pe mberian kompres dingin terhadap penurunan...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN
NYERI LUKA PERINEUM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
POST PARTUM Ny. D DI RUANG NIFAS
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
MBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN
LUKA PERINEUM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PARTUM Ny. D DI RUANG NIFAS PUSKESMAS
SIBELA MOJOSONGO
DI SUSUN OLEH:
PIPIT SITI NURLELY
NIM.P13105
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
MBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN
LUKA PERINEUM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PUSKESMAS
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN
NYERI LUKA PERINEUM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
POST PARTUM Ny. D DI RUANG NIFAS
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
MBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN
LUKA PERINEUM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PARTUM Ny. D DI RUANG NIFAS PUSKESMAS
SIBELA MOJOSONGO
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
PIPIT SITI NURLELY
NIM.P13105
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
MBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN
LUKA PERINEUM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PUSKESMAS
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Kompres Dingin Terhadap Penurunan
Nyeri Luka Perineum Pada Asuhan Keperawatan Post Partum Ny. D di Ruang
Nifas Puskesmas Sibela Mojosongo.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Alfyana Nadya R, M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Diyah Ekarini, S.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Ns. Siti Mardiyah, S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasusu ini.
5. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
v
7. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat Nurhalimah,
Nurliana Khoiriyah, Ratih Eka Sriyanti, Septia Handayani, Anik
Purwaningsih, Avilia Nurmalitasari serta teman-teman Program Studi DIII
Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan
spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori ............................................................................... 7
1. Konsep Nifas ......................................................................... 7
2. Asuhan Keperawatan Postpartum ......................................... 16
3. Luka Perineum ...................................................................... 21
4. Nyeri ...................................................................................... 24
5. Konsep Kompres Dingin ....................................................... 41
B. Kerangka Teori ............................................................................. 45
BAB III METODE PENULISAN APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset .................................................................. 46
B. Tempat dan Waktu ....................................................................... 46
C. Media dan Alat yang digunakan ................................................... 46
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ........................... 46
vii
E. Alat Ukur Evaluasi ....................................................................... 48
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ............................................................................. 49
B. Pengkajian .................................................................................... 49
C. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................... 53
D. Perencanaan .................................................................................. 55
E. Implementasi ................................................................................ 57
F. Evaluasi ........................................................................................ 62
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................... 66
B. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................... 68
C. Intervensi Keperawatan ............................................................... 71
D. Implementasi Keperawatan .......................................................... 74
E. Evaluasi ........................................................................................ 78
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 82
B. Saran ............................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Perbedaan Masing- masing Lochea .................................. 13
2. Tabel 2.2 Respon Fisiologis Terhadap Nyeri .................................... 32
3. Tabel 2.3 Respon Perilaku Nyeri ...................................................... 34
ix
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Teori .............................................................. 45
2. Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik ..................................................... 48
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Usulan Judul Aplikasi Jurnal
Lampiran 2. Lembar konsultasi Karya tulis Ilmiah
Lampiran 3. Surat Pernyataan
Lampiran 4. Jurnal Utama
Lampiran 5. Asuhan Keperawatan
Lampira 6. Log book
Lampiran 7. Lembar Observasi Aplikasi Jurnal
Lampiran 8. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting
dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas
utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum
dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau
kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood
dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir (MDG’S, 2010), dalam pernyataan yang diterbitkan di
situs resmi World Health Organization (WHO) dijelaskan bahwa untuk
mencapai target Milennium Deveploment Goal’s, Penurunan angka
kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5
persen pertahun (Bambang, 2007).
Masa nifas masih merupakan masa yang rentan bagi kelangsungan
hidup ibu baru bersalin. Menurut SP 2010 Afifah dkk (2011) sebagian
besar kematian ibu terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan kesehatan
masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka kematian
ibu. Pelayanan masa nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan.
Kementrian Kesehatan menetapkan program pelayanan atau kontak ibu
nifas yang dinyatakan dalam indicator (Riskesdas, 2013.
2
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Masa nifas
merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang
meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi
kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. Masa nifas adalah masa
setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan
kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu
(Marmi, 2012).
Perineum yang dilalui seorang bayi umumnya mengalami
peregangan, lebam, dan trauma. Akibat normalnya bisa terasa ringan, bisa
juga tidak. Rasa sakit pada perineum akan semakin parah jika perineum
robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua luka baru, area episiotomi
atau luka sayatan membutuhkan waktu untuk sembuh selama 7 hingga 10
hari. Rasa nyeri saja selama masa ini tidak menunjukkan adanya infeksi,
kecuali jika nyeri sangat parah (Danuatmaja, 2003).
Secara umum nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut
syaraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,fisiologis,maupun
emosional. Menurut jurnal Rahmawati (2011) setiap ibu yang telah
menjalani proses persalinan dengan mendapatkan luka perineum akan
merasakan nyeri, nyeri yang dirasakan pada setiap ibu dengan luka
3
perineum menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan seperti
kesakitan dan rasa takut untuk bergerak sehingga banyak ibu dengan luka
perineum jarang mau bergerak pasca persalinan sehingga dapat
mengakibatkan banyak masalah diantaranya sub involusi uterus,
pengeluaran lockea yang tidak lancar, dan perdarahan pasca partum. Ibu
bersalin dengan luka perineum akan mengalami nyeri dan
ketidaknyamanan. Adapun definisi dari Kozier dan Erb, nyeri
diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional yang
penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan fisik semata, namun
penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk
mengatasi nyeri.
Metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
yang secara alamiah yaitu dengan memberikan kompres dingin pada luka,
ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah yaitu dengan memberikan
kompres dingin pada luka, ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah
dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan
memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit.
Rasa nyeri dan tidak nyaman di area perineum dapat diatasi dengan
menggunakan kompres dingin pada area perineum setiap 2 jam sekali
selama 24 jam pertama sesudah melahirkan (Murkoff, 2006).
4
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan
menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es dapat diletakkan pada
tempat cedera segera setelah cedera terjadi (Andarmoyo Sulistyo, 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk
mengaplikasikan penelitian yang dilakukan Rahmawati (2011) yang
berjudul “Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri Luka
Perineum Pada Ibu Nifas” dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul
“Pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri luka perineum pada
ibu post partum di Puskesmas Sibela Mojosongo”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu mengaplikasikan Pemberian kompres
dingin terhadap penurunan nyeri luka perineum pada ibu post
partum di Puskesmas Sibela Mojosongo.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan
pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri luka
perineum pada ibu post partum di Puskesmas Sibela
Mojosongo.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan pemberian kompres dingin terhadap penurunan
5
nyeri luka perineum pada ibu post partum di Puskesmas Sibela
Mojosongo.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan pemberian kompres dingin terhadap penurunan
nyeri luka perineum pada ibu post partum di Puskesmas Sibela
Mojosongo.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri luka
perineum pada ibu post partum di Puskesmas Sibela
Mojosongo.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan
pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri luka
perineum pada ibu post partum di Puskesmas Sibela
Mojosongo.
f. Penulis mampu menganalisa hasil dari Pemberian kompres
dingin terhadap penurunan nyeri luka perineum pada ibu post
partum di Puskesmas Sibela Mojosongo.
6
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulis adalah:
1. Bagi Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis mengenai kasus pemberian
kompres dingin terhadap penurunan nyeri luka perineum pada ibu post
partum di Puskesmas.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
institusi pendidikan DIII Keperawatan dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan di masa yang akan datang.
3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Sebagai masukan dalam membuat asuhan keperawatan pada
ibu post partum yang mengalami nyeri pada luka perineum sehingga
diharapkan dapat meningkatkan perkembangan bagi ilmu dan praktek
keperawatan maternitas.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Nifas
a. Masa nifas
Masa nifas (puepurium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Wulandari dan
Handayani, 2011).
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas
dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung
kira-kira 6 minggu. Masa nifas merupakan masa selama persalinan
dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu
berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak
hamil yang normal. Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu
melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan
kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12
minggu (Marmi, 2012).
8
b. Perubahan fisiologis masa nifas
1. Perubahan sistem reproduksi
Menurut Marmi (2012 : 83) perubahan sistem reproduksi di
klasifikasikan sebagai berikut :
a) Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan
suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga
dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan
semula atau keadaan sebelum hamil.
Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan
penanggalan decidua atau endometrium dan pengelupasan
lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda
penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus,
warna dan jumlah lochea.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
(1) Iskemia miometrum
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta
membuat uterus relative anemi dan menyebabkan serat
otot atrofi.
9
(2) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormon estrogen saat pelepasan plasenta.
(3) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri
sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim
proteolitik dan memendekan jaringan otot yang telah
sempat mengendur hingga 10 kali panjang nya dari
semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan
atau dapat juga dikatakan sebagai pengerusakan secara
langsung jaringan hipertropi yang berlebihan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
(4) Efek oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh
darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan
b) Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan tempat plasenta merupakan
tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira
sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada
akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas
10
1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada
permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar-besar yang tersumbat oleh thrombus.
Biasanya luka yang demikian sembuh dengan
menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan
parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara
dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium
ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar
pada dasar luka. Regenerasi endometrium terjadi ditempat
implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Epitelium
berproliferasi meluas kedalam dari sisi tempat ini dan dari
lapisan sekitar uterus serta dibawah tempat implantasi
plasenta dari sisa-sisa kelenjar berkisar endometrium ini
berlangsung didalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar
ini pada hakekatnya mengikis pembuluh darah yang
membeku pada tempat implantasi plasenta yang
menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi
pada pembuangan lochea.
c) Perubahan ligament
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia
yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin
lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala.
11
Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang
pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah
melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang
alat genetalia menjadi agak kendor.
d) Perubahan pada serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpartum
adalah bentuk serviks yang akan mengangga seperti corong.
Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi,
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan
serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks
sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum
dapat dilalui oleh 2 jari, pingir-pinggirnya tidak rata tetapi
retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir
minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan
lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari
canalis cervikallis.
e) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan Rahim selama masa
nifas dan mempunyai reaksi basa atau alkalis yang dapat
12
membuat organisme berkembang lebih cepat. Sekret
mikroskopiklochia terdiri dari eritrosit, peluruhan deciduas,
sel epitel dan bakteri. Lochea mengalami perubahan karena
proses involusi.
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan waktu dan
warnanya, diantaranya :
1) Lochea Rubra atau merah (kruenta)
Lochea ini muncul pada hari pertama sampai hari
ketiga masa post partum. Sesuai dengan namanya,
warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari
perobekan atau luka pada plasenta dan serabut dari
deciduas dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, rambut larugo, sisa mekoneum dan sisa darah.
2) Lochea serosa
Lochea ini muncul pada hari ke lima sampai
kesembilan postpartum. Warnanya biasanya kekuningan
atau kecoklatan. Lochea ini terdiri dari lebih sedikit darah
dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta.
3) Lochea Alba
Lochea ini muncul lebih dari hari kesepulauh post
partum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih
banyak mengandung leukosit, selaput lender serviks, dan
13
serabut jaringan yang mati. Bila pengeluaran lochia tidak
lancar maka disebut locheastasis kalau lochea tetap
berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan
tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang
kurang sempurna yang sering disebabkan retroflexio uteri.
Lochea mempunyai suatu karakteristik hal yang
tidak sama dengan secret menstrual. Bau yang paling kuat
pada lochea serosa dan harus dibedakan juga dengan bau
yang menandakan infeksi. Lochea disekresikan dengan
jumlah banyak pada awal jam post partum yang selanjutnya
akan berkurang sejumlah besar sebagai lochea rubra,
sejumlah kecil sebagai lochea serosa dan sejumlah kecil
sebagai lochea serosa dan sejumlah lebih sedikit lagi lochea
alba.
Tabel perbedaan masing-masing lochea
Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah
Kehitaman
Terdiri dari
seldesidua,
verniks
caseosa,
rambut
lanugo, sisa
meconium
dan sisa
darah
Sangui-
Lenta
2-7 hari Putih
bercampur
merah
Sisa darah
bercampur
lender
14
Serosa
7-14 hari
Kekuningan
atau
kecoklatan
Lebih sedikit
darah dan
lebih banyak
serum, juga
terdiri dari
leukosit dan
robekan
laserasi
plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung
leukosit,
selaput lendit
serviks dan
serabut
jaringan yang
mati.
Tabel 2.1 Perbedaan Masing-masing Lochea
Menurut Marmi (2012 : 90)
f) Perubahan pada vulva,vagina dan perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi,
dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali pada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih
menonjol. Humen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam
proses pembentukan berubah menjadi kurunkulae motiformis
yang khas bagi wanita multipara. Segera setelah melahirkan,
perineum menjadi kendur karena sebelumnya terganggu oleh
15
tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Perubahan pada
perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara
spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi
tertentu. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun
tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan.
Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan
keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun
demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus
tesebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat
tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium
dengan latihan harian.
2. Komplikasi Post Partum
Menurut Marmi (2012 : 161) komplikasi pada ibu post partum
adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan pervagina
b. Infeksi masa nifas
c. Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur
d. Pembengkakan di wajah atau ekstremitas
e. Demam, muntah , rasa sakit waktu berkemih
f. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
g. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
16
h. Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan
dirinya sendiri.
i. Permasalahan dalam menyusui
3. ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM
Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang
diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai
dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti hamil atau
mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2009).
1) Pengkajian
Tujuan anamnesa adalah merupakan kumpulan informasi
subyektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien
terkait dengan masalah kesehatan yang menyebabkan pasien
melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan (Niman, 2013).
a) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan bertujuan untuk mendapatkan dan
mengenai psikososial, suku dan latar belakang budaya yang
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pasien, sakit
penyakit yang dialami dan kebutuhan terkait pendidikan
kesehatan (Niman, 2013).
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan adalah:
1) Keluhan yang dirasakan ibu saat ini
2) Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari misalnya pola makan, buang air
17
kecil atau buang air besar, kebutuhan istirahat dan
mobilisasi.
3) Riwayat persalinan ini meliputi adalah komplikasi,
laserasi atau episiotomi
4) Obat atau suplemen yang dikonsumsi saat ini misalnya
tablet zat besi
5) Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi,
penerimaan terhadap peran baru sebagai orang tua
termasuk suasana hati yang dirasakan ibu sekarang,
kecemasan dan kekhawatiran.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari proses assessment
yang dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai gambaran lengkap tentang fungsi fisiologis.
(Niman, 2013) antara lain:
1) Keadaan umum, kesadaran
2) Tanda-tanda vital: tekanan darah, suhu, nadi, dan
pernafasan
3) Payudara: pembesaran, puting susu (menonjol atau
mendatar, adakah nyeri dan lecet pada puting), ASI atau
kolostrum sudah keluar, adakah pembengkakan, radang
atau benjolan abnormal
4) Abdomen: tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
18
5) Kandung kemih kosong atau penuh
6) Genetalia dan perineum: pengeluaran lochea (jenis,
warna, jumlah, bau), odema, peradangan, keadaan
jahitan, tanda-tanda infeksi pada luka jahitan,
kebersihan perineum dan hemoroid pada anus
(Suherni, 2008).
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau
perubahan pola actual/potensial) dari individu atau kelompok
tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat
dapt memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau
mencegah perubahan (Rohmah, dkk 2014).
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan Trauma jaringan
(Nanda NIC-NOC, 2013)
3) Intervensi Keperawatan
Perencanaaan adalah pengembangan strategi desain
untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah
yang telah didentifikasikan dalam diagnosis keperawatan
(Rohmah,dkk, 2014).
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
19
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
masalah nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a) Mampu mengontrol nyeri
b) Nyeri dapat berkurang menjadi skala ringan 1-3
c) Mampu mengenali nyeri
d) TTV dalam batas normal,TD : 120/90 mmHg, Nadi :
80-100 x/menit, Respirasi : 20-24 x/menit, Suhu : 36,5-
37,50C
Intervensi
(1) Kaji PQRST (Pencetus nyeri, Quantitas nyeri,
Regio, Skala, Timer)
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri dan
durasi nyeri.
(2) Berikan kompres dingin pada perineum setelah
melahirkan.
Rasional: Kontriksi pembuluh darah, mengurangi
edema, memberikan kenyamanan.
(3) Ajarkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi
nyeri.
Rasional: untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan relaksasi.
20
(4) Kolaborasi dengan dokter bila terdapat
perdarahan berlebih dan pemberian obat
analgesic.
Rasional: mungkin diperlukan intervensi medis
untuk mengatasi masalah dan mengurangi nyeri.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan Trauma jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
a) Tidak terjadi infeksi
b) Tidak ada tanda-tanda infeksi
c) Pertahankan TTV dalam batas normal TD : 120/90
mmHg, Nadi : 80-100 x/menit, Respirasi : 20-24
x/menit, Suhu : 36,5-37,50C
d) Leukosit dalam batas normal 5-10 x 10^3 ul
Intervensi
(1) Observasi tanda-tanda infeksi
Rasional: untuk mengetahui adanya tanda-tanda
infeksi
(2) Lakukan vulva hygiene
Rasional: untuk membersihkan daerah vagina
(3) Ajarkan pasien untuk personal hygiene
Rasional : agar terhindar dari infeksi dan tetap
menjaga kebersihan
21
(4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
antibiotic
Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi.
4) Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang
diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Rohmah dkk, 2014).
2. Luka Perineum
a. Perineum
Perineum adalah daerah antara Vulva dan Anus. Biasanya
setelah melahirkan Perineum menjadi agak bengkak atau memar dan
mungkin ada luka bekas jahitan robekan atau Episiotomi (Huliana. M,
2003).
Perineum merupakan bagian yang sangat penting dalm
fisiologi. Keutuhan Perineum tidak hanya beperan atau menjadi bagian
penting dari proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk
mengontrol proses buang air besar dan buang air kecil, menjaga
aktivitas peristaltic normal (dengan menjaga tekanan intra abdomen)
dan fungsi seksual yang sehat. Karena itu kerusakan pada Perineum
harus dihindarkan. Namun hanya sedikit bukti ilmiah yang
22
menunjukkan faktor-faktor yang dapat mencegah kerusakan Perineum
pada proses persalinan (DepKes RI, 2005).
b. Ruptur Perineum
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat
bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat
atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara. Ruptur
Perineum dapat terjadi karena ruptur spontan maupun episiotomy
(Damarini.dkk, 2013).
Ruptur urteri spontan terjadi yang terjadi secara spontan
pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok di sini ialah
bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul
sempit, hidrosefalus, janin dalam letak lintang dan sebagainya,
sehingga segmen bawah uterusbmakin lama makin diregangkan.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat
dihindarkan atau di kurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat (Prawiroharjo, 2007).
c. Klasifikasi Laserasi Perineum
Menurut Leveno (2009) laserasi (robekan) vagina dan
perineum serta insisi episiotomy diklafikasikan menjadi derajat
pertama, kedua dan keempat.
23
Derajat pertama : Mengenai fourchette, kulit perineum dan
membran mukosa vagina tetapi tidak
mencapai fasia dan otot dibawahnya.
Derajat kedua : Mengenai fasia dan otot perineum, selain
Kulit dan membrane mukosa, tetapi tidak
mencapai sfingter anus. Robekan ini
biasanya meluas keatas disatu atau kedua
sisi vagina membentuk cedera segitiga
tidak beraturan.
Derajat ketiga : Meluas melalui kulit, membran mukosa,
dan korpus perineum dan mengenai
sfingter anus.
Derajat keempat : Meluas melewati mukosa rektum sehingga
lumen rektum terpajan. Robekan di daerah
uretra yang mungkin menyebabkan perdarahan
hebat juga besar kemungkinan-nya terjadi pada
jenis laserasi ini.
Sedangkan menurut Tiran (2005) laserasi perineum diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu :
Derajat pertama : Robekan pada kulit saja sementara ototnya
tetap utuh.
Derajat kedua : Robekan pada kulit dan otot yang
tingkatannya biasa ringan ataupun berat
24
tetapi tidak mengenai otot sfingter anus.
Derajat ketiga : Derajat ketiga atau rupture total, dengan
robekan mengenai seluruh badan perineum
dan melewati sfingter anus kedalam rektum.
3. NYERI
a. Pengertian Nyeri
Nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan baik
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan resiko dan
aktualnya kerusakan jaringan tubuh. Secara umum nyeri
digambarkan sebagai keadaaan yang tidak nyaman, akibat dari
rudapaksa pada jaringan terdapat puka yang menggambarkan nyeri
sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensi alat atau menggambarkan suatu istilah kerusakan. Nyeri
adalah suatu sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus spesifik
bersifat subyektif dan berbeda antara masing-masing individu karena
dipengaruhi oleh faktor psikososial dan kultur bendorphin seseorang
sehingga orang tersebut lebih merasakan nyeri (Potter dan Perry,
2005 : 1).
Menurut Andarmoyo (2013 : 45) mendefinisikan nyeri
sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
25
aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian saat
terjadi kerusakan (International Association for the study of pain).
Prasetyo (2010 : 16) mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak,
dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rasa nyeri.
Nyeri persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi
(pemendekan) otot Rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa
sakit pada pinggang, daerah perut dan menjalar kearah paha.
Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut Rahim (
serviks) dengan adanya pembukaan servik ini maka akan terjadi
persalinan (Judha dkk, 2012 : 32).
b. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri menurut Andarmoyo (2013:123) yaitu
a) Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera
akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan
yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai
berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Untuk tujuan
definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang
berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. Fungsi
26
nyeri akut ialah memberi peringatan akan suatu cidera atau
penyakit yang akan datang.
Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (self
limting) dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa
pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi
kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari enema
bulan), memiliki omset yang tiba-tiba, dan terlokasi. Nyeri
ini biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi.
Kebanyakan orang pernah mengalami nyeri jenis ini, seperti
pada saat sakit kepala, sakit gigi, terbakar, tertusuk duri,
pasca persalinan, pasca pembedahan, dan lain sebagainya.
Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi system
saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala
seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil.
Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan
adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang
dirasakannya. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya
juga akan memperlihatkan respons emosi dan perilaku
seperti menangis, mengarang kesakitan, mengerutkan wajah,
atau menyerigai.
27
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten
yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik
berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari enam. Nyeri kronik dapat tidak
mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering
sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkanpada penyebabnya.
b) Klasifikasi berdasarkan asal
1) Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri
yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensititasi
nosiseptorperifer yang merupakan reseptor khusus yang
mengantarkan stimulus noxious. Nyeri nosiseptif perifer
dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit,
tulang, sendi, otot, jaringan ikat,dan lain-lain. Hal ini dapat
terjadi pada nyeri post operatif dan nyeri kanker.
Dilihat dari sifat nyerinya maka nyeri niseptif
merupakan nyeri akut. Nyeri akut merupakan nyeri
nosiseptif yang mengenai daerah perifer dan letaknya lebih
terlokalisasi.
28
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan suatu hasil suatu
cidera atau abnormalitas yang didapat pada structur saraf
perifer maupun sentral. Berbeda dengan nyeri noseseptif,
nyeri neuropatik bertahan lebih lama dan merupakan proses
input saraf sensorik yang abnormal oleh system saraf
perifer. Nyeri ini lebih sulit diobati. Pasien akan mengalami
nyeri seperti terbakar, tingling, shooting, shock like,
hypergesia, atau allodinya. Nyeri neuropatik dari sifat
nyerinya merupakan nyeri kronis.
c) Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya dibedakan sebagai
berikut :
1) Superficial atau kutaneus.
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan
stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung nyeri
dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang
tajam. Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong
kecil atau laserasi.
2) Visceral dalam
Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat
stimulasi organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat
difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasinya
29
bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada
superficial. Pada nyeri ini juga menimbulkan rasa tidak
menyenangkan, dan berkaitan dengan mual dan gejala-
gejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik
tergantung organ yang terlibat. Contoh seperti pukul
(crushing) seperti angina pectoris dan sensasi terbakar
seperti pada ulkus lambung.
3) Nyeri alih (referred pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri
visceral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.
Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena
kedalam segmen medulla spinalis sebagai neuron dari
tempat asal nyeri dirasakan, persepsi nyeri pada daerah yang
tidak terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa dibagian
tubuh yang terpisah dalam sumber nyeri dan dapat terasa
dengan berbagai karakteristik contoh nyeri yang terjadi pada
infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang,
lengan kiri, batu empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke
selangkangan.
4) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas
dari tempat awal cidera ke bagian tubuh yang lain.
Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian
30
tubuh bawah. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan.
Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat diskus
intravertebral yang rupture disertai nyeri yang meradiasi
sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
d) Pengalaman nyeri
Terdapat 3 fase pengalaman nyeri. Fase tersebut antara lain fase
antipasti, fase sensasi, dan fase akibat/aftermath.
1) Fase antipasti
Fase antipasti terjadi sebelum nyeri diterima. Fase
ini mungkin bukan merupakan fase yang paling penting
karena fase ini bias mempengaruhi dua fase lain. Pada fase
ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat
dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan
informasi yang adekuat kepada klien.
2) Fase sensasi
Fase sensasi terjadi pada saat nyeri terasa. Fase ini
terjadi ketika klien merasakan nyeri, karena nyeri itu
bersifat subjektif maka tiap orang dalam menyikapi nyeri
juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan
berbeda antara satu orang dengan orang lain. Orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak
akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil. Sebaliknya,
31
orang yang toleransinya terhadap nyerinya rendah akan
mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien
dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu
menahan nyeri tanpa bantuan. Sebaliknya, orang yang
toleransi terhadap rendah sudah mencari sudah mencari
upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
3) Fase akibat/aftermath
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau
hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari
perawat,karena nyeri bersifat krisis sehingga dimungkinkan
klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien
mengalami episode nyeri berulang, respon akibat
(aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri
berulang.
e) Respon fisiologis terhadap nyeri
Perubahan atau respon fisiologis dianggap sebagai indicator
nyeri yang lebih akurat dibandingkan laporan verbal pasien.
Respon fisiologi harus digunakan sebagai pengganti untuk
laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan
digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dan
nyeri individu.
32
Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat
membahayakan individu. Pada saat impuls nyeri masuk ke
medulla spinalis menuju ke batang otak dan hipotalamus, sistem
saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis.
Apabila nyeri berlangsung terus-menerus, berat, dalam,
dan melibatkan organ-organ dalam visceral maka system saraf
simpatis akan menghasilkan suatu aksi.
Tabel berikut ini menunjukkan respon fisiologis terhadap nyeri
Respon fisiologis terhadap nyeri
Respon Penyebab atau efek
Stimulasi simpatik
Dilatasi respon bronkheolus
dan peningakatan frekuensi
pernafasan
Menyebabkan
peningkatan asupan
oksigen
Peningkatan frekuensi denyut
jantung
Menyebabkan transport
oksigen
Vasokontriksi perifer (pucat,
peningkatan tekanan darah)
Meningkatkan tekanan
darah disertai
perpindahan suplai
darah dari perifer dan
visera ke otot-otot
skeletal dan otak
Peningkatan kadar glukosa
darah
Menghasilkan energy
tambahan
Diaphoresis Mengontrol temperature
33
tubuh selama stress
Peningkatan ketegangan otot Mempersiapkan otot
untuk melakukan aksi
Dilatasi pupil Memungkinkan
penglihatan yang lebih
baik
Penurunan motilitas saluran
cerna
Membebaskan energy
untuk melakukan
aktivitas dengan lebih
cepat
Stimulasi parasimpatik
Pucat Menyebabkan suplai
darah berpindah ke
perifer
Ketegangan otot Akibat keletihan
Penurunan denyut jantung dan
tekanan darah
Akibat stimulasi vagal
Pernafasan yang cepat dan tidak
teratur
Menyebabkan
pertahanan tubuh gagal
akibat stress nyeri yang
terlalu lama
Mual dan muntah Mengembangkan
saluran cerna
Kelemahan atau kelelahan Akibat pengeluaran
energy fisik
Tabel 2.2 Respon fisiologis terhadap nyeri
Menurut Andarmoyo (2013: 24)
f) Respon perilaku
Respon perilaku yang ditunjukkan oleh pasien sangat
beragam. Meskipun respon perilaku pasien dapat menjadi
34
indikasi pertama bahwa ada sesuatu yang tidak beres, respon
perilaku seharusnya tidak boleh digunakan sebagai pengganti
untuk mengukur nyeri kecuali dalam situasi yang tidak lazim
dimana pengukuran tidak memungkinkan (misal orang tersebut
menderita retardasi mental yang berat atau tidak sadar).
Respon perilaku nyeri pada klien dapat dilihat pada tabel sbb :
Respon perilaku nyeri pada pasien
Vokalisasi - Mengaduh
- Menangis
- Sesak nafas
- Mendekur
Ekspresi wajah - Meringis
- Menggelutukkan gigi
- Mengernyitkan dahi
- Menutup mata atau
mulut dengan lebar
- Menggigit bibir
Gerakan tubuh - Gelisah
- Imobilisasi
- Ketegangan otot
- Peningkatan gerakan jari
dan tangan
- Aktivitas melangkah
yang tanggal ketika
berlari atau berjalan
- Gerakan ritmik atau
gerakan menggosok
- Gerakan melindungi
35
sebagian tubuh
Interaksi social - Menghindari percakapan
- Fokus hanya pada
aktivitas
- Menghindari kontak
social
- Penurunan rentan
perhatian
Tabel 2.3 Respon perilaku nyeri
Menurut Andarmoyo (2012 : 29)
g) Pengkajian keperawatan tentang nyeri
Deskripsi verbal tentang nyeri. Individu merupakan penilaian
terbaik dari nyeri yang dialaminya karenanya harus diminta
untuk menggambarkan membuat tingkatnya. Informasi yang
diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam
berbagai cara :
1) Intensitas nyeri
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada
skal verbal (misalnya: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat,
atau sangat hebat, atau 0-10 : 0 tidak nyeri. 10 = nyeri
sangat hebat)
2) Karakteristik nyeri, termasuk letak dimana nyeri pada
berbagai organ (mungkin merupakan alih), durasi (menit,
jam, hari, bulan, dan sebagainya), irama (misalnya terus
menerus, hilang timbul, periode bertambah dan
berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri ) kualitas
36
(misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit ,nyeri
seperti di gencet)
3) Faktor-faktor yang meredakan nyeri (misalnya gerakan,
kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat
bebas). Dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu
mengatasi nyerinya.
Banyak orang yang mempunyai ide-ide tertentu tentang apa
yang akan menghilangkan nyerinya. Perilaku ini sering
didasarkan pada pengalaman atau trial and error.
4) Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari
(misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan
orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktifitas santai. Nyeri
akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis
dengan depresi.
5) Kekhawatiran individu tentang nyeri. Dapat meliputi
berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi,
prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.
h) Intervensi farmakologis
Menangani nyeri yang dialami pasien melaui intervensi
farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau
pemberi perawatan utama lainnya dan pasien. Obat-obat tertentu
untuk penatalaksanaan nyeri mungkin di resepkan atau kateter
epidural dipasang untuk memberikan dosis awal, Namun
37
demikian, adalah perawat yang mempertahankan analgesia,
mengkaji keefektifannya, dan melaporkan jika intervensi
tersebut tidak efektif atau menimbulkan efek samping.
Penatalaksanaannyeri memerlukan kolaborasi erat dan
komunikasi yang efektif diantara pemberi perawatan kesadaran.
i) Tindakan non farmakologis
1) Stimulasi dan masase kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara
umum, masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
masase dapat membuat relaksasi otot.
2) Terapi es dan panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi
pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun
begitu, ketidakefektifannya dan mekanisme kerjanya
memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es
dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak
nyeri (non–nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama
seperti cidera.
3) Stimulasi saraf elektris transkutan
Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS)
menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan
elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan
sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada
38
area nyeri. TENS telah digunakan baik pada
menghilangkan nyeri akut atau kronik.
4) Distraksi
Distraksi merupakan teknik memfokuskan pasien
pada sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi
yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif
lainnya.
5) Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan
nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang
menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana
terdiri atas nifas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan
bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang
konstan dapat diperlukan dengan menghitung dalam
hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua,
tiga”) dan ekhalasi (hembuskan, dua, tiga).
6) Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi
sesorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus
untuk mencapai efek positif tertentu.
39
j) Penilaian respon intensitas nyeri
1) Skala deskriptif
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih objetif. Skala pendeskripsi
verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yng terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi
yang tersusun dengan jarak yang sama dengan di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini di rangking dari “tidak rasa nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakan. Perawat
juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitakan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih
sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri (Potter &
Perry, 2006 : 63).
2) Skala Numeric
Skala penilaian numeric (Numerical Rating Scales,
NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik. Apabila digunakan untuk menilai
40
nyeri, maka di rekomendasikan patokan ) Contoh pasien
post-appendiktomi hari pertama menunjukkan skala
nyerinya 9. Setelah dilakukan intervensi keperawatan, hari
ketiga perawatan pasien menunjukkan skala nyerinya 4.
3) Skala analog visual
Skala analog visual (Visual Anaog Scale) adalah
suatu garis lurus horizontal sepanjang 10 cm, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pad setiap ujungnya. Pasien
diminta untuk menunjuk pada titik pada garis yang
meninjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut.
Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak
nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan
“berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai
hasil,sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak
yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur
dan ditulis dalam centimeter (Smeltzer , 2002).
Menurut Hartani, 2005 patofisiologi dari nyeri adalah
sebagai berikut :
Dimulai dari ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan,
potongan, sayatan, dingin, atau kekurangan oksigen pada
sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan
berbagai macam substansi intraselular dilepaskan ke ruang
41
ektraseluler maka akan mengiritasi nasiseptor. Saraf ini
akan merangsang dan bergerak sepanjang serabut saraf atau
neurotranmisi yang akan menghasilkan substansi yang
disebut dengan neurotransmitter seperti prostaglandin dan
epineprin, yang membawa pesan nyeri dari medulla spinalis
ditransmissikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.
4. KONSEP KOMPRES DINGIN
a. Pengertian
Menurut Haroen (2008 : 22) Kompres adalah metode
pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang
dapat menimbulkan dingin pada bagian tubuh yang memerlukan.
Pemberian kompres dingin dapat menurunkan prostaglandin yang
memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat
cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif kompres
dingin dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera
terjadi (Andarmoyo, 2013).
Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh, mencegah
terjadinya peradangan meluas, mengurangi meluas, mengurangi
kongesti, mengurangi perdarahan setempat, mengurangi rasa sakit
pada suatu daerah setempat (Rukiyah dan Yulianti, 2010 : 357).
Secara umum nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari
42
serabut syaraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, maupun emosional.
Menurut jurnal Rahmawati (2011) setiap ibu yang telah
menjalani proses persalinan dengan mendapatkan luka perineum
akan merasakan nyeri, nyeri yang dirasakan pada setiap ibu dengan
luka perineum menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan
seperti kesakitan dan rasa takut untuk bergerak sehingga banyak ibu
dengan luka perineum jarang mau bergerak pasca persalinan
sehingga dapat mengakibatkan banyak masalah diantaranya sub
involusi uterus, pengeluaran lockea yang tidak lancar, dan
perdarahan pascapartum. Ibu bersalin dengan luka perineum akan
mengalami nyeri dan ketidaknyamanan. Adapun definisi dari Kozier
dan Erb, nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional
yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengelolaan fisik semata,
namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan)
psikologis untuk mengatasi nyeri.
Pemberian kompres dingin dapat mengurangi nyeri sesuai
dengan jurnal Rahmawati (2011) yaitu Metode sederhana yang dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu
dengan memberikan kompres dingin pada luka, ini merupakan
alternatif pilihan yang alamiah yaitu dengan memberikan kompres
dingin pada luka,ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah dan
sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan
43
memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik
dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls
nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
Rasa nyeri dan tidak nyaman di area perineum dapat diatasi
dengan menggunakan kompres dingin pada area perineum setiap 2
jam sekali selama 24 jam pertama sesudah melahirkan (Murkoff,
2006).
b. Tujuan Kompres dingin
Menurut Haroen (2008), tujuan kompres dingin sebagai berikut :
1) Menurunkan suhu tubuh
2) Mencegah peradangan meluas
3) Mengurangi kongesti
4) Mengurangi perdarahan setempat
5) Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat
c. Indikasi
1) Klien dengan suhu tubuh yang tinggi
2) Klien dengan batuk atau muntah darah
3) Pasca tonsillectomy
4) Radang, memar
44
d. Kontra indikasi
1) Luka terbuka. Dingin dapat meningkatkan kerusakan jaringan
karena mengurangi aliran darah ke luka terbuka.
2) Gangguan sirkulasi dingin dapat mengganggu nutrisi jaringan
lebih lanjut.
3) Alergi atau hipertensivitas terhadap dingin. Beberapa klien
memiliki alergi terhadap dingin yang dimanifestasikan dengan
respon inflamasi.
45
B. KERANGKA TEORI
Post partum Perubahan fisiologis pada ibu
post partum :
• Perubahan sistem reproduksi
- Involusi uterus
- Involusi tempat plasenta
- Perubahan ligament
- Perubahan pada serviks
- Lochea
Nyeri (Luka perineum)
Pemberian Kompres
Dingin
Ada penurunan yang signifikan
dalam mengurangi intensitas nyeri
46
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset
Subjek aplikasi riset adalah pada pasien Post partum Ny. D berusia 23
tahun, P2 A0 dengan keluhan nyeri pada luka perineum.
B. Tempat dan waktu
Aplikasi riset dilakukan di Puskesmas Sibela Mojosongo tindakan
pemberian Kompres Dingin selama 3 hari yaitu pada tanggal 12 – 14
Januari 2016.
C. Media dan alat yang digunakan
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan :
1. Perlak/pengalas
2. Sarung tangan / handscoon
3. Waslap atau kain
4. Handuk yang bersih
5. Baskom yang berisi air dingin
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
Prosedur yang dilakukan yaitu Perawatan luka perineum pada ibu post
partum normal, langkah- langkah sebagai berikut :
47
1. Fase orientasi
a. Memberikan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Kontrak waktu
d. Menjelaskan tujuan tindakan
e. Menjelaskan langkah prosedur
f. Menyiapkan alat
2. Fase kerja
a. Mencuci tangan
b. Menjaga privasi klien
c. Memasang perlak / pengalas
d. Mengecek terlebih dahulu air dingin dengan menggunakan jari
tangan atau thermometer air.
e. Memakai sarung tangan
f. Membantu pasien pada posisi yang nyaman, atau dorsal rucumben,
g. Melakukan tindakan kompres air dingin pada area sekitar luka
perineum sebanyak 3 kali.
h. Mengeringkan dengan handuk
i. Merapikan pasien
j. Merapikan alat
k. Mencuci tangan
48
3. Fase terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak waktu untuk rencana tindak lanjut
c. Berpamitan
4. Alat ukur
Alat ukur yang digunakan dalam aplikasi riset adalah skala nyeri
numeric untuk mengukur tingkatan nyeri seorang pasien. Dan
observasi pada luka perineum.
Skala Nyeri Numerik
Sumber : Andarmoyo (2013)
49
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini menjelaskan tentang kasus asuhan keperawatan post partum
spontan pada Ny. D dengan pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri
luka perineum di ruang nifas Puskesmas Sibela Mojosongo. Pengelolaan asuhan
keperawatan ini dilakukan selama 3 hari pada tanggal 12 Januari 2016 sampai
tanggal 14 Januari 2016 pada pukul 02.30 WIB Laporan kasus ini meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, evaluasi dari tindakan keperawatan. Pada kasus ini diperoleh dengan
cara autoanamnesa dan alloanamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi
langsung, pemeriksaan fisik, catatan medis, dan catatan keperawatan. Pasien
masuk Puskesmas pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 01.30 WIB.
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 April 2016 jam 02.30 WIB.
Pengkajian identitas pasien didapatkan hasil, Pasien bernama Ny.D yang
beralamat di Serengan Surakarta. Pasien berusia 23 tahun dengan berjenis
kelamin perempuan beragama Islam dengan pekerjaan sebagai Ibu Rumah
Tangga, dan berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Suami pasien yang benama Tn.S yang beralamat di Serengan Surakarta
berumur 24 tahun dan pekerjaan sebagai wiraswasta dengan pendidikan
terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
50
Riwayat kehamilan dari persalinan masa lalu : Persalinan pada
anak pertama Ny. D yaitu Post partum Spontan berjenis laki-laki dengan
berat badan lahir 3.500 gram, keadaan bayi saat lahir sehat/normal, Klien
mempunyai pengalaman menyusui sampai anak berumur 2 tahun, anak
pertama sekarang berumur 5 tahun.
Riwayat kehamilan saat ini : Ny. D melakukan pemeriksaan
kehamilan sebanyak 6 kali, 1 kali di Trimester I, 2 kali di Trimester II, dan 3
kali di Trimester III. Kehamilan kedua Ny. D pada Trimester I Ny. D
mengalami mual, muntah sedangkan Trimester II dan III Ny. D tidak ada
keluhan. Berat badan Ny. D sebelum melahirkan 60 kg mengalami kenaikan
berat badan selama hamil, Tinggi badan Ny. D 150 cm.
Ny. D melahirkan anak ke 2 secara spontan, jenis kelamin anak
Ny. D adalah perempuan dengan berat badan 3.400 gram, panjang bayi 48
cm, lingkar kepala bayi 33 cm, lingkar dada bayi 32 cm. Pasien mengalami
perdarahan pervaginam sebanyak ±100 cc. Pasien mengatakan nyeri pada
luka perineum, Provocade pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan di
vagina (perineum), Quality nyeri yang dirasakan seperti disayat pisau, Regio
nyeri di bagian vagina (perineum), Scale skala nyeri 5, Time nyeri dirasakan
hilang timbul saat bergerak.
Riwayat ginekologi : Ny. D tidak memiliki masalah dalam
ginekologinya dan pasien juga menggunakan KB suntik dengan suntik 3
bulan. Data postnatal : Ny. D memiliki 2 orang anak, Ny. D belum pernah
mengalami aborsi. Anak pertama seorang perempuan berumur 5 tahun lahir
51
secara spontan dengan berat badan 3.500 gram. Anak kedua lahir secara
spontan, berjenis kelamin perempuan dengan berat badan 3.400 gram.
Keadaan Ny. D setelah melahirkan baik dan kesadaran composmentis atau
kesadaran penuh. TTV pasien adalah tekanan darah : 100/60 mmHg, Suhu :
37oC, Nadi : 82 x/menit, Respiratory rate : 22 x/menit.
Pemeriksaan fisik pasien di kepala warna rambut hitam, panjang,
kulit kepala bersih dan tidak ada kutu dan ketombe lalu mata dengan palpebra
tidak oedema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor +/+,
diameter ka/ki sama, reflek terhadap cahaya : +/+, tidak menggunakan alat
bantu penglihatan. Hidung bersih, tidak ada polip, tidak ada secret, tidak ada
gangguan penciuman lalu Mulut pasien Ny. D pada bibir lembab, gusi bersih,
tidak ada stomatitis, tidak ada gigi yang berlubang lalu Telinga simetris kanan
dan kiri, terdapat sedikit serumen, tidak ada gangguan pendengaran dan pada
leher nadi karotis teraba, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
Pada pemeriksaan fisik dada terdapat jantung dengan simetris,
tidak ada jejas, ictus cordis tidak nampak, palpasi ictus cordis tampak pada
ICS IV, perkusi bunyi jantung pekak dan auskultasi suara regular. Lalu pada
paru-paru terdapat Inspeksi simetris ka/ki, palpasi vocal premitus kanan dan
kiri sama, perkusi sonor pada seluruh lapang paru, auskultasi vesikuler, tidak
ada suara tambahan. Payudara pasien simetris, aerola menghitam, payudara
keras, ASI baru keluar sedikit.
Pada pemeriksaan abdomen didapat hasil involusi uterus baik /
normal dibawah perut, fundus uterus setinggi pusat teraba keras, kontraksi
52
keras/kuat, kandung kemih kosong, posisi lateral/penuh dorongan, dan pada
pencernaan pasien mengatakan tidak ada masalah dalam pencernaan.
Pada pemeriksaan fisik Perineum dan Genitalia pasien didapatkan
pada vagina tidak terjadi edema dan tidak ada hematom, pada perineum
terdapat luka jahitan ± 5 cm. Pemeriksaan Tanda REEDA yaitu R
(kemerahan) : tidak kemerahan, E (bengkak) : tidak bengkak, E (Echimosis) :
tidak, D (Discharge) : darah, A (approximate) : baik, kebersihan pada
perineum bersih, mengganti pembalut 9 kali sehari, terdapat lokhea rubra
dengan warna merah darah, bau khas darah yang keluar ± 100 cc.
Ekstremitas pada pasien dibagi menjadi 2 yaitu Ekstremitas atas
terdapat hasil pengkajian dengan tidak ada edema, tidak terpasang infus.
Ektremitas bawah tidak terdapat edema di kaki, tidak ada varises, dan tidak
ada tanda Homan.
Eliminasi selama di Puskesmas buang air kecil pasien 6-8x/hari,
berwarna kuning, 150 cc sekali BAK, lalu untuk BAB pasien mengatakan
setelah melahirkan sampai sekarang pasien belum BAB.
Istirahat dan kenyamanan pasien mengatakan setelah melahirkan
pasien mengatakan tidur siang ± 1-2 jam, tidur malam 5-6 jam, pasien
mengeluh tidak nyaman dan kadang terasa nyeri akibat luka jahitan di daerah
perineum nyeri saat bergerak, seperti disayat dan skala nyeri 5.
Mobilisasi sudah bisa melakukan miring ka/ki, duduk, dan berjalan,
dengan tingkat mobilitas pasien mengalami sedikit gangguan karena nyeri
pada luka perineum. Nutrisi dan cairan pasien makan 3x sehari, nasi sayur,
53
lauk pauk setiap kali makan 1 porsi habis, pasien minum 6-7 gelas perhari air
putih (1 gelas belimbing = 150 cc). Keadaan mental pasien terhadap kelahiran
anak ke 2 nya sangat mengerti dan bahagia atas kelahiran bayi
perempuannya.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 7 Januari 2016 didapatkan
hasil pemeriksaan laboratorium yaitu Hemoglobin 12,6 g/dl (normal 12.00-
16.00 g/dl), Golongan darah O, dan Leukosit 8000/uL (normal 5-10 x 103 uL).
Terapi yang diberikan pada tanggal 12 Januari 2016 mendapatkan
obat oral yaitu amoxilin dengan dosis 500 mg dengan golongan dan
kandungan berupa antibiotic yang berfungsi untuk pencegahan infeksi pada
sistem reproduksi wanita, methylergometrine dengan dosis 0,125 mg dengan
golongan dan kandungan berupa uterotonik dan relaksan uterus yang
berfungsi sebagai perdarahan uterus setelah plasenta lepas, atoni uterus, asam
mefenamat dengan dosis 500 mg dengan golongan dan kandungan berupa anti
inflamasi no steroid yang berfungsi untuk meredakan rasa sakit dan inflamasi,
Tablet Fe dengan dosis 60 mg dengan golongan dan kandungan berupa
anemia hipokromik & makrositik yang berfungsi untuk pembentukan sel
darah merah.
B. Analisa Data
Berdasarkan data yang diperoleh dari penulis pada hari Selasa
tanggal 12 Januari 2016 jam 02.30 WIB pada Ny. D yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik. Data-data menunjang ditegakkan
54
diagnosa diatas yaitu data subyektif pasien mengatakan provocade pasien
mengatakan nyeri pada luka jahitan di perineum, quality nyeri seperti disayat
pisau, region nyeri di bagian vagina (perineum), scale skala nyeri 5, time nyeri
dirasakan hilang timbul ± 5 menit. Lalu pada data obyektif pasien tampak
lemas, gelisah dan menahan nyeri, dan TTV : tekanan darah 100/60 mmHg,
nadi 82x/menit, suhu 37oC, respiratory rate 22 x/menit dari data tersebut dapat
ditegakkan diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik.
Pada jam 02.35 WIB diperoleh hasil data subyektif pasien
mengatakan terdapat luka jahitan di vagina (perineum) dari data obyektif
tampak luka jahitan pada proses persalinan di daerah vagina 5 cm, terdapat
perdarahan ±100 cc dari data tersebut dapat ditegakkan untuk diagnosa ke dua
yaitu kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik
(robekan jalan lahir).
Pada jam 02.40 WIB diperoleh hasil data subyektif pasien
mengatakan luka terasa perih dari data obyektif terdapat luka jahitan di
perineum, luka tampak basah, tidak ada kemerahan, suhu 37o C, leukosit 8000
uL dari data tersebut dapat ditegakkan untuk diagnosa ke tiga yaitu resiko
infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
55
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas penulis mampu memprioritaskan
diagnosa keperawatan, adapun prioritas utama adalah nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik. Diagnosa yang ke dua yaitu kerusakan integritas
jaringan berhubungan dengan factor mekanik (robekan jalan lahir). Diagnosa
yang ke tiga yaitu resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
D. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis menentukan
rencana keperawatan sesuai diagnosa yang telah ditentukan: Diagnosa
pertama: Nyeri akut berhubungan dengan Agen Cidera Fisik. Tujuan tindakan
diatas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri pada pasien berkurang dengan kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri
berkurang dari skala 5 menjadi 3, pasien tampak nyaman dan tidak meringis,
TTV dalam batas normal TD : 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR : 16-24
x/menit, S : 37oC. Intervensi : Pantau karakteristik nyeri meliputi P,Q,R,S,T
untuk mempermudah dalam tindakan pengobatan, pantau TTV untuk
mengetahui KU pasien, kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil untuk membantu proses penyembuhan, ajarkan
klien teknik relaksasi untuk menurunkan nyeri dengan relaksasi nafas dalam
untuk membantu dalam penurunan nyeri, berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat untuk membantu dalam penurunan nyeri, berikan
kompres dingin pada luka perineum untuk mengurangi nyeri.
56
Diagnosa Kedua : Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan
dengan factor mekanik (robekan jalan lahir). Tujuan tindakan diatas Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas
jaringan utuh dengan kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, Ketebalan
dan tekstur jaringan normal, Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
(elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi). Intervensi : Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap 2 jam sekali untuk menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah, observasi luka untuk mengetahui keadaan luka,
kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP untuk mempercepat proses
penyembuhan.
Diagnosa Ketiga : Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan. Tujuan tindakan diatas Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil : klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi, TTV dalam batas normal TD:120/80
mmHg, N:60-100 x/menit, RR : 16-24 x/menit, S: 36,5oC – 37,5
oC, Leukosit:
5-10x/10^3uL. Intervensi : Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi, ajarkan cara menghindari infeksi agar
terhindar dari infeksi, kolaborasi pemberian antibiotic untuk pencegahan
terjadinya infeksi.
57
E. Implementasi
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 12
Januari 2016 jam 02.30 WIB memonitor TTV pasien didapat respon subyektif
: pasien mengatakan bersedia diperiksa, respon obyektif : hasil TTV
TD:110/70 mmHg, N:80x/menit, RR:22x/menit, S:37oC.
Tindakan jam 02.35 WIB memantau karakteristik nyeri, didapat
respon subyektif : pasien mengatakan provocade: pasien mengatakan nyeri
pada luka jahitan di perineum, quality : nyeri seperti disayat pisau, region:
nyeri dibagian perineum, scale: skala nyeri 5, time : nyeri dirasakan hilang
timbul saat bergerak, respon obyektif: pasien tampak menahan nyeri.
Tindakan jam 02.40 WIB memberi posisi yang nyaman didapat
respon subyektif : pasien mengatakan bersedia mengatur posisi, respon
obyektif : pasien dapat berbaring dengan nyaman.
Tindakan jam 02.45 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam didapat respon subyektif : pasien mengatakan mau untuk diajarkan
relaksasi, respon obyektif : pasien dapat melakukan relaksasi nafas dalam.
Tindakan jam 03.00 WIB memberikan amoxilin 500 mg,
methylergometrine 0,125 mg, asam mefenamat 500 mg, tablet Fe 60 mg
melalui obat peroral didapat respon subyektif : pasien mengatakan bersedia
diberi obat, respon obyektif :obat oral sudah masuk melalui mulut.
Tindakan jam 03.30 WIB mengubah posisi pasien setiap 2 jam
sekali didapat respon subyektif : pasien mengatakan bersedia mengubah
posisi, respon obyektif : pasien dapat duduk, berdiri, berjalan.
58
Tindakan jam 04.00 WIB mengobservasi luka didapat respon
subyektif : pasien mengatakan luka terasa perih, respon obyektif : tampak luka
jahitan pada perineum, luka masih basah dan tidak kemerahan, perdarahan
±100 cc atau 1 pembalut penuh.
Tindakan jam 07.00 WIB memberikan kompres dingin pada luka
perineum untuk mengurangi nyeri didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau dilakukan tindakan kompres dingin, respon obyektif : pasien
masih tegang dan tidak nyaman.
Tindakan jam 09.00 WIB memantau karakteristik nyeri didapat
respon subyektif : pasien mengatakan provocade : pasien mengatakan nyeri
pada luka jahitan di perineum, quality : nyeri seperti tertusuk, region : nyeri di
bagian perineum, scale : skala nyeri 4, time : nyeri dirasakan hilang timbul
saat bergerak, respon obyektif : pasien tampak meringis.
Tindakan jam 09.30 WIB mengkolaborasi ahli gizi dalam
pemberian diet TKTP didapat respon subyektif :pasien mengatakan mau
diberikan makanan dari puskesmas, respon obyektif : pasien tampak makan 1
porsi habis.
Tindakan jam 10.15 WIB memberikan amoxilin 500mg,
methylergometrine 0,125 mg, asam mefenamat 500 mg, tablet Fe 60 mg
melalui obat peroral didapat respon subyektif : pasien mengatakan bersedia
minum obat, respon obyektif : obat oral sudah masuk melalui mulut.
Tindakan jam 11.00 WIB mengobservasi luka didapat respon
subyektif : pasien mengatakan rasa perih pada luka perineum sedikit
59
berkurang, respon obyektif : luka masih terlihat basah dan tidak kemerahan,
perdarahan ±100 cc atau 1 pembalut penuh.
Tindakan jam 14.00 WIB memberikan kompres dingin pada luka
perineum untuk mengurangi nyeri didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau dilakukan tindakan kompres dingin, respon obyektif : pasien
masih sedikit malu dilakukan kompres dingin pada luka perineum.
Tindakan jam 14.15 WIB memantau karakteristik nyeri didapat
respon subyektif : pasien mengatakan provocade : pasien mengatakan nyeri
pada luka jahitan, quality: nyeri seperti tertusuk, region : nyeri di bagian
perineum, scale : skala nyeri 4, time : nyeri dirasakan hilang timbul saat
bergerak, respon obyektif : pasien tampak meringis.
Tindakan jam 15.00 WIB mengobservasi luka didapat respon
subyektif : pasien mengatakan terasa perih pada luka perineum, respon
obyektif : luka masih basah dan tidak kemerahan, perdarahan ± 100 cc atau
1pembalut penuh.
Tindakan jam 16.00 WIB memberikan kompres dingin pada luka
perineum untuk mengurangi nyeri didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau dilakukan tindakan kompres dingin, respon obyektif : pasien
masih tampak tegang dan meringis.
Tindakan jam 16.15 WIB memantau karakteristik nyeri didapat
respon subyektif : pasien mengatakan provocade : pasien mengatakan nyeri
pada luka jahitan di perineum , quality: nyeri seperti tertusuk, region : nyeri di
60
bagian perineum, scale : skala nyeri 4, time : nyeri dirasakan hilang timbul ± 5
menit, respon obyektif : pasien tampak meringis.
Tindakan jam 17.00 WIB memantau TTV didapat respon subyektif
: pasien mengatakan mau diperiksa, respon obyektif : TD:100/60 mmHg, N:
82x/menit, RR: 20x/menit, S: 37oC.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 13 Januari
2016 Jam 14.15 WIB memantau TTV didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau diperiksa, respon obyektif : TD:110/70 mmHg, N: 80
x/menit, RR: 20x/menit, S: 37,2oC.
Tindakan jam 15.00 WIB mengobservasi luka didapat respon
subyektif : pasien mengatakan terasa perih di daerah perineum, respon
obyektif : luka jahit masih basah, perdarahan ±100 cc atau jumlah 1 pembalut
penuh.
Tindakan jam 16.00 WIB memberikan kompres dingin pada luka
perineum untuk mengurangi nyeri didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau dilakukan kompres, respon obyektif : pasien tampak tegang
dan meringis.
Tindakan jam 16.15 WIB mengkaji nyeri didapat respon subyektif
: pasien mengatakan provocade : pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan di
vagina (perineum), quality : nyeri seperti tertusuk-tusuk, region : nyeri di
bagian vagina (perineum), scale : skala 3, time : nyeri dirasakan hilang timbul
± 5 menit, respon obyektif : pasien tampak meringis.
61
Tindakan jam 17.00 WIB memberikan amoxilin 500 mg,
methylergometrine 0,125 mg, asam mefenamat 500 mg, tablet Fe 60 mg
didapat respon subyektif : pasien mengatakan bersedia diberi obat, respon
obyektif : obat oral sudah masuk melalui mulut.
Tindakan jam 17.15 WIB memberikan posisi yang nyaman didapat
respon subyektif : pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan, respon
obyektif : pasien dapat berbaring dengan nyaman.
Tindakan jam 18.20 WIB memberikan kompres dingin pada luka
perineum untuk mengurangi nyeri didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau dilakukan kompres, respon obyektif : pasien tampak tegang
dan sedikit meringis.
Tindakan jam 18.25 WIB mengkaji nyeri didapat respon subyektif
: pasien mengatakan provocade: pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan di
perineum, quality : nyeri seperti tertusuk-tusuk, region : nyeri di bagian luka
jahitan di vagina (perineum), scale : skala 3, time : nyeri dirasakan hilang
timbul ± 5 menit, respon obyektif : pasien tampak rileks.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 14 Januari
2016 Jam 15.00 WIB memantau TTV didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau diperiksa, respon obyektif : TD : 110/70mmHg, N:
80x/menit, RR: 20x/menit, S : 36,2oC.
Tindakan jam 15.15 WIB mengobservasi luka didapat respon
subyektif : pasien mengatakan rasa perih sedikit berkurang, respon obyektif :
luka jahit tampak sedikit kering, perdarahan ±50 cc atau jumlah ½ pembalut.
62
Tindakan jam 16.00 WIB memberikan kompres dingin pada luka
perineum untuk mengurangi nyeri didapat respon subyektif : pasien
mengatakan mau dilakukan kompres, respon obyektif : pasien dapat
melakukan tindakan sendiri.
Tindakan jam 16.20 WIB mengkaji nyeri didapat respon subyektif
: pasien mengatakan provocade : pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan di
perineum berkurang , quality : nyeri seperti tertusuk berkurang, region : nyeri
di bagian luka jahitan perineum, scale : skala 3, time : nyeri dirasakan hilang
timbul ± 5 menit, respon obyektif : pasien tampak tenang dan rileks.
F. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada hari selasa tanggal 12
Januari 2016 jam 16.00 WIB didapatkan hasil evaluasi pada diagnosa pertama:
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Didapatkan data subyektif :
pasien mengatakan P: Pasien mengatakan nyeri pada luka perineum, Q: pasien
mengatakan nyerinya seperti disayat pisau, R: Pasien mengatakan nyeri terasa
dibagian vagina (perineum), S: pasien mengatakan skala nyeri 5, T; pasien
mengatakan nyeri terasa hilang timbul ± 5 menit. Obyektif : pasien tampak
menahan nyeri. TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, RR: 22x/menit, S: 37oC
Analisis : Masalah belum teratasi. Planning ; lanjutkan intervensi (Pantau
karakteristik nyeri meliputi P,QR,S,T, Pantau TTV, Ajarkan klien teknik
relaksasi untuk menurunkan nyeri dengan relaksasi nafas dalam, Berikan
kompres dingin pada luka perineum untuk mengurangi nyeri).
63
Diagnosa kedua: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
factor mekanik (robekan jalan lahir). Data subyektif : Pasien mengatakan
terdapat luka jahit di vagina ( perineum). Obyektif : Terdapat luka jahitan pada
proses persalinan di daerah vagina 5 cm, perdarahan ± 100 cc, jumlah 1
pembalut penuh. Analisis : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan
intervensi (Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali,
observasi luka, kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP ).
Diagnosa ketiga: resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan. Data subyektif : pasien mengatakan luka terasa perih. Obyektif:
pasien tampak lemas, terdapat luka jahitan di bagian perineum, luka masih
basah, tidak kemerahan, S: 37oC, leukosit 8000/uL. Analisis : masalah belum
teratasi. Planning : lanjutkan intervensi (Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal, ajarkan cara menghindari infeksi, kolaborasi pemberian
antibiotic (amoxilin 3x500 mg) ).
Tindakan keperawatan hari rabu tanggal 13 Januari 2016 jam 16.00
WIB. Hasil evaluasi diagnosa pertama: nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik. Data subyektif : Pasien mengatakan P: Pasien mengatakan nyeri
pada luka jahitan di vagina (perineum), Q: pasien mengatakan nyeri seperti
tertusuk tusuk, R: Pasien mengatakan nyeri terasa dibagian vagina (perineum),
S: pasien mengatakan skala nyeri 3, T: pasien mengatakan nyeri terasa hilang
timbul ± 5 menit. Data obyektif : pasien tampak lemas dan meringis, TD:
110/70 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, S: 37,2oC. Analisis : Masalah
64
teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi (Kaji nyeri meliputi P, Q, R,
S, T, Pantau TTV, Memberikan kompres dingin pada luka perineum untuk
mengurangi nyeri).
Diagnosa kedua: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
factor mekanik (robekan jalan lahir). Data subyektif : Pasien mengatakan
terdapat luka jahitan di daerah vagina. Obyektif : Terdapat luka jahitan pada
proses persalinan di daerah vagina 5 cm, perdarahan ± 50cc, jumlah 1
pembalut penuh. Analisis : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan
intervensi (observasi luka, mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam
sekali ).
Diagnosa ketiga: resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan. Data subyektif : pasien mengatakan rasa perih sedikit berkurang.
Obyektif: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, S: 37,2oC. Analisis : masalah
teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi (Ajarkan cara menghindari
infeksi (perawatan luka jahitan), kolaborasi pemberian antibiotic (amoxilin
3x500 mg) ).
Evaluasi tindakan keperawatan hari kamis tanggal 14 januari 2016
jam 15.00 WIB. Diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik . Hasil evaluasi data subyektif: Pasien mengatakan nyeri
berkurang, P: Pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan di vagina (perineum)
berkurang, Q: pasien mengatakan nyeri tertusuk berkurang, R: Pasien
mengatakan nyeri terasa dibagian luka jahitan perineum, S: pasien
mengatakan skala nyeri 3, T; pasien mengatakan nyeri terasa hilang timbul.
65
Data obyektif : ekspresi wajah pasien sudah rileks, dan tenang. Analisis :
masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.
Diagnosa kedua: kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
faktor mekanik (robekan jalan lahir). Hasil evaluasi data subyektif : pasien
mengatakan terdapat luka jahitan di daerah vagina (perineum). Data obyektif :
luka jahitan perineum sudah mulai kering, masih terdapat perdarahan ± 50 cc,
jumlah ½ pembalut penuh. Analisis : masalah teratasi. Planning : hentikan
intervensi.
Diagnosa ketiga : resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan. Hasil evaluasi data subyektif : pasien mengatakan rasa perih pada
luka perineum sudah berkurang. Data obyektif : tidak terdapat tanda-tanda
infeksi, S: 36,2oC. Analisis : masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.
66
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan Post
Partum Spontan Hari Ke 1 Pada Ny. D Dengan P2A0 di ruang Nifas Puskesmas
Sibela Mojosongo”. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya
kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan
memfokuskan pada teori hiekarki Maslow yang meupakan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia melalui tahap Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi,
Implementasi, dan Evaluasi.
Pemberian kompres dingin yaitu Metode sederhana yang dapat digunakan
untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu dengan memberikan kompres
dingin pada luka, ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah yaitu dengan
memberikan kompres dingin pada luka, ini merupakan alternatif pilihan yang
alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan
memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai
otak lebih sedikit (Rahmawati, 2011).
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan
waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan
67
waktu sebelumnya (Andarmoyo, 2013:58). Pengkajian dalam kasus
ini dilaksanakan tanggal 12 Januari 2016. Dalam pengambilan kasus ini
penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode autoanamnesa
yaitu pengkajian yang dilakukan secara langsung kepada pasien, alloanamnesa
yaitu pengkajian yang melihat didasarkan data dalam status pasien dan dari
keluarga. Menurut Nursalim (2015), metode pengumpulan data dapat
dilakukan dengan cara:
1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga dll). Sumber data dari
pasien, keluarga dan perawat lainnya.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA): Inspeksi,
Palpasi, Perkusi, Auskultasi) pada sistem tubuh pasien.
3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostic dan data
lain yang relevan).
Didapatkan data subyek bahwa pasien mengatakan provocade
nyeri karena luka jahitan di vagina (perineum), quality nyeri yang dirasakan
seperti disayat pisau, region nyeri dirasakan didaerah vagina (perineum), scale
yang dirasakan 5 karena luka jahitan pada saat persalinan, time nyeri yang
dirasakan hilang timbul ± 5 menit dari hasil observasi didapatkan pasien
tampak lemas, gelisah, menahan nyeri, dan hasil TTV: TD: 110/60 mmHg,
S:37oC, N: 82x/menit, RR:22x/menit.
Setiap ibu yang telah menjalani proses persalinan dengan
mendapatkan luka perineum akan merasakan nyeri, nyeri yang dirasakan pada
68
setiap ibu dengan luka perineum menimbulkan dampak yang tidak
menyenangkan seperti kesakitan dan rasa takut untuk bergerak sehingga
banyak ibu dengan luka perineum jarang mau bergerak pasca persalinan
sehingga dapat mengakibatkan banyak masalah diantaranya sub involusi
uterus, pengeluaran lochea yang tidak lancar, dan perdarahan pascapartum
(Rahmawati, 2013).
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subyektif
(Muttaqin, 2008). Data tersebut sudah sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa luka perineum dapat menyebabkan nyeri (Rahmawati, 2013).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual dan
potensial, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,
mencegah, dan merubah status kesehatan klien (Dermawan, 2012:43).
Setelah penulis mendapatkan data-data dari pengkajian Ny.D tanggal
12 Januari 2016 pukul 02.30 WIB, penulis dapat merumuskan tiga diagnosa
keperawatan.
Diagnosa yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik, nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
69
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Association for the Study of pain), awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan (NANDA 2011:410).
Penulis mengangkat nyeri sebagai diagnosa utama mengacu pada teori
hierarki maslow dimana setiap mana kebutuhan fisiologis tidak terjadi
gangguan maka penulis menetapkan nyeri sebagai diagnosa utama (Mubarak,
2007). Selain itu menurut Roito (2013) nyeri juga sebagai diagnosa utama dan
prioritas diagnosa.
Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berdasarkan hierarki
kebutuhan menurut maslow yaitu masuk dalam kebutuhan tingkat kedua
mencakup kebutuhan keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis) yang
merupakan kebutuhan paling dasar kedua yang harus diprioritaskan (Potter
dan Perry, 2005).
Data subyektif pasien mengatakan provocade nyeri karena luka
jahitan pada vagina (perineum), quality nyeri seperti disayat pisau, region
nyeri di bagian vagina (perineum), scale skala nyeri 5, time nyeri dirasakan
hilang timbul ± 5 menit. Lalu pada data obyektif pasien tampak lemas, gelisah
dan menahan nyeri, dan TTV : tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 82x/menit,
suhu 37oC, respiratory rate 22 x/menit. Batasan karakteristik nyeri akut adalah
adanya perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan
frekuensi pernafasan, perubahan selera makan, perilaku berjaga-jaga atau
perilaku melindungi daerah yang nyeri, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri,
70
indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal (NANDA 2010:410). Dengan
hasil yang didapatkan, penulis menegakkan diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua adalah kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (robekan jalan lahir).
Kerusakan jaringan adalah kerusakan jaringan membrane mukosa, kornea,
integument, atau subkutan (NANDA, 2010 : 372). Diagnosa kedua yang
diambil dari penulis yaitu kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
trauma jaringan. Data subyektif pasien mengatakan terdapat luka jahitan di
vagina (perineum) dari data obyektif tampak luka jahitan pada proses
persalinan di daerah vagina 5 cm, terdapat perdarahan ±100 cc.
Batasan karakteristik pada kerusakan integritas jaringan yaitu
kerusakan jaringan (misalnya kornea, membrane mukosa, integument, atau
subkutan (NANDA, 2010 : 372).
Faktor yang berhubungan pada kerusakan integritas jaringan yaitu
faktor mekanik (misalnya tekanan, koyakan/robekan, friksi) (NANDA, 2012-
2014).
Diagnosa yang ke tiga yaitu resiko infeksi merupakan mengalami
peningkatan resiko terhadap serangan pathogen (NANDA, 2009-2011).
Diagnosa ketiga yang diambil dari penulis yaitu resiko infeksi berhubungan
dengan trauma jaringan. Data subyektif Ny. D mengatakan luka terasa perih
akibat luka jahitan. Data obyektif yang didapatkan adalah terdapat luka jahit di
71
bagian perineum, luka basah, tidak ada kemerahan, S: 37oC, Leukosit 8000
uL. Faktor resiko infeksi yang muncul adalah penyakit kronis, imunitas
didapat yang tidak adekuat, pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
(misal: integritas kulit tidak utuh, jaringan yang mengalami trauma, penurunan
kerja siliaris, statis cairan tubuh, perubahan sekresi pH, gangguan peristaltik),
pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat, peningkatan pemajanan
lingkungan terhadap patogen, prosedur invasif, ketuban pecah dini, trauma
dan kerusakan jaringan (NANDA, 2009-2011).
Infeksi terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan,
demam, atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka
mengeras, serta adanya kenaikan leukosit (Hartono, 2013).
Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat penyembuhan luka. Luka
terkontaminasi atau luka traumatik akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
lebih awal yaitu dalam waktu 2-3 hari. Ditandai dengan demam, nyeri tekan
dan nyeri pada daerah luka serta sel darah putih meningkat. Tepi luka terlihat
mengalami inflamasi dan terdapat purulen (Potter&Perry, 2006).
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2012 : 42).
72
Tujuan adalah pernyataan pasien dan perilaku keluarga yang dapat
diukur atau di observasi (NANDA, 2012). Tujuan keperawatan adalah
pernyataan yang menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan
kemampuan dan kewenangan perawat (Dermawan, 2012 : 38).
Menurut Dermawan (2012 : 48), penulisan tujuan dan hasil
berdasarkan “SMART” meliputi specific yaitu dimana tujuan harus spesifik
dan tidak menimbulkan arti ganda, measurable yaitu dimana tujuan
keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku pasien (dapat
dilihat, didengar, dirasakan, dan di bau), achievable yaitu tujuan harus dapat
dicapai, dan hasil yang diharapkan, ditulis perawat, sebagai standar
mengukur respon klien terhadap asuhan keperawatan, reasonable/realistic
yaitu dimana tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara alamiah,
tujuan dan hasil diharapkan singkat dan realistis dengan cepat memberikan
klien dan perawat suatu rasa pencapaian, time yaitu batas pencapaian harus
dinyatakan dalam penulisan kriteria hasil dan mempunyai batasan waktu yang
jelas.
Intervensi yang ditentukan pada kasus Ny. D adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah nyeri dapat
teratasi dengan kriteria hasil Pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 5
menjadi 3, pasien tampak nyaman dan tidak meringis, TTV dalam batas
normal (TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR: 16-24 x/menit, S: 37OC).
Berdasarkan intervensi, rencana tindakan yang dilakukan adalah kaji ulang
karakteristik nyeri klien untuk mengetahui respon klien terhadap terapi yang
73
diberikan. Pantau tanda-tanda vital karena merupakan indicator penting
terhadap adanya peningkatan intensitas nyeri. Berikan posisi yang nyaman
supinasi agar pasien dapat rileks. Ajarkan dan bantu klien melakukan teknik
relaksasi/distraksi untuk mengurangi nyeri. Laksanakan program terapi sesuai
advis dokter (Wilkinson, 2006). Berikan kompres dingin pada luka perineum,
kompres dingin merupakan metode yang menggunakan cairan atau alat yang
dapat menimbulkan sensasi dingin pada bagian tubuh yang memerlukan,
(Asmadi, 2008, hlm. 159). Tujuan dari kompres dingin, yaitu mengurangi
rasa sakit pada suatu daerah setempat. Pemberian kompres dingin dapat
mengurangi nyeri sesuai dengan jurnal Rahmawati (2011) dengan judul
“Pengaruh Kompres dingin terhadap pengurangan nyeri luka perineum pada
ibu nifas di BPS Siti Alfirdaus Kingking Kabupaten Tuban” yaitu setelah
diberikan intervensi kompres dingin pada ibu yang mengalami nyeri pada luka
perineum, maka didapatkan setelah diberikan kompres dingin mengalami
penurunan nyeri.
Rasa nyeri dan tidak nyaman di area perineum dapat diatasi dengan
menggunakan kompres dingin pada area perineum setiap 2 jam sekali selama
24 jam pertama sesudah melahirkan (Murkoff, 2006).
Selanjutnya intervensi yang kedua dengan diagnosa keperawatan
kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
menunjukkan perbaikan integritas jaringan dengan kriteria hasil tidak ada
tanda-tanda infeksi, ketebalan dan tekstur jaringan normal, integritas kulit
74
yang baik bisa dipertahankan (elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi),
intervensi dilakukan adalah Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2
jam sekali, Observasi luka, berikan makanan TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein) (Wilkinson, 2006).
Intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga resiko
infeksi berhubungan dengan trauma jaringan adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terdapat tanda-tanda
infeksi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda dan gejala infeksi,
menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat, tanda-tanda vital dalam batas
normal dan leukosit dalam batas normal 5-10x/10
^3 uL. Berdasarkan tujuan
tersebut penulis membuat rencana tindakan yaitu observasi tanda-tanda infeksi
dan tanda-tanda vital untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi,
ajarkan vulva hygiene dan personal hygiene untuk membersihkan daerah
vagina agar tidak terjadi infeksi di vagina, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotic (Wilkinson, 2006:263).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien, merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Dermawan, 2012 : 39).
Implementasi keperawatan yang dilakukan 12-14 Januari 2016.
Implementasi yang dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan utama nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik yaitu dilakukannya pengkajian
75
nyeri, pengkajian nyeri dibutuhkan untuk mengidentifikasi nyeri, dikenali
sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur dan dijelaskan, serta digunakan
untuk mengevaluasi perawatan. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgesic untuk menurunkan atau mengurangi rasa nyeri (Muttaqin, 2008).
Tindakan keperawatan yang selanjutnya mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam apabila nyeri timbul, dalam hal ini bertujuan untuk mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan pasien ( Andarmoyo, 2013).
Tindakan keperawatan yang selanjutnya yaitu pemberian kompres
dingin. Kompres dingin dapat menurunkan nyeri pada luka perineum pada ibu
post partum. Dengan demikian pemberian kompres dingin dapat digunakan
sebagai alternative pilihan untuk menurunkan intensitas nyeri. Menurut
Andarmoyo (2013), pemberian kompres dingin dapat menurunkan
prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif
kompres dingin dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera
terjadi.
Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh, mencegah terjadinya
peradangan meluas, mengurangi kongesti, mengurangi perdarahan setempat,
mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat (Rukiyah dan Yulianti,
2010 : 128).
Pemberian kompres dingin dapat mengurangi nyeri sesuai dengan
Rahmawati (2011) dengan judul “Pengaruh Kompres dingin terhadap
pengurangan nyeri luka perineum pada ibu nifas di BPS Siti Alfirdaus
76
Kingking Kabupaten Tuban” yaitu setelah diberikan intervensi kompres
dingin pada ibu yang mengalami nyeri pada luka perineum, maka didapatkan
setelah diberikan kompres dingin mengalami penurunan nyeri.
Dalam bidang keperawatan kompres dingin banyak digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri. Pada aplikasi dingin memberikan efek fisiologis yakni
menurunkan respon inflamasi, menurunkan aliran darah dan mengurangi
edema, mengurangi rasa nyeri local (Tamsuri, 2007).
Kompres dingin merupakan metode yang menggunakan cairan atau
alat yang dapat menimbulkan sensasi dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan, (Asmadi, 2008, hlm. 159). Tujuan dari kompres dingin, yaitu
mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat.
Rasa nyeri dan tidak nyaman di area perineum dapat diatasi dengan
menggunakan kompres dingin pada area perineum setiap 2 jam sekali selama
24 jam pertama sesudah melahirkan (Murkoff, 2006).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada jurnal Rahmawati
(2011) dengan judul “Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri
Luka Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti Alfirdaus Kingking Kabupaten
Tuban” menunjukkan dengan melakukan kompres dingin terhadap
pengurangan nyeri pada luka perineum di bangsal Nifas didapatkan penurunan
nyeri. Sehingga, berdasarkan pada penelitian kompres dingin terhadap
pengurangan nyeri pada luka perineum sangat efektif untuk menurunkan
nyeri, penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dan hasilnya
dapat menurunkan nyeri.
77
Implementasi keperawatan untuk diagnosa kedua kerusakan integritas
jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (robekan jalan lahir).
Implementasi yang dilakukan penulis adalah Mengkaji luka pasien untuk
mengetahui tingkat luka pada pasien. Memberikan informasi dasar tentang
status luka, sehingga proses penyembuhan dapat di monitor (Suriadi, 2007).
Memberikan makanan tinggi kalori tinggi protein sesuai dengan diit yang
telah di buat oleh ahli gizi. Salah satu fungsi protein bagi tubuh adalah untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (Waryana, 2010).
Implementasi keperawatan pertama untuk diagnosa ketiga resiko
infeksi berhubungan dengan resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan. Pantau tanda-tanda infeksi untuk mengetahui keadaan luka termasuk
tanda infeksi luka bedah adalah demam, pembengkakan, kemerahan, sekresi
pirulen dari luka, dan peningkatan leukosit (Baradero, 2008).
Implementasi keperawatan diagnosa ketiga resiko infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan. Menjelaskan tentang pencegahan
infeksi untuk dapat mengerti tanda-tanda infeksi. Tanda bahaya infeksi pada
nifas. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia
pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu
badan melebihi 39oC tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama
dua hari (Prawirohardjo, 2002).
Mengkolaborasi dengan dokter/tim medis lainnya untuk pemberian
obat antibiotic ( amoxilin 3x500 mg). Fungsi dari amoxilin itu sendiri adalah
untuk infeksi saluran pernafasan, kemih, dan kelamin (Kasim, 2013).
78
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan catatan perkembangan berisi diagnosa
keperawatan spesifik mencakup implementasi tindakan, reaksi klien dan
adanya data tambahan yang terkait dengan diagnosa keperawatan tertentu
(Dermawan, 2012).
Evaluasi yang diterapkan dalam proses asuhan keperawatan yang
diberikan pada Ny. D ini dilakukan untuk penentuan masalah teratasi, teratasi
sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Evaluasi yang
digunakan menggunakan metode SOAP (Subyek, Obyektif, Analis, Planning)
(Dermawan, 2012).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada hari selasa tanggal 12
Januari 2016 jam 16.00 WIB didapatkan hasil evaluasi pada diagnosa pertama:
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Didapatkan data subyektif :
pasien mengatakan P: Pasien mengatakan nyeri karena luka jahitan perineum,
Q: pasien mengatakan nyerinya seperti disayat pisau, R: Pasien mengatakan
nyeri terasa dibagian vagina (perineum), S: pasien mengatakan skala nyeri 5,
T; pasien mengatakan nyeri terasa hilang timbul ± 5 menit. Obyektif: pasien
tampak menahan nyeri. TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, RR: 22x/menit, S:
37oC Analisis : Masalah belum teratasi. Planning ; lanjutkan intervensi
(Pantau karakteristik nyeri meliputi P,QR,S,T, Pantau TTV, Ajarkan klien
teknik relaksasi untuk menurunkan nyeri dengan relaksasi nafas dalam,
Berikan kompres dingin pada luka perineum untuk mengurangi nyeri).
79
Diagnosa kedua: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanik (robekan jalan lahir). Data subyektif : Pasien mengatakan terdapat
luka jahitan di vagina (perineum). Obyektif : Terdapat luka jahitan pada
proses persalinan di daerah vagina 5 cm, perdarahan ± 100 cc, jumlah 1
pembalut penuh. Analisis : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan
intervensi (Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali,
observasi luka, kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP ).
Diagnosa ketiga: resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Data subyektif : pasien mengatakan luka terasa perih. Obyektif: pasien tampak
lemas, terdapat luka jahitan di bagian perineum, luka masih basah dan tidak
kemerahan. Analisis : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi
(Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal, ajarkan cara menghindari
infeksi, kolaborasi pemberian antibiotic (amoxilin 3x500 mg) ).
Tindakan keperawatan hari rabu tanggal 13 Januari 2016 jam 16.00
WIB. Hasil evaluasi diagnosa pertama: nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik. Data subyektif : S : pasien mengatakan P: Pasien mengatakan
nyeri karena luka jahitan di vagina (perineum), Q: pasien mengatakan
nyerinya seperti tertusuk tusuk, R: Pasien mengatakan nyeri terasa di bagian
vagina (perineum), S: pasien mengatakan skala nyeri 3, T: pasien mengatakan
nyeri terasa hilang timbul ± 5 menit. Data obyektif : pasien tampak lemas dan
meringis. Analisis : Masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi
(Kaji nyeri meliputi P, Q, R, S, T, Pantau TTV, Memberikan kompres dingin
pada luka perineum untuk mengurangi nyeri).
80
Diagnosa kedua: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor
mekanik (robekan jalan lahir). Data subyektif : Pasien mengatakan terdapat
luka jahitan di daerah vagina. Obyektif : Terdapat luka jahitan pada proses
persalinan di daerah vagina 5 cm, perdarahan ± 50cc, jumlah 1 pembalut
penuh. Analisis : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi
(observasi luka, mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali ).
Diagnosa ketiga: resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Data subyektif : pasien mengatakan rasa perih sedikit berkurang. Obyektif:
tidak terdapat tanda-tanda infeksi, Hasil TTV : TD:110/70 mmHg,
N:80x/menit, S: 37,2oC, RR: 20x/menit. Analisis : masalah teratasi sebagian.
Planning : lanjutkan intervensi (Ajarkan cara menghindar infeksi(perawatan
luka jahitan), kolaborasi pemberian antibiotic (amoxilin 3x500 mg) ).
Evaluasi tindakan keperawatan hari kamis tanggal 14 januari 2016
jam 15.00 WIB. Diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik . Hasil evaluasi data subyektif: Pasien mengatakan P: Pasien
mengatakan nyeri karena luka jahitan perineum sudah berkurang, Q: pasien
mengatakan nyeri tertusuk berkurang, R: Pasien mengatakan nyeri terasa
dibagian luka jahitan perineum, S: pasien mengatakan skala nyeri 3, T; pasien
mengatakan nyeri terasa hilang timbul ± 5 menit. Data obyektif : ekspresi
wajah pasien sudah rileks, dan tenang. Analisis : masalah teratasi. Planning :
hentikan intervensi.
81
Penulis melakukan tindakan pemberian kompres dingin terhadap
penurunan nyeri pada luka perineum 3 hari pada tanggal 12 – 14 januari 2016,
pemberian tindakan menggunakan kompres dingin pada area perineum setiap
2 jam sekali selama 24 jam pertama sesudah melahirkan (Murkoff, 2006).
Berdasarkan jurnal Rahmawati (2011) Pemberian kompres dingin dilakukan
sampai nyeri berkurang dari mengalami nyeri sedang dengan skala 4-6 sampai
nyeri ringan dengan skala 1-3.
Diagnosa kedua: kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
faktor mekanik (robekan jalan lahir). Hasil evaluasi data subyektif : pasien
mengatakan sudah nyaman untuk bergerak. Data obyektif : luka jahitan
perineum sudah mulai kering, masih terdapat perdarahan ± 50 cc, jumlah ½
pembalut penuh. Analisis : masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.
Diagnosa ketiga : resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Hasil evaluasi data subyektif : pasien mengatakan rasa perih pada luka
perineum sudah berkurang. Data obyektif : tidak terdapat tanda-tanda infeksi,
TD : 110/70 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20 x/menit, S: 36,2oC. Analisis :
masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.
Dari hasil evaluasi diatas dapat disimpulkan semua masalah
keperawatan pada diagnosa pertama, kedua, dan ketiga teratasi dan intervensi
dihentikan.
82
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. D
yang meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, evaluasi
serta pengaplikasikan asuhan keperawatan post partum spontan pada Ny. D
dengan pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri luka perineum
di ruang nifas Puskesmas Sibela Mojosongo, maka penulis menyimpulkan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pada Ny. D dengan Postpartum P2 A0 berdasarkan hasil
pengkajian didapatkan Data subyektif : Pasien mengatakan Provocade
pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan di vagina (perineum), quality
seperti disayat pisau, region nyeri dirasakan didaerah vagina (perineum),
skala nyeri yang dirasakan 5, time nyeri yang dirasakan hilang timbul ± 5
menit. Data obyektif didapatkan pasien tampak lemas, gelisah, menahan
nyeri, TTV : TD: 100/60 mmHg (sistole 110-130 mmHg dan diastole 60-
90 mmHg), S:37oC (normal 36,5-37,5
oC), N: 82x/menit (normal 60-90
x/menit), RR:22x/menit (normal 16-24 x/menit).
83
2. Diagnosa Keperawatan
Prioritas diagnosa keperawatan adalah nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik (luka perineum), yang ke dua adalah kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (robekan jalan
lahir), yang ke tiga adalah resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan.
3. Intervensi Keperawatan
Penulis membuat intervensi dengan diagnosa pertama yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik ( luka perineum) yaitu pantau
karakteristik nyeri meliputi P, Q, R, S, T untuk mengetahui batasan nyeri,
pantau TTV untuk mengetahui keadaaan umum pasien, kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil untuk membantu
proses penyembuhan, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk
membantu dalam penurunan nyeri, berikan analgesic yaitu Asam
mefenamat 3x500 mg tepat waktu terutama saat nyeri hebat untuk
mempercepat proses penyembuhan, berikan kompres dingin pada luka
perineum untuk mengurangi nyeri.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang sudah penulis lakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan pertama nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik yaitu memantau skala nyeri dengan PQRST, memantau
TTV, mengajarkan relaksasi nafas dalam, melakukan tindakan pemberian
84
kompres dingin pada luka perineum untuk mengurangi nyeri, memberikan
analgesic tepat waktu saat nyeri hebat.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi diagnosa pertama pada Ny. D yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (luka perineum) teratasi, karena
sudah sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu skala
nyeri turun menjadi skala 3, pasien tidak tampak meringis kesakitan,
menahan nyeri, pasien tampak rileks dan dapat mobilisasi secara mandiri.
6. Analisa
Setelah dilakukan pemberian kompres dingin pada luka perineum
Ny. D didapatkan hasil bahwa kompres dingin pada luka perineum dapat
menurunkan intensitas nyeri yang semula skala 5 menjadi skala 3.
85
B. Saran
1. Instansi pelayanan kesehatan
Hendaknya puskesmas dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang baik serata mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana
yang memadai yang dapat membantu kesembuhan klien sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan pada
pasien dengan penyembuhan luka perineum.
2. Profesi perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan
ketrampilan yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan serta
mampu menjalin kerja sama dengan tim kesehatan lain maupun keluarga
klien, sebab peran perawat, tim kesehatan lain, dan keluarga sangatlah
besar dalam membantu kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan
dasarnya.
3. Institusi pendidikan
Hendaknya institusi mampu meningkatkan mutu pelayanan
pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat
yang professional, terampil, inovatif, dan bermutu dalam memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik
keperawatan.
86
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati dan Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Andarmoyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media.
Aprilia Yesie. 2010. Hipnostetri. Jakarta : Gagas Media
Danuatmaja dan Meiliasari. 2004. Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit. Jakarta : Puspa
Swara.
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Elia Purnamasari. 2014. Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Pada Pasien Fraktur di RSUD Ungaran.
Judha, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri “Nyeri Persalinan”. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kartika, A. W (2003). Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Bendungan Payudara Pada Ibu Post Partum
Kozier, B., & Erb, G., 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Alih Bahasa:
Eny Meiliya,Esty Wahyuningsih, dan Devi Yulianti. Jakarta : EGC
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. “Peurperium Care”. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Mukarramah & Ismail. 2013. Hubungan Pemenuhan Nutrisi Dan Personal Hygiene Dalam
Masa Nifas Dengan Penyembuhan Luka Perineum Di Klinik Sehat Harapan Ibu
Kecamatan Glumpang Baro. Kabupaten Pide, (online),
(http://www.skripsiqt.com/hubungan-pemenuhan-kebutuhan, diakses tanggal 22 April
2014)
Murkoff, Heidi. 2006. Kehamilan Apa Yang Anda Hadapi Bulan Perbulan. Edisi 3 (Revisi).
Jakarta : Arcan
Nanda. 2014. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014. Jakarta :
EGC.
Nursalam. 2009. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses & Praktik.
Vol. edisi 4.Jakarta : EGC.
87
Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Rahmawati, E. 2011. Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri Luka
Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti Alfirdaus Kingking Kab.Tuban.
http://lppm.stikesnu.com//Pengaruh-kompres-dingin-terhadap
pengurangan-nyeri-luka-perineum pada-ibu-nifas-di-Bps-siti-alfirdaus kingking-
kabupaten-tuban/diunduh pada tanggal 28 Mei 2014
Riskesdas. 2013. Riset Keseharian Dasar Penyakit Tidak Menular Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta
Rukiyah & Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan. Jakarta : TIM
Salemba Medika
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth.Edisi 8. Jakarta : EGC.
Ujiningtyas, Sri Hari. 2009. Asuhan Keperawatan Persalinan Normal. Jakarta: Salemba
Medika.
Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihana
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Wulandari dan Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta:
Gosyen Publishing