praktikum farmasi fisika

110
praktikum farmasi fisika LAPORAN FARMASI FISIKA PERCOBAAN III “KELARUTAN” OLEH NAMA : VEBY RIZKY LAPAUGI NIM : 821309054 KELAS :B KELOMPOK : II (Dua) ASISTEN : NURZIAH SUWELEH, S.Si LABORATORIUM FARMASETIKA JURUSAN FARMASI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2010 KATA PENGANTAR

Upload: rahmat-rizaldi

Post on 05-Dec-2014

622 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

rrr

TRANSCRIPT

Page 1: praktikum farmasi fisika

praktikum farmasi fisika

LAPORAN

FARMASI FISIKA

PERCOBAAN III

“KELARUTAN”

OLEH

NAMA : VEBY RIZKY LAPAUGI

NIM : 821309054

KELAS : B

KELOMPOK : II (Dua)

ASISTEN : NURZIAH SUWELEH, S.Si

LABORATORIUM FARMASETIKAJURUSAN FARMASI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Karena hanya dengan kodrat

dan iradat-Nyalah saya dapat menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun isi dari laporan ini adalah tentang Kelarutan. Kelarutan adalah kemampuan suatu

zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai

Page 2: praktikum farmasi fisika

konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif

didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse

molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut

dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperature, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah

yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.

Harapan saya adalah mudah-mudahan dapat berguna, bermanfaat serta mudah dipahami

isi daripada laporan ini. Manakala ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan laporan ini,

saya mohon maaf. Dan segala kritik-saran yang yang sifatnya membangun guna perbaikan

laporan ini kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya selaku penyusun pada

khususnya dan pada pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Gorontalo, Desember 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB.I. PENDAHULUAN....................................................................................1

I.1. Latar Belakang................................................................................................1

I.2. Maksud Percobaan..........................................................................................2

I.3. Tujuan Percobaan............................................................................................2

BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3

Page 3: praktikum farmasi fisika

II.1. Teori...............................................................................................................3

II.2. Uraian Bahan.................................................................................................15

BAB.III. METODE KERJA..................................................................................19

III.1. Alat yang digunakan.....................................................................................19

III.2. Bahan yang digunakan.................................................................................19

III.3. Cara Kerja.....................................................................................................20

BAB.IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................22

IV.1. Hasil pengamatan.........................................................................................22

IV.2. Pembahasan..................................................................................................32

BAB.V. PENUTUP...............................................................................................36

V.1. Kesimpulan....................................................................................................36

V.2. Saran..............................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau

kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu

pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji

kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang

berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya

Page 4: praktikum farmasi fisika

antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat

kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi

setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi

efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.

Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan

didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada

temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau

lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung

pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur,

tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.

Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut

campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan surfaktan yakni tween 80 terhadap

kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.

I.2 Maksud Percobaan

Menentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur dan penambahan

surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.

I.3 Tujuan Percobaan

1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas

2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat.

3. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.

4. Menentukan misel kritik suatu surfaktan dengan metode kelaruta

Page 5: praktikum farmasi fisika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori

Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam

larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter

pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam

500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (1).

Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan

fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat

aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek

Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (1).

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute),

untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat

terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh.

Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya

adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.

Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat

yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut

seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"

(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada

sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi,

Page 6: praktikum farmasi fisika

titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut

lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (5).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :

                     pH

                     temperatur

                     jenis pelarut

                     bentuk dan ukuran partilel zat

                     konstanta dielektrik pelarut

Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non

polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut

dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk

kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan

injeksi khinin (1).

Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari

dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah.

Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-

bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun.

Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan

padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut,

larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat

terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut

cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka

nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam

Page 7: praktikum farmasi fisika

alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak

disebutkan).

Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula

dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair

terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih

banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol.

Larutan 60 % alkohol dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula

dengan 40 % air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah

sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air).

Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula

itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal

gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti

gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau

molekul gula yang lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau

saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal

(mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses

itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.

Kristal gula + air ⇔ larutan gula

Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan

untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute

yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh

disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per

Page 8: praktikum farmasi fisika

100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat

kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).

Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak

jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan

jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya.

a.              Pengaruh Temperatur pada Kelarutan

Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air

dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas

yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih

besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang

pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh

terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu

proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan,

maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu

bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka

kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan

bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.

Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Bayangkan dalam gedung bioskop yang banyak

penonton sedang asyik menonton film dan tiba-tiba gedung tersebut terbakar. Pasti keadaan

orang-orang tersebut akan berbeda, dari keadaan tenang menjadi saling berdesakan dan

menyebar. Demikian pula pada suhu tinggi partikel-partikel akan bergerak lebih cepat

Page 9: praktikum farmasi fisika

dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya kontak antara zat terlarut dengan pelarut menjadi

lebih sering dan efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi lebih mudah larut pada suhu

tinggi.

Perhatikan Gambar 6, terlihat kelarutan KNO3 sangat berpengaruh oleh kenaikan suhu,

sedangkan KBr kecil sekali. Jika campuran ini dimasukkan air panas, maka kelarutan KNO3

lebih besar daripada KBr sehingga KBr lebih banyak mengkristal pada suhu tinggi, dan KBr

dapat dipisahkan dengan menyaring dalam keadaan panas.

Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang

bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Ikan akan mati dalam air

panas karena kelarutan oksigen berkurang. Minuman akan mengandung CO2 lebih banyak bila

disimpan dalam lemari es dibandingkan di udara terbuka.

b.             Pengadukan

Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin banyak jumlah pengadukan,

maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.

Page 10: praktikum farmasi fisika

Luas Permukaan Sentuhan Zat Kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh luas

permukaan (besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat di

diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara mekanis. Gula halus lebih mudah

larut daripada gula pasir. Hal ini karena luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir,

sehingga gula halus lebih mudah berinteraksi dengan air.

c.              Pengaruh tekanan pada kelarutan

Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Perubahan

tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %.

Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry (William Henry:

1774-1836) massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding

lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam

kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5

kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi

dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.

Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan.

Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj

(bagian per juta). Dalam kimia konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar(M), molal (m) atau

normal (N).

a.              Molaritas (M)

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.

b.             Molalitas (m)

Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1 000 gram) pelarut.

Page 11: praktikum farmasi fisika

c.              Normalitas (N)

Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.

Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap atau melepaskan 1

mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks). Partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah

molekul-molekul senyawa CH3COOH yang terlarut dan ion-ion H+ dan CH3COO−. Molekul

senyawa CH3COOH tidak dapat menghantarkan arus listrik, sehinggga akan menjadi

penghambat bagi ion-ion H+ dan CH3COO− untuk menghantarkan arus listrik. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa larutan elektrolit lemah daya hantar listriknya kurang kuat.

Senyawa nonelektrolit adalah senyawa yang di dalam air tidak terion, sehingga partikel-partikel

yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul senyawa yang terlarut. Dalam larutan tidak

terdapat ion, sehingga larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik. Kecuali asam atau

basa, senyawa kovalen adalah senyawa nonelektrolit, misalnya: C6H12O6, CO(NH2)2, CH4,

C3H8, C13H10O.

d.             Sifat Koligatif Larutan Non-elektrolit

Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat empat sifat fisika yang

penting yang besarnya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut tetapi tidak bergantung

pada jenis zat terlarutnya. Keempat sifat ini dikenal dengan sifat koligatif larutan. Sifat ini

besarnya berbanding lurus dengan jumlah partikel zat terlarut. Sifat koligatif tersebut adalah

tekanan uap, titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif, selisih

tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku, dan titik

didih pelarut murninya berbanding langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang

bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati

ideal hanya jika sangat encer.

Page 12: praktikum farmasi fisika

   Tekanan Uap Larutan

Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada larutan ideal,

menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang sama

dengan fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni. Dalam larutan yang mengandung zat

terlarut yang tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile), tekanan uap hanya disebabkan

oleh pelarut, sehingga PA dapat dianggap sebagai tekanan uap pelarut maupun tekanan uap

larutan.

Titik Didih Larutan

Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap. Jika zat

terlarutnya lebih mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih rendah), maka

titik didih larutan menjadi lebih rendah dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih

larutan turun. Contohnya larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100 °C

tetapi lebih tinggi dari 78,3 °C (titik didih etil alkohol 78,3 °C dan titik didih air 100 °C). Jika zat

terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile) daripada pelarutnya (titik didih zat

terlarut lebih tinggi), maka titik didih larutan menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau

dikatakan titik didih larutan naik. Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika

dianggap pelarutnya adalah etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih

larutan disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif larutan,

kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas

larutan.

Titik Beku Larutan

Page 13: praktikum farmasi fisika

Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi lebih rendah dari

titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku larutan berlaku

pada larutan dengan zat terlarut atsiri (volatile) maupun tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum

tersebut, penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus dengan

molalitas larutan (3).

Sifat Larutan.

Sifat fisik zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif, aditif dan konstitutif. Dalam

bidang termodinamika, sifat termodinamika dari sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif,

bergantung pada jumah zat dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang

tidak bergantung jumlah zat dalam sistem (misalnya temperatur, tekanan kerapatan, tegangan

permukaan, dan viskositas dari cairan murni).

Sifat koligatif terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif

larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik

didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat

nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam

menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap

dan tekanan uap di atas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.

Sifat Aditif bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat

konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu

jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa

total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing komponen.

Page 14: praktikum farmasi fisika

Sifat Konstitutif bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada

jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan

senyawa tunggal, dan kelompok molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian aditif

dan sebagian konstitutif. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat permukaan dan antarpermukaan

dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian berupa sifat konstitutif dan sebagian sifat aditif.

Tipe Larutan

Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan

karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran

homogen antara zat terlarut dan pelarut.

Zat Terlarut Pelarut Contoh

Gas Gas Udara

Zat Cair Gas Air dalam oksigen

Zat Padat Gas Uap iodium dalam udara

Gas Zat Cair Air berkarbonat

Zat Cair Zat Cair Alakohol dalam air

Zat Padat Zat Cair Larutan NaCl dalam air

Gas Zat Padat Hidrogen dalam paladium

Zat Cair Zat Padat Minyak mineral dalam parafin

Zat Padat Zat Padat Campuran emas-perak, campuran alum

Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan

dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang

mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk

penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang

mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada

temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (2).

Page 15: praktikum farmasi fisika

II.2 Uraian Bahan

1.             Aquades (FI III : 96)

Nama Latin : AQUA DESTILLATA

Sinonim : Air Suling, H2O

: Cairan jenih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2.             Alkohol (FI III : 65)

Nama Latin : AETHANOLUM

: Etanol, Alkohol

: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah

bergerak ; bau khas ; rasa panas ; mudah terbakar ; dengan memberikan nyala biru yang tidak

berasap

: Sangat mudah larut dalam air ; dalam kloroform P dan eter

P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya ; di

tempat sejuk ; jauh dari nyala api

Khasiat dan Penggunaan : Zat tambahan

3.             Gliserin (FI III : 271)

Page 16: praktikum farmasi fisika

Nama Latin : GLYCEROLUM

: Gliserol, Gliserin

Rumus molekul : CH2OH CHOH CH2OH

: Caira seperti sirop ; jernih, tidak berwarna ; tidak berbau ;

manis diikut rasa hangat.

: Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P ;

praktis tidak larut dalam kloroform P; dan dalam eter P dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Khasiat dan Penggunaan : Zat tambahan

4.             Asam Benzoat (FI III : 49)

Nama Latin : ACIDUM BENZOICUM

: Asam benzoat

Rumus Struktur :

: Hablur halus dan ringan ; tidak berwarna ; tidak berbau

: Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih

kurang 3 bagian etanol (95%) P ; dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Khasiat dan penggunaan : Antiseptikum ekstern ; anti jamur

5.             Tween 80 (FI III : 509)

Page 17: praktikum farmasi fisika

Nama Latin : POLYSORBATUM-80

: Polisorbat-80

Pemerian : Cairan kental seperti minyak ; jernih, kuning ; bau asam

lemak, khas

: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P ; dalam etil

astetat P dan dalam metanol P ; sukar larut dalam parafin cair dan dalam minyak biji kapas P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Khasiat dan Penggunaan : Zat tambahan

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :

1.      Mixer

2.      Batang pengaduk

3.      Kaca Arloji

Page 18: praktikum farmasi fisika

4.      Lap Halus

5.      Timbangan Analitik

6.      Gelas ukur

7.      Gelas kimia

8.      Corong plastik

9.      Tabung reaksi

III.2 Bahan Yang Digunakan

Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :

1.      Air 6. Asam benzoat

2.      Kertas saring 7. Penoftalin

3.      Alkohol 8. Tween 80

4.      Gliserin

III.3 Cara kerja

A.      Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2.      Diukur masing-masing bahan yaitu

Air = 12ml, 12ml, 12ml, 12ml, 12ml

Alkohol = 0ml, 2ml, 4ml, 6ml, 8ml

Gliserin = 8ml, 6ml, 4ml, 2ml, 0ml

Page 19: praktikum farmasi fisika

3.      Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Alkohol

0ml, dan gliserin 8ml. Masing-masing gelas kimia diberi label.

4.      Di aduk sampai homogen untuk ketiga zat tersebut.

5.      Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat

larutan yang jenuh.

6.      Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama

pengocokan,

7.      Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai

didapat larutan yang jenuh kembali

8.      Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.

9.      Dititrasi dengan NaOH jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih dahuu

di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul warna merah muda.

10.  Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan % pelarut yang ditambahkan.

B.       Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat

1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2.      Diukur dan ditimbang masing-masing bahan yaitu

Air = 20ml, 20ml, 20ml, 20ml, 20ml

Tween 80 = 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram; 1 gram

3.      Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Tween 80

= 0,2 gram. Masing-masing gelas kimia diberi label.

4.      Di aduk sampai homogen untuk kedua zat tersebut.

5.      Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat

larutan yang jenuh.

Page 20: praktikum farmasi fisika

6.      Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama

pengocokan,

7.      Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai

didapat larutan yang jenuh kembali

8.      Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.

9.      Dititrasi dengan NaOH 0,1M jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih

dahuu di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul kekeruhan yang stabil.

10.  Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan konsentrasi Tween 80 yang digunakan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Page 21: praktikum farmasi fisika

a.      

Data

Caker

A

b.     

Data

Caker

B

NO CampuranVolume Titrat

Vol. Titran (ml)Indikator

Perubahan warnaV1 V2 X

11

( 0,2 gr/20ml)5 ml 5 5.5 5.25 Penoftalein

Bening ke merah muda

22

(0,4 gr/20 ml)5 ml 6.9 6.8 6.85 Penoftalein

Bening ke merah muda

33

(0,6 gr/20 ml)5 ml 8 8.2 8.1 Penoftalein

Bening ke merah muda

44

(0,8 gr/20 ml)5 ml 9.4 9,4 9.4 Penoftalein

Bening ke merah muda

55

(1 gr/20 ml)5 ml 10,5 10,5 10,5 Penoftalein

Bening ke merah muda

PERHITUNGAN BAHAN UNTUK CAKER 1Kadar Asam Benzoat

NO CampuranVolume

titrat

Vol. Titran (ml)Indikator

Perubahan warnaV1 V2 X

1

1

(air : alkohol : gliserin)

(60 : 0 : 40)

5 ml 4 4,2 4,1 PenoftaleinBening ke

merah muda

2

2

(air : alkohol : gliserin)

(60 : 0 : 30)

5 ml 5,1 5 5.05 PenoftaleinBening ke

merah muda

3

3

(air : alkohol : gliserin)

(60 : 10 : 30)

5 ml 6.6 6.9 6.75 PenoftaleinBening ke

merah muda

4

4

(air : alkohol : gliserin)

(60 : 20 : 20)

5 ml 7.5 7.5 7.5 PenoftaleinBening ke

merah muda

5

5

(air : alkohol : gliserin)

(60: 40 : 0)

5 ml 9,6 9,3 9,45 PenoftaleinBening ke

merah muda

Page 22: praktikum farmasi fisika

1)   Campuran I

Dik : Volume NaOH = 4.1 ml

Volume Asam Benzoat = 5 ml

M NaOH = 0,1 M

Dit : Molaritas Asam Benzoat ?

Jawab :

V NaOH x M NaOH = V Asam Benzoat x M Asam Benzoat

4,1 ml x 0,1 M = 5 ml x M Asam Benzoat

5 x M Asam Benzoat = 0.41 M

M asam benzoat = 0.41

5

M asam benzoat = 0.082 M

2)   Campuran II

Dik : Volume NaOH = 5.05 ml

Molaritas NaOH = 0,1 M

Volume Asam Benzoat = 5 ml

Dit : Molaritas Asam Benzoat ?

Jawab : V NaOH x M NaOH = V Asam Benzoat x M Asam Benzoat

5,05 ml x 0,1 M = 5 ml x M Asam Benzoat

5 x M Asam Benzoat = 0,505 M

M asam benzoat= 0.505

5

Page 23: praktikum farmasi fisika

M asam benzoat = 0.101 M

3)        Campuran III

Dik : V NaOH = 6.75 mL

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 mL

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

6.75 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 mL x M asam benzoat = 0,675 M

M asam Benzoat = 0.675

5

M asam benzoat = 0.135 M

4)        Campuran IV

Dik : V NaOH = 7.5 mL

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 mL

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

7.5 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

Page 24: praktikum farmasi fisika

5 mL x M asam benzoate = 0,75 M

M asam benzoat = 0.75

5

M asam benzoat = 0.15 M

5)      Campuran V

Dik : V NaOH = 9.45 mL

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 mL

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

9.45 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 x M asam benzoat = 0.945 M

M asam benzoat = 0.945

5

M asam benzoat = 0.189 M

Perhitungan bahan untuk caker 2

1.      Kelarutan asam asam benzoat

Campuran 1 (Tween 80 0,2 gram : air 20 ml)

Dik : V NaOH = 5.25 mL

Page 25: praktikum farmasi fisika

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 mL

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

5.25 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 x M asam benzoat = 0.525

5

M asam benzoat = 0.105 gr / mL

Campuran 2 (Tween 80 0,4 gram : air 20 ml)

Dik : V NaOH = 6.85 mL

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 mL

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

6.85 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 mL x M asam benzoat = 0.685

5

M asam benzoat = 0.137 gr / mL

Campuran 3 (Tween 80 0,6 gram : air 20 ml)

Page 26: praktikum farmasi fisika

Dik : V NaOH = 8.1 ml

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 mL

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

8.1 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 mL x M asam benzoat = 0.81

5

M asam benzoat = 0.162 gr/mL

Campuran 4 (Tween 80 0,8 gram : air 20 ml)

Dik : V NaOH = 9.4 mL

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 mL

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

9,4 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 mL x M asam benzoat = 0 .94

5

M asam benzoat = 0.188 gr/ mL

Page 27: praktikum farmasi fisika

Campuran 5 (Tween 80 1 gram : air 20 ml)

Dik : V NaOH = 10.5 mL

M NaOH = 0,1 M

V asam benzoat = 5 Ml

Dit : Kadar asam benzoat…….?

Peny :

V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat

10,5 ml x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat

5 mL x M asam benzoate = 1.05

M asam benzoat = 1.05

5

M asam benzoat = 0.21 gr / mL

Page 28: praktikum farmasi fisika

TABEL PERCOBAAN I

NO

Pelarut Campuran

Konsentrasi Asam benzoat

(gr/mL)Air

% v/v

Alkohol

% v/v

Gliserin

% v/v

1. 60 0 40 0.082

2. 60 10 30 0.101

3. 60 20 20 0.135

4. 60 30 10 0.15

5. 60 40 0 0.189

Page 29: praktikum farmasi fisika

TABEL PERCOBAAN II

IV.2

Pembahasan

A.           Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

Pada percobaan ini, kita akan melihat pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat.

Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut campur

yakni Air, alkohol dan gliserin. Masing-masing pelarut campur telah ditentukan konsentrasinya,

NoPelarut Campuran Konsentrasi Asam benzoat

(gr / mL)Air (mL) Surfaktan tween 80 (gr)

1. 20 0.2 0.105

2. 20 0.4 0.137

3. 20 0.6 0.162

4. 20 0.8 0.188

5. 20 1 0.21

Page 30: praktikum farmasi fisika

sebagaimana telah tertera pada hasil pengamatan di atas. Pencampuran pelarut-pelarut tersebut

dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam

benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan

dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama

pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh

kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring.

Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang.

Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan

(titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat

diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan

kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan

memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya

disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini

digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini

digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang

banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.

Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda.

Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator

yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan

perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999

: 217-218) (4).

Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan

menghitungnya menggunakan rumus :

Page 31: praktikum farmasi fisika

V1 x M1 = V2 x M2

Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan % pelarut yang digunakan maka dapat

disimpulkan bahwa semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka

konsentrasi Asam benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin

dan 0% alkohol dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau

berkurang.

Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

B.            Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.

Sebagaimana halnya pelarut campur, pada percobaan ini pun kita akan melihat pengaruh

penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini

adalah Asam benzoat pada pelarut air dengan menambahkan surfaktan yakni Tween 80. Masing-

masing konsentrasi Tween 80 telah ditentukan konsentrasinya, yakni 0,2gram : 0,4 gram : 0,6

gram : 0,8 gram: 1 gram dalam 20 ml air. Pencampuran antara air dan Tween 80 tersebut

dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam

benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan

dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama

pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh

kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring.

Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang.

Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan

(titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat

Page 32: praktikum farmasi fisika

diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan

kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan

memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya

disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini

digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini

digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang

banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.

Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda.

Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator

yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan

perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999

: 217-218) (4).

Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan

menghitungnya menggunakan rumus :

V1 x M1 = V2 x M2

Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan konsentrasi Tween 80 yang digunakan

maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka

konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan.

Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

Page 33: praktikum farmasi fisika

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

         Semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam

benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol

dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau berkurang.

Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

         semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat

semakin banyak yang didapatkan. Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan

suatu zat.

V.2 Saran

Saran untuk laboratorium, sebaiknya dibangun laboratorium khusus Farmasi Fisika dan

dengan alat-alat yang memadai agar praktikum lebih lancar.

Saran untuk percobaan, sebaiknya percobaan ini digunakan bahan lainnya yang bersifat

asam dan kemudian dititrasi dengan bahan basa lain serta pelarut campuran dan surfaktan yang

berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

1.             Tungadi, Robert. (2009).“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi Universitas

Negeri Gorontalo. Gorontalo

Page 34: praktikum farmasi fisika

2.             Martin, A., (1990), “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta

3.             Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

4.             http:////tinz08.wordpress.com/2009/05/02/asidimetri-alkalimetri

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V

Page 35: praktikum farmasi fisika

KELARUTAN

I.                   JUDUL

      Kelarutan

II.                TUJUAN PERCOBAAN

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :

1.         Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.

2.         Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan

zat.

3.         Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode 

kelarutan.

III.             DASAR TEORI

            Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia

tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent.

Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam

suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-

zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu

pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa

Inggris lebih tepatnya disebut miscible.

            Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat

murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,

atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,

hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"

(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun

sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada

bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan

dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh

(supersaturated) yang metastabil.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

Page 36: praktikum farmasi fisika

Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi

zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.

Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan

satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air.

Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas

dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat

dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :

·        PH

·        Temperatur

·        Jenis pelarut

·        Bentuk dan ukuran partikel zat

·        Konstanta dielektrik pelarut

adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH

            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan

umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana

kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam

organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah

dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air.

Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal

pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan 

penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut

dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)

            Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada

temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.

Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya

dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak

Page 37: praktikum farmasi fisika

antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat

padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah

sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda

dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan

kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang

terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut

            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut

polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula

sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti

perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang

rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.

Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan

hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar

(mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.

Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar

sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar.

Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,

misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya

tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak

tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai

berikut :

Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.

Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini

bersifat amfiprotik.

Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.

Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion

karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan

Page 38: praktikum farmasi fisika

ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini

dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama

melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi

tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai

perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar

dengan non polar.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel

            Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel

suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :

Log S/So = 2 v/2,303 RTr

Keterangan :

S = kelarutan dari partikel halus

So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar

r = Tegangan permukaan partikel zat padat

v = volume partikel dalam cm2 per mol

R = jari-jari akhir partikel dalam cm2

T = temperatur absolut

Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap

kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila

dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik

            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut

polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat

non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan

dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.

Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan

dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan %

volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih

mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya.

Page 39: praktikum farmasi fisika

Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana

dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co

solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum

digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain

            Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan

kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian

polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang

rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian

polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai

kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.

Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik

(KMK).

http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-

farfis.html

Theofilin

Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak

sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.

Stabilitas : stabil di udara

Sterilisasi : otoklaf

http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html

IV.              ALAT DAN BAHAN

a.      Alat

·        Erlen meyer

·        Agitator mekanik

Page 40: praktikum farmasi fisika

·        Buret

·        Statif

·        Gelas Kimia

b.      Bahan

·        Air

·        Alkohol

·        Propilenglikol

·        Theofilin

·        Luminal

·        NaOH 0,1 N

·        Phenopthalien

V.                 PROSEDUR

 

Page 43: praktikum farmasi fisika

      DATA HASIL PENGAMATAN

            Pembakuan NaOH :

Volume NaOH Volume Titrasi

13 ml 9 ml

12,5 ml 9 ml

            Kadar Theofilin :

N

o

Air

(%

v/v)

Alkoho

l

(%

v/v)

Propilenglik

ol

(% v/v)

Volume

NaOH (ml)

Kadar

Theofilin

(N)

1 60 0 40 3 0,025

2 60 5 35 3 0,025

3 60 10 30 3,4 0,029

4 60 15 25 4 0,034

5 60 20 20 5 0,042

6 60 30 10 5,5 0,046

7 60 35 5 7 0,059

8 60 40 0 6,4 0,054

            Perhitungan :

1)      Pembakuan NaOH

                  Pembakuan NaOH dengan asam oksalat                         62,00 mg

                  BE Asam oksalat                                                            63,05 mg

                  N NaOH       =          Mg Asam oksalat

                                           BE Asam oksalat x V NaOH

                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,076 N

                                                   63,04 x 13 ml           819,52

                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,079 N

                                                  63,04 x 12,5 ml           788

Page 44: praktikum farmasi fisika

                  ∑ N NaOH   =        0,076 N + 0,079 N  = 0,0775 N

                                                              2

2)      Perhitungan kadar Theofilin

1. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml

                                                                    9 ml

2. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml

                                                                    9 ml

3. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3,4       = 0,029 ml

                                                                    9 ml

4. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 4          = 0,034 ml

                                                                    9 ml

5. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 5          = 0,042 ml

                                                                    9 ml

6. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 5,5       = 0,046 ml

                                                                    9 ml

7. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 7          = 0,059 ml

Page 45: praktikum farmasi fisika

                                                                    9 ml

8. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 6,4        = 0,054 ml

                                                                    9 ml

VII.           PEMBAHASAN

            Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut

dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.

Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat

pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini,

suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu

semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin

cepat pula suatu zat itu larut.

            Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air,

alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama,

60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan

theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh

dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan

menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan

theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :

1.      Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.

2.      Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.

3.      Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.

4.      Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.

5.      Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.

6.      Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.

7.      Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.

Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih

dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml

air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.

Page 46: praktikum farmasi fisika

                Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian

disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran

ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi

perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna

dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul

perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam

larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.        KESIMPULAN

            Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali,

volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut

menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi

terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan

7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil

yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.              DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB

http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-

farfis.html

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB

http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK

PERCOBAAN 5

KELARUTAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi

Fisik

Page 47: praktikum farmasi fisika

Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011

DISUSUN :

Kelompok V :

                       Dea Garcita                   (31109043)

                       Ima Nur Rosmayanti    (31109050)

                       Meti Dusiyani                (31109052)

                       Rika Herlisna                (31109057)

                                   Teni Istianah                 (31109066)

                                   Yoga Kevan Rahmat    (31109071)

PRODI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2011LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V

KELARUTAN

I.                   JUDUL

      Kelarutan

Page 48: praktikum farmasi fisika

II.                TUJUAN PERCOBAAN

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :

1.         Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.

2.         Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan

zat.

3.         Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode 

kelarutan.

III.             DASAR TEORI

            Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia

tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent.

Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam

suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-

zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu

pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa

Inggris lebih tepatnya disebut miscible.

            Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat

murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,

atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,

hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"

(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun

sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada

bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan

dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh

(supersaturated) yang metastabil.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi

zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.

Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan

satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air.

Page 49: praktikum farmasi fisika

Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas

dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat

dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :

·        PH

·        Temperatur

·        Jenis pelarut

·        Bentuk dan ukuran partikel zat

·        Konstanta dielektrik pelarut

adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH

            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan

umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana

kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam

organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah

dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air.

Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal

pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan 

penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut

dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)

            Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada

temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.

Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya

dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak

antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat

padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah

sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda

dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan

Page 50: praktikum farmasi fisika

kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang

terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut

            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut

polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula

sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti

perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang

rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.

Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan

hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar

(mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.

Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar

sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar.

Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,

misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya

tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak

tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai

berikut :

Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.

Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini

bersifat amfiprotik.

Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.

Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion

karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan

ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini

dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama

melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi

tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai

Page 51: praktikum farmasi fisika

perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar

dengan non polar.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel

            Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel

suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :

Log S/So = 2 v/2,303 RTr

Keterangan :

S = kelarutan dari partikel halus

So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar

r = Tegangan permukaan partikel zat padat

v = volume partikel dalam cm2 per mol

R = jari-jari akhir partikel dalam cm2

T = temperatur absolut

Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap

kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila

dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik

            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut

polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat

non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan

dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.

Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan

dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan %

volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih

mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya.

Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana

dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co

solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum

digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

Page 52: praktikum farmasi fisika

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain

            Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan

kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian

polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang

rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian

polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai

kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.

Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik

(KMK).

http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-

farfis.html

Theofilin

Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak

sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.

Stabilitas : stabil di udara

Sterilisasi : otoklaf

http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html

IV.              ALAT DAN BAHAN

a.      Alat

·        Erlen meyer

·        Agitator mekanik

·        Buret

·        Statif

·        Gelas Kimia

Page 53: praktikum farmasi fisika

b.      Bahan

·        Air

·        Alkohol

·        Propilenglikol

·        Theofilin

·        Luminal

·        NaOH 0,1 N

·        Phenopthalien

V.                 PROSEDUR

 

Page 55: praktikum farmasi fisika

VI.              DATA HASIL PRAKTIKUM

      DATA HASIL PENGAMATAN

            Pembakuan NaOH :

Page 56: praktikum farmasi fisika

Volume NaOH Volume Titrasi

13 ml 9 ml

12,5 ml 9 ml

            Kadar Theofilin :

N

o

Air

(%

v/v)

Alkoho

l

(%

v/v)

Propilenglik

ol

(% v/v)

Volume

NaOH (ml)

Kadar

Theofilin

(N)

1 60 0 40 3 0,025

2 60 5 35 3 0,025

3 60 10 30 3,4 0,029

4 60 15 25 4 0,034

5 60 20 20 5 0,042

6 60 30 10 5,5 0,046

7 60 35 5 7 0,059

8 60 40 0 6,4 0,054

            Perhitungan :

1)      Pembakuan NaOH

                  Pembakuan NaOH dengan asam oksalat                         62,00 mg

                  BE Asam oksalat                                                            63,05 mg

                  N NaOH       =          Mg Asam oksalat

                                           BE Asam oksalat x V NaOH

                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,076 N

                                                   63,04 x 13 ml           819,52

                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,079 N

                                                  63,04 x 12,5 ml           788

                  ∑ N NaOH   =        0,076 N + 0,079 N  = 0,0775 N

                                                              2

Page 57: praktikum farmasi fisika

2)      Perhitungan kadar Theofilin

1. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml

                                                                    9 ml

2. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml

                                                                    9 ml

3. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3,4       = 0,029 ml

                                                                    9 ml

4. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 4          = 0,034 ml

                                                                    9 ml

5. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 5          = 0,042 ml

                                                                    9 ml

6. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 5,5       = 0,046 ml

                                                                    9 ml

7. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 7          = 0,059 ml

                                                                    9 ml

8. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

Page 58: praktikum farmasi fisika

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 6,4        = 0,054 ml

                                                                    9 ml

VII.           PEMBAHASAN

            Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut

dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.

Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat

pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini,

suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu

semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin

cepat pula suatu zat itu larut.

            Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air,

alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama,

60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan

theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh

dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan

menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan

theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :

1.      Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.

2.      Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.

3.      Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.

4.      Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.

5.      Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.

6.      Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.

7.      Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.

Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih

dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml

air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.

                Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian

disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran

ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi

Page 59: praktikum farmasi fisika

perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna

dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul

perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam

larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.        KESIMPULAN

            Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali,

volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut

menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi

terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan

7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil

yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.              DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB

http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-

farfis.html

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB

http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK

PERCOBAAN 5

KELARUTAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi

Fisik

Page 60: praktikum farmasi fisika

Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011

DISUSUN :

Kelompok V :

                       Dea Garcita                   (31109043)

                       Ima Nur Rosmayanti    (31109050)

                       Meti Dusiyani                (31109052)

                       Rika Herlisna                (31109057)

                                   Teni Istianah                 (31109066)

                                   Yoga Kevan Rahmat    (31109071)

PRODI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2011LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V

KELARUTAN

I.                   JUDUL

      Kelarutan

Page 61: praktikum farmasi fisika

II.                TUJUAN PERCOBAAN

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :

1.         Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.

2.         Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan

zat.

3.         Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode 

kelarutan.

III.             DASAR TEORI

            Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia

tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent.

Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam

suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-

zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu

pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa

Inggris lebih tepatnya disebut miscible.

            Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat

murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,

atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,

hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"

(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun

sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada

bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan

dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh

(supersaturated) yang metastabil.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi

zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.

Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan

satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air.

Page 62: praktikum farmasi fisika

Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas

dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat

dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :

·        PH

·        Temperatur

·        Jenis pelarut

·        Bentuk dan ukuran partikel zat

·        Konstanta dielektrik pelarut

adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH

            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan

umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana

kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam

organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah

dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air.

Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal

pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan 

penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut

dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)

            Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada

temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.

Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya

dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak

antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat

padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah

sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda

dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan

Page 63: praktikum farmasi fisika

kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang

terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut

            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut

polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula

sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti

perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang

rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.

Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan

hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar

(mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.

Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar

sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar.

Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,

misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya

tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak

tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai

berikut :

Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.

Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini

bersifat amfiprotik.

Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.

Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion

karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan

ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini

dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama

melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi

tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai

Page 64: praktikum farmasi fisika

perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar

dengan non polar.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel

            Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel

suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :

Log S/So = 2 v/2,303 RTr

Keterangan :

S = kelarutan dari partikel halus

So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar

r = Tegangan permukaan partikel zat padat

v = volume partikel dalam cm2 per mol

R = jari-jari akhir partikel dalam cm2

T = temperatur absolut

Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap

kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila

dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik

            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut

polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat

non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan

dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.

Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan

dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan %

volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih

mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya.

Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana

dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co

solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum

digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

Page 65: praktikum farmasi fisika

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain

            Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan

kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian

polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang

rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian

polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai

kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.

Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik

(KMK).

http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-

farfis.html

Theofilin

Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak

sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.

Stabilitas : stabil di udara

Sterilisasi : otoklaf

http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html

IV.              ALAT DAN BAHAN

a.      Alat

·        Erlen meyer

·        Agitator mekanik

·        Buret

·        Statif

·        Gelas Kimia

Page 66: praktikum farmasi fisika

b.      Bahan

·        Air

·        Alkohol

·        Propilenglikol

·        Theofilin

·        Luminal

·        NaOH 0,1 N

·        Phenopthalien

V.                 PROSEDUR

 

Page 68: praktikum farmasi fisika

VI.              DATA HASIL PRAKTIKUM

      DATA HASIL PENGAMATAN

            Pembakuan NaOH :

Page 69: praktikum farmasi fisika

Volume NaOH Volume Titrasi

13 ml 9 ml

12,5 ml 9 ml

            Kadar Theofilin :

N

o

Air

(%

v/v)

Alkoho

l

(%

v/v)

Propilenglik

ol

(% v/v)

Volume

NaOH (ml)

Kadar

Theofilin

(N)

1 60 0 40 3 0,025

2 60 5 35 3 0,025

3 60 10 30 3,4 0,029

4 60 15 25 4 0,034

5 60 20 20 5 0,042

6 60 30 10 5,5 0,046

7 60 35 5 7 0,059

8 60 40 0 6,4 0,054

            Perhitungan :

1)      Pembakuan NaOH

                  Pembakuan NaOH dengan asam oksalat                         62,00 mg

                  BE Asam oksalat                                                            63,05 mg

                  N NaOH       =          Mg Asam oksalat

                                           BE Asam oksalat x V NaOH

                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,076 N

                                                   63,04 x 13 ml           819,52

                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,079 N

                                                  63,04 x 12,5 ml           788

                  ∑ N NaOH   =        0,076 N + 0,079 N  = 0,0775 N

                                                              2

Page 70: praktikum farmasi fisika

2)      Perhitungan kadar Theofilin

1. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml

                                                                    9 ml

2. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml

                                                                    9 ml

3. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 3,4       = 0,029 ml

                                                                    9 ml

4. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 4          = 0,034 ml

                                                                    9 ml

5. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 5          = 0,042 ml

                                                                    9 ml

6. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 5,5       = 0,046 ml

                                                                    9 ml

7. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 7          = 0,059 ml

                                                                    9 ml

8. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin

Page 71: praktikum farmasi fisika

                                                                V Titrasi

                                            =                 0,076 x 6,4        = 0,054 ml

                                                                    9 ml

VII.           PEMBAHASAN

            Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut

dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.

Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat

pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini,

suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu

semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin

cepat pula suatu zat itu larut.

            Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air,

alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama,

60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan

theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh

dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan

menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan

theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :

1.      Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.

2.      Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.

3.      Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.

4.      Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.

5.      Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.

6.      Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.

7.      Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.

Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih

dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml

air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.

                Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian

disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran

ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi

Page 72: praktikum farmasi fisika

perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna

dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul

perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam

larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.        KESIMPULAN

            Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali,

volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut

menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi

terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan

7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil

yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.              DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB

http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-

farfis.html

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB

http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html

Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB

Page 73: praktikum farmasi fisika

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK "KELARUTAN INTRISTIK OBAT"

I. JUDUL

Kelarutan Intristik Obat

II. TUJUAN

Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter

kelarutan zat

III. DASAR TEORI

Page 74: praktikum farmasi fisika

Mempelajari mengenai kelarutan intristik obat merupakan suatu hal penting bagi ahli farmasi,

sebab dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi

obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada saat pembuatan larutan

farmasetis, dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang

lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan kelarutan juga

memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antar molekul obat.

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut dan pelarut, juga

bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan.

Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase

padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat

terlarut dalam konsentrasi dibawah konsentrasi yang dibutuhkanuntuk penjenuhan sempurna pada

temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam

konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu.

Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan

jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua

atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler yang homogen.

Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs yaitu F = C –

P + 2

F = jumlah derajat kebebasan

C = jumlah komponen

P = jumlah fase

Berdasarkan U.S Pharmacopeia dan National Formulary, kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut

dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalitas,

molaritas dan presentase.

Kelarutan gas dalam cairan

Page 75: praktikum farmasi fisika

Kelarutan gas dalam cairan adalah konsentrasi gas terlarut apabila berada dalam kesetmbangan

dengan gas murni diatas larutan. Kelarutan terutama bergantung pada tekanan, temperatur, adanya

garam, dan reaksi kimia yang kadang-kadang terjadi antara gas dan pelarut.

Pengaruh tekanan pada kelarutan gas dinyatakan oleh Hukum Henry yang menyatakan bahwa

dalam larutan yang sangat encer, pada temperatur konstan, konsentrasi gas terlarut sebanding dengan

tekanan parsial gas diatas larutan pada kesetimbangan. Tekanan parsial gas diperolah dengan

mengurangi tekanan uap pelarut dari tekanan uap total diatas larutan pada kesetimbangan.

Temperatur juga mempunyai pengaruh yang nyata pada kelarutan gas dalam cairan. Apabila

temperatur naik, kelarutan gas umumnya turun, disebabkan karena kecenderungan gas yang besar

untuk berekspansi.

Pengusiran garam (salting out) merupakan gejala dimana gas dibebaskan dari larutan dimana gas

tersebut terlarut, karena adanya pemasukan suatu elektrolit kedalamnya.

Reaksi kimia antara gas dan pelarut, umumnya dapat meningkatkan kelarutan. Hal ini

menyebabnkan Hukum Henry hanya berlaku untuk gas-gas yang hanya larut sedikit dalam larutan dan

tidak bereaksi didalam pelarut.

Kelarutan cairan dalam cairan

Kelarutan cairan dapat digolongkan menjadi dua, atas dasar ada atau tidaknya penyimpangan

terhadap Hukum Raoult. Disebut larutan ideal apabila kedua komponen larutan biner mengikuti Hukum

Raoult untuk semua komposisi, dan disebut larutan non ideal apabila kedua komponen larutan biner

mempunyai penyimpangan terhadap Hukum Raoult.

Penyimpangan negatif mengakibatkan kenaikan kelarutan, dan penyimpangan positif

menyebabkan penurunan kelarutan.

Kelarutan zat padat dalam cairan

Page 76: praktikum farmasi fisika

Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih komplek tetapi paling banyak

dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat padat dalam (sebagai) larutan ideal

adalah tergantung pada suhu percobaan (proses larut), titik lebur solut, dan beda entalpi peleburan

molar (△Hf) solut (yang dianggap sama dengan panas pelarutan molar solut). Hubungan tersebut yang

diturunkan dari hukum-hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott sebagai berikut:

-log = ( )

= kelarutan ideal zat dalam fraksi mol

△Hf = beda entalpi peleburan

To       = suhu leburT          = suhu percobaanR          = tetapan gas            Tetapi type larutan ideal ini jarang sekali dijumpai dalam praktek. Untuk larutan non ideal harus diperhitungkan pula faktor-faktor aktifitas solute yang koefisienya sebanding dengan volume molar solut dan fraksi volume solven, parameter kelarutan yang besarnya sama dengan harga akar tekanan dalam solute dan interaksi antara solven-solut. Dengan demikian persamaan yang paling  sederhana untuk larutan non-ideal, dinyatakan sebagai kelarutan regular oleh Scatchard-Hildebrand sebagai berikut :-log  =  ( ) +

= volume molar solut

= parameter kelarutan solven

= parameter kelarutan solut

= fraksi mol solven

keterbatasan persamaan ini ialah tidak cocok untuk proses-proses yang didalamnya terjadi solvasi

dan asosiasi antara solut dan solven, demikian pula untuk larutan elektrolit. Persamaan tersebut hanya

berlaku apabila dalam larutan tidak terdapat ikatan lain selain ikatan Van Der Waals.

Page 77: praktikum farmasi fisika

IV. ALAT

1. Neraca elektrik

2. Labu takar

3. Pipet ukur

4. siring

5. Pipet tetes

6. Spektrofotometer UV-VIS

7. Disolusi tester

8. Gelas ukur

9. Beker gelas

V. BAHAN

1. Acidum acetyl slicylicum (asetosal)

2. Aquadest

3. Natrium asetat

4. Asam asetat

5. Alkohol 96%

VI. CARA KERJA

1. Membuat larutan dapar asetat ph 4,5 konsentrasi 0,05 M dengan cara =

Menimbang natrium asetat sebanyak 5,98 gram

Mengambil asam asetat glasial sebanyak 3,32 ml dengan gelas ukur

Page 78: praktikum farmasi fisika

Memasukan natrium asetat kedalam labu takar 2 liter, ditambah asam asetat glasial, kocok larut,

kemudian cukupkan dengan aquadest sampai 2 liter

2. Membuat kurva baku dengan cara =

Menimbang asetosal sebanyak 140 mg

Memasukan asetosal kedalam labu takar kemudian menambahkan alkohol 96% secukupnya, kocok

sampai asetosal larut

Cukupkan dengan aquadest sampai 50 ml

Mengambil larutan stok masing-masing sebanyak 1 ml ; 1,5 ml ; 2 ml ; 2,5 ml ; 3 ml ; 3,5 ml

Mengencerkan masing-masing stok dengan larutan dapar asetat ph 4,5 sampai 50 ml

Menghitung konsentrasi dari masing-masing stok dengan rumus . = .

Mencari absorbansi masing-masing stok dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS

Memasukan data konsentrasi dan absorbansi dari masing-masing larutan stok kedalam tabel kurva baku

3. Menimbang asetosal untuk sample sebanyak 500 mg

4. Memanaskan media dapar sampai suhu 27°C

5. Memasukan acetosal kedalam media dapar setelah suhu yang dimaksudkan untuk percobaan tercapai

6. Mengaktifkan pengaduk pada kecepatan 50 rpm selama 15 menit

7. Mengambil sample pada bagian atas dengan pipet tetes sebanyak 2 ml

8. Melakukan pengenceran yang pertama dengan cara memasukan 2 ml sample ke dalam labu takar 10 ml,

cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml, kocok homogen, ambil sebanyak 2 ml (hasil

pengenceran 1)

9. Melakukan pengenceran yang kedua dengan cara memasukan 2 ml hasil pengenceran 1 kedalam labu

takar 10 ml, cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml (hasil pengenceran 2)

10. Mencari absorbansi pada λ = 265 dari larutan sample (hasil pengenceran 2) menggunakkan

spektrofotometer UV-VIS

Page 79: praktikum farmasi fisika

11. Menghitung konsentrasi dari sample

12. Mengulangi tahap 3-11 pada suhu percobaan 32°C dan 37°C

VII. HASIL PRAKTIKUM

A. DATA DAN PERHITUNGAN

=

=

=

= 0,28 %

Konsentrasi larutan stok 1 ml

. = .

1.0,28 = 50.

= 0,0056

Konsentrasi larutan stok 1,5 ml

. = .

1,5.0,28 = 50.

= 0,0084

Konsentrasi larutan stok 2 ml

. = .

2.0,28 = 50.

= 0,0112

Konsentrasi larutan stok 2,5 ml

Page 80: praktikum farmasi fisika

. = .

2,5.0,28 = 50.

= 0,014

Konsentrasi larutan stok 3 ml

. = .

3.0,28 = 50.

= 0,0168

Konsentrasi larutan stok 3,5 ml

. = .

3,5.0,28 = 50.

= 0,0196

Tabel kurva baku

konsentrasi absorbansi

0,0056 0,321

0,0084 0,394

0,0112 0,557

0,014 0,699

0,0168 0,842

0,0196 1,048

Page 81: praktikum farmasi fisika

A = - 0,0149

B = 52,255

R = 0,994

Persamaan => y = -0,0149 + 52,255 x

Diketahui absorbansi sample pada suhu 27°C = 0,190

Konsentrasi sample pada suhu 27°C

y = -0,0149 + 52,255 x

0,190 = -0,0149 + 52,255 x

0,190 + 0,0149 = 52,255 x

X = = 0,00392

Tabel hasil percobaan

suhu Konsentrasi / kadar absorbansi

27°C 0,00392 0,190

32°C 0,00157 0,068

37°C 0,000821 0,028

B. GRAFIK

VIII. PEMBAHASAN

Acidum acetyl salicylicum atau sering di sebut asetosal merupakan bahan obat yang mempunyai

khasiat analgetikum antipiretikum, dan juga kardiovaskuler dalam dosis rendah. Asetosal mengandung

Page 82: praktikum farmasi fisika

tidak kurang dari 99.5% (BM : 180,2), dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kelarutanya agak

sukar larut dalam air (10 mg/mL (20 °C)), mudah larut dalam etanol 95% P, larut dalam kloroform P dan

eter P. Asetosal memiliki titik didih 140 °C, titik lebur 138 0C – 140 0C, dan berat jenis 1.40 g/cm³.

Pemerian asetosal berupa hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk

hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara

bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Berdasarkan hasil percobaan, menunjukan

bahwa asetosal merupakan zat padat yang bersifat eksoterm yaitu zat padat yang berkurang

kelarutannya jika suhunya dinaikan.

Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut membentuk

kesetimbangan dinamik, maka bilamana sistem tersebut di ganggu, efek gangguan tersebut dapat

diramalkan berdasarkan kaidah le chatelier. Perubahan temperatur merupakan salah satu gangguan.

Kita tahu bahwa kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser kearah yang akan

mengabsorbsi panas.karena, kalau solut tambahan yang ingin melarut dalam larutan jenuh harus

mengabsorbsi energi, maka kelarutan zat tersebut akan bertambah jika temperatur dinaikan

(endoterm). Sebaliknya, jika solut tambahan yang dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan

proses eksotermik, maka solut akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan (eksoterm).

IX. KESIMPULAN

Temperatur / suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan instristik obat.

Untuk zat yang bersifat endoterm, kelarutan akan naik jika suhu dinaikan, dan untuk zat yang bersifat

eksoterm, kelarutan akan turun jika suhu dinaikan.

X. DAFTAR PUSTAKA

“Farmakope Indonesia Edisi II” Departemen kesehatan RI tahun 1979

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Ilmu Resep untuk sekolah menengah farmasi,Jakarta

Page 83: praktikum farmasi fisika

Ekowati Dewi, dan Dzakwan Muhammad, 2011, Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik I, Universitas Setia Budi: Surakarta

Martin Alfred, Swarbrick James, dan Cammarata Arthur,1990, Farmasi Fisik, Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta

Moechtar, 1989, farmasi fisik, jogjakarta : UGM press