pengalaman interaksi sosial pada anak · pdf file10 pedoman wawancara dokter 11 data demografi...

96
i PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK PENDERITA LEUKEMIA YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI “Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai gelar sarjana keperawatan” Oleh : Debby Septiana Pertiwi NIM S10.008 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014

Upload: donhan

Post on 02-Mar-2018

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

i

PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK

PENDERITA LEUKEMIA YANG MENJALANI

KEMOTERAPI DI RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

SKRIPSI

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai gelar sarjana keperawatan”

Oleh :

Debby Septiana Pertiwi

NIM S10.008

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

Page 2: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

ii

Page 3: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Debby Septiana Pertiwi

NIM : S10.008

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada

Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.

2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,

tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan

Tim Penguji.

3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama

pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka

saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang

telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma

yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Surakarta, 12 Juni 2014

Yang membuat pernyataan,

(Debby Septiana Pertiwi)

S10.008

Page 4: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

iv

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Pengalaman Interaksi Sosial Pada Anak Penderita Leukemia Yang

Menjalani Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Dalam penyusunan

skripsi ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai

pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada

Surakarta.

2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program

Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan penguji I

yang telah memberikan masukan selama penyusunan skripsi.

3. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Pembimbing I yang

telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Yuana Dwi Anggraini, S.Kep., Ns, selaku pembimbing II yang juga

telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.

5. Bapak Rendy Editya, S.Kep., Ns, yang telah memberikan masukan dan

arahan selama penyusunan skripsi.

6. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S1 Keperawatan STIKes

Kusuma Husada Surakarta.

Page 5: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

v

7. Direktur dan staf DIKLIT RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah

memberikan ijin dan arahan untuk peneliti dalam melakukan penelitian.

8. Perawat bangsal Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah

memberikan bantuan selama proses penelitian.

9. Seluruh partisipan yang telah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

10. Orang tua tercinta, yaitu Bapak R. Dodi Satoto Purnomo, Ibu Suhartini,

dan adik tersayang R. Ambeg Parama Artha Legawa yang selalu

memberikan dukungan, motivasi, doa dan kasih sayangnya sepanjang

waktu.

11. Keluarga di Surakarta yaitu Bapak Aris Wibowo dan Ibu Djenitri Hesti

Wulan Prasetyani, ST, yang telah memberikan dukungan dan motivasi

dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman-teman angkatan 2010 / S10 tersayang, yang saling mendukung dan

membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat

balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Selanjutnya peneliti sangat

mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini sehingga

dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.

Surakarta, 12 Juni 2014

Peneliti

Page 6: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii

SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x

ABSTRAK ...................................................................................................... xi

ABSTRACT ................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 7

1.5 Keaslian Penelitian .......................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 10

2.1 Konsep leukemia ........................................................................... 10

2.2 Kemoterapi .................................................................................... 14

2.3 Tahap tumbuh kembang anak usia sekolah ................................... 21

2.4 Interaksi Sosial .............................................................................. 23

Page 7: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

vii

2.5 Kerangka berfikir ........................................................................... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 27

3.1 Bentuk dan strategi penelitian ....................................................... 27

3.2 Teknik sampling ............................................................................ 28

3.3 Tempat penelitian .......................................................................... 29

3.4 Waktu penelitian ............................................................................ 29

3.5 Sumber data ................................................................................... 29

3.6 Teknik pengumpulan data ............................................................. 31

3.7 Validasi data .................................................................................. 33

3.8 Analisis data .................................................................................. 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian.. ...................................................... 38

4.2 Sajian Data ..................................................................................... 41

4.3 Temuan Penelitian ......................................................................... 56

4.4 Pembahasan ................................................................................... 59

4.5 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .................................................................................... 78

5.2 Saran ............................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Tabel Halaman

1.1 Keaslian Penelitian 8

Page 9: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berfikir Penelitian 23

3.1 Model Analisis Interaktif 34

Page 10: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran

Keterangan

1 Usul topik penelitian

2 Pengajuan Judul

3 Pengajuan ijin study pendahuluan

4 Pengajuan ijin penelitian

5 Jadwal Penelitian

6 Penjelasan Penelitian

7 Surat Pernyataan Bersedia Berpartisipasi Sebagai Responden

Penelitian

8 Pedoman Wawancara

9 Pedoman Wawancara Orangtua

10 Pedoman Wawancara Dokter

11 Data Demografi Partisipan

12 Data Demografi Partisipan (care giver)

13 Catatan Lapangan

14 Transkrip Wawancara Mendalam

15 Surat Permohonan Studi Pendahuluan

16 Surat Ijin Studi Pendahuluan

17 Surat Permohonan Ijin Penelitian

18 Surat Pengantar Penelitian

19 Surat Kelayakan Etik

20 Lembar Konsultasi Pembimbing

Page 11: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

xi

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2014

Debby Septiana Pertiwi

Pengalaman Interaksi Sosial pada Anak Penderita Leukemia yang Menjalani

Kemoterapi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta

Abstrak

Semakin meningkatnya angka kejadian leukemia pada anak usia 6-12

tahun, membuat anak harus menjalani beragam terapi untuk proses kesembuhan.

Proses kemoterapi sebagai terapi yang dijalani memiliki banyak dampak pada

interaksi sosial anak, karena waktu untuk bermain akan digantikan dengan terapi.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial yang terjadi

pada anak yang menjalani kemoterapi.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain

fenomenologi. Partisipan penelitian ini terdiri dari 4 partisipan anak yang

menderita leukemia dan menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Penelitian berlangsung dari tangal 1 April- 30 April 2014. Teknik pengumpulan

data yang digunakan pada penelitian ini ialah wawancara mendalam dan

observasi. Analisis data yang digunakan ialah analisis interaktif.

Temuan hasil penelitian ini antara lain : respon terhadap penyakit

leukemia dan terapi yang dijalani digambarkan dengan kanker darah dan

kemoterapi sebagai “disuntik”, dampak fisiologis yang dialami ialah mual, rontok,

lemas, moon face dan ulserasi mukosa, dampak psikologis pada anak gangguan

konsep diri, penurunan rasa aman dan nyaman, proses berduka. Terganggunya

hubungan dengan teman sebaya membuat anak lebih senang bermain sendiri.

Simpulan dari penelitian ialah 3 partisipan menunjukkan adanya kesulitan dalam

berinteraksi dengan lingkungan dan kontak sosial serta komunikasi baru terjalin

setelah hari pertama dikarenakan efek kemoterapi yang membuat mereka merasa

berbeda.

Kata Kunci : Interaksi sosial, Leukemia, Kemoterapi, anak usia sekolah.

Daftar pustaka : 26 (2003-2013)

Page 12: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

xii

BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE

KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA

2014

Debby Septiana Pertiwi

SOCIAL INTERACTION EXPERIENCES OF THE LEUKEMIA

CHILDREN UNDERGOING CHEMOTHERAPY AT DR. MOEWARDI

LOCAL GENERAL HOSPITAL OF SURAKARTA

Abstract

The increasing number of incidences of leukemia in children with Primary

School age of 6 – 12 years old makes them undergo various therapies for their

recovery. One of them is chemotherapy. However, the chemotherapy that they

undergo has many impacts on their social interaction as their time to play shall be

sacrificed for their therapy. The objective of this research is to investigate how the

social interaction of the leukemia children undergoing chemotherapy takes place.

This research used the qualitative research method with the

phenomenological design. It was conducted from April 01st to April 30

th, 2014.

The participants of this research were four children suffering from leukemia and

undergoing chemotherapy at Dr. Moewardi Local General Hospital of Surakarta.

The data of the research were gathered through in-depth interview and

observation. They were analyzed by using the interactive model of analysis.

The results of the research are as follows: The responses toward the

leukemia disease and the therapy that they undergone are described with blood

cancer and “being injected”. The physiological impacts experienced by the

leukemia children include nausea, hair fall, limpness, moon face, and mucosal

ulceration. In addition, the psychological impacts that they experience are self-

concept disorder, safe and comfortable feeling decrease, and grieving process. The

disruption of their peer relationships makes them more excited to play on their

own. Thus, it can be concluded that 3 out of four participants of this research have

a difficulty in their social interaction with their environment, and their social

contact and communication only occur after the first day of their treatment. It is

due to the fact that the effect of chemotherapy makes them feel different.

Keywords: Social interaction, leukemia, chemotherapy, and children with

Primary School age.

References: 26 (2003-2013)

Page 13: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kronik dan hospitalisasi sering kali menjadi masalah pertama

yang harus dihadapi oleh anak. Anak sangat rentan terhadap dampak dari

hospitalisasi yang terjadi karena stress akibat perubahan dari keadaan sehat

biasa dan rutinitas lingkungan, serta sebagian anak memiliki mekanisme

koping yang terbatas dalam penanganan stressor. Stressor utama yang

dihadapi utama oleh anak ialah perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh,

dan nyeri (Wong 2009). Penyakit kronik merupakan keadaan sakit yang

terjadi lebih dari 12 bulan. Penyakit kronik yang banyak terjadi pada anak

diantaranya asma, diabetes, penyakit jantung, kanker, epilepsi, HIV, dan

anemia (Aritonang 2008).

Kanker merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat karena

angka kejadian dan kematiannya terus merayap naik. World Health

Organisation (WHO) pada tahun 2008 menyatakan bahwa kanker merupakan

penyakit mematikan yang menduduki posisi kedua di dunia setelah penyakit

kardiovaskuler. Angka kematian di dunia yang disebabkan oleh kanker pada

tahun 2008 ialah sebanyak 7,6 juta orang atau 21 % dari jumlah penyakit

tidak mematikan di dunia. WHO (2003) menjelaskan bahwa, setiap tahun

timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi

peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Kementerian Kesehatan

Page 14: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

(Kemenkes) pada tahun 2013 menjelaskan bahwa penderita kanker pada

tahun 2020 jumlahnya akan meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta

orang diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak

dilakukan intervensi yang memadai.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan

prevalensi tumor di masyarakat sebesar 4,3 per 1000 penduduk. Prevalensi

tumor atau kanker tertinggi dilaporkan di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY), yaitu 9,6 per 1000 penduduk, terendah di Provinsi

Maluku, yaitu 1,5 per 1000 penduduk. Prevalensi tumor atau kanker

umumnya lebih tinggi pada perempuan, sebesar 5,7 per 1000 penduduk

dibandingkan dengan pada laki-laki, sebesar 2,9 per 1000 penduduk

(Kemenkes 2013). Insidensi penderita kanker pada tahun 2020 akan mencapai

20 juta jiwa dan mortalitas mencapai 12 juta jiwa dengan peningkatan

pertumbuhan penduduk yang mencapai 80 miliar, dan terjadi di negara

berkembang (Japaries 2013).

Kanker dapat terjadi pada semua kalangan masyarakat tanpa

memandang umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi. Kanker pada anak

sampai saat ini belum diketahui pasti jumlahnya. Penelitian yang dilakukan

oleh Camargo et al (2009) menyatakan bahwa insiden terjadinya penyakit

kanker pada anak dan remaja berkisar antara 92 – 220 per 1 juta anak. Angka

tertinggi ditemukan pada rentang usia anak 1-4 tahun. Penelitian ini juga

menyatakan bahwa kanker terbanyak yang ditemukan pada anak adalah

leukemia, limfoma dan tumor otak.

Page 15: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Kanker terbanyak yang ditemukan pada anak di China ialah leukemia dengan

insidensi sekitar 2,67/100.000, mendekati Negara Asia lain, namun lebih

rendah dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika ( Japaries 2003).

WHO tahun 2008 menyatakan bahwa insidensi penderita leukemia sebesar

350.434 jiwa atau 2.8%, dan prevalensi selama kurun waktu 5 tahun terakhir

jumlah penderita leukemia sebesar 499.874 jiwa atau 1,7%. Penderita

leukemia di Indonesia tercatat sebesar 11.007 jiwa atau 3,8%. Data registrasi

kanker berbasis rumah sakit di DKI Jakarta tahun 2005, kanker pada anak

usia 0-17 tahun terbanyak adalah leukemia (33,7%). Kanker pada anak

merupakan 4,9% dari kanker pada semua usia. Kanker pada anak lebih

banyak menyerang laki-laki (53,5%) daripada perempuan (46,5%). Upaya

pengendalian penyakit kanker di Indonesia telah banyak dilaksanakan oleh

Depkes dan pihak-pihak lain di luar pemerintah, seperti Yayasan Kanker

Indonesia (YKI), Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna (PKTP), Proyek

Female Cancer Control (FcP), Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI),

Yayasan Kasih Kanker Anak Indonesia (YKAKI), dan lain-lain (Depkes

2009).

Hasil pra penelitian yang peneliti lakukan di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta pada tanggal 30 November 2013 didapatkan data bahwa jumlah

penderita leukemia pada tahun 2012 sebesar 151 anak dengan kisaran usia 5-

14 tahun sebanyak 64 anak, sementara pada tahun 2013 diketahui bahwa

penderita leukemia meningkat menjadi 355 anak. Jumlah penderita leukemia,

Page 16: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

berdasarkan data pada bulan Oktober sampai November 2013 diketahui

sebanyak 59 anak.

Sebagian besar bahkan hampir seluruh penderita kanker harus

menjalani pengobatan yang menghabiskan waktu lama. Pengobatan utama

yang harus dijalani anak penderita leukemia ialah kemoterapi (Wong 2009).

Kemoterapi merupakan terapi sistemik pertama untuk setiap kanker. Terapi

ini sering kali terdiri atas kombinasi beberapa obat, yang lebih efektif darpada

penggunaan obat tunggal. Kemoterapi juga memiliki beberapa efek samping

yang menyebabkan anak merasa kurang nyaman seperti nyeri, mual, muntah,

rambut rontok, dan lainnya (Rudolph 2007).

Pelaksanaan kemoterapi dan pemantauan kemajuan pengobatan secara

rutin membuat anak harus beberapa kali berkunjung dan menginap di rumah

sakit. Rasa sakit dan rumah sakit sering kali menjadi krisis pertama anak yang

harus dihadapi. Krisis ini disebabkan oleh stres anak terhadap perubahan

keadaan sehat, cedera tubuh, nyeri dan perpisahan yang membuat anak

menjadi kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan dan aktivitas

sosialnya (Wong 2009).

Penderita kanker pada anak merupakan suatu masalah yang sangat

penting yang harus diperhatikan, karena pada fase ini anak usia sekolah (6-12

tahun) mulai memiliki kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan

kelompok teman sebaya, keinginan untuk diterima menjadi anggota

kelompok, dan merasa tidak senang apabila ditolak dalam kelompok. Anak

usia sekolah (6-12 tahun) sudah dapat merasakan rangsangan intelektual,

Page 17: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

memperluas hubungan sosial dengan teman sebaya (peer group), serta

kemampuan mengontrol emosi (Yusuf 2009).

Masalah utama seorang anak terhadap penyakit yang dideritanya ialah

ancaman terhadap stressor dan koping yang belum terkontrol. Anak pada usia

sekolah ini sering kali merasa cemas akibat perpisahan dan perubahan akibat

cedera tubuh. Secara umum anak usia sekolah lebih mampu melakukan

koping terhadap perpisahan ataupun stres namun anak pada usia sekolah

pertengahan ini memiliki aktivitas fisik dan mental yang tinggi dan kerap

tidak sesuai dengan lingkungan rumah sakit, mereka kehilangan rutinitas, dan

merasa khawatir tidak mampu berkompetisi atau “menyesuaikan diri” dengan

teman sebayanya. Kesepian, isolasi sosial, kesulitan berinteraksi dengan

lingkungan dan depresi umum terjadi pada mereka (Wong 2009). Penelitian

yang dilakukan oleh Moore et al (2003) di Amerika menyatakan bahwa anak

yang menderita leukemia dan menjalani kemoterapi mengalami kecemasan

dan kegelisahan yang cukup tinggi dibandingkan anak tanpa kanker.

Penderita leukemia ini cenderung mengalami depresi, penarikan diri, dan

stress sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Katz et al (2010) menjelaskan

bahwa anak yang berusia 7-12 tahun yang mengalami leukemia limfosit akut

memiliki interaksi yang kurang saat bermain dengan teman sebayanya

dibandingkan dengan anak yang sehat.

Penelitian Rizkiana dan Retnaningsih (2009) menyatakan bahwa

leukemia pada anak dan remaja kerap kali menyebabkan keterbatasan pada

semua aktivitas dan perubahan pada kepribadian anak. Banyak hal yang

Page 18: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

mempengaruhi keadaan psikologis anak dengan kanker, diantaranya anak

akan merasa bersalah kepada keluarga sementara disisi lain anak sangat

membutuhkan perhatian dikarenakan ketidakberdayaannya.

Berdasarkan penelitian dan litelatur yang ada menjelaskan bahwa

terdapat gangguan interaksi sosial dan koping pada anak yang menderita

kanker, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengalaman interaksi

sosial pada anak yang menderita leukemia disertai terapi kemoterapi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat

diambil dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana respon anak mengenai penyakit leukemia dan terapi yang

dijalani ?

2. Bagaimana dampak kemoterapi yang dijalani oleh anak penderita

leukemia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ?

3. Bagaimana pengalaman interaksi sosial penderita leukemia pada anak

yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ?

4. Bagaimana mekanisme interaksi sosial penderita leukemia pada anak

yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ?

Page 19: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman dan mekanisme

interaksi sosial penderita leukemia pada anak yang menjalani kemoterapi

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui respon anak mengenai leukemia dan terapi yang dijalani

2. Mengetahui dampak kemoterapi pada anak yang menderita leukemia

3. Mengetahui pengalaman interaksi sosial pada anak penderita leukemia

yang menjalani kemoterapi

4. Mengetahui mekanisme interaksi sosial pada anak penderita leukemia

yang menjalani kemoterapi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan yang berharga bagi

peneliti selanjutnya dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam

mengembangkan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam ilmu

keperawatan khususnya keperawatan anak terhadap interaksi sosial

penderita leukemia yang menjalani kemoterapi

Page 20: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

1.4.3 Manfaat bagi Praktisi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan strategi dalam

pemberian dan pendekatan asuhan keperawatan pada anak yang memiliki

penyakit kronik.

1.5 Keaslian Penelitian

Berikut beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian yang peneliti

lakukan yaitu :

Table 1.1 Keaslian penelitian

Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Metode yang

digunakan

Hasil penelitian

Moore IM,

Challinor

J, Pasvogel

A,

Matthay

K, et all

2003

Online

exclusive:

behavioral

adjustment

of children

and

adolescents

with cancer:

teacher,

parent, and

self-report

Metode

penelitian

yang

digunakan

ialah

kuantitatif

dengan desain

descriptive,

cross sectional

design.

Hasil dari

penelitian ini

menjelaskan

bahwa dari 47

anak dan remaja

yang menderita

kanker dan

melakukan semua

terapi terdapat

20% anak dan

remaja yang

mengalami

masalah dalam

kemampuan

beradaptasi,

kecemasan,

menarik diri, dan

depresi.

Katz LF,

Leary A,

Breiger D,

and

Friedman

D 2010

Pediatric

Cancer and

the Quality of

Children’s

Dyadic Peer

Interactions

Penelitian ini

menggunakan

metodologi

jenis Kualitatif,

dengan desain

fenomenologi

Hasil dari

penelitian ini

menjelaskan

bahwa anak yang

berusia 7-12

tahun yang

mengalami

leukemia limfosit

akut memiliki

Page 21: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

interaksi yang

kurang saat

bermain dengan

teman sebayanya

dibandingkan

dengan anak yang

sehat.

Page 22: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Leukemia

2.1.1 Pengertian Leukemia

Kanker adalah jaringan baru (neoplasma) yang tumbuh dalam

tubuh akibat pengaruh berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan

jaringan setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas

pertumbuhannya (Japaries 2013). Leukemia merupakan istilah luas yang

diberikan pada sekelompok penyakit ganas sumsum tulang dan system

limfatik (Wong 2009).

2.1.2 Penyebab Leukemia

Penyebab leukemia pada manusia tetap belum diketahui, akan

tetapi, beberapa faktor predisposisi atau faktor yang berperan telah

dipengaruhi, termasuk faktor lingkungan dan genetik serta keadaan

imunodefisiensi (Rudolph 2007).

2.1.3 Patofisiologi Leukemia

Leukemia merupak poliferasi tak terbatas sel darah putih yang

imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. Sel leukemia bukan

“tumor” namun, memperlihatkan sifat neoplastik yang sama seperti sel

kanker yang solid. Keadaan patologi dan manifestasi klinisnya disebabkan

oleh infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel leukemia

nonfungsional. Semua tipe pada leukemia, sel yang berpoliferasi menekan

Page 23: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

produksi terbentuknya dalam sumsum tulang melalui kompetisi dengan sel

normal dan perampasan hak dalam mendapatkan unusr gizi yang esensial

bagi metabolisme (Wong 2009).

Satu sel induk mutan leukemia mampu memperbaharui diri secara

tidak terhingga, dan menimbulkan precursor hematopoietic berdeferensiasi

buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih

lambat daripada pasangannya yang normal. Pada studi glucosa 6-

phospatdehidrogenase (G6PD), perkembangan uniselular dari neoplasma

telah diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel ganas

dari pasien hetetrozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan

normal mereka. Akumulasi sel blas menghambat produksi normal

granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga mengakibatkan infeksi,

anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ

dan menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut

(Rudolph 2007).

Limpa, hati dan kelenjar limfe memperlihatkan infiltrasi,

pembesaran yang nyata, dan pada akhirnya mengalami fibrosis.

Hepatosplenomegali secara khas lebih sering terjadi dari pada

limfadenopati. Lokasi invasi yang paling penting berikutnya adalah system

saraf pusat (SSP) yang terjadi sekunder karena infiltrasi leukemia, yang

dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Sel leukemia juga

dapat menginvasi testis, ginjal, prostat, ovarium, saluran gastrointestinal

(GI) dan paru-paru. Semakin banyaknya pasien yang bertahan hidup dalam

Page 24: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

jangka waktu lama, lokasi invasi leukemia, khususnya testis, menjadi

semakin penting secara klinis (Wong 2009).

2.1.4 Klasifikasi Leukemia

Menurut Rudolph (2007), leukemia sering diklasifikasikan sesuai sel yang

terkena, seperti:

1. Leukemia Mielogenus Akut (AML)

Merupakan suatu kelompok penyakit heterogen yang

memberikan prognosis buruk. AML terjadi kurang lebih 20% dari

leukemia akut pada anak. Tanda dan gejala yang muncul pada AML

meliputi pucat, demam, nyeri tulang dan perdarah kulit serta mukosa.

2. Leukemia Mielogenus Kronik (CML)

CML adalah suatu keganasan hematologis yang jarang, ditandai

dengan pertumbuhan sel myeloid yang berlebihan dengan

progenitornya, bertanggung jawab kira-kira 1% dari semua anak yang

menderita leukemia. CML merupakan suatu gangguan klonal pada sel

induk hematopoietic pluripoten.

3. Leukemia Limfoblastik Akut (ALL)

ALL dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas. Paling

sering terjadi pada anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding

perempuan, dengan puncak insiden pada usia 4 tahun. Setelah usia 15

tahun, ALL jarang terjadi. Manifestasi yang sering muncul ialah nyeri

karena pembesaran limpa atau hati, sakit kepala, muntah karena

keterlibatan meninges, dan nyeri tulang.

Page 25: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

4. Leukemia Limfoblastik Kronik (CLL)

CLL merupakan kelainan ringan yang terutama mengenai

individu antara usai 50 sampai 70 tahun. Manifestasi yang mungkin

terjadi adalah sehubungan dengan adanya anemia, infeksi, atau

pembesaran nodus limfe dan organ abdominal. Jumlah eritrosit dan

trombosit mungkin normal atau menurun, namun terjadi penurunan

jumlah limfosit.

2.1.5 Penatalaksanaan Terapi Leukemia

Menejemen kanker pada anak dapat dilakukan dengan terapi

modalitas yaitu, kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan (Rudolph 2007).

1. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi sistemik pertama untuk setiap

kanker. Kemoterapi bertujuan untuk membunuuh sel kanker dengan

beragam jenis obat (agen antineoplastik). Obat ini digunakan karena sel

kanker memiliki kemampuan untuk berkembang melawan kemoterapi.

Kemoterapi dapat diberikan melalui oral, intravena, intramuscular,

subkutan, atau intrathecal (melalui sumsum tulang belakang).

2. Radioterapi

Terapi radiasi dapat memberikan kesembuhan untuk menghapus

penyakit atau meringankan penggunaan dosis dalam mencegah

pertumbuhan lanjut dari tumor. Radiasi dapat diberikan dengan dosis

yang sedikit, dimana dosis harian dibagi menjadi dosis yang lebih kecil

lalu diberikan untuk meminimalisirkan efek samping dan meningkatkan

Page 26: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

proses pembunuhan sel tumor dengan cara menurunkan waktu

perbaikan sel diantara dosis tersebut.

3. Pembedahan

Pembedahan merupakan tindakan atau terapi yang juga sering

digunakan pada anak. Namun, pembedahan tertentu diperlukan untuk

berbagai alasan. Pembedahan mungkin dipilih sebagai metode

pengobatan primer atau mungkin sebagai metode diagnostik, profilakif,

paliatif, atau rekonstruktif.

4. Terapi Biologis

Terapi biologis merupakan metode terapi sistemik yang sangat

prospektif, namun pada saat ini efektivitasnya masih kurang sehingga

belum dapat dipakai luas secara klinis.

2.2 Kemoterapi

2.2.1 Pengertian

Kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker sistemik

(misal, leukemia, myeloma, limfoma, dll) dan kanker dengan metastasis

klinis ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut kemoterapi sering

menjadi pilihan metode terapi yang paling efektif (Japaries 2013).

Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineuplastik sebagai upaya

untuk membunuh sel kanker dengan menggunakan fungsi dan reproduksi

selular (Wong 2009).

Page 27: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

2.2.2 Tahapan Kemoterapi

Kemoterapi terdiri atas 4 fase, yaitu fase induksi, terapi profilaksis

Sistem Saraf Pusat (SSP), terapi intensifikasi, terapi rumatan (Wong

2009).

Pengobatan pada fase induksi dimulai dan berlangsung selama 4

hingga 6 minggu. Obat utama yang digunakan pada induksi adalah

glukokortikoid (deksametason atau prednisone), alkaloid tumbuhan

(vinkristin), dan enzim asparaginase. Obat ini segera berfungsi

menghancurkan sel leukemia, dengan toksisitas organ yang minimal dan

gangguan hematopoesis normal yang minimal. Kemoterapi modern dan

terapi supportif, menunjukkan 97-98% anak dapat mencapai remisi yang

sempurna. Tercapai remisi yang sempurna yaitu, jika sel leukemia tidak

ditemukan lagi secara morfologi, maka tujuan selanjutnya adalah

meneruskan perusakan sisa-sisa limfoblas sampai kadar yang sesuai

dengan keadaan sembuh (Rudolph 2007).

Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui kemoterapi

intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison. Terkadang

metotreksa dan sitarabin dapat disuntikan secara intratekal sebagai agen

tunggal, karena adanya kekhawatiran terhadap efek samping iradiasi

kranial, terapi ini hanya dilakuakan pada pasien yang beresiko tinggi dan

yang memiliki penyakit SSP (Wong 2009).

Terapi intensifikasi atau konsolidasi dilakukan setelah remisi total

tercapai sempurna, terapi intensifikasi atau konsolidasi dilaksanakan untuk

Page 28: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

menghilangkan sel leukemia yang masih tersisa. Terapi ini diikuti oleh

terapi intensifikasi lambat (delayed intensification) untuk mencegah

munculnya klon leukemia yang resisten. Obat yang biasa diberikan pada

tahap ini adalah L- asparaginase, metotreksat dosisi tinggi atau sedang,

sitarabin, vinkristin, dan merkaptopurin, selama beberapa bulan (Wong

2009).

Terapi rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi

selesai dan berhasil dengan baik untuk memelihara remisi, selanjutnya

mengurangi jumlah sel leukemia. Terapi ini berlangsung intensif selama 2

sampai 3 tahun. Hal ini ditujukan untuk membunuh sel blast disamping

mempertahankan system imun penderita. Obat yang biasa digunakan pada

fase ini adalah merkaptopurin (6 MP) yang diberikan setiap hari disertai

metotreksat dosis mingguan. Prednison dan vinkristin juga sering

diberikan karena membantu menurunkan angka kekambuhan.

2.2.3 Komplikasi

2.2.3.1 Komplikasi Biologis

Wong (2009) menjelaskan bahwa efek samping yang sering terjadi akibat

dari kemoterapi yaitu:

1. Mual dan muntah

Mual dan muntah yang terjadi sesaat setelah pemberian

beberapa obat kemoterapi dan yang disebabkan oleh radiasi

cranium atau abdomen setelah dilakukannya terapi radiasi.

Ondansetrol merupakan salah satu contoh obat yang sering

Page 29: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

digunakan untuk mengurangi mual dan muntah sesudah kemoterapi

dan radioterapi.

2. Anoreksia

Penurunan selera makan merupaan akibat langsung yang

ditimbulkan oleh kemoterapi atau iradiasi. Keadaan ini merupakan

persoalaan untama bagi orang tua karena mereka merasa bahwa

selera makan adalah tanggung jawab mereka. Jika penurunan selera

makan dan berat badan terus terjadi, maka harus diselidiki situasi

keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor lain yang

menyebabkan anak tidak mau makan (misal, stress, perilaku

mengontrol, kemarahan) yang akan menimbulkan masalah.

Pemberian makan melalui sonde atau selang nasogastrik (NGT)

atau total parentral nutrision (TPN) dapat dilakukan dengan anak

yang mengalami masalah nutrisi signifikan.

3. Ulserasi Mukosa

Salah satu efek samping yang paling menimbulkan distress

dalam pemberian obat kemoterapi adalah kerusakan sel mukosa

gastrointestinal, yang dapat menimbulkan ulkus dimana pun di

sepanjang saluran pencernaan. Ulkus pada mulut akan

memperberat gejala anoreksia pada anak karena proses makan

menjadi tidak menyenangkan.

Page 30: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

4. Sistitis Hemoragical

Sistitis hemoragical merupakan efek samping dari iritasi

kimiawi pada kandung kemih akibat penggunaan siklofosfamid dan

obat oral lainnya. Hal ini dapat dikurangi dan dicegah dengan

meningkatkan asupan cairan (sedikitnya satu setengah kali dari

kebutuhan cairan yang dianjurkan per hari), sering berkemih

dengan segera setelah pasien merasa ingin berkemih, sebelum tidur,

ataupun bangun tidur, dan memberikan obat pada dinihari untuk

memungkinkan asupan cairan yang memadai dan memungkinkan

berkemih.

5. Alopesia

Kerontokan rambut merupakan efek samping yang lazim

terjadi pada pemberian beberapa kemoterapi dan iradiasi kranial,

walaupun tidak semua anak mengalami kerontokan rambut sewaktu

menjalani terapi. Mengingatkan orang tua dan anak mengenai

kemungkinan efek samping ini lebih baik daripada membiarkan

mereka berfikir bahwa kemungkinan tersebut hanya kecil sekali.

Topi dari kain katun yang lembut merupakan tutup kepala yang

paling nyaman bagi anak. Topi dari kain polyester akan

meningkatkan perspirasi dan rasa gatal. Pilihan tutup kepala yang

lain ialah kerudung, kopiah, atau wig (rambut palsu).

Page 31: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

6. Moon Face

Terapi steroid jangka pendek tidak akan menimbulkam

toksisitas akut tetapi menghasilkan dua reaksi yang

menguntungkan, yaitu pengingkatan selera makan dan perasaan

lebih sehat. Steroid akan mengakibatkan perubahan citra tubuh,

walaupun secara klinis tidak signifikan tetapi dapat menimbulkan

distress yang bermakna bagi anak yang lebih besar. Salah satu

perubahan citra tubuh yang terjadi ialah wajah anak menjadi lebih

bulat dan tembam (moon face), karena perubahan ini anak sering

kali mendapat ejekan dari teman sebayanya. Kita harus menghibur

anak dan menjelaskan bahwa setelah pemberian obat dihentikan

maka wajah akan kembali seperti semula.

2.2.3.2 Komplikasi Psikologis

Komplikasi psikologis yang sering terjadi pada anak diantaranya

dijelaskan oleh Moore et al (2003), bahwa dari 47 anak dan remaja yang

menderita kanker dan melakukan semua terapi terdapat 20% anak dan

remaja yang mengalami masalah dalam kemampuan beradaptasi,

kecemasan, menarik diri, dan depresi. Penelitian serupa juga dilakukan

oleh Katz et al (2010), bahwa anak yang berusia 7-12 tahun yang

mengalami leukemia limfosit akut memiliki interaksi yang kurang saat

bermain dengan teman sebayanya dibandingkan dengan anak yang sehat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Larouche SS, dan Peuckert C, (2006)

menyatakan bahwa anak yang menjalani perawatan kanker mengalami

Page 32: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

gangguan terhadap citra dirinya, hal ini ditandai dengan perkataan bahwa

mereka “jelek”, “saya tampak sakit”, “saya tidak normal”, dan hal tersebut

berujung pada penarikan diri dari lingkungan sosialnya. Hal berbeda

diungkapkan oleh penelitian Rizkiana U dan Retnaningsih (2008), bahwa

anak mampu menerima dirinya dengan baik. Hal tersebut ditunjukan

dengan adanya pemahaman tentang diri sendiri dan mengenali apa yang

menjadi kekurangan dan kelebihannya serta adanya harapan yang realistis

terhadap keadaan diri dan tidak merasa rendah diri dengan adanya

penyakit yang dialami. Selain itu anak memiliki keluarga yang sangat

mendukung harapannya dan teman-teman serta lingkungan yang bersikap

baik sehingga anak mempunyai penerimaan diri yang baik sebagai

penderita leukemia.

Setiap anak memiliki cara tersendiri dalam mengatasi stresor yang

mereka alami terhadap hospitalisasi dan pengobatan kenker yang

memerlukan waktu yang panjang dan lama (Wong 2009). Penelitian Fitri

AR dan Fensi (2008) menerangkan bahwa anak yang menjalani

pengobatan kanker mengatasi tingkat stres mereka dengan berfokus pada

aspek positif yaitu, jika mereka sembuh maka mereka akan dapat kembali

melakukan semua aktivitas yang biasa mereka lakukan, selain itu juga

mereka berfikiran bahwa mereka rela mengikuti pengobatan dalam jangka

waktu lama demi kesembuhan. Rizkiana U dan Retnaningsih (2009)

menjelaskan bahwa penanganan stressor pada anak dapat diatasi dengan

baik jika mereka mampu menerima dirinya dengan baik, hal tersebut

Page 33: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

ditunjukkan dengan adanya pemahaman tentang diri sendiri dan mengenali

apa yang menjadi kekurangan dan kelebihannya serta adanya harapan yang

realistis terhadap keadaan diri dan tidak merasa rendah diri dengan adanya

penyakit yang dialami.

2.3 Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah

2.3.1 Pengertian Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang progresif

dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir

sampai mati. Pengertian lain perkembangan adalah perubahan yang

dialami individu atau organisme untuk menuju tingkat kedewasaannya

atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progesif, dan

berkesinambungan, baik fisik maupun psikis (Yusuf 2012).

2.3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Yusuf (2012) menjelaskan bahwa tugas perkembangan pada anak

usia sekolah (6-12 tahun) yaitu:

1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan

2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai

makhluk sosial

3. Belajar bergaul dengan teman sebaya

4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelamin

5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung

6. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari

Page 34: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

7. Mengembangkan kata hati

8. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok social dan

lembaga.

2.3.3 Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial pada anak sekolah ditandai dengan adanya

perluasan hubungan, selain dengan keluarga dia mulai membentuk

hubungan ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman

sekelas. Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan untuk

menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang koopratif (bekerja sama) atau

sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak mulai

berminat terhadap kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat

keinginannya untuk dapat diterima menjadi anggota kelompok, mereka

merasa tidak senang apabila tidak diterima di kelompoknya (Yusuf 2012).

2.3.4 Perkembangan Emosi

Pada fase ini anak mulai menyadari penggunaan emosi secara kasar

tidaklah diterima oleh masyarakat. Kemampuan mengontrol emosi

diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses

peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangatlah

berpengaruh. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluaga yang

suasana emosinya stabil maka perkembangan emosi anak akan stabil.

Emosi yang secara umum dilamai oleh anak usia sekolah ini adalah marah,

takut, cemburu, iri hati, kasih saying, rasa ingin tahu, dan kegembiraan.

Page 35: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

2.4 Interaksi Sosial

2.4.1 Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang menyangkut

hubungan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan

kelompok dengan kelompok dalam bentuk kerja sama, persaingan, ataupun

pertikakian (Sunaryo 2013).

2.4.2 Jenis Interaksi Sosial

Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi

menjadi tiga macam, yaitu:

1. Interaksi antara individu dan individu

Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif.

Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan.

Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau

keduanya (bermusuhan).

2. Interaksi antara individu dan kelompok

Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif.

Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai

situasi dan kondisinya.

3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok

Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu

kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua

perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.

Page 36: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

2.4.3 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Sunaryo (2013) menjelaskan bahwa syarat terjadinya interaksi sosial terdiri

dari dua syarat, yaitu :

1. Kontak sosial, yaitu hubungan sosial antara individu satu dengan

individu lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapn,

maupun tatap muka sebagai wujud aksi dan reaksi.

2. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada

orang lain yang dilakukan secara langsung maupun dengan alat bantu

agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu.

2.4.4 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Soekanto (2013) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi interaksi

sosial terdiri dari :

1. Sugesti yaitu, proses pemberian pandangan atau pengaruh kepada orang

lain dengan cara tertentu sehingga pendangan atau pengaruh tersebut

diikuti tanpa berfikir panjang. Contoh : Seorang remaja putus sekolah

akan dengan mudah ikut-ikutan terlibat kenakalan remaja. Tanpa

memikirkan akibatnya kelak .

2. Imitasi yaitu, pembentukan nilai melalui dengan meniru cara-cara orang

lain. Contoh: Seorang anak sering kali meniru kebiasan-kebiasan orang

tuanya .

3. Identifikasi yaitu, menirukan dirinya menjadi sama dengan orang yang

ditirunya. Contoh: Seorang anak laki - laki yang begitu dekat dan akrab

Page 37: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

dengan ayahnya suka mengidentifikasikan dirinya menjadi sama

dengan ayahnya .

4. Simpati yaitu, perasaan tertarik yang timbul dalam diri seseorang yang

membuatnya merasa seolah-olah berada dalam keadaan orang lain.

Contoh: mengucapkan ulang tahun pada hari ulang tahun merupakan

wujud simpati pada seseorang.

5. Empati yaitu, rasa haru ketika seseorang melihat orang lain mengalami

sesuatu yang menarik perhatian. Empati merupakan kelanjutan rasa

simpati yang berupa perbuatan nyata untuk mewujudkan rasa

simpatinya. Contoh: apabila kita melihat seseorang yang kecelakaan

kita berempati untuk ikut membantu korban kecelakaan itu.

6. Motivasi yaitu, dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan

perbuatan berdasarkan pertimbangan rasionalistis. Motivasi dalam diri

seorang muncul disebabkan faktor atau pengaruh dari orang lain

sehingga individu melakukan kontak dengan orang lain. Contoh :

Pemberian tugas dari seorang guru kepada muridnya merupakan salah

satu bentuk motivasi supaya mereka mau belajar dengan rajin dan

penuh rasa tanggung jawab.

Page 38: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

2.5 Kerangka Berfikir

Gambar 2.1 Kerangka pikir penelitian

Kanker

leukemia pada

anak

Psikologis

Hospitalisasi

Penatalaksanaan

Kemoterapi

Gangguan interaksi kelompok

teman sebaya

Page 39: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan

strategi atau desain fenomenologi. Sumantri (2011) menegaskan bahwa

penelitian kualitatif merupakan sejenis penelitian formatif yang secara

khusus memberikan teknik untuk memperoleh jawaban atau informasi

mendalam tentang pendapat dan perasaan seseorang. Dalam penelitian ini

juga bermaksud untuk memahami fenomena yang sesungguhnya terjadi pada

anak yang menderita leukemia dan dalam pengobatan kemoterapi.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah

fenomenologi, dimana desain ini memandang perilaku manusia, apa yang

mereka katakan dan apa yang mereka lakukan, adalah sebagai suatu produk

dari bagaimana orang melakukan tafsir terhadap dunia mereka sendiri

(Sutopo 2006). Penelitian fenomenologi menjelaskan atau mengungkapkan

makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran

yang terjadi pada beberapa individu (Sumantri 2011).

Responden yang peneliti pilih dalam penelitian ini ialah pasien anak

usia 6-12 tahun yang terdiagnosa leukemia dan dalam masa pengobatan

kemoterapi. Tahap awal yang peneliti lakukan ialah mengidentifikasi kriteria

partisipan sesuai keinginan peneliti, setelah itu peneliti memulai menjalin

hubungan saling percaya dengan calon partisipan dan keluarga partisipan,

Page 40: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

serta menjelaskan maksud dan tujuan proses penelitian yang dilakukan.

Apabila calon partisipan merasa setuju maka peneliti memberikan lembar

persetujuan (informed consent). Selanjutnya, setelah partisipan setuju secara

sukarela untuk mengikuti penelitian ini barulah peneliti memulai tahap awal

membina hubungan dengan orang tua partisipan, maka langkah selanjutnya

peneliti memulai wawancara dengan partisipan.

3.2 Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan purposive sampling. Dimana teknik

penelitian ini menekankan pada pengambilan sample sumber data dengan

pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut

yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin

sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek

atau situasi sosial yang diteliti (Sugiyono 2013). Teknik sampling bersifat

purposive karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan

kedalaman data didalam menghadapi realitas yang tidak tunggal (Sutopo

2006).

Narasumber yang digunakan pada penelitian ini ialah 4 orang anak

yang menderita leukemia dan dalam masa pengobatan. Kriteria sampel yang

peneliti tentukan antara lain:

1. Anak usia sekolah (6-12 tahun)

2. Anak yang menderita leukemia dan dalam masa pengobatan

kemoterapi

Page 41: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

3. Anak yang mampu berkomunikasi dengan baik

4. Partisipan yang bersedia menjadi responden serta, mau memberikan

informasi mengenai interaksi sosialnya.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta,

Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan daerah

Surakarta.

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Provinsi Jawa Tengah selama 4 minggu yaitu pada tanggal 1 April 2014

sampai dengan 30 April 2014.

3.5 Sumber Data

Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan

bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan

menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan

data atau kedalaman informasi yang diperoleh. Data tidak akan bisa

diperoleh tanpa adanya sumber data (Sutopo 2006). Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini berasal dari:

Page 42: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

1. Informan

Sumber data yang berasal dari informan pada penelitian

kualitatif memiliki peranan yang sangat penting sebagai sumber

informasi. Informan yang digunakan pada penelitian ini ialah partisipan

anak usia 6-12 tahun yang terdiagnosa leukemia dalam masa

pengobatan kemoterapi, orangtua narasumber (anak) dan seorang dokter

yang menangani anak di rumah sakit

2. Tempat dan Peristiwa

Penelitian ini dilakukan di ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi

Surakarta dengan mengobservasi perubahan perilaku anak usia 6-12

tahun yang terdiagnosa leukemia dan dalam masa pengobatan

kemoterapi terhadap interaksi sosianya kepada lingkungan sekitar.

Teknik observasi yang digunakan pada penelitian ini ialah untuk

melihat respon anak mengenai penyakit dan terapi yang harus dijalani,

dampak dari kemoterapi yang terdapat pada anak, dan proses anak

untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman-teman sebayanya

3. Dokumen

Sumber data berupa dokumen atau arsip biasanya merupakan

bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas

tertentu. Sumber yang telah disebutkan kebanyakan merupakan

rekaman tertulis, namun juga bisa berupa gambar atau benda

peninggalan (Sutopo 2006). Sesuai dengan penjelasan diatas, penelitian

Page 43: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

ini menggunakan dokumen yang berupa rekam medis yang mencatat

semua perkembangan dan terapi yang dilakuakan pada anak.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan atal re-cheking atau pembuktian

terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Teknik wawancara yang digunakan pada penelitian kualitatif adalah

wawancara mendalam (Sumantri 2011). Informasi dari sumber data ini

dikumpulkan dengan teknik wawancara, dalam penelitian kualitatif

khususnya dilakukan dalam bentuk yang disebut wawancara mendalam

(in-depth interviewing). Wawancara akan dihentikan oleh peneliti

ketika semua jawaban dari partisipan jenuh (Sutopo 2006).

Selama penelitian peneliti melakukan wawancara kepada

partisipan anak, orangtua partisipan dan seorang dokter yang

menangani anak dirumah sakit.

a) Partisipan

Pengumpulan informasi menggunakan teknik wawancara

mendalam (in-depth interviewing) dengan pertanyaan yang bersifat

terbuka. Peneliti akan menggali informasi tentang pengetahuan

partisipan mengenai penyakitnya dan terapi yang harus dilakukan,

dampak yang dirasakan oleh partisipan selama melakukan

kemoterapi, cara partisipan menangani masalah yang dihadapi,

Page 44: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

hubungan partisipan dengan keluarga sebelum dan selama sakit

dan hubungan partisipan dengan teman sebayanya sebelum dan

selama sakit.

b) Orangtua Partisipan

Pengumpulan informasi menggunakan teknik wawancara

mendalam (in-depth interviewing) dengan pertanyaan yang bersifat

terbuka. Peneliti akan menggali informasi tentang berapa lama

partisipan menderita leukemia sejak awal didiagnosa, perubahan

yang terjadi pada partisipan selama sakit, hubungan partisipan

dengan keluarga dan teman-teman sebayanya, kerjasama partisipan

saat melakukan terapi dan cara partisipan untuk meringankan

masalah yang dihadapinya.

c) Dokter Residen Anak

Pengumpulan informasi menggunakan teknik wawancara

mendalam (in-depth interviewing) dengan pertanyaan yang bersifat

terbuka. Peneliti akan menggali informasi tentang dampak yang

ditimbulkan dari kemoterapi baik secara fisiologi ataupun

psikologi anak, gangguan interaksi yang terjadi pada partisipan,

intervensi yang dilakukan agar partisipan tetap berinteraksi dan

menjalankan tugas perkembangan seperti anak normal, penerimaan

psikologi partisipan terhadap penyakitnya, fasilitas yang diberikan

kepada partisipan agar tetap dapat bermain dan berinteraksi, dan

Page 45: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

solusi untuk mempertahankan interaksi yang baik kepada anak

yang menjalani kemoterapi.

2. Observasi

Teknik observasi digunakan untuk menggali data pada

penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung. Dalam

observasi ini peneliti mendatangi langsung tempat penelitian dan

mengamati secara langsung proses interaksi pada anak baik dengan

keluarga dan teman sebaya, dampak langsung yang ditimbulkan dari

kemoterapi dan proses anak untuk menjalin interaksi yang baru dengan

teman sebaya. Selain itu, peneliti mengamati ekspresi wajah, kontak

mata, dan keterbukaan dalam pembicaran.

3. Analisis Dokumen

Sumber data dan dokumen pada penelitian ini diperoleh dari

rekam medis rumah sakit yang mencatat perekembangan dan terapi

yang dijalani oleh partisipan. Data dari sumber tersebut kemudian

dianalisis sehingga dapat memperkuat hasil penelitian peneliti.

3.7 Validitas Data

Data yang telah berhasil digali di tempat penelitian, dikumpulkan

dan dicatat dalam kegiatan penelitian, bukan hanya untuk kedalaman dan

kemantapannya tetapi juga kemantapan dan kebenarannya, karena hal

tersebut maka peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara yang tepat

untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Validitas data ini

Page 46: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

merupakan jaminan bagi kematangan simpulan dan tafsir makna sebagai

hasil penelitian (Sutopo 2006).

Adapun dalam penelitian kualitatif karena pengambilan sampelnya

secara purposive dan jumlahnya sedikit, maka agar validitas data tetap

terjaga perlu dilakukan beberapa strategi. Uji validitas data yang digunakan

dalam penelitian kualitatif disebut triangulasi (Sumantri 2011).

Penelitian kualitatif memiliki beberapa cara yang dapat digunakan

untuk mengembangkan validitas data penelitian. Cara tersebut antara lain

berupa beberapa macam teknik triangulasi (triangulation) yaitu :

1. Triangulasi Data

Teknik triangulasi data yang peneliti gunakan pada penelitian ini

ialah partisipan berusia 6-12 tahun yang menderita leukemia dan sedang

dalam masa pengobatan, orangtua partisipan, dan seorang dokter

residen anak. Teknik ini mengarahkan peneliti agar di dalam

mengumpulkan data wajib menggunakan beragam sumber data yang

berbeda dari yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan

lebih mantap kebenarannya bila diganti dari beberapa sumber data yang

berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu,

bisa lebih teruji kebenarannya bila dibandingkan dengan data sejenis

yang diperoleh dari sumber yang berbeda, baik kelompok sumber

sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya (Sutopo 2006).

Page 47: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

2. Triangulasi Metode

Teknik triangulasi ini lebih menekankan pada penggunaan

metode pengumpulan data yang berbeda, peneliti menggunakan metode

wawancara untuk mendapatkan informasi secara jelas dan rinci dan

juga menggunaka metode observasi untuk memperkuat hasil dari

wawancara yang telah peneliti lakukan. Memantapkan validitas data

mengenai suatu keterampilan seseorang dalam bidang tertentu,

kemudian dilakukan wawancara mendalam pada informan yang sama,

dan hasilnya diuji dengan pengumpulan data sejenis menggunakan

teknik observasi pada saat orang tersebut melakukan kegiatan atau

perilakunya (Sutopo 2006).

3. Triangulasi Peneliti

Triangulasi peneliti adalah hasil penelitian baik data ataupun

simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji

validitasnya dari beberapa peneliti yang lain. Pada penelitian ini peneliti

menggunakan jurnal penelitian yang membahas masalah yang sama

dengan penelitian yang peneliti lakukan, hasil skripsi dan tesis dari

universitas lainnya. Pandangan dan tafsir yang dilakukan oleh beberapa

peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan dikumpulkan

yang berupa catatan, dan bahkan sampai dengan simpulan sementara,

diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang pada akhirnya bisa

lebih memantapkan hasil akhir penelitian (Sutopo 2006).

Page 48: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

4. Triangulasi Teori

Triangulasi jenis ini dilakukan oleh peneliti dengan

menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas

permasalahan yang dikaji. Peneliti menggunakan beragam teori yang

membahas mengenai leukemia pada anak, dampak dari kemoterapi dan

proses dalam berinteraksi sosial.

3.8 Analisis Data

Proses analisis data yang digunakan pada penelitian kualitatif ialah

bersifat induktif, dalam hal ini dijelaskan bahwa analisis sama sekali tidak

dimaksudkan untuk membuktikan suatu prediksi atau hipotesis penelitian,

tetapi semua simpulan yang dibuat sampai dengan teori yang mungkin

dikembangkan, dibentuk dari semua data yang telah berhasil ditemukan dan

dikumpulkan di lapangan (Sutopo 2006).

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam

periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis

terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai

setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan

pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap

kredibel (Sugiyono 2013).

Sifat analisis induktif ini sangat berkaitan dengan kelenturan dan

keterbukaan penelitian seperti telah dinyatakan sejalan dengan karakteristik

Page 49: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

metodologi penelitian kualitatif. Sifat analisis indukif sangat menekankan

pentingnya apa yang sebenarnya terjadi dan ditemukan di lapangan yang

pada dasarnya bersifat khusus berdasarkan karakteristik konteksnya dalam

kondisi alamiahnya. Dalam penelitian ini analisis induktif yang digunakan

adalah teknik analisis interaktif, yaitu setiap data yang diperoleh dari

lapangan selalu diinteraksikan atau dibandingkan dengan unit data yang lain

(Sutopo 2006).

Adapun model analisis interaktif ini digambarkan dalam bagan sebagai

berikut :

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Miles & Huberman (Sutopo 2006).

Pengumpulan

data

Penarikan

kesimpulan/verifikasi

Reduksi data Sajian data

Page 50: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

RSUD Dr. Moewardi merupakan salah satu rumah sakit tipe A

terbesar negeri yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

berada di daerah Surakarta. RSUD Dr. Moewardi terletak di jalan Kolonel

Sutarto No 132 Surakarta. RSUD Dr. Moewardi terdiri dari banyak SMF/

bagian, mulai dari SMF kesehatan anak sampai dengan SMF jiwa.

SMF/ bagian yang peneliti gunakan pada penlitian ini ialah SMF/

bagian anak, atau yang lebih sering dikenal dengan ruang perawatan anak.

Ruang perawatan anak tersebut terletak di lantai II, ruang Melati II. Jenis

pelayananan yang disediakan di ruang Melati II ialah pelayanan pasien

kelas III yang terdiri dari pasien askes, umum, jamkesmas, jamkesda dan

PKMS. Kapasitas ruang Melati II terdiri dari 62 tempat tidur yaitu 40

tempat tidur untuk anak, dan 22 tempat tidur untuk onkologi yang akan

dilakukan tindakan kemoterapi. Ruang Melati II juga memiliki ruang

bermain yang bernama “Indria Husada” dan ruang isolasi.

Ruang Melati II memiliki 8 kamar rawat inap, dan yang peneliti

gunakan pada penelitian ini ialah kamar 7. Kamar 7 terletak di depan

ruang bermain “Indria Husada” dan berada di samping belakang counter

perawat. Kamar 7 merupakan kamar khusus yang digunakan oleh anak

Page 51: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

yang menderita kanker dan harus menjalani kemoterapi. Ruangan ini

berukuran 3x6m yang terdiri dari 8 tempat tidur, yaitu 6 tempat tidur

berada diluar dan 2 tempat tidur berada di ruang isolasi yang dibatasi

dengan pintu kaca.

Kamar 7 merupakan kamar yang berudara panas, dikarenakan

hanya terdapat 4 buah jendela dan banyaknya jumlah pasien yang harus

melakukan kemoterapi. Setiap tempat tidur pada kamar ini hanya dibatasi

dengan gorden anatara satu tempat tidur dan tempat tidur lainnya.

Peneliti menggunakan RSUD Dr. Moewardi karena RSUD Dr.

Moewardi merupakan rumah sakit rujukan sekarisidenan Surakarta yang

bertipe A. Rumah sakit ini juga memiliki angka kejadian kanker leukemia

terbanyak pada anak dibandingkan dengan rumah sakit lainnya yang

berada di Surakarta.

4.1.2 Karakteristik Partisipan

Partisipan pada penelitian ini ialah anak yang menderita kanker

leukemia yang terdiri dari 4 orang, yaitu 2 orang laki-laki dan 2 orang

perempuan. Rentang usia partisipan pada penelitian ini ialah mulai dari 7-

12 tahun. Jenis kanker yang diderita partisipan pada penelitian ini ialah 1

orang partisipan menderita Leukemia Mielogenus Akut (AML), dan 3

orang partisipan menderita Leukemia Limfoblastik Akut (ALL). Sebagian

besar tingkat pendidikan partisipan pada penelitian ini adalah Sekolah

Dasar. Lama proses pengobatan yang dialami partisipan pada penelitian ini

bervariasi mulai dari 2 minggu-28 minggu.

Page 52: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

1. Partisipan 1 (P1)

Partisipan 1 adalah seorang anak berjenis kelamin perempuan

dengan usia 7 tahun 6 bulan. Partisipan ini menderita Leukemia

Limfoblastik Akut (ALL) dengan lama pengobatan 14 minggu dan

sudah menjalani kemoterapi sebanyak 24 kali. Tingkat pendidikan

partisipan ini ialah kelas 1 Sekolah Dasar. Partisipan merupakan anak

pertama dari dua bersaudara.

2. Partisipan 2 (P2)

Partisipan 2 adalah seorang anak berjenis kelamin laki-laki

dengan usia 12 tahun. Partisipan ini menderita Leukemia Mielogenus

Akut (AML) disertai dengan bronkopnemonia, lama pengobatan yang

sudah dijalani ialah 4 minggu dan sudah menjalani kemoterapi

sebanyak 10 kali. Tingkat pendidikan partisipan ialah kelas 6 Sekolah

Dasar. Partisipan merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

3. Partisipan 3 (P3)

Partisipan 3 adalah seorang anak yang berjenis kelamin

perempuan dengan usia 11 tahun 4 bulan. Partisiapan menderita

Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) dengan lama pengobatan 28

minggu, partisipan sudah menjalani kemoterapi selama 78 kali.

Tingkat pendidikan partisipan ialah kelas 6 Sekolah Dasar. Partisipan

merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Page 53: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

4. Partisipan 4 (P4)

Partispan 4 merupakan anak yang berjenis kelamin laki-laki

dengan usia 7 tahun. Partisipan menderita Leukemia Limfoblastik

Akut (ALL) dengan lama pengobatan 4 minggu dan sudah menjalani

kemoterapi sebanyak 12 kali. Tingkat pendidikan partisipan ialah

kelas 1 Sekolah Dasar. Partisipan merupakan anak kedua dari dua

bersaudara.

4.2 Sajian Data

Pengalaman interaksi sosial pada anak yang menderita leukemia dan

menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta diperoleh data

melalui wawancara dan observasi kepada 4 orang partisipan. Wawancara ini

digunakan untuk memperoleh data mengenai interaksi sosial anak yang

menjalani kemoterapi. Berikut sajian data mengenai pengalaman interaksi

sosial pada anak penderita leukemia yang menjalni kemoterapi di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta meliputi : (1) respon terhadap penyakit leukemia dan

terapi yang dijalani, (2) dampak kemoterapi pada anak penderita leukemia,

(3) pengalaman interaksi sosial anak penderita leukemia dan (4) mekanisme

interaksi sosial pada anak penderita leukemia yang menjalani kemoterapi.

4.2.1 Respon terhadap penyakit leukemia dan terapi yang dijalani

Respon terhadap penyakit leukemia dan terapi yang dijalani pada

anak yang melakukan kemoterapi diperoleh data berdasarkan hasil

wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti digolongkan

Page 54: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

menjadi dua yaitu pengetahuan terhadap penyakit dan pengetahuan

terhadap terapi yang dijalani. Berdasarkan pengetahuan terhadap penyakit

yang diderita anak diperoleh bahwa 2 dari 4 partisipan, yaitu partisipan 1

(P1) dan partisipan 3 (P3) dapat menjelaskan pengertian dari leukemia

ialah kanker darah. Sementara 2 partisipan lainnya hanya terdiam saat

peneliti mengajukan pertanyaan. Pada penelitian ini peneliti juga

melakukan wawancara kepada orangtua partisipan mengenai pengetahuan

tentang pengertian leukemia.

Berikut adalah pernyataan partisipan saat diwawancarai :

Partisipan 1 (P1) : “leukemia itu kanker darah”

Pernyataan diatas didukung oleh orangtua dari partisipan :

Orangtua (P1) : “iya mba, dia tau kalau dia sakit leukemia.

tapi cuma sebatas kanker darah gitu aja

mba”

Hasil pernyataan diatas didukung dari observasi yang dilakukan

peneliti bahwa partisipan menjawab pertanyaan peneliti dengan singkat

dan hanya berdasarkan pengetahuannya. Tidak terjalinnya kontak mata

selama proses wawancara berlangsung antara peneliti dan partisipan 1

(P1), kontak mata hanya terjalin pada Partisipan 3 (P3). Partisipan

hanya berbaring ditempat tidur saat menjawab pertanyaan peneliti dan

ekspresi wajah responden terlihat datar, namun hal tesebut tidak terlihat

pada Partisipan 3 (P3), ekspresi wajah Partisipan 3 (P3) terlihat senang

dan ceria saat diwawancarai.

Page 55: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Pengetahuan mengenai jenis terapi yang harus dijalani pada

anak penderita leukemia diperoleh hasil melalui wawancara bahwa 3

dari 4 partisipan dapat menjelaskan bahwa penatalaksanaan yang harus

dilakukan ialah dengan kemoterapi, dan partisipan mengistilahkan

kemoterapi sebagai “di suntik”. Partisipan pada penelitian ini juga dapat

mengekspresikan kemoterapi dengan rasa sakit.

Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh partisipan :

Partisipan 2 (P2) : “kemo itu disuntik.. sakiiit mba”

Partisipan 3 (P3) : “di kemo mba, kemo itu dikasih obat lewat

suntikan mba, rasanya panas”

Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data

bahwa Partisipan 1 (P1) dan Partisipan 2 (P2) menunjukkan ekspresi

wajah yang muram dan tidak ada kontak mata saat peneliti melakukan

wawancara. Partisipan lebih banyak diam selama proses wawancara

berlangsung. Partisipan terlihat lemas dan hanya berbaring ditempat

tidur. Sementara pada partisipan 3 (P3) menunjukkan ekspresi wajah

yang santai dan ceria. Partisipan menunjukkan adanya kontak mata

selama proses wawancara.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa 2 partisipan

dapat menjelaskan pengertian leukemia dengan kanker darah, dan 3

partisipan dapat menjelaskan jenis terapi yang harus dijalani ialah

dengan kemoterapi dengan istilah disuntik dan berdampak kurang

menyenangkan karena terasa sakit.

Page 56: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

4.2.2 Dampak kemoterapi yang dijalani oleh anak penderita leukemia

Penatalaksanaan kemoterapi memberikan dampak yang beragam

pada penggunanya. Berdasarkkan hasil wawancara, peneliti

menggolongkan dampak kemoterapi yang dialami anak penderita leukemia

menjadi dua yaitu dari dampak fisiologis dan dampak secara psikologis.

1. Dampak Fisiologis Kemoterapi

Dampak fisiologis kemoterapi yang dialami oleh anak pada

penelitian ini sangat beragam dan berpengaruh pda cara anak untk

berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Peneliti membagi dampak

fisiologis kemoterapi menjadi tiga yaitu penurunan kemampuan

melakukan aktivitas, gangguan keseimbangan nutrisi dan perubahan

bentuk tubuh.

Penurunan kemampuan melakukan aktivitas pada anak

diperoleh data bahwa partisipan mengalami lemas dan sakit. Hasil

wawancara dan observasi menunjukkan bahwa 4 partisipan mengalami

perubahan kondisi tubuh menjadi lemas dan 2 partisipan menyatakan

merasa sakit selama proses terapi. Berikut pernyataan pasrtisipan saat

diwawancarai :

Partisipan 1 (P1) : “... lemas badannya mba”

Partisipan 2 (P2) : “... sakit “

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti diperoleh bahwa

partisipan terlihat berbaring ditempat tidur selama peneliti melakukan

wawancara dan partisipan hanya menjawab pertanyaan peneliti dengan

Page 57: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

singkat serta terlihat bermalas-malasan. Tidak terjalin adanya kontak

mata antara peneliti dan partisipan selama proses wawancara.

Dampak fisiologis yang lain ialah gangguan keseimbangan

nutrisi. Dua partisipan yaitu partisipan 1 (P1) dan partisipan 2 (P2)

merasakan mual setelah melakukan kemoterapi, dan satu partisipan

yaitu partisipan 1 (P1) terlihat adanya ulserasi mukosa pada bibir

sebelah kiri. Mual yang dirasakan anak dapat mengganggu asupan

nutrisi yang masuk kedalam tubuh dikarenakan anak mengalami

penurunan selera makan dan tersebut diperparah dengan adanya ulserasi

mukosa yang semakin membuat anak merasakan tidak nyaman untuk

makan. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh partisipan :

Partisipan 1 (P1) : “gak enak, suka mual..”

Partisipan 3 (P3) : “ rasanya itu mual, gak enak..”

Hasil observasi yang peneliti lakukan diperoleh data bahwa pada

partisipan 1 (P1) terlihat adanya ulserasi mukosa pada bibir sebelah kiri

dan berwarna pink karena minimnya perawatan oral hygiene yang

dilakukan. Selama wawancara partisipan 1 (P1) tidak menunjukkan

adanya kontak mata dan kontak mata hanya terajalin pada partisipan 3

(P3) dan peneliti.

Dampak fisiologi yang ketiga yaitu perubahan tampilan tubuh.

Perubahan tampilan tubuh yang dialami oleh partisipan ialah adanya

kerontokan pada rambut kepala dan perubahan bentuk wajah (moon

face). Pada penelitian ini peneliti mendapatkan bahwa 2 dari 4

Page 58: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

partisipan yaitu partisipan 1 (P1) dan partisipan 3 (P3) mengalami

kerontokan rambut yang cukup banyak dan perubahan bentuk wajah

(moon face). Berikut pernyataan peneliti :

Partisipan 3 (P3) : “... rambutnya juga rontok banyak mba..”

Sumber data tersebut didukung oleh hasil observasi yang

peneliti lakukan bahwa partisipan 1 (P1) dan partisipan 3 (P3)

mengalami kerontokan cukup banyak, hal tersebut terlihat dari tipisnya

rambut partisipan. Kontak mata hanya terjalin pada Partisipan 3 (P3).

Wajah partisipan 1 (P1) dan partisipan 3 (P3) tampak lebih tembam

dibandingkan dengan partisipan lain atau biasa dikenal dengan istilah

moon face.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dampak fisiologis

yang dialami oleh partisipan terlihat bahwa pada penurunan

kemampuan aktivitas, 4 partisipan mengalami lemas dan 2 partisipan

merasakan sakit selama proses terapi berlangsung. Gangguan

keseimbangan nutrisi yang dialami oleh partisipan ialah 2 partisipan

merasakan mual dan satu partisipan mengalami ulserasi mukosa.

Sementara pada perubahan tampilan tubuh, 2 partisipan mengalami

kerontokan rambut dan perubahan bentuk wajah (moon face).

2. Dampak Psikologis Kemoterapi

Dampak psikologis pada penelitian ini merupakan pengalaman

yang umum dirasakan oleh partisipan. Dampak psikologis ini muncul

Page 59: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

karena panjangnya waktu pengobatan yang harus dijalani anak. Pada

penelitian ini peneliti menemukan dampak psikologis yang dialami oleh

anak penderita leukemia, yaitu gangguan konsep diri, penurunan rasa

aman dan nyaman, serta berduka akibat penyakit. Berikut ini dampak

psikologis yang terjadi pada pasrtisipan yaitu :

a) Gangguan Gambaran Diri

Gangguan gambaran diri yang dialami oleh partisipan pada

penelitian ini ialah adanya perasaan malu dan menjadi pendiam.

Perasaan malu muncul pada anak yang mengalami efek kemoterapi

secara fisiologis yang dijalani. Perubahan penampilan secara fisik

menjadi gemuk dan yang semula sehat kini menjadi sakit-sakitan

membuat mereka merasa malu, berikut pernyataan partisipan yang

mengatakan merasa malu :

Partisipan 1 (P1) : “malu mba, badannya sekarang jadi

gemuk, suka diliatin orang juga.. “

Partisipan 2 (P2) : (mengangguk) saat ditanya peneliti,

“saya kan beda mba sekarang jadi

sakit-sakitan “

Sementara pada partisipan 4 (P4) selama sakit mengalami

perubahan menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Respon yang

ditunjukkan oleh anak dalam mengatasi stressor yang dihadapi

berbeda-beda termasuk pada partisipan 4 (P4) yang megalami

perubahan menjadi lebih pendiam. Berikut pernyataan orangtua

partisipan :

Page 60: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Orangtua (P4) : “perubahannya apa ya mba, gak ada sih

mba, cuma ya itu sekarang jadi lebih

pendiam aja anaknya.. “

Hasil observasi yang peneliti dapatkan bahwa partisipan 4

(P4) terlihat hanya diam, saat peneliti mengajukan pertanyaa

partisipan lebih banyak diam dan tidak menjawab pertanyaan

peneliti, beberapa pertanyaan hanya dijawab dengan singkat oleh

partisipan. Partisipan tidak menunjukkan adanya kontak mata

dengan peneliti selama berkomunikasi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 2 dari 4

partisipan merasakan malu dengan perubahan yang terjadi pada

dirinya yang semula sehat kini berubah menjadi sakit, dan

perubahan bentuk tubuh yang menjadi gemuk. Dari 4 partisipan,

hanya ada satu partisipan yang mengalami perubahan menjadi lebih

pendiam yaitu partisipan 4 (P4). Perubahan partisipan menjadi

lebih pendiam dikarenakan partisipan belum dapat mengelola

stressor yang dialami dengan baik.

b) Penurunan Rasa Aman dan Nyaman

Penurunan rasa aman dan nyaman yang dialami oleh

partisipan terdiri dari rasa sepi, bosan dan sakit selama melakukan

terapi di rumah sakit. Rasa sepi yang dirasakan oleh partisipan

dikarenakan tidak adanya aktivitas bermain yang dilakukan.

Lamanya pengobatan yang harus dilakukan membuat partisipan

merasa jenuh karena aktivitas yang dapat dilakukan sangat terbatas

Page 61: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

dan tidak dapat bermain. Pada penelitian ini satu partisipan yaitu

partisipan 1 (P1) merasakan sepi selama di Rumah Sakit dan 3

partisipan yaitu partisipan 1 (P1), partisipan 2 (P2) dan partisipan 4

(P4) merasakan bosan dan 2 partisipan merasakan sakit selama

melakukan terapi yaitu partisipan 1 (P1) dan partisipan 2 (P2),

sementara Perasaan tersebut diungkapkan partisipan dalam

percakapn berikut ini :

Partisipan 1 (P1) : “sepi mba..”

Partisipan 2 (P2) : “disuntik, sakit..”

Orangtua (P4) : “.. ya itu, paling sering dia ngajakin

pulang, gak betah udah dia mba.. “

Hasil observasi yang peneliti lakukan didapatkan data

bahwa partisipan terlihat hanya berbaring ditempat tidur dan

menghabiskan waktunya dengan bermain sendiri. Partisipan terlihat

murung, lebih banyak diam dan sesekali mengelus tangannya yang

terpasang selang infus saat diberikan injeksi, serta tidak adanya

kontak mata saat berkomunikasi dengan peneliti. Aktivitas

partisipan terbatas dikarenakan kondisi fisik yang lemah dan

partisipan terlihat merengut. Dalam menjawab pertanyaan peneliti,

partisipan terlihat malas dan menjawabnya dengan singkat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dari 4

partisipan, satu partisipan merasakan sepi selama berada dirumah

sakit, 3 partisipan merasa bosan karena minimnya aktivitas bermain

Page 62: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

yang dilakukan serta lamanya waktu pengobatan yang harus

dijalani partisipan dan 2 partisipan merasakan sakit selama proses

terapi berlangsung.

c) Tahap Berduka

Dampak psikologis yang ditemukan pada penelitian ini

termasuk pada proses berduka yaitu perasaan emosional dan

menerima penyakitnya. Proses berduka terdiri dari 5 tahapan yaitu

denial, anger, bargaining, depression dan acceptance. Tiga

partisipan pada penelitian ini masih berada pada tahap anger atau

emosional yaitu partisipan 1 (P1), partisipan 2 (P2) dan partisipan 4

(P4). Sementara pada partisipan 3 (P3) sudah berada pada tahap

acceptance, sehingga partisipan dapat melakukan aktifitas seperti

biasa tanpa terganggu. Berikut pernyataan orangtua partisipan :

Orangtua (P1) : “ .. terus sekarang jadi sering marah

mba kalo maunya gak keturutan

gitu..”

Hal berbeda terjadi pada partisipan 3 (P3) yang sudah

berada pada tahap acceptance. Berikut percakapan partisipan 3

(P3) dan orangtuanya (P3) :

Partisipan 3 (P3) : “kalo ke mall gak pernah pake topi

mba., ya gak malu, biasa aja kok”

Orangtua (P3) : “iya mba, dia sukanya jalan- jalan ke

mall. Jadi kalo abis pulang kemo

pasti ngajak ke mall dulu. Dia mah

cuek aja mba orangnnya, disuruh

pake topi juga gak pernah mau, saya

sih ikut anaknya aja mba”

Page 63: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Hasil observasi berdasarkan data diatas diperoleh bahwa

partisipan 1 (P1), partisipan 2 (P2) dan partisipan 4 (P4) terlihat

ngambeg, cemberut dan marah saat keinginannya tidak dituruti.

Partisipan terlihat menangis dan memberontak agar keinginannya

dituruti, serta tidak adanya kontak mata selama berkomunikasi

dengan peneliti. Pada partisipan 3 (P3) terlihat cuek dengan

keadaanya, ekspresi wajah partisipan terlihat ceria, partisipan

menunjukkan adanya kontak mata selama beromunikasi dengan

peneliti dan partisipan terlihat terbuka selama proses wawancara,

hal tersebut terlihat dengan partisipan dapat menjawab pertanyaan

peneliti dengan lugas, partisipan dapat menceritakan apa yang

dirasakan dan partisipan dapat bercanda disela-sela proses

wawancara.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 3 dari 4

partisipan masih berada pada tahap anger sehingga partisipan

terlihat lebih emosional sementara pada partisipan 3 (P3) sudah

berada pada tahap acceptance yang memungkinkan partisipan

dapat menerima keadaanya dan dapat beraktifitas seperti biasa.

4.2.3 Pengalaman interaksi sosial pada anak penderita leukemia yang

menjalani kemoterapi

Pengalaman interaksi sosial pada anak yang menjalani kemoterapi

di RSUD Dr. Moewardi terdiri dari hubungan dengan orangtua dan

Page 64: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

hubungan denngan teman sebaya. Berikut interaksi sosial yang terlihat

pada anak :

1. Hubungan dengan orangtua

Anak yang sakit akan sangat memerlukan orangtuannya untuk

selalu berada disampingnya baik untuk berbagi cerita ataupun untuk

membantu memenuhi kebutuhannya. Pada penelitian ini 4 partisipan

memiliki kedekatan yang sama pada orangtua dan bergantung dalam

memenuhi kebutuhan partisipan, sehingga hubungan yang terbangun

antara partisipan dan orangtua semakin erat. Berikut hasil wawancara

partisipan dan orangtua :

Partisipan 1 (P1) : “ ibuk semua yang bantuin mba”

Partisipan 3 (P3) :”iyaa mba, selama sakit semuanya dibantuin

ibu.. mau makan juga disuapin ibu.

..ceritanya ya cuma sama ibu aja mba, kan

ibu yang ada disini terus.. yaa cerita apa aja

mba”

Hasil wawancara dengan orangtua sebagai berikut :

Orangtua (P3) : “sama keluarga baik kok mba, kalo cerita

paling sama saya. Ya paling ceritanya

pengen jalan-jalan ke mall, gitu lah

namanya juga anak-anak mba (sambil

tertawa)”

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti mengenai

hubungan partisipan dengan keluarganya ialah partisipan selalu

didampingi oleh kelurganya terutama orangtuanya, walau bergantian

dalam menjaga partisipan, namun partisipan tidak pernah ditinggalkan

seorang diri. Partisipan terlihat lebih bisa terbuka dengan orangtuanya

Page 65: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

dibandingkan dengan orang yang baru dikenal, hal tersebut

ditunjukkan ketika peneliti berusaha berkomunikasi dengan partisipan

dan hanya sedikit ucapan yang keluar dari partisipan. Semua

kebutuhan partisipan dibantu sepenuhnya oleh orangtua, hal tersebut

dikarenakan kondisi partisipan yang lemas. Kontak mata terlihat saat

partisipan berkomunikasi dengan orangtua.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 4

partisipan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan orangtuanya.

Hal tersebut terlihat dari keterbukaan anak untuk bercerita dan tetap

berkomunikasi dengan baik serta terjalin kontak mata saat

berkomunikasi dengan orangtua.

2. Hubungan dengan teman sebaya

Hubungan dengan teman sebaya pada penelitian ini terlihat

adanya gangguan yang dialami oleh partisipan. Keempat partisipan

pada penelitian ini cenderung menghabiskan waktunya seorang diri

dan hanya bermain di dalam ruangannya saja. Partisipan jarang

melakukan interaksi dengan pasien lainnya yang berada dalam satu

ruangan. Jenis permainan yang biasa dimainkan oleh partisipan ialah

bermain lego, bermain hp (telephon genggam), membaca buku cerita

dan menonton film kartun. Berikut pernyataan partisipan :

Partisipan 2 (P2) : “gak pernah main, cuma nonton upin ipin..”

partisipan 3 (P3) : “gak pernah, ke ruang bermain juga

nggak..”

Page 66: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Hasil observasi yang peneliti dapatkan ialah partisipan terlihat

jarang bermain, partisipan lebih sering menghabiskan waktu di tempat

tidur sambil membaca buku, bermain hp (telephon genggam),

menonton film kartun dan bermain lego. Partisipan terlihat sesekali

berbincang dengan pasien lainnya, namun tidak berlangsung lama.

Tidak banyak partisipan yang mau diajak untuk bermain di ruang

bermain, partisipan lebih memilih memainkan mainannya sendiri

daripada harus berbaur dengan pasien-pasien lain yang dilihat dari

umur lebih muda dari partisipan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 4

partisipan jarang bermain dengan partisipan yang lain dan lebih sering

menghabiskan waktu dengan bermain sendiri. Hal tersebut

dikarenakan kondisi fisik yang lemas dan terpasangnya selang infuse

ditangan atau kaki. Selain itu cara anak mengahadapi stressor dan tipe

kepribadian anak memiliki peranan penting pada proses berinteraksi.

4.2.4 Mekanisme interaksi sosial penderita leukemia pada anak yang

menjalani kemoterapi

Mekanisme interaksi sosial pada penderita leukemia didapatkan

data berdasarkan proses wawancara dan observasi ialah interaksi mulai

terlihat pada hari ketiga penelitian. Dari 4 partisipan, hanya satu partisipan

yang memiliki interaksi yang baik yaitu partisipan 3 (P3) dikarenakan

partisipan sudah terbiasa dengan penyakitnya dan sudah dapat menerima

keadaannya. Pada awal penelitian peneliti tidak melihat adanya interaksi

Page 67: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

yang baik antara partisipan dengan lingkungan sekitarnya. Partisipan tidak

pernah bermain berasama dengan pasien-pasien lain yang berada satu

ruangan, partisipan lebih senang bermain sendiri daripada harus bermain

bersama-sama. Partisipan juga jarang mengunjungi ruang bermain yang

telah disediakan oleh Rumah Sakit. Partisipan tidak menunjukkan adanya

kontak mata selama berkomunikasi dengan peneliti, dan selama peneliti

melakukan wawancara partisipan terlihat lebih banyak diam dan hanya

menjawab pertanyaan peneliti dengan singkat dan terlihat malas-malasan.

Pada hari berikutnya, partisipan mulai mau berkomunikasi dengan

peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan ucapan partisipan yang lebih banyak

saat menjawab pertanyaan peneliti. Kontak mata mulai terjalin antara

partisipan dan peneliti namun belum bertahan lama. Hal ini berbanding

terbalik dengan partisipan 3 (P3) yang sejak awal tidak menunjukkan

adanya gangguan pada interaksi sosial. Partisipan 3 (P3) mampu

berkomunikasi dengan baik ditandai dengan adanya feedback, kontak mata

terjalin selama berkomunikasi dan partisipan mampu diajak berkerja sama

dalam hal memperoleh data.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa partisipan mulai

mengalami perubahan pada interaksi sosial menjadi lebih baik terjadi pada

hari ketiga penelitian yang ditunjukkan dengan adanya kontak mata yang

terjalin selama berkomunikasi, keterbukaan, kerjasama dan komunikasi

yang baik.

Page 68: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

4.3 Temuan Penelitian

4.3.1 Respon terhadap penyakit leukemia dan terapi yang dijalani

Respon terhadap penyakit leukemia dan terapi yang dijalani oleh

partisipan diperoleh hasil bahwa 2 partisipan dapat menjelaskan pengertian

leukemia dengan kanker darah, dan 3 partisipan dapat menjelaskan jenis

terapi yang harus dijalani ialah dengan kemoterapi dengan istilah disuntik

dan berdampak kurang menyenangkan karena terasa sakit.

4.3.2 Dampak kemoterapi yang dijalani oleh anak penderita leukemia

1. Dampak Fisiologis

Dampak fisiologis yang dialami oleh partisipan terlihat bahwa

pada penurunan kemampuan aktivitas, 4 partisipan mengalami lemas

dan 2 partisipan merasakan sakit selama proses terapi berlangsung.

Gangguan keseimbangan nutrisi yang dialami oleh partisipan ialah 2

partisipan merasakan mual dan satu partisipan mengalami ulserasi

mukosa. Sementara pada perubahan tampilan tubuh, 2 partisipan

mengalami kerontokan rambut dan perubahan bentuk wajahn (moon

face).

2. Dampak Psikologis

a. Gangguan Gambaran Diri

Dua dari 4 partisipan merasakan malu dengan perubahan

yang terjadi pada dirinya yang semula sehat kini berubah menjadi

sakit, dan perubahan tampilan tubuh yang menjadi gemuk. Dari 4

partisipan, hanya ada satu partisipan yang mengalami perubahan

Page 69: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

menjadi lebih pendiam yaitu partisipan 4 (P4). Perubahan

partisipan menjadi lebih pendiam dikarenakan partisipan belum

dapat mengelola stressor yang dialami dengan baik.

b. Penurunan rasa aman dan nyaman

Penurunan rasa aman dan nyaman yang ditemukan pada 4

partisipan ialah satu partisipan merasakan sepi selama berada

dirumah sakit, 3 partisipan merasa bosan karena minimnya

aktivitas bermain yang dilakukan serta lamanya waktu pengobatan

yang harus dijalani partisipan dan 2 partisipan merasakan sakit

selama proses terapi berlangsung.

c. Tahap berduka

Tiga dari 4 partisipan masih berada pada tahap anger

sehingga partisipan terlihat lebih emosional sementara pada

partisipan 3 (P3) sudah berada pada tahap acceptance yang

memungkin partisipan dapat menerima keadaanya dan dapat

beraktifitas seperti biasa.

4.3.3 Pengalaman interaksi sosial pada anak penderita leukemia yang

menjalani kemoterapi

1. Hubungan anak dengan keluarga

Empat partisipan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan

orangtuanya. Hal tersebut terlihat dari keterbukaan anak untuk

bercerita dan tetap berkomunikasi dengan baik serta terjalin kontak

mata saat berkomunikasi dengan orangtua.

Page 70: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

2. Hubungan anak dengan teman sebaya

Empat partisipan jarang bermain dengan partisipan yang lain

dan lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain sendiri. Hal

tersebut dikarenakan kondisi fisik yang lemas dan terpasangnya selang

infuse ditangan atau kaki. Selain itu cara anak mengahadapi stressor

dan tipe kepribadian anak memiliki peranan penting pada proses

berinteraksi.

4.3.4 Mekanisme interaksi sosial penderita leukemia pada anak yang

menjalani kemoterapi

Mekanisme interaksi pada anak penderita leukemia mulai

megalami perubahan pada interaksi sosial menjadi lebih baik terjadi pada

hari ketiga penelitian yang ditunjukkan dengan adanya kontak mata yang

terjalin selama berkomunikasi, keterbukaan, kerjasama dan komunikasi

yang baik.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Respon terhadap penyakit leukemia dan terapi yang dijalani

Respon terhadap penyakit leukemia dan terapi yang dijalani oleh

partisipan diperoleh hasil bahwa 2 partisipan dapat menjelaskan pengertian

leukemia dengan kanker darah, dan 3 partisipan dapat menjelaskan jenis

terapi yang harus dijalani ialah dengan kemoterapi dengan istilah disuntik

dan berdampak kurang menyenangkan karena terasa sakit.

Anak usia sekolah sudah memiliki kemampuan untuk

menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya, termasuk ketika mereka

Page 71: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

sedang sakit. Anak usia sekolah dapat mendefinisikan penyakit sebagai

serangkaian gejala nyata yang banyak, seperti tanda-tanda flu, dan

menganggap penyebabnya adalah kuman atau bakteri (Wong 2009).

Anak jangan sekali-sekali diberi tahu bahwa dampak dari suatu

tindakan terapi tidak akan menimbulkan rasa sakit bila kenyataannya

tidak demikian (Rudolph 2007). Secara umum anak telah mempelajari

metode koping untuk menghadapi rasa tidak nyaman, seperti

berpegangan tangan dengan erat, mengepalkan tangan atau

mengatupkan gigi. Anak usia sekolah mampu mengkomunikasikan

secara verbal nyeri yang mereka alami berkaitan dengan letak,

intensitas, dan deskripsinya (Wong 2009).

Anak usia sekolah mulai menunjukkan kekhawatiran terhadap

kemungkinan efek menguntungkan dan merugikan suatu prosedur.

Selain itu apakah prosedur tersebut akan menyakitkan atau tidak,

mereka juga akan ingin tahu untuk apa prosedur itu, bagaimana

prosedur tersebut dapat membuat mereka lebih baik, dan cidera atau

bahaya apa yang dapat terjadi (Wong 2009). Sesuai dengan yang

terjadi pada penelitian ini, bahwa partisipan dapat mengekspresikan

rasa nyeri yang dirasakannya. Partisipan 2 (P2) dapat mengekspresikan

proses kemoterapi dengan rasa sakit, begitu juga dengan partisipan 3

(P3) menjelaskan bahwa kemoterapi menyebabkan rasa panas pada

tubuhnya.

Page 72: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Ungkapan diatas didukung oleh Rudolph (2007), yang

menjelaskan bahwa anak yang menderita kanker dan keluarganya

menjalani masa-masa yang sulit. Mereka membutuhkan seorang dokter

ataupun tenaga kesehatan yang penuh harapan, jujur, penghibur, penuh

pengertian, mudah didatangi, informatif dan berpengetahuan banyak.

Menyembunyikan penyakit dari anak terutama mereka yang dalam

masa usia sekolah adalah merugikan diri sendiri dan tidak akan

berhasil karena mereka sering kali akan menduga atau diberi tahu

mengenai hal yang sebenarnya oleh teman bermainnya. Beberapa

gagasan tentang asal kanker dapat diterangkan dengan analog. Sebagai

contoh, kita dapat membandingkan leukemia dengan ladang tani

(sumsum tulang) yang ditumbuhi secara berlebihan oleh rumput liar

(sel kanker) sehingga menghambat pertumbuhan dan ekspor hasil

panen (sel darah normal). Karena rumput liar itu tidak dapat dibuang

secara manual dari sumsum tulang, maka digunakan bahan kimia untuk

menghancurkan rumput liar itu dan memungkinkan hasil panen untuk

tumbuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitri RA dan Fensi (2008),

menjelaskan bahwa anak usia sekolah yang menderita leukemia sudah

dapat memahami karakteristik dasar dari penyakit, seperti definisi dari

‘sakit’, penyebab penyakit, dan perbedaan penyakit lain dengan penyakit

kanker. Partisipan pada penelitian ini dapat menjelaskan bahwa penkayit

leukemia yang diderita sebagai kanker darah.

Page 73: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Berdasarkan konsep diatas dapat disimpulkan bahwa anak usia

sekolah memiliki rasa keingintahuan yang kuat tentang apa yang

terjadi pada dirinya, termasuk ketika sedang merasakan sakit. Anak

cenderung akan meminta informasi mengenai apa yang terjadi pada

dirinya. Dalam hal ini tenaga kesehatan dapat meberikan penjelasan

mengenai penyakit yang diderita oleh anak dengan cara mengubahnya

kedalam bahasa yang ringan dan dapat dimengerti oleh anak.

Anak usia sekolah memiliki koping yang lebih baik dibandingkan

dengan anak usia prasekolah dalam merespon rasa nyeri yang

ditimbulkan dari suatu prosedur terapi pengobatan. Anak usia sekolah

mampu mengomunikasikan secara verbal nyeri yang mereka rasakan.

Tidak seperti anak yang lebih kecil, yang mengalami kesulitan memilih

kata-kata untuk menggambarkan nyeri.

4.4.2 Dampak kemoterapi yang dijalani oleh anak penderita leukemia

Dampak yang ditimbulkan dari kemoterapi pada anak penderita leukemia

yaitu dapat berdampak secara fisiologi dan secara psikologi. Berikut

pemaparan mengenai dampak dari kemoterapi pada pasien leukemia.

1. Dampak fisiologi

Dampak fisiologis yang dialami oleh partisipan terlihat bahwa

pada penurunan kemampuan aktivitas, 4 partisipan mengalami lemas

dan 2 partisipan merasakan sakit selama proses terapi berlangsung.

Gangguan keseimbangan nutrisi yang dialami oleh partisipan ialah 2

partisipan merasakan mual dan satu partisipan mengalami ulserasi

Page 74: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

mukosa. Sementara pada perubahan bentuk tubuh, 2 partisipan

mengalami kerontokan rambut dan perubahan bentuk wajahn (moon

face).

Efek toksik kemoterapi terdiri atas efek toksik jangka pendek

dan jangka panjang. Efek toksik jangka pendek yang dapat ditimbulkan

ialah pada reaksi gastrointestinal akan menimbulkan mual, muntah

dengan derajat yang bervariasi. Namun hal tersebut dapat

diminimalisir dengan diberikannya obat antiemetik. Dampak lain yang

terjadi pada gastrointestinal ialah adanya ulserasi mukosa mulut,

selama kemoterapi anak harus meningkatkan perawatan oral hygiene

untuk mengurangi ulserasi mukosa pada mulut (Japaries 2013).

Meeske et al (2007) menjelaskan bahwa anak yang menjalani

kemoterapi memiliki kelemahan fisik yang hebat, yang berdampak

pada ketidakmampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Penurunan kekuatan fisik ditandai dengan perasaan lemah dan lemas.

Penelitian yang dilakukan oleh Ramini, Brown, dan Buckner

(2008) menyatakan bahwa efek yang ditimbulkan oleh kemoterapi

pada pasien kanker ialah adanya mual muntah yang tidak terkontrol,

nyeri, dan kelemahan yang berlebih tidak dapat teratasi secara efektif

dengan pengobatan. Sehingga pada penelitian tersebut sangat

dianjurkan untuk istirahat yang cukup agar tetap mempertahankan

kondisi fisiologis penderita kanker tetap optimal. Pada penelitan ini

didapatkan data bahwa semua partisipan mengalami kelemahan yang

Page 75: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

sama, partisipan 1 (P1) dan partisipan 3 (P3) sudah mengalami

kerontokan pada rambut yang cukup banyak.

Menurut Wong (2009), kemoterapi akan memberikan efek

samping yang kurang menyenangkan bagi anak. Efek samping yang

ditimbulkan ialah menyebabkan anak merasakan mual dan muntah

karena obat anti kanker dapat mengiritasi lambung anak, kemudian

anak akan mengalami penurunan selera makan dan menyebabkan

nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh akan semakin berkurang, beberapa

anak akan mengalami ulserasi mukosa mulut yang dapat memperberat

penurunan selera makan pada anak, dampak lain yang ditimbulkan

ialah anak akan mengalami kerontokan rambut yang cukup banyak dan

perubahan pada bentuk wajah (moon face) yang disebabkan oleh

penggunaan obat steroid (Wong 2009). Penurunan selera makan

hampir terjadi pada semua partisipan dikarenakan rasa mual akibat

efek samping dari obat anti kanker, begitu juga yang terjadi pada

Partisipan 1 (P1), selain terjadi penurunan selera makan hal tersebut

diperparah dengan adanya ulserasi mukosa yang semakin

memperburuk penurunan selera makan partisipan.

Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa banyak dampak

secara fisiologi yang akan ditimbulkan dari kemoterapi. Tujuan utama

dari pemberian kemoterapi ialah untuk menghambat proses

pembelahan sel kanker sehingga dapat berkurang. Terapi medikasi

dengan kemoterapi memerlukan waktu yang sangat panjang untuk

Page 76: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

dilakukan, anak akan melakukan berulangkali kemoterapi untuk

mengurangi jumlah sel kanker dalam tubuh anak, bukan hanya dalam

hitungan hari, atau mingguan bahkan tahunan, karena setiap anak

memiliki respon yang berbeda terhadap sel kanker.

Penggunaan obat anti kanker yang secara berkelanjutan ini akan

memberikan efek samping yang kurang menyenangkan bagi anak dan

juga bagi keluarganya. Secara fisiologi dampak yang dapat

ditimbulkan dari kemoterapi ialah anak akan mengalami kerontokan

pada rambut, tubuh menjadi lemas. adannya mual dan muntah,

perubahan bentuk wajah (moon face) dan ulserasi mukosa pada mulut.

2. Dampak Psikologis

Dampak psikologis yang terjadi pada partisipan terlihat lebih

pendiam dan murung, partisipan tidak menunjukkan adanya kontak

mata saat berkomunikasi dengan peneliti, selain itu partisipan terlihat

malu saat peneliti mengajukan pertanyaan. Tiga partisipan terlihat

marah apabila keinginannya tidak dituruti dan masih berada pada tahap

anger sementara satu partisipan sudah berada pada tahap acceptance.

Dampak lain yang terlihat pada anak ialah sebagian anak merasa

kurang percaya diri dengan keadaan yang berbeda dengan anak yang

lain.

Wong (2009), yang menjelaskan bahwa dalam menghadapi

stressor anak usia sekolah memiliki kemampuan yang lebih baik. Anak

usia sekolah memiliki aktivitas fisik dan mental yang tinggi dan kerap

Page 77: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

kali menemukan ketidaksesuaian dengan lingkungan Rumah Sakit.

Kesepian, bosan, isolasi dan depresi umum terjadi pada anak. Selain

lingkungan Rumah Sakit, penyakit juga dapat menyebabkan perasaan

hilang kendali pada anak. Salah satu masalah yang paling signifikan

dari anak-anak dengan kelompok usia ini berpusat pada kebosanan.

Jika keterbatasan fisik atau yang dipaksakan menghalangi kemampuan

mereka untuk merawat diri sendiri atau untuk terlibat dalam aktivitas

yang disukainya, anak-anak usia sekolah biasanya berespon dengan

depresi, bermusuhan atau frustasi.

Partisipan pada penelitian ini juga menunjukkan adanya

penarikan diri dengan cara malas untuk berbicara dan lebih memilih

untuk bermain sendiri. Masalah ini terjadi pada partisipan 1 (P1),

partisipan 2 (P2), dan partisipan 4 (P4) yang menunjukkan adanya

penarikan diri.

Hinds, et al (1991) dalam Hooke (2009) menjelaskan bahwa

kelelahan memiliki dampak yang berbeda pada setiap kelompok usia.

Pada usia sekolah kelelahan lebih mengarah pada penurunan

kemampuan fisik, yang mengakibatkan anak kesulitan untuk bermain

dan berkonsentrasi sehingga menimbulkan rasa sedih dan marah.

Penelitian yang dilakukan oleh Moore et al (2003), bahwa dari

47 anak dan remaja yang menderita kanker dan melakukan semua

terapi terdapat 20% anak dan remaja yang mengalami masalah dalam

kemampuan beradaptasi, keterampilan sosial, menarik diri, dan

Page 78: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

depresi. Dampak psikologis yang dialami anak dipengaruhi oleh proses

berduka yang dialami.

Kubler Ross (1969) dalam Wong (2009) menjelaskan bahwa

terdapat 5 tahapan proses berduka :

1. Denial ( Mengingkari )

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah

syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu

terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu

terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang

mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari

informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase

pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan

pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus

berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu

beberapa menit sampai beberapa tahun.

2. Anger (Marah)

Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan

kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan

yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada

di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya

sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar,

menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak

Page 79: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain,

muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

3. Bergaining (Tawar Menawar)

Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa

marahnya secara sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar

menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering

dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda

maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami

oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai

”kalau yang sakit bukan anak saya”.

4. Depression ( Bersedih yang mendalam)

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain

menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai

pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang

menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik

yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur,

letih, dorongan libido menurun.

5. Acceptance (menerima)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.

Pikiran selalu terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai

berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan

kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang

hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada

Page 80: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan

kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang

hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “apa yang dapat saya

lakukan supaya saya cepat sembuh”.

Pada penelitian ini partisipan 3 (P3) memiliki interaksi yang

lebih baik dikarenakan partisipan 3 (P3) sudah berada pada tahap

acceptance, sehingga partisipan dapat melanjutkan hidupnya dan

kembali beraktivitas seperti layaknya anak normal. Sementara pada 3

partisipan lainnya yaitu partisipan 1 (P1), partisipan 2 (P2) dan

partisipan 4 (P4) masih berada pada tahap anger, sehingga ketiga

partisipan belum memiliki interaksi yang baik karena masih terfokus

pada perubahan kesehatannya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Theofanidis (2007) yang

menyatakan bahwa diganosa kronis yang diterima oleh seorang anak

dapat menyebabkan anak merasakan syok, stress, sentimen atau marah

serta adanya peningkatan intensitas hubungan dengan orangtua.

Partisipan pada penelitian menunjukkan hal yang sama seperti

sentimen dan cepat marah, sangat terlihat pada partisipan 1 (P1) dan

partisipan 2 (P2) yang akan marah jika keinginannya tidak dituruti.

Penelitian berbeda dilakukan oleh Rizkiana U dan Retnaningsih

(2008), bahwa anak mampu menerima dirinya dengan baik. Hal

tersebut ditunjukan dengan adanya pemahaman tentang diri sendiri dan

mengenali apa yang menjadi kekurangan dan kelebihannya serta

Page 81: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

adanya harapan yang realistis terhadap keadaan diri dan tidak merasa

rendah diri dengan adanya penyakit yang dialami. Partisipan 3 (P3)

pada penelitian ini memiliki pemahaman yang sama mengenai

penyakitnya, partisipan 3 (P3) dapat menerima keadaanya sehingga

tidak terjadi gangguan pada interaksi sosial, hal tersebut terlihat

dengan adanya kontak mata antara partisipan dengan peneliti saat

proses komunikasi berlangsung.

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa kemoterapi memiliki

dampak yang tidak menyenangkan pada aspek psikologis anak. Anak

usia sekolah memiliki aktivitas fisik dan mental yang tinggi dan kerap

kali menemukan ketidaksesuaian dengan lingkungan Rumah Sakit.

Kesepian, bosan, isolasi dan depresi umum terjadi pada anak. Interaksi

sosial anak selama berada di Rumah Sakit dipengaruhi oleh tahap

proses berduka yang dialami anak sehingga dapat menghasilkan

interaksi yang berbeda pada setiap anak.

4.4.3 Pengalaman interaksi sosial pada anak penderita leukemia yang

menjalani kemoterapi

1. Hubungan dengan keluarga

Hubungan partisipan dengan keluarganya ialah partisipan selalu

didampingi oleh kelurganya terutama orangtua, walau bergantian

dalam menjaga partisipan namun partisipan tidak pernah ditinggalkan

seorang diri. Empat partisipan memiliki hubungan yang lebih dekat

dengan orangtuanya. Hal tersebut terlihat dari keterbukaan anak untuk

Page 82: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

bercerita dan tetap berkomunikasi dengan baik serta terjalin kontak

mata saat berkomunikasi dengan orangtua.

Mencegah atau meminimalkan perpisahan merupakan tujuan

keperawatan utama pada anak yang dihospitalisasi. Salah satu

pendekatan terbaik adalah menganjurkan orangtua untuk tetap

mendampingi anak. Kehadiran orangtua selama hospitalisasi, termasuk

selama prosedur terapi, memberi dukungan emosional pada anak dan

meningkatkan rasa pemberdayaan orangtua dalam peran pemberi

asuhan (Wong 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Till (2004), menjelaskan bahwa

keluarga dan orangtua merupakan orang yang paling penting bagi

penderita kanker, karena keluarga dan orangtua merupakan orang yang

selalu memberikan dukungan sosial.

Dari konsep diatas dapat diambil kesimpulan bahwa saat

seorang anak mengalami sakit, dan sakit tersebut merupakan sakit yang

memerlukan pengobatan jangka pendek ataupun jangka panjang,

keluarga dan orangtua merupakan orang yang pertama dalam

memberikan dukungan baik secara emosional ataupun secara sosial.

2. Hubungan dengan teman sebaya

Hubungan dengan teman sebaya yang terlihat pada partisipan

ialah 4 partisipan jarang bermain dengan partisipan yang lain dan lebih

sering menghabiskan waktu dengan bermain sendiri. Hal tersebut

dikarenakan kondisi fisik yang lemas dan terpasangnya selang infuse

Page 83: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

ditangan atau kaki. Selain itu cara anak mengahadapi stressor dan tipe

kepribadian anak memiliki peranan penting pada proses berinteraksi.

Bermain adalah satu aspek penting dari kehidupan anak dan

salah satu alat paling efekif untuk menatalaksana stress, karena saat

sakit dan hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan

arena situasi tersebut sering disertai dengan stress berlebih, maka anak

perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka

alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress tersebut (Wong

2009).

Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan

kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka,

kebutuhan bermain tidak berhenti pada saat anak-anak sakit atau ada di

Rumah Sakit. Sebaliknya, bermain di Rumah Sakit memberikan

banyak manfaat (Rudolph 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Katz et al (2010), menjelaskan

bahwa anak yang berusia 7-12 tahun yang mengalami leukemia

limfosit akut memiliki interaksi yang kurang saat bermain dengan

teman sebayanya dibandingkan dengan anak yang sehat. Pada

penelitian ini partisipan 1 (P1), partisipan 2 (P2), dan partisipan 4 (P4)

mengalami hal yang sama, yaitu menurunnya minat bermain secara

bersama, mereka lebih memilih untuk bermain sendiri dan

menghabiskan waktu di tempat tidur.

Page 84: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Penelitian lain yang dilakukan oleh Larouche SS, dan Peuckert

C, (2006) menyatakan bahwa anak yang menjalani perawatan kanker

mengalami gangguan terhadap citra dirinya, hal ini ditandai dengan

perkataan bahwa mereka “jelek”, “saya tampak sakit”, “saya tidak

normal”, dan hal tersebut berujung pada penarikan diri dari lingkungan

sosialnya. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa anak yang

mengalami leukemia mengalami interaksi yang kurang, ditunjukkan

dengan anak mengatakan bahwa merasa malu dengan bentuk tubuhnya

yang menjadi gemuk, merasa berbeda karena sakit-sakitan.

Penelitian yang dilakukan oleh Vannatta, Zeller et al., 1998

dalam Katz et al (2010), menjelaskan bahwa anak yang menderita

kanker mengalami kesulitan dalam fungsi sosial, perbedaan terlihat

pada anak kanker dan anak yang sehat tidak menunjukkan adanya

penyesuaian dengan teman sebaya namun, justru menunjukkan sikap

menarik diri (isolasi sosial). Ungkapan diatas didukung oleh penelitian

Yeates et al (2007) yang menjelaskan bahwa dampak biologis yang

berhubungan dengan kemoterapi secara langsung dapat mempengaruhi

sosial dan proses kognitif yang diperlukan untuk negosiasi antar

pribadi dalam interaksi, terutama pada anak-anak yang disarankan

menjalani perawatan sistem saraf pusat.

Penelitian yang dilakukan oleh Gottman dalam Katz et al (2010)

menjelaskan bahwa, korban kanker anak telah dicatat menjadi lebih

sensitif dan terisolasi, dapat meningkatkan kemungkinan bahwa

Page 85: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

mereka mungkin memiliki kesulitan dengan keterlibatan sosial.

Seperti, kemampuan anak-anak tersebut untuk intim terlibat dengan

teman mereka yang terbaik dan sebaliknya, mereka kecenderungan

untuk melepaskan diri dari teman mereka. Kemampuan untuk tetap

terlibat dalam bermain telah diidentifikasi sebagai kualitas penting

interaksi dengan rekan sebaya yang sukses, dan terdiri dari beberapa

keterampilan komponen, termasuk mempertahankan percakapan,

membangun kegiatan umum, mengungkapkan informasi pribadi, dan

terlibat dalam fantasi bermain

Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa bermain sangat

penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan sosial anak. Anak

yang menderita kanker mengalami kesulitan dalam fungsi sosial,

perbedaan terlihat pada anak kanker dan anak yang sehat tidak

menunjukkan adanya penyesuaian dengan teman sebaya namun, justru

menunjukkan sikap menarik diri (isolasi sosial).

4.4.4 Mekanisme interaksi sosial penderita leukemia pada anak yang

menjalani kemoterapi

Mekanisme interaksi pada anak penderita leukemia mulai

mengalami perubahan pada interaksi sosial menjadi lebih baik terjadi pada

hari ketiga penelitian yang ditunjukkan dengan adanya kontak mata yang

terjalin selama berkomunikasi, keterbukaan, kerjasama dan komunikasi

yang baik. Pada awal penelitian partisipan masih sulit untuk diajak

berkomunikasi dengan peneliti, saat dilakukan wawancara partisipan tidak

Page 86: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

menunjukkan adanya kontak mata yang terjalin antara partisipan dengan

peneliti, begitu juga dengan jawaban singkat yang diberikan oleh

partisipan saat peneliti mengajukan pertanyaan dan belum ada kerja sama

yang terjalin antara penliti dengan partisipan.

Pada hari berikutnya, partisipan mulai mau berkomunikasi dengan

peneliti, ini ditunjukkan dengan ucapan partisipan yang lebih banyak saat

menjawab pertanyaan peneliti. Kontak mata mulai terjalin antara

partisipan dan peneliti namun belum bertahan lama. Sementara,

berbanding terbalik dengan partisipan 3 (P3) yang sejak awal tidak

menunjukkan adanya gangguan pada interaksi sosial. Partisipan 3 (P3)

mampu berkomunikasi dengan baik ditandai dengan adanya feedback,

kontak mata terjalin selama berkomunikasi dan partisipan mampu diajak

berkerja sama dalam hal memperoleh data.

Hospitalisasi merupakan krisis yang dihadapi anak, karena anak

akan mengalami stress pada perubahan dari sehat menjadi sakit dan segala

aktivitas anak akan terbatasi. Anak usia sekolah akan jarang memulai

percakapan tentang perasaan mereka atau meminta seseorang untuk

menemani mereka disaat periode kesendirian atau stress. Penampilan

ketenangan, dan penerimaan mereka terlihat seringkali menyamarkan

kebutuhan terhadap dukungan. Penting untuk mewaspadai petunjuk-

petunjuk nonverbal, seperti ekspresi wajah yang serius, menjawab

pertanyaan dengan setengah hati “saya baik-baik saja”, diam, kurang

Page 87: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

aktivitas, isolasi sosial, sebagai tanda membutuhkan bantuan (Rudolp

2007).

Interaksi sosial dimulai ketika dua individu bertemu, misalnya

saling menyapa, saling berjabat tangan, bercakap-cakap, atau bahkan

saling berkelahi. Interaksi sosial juga dapat terjadi ketika ada perubahan

dalam diri seseorang yang disebabkan oleh keadaan sakit. Interaksi dapat

terjadi apabila memiliki dua syarat berikut, yaitu kontak sosial dan

komunikasi (Sunaryo 2013). Hal tersebut terlihat pada partisipan yang

menunjukkan adanya kontak sosial dengan teman sebayanya atau dengan

peneliti, dalam hal ini kontak sosial yang dimaksud ialah tersenyum,

bercakap-cakap, dan bertatap muka. Partisipan mulai menunjukkan adanya

kontak mata walau belum bertahan lama.

Dalam berkomunikasi, individu dituntut untuk memahami makna

dari pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikasi hampir sama

dengan kontak sosial. Akan tetapi, komunikasi belum tentu terjadi walau

pun kontak sudah ada. Kontak tanpa komunikasi tidak memiliki arti.

Kontak lebih ditekankan pada orang atau kelompok yang berinteraksi,

sedangkan komunikasi lebih ditekankan pada pemrosesan pesan (Sunaryo

2013).

Kedua syarat terjadinya interaksi sosial pada awalnya belum

ditemukan pada partisipan, partisipan hanya melakukan kontak tanpa

adanya komunikasi. Namun, dengan pendekatan yang cukup sering

dilakukan oleh peneliti selama 4 hari kontak yang pada awalnya hanya

Page 88: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

muncul tersenyum, kini partisipan mulai terlihat adanya kontak mata dan

perlahan komunikasi mulai ada diantara peneliti dan partisipan. Namun,

kedua syarat terjadinya interaksi ini sudah ditemukan pada partisipan 3

(P3), hal ini dikarenakan tipe kepribadian pada partisipan sangat

berpengaruh terhadap interaksi sosial anak.

Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua syarat

untuk terjadinya interaksi yaitu kontak sosial dan komunikasi. Kedua

syarat tersebut belum ditemukan pada partisipan pada hari pertama

bertemu peneliti. Kedua syarat tersebut mulai ada saat peneliti melakukan

pendekatan yang lebih pada hari berikutnya, namun satu partisipan yang

lain sejak awal sudah memiliki kedua syarat terjadinya interaksi sehingga

lebih memudahkan peneliti dalam menjalin pertemanan.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Peneliti menemukan beberapa keterbatasan dalam proses penelitian

ini, diantaranya : waktu penelitian, strategi dalam menjalin hubungan dengan

anak, dan proses wawancara. Keterbatasan pada waktu penelitian ialah

minimnya waktu penelitian yang peneliti gunakan sehingga peneliti belum

mendapatkan hasil yang lebih mendalam. Sementara keterbatasan dalam

stretegi pendekatan pada anak, peneliti mengalami kesulitan untuk menjalin

hubungan pada anak yang pendiam, sehingga memerlukan pendekatan yang

lebih ekstra untuk mendapatkan informasi. Keterbatasan pada proses

wawancara yang terdapat pada penelitian ini ialah tergantung pada mood

Page 89: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

anak dan kondisi anak yang lemah, sehingga menyulitkan peneliti untuk

mendapatkan hasil yang maksimal.

Page 90: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disajikan mengenai kesimpulan dan saran berdasarkan dari

penelitian yang telah dilakukan. Secara lebih lengkap sebagai berikut :

5.1 Kesimpulan

Interaksi yang terjadi pada anak leukemia yang menjalani kemoterapi

di RSUD Dr. Moewardi Surakarta belum memenuhi syarat yang ada pada

proses terjadinya interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi. Tiga

orang partisipan menunjukkan adanya kontak sosial dan komunikasi setelah

hari pertama karena efek dari kemoterapi membuat partisipan merasa berbeda

dengan yang lain. Satu partisipan mempunyai interaksi sosial yang baik

walaupun partisipan mengalami dampak yang sama dari kemoterapi, karena

mempunyai tipe kepribadian yang berbeda dalam menghadapi stressor.

5.1.1 Respon terhadap penyakit leukemia dan terapi yang dijalani

Anak usia sekolah memiliki rasa keingintahuan yang kuat

tentang apa yang terjadi pada dirinya, termasuk ketika sedang

merasakan sakit. Anak cenderung akan meminta informasi mengenai

apa yang terjadi pada dirinya. Dalam hal ini tenaga kesehatan dapat

meberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita oleh anak

dengan cara mengubahnya kedalam bahasa yang ringan dan dapat

dimengerti oleh anak.

Page 91: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

5.1.2 Dampak kemoterapi yang dijalani oleh anak penderita leukemia

1. Dampak Fisiologis

Secara fisiologi dampak yang dapat ditimbulkan dari kemoterapi

ialah anak akan mengalami kerontokan pada rambutnya, adannya

mual dan muntah, badan menjadi lemas, perubahan bentuk wajah

(moon face), dan ulserasi mukosa pada mulut.

2. Dampak Psikologis

Dampak psikologis yang ditimbulkan dari kemoterapi ialah

memberikan rasa tidak menyenangkan pada aspek psikologis anak.

Anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik dan mental yang tinggi

dan kerap kali menemukan ketidaksesuaian dengan lingkungan

Rumah Sakit. Kesepian, bosan, isolasi dan depresi umum terjadi

pada anak. Interaksi sosial anak selama berada di Rumah Sakit

dipengaruhi oleh tahap proses berduka yang dialami anak sehingga

dapat menghasilkan interaksi yang berbeda pada setiap anak.

5.1.3 Pengalaman interaksi sosial pada anak penderita leukemia yang

menjalani kemoterapi

1. Hubungan anak dengan keluarga

Hubungan anak dengan keluarganya tidak memiliki gangguan.

Keluarga dan orangtua merupakan orang pertama yang selalu

memberikan dukungan sosial dan emosional.

Page 92: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

2. Hubungan dengan teman sebaya

Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan

kesejahteraan sosial anak. Anak yang menderita kanker mengalami

kesulitan dalam fungsi sosial, perbedaan terlihat pada anak kanker

dan anak yang sehat tidak menunjukkan adanya penyesuaian

dengan teman sebaya namun, justru menunjukkan sikap menarik

diri (isolasi sosial).

5.1.4 Mekanisme interaksi sosial penderita leukemia pada anak yang

menjalani kemoterapi

Terdapat dua syarat untuk terjadinya interaksi yaitu kontak

sosial dan komunikasi. Kedua syarat tersebut belum ditemukan pada

partisipan pada hari pertama bertemu peneliti. Kedua syarat tersebut

mulai ada saat peneliti melakukan pendekatan yang lebih pada hari

berikutnya, namun satu partisipan yang lain sejak awal sudah memiliki

kedua syarat terjadinya interaksi sehingga lebih memudahkan peneliti

dalam menjalin pertemanan.

5.2 Saran

5.2.1 Penelitian dibidang keperawatan

Masih sangat banyak kekurangan yang terdapat pada hasil

penelitian ini, terkait dengan hal tersebut peneliti memberikan saran

kepada penelitian selanjutnya untuk membuat strategi dalam menjalin

hubungan dengan partisipan seorang anak, menambahkan interaksi dengan

Page 93: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

adik dan kakak dari anak, dan jangka waktu yang lebih lama dari yang

peneliti lakukan, selain itu untuk menambahkan hasil dari penelitian yang

telah peneliti lakukan.

5.2.2 Pendidikan keperawatan

Masih sangat minimnya literatur yang membahas mengenai

interaksi sosial pada anak yang menjalani kemoterapi, terutama dampak

terhadap tumbuh kembangnya. Sehingga sangat diperlukan pendidikan dan

penelitian yang lebih banyak lagi dalam membahas interaksi sosial anak.

5.2.3 Pelayanan keperawatan

Kanker merupakan penyakit keganasan yang cukup sulit untuk

diterima secara lapang dada oleh anak dan keluarganya. Kemoterapi yang

harus dijalani juga berperan sangat penting terhadap terganggunya

interaksi yang terjadi pada anak. Diharapkan dengan adanya penelitian ini

sebagai seorang perawat bisa lebih memahami dan melakukan pendekatan

yang jauh lebih baik lagi sehingga anak tetap merasakan nyaman walau

berada di rumah sakit.

Page 94: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, MV 2007, ‘Pengalaman keluarga dengan anak yang menderita

penyakit kronik’, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Camargo, B, Santus, MO, Rebelo, MS, et all 2009, ‘Cancer incidence among

children and adolescents in brazil : first report of 14 population based

cancer registriesn’, International Journal of Cancer, vol 126, hal 715-720.

Departemen Kesehatan RI 2013, ‘Aktivitas fisik dan diet seimbang mencegah

kanker’, diakses 7 November 2013,

<.http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=170>.

Fitri, RA dan Fensi 2008, ‘Representasi penyakit dan strategi pengatasan pada

anak yang menderita kanker’, Jurnal Psikologi, vol 2, no 1, hal 8.

Hooke, MC 2009, ‘Fatigue, physical, performance, and carnitene levels in

children and adolescent receiving chemotherapy. A Dissertation Doctor of

Philosophy. Diakses tanggal 21 Februari 2014, <http://

conservancy.umn.edu/bitstream/pdf>.

Japaries, W 2013, Buku ajar onkologi klinis, Edisi 2, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

Katz, LF, Leary, A, Breiger, D, Friedman, D 2010, ‘Pediatric cancer and the

quality of children’s dyadic peer interactions’, Journal of Pediatric

Psychology, vol. 36, no. 2.

Larouche, SS, dan Peuckert, CL 2006, ‘Changes in body image experienced by

adolescents with cancer’, Journal Pediatri Oncol Nurs, vol. 23, no 4.

Maryati dan Suryawati 2003, Sosiologi I, Erlangga, Jakarta.

Meeske, KA, Patel, SK, Palmer, SN, Nelson, MB, & Parow AM 2007, ‘Factor

associated with health-related quality of life in pediatric cancer survivor’,

Pediatric Blood and Cancer, vol. 49, 298-305.

Moore, IM, Challinor, J, Pasvogel, A, and Matthay, K, et all 2003, ‘Online

exclusive : Behavioral adjustment of children and adolescent with cancer:

teacher; parent, and self-report’, Oncol Nurs Forum, vol. 30, no 5.

Ramini, SK, Brown, R, &Buckner, EB 2008, ‘Embracing change : adaptation by

adolescents with cancer’, The Practice Aplication of Research, vol. 34, 72-

79.

Page 95: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Rizkiana, U, dan Retnaningsih 2009, ‘Penerimaan diri pada remaja penderita

leukemia’, Jurnal Psikologi, vol. 2, no. 2.

Rudolph, AM 2007, Buku ajar pedriati rudolph, Edisi 20, Vol. 2, EGC: Jakarta.

Soekanto, S 2013, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta

Sugiyono, 2013, Memahami penelitian kualitatif, Cetakan kedelapan, Alfabeta,

Bandung.

Sumantri, A 2011, Metodologi penelitian kesehatan, Edisi 1, Kencana prenada

media group, Jakarta.

Sunaryo 2013, Psikologi untuk keperawatan, Edisi 2, Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Sutopo, HB 2006, Metodologi penelitian kualitatif, Edisi 2, Universitas Sebelas

Maret, Surakarta.

Theofanidis, D 2007, ‘Chronic illness iin childhood : psychosocial adaptation and

nursing support for the child and family’, Health Science Journal, vol. 1,

1-9.

Till, T 2004, ‘Coping with cancer : the adolescent experience’, Australian

Catholic University.

WHO 2003, ‘If Not Controlled 26 Million People In the World Suffers Cancer’,

diakses 6 November 2013,

<http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=137>.

WHO 2008, ‘Global cancer rates could increase by 50% to 15 million by 2020’,

diakses 6November 2013,

<http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2003/pr27/en/>.

Williamson, H, Harcourt, D, Halliwell, E, and Frith, H, et al 2010, ‘Adolescents'

and parents' experiences of managing the psychosocial impact of

appearance change during cancer treatment’, Journal Pediatr Oncol Nurs,

vol 27, no 3

Wong, DL 2009, Buku ajar keperawatan pediatrik, Edisi 6, Vol.2, EGC : Jakarta.

Yeates, KO, Bigler, ED, Dennis, M, Gerhardt, CA, Rubin, KH, Stancin, T, &

Vannatta, K. (2007), Social outcomes in childhood brain disorder: A

heuristic integration of social neuroscience and developmental psychology.

Psychological Bulletin, 133, 535–556.

Page 96: PENGALAMAN INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK · PDF file10 Pedoman Wawancara Dokter 11 Data Demografi Partisipan 12 Data Demografi Partisipan (care giver) 13 Catatan Lapangan 14 Transkrip

Yusuf, S 2009, Psikologi perkembangan anak dan remaja, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung.