pengaruh nose radius dan cutting parameter …lib.unnes.ac.id/30805/1/5201413003.pdf · kekasaran...

50
i PENGARUH NOSE RADIUS DAN CUTTING PARAMETER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PEMBUBUTAN BAJA KARBON EMS 45 Skripsi Skripsi ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin oleh Ahmad Ridwan Hintan Purnama 5201413003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

Upload: duongque

Post on 03-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

i

PENGARUH NOSE RADIUS DAN CUTTING PARAMETER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN

PEMBUBUTAN BAJA KARBON EMS 45

Skripsi

Skripsi ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Teknik Mesin

oleh Ahmad Ridwan Hintan Purnama

5201413003

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Pengaruh Nose Radius Dan Cutting Parameter

Terhadap Tingkat Kekasaran Pembubutan Baja Karbon EMS 45 telah

dipertahankan di depan sidang Panitia Ujian Skripsi/TA Fakultas Teknik UNNES

pada tanggal bulan April tahun 2017.

Oleh :

Nama : Ahmad Ridwan Hintan Purnama

NIM : 5201413003

Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin S1

Panitia :

Ketua Sekertaris

Rusiyanto, S.Pd., M.T. Rusiyanto, S.Pd., M.T.

NIP. 1974032119990310 NIP. 1974032119990310

Penguji 1

Rusiyanto, S.Pd., M.T.

NIP. 1974032119990310

Penguji 2/ Pembimbing 1 Penguji 2/ Pembimbing 1

Dr. Wirawan Sumbodo, M.T. Dr. Murdani, M.Pd.

NIP. 196601051990021002 NIP. 195306081980121001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Teknik UNNES

Dr. Nur Qudus, M.T.

NIP. 196911301994031001

iv

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama Mahasiswa : Ahmad Ridwan Hintan Purnama

NIM : 5201413003

Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin S1

Fakultas : Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Nose Radius

Dan Cutting Parameter Terhadap Tingkat Kekasaran Pembubutan Baja

Karbon EMS 45” ini merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun,

dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 15 Maret 2017

Yang membuat peryataan

Ahmad Ridwan Hintan Purnama

NIM. 5201413003

v

ABSTRAK

Purnama, Ahmad Ridwan H, 2017. Pengaruh Nose Radius Dan Cutting Parameter

Terhadap Tingkat Kekasaran Hasil Pembubutan Benda Kerja Baja Karbon EMS

45. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Dr. Wirawan Sumbodo, M.T. dan Dr. Murdani, M.Pd.

Kata kunci: nose radius, cutting parameter, kekasaran permukaan, single cutting point tool, baja karbon EMS 45

Suatu komponen hasil pemesinan mempunyai karakteristik kualitas yang

ditentukan salah satunya berdasarkan nilai kekasaran komponen tersebut.

Geometri pahat merupakan faktor yang mempengaruhi nilai kekasaran

permukaan. Selain itu dalam proses pembubutan juga memperhatikan cutting parameter untuk menghasilkan permukaan yang maksimal. Tujuan penelitian ini

untuk mengetahui pengaruh nose radius dan cutting parameter terhadap tingkat

kekasaran pembubutan baja karbon EMS 45.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen, dengan tujuan

mengetahui sebab akibat berdasarkan perlakuan yang diberikan. Pada penelitian

ini perlakuan yang diberikan yaitu variasi nose radius dan cutting parameter.

Variasi nose radius yang digunakan yaitu 1 mm, 1,25 mm, dan 1,5 mm.

Sedangkan cutting parameter yang divariasikan yaitu fedding dengan besar 0,072

mm/rev, 0,113 mm/rev, 0,158 mm/rev. Setelah dilakukan pembubutan selanjutnya

diuji nilai kekasarannya dan diuji bentuk permukaannya dengan foto makro.

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik deskriptif.

Hasil pengujian menunjukkan nilai kekasaran masing-masing spesimen

mempunyai perbedaan yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan nilai kekasaran

paling tinggi dengan pahat tanpa nose radius dan feeding 0,158 mm/rev yaitu 8,46

µm, dan nilai kekasaran paling rendah dengan nose radius 1,5 mm dan feeding 0,072 mm/rev yaitu 2,15 µm. Nilai kekasaran yang telah diuji berbanding lurus

dengan hasil foto makro. Berdasarkan uji foto makro, guratan paling halus pada

spesimen yang memiliki nilai kekasaran paling rendah dengan nose radius 1,5 mm

dan feeding 0,072 mm/rev , sedangkan guratan paling kasar didapatkan pada

spesimen yang memiliki nilai kekasaran tertinggi dengan nose radius dan feeding 0,158 mm/rev. Jadi disimpulkan bahwa semakin besar nose radius dan semakin

rendah feeding yang digunakan maka menghasilkan nilai kekasaran permukaan

yang optimal.

v

PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Skripsi ini dengan

judul "Pengaruh Nose Radius dan Cutting Parameter Terhadap Tingkat Kekasaran

Pembubutan Baja Karbon EMS 45".

Laporan skripsi dengan judul tersebut disusun untuk memenuhi syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik

Mesin, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak atas bantuan dan

peran serta mereka dalam penyusunan proposal skripsi ini. Ucapan terima kasih

penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Nur Qudus, M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri

Semarang.

2. Rusiyanto, S.Pd., M.T. Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri

Semarang

3. Dr. Wirawan Sumbodo, M.T., pembimbing 1 yang telah memberikan

bimbingan, arahan, motivasi, saran dan masukan kepada penulis dalam

penyelesaian proposal skripsi ini.

4. Dr. Murdani, M.Pd., pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan,

arahan, motivasi, saran dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian

proposal skripsi ini.

5. Kedua orang tua, adik, sahabat, dan teman-teman yang memberikan doa,

semangat dan motivasi.

Penulis berharap dengan proposal skripsi ini penlitian dapat segera

dilaksanakan, sehingga skripsi bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penyusun

khususnya.

Penulis,

Ahmad Ridwan Hintan Purnama

NIM. 5201413003

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

PRAKATA .............................................................................................................. v

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................. 3

1.3. Pembatasan Masalah ................................................................................ 4

1.4. Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7

2.1. Kajian Teori .............................................................................................. 7

2.1.1. Klasifikasi Proses Pemesinan ............................................................ 7

2.1.2. Proses Membubut (Turning) ............................................................. 8

2.1.3. Bagian-bagian Mesin Bubut .............................................................. 8

2.1.4. Parameter Pemotongan.................................................................... 11

2.1.5. Geometri Pahat ................................................................................ 15

2.1.6. Nose radius Pada Pahat ................................................................... 18

2.1.7. Pahat HSS (High Speed Steels) ....................................................... 19

2.1.8. Kekasaran Permukaan ..................................................................... 20

2.1.9. Baja Karbon .................................................................................... 29

1.2. Kajian Penelitian Yang Relevan ............................................................. 30

1.3. Kerangka Berpikir .................................................................................. 33

vii

1.4. Hipotesis ................................................................................................. 35

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 36

3.1. Bahan Penelitian ..................................................................................... 36

3.2. Alat Penelitian ........................................................................................ 36

3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................. 36

3.3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................................... 36

3.3.2. Diagram Alir Penelitian .................................................................. 37

3.3.3. Proses Penelitian ............................................................................. 39

3.3.4. Data hasil uji kekasaran .................................................................. 44

3.3.5. Desain Penelitian ............................................................................. 44

3.3.6. Variabel Penelitian .......................................................................... 45

3.3.7. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 46

3.3.8. Teknik Analisis Data ....................................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 47

4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 47

4.1.1 Data Kekasaran Permukaan ............................................................ 47

4.1.2 Data Pengujian Foto Makro ............................................................ 51

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 57

4.3 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 60

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 61

5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 61

5.2. Saran ....................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 bagian-bagian mesin bubut ................................................................. 9

Gambar 2.2 Geometri pahat single cutting tools .......................................... 16

Gambar 2.3 Geometri pahat rata kanan ............................................................... 17

Gambar 2.4 Geometri pahat bubut muka. ....................................................... 17

Gambar 2.5 Hubungan nose radius dengan feeding .............................................. 18

Gambar 2.6 Kekasaran, gelombang, dan kesalahan bentuk. ................................. 21

Gambar 2.7 Tingkat pertama ................................................................................ 21

Gambar 2.8 Gambar Tingkat kedua ...................................................................... 22

Gambar 2.9 Gambar Tingkat ketiga ...................................................................... 22

Gambar 2.10 Gambar Tingkat Keempat ............................................................... 22

Gambar 2.11 Kedalaman total dan kedalaman permukaan ................................... 23

Gambar 2.12 Menentukan Kekasaran Rata-rata Ra .............................................. 23

Gambar 2.13 Simbol spesifikasi permukaan ................................................. 25

Gambar 2.14 Kerangka Berpikir Penelitian .......................................................... 34

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 37

Gambar 3.2 Raw Material Baja EMS 45 .............................................................. 39

Gambar 3.3 Universal tool grinder ....................................................................... 40

Gambar 3.4 Proses pembuatan nose radius pada pahat......................................... 40

Gambar 3.5 Gambar kerja Spesimen EMS 45 ...................................................... 42

Gambar3.6 Pembuatan Spesimen.......................................................................... 42

Gambar 3.7 Gambar Salah satu spesimen ............................................................. 42

Gambar3.8 Pengujian nilai kekasaran pada spesimen .......................................... 43

ix

Gambar 3.9 Gambar Pengujian foto makro pada spesimen .................................. 43

Gambar 4.1 Grafik hasil pengujian spesimen ....................................................... 49

Gambar4.2 Grafik nilai kekasaran dengan feeding 0,072 mm/rev........................ 50

Gambar 4.3 Grafik nilai kekasaran dengan feeding 0,113 mm/rev....................... 50

Gambar 4.4 Grafik nilai kekasaran dengan feeding 0,158 mm/rev....................... 51

Gambar 5.5 Hasil foto makro spesimen 1 ............................................................. 52

Gambar 6.6 Hasil foto makro spesimen 2 ............................................................. 52

Gambar 7.7 Hasil foto makro spesimen 3 ............................................................. 52

Gambar 4.8 Hasil foto makro spesimen 4 ............................................................. 53

Gambar 4.9 Hasil foto makro spesimen 5 ............................................................. 53

Gambar 4.10 Hasil foto makro spesimen 6 ........................................................... 53

Gambar 4.11 Hasil foto makro spesimen 7 ........................................................... 54

Gambar 4.12 Hasil foto makro spesimen 8 .......................................................... 54

Gambar 4.13 Hasil foto makro spesimen 9 ........................................................... 54

Gambar 4.14 Hasil foto makro spesimen 10 ......................................................... 55

Gambar 4.15 Hasil foto makro spesimen 11 ......................................................... 55

Gambar 4.16 Hasil foto makro spesimen 12 ........................................................ 55

Gambar 4.17 Grafik nilai kekasaran dan hasil foto makro ................................... 56

Gambar 4.18 Grafik nilai kekasaran dan hasil foto makro ................................... 56

Gambar 4.19 Grafik nilai kekasaran dan hasil foto............................................... 57

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kecepatan putaran terhadap material .................................................... 12

Tabel 2.2 Feeding berdasarkan material ............................................................... 12

Tabel 2.3 Cairan pendingin yang direkomendasikan .......................................... 14

Tabel 2.4 Harga Nose Radius dan Kedalaman Pemakanan .................................. 19

Tabel 2.5 Klasifikasi pahat HSS menurut komposisinya ...................................... 20

Tabel 2.6 Toleransi harga kekasaran rata-rata (Ra) .............................................. 24

Tabel 2.7 Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses pengerjaan .... 24

Tabel 2.8 Tabel Angka kekasaran permukaan menurut standar ISO 1302 .......... 25

Tabel 2.9 Kandungan Baja AISI 1045 atau EMS 45 ............................................ 30

Tabel 2.10 Hasil pengukuran kekasaran permukaan............................................. 31

Tabel 2.11 Hasil pengkuran kekasaran permukaan ............................................... 32

Tabel 2.12 Analisis regresi .................................................................................... 33

Tabel 3.1 Spesimen uji .......................................................................................... 38

Tabel 3.2 Lembar pengumpulan data uji kekasaran.............................................. 44

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekasaran ................................................................... 47

Tabel 4.2 Kategori nilai kekasaran penelitian. ...................................................... 59

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Penetapan Dosen Pembimbing ................................................ 66

Lampiran 2 Surat tugas dosen pembimbing dan penguji ..................................... 67

Lampiran 3 Berita acara seminar ......................................................................... 68

Lampiran 4 Presensi Seminar Proposal ................................................................ 69

Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian .......................................................................... 71

Lampiran 6 Laporan Hasil Penelitian .................................................................. 73

Lampiran 7 Surat Keterangan Pengujian ............................................................. 75

Lampiran 8 Sertifikat Bahan Penelitian ............................................................... 76

Lampiran 9 Dokumentasi Pengasahan Pahat dan Pembuatan Spesimen ............. 77

Lampiran 10 Dokumentasi Spesimen Penelitian ................................................. 78

Lampiran 11 Dokumentasi Pengujian di Laboratorium ....................................... 79

Lampiran 12. Grafik Pengujian Spesimen Tiap Titik .......................................... 80

Lampiran 13. Bukti Pengukuran Kekasaran ........................................................ 86

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia industri yang saat ini semakin berkembang dengan menghasilkan

beberapa produk yang memiliki kualitas dan harga jual yang tinggi. Industri

manufaktur dalam pengerjaannya menggunakan mesin perkakas. Mesin perkakas

mempunyai peran penting dalam menghasilkan produk berkualitas. Salah satu

proses pemesinan yang menggunakan mesin perkakas yaitu proses bubut. Dalam

pengerjaannya mesin bubut digunakan untuk membuat produk dari bahan logam,

dan juga dapat digunakan sebagai proses perbaikan.

Bahan logam yang sering digunakan untuk komponen-komponen mesin

yaitu baja karbon. Baja karbon mempunyai kekuatan yang tinggi, dan ketahanan

aus yang tangguh. Menurut Wiryosmarto, H. dan Toshie Okumoro (1981: 89-90)

“sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, karena itu baja ini

dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya”. Salah satu contoh jenis baja

karbon sedang yaitu EMS 45 yang memiliki kandungan karbon 0,45%. Baja ini

banyak digunakan pada komponen-komponen mesin seperti roda gigi dan poros.

Sebagai komponen mesin poros dan roda gigi harus mempunyai kehalusan yang

tinggi dalam pengerjaanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kepresisian adalah tingkat kekasaran permukaan komponen tersebut.

Kekasaran permukaan menjadi tolak ukur keakuratan dan kualitas

permukaan suatu produk industri manufaktur (Asmed, 2010:99). Kekasaran

2

permukaan mempunyai peran penting untuk menunjukkan kualitas sebuah

komponen yang dipengaruhi oleh banyak faktor (Dr.C.J.Rao, 2013:1414).

Sumbodo, dkk (2011:35) menjelaskan bahwa “kualitas komponen pemesinan

dipengaruhi beberapa faktor yaitu kualitas mesin, kualitas alat potong, dan

kemampuan operator”. Karakteristik kekasaran permukaan dipengaruhi oleh

faktor kondisi pemotongan dan geometri pahat (Jonoadji, 1999:82). Dalam arti

lain dapat dikatakan bahwa kualitas produk bubut dapat dinilai dari tingkat

kekasaran benda tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

kekasaran adalah faktor manusia (operator) dan faktor-faktor yang terjadi pada

mesin atau peralatan yang digunakan.

Pada prinsipnya bubut merupakan proses penyayatan benda kerja menjadi

bentuk yang diinginkan. Komponen yang digunakan untuk menyayat benda kerja

dinamakan pahat. Santoso (2013:35) menerangkan bahwa “proses permesinan

menggunakan pahat sebagai perkakas potongnya dan geometri pahat tersebut akan

merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan keberhasilan proses

permesinan”.

Geometris yang terdapat pada pahat bubut meliputi sudut beram (rake

angle), sudut bebas (clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle)

(Widarto, 2008:147). Selain itu geometri pada pahat yang jarang diperhatikan

yaitu nose radius (radius pojok). Paridawati (2015:57) mengatakan bahwa radius

pojok (nose radius/ tool point) merupakan perpotongan antara side cutting edge

dengan end cutting edge. Nose radius dikatakan dapat berpengaruh terhadap

tingkat kekasaran permukan hasil pembubutan. Penelitian yang dilakukan

3

Abdullah (2010:54) menghasilkan bahwa “secara umum kecepatan mesin yang

lebih tinggi, tingkat pemakanan yang lebih rendah dan insert nose radius lebih

tinggi mendapatkan tingkat kekasaran permukaan yang lebih baik”.

Selain nose radius pada geometri pahat, parameter pemotongan juga dapat

mempengaruhi kekasaran hasil pembubutan. Tiga parameter utama pada setiap

proses bubut adalah kecepatan putar spindel (speed), gerak makan (feed) dan

kedalaman potong (depth of cut) (Widarto, 2008:145). Hasil Penelitian Paridawati

(2015:67) menyimpulkan bahwa “sudut potong, gerak makan, putaran poros

spindel, dan kedalaman pemotongan merupakan variabel yang digunakan untuk

menentukan angka kekasaran total”.

Beberapa hal yang mempengaruhi kekasaran permukaan hasil pembubutan,

memunculkan gagasan bahwa nose radius pahat dan parameter pemotongan dapat

mempengaruhi kekasaran permukaan hasil pembubutan. Berdasarkan anggapan

tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh nose radius dan

cutting parameter terhadap tingkat kekasaran hasil pembubutan benda kerja baja

karbon EMS 45”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas muncul beberapa masalah yang muncul

antara lain :

a. Cara menghasilkan benda kerja hasil pembubutan yang berkualitas.

b. Jenis dan geometri pahat yang digunakan mempengaruhi hasil pengerjaan.

c. Temperatur dan getaran mempengaruhi kekasaran permukaan

4

d. Penggunaan cairan pendingin dapat mempengaruhi kekasaran permukaan.

e. Kekasaran permukaan dipengaruhi oleh nose radius pahat.

f. Kekasaran permukaan dipengaruhi oleh kecepatan pemotongan.

g. Kekasaran permukaan dipengaruhi oleh gerak pemakanan

h. Kekasaran permukaan dipengaruhi oleh kedalaman pemakanan

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, perlu membatasi

masalah yang akan dibahas pada penelitian ini, sebagai berikut:

a. Pembubutan dilakukan pada benda kerja baja karbon EMS 45 dengan

kandungan 0,45% C; 0,3% Si; 0,7 Mn.

b. Mesin bubut yang digunakan adalah mesin bubut konvensional.

c. Pada saat proses pembubutan menggunakan cairan pendingin (coolant).

d. Variasi nose radius pahat yang akan digunakan 1 mm, 1,25 mm, dan 1,5 mm

e. Parameter pemotongan yang digunakan yaitu kecepatan potong (cutting

speed) yang digunakan 25 m/min, kecepatan makan (feeding speed) 0,072

mm/rev, 0,113 mm/rev, 0,158 mm/rev, dan kedalaman pemakanan yang

digunakan konstan yaitu 0,4 mm

f. Pengujian kekasaran hasil pembubutan menggunakan surface roughness

measuring instrument surfcorder se300 dan foto makro dengan perbesaran

200x.

5

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka dapat

dikemukakan permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini sebagai

berikut :

a. Apakah variasi nose radius berpengaruh terhadap kekasaran permukaan

pembubutan baja karbon EMS 45?

b. Apakah variasi parameter pemotongan berpengaruh terhadap kekasaran

permukaan pembubutan baja karbon EMS 45?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaruh variasi nose radius terhadap kekasaran

permukaan pembubutan baja karbon EMS 45.

b. Untuk mengetahui pengaruh variasi parameter pemotongan terhadap

kekasaran permukaan pembubutan baja karbon EMS 45.

1.6. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

diantaranya:

6

a. Memberikan pengetahuan kepada teknisi bahwa nose radius dan

parameter pemotongan dapat memperngaruhi tingkat kekasaran

permukaan.

b. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi dunia pendidikan,

khususnya Pendidikan Teknik Mesin tentang pengaruh nose radius dan

parameter pemotongan terhadap kekasaran permukaan. Sebagai bahan

rujukan atau referensi bagi penelitian sejenis yang selanjutnya.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1.Klasifikasi Proses Pemesinan

Groover (2010:507) menyatakan bahwa machining merupakan proses yang

paling akurat dan sempurna dari segala proses manufaktur dalam kemampuannya

untuk menghasilkan produk geometri. Proses pemotongan logam ini dibagi

menjadi tiga prinsip pemotongan dengan mesin press, proses pemotongan

konvensional dengan mesin perkakas, dan proses pemotongan non konvensional.

Sehingga proses pemesinan merupakan suatu proses pemotongan logam untuk

mengubah bentuk suatu produk dengan cara membuang suatu bagian benda kerja

menjadi beram atau serpih.

Menurut Rochim (1993:5) “proses pemesinan sendiri dibagi menjadi tujuh

proses yaitu (1) Proses bubut (2) Proses gurdi (3) Proses frais (4) Proses gerinda

rata (5) Proses gerinda silindris (6) Proses sekrap (7) Proses gergaji atau parut”.

Poses pemesinan menurut Widarto (2008:35-36) “dilakukan dengan cara

memotong bagian benda kerja yang tidak digunakan dengan menggunakan pahat,

sehingga terbentuk permukaan benda kerja menjadi komponen yang

dikehendaki”. Dapat disimpulkan bahwa proses pemesinan menggunakan alat

potong yang disebut pahat untuk menyayat permukaan sehingga dapat

membentuk geometri benda kerja yang diinginkan.

8

2.1.2.Proses Membubut (Turning)

Menurut Widarto (2008:35) “proses membubut adalah proses pemesinan

untuk menghasilkan bagian-bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan

dengan menggunakan mesin bubut”. “Mesin bubut (turning machine) adalah suatu

jenis mesin perkakas yang dalam proses kerjanya bergerak memutar benda kerja

dan menggunakan mata potong pahat (tools) sebagai alat untuk menyayat benda

kerja” (Wirawan, dkk, 2008:227). Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses

membubut merupakan proses menyayat benda kerja berbentuk silindris

menggunakan alat potong pahat dengan prinsip kerja memutar benda

menggunakan mesin bubut.

Menurut Groover (2010:510) proses membubut konvensional membutuhkan

mesin yang disebut mesin bubut, yang mana menghasilkan tenaga untuk memutar

benda yaitu kecepatan putaran, spesifikasi kecepatan pemakanan, dan kedalaman

pemakanan. Menurut Rochim (1993:13) “elemen dasar proses pemesinan terdiri

dari lima antara lain kecepatan pemotongan, kecepatan makan, kedalaman potong,

waktu pemotongan, kecepatan penghasil geram”. Berdasarkan pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa pada proses membubut terdapat beberapa parameter

yang sering diperhatikan yaitu kecepatan putar (speed), gerak makan (feed) dan

kedalaman potong (depth of cut).

2.1.3.Bagian-bagian Mesin Bubut

Secara umum, sebuah mesin bubut terdiri dari empat bagian utama, yaitu

(a). kepala tetap, (b). kepala lepas, (c). eretan dan (d). alas mesin (Santoso,

9

2013:8). Secara umum utama mesin bubut tersebut dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gambar 2.1 bagian-bagian mesin bubut (Santoso, 2013:8)

Keterangan:

1. Head stock

2. Knob pengatur kecepatan

putaran

3. Handle pengatur putaran

4. Chuck

5. Benda kerja

6. Pahat (tool)

7. Tool post dan eretan atas

8. Eretan lintang

9. Bed Mesin

10. Senter jalan

11. Tail stock

12. Pengunci barel

13. Lead screw

14. Feeding shaft

15. Roda pemutar/penggerak eretan

memanjang

16. Rem mesin

17. Main swich

18. Coolant motor switch

19. Tabel Mesin

20. Pengatur arah feeding shaft

21. Handle lead screw

10

Adapun empat bagian utama mesin bubut dijelaskan sebagai berikut :

a. Kepala tetap (head stock), terdapat spindle utama mesin yang berfungsi

sebagai dudukan beberapa perlengkapan mesin bubut diantaranya: cekam

(chuck), kollet, senter tetap, atau pelat pembawa rata (face plate) dan pelat

pembawa berekor (driving plate). Alat-alat perlengkapan tersebut dipasang

pada spindel mesin berfungsi sebagai pengikat atau penahan benda kerja

yang akan dikerjakan pada mesin bubut (Direktorat pembinaan sekolah

menengan kejuruan, 2013:11).

b. Kepala Lepas (Tail Stock) digunakan sebagai dudukan senter putar (rotary

centre), senter tetap, cekam bor (chuck drill) dan mata bor bertangkai tirus

yang pemasanganya dimasukkan pada lubang tirus (sleeve) kepala lepas

(Direktorat pembinaan sekolah menengan kejuruan, 2013:13).

c. Eretan adalah bagian mesin bubut yang berfungsi sebagai penghantar pahat

bubut sepanjang alas mesin. Eretan terdiri dari tiga jenis, yaitu: (Santoso,

2013:14)

1) Gerakan berputar, yaitu bentuk gerakan rotasi dari benda kerja yang

digerakan pada pahat dan dinamakan gerak potong.

2) Gerakan memanjang, yaitu bentuk gerakan apabila arah

pemotongannya sejajar dengan sumbu kerja. Gerakan ini disebut juga

dengan gerakan pemakanan.

3) Gerakan melintang, yaitu bentuk gerakan apabila arah pemotongan

tegak lurus terhadap sumbu kerja. Gerakan ini disebut dengan gerakan

melintang atau pemotongan permukaan.

11

d. Alas mesin adalah bagian dari mesin bubut yang berfungsi sebagai

pendukung eretan (support) dan kepala lepas, serta sebagai lintasan eretan

dan kepala lepas (Santoso, 2013:13).

2.1.4.Parameter Pemotongan

Seperti pada pembahasan sebelumnya diketahui tiga parameter proses

membubut yaitu kecepatan putar (speed), gerak makan (feed) dan kedalaman

potong (depth of cut).

a. Kecepatan Putaran (Speed)

Menurut Widarto (2008:145) “kecepatan putaran n (speed), selalu

dihubungkan dengan sumbu utama (spindel) dan benda kerja. Kecepatan

putar dinotasikan sebagai putaran per menit (rotations per minute, rpm)”.

Sehingga kecepatan putaran mesin bubut dapat disimpulkan sebagai

kemampuan kecepatan putar mesin bubut untuk melakukan pemotongan

atau penyayatan permukaan benda kerja dalam satuan putaran/menit.

Dimana:

CS = kecepatan potong (m/menit)

d = diameter benda kerja (mm)

n = putaran benda kerja (putaran/menit)

Berdasarkan rumus diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan

putaran (rpm) sebanding dengan kecepatan potong (m/menit), sehingga

semakin tinggi kecepatan putaran maka semakin tinggi juga kecepatan

potongnya.

12

Tabel 2.1 Kecepatan putaran terhadap material (Thomas Childs, dkk, 2000) Material Brinell Hardness HSS

Speed (fpm) = rpm

Plain carbon steels(continued): 1027, 1030,

1033, 1035, 1036, 1037,

1038, 1039, 1040, 1041,

1042, 1043, 1045, 1046,

1048, 1049, 1050, 1052,

1524, 1526, 1527, 1541

125–175

175–225

225–275

275–325

325–375

375–425

100 = 382

85 = 325

70 = 267

60 = 229

40 = 153

30 = 115

b. Gerak Pemakanan (feed)

Gerak makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda

kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang

diinginkan (Widarto, 2008:146). Menurut Wirawan (2008:262) yang

dimaksud dengan kecepatan pemakanan adalah jarak tempuh gerak maju

pisau/benda kerja dalam satuan mim/menit atau feet/menit.

Keterangan:

f = besar pemakanan atau bergesernya pahat (mm/putaran)

n = putaran mesin (putaran/menit)

Berdasarkan rumus diatas dapat disimpulkan bahwa besarnya

kecepatan pemakanan dipengaruhi oleh besarnya pemakanan (mm/putaran)

dan besarnya kecepatan putaran.

Tabel 2.2 Feeding berdasarkan material (Training Circular, 1996: A11)Material Finish Cuts (mm/menit) Roughing Cuts (mm/menit)

Low-carbon steelMedium carbon steelHigh carbon steelStainless steelAluminium Brass and BronzeHigh tensile bronze

0,3

0,3

0,1

0,5

0,08

0,08

0,08

0,6

0,4

0,3

0,2

0,5

0,5

0,5

13

Cast ironCopper

0,08

0,08

0,5

0,5

c. Kedalaman Pemakanan (Depth of cut)

Menurut Widarto (2008:146) “kedalaman pemakanan adalah tebal

bagian benda kerja yang dibuang dari benda kerja, atau jarak antara

permukaan yang dipotong terhadap permukaan yang belum terpotong”.

Maka kedalaman pemakanan juga dapat dimaksud selisih antara diameter

awal sebelum pemakanan dengan diameter sesudah dilakukan pemakanan.

Dimana :

a = kedalaman potong (mm)

do = diameter awal (mm)

dm = diameter akhir (mm)

d. Cairan Pendingin (Cutting Fluid)

Menurut Rochim (1993: 442) cairan pendingin yang biasa dipakai

dalam proses pemesinan dapat dikategorikan dalam empat jenis utama yaitu:

1) Cairan Sintetik (Synthetic Fluids, Chemical Fluids)

Cairan sintetik adalah cairan pendingin jernih yang merupakan larutan

murni (true solutions) atau larutan permukaan aktif (surface active). Cairan

pendingin ini dibuat dengan larutan kimia.

14

2) Cairan Semisintetik (Semi Synthetic Fluids)

Cairan semisintetik merupakan perpaduan antara cairan sintetik

dengan cairan emulsi. Cairan semi sintetik dibuat dari cairan sintetik yang

ditambahkan dengan sedikit minyak dan pengemulsi.

3) Cairan Emulsi (Emulsions, Water Miscible Fluids, Water Soluble Oils,

Emulsifiable Cutting Fluids)

Cairan emulsi merupakan cairan pemotongan yang tersusun dari dua

bahan cair yang bersifat imisible (tidak terlarut) seperti minyak dan air.

4) Minyak (Cutting Oils)

Cairan pendingin minyak berasal dari salah satu atau kombinasi dari

minyak bumi (naphthenic, paraffinic), minyak binatang, minyak ikan, atau

minyak nabati.

Berdasarkan tabel 2.3 jenis cairan pendingin yang dianjurkan untuk

membubut baja yaitu Soluble oil. Soluble oil terbuat dari hasil pengolahan

minyak bumi atau minyak nabati yang ditambahkan aditif dan diemulsikan

dengan air sehingga partikel minyak tersebar secara merata dan stabil di

dalam air. Dromus oil adalah minyak mineral hasil penyulingan dan aditif.

Biasanya dromus oil dapat diemulsikan dengan rasio air dan dromus yaitu

20:1 sampai 40:1.

Tabel 2.3 Cairan pendingin yang direkomendasikan untuk beberapa material

benda kerja (Training Circular, 1996: A45)Material Drilling Reaming Tapping Turning Threading MillingAlmunium Soluble oil

KeroseneLard oil

Soluble oilKeroseneMineral oil

Soluble oilMineral oil

Soluble oil Soluble oilKerosene Lard oil

Soluble oilLard oilMineral oil

Brass DrySoluble oilKeroseneLard oil

Soluble oilDry

Soluble oilLard oil

Soluble oil Soluble oilLard oil

Soluble oilDry

Bronze Dry Soluble oil Soluble oil Soluble oil Soluble oil Soluble oil

15

Soluble oilLard oilMineral oil

Lard oilDry

Lard oilDry

Lard oil Dry

Cast iron DrySoluble oilDry jet

Soluble oilMineral oilLard oil

Mineral oilLard oil

Soluble oilMineral oilLard oilDry

DrySoluble oil

DrySoluble oil

Copper DrySoluble oilLard oilKeroseneMineral oil

Soluble oilLard oilDry

Soluble oilMineral oilLard oil

Soluble oil Soluble oilLard oil

Soluble oilDry

Malleable iron

DrySoda water

DrySoda water

Soluble oil Soluble oil Lard oilSoda water

DrySoda water

Monel metal

Soluble oilLard oil

Soluble oilLard oil

Mineral oilSulfurized oil

Soluble oil Lard oil Soluble oil

Steel alloys Soluble oilSulfurized oilMineral oilLard oil

Soluble oilMineral oilLard oil

Soluble oilMineral oil

Soluble oil Lard oilSulfurized oil

Lard oilMineral oilLard oil

Steel forging low carbon

Soluble oilSulfurized oilLard oilMineral oil

Soluble oilMiberal oilLard oil

Soluble oilLard oil

Soluble oil Soluble oilMineral oilLard oil

Soluble oilMineral oilLard oil

Tool steel Soluble oilSulfurized oilMineral oilLard oil

Soluble oilSulfurized oilLard oil

Mineral oil Sulfurized oil

Soluble oil Lard oilSulfurized oil

Soluble oilLard oil

2.1.5.Geometri Pahat

Groover (2010:567) menjelaskan bahwa “alat potong dibagi menjadi single

cutting tools dan multiple cutting edge. Single cutting tools digunakan untuk

membubut, pengurdian, shaping, dan planning. Multiple cutting edge digunkan

untuk mengebor, milling, dan sawing”. Geometri pahat terdiri dari beberapa

bidang yaitu sudut potong samping (side cutting edge angle), sudut potong depan

(front cutting edge angle), sudut tatal (rake angle), sudut bebas sisi (side

clearance angle), dan sudut bebes depan (front clearance angle).

16

Gambar 2.2 Geometri pahat single cutting tools (Groover, 2010:568)

Besar sudut masing-masing pahat berbeda dibedakan berdasarkan kegunaan

pahat tersebut.

a. Pahat Bubut Rata

Pahat bubut rata memilki sudut potong dan sudut sudut kebebasan

sebagai berikut: sudut potong total 80º, sudut potong sisi samping (side

cutting adge angle) 12º ÷ 15º, sudut bebas tatal (side rake angle) 12º ÷ 20º ,

sudut bebas muka (front clearance angle) 8º ÷ 10º dan sudut bebas samping

(side clearance angle) 10º ÷ 13º (Direktorat pembinaan sekolah menengan

kejuruan, 2013:87).

17

Gambar 2.3 Geometri pahat rata kanan (Direktorat pembinaan sekolah menengan

kejuruan, 2013:88)

b. Pahat Bubut Muka

Pahat bubut muka memilki sudut potong dan sudut-sudut kebebasan

sebagai berikut: sudut potong55º, sudut potong sisi samping (side cutting

adge angle) 12º ÷ 15º, sudut bebas tatal (side rake angle) 12º ÷ 20º , sudut

bebas muka (front clearance angle) 8º ÷ 10º dan sudut bebas samping (side

clearance angle) 10º ÷ 13º (Direktorat pembinaan sekolah menengan

kejuruan, 2013:88).

Gambar 2.4 Geometri pahat bubut muka (Direktorat pembinaan sekolah

menengan kejuruan, 2013:89).

Nose Radius

18

2.1.6.Nose radius Pada Pahat

Sudut potong terdapat dua bagian antara lain side cutting edge dengan end

cutting edge. Perpotongan antara kedua sudut tersebut membentuk sebuah sudut

yang sering disebut nose radius. “Radius pojok berfungsi untuk memperkuat

ujung pertemuan antara mata potong utama dengan mata potong minor dan selain

itu untuk memnentukan kehalusan permukaan hasil pemotongan” (Rochim,

1993:91).

Menurut Groover (2010:568) “nose radius menentukan tekstur permukaan

yang dihasilkan dalam operasi. Sebuah alat yang sangat runcing (radius hidung

kecil) menghasilkan bekas pemakanan kasar pada permukaan”.. Hubungan nose

radius dan gerak pemakanan dapat menentukan tingkat kehalusan yang

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Rochim, 1993:91):

Gambar 2.5 Hubungan nose radius dengan feeding (Kalpakjian S dan Schimid, 6

th)

Dimana,

Ra = Kekasaran permukaan

19

f = Feeding/ gerak pemakanan

r = Nose Radius

Cr = Faktor Konversi (Kaku (2000), Sedang (2300), Lemah (3000))

Tabel 2.4 Harga Nose Radius dan Kedalaman Pemakanan

(Rochim, 1993:91) Depth Of Cut (mm) Nose Radius (mm)

1 s/d 3 0,5 s/d 0,8

3 s/d 10 0,8 s/d 1,5

10 s/d 20 1,5 s/d 2,0

2.1.7.Pahat HSS (High Speed Steels)

Pahat HSS kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat digunakan pada

kecepatan potong yang tinggi (sampai 3 kali kecepatan potong dari baja karbon

tinggi), sehingga dinamakan Baja Kecepatan Tinggi (HSS). Pada

perkembangannya berbagai jenis HSS banyak ditemukan dengan berbagai jenis

unsur paduan seperti, W, Cr, V, Mo, dan Co (Rochim, 1993:142).

Hot hardness dan recovery hardness yang cukup tinggi pada HSS karena

adanya unsur paduan W, Cr, V, Mo dan Co. Pengaruh unsur-unsur tersebut pada

unsur dasar besi (Fe) dan karbon (C) sebagai berikut (Rochim, 1993: 142) :

a. Tungsten atau Wolfram (W) yaitu dapat membentuk karbida yang

menyebabkan kenaikan temperatur untuk proses hardening dan tempering.

Sehingga hot hardness dipertinggi

b. Chromium (Cr) yaitu menaikkan hardenability dan hot hardness. Krom

merupakan elemen pembentuk karbida, namun krom menaikkan sensitivitas

terhadap overheating.

20

c. Vanadium (V) yaitu menurunkan sensitivitas terhadap overheating serta

menghaluskan besar butir.

d. Molybdenum (Mo) yaitu mempunyai efek yang sama seperti tungsten atau

wolfram, namun lebih sensitif terhadap overheating dan lebih liat.

e. Cobalt (Co) yaitu untuk menaikkan hot hardness dan tahan keausan.

HSS dikategorikan menjadi HSS konvensional dan HSS spesial. HSS

dengan kode T memiliki bahan dengan paduan Tungsten/Wolfram, sedangkan

kode M memiliki paduan utama Molybdenum. Berikut kategori HSS menurut

komposisinya pada tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Klasifikasi pahat HSS menurut komposisinya (Rochim, 1993:143) Jenis HSS Standar AISI

Conventional HSS-Molybdenum HSS-Tungsten HSSSpecial HSS-Cobalt Added HSS-High Vanadium HSS-High Hardness Co HSS-Cast HSS-Powdered HSS-Coated HSS

M1; M2; M7; M10

T1; T2

M33; M36; T4; T5; T6

M3-1; M3-2; M4; T15

M41; M42; M43; M44; M45; M46

2.1.8.Kekasaran Permukaan

Komponen dapat dikatakan mempunyai geometris yang ideal apabila

memiliki karakteristik permukaan yang halus. Pada komponen-komponen mesin

tertentu tingkat kehalusan menjadi sangat penting karena menyangkut gesekan,

keausan, dan ketahanan terhadap faktor lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Sudji

Munadi (1988:303) “walaupun hingga saat ini sudah banyak parameter yang

digunakan dalam pembahasan karakteristik permukaan, namun belum ada suatu

21

parameter yang bisa menjelaskan secara sempurna mengernai keadaan

sesungguhnya dari permukaan”.

Bentuk dari suatu permukaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

permukaan yang kasar (roughness) dan permukaan yang bergelombang

(waviness). Berdasarkan kekasaran (roughness) dan gelombang (waviness) inilah

maka kemudian timbul yang namanya kesalahan bentuk (Munadi, 1988: 305).

Gambar 2.6 Kekasaran, gelombang, dan kesalahan bentuk dari suatu permukaan

(Munadi, 1988: 305).

Menurut Munadi (1988: 306) ketidakteraturan permukaan dibedakan

menjadi empat tingkat, yaitu:

a. Tingkat pertama menunjukkan adanya kesalahan bentuk seperti gambar di

atas. Faktor yang menjadi penyebabnya antara lain karena adanya lenturan

dari mesin perkakas dan benda kerja, kesalahan pada pencekaman benda kerja

serta proses pengerasan juga mempengaruhi.

Gambar 2.7 Tingkat pertama

22

b. Tingkat kedua memiliki profil pemukaan yang berbentuk gelombang.

Penyebabnya adalah karena ada kesalahan bentuk dari pisau atau pahat

potong, posisi senter yang kurang tepat, adanya getaran pada waktu proses

pemotongan.

Gambar 2.8 Gambar Tingkat kedua

c. Tingkat ketiga permukaan benda berbentuk alur (grooves) ini disebabkan

antara lain karena adanya bekas-bekas proses pemotongan akibat bentuk

pisau atau pahat yang salah dan gerak makan yang kurang tepat.

Gambar 2.9 Gambar Tingkat ketiga

d. Tingkat keempat permukaan yang berbentuk serpihan (flakes) ini

penyebabnya antara lain karena adanya tatal (geram) pada proses

pengerjaannya.

Gambar 2.10 Gambar Tingkat Keempat

Adapun parameter-parameter untuk mengukur permukaan sebagai berikut:

a. Kedalaman Total (Rt)

Kedalaman total adalah besarnya jarak dari profil referensi sampai

dengan profil dasar (μm).

b. Kedalaman Perataan (Rp)

23

Kedalaman perataan merupakan jarak rata-rata dari profil referensi

sampai dengan profil terukur.

Gambar 2.11 Kedalaman total dan kedalaman permukaan (munadi, 1988:308)

c. Kekasaran Rata-rata aritmatik (Ra)

Kekasaran rata-rata merupakan harga rata-rata secara aritmatis antara

profil terukur dan profil tengah. Adapun cara mencari Ra salah satunya

sebagai berikut :

Dimana:

Vv = Perbesaran vertikal luas P dan Q (mm)

L = Panjang sampel (mm)

Gambar 2.12 Menentukan Kekasaran Rata-rata Ra (Munadi, 1988:310)

24

Proses pemesinan kualitas kekasaran permukaan yang paling umum adalah

harga kekasaran rata-rata aritmatik (Ra) yaitu, sebagai standar kualitas permukaan

dari hasil pemotongan maksimum yang diijinkan (Atedi, 2005:64). Munadi

(1988:311) telah menjelaskan bahwa harga kekasaran rata-rata aritmetis (Ra) juga

mempunyai harga toleransi kekasaran yaitu N1 sampai N12. Pada tabel 2.3

berikut dijelaskan mengenai kelas kekasaran, harga kekasaran, serta ukuran

panjang sampel yang akan diuji. Sedangkan tabel 2.4 menjelaskan mengenai

klasifikasi tingkat kekasaran menurut proses pengerjaannya.

Tabel 2.6 Toleransi harga kekasaran rata-rata (Ra) (Munadi, 1988:311) Kelas Kekasaran Harga (Ra) μm Panjang Sampel mm

N1

N2

N3

N4

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N11

N12

0,025

0,05

0,1

0,2

0,4

0,8

1,6

3,2

6,3

12,5

25,0

50,0

0,08

0,25

0,8

2,5

8

Tabel 2.7 Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses pengerjaan

(Munadi, 1988:312) Proses pengerjaan Rentang (N) Nilai Ra

Flat and cylindrical lappingSuperfinishing Diamond turning

N1-N4

N1-N6

0,025-0,2

0,025-0,8

Flat cylindrical grindingFinishing

N1-N8

N4-N8

0,025-3,2

0,1-3,2

Face and cylindrical turning, milling and reamingDrilling

N5-N12

N7-N10

0,4-50,0

1,6-12,5

Shapping, planning, horizontal millingSandcassting and forging

N6-N12

N10-N11

0,8-50,0

12,5-25,0

Extruding, cold rolling, drawingdie casting

N6-N8

N6-N7

0,8-3,2

0,8-1,6

25

Angka kekasaran permukaan menurut standar ISO 1302: 1992

diklasifikasikan menjadi 12 angka kelas sesuai Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Tabel Angka kekasaran permukaan menurut standar ISO 1302Roughness value Ra Roughness grade number (ISO

1302)µm µin

50

25

12,5

6,3

2,3

1,6

0,8

0,4

0,2

0,1

0,05

0,025

2000

1000

500

250

125

63

32

16

8

4

2

1

N12

N11

N10

N9

N8

N7

N6

N5

N4

N3

N2

N1

Kekasaran permukaan biasanya dilambangkan dengan simbol untuk

memberikan informasi pada gambar teknik. Munadi (1988:318) mengatakan “agar

diperoleh suatu keseragaman bahasa simbol maka badan standar internasional ISO

merekomendasikan R 1302 sebagai cara penulisan spesifikasi permukaan”.

Berikut merupakan gambar penjelasan mengenai simbol spesifikasi permukaan.

Gambar 2.13 Simbol spesifikasi permukaan (ISO R1302:5)

Berdasarkan gambar 2.13 diketahui bahwa terdapat 5 informasi yang

diberikan pada simbol tersebut antara lain (A) nilai kekasaran permukaan (Ra) (B)

A

B

C (F)

DE

26

cara pengerjaan produksi (C) panjang sampel (D) arah pengerjaan (E) kelebihan

ukuran yang dikehendaki (F) nilai kekasaran lain jika diperlukan.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memeriksa tingkat kekasaran

permukaan suatu benda. Cara yang paling sederhana adalah dengan menggaruk

atau meraba permukaan benda. Bila dilihat dari proses pengukurannya maka cara

pengukuran permukaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pengukuran secara

tidak langsung atau membandingkan dan pengukuran secara langsung (Munadi,

1988: 321).

a. Pengukuran kekasaran permukaan secara tidak langsung

1) Pengukuran kekasaran permukaan dengan cara meraba (touch inspection)

Pengukuran kekasaran ini adalah dengan meraba permukaan yang

diukur menggunakan ujung jari. Untuk mengetahui tingkat kehalusan

biasanya dilakukan dengan permukaan standar (surface finish comparator).

Alat ini ditempatkan dalam satu set yang terdiri dari beberapa lempengan

baja yang masing-masing lempengan mempunyai angka kekasaran sendiri,

dan dikelompokkan menurut jenis mesin yang digunakan.

2) Pengukuran kekasaran permukaan dengan makroskop (microscopic

inspection)

Pengukuran kekasaran dengan menggunakan makroskop ini lebih baik

bila dibandingkan dengan metode meraba. Keterbatasan pengukuran dengan

makroskop adalah pengambilan bagian permukaan yang sempit setiap kali

akan melakukan pengukuran, maka pengukuran harus dilakukan berulang-

27

ulang untuk dicari harga rata-ratanya. Pengukuran menggunakan makroskop

dilakukan dengan cara membandingkan.

3) Pengukuran kekasaran permukaan dengan foto (surface photograph)

Pengukuran dengan cara ini adalah dengan mengambil gambar atau

memotret permukaan yang akan diukur. Foto permukaan tersebut diperbesar

dengan pembesaran yang berbeda-beda, kemudian membandingkan hasil

perbesaran foto permukaan yang berbeda-beda ini sehinnga dapat dianalisis

ketidakteraturan dari permukaan yang diukur.

4) Pengukuran kekasaran permukaan dengan peralatan kekasaran secara

mekanik (mechanical roughness instrument)

Mechanical roughness instrument yang disingkat mecrin adalah

peralatan untuk mengukur kekasaran permukaan. Alat ini bekerja dengan

sistem mekanik dan diproduksi oleh Messrs. Ruber and Co. Alat ini hanya

cocok untuk permukaan yang tidak teratur. Alat ini terdiri dari pelat tipis

sebagai peraba, penutup pelat, jam ukur (dial indicator) dan kait pengatur.

5) Alat ukur kedalaman kekasaran (the dial depht gauge)

Keuntungan dari alat ini adalah dapat dilakukan pengukuran secara

cepat tanpa membuat grafik kekasaran permukaan terlebih dahulu. Dial

depht gauge sebenarnya dapat dikatakan sebagai pengukuran permukaan

secara langsung. Hanya saja sistem kerjanya secara mekanis dan juga tidak

diperoleh grafik kekasaran permukaan pada saat pengukuran dilakukan.

28

b. Pengukuran kekasaran permukaan secara langsung

Pengukuran kekasaran permukaan secara langsung adalah dengan

menggunakan peralatan yang dilengkapi dengan peraba yang disebut stylus.

1) Pengukuran kekasaran permukaan dengan profilometer

Sistem kerja dari profilometer pada dasarnya sama dengan prinsip

peralatan gramophone. Perubahan gerakan stylus sepanjang muka ukur

dapat dibaca pada bagia amplimeter. Gerakan stylus bisa dilakukan dengan

tangan dan bisa secara otomatis dengan dilakukan dengan motor penggerak.

Angka yang ditunjukkan pada bagian skala adalah angka tinggi rata-rata

dari kekasarannya.

2) Alat ukur permukaan Tomlinson Surface Meter

Alat pengukur kekasaran permukaan ini memiliki prinsip kerja

mekanis optis yang dirancang oleh Dr. Tomlinson dari National Physical

Laboratory (NPL). Peralatan ukur Tomlinson Surface Meter terdiri dari

beberapa komponen antara lain, yaitu : stylus, skid, pegas spiral, pegas daun,

rol tetap, kaca tetap yang dilapisi bahan tertentu sehingga terdapat bekas ada

goresan pada permukaannya dan badan.

3) Alat ukur Taylor-Hobson Talysurf

Alat ukur ini merupakan alat ukur elektronik dan bekerja atas dasar

prinsip modulasi (modulating principle). Pada dasarnya, Taylor-Hobson

Talysurf ini bentuknya hampir sama dengan Tomlinson Surface Meter,

bedanya hanya terletak pada sistem perbesarannya. Alat ukur Taylor-

29

Hobson Talysurf ini dapat memberikan informasi yang lebih cepat dan

bahkan lebih teliti dari pada Tomlinson Surface Meter.

2.1.9.Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan antaran besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn,

P, S, dan Cu. Baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya, baja

karbon rendah (<0,30 %), baja karbon sedang (0,30%-0,45%), baja karbon tinggi

(0,45%-1,70%) (Wiryosmarto, H. dan Toshie Okumoro, 1981: 89-90). Menurut

Callister (2006: 360) baja karbon termasuk logam campuran rendah yang terdiri

dari baja karbon rendah, baja karbon sedang dan baja karbon tinggi.

a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan unsur karbon

dalam struktur baja kurang dari 0,25% C. Baja karbon rendah memiliki sifat

kekuatan dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki sifat kekerasan dan

ketahanan aus yang rendah. Baja jenis ini banyak digunakan untuk bahan

baku pembuatan komponen struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, bodi

mobil, dan lain-lain.

b. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)

Baja karbon sedang merupakan baja karbon yang memiliki persentase

kandungan karbon pada besi sebesar 0,25% C-0,60% C. Baja karbon ini

memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan baja karbon rendah. Baja

karbon ini memiliki sifat mekanis yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan

yang lebih tinggi dari pada baja karbon rendah.

c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

30

Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan

karbon sebesar 0,6% C-1,4% C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan

panas, kekerasanserta kekuatan tarik yang sangat tinggi tetapi memiliki

keuletan yang lebih rendah sehingga baja karbon tinggi menjadi getas.

Baja EMS 45 termasuk baja karbon sedang, karena memiliki kandungan

karbon 0,45% C (Bohler: Sertifikat baja AISI (American Iron Steel Institute) 1045

atau EMS 45). Adapun unsur-unsur kandungan pada baja EMS 45 diterangkan

dalam tabel 2.8

Tabel 2.9 Kandungan Baja AISI 1045 atau EMS 45 (Bohler: Sertifikat baja

AISI 1045 atau EMS 45

C Si Mn P S Cr Ni Mo V Al Cu

0,45 0,23 0,69 0,009 0,005 0,05 0,01 - - - 0,02

1.2. Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang variasi nose radius dan cutting parameter terhadap

kekasaran permukaan telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Adapun

beberapa penelitian tersebut adalah:

Abdullah, Mohd Fazuri, dkk (2010) telah melakukan penelitian tentang

“Effect Of Insert Nose radius And Machining Parameters On The Surface

Roughness Of Stainless Steel 316L”. Parameter yang dimaksud didalam penelitian

ini yaitu kecepatan pemakanan (cutting speed) dan gerak pemakanan (feed rate).

Parameter tersebut divariasikan dengan nose radius pahat insert. Tujuan penelitian

ini yaitu mengetahui pengaruh nose radius dan parameter pemotongan terhadap

kekasaran permukaan SS316L. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2.5,

parameter yang berpengaruh pada kekasaran permukaan SS316L adalah nose

31

radius dan feed rate. Pada penilitian ini kekasaran permukaan paling baik didapat

sebesar 0,2 μm (Ra), pada nose radius 1.2 mm, kecepatan pemakanan 170 m/min,

dan feed rate 0.1 rev/mm. Jika, dapat disimpulkan bahwa mendapat kekasaran

permukaan yang optimal adalah dengan nose radius yang besar, dan feed rate

yang rendah. Pada penelitian ini kecepatan potong tidak begitu berpengaruh

siginifikan terhadap kekasaran permukaan.

Tabel 2.10 Hasil pengukuran kekasaran permukaan (Abdullah, Mohd Fazuri, dkk,

2010:52) Speed (m/min) Feed (mm/rev) Surface Roughnees Ra (μm)

V F 0,4 0,8 1,2

100

130

170

0,1

0,125

0,16

0,1

0,125

0,16

0,1

0,125

0,16

1,175

1,652

1,838

0,871

1,447

1,744

0,893

1,365

1,653

0,647

0,801

1,214

0,531

0,665

1,102

0,420

0,635

1,056

0,335

0,415

0,629

0,275

0,345

0,589

0,225

0,340

0,565

Asmed dan Yusri (2010) telah melakukan penelitian tentang Pengaruh

Parameter Pemotongan terhadap Kekasaran Permukaan Proses Bubut untuk

Material ST 37. Pada penelitian tersebut parameter pemotongan yang dimaksud

pada penelitian ini adalah kedalaman pemotongan (depth of cut), laju pemakanan

(feed rate) dan kecepatan pemotongan (cutting speed). Tujuan dari penelitian

tersebut yaitu untuk mengetahui pengaruh parameter pemotongan terhadap

kekerasan permukaan ST37. Tabel 2.10 menunjukan hasil penelitian tersebut,

dimana parameter yang paling berpengaruh pada kekasaran permukaan ST 37

adalah laju pemakanan. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kekasaran

optimum adalah 2,88 μm, pada laju pemakanan 0,168 mm/rev dan kecepatan

32

potong 250 m/min. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan kekasaran

permukaan optimum adalah dengan laju pemakanan yang kecil.

Tabel 2.11 Hasil pengkuran kekasaran permukaan (Asmed dan Yusri, 2010)

No

Dalam

pemakanan

(a)

Laju

pemakanan

(f)

Kecepatan

potong (v) Respon Ra (μm) Ra rata-

rata (μm)mm mm/rev m/min 1 2 3

1 0,5 0,168 150 2,89 2,95 2,83 2,89

2 0,5 0,168 250 2,94 2,80 2,98 2,91

3 0,5 0,315 150 5,33 5,39 5,50 5,41

4 0,5 0,315 250 5,96 5,95 5,96 5,96

5 1,5 0,168 150 2,86 2,73 3,32 2,97

6 1,5 0,168 250 3,05 2,93 2,66 2,88

7 1,5 0,315 150 6,20 6,00 6,10 6,10

8 1,5 0,315 250 5,77 5,66 4,83 5,42

Rao, Nagerwara, dan Srihari (2013) telah melakukan penelitian yang

berjudul “Influence of cutting parameters on cutting force and surface finish in

turning operation”. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kedalaman pemotongan (depth of cut), laju pemakanan (feed rate) dan kecepatan

pemotongan (cutting speed). Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui

pengaruh parameter pemotongan terhadap kekasaran permukaan menggunakan

mesin bubut CNC. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekasaran optimum adalah

3,96 μm (Ra) pada feed rate 0,05 mm/rev, kecepatan potong 50 m/min, dan

kedalaman 0,5 mm. Disimpulkan bahwa feed rate dan kedalaman pemakanan

berpengaruh signifikan dibuktikan bahwa semakin kecil feed rate dan kedalaman

pemakanan maka semakin optimal kekasaran permukaan benda kerja.

Jonoadji, Ninuk dan Joni Dewanto (1999) telah melakukan penelitian

mengenai pengaruh parameter potong dan geometri pahat terhadap kekasaran

permukaan pada proses bubut. Pada penelitian tersebu parameter potong yang

33

dimaksud adalah kecepatan potong (Cutting speed) dan gerak makan (feed rate),

sedangkan geometri pahat adalah variasi nose radius. Pada tabel 2.7 menjelaskan

harga F-tabel yang diperoleh adalah F 0,05(3,23) = 3,03, karena F-ratio > F-tabel

maka disimpulkan terdapat paling sedikitnya satu variabel bebas memberi-kan

sumbangan nyata pada model tersebut. Hasil dari penelitian tersebut disimpulkan

bahwa faktor yang paling besar pengaruhnya adalah gerak pemakanan, sedangkan

kecepatan potong tidak berpengaruh signifikan, namun nose radius semakin besar

akan menurun kan nilai Ra sehingga kekasaran permukaan optimal.

Tabel 2.12 Analisis regresi (Jonoadji, Ninuk dan Joni Dewanto, 1999:86) Model fitting results for : REGRESI.rough2

Independent variable coefficient Std. error t-value Sig. Level

CONSTANT

REGRESI.noseREGRESI.feed

REGRESI.speed

2.397536

-0.503546

0.930102

-0.758043

0.396964

0.045362

0.072367

0.175049

6.0397

-11.1005

12.8525

-4.3305

0.0000

0.0000

0.0000

0.0001

R-SQ. (ADJ.) = 0.8516 SE = 0.065668 MAE = 0.052179 DurbWat = 1.134

Previously : 0.0000 0.000000 0.000000 0.000

54 observations fitted, forecast (s) computed for 0 missing val. Of dep. Var

1.3. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran merupakan arahan untuk mendapatkan jawaban

sementara atas permasalahan yang diteliti. Berdasarkan kajian teori dalam

kaitannya dengan penelitian eksperimental berjudul “Pengaruh Nose radius

dan Cutting Parameter Terhadap Tingkat Kekasaran Hasil Pembubutan Benda

Kerja Baja Karbon EMS 45” terdapat beberapa variabel yaitu nose radius dan

cutting parameter sebagai variable bebas (independen) dan kekasaran

permukaan baja EMS 45 sebagai variable terikat (dependen). Suatu

komponen mesin atau otomotif membutuhkan kekasaran permukaan agar

34

Tingkat kekasaran permukaan suatu komponen hasil pengerjaan pemesinan

menjadi tolak ukur kualitas komponen tersebut.

Nose Radiustanpa nose radius, 1 mm, 1,25

mm, 1,5 mm

Cutting Parameter(cutting speed) 25 m/min,

(depth of cut) 0,5 mm

(feeding speed)

0,053 mm/rev, 0,105 mm/rev, 0,157 mm/rev

a. Apakah variasi nose radius berpengaruh terhadap kekasaran permukaan

pembubutan baja karbon EMS 45?

b. Apakah variasi parameter pemotongan berpengaruh terhadap kekasaran

permukaan pembubutan baja karbon EMS 45?

a. Mengetahui pengaruh variasi nose radius terhadap kekasaran permukaan

pembubutan baja karbon EMS 45.

b. Mengetahui pengaruh variasi parameter pemotongan terhadap kekasaran

permukaan pembubutan baja karbon EMS 45.

memiliki kualitas yang baik. Kekasaran permukaan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya nose radius dan cutting parameter.

Dari uraian diatas, maka terdapat hubungan antar variabel, yaitu

pengaruh nose radius dan cutting parameter terhadap tingkat kekasaran hasil

pembubutan benda kerja baja karbon EMS 45. Adapun variasi yang

digunakan pada kedua variabel tersebut antara lain nose radius memakai 1

mm; 1,25 mm; 1,5 mm. Variasi cutting parameter antara lain (cutting speed)

25 m/min; (depth of cut) 0,4 mm; (feeding speed) 0,053 mm/rev, 0,105

mm/rev, 0,157 mm/rev. Secara sistematis kerangka pikir dapat ditunjukan

sebagai berikut :

Gambar 2.14 Kerangka Berpikir Penelitian

35

1.4. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh variasi nose radius

dan parameter pemotongan tehadap kekasaran permukaan pembubutan baja

karbon EMS 45.

61

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pengaruh nose radius dan

cutting parameter terhadap kekasaran permukaan pembubutan baja karbon EMS

45, dapat disimpulkan bahwa :

1. Nose radius pahat mempengaruhi kekasaran permukaan pembubutan baja

karbon EMS 45. Nilai kekasaran dengan nose radius 1 mm, 1,25 mm, dan

1,5 mm secara berturut-turut berdasarkan variasi feeding mengalami

perbedaan yang signifikan. Berdasarkan data nilai kekasaran (Ra) semakin

besar nose radius yang digunakan, maka nilai kekasaran yang didapatkan

semakin rendah. Semakin kecil nose radius yang digunakan maka nilai

kekasaran yang didapatkan semakin tinggi. Dibuktikan dengan hasil nilai

kekasaran paling rendah yaitu 2,15 µm dengan menggunakan nose radius

1,5 mm dan feeding 0,072 mm/rev.

2. Feeding pada penelitian ini merupakan variasi untuk cutting parameter.

Feeding sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan pembubutan

baja karbon EMS 45. Berdasarkan data nilai kekasaran dengan variasi nose

radius yang digunakan, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah feeding

yang digunakan, maka menghasilkan nilai kekasaran yang rendah. Semakin

tinggi feeding yang digunakan maka nilai kekasaran yang dihasilkan

semakin tinggi.

62

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka pada penelitian

selanjutnya sebaiknya memperhatikan beberapa saran berikut ini:

1. Untuk mengurangi getaran dan lenturan maka lebih baik menggunakan

kepala lepas agar hasil yang didapatkan lebih optimal.

2. Untuk penletian selanjutnya dapat memperhatikan keausan dan temperatur

pahat nose radius agar nilai kekasaran yang didapatkan antara ujung, tengah,

dan pangkal dapat seimbang.

3. Penggunaan coolant sangat penting untuk pembubutan baja karbon EMS 45.

63

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mohd Fazuri, et al. 2010. Effects Of Insert Nose Radius And

Machining Parameters On The Surface Roughness Of Stainless Steel 316l.

Key Engineering Materials, Vols. 447-448: 51-54.

Asmed dan Yusri Mura. 2010. Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap

Kekasaran Permukaan Proses Bubut Untuk Material ST37.Jurnal Teknik Mesin, 7 (2): 99-105.

Atedi, Bimbing dan Djoko Agustono. 2005. Standar Kekasaran Permukaan

Bidang Pada Yoke Flange Menurut Iso R.1302 Dan Din 4768 Dengan

Memperhatikan Nilai Ketidakpastiannya. Media Mesin. 6 (2): 63-69.

Callister, William D dan David G. R. 2006. Material Science And Engineering An Introduction. United States of America: Department of Chemical and

Biochemical Engineering The University of Iowa.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengan Kejuruan. 2013. Teknik Pemesinan Bubut 1. Jawa Barat: Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Groover, Mikell P. 2010. Fundamentals Of Modern Manufacturing Materials, Processes, and Systems. United States of America: Industrial and Systems

Engineering Lehigh University.

International Standard 2002, Geometrical Product Specifications (GPS) —Indication of surface texture in technical product documentation. ISO

1302:2002. International Standard, Switzerland.

Jonoadji, Ninuk dan J. Dewanto. 1999. Pengaruh Parameter Potong dan Geometri

Pahat Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses Bubut. Jurnal Teknik Mesin, 1 (1): 82-88.

Kalpakjian, S. dan Schimid S. R. Sixth Edition. Manufacturing Engineering and Tecnology. New York: Prentice Hall.

Munadi, Sudji. 1988. Dasar-Dasar Metrologi Industri. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Paridawati. 2015. Pengaruh Kecepatan Dan Sudut Potong Terhadap Kekasaran

Benda Kerja Pada Mesin Bubut. Jurnal Imiah Teknik Mesin, 3 (1): 53-67.

64

Rao, C. J, Nageswara dan Srihari. 2013. Influence Of Cutting Parameters On

Cutting Force And Surface Finish In Turning Operation. Procedia Engineering, 64: 1405-1415.

Rochim, Taufiq. 1993. Teori & Teknologi Proses Pemesinan. Bandung: FTI-ITB.

Santoso, Joko. 2013. Pekerjaan Mesin Perkakas. Jakarta: Kementerian

Pendidikan & Kebudayaan.

Schonmetz, Alois, Peter S dan Heuberger J. 2013. Pengerjaan Logam Dengan Mesin. Bandung: CV. Angkasa.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

Sumbodo, dkk, 2008. Teknik Produksi Mesin Industri Jilid 2. Jakarta: Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Sumbodo, dkk. 2011. The Making of Workpieces Using Autocad Software based

Siemens Sinumerik 802C Base Line Frais Machine. International journal of Engineering and Industri. 2 (2): 35-42.

Thomas Childs, dkk. 2000. Metal Machining. London: Arnold.

Training Circular. 1996. Fundamental Of Machine Tools. Washington, DC:

Department Of The Army.

Widarto. 2008. Teknik Pemesinan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan.

Wiryosmarto, H. dan Toshie Okumoro. 1981. Teknologi Pengelasan Logam.

Jakarta: PT. Pradnya Paramita.