kajian pendidikan menyongsong bonus demografi

47
KAJIAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI PAPUA (Studi kasus di Kabupaten Sarmi) Oleh: JOHN RAHAIL ALOYSIUS ORGANIS PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI PAPUA Jayapura, 2014

Upload: daldukpapua

Post on 14-Apr-2017

384 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

KAJIAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI

DI PROVINSI PAPUA (Studi kasus di Kabupaten Sarmi)

Oleh: JOHN RAHAIL

ALOYSIUS ORGANIS

PERWAKILAN

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI PAPUA

Jayapura, 2014

Page 2: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

akhirnya Kajian Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

Di Provinsi Papua (Studi kasus di Kabupaten Sarmi) dapat terselesaikan dengan baik

mulai dari persiapan, kegiatan pengumpulan data lapangan (data primer dan sekunder)

sampai penyelesaian laporan akhir.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan memetakan permasalahan serta

kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat dalam menyongsong

Bonus Demografi di kabupaten Sarmi. Hasilnya dideskripsikan untuk memperoleh

gambaran dari kondisi obyektif tentang kondisi pemenuhan hak atas pendidikan dan

peta permasalahan dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pada

kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah

Kabupaten Sarmi yang berkenaan memberikan dukungan terhadap proses kajian ini.

Secara khusus kepada Perwakilan BKKBN Provinsi Papua melalui Bidang

Pengendalian Penduduk (DALDUK) yang telah memberikan kepercayaan kepada

kami Tim Penyusun untuk membuat kajian ini. Kiranya kerjasama yang baik ini dapat

dipertahankan dan terus dikembangkan di waktu mendatang.

Berbagai saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan, dan

akhirnya semoga dokumen ini dapat bermanfaat.

Jayapura, Desember 2014

Tim Penyusun

Page 3: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

iii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ……………………………………………………………... i

Kata Pengantar …………………………………………………………….. ii

Daftar Isi …………………………………………………………….. iii

Daftar Tabel …………………………………………………………….. iv

BAB I. Pendahuluan …………………………………………......... 1

A. Latar Belakang ………………………………………… 1

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………… 3

C. Metodologi …………………………………………….. 3

BAB II. Kajian Pustaka …………………………………………..... 5

A. Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya ………………………………………………….

5

B. Konsep dan Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan .. 8

C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional ………………. 11

D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan ………………….. 12

E. Hak dan Kewajiban para pihak ………………………… 13

BAB III. Hasil dan Pembahasan …………………………………..... 17

A. Keadaan geografis ……………………………………... 17

B. Keadaan kependudukan ……………………………….. 18

C. Keadaan pendidikan …………………………………… 20

D. Situasi dan kondisi pemenuhan hak atas pendidikan ….. 24

1. Ketersediaan ………………………………………… 25

2. Keteraksesan ………………………………………… 35

3. Keberterimaan ……………………………………..... 38

4. Ketersesuaian ……………………………………….. 39

BAB IV. Penutup ………………………………………………........ 41

A. Kesimpulan …………………………………………..... 41

B. Saran-saran …………………………………………….. 41

Daftar Pustaka …………………………………………….. 43

Page 4: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Distrik, Rumah

Tangga dan Jenis Kelamin Tahun 2012 ………………………

19

2. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Kelompok

Umur Tahun 2012 …………………………………………….

19

3. Banyaknya Sekolah Dirinci menurut Jenisnya Tahun 2013 ….

21

4. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) Tahun

2012 ..........................................................................................

21

5. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Lanjutan Pertama

(SLTP) Tahun 2012 ..................................................................

22

6. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah (SM)

Tahun 2012 ...............................................................................

22

7. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S), dan Guru (G) SD

Tahun 2012 ...............................................................................

23

8. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTP

Tahun 2012 ..............................................................................

24

9. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTA

Tahun 2012

……………………………………………………….

24

10. Banyaknya Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Jenis

Kelamin dan Tingkat pendidikan Tahun 2012 ……………….

25

Page 5: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan di Papua, dari dulu

sampai sekarang masih tetap menjadi masalah, termasuk di kabupaten Sarmi yang

berdasarkan laporan Sarmi dalam Angka tahun 2012 berpenduduk 34.305 jiwa (laki-laki

18.721 jiwa dan perempuan 15.584 jiwa). Belum tertanganinya masalah ini secara

optimal, karena berbagai kondisi obyektif geografis dan masyarakat yang hidup miskin,

apalagi 75 persen penduduknya bermukim di kampung dan pedalaman. Masalah

ketidakterpenuhan tersebut karena sudah terlalu lama dan tidak ada penangganan

optimal, sehingga bagi masyarakat bukan lagi dianggap sebagai masalah.

Di Papua sejak diberlakukannya UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi

Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua yang menempatkan bidang pendidikan sebagai

salah satu prioritas pembangunan, maka kebijakan ini menjadi peluang untuk

mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia berkualitas

di Papua saat ini dan ke depan. Peluang ini semakin dipertegas dengan adanya Peraturan

Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 26 tahun 2006 tentang Pembangunan Pendidikan di

Provinsi Papua dan Peraturan Gubernur Provinsi Papua Nomor 6 tahun 2009 tentang

Pembebasan biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan di Provinsi Papua.

Kondisi ini sebenarnya telah memberikan jaminan bagi pemenuhan hak atas

pendidikan yang berpihak pada masyarakat di Provinsi Papua, sebagaimana tercantum

dalam General Comment Nomor 13 (Wiratama, 2009) yang meliputi:

- Ketersediaan (availability), yakni institusi-institusi dan program-program

pendidikan yang berfungsi harus tersedia dalam kuantitas/jumlah yang memadai.

- Keteraksesan (accessibility), dimana institusi-institusi pendidikan dan program harus

dapat diakses setiap orang, tanpa diskriminasi: dengan maksud pendidikan harus

dapat diakses oleh setiap orang, terutama kelompok yang paling rentan dalam

hukum maupun dalam kenyataan.

- Keteraksesan Fisik (physical accessibility), dimana pendidikan harus berada dalam

jangkauan fisik yang aman, baik secara kehadiran pada lokasi geografis yang cukup

mudah (misalnya, sekolah di lingkungan kehidupan sosial kemasyarakatan) atau

melalui teknologi modern (akses pada pembelajaran jarak jauh melalui internet).

- Keteraksesan Ekonomi (economic accessibility), dimana pendidikan harus

terjangkau secara ekonomi dan juga berdasar tingkatan, namun negara harus

mengupayakan atau mempromosi pendidikan menengah dan tinggi yang bebas

biaya.

- Keberterimaan (acceptability) yang menyatakan maksud bahwa, bentuk dan isi dari

pendidikan, termasuk kurikulum dan metode pengajaran harus dapat diterima oleh

murid, dan pada kasus tertentu oleh orang tua.

Page 6: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

2

- Penyesuaian (adaptabibilty) di mana pendidikan harus fleksibel agar dapat

menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas yang berubah-rubah

dan tanggap terhadap kebutuhan murid dalam lingkungan sosial dan budaya yang

beragam.

Di kabupaten Sarmi, walaupun hampir semua distrik dan kampung terdapat

gedung sekolah dan aktivitas belajar (SD, SLTP dan SLTA), namun pemanfaatan belum

optimal karena sangat dipengaruhi pandangan, konsep dan persepsi masyarakat yang

masih tradisional, hidup miskin dan terbelakang. Keadaan ini sangat berdampak pada

munculnya konsep dan pola pikir masyarakat yang menganggap pendidikan mahal

secara sosial dan belum menjadikan pendidikan sebagai investasi masa depan.

Masalah ini semakin kompleks ditunjukkan dengan rendahnya angka partisipasi

kehadiran siswa (absent tinggi), proses belajar-mengajar tidak yang optimal karena rasio

guru-murid cukup tinggi, tidak tersedia buku paket dan alat peraga yang memadai,

gedung sekolah tidak memenuhi standart lingkungan sehat (MCK tidak berfungsi),

wajib seragam sekolah yang tidak terpenuhi siswa, serta rendahnya motivasi orang tua.

Laporan IPM Kabupaten Sarmi tahun 2012 yang mencapai 67,15 dengan angka rata-rata

lama sekolah 6,55 tahun dengan angka buta huruf mencapai >10% dari total jumlah

penduduk usia 15 tahun ke atas. Angka partisipasi murni (APM) semakin menurun antar

jenjang pendidikan, dimana APM SD 84.82%, kemudian SLTP 63.36% dan SLTA

hanya 19.17% yang memberikan gambaran bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

partisipasi penduduk usia sekolah di kabupaten Sarmi semakin berkurang.

Walaupun ada masalah pendidikan, namun upaya penanganan dan pemecahan

masalah pada sektor tersebut belum aplikatif, terfokus dan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat di kabupaten Sarmi. Kondisi masyarakat di kabupaten Sarmi yang selama

ini hanya sebagai obyek pembangunan tidak mempunyai akses terhadap bagaimana

pemenuhan kebutuhan atas hak pendidikan dilakukan. Rahail (2008) melaporkan

berbagai hambatan pembangunan pendidikan di Papua dan secara khusus di kabupaten

Sarmi terjadi selain karena munculnya perbedaan persepsi antara masyarakat dan

pemerintah, hal ini juga terjadi karena tidak ada panduan yang jelas bagaimana cara

masyarakat melakukan kontrol terhadap upaya pemerintah memenuhi hak masyarakat

atas pendidikan.

Keadaan ini mendesakkan bagaimana masalah-masalah pendidikan di kabupaten

Sarmi dipecahkan tanpa harus saling menyalahkan dengan langkah-langkah kongkrit

yang terencana dan komprehensif. Hal ini menjadi penting dikaitkan dengan dinamika

kependudukan yang kini dihadapkan pada peluang Bonus Demografi di Provinsi Papua

Page 7: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

3

dan secara khusus di Kabupaten Sarmi. Atas dasar itulah kajian ini dilakukan untuk

memperoleh data dan informasi tentang kondisi dan situasi pembangunan pendidikan di

kabupaten Sarmi, yang hasilnya diharapkan dapat memberikan dukungan bagi

peningkatan kualitas perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi secara

menyeluruh dalam pembangunan sektor ini di kabupaten Sarmi menyonsong Bonus

Demografi.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan kajian ini untuk mengetahui dan memetakan permasalahan serta

kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat dalam menyongsong

Bonus Demografi di kabupaten Sarmi. Hasilnya dideskripsikan untuk memperoleh:

a. Gambaran dari kondisi obyektif tentang kondisi pemenuhan hak atas pendidikan

b. Peta permasalahan dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi

masyarakat

2. Manfaat

Manfaat penelitian ini diharapkan, dapat memberikan masukan kepada

Pemerintah Kabupaten Sarmi dan dimanfaatkan perencana dan pelaksana

pembangunan khusus dalam bidang pendidikan dalam meningkatkan kualitas

pelaksanaan pembangunan pada sektor ini sebagai persiapan menyongsong dan

memasuki Bonus Demografi.

C. Metodologi

1. Lokasi penelitian

Lokasi kegiatan penelitian pada 3 distrik sampel yang ditentukan secara

purposive berdasarkan pendekatan keruangan, yaitu:

a. Distrik Sarmi (perkotaan)

b. Distrik Sarmi Timur (pinggiran)

c. Distrik Pantai Timur (pedalaman)

2. Metode penelitian

Ditinjau dari dimensi tujuan dan waktu, maka penelitian ini menggunakan

metode observasi partisipatif bersifat deskriptif, sehingga dapat menggali lebih

dalam kondisi dan permasalahan pemenuhan hak atas pendidikan pada berbagai

pihak sebagai fakta yang perlu diperhatikan dalam menyongsong bonus demografi.

Page 8: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

4

3. Populasi dan Sampel

Sasaran penelitian ini adalah semua

instansi pemerintah dan lembaga terkait

(pembangunan pendidikan), para pelaku

pendidikan dan masyarakat di Kabupaten Sarmi

sebagai sasaran pembangunan, antara lain:

a. Instansi pemerintah dan lembaga terkait

- Bappeda

- Dinas Pendidikan dan Pengajaran

- Pengelola pendidikan dan persekolahan swasta

- Petugas pemerintah (tingkat distrik dan kampung)

b. Pelaku pendidikan dan masyarakat

- Guru dan siswa SD, SLTP dan SLTA

- Kelompok pengelola pendidikan nonformal

- Tokoh masyarakat (tokoh adat, agama, perempuan dan pemuda)

4. Teknik dan alat Pengumpulan Data

a. Pengamatan dan wawancara umum (PWU), kegiatan berupa pengamatan dan

wawancara umum menggunakan panduan observasi untuk mengumpulkan data.

b. Diskusi kelompok terfokus (DKT), kegiatan berupa diskusi dengan pelaku

pendidikan dan masyarakat secara terpisah menggunakan panduan.

c. Pengamatan dan wawancara mendalam (PWM), kegiatan berupa pengamatan

dan wawancara mendalam menggunakan panduan untuk mengumpulkan data

tentang situasi dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi.

5. Analisa Data

Data diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis data secara kuantitatif

menggunakan tabulasi frekuensi. Analisis secara kualitatif untuk mendukung hasil

analisis kuantitatif dan beberapa aspek yang hanya dapat dianalisis secara kualitatif.

Tahapan analisis data yang dilakukan sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi data primer dari lapangan berupa catatan harian, transkip

diskusi, wawancara dan catatan dokumen data sekunder.

b. Kategorisasi data yang diperoleh sesuai peruntukkannya untuk kemudian

dideskripsikan.

c. Hasil kategorisasi data dan informasi kemudian diinterpretasikan dan dianalisis

sesuai kaidahnya.

Page 9: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya

Pendidikan adalah hak setiap orang sebagaimana yang tercantum dalam UUD

1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Internasional Hak

Ekonomi Sosial dan Budaya (KI-HESB). Penggunaan KI-HESB sebagai sandaran

penting karena KI-HESB mempunyai konsepsi dan strategi yang lebih lengkap dalam

rangka pemenuhan hak atas pendidikan.

Namun penggunaan KI-HESB sebagai landasan prespektif mungkin masih

terkesan bermasalah untuk beberapa kalangan, karena KI-HESB sampai sekarang belum

diratifikasi pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penting untuk

terlebih dahulu mendudukkan permasalahan tersebut secara proporsional.

Paling tidak ada dua (2) landasan pokok yang menjelaskan bahwa KI-HESB

dapat dijadikan sebagai sandaran atau apa yang umum dikenal sebagai sumber hukum

dalam perumusan sistem pengelolaan pendidikan di daerah. Adapun alasan tersebut

menurut Wiratama (2009) antara lain:

1. Landasan Matriil

Dari sudut pandang matriil, paling tidak ada tiga (3) alasan pokok yang mendasari

pentingnya penegasan bahwa pendidikan adalah Hak yang harus dihormati,

dilindungi dan dipenuhi sebagaimana diamanatkan oleh KI-HESB.

Pertama; pentingnya hak atas pendidikan bagi semua orang adalah sesuatu yang tak

terbantahkan. Semua orang ingin mengenali dan mampu menalarkan

lingkungan sosial dan alamnya untuk dapat bertahan hidup dan

mengembangkan dirinya. Jika ditilik dari pandangan bahwa negara dibangun

atas dasar kontrak sosial dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan

warganya, maka dengan sendirinya pendidikan merupakan hal pokok yang

tidak boleh dinegosiasikan oleh negara, negara justru berkewajiban

menghormati, melindungi dan memenuhinya, karena pendidikan adalah

sarana pokok bagi setiap orang untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Karena itu pendidikan mesti diletakkan dalam pemahaman bahwa

pendidikan adalah hak asasi setiap orang yang harus dilindungi, dihormati

dan dipenuhi negara atau setiap pemerintah yang sedang berkuasa.

Kedua; bahwa semua masyarakat sejak awal sudah memiliki naluri untuk

memberikan pendidikan kepada generasinya sebagai jalan untuk dapat

Page 10: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

6

mempertahankan kebudayaan yang sudah dapat dicapai dan

mengembangkannya. Tanpa proses pendidikan yang baik suatu bangsa tidak

akan pernah mampu mewujudkan kesejahteraannya. Fakta di lapangan

menunjukkan bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang belum dapat

mengakses pendidikan, pada satu sisi usaha untuk memperbaiki keadaan ini

seringkali dengan mudah dinegosiasikan oleh kebutuhan-kebutuhan lain,

karena masalah pendidikan ini relatif tidak dirasakan oleh mereka yang kaya.

Ketiga; berpendidikan atau tidaknya seseorang juga akan sangat berpengaruh

terhadap kemampuan seseorang dalam mengakses hak yang lain secara

optimal, seperti; hak atas informasi, hak untuk bebas berekspresi berkumpul

dan berorganisasi, hak untuk memilih dan dipilih sangat tergantung kepada

sekurang-kurangnya satu tingkat pendidikan minimum. Sama dengan itu,

berbagai komponen substansi HAM, baik hak-hak sipil dan politik maupun

hak-hak atas ekonomi sosial dan budaya, seperti: hak untuk memilih

pekerjaan, hak untuk mendapatkan pembayaran yang setara untuk pekerjaan

yang setara, atau hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak

untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan. Pengenyaman semua elemen

hak asasi manusia tersebut akan sangat tergantung kepada pengenyaman

pendidikan.

Dengan alasan itu, oleh para ahli hukum Internasional dikatakan bahwa hak

atas pendidikan merupakan komponen hak asasi manusia yang bersifat dasar bagi

komponen Hak Asasi Manusia yang lain.

2. Landasan Formil

Dalam UUD 1945 secara tegas dikemukakan bahwa Indonesia adalah negara

hukum, bukan negara kekuasaan, yang mana salah satu ciri negara hukum adalah

negara itu menghormati dan melindungi HAM. Sejalan dengan itu, sebagai sebuah

negara hukum sejak awal dalam pemikiran para elit politik Indonesia pada dasarnya

terdapat keinginan yang kuat untuk segera mendasarkan pengelolaan negara

berdasarkan nilai-nilai HAM. Namun demikian karena berbagai masalah politik

yang dihadapi Indonesia, keinginan untuk mengelola negara berdasarkan HAM baru

mulai muncul kembali secara lebih luas dan terbuka sejak tahun 1998.

Salah satu prestasi dari dinamika politik pada tahun 1998 adalah lahirnya

TAP MPR NO. XVII/MPR/1998 tentang HAM, dimana salah satu mandatnya

adalah menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyebarluaskan

Page 11: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

7

nilai-nilai HAM dan meminta kepada Presiden dan DPR agar segera meratifikasi

berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan

pancasila dan UUD 1945.

Setelah itu berbagai instrumen HAM mulai diratifikasi dan langkah-langkah

legislasi lainnya mulai dilakukan, UU Nomor 5 tahun 1998 meratifikasi konvensi

anti penyiksaan, tanggal 23 September lahir UU Nomor 39 tahun 1999 tentang

HAM. Lebih lanjut, politik hukum penegakan HAM ini dipertegas kembali dalam

ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN. Dalam Bab IV tentang

kebijakan Sub-A tentang Hukum.

Dari sepuluh (10) butir arahan, terdapat sekurang-kurangnya empat (4) butir

yang mengatur mengenai masalah HAM sebagai berikut:

- Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum,

keadilan dan kebenaran, supremasi hukum serta menghargai HAM.

- Melanjutkan ratifikasi konvensi Internasional terutama yang berkaitan dengan

HAM sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk UU.

- Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatkan perlindungan,

penghormatan dan penegakan HAM dalam seluruh aspek kehidupan.

- Menyelesaikan berbagai proses pradilan terhadap pelanggar hukum dan HAM

yang belum ditangani secara tuntas.

Jika mengacu kepada garis politik pembangunan hukum di atas, maka

sekalipun KI-HESB belum diratifikasi Indonesia, akan tetapi secara tidak langsung

eksistensi KI-HESB sebenarnya sudah mendapat pengakuan, terutama jika dikaitkan

dengan adanya seruan untuk menghormati dan menghargai HAM dan segera

meratifikasi semua konvensi internasional yang tidak bertentangan dengan UUD

1945 dan Pancasila.

Karena kandungan KI-HESB termasuk juga hak atas pendidikan Pasal 13-14

KI-HESB pada dasarnya memiliki semangat yang sama dengan UUD 1945 dan

Pancasila. Kesamaan pandangan ini terlihat jelas dari penegasan Pasal 31 UUD

1945 yang juga menempatkan pendidikan sebagai hak setiap warga negara di satu

sisi, dan membebankan kewajiban kepada pemerintah untuk menyelenggarakannya

di sisi lain. Bahkan dalam amandemen terhadap pasal 31 yang dilakukan baru-baru

ini, pemikiran yang muncul semakin menunjukkan semangat yang sama dengan apa

yang dirumuskan dalam pasal 13-14 KI-HESB. Semangat yang sama dengan pasal

13-14 KI-HESB juga muncul dalam pasal 12 dan 60 UU Nomor 39 tahun 1999

Page 12: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

8

tentang HAM dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(SPN).

Masih dari sudut pandang formil, Hak atas pendidikan adalah salah satu

komponen hak asasi manusia yang terdapat dalam pasal 13 KI-HESB. Sampai

dengan sekarang ini, KI-ESB sudah diratifikasi oleh 142 negara, hal ini

menunjukkan bahwa konvensi ini memiliki karakter universalitas yang sangat kuat.

Menanggapi fakta ini, sebagian ahli hukum berpendapat bahwa karena konvensi ini

sudah di terima oleh lebih dari seratus negara maka dengan sendirinya konvensi ini

menjadi kaedah kebiasaan internasional, dan oleh karena itu juga dengan sendirinya

mengikat semua negara baik negara yang meratifikasi maupun negara yang tidak

meratifikasi termasuk juga Indonesia.

Secara khusus di Papua dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi

Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua dalam Bab XVI telah menempatkan bidang

pendidikan sebagai salah satu prioritas pembangunan, maka kebijakan ini menjadi

peluang untuk mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya

manusia berkualitas di Papua saat ini dan ke depan.

Peluang dan dukungan ini semakin dipertegas dengan adanya Peraturan

Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 26 tahun 2006 tentang Pembangunan Pendidikan

di Provinsi Papua, dan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Papua Nomor 6 tahun

2009 tentang Pembebasan biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan di Provinsi

Papua.

B. Konsep dan Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan

Dalam sistem hukum internasional, hak atas pendidikan dituangkan dalam pasal

26 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan dipertegas lagi dalam pasal 13

dan 14 Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya dan dalam berbagai

instrumen turunannya.

Sebagai bagian dari KI-HESB, hak atas pendidikan tergolong dalam hak asasi

manusia generasi kedua, yang mana kelahirannya dibidani tuntutan negara-negara

berkembang dimana peran pemerintah dalam bidang sosial ekonomi masih sangat

dibutuhkan. Karena latar belakang ini, banyak pihak mengatakan bahwa hak asasi

manusia generasi kedua ini lebih bersifat positif (kewajiban berbuat), dalam arti bahwa

rumusan kaedahnya mewajibkan pemerintah berbuat sesuatu untuk memenuhi hak

warga negaranya. Berbeda dengan Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (KI-

Page 13: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

9

HSP) yang kelahirannya banyak dimotori pemikiran negara-negara maju yang

cenderung liberal, dan oleh karena itu cenderung bersifat negatif (bebasan dari) dalam

arti bahwa negara diwajibkan untuk tidak ikut campur.

Sebagaimana juga dalam konteks hak atas pendidikan yang diatur dalam pasal

13 dan 14 KI-HESB. Negara disamping berkewajiban untuk memenuhi ketersediaan dan

menjamin semua orang dapat mengakses pendidikan, juga berkewajiban untuk

menghormati kebebasan individu untuk mendirikan lembaga pendidikan dan kebebasan

orang tua wali untuk memilih lembaga pendidikan apa yang dikehendakinya. Hal ini

menjadi bukti bahwa KI-HESB sebagaimana juga KI-HSP tidak dibangun atas dasar

dominasi idiologi tertentu.

Untuk memperjelas konsep ini, dapat dikerangkakan dengan melihat apa

kewajiban pemerintah dalam konteks hak atas pendidikan, yang dapat digolongkan

menjadi tiga (3) hal, yakni:

Pertama; Kewajiban untuk menghormati. Hal ini berkaitan dengan kewajiban

pemerintah untuk tidak berbuat atau tidak mencampuri kebebasan hak setiap

orang. Dalam hal ini pemerintah diwajibkan untuk menghormati kebebasan

setiap orang tua untuk memilih pendidikan yang dikehendaki bagi anaknya,

kewajiban untuk menghormati kebebasan setiap orang dan lembaga untuk

membangun lembaga-lembaga pendidikan.

Kedua; Kewajiban untuk melindungi berkaitan dengan kewajiban untuk mencegah

pihak ketiga mengganggu setiap orang dalam menikmati haknya. Dalam hal ini,

pemerintah berkewajiban untuk mencegah dan melindungi hak setiap orang

untuk menikmati kebebasannya dalam memilih lembaga pendidikan bagi

anaknya, dan dalam hal mendirikan lembaga pendidikan.

Ketiga; kewajiban untuk memenuhi berkaitan dengan kewajiban bertindak untuk

memenuhi hak-hak setiap orang. Dalam hal ini, pemerintah wajib menjamin

ketersediaan lembaga-lembaga pendidikan yang dapat dengan mudah diakses

secara cuma-cuma atau murah. Jika hal ini belum dapat dipenuhi secara seketika,

maka dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 2 tahun pemerintah harus mampu

membuat rencana aksi, yang dalam jangka waktu yang masuk akal harus sudah

dapat dipenuhi.

Adapun langkah-langkah penting yang harus dilakukan untuk mewujudkan

sistem pendidikan berbasis HAM antara lain:

Page 14: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

10

Pertama, berupaya mengambil langkah-langkah secara sendiri maupun melalui bantuan

dan kerjasama Internasional, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknis.

Pedoman yang dirumuskan dalam prinsip-prinsip Limburg mengenai

pelaksanaan KI-HESB mengemukakan bahwa negara berkewajiban untuk

secepatnya mengambil langkah-langkah ke arah realisasi sepenuhnya dari hak-

hak yang tercantum dalam KI-HESB. Bantuan dan kerjasama internasional

harus ditujukan langsung pada pembentukan suatu tatanan sosial dan

internasional dimana hak-hak dan kebebasan sebagaimana ditetapkan dalam

Kovenan dapat diwujudkan. Kerjasama untuk mempromosikan kemajuan sosial,

ekonomi, dan budaya tersebut tidak memandang perbedaan dalam sistem politik,

ekonomi dan sosial, serta bebas dari diskriminasi.

Kedua, memaksimalkan sumberdaya yang tersedia. Negara berkewajiban, tanpa

memandang tingkat pembangunan ekonominya, untuk menghormati hak-hak

subsistensi minimum bagi semua orang. “Sumber-sumber daya yang tersedia”

mengacu pada sumber-sumber dalam suatu negara dan yang tersedia dari

masyarakat internasional melalui kerjasama dan bantuan internasional. Selain

itu, perhatian juga harus diberikan untuk penggunaan yang adil dan efektif serta

akses terhadap sumber-sumber daya yang tersedia. Sumber-sumber daya itu

diprioritaskan bagi pemenuhan HESB dan memastikan bahwa setiap orang

terpuaskan kebutuhan subsistensinya maupun layanan-layanan terpenting.

Ketiga, secara bertahap mencapai realisasi sepenuhnya atas HESB. Kewajiban ini

mengharuskan negara peserta berupaya secepatnya ke arah terwujudnya hak-hak

itu. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi negara untuk menunda-nunda secara

tidak terbatas atas realisasi hak-hak ini. Sebaliknya, negara memiliki kewajiban

untuk segera mengambil langkah-langkah untuk memenuhi kewajiban itu.

Kewajiban pencapaian bertahap itupun tidak tergantung pada peningkatan

sumber daya, melainkan pada penggunaan sumber-sumber yang tersedia secara

efektif. Beberapa kewajiban juga mengharuskan pelaksanaan sepenuhnya

dengan segera, misalnya larangan mengenai diskriminasi.

Keempat, melalui cara-cara yang sesuai, termasuk secara khusus penerimaan ukuran-

ukuran legislative. Pada tingkat nasional, negara harus menggunakan sarana

yang tepat, termasuk tindakan legislatif, administratif, upaya perbaikan yudisial,

ekonomi, sosial dan pendidikan untuk memenuhi hak itu. Tindakan-tindakan

Page 15: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

11

legislatif biasanya dilakukan bila perundang-undangan yang ada melanggar

kewajiban-kewajiban sebagaimana diasumsikan dalam Konvenan.

Selain empat hal tersebut, KI-HESB juga secara khusus menegaskan prinsip non

diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana termuat dalam pasal 12

dan 13 KI-HESB. Adapun pengertian yang dikandung dalam prinsip non diskriminasi

tersebut, antara lain:

1. Hak atas pendidikan harus direalisasikan tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna

kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya,

kewarganegaraan atau asal-usul sosial, kepemilikan, status kelahiran atau status

lainnya.

2. Kewajiban untuk menjamin persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam

mengakses pendidikan, termasuk tindakan afirmatif guna menghapuskan kondisi-

kondisi ketertinggalan perempuan bukanlah tindakan diskriminasi. Tindakan yang

istimewa terhadap perempuan ini harus dihentikan manakala sudah tercipta

persamaan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Kewajiban untuk

persamaan hak perempuan dan laki-laki merupakan kewajiban yang bersifat ‘segera’

bukan ‘realisasi bertahap’.

3. Diskriminasi tidak terbatas pada hal-hal itu saja, akan tetapi juga diskriminasi yang

berdasarkan pada perbedaan usia, status kesehatan dan kecacatan.

C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional

Dalam kovensi internasional tentang hak-hak ekonomi dan sosial budaya,

dikatakan bahwa para peserta kovenan KI-HESB ini menerima bahwa tujuan pendidikan

dikonsepsikan secara berbeda-beda akan, tetapi mereka juga menyetujui bahwa

pendidikan harus diarahklan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya, dan

kesadaran akan harga dirinya serta memperkuat penghormatan terhadap hak-hak asasi

manusia dan kebebasan manusia yang mendasar.

Para penandatangan konvensi internasional tentang HESB ini juga menyetujui

bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif

dalam suatu masyarakat yang bebas. Memajukan saling pengertian, toleransi serta

persahabatan antar bangsa serta semua kelompok, ras, etnis atau agama dan lebih

memajukan perserikatan bangsa-bangsa unuk mewujudkan perdamaian.

Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 sebagai undang-undang oganik dari pasal 31

UUD 1945, yang lahir sebagai sebuah ikhtiar untuk menjawab kegagalan sistim

Page 16: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

12

pendidikan pada masa Orde Baru, merumuskan tujuan pendidikan dan fungsi

pendidikan dengan cara bahwa pendidikian nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta pradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Jadi jelas bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka pendidikan harus difungsikan sebagai

usaha untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

konteks fungsi pendidikan inilah penting bagaimana usaha untuk diterjemahkan dan

merumuskan sistem penyelenggaraan pendidikan, sehingga pendidikan yang

diselenggarakan menjadi tepat sasaran.

D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan

Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dengan fungsi sebagai-mana yang

sudah dikemukakan di atas, menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 haruslah didasari oleh

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak

diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan

kemajemukan bangsa.

2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistematik dengan sistem

terbuka dan multi makna.

3. Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta

didik yang berlangsung seumur hidup.

4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi ketauladanan, membangun kemauan

dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Prinsip ini menghendaki agar seluruh elemen masyarakat dan pemerintah

memberi teladan kepada peserta didik. Dengan demikian, dari awal peserta didik

setidak-tidaknya sudah mempunyai orientasi tertentu yang paling ideal menurut mereka

Page 17: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

13

dan tidak lagi membanggakan perilaku-perilaku tertentu tanpa dasar dan spirit yang

jelas, maka prinsip dimaksud dapat dipertegas sebagai berikut:

1. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis

dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

2. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat

melalui peranserta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan

pendidikan.

Prinsip ini menghendaki adanya pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan

pendidikan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Untuk menjamin terwujudnya

partisipasi masyarakat ini, maka diperlukan upaya pelembagaan partisipasi masyarakat

sehingga adapat mendorong akselerasi pembangunan pendidikan sebagai modal dalam

menyongsong bonus demografi.

E. Hak dan Kewajiban Para Pihak

1. Hak dan Tanggung Jawab Pemerintah

Dalam bidang pendidikan, selain menegaskan bahwa pendidikan adalah hak

warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah, UUD 1945 juga menegaskan

bahwa bahwa pemerintah berkewajiban untuk memprioritaskan dana yang memadai

untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu yakni sekurang-kurangnya 20

persen dari total APBN secara nasional maupun dalam APBD masing-masing

daerah (provinsi dan kota/kabupaten).

Sebagai undang-undang organik dari Pasal 31 UUD 1945, di dalam UU

Nomor 20 Tahun 2003 juga ditegaskan kembali bahwa pemerintah wajib

memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan

yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Hal ini berarti pemerintah

berkewajiban untuk mewujudkan suatu keadaan dimana setiap orang mendapat

kemudahan untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Adapun aspek-aspek

yang terkandung dalam pengertian “kemudahan” antara lain adalah kemudahan

untuk mengakses layanan pendidikan baik dari segi jarak lokasi pelayanan

pendidikan dengan komunitas maupun dari segi ekonomi.

Pemenuhan kewajiban untuk menjamin terselengaranya pendidikan yang

bermutu dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri maupun dengan cara mendorong

partisipasi masyarakat, namun demikian, ada atau tidaknya partisipasi masyarakat

tidak dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak memenuhi kewajibannya.

Page 18: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

14

Secara lebih khusus, untuk pendidikan dasar (SD dan SLTP), pemerintah

diwajibkan untuk menyediakan dana yang cukup guna terselenggaranya pendidikan

dasar untuk anak usia 7 sampai 15 tahun (Pasal 11). Selanjutnya dalam pasal 34

ditegaskan kembali bahwa pemerintah dan pemerintah daerah akan menjamin

terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa

memungut biaya.

Jadi jelas bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan

pendidikan dan menjamin kemudahan (kemudahan untuk mengakses pendidikan

baik secara ekonomi, sosial, fisik dan jarak) bagi setiap warga negara untuk

mendapatkan pendidikan bermutu.

Untuk menjamin kemudahan ini maka pemerintah dapat mengambil

serangkaian kebijakan dan tindakan agar setiap warga negara mudah untuk

mendapatkan pendidikan, dalam hal ini termasuk kewajiban untuk mencegah dan

menghilangkan semua hambatan setiap warga negara untuk mendapatkan

pendidikan yang bermutu, termasuk halangan-halangan yang bersumber pada

kemampuan ekonomi setiap warga negara.

Jika kehendak untuk mewujudkan kemudahan dan layanan serta jaminan

bagi setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, sekalipun

pemerintah dan pemerintah daerah telah mengunakan segenap sumber daya yang

dimilikinya akan tetapi tidak juga dapat diwujudkan secara seketika, maka

pemerintah dan pemerintah daerah dapat memenuhinya secara bertahap dan wajib

membuat rencana dan strategi aksi yang jelas untuk mewujudkannya.

2. Hak dan Tanggungjawab Masyarakat

Untuk dapat terselenggaranya pendidikan, masyarakat juga diwajibkan untuk

memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dukungan

sumber daya yang dimaksud adalah termasuk juga dukungan finansial. Akan tetapi

penegasan ini bukan berarti kemudian direduksi menjadi wali murid, sebagaimana

anggapan yang muncul selama ini, sehingga ada anggapan bahwa wali murid wajib

membiayai pendidikan anaknya termasuk dalam hal pendidikan dasar, karena

kewajiban wali murid dalam hal ini oleh undang-undang juga sudah ditegaskan dan

kewajibannya bukanlah membayar dana sumbangan sekolah karena anaknya sedang

mengikuti program belajar pada sekolah tertentu, akan tetapi justru kewajiban untuk

menyekolahkan anaknya.

Page 19: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

15

Pengertian masyarakat dalam hal ini adalah seluruh rakyat, oleh karena itu

pemungutan dukungan sumber daya tidak harus dikaitkan dengan ada atau tidaknya

anak sesorang yang sedang sekolah di lembaga pendidikan tertentu. Atas dasar itu

maka pemerintah dalam hal ini dapat saja memakai mekanisme pajak, atau restribusi

khusus yang berlaku umum kepada seluruh masyarakat.

Pada sisi lain masyarakat juga memiliki sejumlah hak dalam konteks

penyelenggaraan pendidikan, adapun sejumlah hak yang dimaksud antara lain

adalah hak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan

evaluasi program pendidikan. Dalam hal ini termasuk juga hak untuk mendirikan

lembaga pendidikan formal.

3. Hak dan Kewajiban Peserta didik

Dalam pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2003, masih mewajibkan peserta didik

untuk ikut menaggung biaya penyelenggaraan pendidikan, keculai yang dibebaskan

dari kewajiban itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika

melihat pasal 12 ayat 1 huruf c dan d, Pasal 12 ayat 2 b ini memang berkonotasi

bahwa yang dimaksud dengan peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban untuk

ikut menanggung biaya pendidikan adalah mereka yang miskin.

Namun demikian, untuk menghindari penafsiran yang parsial, dalam hal ini

harus juga dihubungkan dengan keseluruhan dari isi UU Nomor 20 Tahun 2003 atau

setidak-tidaknya dengan ketentuan kewajiban pemerintah dan ketentuan program

wajib belajar. Jika ditafsirkan secara komprehensif, maka yang perlu diingat adalah:

Pertama, Untuk peserta didik pada tingkat pendidikan dasar sudah jelas-jelas tidak

akan dipungut biaya (lihat Pasal 11, 17 dan Pasal 34 UU Nomor 20 Tahun

2003).

Kedua, Untuk tingkat menengah dan tinggi, sekalipun akan dipungut biaya akan

tetapi pemungutan biaya penyelenggaraan pendidikan dari peserta didik

tidak boleh juga mereduksi kewajiban pemerintah untuk menjamin

kemudahan serta jaminan untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif

bagi setiap warga negara untuk mengakses pendidikan tertentu.

4. Hak dan Kewajiban Guru

a. Kewajiban

- Menciptakan suasana proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan,

kreatif, dinamis dan dialogis.

Page 20: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

16

- Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu

pendidikan.

- Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan

sesuai dengan kepercayaan yang diberikan.

b. Hak

- Mendapat jaminan kesejahteraan yang pantas dan memadai.

- Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.

- Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.

- Kesempatan menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk

menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pendidikan.

Page 21: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

17

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan geografis

Kabupaten Sarmi terletak diantara 138°05’ - 140°30 Bujur Timur (BT) dan

1°35’ - 3°35’ Lintang Selatan (LS) dengan luas wilayah mencapai 17.740 km².

Wilayah Kabupaten Sarmi sebagian besar berada di pesisir pantai. Kabupaten Sarmi

berbatasan dengan Kabupaten Jayapura di sebelah timur, Samudera Pasifik di sebelah

utara, Kabupaten Mamberamo Raya di sebelah barat serta Kabupaten Mamberamo

Raya dan Kabupaten Tolikara di sebelah Selatan.

Kabupaten Sarmi dibentuk berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2002 dari hasil

pemekaran kabupaten Jayapura. Secara administrasi pemerintahan, kabupaten Sarmi

terdiri dari 10 distrik, 2 kelurahan dan 84 kampung. Distrik Tor Atas merupakan

distrik terluas yaitu 4.499 km² yaitu 25,36 persen dari luas wilayah Kabupaten Sarmi,

sedangkan Distrik Sarmi merupakan distrik yang wilayahnya terkecil yaitu 471 km²

atau 2,26 persen dari luas wilayah Kabupaten Sarmi.

Sebagian besar penduduk kabupaten Sarmi menggantungkan kebutuhan

hidup pada kemurahan alam, karena hutan menyediakan kebutuhan bahan pangan

dalam jumlah yang melimpah. Sagu sebagai makanan pokok penduduk lokal, tumbuh

subur dihampir semua wilayah kabupaten ini. Potensi lahan yang tersedia untuk

tanaman bahan pangan dan hortikultura sedemikian luas. Pengembangan komoditas

pertanian seperti: padi, palawija, dan sayuran masih dalam skala kecil untuk

kebutuhan sendiri. Lahan yang sudah diolah dan menghasilkan tanaman bahan pangan

terdapat di Distrik Bonggo dan Bonggo Timur. Hanya di distrik ini padi sudah dapat

dipanen hasilnya. Demikian juga produksi palawija Kabupaten Sarmi sebagian besar

dihasilkan di distrik Bonggo dan Bonggo Timur.

Komoditas wilayah ini yang berhasil menembus ke pasar luar daerah adalah

kakao dan kelapa dalam yang sudah dikeringkan dalam bentuk kopra. Komoditas ini

di kirim ke Surabaya dan Makassar. Khusus kakao merupakan program prioritas

kabupaten Sarmi dengan slogan ”Tiada hari tanpa tanam Kakao”, sehingga kini

hampir semua KK memiliki minimal 1 hektar tanaman kakao. Kelapa tumbuh tidak

tidak hanya di daratan Sarmi, tetapi juga pada sejumlah pulau-pulau yang termasuk

wilayah kabupaten ini seperti: pulau Yamna, Wakde, Masi-Masi, Liki dan lainnya.

Sarmi memang menjadi satu satunya kabupaten di Papua yang memiliki potensi

kelapa rakyat sangat luas. Meskipun kelapa ini sebagian besar tumbuh secara alamiah

Page 22: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

18

di pesisir pantai, dan sungai-sungai, tumbuhan ini terlihat sangat teratur dan terkesan

seperti perkebunan luas. Potensi hutan daerah ini juga sangat menjanjikan. Luas hutan

produksi diperkirakan 54.000 hektar.

Kabupaten ini juga sangat kaya akan sumber daya alam dengan potensi lahan

pertanian, perkebunan, pertambangan dan kelautan yang masih belum diolah.

Diketahui bahwa di perut bumi Sarmi terdapat bijih besi, nikel, minyak bumi dan

batubara yang belum dieksploitasi.

B. Keadaan kependudukan

Penduduk dalam suatu daerah merupakan potensi sumber daya manusia

(SDM) yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, disamping juga sebagai

konsumen dalam pembangunan. Dalam konteks penduduk sebagai potensi SDM,

mengandung arti bahwa penduduk atau manusia memiliki peranan dalam pengelolaan

sumber daya alam (SDA).

Peranan penduduk akan dapat berhasil, apabila memiliki kemampuan dalam

menjawab semua tantangan dalam pembangunan. Baik posisinya sebagai pengelola

sumber daya alam, maupun sebagai pengguna atau konsumen sumber daya alam.

Dampak keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan yang telah

dilaksanakan di Kabupaten Sarmi yang telah berlangsung dapat terlihat pada

perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dengan semakin

rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif.

Berdasarkan data Kabupaten Sarmi dalam angka Tahun 2012 pada tabel-1,

bahwa di kabupaten Sarmi jumlah rumah tangga 7.427 dengan jumlah penduduk

sebanyak 34.305 jiwa, sedangkan rata-rata

jumlah anggota keluarga 4,62. Berdasarkan

jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki

sebanyak 18.721 jiwa (54,57%) dan penduduk

perempuan 15.584 jiwa (45,43%). Rasio

antara penduduk laki-laki dan perempuan

sebesar 120,13 artinya dari 120 jiwa

penduduk laki-laki terdapat 100 jiwa penduduk perempuan. Perbandingan antara

jumlah penduduk dan luas wilayah (kepadatan penduduk) secara keseluruhan di

Kabupaten Sarmi adalah sebesar 1,93 dibulatkan menjadi 2, artinya setiap luas

wilayah 1 km² dihuni oleh 2 orang.

Page 23: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

19

Tabel-1

Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Distrik,

Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Tahun 2012

No Distrik Jumlah

Rumah Tangga

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 Pantai Barat 512 1.243 1.097 2.340

2 Sarmi 2.514 6.737 5.362 12.099

3 Tor Atas 327 949 835 1.784

4 Pantai Timur 520 1.190 1.028 2.218

5 Bonggo 905 2.250 1.789 4.039

6 Apawer Hulu 367 781 740 1.521

7 Sarmi Timur 388 873 746 1.619

8 Sarmi Selatan 381 1.037 835 1.872

9 Pantai Timur Barat 840 2.069 1.783 3.852

10 Bonggo Timur 673 1.592 1.369 2.961

Jumlah 7.427 18.721 15.584 34.305 Sumber : Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2012

Penduduk berdasarkan kelompok umur (tabel-2), menunjukkan bahwa 62.76

persen (21.531 orang) penduduk kabupaten Sarmi merupakan kelompok usia produktif

(15-64 tahun), sedangkan sisanya 37,36 persen (12.774 orang) adalah kelompok usia

tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan rasio beban tanggungan

(depedency rasio) sebesar 59,33. Fakta ini menunjukkan bahwa kabupaten Sarmi

masih harus menurunkan 9,33 point lagi untuk mencapai bonus demografi.

Tabel-2

Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut

Kelompok Umur Tahun 2012

No Interval Umur

(Tahun)

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 0 - 4 2.271 2.179 4.450

2 5 - 9 2.202 2.136 4.338

3 10 - 14 1.832 1.650 3.482

4 15 - 19 1.568 1.283 2.851

5 20 - 24 1.678 1.380 3.058

6 25 - 29 1.953 1.519 3.444

7 30 - 34 1.695 1.364 3.059

8 35 - 39 1.345 1.103 2.448

9 40 - 44 1.256 943 2.199

10 45 - 49 1.071 806 1.877

11 50 - 54 792 531 1.323

12 55 - 59 493 288 781

13 60 - 64 295 196 491

14 65 - 69 154 103 257

15 70 - 74 90 60 150

16 75 + 54 43 97

Jumlah 18.721 15.584 34.305 Sumber : Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2013

Page 24: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

20

Penduduk usia produktif merupakan suatu modal dalam pelaksanaan

pembangunan di segala sektor, dengan harapan produktifitas dan efektifitas yang

terjadi ditunjang pula dengan sarana dan prasarana pembangunan, dimana manusia

merupakan tujuan dan pelaksana pembangunan.

Struktur umur penduduk di Kabupaten Sarmi masih mengikuti pola struktur

umur muda, dimana kelompok umur pada usia muda lebih banyak daripada kelompok

usia lain. Hal ini dapat kita lihat bila mengembangkan piramida penduduk Kabupaten

Sarmi maka akan nampak bahwa piramida penduduk kabupaten Sarmi masih

berbentuk piramida setiga, dimana penduduk terbanyak adalah pada kelompok usia

muda antara 0-30 tahun dan kemudian meruncing pada kelompok usia di atasnya.

C. Keadaan pendidikan

1. Sarana prasarana

Pendidikan merupakan bagian penting dalam rangka pembangunan

manusia melalui meningkatnya kualitas

sumber daya manusia. Hal ini sejalan

dengan semangat Otonomi Khusus Papua

tahun 2001 di saat ini menjelang era

globalisasi bahwa SDM merupakan

sasaran yang ingin dicapai dalam

pembangunan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang termasuk di

kabupaten Sarmi.

Di Kabupaten Sarmi berbagai upaya pembangunan dalam rangka

meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) telah dilakukan dengan

dilandasi semangat visi-misi pemerintah

“Membangun Masyarakat Kabupaten

Sarmi yang Mandiri, Sejahtera dan

Bermartabat”. Agar tujuan yang

terkandung dalam visi-misi tersebut

diterjemahkan dalam program

pembangunan pendidikan, maka berbagai

sarana dan prasarana pendidikan menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan

oleh pemerintah kabupaten Sarmi.

Page 25: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

21

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Sarmi tahun

2013, bahwa di kabupaten Sarmi jumlah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 55 unit

sekolah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 14 unit sekolah dan

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebanyak 4 unit sekolah.

Tabel-3

Banyaknya Sekolah Dirinci menurut Jenisnya

Tahun 2013 No. Distrik SD SLTP SLTA

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 1 Pantai Barat 7 1 1 0 0 0

2 Sarmi 3 3 2 1 1 1

3 Tor Atas 5 0 1 0 0 0

4 Pantai Timur 1 4 1 0 1 0

5 Bonggo 6 2 2 1 0 0

6 Apawer Hulu 3 1 0 1 0 0

7 Sarmi Timur 2 1 0 0 0 0

8 Sarmi Selatan 3 2 0 0 0 0

9 Pantai Timur Barat 2 3 2 0 0 0

10 Bonggo Timur 4 2 2 0 1 0

Jumlah 36 19 11 3 3 1 Sumber: Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2013

2. Angka Partisipasi Murni (APM)

a. APM Sekolah Dasar (SD)

APM SD adalah persentase penduduk berumur 7-12 tahun yang

bersekolah di SD. Indikator ini digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat

partisipasi (murni) sekolah penduduk

usia 7-12 tahun.

Menurut data tabel 4 pada tahun 2012

penduduk di Kabupaten Sarmi yang

berusia 7-12 tahun sebanyak 7.167 jiwa,

sedangkan jumlah penduduk pada

kelompok usia tersebut yang bersekolah SD sebanyak 6.383 jiwa. Dengan

demikian APM SD di Kabupaten Sarmi sebesar 89,06 persen.

Tabel-4

Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) Tahun 2012

∑ Penduduk

Usia 7-12 Tahun

∑ Murid

Usia 7-12 Tahun APM SD (%)

7.167 6.383 89,06 Sumber: Data diolah, 2013

Page 26: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

22

b. APM Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP)

APM SLTP adalah persentase penduduk berumur 13-15 tahun yang

bersekolah di SLTP. Indikator ini

digunakan untuk mengetahui besarnya

tingkat partisipasi (murni) sekolah

penduduk usia 13-15 tahun. Menurut

tabel-5 pada tahun 2012 penduduk

Kabupaten Sarmi yang berumur 13-15

tahun sebanyak 3.779 jiwa, sedangkan

penduduk kelompok usia tersebut yang bersekolah pada tingkat SLTP

sebanyak 1.762 jiwa. Dengan demikian APM SLTP di Kabupaten Sarmi

sebesar 46,63 persen.

Tabel-5

Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP)

Tahun 2012

∑ Penduduk

13-15 Tahun

∑ Murid

Usia 13-15 Tahun APM SLTP (%)

3.779 1.762 46.63 Sumber: Data diolah, 2013

c. APM Sekolah Menengah (SM)

APM SM adalah persentase penduduk berumur 16-18 tahun yang

bersekolah di SM. Indikator ini digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat

partisipasi (murni) sekolah penduduk usia 16-18 tahun.

Tabel-6

Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah (SM)

Tahun 2012

∑ Penduduk

16-18 Tahun

∑ Murid

Usia 16-18 Tahun APM SLTA (%)

2.838 1.081 38,09 Sumber: Data diolah, 2013

Menurut data tabel 6 pada tahun 2012 penduduk Kabupaten Sarmi yang

berumur 16-18 tahun sebanyak 2.838 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada

kelompok usia tersebut yang terserap di sekolah menengah sebanyak 1.081

jiwa, yang berarti baru 38,09 persen.

Secara umum tampak bahwa APM di Kabupaten Sarmi pada tahun

2012, cenderung mengecil terhadap jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Page 27: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

23

3. Pelayanan Pendidikan

Keterpenuhan pelayanan pendidikan dapat dilihat dari rasio murid

terhadap guru dan sekolah. Rasio biasa diperoleh dengan cara menghitung

perbandingan antara jumlah murid pada suatu jenjang pendidikan dengan jumlah

guru dan sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Indikator ini

dipergunakan untuk menggambarkan beban kerja guru dalam mengajar dan

kapasitas sekolah. Rasio murid-guru memperlihatkan beban guru, yaitu banyaknya

murid yang berada di bawah pengawasan seorang guru.

Semakin tinggi rasio jumlah murid per-guru terdapat kecenderungan

semakin rendah mutu pengajaran, karena semakin kurang tingkat pengawasan dan

perhatian.

a. Jenjang Sekolah Dasar

Menurut data yang tertera pada tabel-7, rasio murid terhadap sekolah

dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang SD sebagai berikut:

- Setiap sekolah memiliki rata-rata 116 murid

- Seorang guru mengajar rata-rata 21 murid

- Setiap sekolah memiliki 6 guru

Jika dianalisa lebih lanjut, untuk tingkat SD yang memiliki 55 sekolah,

307 guru (guru tetap dan guru tidak tetap) dan 6.383 murid, maka setiap

sekolah memiliki sekitar 6 guru dan 116 murid. Sedangkan satu guru akan

mengajar 21 murid.

Tabel-7

Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S), dan Guru (G) SD

Tahun 2012

Murid Sekolah Guru Rasio

M-S M-G G-S

6.383 55 307 116.05 20.79 5,58 Sumber: Data diolah, 2013

Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan cukup tersedianya guru

dan ruang untuk belajar menjadikan faktor fasilitas dan pelayanan pendidikan

pada jenjang pendidikan SD di Kabupaten Sarmi telah memadai.

b. Jenjang SLTP

Menurut data yang tertera pada tabel-8 rasio murid terhadap sekolah

dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang pendidikan SLTP adalah sebagai

berikut:

Page 28: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

24

- Setiap sekolah memiliki rata-rata 126 murid

- Seorang guru mengajar rata-rata 11 murid

- Setiap sekolah memiliki 11 orang guru

Tabel-8

Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTP

Tahun 2012

Murid Sekolah Guru Rasio

M-S M-G G-S

1.762 14 148 125.86 11.91 10.57 Sumber: Data diolah, 2013

Jika dianalisa lebih lanjut, untuk tingkat SLTP yang memiliki 14

sekolah, jumlah guru (guru tetap dan guru tidak tetap) 148 orang dengan 1.762

murid, maka setiap sekolah rata-rata memiliki 126 murid dan 11 guru,

sedangkan setiap Guru akan mengajar 11 murid. Dengan kata lain sarana dan

prasana SLTP telah memadai.

c. Jenjang SLTA

Menurut data yang tertera pada tabel-9 rasio murid terhadap sekolah

dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang pendidikan SMU/K adalah sebagai

berikut:

- Setiap sekolah memiliki rata-rata 270 murid

- Seorang guru mengajar rata-rata 18 murid

- Setiap sekolah memiliki 15 orang guru

Tabel-9

Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTA

Tahun 2012

Murid Sekolah Guru Rasio

M-S M-G G-S

1.081 4 60 270.25 18.02 15 Sumber: Data diolah, 2013

Diketahui bahwa untuk tingkat SMU/K terdapat 4 sekolah, 1.081 siswa

dan 60 guru (tetap dan tidak tetap), maka setiap sekolah terdapat rata-rata 270

murid ini dan 15 guru, dimana setiap satu guru mengajar 18 murid.

D. Situasi Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan

Dalam menyongsong Bonus Demografi di kabupaten Sarmi, maka pemenuhan

kebutuhan pendidikan sebagai upaya mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas

harus terpenuhi secara kuantitas dan berkualitas yang mengandung unsur keteraksesan,

keberterimaan, keberlanjutan dan ketersesuaian.

Page 29: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

25

Laporan terakhir BPS Papua tahun 2012 bahwa Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Kabupaten Sarmi bahwa angka melek huruf penduduk 15 tahun ke atas di

kabupaten Sarmi sebesar 87,1 persen dengan rata-rata lama sekolah sekitar 6,55 tahun.

Masih rendahnya angka rata-rata lama sekolah ditunjukkan dengan tingginya jumlah

penduduk yang tidak tamat dan hanya tamat SD yang mencapai 72,11 persen. Kondisi

ini memberikan gambaran bahwa walaupun sebagian besar pendudukan kabupaten

Sarmi telah mempunyai kemampuan membaca dan menulis sebagai kemampuan dasar

minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, namun partisipasi dalam pendidikan

formal masih rendah karena rata-rata hanya menamatkan pendidikan dasar (tamat SD).

Tabel-10

Banyaknya Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Jenis Kelamin dan

Tingkat pendidikan Tahun 2012

No Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 Tidak punya ijazah SD 7.163 7.800 14.963

2 SD 3.553 3.158 6.711

3 SMP 2.111 1.060 3.171

4 SMA/SMK 2.767 1.139 3.906

5 D1/D2/D3 315 363 678

6 D-4/S1/S2/S3 348 279 627

Jumlah 16.257 13.799 30.056 Sumber: Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2012

Fakta tentang tingkat pendidikan penduduk kabupaten Sarmi menunjukan

bahwa 65,47 persen penduduk berpendidikan dasar (SD-SMP) dan hanya 34,53 persen

yang berpendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini tentunya menjadi

tantangan dalam pembangunan pendidikan, karena sumber daya manusia berkualitas

sangat ditentukan oleh pendidikan.

Kondisi ini tentunya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan

eksternal terkait dengan pemenuhan hak atas pendidikan yang dapat dikemukakan

sebagai situasi di kabupaten Sarmi pada tahun 2013. Fakta ini tentunya akan menjadi

panduan untuk menyusun strategi yang tepat dan operasional dalam menyongsong

bonus demografi di kabupaten ini, sebagai berikut:

1. Ketersediaan

Institusi pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai dan terdiri dari

unsur-unsur:

Page 30: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

26

a. Kebebasan

1) Kenyataan riil

- Pada tingkat SD, SLTP dan SLTA di Sarmi sampai saat ini belum pernah

terjadi kasus pemaksaan oleh

pemerintah agar orang tua atau

wali murid memasukkan

anaknya ke sekolah tertentu saja

atau pelarangan untuk masuk

sekolah tertentu baik sekolah

swasta maupun negeri.

- Selama ini kebebasan masyarakat (murid dan orang tua) memilih jenis

sekolah dan pendidikan yang dikehendaki berdasarkan kebutuhan dan

kemudahan akses, bukan karena paksaan dari siapapun juga.

- Kenyataan sebagai contoh bahwa SD dan SLTP YPK Sarmi yang

merupakan SD tertua di kabupaten Sarmi yang berdiri tahun 1962,

mempunyai murid dari berbagai golongan, suku, ras dan agama.

- Jumlah siswa perempuan lebih dominan dibanding siswa laki-laki hampir

pada semua jenjang pendidikan (SD, SLTP dan SLTA).

- Sekolah Lanjutan Pertama di perkotaan menerima lulusan SD dari kota

Sarmi dan sekitarnya, maupun dari Pantai Timur dan daerah lainnya

begitu pula sekolah lanjutan atas.

- Hampir tiap tahun banyak lulusan SD yang mendaftar ke SLTP atau

lulusan SLTP ke SLTA, namun “dipaksakan” untuk diterima sebab nilai

tidak sesuai standar kelulusan terutama siswa penduduk local

- Kesadaran dan partisipi orang tua untuk menyekolahkan anak masuk

sekolah terutama pada jenjang pendidikan SD (negeri maupun swasta)

semakin tinggi, dimana saat pemberitahuan secara lisan yang diberikan

pihak sekolah pada saat akhir tahun ajaran banyak orang tua mengambil

formulir calon siswa baru yang kemudian datang sendiri untuk

mendaftar.

2) Masalah yang dihadapi

- Intervensi pemerintah terlalu besar dalam penempatan tenaga guru,

sehingga pada sekolah tertentu pada wilayah tertentu kurangnya tenaga

pengajar sehingga proses belajar-mengajar tidak optimal

Page 31: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

27

- Konflik penguasaan lahan sekolah, dimana status kepemilikan tanah

sebagai lokasi sekolah yang belum terselesaikan dengan pihak adat,

contohnya tanah lokasi SD YPK Sarmi

- Karena banyak siswa mendaftar setiap tahun ajaran baru, menyebabkan

daya tampung kelas tidak mencukupi sehingga beberapa sekolah

(terutama SD) harus membuat kelas pararel yang secara langsung telah

menambah beban jam mengajar para guru.

- Persepsi orang tua terhadap pendidikan masih tergolong rendah, lebih

banyak membiarkan anaknya bebas, kurang memperhatikan belajar saat

di rumah bahkan anaknya harus mencari makannya sendiri setiap hari

pada jam sekolah .

3) Harapan perubahan

- Perlu adanya upaya Pemerintah Kabupaten Sarmi untuk menyelesaikan

status tanah dengan pihak adat untuk sarana umum dan fasilitas

pendidikan.

- Perlu pengangkatan guru yang dibutuhkan sesuai kebutuhan sekolah

dengan didukung ketersediaan fasilitas dan pemenuhan kesejahteraan.

b. Gedung sekolah dan ruang kelas

Standar ketersediaan yang ideal dalam pelayanan pendidikan dasar

mengisyaratkan bahwa dalam setiap

1.000 jiwa penduduk minimal tersedia 1

unit sekolah dasar (SD) dan dalam setiap

5 unit SD minimal terdapat 1 unit

sekolah lanjutan pertama (SLTP), maka

jika mengacu pada data penduduk

kabupaten Sarmi tahun 2013 sebanyak 34.305 jiwa, maka di kabupaten Sarmi

minimal harus terdapat sekitar 35 unit SD dan 7 unit SLTP (data tahun 2012

SD=55 dan SLTP 14).

1) Kenyataan riil

- Jika mengacu pada data di atas, maka rasio jumlah sekolah dasar

terhadap penduduk kabupaten Sarmi secara kumulatif adalah 1:980.

Angka ini menunjukkan bahwa ketersediaan jumlah SD dalam setiap

1.000 penduduk sudah sangat memadai, karena rasio jumlah sekolah

terhadap jumlah penduduk tidak melampaui standar 1:1.000 atau dengan

Page 32: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

28

kata lain ketersediaan lembaga pendidikan tingkat SD di kabupaten

Sarmi sangat memadai.

- Rasio jumlah unit SLTP dengan SD adalah 1:3, dimana angka ini

menunjukkan komposisi yang ideal, artinya ketersediaan SLTP di

kabupaten Sarmi sudah memadai.

- Pada beberapa sekolah ruang kelas tidak mencukupi karena jumlah siswa

yang banyak mendaftar setiap permulaan tahun ajaran hampir pada

semua jenjang pendidikan di SD, SLTP maupun SLTA.

- Di kabupaten Sarmi hampir semua bangunan gedung sekolah sudah

memadai, karena bangunan lama direnovasi dan beberapa gedung

sekolah baru yang dibangun pemerintah kabupaten Sarmi sejak tahun

2002.

- Khusus untuk gedung sekolah di perkotaan cukup memadai karena terdiri

dari: ruang kantor, ruang guru, ruang belajar, dan pada beberapa sekolah

terdapat ruang laboratorium serta ruang perpustakaan, namun fasilitas

pendukung yang belum lengkap bahkan tidak ada.

- Khusus pada SMK Negeri di Betaf yang dibangun tahun 2007 selain

memiliki ruang belajar dan ruang kantor, juga beberapa ruangan sebagai

laboratorium fisika dan komputer, bengkel kerja ferniture, ruang genset

dan lainnya. Selain itu juga telah disediakan lahan untuk praktek bagi

jurusan budidaya pertanian, tanaman hortikultura dan tanaman

perkebunan.

2) Masalah yang dihadapi

- Jumlah murid sudah melebihi daya tampung ruangan terutama pada kelas

awal (kelas I-III SD, kelas VII SLTP dan kelas X SLTA), sangat

menganggu kenyamanan dalam proses belajar-mengajar bagi murid

maupun guru.

- Pembangunan beberapa gedung sekolah tidak melalui suatu perencanaan

baik, akibatnya banyak yang rusak (tidak nyaman) dalam mendukung

proses BM, walaupun umur penggunaan belum lama.

- Gedung sekolah tidak aman karena tidak memiliki pagar sekolah,

akibatnya tidak nyaman, fasilitas sekolah sering dirusak dan murid yang

berkeliaran tanpa kontrol pada saat pelajaran

Page 33: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

29

- Gedung sudah tersedia namun sarana dan prasarana pendukung proses

belajar-mengajar belum dilengkapi, terutama isi dari laboratorium

komputer, laboratorium IPA dan perpustakaan.

- Ruangan di sekolah yang terbatas dan atau tidak tersedia ruangan, maka

ruang perpustakaan tidak digunakan sesuai peruntukkannya karena

digunakan sebagai ruang guru dan ruang kantor sekolah.

- Seringnya siswa terlambat masuk sekolah, karena belum didukung sarana

transportasi reguler yang terjangkau sesuai dengan kondisi obyektif

sosial-ekonomi siswa

3) Harapan perubahan

- Melakukan renovasi bangunan sekolah agar layak untuk digunakan

dalam proses belajar-mengajar, termasuk penambahan ruang belajar

sesuai dengan kebutuhan sekolah.

- Dimanfaatkannya fasilitas ruangan sesuai peruntukan karena telah

dipenuhinya kelengkapan buku-buku dalam perpustakaan, peralatan

laboratorium IPA dan komputer.

- Perlunya kerjasama pemerintah, dewan guru dan orang tua murid dan

masyarakat (tokoh agama, adat, pemuda dan perempuan) untuk mengatur

sistem pendidikan di sekolah

- Perlunya menyamakan persepsi berbagai pihak tentang masalah anak-

anak sekolah yang banyak membolos pada setiap jam belajar dan prestasi

belajar anak yang rendah sehingga murid memperoleh prestasi nilai yang

baik.

- Diperlukan pagar yang mengelilingi sekolah sehingga nyaman, termasuk

adanya penjaga atau satpam untuk menjaga keamanan sekolah.

- Perlunya dukungan pemerintah kabupaten Sarmi melalui Dinas

Pendidikan dan Pengajaran untuk membangun asrama siswa sekolah.

c. Tenaga pengajar

Ketersediaan tenaga guru dapat dianggap memenuhi standar pelayanan

apabila dalam setiap sekolah dasar terdapat minimal 9 orang guru (1 orang

kepala sekolah, 1 orang guru agama, 1 orang guru olahraga dan 6 orang guru

kelas).

Page 34: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

30

Sedangkan untuk sekolah SLTP di kabupaten Sarmi sebanyak 14 unit,

dan ukuran standar minimal di setiap unit sekolah terdapat 25 orang guru sesuai

formula ∑ RB x W/∑ JWM.

1) Kenyataan riil

- Di kabupaten Sarmi, untuk 55 jumlah unit gedung SD membutuhkan

minimal 495 orang guru,

sedangkan jumlah guru yang

tersedia pada akhir tahun 2012

sebanyak 307, jadi masih

kurang 188 orang guru SD.

- Untuk tingkat SLTP, jumlah

guru yang dibutuhkan untuk 14 unit gedung SLTP sebanyak 350 orang,

sedangkan jumlah guru yang tersedia sebanyak 148 orang sehingga

menurut strandar ideal masih kekurangan 202 orang guru yang tentunya

sangat memprihatinkan, karena permasalahan kekurangan guru

diperparah oleh penempatan tugas guru tidak merata sebab banyak guru

yang memilih bermukim di kota sekalipun tempat tugasnya di daerah

pedalaman.

- Hampir semua sekolah SD memenuhi jumlah guru minimal 9 orang

bahkan lebih, dengan status guru pegawai negeri sipil (PNS), guru honor

daerah (Honda), guru kontrak, guru honor sekolah (Honse) dan relawan

dengan perbandingan 60 PNS dan 40 non PNS. Namun pada beberapa

sekolah terpaksa ada guru kelas yang merangkap pada dua (2) kelas

karena kekurangan guru.

- Kondisi ini berbeda dengan tingkat sekolah lanjutan (SLTP dan SLTA)

yang rata-rata jumlah guru tidak mencapai jumlah ideal 25 orang guru

dengan status guru pegawai negeri sipil (PNS), guru honor daerah, guru

kontrak, guru honor sekolah, guru bantu dan relawan dengan

perbandingan 70 PNS dan 30 non PNS.

- Sekolah-sekolah di daerah pinggiran dan pedalaman karena kekurangan

guru, sehingga dalam beberapa tahun terakhir terpaksa merekrut lulusan

SMP dan SMA sebagai guru bantu di sekolah, namun karena tidak

mempunyai latar belakang dan pengalaman sehingga penggunaan metode

mengajar sangat tidak efektif.

Page 35: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

31

- Proses belajar-mengajar tidak optimal karena para guru ada yang tidak

pernah membuat RPP sebagai persiapan untuk mengajar, hanya

membawa buku tapi mengunakannya secara verbal sehingga berpengaruh

terhadap hasil belajar seperti ada siswa yang kemampuan berhitung dan

membaca sangat rendah.

- Guru-guru pada tingkat pendidikan SD dan SLTP lebih sering

meninggalkan tugas dengan berbagai alasan karena kurangnya fasilitas

(sarana transportasi, rumah guru), mengurus kepangkatan, masalah

kesejahteraan dan sebagainya, termasuk guru kontrak yang bekerja antara

3-7 tahun dengan status yang tidak jelas.

- Orientasi menjadi guru kontrak maupun guru bantu untuk merubah

penghidupannya yang lebih baik termasuk mendukung proses BM di

sekolah, namun tidak didukung dengan kualitas yang memadai tercermin

dari persiapan bahan ajar dan motivasi mengajar.

- Administrasi sekolah (kepegawaian) yang tidak berjalan optimal,

sehingga ada guru yang tidak aktif (pindah, tinggalkan tugas dalam

waktu lama) tidak terlaporkan, sehingga nampak jumlah guru banyak

namun proses belajar-mengajar tidak berjalan karena kekurangan guru

terutama tingkat SD dan SLTP.

2) Masalah yang dihadapi

- Kekurangan guru meliputi kuantitas dan kualitas (guru bidang studi)

mempengaruhi kesiapan guru dalam proses belajar mengajar yang tidak

optimal, apalagi penyesuaian kurikulum yang selalu berubah (dari KTSP

ke K-13) sehingga penerapannya tidak optimal (sebagian guru belum

paham walaupun ada sosialisasi K-13) sehingga sangat berpangaruh

terhadap kualitas proses BM.

- Kesejahteraan guru yang belum diperhatikan secara optimal seperti:

rumah guru, tidak tersedia transportasi reguler, kepangkatan yang harus

diurus sendiri, pengembangan diri sesuai perkembangan kurikulum dan

teknologi pendidikan.

- Perencanaan guru bidang studi yang kurang optimal, sehingga terjadi

kelebihan jumlah guru pada bidang studi tertentu, tetapi terbatas atau

kekurangan pada bidang studi lainnya terutama bidang studi eksata.

Page 36: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

32

- Kekurangan guru bidang studi eksata (Matematika dan Fisika) dan

bahasa Inggris. Guru bidang studi eksata memang telah ada upaya

program guru kontrak, namun kontrak tidak diperpanjang. Pada beberapa

sekolah tidak memiliki guru bahasa Inggris, sehingga proses BM

dilakukan bukan guru latar belakang bahasa Inggris.

- Keterbatasan jumlah guru menyebabkan komunikasi yang terbangun

dengan masyarakat tidak optimal, padahal karena kondisi obyektif

masyarakat (orang tua murid) melimpahkan sepenuhnya proses

pendidikan anak jadi tanggungjawab guru di sekolah. Dampaknya

kualitas dan kuantitas hasil kelulusan murid di sekolah ini menjadi

rendah karena rasio guru-murid yang masih tinggi.

- Di daerah pedalaman banyak tenaga guru yang enggan bertugas,

walaupun ada sangat seringkali pulang dan tinggal di kota berminggu-

minggu bahkan berbulan-bulan dimana kebiasaan ini sudah berlangsung

lama.

- Kerjasama dan koordinasi antar para pimpinan (kepala sekolah) dengan

dewan guru terkait dengan managemen sekolah belum optimal, apalagi

terkait penggunaan dana, peluang pengembangan diri maupun

kesejahteraan.

- Masalah kesejahteraan (perumahan guru) yang belum merata, sehingga

guru memanfaatkan ruang ”kopel” yang disekat ataupun menggunakan

gedung sekolah lama menjadi perumahan

3) Harapan perubahan

- Penambahan jumlah guru terutama guru bidang studi eksata dengan

mengambil guru kontrak yang ditanggung pemerintah, ataupun membuka

formasi pengangkatan guru baru dengan benar-benar mau melakukan

tugas dengan baik.

- Perlunya dukungan sarana transportasi bagi guru secara merata, dan atau

sarana yang telah ada sebagai bantuan pemerintah (sepeda motor)

dimanfaatkan secara optimal.

- Guru-guru harus diberikan pelatihan implementasi proses BM sesuai

kurikulum tahun 2013 (K-13) termasuk cara penyajian materi melalui

didaktik dan metodik terutama bagi guru kontrak dan guru bantu.

Page 37: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

33

- Perlu peningkatan kualitas guru dari berbagai bidang studi melalui

pelatihan dan studi lanjut ke jenjang pendidikan guru sekolah dasar

(PGSD) maupun program strata satu (S1) dengan dukungan biaya

pemerintah dan instansi terkait.

- Perlunya perhatian terhadap kesejahteraan guru terutama fasilitas rumah

dan sarana pendukung lainnya, tunjangan guru sesuai undang-undang

pendidikan yang ada dan juga peluang sertifikasi guru, serta jangan ada

pembedaan antara guru swasta dan negeri.

- Perlu ada monitoring dan evaluasi terhadap guru-guru yang sudah

disertifikasi, agar dapat menjalankan tugasnya dengan konsekuen

berdasarkan bidang kajian yang sudah diputuskan pihak panitia

sertifikasi.

d. Prasarana sekolah lainnya

1) Kenyataan riil

- Perpustakaan sudah dimiliki sekolah, namun ketersediaan buku masih

minim (judul dan jumlah buku)

bahkan beberapa buku paket

sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kurikulum. Pada

beberapa sekolah ruang

perputakaan beralih fungsi

sebagai ruang kelas karena fasilitas terbatas, bahkan tidak memiliki

perpustakaan. Disisi lain pemenuhan kebutuhan informasi sulit dipenuhi

karena di kabupaten ini belum terdapat pusat informasi buku, sehingga

semuanya harus melalui Jayapura.

- Laboratorium IPA, bahasa inggris dan komputer terdapat pada beberapa

sekolah terutama tingkat SLTP dan SLTA, namun peralatan masih sangat

kurang dan tidak sebanding dengan jumlah peserta belajar. Khusus di

SMK terdapat lahan untuk praktek bagi jurusan budidaya pertanian,

hortikultura dan tanaman perkebunan.

- Alat peraga terutama untuk matapelajaran matematika, IPA dan Bahasa

Indonesia sangat kurang, dan belum didukung dengan kreatifitas guru

untuk memanfaatkan bahan lokal.

Page 38: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

34

- Peralatan olahraga cukup tersedia (atletik, bola kaki, bola volly, bola

basket dan lainnya) namun prasarana olahraga tidak memadai bahkan

beberapa sekolah tidak memiliki sarana olahraga sehingga melakukan di

halaman sekolah yang menganggu kenyamanan proses belajar.

- MCK terdapat hampir di semua sekolah bahkan tersedia 2 lokal untuk

guru (laki-laki dan wanita) dan 2 lokal untuk siswa (laki-laki dan

wanita), namun sebagian besar tidak dapat digunakan.

- Fasilitas perumahan bagi guru tersedia pada beberapa sekolah dan

letaknya sangat dekat dengan sekolah, sehingga sangat membantu guru

dalam melaksanakan tugasnya.

2) Masalah yang dihadapi

- Kelengkapan laboratorium dan alat peraga matapelajaran matematika,

IPA dan bahasa Indonesia masih sangat kurang, sehingga persiapan guru

seadanya (apalagi guru yang tidak kreatif) sangat mengurangi motivasi

murid untuk belajar.

- Materi pelajaran sesuai kurikulum tidak dilaksanakan secara maksimal,

karena buku pegangan guru terbatas sehingga kesulitan dalam

menyempurnakan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum.

- Buku perpustakaan sangat kurang dari sisi jumlah eksemplar maupun

judul, banyak buku perpustakaan yang hilang karena siswa yang

meminjamkan buku tidak mengembalikannya.

- Beberapa sekolah tidak memiliki ruangan untuk aula, ruang UKS, ruang

Osis dan lapangan olahraga (bola kaki, basket, voli dan futsal) bahkan

lapangan upacara yang tidak representatif.

- Sarana MCK cukup memadai dan tersedia, namun banyak yang tidak

berfungsi secara baik karena tidak ada air bersih.

- Salah satu permasalahan di sekolah adalah masalah pagar sekolah.

Karena tidak ada pagar sekolah maka para siswa tidak dapat diawasi

secara baik pada saat jam pelajaran.

- Prasana sekolah terbatas menyebabkan persiapan guru untuk proses BM

seadanya sangat mengurangi motivasi murid untuk belajar dengan giat,

sehingga banyak murid membolos setelah mereka tidak dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah.

Page 39: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

35

- Tidak tersedianya pusat informasi di kota Sarmi, sehingga bila

membutuhkan informasi harus ke Jayapura.

3) Harapan perubahan

- Pengunaan dana BOS agar lebih terencana dan optimal untuk melengkapi

kebutuhan sekolah (perlengkapan sekolah, buku paket pelajaran dan alat

peraga, kenyamanan lingkungan sekolah dengan membuat pagar keliling

sekolah, serta biaya kebutuhan murid dan biaya operasional sekolah.

- Pemerintah Kabupaten diharapkan pada pula memperhatikan dan

membantu kebutuhan sekolah-sekolah yang dikelola pihak yayasan

sebagimana sekolah-sekolah negeri di kabupaten Sarmi.

- Perlunya dukungan dan kerjasama berbagai pihak baik pemerintah

kabupaten Sarmi, instansi terkait, swasta dan LSM untuk bantuan-

bantuan berupa sarana dan prasarana di sekolah ini.

2. Keteraksesan

Aspek keterjangkauan penikmatan hak atas pendidikan meliputi

keterjangkauan secara social, ekonomis dan keterjangkauan secara fisik. Secara

social pendidikan (terutama pendidikan dasar) harus dapat diakses semua orang atau

kelompok masyarakat, sedangkan secara ekonomi bila negara tidak menjamin

pendidikan gratis maka biaya harus dapat dijangkau oleh masyarakat. Mengenai

keterjangkauan secara fisik adalah lokasi sekolah harus mudah dijangkau semua

orang, sehingga akan menjaga angka partisipasi warga belajar.

a. Tanpa diskriminasi

1) Kenyataan riil

- Di kabupaten Sarmi secara sosial penikmatan pendidikan tidaklah

diskriminatif, dimana setiap

orang atau individu tidak peduli

perempuan-laki-laki, kaya atau

miskin, latar belakang agama,

suku berhak atas pendidikan

- Sampai saat ini belum ada kasus

yang memperlakukan siswa atau

orang tua wali murid secara diskriminatif menurut latar belakang sosial,

ekonomi, budaya dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan.

Page 40: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

36

- Walaupun pendidikan di kabupaten Sarmi sebagaimana daerah lain di

tanah Papua yang didominasi pendidikan berbasis agama (terutama

agama Kristen), namun tidak ada diskriminasi, semua bebas untuk

memperoleh pendidikan tanpa memandang agama.

2) Masalah yang dihadapi

- Daya serap murid putra daerah agak lambat bila dibandingkan dengan

murid dari luar daerah. Dampaknya bisa menjadi positif bagi murid yang

ingin meningkatkan prestasi belajar, namun bila murid tidak miliki

motivasi belajar bisa timbulkan kecemburuan atau terus menerus

membolos dari sekolah karena tidak percaya diri (PD).

3) Harapan perubahan

- Perlu pemerataan perlakuan yang obyektif pada setiap siswa yang ada di

sekolah.

- Setiap siswa agar diberikan kesempatan untuk berprestasi mencapai cita-

cita dan tujuan akhir studi tanpa memandang suku dan ras.

b. Secara fisik geografis

1) Kenyataan riil

- Letak bangunan sekolah (terutama SD) tidak menjadi masalah, karena

berada di dalam dan pinggiran kampung yang dapat dijangkau dengan

berjalan kaki.

- Akses ke bangunan sekolah SMP di perkotaan, dari sisi keamanan dan

jarak tidak menjadi masalah karena sebagian murid tinggal jauhnya

dari sekolah kurang lebih 5 km, dan dapat dijangkau siswa.

- Di perkotaan, siswa mempunyai

jarak tempuh ke sekolahnya

kurang lebih 5-6 km terdapat Bis

Sekolah yang disiapkan oleh

pemerintah Kabupaten Sarmi

dengan tarif Rp.4.000/hari dan

bila terpaksa harus menyewa jasa

angkutan motor ojek harus mengeluarkan biaya transport Rp.10.000 - Rp.

20.000.-/hari.

Page 41: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

37

- Akses siswa di daerah pedalaman yang jarak kampung berjauhan,

sehingga siswa harus ke sekolah lebih pagi (jam 06.00) apalagi harus

berjalan kaki.

2) Masalah yang dihadapi

- Anak-anak sering terlambat ke sekolah, terutama tingkat SD dan SLTP.

- Akses terhadap bangunan sekolah, terutama SLTP di daerah pinggiran

dan pedalalaman sangat rendah (tinggal kampung lain) dan tidak

didukung transportasi reguler, sehingga banyak siswa masuk sekolah

tidak tepat waktu ataupun absend.

- Bila Bis sekolah penuh maka beberapa siswa yang tidak terangkut ke

sekolah terlambat dan atau absend pada hari itu.

3) Harapan perubahan

- Perlu adanya angkutan khusus bagi siswa sekolah terutama di daerah

pinggiran dan pedalaman, sebagaimana yang sudah dilakukan bagi siswa

di kota.

- Menghimbau kepada orang tua dan wali murid agar memperhatikan anak

masuk sekolah tepat waktu (pukul 07.15 WP) sebagaimana layaknya

murid lain yang masuk di sekolah.

c. Secara ekonomi (biaya)

1) Kenyataan riil

- Biaya pendidikan bagi murid Sekolah Dasar di kabupaten Sarmi sudah

dinyatakan secara gratis.

- Dana BOS sangat diandalkan oleh sekolah swasta untuk mendukung

biaya operasional sekolah

- Dana BOS memberikan dukungan bagi siswa tidak mampu terutama di

sekolah dasar berupa beasiswa dan bantuan sarana pendidikan (buku dan

alat tulis), bahkan pada beberapa sekolah siswa juga dibagikan pakaian

seragam

- Pada beberapa sekolah, setiap murid dibebankan biaya operasional

Rp.5.000 - 10.000./bulan (uang komite).

2) Masalah yang dihadapi

- Keterbatasan ekonomi masyarakat, walaupun bahan makan lokal tersedia

namun masih ada siswa yang tidak makan pagi saat ke sekolah, walaupun

sudah mendapatkan bantuan melalui beasiswa dan sarana pendidikan,

Page 42: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

38

sehingga tidak konsentrasi dalam proses BM di sekolah terutama dalam

bidang studi eksata (matematika dan IPA).

- Karena ada dana BOS dan penerapan pendidikan gratis, maka orang tua

murid menganggap semua pembiayaan siswa yang berhubungan dengan

pendidikan dan sekolah menjadi gratis, sehingga dilematis bagi pihak

sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas proses BM terutama bagi

sekolah swasta.

3) Harapan perubahan

- Perlu dukungan pembiayaan pendidikan gratis bagi semua siswa di

sekolah, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

- Perlu dipertimbangkan pemberian makanan tambahan bagi murid SD

menyangkut empat sehat-lima sempurna di sekolah untuk menambah gizi

dan meningkatkan motivasi belajar.

3. Keberterimaan

a. Kenyataan riil

- Banyak siswa maupun lulusan SD dan SLTP, terutama di daerah pedalaman

yang belum bisa baca tulis dan

berhitung, bahkan pada salah SLTA

ada kelas khusus bagi siswa yang tidak

lancar membaca dan berhitung.

Kondisi ini sering dikaitkan dengan

mitos ”kutukan sepatu pendeta”,

sehingga walaupun berusaha untuk sekolah pada jenjang lebih tinggi pasti

gagal.

- SD di daerah pinggiran apalagi pedalaman yang makin jauh dari pusat

informasi pendidikan, para guru mengalami hambatan dalam penerapan

metode belajar-mengajar yang efektif bagi siswa sesuai tuntutan kurikulum

tahun 2013 (K-13).

- Interaksi siswa tidak optimal dalam proses belajar mengajar yang diterapkan

guru sesuai tuntutan metode K-13.

- Muatan lokal yang diajarkan di sekolah berupa ketrampilan anyaman lokal

(daerah), memanah tradisional, dan pertanian.

Page 43: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

39

b. Masalah yang dihadapi

- Proses belajar-mengajar yang tidak optimal terutama di tingkat SD karena

guru tidak menjalankan tugas dan atau tidak berada di tempat tugas sehingga

siswa tidak belajar (sekolah tidak ada pelajaran)

- Persiapan dan pengalaman guru dengan bahan ajar terbatas menyulitkan guru

(apalagi guru bantu) menyusun materi yang baik sesuai kurikulum dan

kebutuhan siswa, sehingga kemampuan guru maupun siswa terutama di

daerah pedalaman sangat rendah.

- Pemberian materi kepada murid tidak lengkap terutama hanya materi yang

dikuasai guru. Selebihnya dilewati dan dapat dianggap materi sudah selesai,

sehingga kemampuan dan pengetahuan murid dalam menguasai mata

pelajaran tersebut kurang maksimal.

- Siswa sering tidak makan pagi waktu ke sekolah dan kurang gizi, sehingga

tidak optimal dalam proses BM bahkan sulit menangkap materi pelajaran

apalagi bidang studi eksata.

c. Harapan perubahan

- Perlu kepastian dan tanggungjawab guru PNS yang mengajar terutama di

tingkat SD, sehingga tidak lagi mengandalkan guru kontrak dan guru bantu.

- Penggadan informasi buku-buku mata pelajaran yang baru oleh guru

melalui sekolah dengan bantuan dana BOS.

- Perlu pengadaan pusat informasi pendidikan bagi siswa dan guru untuk

memudahkan layanan pendidikan sesuai kurikulum.

- Perlu pengadaan buku pelajaran dan bacaan siswa, serta pelatihan bagi guru

dan kegiatan studi banding.

-

4. Ketersesuaian

Pendidikan harus fleksibel sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat dan komunitas dan tanggap terhadap kebutuhan murid dalam lingkungan

social yang beragam.

a. Kenyataan riil

- Ketergantungan pengelola dan pelaku pendidikan sangat bergantung dari apa

yang disiapkan baik dari pusat maupun Provinsi, mulai dari kurikulum,

bahan ajar, perangkat lunak sampai evaluasi, sehingga keberterimaan atas

bahan ajar dan materi tidak sesuai dengan kondisi wilayah Sarmi

Page 44: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

40

- Beberapa proses pembelajaran masih bersifat deduktif, menyebabkan

sebagian siswa yang lambat (terutama di pinggiran dan pedalaman) dalam

proses belajar merasa terasing dengan diri dan lingkungannya, seperti dalam

pelajaran bahasa Indonesia dan Matematika yang memperkenalkan nama-

nama yang kurang mereka kenal seperti “ini Budi” dan “ini Wati”

b. Masalah yang dihadapi

- Banyak lulusan SD yang masuk ke SLTP tidak dapat membaca dengan

lancar, sementara pelajaran di SLTP lebih ditekankan pada proses ilmu

pengetahuan dan bukan lagi proses belajar membaca.

- Pemberian materi kepada murid tidak lengkap terutama hanya materi yang

dikuasai guru. Selebihnya dilewati dan dapat dianggap materi sudah selesai,

sehingaa kemampuan dan pengetahuan murid dalam menguasai mata

pelajaran tersebut kurang maksimal.

- Kemampuan guru yang bukan lulusan kependidikan, terbeban dengan

menterjemahkan kurikulum menjadi rumit, sehingga tidak dapat mencerna

kurikulum dengan benar apalagi bertindak kreatif.

c. Harapan perubahan

- Perlu disediakan pusat informasi keliling yang mendukung proses belajar-

mengajar di Kabupaten Sarmi.

- Perlu penyesuaian materi pelajaran dengan muatan lokal yang akrab dengan

lingkungan.

Page 45: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

41

BAB IV. P E N U T U P

A. Kesimpulan

1. Secara umum kondisi pemenuhan hak atas pendidikan di kabupaten Sarmi masih

belum optimal, walaupun ketersediaan gedung sekolah pada semua tingkat

pendidikan (SD, SLTP dan SLTA) jumlahnya cukup dan merata, namun tidak

dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang memadai seperti: perpustakaan,

laboratorium, alat peraga, buku paket dan sarana pendukung lainnya. Hal ini bila

tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat, maka akan menjadi penghambat dalam

menyongong bonus demografi.

2. Masih banyak ditemukan sekolah yang kekurangan guru dalam proses belajar-

mengajar, walaupun secara administrasi mencukupi namun terkonsentrasi pada

sekolah-sekolah di perkotaan dengan alasan fasilitas dan kesejahteraan yang tidak

tercukupi, apalagi terkait dengan kapasitas guru untuk bidang studi tertentu.

3. Walaupun sudah ada pemberlakukan pendidikan gratis, namun belum sepenuhnya

didukung dengan kebijakan yang berpihak pada proses pembangunan pendidikan

yang berkualitas, karena sekalipun telah membebaskan pembayaran SPP namun

pungutan biaya langsung dan tidak langsung masih terjadi sebagai konsekuensi

keterbatasan biaya operasional sekolah.

4. Aspek keberterimaan dan fleksibilitas pendidikan masih menjadi masalah, karena

kurikulum dan metode pembelajaran belum merespon kebutuhan masyarakat dan

menempatkan anak sebagai subyek pendidikan, bahkan kurikulum mengasingkan

anak dari lingkungan sosial kulturnya. Apalagi ketidaksiapan guru untuk

menterjemahkan dan menerapkan kurikulum yang mengalami perubahan dari KTSP

menjadi K-13 (Kurikulum tahun 2013).

B. Saran-saran

1. Pemerintah kabupaten Sarmi perlu menerapkan kebijakan pembangunan pendidikan

secara merata bagi semua sekolah (negeri dan swasta) di semua ditrik yang

didukung dengan pengolakasian dana operasional bagi setiap sekolah sesuai dengan

kebutuhan dan beban penyelanggaraan pendidikan.

2. Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap standar layanan pendidikan, dengan

harus mempertimbangkan unsur hak asasi manusia dan pemenuhan hak dari sisi

Page 46: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

42

ketersediaan, keteraksesan, keberterimaan, ketersesuaian dengan kondisi obyektif

wilayah sehingga dapat mendorong peningkatan IPM yang menjadi modal dalam

bonus demografi.

3. Perlu perencanaan dan penempatan guru yang terdistribuasi secara merata dan

berkualitas dengan latar belakang yang beragaman (eksata dan non eksata).

4. Perlu dikembangkan kurikulum yang kontekstual dengan berbasis pada nilai dan

kearifan lokal yang mempertimbangkan kebutuhan masyarakat serta proses

pembelajaran yang kreatif dan sesuai dengan kondisi obyektif lingkungan.

Page 47: Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

43

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarmi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Kabupaten Sarmi Tahun 2012, Sarmi.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarmi, Kabupaten Sarmi dalam Angka Tahun

2013, Sarmi.

Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, Peraturan Daerah Provinsi Papua

Nomor 5 Tahun 2006, tentang Pembangunan Pendidikan di Provinsi Papua,

Jayapura

Pusat Studi Kependudukan Uncen, 2004, Studi data dasar bidang ekonomi, sosial,

budaya dan infrastruktur wilayah kabupaten Sarmi, Jayapura.

Rahail John, 2008, Studi kemampuan dan prestasi belajar siswa Papua dalam

matapelajaran Matematika dan IPA (MIPA) di Provinsi Papua, Dinas

Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, Jayapura.

Rahadi T. Wiratama (Ed.), 2009, Pengarusutamaan hak ekonomi, sosial dan budaya

dalam pembangunan (Modul), Cesda LP3ES Jakarta.

Sekretariat Daerah Provinsi Papua, Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2001, tentang

Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua, Jayapura