pebandingan strategi dakwah muhammadiyah dan nahdatul...
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN STRATEGI DAKWAH
MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
RANTING SAWANGAN BARU
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjan Sosial Islam
Oleh:
JAMILAH MATHAR
NIM. 104051001867
Di Bawah Bimbingan
Bpk. Dr. Arief Subhan. M. A.
NIP. 150262442
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYTULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan asli hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam
(S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 16 September 2008
Jamilah Mathar
ABSTRAK
Jamilah Mathar, Pebandingan Strategi Dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul
Ulama Ranting Sawangan Baru, (Di Bawah Bimbingan Bapak Dr. Arief subhan,
M.A.).
Berbeda dengan anggapan banyak orang yang menyatakan bahwa telah terbentuk ketidakakuran antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, di Kelurahan
Sawangan Baru, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama hidup berdampingan dan cukup harmonis. Namun ini tidak berarti bahwa kedua organisasi berbeda haluan
tersebut lantas berdamai dengan melalui penyeragaman paham, karena baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tetap berdakwah dengan mengusung
ideologi masing-masing, Muhammadiyah dengan paham modernisnya dan sebaliknya Nahdatul Ulama dengan paham tradisionalnya.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan hingga anlisis data yang
merujuk pada metodologi penelitian kualitatif, untuk menemukan data-data yang
menajawab rumusan masalah yang telah diputuskan, tentang perbandingan strategi
dakwah antardua objek penelitian. Sehingga hasil dari penelitian ini akan berujung
pada penggunaan sejumlah instrumen pembanding untuk mengetahui persamaan dan
perbedaan, serta kekurangan dan kelebihan dari dua objek penelitian yang
diperbandingkan tadi.
Setelah mengadakan penelitian selama kurang-lebih dua bulan, kesamaan
hanya ditemukan pada strategi dakwah yang keduanya kini bergerak pada dakwah
kultural. Pelaksanaan aktivitas dakwah pada segi kultural diharapkan mampu
meredam segala perbedaan yang bisa memicu konflik antarkeduanya. Namun
demikian selain memberi pengaruh positif, strategi dakwah kultural tersebut juga
menyebabkan ketidakefektifan kinerja masing-masing organisasi di sisi yang lain. Pada Muhammadiyah, penggunaan strategi dakwah kultural menyebabkan
terbatasnya gerakan dakwah Muhammadiyah yang bercirikan “tajdid”, karena para kadernya cenderung mengikuti saja tradisi keagamaan Nahdatul Ulama yang menjadi
adat setempat. Pada Nahdatul Ulama, penggunaan strategi dakwah kultural bukan sebuah
langkah baru. Sudah sejak lama dakwah organisasi ini menghasilkan pembentukan pada tradisi keagamaan masyarakat Kelurahan Sawangan Baru. Akan tetapi karena
terlalu fokus pada kultural, menyebabkan Nahdatul Ulama lemah di segi struktural
organisasinya. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan tanggung jawab setiap jabatan
antapengurusnya.
Selain itu dakwah yang berlangsung di daerah ini hanya berada pada tataran
antaranggota, tidak sampai kepada lintas organisasi. Dalam artian masing-masing
organisasi tidak secara signifikan menjadikan kader organisasi lain untuk menjadi
mad’u dalam aktivitas dakwah yang dilakukannya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Terucap syukur dari hati yang paling dalam
kepada Allah Yang Maha Pengasih, yang senantiasa menemani dari mulai terbit fajar
sampai terbenamnya, hingga ia terbit kembali di keseterusan harinya, yang senantiasa
memberikan kekuatan fisik dan batin, terutama kemampuan akal untuk penulis
berpikir dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi suri
tauladan serta menitipkan banyak pengetahuannya untuk menjadi penerang dalam
perjalanan di dunia ini.
Penyelesaian skripsi ini tidak luput dari figur-figur di belakang layar yang
telah sangat membantu penulis, baik berupa motivasi, materi, waktu, dan lain
sebagainya, yang tanpa mereka skripsi ini pun tidak akan ada. Merupakan sebuah
kehormatan penulis bisa menuliskan nama-nama mereka dalam kata pengantar skripsi
ini.
1. Terima kasih untuk Aba (Bpk. Qasim Mathar) dan Ummi (Ibu Nursiah Hamid),
yang dengan melihat mereka adalah sebuah kekuatan, mendengar suara mereka
adalah sebuah motivasi, dan mengingat mereka adalah sebuah dorongan besar
untuk penulis terus berusaha dan tidak putus harapan.
2. Terima kasih kepada Bang Ais, Kak Dewi, Kak Pia, Kak Ali, Kak Upi, Bang Ikki,
Bang Topik, serta adik-adikku, Apip, dan Arkoun, yang dengan setia memberikan
dukungan meskipun kami berada di dua pulau yang berbeda. Telpon atau SMS
dari mereka sudah menjadi dukungan berharga bagi penulis. Buat Akang dan Mba
Indah, terima kasih untuk semua kebaikan dan keikhlasan.
3. Tidak terlupa untuk Vivant dan Diat, si kecil yang selalu mengundang gelak tawa,
penghibur ketika penulis mulai merasa jenuh.
4. Terima kasih kepada Bpk. Dr.H.Murodi,M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Bpk. Drs. H.Mahmud Djalal,M.A, selaku PuDek II, serta Bpk.
Drs.Studi Rizal L.K. M.Ag, selaku PuDek III. Dekanat yang menurut penulis unik
dan bersahabat, sehingga penulis merasa ada suasana akrab di lantai II.
5. Terima kasih terkhusus untuk PuDek I, Bpk. Dr.Arief Subhan.M.A, yang selain
menjadi PuDek I juga merupakan Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi
ini. Jika semua isi skripsi ini diibaratkan sebagai sebuah tujuan yang untuk
mencapainya penulis telah menemukan pintu masuknya, maka pintu itu tetap tidak
akan terbuka tanpa bantuan Bapak, karena Bapak yang memegang kuncinya.
Penulis juga mengucapkan maaf atas segala kesalahan yang penulis lakukan,
sengaja maupun tidak sengaja.
6. Terima kasih untuk Bpk. Wahidin Saputra,M.Ag, selaku Ketua Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam, dan Ibu Ummi Musyarofah selaku Sekretaris
Jurusan, yang kerap kali mempermudah ketika penulis menghadapi kesulitan.
7. Terima kasih untuk pihak Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting
Sawangan Baru, Bpk.Baharuddin Rahman, Bpk.H. Heri Husaeri, Bpk. Abdul
Kadir, K.H.Damanhuri, beserta para santri yang sangat membantu penulis
menemukan data.
8. Terima kasih kepada semua dosen, yang banyak memberikan ilmunya kepada
penulis. Juga segenap staf Fakultas Dakwah dan Komunikasi, di akademik, di
perpustakaan, di administrasi, dan lain-lain, yang mohon maaf tidak bisa
disebutkan satu-persatu.
9. Terima kasih untuk Solah, yang kebaikan dan kesabarannya adalah penguat hati,
yang tidak pernah berhenti memberikan ketulusan dan keihlasannya dalam
mengayomi.
10. Terima kasih untuk Indri, yang tidak berhenti memotivasi dan mengganggu
penulis dengan semua keusilannya agar penulis tidak menjadi stres dalam
menyelesaikan semua tugas.
11. Terima kasih untuk Odah, Achi, serta dua tetangga baru Tina dan Eska, yang
selalu punya alasan untuk bertamu ke rumah penulis, sekaligus memberi alasan
untuk penulis juga bertamu ke kozan mereka, untuk ganti-gantian numpang
makan, numpang mandi, atau pinjam-pinjaman buku atau pakaian.
12. Terima kasih untuk teman-teman kelompok “Daon”, Rika yang jago masak. Hana
dan Kesi yang suka hilang terus muncul tiba-tiba. Alfi, yang sekarang sibuk di
luar kampus. Sela dan Ane yang dekat tapi jauh, Nyak Dede dan teman-teman di
KPI D, Delon, Irfa, Ari, Yayan, Ipul, Jaka, Ical, Acun, Jamal, Away, Herdi, Alip,
Hijrah, Dian, Susi, Ulfa, Ratna, Plontang, Yuli, Maria, Nida, Eka, Ine yang
semuanya banyak membantu penulis di masa-masa aktif perkuliahan.
13. Terima kasih Dasuki, Indra, Melli, Kak Toni, Teh Ratna, Kak Moko, Acun, Otoy,
Ikhwal, Apip, Arifin, Kak Away, Kak Lukman, Kak Ersyad, Adit, Maheso,
Luthfi, Ustadz, Hasan, Nunu, Munir, Deden, teman-teman Angkatan 2004, BEM
dan HMI, semuanya yang meramaikan kehidupan penulis di tahun-tahun yang
lalu.
14. Terima kasih untuk semua pihak yang lagi-lagi, mohon maaf, tidak bisa
disebutkan kesemuanya.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi wujud terima kasih
penulis kepada mereka, dan bisa menjadi kontribusi ilmiah bagi segenap pembaca.
Penulis sangat terbuka untuk menerima segala kritik dan saran untuk perbaikan
tulisan ini.
Ciputat, 16 September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………….... ii
LEMBAR PERNYATAAN ..…………………………………………………. iii
ABSTRAK …………………………………………..………………………... iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 6
E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................ 6
F. Metodologi Penelitian ............................................................ 7
G. Sistematika Penulisan ............................................................ 10
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Konsepsi Dakwah
1. Pengertian Dakwah ............................................................ 11
2. Unsur-Unsur Dakwah ....................................................... 14
3. Tujuan Dakwah .................................................................. 19
4. Hakikat dakwah Islam ........................................................ 21
B. Konsepsi Strategi
1. Pengertian Strategi Dakwah ............................................... 22
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Strategi ..... 25
3. Strategi Dakwah Rasulullah ................................................ 26
BAB III PROFIL MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
A. Sejarah Pendirian dan Perkembangan
1. Muhammadiyah di Indonesia ............................................ 28
2. Nahdatul Ulama di Indonesia .............................................. 33
B. Profil Organisasi Tingkat Ranting
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ........................... 37
2. Nahdatul Ulama Cabang Sawangan Baru ........................... 41
C. Struktur Kepengurusan Ranting
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ........................... 46
2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru ........................... 47
BAB IV ANALISA STRATEGI DAKWAH ANTARA MUHAMMADIYAH
DAN NAHDATUL ULAMA RANTING SAWANGAN BARU
A. Muhammadiyah dan NU di Kelurahan Sawangan Baru ........ 48
B. Skema Perbandingan .............................................................. 53
C. Kelebihan dan Kekurangan
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ........................ 55
2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru ........................ 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 58
B. Kritik dan Saran ........................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SURAT – SURAT KEABSAHAN PENELITIAN ............................................... 67
HASIL WAWANCARA ....................................................................................... 71
DAFTAR FOTO .................................................................................................... 81
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama adalah dua di antara beberapa organisasi
masyarakat Islam terbesar dan tertua di Indonesia. Dua organisasi ini memiliki kiprah
yang sangat signifikan dalam sejarah pra hingga pasca kemerdekaan Indonesia.
Meskipun pada awal berdirinya kedua organisasi ini berorientasi pada pembinaan
keislaman masyarakat muslim Indonesia kala itu, namun seiring berjalannya waktu
baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama terus melebarkan sayapnya di dunia
politik, ekonomi, dan berbagai sisi kehidupan sosial lainnya.
Meski demikian, merambahnya cabang program kerja Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama ke bidang-bidang tersebut tidak menjadikan kedua organisasi ini lupa
akan arah utamanya, yaitu membina keislaman masyarakat muslim Indonesia. Karena
baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tetap eksis melakukan aktivitas
dakwah untuk mengurusi akhlak maupun aqidah masyarakat muslim Indonesia dari
awal berdirinya hingga sekarang.
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern, menganut madzhab yang
sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadist shahih. Didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di
kota Yogyakarta, 18 November 1912. dengan tujuan menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.1
1Ensiklopedia Indonesia, Edisi Khusus, Jilid 4 KOM-OZO, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1989), h.2306.
Organisasi ini dikenal sebagai pengusung gerakan tajdid, yang merupakan
sebuah gerakan yang berupaya untuk memberantas penyakit yang oleh kelompok
Muhammadiyah disebut sebagai penyakit TBC (tahayyul, bid’ah, churafat).
Muhammadiyah juga disebut-sebut sebagai organisasi Islam modern, karena sejumlah
gerakan pembaharuannya berorientasi pada pembaharuan dalam budaya tradisional
keberagamaan umat muslim di Indonesia.
Nahdatul Ulama adalah organisasi Islam berhaluan Ahlu Al-Sunnah wal
Jama’ah dengan berpegang teguh pada salah satu dari 4 mazhab: Imam Syafi’i, Imam
Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad ibn Hambali. Didirikan di Surabaya (31
Januari 1926) dalam rapat alim ulama yang diselenggarakan untuk membentuk
organisasi NU, dan untuk mengirim utusan ke Muktamar Islam di Mekah dengan
tugas memperjuangkan hukum-hukum ibadah dalam empat mazhab.2
Organisasi ini sering disandingkan dengan Muhammadiyah sebagai pihak
yang bertolakbelakang dengan paham-paham keagamaan yang diajarkan
Muhammadiyah. Nahdatul Ulama merupakan gerakan Islam tradisional. Ajaran-
ajaran keagamaan tradisional yang ingin diberantas Muhammadiyah, juga pada
umumnya merupakan budaya-budaya yang terbentuk dari ajaran-ajaran Nahdatul
Ulama.
Di awal masa berdirinya, sebagai organisasi keagamaan yang terbesar dan
berpengaruh, kedua organisasi ini juga pernah melakukan kerjasama, salah satunya
adalah menjadi sponsor pendiri MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) pada tahun
1937.
2 Ibid, h. 2327.
Hal menarik yang mewarnai perjalanan kedua organisasi ini ialah lahirnya
asumsi publik yang menyatakan bahwa telah berkembang ketidakakuran dari dua
kubu organisasi ini. Di mana Muhammadiyah cenderung dipandang sebagai
organisasi Islam yang menerima pembaharuan atau lembaga dakwah modern,
sedangkan Nahdatul Ulama sebaliknya, dipandang sebagai organisasi yang tidak
sepaham dengan pembaharuan khususnya di bidang agama, atau lembaga dakwah
tradisional.
Perbedaan perspektif antara kedua organisasi Islam ini akhirnya menyebabkan
terbaginya pula perbedaan pendapat dalam masyarakat, sehingga terbentuk kelompok
pengikut dari masing-masing pendapat ataupun pemahaman agama yang diajarkan
oleh dua organisasi Islam yang berbeda fatwa ini.
Terlepas dari semua permasalahan yang menyangkut perbedaan pendapat di
antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, karena penelitian ini bukan penelitian
investigatif konflik antara kedua organisasi tersebut, fenomena keberhasilan dua
organisasi dakwah ini untuk tetap eksis dan digandrungi banyak masyarakat di tengah
beragam dimensi kehidupan tradisional maupun modern yang berkembang di
Indonesia-lah yang melatarbelakangi diajukannya judul ini untuk diteliti.
Selain itu lokasi yang dipilih pun sengaja di Kelurahan Sawangan Baru-
Depok, karena di daerah ini terdapat sekretariat ranting dan sejumlah yayasan milik
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang jaraknya tidak begitu berjauhan. Kedua
ranting ini, selain bergerak pada pembinaan anak didik yayasannya masing-masing,
tentu juga memiliki andil pada pembentukan pemahaman keislaman masyarakat di
sekitarnya.
Dengan jarak yang berdekatan, (kurang dari 1 kilometer antara letak basis
Muhammadiyah dengan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru ini), dengan
masyarakat sebagai objek dakwah yang sama, maka kedua organisasi ini tentu
memiliki strategi-strategi tersendiri agar ajaran-ajarannya lebih mudah dipahami serta
diterima oleh masyarakat setempat.
Jadi, sebagai organisasi besar yang memiliki masing-masing pengikut dengan
jumlah yang tidak sedikit, tentunya Muhammadiyah dengan mengusung
pembaharuannya maupun Nahdatul Ulama yang teguh pada paham tradisionalnya,
memiliki strategi-strategi dakwah tersendiri yang bisa membuat masyarakat mengikuti
pemahamannya hingga ikut teguh mempertahankan pemahaman yang mereka akui
lebih benar dibanding yang lain tersebut.
Selain itu, berada di lokasi yang saling berdekatan memungkinkan pula
terciptanya strategi-strategi penjagaan agar pesan dakwah yang telah disampaikan
masing-masing organisasi, mampu bertahan dalam akal dan pikiran masyarakat
sekitar.
Bukan persoalan siapa yang benar dan siapa yang keliru, akan tetapi realita
yang terjadi antara kedua organisasi ini merupakan hal yang sangat menarik.
Meskipun Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama menyebarkan dakwah melalui
strategi masing-masing yang saling berlainan satu sama lain, namun hal tersebut tidak
mempengaruhi fakta banyaknya minat masyarakat untuk menjadi jamaah
Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini difokuskan kepada perbandingan terhadap strategi dakwah yang
digunakan oleh Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang berada pada tingkatan
ranting di Kelurahan Sawangan Baru, Depok. Pembatasan ini dilakukan guna
menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah
yang akan diteliti.
Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat suatu
rumusan permasalahan yang akan diangkat dari objek penelitian. Adapun rumusan
tersebut ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan strategi dakwah antara Muhammadiyah dan Nahdatul
Ulama kepada masyarakat Sawangan Baru-Depok?
2. Apakah terdapat persamaan dari strategi dakwah yang dilakukan oleh
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kepada masyarakat Sawangan Baru-Depok
serta bagaimana kekurangan dan kelebihan masing-masingdari strategi dakwah
antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan data
maupun informasi yang memberikan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan di
atas, yaitu tentang perbedaan maupun persamaan strategi yang dilakukan
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama dalam melaksanakan aktivitas dakwah.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengolah informasi seputar judul
penelitian yang telah dikumpulkan untuk dijadikan data-data dalam penulisan laporan
penelitian, sehingga laporan penelitian ini nantinya dapat menjadi suatu laporan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
D. Manfaat Penelitian
Secara praktis, kegunaan penelitian ini adalah mendapatkan dan memberikan
gambaran tentang pendekatan psikologis dan efeknya pada proses komunikasi yang
bisa dijadikan satu perbandingan atau upaya pemahaman kembali terhadap strategi
pendekatan tersebut.
Secara teoritis, pertama, penelitian ini diupayakan dapat memberikan hasil
penelitian berupa karya ilmiah yang penulis harapkan mampu menambah referensi
pustaka untuk mata kuliah yang menyangkut ilmu dakwah maupun strategi.
Kedua, penulis berharap hasil penelitian ini bisa menjadi sumber data
penelitian-penelitian baru yang akan dilakukan di masa mendatang, dan semoga hasil
skiripsi ini bisa menjadi salah satu acuan yang memberikan kontribusi ilmiah bagi
kegiatan-kegiatan akademis lainnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Lutfi Rahman, seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam menyatakan dalam
skripsinya yang berjudul, ”Studi Komparatif Konsep Dakwah Islam antara Majlis
Tabligh Muhammadiyah dengan Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama (LDNU) pada
tahun 2006, bahwa perbedaan mencolok dari konsep dakwah antara kedua lembaga
tersebut terletak pada sumber dan materi dakwah yang akan disampaikan.
Meskipun keduanya sama-sama berpegang teguh pada landasan Al Qur’an dan
Al Hadits, namun pada kelompok Nahdatul Ulama ada konsep dalam dakwahnya
yang juga harus menambahkan ajaran-ajaran mengenai ahlusunnah wal jama’ah,
yang dalam Muhammadiyah tidak diberlakukan sebagai sumber ataupun materi
dakwah yang determinan.
Sementara konsep dakwah Muhammadiyah tersebut dipertegas oleh Nur
Hidayat, mahasiswa universitas yang sama pada jurusan Bimbingan Penyuluhan
Islam, dalam skripsinya yang berjudul, ”Dakwah dan Politik Muhammadiyah”
menyatakan bahwa, orientasi kemunculan intervensi dakwah Muhammadiyah adalah
upaya untuk mengembalikan ajaran Islam kepada keaslian dan kemurniannya, yakni
berpegang pada dua landasan agama Al Qur’an dan Al Hadits tadi.
F. Metode Penelitian
Penelitian dengan judul ’Perbandingan Strategi Dakwah Antara
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting Kelurahan Sawangan Baru-Depok’ ini
menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.3
3 Lexi J, Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 4.
Sengaja penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, karena pada
intinya penelitian ini bertujuan meneliti kualitas dari strategi masing-masing
organisasi dalam melakukan dakwah. Dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah hasil penelitian yang
deskriptif mengenai fokus permasalahan yang dikaji, serta tersusun berdasarkan data
dan perilaku-perilaku yang diamati.
1. Objek dan Sumber Data
a. Objek penelitian ini adalah dari lembaga dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul
Ulama Ranting Sawangan Baru.
b. Sumber data penelitian ini adalah data-data tertulis maupun lisan serta
pengamatan pada perilaku objek penelitian yang memiliki sangkut paut yang
signifikan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data-data awal akam dikumpulkan dari sejumlah sumber referensi tertulis,
baik berupa buku, artikel, maupun sumber tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang
memiliki sangkut-paut dengan judul penelitian yang akan diteliti.
Selain itu data-data ini nantinya juga tentu akan diperoleh ketika turun ke
lapangan penelitian, di mana data-data tersebut ditemukan berdasarkan hasil-hasil
pengamatan dan wawancara.
Data-data yang telah berhasil dikumpulkan tersebut pada akhirnya akan
melalui proses analisis untuk kemuian digabungkan hingga menjadi suatu tulisan
yang tersusun dan siap untuk dikaji secara lebih mendalam.
- Sumber referensi : data-data ilmiah tertulis. Data-data ini terkumpul dari
sejumlah tulisan yang berupa buku, maupun artikel dari majalah dan internet.
- Wawancara : pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara
langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden dan jawaban-
jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).4
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah salah satu pengurus dari
kedua organisasi, yaitu: (1) Bapak Baharuddin Rahman, Sekretaris
Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru. (2) Bapak H. Heri Husaeri, Ketua
Dewan Syuriah Nahadatul Ulama Ranting Sawangan Baru, yang memang
merupakan pihak yang berkompeten untuk menjawab semua pertanyaan yang
penulis ajukan.
- Observasi : pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti
tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.5 Observasi ini dilakukan selama
kurang-lebih dua bulan, terhitung mulai dari akhir Bulan Juli sampai awal
Bulan September 2008.
4 Irawan Soehartono, Metodologi Penenlitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian BIdang Kesejahteraan
Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakaraya, 2004), h. 68. 5 Ibid, h. 69
3. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat
ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkan ke dalam kategori. Tafsiran
atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan kategori,
dan mencari hubungan antara berbagai konsep.6
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan merangkum dan memilih
hal-hal yang pokok, serta difokuskan pada hal-hal yang penting dan berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari
sub bab. Lima bab tersebut disusun secara berurutan guna menjelaskan isi skripsi
dengan lebih jelas, sistematis dan mendetail. Berikut gambaran mengenai
penyusunan bab dalam skripsi ini:
Bab satu, Pendahuluan: bab ini membahas tentang latar belakang
pemilihan judul skripsi, pembatasan dan perumusan masalah yang akan diteliti,
manfaat dan tujuan penelitian, serta metodologi penelitian.
Bab dua, Tinjauan Teoritis: dalam bab ini dibahas teori-teori yang
berkenaan dengan judul skripsi yang dipilih.
Bab tiga, Profil: pada bab ini diberikan gambaran mengenai profil
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, termasuk gambara umum beragam aktivitas
dan perkembangannya.
6 Dadang Rahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung:
Pustaka Setia, 2000), h. 158.
Bab empat, Analisis Data: semua data yang diperoleh dari berbagai
sumber dianalisis dan dituangkan dalam bentuk tulisan pada bab ini.
Bab lima, Penutup: penutup meliputi penarikan kesimpulan dan saran-
saran.
Di luar lima bab di atas, skripsi ini dilengkapi dengan lampiran-lampiran
data yang diperoleh selama masa penelitian, yang diletakkan di bagian akhir
skripsi ini.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Konsepsi Dakwah
1. Pengertian Dakwah
a. Tinjauan Etimologi (Lughat, Bahasa)
Kata ”dakwah” berasal dari Bahasa Arab, yatiu dari fi’il madhi:
( ) yang berati menyeru, memanggil, mengajak,
menjamu.
Banyak sekali kata-kata Bahasa Arab yang erat kaitannya dengan kata
dakwah ini, seperti:
: mengajak kepada
: mendoakan kejahatan
: mendoakan kebaikan
: mendakwakan (perkara)
: yang mendoa, yang menyeru, yang memanggil.7
1. Dakwah yang artinya undangan
Artinya: ”Datangilah undangan apabila engkau diundang”.
(HR. Muslim)
7 Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel, Prinsip Dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001)
Cet.ke-2, hlm. 21.
2. Dakwah yang artinya menyeru
Artinya: ”Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki
orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”.
(Q.S. Yunus: 25)
3. Dakwah yang artinya mengajak
Artinya: ”Yusuf berkata; Wahai tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka kepadaku”.
(QS. Yusuf: 33)
b. Tinjauan Terminologi (Istilah)
Banyak ahli atau pakar yang berusaha mendefinisikan dakwah
dan mereka bervariasi dalam mengungkapkannya. Di antara para ahli
tersebut adalah:
a. HMS. Nasarudin Latif
Dakwah artinya setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk
beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah dan
syari’ah serta akhlakIslamiyah.
b. Syeikh Ali Mahfudz
Dakwah adalah mengajak (mendorong) manusia untuk mengikuti
kebenaran dan petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan
melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapat
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
c. Prof. H..M. Thoha Yahya Omar
Dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.8
2. Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam
setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah),
mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah),
thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).
a. Da’i (pelaku dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan,
maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat
oraganisasi/lembaga.
Secara umum kata da’i ini sering disebut dengan sebuatn mubaligh
(orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya sebutan ini
konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya
8 Ibid, hlm. 22-24.
sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti
penceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah), dan sebagainya.
Siapa saja yang menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad
hendaknya menjadi seorang da’i, dan harus dijalankan sesuai dengan hujjah
yang nyata dan kokoh.
Dengan demikian, wajib baginya untuk mengetahui kandungan
dakwah baik dari segi akidah, syariah, maupun dari akhlak. Berkaitan dengan
hal-hal yang memerlukan ilmu dan keterampilan khusus maka kewajiban
berdakwah dibebankan kepada orang-orang tertentu.
Nasaruddin Latief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan
muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas
ulama. Ahli dakwah adalah wa’ad, mubaligh mustama’in (juru penerang) yang
menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.9
b. Mad’u (Penerima Dakwah)
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik
manusia yang beragama Islam maupun tidak: atau dengan kata lain, manusia
secara keseluruhan.
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk
mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orang-
orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas
iman, Islam dan Ihsan.
9Munir. M, Ilahi. Wahyu, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006), hlm.21.
Secara umum Al-Qur’an menjelaskan ada tiga tipe mad’u, yaitu:
mukmin, kafir dan munafik. Dari ketiga klasifikasi besar ini, mad’u kemudian
dikelompokkan lagi dalam berbagai macam peneglompokan. Misalnya, orang
mu’min dibagi mejadi tiga, yaitu: dzalim linafsih, muqtashid, dan sabiqun
bilkhairat. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi. Mad’u atau
mitra dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia.
Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan
manusia itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, dan seterusnya.
Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpkir secara
kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan.
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir
secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-
pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengam kedua golongan tersebut, mereka senang
membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja. 10
c. Maddah (Materi) Dakwah
Pada dasarnya, materi dakwah tidak lan adalah Al Qur’an dan Al
Hadits sebagai sumber utama yang meliputi: aqidah, syariah, dan akhlak
dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.11
Materi dakwah tergantung pada tujuan dakwah yang hendak
dicapai,namun secara umum bahwa materi dakwah adalah mencakup ajaran
10
Ibid, h.22-23. 11
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet.ke-5, h.7.
Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits sbagai sumber ajaran
Islam.
Karena sangat luasnya ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan
Hadits, maka da’i harus cermat dan mampu dalam memilih materi yang akan
disampaikan kepada mad’udengan mempertimbangkan situasi dan kondisi
masyarakat.12
d. Wasilah (Media) Dakwah
Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan
berbagai wasilah. Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima
macam, yaitu:
1. Lisan, adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan
lidah atau suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato,
ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan sebagainya.
2. Tulisan, adalah media dakwah melalui tukisan, buku, majalah, surat kabar,
surat-menyurat (korespondensi), dan sebagainya.
3. Lukisan, adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya.
4. Audiovisual, adalah media dakwah yang dapat merangsang indera
pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, sperti televisi, film slide,
OHP, internet, dan sebagainya.
12
Amarullah Ahmad, ed, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M, 1985), Cet.ke-1,
h. 300.
5. Akhlak, adalah media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang
mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan
didengarkan oleh mad’u.
d. Thariqah (Metode) Dakwah
Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian
”suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk
mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia”.
Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa
metode adalah”suatu cara yang sistematis yang umum teritama dalam mencari
kebenaran ilmiah”.
Ketika membahas tentang metode dakwah, maka pada umumnya
merujuk pada surat An-Nahl:125:
Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dia yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu:
1. Bil hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi
sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka,
sehingga di dalam melanjutkan ajaran-ajaran agama Islam selanjutnya,
mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
2. Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat
atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang,
sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh
hati mereka.
3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar
pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak
memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang
menjadi sasaran dakwah.13
3. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah merupakan salah satu faktor yang sangat penting.
Dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam
pelaksanaan aktivitas dakwah.14
Tujuan dilaksanakannya dakwah adalah mengajak manusia ke jalan
Tuhan, jalan yang benar, yaitu Islam. Di samping itu, dakwah juga bertujuan
untuk mempengaruhi cara berpikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan
bertindak, agar manusia bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.15
Tujuan dakwah secara umum adalah megubah perilaku sasaran dakwah
agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam dataran
kenyataan kehidupan sehari-hari baik yang bersangkutan dengan masalah
pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatannya, agar terdapat kehidupan
yang penuh dengan keberkahan samawi dan keberkahan ardhi (al-A’raf:96). .
13
Munir. M, Ilahi. Wahyu, (Manajemen Dakwah), op.cit, hlm. 32-34. 14
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek Dalam Berdakwah Di Indonesia), (Jakarta: PT.
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 33. 15
Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel, (Prinsip dan Strategi), op.cit, h. 32.
4. Hakikat Dakwah Islam
Ismail R. al-Faruqi dan istrinya Lois Lamnya membagi hakikat dakwah
Islam pada tiga term: kebebasan, rasionalitas dan universalisme. Ketiganya
saling berkaitan dan melengkapi.
Kebahagiaan, ketenangan itulah cita-cita setiap orang. Manusia
berusaha untuk menggapainya. Kadang mereka harus berebut kursi, bahkan
banyak menghalalkan yang nyata haram. Mereka mengira ketika mencapai
tujuan, itulah kebahagiaan. Mungkin benar itu bahagia, tapi sesaat.
”Bahagianya manusia adalah ketika ia menggapai apa yang diinginkannya”.
Di sinilah manusia harus memiliki gapaian yang positif, di mana agama
memberi bimbingan spritual yang transendental.
Kebebasan sangat dijamin dalam agama Islam, termasuk kebebasan
meyakini agama. Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari
ancaman, harus benar-benar yakin kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri.
Jelas ”dakwah” tidak bersifat memaksa. Dakwah adalah ajakan yang
tujuannya dapat dicapai hanya dengan persetujuan tanpa paksaan dari subjek
dakwah.
Dakwah Islam merupakan ajakan untuk berpikr, berdebat, berargumen,
dan untuk menilai suatu kasus yang muncul. Dakwah Islam tidak dapat
disikapi dengan keacuhan kecuali oleh orang bodoh atau berhati dengki. Hak
berpikir merupakan sifat dan milik semua manusia. Tak ada orang yang dapat
mengingkarinya.
Adapun yang dimaksud dengan dakwah yang komprehensif (takamul)
adalah dakwah yang tidak membatasi diri hanya pada satu aspek/bidang saja
sembari mengesampingkan aspek/bidang lainnya. Sebab, di antara kekhususan
metode Islami adalah bahwa di dalamnya ada sistem ibadah, sistem ekonomi,
sistem sosial, sistem politik dan sistem militer.
Sebaliknya, ada juga kalangan yang beranggapan bahwa parsialitas
dalam dakwah Islam berarti membatasi dakwah pada aspek-aspek yang
memang harus dilaksanakan-tidak boleh melampauinya dan meyakini hal itu
saja sembari menolak selainnya. Gagasan parsialitas dakwah ini telah
menyebabkan berbilangnya dan tumpah tindihnya dakwah, serta memecah
belah kekuatan yang ada.16
Di antara aktivitas dakwah Islam, ada juga yang melontarkan
keharusan adanya ide mengenai komprehensivitas dan keseimbangan dalam
aktivitas dakwah di masa sekarang ini. Sebaliknya, ada juga pihak yang
melontarkan gagasan dakwah yang bersifat parsial dan terkesan ”ekstrem”.
B. Konsepsi Strategi
1. Pengertian Strategi Dakwah
Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan yaitu sebagai
suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Pengunaannya diwali atau bersumber
dari dan populer di lingkungan militer.
16
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, Jilid 2, Kajian Kritis Terhadap Metode Dakwah Rasulullah,
(Jakarta: Pustaka Thariqul Izzah, 2003), hlm. 47.
Di lingkungan tersebut penggunaan kata strategi lebih dominan dalam
situasi peperangan, sebagai tugas seorang komandan dalam menghadapi
musuh, dan bertanggung jawab mengatur cara atau taktik untuk memenangkan
peperangan.17
Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan
organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama.
Kata strategi selalu diartikan atau disejajarkan dengan kata cara.
Strategi kemudian berarti cara untuk menyelesaikan sesuatu. Dalam konteks
ini padanan kata cara untuk strategi tidaklah melulu salah karena memang
strategi adalah cara.
Hal yang membedakan antara strategi dan cara dalam arti harfiah
adalah bahwa strategi mempunyai arti yang luas dan kompleks. Kata cara
dapat dipergunakan dalam banyak kondisi tetapi strategi adalah cara untuk
menyelesaikan sesuatu secara jangka panjang.
Ini kemudian berarti bahwa strategi adalah kegiatan yang dilakukan
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ada atau aksi dalam organisasi
untuk mencapai performance terbaiknya.18
Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada
dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi.
Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan
merupakan bagian dari strategi.
17
Hadari, Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Perss, 2003), h. 147. 18
John P. Simandjuntak, Z. Bambang Darmadi, Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Jarot Priyogutumo,
Public Relations, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003), h.78-79.
Berikut beberapa pengertian strategi lainnya dari sejumlah literatur:
1. Onong Uchyana Efendi mengatakan ”Strategi pada hakikatnya adalah
perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan.
Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi
sebagai peta jalan yang hanya memberikan atah saja, melainkan juga
harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya”.19
2. Fuad Amsyari mengatakan bahwa ”Dalam pengertian dasarnya, strategi
adalah metode atau taktik untuk memenangkan suatu persaingan.
Persaingan itu berbentuk suatu pertempuran fisik untuk merebut suatu
wilayah dengan memakai senjata dan tenaga manusia. Sedangkan dalam
bidang non militer strategi dan taktik adalah suatu cara untuk
memenangkan suatu persaingan antara kelompok yang berbeda orientasi
hidupnya”.20
3. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah strategi
adalah ”suatu ilmu untuk menggunakan sumber daya-sumber daya untuk
melaksanakan kebijakan tertentu”.21
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
strategi dakwah adalah strategi yang dilakukan dalam dakwah, yang artinya
sebagai metode, siasat, taktik yang digunakan dalam proses kegiatan
dakwah.22
19
Onong Uchyana Efendi, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1992), h. 32. 20
Fuad Amsyari, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1990), h. 40. 21
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: LPFE UI, 19970, h. 199. 22
Asmuni, Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 35.
Strategi dalam berdakwah harus memperhatikan beberapa asas
dakwah, yaitu:
1. Asas fisiologis, yaitu asas yang membicarakan masalah yang erat
hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses
aktifitas dakwah Islam. 2. Asas keahlian dan kemampuan da,i.
3. Asas sosiologis, yaitu asas yang membahas masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi lingkuangn yang menjadi tempat sasaran
dakwah. 4. Asas psikologis, yaitu asas yang mengharuskan adanya keseimbangan
antara biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan dengan pencapaian hasil dakwah yang akan dicapai.23
Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan
baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis. Menurut Drs. H.
Hisyam Alie, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Strategi (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang
biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang
dimiliki.
2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki
sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya dan sebagainya. 3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin
tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos.
4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Strategi
Dalam menentukan suatu strategi, seseorang ataupun sekelompok
orang akan dihadapkan oleh sejumlah faktor yang akan sangat mempengaruhi
diambilnya keputusan terhadap suatu strategi tersebut.
23
Ibid, h. 35.
Faktor-faktor ini dapat bersumber dari dalam maupun dari luar diri
sang pengambil keputusan strategi apa yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan semula. Oleh karena itu sangat penting pula untuk
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi diambilnya suatu strategi,
termasuk dalam penetapan strategi dakwah sebuah organisasi.
Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang ataupun
sekelompok orang dalam memutuskan suatu strategi:
1. Lingkungan: Lingkungan tidak pernah berada pada suatu kondisi yang
tetap dan tidak berubah. Perubahan yang terjadi pada lingkungan
berpengaruh sangat kuat dan luas kepada segala sendi kehidupan manusia.
Sebagai individu dan masyarakat, tidak hanya pada cara berpikir tetapi
juga tingkah laku, kebiasaan, kebutuhan, dan pandangan hidup.
2. Lingkungan organisasi yang mencakup segala sumber daya dan kebijakan
organisasi yang ada.
3. Kepemimpinan: Seorang pemimpin adalah orang tertinggi dalam
mengambil keputusan. Oleh karena itu setiap pemimpin dalam menilai
perkembangan yang ada dalam lingkungan, baik eksternal maupun internal
yang berbeda.24
Dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa faktor yang mendominasi
untuk mempengaruhi ditetapkannya suatu organisasi ialah faktor yang berasal
dari lingkungan, baik lingkungan di luar organisasi maupun lingkungan di
dalam organisasi itu sendiri.
Karena strategi adalah suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, maka
strategi juga memiliki beberapa sifat:
1. Menyatu (unified), yaitu menyatuka seluruh bagian dalam organisasi.
2. Menyeluruh (conprehensive), yaitu mencakup seluruh aspek dalam
organisasi.
24
S.P. Siagian, Manajemen Modern, (Jakarta: Masa Agung, 1994), Cet. II, h. 9.
3. Integral (integrated), yaitu strategi harus dapat cocok/sesuai dengan
seluruh tingkatan dalam organisasi.25
3. Strategi Dakwah Rasul Allah
Banyak sekali manfaat serta pelajaran yang dapat kita ambil dengan
menelusuri jejak dakwah Rasulullah SAW, pada saat mulai menyebarkan
agama Islam di luar lingkungan keluarganya hingga mencapai batas-batas
kesukuan maupun teritorial. Kita dapat memperhatikan bahwa keberhasilan
dakwah Rasasulullah disebakan strategi yang strategis.
Dengan menganalisis strategi yang strategis sebagaimana telah
dikemukakan oleh Drs. H. Hisyam Alie di atas, yaitu memperhitungkan
kondisi intern dan ekstern, strategi dakwah diawali dengan menggalang
kekuatan di kalang keluarga terdekat dan tokoh kunci yang sangat
berpengaruh di masyarakat.
Tahap awal yang dilakukan oleh Rasul menghasilkan kekuatan yang
sangat tangguh, seperti adanya bantuan dan dorongan dana yang besar dari
istrinya (Khadijah), dan memperoleh motivasi dari Abu Bakar Siddiq, seorang
tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh serta disegani.
Kita benar-benar yakin bahwa keberhasilan Rasul itu tidak terlepas
dari bimbingan dan petunjuk Allah. Ketika menerima wahyu pertama, beliau
tidak langsung mengislamkan seluruh warga Quraisy, tetapi memulainya
dengan sabar dari keluarga terdekatnya, meskipun Beliau kerap menerima
berbagai hasutan, hinaan, siksaan, bahkan usaha-usaha pembunuhan dan
25
Agustinus Sri Wahyuni, Manajemen Strategik; Pengantar Proses Berpikir Strategik, (Jakarta:
Binarupa Aksara, 1996), Cet. ke-1, h. 16.
penjegalan. Semua itu merupakan pelajaran yang sangat berharga yang
diberikan oleh Rasulullah SAW, tentang perlunya penggunaan strategi.
Dengan menyimak hal-hal di atas, maka strategi dakwah memerlukan
beberapa faktor yang harus benar-benar diperhatikan dan dipertimbangkan, di
antaranya adalah:
1. Umat Islam harus mengembangkan pola pikir dan wawasan keilmuan.
2. Pola pikir dan wawasan yang luas tersebut akan mempengaruhi umat Islam
dalam hal kepribadian, sehingga tidak mudah larut terbawa watak
tradisional emosional dan sikap-sikap negatif lainnya, termasuk tidak
menghargai pendapat orang lain-lain. Dari situlah terwujud persaudaraan
Islam (ukhuwah Islamiah) akan terwujud.
3. Memiliki khazanah ilmu termasuk iptek, sehingga dalam melaksanakan
dakwah mampu membawakan materi-materi yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat.26
26
Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel, (Prinsip dan Strategi), op.cit, h. 77.
BAB III
PROFIL MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
A. Sejarah Pendirian dan Perkembangan
1. Muhammadiyah di Indonesia
Indonesia di akhir abad ke-19 adalah sebuah negeri yang muram.
Setelah runtuhnya kekuasaan-kekuasaan monarkis di nusantara, negeri ini
terkoyak oleh kolonialisme, sebuah pengalaman kolektif sebagai bangsa yang
menimbulkan trauma dan cedera historis.
Pengalaman pahit sebagai bangsa di bawah penindasan kolonialisme itu
dialami sebagian besar rakyat yang tenggelam dalam kemiskinan (struktural
maupun kultural), kebodohan dan keterbelakangan.27
Di tengah kemuraman mayoritas pendududk pribumi yang tidak
berdaya dalam kapitalisme kolonial itu, ada juga sekelompok kecil masyarakat
pribumi yang muncul sebagai pengusaha industri dan pedagang yang kuat
seperti pengusaha undustri batik, rokok, kerajinan, pedagang perantara, dan
pedagang keliling di daerah-daerah seperti Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta,
Kudus, Pariaman, Palembanga dan Banjarmasin.
Kelompok ini merupakan kelas menengah pribumi dan juga merupakan
sebagian kecil dari wiraswastawan pribumi yang mampu bersaing pada tingkat
lokal dengan para pengusaha dan pedagang asing seperti eropa, Cina, arab dan
India yang mendominasi sektor ekonomi pada masa itu.
27
Profil Muhammadiyah 2005, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005),h. 1.
Satu di antara kelas menengah pribumi saat itu ialah Kiai Haji Ahmad
Dahlan. Ia barangkali hanyalah merupakan sebuah noktah kecil dalam kancah
sejarah Indonesia, jika ia hanya menjalani hidup sebagai seorang pedagang
batik dan khatib amin di Masjid Agung Kesultanan Ngayogyakarta.
Namun ternyata ia tidak hanya hadir sebagai noktah kecil sejarah,
melainkan ia hadir dengan gagasan besar yang mencerahkan di tengah
kemuraman nasib bangsa di bawah penindasan kolonialisme di tengah
kosmopolitanisme pergaulannya melalui perdagangan, ibadah haji, studi di
Makkah, dan bacaan-bacaannya, ia berpikir besar tentang perubahan sosial
demi kemajuan umat Islam yang sedang mengalami keterbelakangan,
kebodohan, dan kemiskinan secara sistematis.
Pikiran besarnya itulah yang kemudian mendoronganya untuk
melahirkan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 yang mencoba
melakukan pencerahan di tengah kemuraman nasib bangsa ini, sekaligus juga
untuk mengembalikan sejarah umat Islam pada kejayaannya.28
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyah secara
bertahap dan berencana. Mula-mula K.H. Ahmad Dahlan selalu menganjurkan
agar pengajaran agama meninggalkan cara lama dan memulai cara baru dan
para kiai giat mendatangi murid dan tidak hanya menunggu datangnya santri di
pesantren atau suraunya.
28
Ibid, h. 3
K.H. Ahmad Dahlan memberi contoh dengan langsung mengajar dasar
agama Islam di berbagai sekolah negeri, seperti Sekolah Guru (Kweekschool)
di Jetis Yogyakarta, dan sekolah Pamong Praja atau Osvia (Opleiding School
voor Inlandsche Ambtenaren).
K.H. Ahmad Dahlan tidak langsung mendirikan persyarikatan
Muhammadiyah. Mula-mula beliau mendirikan lembaga pendidikan. Pada
tahun 1911 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah agama yang khas dengan
nama ’Sekolah Muhammadiyah’, sekolah Muhammadiyah ini memang tidak
sama dengan pendidikan agama yang dikenal selama ini.
Dahulu pendidikan agama selalu diadakan di surau atau pesantren. Para
santri duduk di lantai, mereka belajar mengaji dengan meletakkan kitab suci
Al- Qur’an di atas sarekal. Sedangkan dalam sekolah Muhammadiyah, para
murid belajar di gedung, duduk di bangku, terdapat papan tulis dan meja guru.
Dahulu para santri hanya belajar agama dan berbagai cabangnya.
Namun, di sekolah Muhammadiyah, di samping pelajaran agama, murid juga
belajar Huruf Latin, berhitung, ilmu bumi, ilmu tubuh manusia, sejarah dan
lain-lain. Pendek kata sekolah Muhammadiyah itu menyerupai sekolah umum
yang didirikan pemerintah. Pada mulanya jumlah muridnya belum banyak.
Tetapi, makin lama jumlah siswanya makin meningkat.29
29
Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyono, KH. Ahmad Dahlan, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya,
2001), H.42
Perserikatan Muhammadiyah terus berkembang. Sejak tahun 1921
cabang Muhammadiyah tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga tumbuh di
pulau-pulau lain, seperti Sumatera dan Sulawesi. Muhammadiyah juga
mendapat dukungan keuangan dari para pengusaha Kota Gede, Lawijan
(Surakarta), Kudus, Pekalongan, dan pengusaha kota lain.30
Sebagai gerakan yang berlandaskan agama, maka ide pembaharuan
Muhammadiyah ditekankan pada usaha untuk memurnikan Islam dari pengaruh
tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam kaitan ini usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan
Muhammadiyah banyak terkait dengan masalah-masalah praktis ubudiyah dan
muamalah. Namun demikian, sebagaimana gerakan pembaharuan Islam yang
lain, Muhammadiyah konsisten dengan semboyan ”kembali pada ajaran yang
murni, yakni Qur’an dan Sunnah”. 31
Posisi modernis Muhammadiyah terletak pada inovasinya untuk tidak
terikat dengan suatu rezim madzhab tertentu. Juga, Muhammadiyah tidak
terpaku pada pendapat ulama tertentu, baik dalam merumuslan ketentuan
agama maupun dalam menafsirkan Al Qur’an.
Sebagai gambaran kumulatif tentang pembaharuan khususnya dalam
bidang keagamaan yang telah dilakukan Muhammadiyah sebagai aktivitas
dakwahnya dapat dilihat sebagai berikut:
1. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam shalat, sebaga koreksi dari
kebiasaan sebelumnya yang menghadap tepat ke arah barat.
30
Ibid, h. 53 31
Achmad Jainuri, Kumpulan Tulisan Muhammadiyah Kini dan Esok, (Jakarta: Pustaka Panji MAs,
1990), h.41
2. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan
akhir bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan
bulan oleh petugas agama.
3. Menyelenggarakan shalat bersama di lapangan terbuka pada hari raya
Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti drai shalat serupa dalam
jumlah jamaah yang lebih kecil yang diselenggarakan di masjid.
4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan qurban pada dua hari raya
(Idul Fitri dan Idul Adha) oleh panita khusus (’amil) untuk didistribusikan
kepada mereka yang berhak menerimanya. Hal ini mendekonstruksi hak
istimewanpara pejabat agama (kiai, penghulu, naib, modin, kaum, dan
lain-lain) yang sebelumnya merupakan pihak yang paling berhak
menerima zakat atau qurban tanpa kontrol.
5. Penyampaian khutbah dalam bahasa lokal (Jawa atau Melayu) sebagai
perubahan dari kebiasaan sebelumnya yang dalam Bahasa Arab.
6. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan,
perkawinan, dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat
politeistis.
7. Penyederhanaan makam (kuburan) yang semula dihiasi secara berlebihan.
8. Meghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali).
9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat gaib yang dimiliki
oleh para kiai/ulama tertentu, serta mendekonstruksi pengaruh ekstrem
pemujaan terhadap mereka.
10. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan
wanita dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan. 32
2. Nahdatul Ulama di Indonesia
Arti penting lahirnya organisasi Nahdatul Ulama ini tidak lepas dari
konteks saat itu, yaitu untuk menjaga eksistensi ”jama’ah tradisional” ketika
harus berhadapan dengan gerakan pembaharuan yang ketika itu telah
terlambangkan, antara lain, dalam Muhammadiyah.
Nahdatul Ulama adalah organisasi keagamaan, keislaman dan
kemasyarakatan (Jamiyyah diniya, Islamiyyah dan ijtima’iyyah) yang didirikan
pada 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1926 M.
Organisasi ini dirintis oleh para kiai yang berpaham Ahlussunnah wal
al-Jama’ah, sebagai wadah usaha mempersatukan diri dan menyatukan langkah
dalam tugas memelihara, melestarikan, memperjuangkan dan mengamalkan
ajaran Islam menurut salah satu madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali), serta berkhidmat pada kepentingan bangsa, negara dan umat Islam.
Nahdatul Ulama (NU) merupakan perkumpulan para kiai yang mencoba
membangkitkan semangat para pengikutnya dan juga masyarakat Indonesia
pada umumnya. Oleh karena itu, kiai pesantren dalam Nahdatul Ulama
memiliki kedudukan yang sentral, baik sebagai pendiri, pemimpin dan
pengendali organisasi, maupun sebagai panutan kaum nahdhiyyin.
32
Profil Muhammadiyah 2005, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005), h. 6.
Memahami Nahdatul Ulama sebagai organisasi (jam’iyyah) secara
tepat belumlah cukup dengan hanya melihat dari sudut formal saja, semenjak
Nahdatul Ulama lahir dalam bentuk organisasi, ia telah lebih dahulu hadir
dalam bentuk jama’ah (community) yang sudah terikat kuat oleh tradisi sosial
keagamaan yang mempunyai karakternya sendiri.
Lahirnya Nahdatul Ulama tidak ubahnya hanya untuk mewadahi sesuatu
yang sudah ada. Dengan sebagai penegasan formal dari mekanisme informal
para kiai sebagai pemegang teguh tradisi fiqh yang sudah ada jauh sebelum NU
dilahirkan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan didirikannya organisasi Nahdatul
Ulama adalah untuk menjaga dan mengembangkan ortodoksi yang ada. Akan
tetapi, pembaharuannya juga terkait erat dengan perkembangan Islam modern
di Indonesia.
Islam di Indonesia yang diperhadapkan dengan kolonialisme Belanda
dalam kurun waktu yang panjang juga dipengaruhi oleh perkembangan Islam di
saudi arabia pada awal abad XX. Munculnya wahabi mengilhami sebagian
umat Islam Indonesia untuk membentuk gerakan serupa.
Oleh karena tujuan dari gerakan keagamaan ini adalah ”Pemurnian
Islam” dan mengajak kembali kepada Al-Qur’an dan al-Hadist maka tidak
mengherankan jika dalam tataran operasional ia selalu menyerang tradisi para
kiai yang sudah ada yaitu pola beragama bermahdzab (taqlid) terhadap ulama
terdahulu yang diyakini lebih kredibel pengetahuan dan pengalamannya.
Pada 1912, di Indonesia lahir organisasi keagamaan yang juga sangat
concern dengan pemikiran kaum wahabi, yakni Muhammadiyah. Organisasi ini
menganggap tradisi para kiai terlalu dipenuhi oleh hal-hal yang bersifat
tahayyul dan bid’ah, yang menyebabkan terjadinya stagnasi pada umat Islam.
Oleh karena itu, organisasi modern ini selalu mendorong pola beragama
dengan penalaran independen (ijtihad) terhadap para ulama terdahulu yang
diyakini lebih kredibel pengetahuan dan pengalamannya.
Adanya semangat untuk merdeka dari penjajahan Belanda dan sebagai
respon atas gerakan ”modernisasi”agama yang mengancam kelestarian tradis
Ahlusunnah wa al-Jama’ah telah mendorong para kiai pesantren untuk
membidani lahirnya organisasi para ulama yang kemudian disebut Nahdatul
Ulama.
Di sisi lain, berdirinya Nahdatul Ulama dapat dikatakan sebagai ujung
dari perjalanan dan perkembangan gagasan-gagasan yang muncul di kalangan
kiai pada seperempat pertama abad XX.
Nahdatul Ulama mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber
ajaran Islam yakni: Al Qur’an, As Sunnah, Al Ijma’, dan Al Qiyas.33
Sepanjang perjalanannya, Nahadtul Ulama telah banyak sekali
mengambil peran-peran besar dalam berbagai episode sejarah Republik
Indonesia, yang sekaligus menunjukkan dinamika organisasi, antara lain:
1. Mempelopori berdirinya MIAI (Majlis Islami A’la Indonesia) tahun 1937,
yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia Berparlemen.
33
Khorul Fathoni, Muhammad Zen, NU Pasca Khittah, Prospek Ukhuwah Dengan Muhammadiyah
(Yogyakarta: Media Widya Mandala, 1992), h. 11
2. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui
Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.
3. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati
urutan ketiga dalam perolehan suara secara nasional.
4. Memperoleh sedikitnya tiga puluh dua jabatan kementerian sepanjang
pemerintahan RI tahun 1945-1965.
5. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA)
1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara.
6. Kembali ke Khittah pada tahun 1984, yang menegaskan jati diri Nahadatul
Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan.
7. Mempelopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di
sepanjang dekade 90-an.
Kini, jumlah warga Nahdatul Ulama yang merupakan basis
pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 60 juta orang, dengan
beragam profesi, yang sebagaian besar dari mereka adalah penduduk desa, dan
rata-rata memiliki ikatan emosional cukup kuat dengan dunia pesantren yang
menjadi pusat cagar budaya Nahadatul Ulama.34
Para kader Nahdatul Ulama sangat khas dengan budaya kepesantrenan.
Oleh karena itu, biasanya pada pesantren-pesantren yang berada di bawah
naungan organisasi ini, para pimpinan atau guru-guru terhormat yang digelar
sebagai kiai, akan sangat diagungkan.
34
Profil Nahdatul Ulama, (Jakarta: Pengurus Besar Nahdatul Ulama), h. 6.
Berbeda dengan pesantren-pesantren Muhammadiyah pada umumnya
yang para pimpinan ataupun guru-gurunya yang dipanggil dengan sebutan
ustadz atau ustadzah, menerima perlakuan dari para santri yang biasa-biasa
saja. Dalam artian, para tokoh pesantren ini tetap dihormati, tetapi bukan
diagung-agungkan.
B. Profil Organisasi Tingkat Ranting
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru atau lebih dikenal dengan
Ranting Sawangan Kaum berdiri sejak tahun 1968. Kemunculan
Muhammadiyah di kelurahan ini tidak terlepas dari peranan tokoh-tokoh yang
membawa pengaruh Muhammadiyah ke dalam kehidupan masyarakat Sawangan
Baru. Saat pertama kali Muhammadiyah masuk ke dalam daerah ini, kehidupan
masyarakat setempat telah kental dengan tradisi keagamaan ala Nahadatul
Ulama.35
Adapun tokoh pendiri Muhammadiyah tersebut ialah:
1. HME. Sunadi
2. H. Ismail
3. H. Abdul Rahman
4. H. Nijan
5. Dadi Hudayat36
35
Hasil Wawancara Dengan Bapak Baharuddin Rahman Selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting
Sawangan Baru 36
Hasil Wawancara Dengan Bapak Baharuddin Rahman Selaku Sekretaris Muhammadiyah ranting
Sawangan Baru
Muhammadiyah adalah gerakan/organisasi yang berupaya untuk
menghilangkan penyakit pada masyarakat dalam hal ibadah yaitu TBC (taklid,
bid’ah, dan churafat), karena bagaimanapun tatkala manusia ingin beribadah
dan mengabdikan diri kepada Allah harus dengan semurni-murninya ketulusan
dan keikhlasan, bukan karena ikut-ikutan tanpa mengetahui ilmunya, tidak
mengadakan sesuatu yang tidak Rasulullah dan tidak menghilangkan sunnahnya
serta tidak bersyarikat dalam beribadah kepada Allah.
Para kader Muhammadiyah menilai masyarakat Kelurahan Sawangan
Baru banyak dijangkiti oleh penyakit TBC tersebut, oleh karena itu pada tahun
1968 masuklah intervensi Muhammadiyah dalam kehidupan masyarakat
Sawangan Baru hingga hari ini.
Selain melalui pengadaan struktur kepengurusan tingkat ranting yang
formal, Untuk menopang pergerakan Muhammadiyah, para pendiri juga
mendirikan sarana pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.
Sarana pendidikan yang dibina oleh muhammadiyah di Keluruhan Sawangan
Baru ini dimulai dari tingkat TK sampai dengan Aliyah (pondok pesantren).
Pondok pesantren milik Muhammadiyah di daerah ini yang bernama
Pondok Pesantren Darul Arqom, merupakan tempat di mana kegiatan-kegiatan
ataupun program-program kerja banyak dilaksanakan.
Di samping itu, para aktivis Muhammadiyah di daerah ini juga
mendirikan sejumlah majelis taklim dan panti asuhan. Majelis taklim ini sengaja
dibentuk untuk mempererat hubungan silaturahmi antar kader Muhammadiyah
itu sendiri. 37
Pada umumnya, tingkatan ranting berbasis di sebuah yayasan
pendidikan milik organisasi. Begitu pun di Kelurahan Sawangan Baru ini, basis
Ranting Muhammadiyah ini bertempat di salah satu yayasan pendidikannya,
yaitu di Pondok Pesantren Darul Arqom tadi. Tidak terdapat gedung tersendiri
yang merupakan sekretariat ranting. Hal-hal yang berurusan dengan ranting
akan dibicarakan di pondok pesantren Darul Arqom atau di rumah salah satu
pengurus ranting tersebut.
Selain memiliki yayasan pendidikan tingkat aliyah dan tsanawiyah,
Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ini juga membina yayasan pendidikan
tingkat madrasah ibtida’iyah dan taman kanak-kanak. Semua yayasan tersebut
terletak di area yang saling berdekatan. Untuk gedung SD dan TK, letaknya
lebih dekat ke yayasan-yayasan Nahdatul Ulama.38
Sekolah dasar milik Muhammadiyah disebut-sebut sebagai lokasi di
mana para tokoh pendirinya mencetuskan pemikiran mereka untuk medirikan
sebuah ranting. Sebelum berdirinya gedung sekolah, dulu di lokasi tersebut
adalah rumah salah satu tokoh Muhammadiyah setempat.
37
Hasil Wawancara dengan Bapak Baharuddin Rahman selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting
Sawangan Baru. 38
Hasil Observasi di Lokasi Penelitian (Kelurahan Sawangan Baru).
Adapun gedung taman kanak-kanaknya merupakan tanah yang diwakafkan oleh
seorang tokoh Nahadatul Ulama. Di awal masuknya Muhammadiyah, kerap
terjadi selisih paham antarkader dengan Nahdatul Ulama. Meskipun demikian
masih ada beberapa tokoh Nahdatul Ulama yang simpatik, termasuk Bapak
Abdul Wahab, yang mewakafkan sebagian tanahnya kepada Muhammadiyah,
dan kini tanah tersebut telah menjadi lokasi gedung taman Kanak-Kanak
Aisyiyah.
a. Visi-Misi
Muhammadiyah hadir dalam kehidupan masyarakat Sawangan Baru
dengan mengusung visi terbentuknya baldah thoyibah, masyarakat yang
utama, beriman dan bertakwa, yang diridhoi oleh Allah SWT.
Muhammadiyah juga mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar,
yaitu berupaya mengajak masyarakat kepada kebaikan dan mencegah mereka
untuk melakukan kejahatan.
Pada tataran aktivitas dakwah kekiniannya, Muhammadiyah Ranting
Sawangan Baru memantapkan misi gerakan dakwahnya agar mengutamakan
orientasinya pada strategi dakwah kultural.
b. Aktivitas
Dalam rangka mewujudkan visi-misinya, Muhammadiyah
mencanangkan sejumlah program kerja yang dikemas dalam jadwal harian,
mingguan, bulanan, dan tahunan, sebagai berikut:
1. Aktivitas Harian: mengelola Amal Usaha Muhammadiyah sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Jadi setiap harinya, setiap pengurus
Muhammadiyah memiliki tugas sesuai bidangnya masing-masing. Bidang-
bidang ini meliputi:
a. Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah
b. Bidang Kesejahteraan Umat
c. Bidang Tabligh dan Dakwah
d. Bidang Pewakafan
e. Bidang Penelitian dan Pengembangan.
2. Aktivitas Mingguan: setiap mingggunya pengurus Muhammadiyah
Ranting Sawangan Baru mengadakan pengajian dan pengkajian rutin yang
terbuka untuk umum, yang dilaksanakan pada:
a. Hari Kamis Malam : pengajian bapak-bapak
b. Hari Sabtu Siang : pengajian ibu-ibu
c. Hari Jum’at Malam : pengajian remaja
d. Hari Ahad Malam : kaderisasi remaja
e. Hari Ahad Subuh : sholat Subuh berjamaah secara bergilir
3. Aktivitas Bulanan: Pengurus Muhammadiyah melakukan kerjasama rutin
dengan pengurus Aisyiyah (perkumpulan kader Muhammadiyah
perempuan) di setiap bulan dalam mengadakan santunan dan pemberian
dana tunjangan pembayaran SPP para siswa/i yang menjadi anak asuh atau
tanggungan Muhammadiyah dan Aisyiyah.
4. Aktivitas Tahunan: mengadakan Sholat Taraweh berjamaah, Sholat Idul
Fitri dan Idul Adha, serta mengkoordinir penerimaan dan penyaluran zakat
dari dan kepada masyarakat. Selain itu, pengurus juga secara terbuka ikut
berpartisipasi atas bekerjasama dengan kalangan masyarakat umum yang
berda di Sawangan Baru ketika mengadakan perayaan-perayaan hari besar
Islam maupun perayaan peringatan hari-hari besar kenegaraan.
2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru
Sebelum masuknya Muhammadiyah ke Kelurahan Sawangan Baru,
masyarakat setempat telah memiliki paham keagamaan tersendiri yang telah
mengakar dalam hati mereka. Paham tersebut ialah paham keagamaan yang
berdasar pada perspektif Nahdatul Ulama. Tidak heran jika secara kultural,
ajaran Nahadatul Ulama mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat
Keluruhan Sawangan Baru.39
Walaupun mewabah pada aspek kultural masyarakat, namun
pengkaderaan dan pembinaan masyarakat akan kurang efektif jika Nahdatul
Ulama tidak terstruktur dengan baik dalam kepengurusan dan program
kerjanya. Oleh karena itu untuk memperkuat kultur Nahdatul Ulama tersebut,
maka didirikanlah Nahdatul Ulama Ranting Kelurahan Sawangan Baru pada
tanggal 9 Februari 2007.
Meskipun agaknya terlalu lama Nahdatul Ulama mengadakan sebuah
lembaga kepengurusan bila dihitung dari kemunculan awalnya di daerah ini,
yang bahkan mendahului keberadaan Muhammadiyah, namun keberhasilan
39
Hasil Wawancara Dengan Bapak H. Heri Husaeri Selaku Ketua Dewan Syuriah Nahdatul Ulama
Ranting Sawangan Baru.
para tokoh Nahdatul Ulama dalam menanamkan fatwanya dalam kultur
masyarakat, mampu membuat sebagian besar masyarakat tidak terpengaruh
dengan aliran-aliran lain yang hadir dalam kehidupan mereka.
Sebenarnya untuk tingkatan kepengurusan ranting Nahdatul Ulama di
Kelurahan Sawangan Baru telah ada sejak sebelum Ranting Muhammadiyah
di kelurahan yang sama ini dibentuk. Akan tetapi kurangnya keseriusan para
pengurus menyebabkan terbengkalainya kepengurusan Nahdatul Ulama
Ranting Sawangan Baru terdahulu.
Nanti di tahun 2007 lalu baru muncul kesadaran akan pentingnya
kepengurusan ranting tersebut secara dinamis, sehingga baru pada tahun
tersebut kepengurusan Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru dibentuk
kembali dan dilegalisasikan.40
Sama halnya dengan Muhammadiyah Ranting Kelurahan Sawangan
Baru, Nahdatul Ulama di daerah ini pun menitikberatkan basis kegiatannya di
salah satu yayasan pendidikannya, yaitu Pondok Pesantren Al-Karimyah.
Nahdatul Ulama juga tidak memiliki gedung sekretariat ranting tersendiri.
Program kerja maupun hal-hal lain yang menyangkut Nahdatul Ulama ranting
ini, akan dibicarakan di pondok pesantren tersebut atau di salah satu rumah
pengurus ranting.
Untuk keterkaitan dengan kepengurusan yayasan-yayayasannya, pihak
Nahdatul Ulama memiliki pendapat yang berbeda dengan pihak
Muhammadiyah. Meskipun ada sejumlah yayasan pendidikan berhaluan
40
Hasil Wawancara Dengan Bapak H. Heri Husaeri Selaku Ketua Dewa Syuriah Nahdatul Ulama
Ranting Sawangan Baru.
Nahdatul Ulama, namun pihak Nahdatul Ulama tidak mengatakan bahwa
yayasan-yasan tersebut adalah dibawah kepengurusan ranting.
Bagi pihak Nahdatul Ulama, mereka memang sengaja tidak
mengikutsertakan nama organisasi dalam yayasan-yasan yang ada. Misalnya
“Pondok Pesantren Al Karimiyah” tidak seperti “Yayasan Pondok Pesantren
Darul Arqam Muhammadiyah”.
Meski demikian, mayoritas pimpinan maupun guru pada yayasan-
yasan tersebut adalah juga pengurus Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru.
Pondok Pesantren Al Karimiyah juga menjadi basecamp para pengurus
ranting, karena belum dibangunnya sebuah kantor secretariat tersendiri.
Selain itu, walaupun tidak berada di bawah kepengurusan ranting dan
dipromosikan sembagailembaga pendidikan umum, namun yayasan-yasan ini
juga tetap mengadakan pengajaran mengenai Ahlusunnah wal jama’ah.
a. Visi-Misi
Pendirian sebuah ranting ini diharapkan mampu menjadi sarana
pencapaian visi dan misi Nahdatul Ulama itu sendiri dalam membangun
ukhuwah jamiiyah dari segi ekonomi pendidikan, serta sebagai upaya terus
menjaga nilai-nilai aqidah ahlussunnah wal jama’ah dan tradisi Nahdatul
Ulama yang selama ini dijalankan.
b. Aktivitas
Berikut aktivitas-aktivitas yang menjadi program kerja Nahdatul
Ulama Ranting Sawangan Baru:
1. Aktivitas Harian: setiap pengurus Nahdatul Ulama memiliki tugas dalam
melaksanakan program kerja harian sesuai bidang yang dikelolanya
masing-masing. Bidang-bidang ini meliputi:
a. Bidang Pelatihan dan Pengembangan Dakwah
b. Bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan
c. Bidang Pengembangan Ta’lim
d. Bidang Kesejahteraan Umat
e. Bidang Pengelola Kegiatan Pembacaan Ratib dan Rawi.
2. Aktivitas Mingguan:
a. Pengajian kaum bapak. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerjasama
dengan pengurus DKM (Dewan Kepengurusan Masjid) Al-Aula
Sawangan Baru. Mayoritas program kerja yang berbentuk pengajian
ataupun pengkajian ini diadakan di Masjid Al Aula.
b. Kajian intensif Islam untuk pemuda. Kegiatan ini bekerjasama
dengan PRM (Persatuan Remaja Masjid) dan Gerakan Pemuda
Anshor Ranting Kelurahan Sawngan Baru.
c. Pembacaan ratib dan rawi. Pembacaan ratib dan rawi ini ditujukan
pada dua kalangan, yaitu masyarakat umum dan para santri di
yayasan pendidikan milik Nahdatul Ulama.
3. Aktivitas Bulanan:
a. Bakti sosial berupa kerja bakti penyuluhan kesehatan untuk
masyarakat.
b. Menerbitkan Buletin Jum’at
4. Aktivitas Tahunan:
a. Mengadakan perayaan di setiap peringatan hari-hari besar Islam
b. Pemberian santunan kepada anak-anak yatim-piatu
c. Pengadaan bazar amal
d. Mengadakan mubhaligh dan mubhalighot muda Nahdatul Ulama
sekelurahan Sawangan Baru
3. Struktur Kepengurusan Ranting
a. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Berikut susunan kepengurusan Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru:
Pimpinan Ranting : Abdul Hamid HS
Bendahara : Mahfudin Asmit
Sekretaris : Baharuddin Rahman S.Ag
Departemen:
Dikdasmen
1. Drs. Abdul Hamid
2. Ir. Syamsudin
Tablig dan Dakwah
1. Drs. Ukin Supriyatna
2. Ust. Sahroni
Bidang Penelitian dan Pengembangan
1. Gunawan
2. Heri Sahlani
Kesejahteraan Umat
1. Asnawi
2. Masturi
Bidang Perwakafan
1. Suherman
2. Miharja
b. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru
Kepengurusan Nahdatul Ulama terbagi atas dua, kepengurusan Syuriah
dan kepengurusan Tandfiziyah.
SYURIAH
Rois : Ust. H. Heri Husaeri
Wakil Rois : 1. Ust. Ibrahim
2. Ust. Abdul Rahnan
Katib : Ust. Ahmad Barkah
Wakil Katib : 1. Ust. Matridi
2. Drs. H. Amarullah
A’waan : 1. Abdul Rosad
2. A. Damyati
3. Abdul Rosid
4. Hajali
5. Ust. H. Anwar
6. Ust. Uju Tahyub
7. H. Rojenih
8. Drs. Marulloh Hasyim
9. Ust. Ardi
10. Wawan ansyah
TANFIDZIYAH
Ketua : Ust. Abdul Fatah, S.Ag
Wakil Ketua : 1. Ust. Rohimi Azhari
2. Ust. Andi Darussalam, S.Ag
Sekretaris : Abdul Kodir, S.Ag
Wakil Sekretaris : 1. Drs. Madamin
2. Ahmad Junaidi
Bendahara : Syaiful Bahri
W. Bendahara : 1. M. Sholeh. HM
2. Bambang Irfana
BAB IV
ANALISA STRATEGI DAKWAH
ANTARA MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
RANTING SAWANGAN BARU
A. Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru
Bukan rahasia lagi ketika antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama dicap
sebagai dua kubu organisasi Islam yang saling bertolakbelakang. Kedua organisasi ini
berawal dari pulau Jawa lalu besar hampir di seluruh pelosok nusantara. Berbagai
kepengurusan tingkat provinsi, daerah, cabang, hingga ranting Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama tersebar hingga keluar pulau kelahirannya. Muhammadiyah
berkembang, begitu pun Nahdatul Ulama. Fatwa-fatwa keduanya menjadi patokan
sebagian besar masyarakat muslim Indonesia.
Apa yang terjadi di Kelurahan Sawangan Baru hampir serupa dengan kejadian
kemunculan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di abad ke-20. Sebelum
Muhammadiyah menancapkan pengaruhnya, daerah ini telah lebih dulu berada dalam
kontrol Nahdatul Ulama.
Budaya maupun adat-istiadat keseharian warga muslim Sawangan Baru
didominasi oleh tata-cara keberagamaan yang diajarkan oleh para tokoh Nahdatul
Ulama. Seperti budaya tahlilan, ziarah kubur ataupun dari segi bacaan-bacaan
sholat.41
41
Hasil Wawancara Dengan Para Pengurus Masing-Masing Organisasi dan Observasi di Lokasi
Penelitian.
Paham maupun tata-cara beragama yang diajarkan oleh Nahdatul Ulama
seakan telah tertanam dengan kuat dalam hati hampir sebagian besar masyarakat
muslim di daerah ini, sehingga meskipun di kemudian hari ramai berdatangan aliran-
aliran lain, termasuk Muhammadiyah, pengaruh Nahdatul Ulama tidak mudah
dipatahkan.
Tahun 1968, Muhammadiyah merambah ke Kelurahan Sawangan Baru.
Awalnya tidak ada permasalahan yang berujung konflik yang terjadi antara
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Meskipun sering terjadi selisih paham, karena
pada zaman tersebut Nahdatul Ulama masih dibawa para asuhan tokoh yang kini oleh
para penerusnya disebut sebagai golongan tua.
Namun demikian golongan tua hanya cenderung lebih agresif dalam
menanamkan fatwa pada kalangan Nahadatul Ulama saja. Dalam artian, ketika para
pimpinan Nahdatul Ulama mengeluarkan sebuah perintah atau larangan, maka
masyarakat yang mengaku NU wajib melaksanakan perintah tersebut.
Misalnya, para wanita pada masa itu sama sekali tidak diperbolehkan
menggunakan celana panjang. Akan tetapi para golongan tua ini tidak bersikeras
memberlakukan fatwa-fatwanya terhadap pihak di luar kader Nahdatul Ulama.
Sehingga kehadiran Muhammadiyah pun kala itu, tidak mendapatkan sikap antipati
yang berlebihan dari pihak Nahdatul Ulama.
Pihak Nahdatul Ulama menerima kehadiran Muhammadiyah meski tetap eksis
menjalankan dakwah kulturalnya, begitupun sebaliknya, Muhammadiyah tidak
melakukan hal-hal yang bisa memancing reaksi keras dari pihak Nhadatul Ulama,
namun tetap mengupayakan pencapaian misi dakwah modernisnya, yaitu
pembaharuan untuk menghilangkan penyakit TBC (tahayyul, bid’ah, churafat), yang
oleh kalangan Muhammadiyah dianggap sedang menjangkiti masyarakat Sawangan
Baru kala itu.42
Kedua organisasi berbeda haluan ini hidup harmonis sebagai tetangga. Apalagi
mengingat bahwa banyak di antara para pengurus Muhammadiyah dan Nahdatul
Ulama yang masih merupakan kerabat atau memiliki hubungan persaudaraan. Bahkan
ada yang berhubungan sangat dekat, misalnya orang tuanya mengikuti paham
keagamaan ala Nahdatul Ulama, sedangkan anaknya berhaluan Muhammadiyah.
Meskipun awalnya Muhammadiyah dibawa oleh pendatang, tapi ke depannya
notabene para pengurus berasal dari masyarakat setempat yang dahulunya menganut
paham Nahdatul Ulama. Sehingga yang terjadi kemudian ialah timbulnya perasaan
enggan untuk meributkan perbedaan paham, karena para kader Nahdatul Ulama dan
Muhammadiyah saling menghargai hubunga kekerabatan tersebut.
Ketika ditanyakan mengenai konflik yang pernah timbul antara kedua
organisasi ini, baik pihak Nahdatul Ulama maupun pihak Muhammadiyah sama-sama
menyatakan bahwa konflik mulai timbul ketika muncul intervensi pihak ketiga yang
merupakan aliran lain di luar Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Aliran-aliran
seperti Ahmadiyah, Islam Ba’iat, dan lain sebagainya, walaupun dalam jumlah yang
minoritas namun kerap lebih gencar dan terang-terangan menanamkan fatwanya
kepada masyarakat.
Bahkan menurut Bapak H. Heri Husaeri, salah satu tokoh Nahdatul Ulama di
Kelurahan Sawangan Baru, pihak ketiga ini pernah memprovokasi antara
Muhammadiyah dengan Nahdatul Ulama dengan mengangkat isu dominasi Nahdatul
Ulama pada kepengurusan masjid yang terlalu berlebihan. Pada waktu itu hanya
42
Hasil wawancara dengan Bapak Baharruddin Rahman S. Ag. Selaku Sekretaris Muhammadiyah
Ranting Sawangan Baru
terdapat satu masjid di daerah ini, sehingga isu tersebut sempat membuat pihak
Muhammadiyah terpancing untuk mengurangi intervensi Nahadatul Ulama dalam
kepengurusan masjid, yang padahal memang masjid tersebut didirikan oleh pihak
Nahdatul Ulama.43
Isu tersebut sengaja ditujukan kepada pihak Muhammadiyah agar terjadi
perpecahan dengan Nahdatul Ulama. Adapun sebab dilakukannya provokasi tersebut
ialah karena pihak ketiga tidak mampu menerobos pertahanan ajaran-ajaran Nahdatul
Ulama yang telah ditanamkan dengan kuat dalam kehidupan keberagamaan
masyarakat Sawangan Baru.
Sehingga pihak ketiga ini mencari dukungan dari kelompok Muhammadiyah
yang dinilai telah memiliki pengaruh yang juga lumayan pada masyarakat Sawangan
Baru, namun masih mudah dipengaruhi.44
Pihak ketiga memprovokasi dengan mengklaim Nahdatul Ulama terlalu
menguasai masjid Al-Aula yang pada saat itu merupakan satu-satunya masjid yang
ada di daerah tersebut. Isu ini sempat membuat pihak Muhammadiyah terpancing dan
hampir melakukan kudeta untuk merebut kepengurusan masjid. Namun karena
mengingat ikatan persaudaraan tadi, konflik tersebut bisa diredam dan diselesaikan
dengan kepala dingin.
Kini untuk menghindari konflik, kedua organisasi beralih ke arah strategi
dakwah kultural, yaitu strategi dakwah di mana masing-masing organisasi berupaya
untuk menghargai tradisi keagamaan masing-masing dengan serta-merta mengikuti
tradisi keagamaan tersebut, dengan tujuan untuk memahami dan mengubah sedikit
43
Hasil Wawancara Dengan Bapak H. Heri Husaeri Selaku Ketua Dewan Syuriah Nahdatul Ulama
Ranting Sawangan Baru. 44
Ibid
demi sedikit tradisi yang dianggap melenceng dari ajaran agama dalam pemahaman
masing-masing organisasi.45
Penggunaan strategi kultural ini terbukti mampu meredam konflik antara
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru. Akan tetapi di
satu sisi mengakibatkan hal yang menghambat kinerja masing-masing organisasi.
Pada Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru, strategi dakwah kultural telah
menyebabkan kader-kader organisasi ini terbawa arus untuk mengikuti saja adat-
istiadat setempat yang kental dengan nuansa Nahdatul Ulama.
Meskipun pada wawancara dengan salah seorang pengurus organisasi ini
dikatakan bahwa ikut serta dalam tradisi keagamaan masyrakat setempat yang khas
dengan ajaran Nahdatul Ulama hanyalah sebuah strategi untuk mengubah secara
perlahan-lahan, akan tetapi hingga saat dilakukannya penelitian ini tidak terdapat
perubahan signifikan yang berhasil dilakukan oleh pihak Muhammadiyah.
Sedangkan pada Nahdatul Ulama, penggunaan strategi kultural yang sudah
berlaku sejak lama, yang telah memberikan keberhasilan bagi Nahdatul Ulama untuk
membentuk tata-cara keberagamaan masyarakat setempat itu, membuat Nahdatul
Ulama menjadi condong apatis untuk menguatkan sisi struktural kepengurusan dalam
tubuh organisasinya sendiri.
Terlepas dari hal-hal tersebut, meskipun juga kadang kala masih terjadi
konflik-konflik kecil yang disebabkan oleh kader, baik dari Muhammadiyah maupun
Nahdatul Ulama, yang masih menanggapi perbedaan dengan sangat keras, namun hal
tersebut tidak memberikan dampak yang begitu besar sehingga kehidupan antara
kader Muhammadiyah dan kader Nahdatul Ulama di kelurahan ini berjalan harmonis.
45
Hasil Observasi di Lokasi Penelitian
B. Skema Perbandingan
Pembanding Muhammadiyah
Ranting
Sawangan Baru
Nahdatul Ulama
Ranting
Sawangan Baru
Strategi Dakwah
- Kultural lemah
- Struktural kuat
- Kultural kuat
- Struktural lemah
Materi Dakwah
Pembahasan tentang ajaran
agama yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadits
Pembahasan tentang ajaran
agama yang bersumber dari Al
Qur’an, As Sunnah, ditambah Al
Ijma’, dan Al Qiyas
Media Dakwah
Menitikberatkan pada
pemanfaatan lembaga-
lembaga pendidikan (modern)
Menitikberatkan pada
penyebaran dakwah melalui
mimbar atau pengajian-pengajian
(tradisional)
Tujuan
Dakwah
Menciptaan masyarakat Islam
yang diridhoi Allah SWT,
serta sebagai upaya
penghapusan dan pencegahan
budaya tradisional yang tidak
ada tuntunannya dalam agama,
dalam artian menciptakan
ajaran keagamaan yang
berbeda dengan ajaran agama
yang telah mengental di
masyarakat setempat.
Selain juga meenciptakan
masyarakat Islam yang diridhoi
Allah SWT, dakwah Nahdatul
Ulama juga bertujuan untuk
menjaga nilai-nilai aqidah
ahlussunnah wal jama’ah dan
tradisi Nahdatul Ulama yang
selama ini dijalankan, dalam
artian mempertahankan ajaran
yang telah mengental yang
merupakan ajran-ajaran para
Da’i
Da’i boleh siapa saja yang
penting memahami apa yang
disampaikan dan memulai
dakwahnya pada dirinya
sendiri
Da’i lebih diutamakan jika
memahami dan mendalami
agama dengan baik, seperti para
ulama atau kiai
Program
Dakwah Utama
Melalui pendidikan di
lembaga-lembaga pendidikan
formal seperti sekolah-
sekolah.
Melalui dakwah mimbar ke
mimbar di pengajian-
pengajian/majelis taklim
setempat
Kekuatan
Modernisme,
Muhammadiyah memiliki
kekuatan tersendiri melalui
pembaharuan bersifat modern
yang diusungnya, seperti
pandangan berbeda dengan
Nahdatul Ulama dalam tata-
cara berbusana dalam Islam.
Tradisionalisme, dengan tetap
berpegang teguh dan
memperjuangkan ajaran-ajaran
dari para ulamanya terdahulu,
Nahdatul Ulama masih memiliki
banyak pengikut ajarannya.
Kelemahan
Khusus untuk di daerah ini
kelemahan Muhammadiyah
yang menghambat
dakwahnya ialah kurangnya
para tokoh tua tua yang
dituakan di Kelurahan
Sawangan Baru.
Terlalu dominannya intervensi
kaum tua yang menyebabkan
kurang menariknya minat
pemuda setempat, sehingga
kader-kader mudanya
cenderung pasif dalam kegiatan
dakwah organisasi ini.
C. Kelebihan dan Kekurangan
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Secara struktural, Muhammadiyah lebih kuat dibanding Nahdatul
Ulama. Hal ini ditandai dengan pendirian ranting Muhammadiyah yang jauh
lebih dulu dibandingkan ranting Nahdatul Ulama.
Ketika Muhammadiyah masuk ke daerah ini, para tokoh pendirinya
tidak lama mengambil langkah untuk langsung mendirikan sebuah
kepengurusan ranting. Hal tersebut dilakukan agar Muhammadiyah memiliki
legalitas yang jelas sebagai sebuah lembaga dakwah, serta guna
mempermudah aktivitas-aktivitas yang menjadi program kerjanya.
Akan tetapi, bila ditinjau dari segi kultural Muhammadiyah
ketinggalan jauh dibandingkan Nahdatul Ulama. Meskipun telah
mengorientasikan dakwahnya pada strategi kultural, yakni dakwah yang
dilakukan dengan cara mengikuti tradisi setempat dan berusaha mengubahnya
perlahan-lahan, namun tetap saja pihak Muhammadiyah tidak mampu
merubah tradisi keagamaan masyarakat tersebut. Hingga hari ini tidak nampak
perubahan berarti yang merupakan hasil dari dakwah Muhammadiyah.
Malah Muhammadiyah menjadi terbawa arus, apa yang dulu dianggap
sebagai penyakit TBC (tahayyul, bid’ah, churafat) seperti tahlilan dan ziarah
kubur, kini bukan sekedar objek dari strategi dakwah kultural saja, tetapi juga
telah menjadi tradisi keagamaan masyarakat Muhammadiyah sendiri di
kelurahan Sawangan Baru.
Masyarakat yang merupakan kader dari Muhammadiyah cenderung
mengikuti saja tradisi masyarakat setempat (yang sebagian besar adalah tradisi
khas Nahadtul Ulama), untuk menghindari pertengkaran, di samping menjadi
sebuah bentuk kebiasaan turun-temurun yang telah dilakukan oleh para orang
tua mereka, yang mayoritas merupakan kader dari Nahdatul Ulama.
Majlis tarjih seakan tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Fungsi
dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang
masalah-masalah tertentu yang dipertikaikan oleh masyarakat muslim.46
Muhammadiyah di kelurahan ini lebih memilih untuk menyamakan tradisi
demi perdamaian tersebut.
2. Nahdatul Ulama
Berbanding terbalik dengan Muhammadiyah, secara struktural
Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru belum terstruktur sebaik
Muhammadiyah. Hal ini ditandai dengan keterlambatan pembentukan
kepengurusan ranting serta saling ketidaktahuan mengenai siapa yang
menjabat atau apa jabatannya masing-masing, antar anggota Nahdatul Ulama
itu sendiri.
Kurangnya kepedulian pihak Nahdatul Ulama pada pengukuhan
kepengurusan secara struktural boleh jadi menjadi salah satu alasan yang
menyebabkan beberapa kadernya berpindah haluan ke Muhammadiyah.
46
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900~1942, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996),
Cet.ke-8, h. 92.
Namun apabila ditinjau dari segi kultural, meskipun baru resmi berdiri
sebagai sebuah ranting pada tahun 2007 lalu, tapi pihak Nahdatul Ulama yang
mayoritas merupakan penduduk asli telah menanamkan fatwanya dengan
sangat kuat dalam kehidupan masyarakat setempat, sehingga fatwa-fatwa
tersebut telah terbangun menjadi sebuah tradisi yang turun-temurun dan sulit
untuk diubah.
Meskipun ada beberapa kadernya yang berpindah haluan, termasuk ke
Muhammadiyah, namun mayoritas masyarakat Kelurahan Sawangan Baru,
baik yang telah berpindah haluan maupun yang tidak menjadi kader organisasi
apapun, secara turun-temurun mengerjakan tradisi keagamaan yang diajarkan
oleh Nahdatul Ulama.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perbedaan paling mencolok pada strategi dari kedua organisasi ini,
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, ialah lebih kepada penggunaan media
dakwahnya. Pada Muhammadiyah strategi dakwah dititikberatkan melalui
media pendidikan, sedangkan Nahdatul Ulama lebih pada media mimbar atau
pengajian-pengajian.
2. Implementasi strategi dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di
Kelurahan Sawangan Baru kini berorientasi pada strategi dakwah kultural,
yaitu strategi di mana kedua organisasi saling menghargai tradisi keagamaan
masing-masing dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan
tertentu yang dilakukan, baik oleh Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama.
3. Strategi ini dilakukan untuk menjaga keharmonisan kedua organisasi ini,
mengingat bahwa perbedaan yang berujung konflik kerap kali bersumber dari
ketidakmampuan untuk menerima perbedaan paham keberagamaan masing-
masing kelompok. Dengan memperkuat strategi dakwah kultural,
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama akan menjadi lebih menghargai masing-
masing paham keagamaan.
4. Meskipun saling ikut berpartisipasi dalam beberapa kegiatan keagamaan
masing-masing, namun baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tidak
mengubah paham keorganisasiannya. Dalam artian Muhammadiyah melalui
keikutsertaannya dalam kegiatan-kegiatan Nahdatul Ulama, tetap
mengupayakan terwujudnya sedikit demi sedikit visi-misi dakwahnya yang
mengusung pembaharuan dan pemurnian paham keagamaan yang ada pada
tradisi Nahdatul Ulama tersebut. Begitupun sebaliknya, Nahdatul Ulama
merangkul para kader Muhammadiyah melalui paham keagamaan yang telah
mengakar dalam tradisi masyarakat Kelurahan Sawangan Baru, namun juga
tetap menghargai aktivitas dakwah yang dilakukan kalangan Muhammadiyah
untuk mengubah tradisi keagamaannya itu.
5. Hampir tidak terdapat benturan dalam aktivitas dakwah yang dilakukan antara
kalangan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kepada masyarakat Kelurahan
Sawangan Baru. Selain hal tersebut terjadi karena pengaruh pengembangan
dan pengaplikasian strategi dakwah kultural, kerukunan kehidupan antara
kalangan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di kelurahan ini lebih
dipengaruhi oleh keterkaitan hubungan keluarga antarmasyarakat setempat.
Sehigga perselisihan paham menjadi suatu problematika yang bisa
diselesaikan secara kekeluargaan.
B. Kritik dan Saran
Setelah melakukan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif,
dengan dibantu dengan sejumlah instrumen penting seperti wawancara dan observasi
langsung di lokasi penelitian, maka ditemukan beberapa hal yang perlu untuk dikritisi;
meskipun secara keseluruhan, strategi dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama
sudah cukup baik yang ditandai dengan keinginan kedua organisasi untuk
menitikberatkan dakwahnya pada strategi kultural, guna menghindari terjadinya
konflik antarkeduanya, akan tetapi:
1. Optimalisasi aktivitas dakwah melalui strategi dakwah kultural telah
menyebabkan baik Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama menjadi menurun
kualitasnya pada sisi yang lain.
2. Pada Muhammadiyah, seperti apa yang telah disebutkan sebelumnya,
penggunaan strategi dakwah kultural telah menyebabkan kader-kader organisasi
ini terbawa arus tradisi Nahdatul Ulama. Sedangkan Nahadtul Ulama tidak
mampu sebaik Muhammadiyah dalam mengatur manajemen organisasinya.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi bahan
pertimbangan kedua belah pihak:
1. Pemantapan strategi kultural hendaknya diiringi dengan pemantapan struktural
keorganisasian. Hal ini berguna untuk memperkuat basis pertahanan kedua
organisasi untuk menghadapi hambatan intern maupun ekstern. Jadi bukan
hanya masalah fatwa, tetapi juga ketika legalitas dipermasalahkan, tidak akan
ada kesulitan untuk menyelesaikannya.
2. Di samping pemantapan pada segi struktural, kedua organisasi perlu
meningkatkan kembali pengembangan pemahaman keagamaan para kader
masing-masing. Hal ini ditujukan untuk menanggulangi pemahaman
keagamaan yang dangkal, sehingga setiap kader tidak berislam dengan tata-
cara yang sekedar mengikuti tradisi masyarakat setempat ataupun kebiasaan
yang turun-temurun dalam keluarga.
3. Meskipun hidup cukup harmonis di Kelurahan Sawangan Baru ini, tapi
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama tidak pernah mengadakan kerjasama
yang menyangkut kegiatan-kegiatan keagamaan.
4. Oleh karena itu, agar lebih menjadi contoh yang baik dalam kerukunan hidup
antarorganisasi Islam, kedua pihak organisasi sebaiknya menyempatkan untuk
mengadakan kerjasama, khususnya bakti sosial yang berorientasi pada
pembinaan kesejahteraan masyarakat muslim setempat.
Akhirnya, mengutip dari sebuah literatur,” apapun nama dan bentuk
gerakan Islam, kapan dan di mana saja, pada hakikatnya merupakan suatu usaha
perwujudan dakwah islamiyah sebagai tindak lanjut dari Risalah para Rasul yang
pada intinya adalah amar ma’ruf nahi mungkar. Usaha tersebut dalam rangka
menumbuhkan perkara yang ma’ruf di samping juga mengikis serta membendung
segala bentuk kemungkaran”.47
Semoga apapun strategi dakwah yang digunakan dan materi dakwah
apapun yang disampaikan, baik oleh kader Muhammadiyah maupun kader
Nahadatul Ulama Ranting Sawangan Baru, mampu menjadi penuntun yang
membantu masyarakat muslim untuk senantiasa melakukan pekerjaan yang ma’ruf
serta terhindar dari segala yang munkar.
Di samping itu tentunya dimensi kehidupan yang bernuansa keislaman
juga diharapkan mampu menuntun kehidupan masyarakat Indonesia pada
umumnya di segala aspek kehidupan lainnya.
47
Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel,, (Prinsip dan Strategi Dakwah), op.cit, hlm. 57.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amarullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, PLP2M, Yogyakarta:
1985.
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, Jilid 2, Kajian Kritis Terhadap Metode Dakwah
Rasulullah, Pustaka Thariqul Izzah, Jakarta: 2003.
Amsyari, Fuad, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, Mizan, Bandung: 1990.
A. Muis, Komunikasi Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 2001.
Arifin, H.M., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Bumi Aksara, Jakarta: 2000.
Efendi, Uchyana, Onong, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung: 1992.
Ensiklopedia Indonesia, Edisi Khusus, Jilid 4 KOM-OZO, PT. Ichtiar Baru-Van
Hoeve, Jakarta: 1989.
Fathoni, Khorul, Muhammad Zen, NU Pasca Khittah, Prospek Ukhuwah Dengan
Muhammadiyah, Media Widya Mandala, Yogyakarta: 1992.
Hadari, Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan,
Gajah Mada University Perss, Yogyakarta: 2003.
Hasanuddin, H., Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek Dalam Berdakwah Di Indonesia),
PT. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta: 1996.
Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, Gema Insani Perss, Jakarta: 1998.
Hasil Mukernas IV Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama, Potret Gerakan Dakwah NU,
PP LDNU Publishing, Yogyakarta: 2007.
Hidayat, Nur, Dakwah dan Politik Muhammadiyah, Skripsi Mahasiswa Jurusan
Bimbingan Penyuluhan Islam, universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta: 1996.
Jainuri, Achmad, Kumpulan Tulisan, Muhammadiyah Kini dan Esok, Pustaka Panji
Mas, Jakarta: 1990.
Kumpulan Tulisan, Muhammadiyah Kini dan Esok, Pustaka Panji Mas, Jakarta: 1990.
Madjid, Nurcholish, Islam, Doktrin & Peradaban, sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Yayasan Wakaf
Paramadina, Jakarta: 1992.
Mahmud, Ahmad, Dakwah Islam, Jilid 2, Kajian Kritis Terhadap Metode Dakwah
Rasulullah, Pustaka Thariqul Izzah, Jakarta: 2003.
Moleong, Dr. Lexy J., M. A., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Munir, M., Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Prenada Media, Jakarta: 2006.
Muis, A., Komunikasi Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2001.
Muzadi, Abdul Muchith, Mengenal Nahdatul Ulama, Cetakan Keempat, Khalista,
Surabaya: 2006.
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam, sejarah Pemikiran Dalam Islam, PT
Bulan Bintang, Jakarta: 1992.
Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900~1942, Pustaka LP3ES,
Jakarta: 1996.
Nuh, Muhammad, Sayid, Dakwah Fardiyah, Pendekatan Personal Dalam Dakwah,
Era Intermedia, Solo: 2000.
Rafi’udin, Maman Abdul Djaliel,, Prinsip dan Strategi Dakwah, Pustaka Setia,
Bandung: 2001.
Rahmad, Dadang, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama,
Pustaka Setia, Bandung: 2000.
Safwan, Mardanas, Sutrisno Kutoyono, KH. Ahmad Dahlan, PT Mutiara Sumber
Widya, Jakarta: 2001.
Siagian, S.P., Manajemen Modern, Masa Agung, Jakarta: 1994.
Simandjuntak, John. P., Z. Bambang Darmadi, Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Jarot
Priyogutumo, Public Relations, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2003.
Situs Resmi Organisasi Muhammadiyah
Situs Resmi Organisasi Nahdatul Ulama
Soehartono, Irawan, Metodologi Penenlitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Rosdakaraya,
Bandung: 2004.
Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya: 1983.
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, LPFE UI, Jakarta: 1997.
Tim Redaksi Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Profil Nahdatul Ulama, Pengurus
Besar Nahdatul Ulama, Jakarta.
Tim Redaksi Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Buletin Risalah Nahdatul Ulama,
Edisi 7 & 9Tahun Kedua, Jakarta: 2008.
Tim Redaksi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Profil Muhammadiyah 2005, Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta: 2005.
Tutik, Triwulan, Jonaedi Efendi, Membaca Peta Politik Nahdatul Ulama, Sketsa
Politik Kiai & Perlawanan Kaum Muda NU, Lintas Pustaka, Jakarta: 2008.
Wahyuni, Sri, Agustinus, Manajemen Strategik; Pengantar Proses Berpikir Strategik,
Binarupa Aksara, Jakarta: 1996.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Hasil Wawancara Dengan Pihak Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru
Interviuwee : Ust. H. Heri Husaeri
Jabatan : Ketua Dewan Syuriah Nahdatul Ulama Ranting Sawangan
Baru
Pekerjaan : Guru Yayasan Pondok Pesantren Al-Qarimiyah
Tanggal Wawancara : Senin, 1 September 2008
Tempat Wawancara : Rumah Bpk. H. Heri Husaeri
Jl. Jati, Sawangan-Depok
1. Tolong Bapak jelaskan, bagaimana sejarah pengembangan Nahdatul Ulama di
Kelurahan Sawangan Baru sampai berdirinya sebuah ranting?
Jawab: Sebetulnya untuk pengembangan NU di Sawangan baru tidak terlalu sulit
ya, karena memang dari dasar awalnya NU itu sudah berdiri. Jadi, pada
awalnya memang belum ada kepengurusan ranting. Nnamun setelah ada
kepengurusan Depok kemudian juga kecamatan, yang akhirnya
terbentuklah ranting. Jadi tidak sulit karenmemang orang-orangnya
sudah NU dari sejak dulu, jadi ga terlalu nyari-nyari anggota atau nyari-
nyari pengurus dulu. Kita tinggal manggil-manggil orang, kemudian ayo
lita bentuk yang sudah dibentuk dari kecamatan.
2. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam aktivitas dakwah Nahdatul Ulama di
Kelurahan Sawangan Baru?
Jawab: Untuk Sawangan baru khususnya Sawangan kita ini ya, hambatannya sih
tidak terlalu banyak, karena banyaknya pendatang-pendatang baru
pindah ke Sawangan gitu ya. Dari Jakarta pindah ke daerah Sawangan
dan beberapa daerah-daerah lainnya, yang mereka sendiri mungkin kan
latarbelakngnya beda-beda. Ada myngkin yang NU atau mungkin
Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Jadi untuk daerah kita ini gitu ya,
masih bisa terkendali untuk kegiatan-kegiatan dakwah dengan sistem NU
itu sendiri.
3. Bagaimana Nahdatul Ulama menilai aktivitas dakwah yang dilakukan oleh
Muhammadiyah?
Jawab: Ya, kalau bagi kita di sini, ya pada dasarnya dakwahnya masih umum-
umum saja. Sebab Muhammadiyah yang ada di lingkungan kita itu juga
kebanyakan masih keluarga. Ya memang ada sih ajakan-ajakan, mungkin
misalnya perbedaan dalam tahlilan. Tapi ga ada masalah, ya silahkan-
silahkan saja. Karena memang ya keluarga kita juga.
4. Apakah ada kekhawatiran yang dirasakan NU dalam menanggapi perkembangn
dakwah Muhammadiyah?
Jawab: Oh, kita ga ada. Soalnya kenapa. Dasar NU-nya di hati mereka itu sudah
melekat dari sejak awal. Terkecuali memang pada anak-anak muda yang
terpengaruh pada ajaran-ajaran baru. Tapi saya rasa pengurusnya itu
dominan, artinya dominan bisa mempertahankan itu. Jadi kita ga ada
kekhawatiran mereka nanti ikut. Mungkin kalau tradisi, misalnya mereka
ada acara dan sebagainya, kita ikut itu biasa ya.
5. Apa yang diharapkan oleh pihak Nahdatul Ulama terhadap aktivitas dakwah
Muhammadiyah?
Jawab: Yang diharapkan itu ya, kan begini, terjadinya perselisihan antar Islam
itu kan karena pemahaman yang minim. Kan kadang-kadang setiap
orang menganggap dirinya itu yang paling benar. Kalau kita, ga merasa
kalau kita tuh paling benar. Dan kita kepngennya Muhammadiyah juga
begitu, juga tidak merasa dirinya yang paling benar. Namanya manusia
ka nada kekurangan ada kesalahan. Artinya kenapa ada yang merasa
dirinya paling benar, yak arena kurangnya pemahaman terhadap agama.
Makanya kalau kita ini, keluarga kita yang Muhammadiyah kalau betul
tinggi pemahaman agamanya, ya kita ga ada kekhawatiran. Begitu juga
sebaliknya, kalau yang NU tinggi paham agamanya, ya ga ada yang
perlu dikhawatirkan.
6. Bagaimana kriteria da’i yang ideal dalam perspektif Nahdatul Ulama?
Jawab: Kalau saya sih berpendapat, da’i yang efektif yang mereka itu memahami
ilmu dan memahami strategi dakwah dilingkungan masyarakat setempat.
Kadang-kadang ilmu saja dia kuasai tanpa memahami strategi dakwah di
lingkungan masyarakat akhirnya kan pemaksaan, atau dia memahami
lingkungan masyarakat, tapi tanpa ilmu juga kan kurang berdalil,
dalilnya jadi kurang kuat.
7. Bagaimana metode dakwah yang ideal dalam perspektif Nahdatul Ulama?
Jawab : Kalau metodenya sih tinggal kita liat siapa yang akan kita sampaikan,
gitu kan. Kalau memang orang tua, bapak-bapak dan ibu-ibu, kita paling
metode biasa, artinya dengan nasehat ceramah kemudian dengan contoh
dan lain sebagainya. Tapi kalau di sini anak muda biasa sudah pakai
sistem diskusi tentang keislaman. Kan ada majlis taklim tiap-tiap
mushola, ada juga majlis taklim gabungan setiap RW, ada juga majlis
taklim yang, apa namanya, gabungan dari pengajian-pengajian. Kadang-
kadang juga pakai sistem kerja amal, tu misalnya dia bikin bazar
kemudian mendatangkan barang murah. Cuma pengajian itu juga ada
dua, ada yang ngaji Al Qur’an-jadi baca Qur’an gitu ya, ada yang
pengajiannya itu pengajian kitab-kitab Islam.
Hasil Wawancara Dengan Pihak Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Interviuwee : Baharuddin Rahman, S.Ag.
Jabatan : Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Pekerjaan : Guru Yayasan Pondok Pesantren Darul Arqom
Tanggal Wawancara : Senin, 1 September 2008
Tempat Wawancara : Rumah Bpk. Baharuddin Rahman, S.Ag.
Jl. Abdul Wahab, Sawangan-Depok
1. Bagaimana sejarah pengembangan Muhammadiyah di Kelurahan Sawangan Baru
sampai berdirinya sebuah ranting?
Jawab: Jadi orang tua, kalau cerita orang tua ya, orang tua itu cerita tatkala
masuk sini kan banyak PKI, pendaftaran anggota-anggota PKI.
Kemudian orang tua datang kemari ini masih banyak dari ibadah-ibadah
yang istilahnya ikut campurlah dengan Hindu. Karena memang
Sawangan ini tempat transit Cirebonm Banten, trus ingin ke, mana, ke
Jakarta. Jadi berbagai macam efek masuk ke sini. Seperti budaya,
terutama juga Jawa masuk ke sini, sehingga ibadah-ibadah tercampur.
Nah kalau latar belakang pendiri-pendiri memang masuk ke sini ingin
mengadakan suatu peribadatan yang murni gitu, yang murni tidak
tercampur dengan sesuatu yang memang dia tidak diketahui terutama
taklidnya kan.
Bagaimana taklid? Banyak orang ibadah tapi dia tidak mengetahui
dasarnya, kemudian orang beribadah bid’ah, sesuatu yang dicontohkan
Rasul kemudian dia ibadahi. Makanya orang tua pendiri, ini sangat
berat, sampai berhenti itu tidak terlalu besra, ya klesnya dengan NU di
tahun 2000an ini lah. Tadinya itu masih sangat kental.
2. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam aktivitas dakwah Muhammadiyah di
Kelurahan Sawangan Baru?
Jawab: Sebetulnya dakwah itu tergantung kita ya, semua harus dimengerti oleh
warga kader Muhammadiyah juga. Sebenarnya Muhammadiyah tuh
bukan organisasi saja, yaitu Muhammadiyah yang betul-betul sebagai
pengikut Nabi Muhammad, dan Muhammadiyah secara lebih
organisatoris, sehingga untuk dakwah yang sebetulnya itulah maka kita
kembalikan hari ini kepada dakwah kultur. Jadi kita tidak mengambil
perbedaannya.
Kalau tahun-tahun kemarin kan kita dakwah yang kita lihat adalah
perbedaannya, sehingga yang terjadi adalah benturan-benturan. Nah
hari ini yang kita lihat bukan gitu, karena ya musuh besar kita hari ini
adalah, bagaimana mengislamkan orang lain. Setelah mereka Islam,
sadar, bagaiman kita jauhkan mereka dari bid’ah, tahayyul, churafat, itu
yang paling penting dan saya rasa tantangannnya hari ini.
3. Bagaimana Muhammadiyah menilai aktivitas dakwah yang dilakukan oleh
Nahdatul Ulama?
Jawab: Kalau NU pakai ciri khas ya, cirri khas dakwah panggung, itu ciri
dakwah, khas NU. Sama halnya kemudian dengan metode salafiyah.
Dalam artian temponya yang dulu, kepesantrenan, itu NU. Kalau kita
Muhammadiyah, bukan berarti kita mengabaikan, Muhammadiyah itu
cara dakwahnya berkelanjutan gitu. Misalnya kalau saya ngaji, hari ini
baca apa, nanti apa, itu lain-lain.
Tapi kalau untuk kader itu ada temanya, jadi apa yang belum dibahas
dan belum dipahami. Sehingga si kader ini nantinya akan menjadi
mengerti. Kita juga tidak ada yang seperti di NU, bahwa kiai itu adalah
sentral, kemudian silabusnya kita tarjih yang kita sampaikan, itu pun
tidak mesti kiai yang menyampaikan. Karena di Muhammadiyah tidak
ada kiai kecuali Kiai Ahmad Dahlan. Jadi ya kader yang senior saja,
mereka yang nantinya harus mengkader yang muda-muda.
4. Apakah ada kekhawatiran yang dirasakan Muhammadiyah dalam menanggapi
perkembangn dakwah Nahdatul Ulama?
Jawab: Kita Muhammadiyah di Sawangan ini tidak ada masalah sedikit pun ya
dengan perkembangan dakwah Nahdatul Ulama. Karena yang kami
khawatirkan bukan NU yang lebih banyak, tapi kristenisasi yang lebih
banyak, itu yang saya khawatirkan. Kalau NU jadi lebih besar, atau
Muhammadiyah jadi lebih besar, ya ga masalah. Jadi kita tidak
terpengaruh dengan mana yang lebih besar, paling oknum-oknum saja.
Misalnya kader-kader yang keras, itu masih ada aja. Tapi yang
bersinggungan dengan masyarakat berarti dia bukan kader
Muhammadiyah. Kalau ada kader Muhammadiyah yang bersinggungan,
berarti dia keblinger dengan Muhammadiyahnya.
5. Apa yang diharapkan oleh pihak Muhammadiyah terhadap aktivitas dakwah
Nahdatul Ulama?
Jawab: Kalau kita harap, NU berdakwah sesuai dengan apa yang
dimusyawarahkan dan itu baik untuk Islam. Muhammadiyahnya juga
mengerjakan apa yang sudah dimuktamarkan. Jangan bicarakan masalah
persinggungan saja. Orang-orang sudah jauh ke mana, kita masih
membahas yang itu-itu saja. Kalau sekarang kan sudah muncul JIL, dan
lain sebagainya, itu harus kita cancel.
Nah, Muhammadiyah dengan NU sebagai organisasi tertua di Indonesia,
kalau kita bersinggungan terus, nanti habis kadernya. Jadi yang kita
harapkan masing-masing berjalan. Muhammadiyah dengan
Muhammadiyahnya, NU dengan NU-nya. Teruskan saja kaderisasinya,
nanti kita bertemu pada satu titik. Itu saja.
6. Bagaimana kriteria da’i yang ideal dalam perspektif Muhammadiyah?
Jawab: Kalau kita lihat da’i, ga banyak sih syararnya. Kalau dia bicara, yang
penting harus dia kerjakan sendiri. jadi ga mesti dia harus seorang guru
kiai ataupun sebagainya, seorang tukang pun bisa di sini. Jadi kriteria
dia melaksanakan apa yang didakwahkan. Rasul sendiri kan tidak
mencirikan. Jadi kalau misalnya ada hari ini yang mencirikan, ya jangan
dulu. Jadi ya siapa yang berhak, siapa yang mau, siapa yang mampu, dan
dia bisa praktekkan.
Nah, bagaimana caranya mengetahuinya, kita ini kan hidup
bermasyarakat, jadi kita bisa lihat. Kalau dia tidak bisa mmpraktekan
apa yang dia sampaikan, nah ini yang sulit. Tapi kalau syarat umumnya,
ya minimal dia seperti apa yang menjadi syarat imam shalatnya, ya dia
memahami Al Qur’an dan Hadits. Paham shiroh-nya, paham manhaj-
nya. tapi kalau ideal, ya yang ideal cuma Rasul.
7. Bagaimana metode dakwah yang ideal dalam perspektif Muhammadiyah?
Jawab: Metode dakwah yang ideal ya itu tadi, kita kembali kepada kultur, tapi
bukan kita mengikuti ya. Kita kembali kepada kultur, agar tidak terjadi
pertentangan. Kalu kita mau berjalan di atas air, ya kit ikuti saja
alirannya. Ya kalau di masyarakat tradisinya begini, ya kita ikuti saja,
sambil sedikit-sedikit kita beri pemahaman. Dalam artian, sarana boleh
berubah, tapi hatinya, tauhid dan aqidahnya tidak boleh berubah.
Sehingga kalau Rasul, apa yang dibangun oleh Rasul, tauhidnya aja dulu
sama aqidahnya dulu. Kalau aqidahnya sudah kuat, baru yang lain-lain;
puasanya, zakatnya, shalatnya, dan sebagainya.
Jadi apa yang harus hari ini kita antisipasi agar tidak bersinggungan
dengan masyarakat umum, kembali kepada aqidahnya, kembali ke
tauhidnya. Kalau kita bicarakan fur’iyyah hari ini, misalnya paham
Muhammadiyah shalatnya “allahumma bait …”, itu saja yang kita
bicarakan, maka akan terjadi persinggungan. Jadi maksud dakwah kultur
adalah dakwah kepada akidah dan tauhid.
DAFTAR FOTO
1.1. Bersama Bpk. H. Heri Husaeri
1.2. Bersama Bpk. Baharuddin Rahman
1.3. Bersama Guru PonPes Darul Arqam Muhammadiyah
4.1. Bersama Santri PonPes Al Karimiyah Yayasan Nahdatul Ulama
4.2. Bersama Salah Satu Mudabbiroh (Senior Pengurus)
4.3. Bersama Santri PonPes Darul Arqam Muhammadiyah
5.1. Para Santri Pulang Dari Shalat Jum’at
5.2. Menunggu Waktu Shalat Berjamaah Dengan
Santri
5.3. Tadarrus Bersama
2.1. Masjid Al-Aula
Masjid ini yang dulunya hampir menjadi sumber konflik
antara kader Nahdatul Ulama dengan kader Muhammadiyah, di Kelurahan Sawangan Baru
2.2. Sekretariat DKM Masjid Al-Aula
3.3. Pondok Pesantren Al Karimiyah Yayasan Nahdatul Ulama
3.4. Asrama Puteri Pondok Pesantren Al Karimiyah
3.1. Pondok Pesantren Darul Arqam Yayasan Muhammadiyah
3.2. Asrama Putera Pondok Pesantren Darul Arqam
6.1. TK dan TPA Aisyiyah
6.2. TK dan TPA Aisyiyah