G. Alvarez, and C.E. Dias. 2009. Bond

strength of contemporary restorative systems to enamel and

dentin. RSBO.

Guyton, A.C. 1990. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Dharrna,

A., dan P., Lukmanto. EGC. Jakarta.Hanson, J. R. 2012.

Natural Products :The Secondary Metabolites. University of

Sussex.

51

Hazarika, R., S.S. Abujam,and B.Neog. 2012. Ethnomedicinal studies of

common plants of Assam and Manipur. International Journal of

Pharmaceutical & Biological, 3(4), pp.809-815.

Hutahean, S. 2002. Prinsip-Prinsip Uji Toksikologi

Perkembangan. FMIPA Universitas Sumatera Utara. Sumatera

Utara.

Iriani, S. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.)Setelah

Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto. Skripsi FMIPA. Universitas

Udayana.

Irmala, D.S. 2015. Pengaruh Pemberian Asam Retinoat terhadap

Perkembangan Fetus Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster.

Universitas Sriwijaya. Palembang.

Jacobsen, K. L, A. Slotkin,W. Theodore, M. Michael, W.E. Mencl, & K.

P. Pugh. 2006. Neuropsychopharmacology. Visuopatial memory

Deficits Emerging During Nicotine Withdwarl In Adolescents With

Prenatal Exposure To Acvtive Maternal Smoking, 1550-1561.

Jelodar, G., M. Rodashtian. 2009. Effect of Radiation Leakage of

Microwave Oven on Pregnant Mice.J Babol Univ Med Sci : 11(3).

Junqueira, L.C., J. Carneiro, R.O. Kelley. 1998. Histologi Dasar.

Tembayong, J. (Penerjemah). Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Kaanin, E.M. 1998. Pengaruh metabolit pelentur plastic (MAA) terhadap

reproduksi hewan percobaan. Warta Biote. XII: 5-9.

Keane, M. T. 2011. CognitivePsychology 4th

ed. Taylor & Francis Inc.

Philadelphia.

Khomsan, A. 2009. Dampak Terapi Estrogen pada Wanita Menopause.

Tersedia: http://kolom.pacific.net.id/ind/index2.php diakses 11 Oktober

2016.

Lerman, C. 2010. Preclinical Data Elucidate Molecular and Natural

Mechanism of Perinatal Nicotine Effects on neurodevelopments and

Behavior : Translation opportunities and Implications.

Neuropsychopharmacology. 2322-2323.

Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran dan Penilaian

Resiko Edisi II. Penerbit UI. Jakarta. p.155-157.

Mangkoewidjojo dan Smith. 1988. Pemeliharaan,Pembiakan, dan

Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis.UI Press. Jakarta.

52

Miyahara, Y., H. Okabe, T. Yamauchi. 1981. Studies on the constituents

of Momordica charantia L. II. Isolation and characterization of

minor seed glycosides C, D and E. Chem Pharm Bull; 29: 1561-6.

Muna, L., O.P Astirin, dan Sugiyarto. 2011. Uji Teratogenik Ekstrak

Pandanus conoideus Varietas Buah Kuning Terhadap

Perkembangan Embrio Tikus Putih (Rattus norvegicus).

Nusantara Bioscience. 2. pp 126-134.

Naseem, M. Z., S. R. Patil, S. R. Patil, Ravindra, and S. B. Patil. 1998.

Anti spermatogenic and androgenic activities of Momordica

charantia (karela) in albino rats. Journal of Ethnopharmacology,

61(1), pp.9-16.

Nurliani, A. 2007. Penelusuran potensi antifertilitas kulit kayu durian

(Durioziberthinus Murr.). Melalui skrining fitokimia. Seminar Sains

dan Terapan Kimia, pp. 53-58.

Okabe, H., Y. Miyahara, T. Yamauchi, K. Miyahara, T. Kawasai. 1980.

Studies on the constituens of Momordica charantia L. Isolation and

characterization of momordicosides A and B, glycosides of a

pentahydroxy cucurbitane triterpene.Chem Pharm Bull; 28: 2753-62.

Okabe, H., Y. Miyahara, T. Yamauchi. 1982. Studies on the constituents

of Momordica charantia L. IV. Characterization of cucurbitacin

glycosides of the immature fruits, momordicosides K and L. Chem

Pharm Bull; 30: 4334-40.

Okabe, H., Y. Miyahara, T. Yamauchi.1982. Studies on the constituents of

Momordica charantia L. III. Isolation ad characterization of new

cucurbitaci glycosides of the immature fruit; structure of

momordicosides G, F1, F2 and I. Chem Pharm Bull; 30: 3977-86.

Panjaitan, R.G. 2003. Bahaya Gagal Hamil yang Diakibatkan Minuman

Beralkohol. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Paul, A., S.S. Raychaudhuri. 2010. Medicinal Uses and Molecular

Identification of Two Momordica charantia Varieties a Review.

Electronic Journal of Biology. India.

Pramono, S., Ngatijan, S. Sudarsono, Budiono, A. Pujoarianto. 1980. Obat

Tradisional Indonesia I. Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM 18-

21. Yogyakarta.

Prawirohardjo, S. 2007. Obat Pada Perempuan Hamil dan Janinnya pp.67-

80 dan Plasenta dan Cairan Amnion pp. 148-156: Ilmu Kebidanan.

PT. Bina Pustaka. Jakarta.

53

Priyandoko, D., Hernawati. 2005. Pengaruh Ekstrak Buah Pare

(Momordica charantia L.) Terhadap Siklus Ovarium dan Uterus

Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster Betina. Skripsi.

Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Ritter, E.J. 1977. Altered BiosynthesisIn: WilsonJ.G., Fraster F.C. (eds).

Handbook of Teratology. Plenum Press. New York.

Roux, D. 2011.A High-Resolution Anatomical Atlas of the

Transcriptomein the Mouse Embryo. JPLOSBio: 9(1).

Rosita, P.Y.K.S. 2005. Kajian Efek Teratogenik Ekstrak Buah Pare

(Momordica charantia L.) Terhadap Perkembangan Pra Lahir

Mencit (Mus musculus L.) Strain Balb C. Skripsi. Jember: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember.

Rugh, R. 1968. Reproductive systems of adult mice. Dalam: The Mouse,

its Reproduction and Development. Minneapolis: Burgess, 1968: 7-

22.

Rukmana, R. 1997. Karakteristik Tanaman Pare. Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, R. 2006. Budidaya Pare. Kanisius. Yogyakarta.

Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Ed. 7: Malformasi

Kongenital. EGC. Jakarta. pp. 122-124.

Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Ed. 7: Masa

Embriogenik. EGC. Jakarta. pp. 67-89.

Salomo, H. 2002. Prinsip-Prinsip Uji Toksikologi. Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Santoso, H.B. 2006. Pengaruh Kafein terhadap Penampilan

Reproduksi dan Perkembangan Skeleton Fetus Mencit (Mus

musculus L). Jurnal Biologi. X: 39-48.

Sari, E. J. 2016. Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit (Mus musculus

L.) Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Teki (Cyperus rotundus

L.). Skripsi Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Setyawati, I. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah

Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata

Nees). Jurnal Biologi.13 (2). pp 41-44.

54

Setyawati, I. 2011. Penampilan Reproduksi dan Perkembangan Skeleton

Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas Muda.Jurnal

Veteriner.12 (3). pp.192-199.

Sharanabasappa, A,, B. Vijayakumar, dan B.P. Saraswati. 2002. Effect

of Momordica charantia seed extracts on ovarian and uterine

activities in albino rats. J Pharmaceutical Biology. 40(7):501-507.

Shukla, S., S. Dixit, and K.R. Pardasani. 2012. In-silico identification of

anti-fertility proteins based on sequence and structural similarity.

Asian Journal of Plant Science and Research, 2(3), pp.290-298.

Siburian, J. dan R. Marlinza. 2009. Efek Pemberian Ekstrak Akar

Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia Jack) Pada Tahap

Prakopulasi Terhadap Fertilitas Mencit (Mus Musculus L.)

Betina. Biospesies. 2 (2). pp 24-30.

Sihaputar. 2005. Pengaruh Ekstrak Biji Pare (Momordica charantia L.)

terhadap Fertilitas Mencit (Mus musculus) Swiss Webster.

http://www.digilib.itb.ac.id/ Diakses 20 Oktober 2016. Silvia, G.A. 2011. Pengaruh Pemberian Suspensi Akar Manis Terhadap

Perkembangan Janin pada Mencit Bunting. Skripsi. FMIPA

Universitas Indonesia. Jakarta. pp 14-15.

Somala, L. 2006. Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina yang

Mendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering.

Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sukandar, E.Y. 2006. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi.Industri-

Klinik-Teknologi Kesehatan. Disampaikan dalam Orasi Ilmiah Dies

Natalis ITB, http://itb.ac.id/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf,

diakses pada 17 September 2016.

Sukandar, E.Y., I. Fidrianny, dan A.N. Garmana. 2008. Pengaruh

Kombinasi Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih Dan Ekstrak

Rimpang Kunyit Tehadap Janin Mencit Swiss-Webster. JKM. 8(1).

pp.36-44.

Sumarmin, R., Tien, W., S. Sudarwati. 1999. Efek Perlakuan

Rubratoksin B Pada Tahap Praimplantasi terhadap Perkembanan

Embrio Praimplantasi dan Fetus Mencit (Mus musculus) Swiss

Webster. ITB. Bandung.

55

Susilawati dan Hermansyah. 2015. Aktivitas Larvasida Ekstrak Metanol

Buah Pare (Momordica charantia L.) Terhadap Larva

Aedesaegypti. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang.

Suryawati, S. 1990. Pemakaian Obat Pada Kehamilan. Laboratorium

Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Sutyarso.1992. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica

charantia L.) terhadap Fertilitas Mencit Jantan Mus musculus L.

Strain LMR. Tesis Ilmu Kedokteran Dasar Pascasarjana

Universitas Indonesia.

Tati, S. 2004. Khasiat & Manfaat Pare, si Pahit Pembasmi Penyakit.

Jakarta: Agromedia Pustaka, pp: 4-16, 45-46.

Taylor, L. 2002. Bitter Melon. Di dalam: Herbal Secret of The Rain

Forest. Austin: Sage Press.

Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit

Angkasa, Bandung.

West, M.E, G.H. Sidark, S.P.W. Steet.1971. The anti-growth properties of

extracts from Momordica charantia L. W I Med J; xx: 25-34.

Widyastuti, N., T. Widiyani, dan S. Listyawati. 2006. Efek Teratogenik

Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.)

Boerl.) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Galur Winstar.

Bioteknologi. 3 (2). pp 56-62.

Williams, J.F., Ng NO. 1971. Variation within Momordica charantia L.

The Bitter Groud (cucurbitaceae). Ann Bogoriensis, 6: 111.

Wilson, J.G. 1973. Environment and Birth Defects. Academic Press.

New York. pp.6-8.

Wilson, J.G. and J. Warkany. 1965. Teratology - Principles and

Techniques. University of Chicago Press. Chicago and London. p 16-

18.

Wurlina. 2006. Pengaruh antimitosis ekstrak Achyranthes aspera Linn

pada pembelahan selembrio (cleavage). Berk. Penel. Hayati, 11,

pp.161-165.

Yantrio, A., J. Sugiyanto, Y. Aida. 2002. Efek Klorambusil terhadap

Perkembangan Fetus Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Strain

Sparague-Dowly. Jurnal Biota VII(3):101-108.

56

Yasuda, M., M. Iwamoto, H. Okabe, T. Yamauchi. 1984. Structure of

momordicines I, II, III, the bitter principles in leaves and vines of

Momordica charantia L. Chem Pharm Bull; 32: 2044-7.

Yorijuly. 2012. Perhitungan dosis untuk hewan percobaan.

http://yorijuly14wordpress.com/2012/06/02/perhitunga-dosis-untuk-

hewan-percobaan. Diakses pada 11 September 2016.

Yudani, T. 2012. Uji Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Biji Buah Pare

(Momordica charantia L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Shygella

dysenteriae Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya. Malang.

Zahra, S. 2008. Efek teratogenik ekstrak air sarang semut (Myrmecodia

pendens Merr. & Perry) pada tikus putih (Rattus nervegicus L.) galur

wistar fase organogenesis. Tesis S2. Jurusan Biologi FMIPA.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.