pendidikan anak dalam al quran

Upload: wilyanda-marza

Post on 28-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    1/19

    Pendidikan Anak dalam Al Quran dan As

    Sunnah (Dari Kelahiran hingga Menikahkan)24 Maret 2010 pukul 23:24

    Mukadimah

    Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

    yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang

    kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

    kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim: 6)

    Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah dalam Kitab Fathul Qadir:

    " " " "

    !

    "#$

    "

    "

    Wahai Oang-orang yang beriman, peliharalah dirimu maksudnya dengan

    melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan kepadamu dan meninggalkan apa-

    apa yang telah dilarang untukmu. Dan keluargamu maksudnya dengan

    memerintahkan mereka untuk tat kepada Allah dan mencegah mereka dari maksiat

    kepadaNya. (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir)

    Imam Muqatil bin Sulaiman berkata, Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

    neraka, yakni memelihara dengan adab yang shalih (baik).

    Imam Mujahid dan Imam Muqatil juga berkata, Peliharalah dirimu dengan amal

    perbuatanmu, dan peliharalah keluargamu dengan wasiat-wasiatmu.

    Imam Ibnu Jarir berkata, Wajib bagi kita mengajarkan anak-anak kita tentang

    https://id-id.facebook.com/notes/majelis-quran/pendidikan-anak-dalam-al-quran-dan-as-sunnah-dari-kelahiran-hingga-menikahkan/373794158740https://id-id.facebook.com/notes/majelis-quran/pendidikan-anak-dalam-al-quran-dan-as-sunnah-dari-kelahiran-hingga-menikahkan/373794158740
  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    2/19

    agama dan kebaikan, beserta perkara adab yang dibutuhkannya. (Lihat Tafsir ini

    semua dalam kitab Fathul Qadir)

    Anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, baik bapak atau ibu,

    teristimewa lagi bapak, sebab ia kepala rumah tangga yang tanggung jawab duniaakhiratnya lebih besar. Sesuai dengan hadits: Kullukum rain wa kullukum masulun

    an raiyatihi (Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta

    pertanggungjawaban atas kepemimpinannya). Maka sangat wajar bila seorang ahli

    hikmah mengatakan, Perhatikanlah anakmu, sebab surga atau neraka bagimu,

    tergantung sikapmu terhadap anak.

    Berikut ini adalah rincian cara Islam dalam mendidik anak.

    1.Memberikan kabar gembira atas kelahiran anak

    Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

    Maka kami beri dia (Nabi Ibrahim) kabar gembira dengan (lahirnya) seorang anak

    yang amat sabar (yakni Nabi Ismail) (QS. Ash Shafat: 101)

    Dalam ayat lain:

    Hai Zakaria, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan

    (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum pernah

    menciptakan orang yang serupa dengan dia. (QS. Maryam: 7)

    Sudah selayaknya orang tua bergembira dengan kelahiran anak, baik bayi laki-laki

    atau perempuan, baik anak pertama atau selanjutnya, dengan tanpa pembedaan

    dan pilih kasih sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah Taala. Kegembiraan ini

    diharapkan menjadi awal yang baik dan memiliki pengaruh bagi jiwa anak, agar

    dalam perkembangannya ia mudah diarahkan dan dididik sesuai adab Islam.

    2. Menasabkan bayi itu kepada orang tuanya (bapak)

    Ini merupakan kewajiban selanjutnya yang dilakukan orang tua kepada anaknya.

    Sesuai firmanNya:

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    3/19

    Panggil-lah mereka (anak-anak angkatmu) dengan memakai nama bapak-bapak

    mereka, hal itu lebih adil di sisi Allah. (QS. Al AHzab: 5)

    Ayat ini berkenan tentang anak angkat, kita wajib memanggil dan menasabkanmereka dengan bapak kandungnya sendiri (bapak biologis). Apalagi, dengan anak

    kita sendiri tentu lebih wajib menasabkan kepada orang tua sendiri.

    Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mencela orang yang mengingkari

    atau tidak mengakui anaknya sendiri. Atau, mengklaim anak orang lain sebagai

    anak kandung.

    Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

    Kufur hukumnya, orang yang mengklaim nasab yang tidak diketahuinya, atau

    mengingkari nasab walau masih samar. (HR. Ibnu Majah no.2744, Ahmad II/215,

    dengan sanad hasan)

    Ada kebiasaan di sebagian masyarakat kita, menyandarkan nama anak

    (perempuan) dengan nama suaminya, tentunya hal itu bertent angan dengan cara

    Islam. Misal, seorang bapak sebut saja namanya Muhammad mempunyai anak

    wanita bernama Fatimah, nikah bersuamikan Ali, maka dimasyarakat ia akandipanggil Bu Ali atau dibelakang namanya tertulis Fatimah Ali. Itu keliru,

    seharusnya ia tetap dinasabkan kepada bapaknya, misal Fatimah binti Muhammad.

    3. Mendoakannya dengan Doa perlindungan

    Hal ini dicontohkan dalam Al Quran, yakni ketika isteri dari seorang shalih bernama

    Imran (ada juga yang menyebutnya sebagai nabi), akan melahirkan bayi perempuan

    yang kelak dinamakan Maryam. Saat itu Istri Imran mendoakan bayi perempuannya

    (Maryam).

    Allah Taala berfirman:

    Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku,

    Sesunguhnya Aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    4/19

    mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak

    perempuan. Sesungguhnya Aku Telah menamai dia Maryam dan Aku mohon

    perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan)

    Engkau daripada syaitan yang terkutuk." (QS. Ali Imran : 36)

    Imam Ibnu Katsir berkata: Yaitu aku mohon perlindungan Allah untuknya, serta

    untuk anak keturunannya, yaitu Isa dari kejahatan syetan. Maka Allah kabulkan

    permohonan itu. Lalu Imam Ibnu Katsir menyebutkn sebuah hadits dari Abdurrazaq

    dari Mamar, dari Az Zuhry, dari Said bin Musayyib, dari Abu Hurairah, dari

    Rasulullah, bahwa Ia bersabda:

    Tidaklah satupun bayi ketika dilahirkan melainkan syetan mengganggunya,

    sehingga menjeritlah bayi itu. Kecuali Maryam dan anaknya, Isa. (Imam Ibnu Katsir,

    Tafsir Al Quran Al Azhim, Jilid 1, hal. 479)

    Jadi, menurut keterangan ini, hanya dua bayi yang tidak mengalami gangguan

    syetan, yaitu Maryam dan anaknya, Isa.

    Masih lanjutan hadits di atas, Abu Hurairah berkata, Bacalah! Inni uidzuha bika wa

    dzurriyataha minasy syaithanir rajim. "%$ & '$ (")* + # ,-"

    (Sesungguhnya Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya

    kepada (pemeliharaan) Engkau, dari gangguan syetan yang terkutuk) (HR. Bukharino. 3431, Muslim no. 2366, 2367)

    Jika anaknya laki-laki maka kata ha diganti menjadi hu, yakni menjadi Inni uidzuhu

    bika wa dzurriyatahu minasyaithanir rajim.

    Imam Al Qurthubi berkata, Gangguan syetan merupakan upaya penguasan

    terhadap bayi tersebut. Maka Allah menjaga Maryam dan anaknya dengan berkah

    doa ibunya.

    4. Adzankan

    Ini merupakan upaya merekamkan kalimat tauhid Laa Ilaha Illallah

    Muhammadarrasulullah sejak dini. Sebab otak bayi laksana pita kaset yang masih

    kosong, ia akan terisi oleh suara yang pertama kali tertangkap olehnya. Semoga hal

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    5/19

    itu menjadi arahan yang lurus bagi sang bayi, yang akan mengendalikan arah

    hidupnya.

    Para ulama tidak sepakat dalam masalah mengadzankan dan mengqomatkan bayi,

    sebagian mereka ada yang menyebut keduanya adalah bidah karena tidak adadasarnya, ada pula yang mengatakan adzan disyariatkan tetapi iqamah tidak, ada

    pula yang membolehkan dan menganjurkan adzan dan iqamah sekaligus. Adapun

    kami lebih cenderung mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa adzan

    disyariatkan, sedangkan iqamah tidak. Sebab seluruh hadits tentang iqamah untuk

    bayi tak ada satu pun yang shahih atau hasan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

    Sallam. Demikianlah, wallahu alam.

    Dari Abu Rafi, ia berkata: Aku melihat Rasulullah adzan seperti adzan shalat di

    telinga Al hasan ketika dilahirkan oleh Fathimah. (HR. Ahmad, VI/9,391,392. Abu

    Daud no. 5105. At Tirmidzi I/286)

    Syaikh al Albany ahli hadits abad ini- berkata tentang status hadits ini, Hasan,

    Insya Allah! (Irwa al Ghalil, IV/400)

    Sedangkan hadits tentang iqamah, adalah sebagai berikut:

    "Siapa yang kelahiran anak lalu ia mengadzankannya pada telinga kanan daniqamah pada telinga kiri maka Ummu Shibyan (jin yang suka mengganggu anak

    kecil, -pent) tidak akan membahayakannya".

    (Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman (6/390) dan Ibnu Sunni dalam

    Amalul Yaum wal Lailah (no. 623) dan Al-Haitsami membawakannya dalam Majma'

    Zawaid (4/59) dan ia berkata : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la dan dalam

    sanadnya ada Marwan bin Salim Al-Ghifari , ia matruk (haditsnya ditinggalkan)".

    Kami katakan hadits ini diriwayatkan Abu Ya'la dengan nomor (6780).

    Berkata Muhaqqiq (peneliti hadits)nya : "Isnadnya rusak dan Yahya bin Al-Ala

    tertuduh memalsukan hadits". Nah, dari keterangan ini jelaslah bahwa hadits

    tentang qamat untuk bayi tidak bisa dijadikan landasan untuk mengamalkannya,

    karena cacatnya yang parah.

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    6/19

    5. Tahnik

    Disunahkan memberikan tahnik kepada bayi dengan menggunakan kurma atau

    sejenisnya, seperti madu dan lain-lain. Dengan cara mengunyah kurma hinggalembut dan halus, lalu dimasukkan ke dalam mulut bayi tersebut. Ini merupakan

    upaya persiapan agar bayi nantinya mudah untuk merasakan manisnya air susu ibu.

    Hal ini didasarkan pada sebuah hadits:

    Dari Abu Musa al Asyary beliau berkata: Dilahirkan bagiku bayi laki-laki, kemudian

    aku bawa kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah menamakan bayi itu Ibrahim dan

    mentahniknya dengan korma serta mendoakan keberkatan atasnya, lalu

    menyerahkan kembali kepadaku. Dan dia (Ibrahim) merupakan anak Abu Musa

    yang paling besar (sulung).(HR. Bukhari no. 5467, Muslim III/1690, Ahmad IV/339)

    Dari hadits ini ada tiga pelajaran lain selain tahnik, yaitu pertama, hendaknya yang

    mentahnik adalah orang shalih atau ahli ilmu. Boleh saja orang tuanya sendiri,

    apalagi ia juga seorang shalih atau ahli ilmu. Kedua, meminta diberikan atau

    dicarikan nama yang baik bagi si bayi oleh orang shalih atau ahli ilmu. Ketiga,

    mendoakan bayi ketika ditahnik dengan doa yang mengandung keberkahan bagi

    bayi. Namun, tidak ada rincian seperti apakah lafal doa tersebut, karena dalam

    hadits tersebut tidak sebutkan teks doanya.

    Jika mau, boleh diucapkan doa yang mengandung permohonan keberkahan seperti:

    Allahumma barik lahu, atau Allahumma barik alaih, atau Allahumma barik fih.

    Secara bahasa doa-doa ini memiliki maksud yang sama yakni agar bayi tersebut

    diberkahi Allah Subhanahu wa Taala.

    6. Sikap Terhadap Bayi di hari ke Tujuh

    Ada tiga hal yang hendaknya orang tua lakukan pada hari ketujuh usia bayi, yakni

    aqiqah, mencukur rambut, dan peresmian pemberian nama. Hal ini didasarkan pada

    sabda Rasulullah;

    Bersama seorang bayi ada aqiqahnya, maka sembilahlah kambing dan

    singkirkanlah gangguan drinya (HR. Bukhari no. 5472, Ahmad IV/18, An Nasai

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    7/19

    V/164, Abu Daud III/106 no. 1829, At Tirmidzi IV/97, 98)

    Maksud dari singkirkanlah gangguan darinya adalah mencukur rambutnya. (Imam

    Ibnu Hajar, Fathul Bari, IX/593. Imam Asy Syaukani, Nailul Authar,V/35)

    Dalam riwayat lain: Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelih (hewan)

    pada hari ketujuh dari kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberikan nama. (HR.

    Ahmad V/807 no. 12,17,18, Ibnu Majah no. 3165, At Tirmidzi IV/101, An NAsaI

    V/166, dan Abu Daud III/106)

    A. Aqiqah

    Definisinya

    Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Tuhfatul Maudud hal.25-26,

    mengatakan bahwa Imam Jauhari berkata : Aqiqah ialah Menyembelih hewan pada

    hari ketujuhnya dan mencukur rambutnya.

    Hukumnya

    sebagian besar ulama menyatakan sunnah. Berkata Imam Asy Syaukani dalam

    Nailul Authar (VI/213): Jumhur (mayoritas) ulama menyatakan sunah, dalilnyaadalah Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :

    Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran

    bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk

    perempuan satu kambing. (Sanadnya Hasan, HR. Abu Dawud (2843), Nasai

    (VII/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (IV/330), dan shahihkan oleh

    Imam al-Hakim (IV/238) )

    Namun ada juga yang menyatakan wajib yaitu Imam Hasan al Bashri, Al Laits bin

    Saad, dan Abu Zinad (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, VIII/580) ini juga pendapat

    Syaikh al Albany Rahimahullah.

    Waktu Pelaksanaan

    Dilakukan pada hari ketujuh, sesuai hadits shahih di atas. Ulama sepakat bahwa

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    8/19

    hari ketuju merupakan hari paling utama aqiqah, sebab haditsnya jelas, tegas, dan

    shahih. Namun ulama berbeda pendapat apakah boleh aqiqah di luar hari ketujuh.

    Sebagian ulama ada yang membolehkan pada hari sebelum ketujuh seperti Imam

    Ibnul Qayyim dalam kitab Tuhfatul Maudud hal. 35, ada pula yang membolehkan

    pada hari sesudahnya seperti pendapat Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla(Jilid VII, hal. 527), atau hari kelipatannya, yakni hari 14 atau 21, sesuai hadits

    riwayat Imam Thabrani dari Abdullah bin Buraidah yang membolehkannya, namun

    hadits tersebut lemah (dhaif-tidak valid) (Syaikh al Albany, Irwa al Ghalil,

    IV/394/1170) atau pada hari ketika dewasa.

    Sebagian ulama mengatakan : "Seseorang yang tidak diaqiqahi pada masa kecilnya

    maka boleh mel akukannya sendiri ketika sudah dewasa". Mungkin mereka

    beralasan dengan hadits dari Anas bin Malik yang berbunyi : Rasulullah

    mengaqiqahi dirinya sendiri setelah beliau diangkat sebagai nabi. (HR. Abdur

    Razaq (4/326) dan Abu Syaikh dari jalan Qatadah dari Anas. Hadits ini statusnya

    munkar, yaitu salah satu jenis hadits dhaif (lemah), yang di dalam sanadnya ada

    periwayat yang dikenal banyak maksiat dan tidak kuat hafalannya, atau isi haditsnya

    bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh orang yang lebih

    terpercaya)

    Nah, dari keterangan ini jelaslah bahwa hari ketujuh adalah hari yang disepakati dan

    paling utama untuk melaksanakan aqiqah, menurut keterangan para ulamaberdasarkan hadits yang shahih (valid-authentic tex ). Adapun hadits-hadits di luar

    hari ketujuh, semuanya tak satu pun yang shahih, dan tidak bisa dijadikan hujjah

    (alasan), walau ada sebagian ulama dan para Imam yang membolehkannya.

    Wallahu Alam

    Harus dengan Kambing

    Tidak boleh aqiqah dengan selain kambing, berdasarkan hadits:

    Dari Ibnu Abi Malikah ia berkata: Telah lahir seorang bayi laki-laki untuk

    Abdurrahman bin Abi Bakar, maka dikatakan kepada Aisyah: Wahai Ummul

    Muminin, adakah aqiqah atas bayi itu dengan seekor unta. Maka Aisyah

    menjawab: Aku berlindung kepada Allah, tetapi seperti yang dikatakan oleh

    Rasulullah, dua ekor kambing yang sepadan. (HR. Baihaqi, IX/301 dan Abu Jafar

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    9/19

    ath Thahawi I/457)

    Bayi laki-laki dua kambing, Bayi Perempuan satu kambing

    Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : Bayi laki-laki diaqiqahi dengan duakambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing. (Shahih, HR. Ahmad (2/31,

    158, 251), Tirmidzi (1513), juga Ibnu Majah (3163), namun dengan sanad hasan)

    Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :

    Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran

    bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk

    perempuan satu kambing. (Sanadnya Hasan, HR. Abu Dawud (2843), NasaI

    (7/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (4/330), dan shahihkan oleh

    Imam al-Hakim (4/238) )

    Setelah menyebutkan dua hadist diatas, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul

    Bari (IX/592): Semua hadits yang semakna dengan ini menjadi hujjah (dalil) bagi

    jumhur/mayoritas ulama dalam membedakan antara bayi laki-laki dan bayi

    perempuan dalam masalah aqiqah.

    Imam Ash-Shanani rahimahullah dalam kitabnya Subulus Salam (IV/1427)

    mengomentari hadist Aisyah tersebut diatas dengan perkataannya : Hadist inimenunjukkan bahwa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi perempuan ialah

    setengah dari bayi laki-laki.

    Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah dalam kitabnya Raudhatun Nadiyyah

    (II/26) berkata : Telah menjadi ijma (kesepakatan) ulama bahwa aqiqah untuk bayi

    perempuan adalah satu kambing.

    Boleh Bayi laki-laki dengan satu kambing

    Dibolehkan oleh sebagian ulama untuk bayi laki-laki dengan satu kambing. Ini

    biasanya terjadi jika sedang mengalami kesempitan kondisi ekonomi, namun jika

    dalam keadaan lapang, maka tetaplah wajib dua kambing bagi bayi laki-laki.

    Pendapat ini didasarkan pada hadits:

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    10/19

    Dari Ibnu Abbas bahwasannya Rasulullah bersabda : Mengaqiqahi Hasan dan

    Husain dengan satu kambing dan satu kambing. (HR Abu Dawud (2841) Ibnu Jarud

    dalam kitab al-Muntaqa (912) Thabrani (11/316) dengan sanadnya shahih

    sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel Ied)

    Inilah pendapat yang dipegang oleh sahabat nabi seperti Abdullah bin Umar, Urwah

    bin Zubir, dan juga salah satu dari Imam yang empat yakni Imam Malik, dan lain-

    lain.

    Dilarang melumuri kepala bayi dengan darah kambing aqiqah

    Ini adalah adat zaman jahiliyah yang wajib dihilangkan. Abu Buraidah berkata: Kami

    pada zaman jahiliyah dahulu, jika lahir seorang bayi laki-laki bagi kami maka

    disembelih atasnya seekor kambing dan dilumurkan ke kepala bayi itu darah

    sembelihannya. Namun, ketika Islam datang, kami menyembelih kambing,

    mencukur rambut bayi, dan melumurinya dengan zafaran (sejenis minyak wangi).

    (Riwayat Abu Daud III/107, Baihaqi IX/303, Hakim IV/238)

    Dari Aisyah berkata : Dahulu ahlul kitab pada masa jahiliyah, apabila mau

    mengaqiqahi bayinya, mereka mencelupkan kapas pada darah sembelihan hewan

    aqiqah. Setelah mencukur rambut bayi tersebut, mereka mengusapkan kapastersebut pada kepalanya ! Maka Rasulullah bersabda : Jadikanlah (gantikanlah)

    darah dengan khuluqun (sejenis minyak wangi). (Shahih, diriwayatkan oleh Imam

    Ibnu Hibban (5284), Imam Abu Dawud (2743), dan dishahihkan oleh Imam al Hakim

    (2/438))

    Al-Allamah Syaikh Al-Albani dalam kitabnya Irwa al Ghalil (IV/388) berkata :

    Mengusap kepala bayi dengan darah sembelihan aqiqah termasuk kebiasaan

    orang-orang jahiliyah yang telah dihapus oleh Islam.

    Disunnahkan daging kambing dibagikan dalam kondisi matang, dan boleh bagi

    orang tua bayi untuk ikut memakannya. Wallahu Alam

    Demikianlah penjelasan ringkas tentang aqiqah, alhamdulillah

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    11/19

    B. Mencukur Rambut

    Bedasarkan hadits: Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelih (hewan)

    pada hari ketujuh dari kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberikan nama. (HR.

    Ahmad V/807 no. 12,17,18, Ibnu Majah no. 3165, At Tirmidzi IV/101, An NAsaIV/166, dan Abu Daud III/106)

    Caranya adalah dengan mencukur semua, dan dilarang qaja (mencukur sebagian)

    sebagaimana yang Rasulullah larang dalam kitab Riyadhus shalihin-nya Imam an

    Nawawi.

    Lalu, menimbang potongan rambut itu, dan disesuaikan dengan berat perak untuk

    disedekahkan. Ini jika dalam kelapangan ekonomi. Sebagian kecil ulama seperti

    Imam ar Rafii memilih menggunakan emas. Mungkin karena perak jarang dipakai

    oleh manusia.

    Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Salim bin Dhayyan berkata : Dan disunnahkan

    mencukur rambut bayi, bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya

    dan diberi nama pada hari ketujuhnya. Masih ada ulama yang menerangkan tentang

    sunnahnya amalan tersebut (bersedekah dengan perak), seperti : al-Hafidz Ibnu

    Hajar al-Asqalani, Imam Ahmad, dan lain-lain.

    Hal ini berdasarkan hadits:

    Dari Anas bin Malik, Bahwasanya Rasulullah memerintahkan mencukur rambut

    Hasan dan Husein, anak Ali bin Abi Thalib, pada hari ke tujuh, kemudian

    bersedekah dengan perak seberat timbangan rambut Hasan dan Husein itu. (HR.

    Thabrani dalam Al Ausath I/133)

    Hadits jalur Anas bin Malik ini dhaif (lemah), namun ada hadits lain yang serupa,

    dari jalur Abdullah bin Abbas, yang bisa menguatkannya. Sehingga hadits di atas

    naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi.

    Berkata Imam Ibnu Hajar, Seluruh riwayat yang ada sepakat tentang penyebutan

    bersedekah dengan perak. Tidk ada satu pun yang menyebutkan emas. Berbeda

    dengan perkataan Ar rafiI, bahwa disunnahkan bersedekah dengan emas seberat

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    12/19

    timbangan rambut, kalau tidak sanggup maka dengan perak. Riwayat yang

    menyebut bersedekah dengan emas dhaif dan tak ada yang menguatkannya!

    (Talkhis al Habir IV/1408)

    C. Pemberian Nama

    Penamaan pada hari ketujuh, bukanlah keharusan, melainkan hanya keutamaan

    saja (afdhaliyah). Boleh saja memberikan nama sebelum hari ketujuh, sebab

    Rasulullah pernah menamakan anaknya yang baru lahir dengan nama Ibrahim.

    Dari Anas bin Malik beliau berkata, bahwa Rasulullah besabda: Semalam telah

    dilahirkan seorang bayi laki-laki bagiku. Saya namakan dia dengan nama bapakku

    (maksudnya nenek moyangnya) yaitu Ibrahim. (HR. Muslim no. 2355, Abu Daud no.

    3126, dan Baihaqi IX/589)

    Begitu pula beberapa sahabat seperti Abu Musa al Asyary, Abu Thalhah, dan

    Zubeir bin Awwam, anak mereka dinamakan sebelum hari ketujuh.

    Memberikan nama-nama yang baik

    Hendaknya para orang tua memberikan nama-nama yang baik, dan jangan

    terpengaruh oleh ucapan tokoh kafir Barat William Shakespare yang mengatakanWhat is a name? (Apalah arti sebuah nama?) sebab dalam Islam nama bukan

    sekadar label, tetapi juga doa, citra diri, dan identitas seorang muslim.

    Nama-nama yang disukai oleh Allah Taala adalah nama-nama yang menunjukkan

    sikap penghambaan seperti Abdullah, Abdurrahman, Abdul Aziz, yang secara

    makna adalah sama yaitu hamba Allah.

    Dari Ibnu Umar beliau berkata, bahwa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya nama

    yang paling dicintai Allah adallah Abdullah dan Abdurrahman. (HR. Muslim III/1683,

    Tirmidzi V/132, Abu Daud IV/287, dan Ahmad II/24)

    Bagus juga memberikan nama anak dengan nama para Nabi, seperti Ibrahim,

    Yusuf, dan lain-lain. Sebagaimana yang Rasulullah contohkan ketika menamakan

    anaknya dan anak Abu Musa dengan nama Ibrahim.

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    13/19

    Dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, dia berkata: Rasulullah menamakan saya

    Yusuf. (Riwayat Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad, hal. 249)

    Nama-nama yang dibenci

    Ada nama-nama yang dibenci (makruh) seperti barakah (mengandung berkah), yala

    (yang tinggi), aflah (yang menang), yassar (yang mudah), nafi (yang bermanfaat).

    Nama-nama ini dibenci Karena mengandung makna mengunggulkan diri (tazkiyatun

    nafs).

    Dari Jabir bin Abdullah, beliau berkata: Rasulullah berkehendak melarang

    penamaan dengan nama-nama seperti Yala, Barakah, Aflah, Yassar, Nafi, dan

    semisalnya. .. (HR. Muslim, XIII/1686)

    Atau nama yang melambangkan kesombongan seperti Maha Raja, Raja Diraja, atau

    Syahhansyah. Hal ini didasrkan pada hadits:

    Dari Abu Hurairah beliau berkata, bahwa Rasulullah bersabda: Nama yang paling

    buruk/keji di sisi Allah pada hari kiamat nanti adalah seseorang yang bernama

    Malikul Amlak (Raja Diraja/Rajanya para raja). (HR. Bukhari, X/604, no. 6205)

    Juga dibenci menamakan anak dengan nama-nama yang tidak jelas seperti

    Juventus, atau nama yang mengandung kekufuran seperti musyrikah (wanita

    musyrik), Jarimah (Kejahatan), atau Farji (kemaluan). Atau nama-nama neraka

    seperti jahanam, wail, saqar. Atau nama-nama tokoh kafir Barat, atau nama para

    ahli maksiat seperti artis dan lain-lain. Diharamkan pula dengan nama Abdul Masih

    (Hamba al Masih), Abdul Uzza (hamba dewa uzza), dan seluruh nama yang berarti

    penghambaan kepada selain Allah Taala.

    Dianjurkan Ganti Nama jika Terlanjur memiliki nama yang Buruk

    Ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah ketika ia memberikan nama-nama para

    sahabatnya yang baru memeluk Islam. Boleh juga menggunakan nama kun-yah,

    yaitu nama sandaran yang menjelaskan nasab. Contoh ada orang bernama

    Abdullah atau apa saja, ia memiliki anak bernama Ahmad, maka ia dipanggil Abu

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    14/19

    Ahmad (Bapaknya si Ahmad). Atau seorang anak bernama Ahmad punya bapak

    bernama Abdullah, maka ia dipanggil Ibnu Abdillah (Anaknya si Abdullah).

    Demikianlah sikap Islam terhadap pemeliharaan bayi pada hari ketujuh.

    7. Mengkhitankan

    Yang paling rajih (argumentatif) hukum khitan adalah wajib, ini yang ditujukkan oleh

    dalil-dalil dan mayoritas pendapat ulama. Perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

    telah tsabit (kuat) terhadap seorang laki-laki yang telah ber-Islam untuk berkhitan.

    Beliau bersabda kepadanya :

    "Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah". Ini merupakan dalil yang

    paling kuat atas wajibnya khitan.

    Berkata Syaikh al Albany dalam Tamamul Minnah hal. 69: "Adapun hukum khitan

    maka yang tepat menurut kami adalah wajib dan ini merupakan pendapatnya jumhur

    seperti Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu

    Qayyim. Beliau membawakan 15 sisi pendalilan yang menunjukkan wajibnya khitan.

    Walaupun satu persatu dari sisi tersebut tidak dapat mengangkat perkara khitan

    kepada hukum wajib namun tidak diragukan bahwa pengumpulan sisi-sisi tersebut

    dapat mengangkatnya. Karena tidak cukup tempat untuk menyebutkan semua sisitersebut maka aku cukupkan dua sisi saja :

    [1].FirmanAllahTa'ala.

    Kemudian Kami wahyukan kepadamu ; 'Ikutilah millahnya Ibrahim yang hanif" [An-

    Nahl : 123]

    Khitan termasuk millah (ajaran) Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam hadits Abi

    urairah yang telah lalu. Sisi ini merupakan hujjah yang terbaik sebagaimana kata Al-

    Baihaqi yang dinukil oleh Al-HafidzhImamIbnuHajar(10/281).

    [2]. Khitan termasuk syi'ar Islam yang paling jelas, yang dibedakan dengan seorang

    muslim dari seorang nashrani. Hampir-hampir tidak dijumpai dari kaum muslimin

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    15/19

    yang tidak berkhitan" [selesai ucapan Syaikh al AlBany]"

    Kami tambahkan sisi ke tiga yang menunjukkan wajibnya khitan. Al-Hafizh

    menyebutkan sisi ini dalam 'Fathul Baari (10/417)' dari Imam Abu Bakar Ibnul Arabi

    ketika ia berbicara tentang hadits : "Fithrah itu ada lima ; khitan, mencukur rambutkemaluan ....". Ia (Imam Abu Bakar Ibnul Araby) berkata :

    "Menurutku kelima perkara yang disebutkan dalam hadits ini semuanya wajib.

    Karena seseorang jika ia meninggalkan lima perkara tersebut tidak tampak padanya

    gambaran bentuk anak Adam (manusia), lalu bagaimana ia digolongkan dari kaum

    muslimin" (Selesai ucapan Al-Imam)"

    Hukum khitan ini umum bagi laki-laki dan wanita, hanya saja ada sebagian wanita

    yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika khitan yaitu apa yang

    diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian keadaannya maka tidak dapat dinalar

    bila kita memerintah mereka untuk memotongnya padahal tidak ada pada mereka.

    Berkata Imam Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal(3/396):

    "Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara mutlak atau

    dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib (barat). Maka penduduk

    Masyriq diperintah untuk khitan karena pada wanita mereka ada bagian yang bisadipotong ketika khitan, sedangkan penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena

    tidak ada bagian tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan

    ta'lil (sebab/alasan)".

    Madzhab Malik mengatakan khitan untuk wanita adalah sunah. Dalam Madzhab

    Hanafi, khitan wanita bukan sunah, melainkan kehormatan bagi wanita. Madzhab

    SyafiI dan Hambali, khitan wanita adalah wajib. Adapun menurut Faqihul islam abad

    ini al Allamah Syaikh Yusuf al Qaradhawy hafizhahullah, khitan bagi wanita tidak

    wajib dan tidak pula sunah, sebab menurutnya- tidak ada satu pun dalil yang

    shahih- yang menunjukkan wajib atau sunahnya, baginya hanya sekedar mubah

    (boleh). Bahkan jika ternyata membahayakan, bisa dicegah.

    Telah masyhur di dunia kedokteran, bahwa khitan bagi wanita justru membahayakan

    kaum wanita. Khususnya membahayakan kehidupan seksualnya, sebab urat syaraf

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    16/19

    kenikmatan seksual wanita adalah pada klitorisnya, yang jika dipotong maka

    terhalanglah baginya untuk merasakan apa-apa yang kaum laki-laki telah rasakan.

    Sehingga hal ini bisa menggiring pada terjadinya keretakan rumah tangga. Wallahu

    Alam

    Kapankah waktu dikhitan? Sebagian madzhab SyafiI menyatakan di hari ketujuh. Ini

    didasarkan hadits: Ada tujuh perkara yang disunnahkan bagi bayi pada usia yang

    ke tujuh hari: diberi nama, khitan, (HR. At Thabrani dalam al Ausath. Al Haitsami

    dalam Majma Az Zawaid (IV/59), mengatakan bahwa perawinya adalah tsiqat

    (terpercaya). Namun Imam Ibnu hajar dalam Fathul bari (IX/483) menyatakan dhaif)

    Imam an Nawawi mengatakan bahwa sebagian madzhab Syafii mengatakan waktu

    khitan adalah setelah baligh, namun demikian dianjurkan bagi orang tua

    mengkhitankan sejak kecil, sebab hal itu lebih ringan bagi bayi.

    Sebagian ahli fiqih menyatakan wajibnya mengkhitan ketika masih bayi, bukan

    sekedar anjuran. Sebab hal itu membawa kemaslahatan. Berkata Imam Ibnul

    Qayyim dalam Tuhfatul Maudud hal, 60-61, Tidak boleh bagi wali (orang tua)

    membiarkan seorang bayi tidak dikhitan sampai ia mencapai baligh.

    Para dokter spesialis juga menyatakan demikian, bahwa sebaiknya khitan dilakukan

    saat masih bayi, sebab itu lebih ringan baginya, hampir-hampir ia tidak merasakanapa yang sedang dialaminya. Kecuali jika bayi tersebut dinyatakan tidak sehat, maka

    khitan bisa ditunda. Walahu Alam

    8. Mendidik Anak sejak Usia Dini

    Sejak dini anak ditanamkan nilai-nilai tauhidullah (keesaan Allah). Marifatullah

    (mengenal Allah) adalah tema pertama yang kita ajarkan kepada anak-anak, tentu

    dengan bahasa dan contoh-contoh yang sederhana. Agar terpatri dalam ruang

    pikirnya, siapa penciptanya, siapa pemberi rizki, siapa pengatur hidup, siapa

    penguasa alam, siapa yang pantas disembah, siapa yang menghidupkan dan

    mematikan, dll. Agar ia tidak mudah ternoda oleh kepercayaan yang sifatnya

    tahayul, mitos, dan khurafat, yang biasanya berkembang dan sangat melekat di

    masyarakat.

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    17/19

    Sejak dini juga ditanamkan pendidikan marifaturrasul (mengenal Rasulullah), agar

    ia memiliki teladan yang mampu menjadi pemandu hidupnya, dan tidak salah pilih

    idola. Apalagi, saat ini banyak para artis, atau tokoh-tokoh khayalan dan rekaan

    yang mencoba merebut hati para anak-anak kita, baik cerita rakyat seperti Gatot

    Kaca atau dari Barat seperti Superman, Batman, Satria Baja Hitam, Power Rangers.Sekadar tahu tokoh-tokoh ini tidak ada masalah, namun jadi masalah jika anak

    menjadikan mereka sebagai teladan hidupnya, dan melupakan Rasulullah

    Shallallahu Alaihi wa Sallam.

    Sejak dini juga ditanamkan tarbiyah akhlaqiyah wa sulukiyah (pembinaan akhlak dan

    perilaku). Agar anak menghormati orang tua dan yang lebih tua, atau menyayanyi

    yang lebih muda. Agar anak tahu adab makan, minum, berjalan, berpakaian, dan

    berbicara, serta adab-adab lainnya. Supaya mereka menyayangi sahabat dan

    memaafkan musuh. Agar mereka tahu juga batasan-batasan pergaulan dengan

    lawan jenis, agar tidak terjadi fitnah dikemudian hari.

    Sejak dini juga diperkenalkan dengan tokoh-tokoh Islam, mulai para sahabat nabi,

    para Imam dan ulama, para pahlawan dan mujahidin Islam, baik dalam atau luar

    negeri. Bukan justru memperkenalkan mereka dengan bintang film, penyanyi,

    pemain sepak bola, atau penghibur yang membuatnya jauh dari Allah dan

    kewajiban-kewajiban agama.

    Hendaknya dirumah sering diperdengarkan ayat-ayat Allah, lantunan ayat suci Al

    Quran baik dibaca sendiri oleh orang tua, atau melalui kaset-kaset muratal para

    Imam Mesjid di Timur Tengah. Ini lebih baik dan sangat baik demi keberkahan

    rumah dan turunnya rahmat Allah. Paling tidak, syair-syair Islam seperti nasyid-

    nasyid Islami yang tidak melampui batas dan tidak melalaikan.

    Terakhir, sediakanlah anak-anak kita buku-buku bacaan yang mendidik, yang

    mampu menambah pengetahuan agama dan akademik, serta iman mereka. Seperti

    buku-buku kisah tentang para nabi, sahabat, atau buku-buku doa sederhana, hadits-

    hadits, atau majalah Islam anak-anak. Dampingilah mereka untuk membantu

    memahaminya, sebagaimana kita dampingi mereka ketika nonton televisi agar bisa

    menjauhi tontonan yang tidak pantas. (Sebagusnya cegah mereka dari televisi,

    hingga saatnya nanti mereka bisa membedakan mana baik mana buruk).

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    18/19

    Jika ini sudah kita lakukan, berdoalah mudah-mudahan anak kita terbentuk oleh

    kebiasaan Islami, yang akan mewarnai dan membentuk kehidupannya setelah

    dewasa nanti. Sebagaimana kata pepatah Arab:

    Man syabba fii syaiiin syaaba alaih (Barang siapa yang dididik dengan sesuatu,maka sesuatu itulah yang akan membentuk dirinya hingga dewasa nanti)

    9. Membimbingnya dalam Memilih Jodoh

    Jodoh memang rahasia Allah Taala, selaku orang beriman kita wajib meyakininya.

    Namun selaku orang berakal, kita dituntut mempersiapkannya secara rasional

    sejauh yang kita mampu. Hendaknya orang tua tidak lepas tangan dengan masalah

    jodoh anak-anaknya. Anak memiliki hak untuk menentukan calon pendamping

    hidupnya, tetapi orang tua berkewajiban mengarahkan, memberi pertimbangan, dan

    masukan, walau akhirnya anak juga yang memutuskan.

    Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberikan arahan bagi umatnya

    urusan pernikahan ini, sabdanya:

    Wanita dinikahkan karena empat hal, karena kecantikannya, hartanya,

    keturunannya, dan agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya kau akan

    beruntung.(HR. Bukhari dan Muslim)

    Maksud dari pilihlah karena agamanya adalah pilihlah karena keshalihannya,

    sebagaimana hadits: Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia

    adalah isteri yang shalihah.

    Berkata Umar bin al Khathab, Nikahilah anak gadis kalian dengan laki-laki shalih,

    sebab jika ia (laki-laki shalih) sedang marah, ia tidak akan berbuat zalim, jika ia

    ridha ia akan amat menjaga.

    Hendaknya orang tua mempermudah urusan pernikahan, sebab memang

    pernikahan dalam Islam adalah perkara agung yang simple. Namun, tradisi dan

    adatlah yang membuatnya menjadi rumit dan njelimet (susah). Harus ini, harus itu,

    begini dan begitu, yang sebenarnya tidak ada dasarnya dalam Islam. Namun,

    anehnya itulah yang menjadi pedoman bagi pernikahan mereka, bukan berpedoman

  • 7/25/2019 Pendidikan Anak Dalam Al Quran

    19/19

    kepada Al Quran dan As Sunnah.

    Wallahu Alam wa lIllahil Izzah

    Al Faqir Ilaa Rahmati rabbihi

    Sumber : Ust. Farid Numan