peluang dan prospek budidaya di lahan rawa

8
R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan ISSN 0854-2333 116 PELUANG DAN PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN SAYUR-SAYURAN DI LAHAN RAWA LEBAK The Opportunity and Prospective of Vegetable crops Development on monotonous swampy land R. Smith Simatupang dan Eva B. E. Pangaribuan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO Box. 31 Lokatabat Banjarbaru Abstact Out of 162.4 million ha land resources in Indonesia, about 13.28 million hectares are characterized by monotonous swampy land. In agricultural practices we are faced by two main constraints,i.e; flooding in the rainy season and drought in the dry season, and the time is unpredictable. In the dry season, the land becomes drought and can be used as a secondary horticultural crop cultivation. The longer periode of drought, the wider the land could be cultivated. The technology used by the farmers is very simple that is indigenous knowledge, and this is also a reason for the low productivity. Drought problem is frequently causing a crop harvest failure. Therefore, a technology is needed in order to increase the land productivity. The research result found that vegetables like tomato, cabbage, pariah, and cucumber were suitable for the land condition. The technology of land management through the application of weed biomass mulching in- situ and organic matter could improve the plant growth and increase plant yield. The availability of land resources and the finding of a new cultivation technology, make vegetable crops meet their prospective and opportunity that could be developed in agribisnis scale, so that it can also increase the income and the prosperity of the farmers themselves. The vegetable crops gave a greater contribution for farmers income ranged from 28.8- 43.5%. KEYWORDS : Opportunity and prospective, vegetable,monotonous swampy land. Abstrak Lahan rawa lebak di Indonesia luasnya mencampai 13,28 juta hektar. Budidaya pertanian pada lahan ini dihadapkan dengan dua kendala utama yakni kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, dan waktunya sulit diperkirakan. Pada musim kemarau lahan menjadi kering dan dapat dimanfaatkan untuk pertanaman tanaman palawija maupun hortikultura. Semakin lama periode kering maka semakin luas lahan yang dapat ditanami. Teknologi budidaya tanaman sayuran yang dilakukan oleh petani masih sederhana dengan pengetahuan lokal sehingga produktivitas dibawah potensi komoditasnya. Masalah kekeringan sering mengakibatkan gagalnya panen, oleh karena itu perlu ditemukan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman. Hasil-hasil penelitian, telah ditemukannya varietas komoditas sayuran seperti tomat, kubis, pare dan mentimun yang sesuai dengan kondisi lahan. Teknologi pengelolaan lahan dengan pemberian mulsa biomassa gulma in-situ, pemberian bahan organik dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil. Tersedianya sumberdaya lahan dan ditemukannya teknologi budidaya, maka tanaman tomat, kubis, pare dan mentimun cukup prospektif dan berpeluang untuk dikembangkan di lahan rawa lebak dalam skala agribisnis sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman sayur-sayuran memberikan kontribusi yang paling besar terhadap pendapatan petani, yakni 28,8 - 43,5%. Kata kunci : Peluang dan prospek, Tanaman Sayuran, Lahan rawa Lebak PENDAHULUAN Lahan rawa lebak merupakan tipologi lahan non pasang surut, dan sesuai dengan topografinya lahan ini mengalami penggenangan baik secara periodik maupun secara permanen. Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 13,28 juta ha yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya Adhi et al., 1992), dan telah direklamasi hanya 1,54 juta ha atau 11%. Mengingat luasnya lahan rawa lebak ini, maka lahan ini mempunyai potensi, peluang dan prospek

Upload: hilmi-hasani

Post on 16-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Peluang Dan Prospek Budidaya Di Lahan Rawa

TRANSCRIPT

  • R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan

    ISSN 0854-2333 116

    PELUANG DAN PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN SAYUR-SAYURAN DI LAHAN RAWA LEBAK

    The Opportunity and Prospective of Vegetable crops Development

    on monotonous swampy land

    R. Smith Simatupang dan Eva B. E. Pangaribuan

    Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet PO Box. 31 Lokatabat Banjarbaru

    Abstact

    Out of 162.4 million ha land resources in Indonesia, about 13.28 million hectares are characterized by monotonous swampy land. In agricultural practices we are faced by two main constraints,i.e; flooding in the rainy season and drought in the dry season, and the time is unpredictable. In the dry season, the land becomes drought and can be used as a secondary horticultural crop cultivation. The longer periode of drought, the wider the land could be cultivated. The technology used by the farmers is very simple that is indigenous knowledge, and this is also a reason for the low productivity. Drought problem is frequently causing a crop harvest failure. Therefore, a technology is needed in order to increase the land productivity. The research result found that vegetables like tomato, cabbage, pariah, and cucumber were suitable for the land condition. The technology of land management through the application of weed biomass mulching in-situ and organic matter could improve the plant growth and increase plant yield. The availability of land resources and the finding of a new cultivation technology, make vegetable crops meet their prospective and opportunity that could be developed in agribisnis scale, so that it can also increase the income and the prosperity of the farmers themselves. The vegetable crops gave a greater contribution for farmers income ranged from 28.8- 43.5%. KEYWORDS : Opportunity and prospective, vegetable,monotonous swampy land.

    Abstrak

    Lahan rawa lebak di Indonesia luasnya mencampai 13,28 juta hektar. Budidaya pertanian pada lahan ini dihadapkan dengan dua kendala utama yakni kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, dan waktunya sulit diperkirakan. Pada musim kemarau lahan menjadi kering dan dapat dimanfaatkan untuk pertanaman tanaman palawija maupun hortikultura. Semakin lama periode kering maka semakin luas lahan yang dapat ditanami. Teknologi budidaya tanaman sayuran yang dilakukan oleh petani masih sederhana dengan pengetahuan lokal sehingga produktivitas dibawah potensi komoditasnya. Masalah kekeringan sering mengakibatkan gagalnya panen, oleh karena itu perlu ditemukan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman. Hasil-hasil penelitian, telah ditemukannya varietas komoditas sayuran seperti tomat, kubis, pare dan mentimun yang sesuai dengan kondisi lahan. Teknologi pengelolaan lahan dengan pemberian mulsa biomassa gulma in-situ, pemberian bahan organik dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil. Tersedianya sumberdaya lahan dan ditemukannya teknologi budidaya, maka tanaman tomat, kubis, pare dan mentimun cukup prospektif dan berpeluang untuk dikembangkan di lahan rawa lebak dalam skala agribisnis sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman sayur-sayuran memberikan kontribusi yang paling besar terhadap pendapatan petani, yakni 28,8 - 43,5%. Kata kunci : Peluang dan prospek, Tanaman Sayuran, Lahan rawa Lebak PENDAHULUAN

    Lahan rawa lebak merupakan tipologi lahan non pasang surut, dan sesuai dengan topografinya lahan ini mengalami penggenangan baik secara periodik maupun secara permanen. Di Indonesia

    diperkirakan terdapat sekitar 13,28 juta ha yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya Adhi et al., 1992), dan telah direklamasi hanya 1,54 juta ha atau 11%. Mengingat luasnya lahan rawa lebak ini, maka lahan ini mempunyai potensi, peluang dan prospek

  • Peluang dan prospek pengembangan

    Agroscientiae Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

    117

    untuk pembangunan pertanian terutama pada musim kemarau dan sebagai penyeimbang ekologi disaat terjadi El-Nino dimana pada beberapa tipologi lahan lainnya mengalami kekeringan dan penurunan produksi. Intensitas dan produktivitas lahan rawa lebak masih dibawah potensinya dan pertanaman umumnya dilakukan hanya satu kali setahun baik dengan sistem monokultur ataupun sistem tumpang sari. Kondisi yang demikian disebabkan oleh adanya dua masalah utama adanya genangan air pada musim hujan yang datangnya air dan pola ketinggian genagan sulit diduga, dan kekeringan pada pertanaman di musim kemarau. Sesuai dengan karakter lahan rawa lebak, maka budidaya pertanian yang dapat dilakukan adalah budidaya padi surung yaitu padi yang ditanam pada musim hujan menggunakan varietas padi yang tahan terhadap genangan (padi air dalam) seperti varietas Tapus, Alabio, Nagara, Batang Piaman, Inpara 3, sedangkan budidaya padi rintak yaitu padi yang ditanam pada musim kemarau (biasanya menggunakan padi varietas unggul) seperti Cisokan, IR-64, Ciherang, Mekongga dan lainnya. Disamping tanaman padi rintak, pada musim kemarau tanaman palawija dan hortikultura berpeluang untuk dikembangkan baik secara monokultur maupun tumpang sari. Dan sebagian petani telah memanfaatkan situasi ini untuk bertanam jagung, kacang tanah, kacang nagara, ubi jalar, ubi kayu, tomat, cabai, terong, semangka, mentimun, pare dan jenis tanaman sayuran lainnya atau jenis tanaman palawija dan hortikultura yang relatif berumur pendek sebagai sumber pendapatan bagi petani (Alihamsyah, 2005). Budidaya pertanian yang telah berkembang bagi masyarakat di kawasan lahan rawa lebak khususnya di Kalimantan Selatan, adalah menangkap ikan pada saat menjelang musim kemarau karena ikan-ikan yang berkembang pada lahan ini telah besar-besar dan bercocok tanam (padi, palawija dan sayuran) pada musim kemarau dengan teknologi budidaya secara tradisional sebagai kearifan lokal (local wisdom) setempat (Nazemi et al., 2004a).

    Untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman serta pengembangan lahan rawa lebak dalam skala luas mendukung sistem agribisnis, maka perlu ditemukan inovasi teknologi budidaya berdasarkan karakteristik lahan rawa lebak, penataan dan pengelolaan lahan spesifik lokasi, pengaturan pola tanam yang sesuai, pemilihan jenis (varietas) tanaman dan penentuan waktu tanam yang tepat agar diperoleh hasil tanaman yang optimal. Untuk itu, Balittra telah melakukan serangkaian penelitian untuk mendapatkan komponen teknologi budidaya yang

    sesuai dan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman. Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan hasil-hasil penelitian yang merupakan komponen teknologi untuk tanaman sayuran di lahan rawa lebak, sehingga melalui informasi ini diharapkan lahan rawa lebak dapat dikembangkan secara terencana dan berkelanjutan dalam upaya meningkatkan produksi tanaman dan pendapatan petani. KARAKTERISTIK LAHAN RAWA LEBAK

    Lahan rawa lebak adalah lahan non pasang surut, tetapi setiap tahunnya mengalami penggenangan pada musim hujan. Berdasarkan pola dan ketinggian genangan airnya dan untuk memudahkan cara pengelolaannya, maka lahan rawa lebak ini dibedakan atas tiga kategori, yakni (1) lahan lebak dangkal dengan ketinggian genangan dibawah 50 cm dan lamanya kurang dari 3 bulan, (2) lahan lebak tengahan dimana ketinggian genangan sekitar 50 100 cm selama 3 6 bulan dan (3) lahan lebak dalam dimana ketinggian genangannya lebih dari 100 cm dan lama genangannya lebih dari 6 bulan atau terus menerus sepanjang tahun (Widjaya Adhi et al., 1992). Penggenangan pada kawasan lahan rawa terjadi dikarenakan datangnya air dari hulu sungai yang terdapat disekitar kawasan lahan. Banjir tidak dapat diperkirakan secara tepat tetapi karena curah hujan yang tinggi pada bagian hulu beberapa DAS maka air membanjiri kawasan lahan rawa lebak, biasanya berlangsung sekitar akhir bulan Oktober Nopember setiap tahunnya (Alkusumah, 2002). Waktu surutnya air sulit diperkirakan secara tepat, biasanya dimulai pada bulan April, dimulai dari lahan lebak dangkal, selanjutnya diikuti kawasan lahan lebak tengahan sampai lahan lebak dalam pada bulan Juni Juli, tetapi sebagian kawasan lebak dalam tetap berair. Lahan rawa lebak di Kalimantan Selatan dibagi atas tanah organik (gambut), tanah mineral endapan sungai (tanggul/leeve) dan tanah mineral endapan marin. Karakter kimia tanahnya seperti pada Tabel 1, dan dapat dikatakan bahwa kawasan lahan rawa lebak ini relatif subur (Arifin et al., 2006).

    Rata-rata curah hujan maksimum 262-342 mm berlangsung pada bulan Nopember - Maret dan selama periode ini perilaku air permukaannya semakin bertambah tinggi dan menggenangi kawasan lahan sampai puncak tertentu. Rata-rata

  • R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan

    ISSN 0854-2333 118

    curah hujan minimum berkisar 65-95 mm berlangsung pada bulan Juli - September dengan pola curah hujan seperti pada Gambar 1. Semakin lama periode kering terutama apabila terjadi El-Nino, maka kawasan lahan rawa lebak yang tidak tergenangi oleh air semakin bertambah luas sehingga semakin luas pula lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian.

    KERAGAAN PERTUMBUHAN TANAMAN SAYURAN

    Pengelolaan dan penataan lahan rawa lebak,

    sebagian petani telah melakukan dengan sistem

    surjan, akan tetapi sebagian petani belum menata lahannya (membuat surjan) dikarenakan terbatasnya modal sehingga mereka ini menanam tanaman palawija dan sayuran pada lahan bawah setelah air surut dan lahan menjadi kering, dan biasanya resiko kekeringan bisa terjadi sehingga dapat menyebabkan gagal panen (Arifin et al, 2006).

    Tabel 1. Sifat kimia tanah (lapisan 0 30 cm) lahan rawa lebak pada beberapa lokasi di Kalimantan Selatan Table 1. Chemical characteristic of monotonous swampy soil (0 30 cm) of some locations in South

    Kalimantan.

    Sifat kimia tanah (Soil characters)

    Lokasi pengambilan contoh tanah (Soil sampling locations)

    Pulau Damar

    Rawa Belanti

    Danau Panggang

    Sungai Duriat

    Kalumpang Tawar

    pH (H2O) C-organik (%) N-total (%) C/N-ratio P2O5 Bray1 (ppm) K2O (me/100 g) Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) K (me/100 g) Na (me/100 g) KTK (me/100 g) Al-dd (me/100 g) H-dd (me/100 g)

    4,50 21,87 1,29 16,95 4,91 19,88 3,28 2,38 0,41 0,00 39,37 4,26 1,93

    4,30 2,93 0,44 6,65 4,46 12,28 15,96 3,62 0,12 0,24 31,57 1,54 0,25

    4,20 5,92 0,70 8,45 2,23 17,75 13,33 3,09 0,21 0,19 32,06 2,37 0,31

    4,10 10,26 0,93 11,03 27,51 65,07 20,83 6,32 1,25 1,44 38,25 1,10 0,40

    4,40 3,21 0,38 8,44 14,05 23,04 16,97 4,55 0,42 0,21 26,25 0,88 0,37

    4,73 1,32 0,25

    26,97 0,28

    53,31 5,67 0,28 0,25

    - 1,40 0,05

    Sumber : Arifin et al (2006)

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    400

    450

    500

    Cu

    rah

    hu

    jan

    (m

    m)

    Jan Peb Mrt Aprl Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nop Des

    D.Panggang B.Mandi D.Selatan Sei.Raya Kalumpang Binuang

    Gambar 1. Rata-rata curah hujan pada beberapa

    lokasi pada kawasan lahan rawa lebak selama 10 tahun (1993-2003) di Kalimantan Selatan (Arifin et al., 2006)

    Figure 1. Rain fall average at a few locations on swampy land during 10 years (1993-2003) in South Kalimantan

    dibangun sedemikian rupa sehingga pada bagian surjan terhindar dari genangan air dan dapat ditanami. Dimensi bangunan surjan (panjang, lebar dan jarak surjan) yang dibangun oleh petani masih bervariasi dan tergantung dengan luas lahan yang dimiliki dan jenis tanaman yang dikembangkan.

    Sesuai dengan pola curah hujan, maka lahan rawa lebak terutama lebak tengahan biasanya fase kering terjadi selama 3 4 bulan lamanya (Juli September/Oktober), dan pada kurun waktu ini lahan lebak ini dapat dimanfaatkan untuk tanaman palawija maupun tanaman hortikultura. Fase kering pada kawasan lahan rawa lebak ini bisa berubah-ubah, sehingga untuk menentukan waktu tanam secara tepat sulit dilakukan. Biasanya petani untuk menentukan waktu tanam dengan cara memperhatikan tanda-tanda alam yang merupakan kearifan lokal (local

  • Peluang dan prospek pengembangan

    Agroscientiae Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

    119

    wisdom) seperti tanda-tanda bintang, dengan cara ini petani dapat menentukan kapan mereka mulai tanam. Tanaman Tomat (Lycorpesicon esculentum Mill)

    Beberapa varietas tomat telah diuji toleransinya di lahan rawa lebak, diperoleh bahwa dari sembilan varietas tomat ternyata hanya satu varietas yakni Oval yang hasilnya dibawah 10 t ha

    -1 (Tabel 2).

    Varietas tomat yang banyak berkembang di lahan rawa lebak adalah Permata dan Ratna, selain potensi hasilnya cukup tinggi ternyata ke dua varietas tersebut lebih diminati dan disenangi oleh masyarakat dibanding varietas lainnya. Oleh karena itu, kedua varietas berpotensi dan memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan dalam skala luas mendukung sistem agribisnis pada kawasan lahan rawa lebak.

    Teknologi budidaya yang dilakukan oleh petani masih sangat sederhana, untuk mengatasi kekeringan petani melakukan penyiramam sehingga biaya produksi relatif tinggi. Untuk menghemat tenaga kerja dan mengatasi kekeringan pada tanaman tomat ini, maka dilakukan penelitian pengelolaan lengas tanah dengan cara pemberian mulsa. Pertanaman tomat yang diberi mulsa biomassa gulma in-situ sebagai upaya untuk mengendalikan laju penguapan air dari dalam tanah dapat meningkatkan hasil tomat sebesar 19,28 t ha

    -1, sedangkan pertanaman tomat

    tanpa mulsa hanya menghasilkan 17,10 t ha-1

    (Raihan, 2004).

    Tanaman Kubis (Brassica oleracea) Sebelumnya tidak terbayang bahwa lahan rawa lebak dapat ditanami sayuran kubis, ternyata dari hasil penelitian bahwa tanaman kubis tidak saja berkembang di lahan dataran tinggi melainkan di

    dataran rendah seperti lahan rawa lebak jugga berpeluang untuk dikembangkan menjadi salah satu komoditas sayuran pada usaha pertanian. Dari 4 macam varietas yang diuji toleransinya di lahan rawa lebak, ternyata tanaman kubis dapat tumbuh baik dan varietas KK-Cros memperlihatkan keunggulan pada pertumbuhannya dan hasilnya cukup tinggi dibanding varietas lainnya yakni mencapai 27,28 t ha

    -1 (Tabel 3).

    Menurut Indrayati et al., (2005), dalam budidaya sayuan kubis di lahan rawa lebak perlu perlakuan pemberian kapur dan pupuk. Pemberian kapur 2 t/ha dan pemupukan 45 N 90 P 60 K (kg ha

    -1)

    mempengaruhi keragaan pertumbuhan tanaman sehingga menghasilkan krop dengan bobot tertinggi (Tabel 3). Tanaman Pare (Momordica charantia L) Pare/buah pare salah satu jenis sayuran yang mengandung banyak vitamin A, B dan C, bermanfaat sebagai obat bagi penyakit demam dan berfungsi untuk membersihkan darah. Buah pare untuk konsumsi disajikan sebagai lalapan atau dimasak secara oseng-oseng sehingga dapat menambah nafsu makan, akan tetapi sebagian orang kurang menyukai buah pare karena rasanya pahit (Sunarjono, 2003). Di lahan rawa lebak tanaman pare ditanam pada surjan-surjan pada musim hujan dan pada lahan bawah pada musim kemarau. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik dan memberikan hasil tinggi maka perlu dibantu dengan para-para atau tiang lanjaran (turus). Dari aspek kesuburan tanah lahan rawa lebak (Tabel 1) tanaman pare dapat dikembangkan pada lahan ini dengan pemberian input yang relatif rendah.

    Tabel 2. Keragaan pertumbuhan dan hasil tomat pada lahan rawa lebak dangkal, pada MK.2005 di KP Tanggul, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan

    Table 2. Growth performance and tomato yield on monotonous swampy land in 2005 dry season,in KP Tanggul Hulu Sungai Selatan, South Kalimantan.

    Varietas Tomat Berat

    Berangkasan (g/tan.)

    Diameter buah (cm)

    Panjang buah (cm)

    Berat buah (g/biji)

    Hasil (t ha

    -1)

    Permata Ratna Mutiara Idola Mirah Geulis Mitra Epoch Oval

    35,95 bc 32,54 abc 31,89 abc 43,13 c 33,78 abc 33,11 abc 27,00 ab 30,71 abc 22,94 a

    3,5 ab 3,9 b 3,9 b 3,6 ab 4,7 ab 4,0 ab 3,8 b 3,7 b 3,1 a

    3,8 bc 3,7 ab 3,4 a 4,2 c 3,8 bc 3,9 bc 3,5 ab 3,7 ab 3,5 ab

    25,36 b 32,81 c 23,62 b 23,15 b 45,91 d 31,62 bc 28,70 bc 28,87 bc 15,55 a

    10,65 b 13,78 c 10,34 b 10,56 b 19,28 d 13,28 bc 12,04 bc 12,12 bc 6,53 a

    Sumber : Nurita et al., 2005

  • R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan

    ISSN 0854-2333 120

    Tabel 3. Keragaan pertumbuhan dan hasil sayuran kubis di lahan rawa lebak Kalimantan Selatan, pada MK.2005

    Table 3. Growth performance and cabbage yield in South Kalimantan monotonous swampy land in 2005 dry

    season.

    Varietas Kubis

    Tinggi tanaman

    (cm)

    Diameter Kanopi (cm)

    Lingkar Krop (cm)

    Bobot (g)

    Hasil (t ha

    -1)

    KK-Cross Gianty Summer Power Green Hero

    22,7 a 18,9 b 16,8 bc 14,8 c

    45,0 a 40,6 ab 37,8 bc 34,8 c

    45,1 a 29,7 b 29,4 b 21,9 b

    826,6 a 292,6 b 192,0 b 125,9 b

    27,28 a 9,71 b 6,37 b 4,18 b

    Sumber : Fauziati et al., (2005)

    Tabel 4. Pengaruh pengelolaan lengas tanah dan varietas terhadap jumlah buah dan hasil pare di lahan lebak tengahan MK. 2004

    Table 4. Effect of moisture management and variety to pariah yield on the middle monotonous swampy land

    in 2004 dry season.

    Varietas Pare

    Hasil (t ha-1

    bh segar) dengan pengelolaan lengas tanah

    Rata-rata Diberi mulsa gulma in-situ

    Tanah diolah dalam barisan + gulma

    in-situ

    Kontrol

    Siam 71 F1 Giok 9 F1 Maya

    9,01 ab 11,38 a 7,55 b

    14,79 a 15,46 a 11,55 b

    10,07 a 10,51 a 8,01 a

    11,19 a 12,45 a 9,04 b

    Rata-rata hasil 9,32 a 13,94 b 9,53 a -

    Sumber : Raihan (2004)

    Pemanfaatan biomassa gulma sebagai mulsa dapat mengontrol lajunya penguapan air dari dalam tanah dan dapat mempertahankan kadar lengas tanah sedemikian rupa sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman pare. Teknologi mengolah tanah dalam barisan tanaman diikuti dengan pemberian mulsa gulma in-situ dapat mendukung pertumbuhan tanaman pare yang optimal dan menghasilkan buah pare mencapai 13,94 t ha

    -1

    (Tabel 4). Gulma Kayapu (Pistia stratiotes) berkembang baik dan potensinya cukup banyak di lahan rawa sehingga dapat dimanfaatkan untuk maksud tersebut (Nazemi et al., 2004b). Tanaman Mentimun (Cucumis sativus)

    Secara ekonomis tanaman mentimun cukup menguntungkan untuk diusahakan di lahan rawa lebak karena tanaman ini memberikan keuntungan tinggi dengan nilai R/C ratio sebesar 1,68 (Nazemi et al., 2004a). Secara agronomis tanaman mentimun cukup adaptif dan banyak dikembangkan di lahan

    rawa lebak pada musim kemarau setelah lahan kering. Penelitian perbaikan teknologi budidaya tanaman mentimun dilaksanakan pada MK-II (Agustus-September) melalui pemberian bahan organik. Bahan organik dimaksudkan dapat mempertahankan lengas tanah serta dapat menyediakan media tumbuh tanaman yang ideal. Diketahui bahwa pemberian bahan organik tidak secara nyata mempengaruhi pertumbuhan dan hasil mentimun, tetapi relatif dapat mengontrol air tanah sehingga lengas tanah polanya sama selama pertumbuhan tanaman (Gambar 2), keadaan demikian diduga berpengaruh baik terhadap pertumbuhan sehingga tanaman dapat memberikan hasil yang tinggi (Tabel 5). Dan melalui penelitian tersebut diketahui bahwa varietas Hercules sangat potensial dan cocok dikembangkan, karena baik tidak diberi maupun diberi pupuk organik varietas ini memperlihatkan keunggulan dan memberikan hasil yang tinggi.

  • Peluang dan prospek pengembangan

    Agroscientiae Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

    121

    PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN SAYURAN DI LAHAN LEBAK

    Perilaku lahan rawa lebak dapat digambarkan bahwa semakin panjang musim kemarau (periode kering semakin lama), maka semakin bertambah luas lahan rawa lebak yang dapat ditanami untuk tanaman sayur-sayuran. Keadaan ini menggambarkan bahwa lahan rawa lebak adalah sebagai lahan penyeimbang ekologi disaat terjadi El-Nino, dimana pada ekosistem lainnya mengalami kekeringan dan penurunan produktivitas. Cukup adaptifnya beberapa varietas tanaman sayuran (tomat, kubis, pare dan mentimun) yang dapat ditanam di lahan rawa lebak dan tersedianya teknologi budidaya yang sesuai, artinya sayuran ini berpeluang dan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di lahan rawa lebak sebagai usaha keluarga untuk dikonsumsi sendiri sehingga pemenuhan kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik, dan sangat dimungkinkan pula pengembangan tanaman sayuran ini dilakukan dalam skala agribinis untuk mendukung pendapatan dan kesejahteraan petani. Hasil penelitian Rina et al., (2006), bahwa tanaman sayur-sayuran memberikan kontribusi yang paling besar terhadap pendapatan petani, yakni 28,8 - 43,5%. Di Kalimantan Selatan dari total luas lahan rawa lebak (208.893 ha), sekitar 78.544 ha telah difungsikan untuk tanaman pangan, berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan (padi, palawija dan hortikultura) sekitar 152.994 ha. Seandainya, dari luas lahan yang telah difungsikan atau yang berpotensi tersebut sebagian dimanfaatkan untuk

    pengembangan tanaman sayuran, maka kebutuhan pangan terutama pemenuhan gizi keluarga dapat dicapai, pendapatan petani meningkat dan kesejahtaraannya menjadi lebih baik. Untuk itu, perlu dukungan kebijakan dari pemerintah setempat yangmemberikemudahan bagi petani dan menciptakan pasar yang menjamin pemasaran hasil pertanian. Implikasi dari kebijakan tersebut, maka pengembangan lahan rawa lebak dapat dilakukan secara terencana dan akan memberi dampak positif terhadap pengembangan wilayah terutama perekonomian bagi masyarakat yang bereada disekitar kawasan lahan rawa lebak tersebut.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    Kad

    ar

    air

    tanah (

    %)

    Agust. Sept. 1 Sept. 2 Sept. 3 Okt. Nop.

    Pengamatan kadar air tanah selama pertumbuhan tanaman

    Pukan

    Gulma

    Kontrol

    Gambar 2. Pola lengas tanah pada

    pertanamanMentimun periode MK-II-2004 di lahan lebak tengahan di Desa Tawar, Kabupaten HSS, Kalsel,

    Figure 2. Soil moisture pattern on cucumber at

    DS, 2004 in middle swampy land, in Tawar village, HSS District South Kalimantan

    Tabel 4. Pengaruh pengelolaan lengas tanah dan varietas terhadap jumlah buah dan hasil mentimun di lahan

    lebak tengahan, Desa Tawar, Kab. HSS, Kalsel MK. 2004 Table 5. Effect of moisture management and variety to cabbage yield on middle monotonous swampy land in

    2004 dry season at Tawar village,Hulu Sungai Selatan Regency, South Kalimantan.

    Varietas Mentimun Pemberian bahan organik (organic matter applied) Rata-rata (Average)

    Kotoran ayam

    (manure) Gulma in-situ (Weed in-situ)

    Kontrol (controll)

    Panda Hijau Roket Hercules

    19,22 a 9,69 a 30,35 a

    17,69 a 9,82 a 32,23 a

    18,77 a 10,12 a 27,37 a

    18,56 9,43 29,99

    Rata-Rata 19,82 19,92 18,75 CV=18,9

    Sumber : Simatupang et al., (2006)

  • R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan

    ISSN 0854-2333 122

    SIMPULAN Lahan rawa lebak termasuk dalam kategori sebagai lahan bermasalah karena hampir sepanjang tahun tergenang. Namun demikian, lahan ini masih dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang potensial karena sifat kimia (kesuburan) tanahnya mendukung terutama apabila pemanfaatannya dilakukan pada musim kemarau dimana lahan rawa lebak menjadi kering. Semakin panjang musim kemarau (periode kering semakin lama) maka semakin bertambah luas pula lahan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Tanaman sayuran seperti mtomat, kubis, pare dan mentimun beradaptasi baik pada lahan rawa lebak. Selain pertumbuhan beberapa varietas tanaman sayur-sayuran yang keragaan agronomis cukup baik, tanaman juga memberikan hasil yang tinggi: tomat varietas Permata dan Ratna hasilnya 10,65 dan 13,78 t ha

    -1, kubis varietas KK-Cros

    hasilnya 27,28 t ha-1

    , pare varietas Siam 71 F1 dan Giok 9 F1 hasilnya 11,19 dan 12,45 t ha

    -1 dan

    mentimun varietas Hercules 29,99 t ha-1

    . Tersedianya sumberdaya lahan rawa lebak yang cukup luas, dan tersedianya teknologi budidaya tanaman sayuran yang sesuai dan spesifik lokasi, maka pengembangan tanaman sayuran ini cukup prospektif dilakukan di lahan rawa lebak untuk memenuhi kebuthan gizi keluarga maupun dalam skala luas untuk mendukung sistem agribisnis sehingga kesejahteraan dan pendapatan petani meningkat. Berkaitan dengan itu, maka diperlukan suatu kebijakan dari pemerintah untuk mendorong terlaksananya pengembangan sistem usahatani berorientasi agribisnis di lahan rawa lebak.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alkusuma. 2002. Identifikasi dan karakterisasi lahan

    rawa lebak untuk pengembangan padi sawah dalam rangka antisipasi dampak El-Nino. Balai Penelitian Tanah. Puslibang Tanah dan Agriklimat. Bogor.

    Alihamsyah,T. 2005. Pengembangan Lahan Rawa

    Lebak untuk Usaha Pertanian. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru. 53 p.

    Arifin, M. Z., K. Anwar., dan R.S. Simatupang. 2006.

    Karakteristik dan potensi lahan rawa lebak untuk pengembangan pertanian di Kalimantan Selatan. Dalam Prosiding

    Seminar Nasional Pengelolaan Terpadu, Inovasi Teknologi dan Pengembangan Terpadu Lahan Rawa Lebak untuk Revitalisasi Pertanian. BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Balittra. Hlm. 85 102.

    Fauziati, N., Nurita., Y. Raihana., dan I. Ar-Riza.

    2005. Pengaruh varietas dan pupuk organik pada tanaman kubis di lahan rawa lebak. Dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Rawa dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru. Hlm. 313-321.

    Indrayati, L., N. Fauziati., I. Ar-Riza., dan Y.

    Raihana. 2005. Pengaruh pupuk NPK dan kapur pada tanaman kubis di lahan lebak dangkal. Dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Rawa dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru. Hlm. 323-334.

    Nazemi, D., S. Saragih., dan Y. Rina. 2004a.

    Komponen teknologi pengelolaan lahan dan tanaman terpadu untuk meningkatkan produktivitas dan optimalisasi lahan lebak tengahan. Dalam Laporan Akhir. Balittra, Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

    Nazemi, D., I. Ar-Riza., dan A. Budiman. 2004b.

    kandungan nitrogen, fosfor dan karbon dari berbagai jenis gulma di lahan lebak. Dalam Agroscientiae Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian, Unlam. Vol 11 No. 2. Banjarbaru. Hlm. 140-146.

    Nurita., I. Ar-Riza., Y. Raihana., dan L. Indrayati.

    2005. Daya adaptasi tomat di lahan rawa kebak. Dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Rawa dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru. Hlm. 300-311.

    Raihan, S. 2004. Penelitian komponen teknologi

    pengelolaan lahan terpadu untuk

  • Peluang dan prospek pengembangan

    Agroscientiae Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

    123

    optimalisasi dan peningkatan produktivitas lahan lebak. Dalam Laporan Akhir Tahun Anggaran 2004. Balittra, Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Banjarbaru. 61 Hlm.

    Rina, D., dan H. Sutikno. 2006. Peluang pasar dan

    agribisnis sayuran di lahan rawa. Dalam Sayur-Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi Budidaya dan Peluang Agribisnis. BB Litbang Sumberdaya lahan Pertanian. Balittra. Banjarbaru. Hlm. 125-140.

    Sunarjono, H. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayuran.

    Penerbit Penebar Swadaya. Cetakan Pertama. Jakarta. 183 Hlm.

    Simatupang, R. S., Mawardi., E. Matfuah., dan S.

    Raihan. 2006. Tanggap hasil varietas mentimun terhadap pemakaian pupuk organik di lahan lebak. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terpadu. Balai Besar Kitbang Sumber Daya Lahan Pertanian, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Hlm. 259-268.

    Widjaja-Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardhi. S, dan S.

    Karama, 1992. Sumberdaya lahan rawa. Potensi Keterbatasan dan Pemanfaatannya. Dalam S.Partohardjono dan M. Syam (eds) 1992. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Cisarua, 3-4 Maret 1992.