muntah

25
BAB I PENDAHULUAN Saluran pencernaan dapat diibaratkan sebagai sekelompok organ berbentuk corong yang saling berhubungan dan membentuk satu tabung yang dilapisi oleh otot; mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Berdasarkan perbedaan diameter dan fungsi karakteristik yang dimilikinya, saluran tersebut dapat dibedakan menjadi esofagus, lambung, usus halus, usus besar (kolon), rektum, dan anus. Hati dan limpa merupakan organ lain yang ikut berperan dalam proses pencernaan dengan mensekresi cairannya ke dalam saluran cerna. Salah satu manifestasi klinis yang paling sering diperlihatkan oleh seorang anak akibat adanya gangguan pada saluran cerna adalah muntah. Keadaan ini dapat merupakan menifestasi klinis dari satu keadaan yang tidak berbahaya, tetapi dapat pula sebagai tanda dari suatu penyakit ‘serius’. Muntah bukan merupakan satu penyakit melainkan merupakan salah satu manifestasi klinis dari suatu penyakit. Oleh karena itu, pendekatan diagnosis dan tata laksana muntah sangat bervariasi bergantung kepada dugaan penyebabnya. 1,2,3 Dua organ saluran pencernaan yang paling terlibat pada proses muntah adalah esofagus dan lambung. Oleh karena itu, pemahaman anatomi dan fisiologi kedua organ tersebut sangat penting.

Upload: gerryajun

Post on 14-May-2017

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Muntah

BAB I

PENDAHULUAN

Saluran pencernaan dapat diibaratkan sebagai sekelompok organ berbentuk corong

yang saling berhubungan dan membentuk satu tabung yang dilapisi oleh otot; mulai dari

rongga mulut sampai ke anus. Berdasarkan perbedaan diameter dan fungsi karakteristik

yang dimilikinya, saluran tersebut dapat dibedakan menjadi esofagus, lambung, usus

halus, usus besar (kolon), rektum, dan anus. Hati dan limpa merupakan organ lain yang

ikut berperan dalam proses pencernaan dengan mensekresi cairannya ke dalam saluran

cerna. Salah satu manifestasi klinis yang paling sering diperlihatkan oleh seorang anak

akibat adanya gangguan pada saluran cerna adalah muntah. Keadaan ini dapat merupakan

menifestasi klinis dari satu keadaan yang tidak berbahaya, tetapi dapat pula sebagai tanda

dari suatu penyakit ‘serius’. Muntah bukan merupakan satu penyakit melainkan

merupakan salah satu manifestasi klinis dari suatu penyakit. Oleh karena itu, pendekatan

diagnosis dan tata laksana muntah sangat bervariasi bergantung kepada dugaan

penyebabnya.1,2,3

Dua organ saluran pencernaan yang paling terlibat pada proses muntah adalah

esofagus dan lambung. Oleh karena itu, pemahaman anatomi dan fisiologi kedua organ

tersebut sangat penting.

Page 2: Muntah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Menelan

Proses menelan sendiri telah terjadi pada saat janin. Menelan akan menimbulkan

suatu gerakan peristaltik yang dimulai dari farings, selanjutnya melalui otot serat lintang

dan otot polos esofagus dan berakhir pada kardia lambung. Pada awal menelan, sfingter

esofagus atas (SEA) mengalami relaksasi yang menyebabkan makanan/minuman dapat

masuk ke dalam esofagus. Sfingter esofagus atas merupakan bagian penting karena

berfungsi mencegah regurgitasi dari esofagus ke dalam rongga mulut dan larings. Epitel

skuamosa yang melapisi SEA berfungsi sebagai proteksi terhadap bahan makanan kasar.

Begitu makanan/minuman masuk ke dalam esofagus, SEA segera menutup dan terjadi

gerakan peristaltik esofagus. Sfingter esofagus bawah (SEB) juga mengalami relaksasi

pada saat proses menelan berlangsung dan terus terbuka sampai gerakan peristaltik

mencapai SEB. Selanjutnya, SEB berkontraksi kembali sampai mencapai tekanan pada

saat istirahat. Gerakan peristaltik tersebut disebut sebagai peristaltik primer yang akan

menurun pada saat tidur. Pada saat menelan terdapat pula peristaltik sekunder yang

bertujuan mendorong bahan refluks kembali ke dalam lambung. Peristaltik sekunder juga

dapat terjadi bila terdapat makanan di dalam esofagus yang tidak terdorong oleh

peristaltik primer ke dalam lambung. Nervus vagus berperan dalam proses menelan

dengan mengatur gerakan otot rongga mulut, farings, serta kontraksi otot serat lintang

dan otot polos. Pada saat menelan, tekanan SEB menurun sehingga mirip dengan tekanan

lambung.4,5,6

Beberapa keadaan dapat mempengaruhi kompetensi otot SEB, antara lain lengkung

diafragma terutama pada saat tekanan intraabdomal meningkat, faktor hormonal, obat,

dan makanan. Motilin, protein, dan prokinetik meningkatkan tekanan SEB, sedangkan

progesteron, sekretin, kolesistokinin, lemak, alkohol, cokelat, dan berbagai obat

(benzodiazepin, teofilin, atropin) menurunkan tekanan SEB.7,8,9

Lambung terdiri atas fundus, korpus, antrum, dan pilorus yang mempunyai fungsi

berbeda1. Motilitas lambung merupakan aktivitas otot polos yang mendapat persarafan

Page 3: Muntah

dari saraf intrinsik (nervus vagus) dan ekstinsik (pleksus mienterikus). Berdasarkan

fungsinya sebagai organ yang berperan dalam motilitas, lambung dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu bagian proksimal (fundus dan 1/3 proksimal korpus) dan bagian distal

(2/3 distal korpus, antrum, dan pilorus).10,11,12

Dalam keadaan istirahat terdapat gerakan siklus gastrointestinal yang dikenal

dengan migrating motor complex (MMC). Pada keadaan ini, sebagian otot polos bagian

proksimal lambung dalam keadaan kontraksi sedangkan bagian distal relaksasi. Respons

terhadap proses menelan, bagian proksimal akan mengalami relaksasi sehingga dapat

mengakomodasi makanan yang masuk ke dalam lambung. Pada saat relaksasi terjadi

peningkatan tekanan intralumen fundus yang berperan dalam pengosongan lambung dari

bahan makanan yang berbentuk cair, sedangkan gerakan peristaltik antrum berperan

penting dalam pengosongan lambung dari bahan makanan berbentuk padat. Bagian distal

lambung memegang peran penting dalam mixing dan emptying.10,11,12

Saluran cerna juga mendapat persarafan intrinsik dari sistem saraf enterik yang

terdapat pada lapisan muskularis (pleksus mienterikus) dan submukosa (pleksus

Meissner). Nervus vagus menggunakan pleksus mienterikus sebagai relay neurons. Dari

berbagai neurotransmiter yang ada, asetilkolin merupakan neurotransmitter terpenting

dalam aktivitas motorik saluran cerna. Aktivitas motorik saluran cerna terutama diatur

oleh sistem saraf enterik. Sistem saraf enterik dapat menerima impuls aferen secara

langsung dari saluran cerna dan memberikan respons langsung tanpa keterlibatan nervus

vagus. Oleh karena itu, sistem saraf enterik disebut sebagai ‘otak kecil’ saluran

cerna.10,11,12

2.2 Definisi

Secara klinis, kadangkala sulit dibedakan antara muntah, refluks gastroesofagus

(RGE), dan regurgitasi. Muntah didefinisikan sebagai dikeluarkannya isi lambung

melalui mulut secara ekspulsif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot-otot perut.

Usaha untuk mengeluarkan isi lambung akan cerlihat sebagai kontraksi otot perut.

Sedangkan, RGE didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung ke dalam esofagus tanpa

terlihat adanya usaha dari anak, dapat disebabkan oleh hipotoni sfingter esofagus bagian

bawah, posisi abnormal sambungan esofagus dengan kardia, atau pengosongan isi

Page 4: Muntah

lambung yang padat. Apabila bahan dari lambung tersebut dikeluarkan melalui mulut,

maka keadaan ini disebut sebagai regurgitasi.6,10Regurgitasi terjadi akibat gerakan

antiperistaltik esofagus. Sedangkan ruminasi yaitu pengeluaran makanan secara sadar

untuk dikunyah kemudian ditelan kembali.1,2,7

2.3 Patogenesis

Muntah berada di bawah kendali sistem saraf pusat dan 2 daerah di medula

oblongata, yaitu nukleus soliter dan formasi retikular lateral yang dikenal sebagai pusat

muntah. Pusat muntah di medula diaktifkan oleh impuls yang berasal dari chemoreceptor

trigger zone (CTZ) yang berada di dasar ventrikel IV Chemoreceptor trigger zone

merupakan tempat berkumpulnya impuls aferen yang berasal dari bahan

endogen/eksogen atau impuls dari saluran cerna atau tempat lainnya yang dihantarkan

melalui nervus vagus. Pada CTZ juga dtemukan berbagai neurotransmiter; reseptor, dan

enzim. Reseptor terhadap dopamin ditemukan pada daerah ini.1,13

Proses muntah sendiri mempunyai 3 tahap, yaitu nausea, retching, dan emesis.

Nausea merupakan sensasi psikis yang disebabkan oleh berbagai stimulus baik pada

organ visera, labirin, atau emosi. Fase ini ditandai oleh adanya rasa ingin muntah pada

perut atau kerongkongan dan sering disertai berbagai gejala otonom seperti bertambahnya

produksi air liur, berkeringat, pucat, takikardia, atau anoreksia. Pada saat nausea, gerakan

peristaltik aktif berhenti dan terjadi penurunan kurvatura mayor lambung bagian bawah

secara mendadak. Tekanan pada fundus dan korpus menurun, sedangkan kontraksi di

daerah antrum sampai pars desendens duodenum meningkat. Bulbus duodenum menjadi

distensi sehingga dapat menyebabkan refluks duodenogaster. Selain itu juga terjadi

peristaltik retrograd mulai dan jejunum sampai ke lambung. Adanya refluks

duodenogaster tersebut menerangkan bahwa muntah yang bercampur empedu tidak selalu

disebabkan obstruksi usus. Fase ini tidak selalu berlanjut ke fase retching dan emesis.

Muntah yang disebabkan oleh tekanan intrakranial meninggi dan obstruksi usus tidak

memperlihatkan gejala nausea.1,13

Pada fase retching terjadi inspirasi dengan gerakan otot napas spasmodik yang

diikuti dengan penutupan glottis. Keadaan ini menyebabkan tekanan intratoraks negatif

dan pada saat yang sama terjadi pula konstraksi otot perut dan diafragma. Fundus

Page 5: Muntah

mengalami dilatasi, sedangkan antrum dan pilorus mengalami kontraksi. Sfingter

esofagus bagian bawah membuka tetapi sfingter bagian atas masih menutup. Fase

retching-pun dapat terjadi tanpa harus diikuti oleh fase emesis.1,13

Fase emesis ditandai dengan adanya isi lambung yang dikeluarkan melalui mulut.

Pada keadaan ini terjadi relaksasi diafragma, perubahan tekanan intratoraks dari negatif

menjadi positif, dan relaksasi sfingter esofagus bagian atas yang mungkin disebabkan

oleh peningkatan tekanan intralumal esofagus.1,13

2.4 Etiologi

Penyebab muntah pada anak sangat bervariasi dan tergantung dari usia. Beberapa

keadaan dapat menjadi pencetus terjadinya muntah seperti gangguan pada lambung atau

usus (infeksi, iritasi makanan, trauma), gangguan pada telinga bagian dalam (dizzness dan

motion sicknes), kelainan pada susunan saraf pusat (trauma, infeksi), atau akibat makan

yang berlebihan. Meskipun jarang, obstruksi usus merupakan penyebab muntah pada

bayi. Beberapa penyebab muntah yang sering ditemukan pada anak berdasarkan lokasi

kelainan dan usia dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 1. Penyebab muntah pada neonatus

Saluran cerna Luar cerna Non-organikObtruksi Non-obstruksi SSP Organ lainAtresia esofagusStenosis pilorusM. HirschsprungMalrotasi ususHernia hiatusIleus mekoniumLaktobezoar

GastroenteritisNECKalasiaIritasi as.lambung

TIK meninggiMeningitisEfusi subduralHodrosefalus

SepsisInsuf. GinjalInf. Saluran kemihHperplasia adrenalInborn error metab

Iritasi C. AmnionTeknik minumObat

Sumber : Dodge1

Tabel 2. Penyebab muntah pada bayi

Page 6: Muntah

Saluran cerna Luar saluran cerna Non-organikObtruksi Non-obstruksi SSP Organ lainStenosis pilorusAntral webInstususepsiVolvulus

RGEIntoleransi laktosaCMPSEGastroenteritisNEC

MeningitisEnsefalitisTIK meninggi

Inf. Saluran nafasInf. Saluran kemihOtitis mediaHepatitisInsufisiensi adrenalGangguan metabolik

Teknik makanErofagiMotion sicknesObat

Sumber : Dodge1

Tabel 3. Penyebab muntah pada anak

Saluran cerna Luar saluran cerna Non-organikObtruksi Non-obstruksi SSP Organ lainIntususepsiObstruksi ususAkalasiaStriktur (ingesti bahan kasutik)

GastroenteritisApendistisGastritisUlkus peptikumKeracunan makan

TIK meninggiInfeksi SSPHidrosefalus

Inf. Saluran napasInf. Saluran kemihOtitis mediaHenoch-SchonleinTorsio testis

PsikogenikMenarik perhatianMotion sicknesObat

Sumber : Dodge1

Oleh karena begitu besarnya variasi penyakit atau keadaan yang dapat

menyebabkan muntah pada anak, maka pengenalan keluhan dan gejala klinis yang

spesifik dari masing-masing penyakit tersebut sangat diperlukan oleh seorang dokter

sebagai langkah awal melakukan pendekatan diagnosis. Langkah awal yang tepat akan

memberikan keakuratan diagnosis yang cepat.1,9,14

2.5 Manifestasi Klinis

Muntah pada anak biasanya merupakan suatu petanda adanya infeksi. Muntah pada

seorang anak yang mengalami infeksi biasanya disertai oleh gejala lainnya seperti

demam, mual, sakit perut, atau diare. Keadaan ini biasanya akan berhenti dalam waktu 6-

48 jam. Apabila muntah terus berlangsung perlu dipikirkan adanya suatu keadaan yang

lebih serius. Anak mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi dehidrasi, terutama

apabila disertai diare. Infeksi virus merupakan penyebab terbanyak diantara patogen

lainnya. Muntah yang disertai demam lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri

dibanding virus atau parasit. Adanya penyakit peptikum perlu dipikirkan bila muntah

terjadi segera setelah makan, sedangkan muntah yang disebabkan oleh keracunan

Page 7: Muntah

makanan biasanya terjadi 1-8 jam setelah makan. Muntah akibat food borne disease

seperti Salmonella memerlukan waktu yang lebih lama untuk menimbulkan gejala klinis

karena diperlukan waktu untuk inkubasi. Kandidiasis oral sering pula sebagai penyebab

muntah pada bayi.1,3,15

Muntah proyektil non-bilious berulang pada bayi dapat merupakan tanda obstruksi

saluran cerna, misalnya stenosis pilorus. Stenosis pilorus sering ditemukan pada minggu

kedua setelah lahir, walaupun sangat jarang dapat pula ditemukan sejak lahir. Muntah

persisten pada neonatus yang terjadi pada malam hari perlu dipikirkan kemungkinan

adanya hernia hiatus. Penyakit pankreatitis jarang ditemukan pada anak. Penyebab

tersering kelainan ini adalah infeksi virus, obat-obatan, dan trauma. Selain muntah, anak

memperlihatkan gejala sakit perut di daerah epigastrium dan perut sebelah kiri atas yang

kadang-kadang menyerupai gastritis tetapi tidak memperlihatkan perbaikan setelah diberi

obat antagonis reseptorH2.1,16,17

Satu hal penting yang juga harus dipahami pada seorang anak yang mengalami

muntah adalah menentukan adanya kelainan yang memerlukan tindakan bedah segera.

Kelainan ini umumnya digolongkan ke dalam kelompok penyakit perut akut. Ada

beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai petanda kecurigaan terhadap kelainan

tersebut, yaitu (1) nyeri perut yang timbul mendahului muntah dan/atau berlangsung

selama lebih dari 3 jam, (2) muntah bercampur empedu, dan (3) distensi perut. Volvulus

pada neonatus memperlihatkan muntah berwarna hijau yang timbul pada hari-hari

pertama kehidupan dan selanjutnya diikuti tanda obstruksi saluran cerna letak tinggi dan

peritonitis. Muntah ditemukan pada 90% anak dengan volvulus, sedangkan sakit perut

pada 80% anak.1,18

Muntah dapat pula disebabkan oleh kelainan di luar saluran cerna seperti infeksi

saluran napas atau saluran kemih. Beberapa obat dapat pula sebagai pencetus muntah

pada anak seperti histamin, lenitoin, (obat anti epilepsi), kemoterapi, aspirin, dan

beberapa antibiotika. Muntah setelah trauma kepala yang ringan ditemukan pada 15%

anak dan sebagian besar mempunyai riwayat sakit kepala berulang dan motion sickness.3

Oleh karena itu, muntah pada trauma kepala ringan lebih dihubungkan dengan adanya

faktor intrinsik individual. Muntah akibat kelainan fungsional biasanya ditemukan pada

anak berusia 2-7 tahun dengan disertai keluhan migrain, motion sickness, dan gangguan

Page 8: Muntah

saluran cerna fungsional lainnya (sakit perut, gangguan defekasi). Saat keluhan, adanya

gangguan tingkah perilaku seperti anoreksia atau bulimia nervosa perlu dipikirkan adanya

kelainan psikiatri. Secara garis besar pendekatan diagnosis muntah pada anak dapat

dirangkum sebagai berikut:

- tegakkan/singkirkan penyakit infeksi sebagai penyebab muntah (misalnya otitis

media, diare, infeksi intrakranial, infeksi saluran kemih atau napas, sepsis, atau

hepatitis)

- tegakkan/singkirkan kelainan organik saluran cerna (misalnya atresia esofagus, RGE,

stenosis pilorus, M. Hirschsprung, penyakit peptikum)

- cari kemungkinan adanya masalah dalam makanan (misalnya intoleransi laktosa,

alergi makanan, kebanyakan makan, teknik pemberian makan/minum yang salah)

- cari kemungkinan adanya pengaruh obat-obatan, kelainan psikologi, dan kelainan

metabolik.1,9

2.6 Diagnosis

Pendekatan untuk identifikasi masalah sangat penting, yang meliputi:

1. Usia dan jenis kelamin

2. Tentukan terlebih dahulu apa yang dihadapi: muntah/yang lain

3. Bagaimana keadaan gizi anak

4. Adakah faktor predisposisi

5. Apakah ada penyakit yang menyerang anak secara interkuren

6. Bagaimana bentuk (isi) muntahan, apakah seperti susu/makanan asal (tanda isi dari

esofagus), atau telah merupakan susu yang telah menggumpal (isi lambung) atau

mengandung empedu (isi duodenum), atau adakah darah

7. Apakah saat muntah berhubungan dengan saat makan/minum

8. Apakah perubahan posisi tubuh mempengaruhi muntah

9. Informasi diet: kualitas, kuantitas, dan frekuensi makan (terutama untuk anak kecil)

10. Bagaimana teknik pemberian minum

11. Bagaimana kondisi psikososial di rumah

Pemeriksaan penunjang dilaksanakan untuk membantu pendekatan diagnosis, jenis

pemeriksaan yang dipilih sesuai dengan dugaan diagnosis berdasarkan anamnesis dan

Page 9: Muntah

manifestasi klinis. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan darah, radiologis

dengan atau tanpa kontras, ultrasonografi, endoskopi, pemantauan pH esofagus (pH-

metri), uji hidrogen napas, biopsi mukosa saluran cerna.16,19,23

Muntah hijau pada neonatus baik yang disertai atau tidak disertai distensi abdomen

dapat merupakan petanda awal obstruksi saluran cerna. Pipa nasogastrik harus segera

dipasang untuk dekompresi lambung. Pemeriksaan foto polos perut yang memperlihatkan

dilatasi usus dan air-fluid levels menunjukkan adanya obstruksi saluran cerna yang

memerlukan tindakan bedah. Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan kontras dapat

membedakan adanya atresia duodeni, malrotasi midgut, volvulus, atresia jejunum, atau

ileus yang merupakan penyebab obstruksi saluran cerna paling sering pada neonatus.7,16,19

Kecurigaan klinis adanya stenosis pilorus dapat dibuktikan dengan pemeriksaan

barium meal atau ultrasonografi yang memperlihatkan gambaran khas. Adanya refluks

gastroesofagus (RGE) dapat dibuktikan dengan pemantauan pH esofagus selama 24 jam

(pH-metri). Indeks refluks di atas 5% menunjukkan adanya RGE patologis. Esofagitis

dan penyakit peptikum (erosi, ulkus) dapat dibuktikan dengan pemeriksaan endoskopi

dan biopsi mukosa saluran cerna. Kecurigaan terhadap intoleransi laktosa dan overgrowth

bacteria dibuktikan dengan pemeriksaan uji hidrogen napas. Peningkatan kadar H2 napas

diatas 20 ppm pada menit ke 60-120 setelah minum larutan laktosa menunjukkan adanya

malabsorpsi laktosa, sedangkan peningkatan pada menit ke-30 menunjukkan overgrowth

bacteria. Pemeriksaan darah perifer dan urin diperlukan untuk melihat kemungkinan

adanya infeksi yang mendasari keluhan tersebut, sedangkan pemeriksaan analisis gas

darah dan elektrolit dilakukan bila diduga telah terjadi komplikasi gangguan metabolik

atau sebaliknya adanya kecurigaan gangguan metabolik yang mendasari keluhan

tersebut.16,19,22

2.7 Terapi

Terapi utama muntah ditujukan untuk mencari dan mengatasi penyebabnya,

sedangkan terapi suportif diperlukan untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan

mengatasi komplikasi yang telah terjadi. Beberapa petunjuk di bawah ini dapat dipakai

sebagai terapi awal muntah pada anak, yaitu:

- Apabila tidak ada obstruksi saluran cerna, muntah biasanya akan berhenti dalam

Page 10: Muntah

waktu 6-48 jam.

- Atasi dan cegah dehidrasi serta gangguan keseimbangan elekrolit.

- Anak diistirahatkan (sebaiknya di tempat tidur) sampai merasa lebih enak atau tidak

ada muntah lagi selama 6 jam.

- Hentikan obat-obatan yang diduga dapat mengiritasi lambung dan membuat muntah

bertambah (misalnya aspirin, asetosal, kortikosteroid, antibiotik golongan makrolid).

- Hindarkan makanan padat pada 6 jam pertama dan berikan rasa nyaman pada anak

selama periode ini (misalnya dengan menurunkan suhu tubuh).

- Berikan makanan yang mudah dicerna sehingga membantu proses penyembuhan

saluran cerna yang mengalami gangguan.

- Berikan minuman manis seperti jus buah (kecuali jeruk dan anggur karena terlalu

asam), sirup, atau madu (unruk anak di atas 1 tahun) secara bertahap setiap 15-20

menit sebanyak 1-2 sendok teh. Cairan lain yang dapat pula diberikan antara lain

kaldu ayam, atau oralit.

- Setelah 1 jam pertama dapat diberikan minuman dengan jumlah yang lebih banyak

(2-4 sendok teh setiap 15-20 menit) secara bertahap dan ditingkatkan 2 kali setiap 1

jam. Apabila terjadi muntah kembali, berikan minuman dalam jumlah lebih sedikit.

Pemberian minum ad libitum pada anak terutama bayi mempunyai risiko terjadi

muntah yang berulang.

- Setelah 3 jam tidak mengalami muntah, dapat diberikan minuman melalui gelas

(anak) atau botol (bayi) dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap pula.

- Setelah 6 jam tidak mengalami muntah, bayi dapat diberikan buah pisang, sereal, dan

jus apel, sedangkan pada anak yang lebih besar dapat diberikan roti, krakers, madu,

sup ayam, kentang atau nasi. Jenis dan jumlah makanan juga diberikan secara

bertahap. Diet normal biasanya dapat diberikan setelah 24 jam.

- Hindarkan aktivitas setelah makan.

- Obat anti muntah diberikan bila memang benar-benar diperlukan. Pemberian obat-

obatan ini harus meinpertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Obat diberikan

bila anak menolak minum setelah muntah atau muntah telah berlangsung lebih dari 24

jam.

- Pemantauan lebih teliti periu diberikan bila ditemukan keadaan sebagai berikut:

Page 11: Muntah

muntah tetap berlangsung selama 12 jam (untuk bayi) dan 24 jam (untuka nak),

muntah disertai diare, disertai gangguan neurologis, letargi, tanda dehidrasi dan sakit

perut, gangguan pernapasan, atau isi muntah berwama kehijauan.19,23,24

Obat anti muntah tidak digunakan secara rutin pada anak, tetapi hanya pada anak

yang menolak minum setelah muntah atau muntah berlangsung lebih dari 24 jam

sehingga dikhawatirkan keadaan tersebut akan menimbulkan komplikasi baik berupa

dehidrasi maupun gangguan keseimbangan elektrolit dan gas darah. Obat anti muntah

dapat langsung diberikan pada kasus yang mendapat kemoterapi atau radioterapi. Hal

yang paling penting adalah harus diyakini bahwa tidak ada obstruksi saluran cerna.23,25

Berbagai jenis obat dilaporkan sebagai obat anti muntah seperti golongan antagonis

reseptor dopamin, antikolenergik, antihistamin, dan antagonis reseptor serotonin.

Pemilihan golongan obat tersebut bergantung dari patofisiologi muntah yang terjadi. Pada

motion sicknes terjadi gangguan sistem vestibular, maka golongan antikolinergik

(misalnya skopolamin) merupakan obat pilihan. Golongan antihistamin (hyoscine

hydrobromide, prometazin) yang bekerja pada ‘pusat muntah’ juga dapat digunakan pada

keadaan tersebut. Golongan antagonis reseptor serotonin (ondansetron) yang bekerja pada

CTZ sangat efektif pada kasus yang mendapat kemoterapi dan radioterapi.25

Gangguan pada saluran cerna seperti yang terjadi pada infeksi, golongan antagonis

reseptor dopamin yang bekerja pada pusat (CTZ) dan perifer (saluran cerna) merupakan

obat pilihan. Dari golongan tersebut, metoklopramid dan domperidon merupakan jenis

obat yang banyak digunakan sebagai antimuntah. Metoklopramid mempunyai efek

menghambat reseptor dopamin di CTZ, sehingga mengurangi nausea dan muntah.

Berbagai gejala seperti ansietas, tremor, distonia dan diskenesis pernah dilaporkan pada

pasien yang menggunakan obat ini.26,27

Domperidon banyak digunakan sebagai obat anti muntah karena efeknya yang

positif dan efek sampingnya kecil (0.5%). Obat ini selain menghambat reseptor dopamin

di CTZ, juga pada reseptor dopamin perifer (saluran cerna). Efek positif yang

diperlihatkan setelah pemberian domperidon, antara lain meningkatkan tekanan SEB,

meningkatkan kontraktilitas lambung, memperbaiki koordinasi antroduodenum, dan

mempercepat pengosongan lambung. Domperidon mempunyai bioavailabilitas yang

Page 12: Muntah

rendah karena dimetabolisme secara cepat di dinding usus dan hati. Domperidon dapat

ditoleransi lebih baik dan mempunyai efek samping ekstrapiramidal yang lebih kecil

dibanding metoklopramid karena berkemampuan kecil menembus sawar darah otak.

Dosis yang dianjurkan pada anak adalah 0,2 -0,4 mg/kgBB/hari peroral.28

2.8 Komplikasi

Kehilangan cairan dan elektrolit, aspirasi isi lambung, malnutrisi dan gagal tumbuh,

sindrom Mallory-Weiss (robekan pada epitel gastroesophageal junction akibat muntah

yang berulang), sindrom Boerhave (ruptur esofagus), dan esofagitis peptikum.1,9

2.9 Pencegahan

Pencegahan yang dimaksud di sini adalah pencegahan terjadinya komplikasi akibat

muntah, seperti gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (dehidrasi,

asidosis/alkalosis metabolik, hipokalemia, hiponatremia), aspirasi, gangguan nutrisi,

esofagitis peptikum, dan sindrom Mallory-Weiss. Keadaan tersebut dapat dicegah dengan

mengikuti petunjuk tata laksana muntah pada anak seperti yang diuraikan sebelumnya.17,19

BAB III

KESIMPULAN

Page 13: Muntah

Muntah merupakan salah satu manifestasi klinis yang paling sering diperlihatkan

oleh seorang anak yang mengalami gangguan pada saluran pencernaan maupun di luar

saluran pencernaan. Penyebab muntah pada anak sangat bervariasi, oleh karena itu

pengenalan manifestasi klinis spesifik dari masing-masing penyakit yang sering sebagai

penyebab muntah perlu dipahami oleh seorang dokter. Pendekatan diagnosis yang tepat

dan cepat akan menimbulkan penatalaksanaan yang optimal. Penggunaan obat anti

muntah bukan merupakan pilihan utama pada kasus muntah, tetapi pada beberapa

keadaan, obat anti muntah yang efektif dan aman sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dodge JA. Vomiting and regurgitation. In: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR,

Page 14: Muntah

Walker Smith JA, Watkins JB, eds. Pediatric gastrointestinal diseases, 2nd ed.

Philadelphia: BC Decker. 1991:32-44.

2. Fennig S. Cyclic vomiting syndrome. Jounal ofpediatric gastroenterology and

nutrition. 1999.

3. Roy CC, Silverman A, Alagille D. Diseases of gastrointestinal tract. In: Roy CC,

Silverman A, Alagille D, eds. Pediatric clinical gastroenterology, 1st ed. St Louis:

Mosby. 1998: 20-30.

4. Biancani P, Zabinski M, Kerstein M, Behar J. Lower esophageal sphincter mechanics:

Anatomic and physiologic relationships of the esophagogastric junction of cat.

Gastroenterology. 1982; 82:468-75.

5. Penagini R, Bartesaghi B, Bianchi PA. Effect of cold stress on postprandial lower

esophageal sphincter competence and gastrooesophageal reflux in healthy subjects.

Dig Dis Sci. 1992; 37:1200-5.

6. Pope CE. A dynamic test of sphincter strength: Its application to the lower esophageal

sphincter. Gastroenterology. 1967; 52: 779-86.

7. Hegar B, Vandenplas Y. Gastro-esophageal reflux in infancy. J. Gastroenterol

Hepatol. 1999:14:13-9.

8. Jan Nissi RN. Bloody or yellow or green liquid (bile) in vomit in children.

Healthwise. 2007.

9. Tomomasa T, Kurourne T Developmental physiology. In : Hyman PE, Lorenzo CD

eds. Pediatric gastrointestinal motility disorders, 1st ed. New York: Academy

Profesional Information Services. 1994: 1-7.

10. Kumar D. Gross morphology of the gastrointestinal tract. In: Kumar D, Gustavsson

eds. Gastrointestinal motility, 1st ed. London: John Wiley & Sons. 1988; 3-8.

11. Li Buk. Cyclic vomiting syndrome: A pediatric Rorschach. J pediatr gastroenterol

nutr. 1993.

12. Stendal C. Anatomy of the digestive system. In; Stendal C. ed. Practical guide to

gastrointestinal function testing. 1st ed. London: Blackwell Science. 1997: 1-14.

13. Weisbrodt NW. Swallowing. In: Johnson LR, ed. Gastrointestinal physiology. Mosby,

Missouri. 1985:23-31.

14. Dignan F, Symon DNK, Abu Arafeh I, Russel G. The prognosis of cyclical vomiting

Page 15: Muntah

syndrome. Archives of disease in childhood. 2001.

15. Kimura K, Loening BV. Billious vomiting in the newbom: Rapid diagnosis of

intestinal obstruction. Am Fam Physician. 2008; 61: 2791-8.

16. Dinkevich E, Ozuah PO, Adam HM. Pyloric stenosis. Pediatric in review. 2007; 21:

1-3.

17. Lerner A, BranskiD, Lebenthal E. Pancreatic diseases in children. Pediatr Clin North

America. 2006;43:125-34.

18. Peitz HG. Volvulus in childhood. Radiology. 1997; 37: 439-45.

19. Davies AEM, Sandhu BK. Diagnosis and treatment of gastro-oesophageal reflux.

Arch Dis Child. 2005; 73: 82-6.

20. Forbes D. Differential diagnosis of cyclic vomiting syndrome. J pediatr gastroenterol

nutr. 1993.

21. Hegar B, Buller HA. Breath hydrogen test in lactose malabsorption. Paediatr Indones.

1995; 35:161-71.

22. Hegar B, Vandenplas Y. Electrogastrography in delayed gastric emptying. Paediatr

Indones. 1998; 38: 181-90.

23. VandenplasY, Hegar B. Diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux diseases

in infant and children. J Gastroenterol Hepatol. 2008; 15: 593-603.

24. Fleisher DR. Management of cyclic vomiting syndrome. J pediatr gastroenterol nutr.

1993.

25. The Italian group for antiemetic research. Dexamethasone alone or in combination

with ondansetron for the prevention or delayed nausea and vomiting induced by

chemotherapy. N EngJMed. 2007; 342; 1554-9.

26. Batts KF, Munter DW. Metoclopramide toxicity in an infant. Pediatr Emerg care.

1998; 14(1):39-41.

27. Ganzini L, Casey DE, Hoffman WF, McCall AL. The prevalence of metoclopramide

induced tardive dyskinesia and acute extrapyramidal movement disorders. Arch

Intern Med. 2003; 153:1469-75.

28. Vandenplas Y, Hegar B, Salvatore S, Hauser B. Pharmacotherapy of

gastrooesophageal reflux disease in children: focus in safety. Expert Opin Drug Saf.

2002; I(4): 355-64.

Page 16: Muntah

29. Weber AR, Hyman PE, Cuuhiara S, Fleisher DR, Hyams JS, Milla PJ, Staiano A.

Childhood functional gastrointestinal disorders. Gut. 1999; 45(suppl II): 60-8.