manhaj tafsir hukum ibn...
TRANSCRIPT
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
1
MANHAJ TAFSIR HUKUM IBN AL-’ARABÎ
DALAM KITAB AHKÂM AL-QUR’ÂN
Oleh Mohamad Arja Imroni
I. PENDAHULUAN
Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah SWT. kepada umat manusia dimaksudkan
agar menjadi petunjuk hidup ( hudâ ) bagi mereka. Selain itu, al-Qur‟an juga
berfungsi sebagai bayân ( penjelasan ) dan sebagai furqân ( pembeda antara yang
hak dan yang bathil )1. Untuk memenuhi fungsi-fungsi itu, al-Qur‟an terutama
memuat prinsip-prinsip dan seruan-seruan moral bukannya dokumen hukum ( legal
document ). Tetapi, meskipun bukan dokumen hukum, ia memang mengandung
beberapa pernyataan hukum yang penting ( some important legal enunciations ).2
Yang dimaksud dengan pernyataan-pernyataan hukum yang penting itu sebenarnya
adalah ayat-ayat yang berhubungan af’âl al-mukallafîn.
Pada masa Nabi Saw., kaum muslimin relatif tidak mendapatkan kesulitan
dalam memahami ayat-ayat hukum, karena selain mereka memiliki kemampuan bakat
(malakah) dalam bahasa arab yang memang memadai, setiap ada persoalan dalam
pemahaman suatu ayat mereka dapat menanyakan secara langsung kepada Nabi
sehingga tidak terjadi perbedaan penafsiran. Pasca wafatnya Nabi Saw. - meskipun
kesulitan-kesulitan dalam memahami ayat hukum masih relatif kecil - mulailah
timbul perbedaan-perbedaan penafsiran ayat-ayat hukum. Keadaan itu terus
berkembang, semakin jauh dari masa kenabian semakin banyak varian penafsiran
hingga pada saatnya muncul kitab-kitab tafsir yang secara spesifik memuat tafsir
ayat-ayat ahkâm atau dikenal dengan tafsîr fiqhî.3
1 QS. 2:185. 2 Fazlur Rahman,Islam,2nd Edition, Chicago: University of Chicago Press,1979. h. 37. 3 Bila dilihat dari sisi historisnya, kronologi pola perkembangan tafsîr fiqhiyy tampak paralel dengan sejarah perkembang hukum Islam karena keduanya memang berkaitan satu sama lain. Untuk lebih detailnya
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
2
Salah satu kitab tafsir ahkâm yang muncul di panggung sejarah tafsir adalah
karya Ibn al-‟Arabî yang berjudul Ahkâm al-Qur’ân. Makalah ini merupakan sebuah
studi kritis terhadap kitab tafsir tersebut. Studi ini meliputi beberapa pokok bahasan
yaitu; 1. Biografi singkat Ibn al-‟Arabî, 2. Profil tafsir Ahkâm al-Qur’ân, 3.Manhaj
tafsirnya yang meliputi: (a). Metode penafsirannya, (b). Corak penafsirannya (c).
Langkah-langkah penafsirannya, 4. Analisis terhadap sample penafsirannya terhadap
QS. Al-An‟âm : 59.
II. BIOGRAFI SINGKAT IBN AL-’ARABÎ
A. Asal-Usul dan Riwayat Pendidikan
Dalam sejarah Islam ada dua tokoh terkemuka yang bernama Ibn al-‟Arabî
dan keduanya berasal dari Andalusia. Yang pertama adalah Abû Bakr Muhammad
bin „Abdullâh bin Muhammad bin „Abdullâh bin Ahmad yang terkenal dengan Ibn al-
‟Arabî al-Ma‟âfiri al-Andalûsî ( 468-543 H / 1076-1148 M ).4 Ayahnya bernama Abû
Muhammad ( lahir tahun 435 H / 1043 M ) salah seorang ulama besar pengikut Abû
Muhammad bin Hazm al-Zhâhirî. Sebaliknya, Ibn al-‟Arabî adalah orang yang sangat
antipati terhadap Ibn Hazm.5
Yang kedua adalah Muhammad bin „Alî bin Muhammad Ibn al-‟Arabî al-
Thâ‟î al-Hâtimî, seorang sufi termasyhur di Andalusia. Ia lahir pada tanggal 17
perbandingan sejarah keduanya dapat dilihat antara lain dalam Muhammad Husain al-Dzahabî,al-Tafsîr wa al-Mufasirûn ,vol.2., Kairo:Maktabah Wahbah,1995, h.467-473. „Abd al-Khâliq „Abd al-Qâdir „Athâ,”Taqdîm”, dalam Ibn al-‟Arabî,Ahkâm al-Qur‟ân,Vol.1, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,1988.,h.ii-vi. Muhammad Kâmil Mûsâ,al-Madkhal ilâ al-Tasyrî‟ al-Islâmî,Kairo: Maktabah al-‟Arabîyyah,1994. Muhammad Khudlari Bik,Târîkh al-Tasyrî‟ al-Islâmî, Beirut: Dâr al-Nasyr,1970. 4 Dalam beberapa buku tentang biografi nama lengkap ini tidak diperselisihkan oleh para ahli sejarah. Lihat dalam Muhammad Farîd Wajdi,Dâ‟irât Ma‟ârif al-Qarn al-„Isyrîn,vol.6, Beirut: Dâr al-Fikr,t.t., h.307. Mushthafa bin „Abdullâh al-Qushthanthinî al-Rûmî al-Hanafi,Kasyf al-Zhunûn „an Asâmi al-Kutub wa al-Funûn,vol. 1, Beirut: Dâr al-Fikr,1994, h.80. Ibn Khalikan,Wafayât al-A'yân,Vol. 4.,Beirut:Dâr al-Fikr,t.t., h. 297. J. Robson,”Ibn al-‟Arabî” dalam B. Lewis (Ed.et.al.) The Encyclopaedia of Islam,Vol.3.,Leiden:E.J. Brill,1979, h. 707.al-Imâm Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin „Ustmân al-Dzahabî,Siyar A'lâm al-Nubalâ‟,Vol. 20, Beirut: Mu‟assasah al-Risâlah,1986,h. 197. 5 „Utsman al-Dzahabî menuturkan bahwa Abû Bakr Muhammad bin Turkhan pernah menceritakan padanya bahwa Abû Muhammad ( ayah Ibn al-‟Arabî ) pernah belajar kepada Ibn Hazm selama 7 tahun dan mendengarkan semua karyanya kecuali volume terakhir dari kitab al-Fishôl.Lihat,Siyar,198 dan 201.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
3
Ramadlan 560 H yang bertepatan dengan tanggal 28 Juli 1165 M di kota Mursia,
Andalusia bagian tenggara6. Ia lebih dikenal dengan nama Ibn „Arabî ( tanpa al- )
untuk membedakannya dengan Ibn (al-) „Arabî yang lain. Karyanya yang terkenal
adalah al-futûhât al-makiyyah fî ma’rifat al-asrâr al-mâlikiyyah wa al-mulkiyyah dan
fushûsh al-hikam.
Yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah Ibn al-‟Arabî yang
disebut pertama. Ia dilahirkan di Seville ( Isybilia ) pada malam Kamis tanggal 22
Sya‟ban tahun 468 H ( 1076 M ). Demikian menurut keterangan Ibn Basykual yang
pernah bertemu dengan Ibn al-‟Arabî dan bertanya secara langsung kepadanya
tentang hari kelahirannya.7 Setelah dianggap cukup belajar dikampung halamannya,
diusianya yang ke-17 tahun ( pada tahun 485 H / 1092 M) ia pergi bersama ayahnya
ke arah timur yaitu ke Damaskus8 dan Baghdad
9 untuk belajar di sana. Pada tahun
489 H / 1096 M mereka berdua pergi ke Hijaz untuk menunaikan ibadah haji10
kemudian kembali ke Baghdad dan di sana sempat belajar kepada Abû Hâmid al-
Ghazâlî. Dari Baghdad mereka menuju Mesir11
yaitu ke kota Kairo dan Alexandria12
(Iskandariyah). Pada saat di Mesir inilah ayahnya wafat yakni pada bulan Muharram
tahun 493 H (1100 M) dan dimakamkan di sana.13
Usia Ibn al-„Arabi pada saat itu
6 Khalil bin Abyak Safadi,al-Wâfi bi al-Wafayât,Vol.4, Weisbaden: t.p.,1966, h.178. 7 Farîd Wajdi,Dâ‟irât,307. 8 Ketika di Damaskus ia belajar kepada;Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi, Ibn al-Fadl bin al-Furat dan Abû Bakr Muhammad bin al-Walid al-Thurthusi. Ibn „Asakir menambahkan nama gurunya; Abi al-barakat bin Thawus dan al-Syarif al-Nusyaib. Lihat Farîd Wajdi,Dâ‟irât,h.307 dan Khalikan,Siyar,198. 9Guru-gurunya di Baghdad yang pertama adalah; Thirar bin Muhammad al-Zaini, Abû „Abdullâh al-Ni‟ali, Abû al-Khaththab al-Bathir, Ja‟far al-Sarraj,Ibn al-Thuyuri. Sedangkan di Baghdad yang kedua (sepulang dari haji ) ia belajar kepada; Abû Hamid al-Ghazâlî, al-Faqih Abû Bakr al-Syasyi, al-Adib Abû Zakariyya al-Thibrizi. Ibid. 10 Pada saat berada di Hijaz ia juga menyempatkan belajar kepada seorang faqih bernama al-Husain bin „Ali al-Thabari. Ibid. 11 Di Mesir ia belajar kepada; al-Qadhi Abû al-Hasan al-Khil‟I dan Muhammad bin „Abdullâh bin Dawud al-Farisi.Ibid. 12 Robson,”Ibn al-‟Arabî”, 707. 13 Ibn Khalikan,Wafayât,497. Menurut dugaan „Utsman al-Dzahabî, ayah Ibn „Arabî wafat dan dimakamkan di Bait al-Maqdis pada tahun 491H ( 1098 M). Lihat ,Siyar,199. Allahu a'lam.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
4
telah memasuki tahun ke-25. Artinya, ia telah mengembara untuk mencari ilmu
selama kurang lebih 8 ( delapan ) tahun.
Setelah ayahnya wafat, ia kembali ke Seville dengan membawa ilmu yang
amat banyak. Ia diumpamakan sebagai ensiklopedi pengetahuan karena menguasai
beberapa objek kajian seperti; hadîts, fiqh, ushûl, ‘ulûm al-Qur’ân, sastra, gramatika
arab dan sejarah. Di Seville ia sempat menjadi seorang qâdhi beberapa saat dan
dikenal sangat berwibawa karena sangat tegas dalam menjalankan hukum. Ia sangat
ditakuti oleh orang-orang berbuat zhâlim.14
Ia mengundurkan diri dari jabatan qâdhi
untuk berkonsentrasi dalam bidang keilmuan dengan mengajar dan menulis.
B. Karya-Karyanya
Ia menulis beberapa buku yang sangat berharga, diantaranya adalah;
عارضةاألحوذى فى شرح الترميذى .1
احكام القرآن .2
المسالك الى موطأ مالك .3
الناسخ والمنسوخ .4
مسائل الخالفاال نصاف فى .5
المحصول فى أصول الفقه .6
قانون التأويل .7
ملجئة المتفقهين الى معرفة غوامض النحويين .8
انوارالفجر فى تفسيرالقرآن .9
تخليص التلخيص .11
سراج المريدين وسراج المهتدين .11
العواصم من القواصم .12
أعيان األعيان .13
14 Farîd Wajdi,Dâ‟irât,307.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
5
15القبس على شرح موطأ مالك بن أنس .14
Ketika Bani Muwahhid memasuki Seville, Ibn al-‟Arabî dan temannya
dibawa ke Marrakush dan dipenjara selama satu tahun. Ia wafat di perjalanan pulang
dari Marrakush ke Fez pada bulan Rabî‟ul Akhîr tahun 543 H ( 1148 M ) dalam usia
yang ke-75 tahun. Menurut Farîd Wajdi, ia meninggal di kota „Udwah kemudian
dimakamkan di Fez.16
C. Murid-Muridnya
Dalam catatan „Ustman al-Dzahabî, murid-murid Ibn al-‟Arabî banyak yang
menjadi ulama‟ besar dan ada pula yang menjabat sebagai qâdhi. Mereka adalah
sebagai berikut; Ahmad bin Khalâf al-Isybîlî al-Qâdhi, „Abd al-Khâliq bin Ahmad al-
Yûsufî al-Hâfizh, al-Hasan bin „Alî al-Qurthûbî, Najabah bin Yahyâ al-Ru‟ainî,
Muhammad bin Ibrâhîm al-Fakhkhâr, Abû Bakr Muhammad bin „Abdullâh al-Fihrî,
Muhammad bin Yûsuf bi Sa‟âdah, „Abd al-Mun‟im bin Yahyâ bin al-Khalûf al-
Gharnâthî, „Alî Bin Ahmad bin Lubbâl al-Syuraisyî, „Abd al-Rahmân bin Shâbir
bersaudara dan Ahmad bin Salâmah al-Abbâr. Selain itu, ada juga murid-murid yang
hanya mendapatkan ijâzah dari Ibn al-‟Arabî seperti; Abû al-Hasan „Alî bin Ahmad
Al-Syaqwârî dan Ahmad bin „Umar al-Khazrâjî.17
III. PROFIL KITAB AHKÂM AL-QUR’ÂN
A. Profil Naskah Ahkâm al-Qur’ân.
Ibn al-‟Arabî memberi judul karya tafsirnya dengan Ahkâm al-Qur’ân tanpa
didahului dengan kata tafsîr. Sebenarnya, Ibn al-‟Arabî bukan orang pertama yang
15 Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum,Teheran: Mu‟assasah al-Thaba‟ah wa al-Nasyr,t.t. h. 115. Al-Dzahabî,al-Tafsîr,484. Abdul Qadir „Atha,”Taqdim”, h. ix. 16 Hanya Ali Iyazi yang menyebut kematiannya pada bulan Rabi‟ul Awal. Iyazi, Ibid. Farîd Wajdi,Dâ‟irât,308. Robson,”Ibn al-‟Arabî”, 707. 17 Al-Dzahabî,Siyar,200.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
6
menulis kitab dengan judul Ahkâm al-Qur’ân. Dalam catatan sejarah, ia adalah
penulis yang ke-9 menurut urutan tahun wafat para ulama yang menulis tafsir dengan
judul Ahkâm al-Qur’ân.
Berikut ini data beberapa ulama‟ yang telah menulis kitab dengan judul
Ahkâm al-Qur’ân secara berurutan sebagai berikut; 1). Al-Imam Muhammad bin Idris
al-Syafi‟I (w. 204 H/ 819 M). 2). Abû al-Hasan „Ali bin Hajar al-Sa‟di (w 244 H/ 858
M).3). Abû Ishaq Ismail bin Ishaq al-Bashri (w. 282 H / 895 M).4). Abû al-Hasan
„Ali bin Musa bin Yazdad al-Qummi al-Hanafi (w. 305 H/ 917 M). 5).al-Imam Abû
Ja‟far Ahmad bin Muhammad al-Thahawi al-Hanafi (w. 321 H/ 933 M). 6). Abû
Muhammad al-Qasim bin Ashbu‟ al-Qurthubi ( w. 340 H/ 951 M). 7). Abû Bakr
Muhammad bin „Ali al-Jashshosh al-Hanafi (w. 370 H/ 980 M). 8). Abû al-Hasan
„Ali bin Muhammad al-Kiyaharasyi al-Syafi‟I ( w. 504 H/ 1110 M). 9). Abu Bakr
Muhammad bin „Abdullah al-Syahir bi Ibn al-„Arabi al-Maliki (w. 543 H/ 1148 M). Dalam
kitabnya berisi tafsir terhadap lima ratus ayat yang berhubungan dengan hukum
(ahkâm al-mukallafin). 10). „Abdul Mun‟im bin Muhammad bin Fars al-Gharnathi
(w. 597 / 1200 M).18
Naskah kitab ini ada yang berupa manuskrip (makhthuthah) dan ada yang
telah tercetak (mathbu’ah).Yang berupa manuskrip ada tiga naskah, yaitu :19
1). Manuskrip dari Dâr al-Kutub al-Mishriyyah nomor 324. Terdiri dari tiga jilid.
Jilid pertama berisi 133 halaman yang dimulai dari QS. al-Fatihah hingga ayat
ke-21 QS. al-Nisa‟. Naskah ini bersumber dari Abdullah bin Hibatullah bin
Ismail al-Maliki. Jilid kedua berisi 90 halaman yang dimulai dari QS. al-
Tawbah : 39 hingga QS. al-Nur: 22. Jilid ketiga berisi 160 yang dimulai dari
QS. al-Syu‟ara‟:89 hingga ayat ke-7 QS. al-Syarh.
18 Mustafa al-Hanafi,Kasyf , 80. 19 Abdul Qadir „Atha,”Taqdim”, h.x.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
7
2). Manuskrip dari Dâr al-Kutub al-Mishriyyah nomor 22. Hanya satu jilid dan
terdiri dari 145 halaman. Dimulai dari QS. al-Baqarah : 178 hingga QS.al-
Nisa‟: 176.
3). Manuskrip dari Dâr al-Kutub al-Mishriyyah nomor 2. Yang ditemukan dari
manuskrip ini hanya jilid ke-4 yang tediri dari 231 halaman. Manuskrip ini
sudah diberi harakat dan sudah di-tashhih.
Adapun naskah yang telah tercetak adalah :
1. Naskah cetakan al-Sa’adah yang terdiri dari dua jilid.
2. Naskah cetakan Dâr Ihya‟ al-Kutub al-‟Arabîyah di Mesir yang telah di-tahqiq
oleh „Ali Muhammad al-Bijâwî. Naskah ini tergolong baik berkat jasa al-
Bijâwî yang sudah men-tahqiq dan telah diberi harakat secara sempurna.
Tetapi sebagian besar haditsnya belum ditakhrij.20
3. Naskah cetakan Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, Beirut. Naskah ini telah ditakhrij
hadits-haditsnya oleh Muhammad „Abdul Qadir „Atha tertanggal 21 September
1984 ( 28 Muharram 1407 H ). Diterbitkan pertamakali tahun 1408 H / 1988
M., terdiri dari empat jilid.
B. Gambaran Umum Isi Tafsir Ahkâm al-Qur’ân
Ketika membaca judul kitab ini “Ahkâm Al-Qurân” segera timbul kesan
bahwa kitab ini hanya memuat ayat-ayat ahkâm. Kesan ini tidak salah, namun tidak
benar sepenuhnya. Sebab kalau dicermati lebih jauh, kitab ini tidak hanya berisi ayat-
ayat hukum, tapi juga mencakup ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum
(rinciannya hasil penelitian penulis akan diterangkan dalam alinea berikut). Oleh
karena itu, sampai pada tataran ini, penulis menyimpulkan bahwa penamaan ahkâm
al-Quran lebih didasari oleh dorongan Ibn „Arabî untuk menulis tafsir yang berisi
ayat-ayat muhkamât ( sebagai antonim dari istilah mutasyâbihât ). Argumentasinya
adalah bahwa Ibn al-„Arabî tidak memasukkan dalam tafsirnya itu huruf-huruf al-
20 Ibid.,xi.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
8
muqâtha’ah yang terdapat di awal surah yang telah disepakati ulama bahwa bagian
tersebut merupakan salah satu dari bentuk ayat-ayat mutasyâbihhât. Ia juga tidak
menafsirkan ayat-ayat mutasyâbihât yang berkaitan dengan Allah.
Menurut penelitian penulis, kitab ini memuat 983 ayat pilihan ( Juz I
memuat 190 ayat, Juz II memuat 183 ayat, Juz III memuat 326 ayat dan Juz IV
memuat 284 ayat ) dari 108 surat yang ditafsirkan. Ini berarti ada enam surat yang
tidak ditafsirkan. Surat-surat yang sama sekali tidak ada ayat-ayatnya yang ditafsirkan
dalam kitab ini adalah; QS. al-Hâqqah, QS. al-Nâzi’ât, QS. al-Takwîr, QS. al-
Infithâr, QS. al-Humazah, QS. al-Kâfirûn. Sejauh penelitian penulis, tidak ada
keterangan mengapa surat-surat tersebut tidak ditafsirkan oleh Ibn al-„Arabi.
Jika benar keterangan Mushthafa al-Hanafi (pada foot note nomor 18) yang
menyatakan bahwa kitab ahkâm al-Qur’ân berisi tafsir lima ratus ayat yang
berhubungan ahkâm al-mukallafin, berarti sisanya 483 ayat bukan merupakan ayat
ahkâm.
IV. MANHAJ TAFSIR AHKÂM AL-QUR’ÂN
Sebenarnya untuk mengetahui manhaj penafsirannya secara komprehensip
dibutuhkan penelitian yang serius dan mendalam. Sebagai studi permulaan,
setidaknya beberapa unsur dibawah ini diharapkan dapat memberikan gambaran
umum manhaj tafsir ahkam al-Qur’an.
A.Metode Penafsirannya
Metode penafsiran yang dipakai dalam kitab ahkâm al-Qur’ân dapat dilihat
dari beberapa segi sebagai berikut:
1. Dari segi sumbernya, kitab tafsir ini menggabungkan sumber al-ma’tsûr
(baik al-Qur‟an21
, hadits22
, qawl al-shahâbah,23
maupun tafsiran tâbi’în24
)
21 Contoh dalam Ibn al-‟Arabî,Ahkâm, Juz II.,h.255-256 22 Ibid.,h.449-454. 23 Ibid.,Juz I.,h.17. 24 Ibid.,h.29 dan 330.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
9
dan sumber al-ra’yu (terutama pendekatan kebahasaan). Ia juga sering
mengutip aqwâl al-‘ulamâ’ yang tidak disertai penyebutan nama shâhib al-
qawl.
2. Dari segi pemaparan dan tertib ayatnya, kitab tafsir ini menggunakan
metode tahlili yakni metode tafsir yang bermaksud memaparkan segala
aspek yang terkandung dalam ayat serta menerangkan makna-makna yang
tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufassir25
. Pemaparannya dilakukan secara berurutan ayat demi ayat dan
surat demi surat sesuai dengan tartîb al-mushhaf . Dalam kitab ahkâm al-
Qur’ân, kecenderungan Ibn al-‟Arabî adalah pada ayat-ayat ahkâm. Kitab
tafsir ini juga menggunakan metode muqaran yakni dengan
membandingkan pendapat para mufassir.
3. Dari segi panjang pendeknya uraian dalam penafsiran ayat, kitab tafsir ini
dalam suatu ayat menempuh cara ithnâbîy26
( panjang lebar ) dan dalam
ayat yang lain menempuh cara îjâzîy 27
( singkat ) menurut banyak
sedikitnya kandungan ayat yang sedang ditafsirkan.
B.Corak ( Ittijah ) Tafsirnya
Yang dimaksud dengan corak tafsir adalah kecenderungan mufassir dalam
menafsirkan al-Qur‟an menurut keahlian yang ia miliki. Dengan mencermati uraian-
uraian dalam tafsir ahkâm al-Qur’ân, terlihat bahwa kecenderungan yang
mendominasi Ibn al-„Arabi adalah kecenderungan fiqhi khususnya madzhab maliki.
C.Langkah-Langkah Panafsirannya
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Ibn al-‟Arabî dalam menafsirkan al-
Qur‟an adalah sebagai berikut:
25 „Abd al-Hayy al-Farmawi,al-Bidayah fi al-Tafsîr al-Mawdlu’I, Kairo: Mathba‟at al-Hadlarah al-
‟Arabîyyah,1977.,h.24. 26 Seperti ketika menafsirkan QS. al-Ma‟idah: 6, ia menguraikan sebanyak 52 masalah dan menghabiskan sekitar 75 halaman. Lihat Ibn al-‟Arabî, Ahkâm al-Qur‟an, Jilid I., h. 46-80. 27 Seperti ketika ia menafsirkan QS. al-Fîl, hanya membutuhkan setengah halaman. Ibid., Jilid IV., h. 449.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
11
1. Menyebut nama surat ( tanpa keterangan makkiyyah dan madaniyyah-nya )
2. Menyebut jumlah ayat ( ahkâm ) yang akan dibahas dalam surat tersebut
(kecuali dalam QS. al-Zalzalah, QS. al-„Adiyat, QS. al-Fil, QS. Tabbat, QS.
al-Ikhlash, dan Mu’awwidhatain).
3. Menafsirkan ayat demi ayat ( yang telah dipilih ) sesuai dengan urutan
dalam mushhaf.
4. Dalam menafsirkan ayat-ayat itu, ia mengidentifikasi persoalan atau
beberapa masalah yang berkaitan dengan ayat tersebut. Ia mengatakan
(misalnya): فيهاسبببببا مسبببببا ئببببل ا فيهبببببا ببببال مسبببببا ئببببل dan sebagainya, kemudian
membahasnya satu persatu dengan mengatakan : المسبألة األولبى ا المسبألة ال انيبة dan
seterusnya. Dalam membahas masalah-masalah itu, ia menempuh langkah-
langkah yang bervariasi :
a. Terkadang memulai dengan analisis makna mufradat 28
dan atau frase29
dalam ayat yang dianggap penting dalam memahami ayat tersebut.
b. Jika tidak ada mufradat yang dibahas, ia memulai dengan mejelaskan
sebab turunnya ayat.30
c. Dalam menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan persoalan fiqh,
ia mengemukakan perbedaan pendapat ulama ( sebagian lengkap
dengan argumentasinya dan sebagian lain tidak ). Terhadap perbedaan
pendapat itu ada dua sikap yang ia tunjukkan. Pertama, yang paling
sering adalah melakukan tarjih dengan mengambil pendapat Imam
Malik (Ashhâb Mâlik) bahkan kadang-kadang terkesan fanatik terhadap
madhhabnya.31
Kedua, ia membiarkan begitu saja perbedaan pendapat
28 Dalam menjelaskan makna mufradat, ia kadang-kadang menggunakan syair dan kata-kata orang arab, seperti ketika menafsirkan QS. al-Furqan: 48. Ibid., Juz III.,h. 435-437. 29 Seperti ketika menjelaskan frase mafatih al-ghaib dalam QS. al-An‟am:59. Ibid.,Juz II., h. 255. 30 Seperti dalam menafsirkan QS. al- Baqarah: 194. Ibid.,Juz I.,h. 158, dan QS.al-Ma‟idah:101-102. Dalam Ibid., Juz II.,h. 213-214. 31 Kesan ini, paling tidak, dikemukakan juga oleh dua orang pakar; al-Dzahabî,al-Tafsîr, vol.2.,h. 486 dan „Ali Iyazi,al-Mufassirun,h.116.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
11
itu dan tidak melakukan tarjîh.32
Dalam kasus tertentu, ia tidak
mengemukakan pendapat para ulama‟, melainkan langsung
menguraikan pendapat sendiri, seperti ketika menafsirkan QS. al-
Thâriq:5-6, ia mengatakan bahwa air sperma adalah najis, karena keluar
melalui jalan air kencing.33
d. Ia juga melengkapi metodenya dengan analisis kebahasaan.
Pendekatan ini terlihat, misalkan, ketika menafsirkan ayat yang
membicarakan ’iddah bagi perempuan. Dia mengatakan bahwa
ungkapan Al-Quran dengan kalimat ثالثة قرةء ق memberikan indikasi
bahwa kata qurû berarti muzakkar, maka kata yang paling benar adalah
thahûr dan bukan haidhah. Dia menganggap bahwa thahûr itu adalah
mudzakkar sementara haidhah adalah mu´annats.34
Ia juga terkadang
menggunakan syi’r dan qawl al-‘arab untuk mendukung penafsirannya
tentang makna suatu lafadz dalam al-Qur‟an35
.
5. Ia tidak banyak mengutip kisah isrâ’îliyyât. Hal itu sangat wajar karena
tafsirnya terfokus pada ayat-ayat ahkâm yang relatif sedikit sekali terdapat
kisah isra’iliyyat di dalamnya. Selain itu, ia mempunyai sikap yang jelas
terhadap isra’iliyyat yang terlihat dalam pernyataannya bahwa,” walaupun
Nabi saw. telah bersabda حبد وا عبن بنب ر سبرا ئيبل وال حبرج tetapi makna yang
dimaksud hadits itu adalah بما يخبرون به عن انفسهم وقصصهم bukan بمبا يخببرون
Bila yang terjadi adalah yang tersebut kedua, maka dibutuhkan . ببه عبن غيبر م
adanya ‘adâlah dan tsubût / kepastian ( dan ini sangatlah sulit
membuktikannya –pen. ). Sedangkan yang tersebut pertama termasuk dalam
32 Ini terlihat ketika ia menafsirkan QS.al-Baqarah:238 tentang makna al-shalat al-wustha. Ia mengemukakan duapuluh satu pendapat ulama‟, dan menurutnya masalah ini tidak perlu ditarjih. Ia hanya mengatakan
sebagai berikut:“ فبان خبأ با فب الصبالا كمبا خببأ ليلبة القبدر فب رمضبان ليحباف الخلبت علبى الصبلوا " . Lihat Ibn al-‟Arabî,Ahkâm, Juz I.,h.299-300. 33 Ibid.,Juz IV.,h.375-376. 34Ibid., Juz I, h.252. 35 Contoh terdapat dalam Ibid.,h.96-97.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
12
kategori: مبببن ببباا اقبببرار المببرر علبببى نفسببه او قومبببه فهببو اعلبببم ببببذالك 36.Penafsirannya
terhadap QS. al-Shâffât:2, merupakan bukti lain yang menunjukkan bahwa ia
tidak suka menukil kisah isra’iliyyat. Terhadap adanya perbedaan tentang al-
dzabîh (Isma‟il ataukah Ishaq; orang yang disembelih) oleh Nabi Ibrahim, ia
hanya mengatakan: وليس المسألة من األحكام وال من … اختالفا ك يرا وقداختلف الناس فيه
. وانما من محاسن الشريعة وتوابعها ومتمماتها الأمهاتها أصول الدين37
6. Ia menghindari hadits-hadits dho’if sebagai hujjah dalam tafsirnya. Apabila
menemukan beberapa hadits yang dijadikan hujjah oleh para ulama‟ ia
memilih hadits yang menurut ukurannya lebih shahih.38
Standar yang
digunakan untuk menentukan sahih atau tidaknya sebuah hadits menurut
Ibn al-‟Arabî adalah kesesuaiannya dengan „a’mâl ahl al-madînah (
praktek-praktek penduduk Madinah ).39
Manakala terjadi ikhtilaf al-ahadits
yang dipakai adalah yang sesuai dengan „a’mal ahl al-madînah.
Standardisasi semacam itu sama persis dengan standardisasi yang dilakukan
oleh Imam Malik.40
V. ANALISIS SAMPLE PENAFSIRAN
SURAT AL-AN’AM : 59
Dalam sub bab ini akan diketahui tidak saja tentang sejauh mana penerapan
manhaj penafsiran Ibn al-„Arabi dalam teks tafsirnya, tetapi juga untuk mencandra
makna filosofis dari hal-hal yang diuraikan dalam tafsir. Karena terbatasnya ruang,
analisis tersebut hanya akan difokuskan pada sample teks yang telah ditunjuk oleh
profesor sebagai bahan kajian. Sebelum penulis menganalisis, terlebih dahulu
dipaparkan terjemah sample teks tafsir (dengan tarjamah ma’nawiyah bukan
36 Ibid.,Juz I.,h. 37. 37 Ibid., Juz IV.,h. 30. 38 Lihat ketika ia menafsirkan QS. al-Baqarah: 228, tentang makna al-qar‟u. Ibid.,Juz I.,h. 251. 39 Ibid.,h. 125. 40 Untuk melacak lebih lanjut tentang konsep hadits dan sunnah menurut Imam Malik, lihat Joseph Schacht, The Origins of Mohammadan Jurisprudence,Oxford: Oxford University Press,1952.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
13
harfiyah).Untuk membedakan antara teks dan analisis diberi tanda terjemah teks
tafsir dan analisis.
*) Terjemah Teks Tafsir.
قوله تعالى : وعنده مفاتح الغيا اليعلمهااال وا ويعلم مافى البر والبحر وماتسقط من ورقة اال يعلمها
( 59وال حبة فى لما األرض وال رطا واليابس اال فى كتاا مبين . ) األنعام :
Artinya: “ Dan hanya milih Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan
dan di lautan dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata ( lauh mahfudz ).”
Dalam ayat ini terdapat tujuh persoalan. ( Karena terbatasnya ruang, yang
penulis terjemahkan hanya sampai persoalan keenam).
Persoalan Pertama, tentang makna وعنده .
Ketahuilah bahwa kami telah menjelaskan ayat ini dalam kitab المتفقهبين ملجبأا
Kata .ال معرفة غوامض النحويين عنده adalah sebuah kata untuk menerangkan sesuatu yang
dekat (qaruba) denganmu. Persisnya, bahwa sesuatu yang dekat dengan lainnya
disebut qarîb dan yang jauh disebut ba’îd. Makna asal masing-masing ( qarîb dan
ba’îd ) merujuk pada area atau tempat ( al-misâhah ) seperti kalau engkau berkata
“ زيد قريا منك ا وعمرو بعيد منك “
Kata kerja qaruba (juga) digunakan sebagai ism (kata benda), seperti dalam
kalimat زيبد قرببك . Kemudian pada tahap berikutnya kata itu juga digunakan untuk
menunjukkan (makna) suatu kedudukan rasional tetapi non-inderawi ( المعقولببة غيببر
Makna seperti itu juga dapat dipakai . العلبم منبك قريبا seperti dalam kalimat ,(المحسوسبة
dalam firman Allah : ورذا سبألك عببادع عنب فبقن قريبا beserta puluhan makna lain yang
semakna dengan itu yang boleh untuk mensifatiNya, sebagaimana telah kami jelaskan
dalam kitab “المشكلين”.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
14
Kata-kata quddâm (depan) dan warâ’ (belakang) mengandung makna jarak
(masâfah) yang tidak terbatas. Seperti dalam kalimat زيببد قببدامك (Zaid berada di
depanmu) – tidak terbatas jaraknya di depanmu. Karena itu bila mau menunjuk
makna di depan tetapi jaraknya dekat, kata quddam harus di tashghîr menjadi مبةقديدي
Hal itu tidak berlaku bagi kata عنبد, karena kata itu sudah menunjuk makna dekat
sedekat-dekatnya.
Oleh sebab itu, kata عنبد terkadang digunakan untuk menunjukkan makna
kepemilikan seseorang terhadap sesuatu. Seperti dalam kalimat, عنبده كبذا وكبذا . Milik
berarti mengkhususkan sesuatu kepada seseorang. Hal ini termasuk dalam bab
Ta’bir yang paling dekat dengan maksud itu adalah dengan . اختصباص الصبفة بالموصبوف
kata عنبد. Makna ini juga dipakai dalam sebuah hadits Nabi : نهبى النبب ص. عبن بيبا مباليس
لكك عند ك يعن فى م .
Persoalan kedua, tentang makna وعنده مفاتح الغيا .
Kata عنببدdalam ayat ini dapat diartikan dekat dalam arti قببرا مكانبة وتيسببير
(kedudukan dan kemudahan) bukan dalam arti tempat (مكبان ). Bisa juga diartikan
milik. Maksudnya, kunci-kunci kegaiban adalah milikNya, Ia bisa menampakkan atau
menyembunyikannya selagi Ia mau.
Persoalan ketiga.
Ayat ini merupakan salah satu dasar aqidah orang-orang Islam dan salah satu
pilar agama. Sebagian besar dari dasar dan pilar agama itu dapat dijelaskan dengan
ayat ini. Ayat ini juga mengandung satu catatan tentang hukum. Perhatian ayat ini
tentang dasar-dasar ( ushul ) agama telah kami jelaskan dalam kitab المشبكلين . Adapun
catatan tentang hukum di dalamnya hanya kami singgung didalamnya. Untuk
membuka kandungan hukum yang dimaksud dalam ayat ini, perlu kami uraikan
kembali sebagian yang telah ada dalam kitab المشكلين dalam kumpulan tafsir ini.
Persoalan Keempat, tentang firman Allah : مفاتح الغيب .
Kata مفداتح atau مفداتيح adalah bentuk jama‟ dari mufrad مفدحح مفحدا . Secara
bahasa berarti segala yang dapat melepaskan sesuatu yang terkunci baik yang bersifat
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
15
inderawi ;seperti gembok rumah, maupun yang bersifat aqli; seperti penalaran dan
berita dapat membuka gembok kebodohan tentang ilmu dan kegaiban.
Persoalan Kelima,
Mafatih al-ghaib yang dimaksud adalah suatu idiom untuk menyebut sesuatu
yang tidak dapat diketahui baik oleh indera maupun oleh akal. Sebagaimana
penglihatan mata tidak dapat melihat sesuatu di balik tembok, penglihatan hatipun tak
dapat mengetahui apa yang di balik panca-indra. Jalan mengetahui المحسوسبا terbatas
pada indera, sedangkan hal-hal المعقبوال terbagi dalam dua kategori; pertama: sesuatu
yang dapat diketahui secara spontan, kedua; sesuatu yang dapat diketahui melalui
proses penalaran.
Ada lima hal yang merupakan induk dari segala hal yang ghaib sebagaimana
diisyaratkan oleh QS. Luqman ayat:34.
Induk yang pertama adalah al-sâ’ah (hari kiamat) dan yang berkaitan
dengannya seperti; al-hasyr, al-nasyr, mauqif dengan segala macam keadaan manusia
di dalamnya, al-hisab dan tempat kembalinya manusia setelah penentuan yang
mendapat pahala dan siksa.
Induk yang kedua adalah turunnya hujan dan akibat yang ditimbulkan
seperti al-ihya’ (penghidupan) dan al-‘inbât (penumbuhan). Dalam sebuah atsar
disebutkan bahwa Allah menyerahkan hal itu kepada malaikat Mika‟il sebagai
pemimpin malaikat-malikat lain yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah. Mereka
menjalankan perintah Allah untuk melaksanakan tugas menjalankan angin, awan,
mengawinkan awan dengan air dan menurunkan hujan menurut kadar yang telah
ditentukan. Bahkan ditangan setiap malaikat itu, setiap tetes air hujan ditentukan
jatuhnya ditempat tertentu untuk menumbuhkan pepohonan tertentu agar menjadi
rizki bagi hewan tertentu hingga semuanya berakhir kembali kepada Allah.
Induk yang ketiga, sesuatu yang terkandung dalam rahim. Allah telah
mewakilkan untuk mengurusnya kepada malaikat Israfil yang dibantu oleh malaikat-
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
16
malaikat yang jumlahnya hanya Allah yang tahu. Allah menyertakan seorang
malaikat pada setiap rahim untuk memproses air sperma dalam tahap penciptaan.
Induk yang keempat, manusia tidak mengetahui apa yang akan
dikerjakannya di hari esok. Semua itu disembunyikan oleh Allah di bawah rahasia
qadarNya, hikmahNya yang abadi, hujjahNya yang sempurna, qudrahNya yang
memaksa, dan masyi‟ahNya yang pasti berjalan. Dalam ayat ini yang disebut adalah
kata kasb karena kasb merupakan hal yang paling dekat untuk dimengerti manusia
dan di dalamnya dapat mencakup umur, rizki, ajal, selamat atau celaka, dan hal-hal
yang dapat membuat bahagia atau susah anak Adam.
Induk yang kelima, manusia tidak mengetahui di bumi mana ia akan
meninggal. Allah memberitahukan bahwa hanya Dialah yang mengetahui peristiwa
kematian dan segala akibatnya.
Kami telah meriwayatkan hadits yang memperkuat hal-hal tersebut dari Nabi
Saw. dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar dan Abu Hurairah. Mereka mengatakan
“Ketika Nabi sedang duduk di depan para saabatnya, tiba-tiba datang orang asing
yang tidak dikenal dan meminta tempat untuk bisa duduk dalam majlis Rasulullah.
Ketika kami sudah duduk disekeliling Rasulullah, datanglah seorang laki-laki yang
berparas tampan, berbau wangi, berbaju sangat bersih bagai tak pernah terkena
kotoran sedikitpun, berdiri di ujung lingkaran lalu berkata “al-salamu’alaika ya
rasulullah”. Nabi menjawab salamnya. Ia berkata “Muhammad, mendekatlah !”
maka Rasul bersabda “saya mendekat padanya”. Demikian seterusnya hingga ia
meletakkan dua tangannya di atas paha Rasulullah. Lalu ia berkata “ Wahai
Rasulullah, beritahukan padaku apakah Islam itu ?”. Rasul menjawab “Islam adalah
engkau menyembah Allah dan tidak mensekutukanNya dengan apapun, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan berpuasa pada bulan ramadlan”. Ia
bertanya” bila aku mengerjakan semua itu, apakah berarti aku sudah islam?”. Rasul
menjawab “ya”. Ia mengatakan “ engkau benar”. Abu Hurairah berkata “Ketika kami
mendengarnya bertanya dan membenarkan jawaban Rasul, kami (seakan)
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
17
menyangkal hal itu”. Kemudian ia bertanya” wahai Muhammad, beritahukan padaku
apakah iman itu ?” Rasul menjawab “Engkau beriman kepada Allah, malaikat, kitab,
para Nabi dan percaya pada semua qadar”. Ia bertanya “ bila aku mengerjakan semua
itu berarti aku sudah beriman?”. Rasul menjawab “ ya”. Ia berkata “ engkau benar”.Ia
bertanya lagi “apakah ihsan itu?”. Nabi menjwab “ ihsan adalah engkau menyembah
Allah seakan engkau melihatNya, kalaupun engkau tak melihatNya sesungguhnya
Dia melihatmu”. Ia berkata “ Engkau benar”. Ia bertanya “ kapan (datangnya) hari
qiyamat?”. Abu Hurairah berkata “ Nabi menunduk dan tidak menjawab. Kemudian
beliau mengangkat kepalanya dan bersumpah “demi Allah orang yang ditanya ini
tidak lebih tahu daripada yang bertanya. Akan tetapi, kiamat memiliki beberapa tanda
yang akan datang; yakni jika engkau telah melihat penggembala kambing telah
berlomba-lomba meninggikan bangunan, engkau melihat orang yang tidak memakai
alas kaki dan telanjang telah menjadi penguasa-penguasa bumi, dan engkau telah
melihat seorang perempuan melahirkan majikannya. Ada lima hal gaib hanya Allah
yang mengetahuinya ( kemudian Rasul menyebut lima hal yang terdapat dalam QS.
Luqman: 34).” Kemudian ia naik ke langit. Rasul bersabda “ Demi Zat yang telah
mengutus Muhamad dengan petunjuk dan agama yang benar, aku tidaklah lebih tahu
tentang dia daripada seseorang diantara kamu, sesungguhnya ia adalah Jibril yang
turun kepaadamu dengan menyerupai Dihyah al-Kalbi, untuk mengajarkan padamu
tentang urusan agamamu”.
Persoalan Keenam,
Al-Suddi berkata : yang dimaksud dengan mafatih al-ghaib adalah khazâ’in
al-ghaib. Ibn „Abbas mengatakan: mafatih al-ghaib ada lima, kemudian membacakan
ayat tersebut. Sebagian ulama mengatakan: mafatih al-ghaib adalah sesuatu yang
dengannya dapat sampai kepada pengetahuan hal yang ghaib. Seperti dalam
kalimat: berikan atau ajarkan) اعطنب او علمنبى مبا اتوصبل ببه اليبه ,Maksudnya . افبتح علب ك كبذا
kepadaku sesuatu yang dapat menyampaikanku kepadanya). Adapun pendapat al-
Suddi di atas adalah majaz yang jauh. Sedangkan pendapat Ibn Abbas tersebut adalah
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
18
ilmu yang benar ( yang terlahir) dari mulut yang kuat ( maksudnya : pendapat yang
benar dan dapat diikuti – pen.). Adapun pendapat yang ketiga, tidak diakui oleh guru
nahwuku yang tinggal di Makkah. Ia berkata :golongan salaf telah sepakat terhadap
pendapat yang sebaliknya. Pendapat itu lebih sahih dibanding pendapat yang ketiga
itu.
*) Analisis Teks Tafsir
Dari teks di atas dapat dilihat beberapa hal penting berkaitan dengan manhaj
tafsir maupun materi penafsiran Ibn al-„Arabi:
Pertama, Ibn al-„Arabi sudah cukup konsisten dengan langkah-langkah yang ia
tempuh dalam menafsirkan ayat. Ia memulai dengan menjelaskan makna mufradat
maupun frase dalam ayat. Pemilihan mufradat itu oleh Ibn al-‟Arabi, menurut
pengamatan penulis sangat cermat dan penjelasannya sangat akurat mengarah kepada
kandungan ayat yang akan ditafsirkan. Hal ini rupanya didasari dengan pertimbangan
bahwa mufradat yang dijelaskan itu memiliki posisi yang sangat sentral sebagai kata
kunci memahami ayat. Buktinya adalah tidak semua mufradat ia uraikan, melainkan
hanya sebagian kecil.
Kedua, Pembagian dalam sub-sub masalah ( seperti dengan menyebut: المسبألة األولبى ا
dan seterusnya) yang dimaksud oleh Ibn al-„Arabi adalah bukan masalah المسبألة ال انيبة
dalam arti sebenarnya, melainkan hanya sebagai sistematika pembagian sub pokok
bahasan dari kandungan ayat yang dianggap penting untuk dijelaskan.
Ketiga, Dari sisi materi penafsiran ( khususnya dalam sample di atas ) terdapat
kelemahan yang cukup mendasar. QS. al-An‟am:59 yang sedang menjadi materi
utama penafsiran justru tidak ditafsirkan secara tuntas. Ia hanya menafsirkan
sepenggal ayat وعنده مفداتح الغيدب dan setelah itu ia justru terfokus pada penafsiran ayat
pendukungnya QS. Luqman:34. Padahal menurut hemat penulis kandungan dalam
penggalan ayat yang tersisa dari QS. al-An‟am:59 masih belum tercakup oleh QS.
Luqman:34 dan memerlukan penjelasan tersendiri untuk menguak kandungan ayat.
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
19
Keempat, Ada satu hal penting untuk diperhatikan (yang barangkali tidak disadari
oleh Ibn al-„Arabi) bahwa hal itu suatu saat akan membuat kesulitan bagi para
pembaca tafsirnya; yakni ia sering menulis “aku telah menjelaskannya dalam kitab
.Sementara dalam konteks sekarang kitab tersebut tidak dapat ditemukan .“ المشبكلين
Namun demikian, penulis dapat memahami bahwa tafsir ini ditulis ketika kitab
tersebut masih beredar ditengah masyarakat, sedangkan dalam benak Ibn al-„Arabi
tentu tidak terbayang sedikitpun kalau tafsirnya akan sampai ke Indonesia. Allâhu
A’lam.
Kelima, Hadits yang dikutip Ibn al-„Arabi dalam sample di atas memang hadits
shahih (setidaknya terdapat dalam Shahih Bukhari Juz I:20, Shahih Muslim Juz I:5,
Sunan Nasa‟I VIII:101). Tetapi, jika dilihat teks aslinya dan dia mengatakan وقبد روينبا
.عن النبب ص عبن جماعبة مبن الصبحابة , ia dapat dinilai sebagai orang yang kurang hati-hati
dari sisi etika periwayatan hadits. Kalimat itu menggambarkan seakan-akan ia
menerima hadits langsung dari Shahabat bahkan Nabi, padahal ia hidup jauh dari
masa sahabat apalagi masa Nabi. Selain itu, atsar yang ia sebutkan dalam
menjelaskan tugas-tugas malaikat yang membagi air hujan, menjaga rahim dan
sebagainya tidak disertakan asal-usul dan râwi-nya.
Keenam, Teks tafsir di atas juga membuktikan bahwa meskipun ittijah
(kecenderungan) mayoritas tafsir ini adalah fiqhi madzhab Maliki tetapi juga
menafsirkan sebagian ayat yang berhubungan dengan persoalan ushûl al-dîn
khususnya tentang al-ghaibiyyât. Karena itulah nama Ahkâm al-Qur’ân untuk kitab
tafsir ini sebenarnya mencakup unsur ahkâm al-‘ibâdah wa al-mu’âmalah (masuk
dalam bidang fiqh) dan ahkâm al-‘aqîdah (masuk dalam bidang ushûl al-dîn).
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
21
VI. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting sebagai
berikut :
1. Kitab Ahkâm al-Qur’ân merupakan salah satu tafsir karya Ibn al-„Arabi, seorang
intelektual muslim Andalusia abad ke-6 H atau abad ke-12 M.
2. Metode penafsiran Ibn al-„Arabi dapat dilihat dari beberapa sisi. Secara garis
besarnya adalah sebagai berikut: a). dari sisi analisis urutan ayat menggunakan
metode tahlili, b). dari sisi sumber yang digunakan, menggabungkan dua sumber
al-ma’tsûr dan al-ma’qûl.
3. Corak penafsirannya didominasi oleh corak fiqhi meskipun didalamnya juga
terdapat ayat-ayat yang tidak berhubungan dengan fiqh. Rinciannya adalah 500
ayat berhubungan dengan ahkâm al-mukallafin, dan sisanya 483 ayat bukan
merupakan ayat ahkâm ( baca: fiqh).
4. Tafsir Ahkâm al-Qur’ân memiliki beberapa keunikan bila dibandingkan dengan
tafsir yang lain. Keunikan itu antara lain dalam beberapa hal: a). hanya
menafsirkan sebagian ayat al-Qur‟an yaitu 983 ayat dari 108 surat yang
ditafsirkan, b). ada enam surat yang tidak ditafsirkan sama sekali dalam kitab ini
yaitu; QS. al-Hâqqah, QS. al-Nâzi’ât, QS. al-Takwîr, QS. al-Infithâr, QS. al-
Humazah, QS. al-Kâfirûn, c). sistematika dan langkah penafsirannya.
VII. PENUTUP
Hasil studi dalam makalah ini masih bersifat tentatif dan pada tahap yang
paling permulaan. Karena itu, untuk kesempurnaan studi tentang tafsir ahkâm al-
qur’ân diperlukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang.
Allâhu A‟lam bi al-Shawâb…
DAFTAR PUSTAKA
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
21
„Iyâzi, Muhammad Ali. al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum,Teheran: Mu‟assasah al-
Thaba‟ah wa al-Nasyr,t.t.
‟Arabî, Ibn al-. Ahkâm al-Qur‟ân,(ed. „Abdul Khaliq „Abdul Qadir „Atha) Vol.1, Beirut:
Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,1988.
Dzahabi, Muhammad Husain al-. al-Tafsîr wa al-Mufasirun ,vol.2., Kairo:Maktabah
Wahbah,1995.
Dzahabi,Ahmad bin „Ustman al-.Siyar A'lam al-Nubala‟,Vol. 20, Beirut: Mu‟assasah al-
Risalah,1986.
Farmawi al-, „Abd al-Hayy .al-Bidayah fi al-Tafsîr al-Mawdlu‟I, Kairo: Mathba‟at al-Hadlarah
al-‟Arabîyyah,1977.
Hanafi, Mushthofa al-Rumi al-.Kasyf al-Zhunun „an Asami al-Kutub wa al-Funun,vol. 1,
Beirut: Dâr al-Fikr,1994.
Khalikan, Ibn. Wafayat al-A'yan,Vol. 4.,Beirut:Dâr al-Fikr,t.t.
Khudlari Bik, Muhammad .Tarikh al-Tasyri‟ al-Islami, Beirut: Dâr al-Nasyr,1970.
Musa, Muhammad Kamil .al-Madkhal ila al-Tasyri‟ al-Islami,Kairo: Maktabah al-
‟Arabîyyah,1994.
Rahman, Fazlur .Islam,2nd Edition, Chicago: University of Chicago Press,1979
Robson, J.”Ibn al-‟Arabî” dalam B. Lewis (Ed.et.al.) The Encyclopaedia of
Islam,Vol.3.,Leiden:E.J. Brill,1979.
Safadi, Khalil bin Abyak. al-Wafi bi al-Wafayat,Vol.4, Weisbaden: t.p.,1966
Schacht, Joseph. The Origins of Mohammadan Jurisprudence,Oxford: Oxford University
Press,1952
Wajdi, Muhammad Farîd. Da‟irat Ma‟arif al-Qarn al-„Isyrin,vol.6, Beirut: Dâr al-Fikr,t.t.
@arja2003@
MENGENAL MANHAJ PENAFSIRAN IBN AL-’ARABÎ
DALAM KITAB AHKÂM AL-QUR’ÂN
Studi Naskah Tafsir “Ahkâm al-Qur‟an” by Mohamad Arja Imroni
22
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Studi Naskah Tafsîr pada Program Doktor Konsentrasi Tafsîr Hadits
Oleh
MOHAMAD ARJA IMRONI
02.3.00.1.05.01.0088
Pembimbing
PROF. DR. H. AHMAD THIB RAYA, MA
PROGRAM PASCASARJANA ( S.3 )
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2002/2003