mspep metode swot dan ahp

24
1 “EMPOWERMENT STRATEGIES IN IMPROVING TRADITIONAL FISHERMEN WELFARE AT THE COASTAL AREA OF MANADO BAY, INDONESIA” “STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL DI KAWASAN PESISIR TELUK MANADO, INDONESIA” Daisy.I.E Sundah 1,2 , Soemarno 1,3 , Paulus Kindangen 1,4, Agus Suman 1,5 ¹ Environment and Development Studies Program, Graduate School, University of Brawijaya, Malang, Indonesia. ²Department of Business Management, Manado State Polytechnic, Manado, Indonesia. 3 Department of Soil Sciences, Faculty of Agriculture, University of Brawijaya, Malang, Indonesia, and 4 Faculty of economic, University of Samratulangi, Manado, Indonesia, 5 Faculty of Economic and Business, University of Brawijaya, Malang, Indonesia . Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis strategi pemberdayaan nelayan tradisional untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner dan dilakukan analisis secara kuantitatif dengan ‘analytical hierarchy process’ pada 16 informan yang terdiri dari: 4 tokoh masyarakat, 8 nelayan, dan 4 pegawai pemerintah. Hasil analisis AHP menunjukkan prioritas kriteria dan sub-kriteria dalam upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional secara berturut-turut adalah perubahan lingkungan hidup, perilaku adaptasi, dan pembangunan kawasan pesisir, sedangkan prioritas sub-kriteria secara berturut-turut adalah mutu lingkungan hidup, adaptasi fungsional, aksesibilitas, infrastruktur, kapabilitas SDM nelayan, adaptasi prosesual, dan Jasa-jasa lingkungan. Adapun prioritas strategi pemberdayaan nelayan tradisional beserta kegiatannya menurut persepsi para ‘stakeholder’ secara berturut-turut yaitu: (1) Strategi pengembangan SDM nelayan dengan prioritas kagiatan: pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan nelayan tradisional dan teknik penangkapan ikan; (2) Strategi aksesibilitas modal/investasi dan pengembangan usaha: pemandirian kelompok nelayan dan pembinaan dan pengadaan koperasi nelayan; (3) Strategi Pengembangan Infrastruktur: perbaikan infrastruktur nelayan (4) Strategi Pengembangan Pariwisata: pemantapan infrastruktur dan kegiatan-kegiatan pariwisata yang terintegrasi, dan (5) Strategi Penegakan hukum dan Peraturan: perbaikan mutu lingkungan hidup dan pemantapan ketersediaan BBM. Kata Kunci: Pemberdayaan, nelayan, aksesibilitas modal, pariwisata.

Upload: lammien

Post on 26-Jan-2017

242 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: mspep metode swot dan ahp

1

“EMPOWERMENT STRATEGIES IN IMPROVING TRADITIONAL FISHERMEN WELFARE AT THE COASTAL AREA OF MANADO BAY, INDONESIA”

“STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL DI KAWASAN PESISIR TELUK MANADO, INDONESIA”

Daisy.I.E Sundah1,2, Soemarno1,3, Paulus Kindangen1,4, Agus Suman1,5

¹ Environment and Development Studies Program, Graduate School, University of Brawijaya, Malang, Indonesia. ²Department of Business Management, Manado State Polytechnic, Manado, Indonesia.

3Department of Soil Sciences, Faculty of Agriculture, University of Brawijaya, Malang, Indonesia, and 4Faculty of economic, University of Samratulangi, Manado, Indonesia, 5Faculty of Economic and Business,

University of Brawijaya, Malang, Indonesia .

AbstrakPenelitian ini dilakukan untuk menganalisis strategi pemberdayaan nelayan tradisional untuk

meningkatkan kesejahteraannya. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner dan dilakukan analisis secara kuantitatif dengan ‘analytical hierarchy process’ pada 16 informan yang terdiri dari: 4 tokoh masyarakat, 8 nelayan, dan 4 pegawai pemerintah. Hasil analisis AHP menunjukkan prioritas kriteria dan sub-kriteria dalam upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional secara berturut-turut adalah perubahan lingkungan hidup, perilaku adaptasi, dan pembangunan kawasan pesisir, sedangkan prioritas sub-kriteria secara berturut-turut adalah mutu lingkungan hidup, adaptasi fungsional, aksesibilitas, infrastruktur, kapabilitas SDM nelayan, adaptasi prosesual, dan Jasa-jasa lingkungan. Adapun prioritas strategi pemberdayaan nelayan tradisional beserta kegiatannya menurut persepsi para ‘stakeholder’ secara berturut-turut yaitu: (1) Strategi pengembangan SDM nelayan dengan prioritas kagiatan: pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan nelayan tradisional dan teknik penangkapan ikan; (2) Strategi aksesibilitas modal/investasi dan pengembangan usaha: pemandirian kelompok nelayan dan pembinaan dan pengadaan koperasi nelayan; (3) Strategi Pengembangan Infrastruktur: perbaikan infrastruktur nelayan (4) Strategi Pengembangan Pariwisata: pemantapan infrastruktur dan kegiatan-kegiatan pariwisata yang terintegrasi, dan (5) Strategi Penegakan hukum dan Peraturan: perbaikan mutu lingkungan hidup dan pemantapan ketersediaan BBM.

Kata Kunci: Pemberdayaan, nelayan, aksesibilitas modal, pariwisata.

Page 2: mspep metode swot dan ahp

2

Introduction

Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat merupakan dua sisi dalam mata uang yang tidak terpisahkan dalam upaya mengatasi fenomena yang terjadi ditengah masyarakat pesisir, terutama dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pembangunan di kawasan pesisir Teluk Manado telah memberikan pengaruh terhadap perubahan lingkungan hidup masyarakat pesisir, terutama nelayan tradisional baik yang berdampak positif dan negatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan yang sangat signifikan terhadap pola kehidupan masyarakat pesisir, terutama bagi masyarakat non nelayan (Wunas dan Lumain, 2003). Demikian juga para nelayan tradisional ini telah berupaya untuk melakukan penyesuaian yang cukup besar terhadap keberadaan tempat mata pencahariannya sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan hidup dan sosial-ekonomi mereka.

Namun demikian, Kalalo (2009) mengemukakan bahwa nelayan tradisional pada akhirnya bukan menjadi subjek pembangunan di daerah kependudukannya sendiri dengan adanya pembangunan kawasan pesisir. Disamping itu pula, data statistik menunjukkan bahwa masih cukup banyak masyarakat yang berada dikawasan pesisir Teluk Manado berada pada kategori sangat miskin, miskin dan hampir miskin (BPS Manado, 2012). Hal ini menurut Sugiharto, E (2007) bahwa kantong-kantong kemiskinan pada dasarnya masih terdapat pada kelompok masyarakat nelayan. Selanjutnya, penyebab kemiskinan nelayan tersebut menurut Kusnadi (2002) dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks seperti fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumberdaya manusia, modal dan akses, jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, modernisasi perikanan yang mendorong terjadinya pengurasan sumberdaya laut secara berlebihan. Dilain pihak, para nelayan tersebut juga memiliki karakteristik sosial budaya yang sangat tangguh yaitu: struktur relasi patron-klien yang sangat kuat, etos kerja yang tinggi, memanfaatkan kemampuan diri dan adaptasi optimal, kompetitif dan berorientasi prestasi, apresiatif terhadap keahlian, kekayaan, dan kesuksesan hidup, terbuka dan ekspresif, solidaritas sosial tinggi, sistem pembagian kerja berbasis seks (yaitu laut menjadi ranah laki-laki dan darat menjadi ranah kaum perempuan), walaupun juga, mereka masih memiliki perilaku yang ‘konsumtif’ (Kusnadi, 2009). Karakteristik sosial budaya yang positif inilah yang terlihat pada nelayan tradisional untuk tetap berjuang dan bertahan dalam menekuni profesi mereka sebagai nelayan dengan adanya perubahan lingkungan hidup yang terjadi di kawasan pesisir Teluk Manado. Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat pesisir yang merupakan paradigma baru telah diterapkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di Indonesia dewasa ini dan kemungkinan yang sama pula, dengan karakteristik nelayan yang positif tersebut, sehingga hasil penelitian Sugiharto, E (2007) pada masyarakat nelayan yang berada di desa Benua Baru Ilir Sulawesi Selatan dinyatakan sebagai nelayan yang sejahtera.

Pengelolaan kawasan pesisir seyogyanya melibatkan para ‘stakeholders’ di kawasan pesisir sehingga tujuan pembangunan kawasan pesisir dapat dengan mudah tercapai, dimana hal ini telah dibahas dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Nasuchon, N., Charles, A. (2010) dan Mikalsen, K.H., and Jentoft, S., (2001) dan terutama para nelayan (Imron, A. 2012). Namun demikian, Human dan Davies (2010) mengemukakan bahwa keterlibatan ‘stakeholders’ dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir harus dilakukan dengan hati-hati dan jelas dalam tingkat keterlibatan mereka. Hal tersebut dikemukakan karena prioritas yang ditentukan oleh ‘stakeholder’ tidak layak dilaksanakan yang disebabkan oleh perbedaan pengetahuan dan keterbatasan pengetahuan secara teknis.

Pada kenyataannya pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir di Teluk Manado telah memberikan pengaruh terhadap perubahan lingkungan hidup nelayan tradisional dengan menciptakan dampak positif dan negatif bagi mereka. Adanya peluang kesempatan kerja merupakan salah satu dampak yang positif bagi para nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado. Demikian pula kawasan kumuh yang dulunya menjadi pemandangan yang nyata di kawasan pesisir Teluk Manado telah berangsur-angsur hilang. Bahkan, bahaya ombak besar pada musim tertentu bagi tempat tinggal nelayan tradisional ini telah terhindar dengan adanya pembangunan kawasan pesisir. Disamping itu pula, adanya pembangunan kawasan pesisir di Teluk Manado telah mempengaruhi perilaku nelayan untuk beradaptasi, baik dalam sistem penangkapan mereka ataupun dalam mencari alternatif pekerjaan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Karakter sosial-budaya positif yang telah dimiliki oleh nelayan tradisional telah memperkuat mereka untuk tetap berjuang dan mempertahankan profesi yang telah ditekuni secara turun temurun, walaupun telah terjadi perubahan lingkungan hidup di kawasan pesisir Teluk Manado. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu: pertama, untuk

Page 3: mspep metode swot dan ahp

3

mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, serta strategi pemberdayaan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado. Kedua, untuk mengetahui prioritas kriteria dan sub kriteria dalam upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado. Ketiga, untuk mengetahui proioritas strategi pemberdayaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado menurut persepsi para ‘stakeholder’. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara, khususnya Pemerintah Kota Manado dalam membuat dan menentukan strategi dan kebijakan yang berkaitan dengan konsep pembangunan kawasan pesisir di Teluk Manado, terutama upaya-upaya yang strategik dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional dan tata kelolah kawasan pesisir di Teluk Manado.

Research Methods

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menjelaskan karakteristik nelayan tradisional yang melibatkan 125 responden nelayan tradisional setempat dengan analisis statistik deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan teknik probability sampling, yaitu dengan Teknik pengambilan sampel menggunakan “probabilitiy sampling” yang meliputi teknik “cluster random sampling” pada tahap pertama untuk menetapkan 25 sampel untuk setiap daerah kecamatan atau sebesar 125 sampel untuk 5 kecamatan yang ada di kawasan pesisir di Teluk Manado. Pada tahap kedua digunakan ‘simple random sampling’’ untuk pengambilan setiap anggota sampel dengan menemui responden secara acak pada pagi hari ataupun sore hari sebelum mereka melakukan aktivitas penangkapan ikan. Penentuan jumlah sampel ini dilakukan karena tidak ada data sekunder yang menunjukkan populasi nelayan tradisional di kota Manado, sehingga menjadi kesulitan untuk menentukan jumlah sampel berdasarkan populasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam analisis SWOT (Strenghts, Weaknessess, Opportunities, dan Threats), serta alternatif strategi dan kegiatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner dan dilakukan analisis secara kuantitatif dengan ‘analytical hierarchy process’ terhadap 16 informan yang terdiri dari: 4 tokoh masyarakat, 8 nelayan, dan 4 pegawai pemerintah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah ‘Non Probability Sampling’ (sampling non peluang/non random) dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara ‘purposive sampling’. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah para nelayan yang telah lama menjalani profesinya sebagai nelayan sampai saat dilakukan penelitian ini, tokoh masyarakat, dan pegawai pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukkan tentang persepsi mereka terhadap faktor-faktor dan subfaktor-subfaktor, serta alternatif strategi yang dapat memberdayakan nelayan tradisional di Teluk Manado. Penelitian ini tidak mengutamakan kuantitas informan melainkan kualitas informan, sehingga data yang diperoleh dalam kuesioner ‘AHP’ menghasilkan nilai objektivitas yang tinggi sesuai dengan pengetahuan, pengertian, kepercayaan individu tentang objek sikap (kognitif) karena pengalaman mereka. Setiap informan akan membandingkan tentang seberapa pentingnya setiap faktor/subfaktor/alternatif strategi dengan faktor/subfaktor/alternatif strategi lainnya yang efektif mempengaruhi/memberdayakan nelayan tradisional untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Adapun patokan skala perbandingan penilaian oleh setiap informan yaitu dari angka 1 – 9 yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 1. Skala Banding secara BerpasanganIntensitas

Pentingnya DEFINISI PENJELASAN1 Kedua Elemen sama penting Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbangn yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya.

5 Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya.

7 Satu elemen jelas lebh penting dari elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek.

9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnyaBukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain

memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara diantara dua pertimbangan yang berdekatan Kompromi deperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

Sumber: Saati, T, L. 1993.

Page 4: mspep metode swot dan ahp

4

Profil Para Informan Para informan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah para tokoh masyarakat dan pegawai

pemerintah yang memahami tentang pekerjaan nelayan, serta nelayan itu sendiri, dan kesemuanya berjumlah 16 informan yang terdiri dari: tokoh masyarakat berjumlah 4 orang; nelayan berjumlah 8 orang; dan lembaga pemerintah berjumlah 4 orang. Adapun data-data informan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 2. Profil para Informan menurut Kelompok Tokoh Masyarakat, Nelayan, Pegawai Pemerintah

Informan NO Jabatan/KualifikasiKelompok Tokoh Masyarakat: 1 Pegawai Distrik Navigasi Pemerintah Kota Bitung yang tinggal dilokasi penelitian

2 Anggota DPRD Minahasa Utara mewakili masyarakat pesisir kepulauan gangga, memiliki usaha Angkutan di desa gangga satu, kec Likupang Barat.

3 Anggota DPRD Manado mewakili masyarakat pesisir Teluk Manado dan memiliki usaha angkutan wisata laut di lokasi Penelitian4 Swasta dan LSM peduli masyarakat nelayan dan berdomisili di lokasi penelitian

Kelompok Nelayan: 5 Nelayan tradisional 6 Nelayan tradisional anggota kelompok nelayan7 Nelayan tradisional yang mempunyai pekerjaan alternatif sebagai tukang ojek

8 Nelayan Juragan yang telah memiliki usaha/bisnis restauran masakan Ikan dan masih melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan ‘pajeko’ atau ‘purse seine’

9 Nelayan tradisional yang sebagai Ketua Kelompok Nelayan dan memiliki pekerjaan sebagai pegawai pemerintah10 Nelayan Tradisional11 Nelayan Tradisional/Pensiunan PNS 12 Nelayan Tradisional sebagai Ketua Kelompok Nelayan

Kelompok Pegawai Pemerintah: 13 Koordinator Penyuluh Perikanan Wilayah Kota ManadoBadan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPPKP)

14 Kepala Seksi Pengembangan Kelembagaan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado.

15 Kepala Seksi Pengembangan dan Perlindungan Sumberdaya Alam, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado.

16 Kepala Seksi Sumberdaya Manusia Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPPKP)

Sumber data: Hasil Penelitian, 2013

Tabel 2 menunjukkan profil informan menurut kelompok tokoh masyarakat, nelayan, pegawai pemerintah. Kelompok tokoh-tokoh masyarakat merupakan kelompok orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan para nelayan dan peduli dengan kehidupan para nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado. Kelompok nelayan merupakan sekelompok orang yang telah lama menekuni pekerjaan sebagai nelayan dan bahkan salah satu dari mereka memulai pekerjaan sebagai nelayan tradisional dan telah berhasil mengembangkan usaha restoran makanan Ikan. Selanjutnya, kelompok pegawai pemerintah merupakan sekelompok orang yang bekerja di bidang perikanan dan mengenal para nelayan tradisional secara dekat, baik sebagai penyuluh dibidang perikanan dan menguasai ruang lingkup bidang pekerjaan di bidang perikanan.

Perumusan Strategi dan Kegiatan Pemberdayaan dalam Hirarki Kesejahteraan Nelayan TradisionalStrategi merupakan suatu tindakan yang senantiasa meningkat dan terus menerus serta dilakukan

berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh masyarakat dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu strategi selalu dimulai dari apa yang terjadi. Analisis dan pilihan strategi berfokus pada usaha menciptakan dan mengevaluasi strategi-strategi alternatif, selain memilih strategi yang hendak dijalankan. Analisis dan pilihan strategi berusaha menentukan tindakan alternatif yang paling baik dalam membantu dalam pencapaian tujuan. Teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan kedalam kerangka pengambilan keputusan dengan menggunakan SWOT Analysis sebagai berikut:

Identifikasi kekuatan dan kelemahan faktor-faktor InternalBerdasarkan penelitian yang dilakukan maka faktor-faktor internal yang mempengaruhi

kesejahteraan nelayan tradisional dijelaskan dalam tabel 3 berikut ini:

Page 5: mspep metode swot dan ahp

5

Tabel 3 Identifikasi SubFaktor-subfaktor Internal

Sumber data: Hasil Penelitian, 2012

Tabel 3 menjelaskan identifikasi beberapa kekuatan dari subfaktor-subfaktor internal. Para responden sebagian besar telah memiliki banyak pengalaman sebagai nelayan. Hal ini dikarenakan para nelayan tradisional tersebut sebagian besar telah mengikuti jejak orang tua sebagai nelayan dan menyadari bahwa dengan adanya perubahan lingkungan hidup, maka pelatihan keterampilan akan dapat meningkatkan kapabilitas mereka. Disamping itu pula, mereka memahami bahwa Ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat telah mengalami perkembangan, sehingga berbagai pertemuan dan rapat dengan pihak lain dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan mereka. Oleh sebab itu pula, sebagian besar responden telah ikut dalam kelompok-kelompok nelayan yang ada. Tabel 3 telah menunjukkan pula bahwa para responden memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan pekerjaan mereka sebagai nelayan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka, dan bahkan sebagian besar para responden telah melakukan berbagai penyesuaian atas sistem dan cara penangkapan ikan sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Demikian juga sebagian besar dari para responden telah melakukan pekerjaan alternatif lainnya guna mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Hal ini dimungkinkan dapat dilakukan karena peluang dan kesempatan kerja telah tersedia dengan adanya pembangunan kawasan pesisit di Teluk Manado.

Hasil penelitian ini pula dapat diidentifikasikan beberapa kelemahan yaitu sebagian besar responden memiliki kualifikasi pendidikan yang rendah dan bahkan sebagian besar dari responden belum pernah diikut sertakan dalam berbagai bentuk pelatihan keterampilan. Bahkan sebagian besar dari para responden memiliki persepsi yang rendah bahwa pembangunan kawasan pesisir di Teluk Manado tidak dapat menunjang mereka dan bahkan menganggap bahwa pembangunan tersebut tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk berusaha diluar pekerjaan nelayan.

Identifikasi Peluang dan Ancaman faktor-faktor EksternalSelain subfaktor-subfaktor internal yang telah diidentifikasi, subfaktor-subfaktor eksternal yang

mempengaruhi kesejahteraan nelayan tradisional dapat dijelaskan dalam tabel 4 berikut ini:

FAKTOR-FAKTOR INTERNALKEKUATAN (Strengts) KELEMAHAN (Weaknessess)

Kapabilitas SDM Nelayan - Kapabilitas SDM Nelayan- Sebagian besar nelayan telah mempunyai pengalaman dalam pekerjaan sebagai nelayan - Kapabilitas SDM nelayan yang rendah:

(20-37 tahun= 64%; 38-55thn= 21,6%; 56-73 tahun= 0,8% dan hanya 2-19 tahun=13,6%) Pendidikan: tidak sekolah/tidak tamat SD 12,8%; tamat SD 39,2%; tamat SLTP 31,2%

- Motivasi yang tinggi bahwa pelatihan keterampilan dapat meningkatkan kapabilitas nelayan hanya 15,2% tamat SLTA; dan 1,6% Sarjana.

( 69,6% responden yang menyatakan sangat setuju;28,8% Setuju, dan hanya 1,6% kurang setuju) - Keterampilan: 78,4 % belum pernah mengikuti pelatihan keterampilan dan hanya

- Mempunyai minat untuk menambah wawasan dan pengetahuan dengan mengikuti berbagai 11,6% yang telah mengikuti pelatihan keterampilan. Pertemuan dengan pihak pemerintah/ pengelolah/organisasi Aksesibilitas ( 56% Sangat Setuju; 36% Setuju; 4% Cukup Setuju; dan hanya 0,8% kurang setuju; - Nelayan Tradisional memiliki persepsi rendah bahwa kawasan perdagangan dikawasan 3,2% sangat kurang setuju) Pesisir Teluk Manado tidak dapat menunjang usaha nelayan (72% Sangat setuju; 2,4% Aksesibilitas setuju;8% cukup setuju dan hanya sedikit yang sangat kurang setuju 9,6% dan- Sebagian besar Nelayan Tradisional (77,6%) telah terlibat dalam kegiatan kelompok nelayan 8% kurang setuju) dan hanya 22,4% yang tidak ikut dalam kelompok nelayan. - Memiliki persepsi rendah bahwa pembangunan kawasan pesisir tidak memberikan

- Sebagian besar memperoleh kemudahan mendapatkan bantuan modal kerja diluar usaha nelayan kesempatan berusaha diluar profesi sebagai nelayan (75,2% sangat setuju; 3,2% 80% dan hanya 20% yang belum pernah mendapatkan bantuan modal kerja. setuju; 8% cukup setuju) dan hanya sedikit yang kurang setuju 7,2%;dan 6,4% sangat Adaptasi Fungsional Kurang setuju)-Motivasi nelayan tradisional yang tetap melakukan kegiatan melaut untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga 91,2% masih sangat tinggi dan 8,8% memiliki motivasi yang tinggi.- Nelayan tradisional melakukan berbagai penyesuaian dengan sistem penangkapan ikan sesuai dengan kondisi lingkungan hidup yang terjadi 88,8% sangat tinggi; dan 11,2% masih tinggi.Adaptasi Prosesual- Nelayan tradisional melakukan pekerjaan alternatif lainnya untuk membiayai kehidupan keluarganya 76,8% melakukannya dengan sangat baik; 11,2% melakukannya dengan baik; hanya 12% yang tidak melakukan pekerjaan alternatif yang lain.

Page 6: mspep metode swot dan ahp

6

Tabel 4 Identifikasi Faktor-Faktor Eksternal FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

PELUANG (Opportunities) ANCAMAN (Threats) Infrastruktur Infrastruktur

- Jalan menuju tempat tambatan perahu sangat baik 61,6% dan 7,2% baik - Tempat tambatan perahu yang sangat kurang baik 40%, 9,6% kurang baik; cukup baik dan cukup baik 5,6%,; sedangkan yang sangat kurang baik 23,2% dan yang kurang 15,2% sedangkan 19,2% menyatakan sangat baik; dan 16% menyatakan baik. baik 2,4%. - Sebagian besar responden menyatakan kesulitan mendapatkan BBM 82,4% sangat

- Akses menuju pasar konsumen sangat baik dinyatakan oleh 73,6% dan baik 12,8% kurang baik; 12% menyatakan kurang baik; sedangkan 4% menyatakan sangat mudah 1,6 menyatakan cukup baik. Hanya 12% menyatakan sangat kurang baik. dan 0,8% responden menyatakan mudah; serta 0,8% menyatakan cukup mudah.- Tersedianya fasilitas tempat usaha bagi para nelayan - Sebagian besar responden menyatakan bahwa SPBU khusus untuk nelayan sangat Lainnya sulit terjangkau 84,8% dan hanya sedikit yang menyatakan mudah dijangkau 15,2%- Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap para nelayan Mutu Lingkungan Hidup

- Lingkungan fisik laut yang kotor 76,8% responden menyatakan sangat kurang baik

12% kurang baik; 0,8% cukup baik; hanya 1,6% responden yang menyatakan sangat

baik dan 8,8% menyatakan baik.

- Sudah sulit bagi nelayan untuk mendapatkan ikan didekat daratan 79,2% sangat

kurang baik; 8% menyatakan kurang baik; 2,4% cukup baik; dan hanya 3,2% menyata

kan masih sangat baik; dan 7,2% menyatakan masih baik.

- Perubahan lingkungan hidup sangat kurang menunjang usaha nelayan dinyatakan

79,2% dan 12,8% menyatakan kurang menunjang; dan hanya 0,8% menyatakan sangat menunjang usaha nelayan serta, 2,4% menyatakan menunjang; 4,8% cukup menunjang.

- Terumbu karang yang sudah sangat kurang terpelihara 81,6% dan 5,75% menyatakan

kurang terpelihara; dan 3,45% menyatakan cukup terpelihara; hanya 9,2% menyatakan masih terpelihara dengan baik.Jasa-jasa Lingkungan

- Kegiatan Pariwisata sangat kurang menunjang usaha nelayan 56%; 20,8% menyata

kan masih baik menunjang usaha nelayan; 9,6% cukup menunjang; hanya 2,4% menya

takan sangat menunjang usaha nelayan; dan 11,2% menunjang usaha nelayan.

- Sistem penangkapan ikan dengan menggunakan 'soma dampar' sangat sulit

dilakukan 86,4%; sulit dilakukan 3,2%; cukup sulit 1,6%; dan hanya 4% masih sangat

untuk dilakukan; 4,8% mudah untuk dilakukan.

- Tempat rekreasi bagi masyarakat nelayan sangat kurang tersedia 24%; 22,4% kurang

tersedia; 5,6% cukup tersedia; dan hanya 38,4% masih tersedia dengan sangat baik;

9,6 masih tersedia dengan baik.

Aksesibilitas

- Sebagian besar nelayan belum pernah menerima bantuan peralatan yaitu 85,6%

dan hanya 14,4% responden yang pernah menerima bantuan peralatan.

- Sebagian besar nelayan 95,2% belum pernah menerima bantuan modal kerja, dan

hanya 4,8% mendapatkan kemudahan memperoleh bantuan modal kerja.

Lainnya

- Jumlah Penyuluh Perikanan hanya terbatasSumber data: Hasil Penelitian, 2012

Tabel 4 Identifikasi Subfaktor-Subfaktor Eksternal

Tabel 4 menjelaskan identifikasi beberapa peluang dari subfaktor-subfaktor eksternal yaitu tersedianya peluang dan kesempatan kerja yang luas bagi para nelayan untuk melakukan kegiatan diluar pekerjaannya sebagai nelayan. Disamping itu pula, fasilitas-fasilitas tempat usaha telah disediakan oleh pemerintah ditempat-tempat tertentu bagi para nelayan untuk mengembangkan usaha mereka. Begitu banyak program yang telah disediakan oleh pemerintah, khususnya pada dinas perikanan dan kelautan Kota Manado yang memberikan bantuan pada kelompok nelayan. Demikian pula, pembangunan kawasan pesisir di Teluk Manado telah menyediakan infrastruktur yang memberikan kemudahan akses ke pasar konsumen dengan mudah, walaupun ditempat-tempat tertentu pula masih sulit, seperti di desa Bahowo yang terletak di ujung utara Kota Manado, kecamatan Bunaken.

Hasil penelitian ini pula dapat diidentifikasikan beberapa kelemahan yaitu sebagian besar responden memiliki kualifikasi pendidikan yang rendah dan bahkan sebagian besar dari responden belum pernah diikut sertakan dalam berbagai bentuk pelatihan keterampilan. Bahkan sebagian besar dari para responden memiliki persepsi yang rendah bahwa pembangunan kawasan pesisir di Teluk Manado tidak

Page 7: mspep metode swot dan ahp

7

dapat menunjang mereka dan bahkan menganggap bahwa pembangunan tersebut tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk berusaha diluar pekerjaan nelayan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perubahan lingkungan hidup di kawasan pesisir Teluk Manado sebagian besar dinyatakan oleh responden tidak menunjang usaha sebagian besar nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado, seperti lingkungan fisik yang kotor, sulitnya mendapatkan ikan di dekat daratan, dan kurang terpeliharanya terumbu karang ditempat-tempat tertentu. Hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa perubahan lingkungan hidup sangat menunjang usaha nelayan, seperti tersedianya fasilitas, peluang dan kesempatan kerja, terlindungnya bahaya ombak bagi pemukiman nelayan, berkurangnya tempat kumuh di kawasan pesisir. Demikian juga, sebagian besar responden merasa bahwa jasa-jasa lingkungan sangat kurang menunjang usaha nelayan, seperti: kegiatan pariwisata yang sangat terbatas dan kurang terkoordinasi; sulitnya nelayan tradisional melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan ‘soma dampar’, dan terbatasnya tempat-tempat rekreasi bagi nelayan dan keluarganya di lokasi-lokasi tertentu. Selain itu pula, tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum pernah mendapatkan bantuan peralatan dan modal kerja guna menunjang usaha nelayan. Hal yang lain pula yang kurang menunjang kegiatan nelayan yaitu terbatasnya penyuluh perikanan yang diharapkan dapat memberikan pengarahan dan pembinaan kelompok-kelompok nelayan yang telah dibentuk.Analisis Matriks SWOT

Penggunaan analisis matriks SWOT merupakan suatu analisis untuk menentukan strategi yang yang paling tepat. Konsep pemberdayaan mengacuh pada prinsip kemandirian yang bersifat egaliter merupakan prinsip yang sangat relevan digunakan untuk memberdayakan masyarakat (Hadiyanti, P. 2006). Adapun hasil analisis matriks SWOT untuk merumuskan strategi pemberdayaan bagi nelayan tradisional dapat dijelaskan sebagai berikut:

Strategi SO (Strengths Opportunity) merupakan strategi yang berupaya untuk memilih keuntungan dengan cara menggunakan kekuatan yang dimiliki dan memanfaatkan peluang yang ada. Tabel 5 menunjukkan bahwa kekuatan tersebut merupakan modal dasar dalam upaya memanfaatkan peluang yang ada. Pilihan strategi aksesibilitas modal/investasi dan pengembangan usaha menjadi strategi yang penting untuk dikembangkan dalam memilih strategi keuntungan bagi nelayan tradisional. Kekuatan dan peluang yang tersedia dapat dikembangkan untuk memperoleh keuntungan yang lebih baik. Kemudahan dalam mendapatkan modal kerja, dan berbagai informasi dan pengetahuan tentang pengembangan usaha dapat menunjang usaha nelayan. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengadakan pembinaan kelompok nelayan, sehingga kelompok nelayan dapat lebih efektif melakukan kegiatan mereka dan mengadakan pembinaan pembentukan koperasi dan pengembangan usaha nelayan sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka.

Strategi ‘WO’ (Weaknessess Opportunities) merupakan strategi memanfaatkan peluang dengan cara menghilangkan kelemahan-kelemahan dan memanfaatkan peluang. Tabel 5 menunjukkan berbagai bentuk kelemahan dan peluang yang telah diidentifikasi dari penelitian. Strategi pengembangan sumberdaya manusia merupakan strategi yang dapat dilakukan agar berbagai kelemahan dapat diminimalisir dan memanfaatkan peluang yang tersedia. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah: pelatihan keterampilan yang menunjang minat dan kebutuhan nelayan tradisional; dan teknik penangkapan ikan secara modern; serta berbagai bentuk sosialisasi pembangunan kawasan pesisir yang memperhatikan kebutuhan para nelayan tradisional seyogyanya dapat dilaksanakan.

Strategi ‘WT’ (Weaknessess Threats) merupakan strategi mengendalikan ancaman melalui meminimalkan kelemahan-kelemahan untuk menghindarkan ancaman-ancaman. Tabel 5 menunjukkan berbagai macam ancaman yang telah diidentifikasikan yang dapat memberikan pengaruh terhadap pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan nelayan adalah strategi pengembangan infrastruktur dan perbaikan lingkungan hidup merupakan. Perbaikan tempat tambatan perahu; dan pembangunan infrastruktur untuk pengembangan pariwisata seyogyanya dapat menunjang usaha nelayan tradisional. Selain itu pula strategi perbaikan lingkungan hidup nelayan tradisional yaitu dengan meminimalkan dampak negatif dengan kegiatan sosialisasi kebersihan pantai dan laut bagi masyarakat, dan tata kelolah lingkungan hidup yang lebih baik. Demikian pula dapat ditingkatkan lingkungan hidup yang berdampak positif bagi nelayan tradisional melalui pengembangan kegiatan-kegiatan usaha kecil dan pariwisata.

Strategi ‘ST’ (Strengths Threats) merupakan strategi untuk mengerahkan kekuatan dengan cara menggunakan kekuatan untuk menghindarkan ancaman. Tabel 5 telah menunjukkan berbagai kekuatan yang dapat digunakan untuk menghindarkan berbagai ancaman. Strategi yang penegakkan hukum dan peraturan dan strategi pengembangan pariwisata merupakan strategi yang seyogyanya dapat dilakukan

Page 8: mspep metode swot dan ahp

8

melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi dan penerapan hukum dan peraturan tentang lingkungan hidup untuk perbaikan dan tata kelolah lingkungan hidup di kawasan pesisir Teluk Manado. Demikian pula, ketersediaan BBM bagi nelayan tradisional dan pengguna kawasan pesisir lainnya dapat dilakukan perbaikannya agar para nelayan tradisional memperoleh kemudahan memperoleh fasilitas tersebut. Selain itu pula, strategi pengembangan pariwisata yang terintegrasi dengan berbagai pihak merupakan suatu strategi yang menjanjikan bagi peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado.

Tabel 5 menunjukkan matriks SWOT yang digunakan guna merumuskan strategi dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado sebagai berikut:

Page 9: mspep metode swot dan ahp

9

Tabel 5. Analisis SWOT Perumusan Strategi Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Tradisional Sumber data: Hasil Pengolahan Data, 2013

KEKUATAN (Strengts) KELEMAHAN (Weaknessess)

Kapabilitas SDM Nelayan - Kapabilitas SDM Nelayan

- Nelayan mempunyai pengalaman yang sangat tinggi dalam bidang pekerjaannya - Kapabilitas SDM yang rendah (kualifikasi pendidikan rendah dan keterampilan kurang)

- Nelaya mempunyai motivasi yang tinggi untuk ikut serta dalam pelatihan keterampilan Aksesibilitas

FAKTOR-FAKTOR - Nelayan memiliki minat yang besar untuk menambah wawasan pengetahuan - Nelayan memiliki persepsi yang rendah bahwa pembangunan kawasan tidak INTERNAL dalam kegiatan pertemuan dengan pemerintah / pengelolah / organisasi lainnya. menunjang usaha nelayan

Aksesibilitas - Nelayan memiliki persepsi yang rendah bahwa pembangunan kawasan tidak

- Nelayan terlibat dalam kegiatan kelompok yang telah mereka bentuk memberikan kesempatan berusaha diluar pekerjaan sebagai nelayan.- Memperoleh kemudahan mendapatkan bantuan modal kerja diluar pekerjaan nelayan

FAKTOR-FAKTOR Adaptasi Fungsional EKSTERNAL - Mmemiliki motivasi yang tinggi untk tetap melakukan kegiatan melaut.

- Melakukan berbagai penyesuaian sistem penangkapan ikan Adaptasi Prosesual

- Nelayan melakukan pekerjaan alternatif lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup PELUANG (Opportunities) STRATEGI MEMILIH KEUNTUNGAN (STRENGTHS OPPORTUNITIES) STRATEGI MEMANFAATKAN PELUANG (WEAKNESSESS OPPORTUNITIES)

Infrastruktur - Jalan menuju tempat tambatan perahu sangat baik Strategi Aksesibilitas Modal/Investasi dan

Pengembangan Usaha Strategi Pengembangan SDM Nelayan- Akses menuju pasar konsumen masih baik dan hanya sedikit yang perlu perbaikan- Tersedianya fasilitas tempat dan peluang pekerjaan alternatif lainnya - Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap para nelayan

ANCAMAN (Threats) STRATEGI MENGERAHKAN KEKUATAN (STRENGTHS THREATS) STRATEGI MENGENDALIKAN ANCAMAN ( WEAKNESSESS THREATS)

Aksesibilitas - Bantuan Peralatan Belum Terdistribusi Merata - Sebagian besar nelayan belum pernah menerima bantuan Modal kerja Infrastruktur - Sebagian besar tempat tambatan perahu sangat kurang memadai. - Sebagian besar merasa kesulitan untuk memperoleh BBM

Strategi Penegakkan Hukum dan Peraturan. Strategi Pengembangan Pariwisata

Strategi Pengembangan Infrastruktur dan Perbaikan Lingkungan Hidup

- SPBU khusus untuk nelayan sangat sulit dijangkauMutu Lingkungan Hidup- Lingkungan fisik laut yang kotor tidak menunjang usaha nelayan.- Sudah sulit bagi nelayan untuk mendapatkan ikan didekat daratan - Perubahan lingkungan hidup sangat kurang menunjang usaha nelayan.- Sebagian besar Terumbu karang yang sudah sangat kurang terpelihara

Jasa-jasa Lingkungan - Kurang tersedia kegiatan Pariwisata yang menunjang usaha nelayan. - Sulit menggunakan sistem penangkapan ikan 'soma dampar' - Terbatasnya tempat rekreasi bagi masyarakat nelayan Lainnya - Jumlah Penyuluh Perikanan hanya terbatas (5 orang)

Page 10: mspep metode swot dan ahp

10

Page 11: mspep metode swot dan ahp

11

Proses Analytical Hierarchy Process (AHP)

Alat analisis yang digunakan adalah ‘Analytical Hierarchy Process’ (AHP) yang telah dikembangkan oleh Thomas L, Saaty pada tahun 1971 (Kuncoro, M, 2011). Pemilihan alat analisis ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ‘analitycal hierarchy process’ merupakan salah satu alat atau model pengambilan keputusan dengan input utama adalah persepsi manusia. ‘AHP’ merupakan salah satu metode yang memecahkan suatu masalah kompleks ke dalam kelompok-kelompok secara hirarki. Dengan menggunakan AHP, pembobotan suatu faktor dan subfaktor dapat dilakukan sesuai dengan persepsi manusia, sehingga diharapkan mampu menggambarkan kondisi yang senyatanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor dan subfaktor, serta strategi manakah yang mempengaruhi/ menentukan secara efektif dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka. Bobot yang lebih besar dari suatu faktor/subfaktor/strategi akan menunjukkan faktor/subfaktor/strategi tersebut lebih penting dibandingkan dengan faktor/subfaktor/strategi lainnya dalam mempengaruhi/ meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional. Dengan memasukkan unsur persepsi, maka metode AHP dapat mengatasi kelemahan utama pada metode pengambilan keputusan yang selama ini sering dikenal dengan kelemahan dalam mengubah data kualitatif kedalam bentuk kuantitatif. Selain itu juga, ‘analytical hierarchy process’ (AHP) juga mampu memberikan prioritas alternatif dan melacak ketidak konsistenan dalam pertimbangan dan preferensi seorang responden (Saaty, T, 1993). Indikator-indikator pengelolaan kawasan pesisir dibagi dalam kategori biologi, lingkungan hidup, sosial, ekonomi, politik dan kebutuhan yang menghubungkannya dengan indikator-indikator multidisiplin lainnya, Bowen dan Riley, (2003) dan Garcia, Staples dan Chesson (2000).

Adapun faktor-faktor dan subfaktor-subfaktor yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan tradisional dan alternatif srategi dalam hirarki kesejahteraan nelayan tradisional kawasan pesisir Teluk Manado dapat digambarkan pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 1 Hirarki Pemberdayaan Nelayan Tradisional Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan

di Kawasan Pesisir Teluk Manado

Perbaikan Tempat

Tambatan

Pembangunan Kawasan Pesisir

Perilaku Adaptasi Nelayan

Perubahan Lingkungan Hidup

Adaptasi fungsionalMutu Lingkungan HidupKapabilitas SDM

Adaptasi ProsesualJasa-jasa LingkunganAksesibilitas

Infrastruktur

Kesejahteraan Nelayan Tradisional

Pengembangan Sumberdaya

Manusia

Penegakan Hukum dan Peraturan

Akses Permodalan/ Investasi/Pengembangan

Usaha

Pengembangan Kepariwisataan

Pengembangan Infrastruktur dan

Perbaikan Lingkungan Hidup

Keterampilan

sesuai

Teknologi

Penangk

Pengadaan &

Pembinaan Koperasi/

Pemandirian

Kelompok

Tata Kelolah

LingkungaKegiata

n Pariwisata yang Terinteg

Perbaikan Mutu

Lingkung

Ketersediaan BBM Bersubsid Pengemban

gan Infratstruktur tempat usaha &

Kegiatan

Pariwisata

Penunja

Tujuan

Faktor

Strategi

Sub-Faktor

Page 12: mspep metode swot dan ahp

12

Faktor dan Subfaktor Hirarki Kesejahteraan Nelayan TradisionalDalam rangka untuk memetakan strategi peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan

pesisir Teluk Manado, maka digambarkan suatu hirarki perencanaan seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Tiga faktor dan sub faktor yang mendasari pemikiran dalam penelitian ini yang telah diidentifikasi mempengaruhi kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado, yaitu: faktor pembangunan kawasan pesisir dengan sub faktor kapabilitas SDM, aksesibilitas, dan infrastruktur; faktor perubahan lingkungan hidup dengan sub faktor mutu lingkungan hidup dan jasa-jasa lingkungan; dan faktor perilaku adaptasi nelayan tradisional dengan sub faktor adaptasi fungsional dan adaptasi prosesual. Berdasarkan identifikasi faktor dan sub faktor tersebut, para stakeholder akan menilai dan memprioritaskan agar dapat menunjukkan faktor dan sub faktor manakah yang menjadi lebih efektif untuk ditingkatkan secara aktif, sehingga tujuan peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional dapat tercapai.

Adapun deskripsi tujuan, faktor-faktor dan subfaktor–subfaktor yang mempengaruhi kesejahteraan nelayan tradisional dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2. Faktor dan Sub Faktor

Tujuan, Faktor dan Subfaktor Deskripsi

Kesejahteraan Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layakdan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (UU No. 11 tahun 2009).

Faktor Pembangunan Kawasan pesisir: Pelaksanaan pembangunan di kawasan pesisir yang terletak di Teluk Manado.1.Faktor Pengembangan Kapabilitas Nelayan Mengukur ketersediaan pengembangan kapabilitas nelayan untuk meningkatkan kemampuan nelayan tradisional.2.Faktor Aksesibilitas Mengukur ketersediaan kegiatan-kegiatan yang memudahkan nelayan tradisional meningkatkan kesejahteraannya.3. Faktor Infrastruktur Mengukur ketersediaan fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan usaha nelayan. Faktor Lingkungan Hidup Nelayan Tradisional: Lingkungan hidup yang ada disekitar kehidupan masyarakat nelayan; baik lingkungan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat

nelayan”.4.Faktor Mutu Lingkungan Hidup Mengukur derajat pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi lingkungan tersebut.5.Faktor Jasa-jasa LIngkungan Hidup Fungsi kawasan pesisir dan lautan yang menunjang usaha masyarakat nelayan.Faktor Perilaku Adaptasi: Perilaku untuk menyesuaikan dengan ekosistem lingkungan fisik laut dan sosial yang ada disekitarnya.6.Faktor Adaptasi Fungsional Respons masyarakat nelayan yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi stabil dengan melakukan penyesuaian sesuai

dengan pekerjaannya.7.Faktor Adaptasi Prosesual Sistem tingkah laku yang dibentuk sebagai akibat dari proses penyesuaian manusia terhadap perubahan-perubahan

lingkungan disekitarnya dengan melakukan penyesuaian diluar pekerjaan utamanya.Strategi dan Program Pemberdayaan:Pengembangan SDM Nelayan Strategi dan program-program Pemberdayaan Pengembangan SDM Nelayan dalam menunjang usaha nelayan dan

meningkatkan motivasi dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan hidup.Penegakan Hukum dan Peraturan Strategi dan program-program Pemberdayaan Penegakan Hukum dan Peraturan yang dapat dipatuhi dan dilaksanakan dalam

upaya perlindungan hak-hak nelayan dan tata kelolah lingkungan hidup nelayan. Aksesibilitas Permodalan/Investasi dan Pengembangan Strategi dan Program-program Pemberdayaan Pengembangan Usaha Nelayan Aksesibilitas Modal/Investasi danUsaha Pengembangan Usaha bagi nelayan dengan memperkuat/membentuk kelompok-kelompok dan/atau organisasi nelayan atau

LSM yang peduli terhadap Nelayan.Pengembangan Kepariwisataan Strategi dan program-program Pemberdayaan dalam Pengembangan Kepariwisataan yang terintegrasi dengan

pengembangan usaha nelayan.Pengembangan Infrastruktur dan Perbaikan Lingkungan Hidup Strategi dan Program-program Pemberdayaan dalam pengembangan Infrastruktur yang dibutuhkan dalam pengembangan

usaha nelayan dan kepariwisataan.

Sumber: Hasil Pengolahan, 2013Results and Discussion

Gambaran Umum Kawasan Pesisir di Teluk ManadoKawasan pesisir di Teluk Manado didukung dengan berbagai kegiatan ekonomi yaitu: Perkantoran,

pusat-pusat perbelanjaan Mega Mall, Manado Town Square (ManTos), Bahu Mall, Manado Trade Centre (MTC), Information Technology Center (ITC), bisnis rumah makan atau restaurant, Rumah Sakit Swasta (Siloam), Tempat Pelelangan Ikan, Pelabuhan, Pasar Tradisional Bersehati, dimana hal ini menjadi tempat menggantungkan hidup masyarakat pesisir, dan mata pencaharian sebagai nelayan merupakan pusat kehdiupan ekonomi masyarakat pesisir di Teluk Manado. Disepanjang kawasan Pesisir di Teluk Manado terdapat 5 (lima) lokasi penelitian yaitu: kecamatan Malalayang, Sario, Wenang, Tuminting, dan Bunaken (gambar 2). Satu dari 5 lokasi penelitian yaitu daerah kecamatan Bunaken, yang terletak di bagian utara kota Manado, merupakan kawasan pesisir yang dilindungi oleh pemerintah kota Manado karena di kawasan tersebut terdapat Taman Laut Nasional “Bunaken”. Ada 5 aliran sungai yang bermuara di laut kawasan pesisir Teluk Manado yaitu: Sungai Tondano 11 Km; Sungai Bailang 17,9 Km; Sungai Sario 6,72 Km; Sungai Malalayang 4,80 Km; dan Sungai Tikala 7,12 Km (Pemerintah Kota Manado, 2011). Lokasi penelitian ditunjukkan dalam gambar 2 berikut ini:

Page 13: mspep metode swot dan ahp

13

Sumber data: Pemerintah Kota Manado, 2011

Gambar 2. Letak Geografis Kawasan Pesisir di Teluk Manado, Kota Manado, Propinsi Sulawesi Utara, Indonesia.

Nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado menggunakan metode penangkapan yang bervariasi seperti: alat pancing (gomala dan snar), jala ikan, perangkap ikan.

Prioritas Faktor dan Subfaktor menurut kelompok InformanDalam rangka menilai faktor dan subfaktor yang paling efektif mempengaruhi peningkatan

kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado, maka para responden telah memberikan penilaian pada kuesioner ‘Analytical Hierarchy Process’ yang hasilnya dapat ditunjukkan dalam tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Prioritas Faktor dan Subfaktor menurut kelompok responden

FaktorTokoh

Masyarakat

Nelayan

Lembaga Pemerinta

h

Gabungan

Prioritas SUB KRITERIA Subfakto

rNelaya

n

Lembaga Pemerinta

h

Gabungan

Prioritas

Pembangunan Kawasan Pesisir

0,570 0,100 0,143 0,190 3Kapabilitas SDM 0.228 0.330 0.174 0.273 5

Aksesibilitas 0.181 0.424 0.523 0.384 3

Infrastruktur 0.591 0.246 0.302 0.343 4Perubahan Lingkungan Hidup

0,328 0,675 0,429 0,566 1 Mutu Lingkungan Hidup 0.732 0.900 0.839 0.853 1Jasa-jasa Lingkungan 0.268 0.100 0.161 0.147 7

Perilaku Adaptasi

0,101 0,225 0,429 0,225 2 Adaptasi Fungsional 0.883 0.798 0.619 0.788 2

Adaptasi Prosesual 0.117 0.202 0.381 0.212 6

Sumber data: Hasil Pengolahan data, 2013

Tabel 6 menunjukkan prioritas yang dinilai oleh masing-masing kelompok responden. Menurut persepsi kelompok tokoh masyarakat menunjukkan bahwa faktor pembangunan kawasan pesisir merupakan prioritas utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan diikuti dengan perubahan lingkungan hidup, serta perilaku adaptasi nelayan. Menurut mereka bahwa pembangunan kawasan pesisir memberikan kesempatan yang besar bagi para nelayan untuk dapat mengembangkan usaha nelayan. Hal ini diikuti pula dengan prioritas subfaktor infrastruktur, kapabilitas SDM nelayan, dan aksesibilitas (berbagai

Page 14: mspep metode swot dan ahp

14

kemudahan) yang diperuntukkan bagi para nelayan tradisional beserta penyediaan lembaga-lembaga organisasi yang dapat memperkuat kelompok para nelayan tradisional. Hal ini dinyatakan karena dengan adanya pembangunan kawasan pesisir akan terbuka peluang kesempatan berusaha yang dapat diterobosi oleh para nelayan tradisional. Hal ini menurut pandangan kelompok ini, bahwa dengan adanya pembangunan kawasan pesisir akan memberikan kesempatan untuk terjadinya perubahan lingkungan hidup yang positif bagi para nelayan dan masyarakat pesisir lainnya. Hal ini diikuti dengan memperhatikan subfaktor dari perubahan lingkungan hidup yaitu mutu lingkungan hidup dan selanjutnya subfaktor jasa-jasa lingkungan. Prioritas yang terakhir bagi upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional adalah perilaku adaptasi nelayan terhadap perubahan lingkungan hidup yang terjadi dengan prioritas subfaktor adaptasi fungsional dan subfaktor adaptasi prosesual. Menurut persepsi kelompok tokoh masyarakat bahwa mempertahankan kondisi stabil dengan melakukan penyesuaaian sesuai dengan pekerjaannya sebagai nelayan merupakan prioritas yang utama bagi nelayan dibandingkan dengan melakukan penyesuaian diluar pekerjaan utamanya.

Namun demikian menurut persepsi para nelayan bahwa prioritas utama yang menjadi penentu dalam upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional adalah perubahan lingkungan hidup terutama pada subfaktor mutu lingkungan hidup dan selanjutnya subfaktor jasa-jasa lingkungan. Menurut persepsi nelayan bahwa suatu hal yang tidak akan mungkin dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan apabila mutu lingkungan hidup tidak dikelolah dengan baik. Hal ini tentu akan mengakibatkan menurunnya jumlah tangkapan ikan dilaut jika mutu lingkungan hidup yang ada di kawasan pesisir Teluk Manado tidak terjamin kelestariannya. Prioritas yang kedua sesudah faktor perubahan lingkungan hidup, adalah faktor perilaku adaptasi nelayan dengan subfaktor yang pertama yakni adaptasi fungsional, dan selanjutnya subfaktor adaptasi prosesual. Menurut persepsi para nelayan adalah penting bagi nelayan tradisional mampu untuk melakukan penyesuaian dalam sistem pekerjaannya terhadap perubahan lingkungan hidup yang terjadi disekitar mereka, karena pekerjaan sebagai nelayan merupakan sumber utama mata pencaharian mereka, sedangkan adaptasi prosesual merupakan bentuk penyesuaian terhadap aktivitas alternatif lain diluar pekerjaan utamanya. Hal yang utama dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka adalah bagaimana melakukan upaya yang strategis agar dapat menghasilkan tangkapan ikan yang lebih optimal dibandingkan dengan pekerjaan alternatif lainnya. Menurut mereka pekerjaan alternatif yang lain dapat mereka kerjakan ketika mereka menghadapi iklim atau cuaca/musim yang tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan mereka. Akhirnya, menurut kelompok nelayan, prioritas faktor yang ketiga yang menjadi penentu dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional adalah pembangunan kawasan pesisir dengan prioritas subfaktor secara berturut-turut adalah subfaktor aksesibilitas (berbagai kemudahan) untuk mendapatkan bantuan dana/modal, kemudahan untuk mendapatkan BBM, dan berbagai fasilitas lainnya yang dapat menunjang pekerjaannya sebagai nelayan; sub-kriteria kapabilitas SDM; dan sub-kriteria infrastruktur.

Hampir sejalan dengan persepsi para nelayan, lembaga pemerintah menyatakan bahwa prioritas yang harus diutamakan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional adalah perubahan lingkungan hidup dengan subfaktor mutu lingkungan hidup, selanjutnya jasa-jasa lingkungan hidup. Prioritas yang sama juga menurut persepsi lembaga pemerintah adalah perilaku adaptasi dengan prioritas subfaktor adaptasi fungsional dan selanjutnya adaptasi prosesual. Sedangkan prioritas yang kedua adalah pembangunan kawasan pesisir dengan prioritas subfaktor yang sama dengan persepsi para nelayan yaitu subfaktor aksesibilitas, dan prioritas subfaktor yang kedua yang berbeda dengan persepsi para nelayan adalah subfaktor infrastruktur. Selanjutnya, prioritas subfaktor yang terakhir adalah pembangunan kawasan pesisir.

Secara keseluruhan dari ketiga kelompok responden yang memberikan penilaian atas faktor dan subfaktor dalam kuesioner ‘AHP’ menyatakan bahwa prioritas faktor yang menjadi penentu dalam upaya meningkatkan pendapatan para nelayan secara berturut-turut adalah faktor perubahan lingkungan hidup, perilaku adaptasi, dan pembangunan kawasan pesisir. Adapun subfaktor yang menjadi prioritas dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional secara berturut-turut yaitu: subfaktor mutu lingkungan hidup, perilaku adaptasi fungsional, aksesibilitas, infrastruktur, kapabilitas SDM nelayan tradisional, adaptasi prosesual, dan jasa-jasa lingkungan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa seyogyanya, mutu lingkungan hidup seyogyanya dapat ditata kelolah dengan memperhatikan kebutuhan hidup para nelayan, sehingga para nelayan dapat melakukan berbagai penyesuaian sesuai dengan perubahan ligkungan hidup yang terjadi, memperoleh berbagai kemudahan dalam pengelolaan pekerjaan nelayan, berbagai fasilitas infrastruktur tersedia dengan memadai, kapabiliatas SDM nelayan yang handal, para nelayan memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian untuk mendapatkan alternatif pekerjaan yang dapat menunjang

Page 15: mspep metode swot dan ahp

15

peningkatan kesejahteraannya, dan adanya ketersediaan jasa-jasa lingkungan yang memadai menunjang usaha nelayan sehingga tujuan peningkatan kesejahteraan nelayan dapat tercapai.

Prioritas Strategi menurut kelompok InformanPemberdayaan masyarakat mengacuh pada prinsip dasar pendampingan masyarakat yaitu belajar dari

masyarakat sebagai fasilitator sehingga dapat tercipta saling belajar dalam berbagai pengalaman (Ravik, K. 2007). Selain itu, Pranaji, T (2006) mengemukakan bahwa desa yang memiliki modal sosial yang baik cenderung memilliki kemampuan yang lebih baik dalam pemberdayaan dan model pemberdayaan dapat berjalan dengan lebih efektif bila dilandasioleh penguatan modal sosial masyarakat setempat. Beberapa alternatif strategi pemberdayaan yang telah dinilai oleh kelompok responden yang diharapkan dapat mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional yang telah dihasilkan oleh ‘analytical hierarchy process’ berdasarkan persepsi para reponden dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 7. Prioritas Strategi Pemberdayaan Nelayan Tradisionalmenurut kelompok Informan

STRATEGI Tokoh Masyarakat(Overall inconsistency 0,02)

Nelayan(Overall inconsistency 0,00)

Lembaga Pemerintah(Overall inconsistency 0,01)

Gabungan(Overall inconsistency 0,00) Prioritas

Pengembangan SDM Nelayan 0.359 0.227 0.285 0.281 1

Akses Modal/Investasi/ Pengembangan Usaha 0.226 0.157 0.272 0.201 2

Pengembangan Infrastruktur dan Perbaikan Lingkungan Hidup

0.219 0.195 0.212 0.192 3

Pengembangan Pariwisata0.103 0.209 0.155 0.183 4

Penegakan Hukum dan Peraturan 0.094 0.212 0.77 0.143 5

Sumber data: Hasil Pengolahan data, 2013

Tabel 7 memperlihatkan tentang prioritas strategi pemberdayaan nelayan tradisional yang seyogyanya dapat dilakukan yang telah dinilai oleh masing-masing kelompok responden dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan pesisir Teluk Manado. Menurut persepsi kelompok tokoh masyarakat, para nelayan, dan lembaga pemerintah bahwa prioritas utama dalam strategi pemberdayaan nelayan tradisional adalah strategi pengembangan SDM nelayan. Persepsi kelompok tokoh masyarakat, para nelayan, dan lembaga pemerintah menilai bahwa para nelayan tradisional seyogyanya dapat ditingkatkan kapabilitasnya melalui penguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan perkembangannya dibidang usaha penangkapan ikan ataupun bidang-bidang lainnya yang dapat memperluas cakrawala berpikir para nelayan tradisional. SDM yang telah dibekali dengan berbagai pengetahuan dan teknologi akan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan hidup yang terjadi, baik yang memberikan dampak positif maupun negatif. Suatu peluang kesempatan kerja yang tersedia sebagai dampak yang positif dari pembangunan kawasan pesisir akan mampu ditanggapi dengan positif jika SDM nelayan sudah dibekali dengan baik. Demikian juga, penyesuaian yang memadai akan mampu dilakukan oleh para nelayan tradisional yang kompeten dengan adanya perubahan lingkungan hidup yang ada dipantai dan laut. Selain itupula, menurut kelompok tokoh masyarakat dan pemerintah, karakter SDM yang handal akan memampukan para nelayan untuk mengelolah sumberdaya keuangan dengan baik, sehingga usaha penakapan ikan dan usaha lainnya dapat ditangani dengan baik. Hal ini sejalan dengan berbagai program pemerintah yang memerlukan SDM yang handal dalam pengelolaan keuangan agar bantuan yang diberikan dapat digunakan secara berkelanjutan.

Strategi ketersediaan Aksesibilitas modal/investasi dan pengembangan usaha dinilai sebagai prioritas strategi pemberdayaan nelayan tradisional yang kedua untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional. Modal/investasi dan pengembangan usaha dapat menunjang upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional, walaupun menurut kelompok responden nelayan bukan merupakan prioritas yang utama bagi mereka. Penguatan-penguatan atas lembaga-lembaga non formal yang telah dibentuk oleh para nelayan seyogyanya dapat terus ditingkatkan keberadaanya agar dapat menjadi wadah yang kokoh untuk membantu para nelayan tradisional beserta dengan keluarganya. Data Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan menunjukkan kelompok-kelompok nelayan dan wanita pesisir yang telah

Page 16: mspep metode swot dan ahp

16

terbentuk di kota Manado berjumlah 103 kelompok, namun penyuluh perikanan yang tersedia hanya 5 (lima) orang (BPPKP, 2013). Hal ini menggambarkan besarnya motivasi para nelayan untuk membangun dirinya menjadi pribadi yang mandiri dan maju yang seyogyanya diimbangi dengan keseriusan pihak-pihak yang terkait agar dapat memberikan pembinaan yang proporsional dengan kebutuhan mereka.

Strategi pengembangan infrastruktur merupakan prioritas strategi yang dinilai penting bagi upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisioanal. Hal ini sangat menunjang usaha nelayan tradisional terutama ketersediaan tempat tambatan perahu dan dermaga, ataupun fasilitas usaha lainnya serta sarana dan prasarana yang menunjang pengembangan pariwisata. Dampak positif lainnya bagi para nelayan dengan adanya pembangunan pelabuhan adalah peningkatan usaha dan terbukanya kesempatan kerja yang baru bagi masyarakat dan berpengaruh pada pendapatan, (Suherman dan Dault, 2009). Lain pula halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus (2009) menemukan bahwa kurangnya peran pemerintah daerah yang memberikan lingkungan usaha yang kondusif bagi masyarakat nelayan, seperti ketersediaan sarana dan prasarana fisik maupun modal mengakibatkan tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan Bengkulu masih jauh dari indikator kesejahteraan atau dikatakan termasuk golongan masyarakat miskin.

Strategi pengembangan pariwisata merupakan prioritas strategi pemberdayaan keempat yang dinilai sangat menunjang upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional. Sumaryo (2008) menemukan bahwa kompetensi fasilitator dan faktor pendukung usaha yang tersedia bagi nelayan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan perilaku berusaha masyarakat dan hal tersebut berdampak pada tingkat keberdayaan ekonomi masyarakat. Demikian juga, adanya potensi pariwisata telah meningkatkan pendapatan nelayan yang memanfaatkan potensi pariwisata, Aryono, (2004).

Akhirnya, strategi penegakan hukum dan peraturan merupakan prioritas strategi terakhir yang dinilai sangat menentukan upaya peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional. Secara khusus, kelompok nelayan menilai bahwa penegakan hukum dan peraturan merupakan strategi pemberdayaan kedua yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional sehubungan dengan keterjaminan mutu lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang dapat meningkatkan kelestarian lingkungan hidup pantai dan laut. Para kelompok nelayan mengakui dengan keterbatasan pengetahuan terhadap menjaga lingkungan laut terjamin mutu kebersihannya dan penegakkan hukum serta peraturan yang lemah, sehingga masyarakat belum mampu secara bersama-sama menjaga kebersihan laut. Selain itu pula menurut mereka, kelemahan atas penegakan hukum dan peraturan sehingga masih terdapat juga nelayan yang menggunakan cara-cara yang melanggar hukum untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan mereka.

Kesimpulan dan SaranBeberapa kesimpulan dalam penelitian ini adalah: pertama, hasil analisis AHP menunjukkan prioritas

faktor adalah (1) perubahan lingkungan hidup, (2) perilaku adaptasi, dan (3) pembangunan kawasan pesisir sedangkan prioritas sub-kriteria secara berturut-turut adalah mutu lingkungan hidup, adaptasi fungsional, aksesibilitas, infrastruktur, kapabilitas SDM nelayan, adaptasi prosesual, dan Jasa-jasa lingkungan. Kedua, prioritas strategi pemberdayaan nelayan tradisional beserta kegiatannya yaitu: (1) Strategi pengembangan SDM nelayan dengan prioritas kegiatan yaitu: pelatihan keterampilan yang menunjang minat dan kebutuhan nelayan tradisional, termasuk teknik penangkapan ikan secara modern; (2) Strategi aksesibilitas modal/investasi dan pengembangan usaha melalui: pemandirian kelompok nelayan dan pembinaan dan pengadaan koperasi nelayan; (3) Strategi Pengembangan Infrastruktur dan perbaikan lingkungan hidup: perbaikan infrastruktur nelayan dan tata kelolah lingkungan hidup nelayan tradisional (4) Strategi Pengembangan Pariwisata: kegiatan-kegiatan pariwisata yang terintegrasi dan menunjang usaha nelayan tradisional, dan (5) Strategi Penegakan hukum dan Peraturan yang digunakan untuk perbaikan mutu lingkungan hidup dan tata kelolah lingkungan hidup, serta pemanfaatan BBM bagi nelayan tradisional. Beberapa rekomendasi yang dapat dikemukakan sebagai berikut: - Pentingnya Keterlibatan nelayan tradisional dalam meningkatkan kesejahteraan mereka menjadi prioritas dalam setiap strategi dan program. – Sistem dan prosedur pelaksanaan strategi dan program seyogyanya dimantapkan sesuai dengan kebutuhan nelayan tradisional. – Para pelaksana pemberdayaan memiliki rasa kepedulian/empaty yang tinggi sehingga tujuan peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional dapat tercapai.

AcknowledgementsThe author would like to thank to the following institutions: Directorate of Higher Education and Manado

State of Polytechnic for funding and supporting the study, and people for helpful comments and suggestions

Page 17: mspep metode swot dan ahp

17

on an earlier draft of this article: Ir Alvon Jusuf, MBA, Ir Christin Kumajas, Billy Watuseke, and Ir Sumiaty Mokodompit.

DAFTAR PUSTAKAAgus, N.F. 2009. Keberdayaan dan Strategi Pelaksanaan Penyuluhan Masyarakat Nelayan Kota Bengkulu.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Abstrak.Aryono, Budi. 2004. Kajian peran pengembangan pariwisata bahari terhadap kesejahteraan nelayan di pulau

karimunjawa dan pulau kemujan kabupaten jepara, Tesis yang dipublikasikan. Program Pendidikan Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Badan Pusat Statistik Kota Manado. 2011. Manado Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Manado. Manado.

Bowen, R.E., and Riley, C., 2003. Socio-Economi Indicators and Integrated Coastal Management. Ocean and Coastal Management. 46. 299-312

Garcia, S.M., Staples, D.J., dan Chesson, J., 2000. The FAO guidelines for the development and use of indicators for sustainable development of marine capture fisheries and an Australian example of their application. Ocean and Coastal Management. 43. 537-556

Hadijanti, P. 2006. Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Pembangunan Masyarakat Islam. 2, (1). 23-34.

Human, B.A., and Davies, A., 2010. Stakeholder consultation during the planning phase of scientific programs. Marine Policy. 34. 645-654

Imron, A. 2012. Strategi dan usaha peningkatan kesejahteraan hidup nelayan Tanggulsari Mangunharjo Tugu Semarang dalam menghadapi perubahan Iklim. Jurnal Riptek. 6. (1): 27 - 37

Kalalo, F., P. 2009. Kebijakan reklamasi pantai dan laut: implikasi terhadap hak masyarakat pesisir dan upaya perlindungannya. Jurnal hukum dan pembangunan. Tahun ke 39. (1). Juni-maret: 102-118

Kusnadi, 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya Perairan. LKIS. Yogyakarta.Kuncoro, M. 2011. Metode Kuantitatf: Teori dan Aplikasi untuk bisnis dan ekonomi. Yogyakarta: Sekolah

Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.Kusnadi. 2009. Keberdayaan nelayan & dinamika ekonomi pesisir. Pusat Penelitian Wilayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil Lembaga Penelitian Universitas Jember dan Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.Lembaran Negara Republik Indonesia, 2009. Undang-undang republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009

tentang Kesejahteraan Sosial. Jakarta.Mikalsen, K.H., and Jentoft, S., 2001. From user-froups to stakeholders? The public interest in fisheries

management. Marine Policy. 25. 281-292Nasuchon, N., dan Charles, A. 2010. Community involvement in fisheries management: experience in the Gulf

of Thailand countries. Marine Policy. 34. 163-169Pemerintah Kota Manado. 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Manado

2010-2015. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.Pranaji, T. 2006. Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan

agroekosistem lahan kering. Jurnal Agro Ekonomi. 2. (2). 9-20Ravik, K. 2007. Pemberdayaan Masyarakat untuk usaha menengah kecil dan mikro (pengalaman empiris di

wilayah surakarta, Jawatengah). Jurnal Penyuluh. 3. (2). 24-34.Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan

Keputusan dalam Situasi yang kompleks. Terjemahan. Jakarta: PT Gramedia.Suherman, A dan A, Dault. 2009. Analisis dampak sosial ekonomi keberadaan Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN) Brondong Lamongan Jawa Timur, Jurnal Saintek Perikanan, 5 (1): 25 – 30.Sumaryo, Cs. 2008. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dalam Implementasi Tanggungjawab Sosial

Perusahaan (Corporate Social Responsibility) oleh PT. GGP di Kabupaten Lampung Tengah, Laporan Penelitian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bandar Lampung.

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.Sugiharto, E. 2007. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator

Badan Pusat Statistik. Jurnal EPP. 4. (1). 41-45Wijayanti, R dan A. Subianto. 2008. Analisis dampak pembangunan Jembatan Suramadu bagi Masyarakat

Nelayan: Studi Eksploratif pada aspek Sosial, Ekonomi, Kelembagaan di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya. Jurnal Aplikasi Administrasi. 10. (2): 96-112

Wunas, S dan J.H Lumain. 2003. Dampak Reklamasi Pantai terhadap perubahan Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Penduduk di Kota Manado. Jurnal Penelitian Enjiniring. 9. (3): 325-330.