penatalaksanaan anaesthesi umum pada

Upload: musab-ar-rosyid

Post on 07-Jul-2015

383 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENATALAKSANAAN ANAESTHESI UMUM PADA KRISTEKTOMI dan FROZEN SECTION PADA KISTOMA OVARI SINISTRA

Oleh : Dr.Gresilia H. Mendrofa Pembimbing : Dr.Purwoko,SpAn KAKV

LAB/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FK UNS/RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA 2010

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan laporan kasus judul Penatalaksanaan Anestesi Umum pada Kistektomi dan Frozen Section pada Kistoma Ovarii Sinistra

Surakarta , 8 november 2010 Pebimbing

Dr.Purwoko,SpAn.KAKV

BAB I PENDAHULUAN Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-sama cabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran gawat darurat. Sebagian operasi (50-75%) dilakukan dengan anesthesia umum, lainnya sengan anesthesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala atau leher intratrorakal dan intra abdominal paling baik dilakukan dengan anesthesia umum indrotrachea, sehingga jalan nafa, dapat bertahan bebas terus dan jika perlu mudah dikendalkan. Pemilihan teknik anesthesia dipengaruhi oleh macam pembedahan, lama pembedahan dan pemeriksaan pra bedah. Memberikan anesthesiyang aman bagi pasien merupakan prioritas utama untuk berhasilnya pembedahan. Anestesi dapat di berikan secara umum atau regional. Anesthesia umum da[pat diberikan secara itravena ataupun inhalasi, atau dapat gabungan dari keduanya. Setelah pembedahan dapat terjadi komplikasi akibat tindakan tersebut diantaranya akan terjadi pendarahan. Hal ini sering terjadi pada kasus kasus pembedahan obstetrik dan ginekelogi. Pada kasus kasus yang berisiko tinggi terhadap dapat dipilahkan teknik anesthesia, obat obatan dan jenis opersi yng akan dilakukan dapat mengurangi resiko tersebut sehingga dapat memperbaiki kwalitas hidup. Seperti pada pasien kistoma ovaril yang curiga keganasan, yang cenderung rapuh sehingga dapat terjadi perdarahan. Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai penanganan anestesi pada opersi Kistektomi pada kistoma ovarii.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KISTOMA OVARII Kistoma ovarii merupakan golongan tumor neoplstik jinak ovarium. Tidak ada klasfikasi untuk kista dan tumor ovarium yang memuaskan benar. Hal ini disebabkan komplikasinya pertumbuhan pertumbuhan baru ovarium dank arena beberapa perbedaan diantara tumor tumor/kista kista yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan histologik. Ada pula yang membagi jenisnya menjadi 3 yaitu : 1. Kistoma ovarii simplek adalah suatu kistoma ovarii yang kehilangan srtuktur epitel kelenjar oleh karena penekanan cairan kista 2. Kstoma ovarii musinosum adalah suatutumor kistik yang berisi cairan musin. 3. Kistoma ovarii serous adalah tumor kistik yang berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal epitelium) . Kebanyakan tumor ovarium tidak menunjukan gejala dan tanda merupakan akibat pertumbuhan, aktifitas endokrin dan komplikasi tumor tumor tersebut. Adanya tumor pada rongga perut bawah menyebabkan benjolan pada perut. Pembesaran dari tumor dapat memberikan gejala yang mengganggu antara lain gangguan miksi, tekanan dari tumor dapat menyebabkan obstipasi, eema pada tungkai, rasa sesak napas dan pada tumor yang besar dapat mengurangi nafsu makan. Komplikasi komplikasi yang timbul dari tumor neoplasti jinak ovarium antara lain perdarahan kista, torsio lebih sering diameter > 5 cm dan bertangka, infeksi, robekan dinding kista, perubahan keganasan. Pada kasus tertentu dapat

ditemukan komplikasi ascites dan hydrothorax yang disebut dengan sindroma migs. Untuk mencapai prognosis yang baik penderita, tindakan pembedahan massa tumor yang adekuat sangatlah penting. Oleh karena itu diagnosis banding yang akurat antara tumor oarium yang jinak atau ganas santatlah penting, dalam manajemen durante operasi maupun pasca operasi pada setiap kasusu. Beberapa cara dapat digunakan unutk membantu menegakkan diagno lain laparoskopi, se ultrasonografi, rontgen, parasintesis.

B. PERISPAN PRA ANESTESI Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan unutk keberhasilan tindakan tersebut. Kunjungan preoperative dilakukan unutk menilai keadaan umum pasien dan menjelaskan prosedur yang akan dilakukan. Adapun tujuan kunjungan pra anestesi adalah : 1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain. 2. Merencanakan dan memlilih teknis serta obat obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien. 3. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology). Menenetukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology), yaitu : ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas mencapai 2%

ASA 2 : Pasien dengan keliana sistematik ringan sampai sedang karena penyakit bedah maupun prosese patofisiologis. Angka mortalitas mencapai 16 %.

ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistematik berat sehingga aktivitas mencapai 36 %. harian terbatas. Angka mortalitas

ASA 4 : Pasien dengan kelainan sitematik berat yang secara langsung mengancam kehidupanya dantdik selalu sembuh dengan operasi. Angka mortalitas mencapai 68 %.

ASA 5 : pasien dengan kemunkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tidak harapan. Tidak ada harapan idup dalam 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Angka mortalitas mencapai 98 %.

Untuk operai cito, ASA ditambah huruf E (Emergency), tanda darurat yang terdiri dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

C. PREMEDIKASI ANESTESI

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan pasien dibawa ke ruang operasi. Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain unutk memberikan ras nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia, mencegah muntah,

memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat obat anestesi, menekan reflek reflek yang tidak diingkan, mengurangi sekresi kelenjar nafas. Pemilihan obat premedikasi sangat dipengaruhi olehderajat kecemasan, riwayat penyakit dan hospitalisasi sebelumnya dan status fisik ASA merupakan pemeriksaan yang berdasarkan resiko anestesi dan pembedahan ikut pula menetukan obat premedikasi yang dipakai. Berat badan, umur, dan penggunaan

obat yang potensial terjadi potensiasi dengan obat premedikasi. Efek premedikasi yang diingkan adalah adanya sedasi tanpa menimbulkan depresi nafas.

Obat obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :

1. Golongan hipnotik sedative : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer. 2. Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentani. 3. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol. 4. Anti Kolinergik : antropin, Skopolamin. Premedikasi pada bedah Caesar hanya menggunakan anti kolinergik tanpa narkotik dan sedatif.

D. INDUKSI Induksi merupakan saat dimasukannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi unutk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.

Macam macam stadium anestesi : Stadium I (analgesia) : - mulai pembarian zat anestesi sampai dengan hilangnya kesadaran permulaan stadium bedah - Mengikuti perintah, rasa sakit hilang. Stadium II (Delirium) : - mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan stadium bedah. - Gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur, midriasis, takikardi. Kadang terjadi tahan nafas. Perlu dibedakan antaran tahan nafas denga tahap IV

anestesi dimana pada tahan nafas terdapat anestesi baru saja dimulai.

Stadium III (Pembedahan) : 1. Tingkat 1 : nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut kehendak, nafas dada dan perut seimbang. 2. Tingkat 2 : nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak begerak, pupil mulai melebar, mulai relaksasi otot. 3. Tingkat 3 4. Tingkat 4 : nafas perut dari nafas dad, relaksasi otot sempurna. : nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis masimal, reflek cahaya(-) Stadium IV. (Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak

terukur, denyut nadi berhenti dan meninggal. Unutk mencegah anestesi terlalu dalam atau overdosis perlu diketahui dengan baik tanda tanda anestesi. Tanda tanda anestesi sebenarnya tidak sama antara obat satu dengan lain. Pada dasarnya anestesi diberikan sedimikian rupa, tidak terlalu danakl sehingga pemebedahan dapat dilakukan dan tidak terlalu dalam sehingga tidak terjadi gangguan pernafasan dan sirkulasi. Induksi anestesi intravena dapat dilakukan dengan Thiopental, Ketamin atau Diprivan/propofol. Pada kasus ini digunakan Propofol.

Propofol Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan secara cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistematik. Propofol tidak empunyai efek analgesic. Dibandingkan dengan Thiopental, waktu pulih

sadar lebih cepat dan tidak terdapat mual muntah. Pada dosis rendah Propofol memiliki efek antiemetic. Propofol menekan korteks adrenal dan menekan kortisol plasm, tetapi supresi adrenal cepat kembali dan memberikan respon terhadap fek ACTH. Propofol mengurangi tekanan darah ke otak dan perfusi ke otak. Memiliki efek potensiasi depresi SSP dan sirkulasi dengan golongan obat narkotik, sedative dan anestesi inhalasi. Potensiasi terjadi pada blockade neuromuskuler dari golongan obat pelumpuh otot nondepolarisasi. Pada operasi Caesar dosis induksi propofol mengakibatkan konsentrasi pada vena umbilikais tinggi, sehingga bay yang lahir dapat mengalami hipotonus otot dan skor Apgar 1 dan 5 menit yang rendah. Efek samping propofol pada system pernafasan adanya depresi pernafasan, apnea, bronkospasme dan laringospasme. Pada system kardiovaskuler berupa hipotermia, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada SSP adanya sakit kepala, pusing, euphoria, kebingungan, gerakan klonik mioklonik , epistotonus. Karen amengandung protein telur dan pembawanya adalah minyak maka propofol menimbulkan nyeri pada daerah penyuntikan. Dosis pemberian Intravena 2-2,5 mg/kgBB. Sedian : ampul atau vial 20 ml (200mg) tiap ml mangandung 10 mg Propofol.

E. PEMELIHARAAN Maintenance atau pemeliharaan adalah pemberian obat unutk

mempertahankan atau meperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus ini menggunakan cevofluran, N2 O dan O2. N2O (Dinitrogen Oksida, Nitous oxide) Gas hampir tidak berbau, tidak mudah terbakar, tetapi dapat memudahkan terbakar dan meledakan obat anestesi yang mudah terbakar. N O disimpan dalam 2

botol logam, sebagian dalam bentuk cair, sehingga harus digunakan dalam botol berdiri tegak. Tanpa kombinasi, khasiat anestesiny alemah dan sifatnya membantu mempercepat induksi. Penggunaan N2 O dilakukan degan campuran oksigen dalam perbandingan kadar N2 O/O2 : 50%/50% atau maksimal 70%/30%. Khasiat anelgesinya digunakan sebagai kombinasi dengan obat anestesi lain yang tidak memiliki khasiat analgesi seperti : halothan, enfluran, isofluran. N2 O tidak memiliki khasiat relaksasi. Setelan anestesi selesai, N2O dihentikan dan diteruskan dengan O2 100% Selama 5-10 menit untuk mencegah diffusion hypoxia

F. OBAT PELUMPUH OTOT (MUSCLE RELAXANT) Atracurium besilat (Tracrium) Merupakan oabt pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru mempunyai struktur berziboquinolin. Keunggulan : a. Metabolisme berada didalam darah (plasma) dan tidak bergantung fungsi hati dan ginjal. b. Tidak memiliki efek akumulasi pada pemberian gulang. c. Tidak memiliki efek kardiovaskuler yang bermakna. Tersedia dalam ampul 5ml yang mengandung 50 Dosis intubasi : 0,5-0,6 mg/kgBB/IV Dosis relaksasi : 0,5-0,6 mg/kgBB/IV Pemeliharaan : 0,1-0,2 mg/kgBB/IV Lama kerja untuk dosis relaksas 15-35 menit. mg atracrium bersilat.

Pemulihan fungsi syaraf otot dapat terjadi spontan dan dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Merupakan pilihan unutk pasien geriatric atau kelainan jantung, hati dan ginjal yang berat.

G. MIDAZOLAM (DORMICUM) Midazolam (dormicum) adalah obat sedatif golangan benzodiazepine yang gugus triazoionnya diganti gugus oksi imidzol yang masa kerjanya bersifat ultra short-acting. Obat ini berguna unutk premidikasi Karena dapat dengan cepat merangsang tidur dan mempunyai efek amnesia anterograd. Midozolam juga memiliki efek muscle relaxant dan anti konvulasi. Pada pemberian intravena unutk premediksi operatif dosis yang digunakan adalah 2,5 mg dan akan bekerja 5-20 menit kemudian. Dosis 1 mg dapat diberikan kembali jika diperlukan. Midazolam diikat pada protein plasma sebanyak 95%. Perombaknnya berjalan dengan cepat dan sempurna (60-80%) menjadi metabolatif aktif 1 hidroximetyl-midazoam, yang dikeluarkan lewat urin. Masa paruhnya 1,5-2,5 jam sedangakan metabolit hidroksinya 60-80 menit. Efek samping : pada dosis diatas 0,1-0,15 mg/KgBB dapat berupa hambatan pernafasan yang dapat fatal. Nteri pada tempat injeksi dan tromboflebitis dapat timbul pada tempat injeksi. Golongan benzodiazepine pada kehamilan dapat menimbulkan sindrom floppy infant yang bergejala hipotoni, hipotermia dan gangguan pernafasan, juga ketergantungan fisik dan efek penarikan pada neonatus. Sebaiknya untuk golongan benzodiazepine yang dipakai yng bersifat short acting, lipofil ringan dan tanpa metabolit aktif. Sedian : ampul 3 ml (5 mg per ml) dan 5ml (1 mg per ml) Dosis : 0,07 - 0,10 mg/KgBB Pemberian : iv, im

H. ANALGETIK Remopain Merupakan ketorolac trometamin sebagai pengobatan jangka pedek tehadap rasa sakit berat dan sedang setelah operasi lama. Penggunaan tidak boleh melebihi 2 hari. Kontraindikasi : pada pasien yang alergi dengan ketovolac trometamin, aspirinm atau obat AINs lainnya, tukak lambung aktif, pasien dengan penyakit cerebrovaskuler, pasien dengan riwayat penakit asma. Adapun efek sampingnya : pada saluran cerna dapat terjadi dispepsi, mual, diare. Pada SPS seperti sakit kepala, Edema dan rasa pada tempat suntikan. Dosis awal dianjurkan 10mg, dilanjutkan 10-30mg tiap 46 jam. Dosis total pakai 90 mg. Pada usia lanjut, pasien dengan kerusakan ginjal dan BB < 50 kg tidak boleh melebihi 60mg. Sediaan : ampul 30 mg/ml Pemberian : IM,IV

I.

INTUNBASI TRAKEA Merupakan suatutindakn memasukan pipa khusus kedalam trakea, sehingga

jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah mudah dimonitor dan dikendalikan. Tindakan intubasi trakea ini bertujuan unutk: 1. Mempermudah pemberian anestesi. 2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan demi kelanacaran pernafasan. 3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung. 4. Mampermudah penghisapan secret trakheobronkial. 5. Untuk pemakain ventilasi yang lama. 6. Mengatasi obstuksi laring akut.

J. PEMULIHAN

Setelah pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola adalah pasien pasca anestesi mum ataupun anestesi regional. Diruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasi cukup atau tidak dan sirkulasi baik atau tidak. Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus segera ditangani. Selain obstruksi, lidah jatuh kebelakang dapat juga terjadi spasme laring dan mungkin terjadi aspirasi pasca bedah. Anestesi yang masih dalam dan sisa obat pelumpuh otot akan mengakibatkan berkurangnya ventilasi. Monitor kesadaran juga merupakan hal penting karena selama pasien belum sadar terjadi gangguan jalan nafas. Pasien yang belum sadar diberi oksigen dengan canul nasal atau masker sampai pasien sadar betul. Sadar yang berkepanjangan dapat terjadi akibat sisa pengaruh obat anestesi, hipotermia, hipoksia atau hiperkabi.

Setelah pasien sadar dan memenuhi criteria untuk dipindahkan dari ruang pulih sadar dikembalikan ke bangsal atau dipulangkan dan jika masih membutuhkan perawatan intensif maka pasien dikirim ke ICU. Paisen sadar dapat melakukan orientasi sekitar, mempertahankan jalan nafas, fungsi vital sign yang stabil dalam 1 jam, dan dapat meminta pertolongan pada orang sekitar dan tidak ada penyulit pasca pembedahan dapat segera dipindahkan dari ruang RR.

BAB III LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin No RM Diagnosis pre operatif Diagnosa post operatif Macam Operasi Macam Anestesi Tanggal Masuk Tanggal Operasi : Ny.S : 46 tahun : Perempuan : 01031832 : Kistoma Ovarii : Kistoma Ovarii sinistra : Kistektomi sinistra : General anestesi : 19 Oktober 2010 : 27 Oktober 2010

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI 1. Anamnesa a. Keluhan utama : Benjolan di perut b. Riwayat penyakit sekarang: Seorang wanita , P1A0, 46 tahun, mengeluhkan benjolan di perut 2

bln, makin lama dirasakan makin membesar, terasa nyeri bila ditekan, riwayat haid teratur, lama haid 7 hari, siklus 28 hari, tidak didapatkan demam, napsu makan menurun, tidak didapatkn penurunan, tidak didapatkan penurunan berat badan, tidak ada gangguan BAB dan BAK. Riwayat penyakit Dahulu : 1. Riwayat Asma 2. Riwayat Hipertensi 3. Riwayat DM : disangkal : disangkal : disangkal

4. Riwayat Alergi 5. Riwayat makan minum terakhir 6. Riwayat pemasangan gigi palsu 7. Riwayat gigi goyah

: disangkal : jam 24.00 WIB : disangkal : disangkal

2. Pemeriksaan fisik KU Vital sign : Baik , CM, Gizi kesan cukup : T: 100/60 mmHg RR: 20X/menit t: 36,7C

HR: 72X/menit Mata Lebar Thoraks Cor

: Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) : JVp tidak meningkat, KGB servikal tidak membesar : Retraksi (-) : Inspeksi : lctus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar Auskultasi Pulmo Palapasi Perkusi Auskultasi Abdomen : BJ I-II, intensitas normal, regular bising (-) : inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan= kiri : sonor/sonor : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-) : Supel, NT (-)m teraba massa tumor kistik, permukaan rata, melekat pada bagian posterior abdomen, ukuran 10x8x7,5 cm, dengan batas atas : 3 jari dibawah pusat, batas kanan : linea mediana, batas kiri : 2 jari disebelah medial linea axilaris anterior, batas bawah : kesan masuk panggul, pekak alih (-), TFU sulit di evaluasi Inspekulo : v/u tenag, diding vagina dalam batas normal, portio : utuh, OUE tertutup, darah (-), discharge (+) Vaginal toucher : v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio kenyal, OUE tertutup, CU setelur ayam kampong, AnteFleksi, Adnexa kiri teraba pool bawah massa

tumor, kristik, permukaan rata, bagian anterior mobile, bagian posterior kesan melekat dengan uterus. Ekstremitas : Oedem -/-

3. Pemeriksaan Penunjang USG : vesica urinaria terisi cukup, tampak uterus ukuran 4x5x2,5 cm3,

Endometrial line (+), adnexa kiri tampak lesi hipoechoic unilokulare non papiliferum ukuran 10,3 x 7,9 x 7,5 cm3 ,Tak tampak cairan bebas retrouterina.

Kesimpulan : menyokong gambaran Kistoma Ovarii Simplex

Laboratorium darah Hb : 11,4 gr/dl Het : 38% AE: 4,62 106/ul AL : 5,7 103/ul At : 218 10 3/ul GDS : 101 mg/dl Ureum : 38 mg/ dl Creatinim : 0,7 mg/dl Natrium : 139 mmol/l Kalium : 4,2 mmol/l KALSIUM : 1,13 mmol/l PT : 12,4 detik APTT : 26,8 detik HBS : (-) Albumin 4,2 gr/d/

4. Diagnosis Kistoma Ovarii

5. Terapi Obgyn Kistektomi dan Frozen Section

C. LAPORAN ANESTESI

I.

Persiapan Anestesi mulai jam 08.30 Advis Anestesi : Puasa 8 jam pre op Pasang iv line (infuse RL 40 tetes / menit) Informed consent Premedikasi di OK Sedia darah 2 WB

Golongan : ASA I II. Penatalaksanaan Posisi Jenis Anestesi Premedikasi : Supine : GA (General Anestesi) ETT : Milos 2,5 mg, Fentanyl 50 mikrogr Induksi Maintanance : Propofol 80 mg : N2 O/O2 = 2/2 Sevofluran 1,8 vol %

III. Monitoring Vital sign selama operasi tiap 15 mnit Kedalaman anestesi Cairan Pendarahan Produksi urine

IV. Tata laksanaan anestesi Diruang persiapano Cek inform consent o Periksa vital sign o Cek obat-obatan dan alat anestesi o Infuse RL I jalur o Sedia darah 2 WB o Posisi telentang o Pakaian pasien diganti pakaian operasi, cocokan identitas

pasien

Di recovery Room Pasien masuk RR dalam posisi telentang, di beri O2 3 liter/menit awasi vital sign tiap 10 menit. Sesudah operasi pasien dirawat di mawar I, terapi yang diberikan : Infuse RL : D 5 % : Nacl= 1 : 2 : 1 Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam (IV) Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam (IV) Inj. Alinamin F1 amp/8jam (IV) Inj. Ketorolac 1 amp/8jam (IV) Inj. Vit B comp 2 cc/24 jam (IV) Inj. Vit C 1 amp/12 jam (IV)

V. Intruksi pasca anestesi 1. Posisi terlentang dengan oksigen 2-3 L/mnt 2. Control vital sign, bila T