tafsir al baqarah 177

Upload: rizky-d-mishala

Post on 10-Jul-2015

196 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tafsir Surroh Al-Baqoroh ayat 177

(177) Bukanlah kebajikan itu lantaran kamu memalingkan mukamu ke arah timur dan barat. Akan tetapi kebajikan itu ialah bahwa kamu percaya kepada Allah dan hari Yang akhir dan Malaikat dan Kitab dari Nabi-nabi. Dan memberikan harta atas cinta kepadanya, kepada keluarga yang hampir dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan anak perjalanan dan orang-orang yang meminta dan penebus hamba sahaya. Dan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, dan orany orang yang akan memenuhi janji mereka apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar di waktu kepayahan dan kesusahan dan seketika peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Dahulu telah dijelaskan benar-benar bahwasanya ke mana sajapun kita menghadap kan muka, di sana adalah wajah Allah. Penentuan arah kiblat bukanlah berarti bahwa di tempat yang dijadikan kiblat itu bersemayam Tuhan Allah. Kiblat hanya sekedar penyatuan arah seluruh orang yang shalat tandanya mereka mengikuti satu disiplin. Sekarang diberi lagi keterangan lebih mendalam: "Bukanlah kebajikan itu lantaran kamu memalingkan mukamu ke arah timur dan barat.

Akan tetapi kebajikan itu ialah bahwa kamu percaya kepada Allah dan hari yang akhir dan malaikat dan kitab dan Nabi-nabi."(pangkal ayat 177) Artinya, meskipun telah kamu hadapkan mukamu ke timur dan ke barat ke Baitullah yang di Makkah atau ke Baitui Maqdis dahulunya, belumlah berarti bahwa pekerjaan menghadap itu telah bernama kebajikan, sebelum dia diisi dengan iman. Terutama bagi kamu orang Islam, menghadapmu ke timur atau ke barat, menurut tempat kamu berdiri seketika kamu mengerjakan shalat. Misalnya kita orang Indonesia arah ke barat dan orang Amerika arah ke timur, belumlah itu berarti suatu kebajikan, kalau imanmu kepada yang mesti diimani masih saja goyah. Atau hendaklah menghadapmu ke arah timur dan ke arah barat didorong oleh iman. Dimulai terlebih dahulu dengan iman kepada Allah dan iman kepada hari akhirat, sebab di sinilah letak kunci iman. Dan keduanya itu benar-benar menghendaki iman atau kepercayaan. Apatah lagi Allah tidak nampak oleh mata dan tidak pula ada orang yang telah pulang dari alam akhirat buat menceritakan keadaan di sana. Mana yang telah mati tidak ada yang kembali hidup buat berceritera kepada kita tentang keadaan di sana. Sebab itu maka keimanan kepada Allah benar-benar timbul dari keinsafan batin, demi setelah melihat bekas nikmatNya atas diri dan bekas kuasaNya atas alam. Pintu gerbang iman pertama ialah percaya kepada Allah dan yang percaya itu bukan saja akal atau ilmu, tetapi menimbulkan dalam jiwa, taat, cinta dan setia, menghamba kan diri dan patuh. Timbul cemas kalau-kalau amal tidak diterima, dan timbul keinginan dan kerinduan akan diberiNya kesempatan melihat wajahNya di hari akhirat itu. Iman kepada Allah dan hari akhirat menjadi pendorong untuk berbuat kebajikan. Moga-moga amal kita diridhai, iman kita diterima. Dia timbul daripada ma'rifat. Dia menimbulkan cahaya di dalam hati (Nur). Dan dia menimbul kan semangat. Dia menimbulkan pengharapan buat hidup, buat bekerja dan berjasa. Iman menimbulkan dinamika dalam diri, sehingga bekerja tidak karena mengharapkan puji sanjung sesama manusia. Dengan sendirinya iman kepada Allah dan hari akhirat menimbulkan iman kepada apa yang berhubungan dengan itu. Yaitu iman kepada Malaikat, sebagai kekuatan yang telah ditentukan Allah melaksanakan tugas di dalam alam ini. Apatah lagi Tuhanpun menyatakan dalam sabdaNya bahwa Malaikat itu akan turun

memberikan sokongan, sehingga kita tidak merasa takut atau dukacita di dalam hidup ini, sebagai tersebut dalam surat Ha Mim as-Sajdah (Surat 41, ayat 30). Dan dengan sendirinya menim bulkan kepercayaan akan kitab, yaitu al-Quran yang telah datang sebagai wahyu akan menjadi tuntunan di dalam menempuh jalan yang lurus , yang diridhai Allah. Dan dengan sendirinya kepercayaan kepada kitab menyebabkari pula percaya kepada Nabi-nabi semuanya , yang nama mereka telah disebutkan di dalam kitab itu. Kepercayaan hati atau iman ini, bukanlah sematamata hafalan mulut , tetapi pendirian hati. Dia membekas kepada perbuatan , sehingga segala gerak langkah di dalam hidup tidak lain, melainkan sebagai akibat atau dorongan daripada iman. Seumpama apabila kita merasai dan mengunyah-ngunyah semacam daun kayu , kita mengenal rasanya dan mengetahui bahwa rasa yang ada pada daun itu, rasa yang demikian jugalah yang akan terdapat pada uratnya, pada kulit batangnya, pada dahan dan rantingnya, apatah Iagi pada buahnya. Sebab daripada batang barangan tidaklah akan hasil buah delima. Dan daripada batang tidaklah akan keluar buah padi. Kepercayaan akan adanya Malaikat adalah salah satu tiang lagi dari iman. Kita mengetahui bahwa Rasul-rasul utusan Tuhan adalah manusia biasa, untuk menyampai kan wahyu Tuhan kepada Rasul itu adatah Malaikat sebagai Utusan Tuhan yang ghaib. Rasul-rasul itu sendiri yang mengatakan bahwa dia tidak menerima wahyu itu dengan langsung dari Tuhan, melainkan memakai perantaraan , itulah Malaikat. Yang disebut juga dengan nama Jibril. atau disebut juga Ruh, atau Ruhul Amin (Ruh yang dipercaya), sebagai Muhammad juga disebut Rusulul Amin. Dia disebut juga Ruhul Qudus, Roh Yang Suci. Dan lagi, kepercayaan kepada Malaikat menimbulkan pula kekuatan dalam jiwa kita sendiri. Beberapa ayat di dalam al Quran menyatakan bahwa kepada manusia yang teguh imannya, kokoh pendiriannya di dalam mempercayai Allah, akan turun Malaikat. Sehingga bertambah kekuatan semangatnya menghadapi segala perjuangan hidup. Meskipun Malaikat yang turun ke dalam diri ummat yang beriman itu tidaklah sama dengan Jibril yang turun kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul. Apakah hakikat Malaikat itu? Tuhan sendirilah yang tahu. Tetapi apabila kita selidiki peraturan dan perjalanan alam ini secara ilmiah, terutama tentang perseimbangan kekuatan dalam alam, perseimbangan daya berat, sehingga bintang-bintang yang berjutajuta di atas lapangari cakrawala luas ini tidak pernah terjatuh dan kacau, dapatlah kita yakini tentang adanya daya-daya dan tenaga ghaib untukmengatur jalannya.

Inipun dapat kita beri nama dalam bahasa agama, yaitu Malaikat . Orang yang mengakui percaya kepada adanya Malaikat, padahal dia pengecut, bukanlah dia percaya sungguh-sungguh dari hati. Dia hanya menganut kepercayaan hafalan. Sebab suatu kepercayaan membekas kepada hidup. Demikian pula halnya dengan kepercayaan kepada Kitab. Yang dimaksud di sini ialah satu kitab, yaitu al-Quran. Dengan menyebut satu kitab, telah terbawa kitabkitab yang lain, yaitu Taurat, Zabur dan Injil. Sebab isi yang hakiki dari segala kitab itu telah tersimpul kepada satu kitab, al-Quran. Percaya akan kitab ini artinya ialah mengetahui dan mengamalkan isinya, menerima segala suruhan dan larangannya , menjunjung tinggi hukum-hukum yang tertera di dalamnya. Dengan memegang teguh isi Kitab itu , keluarlah insan dari gelap-gulita kepada terang-benderang petunjuk ilahi.Dengan demikian tercapailah kebajikan. Kepercayaan kepada Kitab itu diiringi lagi dengan kepercayaan kepada Nabi-nabi Utusan Allah. Sebagai seorang Muslim kita menjunjung tinggi sekalian Nabi, sejak Adam sampai kepada Muhammad s.a.w. Kepercayaan kepada Nabi-nabi menyebab kan kita harus mengetahui peri-hidup daripada Nabi nabi itu. Bahwasanya mereka menyampaikan da`wah kebenaran Ilahi tidak selalu menemui jalan yang datar, bahkan menempuh berbagai kesulitan dan kesukaran , menambah pula akan iman kita bahwa menegakkan amar perintah Ilahi di dalam alam ini tidaklah semudah hanya menghafalriya. Percaya kepada Nabi-nabi menimbulkan cita cita di dalam hati kita hendak meneladani hidup Nabi-nabi , pengorbanan mereka, penderitaan mereka di dalam menegakkan kebenaran. Rukun iman mudah saja menghafalnya. Tetapi dengan telah menghafal rukun iman belumlah berarti bahwa orang telah beriman. Iman itu bisa naik dan bertambah-tambah tidak ada batas, dan bisa juga menurun derjatnya dan hilang samasekali. Iman adalah perjuangan hidup. Sebab akibat dari iman ialah kesanggupan memikul cobaan. Tidak ada iman yang lepas dari cobaan. ltu kelak akan kita temui dalam penafsiran ayat-ayat pertama dari Surat al'Ankabut (Surat 29). Lanjutan ayat ialah ujian yang pertama dari Iman: "Dan memberikan harta atas cinta kepadanya." Inilah ujian yang pertama dari iman yang tersebut tadi; ujian untuk menyempurnakan kebajikan. Mencintai harta adalah naluri manusia. Pada pokok asalnya manusia itu telah dijadikan Allah dalam keadaan loba akan mengumpul harta banyak banyak dan kikir sekali buat mengeluarkannya kembali. Ini

ditegaskan Tuhan di dalam Surat 70 (al-Maarij, ayat 19). Maka kalau iman tidak ada, manusia ini akan diperbudak oleh harta karena nalurinya itu. Oleh sebab itu maka menurut penafsiran dari Abdullah bin Masud , banyak orang memberikan harta benda, berderma, berkurban, namun di dalam hati kecilnya terselip rasa bakhil, karena dia ingin hidup dan dia takut akan kekurangan. Menurut riwayat dari al-Baihaqi pernah seorang sahabat Rasulullah menanyakan memberikan harta di dalam hal sangat cinta kepadanya, sedang tiap-tiap kami ini memang mencintai hartabenda kami. Rasulullah s.a.w, menjawab. "Memang! Kamu berikan, sedang ketika kamu memberikan itu, hati kamu sendiri berkata, bagaimana kalau umur panjang, bagaimana kalau kita jatuh miskin?" Oleh sebab itu maka bakhil adalah dasar jiwa manusia. Yang akan memerangi rasa bakhil itu lain tidak hanyalah iman. Ada kepercayaan dalam hati bahwa harta yang dikeluarkan itu pasti akan datang gantinya. Sebab harta yang telah ada itupun dahulunya tidaklah ada pada kita. Kemudian itu disebutkan pula, ke mana saja harta yang amat dikasihi itu hendak diberikan Pertama-tama disebut "Kepada keluarga yang hampir." Di sini kita bertemu lagi kehalusan al-Quran di dalam membimbing jiwa manusia menempuh jalan kebajikan. Sesudah dibuka rahasia hati manusia, bahwa sebenamya di dalam hati kecilnya manusia itu terlalu sayang akan mengeluarkan harta yang amat dicintainya itu , yang telah dikumpulkannya dengan susah-payah, maka supaya jangan terasa berat benar bercerai dengan harta itu , disebutlah orang pertama yang patut diberi harta, hadiah, bantuan dan sokongan. Yaitu keluarga yang terdekat. Entah saudara kandung yang melarat, entah paman yang miskin. Karena meskipun dua orang seibu dan seayah pada masa kecil hidup di bawah satu atap satu rumah, namun tatkala telah dewasa akan dibawa untung nasib masingmasing, ada yang.jaya dalam perjuangan hidup dan ada yang tiap bergantung tiap jatuh. Dahulukanlah mereka! Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

"Sedekah kepada orang miskin adalah semata-mata sedekah. Tapi kepada keluarga terdekat rahim dia jadi dua, yaitu sedekah dan menghubung tali kasih-sayang." (Dirawikan oleh Ahmad, Termidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, al Hakim dan al-Baihaqi

dari Hadis Salman bin Amir). Malahan tersebut pula di dalam suatu riwayat dari Zainab isteri Abdullah bin Mas'ud, bahwa Zainab ini seorang perempuan yang kaya, sedang suaminya (Ibnu Mas'ud) miskin, dan diapun memelihara pula beberapa anak yatim, mungkin dari suaminya yang dahulu. Zainab bertanya kepada Rasulullah s.a.w.; adakah pahala untuknya, sebab dia kaya daripada suaminya, jika dia yang memberi nafkah untuk suaminya. Rasulullah s.a.w. menjawab:

"Untuk engkau akan dapat dua pahala. Pertama pahala sedekah, kedua pahala qarabat (kekeluargaon)." (Hadits ini dirawikan oleh Bukhari dan Muslim). Kemudian datanglah sambungan ayat, tentang siapa lagi yang patut dibantu (yang kedua): "Dan anak-anak Yatim. Tentang anak yatim kelak akan ditemui banyak ayat di dalam al-Quran, baik terhadap anak yatim yang kaya, sebagai tersebut di ayat-ayat pertama dari Surat an-Nisa', ataupun anak yatim yang miskin. Sampai Nabipun pernah bersabda bahwa satu rumah tangga yang bahagia ialah rumah tangga yang memelihara anak yatim dengan baik. Rumah itu akan diliputi oleh rahmat Allah. Niscaya pula anak yatim dari keluarga terdekat (karib kerabat) lebih diutamakan dari yang lain. Selanjutnya disebutkan pula yang ketiga: "Dan anak perjalanan." Menurut tatsiran Ibnu Abbas, menurut riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim, anak perjalanan ialah tetamu yang singgah menumpang bermalam ke rumah kaum Muslimin. Menurut Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sama juga dengan itu, yaitu orang musafir, di dalam perjalanan , lalu singgah menumpang ke rumah kita, maka selenggarakanlah dia dengan baik. Beri makan dan tempat bermalam, dan kalau kita mampu berilah sokongan belanja perjalanannya. Keempat: "Dan orang-orang yang meminta." Dalam adab sopan Islam, kalau belum terdesak benar, janganlah minta bantu kepada orang; Sebab tangan yang di atas (memberi) lebih mulia dari tangan yang di bawah (meminta atau menadah). Sebab itu kalau iman seseorang telah mendalam, kalau tidak terdesak benar, tidaklah dia akan meminta. Oleh sebab itu bagi seorang yang mampu, yang ingin berbuat kebajikan menurut ajaran Allah, kalau telah sampai terjadi seorang meminta kepada kita, sekali-kali janganlah pengharapannya dikecewakan. Makanya dia meminta kepada kita, sedang harga

dirinya sebagai mu'min merasa berat menadahkan tangan kepada sesama manusia meminta-minta, adalah karena dia,percaya bahwa permintaannya itu tidak akan di kecewakan. Maka janganlah sampai air mukanya jatuh karena harapannya dihampakan. Khabamya korwn di negeri Islam Sudan rasa harga diri karena iman itu, walaupun dalam keadaan melarat, masih dipelihara oleh setengah orang ngan sebaik-baiknya. Pemah satu rumah tertutup saja sudah beberapa hari. Maka tetangga yang juga beriman melihat keadaan yang demikian, telah membuka pintu rumah itu dengan paksa. Mereka dapati seisi rumah, sejak dari kepala rumahtangga, sampai kepada isteri dan anak-anaknya didapati sudah hampir mati kelaparan. Mereka bersedia mati lapar daripada menadahkan tangan meminta-minta. Jiwa mereka belum jatuh karena kemiskinan . Cerita seperti ini adalah hal yang jarang sekali terjadi. Adapun yang lebih banyak kejadian di zaman kini ialah karena fakir orang bisa menjadi kafir. Oleh karena kemiskinan perempuan muda pergi melacurkan diri dan orang laki-laki menjadi penghuni kolong jembatan. Bertambah jauh orang dari bimbingan agama, bertambah kusut kehidupan mereka, sehingga terjadilah di dalam masyarakat keadaan yang menyolok mata, perbedaan yang terlalu menyolok mata di antara orang yang mampu dengan orang yang miskin, Agama Islam mengajarkan betapa pentingnya shalat berjamaah, supaya di antara yang miskin dengan yang kaya selalu dapat bertemu, dan yang kaya dapat membantu. Hadits Nabipun dengan tegas mengatakan bahwa syarat daripada iman kepada Allah dan hari akhirat, satu di antaranya ialah hubungan yang baik di antara bertetangga. Di sini dapat dilihat dengan jelas bagaimana besar perbedaan ajaran Islam dengan Sosialisme. Bagi Islam, untuk memperbaiki masyarakat dan meratakan keadilan sosial, hendaklah diperbaiki terlebih dahulu dasar sendi pertama sosial (masyarakat) itu. Dasar sendi pertama ialah jiwa seseorang. Ditanamkan terlebih dahulu di jiwa orang seorang rasa Iman kepada Allah dan Hari Akhirat, lalu iman itu mengakibatkan rasa kasih-sayang dan dermawan Kesadaran peribadi setiap orang dalam hubungannya dengan Allah, manusia, alam sekitar dan kedudukan dirinya di tengah semuanya, itu, di sanalah sumber Keadilan Sosial. Sebab itu pernah tersebut di dalam suatu Hadits, bahwasanya jika ajaran ini telah diamalkan, akan datang suatu masa tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat; karena semua orang wajib berzakat. Dan ini pernah tercapai dalam masyarakat Islam, sebagai disaksikan dalam sejarah Khalifah Umar bin Abdil Aziz. Sosialisme ajaran Marx, tidak mengakui adanya Tuhan. Sebab itu tidak juga

mengakui adanya jiwa atau nyawa atau roh.manusia. Bagi mereka orang seorang atau peribadi tidak ada. Yang ada adalah masyarakat, sosial. Tinggi atau bobrok moral bukan soal; yang soal ialah segala hajat keperluan setiap orang hendaklah diatur oleh masyarakat. Masyarakat itu ialah pemegang tampuk kekuasaan, atau pemerintah negara. Orang seorang akan senang hidupnya apabila alat produksi yang penting sudah dikuasai negara. Sejak Revolusi Oktober 1917 ajaran Sosialisme semacam ini telah mulai dilancarkan di Rusia. Maka naiklah kekuasaan kaum buruh dan tani, soko gurunya proletar. Kekuasaan mesti dikuatkan dengan diktator . Setelah di Rusia (Perang Dunia Pertama) mengikutilah negara-negara sosialis yang lain sesudah Perang Dunia Kedua. Di Rusia telah 50 tahun sampai sekarang dan negara-negara pengikutnya sudah ada yang 20 tahun. Yang nyata bukanlah keadilan sosial yang merata menurut teori Karl Marx itu, tetapi kemiskinan yang merata di antara rakyat banyak, di antara masyarakat seluruhnya dan kekuasaan mutlak pada partai yang berkuasa, yaitu kaum Komunis, dan tidak berhenti bunuh membunuh sesama sendiri di dalam merebut kekuasaan itu. Seorang Komunis. bernama Milovan Jilas yang telah mengalami sendiri kegagalan ajaran sosiafisme itu menulis sebuah buku menguraikan bahwa hasil yang nyata dari sosialisme itu ialah timbulnya "Kelas Baru". Kelas Baru itu menurut Milovan Jilas ialah tuan-tuan besar penguasa Komunis yang telah sampai ke puncak kekuasaan dengan menindas orang banyak yang mereka namai rakyat , yang menurut kata mereka yang berkuasa itu, mereka naik ialah atas nama rakyat itu. Maka dalam negeri-negeri komunis, dibagi-ratalah kemiskinan dengan adil terhadap rakyat. Adapun penguasa sendiri, saking adilnya, tidaklah mendapat apaapa yang bernama kemiskinan. Mereka biarkan menerima kekayaan dan kemewahan dan berbagai fasilitas saja ! . Apabila Islam memulai keadilan sosial itu terlebih dahulu dengan memperbaiki jiwa seseorang, menegakkan satu peribadi yang mu'min, percaya kepada Allah dan cinta kepada sesama manusia, dermawan dan sudi menafkahkan harta pada jalan Allah, bukan berarti bahwa pemerintah Islam tidak mengontrolnya. Orang yang enggan mengeluarkan zakatnya bisa dirampas harta-bendanya . Ibnu Hazm, mujtahid Andalusia yang besar, dan salah seorang pemuka dari Mazhab Zahiri, mengeluarkan fatwa, bahwa apabila seorang terdapat mati kelaparan di dalam kampung Islam, maka lmamul A'zham (Penguasa Negara Tertinggi) harus menyelidiki seisi kampung, apa sebab maka ada orang mati

kelaparan di sana. diselidiki siapa tetangganya, siapa keluarganya terdekat yang harus bertanggungjawab. Kalau tidak dapat juga dicari itu maka seluruh isi kampung dikenakan denda diyat, yaitu ganti nyawa. Dan faham Ibnu Hazm ini tidak dibantah oleh mujtahid yang lain.Ijtihad Ibnu Hazm inipun sudahlah satu dasar pemikiran keaditan sosial dalam Islam. Kelima "Dan penebus hamba sahaya. " Sebagaimana telah kita maklumi di dalam sejarah manusia hidup dalam dunia ini, sejak beribu-ribu tahun, telah terjadi ada manusia yang dirampas kemerdekaannya, lalu mereka itu disebut budak, atau hamba sahaya. Perbudakan pada zaman purbakala itu terjadi karena adanya peperangan dan penaklukkan suatu negeri. Penyerang yang menang menjadikan penduduk negeri yangditaklukkan itu menjadi budak. Dan apa juga di zaman purbakala perbudakan timbul oleh karena seseorang terlalu banyak dan besar hutangnya kepada seseorang yang kaya, lalu dia menyerahkan diri buat diperbudak sebagai pembayar hutangnya. Oleh sebab itu maka Nabi Muhaminad s.a.w. seketika diutus Tuhan membawa ajaran Islam telah mendapati perbudakan itu. Padahal pada hakikatnya, ajaran Islam yang berdasar Tauhid dan kasih-sayang sesama manusia itu, tidaklah menyukai perbudakan. Tidaklah masuk di akal kalau agama yang suci menyukai pemerasan tenaga manusia oleh sesama manusia. Oleh sebab itu membrantas perbudakan dan mengembalikan kemerdekaan manusia adalah salah satu maksud utama dari Islam. Cuma cara atau taktik di dalam mencapai maksud yang mulia itu, harus disesuaikan dengan keadaan ruang dan waktu, atau zaman dan makan (tempat). Di zaman Rasulullah s.a.w. perbudakan itu ada dalam seluruh masyarakat, ada dalam seluruh bangsa, diterima sebagai suatu kenyataan. Sebab peperangari-peperangan tidak berhenti-henti. Sejak sebelum Nabi s.a.w. diutus telah terjadi peperangan-peperangan yang tidak putus-putus di antara bangsa Romawi dengan bangsa Persia. Dan lantaran itu terjadi tawan-menawan, memperbudak atau diperbudak. Islam sendiripun mengalami demikian. Dia berperangdengan musuh-musuhnya, dia memerangi dan diperangi. Dia menawan dan ditawan. Maka kalau Nabi Muhammad s.a.w. menghapuskan perbudakan secara langsung di waktu itu dengan tindakan sepihak tentu merugikan Islam. Tidak masuk difikiran sihat kalau musuh yang ditawan dibebaskan saja, padahal

pihak kita yang ditawan musuh tidak akan mereka Iepaskan. Oleh sebab itu anjuran kebajikan yang dapat dilakukan pada zaman itu ialah menganjurkan kepada yang empunyd budak agar rrremerdekakan budaknya. Memerdekakan budak adalah termasuk budi dan akhlak tertinggi dalam Islam. Nanti pada ayatayat yang lain selanjutnya akan di dapat keterangan-keterangan yang lebih panjang tentang memerdekakan budak. Banyak perbuatan salah menurut hukum, didenda dengan memerdekakan budak. Seumpama menebus sumpah (al. Maidah ayat 91), kaffarah (denda) zhihar, yaitu menyerupakan punggung isteri dengan punggung ibu, sehingga isteri tidak.dapat dipergauli Iagi (Surat al Mujadalah ayat 3), kaffarah membunuh dengan tidak sengaja dan kesilapan (Surat an-Nisa' ayat 91), baik yang terbunuh itu sesama orang Islam ataupun orang yang bukan Islam. Atau denda karena terlanjur bersetubuh dengan isteri di siang hari bulan puasa (menurut Hadits Shahih). Dan lain-lain sebagainya; denda dengan memerdekakan budak. Adapun dalam ayat ini bukanlah denda, tetapi anjuran mempertinggikan perbuatan kebajikan dengan menyediakan harta untuk memerdekakan budak. Ada namanya budak yang mukatab: yaitu seorang budak mengikat janji' (kontrak) dengan tuan yang menguasainya, bahwa kalau dia dapat mengganti kerugian tuannya itu, dengan membayar sekian, diaakan dimerdekakan. Maka kalau ada seorang mu'min yang mampu mendengar berita itu, hendaklah dia menyediakan hartabendanya untuk membantu budak itu. Budak mukatab berhak menerima zakaf. Atau membeli seorang budak, lalu memerdekakannya. Ataupun memberi hadiah kemerdekaan kepada seorang hambasahaya sendiri oleh karena jasa-jasanya yang telah diperbuatnya. Bahkan seorang budak perempuan, boleh dibayar maskawin (maharnya) dengan menghadiahkan kemerdekaan kepadanya. Sehingga dengan pemberian kemerdekaan itu, si tuan yang telah menjadi suami itu tidak usah membayar mahar Iagi. Kemerdekaan adalah hadiah yang paling tinggi! Secara resminya sejak 100 tahun yang akhir ini tidak ada perbudakan lagi, karena telah dihapuskan menurut undang-undang bangsa-bangsa. Tetapi peperanganpeperangan masih berlaku, namun budak masih ada. Tawanan-tawanan perang masih dikerahkan menjadi budak, sebagai yang dilakukan Rusia terhadap beribu tawanan perang Jepang yang dikirim ke Siberia. Sebab itu perbudakan belum hilang meskipun coraknya telah lain. Lantaran itu perjuangan bangsa-bangsa menuntut kemerdekaan manusia, atau bangsa-bangsa dari penjajahan, termasuklah

kebajikan yang tertinggi jua adanya. Setelah diterangkan dasar-dasar pada jiwa yang harus terlebih dahulu ditanamkan, barulah lanjutan ayat berikutnya yang keenam: "Dan mendirikan ' shalat." Tegas di dalam ayat ini bahwasanya. shalat bukanlah semata-mata dikerjakan, melainkan didirikan. Artinya, timbul dari dasar iman dan kesadaran. Tidaklah lagi orang merasa keberatan mendirikan shalat itu, karena dia telah ditimbul daripada iman kepada Allah dan kasih-sayang kepada sesama manusia; tidak lagi shalat karena semata-mata menghadap muka atau beralih paling ke pihak timur atau ke pihak barat. Tidak lagi shalat karena turut-turutan, atau tunggang-tunggik ke atas ke bawah; berdiri, sujud, duduk dan lain sebagainya, padahal kosong daripada iman. Niscaya shalatnya itu menghadap kiblat; itu sudah terang. Tetapi karena iman dan kasih-sayang sudah terhunjam dalam jiwanya, maka bukan saja tagi mukanya yang dihadapkartnya kepada kiblat , melainkan batinnya yang terlebih dahulu dihadapkannya kepada Tuhan, sebagai dinyatakan di dalam doa pembukaan shalat:

"Aku hadapkan , wajahku kepada Dia. Yang mencipfakan semua Iangit dan bumi, muka yang lurus lagi menyerah, dan tidaklah aku termasuk orangorang yang mempersekutu kan yang lain dengan Tuhan.Di sinilah baru berarti shalat yang dia kerjakan. Shalat yang hidup bukan shalat yang mati. Shalat yang khusyu bukan shalat yang hanya kulit perbuatan. Seorang pujangga Islam , Syaikh Mustafa al-Ghalayini berkata: "Suatu amal hendaklah dengan ikhlas, sebab ikhlas adalah jiwa amal. Amal yang tidak disertai ikhlas , adalah laksana bangkai . Ada kerangkanya tapi tidak ada nyawanya." Di pangkal ayat sudah disebutkan bahwa memalingkan muka ke timur ataupun ke barat, belumlah bernama kebajikan. Kebajikan ialah apabila jiwa terlebih dahulu diisi dengan iman, dibuktikan dengan kasih sayang kepada manusia, dan dengan demikian timbullah shalat. Sebab shalat hendaklah timbul dari iman dan cinta kasih. Kemudian datanglah lanjutan ayat (ketujuh): "Dan mengeluarkan zakat "

Jaranglah terpisah di antara mendirikan shalat dengan mengeluarkan zakat. Terlaiu banyak kita bertemu dengan ayat yang kembar itu, shalat dan zakat. Sebab shalat adalah alamat kepatuhan kepada Tuhan dan zakat adalah kasih sayang dalam masyarakat. Tadi, sebelum menerangkan bahwa iman yang kokoh itu menimbulkan shalat yang khusyu', terlebih dahulu diterangkan betapa besarnya pengaruh iman untuk menimbulkan kasih-sayang kepada sesama manusia, sehingga hati lapang dan hati pemurah mengeluarkan harta yang dicintai untuk membantu keluarga dan fakirmiskin dan anak yatim dan seserusnya. Sekarang seteiah selesai menerangkan kepentingan mendirikan shalat sebagai bukti iman, diulang pula sekali lagi. Yaitu mengeluarkan zakat; seka!i lagi disebut kemurahan hati mengeluarkan harta yang dicintai. Ada agaknya orang yang akan bertanya, apa perlunya lagi menyebutkan mengeluarkan zakat, padahal tadi di atas sudah dijelaskan bahwa alamat kebajikan ialah kemurahan hati mengeluarkan harta yang dicintai? Jawabnya ialah bahwasanya ini bukan kata berulang. Mengeiuarkan harta yang amat dicintai, untuk membantu keluarga terdekat dan fakir miskin tidaklah tergantung kepada zakat saja. Orang yang beriman dan berbuat kebajjkan, akan senantiasa mengeluarkan harta yang dicintainya, guna pembantu orang yang melarat, walaupun dia tidak wajib berzakat karena syaratsyarat untuk berzakat, karena nishab harta dan bilangan setahun belum cukup. Mengeluarkan zakat tiap tahun adalah minimum, ukuran paling rendah. Zakat adalah kewajiban tertentu tiap tahun, kewajiban routin Tetapi banyak lagi pintu lain di luar zakat , yang timbul dari hati yang dermawan Ada sadaqoh Tathawwu', sedekah sukarela yang tidak wajib menurut hukum Fiqh , tetapi wajib menurut perasaan halus budiman. Ada orang yang membagi sepiring nasi yang sedianya akan dimakannya sendiri, untuk fakir miskin yang mengharapkan bantuannya. Ada sedekah yang bernama hadiah, bernama hibah, bernama ihsan dan ada yang bernama wakaf. Semuanya itu adalah dalam golongan mengeluarkan harta yang dicintai tadi. Orang Islam wajib mengeluarkan zakat fithrah seketika puasa Ramadhan telah selesai dikerjakan. banyaknya hanya sekitar tiga seperempat liter atau dua setengah kilo beras. Tetapi tidak ada halangan, malahan dianjurkan berfithrah satu karung beras ! Dari deretan dua kata senafas, yaitu mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat,

kita telah dapat intisari daripada ayat ini. Di pangkal ayat dikatakan bahwa semata-mata memalingkan muka ke timur ataupun ke barat, artinya semata-mata hanya shalat tunggang-tunggik, belum tentu seseorang berbuat baik. Dengan datangnya lanjutan ayat menyebut mendirikan shalat, sekali lagi menjadi jelas bahwa shalat tetap wajib. Khususnya shalat lima waktu, sebagai hasil dari iman. Kalau iman telah mendalam, dengan sendirinya orang tidak merasa puas hanya dengan shalat lima waktu. Orangpun hendak mengiringinya dengan shalat nawafil, shatat-shalat sunnat. Dan dengan datangnya kata mengeluarkan zakat ternyata pula bahwasanya mengeluarkan harta yang dicintai dengan sukarela belumlah cukup. Hendaklah dia dipandangsebagai kewajiban, yang berdosa kalau tidak dikeluarkan. Kalau tidak akan sanggup mengeluarkan banyak, namun sekedar yang wajib karena nisabnya dan tahunnya telah sampai, hendaklah dikeluarkan. Di dalam sejarah pernah disebutkan seorang dermawan dan hartawan besar yang tidak sempat berzakat. Itulah Ma'an bin Zaaidah. Yang hidup menemui dua masa, yaitu ujung pemerintahan Bani Umaiyah dengan pangkal pemerintahan Bani Abbas. Dia masyhur kaya raya menurut ukuran zaman itu, dari perkebunan dan peternakan. Sumber kekayaannya amat besar..dan selalu dia memberi orang hadiah, murah tangan, sehingga setelah tahun habis, dia tidak dapat berzakat lagi. Karena harta yang akan dihitung nisabnya itu telah habis terlebih dahulu. Dan tahun berganti, dan kekayaannya tumbuh lagi, dan didermakannya lagi. Kemudian datanglah lanjutan ayat (kedelapan): "Dan orang-orang yang memenuhi akan janji mereka apabila mereka telah berjanji." Janji kita ada dua macam. Pertama.janji dengan Tuhan. Kedua janji dengan manusia. Kehidupan ini seluruhnya diikat dengan janji. Mengakui sebagai hamba dari Allah, artinya akan menepati janji dengan Allah. Naik saksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, artinya ialah janji bahwa awak akan mematuhi segala perintah dan larangan Rasul. Kedua ialah janji dengan sesama manusia. Seluruh hidup kita ini adalah ikatan janji belaka. Mendirikan suatu negara adalah suatu janji bersama hendak hidup dengan rukun, kepentingan diriku terhenti bilamana telah bergabung dengan kepentingan kita bersama; itulah negara. Perang dan damai di antara negara dengan negara adalah ikatan janji. Bahkan akad-nikah seorang ayah ketika dia menyerahkan anak perempuan nya kepada seorang lakilaki untuk menjadi isteri orang itu, yang dinamai ijab , lalu disambut dan diterima oleh si laki-laki di hadapan dua saksi, yang dinamai qabul, adalah janji.

Seorang Khalifah atau Amirul-Mu'minin, gelar tertinggi dalam Daulah Islamiyah, ketika akan naik ke atas singgasana kekuasaan, lebih dahulu berjanji dengan rakyat yang mengangkatnya; yaitu janji yang dinamai ba'iat. Seorang banyak memegang tangan Khalifah lalu mengucapkan janji bahwa mereka akan taat-setia kepada beliau selama beliau masih menegakkan kebenaran dan keadilan yang digariskan Allah dan Rasul. Dan diapun berjanji akan menjalankan itu dengan segenap tenaga yang ada padanya. Maka kalau yang mengangkat mungkin, Khalifah berhak menuntut pertanggung jawab mereka. Tetapi kalau Khalifah sendiri yang tidak setia memegang janji, Tuhan membuka kesempatan kepada yang mengangkat itu buat mema'zulkannya, menurut sabda Nabi .

"Tidak ada ketaatan terhadap seorang makhlukpun pada sikap mendurhukai Kholiq." Menilik hal ini dapatlah diambil kesimpulan bahwasanya Allah telah menganugerahkan Hak-hak Asasi kepada manusia, dengan memberikan akal kepadanya, untuk menjadi Khalifah Allah di muka bumi, lalu manusia memilih suatu pemerintahan yang mereka sukai , lain mereka serahkan kekuasaan yang dianugerahkan Tuhan itu kepada salah seorang yang mereka percayai bisa memikul amanat yang mereka berikan. Dengan syarat bahwa orang itu akan tetap setia kepada Undang-undang Dasar Yang Maha Suci, yaitu perintah Allah dan Rasul. Setelah orang itu menyerahkan kesediaannya, diapun dibai'at . Lantaran itu nyatalah bahwa teori kenegaraan yang dinamai oleh Jean Jeaques Rousseau (1712-1778) "Contract Sosial", oleh pengikut Nabi Muhammad s.a.w. telah dipraktekkan pada tahun 632 M (11 H), dengan pengangkatan Khalifah Rasulullah yang pertama, Saiyidina Abu Bakar asShiddiq. Yaitu 1080 tahun sebelum Rousseau lahir. Maka seluruh kehidupan manusia di dunia ini adalah mata rantai belaka daripada ikatan janji baik janji ke atas , yaitu kepada Tuhan , ataupun janji ke bawah kepada sesama makhluk. Maka orang yang mengakui beriman, belumlah dia mencapai kebajikan , meskipun dia telah shalat , telah dermawan , telah mengeluarkan zakat , kalau dia tidak teguh memegang janji.

Ada orang yang teguh memegang janjinya dengan manusia, tetapi rapuh janjinya dengan Tuhan. Seumpama satu perkumpulan agama yang sedang musyawarat mengatur siasat perjuangan Islam. Saking asyiknya rapat, teledor dia shalat ashar. Ada pula orang yang teguh janjinya dengan Tuhan, shalat di awal waktu, tetapi anaknya tidak diberikan pendidikan yang baik, atau isterinya tidak diberikan nafkah. Oleh sebab itu mungkir janji dengan manusiapun berarti memungkiri janji dengan Allah. Pemah terdengar berita bahwa di satu negara, pemimpin tertinggi negara itu dituduh melanggar Undang-undang Dasar negaranya. Lalu dia menjawab, bahwa dia hanya bertanggungjawab kepada Tuhan saja, memang! Orang bertanggungjawab kepada Tuhan saja, tetapi Tuhan pula yang memerintahkan dengan ayat yang tengah kita kaji ini, supaya dia mempertanggung jawabkan pelanggarannya itu kepada sesama manusia yang telah mengikat janji dengannya. Maka janji dengan sesama manusia pada hakikatnya adalah janji dengan Allah jua, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Lanjutan ayat (kesembilan): "Dan orang-orang yang sabar di waktukepayahan dan kesusahan dan seketika peperangan. Di sinilah kita bertemu kunci rahasia dari iman dan kebajikan. Di dalam membina iman dan kabajikan, syaratnya yang utama ialah sabar. Mulut bisa dibuka lebar buat menyerukan iman. Beribu-ribu orang tampil ke muka menyerukan iman, tetapi hanya berpuluh yang dapat melanjutkan perjalanan. Sebahagian terbesar jatuh tersungkur di tengah jalan karena tidak tahan menderita, karena tiada sabar. Di sini disebutkan ujian pertama ialah kepayahan ; termasuk di dalamnya kemiskinan dan serba kekurangan. Kurang sandang,kurang pangan. Kekurangan alat untuk berjuang, kekurangan.belarija untuk mengatasi kesulitan. Kadangkadang bagai gunung kesulitan yang ditempuh, namun kita mesti terus menegakkan iman. Kesulitan dan rintangan kedua ialah kesusahan. Kesusahan ialah lantaran penyakit. Baik penyakit rohani apatah lagi karena penyakit jasmani. Kadang-kadang seisi rumah yang tadinya hidup tenteram dan mempunyai rezeki yang lumayan , tiba-tiba tiang keluarga yang berusaha ditimpa sakit payah, ataupun langsung mati: Rencana semuanya jadi gagal. Kesulitan yang ketiga ialah kesulitan yang dihadapi seketika peperangari. Susunan hidup yang lama berubah samasekali. Dahulu kita

jarang merasai itu. Tetapi setelah sejak 1939, seketika bangsa Belanda mulai berperang , sampai tahun 1942 tentara Jepang merebut kuasa di negeri kita. Kemudian itu perjuangan kemerdekaan pada iahun 1945, sampai pada perjuangan selanjutnya, kita telah mengerti apa artinya suasana perang.. Betapa banyaknya manusia yang jatuh imannya karena tidak sabar. Berapa banyaknya timbul apa yang dinamai:'orang kaya baru;' menangguk harta dari jalan yang tidak halal. Mengambil keuntungan dari kesusahan orang lain. Berapa banyaknya orang yang runtuh iman, hancur pendirian dan hilang lenyap nilai sebagai manusia. Maka orang yang tidak sabar menghadapi serba-serbi kesusahan itu, tidaklah mereka akan mengerti apa yang dinamai kebajikan. Di dalam saat susah itulah iman diuji. Orang yang beriman berpandangan jauh. Mereka mempunyai kepercayaan bahwa keadaan tidak akan selalu begitu-begitu saja. Sesudah susah mestilah akan timbul kemudahan. Bahkan iman mengajarkan bahwa di dalam susah itu selalu terdapat kemudahan. Tidak ada dalam dunia,satu saatpun yang hanya semata susah ataupun semata mudah. Pedoman kesusahan dan kemudahan tidaklah terletak di luar, melainkan di dalam diri kita sendiri. Lantaran itu dapatlah dikatakan bahwasanya jalan kebajikan yang telah digariskan dalam ayat, yaitu sejak daripada iman kepada Allah dan hari akhirat, kepada,Malaikat dan Kitab dan Nabi-nabi; sampai kepada kesudian berkurban, mengeluarkan harta benda yang dicintai untuk menolong orang-orang yang patut ditolong, sampai kepada mendirikan shalat dengan khusyu dan mengeluarkan zakat dengan hati rela, dan keteguhan memegang janji, semua susunan itu akan runtuh belaka kalau tidak ada sendi utamanya, yaitu sabar. Kita di dunia mempunyai banyak keinginan dan cita-cita: Kadang-kadang kita mengharap kan sesuatu daripada Allah dengan sangat rindu. Tetapi kadangkadang kita lupa kelema han kita, bahwa kita yang diatur oleh Tuhan, bukan kita yang mengatur Tuhan. Kita meminta segera hendaknya kesusahan hilang, dan kita meminta segera hendaknya permintaan dikabulkan. Kalau kehendak kesegeraan itu tidak lekas dikabulkan, kitapun mendongkol. Kitapun tidak sabar lagi. Maka yang menggagalkan kita bukanlah orang lain, melainkan diri kita sendiri. Ketahuilah bahwasanya tidak kurang daripada 98 ayat di dalam al-Quran yang menyebutkan keutamaan sabar. Sesudah semuanya itu diisi menurut tertibnya, barulah datang lanjutan ayat: "Mereka ilulah orang-orang yang benar."

Artinya, isilah semuanya itu dengan tertib, mulailah dengan iman, turutilah dengan rasa cinta kepada sesama manusia, dan iringilah lagi iman kepada Allah dengan shalat yang khusyu`, lalu berzakatlah bila telah datang waktunya dan teguhlah memegang janji, karena binatang diikat dengan tali, sedang manusia diikat dengan katanya sendiri. Dan sabarlah memikul tugas hidup itu semuanya. Kalau ini semuanya sudah diisi, barulah pengakuan iman dapat diterima oleh Allah, dan barulah kita terhitung dan termasuk dalam daftar Tuhan sebagai seorang yang benar, yang cocok isi hatinya dengan amalannya. Lalu di ujung ayat menjelaskan lagi: "Dan mereka. itulah orang-orang yang bertakwa." (ujung ayat 177). Kita sudah tahu arti asli dari takwa , yaitu pemeliharaan. Itulah orang yang selalu memelihara hubungannya dengan AIlah. Mereka selalu berusaha, sehingga martabat imannya bukan menurun; melainkan selalu mendaki kepada yang Iebih tinggi . Dengan penutup ayat menyebut bahwa itulah orang-orarg yang bertakwa, menjadi lebih jelaslah bahwasanya setiap saat kita wajib memelihara hubungan kita dengan Allah. Tingkat iman kita harus diusahakan bertambah tinggi, jangan bertambah menurun. Pokok hidup adalah keteguhan jiwa, kekuatan peribadi. Jangan sampai kita mengerjakan agama hanya pada kulit saja. Shalat tunggak tunggik , tetapi jiwa gelap: Sebab hanya karena keturunan belaka. Banyak orang yang taat shalat , padahal tidak tahan kena cobaan. Ada orang yang taat shalat, padahal dia bakhil; saku-sakunya dijahitnya, tidak mau menolong orang lain. Banyak orang yang shalat, padahal pemungkir janji. Sebab ini kehidupan yang sejati tidak diisinya, yaitu takwa. Ada juga orang yang kelihatan taat selain shalat dan puasa, diapun berzikir, dia tekun i'tikaf dalam mesjid. Tetapi setelah ditanyakan mengapa dia setaat itu, dia menjawab karena dia mengharapkan pahala sekian dan sekian , untuk dirnya. Sebab itu cara berfikirnya ialah untuk kapentingan dirinya sendiri, baik di dunia ataupun di akhirat. Setelah direnungkan ayat 177 ini dengan, seksama, teringatlah kita akan sebuah tatsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas , menurut riwayat yang dirawikan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abbas berkata:

"Ayat ini diturunkan di Madinah. Tafsirnya ialah bahwa : Tuhan telah bersabda kebajikan itu bukanlah semata-mata telah mengerjakan shalat. Tetapi kebajikan ialah apa yang telah teguh (berurat berakar) di dalam hatimu, dari rasa taat kepada Allah. Shalat lima waktu sudah nyata wajib. Dia adalah tiang agama. Kitapun dianjurkan menambah nya dengan shalat-shalat sunnat yang berasal dari ajaran Rasulu!lah. Tetapi ayat ini telah memberi ketegasan , bahwa kewajiban mengerjakan tiang agama itu,yang kamu kerjakan dengan susah-payah, akan tetapi tidak ada artinya untuk membangunkan kebajikan , kalau rasa takwa tidak selalu dipupuk. Karena takwa itulah yang meninggikan akhlak, menimbulkan budi pekerti, dermawan , peneguh janji dan sabar menderita.