pendahuluan chilling injuring dan degreening baru

Upload: jainuddin-java

Post on 14-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hvh

TRANSCRIPT

  • DEGREENING DAN CHILLING INJURING

    Disusun oleh:

    Kelompok 3

    Arya Widura Ritonga (A24051682)

    Najmi Ridho Syabani (A24051758)

    Dwi Ari Novianti (A24051349)

    Siti Fatimah (A24050026)

    Deddy Effendi (A2405)

    DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen)

    sampai saat ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius

    baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun.

    Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila

    penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera

    akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa

    produk hortikultura relatif tidak tahan disimpan lama dibandingkan dengan

    produk pertanian yang lain.

    Hal tersebutlah yang menjadi perhatian kita semua, bagaimana agar produk

    hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat

    panen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaik-

    baiknya dapat dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya selama mungkin.

    Sehubungan dengan hal tersebut maka sangatlah perlu diketahui terlebih dahulu

    tentang macam-macam penyebab kerusakan pada produk hortikultura tersebut,

    serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap penyebab kerusakannya.

    Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang

    mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan terjadinya

    kerusakan tersebut sehingga kalaupun tejadi kerusakan terjadinya sekecil

    mungkin.

    Pengaturan suhu dan penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat dapat

    mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan pada komoditi hortikultura.

    Namun, jika pelaksaan keduanya tidak tepat malah akan menyebabkan kerusakan

    dan penurunan kualitas produk seperti chilling injury dan degreening. Sehingga

    pengetahuan akan pemanfaatan teknologi tersebut menjadi penting untuk

    dipelajari.

    Tujuan

    Kegiatan pratikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan

    pemberian gas etilen kepada beberapa jenis buah-buahan.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle.)

    Tanaman ini termasuk ke dalam famili Rutaceae. Jeruk nipis merupakan

    salah satu jenis citrus Geruk. Tanaman ini berupa perdu dengan tinggi 3,5 m.

    Batang tanaman jeruk nipis berkayu, bulat, berduri, putih kehijauan. Daunnya

    majemuk, elips alau bulat telur, pangkal membulat, ujung turnpul, tepi beringgit,

    panjang 2,5-9 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, tangkai 5-25 mm,

    bersayap, hijau. Tanaman ini memiliki bunga majemuk atau tunggal, di ketiak

    daun atau di ujung batang, diameter 1,5-2,5 cm, kelopak bentuk mangkok, berbagi

    empat sampai lima, diameter 0,4-0,7 cm, putih kekuningan, benang sari 0,5-0,9

    cm, tangkai sari 0,35-0,40 cm, kuning, bakal buah bulat, hijau kekuningan,

    tangkai putik silindris, putik kekuningan, kepala putik bulat, tebal, kuning, daun

    mahkota empat sampai lima, bulat telur atau lanset, panjang 0,7-1,25 cm, lebar

    0,25-0,50 cm, putih. Buahnya berupa buni dengan diameter 3,5-5 cm, masih muda

    hijau setelah tua kuning. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, putih kehijauan.

    Akar tanaman ini berupa akar tunggang, bulat, dan berwarna putih kekuningan.

    Tanaman jeruk nipis pada umur 2 1/2 tahun sudah mulai berbuah. Tanaman jeruk

    umumnya menyukai tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari

    langsung.

    Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat.

    Misalnya: limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren dan sitral. Di samping

    itu jeruk nipis mengandung asam sitrat. 100 gram buah jeruk nipis mengandung

    vitamin C 27 mg, kalsium 40 mg, fosfor 22 mg, hidrat arang 12,4 g, vitamin B 1

    0,04 mg, zat besi 0,6 mg, lemak 0,1 g, kalori 37 g, protein 0,8 g dan air 86 g.

    Cabai Merah

    Cabai atau cabai merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan

    tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran

  • maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai

    yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan.

    Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan

    merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran

    tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung

    minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan

    kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur).

    Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan

    sarang serta tidak tergenang air ; pH tanah yang ideal sekitar 5 - 6. Waktu tanam

    yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret - April).

    Untuk memperoleh harga cabai yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan

    Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada resiko kegagalan.

    Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat

    serta bebas dari hama dan penyakit . Buah cabai yang telah diseleksi untuk bibit

    dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering

    kemudian baru diambil bijinya: Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg

    buah cabai (300-500 gr biji).

    Nutrisi cabai merah cukup banyak, khususnya kandungan vitamin A dan C

    di dalamnya. Dalam 100 g cabai merah terdapat vitamin C atau asam askorbat 190

    mg. Sedangkan kandungan vitamin A adalah 5700 IU. Sedangkan kandungan

    mineral cabai merah antara lain kalsium, besi, magnesium, phospor, potassium,

    seng, dan lain-lain.

    Chilling Injury

    Chilling injury merupakan kerusakan akibat lingkungan pada suhu

    lingkungan rendah. Disamping itu akan menyebabkan buah berkurang

    kekerasannya, aroma, dan umur simpan. Buah akan menjadi lunak sehingga

    aroma buah akan berubah menjadi agak busuk dan umur simpan menjadi pendek

    serta dapat mendatangkan mikroba dan akhirnya buah akan busuk. Setelah buah

    mengalami perubahan fisik / kerusakan maka nilai jual di pasaran akan turun

  • bahkan tidak dapat dijual karena tidak bisa lagi dikonsumsi sebagaimana

    layaknya.

    Degreening

    Proses degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk

    diikuti dengan proses pembentukan warna kuning jingga.

    Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh

    faktor eksternal seperti halnya lingkungan, tetapi juga oleh hormon yang ada

    didalam tanaman. Sejauh ini, peran hormon dalam tanaman belum mendapat

    perhatian khusus dari para petani kita. Padahal justru adanya hormon inilah yang

    bisa mempengaruhi tingkat produktifitas maupun kualitasnya.

    Berkaitan dengan adanya hormon pada tanaman, seringkali kita

    mendengar istilah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Perbedaan keduanya terletak pada

    terminologi yang digunakan. Dimana hormon merupakan zat yang dihasilkan di

    dalam tanaman secara alamiah sedangkan ZPT merupakan zat yang disentesis

    secara buatan oleh manusia sehingga dapat dikatakan bahwa hormon pasti ZPT

    namun ZPT belum tentu hormon. ZPT disintesis secara buatan dengan harapan

    agar tanaman memacu pembentukkan hormon yang sudah ada di dalam tubuhnya

    atau dengan kata lain dia menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman

    tersebut gagal atau kurang dapat memproduksinya secara baik.

    Hormon tanaman itu sendiri terbagi dalam beberapa kelompok diantaranya

    auxin, giberalin, sitokinin, ethylen dan inhibitor (growth retardant). Ethylen

    merupakan hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam

    proses pematangan buah. Berkaitan dengan hormon tanaman, maka jenis ZPT

    yang beredar di pasaran pun beragam. Contoh ZPT diantaranya IBA, NAA, 2,4-D

    yang termasuk golongan hormon auksin, GA3 yang masuk hormon perangsang

    pertumbuhan golongan gas, Kinetin masuk golongan hormon sitokinin. Etephon

    (Protephon) termasuk golongan ethylen serta asicid acid yang termasuk golongan

    inhibitor.

    Untuk tanaman yang menghasilkan buah seperti melon, semangka, timun,

    cabe, tomat dan lain sebagainya, peran hormon ethylen untuk merangsang

    cepatnya proses pematangan buah sangat dibutuhkan, apalagi saat petani dituntut

  • untuk segera memenuhi kebutuhan produk tersebut sebagai akibat permintaan

    pasar yang besar. Meskipun pada prinsipnya setiap tanaman sudah memiliki

    hormon tersebut namun karena kondisi yang kurang kondusif baik yang

    dipengaruhi oleh internal maupun eksternal tanaman membuat zat-zat perangsang

    pertumbuhan seperti ethylen tanpa bantuan dari luar tentu tidak akan berjalan

    secara lancar.

    Ethylen seperti yang disinggung sebelumnya merupakan hormon yang

    berbeda dengan hormon lain karena dalam keadaan normal, ethylen berbentuk gas

    (C2H4) dengan struktur kimia yang sangat sederhana. Ethylen ini sendiri

    dihasilkan dari proses respirasi buah, daun dan jaringan lainnya didalam tanaman.

    Apabila ZPT ini digunakan dalam jumlah yang cukup besar, maka hormon ini

    dapat digunakan untuk mempercepat pemasakan buah. Dengan adanya ZPT yang

    mengandung ethephon, maka kinerja sintetis ethylen berjalan optimal sehingga

    tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai.

    Dengan semakin pentingnya zat pengatur tumbuh dalam upaya

    merangsang hormon dalam tanaman, kini banyak beredar jenis- ZPT dengan

    fungsi dan kelebihan masing-masing. Untuk mempercapat pemasakan buah maka

    penggunaan ZPT berbahan aktif etephon merupakan langkah yang tepat.

    BAHAN DAN METODE

    Waktu dan Tempat Praktikum

    Kegiatan pratikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 28 Oktober 2008 di Laboratorium Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pengamatannya dilaksanakan dalam waktu satu minggu.

    Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan pada percobaan Degreening adalah jeruk nipis dan ETP 40 ppm. Pada percobaan Chilling Injury bahan yang digunakan adalah cabe merah besar dan kertas koran. Alat pendingin digunakan sebagai tempat menyimpan bahan.

    Metode Pratikum

    Degreening

  • 1. Siapkan jeruk nipis, usahakan ukuran dan warnanya seragam (hijau tua)2. Siapkan larutan ETP 40 ppm encerkan dalam air 1 liter3. Masukkan jeruk nipis pada larutan ETP yang telah diencerkan, diamkan

    beberapa saat4. Setelah itu diangkat dan ditiriskan, simpan pada suhu ruangan5. Amati perubahan warna, kelunakan, dan aroma.

    Chilling Injury

    1. Siapkan cabe merah besar yang masih keras (bagus, tidak cacat)2. Bungkus dengan koran, tipis saja3. Simpan dalam lemari pendingin dengan suhu 3 derajat4. Amati perubahan warna, kelunakan, dan aroma.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Grafik 1. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Jeruk Nipis

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0HSP 3 HSP 6 HSP 8 HSP

    Kontrol

    20 ppm

    40 ppm

    Grafik 2. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Jambu biji

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0HSP 3 HSP 6 HSP 8 HSP

    Kontrol

    20 ppm

    40 ppm

  • Grafik 3. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Pisang

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0HSP 3 HSP 6 HSP 8 HSP

    Kontrol

    20 ppm

    Chilling Injury

    Pada praktikum ini perlakuan chilling injury pada tanaman hortikultura (

    buah-buahan), seperti: mentimun, cabe besar, wortel, tomat, papaya, mangga dan

    jambu biji. Telah kita ketahui bahwa sifat dari tanaman hortikultura adalah produk

    masih hidup sehingga masih melakukan kegiatan respirasi dan metabolisme. Bila

    lingkungan dalam penyimpanan atau bisa dikatakan perlakuan pasca panen tidak

    sesuai/ lingkungan yang tidak sesuai maka akan menyebabkan kerusakan pada

    komoditas hortikultura tersebut. Sehingga untuk mempertahankan kualitas produk

    hingga sampai ke tangan konsumen antara lain: penyimpanan suhu rendah dapat

    menurunkan laju respirasi, mengurangi efek etilen yang menyebabkan

    kematangan dengan cepat. Lingkungan yang tidak mendukung dapat

    mneyebabkan kerusakan yang produk. Misalnya saja Chiling injury merupakan

    kerusakan produk yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang terlalu rendah

    sehingga dapat menurunkan kualitas nilai produk untuk dipasarkan. Akibat yang

    ditimbulkan chilling injury, misalnya bintik-bimtik pada produk, perubahan

    warna, pencoklatan, pematangan yang tidak normal, bahkan kebusukan pada

    produk.

    Suhu penrilyimpanan untuk setiap komoditas berbeda-beda, sehingga pada

    saat satu produk tersebut sudah mengalami kerusakan fisik maka belum tentu

    produk yang lain juga mengalami kerusakan. Karena produk yang mnegalami

    kerusakan suhu penyimpanannya sudah melewati batas sedangkan produk lain

  • masih bisa mentolerin. Pada setiap kelompok berbeda-beda komoditasnya dan

    suhu penyimpanannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hampir seluruh

    komoditas pada suhu 3oC buah tetap pada kondisi pada awalnya, sedangkan pada

    suhu 6OC buah sudah mengalami kerusakan fisik. Pada cabe besar ketika buah

    matang, tekstur permukaan luar licin dan mengkilat. Proses pematangan hingga

    warna merah dibaregi oleh akumulasi gula sederhana di dalam kulit buah. Dimana

    warna merah itu sendiri dipengaruhi oleh pigmen karotenoid. Kadang waktu

    pemanenan etepon digunakan untuk mempercepat pembentukan warna buah. Pada

    suhu penyimpanan 3OC mengalami agak keriput pada kulit buah dan adanya

    bintik hitam seperti antraknosa namun masih segar.kemudian untuk komoditas

    lain bagian dalam buahnya juga mengalami kerusakan seperti kelunakan buah.

    Sehingga dapat dikatakan bahwa buah akan mengalami perubahan warna menjadi

    kuning, kulit agak keriput, lunak.

    Chilling injury merupakan kerusakan akibat lingkungan pada suhu

    lingkungan rendah. Disamping itu akan menyebabkan buah berkurang

    kekerasannya, aroma, dan umur simpan. Buah akan menjadi lunak sehingga

    aroma buah akan berubah menjadi agak busuk dan umur simpan menjadi pendek

    serta dapat mendatangkan mikroba dan akhirnya buah akan busuk. Setelah buah

    mengalami perubahan fisik / kerusakan maka nilai jual di pasaran akan turun

    bahkan tidak dapat dijual karena tidak bisa lagi dikonsumsi sebagaimana

    layaknya. Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan kerusakan akibat chilling

    injury, antara lain: peningkatan kelembaban ruang simpan, pemanasan ringan,

    penerapan penggunaan suhu penyimpanan bertahap, dan penggunaan kalsium.

    Dengan demikian, produk hortikultura dapat dijual di pasar dan tidak menurunkan

    kualitas produk bila disimpan pada suhu rendah.

    Degreening.

    Degreening pada buah jeruk nipis dengan pemberian etephon dengan dosis

    10 ppm dan 20 ppm memberikan hasil warna yang tidak berbeda jauh. Sedangkan

    pada perlakuan etephon 10 ppm lebih cepat melunakkan kulit buah jeruk nipis.

    Pada buah jambu biji etephon dengan dosis 20 ppm lebih cepat membuat warna

    buah jambu biji berubah dari hijau menjadi kuning. Sedangkan pada pemberian

  • etephon 10 ppm lebih cepat melunakkan buah jambu biji jika dibandingkan

    dengan perlakuan etephon 20 ppm. Pada buah pisang dengan etephon 10 ppm

    membuat warna buah menjadi kuning kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa

    etephon mempercepat kematangan buah pisang dan menyebabkan aroma buah

    lebih tajam jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian etephon).

    Gas asetilen pada proses penguningan buah jeruk akan merangsang

    pembentukan gas etilen dalam sel. Gas etilen merombak klorofil pada kulit jeruk

    dan mensintesis pigmen karotenoid. Aktivitas perombakan tersebut hanya terjadi

    pada lapisan subepidermal kulit buah. Hasilnya kulit buah yang semula hijau

    berubah jadi jingga tanpa mengubah rasa buah. Hal itu dibuktikan oleh Dr

    Mohamad Soedibyo dan Ir Wisnu Broto, MS, peneliti di Balai Besar Penelitian

    dan Pengembangan Pascapanen Pertanian di Bogor. Dalam penelitiannya pada

    1992 Soedibyo menunjukkan degreening dengan menggunakan gas asetilen tidak

    mengubah nilai gizi jeruk. Sementara hasil penelitian Wisnu pada 1988, gas

    asetilen tidak mempengaruhi kadar gula total, kadar asam total, dan kadar vitamin

    C.

    Degreening bisa diterapkan pada semua jenis jeruk. Namun, lazimnya

    jenis jeruk keprok dan mandarin karena ketika didegreening warna cenderung jadi

    jingga. Beda dengan siem yang berubah jadi kuning. 'Warna kuning umumnya

    tidak disukai konsumen karena buah dianggap sudah terlalu matang atau sudah

    lama dipanen,' kata Roedhy Poerwanto yang meraih gelar doktor dari Ehime

    University, Shikoku, Jepang.

    Proses penguningan kulit buah itu tidak mempengaruhi kematangan buah.

    Oleh karena itu jeruk yang akan dikuningkan harus memiliki kematangan yang

    cukup sehingga kualitas rasanya baik: manis. Warna kuning sekurang-kurangnya

    70%. Dengan begitu warna yang dihasilkan akan lebih menarik, jingga

    mengkilap. Bila kurang dari itu biasanya kuningnya pucat sehingga tak menarik,

    kata Wisnu.

    Sementara menurut Ir Retno Pangestuti, peneliti di Balai Pengkajian

    Teknologi Pertanian Jawa Tengah, jeruk yang masih berwarna hijau pun bisa

    didegreening dengan syarat sudah matang. Namun, biasanya semburat warna

  • hijau yang digunakan 10 -20%. Kalau kurang dari itu kekuningan buah dalam

    degreening tidak seragam, kecuali ada pemilihan buah sebelumnya.

    Secara teoritis dari segi fisiologi tumbuhan disebutkan bahwa mekanisme

    kerja ethephon dalam proses pemasakan buah sebagai berikut:

    1. Pada tingkat molekular C2H4 (ethephon) dalam proses klimaterik , buah

    terikat pada ion logam dan enzim yang berfungsi untuk mempercepat proses

    respirasi untuk merubah karbohidrat menjadi gula sehingga proses pemasakan

    menjadi lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh pada aroma, warna dan rasa

    buah yang diberi perlakuan ethephon.

    2. Adanya ethephon menyebabkan enzim lebih mudah mencapai substrat karena

    akan mempercepat proses respirasi di dalam buah dan mempercepat pula

    proses perubahan karbohidrat menjadi gula sehingga proses pemasakan

    menjadi lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh pada aroma, warna dan rasa

    buah yang telah diberi perlakuan etephon.

    3. Ethephon menyebabkan enzim lebih mencapai substrat , karena akan

    mempercepat pula proses respirasi di dalam buah dan mempercepat pula

    proses perubahan karbohidrat menjadi gula pada proses klimaterik dan

    penuaan buah.

    4. Prothephon pada tingkat sel akan menyebabkan melokeul C2H4 lebih mudah

    masuk dalam kedalam membran karena C2H4 mampu menambah

    permeabilitas membran sel maupun membran-membran bagian sub seluler

    sehingga membran substrat akan lebih mudah dicapai oleh enzim respirasi

    karena C2H4 mudah larut dalam air dan lemak.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2005. Jeruk nipis. www.IPTEKnet.com. [20 November 2008].

    Anonim. 2008. Citrusa urantium.http://www.smecda.com. [20 November 2008].

    Anonim. 2008. Cabai. www.wikipedia.com. [20 November 2008].

    Anonim. 2008. Cabai merah. http://www.cabai merah\dapur mlandhing Cabai Merah.htm. [20 November 2008].

  • Apriyanti, R. N. 2008. Pergi hijau berkat karbit. http://www.trubus-online.co.id. [24 November 2008].

    Beveridge, T. H. J. (2003). Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables. In Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and spices. Ed. A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S. Ramaswamy. Marcel Dekker, Inc. New York.

    Pantastico, E.B. 1975. Postharvest Phyisiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Conecticut

    Rubatzky,E Vincent and Mas Ymaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Prinsip, Produksi dan Gizi. ITB Bandung.320 hal.

    Tjionger, Menas. 2008. Prothephon 480 SL biar melon cepat masak dan berkualitas. www.etephon\hal1001.htm. [20 November 2008].