penelitian palaran
TRANSCRIPT
Gambaran Prilaku Masyarakat Akan Pencegahan Kejadian Penyakit
Demam Berdarah Dengue dalam Lingkungan Keluarga
di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran
DISUSUN OLEH:
1. Andri Wahyunar Firdaus (03.37473.00129.09)
2. Anggia Mayangsari Wardhana (03.37477.00133.09)
PEMBIMBING:
dr. Hj. Syarifah Rahimah, M.Kes
dr. Sri Asih
dr. M. Khairul Nuryanto, M.Kes
Dipresentasikan pada hari Sabtu tanggal 13 Februari 2010
Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Puskesmas Palaran
Samarinda
2010
ABSTRAK
Wahyunar Firdaus, Andri. Mayangsari Wardhana, Anggia. 2010. Gambaran Prilaku Masyarakat Akan Pencegahan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue dalam Lingkungan Keluarga di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran. Penelitian Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Pembimbing: (1) dr. Syarifah Rahimah, M.Kes, (2) dr. Sri Asih, (3) dr. Khairul Nuryanto, M.Kes
Latar Belakang: Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk di suatu tempat, akan semakin tinggi pula resiko terjadinya DBD di tempat tersebut. RT 12 adalah RT yang paling padat di Kelurahan Rawa Makmur. Pada tahun 2009, RT 12 termasuk RT dengan jumlah penderita DBD terbanyak di Kelurahan Rawa Makmur. Pengetahuan, sikap dan tindakan 3M+ masyarakat sangat mempengaruhi pencegahan terjadinya DBD di suatu wilayah. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat akan pencegahan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran. Metode: metode kuantitatif dengan membagi kuisioner pada 64 kepala keluarga beserta isteri di RT 12 dan dilakukan observasi lingkungan di dalam dan luar rumah. Hasil: Pengetahuan kepala keluarga beserta isteri baik dengan persentase 48% dan 52%. Sikap kepala keluarga beserta isteri baik dengan persentase adalah 92% dan 95%. Tindakan kepala keluarga beserta isteri baik dengan persentase masing-masing adalah 53% dan 56%. Observasi lingkungan dalam dan luar rumah beresiko tinggi sebagai tempat perkembangbiakan maupun tempat bersarangnya nyamuk Aedes aegypti.
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia DBD merupakan salah
satu penyakit yang endemis dan hingga saat ini angka kesakitan DBD cenderung
meningkat dan menjadi kejadian luar biasa (KLB) yang masih terjadi di berbagai
daerah di Indonesia. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas
penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar
luasnya virus dengue dan nyamuk penularannya diberbagai wilayah di
Indonesia.1,2
Meskipun sudah lebih dari 35 tahun berada di Indonesia, DBD bukannya
terkendali, tetapi semakin mewabah. Pada tahun 2005, KLB DBD di Indonesia
telah menyerang 95.279 orang dengan angka kematian 1,36% dan incidence rate
nasional sebesar 43,42 kasus per 100.000 penduduk. Meskipun kalau
dibandingkan dengan KLB 1968 angka kematiannya jauh telah menurun,
sebenarnya angka kematian masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
Singapura (0,1%), India (0,2%), Vietnam (0,3%), Thailand (0,3%), Malaysia
(0,9%), dan Filipina (1%).2-6
Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah provinsi dengan
jumlah kabupaten/kota terjangkit sampai dengan tahun 2005 sebanyak 330
kabupaten/kota (75% dari seluruh kabupaten/kota). Kalimantan Timur sendiri
menempati urutan ke-2 untuk angka kasus DBD terbanyak di Indonesia dengan
3
incidence rate sebesar 121,74 per 100.000 penduduk di tahun 2005.2,7,8,9 Pada
tahun 2007, kasus DBD di kota Samarinda dapat dikatakan sebagai KLB karena
angka kejadiannya sangat tinggi jika dibandingkan dengan angka kasus DBD
selama 5 tahun terakhir, yaitu 2009-2004. Tercatat jumlah penderita sebanyak
1451 orang dan 25 orang meninggal pada tahun 2007.2,8 Dari enam kecamatan
yang terdapat di Samarinda, Kecamatan Palaran adalah salah satu daerah endemik
DBD dimana pada tahun 2007 terjadi outbreak dengan incidence rate 4,8 per
1000 penduduk.7,9
Untuk Kecamatan Palaran, kasus DBD terbanyak selama tahun 2007
terdapat di Kelurahan Rawa Makmur di antara 5 kelurahan yang ada, yaitu
sebanyak 94 kasus dengan incidence rate sebesar 668,183 per 100.000 penduduk.
Dan untuk tahun 2008 di Kecamatan Palaran tercatat 67 kasus DBD tanpa ada
korban meninggal, 18 diantaranya berasal dari Kelurahan Rawa Makmur. Pada
tahun 2009 terdapat 58 kasus di kecamatan Palaran, tanpa ada korban meninggal,
jumlah tertinggi sebanyak 34 kasus berasal dari daerah Rawa Makmur.7,9
Obat untuk membasmi virus dan vaksin mencegah DBD hingga saat ini
belum tersedia. Nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) hingga saat ini masih
tersebar luas hampir di seluruh pelosok Indonesia, sehingga cara yang efektif
dalam memberantas penyakit ini adalah dengan melakukan pemberantasan sarang
nyamuk DBD (PSN DBD) oleh seluruh lapisan masyarakat di rumah-rumah dan
tempat-tempat umum (TTU) serta lingkungannya masing-masing secara terus
menerus. PSN-DBD dapat dilakukan dengan cara menguras, menutup rapat
tempat penampungan air dan mengubur barang-barang yang dapat menjadi tempat
tertampungnya air dan biasa dikenal sebagai tindakan 3M.11,12 Tercapainya tujuan
4
gerakan 3M perlu persiapan dan koordinasi antara beberapa pihak, antara lain
lurah, pejabat Pemkot dan pimpinan Puskesmas serta masyarakat sendiri.10,11,12
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI di 9
kota besar di Indonesia tahun 1986-1987 menunjukkan pengetahuan, sikap, dan
tindakan masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD ini masih sangat kurang
yang nantinya berpengaruh terhadap tindakan 3M.13 Kepadatan penduduk
menjadikan produksi sampah meningkat, sehingga menambah tempat bagi
nyamuk untuk bersarang. Hal ini mengakibatkan semakin tinggi tingkat kepadatan
penduduk di suatu tempat, akan semakin tinggi pula resiko terjadinya DBD di
tempat tersebut.1 Hal tersebut di ataslah yang membuat kami memilih RT 12
menjadi tempat penelitian kami, sebab di samping jumlah penderita DBD di RT
tersebut merupakan salah satu yang paling tinggi di Kelurahan Rawa Makmur, RT
tersebut juga memiliki kepadatan yang paling tinggi di Kelurahan Rawa Makmur.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran prilaku masyarakat akan pencegahan kejadian
penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12
Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan
masyarakat akan pencegahan kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue dalam
lingkungan keluarga di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat akan pencegahan
kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di
RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
2. Untuk mengetahui gambaran sikap masyarakat akan pencegahan kejadian
penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12
Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
3. Untuk mengetahui gambaran tindakan masyarakat akan pencegahan kejadian
penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan keluarga di RT 12
Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran .
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai masukan bagi instansi kesehatan terkait dalam penanggulangan
Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Dapat menambah wawasan bagi peneliti, masyarakat dan instansi
kesehatan yang terkait mengenai pelaksanaan program kegiatan 3M demam
berdarah dengue guna melaksanakan penanggulangan kasus.
3. Sebagai salah tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
6
2.1.1 Definisi
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
menifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, kebocoran plasma (plasma
leakage), dan diatesis hemoragik.13,14,15
2.2 Epidemiologi
DBD tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan yang pesat, baik
dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit.1,15,16 Insiden DBD di
Indonesia antara 6 sampai 15 per 100.000 penduduk (tahun 1989 hingga 1995),
dan pernah meningkat tajam saat KLB hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998.14 Sejak tahun 2004, di Indonesia telah dilaporkan kasus tinggi untuk
DBD di wilayah Asia Tenggara. Tahun 2005, Indonesia merupakan kontributor
utama terhadap kasus DBD di wilayah Asia Tenggara (53%) dengan total 95,270
kasus dan 1298 kematian (CFR = 1,36%). Jika dibandingkan dengan tahun 2004,
maka terdapat peningkatan kasus sebesar 17% dan kematian sebesar 36%.10,15-18 Di
Kalimantan Timur, sejak ditemukan penyakit DBD tahun 1977, jumlah kasus
cenderung meningkat dan daerah penyebaran bertambah luas. Di Samarinda, DBD
sudah merupakan masalah kesehatan yang serius, dan pada tahun 2004 telah
dinyatakan sebagai KLB.18,19,20
2.3 Etiologi
7
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Serotipe virus
dengue antara lain DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dapat dibedakan dengan
metode serologi. Infeksi salah satu serotipe pada manusia akan menghasilkan
imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi
hanya menjadi perlindungan sementara dan parsial terhadap serotipe yang
lain.1,6,14,18,19
2.4 Vektor
Nyamuk Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa
virus dengue penyebab penyakit DBD. Tempat perkembangbiakan utama nyamuk
ini adalah tempat-tempat penampungan air dalam rumah atau sekitar rumah atau
tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Jenis
tempat perkembang-biakannya pada tempat penampungan air (seperti drum,
tempayan, bak mandi, ember, dll) dan bisa juga didapatkan pada bukan tempat
penampungan air (vas bunga, temapat minum ayam atau burung, lubang-lubang
pohon yang besar).1,7,9,16
Nyamuk Aedes aegypti betina lebih menyukai darah manusia. Biasanya
nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari, menggigit biasanya mulai
pagi sampai petang hari dengan puncak aktifitas antara pukul 9.00-10.00 dan
16.00-17.00. Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar bila
dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur, mulai dari nyamuk menghisap darah sampai
telur dikeluarkan, biasanya bervariasi antara 3-4 hari, yang disebut siklus
gonotropik. Setelah menghisap darah, nyamuk ini beristirahat di tempat yang agak
8
gelap dan lembab, berupa benda-benda yang tergantung, seperti pakaian, kelambu
untuk menunggu proses pematangan telurnya.1,7,16,20
Adapun vektor tersebut berhubungan erat dengan beberapa faktor, antara
lain kebiasaan masyarakat menampung air bersih keperluan sehari-hari, sanitasi
lingkungan yang kurang baik, dan penyediaan air bersih yang langka. Daerah
yang terjangkit DBD adalah daerah berpenduduk dengan jarak antar rumah
berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang nyamuk aedes
aegypti sekitar 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh.1,7,16,21
Gambar 1 Siklus hidup vektor (Aedes aegypti)22
9
Nyamuk dewasa
Telur Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti
Pupa Aedes aegypti
Gambar 2 Mekanisme Penu1aran DBD1
2.5 Patogenesis
Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Ada
dua teori yang banyak dianut pada DBD. Pertama, adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,
respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan trannsformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibody IgG anti dengue.14,23
Kedua, adalah hipotesis yang menyatakan bahwa virus dengue seperti
juga virus penyakit lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
10
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia, maupun pada
tubuh nyamuk.14
2.6 Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan
demikian, dapat menyebabkan keadaan mulai dari tanpa gejala (asimptomatik),
demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat
yaitu DBD dan dengue shock syndrome (DSS).23,24
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini, pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat.14,24 Derajat penyakit DBD menurut WHO tahun 1997
dibagi menjadi 4 derajat, yaitu: 14,16,23,24
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tornikuet.
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak
tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, tekanan
darah tidak terukur.
2.9 Penatalaksanaan
11
Tatalaksana DBD bersifat simptomatik dan suportif, yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan,
maka cairan intrvena rumatan perlu diberikan. Apabila keluarga atau masyarakat
menemukan gejala dan tanda klinis DBD, maka pertolongan pertama yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:1,11,14,16,23
1. Tirah baring selama demam
2. Antipiretik, hanya diperlukan jikan suhu badan ≥38,5°C sebaiknya dikompres
hangat dahulu
3. Minum banyak (1-2 liter/hari)
4. Jika dalam 2 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala
dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk),
muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjukan untuk segera dibawa
berobat/memeriksakan ke dokter atau unit pelayanan kesehatan untuk segera
mendapata pemeriksaan dan pertolongan.
2.10 Pencegahan
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara
utama yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah
dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang
dilakukan adalah terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya:
12
Nyamuk Dewasa
Nyamuk Dewasa
Dengan Insektisida (fogging dan ULV)
Fisik
Kimiawi
Biologi
Gambar 3 Cara Pemberantasan DBD1
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung dari pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:1,8,22,24,25
1. Lingkungan
a. Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
b. Menguras bak mandi / penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
c. Mengganti / menguras vas bunga dan tempat minum burung sekali
seminggu.
d. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
e. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu / ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
13
a. Cara pengendalian kimiawi ini antara lain dengan:2,21,24,25
b. Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion,
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
c. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara tersebut di atas, yang disebut dengan “3M”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain juga dapat dilakukan beberapa tambahan
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll
sesuai dengan kondisi setempat.1,24,25
2.2 Perilaku mengenai 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)
Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
itu ke dalam 3 domain. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan
tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan
atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari:26
a) kognitif (cognitive domain),
b) afektif (affective domain),
c) psikomotor (psycomotor domain)
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:26
14
a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge)
b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude)
c) Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
materi pendidikan yang diberikan (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus
yang berupa materi atau objek luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru
pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk
sikap si subjek terhadap objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya
tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action)
terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi.26
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.26 Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan sebagai
parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan kesehatan masyarakat.27,28
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:26
a. Tahu (know) diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima.
15
b. Memahami (comprehention) yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar obyek yang diketahui secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (aplication) yaitu segala kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus-
rumus, metode, prinsip dalam kontak atau situasi lain.
d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi atau menyusun
formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi penilaian
terhadap materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / afektif
(senang, benci, sedih, dsb),di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang
obyek itu) serta aspek konatif / psikomotor (kecenderungan bertindak). Selain
bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda
16
(sangat benci, agak benci, dsb). Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya.26,27
Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:26
a. Menerima (receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah
adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu
masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan
tingkat sikap yang paling tinggi
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju,
setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).26
BAB III
KONSEP PENELITIAN
17
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
18
PENCEGAHAN KEJADIAN
DBD
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Health Style:
- 3M
Health Service:
- Informasi mengenai pencegahan
- Penyelidikan epidemiologi
Psikobiologik:
- Motivasi
Lingkungan:
Potensial Perindukan Vektor
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observational, dilakukan secara
cross sectional. Penelitian ini akan mendapatkan gambaran mengenai
pengetahuan, sikap, tindakan terhadap pencegahan kejadian penyakit DBD di RT
12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
4.2 Tempat dan Waktu
4.2.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur
Kecamatan Palaran.
4.2.2 Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15-19 Februari 2010.
4.3 Populasi, Sampel, dan Cara Pengambilan
4.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah Keluarga yang bertempat tinggal di
RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
4.3.2 Sampel
Kepala keluarga dan isterinya di masing-masing rumah di RT 12
Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran.
4.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel menggunakan simple random sampling yang
merupakan sebuah teknik penarikan sampel berdasarkan peluang (probability
19
sampling). Setiap subyek keluarga dalam populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai sampel.
Keterangan:
Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%)25
Berdasarkan besar populasi dari 180 Keluarga yang berada di RT 12 Kelurahan
Rawa Makmur Kecamatan Palaran, maka besar sampel yang didapat dari rumus di
atas adalah 64 sampel keluarga. maka masing-masing keluarga akan diambil dua
responden (kepala keluarga dan isterinya).
4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
4.4.1 Kriteria Inklusi
Bertempat tinggal di wilayah RT 12 Kelurahan Rawa Makmur
Kecamatan Palaran
Dalam satu keluarga harus terdapat kepala keluarga dan isterinya
Bersedia diwawancarai dengan mengisi dan menanda tangani
informed consent
4.4.2 Kriteria Eksklusi
Responden tidak ada di tempat atau tidak dapat ditemui saat waktu
pengambilan data
20
Dalam rumah tersebut tidak ada kepala keluarga lengkap dengan
isterinya dan sebaliknya
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai untuk penelitian ini dalam bentuk kuesioner.
4.6 Variabel Penelitian
4.6.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah program pemberantasan
sarang nyamuk melalui kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur).
4.6.2 Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini adalah :
a. Pengetahuan mengenai 3M.
b. Sikap mengenai 3M.
4.7 Cara Pengumpulan Data
4.7.1 Data Primer
Data primer yang dikumpulkan yaitu data kuantitatif. Data tersebut
didapatkan dengan melakukan kunjungan ke beberapa rumah (sesuai perhitungan
sampel). Setiap rumah yang dikunjungi harus mengambil responden sebanyak dua
orang (kepala keluarga dan isterinya).
4.7.2 Data Sekunder
21
Data sekunder diperoleh dari Monografi kelurahan, Laporan Tahunan
Puskesmas Palaran, serta kartu keluarga setiap rumah yang dijadikan sampel
untuk mengidentifikasi responden kepala keluarga dan responden istri.
4.8. Definisi Operasional (DO)
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah pemahaman responden tentang pencegahan terhadap
DBD. Dibagi dalam tiga kriteria:
Buruk : Jika responden memperoleh nilai 1-9 dari setiap pernyataan
pengetahun yang ada pada kuisioner
Kurang : Jika responden memperoleh nilai 10-19 dari setiap pernyataan
yang ada pada kuisioner
Baik : Jika responden memperoleh nilai 20-29 dari setiap pernyataan
pengetahun yang ada pada kuisioner
b. Sikap
Sikap adalah pendapat responden terhadap pencegahan DBD (pendapat
responden yang dinyatakan dalam pernyataan sikap sangat setuju, setuju, tidak
setuju, sangat tidak setuju). Dibagi dalam tiga kriteria:
Buruk : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 1-
30
Kurang : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan
skor 31-60
22
Baik : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 61-
90
c. Tindakan
Tindakan adalah tindakan yang dilakukan responden terhadap
pencegahan DBD (jawaban responden yang dinyatakan dalam ya dan tidak).
Dibagi dalam tiga kriteria:
Buruk : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 1-4
Kurang : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 5-9
Baik : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 10-13
4.9. Prosedur Kerja
4.9.1 Cara Kerja
1. Membuat kuesioner
2. Menentukan sampel.
3. Melakukan penelitian sesuai sampel terpilih.
4. Mengolah data dalam bentuk narasi, tabel dan diagram.
5. Analisis hasil penelitian.
6. Penyusunan hasil penelitian
23
4.9.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam penelitian ini:
4.9.3. Analisa Data
Analisa data yang dipergunakan adalah analisa univariat. Data yang
sudah terkumpul diolah dengan menggunakan program komputer microsoft excel.
Kemudian data akan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, distribusi, persentase,
gambar, dan narasi.
24
Knowledge Attitude
DATA
Pengolahan data
Practice
Hasil Penelitian
Melakukan penelitian pada rumah yang terpilih secara random di RT
12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran
Kuesioner
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rawa Makmur merupakan salah satu dari 5 kelurahan yang ada di
kecamatan Palaran. Kelurahan ini memiliki luas 1.187 hektar dan berbatasan
dengan Sungai Mahakam di sebelah utara, kelurahan Handil Bakti disebelah
selatan, kelurahan Sungai Palaran di sebelah barat, dan kelurahan Bukuan
disebelah timur. Rawa Makmur ini memiliki 47 RT. Jumlah penduduk adalah
14,068 jiwa terdiri dari laki-laki 6,959 jiwa dan perempuan sebanyak 7,109 jiwa.
Kepadatan penduduk 703 Jiwa/km2. Jumlah kepala keluarga adalah 4.219 kepala
keluarga dengan jumlah rumah sebanyak 4.143 rumah. Jumlah penduduk
terbanyak di kelurahan Rawa Makmur terdapat di RT 12, yaitu dengan jumlah
629 jiwa dan terdapat 180 kepala keluarga.
5.2 Hasil Penelitian
Hasil survei dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel, diagram
dan narasi sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Tabel 1 Gambaran Jumlah RespondenJenis Kelamin Jumlah PersentaseLaki-laki 64 50%Perempuan 64 50%Total 128 100%
25
Diagram 1 Gambaran Jumlah Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Dari tabel 1 dan diagram 1 di atas dapat dilihat bahwa karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebesar 50% dan perempuan
sebesar 50%. Pada penelitian ini mengambil sampel sebanyak 64 rumah, dimana
dalam satu rumah diambil 2 orang responden, yaitu suami dan isteri. Jadi, total
respondennya adalah 128 orang.
2. Umur
Tabel 2 Gambaran Kelompok Umur Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Kelompok Umur
Jumlah PersentaseSuami Isteri Suami Isteri
20-44 tahun 39 42 61% 66%45-54 tahun 13 12 20% 19%55-59 tahun 7 6 11% 9%≥ 60 tahun 5 4 8% 6%
Total 64 64 100% 100%
26
Diagram 2 Gambaran Kelompok Umur Responden di RT 12 K elurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 2 dan diagram 2 di atas menunjukkan, pada responden suami
dengan kelompok umur 20-44 tahun memiliki jumlah paling banyak, yaitu 39
responden (61%), dan seterusnya diikuti oleh umur 45-54 tahun dengan jumlah
responden 13 (20%), umur 55-59 tahun dengan jumlah 7 responden (11%), dan
terakhir mur ≥ 60 tahun dengan jumlah 5 responden (8%). Pada responden isteri
dengan kelompok umur 20-44 tahun memiliki jumlah paling banyak, yaitu 42
responden (66%), dan seterusnya diikuti oleh umur 45-54 tahun dengan jumlah
responden 12 (19%), umur 55-59 tahun dengan jumlah 6 responden (9%), dan
terakhir mur ≥ 60 tahun dengan jumlah 4 responden (6%).
3. Pendidikan
Tabel 3 Gambaran Pendidikan Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
PendidikanJumlah Persentase
Suami Isteri Suami IsteriSD 11 20 17% 31%SMP 18 11 28% 17%SMA 30 28 47% 44%D-3 3 1 5% 2%S-1 2 4 3% 6%Total 64 64 100% 100%
27
Diagram 3 Gambaran Pendidikan Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 3 dan Diagram 3 menunjukkan bahwa, pada responden suami
tingkat pendidikan terbanyak pada SMA dengan jumlah 30 responden (47%), lalu
SMP sebanyak 18 responden (17%), kemudian SD sebanyak 11 responden (17%),
setelah itu pendidikan D-3 dengan jumlah 3 responden (5%), dan terakhir pada
pendidikan S-1 dengan jumlah 2 responden (3%). Pada responden isteri tingkat
pendidikan terbanyak pada SMA dengan jumlah 28 responden (44%), lalu SD
sebanyak 20 responden (31%), kemudian SMP sebanyak 11 responden (17%),
setelah itu pendidikan S-1 dengan jumlah 4 responden (6%), dan terakhir pada
pendidikan D-3 dengan jumlah 1 responden (2%).
28
4. Pekerjaan
Tabel 4a Gambaran Pekerjaan Suami di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Pekerjaan Jumlah Persentase
karyawan pabrik 27 42%
pedagang 20 31%
tani 9 14%
supir 5 8%
pns 2 3%
Pensiunan PNS 1 2%
Total 64 100%
Diagram 4a Gambaran Pekerjaan Suami di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 4a dan Diagram 4a menunjukkan bahwa, responden suami
mayoritas pekerjaannya adalah karyawan pabrik dengan jumlah 27 responden
(42%) dan setersusnya diikuti oleh pedagang dengan jumlah 20 responden (31%),
tani 9 responden (14%), supir 5 responden (8%), PNS 2 responden (3%), dan
terakhir pensiunan PNS 1 responden (2%).
Tabel 4b Gambaran Pekerjaan Isteri di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
29
Pekerjaan Jumlah Persentasekaryawan pabrik 3 5%pedagang 6 9%tani 6 9%PNS 4 6%IRT 45 70%
Total 64 100%
Diagram 4b Gambaran Pekerjaan Isteri di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 4b dan Diagram 4b menunjukkan bahwa, responden isteri
mayoritas pekerjaannya adalah IRT dengan jumlah 45 responden (70%) dan
setersusnya diikuti oleh pedagang dengan jumlah 6 responden (10%), tani 6
responden (9%), PNS 4 responden (6%), dan terakhir karyawan pabrik 3
responden (5%).
30
5. Suku
Tabel 5 Gambaran Suku Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
SukuSuami Isteri
Jumlah Persentase Jumlah PersentaseJawa 53 83% 53 83%Bugis 4 6% 3 5%Timor 1 2% 1 2%Madura 2 3% 1 2%Toraja 1 2% 1 2%Melayu 1 2% 1 2%Aceh 1 2% 1 2%Kutai 0 0% 1 2%Banjar 1 2% 2 3%
Total 64 100% 64 100%
Diagram 5 Gambaran Suku Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
31
Tabel 5 dan Diagram 5 menunjukkan bahwa, pada responden suami
suku terbanyak adalah Jawa dengan jumlah 53 responden (83%) kemudian
seterusnya diikuti oleh suku Bugis 4 responden (6%), Madura 2 responden (3%),
Timor 1 responden 9 (2%), Toraja 1 responden (2%), Melayu 1 responden (2%),
Aceh 1 responden (2%), Banjar 1 responden (2%), dan terakhir kutai 0 responden
(0%). Pada responden isteri suku terbanyak adalah Jawa dengan jumlah 53
responden (83%) kemudian seterusnya diikuti oleh suku Bugis 3 responden (6%),
Banjar 2 responden (3%), Madura 1 responden (2%), Timor 1 responden 9 (2%),
Toraja 1 responden (2%), Melayu 1 responden (2%), Aceh 1 responden (2%), dan
terakhir kutai 1 responden (2%).
6. Agama
Tabel 6 Gambaran Agama Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Agama Jumlah PersentaseIslam 122 95%Kristen Katolik 2 2%Kristen Protestan 4 3%
Total 128 100%
Diagram 6 Gambaran Agama Responden di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
32
Tabel 6 dan Diagram 6 menunjukkan bahwa agama terbanyak pada
responden adalah Islam dengan jumlah 122 responden (95%), kemudian diikuti
oleh Kristen Protestan sebanyak 4 responden (3%) dan setelah itu Kristen Katolik
sebanyak 2 responden (2%).
7. Sumber Informasi Pencegahan DBD
Tabel 7 Gambaran Sumber Informasi Responden Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Sumber Informasi
Suami IsteriJumlah Persentase Jumlah Persentase
Televisi 22 34% 20 31%Puskesmas 21 33% 23 36%Koran 5 8% 7 11%Iklan 6 9% 6 9%Dokter 9 14% 8 13%Internet 1 2% 0 0%
Total 64 100% 64 100%
Diagram 7 Gambaran Sumber Informasi Responden Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
33
Tabel 7 dan diagram 7 menunjukkan bahwa pada kelompok responden
suami paling banyak memperoleh informasi mengenai pencegahan DBD dari
televisi sebanyak 22 responden (34%), puskesmas sebanyak 21 responden (33%),
dokter sebanyak 9 responden (14%), iklan sebanyak 6 responden (9%), koran
sebanyak 5 responden (8%), dan terakhir internet sebanyak 1 responden (2%).
Pada kelompok responden isteri paling banyak memperoleh informasi mengenai
pencegahan DBD dari puskesmas sebanyak 23 responden (36%), televise
sebanyak 20 responden (31%), dokter sebanyak 8 responden (13%), koran
sebanyak 7 responden (11%), iklan sebanyak 6 responden (9%), dan terakhir
internet sebanyak 0 responden (0%).
8. Pengetahuan
Tabel 8 Gambaran Pengetahuan Responden Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
PengetahuanJumlah Persentase
Suami Isteri Suami IsteriBuruk 6 6 9% 9%Kurang 27 25 42% 39%Baik 31 33 48% 52%
Total 64 64 100% 100%Keterangan :Buruk : Jika responden memperoleh nilai 1-9 dari setiap pernyataan pengetahun yang ada
pada kuisioner Kurang : Jika responden memperoleh nilai 10-19 dari setiap pernyataan yang ada pada
kuisionerBaik : Jika responden memperoleh nilai 20-29 dari setiap pernyataan pengetahun yang ada
pada kuisioner
34
Diagram 8 Gambaran Pengetahuan Responden Mengenai Pencegahan DBD di RT12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 8 dan diagram 8 menunjukkan bahwa pada kelompok responden
suami tingkat pengetahuan mengenai pencegahan DBD yang baik dengan jumlah
31 responden (48%), kurang 27 responden (42%), dan buruk sebanyak 6
responden (9%). Pada kelompok responden isteri tingkat pengetahuan yang baik
sebanyak 48 responden (52%), kurang 42 responden (39%), dan buruk sebanyak 9
responden (9%).
9. Sikap
Tabel 9 Gambaran Sikap Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
SikapJumlah Persentase
Suami Isteri Suami IsteriBuruk 0 0 0% 0%Kurang 5 4 8% 6%Baik 59 60 92% 94%Total 64 64 100% 100%
Keterangan :Buruk : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 1-30Kurang : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 31-60 Baik : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 61-90
35
Diagram 9 Gambaran Sikap Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 9 dan diagram 9 menunjukkan bahwa pada kelompok suami yang
memiliki sikap baik terhadap pencegahan DBD sebanyak 59 responden (92%),
yang memiliki sikap kurang sebanyak 5 responden (8%), dan yang memiliki sikap
buruk sebanyak 0 responden (0%). Pada kelompok isteri yang memiliki sikap baik
terhadap pencegahan DBD sebanyak 60 repsonden (94%), yang memiliki sikap
kurang 4 responden (6%), dan yang memiliki sikap buruk tidak ada (0%).
10. Tindakan
Tabel 10 Gambaran Tindakan Responden Terhadap Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
TindakanJumlah Persentase
Suami Isteri Suami IsteriBuruk 1 0 2% 0%Kurang 29 28 45% 44%Baik 34 36 53% 56%
Total 64 64 100% 100%Keterangan :Buruk : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 1-4Kurang : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 5-9 Baik : Jika responden menjawab pernyataan pada kuesioner dengan skor 10-13
36
Diagram 10 Gambaran Tindakan Responden Mengenai Pencegahan DBD di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Tabel 10 dan diagram 10 menunjukkan bahwa responden suami yang
memiliki tindakan baik tentang pencegahan DBD sebanyak 34 responden (53%),
yang memiliki sikap kurang sebanyak 29 responden (45%), dan yang memiliki
sikap buruk sebanyak 1 responden (2%). Pada responden isteri yang memiliki
tindakan baik tentang pencegahan terhadap penyakit DBD sebanyak 36 responden
(56%), responden yang memiliki sikap kurang sebanyak 28 responden (44%), dan
yang memiliki sikap buruk sebanyak 0 responden (0%).
37
11. Pengetahuan Berdasarkan Umur
Tabel 11a Gambaran Pengetahuan Suami Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Kelompok Umur
JumlahTotal
PersentaseTotal
Buruk Kurang Baik Buruk Kurang Baik20-44 tahun 1 16 22 39 3% 41% 56% 100%45-54 tahun 1 5 7 13 8% 38% 54% 100%55-59 tahun 3 2 2 7 43% 29% 29% 100%≥ 60 tahun 1 4 0 5 20% 80% 0% 100%
Total 6 27 31 64 9% 42% 48% 100%
Diagram 11a Gambaran Pengetahuan Suami Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Dilihat dari tabel 11a dan diagram 11a, pada responden suami dengan
kelompok umur 20-44 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 22 responden (56%), kurang sebanyak 16 responden
(41%), buruk sebanyak 1 responden (3%). Pada kelompok umur 45-54 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 7 responden
(54%), kurang sebanyak 5 responden (38%), buruk sebanyak 1 responden (8%).
Pada kelompok umur 55-59 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 2 responden (29%), kurang sebanyak 2 responden
38
(29%), buruk sebanyak 3 responden (43%). Pada kelompok umur ≥ 60 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 0 responden
(0%), kurang sebanyak 4 responden (80%), buruk sebanyak 1 responden (20%).
Tabel 11b Gambaran Pengetahuan Isteri Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Kelompok Umur
JumlahTotal
PersentaseTotal
Buruk Cukup Baik Buruk Cukup Baik20-44 tahun 2 15 25 42 5% 36% 60% 100%45-54 tahun 2 4 6 12 17% 33% 50% 100%55-59 tahun 1 3 2 6 17% 50% 33% 100%≥ 60 tahun 1 3 0 4 25% 75% 0% 100%
Total 6 25 33 64 9% 39% 52% 100%
Diagram 11b Gambaran Pengetahuan Isteri Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Umur di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Dilihat dari tabel 11b dan diagram 11b, pada responden isteri dengan
kelompok umur 20-44 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 25 responden (60%), kurang sebanyak 15 responden
(36%), buruk sebanyak 2 responden (5%). Pada kelompok umur 45-54 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 6 responden
39
(50%), kurang sebanyak 4 responden (33%), buruk sebanyak 2 responden (17%).
Pada kelompok umur 55-59 tahun yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pencegahan DBD sebanyak 2 responden (33%), kurang sebanyak 3 responden
(50%), buruk sebanyak 1 responden (17%). Pada kelompok umur ≥ 60 tahun yang
memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan DBD sebanyak 0 responden
(0%), kurang sebanyak 3 responden (75%), buruk sebanyak 1 responden (25%).
12. Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 12a Gambaran Pengetahuan Suami Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Pekerjaan di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
PekerjaanJumlah
TotalPersentase
TotalBuruk Kurang Baik Buruk Kurang Baik
karyawan pabrik 0 12 15 27 0% 44% 56% 100%pedagang 1 7 12 20 5% 35% 60% 100%tani 4 4 1 9 44% 44% 11% 100%supir 1 2 2 5 20% 40% 40% 100%PNS 0 1 1 2 0% 50% 50% 100%pensiunan PNS 0 0 1 1 0% 0% 100% 100%
Total 6 26 32 64 9% 41% 50% 100%
Diagram 12a Gambaran Pengetahuan Suami Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Pekerjaan di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
40
Dilihat dari tabel 12a dan diagram 12a, pada responden suami dengan
pekerjaan karyawan pabrik memiliki pengetahuan baik sebanyak 15 responden
(56%), kurang 12 responden (44%), buruk 0 responden (56%). Pada pedagang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 12 responden (60%), kurang 7 responden
(35%), buruk 1 responden (5%). Pada tani yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 1 responden (11%), kurang 4 responden (44%), buruk 4 responden
(44%). Pada supir yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 orang (40%),
kurang 2 responden (40%), dan buruk 1 responden (20%). Pada PNS yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 responden (50%), kurang 1 responden
(50%), dan buruk tidak ada (0%). Pada pensiunan PNS yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 1 responden (100%), kurang 0 responden (0%), buruk
0 responden (0%).
Tabel 12b Gambaran Pengetahuan Isteri Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Pekerjaan di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
PekerjaanJumlah
TotalPersentase
TotalBuruk Kurang Baik Buruk Kurang Baik
karyawan pabrik 0 2 1 3 0% 67% 33% 100%pedagang 0 1 5 6 0% 17% 83% 100%tani 3 3 1 7 43% 43% 14% 100%IRT 3 17 24 44 7% 39% 55% 100%pns 0 2 2 4 0% 50% 50% 100%
Total 6 25 33 64 9% 39% 52% 100%
41
Diagram 12b Gambaran Pengetahuan Isteri Mengenai Pencegahan DBD Berdasarkan Pekerjaan di RT 12 Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Palaran Tahun 2010
Dilihat dari tabel 12b dan diagram 12b, pada responden isteri dengan
pekerjaan karyawan pabrik memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 responden
(33%), kurang 2 responden (67%), buruk 0 responden (56%). Pada pedagang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 5 responden (83%), kurang 1 responden
(17%), buruk 0 responden (0%). Pada tani yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 1 responden (14%), kurang 3 responden (43%), buruk 3 responden
(43%). Pada IRT yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 24 orang (55%),
kurang 17 responden (39%), dan buruk 3 responden (7%). Pada PNS yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 responden (50%), kurang 2 responden
(50%), buruk 0 responden (0%).
42
13. Cek List Observasi Lingkungan Rumah Responden
Cek List
PernyataanIya Tidak
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1Menguras Bak mandi minimal 1 kali seminggu
44 69% 20 31%
2Semua penampungan air yang tidak diberi abate ditutup
8 13% 56 88%
3
Terdapat kaleng bekas, tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air hujan
55 86% 9 14%
4
Terdapat vas bunga ataupun tempat minuman burung/ayam/binatang peliharaan lainnya yang berisi air
4 6% 60 94%
5Terdapat jendela dan pintu yang memungkinkan cahaya matahari masuk
56 88% 8 13%
6Terdapat ventilasi di atas jendela dan pintu
53 83% 11 17%
7Terdapat kelambu di kamar tidur
38 59% 26 41%
8Gantung pakaian kotor di dalam kamar (dibalik pintu/dinding kamar)
62 97% 2 3%
9Menggunakan lotion anti nyamuk pagi jam 08.00-10.00 dan sore jam 15.00-17.00
4 6% 60 94%
10Menggunakan obat nyamuk pagi jam 08.00-10.00 dan sore jam 15.00-17.00
3 5% 61 95%
11Menggunakan ikan pemakan jentik
12 19% 52 81%
12Terdapat jentik minimal pada salah satu tempat penampungan air
11 17% 53 83%
13 Ibu sebagai pelaksana 3M 51 80% 13 20%
43
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 64 rumah, masih banyak
responden yang belum melaksanakan 3M dengan baik dalam usaha pencegahan
penyakit DBD. Menutup tempat penampungan air yang tidak diberi abate hanya
dilakukan oleh 8 rumah (13%). Terdapatnya jentik minimal pada satu tempat
penampungan air didapatkan pada 11 rumah (17%). Kalenga-kaleng bekas,
tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air bersih masih
banyak ditemukan di rumah responden, yaitu sebanyak 55 rumah (86%). Vas
bunga atau tempat minum ayam atau burung yang jarang dibersihkan masih
terdapat pada 4 rumah (6%). Kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar
masih banyak dilakukan oleh responden, sebanyak 62 rumah (97%) yang
didapatkan di dalam kamarnya menggantung pakaian. Jendela dan pintu yang
memungkinkan cahaya matahari masuk didapatkan pada 56 rumah (88%).
Ventilasi di atas jendela didapatkan pada 53 rumah (83%). Kelambu yang
didapatkan tergantung di kamar tidur ada pada 38 rumah (59%). Menggunakan
lotion anti nyamuk pada pukul 08.00-10.00 dan 15.00-17.00 didapatkan pada 4
rumah (6%). Menggunakan obat nyamuk (bakar, semprot, atau elektrik) pada
pukul 08.00-10.00 dan 15.00-17.00 didapatkan pada 3 rumah (5%). Menggunakan
ikan pemakan jentik hanya terdapat pada 12 rumah (19%), Ibu sesebagai
pelaksana kegiatan 3M dilakukan pada 51 rumah (80%). Menguras bak mandi
minimal seminggu sekali dilakukan oleh 44 rumah (69%).
44
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kepala keluarga dan
isterinya mengenai pencegahan penyakit demam berdarah mealalui penerapan
3M+ adalah baik, karena terdapat 64 responden (50%) yang menjawab pertanyaan
dengan baik sehingga nilainya masuk ke dalam kriteria baik. Kriteria baik ini pada
responden suami dan pada responden isteri tidak memberikan makna yang nyata
pada suami didapatkan 31 responden (48%) dan pada responden isteri sebanyak
33 responden (52%). Walaupun sebagian besar responden memiliki pengetahuan
yang baik mengenai 3M+, tetapi masih cukup banyak pula responden yang
tergolong masih kurang pengetahuannya, yakni 39% pada responden isteri, dan
42% pada responden suami. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor
yang mempengaruhi, misalnya pada penelitian ini masih cukup banyak responden
yang berpendidikan SD, yaitu sebanyak 31 responden (24%) dan berpendidikan
SMP, yaitu sebanyak 29 responden (23%). Seperti kita ketahui, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin luas pula pengetahuannya dan
lebih mudah memahami pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuisioner. Namun
bila dibandingkan antara suami dan isteri, kelompok responden isteri memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dari pada responden suami. Hal ini
mungkin dikarenakan para suami pada umumnya bekerja di luar rumah sehingga
tidak memiliki banyak waktu untuk menerima informasi tentang pencegahan
Demam Berdarah baik dari puskesmas (36%), televisi (31%), maupun sumber
45
informasi yang lainnya. Sedangkan kelompok responden isteri mayoritas bekerja
sebagai ibu rumah tangga, sehingga memiliki banyak waktu di rumah untuk
memperoleh informasi dari puskesmas dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan
puskesmas, seperti menghadiri kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Selain
itu IRT sering mengisi waktu senggangnya dengan menonton televisi, sehingga
dengan menonton televise dapat menambah pengetahuan IRT tersebut.
6.1.2 Gambaran Pengetahuan Berdasarkan Umur
Berdasarkan kelompok umur, tingkat pengetahuan pada kelompok
responden suami yang paling baik ditunjukkan oleh responden suami yang berasal
dari kelompok umur 20-44 tahun (56%). Dari penelitian yang dilakukan, makin
meningkatnya umur tetapi tingkat pengetahuannya semakin rendah, bahkan
pengetahuan mereka yang berasal dari kelompok umur ≥ 60 tahun dapat dikatakan
kurang (80%). Sementara berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh
Nursalam, bahwa dengan meningkatnya umur seseorang diharapkan tingkat
pengetahuan juga meningkat apalagi didukung dari latar belakang pendidikan dan
pengalaman sehingga mampu untuk mengambil keputusan.26 Namun dari hasil
penelitian yang didapatkan bahwa responden yang berusia lanjut (≥ 60 th) ternyata
memiliki pengetahuan yang kurang terutama mengenai 3M, kemungkinan
disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya karena faktor usia lanjut yang
menyebabkan fungsi intelektual yang memperlihatkan sifat-sifat perencanaan,
regulasi dan verifikasi, menurun secara bermakna.29 Schoenburg dan Coleangus
(1987) pun melaporkan bahwasanya proses degeneratif fungsi otak yang biasa
terjadi pada usia lanjut per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-
46
69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun
(Japardi, 2002). Seiring dengan hal tersebut, pada penelitian ini didapatkan
responden yang berusia ≥ 60 th memiliki pengetahuan yang kurang mengenai 3M
dibanding dengan kelompok usia yang lebih muda.
6.1.3 Gambaran Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat RT 12 baik kelompok suami maupun
isteri pada umumnya baik karena sebagian besar responden suami (47%)
pendidikan terakhirnya SMA, lalu SMP (28%), SD (17%), dan Perguruan Tinggi
(8%). Sedangkan responden isteri juga memiliki pendidikan terakhir SMA (44%),
lalu SD (31%), SMP (17%), PT (8%). Pada kelompok responden suami,
berdasarkan jenjang pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi, responden
yang tingkat pendidikannya D3 memiliki pengetahuan paling baik (67%) dan
tidak berbeda jauh dengan yang SMA yaitu 63%. Tingkat pengetahuan ini makin
berkurang seiring makin rendahnya tingkat pendidikan. Namun kelompok
responden suami berpendidikan terakhir S1 memiliki pengetahuan sebesar 50%,
angka ini sedikit lebih rendah dari responden SMA dan D3, hal ini mungkin
dikarenakan pengetahuan tentang pencegahan DBD dapat diperoleh di luar
bangku kuliah, seperti dari puskesmas, televisi, dan sebagainya.
Pada kelompok responden isteri, berdasarkan jenjang pendidikan mulai
dari SD hingga perguruan tinggi, responden yang tingkat pendidikannya SMP
memiliki pengetahuan paling baik (64%). Pola tingkat pengetahuan ini tidak
mengikuti pola makin berkurang seiring makin rendahnya tingkat pendidikan. Hal
ini terbukti dari tingkat pengetahuan kelompok SMP yang lebih tinggi dari
47
kelompok S1 dan SMA, meskipun hanya berbeda 10% saja. Hal ini semakin
memperkuat anggapan bahwa pengetahuan tentang pencegahan DBD bukan
hanya bisa diperoleh di pendidikan formal, tetapi dapat juga diperoleh di luar itu,
seperti dari puskesmas, televisi, dan sebagainya.
6.1.4 Gambaran Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan jenis pekerjaan, pada kelompok responden suami yang
memiliki tingkat pengetahuan paling baik mengenai 3M+ adalah responden
bekerja sebagai pedagang (60%). Kemudian bekerja karyawan pabrik adalah 56%
dan PNS sebesar 50%. Sedangkan yang sehari-harinya bekerja sebagai tani supir
masing-masing tingkat pengetahuannya bisa dikatakan cukup kurang dengan
persentase 44% dan 40%. Kurangnya pengetahuan tentang 3M+ pada supir dan
tani kemungkinan dipengaruhi oleh lamanya kewajiban mereka bekerja dalam
satu hari, berbeda dengan pekerjaan lainnya, supir dan tani bekerja sehari penuh
dari pagi hingga senja hari. Hal ini dapat mempengaruhi kesempatan mereka
untuk lebih banyak memperoleh informasi tentang pencegahan DBD. Di samping
itu, tingkat pengetahuan supir dan tani yang rendah dapat pula dipengaruhi oleh
pendidikan mereka, di mana seluruh responden tani adalah SD dan SMP, begitu
pula responden supir yang berpendidikan SD dan SMP, dan hanya satu orang
yang berpendidikan SMA. Sedangkan yang berprofesi sebagai PNS, karyawan
pabrik, dan pedagang berpendidikan mayoritas adalah SMA dan ada pula yang
lulusan sarjana, sehingga tingkat pengetahuan mereka paling baik di antar a
kelompok responden yang lainnya.
48
Berdasarkan jenis pekerjaan, pada kelompok responden isteri yang
memiliki tingkat pengetahuan paling baik mengenai 3M+ adalah responden
bekerja sebagai pedagang (83%). Kemudian bekerja IRT adalah 55% dan PNS
sebesar 50%. Sedangkan yang sehari-harinya bekerja sebagai tani dan karyawan
pabrik masing-masing tingkat pengetahuannya bisa dikatakan cukup kurang
dengan persentase 33% dan 14%. Kurangnya pengetahuan tentang 3M+ yang
paling rendah pada tani kemungkinan dipengaruhi oleh lamanya kewajiban
mereka bekerja dalam satu hari, berbeda dengan pekerjaan lainnya tani bekerja
sehari penuh dari pagi hingga senja hari. Hal ini dapat mempengaruhi kesempatan
mereka untuk lebih banyak memperoleh informasi tentang pencegahan DBD.
Tujuan kesehatan dewasa ini dititikberatkan pada preventif dan promotif
yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Ibu-ibu rumah tangga
salah satu dari kelompok perantara dalam rangka upaya promotif dan preventif
ini. Upaya pencegahan diantaranya adalah dengan melakukan penyuluhan
kesehatan tentang demam berdarah.31
6.2 Sikap
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pada umumnya (93%)
responden mempunyai sikap yang baik terhadap 3M+, seiring dengan tingkat
pengetahuan masyarakat yang juga tergolong baik (50%) mengenai 3M+. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmojo (1997) bahwa sikap
seseorang cenderung ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang dimilikinya.26
Pada kelompok responden suami diperoleh angka 92%, sedangkan pada
kelompok responden isteri diperoleh angka yang lebih tinggi yaitu 94%. Hal ini
sesuai dengan teori karena seiring dengan tingkat pengetahuan isteri yang lebih
49
tinggi dari pada suami, maka sikap kelompok responden isteri lebih tinggi pula
dari pada kelompok responden suami.
6.3 Tindakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya responden
memiliki tingkat tindakan 3M+ yang cukup baik, yaitu 55%. Pada responden pria,
diperoleh angka yang 53%, sedangkan pada responden isteri diperoleh angka yang
lebih tinggi, yaitu 56%, hal ini dapat dipengaruhi oleh pekerjaan dari isteri yang
paling banyak adalah ibu rumah tangga, sehingga lebih sering di rumah. Dengan
sering di rumah, sehingga lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan
3M+ di rumah.
Tingginya angka tingkat tindakan yang baik sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap, walaupun masih banyak hal lain yang mempengaruhi
tindakan, seperti persepsi, motivasi dan emosi.27 Sesuai juga dengan pernyataan
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.26
Hasil analisa data tentang pengetahuan, sikap dan perilaku berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso, dkk., 2005, dengan sampel 606 rumah
dan 6006 responden didapatkan 48,3% pengetahuan reponden terhadap DBD
adalah rendah dan 51,7% termasuk tinggi. Untuk sikap didapatkan bahwa 49,8%
sikap responden terhadap DBD positif dan 50,2% responden mempunyai sikap
negatif terhadap DBD. Sedangkan untuk perilaku didapatkan 54,3% responden
50
telah berperilaku baik dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit demam
berdarah dan sebaliknya 45,7% responden berperilaku masih belum sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh program P2 DBD. Rendahnya pengetahuan, sikap dan
tindakan responden memiliki potensi yang legih besar dalam kaitannya dengan
kejadian penyakit DBD. Tetapi, tidak ada hubungan yang sifnifikan antara
pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap indeks larva.32
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadi, 2006 pada 96
rumah, menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
reponden dengan keberadaan jentik di rumah responden. Selain itu, ada hubungan
yang bermakna antara sikap responden dengan keberadaan jentik di rumah
responden. Ada hubungan yang bermakna antara praktik responden tentang
pencegahan melalui PSN abatisasi dengan keberadaan jentik di rumah
responden.33
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Devi, 2007, memiliki
kesimpulan yang berbeda dengan penelitian lainnya dimana pengetahuan (gejala
DBD, cara penularan dan perilaku nyamuk Aedes) dengan tingkat endemisitas
DBD tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dan perilaku kesehatan cara
pengendalian vektor dan penanganan awal terhadap gejala DBD dengan tingkat
endemisitas DBD.34
6.4 Cheklist observasi lingkungan dalam dan luar rumah
51
Untuk melengkapi penelitian tentang tindakan, pada penelitian ini
dilakukan pula pendataan checklist terhadap variabel 3M+ yang dapat diamati
dengan memeriksa ke dalam rumah maupun lingkungan di luar rumah.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat banyak sekali
hal-hal yang ditemukan di dalam maupun di luar rumah yang dapat menjadi faktor
resiko tertular DBD.
Dari hasil penelitian ditemukan tempat penampungan yang tidak diberi
abate yang tidak ditutup sebanyak 56 rumah (88%). Adanya jentik minimal pada
salah satu tempat penampungan air pada 11 rumah(17%). Ditemukan kaleng
bekas, tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air hujan pada
55 rumah(86%). Ditemukan adanya pakaian kotor yang digantung di dalam kamar
pada 62 rumah(97%). Responden juga mengatakan bahwa menggunakan lotion
anti nyamuk pada waktu yang kurang tepat, pada sebanyak 60 rumah atau 94%.
Dan responden yang menggunakan obat nyamuk bakar pada waktu yang kurang
tepat sebanyak 61 rumah (95%).
Masih banyak penggunaan lotion anti nyamuk dan obat nyamuk pada
waktu yang tidak tepat. Seharusnya lotion anti nyamuk dan obat nyamuk
(semprot,bakar, elektrik digunakan pada pagi (pukul 8-10) dan sore hari (pukul 3-
5. Menurut penelitian, nyamuk Aedes aegypti biasanya terbang pada waktu-waktu
tersebut.
Dari hasil pendataan observasi lingkungan dalam dan luar rumah
tersebut dapat disimpulkan bahwa resiko terkena DBD pada warga RT 12 masih
sangat tinggi, sebab masih banyak tempat penampungan yang tidak diberi abate
yang tidak ditutup, jentik minimal pada salah satu tempat penampungan air,
52
kaleng bekas, tempurung kelapa, atau tempat lain yang dapat menampung air
hujan, pakaian kotor yang digantung di dalam kamar. Tempat-tempat di atas
sangat berpotensi sekali menjadi tempat perkembangbiakan maupun tempat
bersarangnya nyamuk Aedes aegypti. Untuk mengurangi adanya tempat-tempat
yang bisa menampung air bersih maka sebaiknya dilakukan gotong royong secara
rutin yang melibatkan semua warga RT 12. Selain itu, setiap warga RT 12 harus
memiliki kebiasaan untuk selalu mengubur benda-benda yang berpotesi sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk. Masih banyaknya temapt penampungan air
yang tidak ditutup sangat beresiko menyebabkan tingginya angka jentik. Namun,
jentik pada wilayah RT ini hanya ditemukan sebesar 17%. Hal ini dikarenakan
warga sering menguras bak mandinya minimal 1 minggu sekali sehingga nyamuk
tidak sempat berkembang biak. Tetapi jika hal ini tidak diwaspadai maka angka
penderita DBD akan semakin meningkat karena masih banyaknya faktor-faktor
lain yang ditemukan di wilayah RT 12 ini berpotensi menyebabkan terjadinya
DBD.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayu, 2006, pada 82 responden
didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan antara
kebiasaan menutup tempat penampungan air, kebiasaan menguras tempat
penampungan air dan kebiasaan membuang sampah dengan kejadian penyakit
DBD. Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan
kejadian penyakit DBD. Berdasarkan penelitian tersebut perlu diakukan PSN
dengan 3M yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat
penampungan air, dan mengubur barang bekas.35
53
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fathi, dkk., 2005 pada 200
sampel disimpulkan bahwa faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air ,
baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, merupakan
faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya Kejadian Luar
Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue.13
Demikian pula penelitian yang dilakukan Devi, 2005, dengan kesimpulan
ada hubungan yang signifikan antara kondisi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes (MI) dengan (PI) di wilayah endemis dan tidak ada hubungan yang
signifikan antara kondisi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes (MI) dengan
indeks kepadatan nyamuk Aedes di wilayah sporadic. Ada hubungan yang kuat
antara kondisi fisik perumahan terhadap indeks kepadatan nyamuk Aedes berupa
(HI) dan (BI) di wilayah endemis; dan kualitas perumahan terhadap indeks
kepadatan nyamuk Aedes berupa (HI) dan (CI) di wilayah sporadis.34
54
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengetahuan, sikap
dan tindakan kepala keluarga beserta isteri mengenai pencegahan penyakit DBD
dan observasi lingkungan di dalam dan luar rumah, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengetahuan kepala keluarga beserta isterinya di RT 12 kelurahan Rawa
Makmur Kecamatan Palaran mengenai pencegahan penyakit DBD melalui
kegiatan 3M+ adalah baik dengan persentase masing-masing adalah 48% dan
52%.
2. Sikap kepala keluarga beserta isterinya di RT 12 kelurahan Rawa Makmur
Kecamatan Palaran mengenai pencegahan penyakit DBD melalui kegiatan
3M+ adalah baik dengan persentase masing-masing adalah 92% dan 95%.
3. Tindakan kepala keluarga beserta isterinya di RT 12 kelurahan Rawa
Makmur Kecamatan Palaran mengenai pencegahan penyakit DBD melalui
kegiatan 3M+ adalah baik dengan persentase masing-masing adalah 53% dan
56%.
4. Checklist observasi lingkungan di dalam dan luar rumah menunjukkan bahwa
masih terdapat tempat-tempat beresiko yang sangat berpotensi sekali menjadi
tempat perkembangbiakan maupun tempat bersarangnya nyamuk Aedes
aegypti.
55
7.2 Saran
1. Perlu digalakkan kembali gotong royong di RT 12 Rawamakmur Kecamatan
Palaran agar lingkungan di RT 12 bersih sehingga dapat mengurangi
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
2. Perlu dilaksanankannya kegiatan pemerantasan sarang nyamuk secara
mandiri dan teratur sesuai standar.
3. Puskesmas perlu menggiatkan sosialisasi pentingnya melakukan kegiatan
3M+ di masing-masing rumah.
4. Kader jumantik perlu lebih giat dalam melaksanakan pemeriksaan jentik
berkala agar jumlah jentik di RT 12 ini tidak menjadi lebih banyak.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI, 2005. Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Indonesia: Jakarta.
2. Yudhastuti R, Vidyani A, 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, Dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. [Internet]. Bersumber dari : <http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-08.pdf> [Diakses tanggal 4 Agustus 2008].
3. Kompas Cyber Media, 2008. Window Screen Untuk DBD. Jakarta : Depkes RI.
4. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. 2006: 1-24, 45-84, 85-132, 169-200.
5. Rampengan TH. Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Dlm: Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005: 122-149.
6. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management of Childhood Illness. 2005, 5; 13: 1-34.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Pengendalian Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2007.
8. Dinas Kesehatan Kota Samarinda, 2008. Data Penderita DBD Per Kecamatan Tahun 2008.
9. Puskesmas Palaran, 2007. Laporan Tahunan Puskesmas Palaran Tahun 2007. Samarinda : Puskesmas Palaran.
10. Puskesmas Palaran, 2009. Laporan Tahunan Puskesmas Palaran Tahun 2009. Samarinda : Puskesmas Palaran.
11. Kep.Dirjen PPM-PLP, 1996. Menggerakkan Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD); Petunjuk bagi Kader dan Tokoh Masyarakat pada Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI.
12. Departemen Kesehatan, 2006. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Depkes RI: Jakarta.
57
13. Fathi dkk, 2005. Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram. [Internet]. Bersumber dari : <http://www.journal.unair.ac.id/login/jurnal/filer/KESLING-2-1-01.pdf> [Diakses tanggal 18 Februari 2008].
14. Indrajaya T, Ghanie A. Demam Berdarah Dengue. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. PAPDI. Jakarta. 2003.
15. Hadinegoro RH, Satari HI. Demam Berdarah Dengue (Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dalam Tatalaksana kasus DBD). Jakarta: FKUI. 1998.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit DBD. Direktorat Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 1992.
17. Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur. Profil Kesehatan Kaltim. Samarinda: 17 Propinsi Kaltim. 2005.
18. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, dkk. Demam Berdarah Dengue. Dlm: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000: 419-428.
19. CDC. Dengue Hemorrhagic Fever in U.S.-Mexico Border, 2005. MMWR. August 10, 2007, 56; (31): 785-789.
20. Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Data Kasus Demam Berdarah Dengue. Samarinda: Dinas Kesehatan Kota. 2007.
21. Kristina , dkk. Demam Berdarah Dengue. Fenbruari 2007. (online). (http://www.salam-online.com/2007[02/25, diakses 9 Desember 2008)
22. CDC, 2005. Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti. [Internet]. Bersumber dari : <http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/arbor/images/aedes.jpg> [Diakses tanggal 8 Agustus 2008].
23. Haltead, S. 1999. Arbovirus, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II Edisi 15. EGC: Jakarta Hal 1134,113.
24. Djunaedi D, 2006. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaannya. Malang : Universitas Muhammadiyah.
58
25. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI.
26. Notoadmodjo S, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
27. Sarwono S, 1997. Sosiologi Kesehatan : Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
28. Slamet SJ, 1994. Kesehatan lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
29. Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
30. Japardi I, 2002. [Internet]. Penyakit Alzheimer. Bersumber dari : <http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi38.pdf> [Diakses tanggal 25 Oktober 2008].
31. Muhlisin A, Pratiwi A. Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo. Warta. Volume 9. Nomor 2. September, 2006: 123-129.
32. Santoso, Anif B. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) asyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan. Volume 7. Nomor 2, Agustus 2008: 732 – 739.
33. Warsito H. 2005. Hubungan Perilaku Masyarakat tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan Sejati Kota Bandung.
34. Octaviana D. 2007. Faktor Resiko Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
35. Fitria AU. 2006. Beberapa Faktor Perilaku Kepala Keluarga yang Berhububgan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.
59