mengidentifikasi kawasan ekosistem esensial (kee) di luar
TRANSCRIPT
Mengidentifikasi Kawasan Ekosistem Esensial
(KEE) Di Luar Kawasan Konservasi dan Kawasan
Hutan yang Ditetapkan Dan Menetapkan Peta
Indikatif Sebagai Dasar untuk Penetapan dan
Pemantauan KEE
Laporan Akhir Hibah
Forest Watch Indonesia
Perjanjian Hibah No. TT1.2-GRA-C3-4
Periode Pelaksanaan Hibah: 4 Desember 2018 – 24 Desember 2019
20 Desember 2019
Publikasi ini disusun oleh Forest Watch Indonesia untuk Chemonics International untuk kegiatan
yang diselesaikan berdasarkan Kontrak No TT1.2-GRA-C3-4 AID-497-TO-16-00002
Mengidentifikasi Kawasan Ekosistem
Esensial (KEE) Di Luar Kawasan Konservasi
dan Kawasan Hutan yang Ditetapkan Dan
Menetapkan Peta Indikatif Sebagai Dasar
untuk Penetapan dan Pemantauan KEE
Laporan Akhir Hibah
Forest Watch Indonesia
Perjanjian Hibah No. TT1.2-GRA-C3-4
Periode Pelaksanaan Hibah: 4 Desember 2018 – 24 Desember 2019
20 Desember 2019
Publikasi ini disusun oleh Forest Watch Indonesia untuk Chemonics International untuk kegiatan
yang diselesaikan berdasarkan Kontrak No TT1.2-GRA-C3-4 AID-497-TO-16-00002
Pernyataan:
Laporan ini dimungkinkan oleh dukungan Rakyat Amerika melalui United States Agency for
International Development Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Isi dari
laporan ini merupakan tanggung jawab penuh Forest Watch Indonesia (FWI) dan tidak
mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat
DAFTAR ISI
Daftar Singkatan
I. TEKNIS
Ringkasan Sasaran dan Tujuan Kegiatan Hibah
Pemerintah, khususnya KSDAE saat ini sedang menjalankan sebuah kebijakan terkait Kawasan
Ekosistem Esensial (KEE) yang berada di luar Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian
Alam (KPA) untuk mengurangi kesenjangan kawasan yang masih memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi dan belum terlindungi sebagai kawasan konservasi. Terkait hal itu, pemerintah memiliki target
sekitar 232,48 juta hectare untuk menjadi kawasan perlindungan terestrial pada 2020. Atas dasar itu,
FWI melihat adanya peluang untuk menganalisis dan memetakan kawasan yang berada di luar KSA
dan\atau KPA yang berpotensi sebagai KEE dalam bentuk peta indikatif KEE di Indonesia. Selain itu,
untuk mendukung perlindungan KEE perlu juga dilakukan kajian pengelolaan KEE yang telah berjalan
untuk mendokumentasikan pembelajaran terbaik dalam penetapan dan pengelolaan KEE di Indonesia
yang akan disusun dalam bentuk briefing paper.
Proses penyusunandan metode analisis untuk penentuan peta indikatif KEE di Indonesia dengan
merujuk pada kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan keempat tipologi KEE (Lahan Basah,
Areal Bernilai Konservasi Tinggi, Koridor Hidupan Liar, dan Taman Kehati). Target dari penyusunan
peta ini adalah 7 peta indikatif KEE yang terbagi menjadi 7 region, yaitu Kalimantan, Sulawesi,
Sumatera, Jawa, Maluku-Maluku Utara, Papua, dan Bali-Nusa Tenggara. Namun, BPEE meminta agar
region Jawa juga dimasukkan dalam region yang dianalisis. Sehingga terjadi penambahan region Jawa
dalam analisis Peta Indikatif KEE. Sehingga yang akan dihasilkan adalah 7 peta indikatif KEE region
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa, Papua, Maluku-Maluku Utara, dan Bali-Nusa Tenggara.
Dalam pelaksanaan kajian pengelolaan KEE yang telah berjalan, ditunjuk 3 lokasi sebagai wilayah
kajian untuk mendapatkan gambaran pengelolaan KEE terbaik dari KEE yang telah ditetapkan dan
sudah berjalan dan akan dipublikasikan dalam bentuk briefing paper. Setelah dilakukan pertemuan
dengan BPEE, terdapat perubahan lokasi kajian pada 2 dari 3 lokasi kajian. Perubahan lokasi kajian ini
dikarenakan tahapan penetapan KEE di Nusa Tenggara Timur dan Papua masih dalam tahap
pengusulan, sehingga kurang mewakili untuk melihat areal kajian. Wilayah yang akan dikaji dalam
penyusunan briefing paper ini adalah KEE Teluk Pangpang, Banyuwangi Jawa Timur; KEE Taman
Kehati Hutan Pelawan, Bangka Tengah, Bangka Belitung; dan KEE Koridor Hidupan Liar Orangutan
Sungai Putri-Gunung Tarak-Gunung Palung, Ketapang, Kalimantan Barat.
Produk yang dihasilkan berupa peta indikatif KEE di Indonesia dan Briefing Paper “Potret
Pembangunan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial di Indonesia” kemudian disampaikan kepada
Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE), Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pemangku kebijakan
terkait KEE. Melalui peta Indikatif yang disampaikan harapannya dapat menjadi baseline data bagi BPEE
untuk menentukan lokasi yang berpotensi menjadi Kawasan Eksositem Esensial dan Briefing paper
yang disampaikan dapat dipetik pembelajaran baik yang dapat diaplikasikan/ditiru bagi KEE yang
telah/akan ditetapkan lainnya.
Ringkasan Pencapaian Kegiatan Hibah
1. Peta Indikatif KEE
1.1. Pengolahan Data dan Analisis Peta Indikatif KEE
Kegiatan penyusunan peta indikatif KEE di Indonesia dilakukan dari Desember 2018 hingga
Agustus 2019 yang disusun oleh 8 orang GIS operator dan 2 orang GIS specialist. Proses
penyusunan peta tersebut dimulai dengan penyusunan “Draft Metodologi Penyusunan Peta
Indikatif KEE” yang disusun berdasarkan kebijakan dan peraturan-peraturan terkait sembari
mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan dalam analisis peta. Analisis peta
menggunakan aplikasi GIS dan beberapa aplikasi pendukung lainnya, seperti Model
Circuitescape dan Model Maximum Entrophy. Dalam proses analisis, FWI berdiskusi dengan
BPEE untuk mendapatkan masukan dan bantuan dalam pengumpulan data dari pihak
pemerintah untuk mempercepat proses permohonan data. Data-data yang dimohonkan
berasal dari KLHK, Kementerian ESDM, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan
Badan Informasi Geospasial (BIG).
Gambar 1. Alur penyusunan peta indikatif KEE
1.2. FGD Eksternal Review
Hasil analisis peta indikatif yang disusun hingga bulan Juli 2019 kemudian dipaparkan kepada
para pihak pada tanggal 29 Juli 2019. Para pihak yang hadir pada kegiatan ini yaitu BPEE,
USAID-BIJAK, PIKA, Litbang KLHK, BIG, KKH-KLHK, LIPI. Kegiatan ini dilakukan untuk
mendapatkan masukan atas hasil analisis peta yang akan disampaikan kepada BPEE. Masukan-
masukan yang diterima untuk perbaikan peta indikatif KEE kemudian diakomodir untuk
dilakukan revisi sesuai dengan ketersediaan data yang ada. Penambahan data yang penting
dalam analisis peta ini adalah penambahan data konflik antara satwa liar dan masyarakat
serta Taman Buru ke dalam Tipologi Koridor Hidupan Liar, perbaikan topology data, dan
penambahan spesies darat ke Tipologi Lahan Basah.
1.3. Output Kegiatan
Pengumpulan data
Analisis Peta
Review Ekspert
Revisi Peta
Target penyusunan peta ini adalah 7 peta indikatif KEE di Indonesia yang terbagi menjadi 7
region, yaitu region Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, Maluku-Maluku Utara, Papua, dan
Bali-Nusa Tenggara. Peta tersebut kemudian diberikan kepada BPEE sebagai baseline peta
untuk menentukan kawasan-kawasan yang berpotensi sebagai Kawasan Ekosistem Esensial.
2. Penyusunan Briefing Paper Pengelolaan KEE
2.1. Lokakarya Penyusunan Briefing Paper I
Penyusunan Briefing Paper sebagai salah satu produk untuk menampilkan gambaran
pengelolaan KEE yang telah berjalan di Indonesia. Dalam penyusunan Briefing Paper, tahapan
awal yang dilakukan adalah riset meja dan mengadakan lokakarya dengan mengundang para
pihak untukmenyusun outline briefing paper, pertanyaan kunci, serta pemilihan KEE yang
akan dikunjungi pada lokakarya pertama. Para pihak yang hadir pada lokakarya pertama ini
adalah BPEE, Cabang Dinas Kehutanan Wilayah (CDKW) VI, CDKW VII, USAID BIJAK,
USAID LESTARI, Kanopi, BPEE, BBKSDA Jawa Barat, FWI, HCSA. Lokakarya pertama
dilakukan pada tanggal 6 Maret 2019 di Bandung. Hasil dari lokakarya ini adalah outline
briefing paper, pertanyaan kunci untuk melakukan pengumpulan data di lapangan, dan
pemilihan perwakilan KEE yang akan dikunjungi. Lokasi yang dikunjungi adalah 3 dari 4
perwakilan Tipologi KEE yang pengelolaannya telah berjalan, yaitu (1) KEE Lahan Basah
Banyuwangi, Jawa Timur; (2) KEE Koridor Hidupan Liar Orangutan Sungai Putri-Gunung
Tarak-Gunung Palung, Ketapang, Kalimantan Barat; (3) KEE Taman Kehati Hutan Pelawan,
Bangka Tengah, Bangka Belitung. Selain mendapatkan lokasi yang akan dikunjungi, kegiatan
ini juga menghasilkan outline briefing paper pengelolaan KEE dan daftar pertanyaan kunci
yang akan digunakan pada saat FGD di 3 lokasi KEE.
2.2. FGD di 3 Lokasi KEE
FGD ini dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi faktual terkait pengelolaan KEE
di KEE Taman Kehati Hutan Pelawan, Bangka Tengah; KEE Koridor Hidupan Liar Sungai
Putri-Gunung Tarak-Gunung Palung; KEE Lahan Basah Teluk Pangpang, Banyuwangi.
Kunjungan lapangan dilakukan selama 6 hari untuk masing-masing lokasi dengan
mengunjungi masing-masing instansi yang terlibat dalam perlindungan KEE, baik dari
pemerintah daerah, NGO, akademisi, dan masyarakat. Pemilihan instansi didasari dari Surat
Keputusan Penetapan Forum Pengelola Kolaboratif KEE pada masing-masing KEE yang akan
dikunjungi.
Pelaksanaan FGD dimasing-masing wilayah dilakukan pada:
1. KEE Taman Kehati Hutan Pelawan, Bangka Tengah: 8 – 12 April 2019
2. KEE Koridor Hidupan Liar Orangutan Sungai Putri-Gunung Tarak-Gunung Putri,
Ketapang: 19 – 23 Agustus 2019
3. KEE Lahan Basah Teluk Pangpang, Banyuwangi: 2 – 6 September 2019
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan wawancara mendalam dengan panduan
pertanyaan yang telah disusun bersama. Hasil dari masing-masing FGD adalah sebuah
laporan kajian pengelolaan KEE, yang kemudian akan disusun menjadi sebuah draft Briefing Paper.
2.3. Lokakarya Penyusunan Briefing Paper II
Lokakarya kedua ini dilaksanakan untuk mendapatkan masukan serta mengkonfirmasi
kevalidan data dan informasi dari draft Brifing Paper yang telah disusun. Selain itu juga
mengumpulkan rekomendasi-rekomendasi dari peserta yang hadir. Kegiatan ini dilaksanakan
pada tanggal 19 Desember 2019 dan dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing forum
pengelola, yaitu: Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, Dinas Lingkungan Hidup Bangka
Tengah, Balai Besar KSDA Jawa Timur, dan PT Kayung Agro Lestari. Dari kegiatan ini
didapatkan beberapa masukan dan perbaikan serta penambahan data dan informasi untuk
melengkapi draft briefing paper yang telah disusun, serta beberapa rekomendasi yang
disampaikan oleh peserta. Peserta memberikan satu suara dalam rekomendasi yang ingin
disampaikan, yaitu agar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang
Pedoman Perlindungan KEE agar dipercepat pengesahannya untuk memperkuat payung
hukum KEE.
2.4. Output Kegiatan
Hasil akhir dari pengumpulan data dan informasi baik melalui riset meja, kunjungan lapangan,
dan lokakarya adalah sebuah Briefing Paper dengan judul “Potret Pembangunan Kawasan
Ekosistem Esensial di Indonesia”. Briefing paper yang juga berisi rekomendasi ini, utamanya
disampaikan kepada Bina Pengelola Ekosistem Esensial dan juga diseberluaskan kepada
pemerintah daerah khususnya pemda dari 3 lokasi kajian, NGO, media, dan mitra FWI
lainnya. Selain itu juga dipublish di website FWI (www.fwi.or,id)
Capaian dari kegiatan yang dilakukan oleh FWI dapat dilihat berdasarkan indikator dapat dilihat pada
table berikut:
Nama Indikator Target Aktual Deskripsi
Jumlah Pengambil Kebijakan
yang menerima masukan
kebijakan/ policy brief dari
FWI terkait pengelolaan KEE
di Indonesia
1 orang
Pengambil
Kebijakan pada
bulan ke 9
1 orang
pengambil
kebijakan pada
bulan ke 12
Briefing Paper ‘Potret
Pembangunan Kawasan Ekosistem
Esensial (KEE) di Indonesia)
diterima oleh Kepala Seksi
Perpetaan Kawasan Ekosistem
Esensial Pada Sub Direktorat
Pemolaan dan Perpetaan Kawasan
Ekosistem Esensial. yang
merupakan salah satu pengampu
kebijakan terkait KEE pada tanggal
23 Desember 2019 di Manggala
Wanabakti, Jakarta.
Jumlah forum yang
diselenggarakan oleh BIJAK
atau FWI untuk membahas
dan/atau mengembangkan
rencana aksi/rekomendasi
kebijakan untuk mendukung
tujuan BIJAK
1 forum pada
bulan ke 5
1 forum pada
bulan ke 12
Pemerintah Daerah (Dinas
Kehutanan Kalimantan Barat, Balai
Besar KSDA Jawa Timur, dan
Dinas Lingkungan Hidup Bangka
Tengah) dan Private sector (PT
Kayung Agro Lestari) terlibat
dalam sebuah diskusi dalam
penyusunan rekomendasi atas
Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan terkait
Perlindungan Kawasan Ekosistem
Esensial.
Jumlah peta indikasi KEE
yang berhasil dibuat oleh
FWI
7 peta pada
bulan ke 6
7 peta pada
bulan ke 8
Telah dihasilkan 7 (tujuh) buah
Peta Indikatif KEE di Indonesia
berdasarkan region, yaitu region
Kalimantan, Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Maluku-Maluku Utara,
Papua, dan Bali-Nusa Tenggara.
Jumlah berita yang dimuat
media terkait isu dan/atau
kegiatan dari program FWI
3 kliping media
pada bulan ke
7
3 kliping
media pada
bulan ke 12
Kajian FWI terkait pengelolaan
KEE di KEE Taluk Pangpang,
Banyuwangi; KEE Hutan Pelawan,
Bangka Tengah, dan KEE Sungai
Putri-Gunung Tarak-Gunung
Palung di publikasikan di
1. Website FWI
(www.fwi.or.id)
2. Intagram FWI
(@pemantauhutan)
3. Fanpage FB FWI (Forest
Watch Indonesia)
Jumlah
masukan/rekomendasi
kebijakan dari pemangku
kepentingan atau para ahli
terkait potensi KEE atau
terkait pengelolaan KEE yang
berhasil dihimpun oleh FWI
1 dokumen
rekomendasi
pada
bulan ke 7
1 dokumen
rekomendasi
pada bulan ke
12
Rekomendasi hasil masukan dari
pemerintah daerah (Dinas
Kehutanan Kalimantan Barat, Balai
Besar KSDA Jawa Timur, dan
Dinas Lingkungan Hidup Bangka
Tengah) dan Private sector (PT
Kayung Agro Lestari) disusun dan
ditulis dalam briefing paper
“Potret Pembangunan Kawasan
Ekosistem Esensial (KEE) di
Indonesia”. Rekomendasi ini akan
disampaikan kepada BPEE sebagai
bahan masukan dalam penyusunan
Rancangan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
terkait Perlindungan KEE dan
peraturan turunannya.
Kegiatan atau Milestones yang Tidak Tercapai
Selama pelaksanaan kegiatan, dilakukan 3 kali modifikasi kontrak. Modifikasi pertama dilakukan pada
tanggal 10 Mei 2019, modifikasi kedua pada tanggal 25 Oktober 2019, dan modifikasi ketiga dilakukan
pada tanggal 12 Desember 2019.
Perubahan modifikasi pertama yaitu merubah 2 dari 3 lokasi FGD pengumpulan lesson learned
pengelolaan KEE, yang semula di Nusa Tenggara Timur dan Papua menjadi Jawa Timur dan
Kalimantan Barat. Perubahan ini dikarenakan tahapan penetapan KEE di Nusa Tenggara Timur dan
Papua masih dalam tahap pengusulan, sehingga kurang mewakili sebagai lokasi kajian untuk melihat
gambaran pengelolaan KEE di Indonesia. Perubahan lainnya, atas permintaan BPEE untuk
menambahkan Pulau Jawa dalam wilayah analisis peta indikatif KEE sehingga mengakibatkan
penambahan 1 orang GIS operator, dan dikarenakan adanya keterlambatan yang signifikan dalam
pendanaan tambahan dari BIJAK, maka perlu dilakukan penyesuaian jatuh tempo penyelesaian
kegiatan menjadi 30 Agustus 2019. Perubahan-perubahan tersebut juga berimplikasi pada jumlah dan
urutan target milestone, yang semula 7 menjadi 8 milestone. Perubahan lokasi FGD dan penambahan
1 orang GIS operator berdampak pada perubahan alokasi budget menjadi Rp.886.610.000 dari
Rp.888.310.000.
Pada modifikasi kedua dan ketiga, terjadi perubahan tanggal penyelesaian kegiatan hingga 20
Desember 2019. Perubahan ini diperlukan dikarenakan terdapat satu kegiatan (Lokakarya Penulisan
Briefing Paper kedua) yang belum dapat dilaksanakan dikarenakan butuh penyesuaian waktu dengan
BPEE sebagai penerima manfaat utama dari capaian program. Penyesuaian ini berkaitan dengan adanya
proses suksesi di internal BPEE dan juga penyesuaian target BPEE dalam renstra 2020.
Selain itu, dalam pelaksanaan kegiatannya, terdapat perubahan satu bentuk kegiatan, yaitu peluncuran
hasil kajian FWI tentang Peta Indikatif dan briefing paper Pengelolaan KEE. Rencana awal, bentuk
peluncuran kegiatan adalah peluncuran hasil kajian FWI kepada publik, pemerintah dan juga media.
Namun, BPEE keberatan jika peta indikatif KEE yang telah disusun dipublikasikan kepada publik
dikarenakan selain karena Peraturan Menteri Lingkungan Hidup terkait Perlindungan KEE belum
disahkan juga karena peta yang direncanakan akan dipublikasikan masih perlu dilakukan perbaikan,
sehingga kegiatan ini tidak terlaksana seperti yang direncanakan. Selain itu, BPEE juga tidak menyetujui
FWI membuat Siaran Pers terkait publikasi hasil kegiatan FWI dikarenakan Peta Indikatif KEE. Dan ini
juga berdampak pada tidak adanya kliping media yang merupakan bahan verifikasi Milestone 8.
Pembelajaran dan Rekomendasi
Tantangan yang dirasakan selama pelaksanaan kegiatan adalah sulitnya birokrasi pemerintah menjadi
tantangan tersendiri bagi FWI agar dapat menyelesaikan kegiatan sesuai target waktu dan capaian
kegiatan. Contohnya dalam penentuan waktu kegiatan yang sebelumnya disepakati. Namun karena
sesuatu hal yang kemudian diundur, bahkan tanpa pemberitahuan kepada penerima hibah. Hal lain
misalkan ada kesepakatan dalam metode atau data yang digunakan, namun kemudian ada perubahan
yang mau tidak mau harus diikuti.
Berdasarkan pengalaman yang dirasakan selama pelaksanaan kegiatan, penerima hibah dianggap
sebagai konsultan teknis oleh penerima manfaat. Hal ini bisa jadi karena ada ketidakjelasan konteks
kerjasama antara pemberi dana hibah, penerima manfaat, dan penerima dana hibah. Dan di level
teknis, hal ini berdampak dalam pelaksanaan kegiatan dan pencapaian tujuan.
Berkenaan dengan dua hal diatas, ketika terdapat kendala dalam pelaksanaan kegiatan, dilakukan
diskusi dan koordinasi dengan USAID-BIJAK hingga diperoleh beberapa putusan-putusan dalam upaya
penyelesaian kendala. Sehingga kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan target waktu dan capaian.
Kisah Sukses Hibah
Salah satu output produk dari pelaksanaan kegiatan ini adalah peta indikatif KEE di Indonesia yang
diproduksi menjadi 7 peta per region. Dan hasil dari analisis peta ini akan digunakan menjadi baseline
data oleh BPEE untuk menyusun Peta Indikatif KEE yang direncakan akan di SK kan oleh Direktur
Jenderal KSDAE, KLHK. Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Tandya Tjajana pada saat
kegiatan ‘Eksternal Review Peta Indikatif Kawasan Ekosistem Esensial’ pada tanggal 29 Juli 2019 di
Bogor menyatakan dalam sambutannya bahwa peta hasil penyusunan bersama ini akan sangat
bermanfaat untuk kerja-kerja lainnya.
Selain itu, Draft Metodologi Penyusunan Peta Indikatif KEE di Indonesia yang disusun oleh FWI
dengan mendapatkan masukan dari BPEE dijadikan bahan utama dalam penyusunan ‘Petunjuk Teknis
Identifikasi dan Inventarisasi Kawasan Ekosistem Esensial’ oleh BPEE dan telah ditandatangani oleh
Bapak Tandya Tjajana, Direktur BPEE. Ilustrasi dari Juknis tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.
II. FINANSIAL
Deskripsi Pendanaan Kegiatan Hibah
Pelaksanaan kegiatan ini didanai oleh USAID-BIJAK dan FWI sebagai penerima hibah, dengan proporsi
90% dari USAID BIJAK dan 10% dari FWI. Total dana yang dibiayai oleh USAID BIJAK adalah
IDR886.610.000,- untuk mendanai 10 kegiatan, dan FWI berkontribusi dalam pembiayaan pendukung
kantor, transporatasi kegiatan di Jakarta, Bogor, Bandung, Bangka Belitung, dan Jawa Timur, serta
penyediaan alat tulis untuk kegiatan-kegiatan diskusi dengan total .
Ringkasan Biaya Kegiatan dan Pembayaran Hibah
Pemberian hibah jenis jumlah tetap (fixed amount award)
Komitmen anggaran Hibah
Chemonics
Total Pembayaran
Milestone
Variasi Tindakan yang
Dilakukan
886.610.000
886.610.000
Penjelasan Biaya yang Lebih Tinggi atau Lebih Rendah Daripada
yang Diantisipasi
Terjadi perubahan alokasi budget untuk pelaksanaan beberapa kegiatan, diantaranya:
1. Penambahan tenaga GIS untuk melakukan analsisi peta indikatif KEE untuk region Jawa yang
awalnya tidak termasuk dalam perjanjian, tetapi ada permintaan dari BPEE untuk dianalisis.
Sehingga ada penambahan honor untuk 1 orang tenaga GIS selama 2 bulan.
2. Perubahan lokasi kajian. Perubahan 2 dari 3 lokasi kajian berpengaruh pada perbedaan budget
untuk akomodasi dan transportasi.
3. Perubahan bentuk kegiatan. Kegiatan publikasi produk hasil kegiatan FWI dirubah menjadi
kegiatan pemaparan di Kantor BPEE. Hal ini berdampak pada perubahan budget kegiatan.
4. Penambahan revisi peta indikatif KEE. Hal ini berpengaruh pada penambahan waktu untuk
analisis, sehingga diperlukan penambahan waktu dan tenaga untuk melakukan revisi peta.
Perubahan-perubahan tersebut berdampak pada pengurangan jumlah pembayaran dana hibah yang
diterima FWI. Perjanjian awal, total dana hibah yang akan diterima FWI sebesar IDR888.310.000,-
menjadi IDR886.610.000,-
Petu
nju
kTe
knis
Iden
tifi
kasi
dan
Inve
nta
risa
siK
awas
anEk
osi
stem
Esen
sial
Pendahuluan
Latar Belakang
Maksud dan Tujuan
Batasan danPengertian
Pengelolaan Data Non-Spasial
Metode
Pelaksanaan Kegiatan
Pelaporan
Metode PengelolaanData Spasial
Pengumpulan Data
Pengolahan Data Spasial
Penyajian Data