makalah masyarakat madani
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………… 2
1.2 Tujuan ………………………………........ 4
1.3 Rumusan masalah ........................................................ 4
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka …………………………............................. 5
BAB IV : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani …………………………… 8
2.2. Karakter Masyarakat Madani …………............................ 11
2.3. Problematika Masyarakat Madani di Indonesia ………........ 13
2.4. Kontradiksi Prinsip Madani Dengan Penerapan Politik, Ekonomi Serta Hukum Di Indonesia ........................................................ 15
BAB V : PENUTUP
Kesimpulan ……………………………….........................…... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 18
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera
sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur
bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem
kenegaraan muncul, seperti demokrasi.
Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan
kualitas sumber daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua bidang
pembangunan bergerak secara terpadu yang menjadikan manusia sebagai
subjek. Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat
menyentuh keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan
masyarakat merupakan sebuah proses yang dapat merubah watak, sikap dan
prilaku masyarakat ke arah pembangunan yang dicita-citakan. Indikator dalam
menentukan kemakmuran suatu bangsa sangat tergantung pada situasi dan
kondisi serta kebutuhan masyarakatnya.
Munculnya istilah masyarakat madani pada era reformasi ini, tidak
terlepas dari kondisi politik negara yang berlangsung selama ini. Sejak
Indonesia merdeka, masyarakat belum merasakan makna kemerdekaan yang
sesungguhnya. Pemerintah atau penguasa belum banyak memberi kesempatan
bagi semua lapisan masyarakat mengembangkan potensinya secara maksimal.
Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat madani, asalkan
semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan berkembang dan
dikembangkan.
Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang harus dilalui.
Untuk itu perlu adanya strategi peningkatan peran dan fungsi masyarakat
dalam mengangkat martabat manusia menuju masyarakat madani itu sendiri.
Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebahagian pejabat pemerintah,
politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat madani
(sebagai terjemahan dari kata civil society). Tampaknya, semua potensi
2
bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju masyarakat
madani yang merupakan cita-cita dari bangsa ini. Masyarakat madani
diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi
budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era
reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu
kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental
yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru.
Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan dikatakan akan
memungkinkan "terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-
nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan,
kebebasan dan kemajemukan [pluraliseme]" , serta taqwa, jujur, dan taat
hukum.
Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan
berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-
tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan
zaman, “diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-
tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn. Karena menurut Kuhn, apabila
tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma
lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan".
Landasan Undang-undang Tentang Masyarakat Madani Cita negara
madani dan demokratis terdapat di dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Ide mengenai masyarakat madani dan
demokratis yang tertuang dalam Pembukaan bahkan dipertahankan untuk
tidak dirubah manakala bangsa ini melakukan reformasi konstitusi.
Amandemen konstitusi sejak 1999 bahkan menunjukkan komitmen kuat
bangsa yang semakin mengkristal untuk hidup bernegara secara demokratis.
Pembukaan UUD 1945 sebagai bagian tak terpisahkan dari konstitusitelah
pula menegaskan bahwa negara yang dilahirkan ini adalah untuk mengabdi
pada rakyat, mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya: rakyat melayani
pemerintah. Pemerintah Negara Indonesia, demikian alinea IV Pembukaan
UUD 1945, memiliki kewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
3
dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah dan negara ini ada untuk
melindungi rakyatnya. Dalam negara Indonesia rakyatlah yang berdaulat .
Pilihan Republik sebagai bentuk negara menunjukkan bahwa di dalam negara
Indonesia yang berdaulat adalah orang banyak, bukannya sedikit orang entah
yang mengejawantah dalam monarki maupun oligarki, walau kalau ditilik
sejarahnya, negara Indonesia berasal dari himpunan ratusan kerajaan besar
kecil. Inilah cita negara demokrasi yang digagas oleh para pendiri bangsa, dan
terus dipertahankan oleh MPR manakala melakukan perubahan terhadap UUD
1945 sejak tahun 1999-2002.
B. Tujuan
a. Memahami serta mampu menerapkan konsep masyarakat madani
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Mewadahi para pembaca untuk menyadari betapa pentingnya
mewujudkan masyarakat madani.
C. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep masyarakat madani?
b. Apa saja Problematika masyarakat madani di Indonesia?
c. Apakah masyarakat Indonesia sudah bisa dikatakan Madani ?
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil
society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan
masyarakat. Cicero adalah orangBarat yang pertama kali menggunakan kata
“societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali
dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civilsociety berakar dari
pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketigaorang ini
mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan
otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond,
2003: 278).
Gellner (1995:2) menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud
manakala terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi
dan penindasan. Pendek kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu komunitas
yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan
adalah milik bersama. Setiap anggota masyarakat madani tidak bisa ditekan,
ditakut-takuti, dicecal, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari
demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat
madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yangabadi
dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri
utama masyarakat madani.
Cornelis Lay melihat substansi civil society mengacu kepada pluralitas
bentuk dari kelompok-kelompok independen (asosiasi, lembaga kolektivitas,
perwakilan kepentingan) dan sekaligus sebagai raut-raut dari pendapat umum dan
komunikasiyang independen. Ia adalah agen, sekaligus hasil dari transforma
sisosial (Cornelis Lay, 2004:61).
Sementara menurut Haynes, tekanan dari “masyarakat sipil” sering
memaksa pemerintah untuk mengumumkan program-program demokrasi,
5
menyatakan agenda reformasi politik, merencanakan dan menyelenggarakan
pemilihan umum multipartai, yang diawasi oleh tim pengamat internasional (Jeff
Haynes, 2000: 28).
Menurut AS Hikam, civil society adalah satu wilayah yang menjamin
berlangsungnya perilaku, tindakan, dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh
kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan
politik resmi. Ciri-ciri utama civil society, menurut AS Hikam, adatiga yaitu:
1. adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan
kelompok-kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan
dengan negara;
2. adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara
aktif dari warga negara melalui wacana dan praktis yang berkaitan dengan
kepentingan publik. dan
3. adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar tidak intervensionis.
Dalam arti politik, civil society bertujuan melindungi individu terhadap
kesewenang-wenangan negara dan berfungsi sebagai kekuatan moral yang
mengimbangi praktik-praktik politik pemerintah dan lembaga-lembaga
politik lainnya. Dalam arti ekonomi, civil society berusaha melindungi
masyarakat dan individu terhadap ketidak pastian global dan cengkeraman
konglomerasi dengan menciptakan jaringan ekonomi mandiri untuk
kebutuhan pokok, dalam bentuk koperasi misalnya. Oleh karena itu, prinsip
civil society bukan pencapaian kekuasaan, tetapi diberlakukannya prinsip-
prinsip demokrasi dan harus selalu menghindarkan diri dari interensi dari
pihak penguasa (Haryatmoko, 2003: 212). Perbedaan lain antara civil
society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah
modernitas, sedangkan modernitas adalah buah darigerakan Renaisans;
gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkanTuhan. Sehingga civil
society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena
6
meninggalkanTuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian
dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan
toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber
dari wahyu Allah (A. SyafiiMaarif, 2004: 84)
7
BAB III PEMBAHASAN.
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Wacana tentang Masyarakat Madani di Indonesia memiliki banya
kesamaan istilah dan penyebutan, namun memiliki karakter dan peran yang
berbeda satu dari yang lainnya. Dengan merujuk sejarah perkembangan
masyarakat sipil (civil society) di Barat, sejumlah ahli di Indonesia
menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa: masyarakt sipil yang
umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara
yang dikenal dewasa ini.
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga
berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad SAW pada tahun 622M. Masyarakat madani juga mengacu pada
konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn
Khaldun, dan konsep Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama)
yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan
(Rahardjoseperti yang dikutip Nurhadi, 1999).
Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan
Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen
penting yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun
kala itu, di samping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum
dan konstitusi sebuah masyarakat. Bahkan, dengan menyetir pendapat
Hamidullah (First Written Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam
Madinah ini adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia.
Konstitusi ini secara mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang
ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak asasi
manusia (HAM), jauh sebelum deklarasi Kemerdekaan Amerika (American
Declaration of Independence, 1997), RevolusiPrancis (1789), dan Deklarasi
Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan. Sementara itu konsep
8
masyarakat madani, atau dalam khazanah Barat dikenal sebagai civil society
(masyarakat sipil), muncul pada masa pencerahan (Renaissance) di
Eropamelalui pemikiran John Locke (abad ke-18) dan Emmanuel Kant (abad
ke-19). Sebagaisebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang
masyarakat Barat yangbiasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state
(negara). Dalam tradisi Eropa abadke-18, pengertian masyarakat sipil ini
dianggap sama dengan negara (the state), yakni suatukelompok atau kesatuan
yang ingin mendominasi kelompok lain. Barulah pada paruh kedua abad ke-18,
terminologi ini mengalami pergeseran makna.Negara dan masyarakat madani
kemudian dimengerti sebagai dua buah entitas yang berbeda.Bahkan kemudian,
Kant menempatkan masyarakat madani dan negara dalam kedudukanyang
berlawanan, yang kemudian dikembangkan oleh Hegel, menurutnya
masyarakat madanimerupakan subordinatif dari negara.
Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar
Ibrahim mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim,
sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem
sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan
antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu
dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang
berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. Ibrahim
juga menyebutkan definisi negatif dengan melukiskan keadaan manusia yang
bertentangan dengan ciri-ciri Masyarakat Madani. Lebih lanjut ia mengatakan
kemelut yang diderita umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap
melampaui dan tidak tasamuh kemiskinan dan kemelaratan ketidakadilan dan
kebejatan sosial. Kejahilan, kelesuan intelektual serta kemuflisan budaya
adalah manifestasi kritis masyarakat madani. Kemelut ini kita saksikan di
kalangan masyarakat Islam, baik di Asia maupun afrika, seolah-olah umat
terjerumus kepada satu kezaliman; kezaliman akibat kediktatoran atau
kezaliman yang timbul dari runtuhnya atau ketiadaan order politik serta
peminggiran rakyat dari proses politik.
9
Mengacu pada definisi ideal dan kondisi berlawanan Masyarakat Madani,
menurut Ibrahim, masyarakat sipil di kawasan Asia dan Afrika masih jauh dari
ciri-ciri ideal Masyarakat Madani. Masyarakat sipil di belahan dunia ini masih
berkutat dengan kemiskinan, ketidakadilan ketiadaan tatanan, peminggiran
politik dan kentalnya budaya tidak toleran. Dari kesimpulan Ibrahim, nampak
sekali cita ideal masyarakat sipil yang hendak ia rumuskan masih bersumber
pada realitas social masyarakat sipil di dunia Barat. Menurut Anwar Ibrahim,
masyarakat madani mempunyai ciri-cirinya yang khas: kemajemukan budaya
(multicultural), hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling memahami
dan menghargai. Lebih lanjut Anwar Ibrahim menegaskan bahwa karakter
Masyarakat madani ini merupakan "guiding ideas", meminjam istilah Malik
Bennabi, dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari masyarakat madani,
yaitu prinsip moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah dan demokrasi.
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo mendefinisikan
masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada
nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dalam masyarakat madani, warga
Negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan
solidaritas kemanusian yang bersifat non-negara. Selanjutnya Dawam
menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan
integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan
diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup
dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan ide-ide di atas, menurut Azyumardi Azra, masyarakat
madani lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia juga mengacu
pada pembentukan masyarakat berkualitas dan ber-tamadun (civility). Sejalan
dengan pandangan di atas, Nurcholish Madjid menegaskan bahwa makna
masyarakat madani berakar dari kata "civility" yang mengandung makna
toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima pelbagai macam
pandangan politik dan tingkah laku sosial.
10
2.2. Karakter Masyarakat Madani
Ciri-ciri Masyarakat Madani Masyarakat madani merupakan konsep yang
berwayuh wajah. Memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna
yang berbeda – beda. Bila merujuk pada pengertian dalam Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari
masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani
sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which
takesplace outside of government and the market”. Merujuk pada Bahmuller
(1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, antaralain ;
1. Terintegrasinya individu – individu dan kelompok – kelompok eksklusif ke
dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan – kepentingan yang
mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan – kekuatan
alternatif.
3. Terjembataninya kepentingan – kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi – organisasi volunter mampu memberikan masukan
– masukan terhadap keputusan – keputusan pemerintah.
4. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu –
individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
5. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga – lembaga
sosial dengan berbagai perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa “masyarakat
madani adalah sebuah masyarakat demokratis di mana para anggotanya
menyadari akan hak – hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan – kepentingan. Dimana pemerintahannya
memberikan peluang yang seluas – luasnya bagi kreativitas warganegara untuk
mewujudkan program – program pembangunan di wilayahnya.
Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali
jadi, yang hampa udara,taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep
11
yang cair dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus
– menerus. Dengan demikian kita sebenarnya memiliki tiga visi mengenai
masyarakat sipil dan negara. Pertama, kehadiran masyarakat sipil hanya
bersifat sementara dalam perkembangan masyarakat. Karena
kecenderungannya untuk rusak dari dalam, maka pada akhirnya masyarakat
sipil akan ditelan oleh negara, yakni sebuah negara ideal, yang merupakan taraf
perkembangan masyarakat yang tertinggi. Kedua, karena negara hanya
cerminan saja dari masyarakat sipil dan berfungsi melayani individu yang
serakah, maka negara akan diruntuhkan atau runtuh dengan sendirinya dalam
suatu revolusi proletar. Jika negara lenyap,maka yang tinggal hanya
masyarakat, yakni suatu masyarakat tanpa kelas. Dan ketiga, visi yang melihat
bahwa masyarakat sipil tidak saja bisa menjadi benteng kelas yang memegang
hegemoni, dalam hal ini kelas borjuasi, tetapi bisa pula menjalankan fungsi etis
dalam mendidik masyarakat dan mengarahkan perkembangan ekonomi yang
melayani kepentingan masyarakat.
Di lain pihak, masyarakat sipil sendiri juga terdiri dari organisasi-organisasi
yang melayani kepentingan umum, atau memiliki rasionalitas dan mampu
mengatur dirinya sendiri secara bebas. Bisa terjadi keduanya saling
mendukung, dalam arti buruk maupun baikdari segi kepentingan umum. Syarat
Masyarakat Madani Bila kita kaji, masyarakat di negara – negara maju sudah
dapat dikatakan sebagaimasyarakat madani. Maka, ada beberapa prasyarat
yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani. Yakni adanya
democratic government (pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa
secara demokratis) dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup
menjunjung tinggi nilai – nilai civil security, civil responsibility, dan
civilresilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat
masyarakat madani. Antaralain sebagai berikut ;
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam
masyarakat
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial
(social capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan
12
melaksanakan tugas – tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan
relasi sosial antar kelompok
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan.
Dengan kata lain, terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial
4. Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan
lembaga – lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum di
mana isu – isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat
dikembangkan
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya
sikap saling menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga –
lembaga ekonomi, hokum, dan sosial berjalan secara produkitf dan
berkeadilan sosial
7. Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan antara jaringan – jaringan
kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan
komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka, dan terpercaya. Tanpa
prasyarat tersebut, maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada
jargon.Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat
“sipilisme” yang sempit yang tidakubahnya dengan paham militerisme
yang anti demokrasi dan sering melanggar hak asasimanusia. Dengan
kata lain, ada beberapa rambu yang perlu diwaspadai dalam proses
mewujudkan masyarakat madani (DuBois dan Milley, 1992). Rambu –
rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat
menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara
dan bangsa.
2.3. Problematika Masyarakat Madani di Indonesia
1. Paradigma dan praktek masyarakat Madani di Indonesia
dalam kultur masyarakat indonesia kita mengetahui bahwa ada banyak
sekali perbedaan nilai dan norma yang terdapat didalamnya, lewat budayanya
itulah masyarakat memandang fenomena yang terjadi di Indonesia ini dan
mereka merespon dengan prilaku yang sangat beragam, sehingga hal ini
13
menjadi dasar susahnya untuk memberi pemahaman dengan satu cara, artinya
membutuhkan konsep kemadanian yang mampu menimbang serta
mendukung kultur yang mereka miliki yang nantinya akan mempengaruhi
paradigmanya terhadap konsep masyarakat madani ini. Kemudian pada point
yang kedua kita memiliki masalah yang sangat jelas dan rumit di Indonesia
yakni tentang praktik konsep kemadanian ini. Jika kita memandang sekilas
tentu kita akan segera berkomentar bahwa di Indonesia masyarakat madani
ini tidak terwujud.
Kita dapat melihat bukti yang sangat nyata terjadi dikalangan masyarakat,
contohnya kriminalitas yang semakin tinggi di indonesia. Bahkan anak-anak
bangsa sudah banyak terkontaminasi moral buruk. Hal ini tentu berita yang
menyakitkan bagi cita-cita indonesia untuk membentuk masyarakat yang
cerdas dan sejahtera serta membuat bangsa menjadi terlihat sangat
menyedihkan. Dan tentu dengan mudah bisa kita simpulkan bahwa di
indonesia tidak terterapnya praktik masyarakat madani. Contoh lain yang bisa
kita lihat yaitu maraknya perselisihan antar pelajar, antar suku bahkan antar
kampung. Betapa besar petaka akibat perbuatan buruk macam ini. Jadi hal ini
menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman terhadap konsep masyarakat
madani di indonesia.
2. Hambatan Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia
hambatan terbesar yang dihadapi Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat madani adalah kebodohan, kebodohan dalam hal ini mencakup
seluruh unsur kehidupan, yang menyebabkan banyak masyarakat yang apatis
serta fanatik terhadap golongan. Hal ini menjadi dasar terjadinya kriminalitas,
kemiskinan, serta kebobrokan masyarakat indonesia. Adapun hambatan lain
yang dihadapi adalah merupakan bagian dari tindak kebodohan.
14
2.4. Kontradiksi Prinsip Madani Dengan Penerapan Politik, Ekonomi Serta
Hukum Di Indonesia
prinsip masyarakat madani pada kenyataanya sangat bertolak belakang
dengan keadaan Indonesia sekarang ini beberapa aspek sbb:
1. Aspek politik Dewasa ini kita melihat kondisi politik Indonesia yang sangat
memalukan, terlihat perebutan kekuasaan yang mencolok dimana partai-
partai politik menunjukkan kefanatikannya terhadap kelompoknya. Saling
menjatuhkan, mementingkan keuntungan partai bukan rakyat, seolah-olah
merebut kue yang lunak hingga ia hancur. Begitulah keadaan indonesia,
orang-orang yang berkedudukan saling memperebutkan kekuasaan serta
saling menjatuhkan yang menyebabkan kehancuran. Tidak sesuai sekali
dengan konsep madani yang menanamkan nilai kebersamaan.
2. Ekonomi Dalam konsep masyarakt madani, segala tindakan ekonomi
haruslah menguntungkan semua pihak. Tapi lihatlah keadaan ekonomi di
Indonesia sekarang, betapa menyedihkan, praktek kapitalis merajalela, yang
miskin makin miskin yang kaya makin rakus. Banyaknya pelaku ekonomi
yang tidak memperdulikan halal haramnya suatu tindakan, ideologi
materialis telah menjadi ciri khas yang sangat nampak jelas dalam praktik
ekonomi di indonesia. Tujuan utamanya adalah untung baru memberi
manfaat, bukan memberi manfaat baru untung.
3. Hukum Ingin menangis rasanya melihat ketidak adilan yang dipertontonkan
oleh para pejuang-pejuang kebobrokan bangsa kita. Sudikah kita
diperlakukan tak wajar dalam proses hukum sedang ada orang yang lebih
hebat kesalahannya diperlakukan dengan hormat??. Adakah pemerintah
yang setia bersahaja demi bangsa? Adakah pemerintah yang setia berjuang
demi rakyat? Adakah pemerintah yang rela berkorban demi keadilan?
Jawabannya adalah TIDAK kecuali hanya 5% . namun yang ditampakkan
seolah 100% dengan permainan busuk yang dimaknakan agung dengan kata
“Dari rakyat Untuk Rakyat”. Kata-kata tersebut hanya berlaku untuk
15
penderitaan rakyat atau dengan kata lain Rakyat yang menderita adalah
untuk rakyat dan rakyat yang mendapat kedudukan itulah perhatianku.
Bolehkah kita mengatakan itu madani, tidak itu adalah edan-ni dengan
bungkus kualitas tinggi.
16
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulakan sebagai
berikut :
a. Menyarakat madani merupakan suatu wujud masyarakat yang memiliki
kemandirian aktivitas dengan ciri: universalitas, supermasi, keabadian,
pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk bersama, meraih kebajikan
umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada keuntungan, dan
kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. ciri masyarakat
ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk Pemerintah
pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa berupa
pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, militer, kerah
masyarakat madani yang dicita-citakan.
b. Di indonesia konsep masyarakat madani ini sangat bertolak belakang
dengan penerapannya. Politik, ekonomi, sosbud serta hukum di Indonesia
telah jauh dari nilai kemadanian malah sebaliknya Edan-ni. Namun kita
harus melihat positifnya, bahwa masih ada kesempatan besar untuk
memperbaiki masyarakat kita yang sudah mendekatai taraf menyedihkan
ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Azizi, AQodriAbdillah. 2000. MasyarakatmadaniAntaraCitadanFakta:
Kajian Historis-Normatif.
2. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam,
DemokratisasidanMasyarakatMadani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
3. Hamim, Thoha. 2000. Islam dan Civil society (Masyarakatmadani):
Tinjauan tentang Prinsip Human Rights, Pluralism dan Religious
Tolerance.
4. Gamble, Andrew. 1988. An Introduction to Modern Social and Political
Thought. Hongkong: Macmillan Education Ltd.
5. Hidayat, Komaruddindan Ahmad Gaus AF. 1998. Pasing Over:
Melintas Batas Agama. Jakarta: GramediaPustakaUtama. Hal.xiv.
6. Ismail, Faisal. 1999. NU, Gusdurism, dan Politik Kyai. Yogyakarta:
Tiara Wacana.Rumadi. 1999. Civil Society dan NU Pasca-Gus Dur.
Kompas Online. 5 November 1999.
18