laporan stula
DESCRIPTION
laporan studi lapangan bioprosesTRANSCRIPT
LAPORAN
STUDI LAPANGAN BIOPROSES
“Isolasi Bakteri Azotobacter Chroococcum dari Tanah Tanaman
Jagung dengan Metode Cawan Tuang”
Oleh Kelompok 2 dan 8:
Anggadyah Nareswari (1331410086)
Chandra Kirana (1331410002)
Laryssa Victoria Golderry (1331410101)
Noka Marina Agustin (1331410076)
Shanti Dwi Mardika (1331410106)
POLITEKNIK NEGERI MALANG
TEKNIK KIMIA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang
telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Studi Lapangan ini.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Ibu Diah
Meiliawati dan Ibu Sri Rulianah selaku dosen pengajar mata kuliah Bioproses
yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Studi Lapangan ini. Penulis
juga berterimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan Laporan Studi Lapangan ini.
Laporan Studi Lapangan ini berjudul “Isolasi Bakteri Azotobacter
Chroococcum dari Tanah”. Bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Bioproses. Laporan ini kami susun dengan mengacu pada sumber
yang benar dan terpercaya. Dan kami juga berusaha untuk menyusun laporan ini
dengan sistematika yang runtut, sehingga proposal ini mudah dipahami oleh
semua pihak.
Namun penulis menyadari jika Laporan Studi Lapangan ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran untuk membangun Laporan
Studi Lapangan ini menjadi lebih baik sangat diharapkan.
Akhir kata, semoga Laporan Studi Lapangan ini bermanfaat bagi pembaca
terutama dalam upaya peningkatan kualitas belajar.
Malang, 8 Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan
1.2 Tujuan Kegiatan
1.3 Manfaat Kegiatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
2.3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan
Indonesia merupakan Negara agraris, dimana banyak orang tertarik untuk
menanamkan modalnya dalam bidang pertanian dan perkebunan. Indonesia
menjadi Negara incaran, karena memiliki 5 pulau besar yakni Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua, yang kelima-limanya merupakan lahan
yang potensial untuk pengembangan berbagai industri pertanian dan perkebunan.
Salah satu faktor penting untuk menunjang pengembangan kedua bidang
tersebut selain tersedianya modal dan lahan yang luas adalah terkontrolnya tingkat
kesuburan tanah . Dengan terkontrolnya tingkat kesuburan tanah diharapkan agar
lahan yang nantinya digarap akan terus produktif memberikan nutrisi bagi
tanaman. Disini yang dimaksud dengan kesuburan tanah atau tanah subur adalah
tanah yang mengandung banyak nutrisi berupa senyawa-senyawa nitrogen.
Nitrogen (N2) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan
vegetatif tanaman. Nitrogen merupakan senyawa dasar pembentukan fitohormon dalam
tanaman khususnya auksin dan sitokinin.
Nutrisi ini dihasilkan oleh aktivitas bakteri penyubur tanah yang mampu
menangkap N2 dari atmosfer dan melakukan fiksasi untuk menghasilkan senyawa-
senyawa dalam nitrogen yang disebut sebagai bakteri nitrogen.Bakteri nitrogen
adalah bakteri yang mampu mengikat nitrogen bebas dari udara dan mengubahnya
menjadi suatu senyawa yang dapat diserap oleh tumbuhan. Karena kemampuannya
mengikat nitrogen di udara, bakteri-bakteri tersebut berpengaruh terhadap nilai ekonomi
tanah pertanian. Kelompok bakteri ini ada yang hidup bebas maupun simbiosis. Bakteri
nitrogen yang hidup bebas yaitu Azotobacter Chroococcum, Clostridiumpasteurianum,
dan Rhodospirillum rubrum. Bakteri nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan tanaman
polong-polongan yaitu Rhizobium leguminosarum, yang hidup dalam akar membentuk
nodul atau bintil-bintil akar.
Azotobacter Chroococcumseperti yang sudah disinggung, mampu berinteraksi
secara intensif dengan akar tanaman maupun tanah. Azotobacter Chroococcumyang
merupakan agen biologis pemfiksasi dinitrogen yang menghasilkan amonium.
Azotobacter Chroococcum dapat memfiksasi dinitrogen menjadi amonium melalui
reduksi elektron serta protonasi gas nitrogen, sehingga inokulasinya dapat menambah
ketersediaan hara nitrogen dalam tanah yang diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman.
1.2 Tujuan Kegiatan
1. Mengetahui morfologi Azotobacter Chroococcum.
2. Mengetahui bentuk koloni Azotobacter Chroococcum.
3. Mengetahui ciri-ciri Azotobacter Chroococcum.
4. Mengetahui cara mengisolasi Azotobacter Chroococcum.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi Azotobacter Chroococcum?
2. Bagaimana bentuk koloni Azotobacter Chroococcum?
3. Bagaimana ciri-ciri Azotobacter Chroococcum?
4. Bagaimana cara mengisolasi Azotobacter Chroococcum?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanah
Tanah adalah sebuah komponen dari keseluruhan ekosistem dan tidak
dapat dilepaskan dari kesehatan ekosistem tersebut. Dibidang pertanian, tanah
yang sehat memiliki kondisi fisik, kimia, dan biologis optimal untuk produksi
tanaman dan memiliki kesanggupan untuk menjaga kesehatan tanaman serta
kualitas ekosistem yang mencakup air dan tanah. Dalam sejumlah kondisi, tanah
yang sehat mungkin saja tidak berfungsi sebagai komponen ekosistem yang sehat
karena adanya penambahan komponen tanah yang tidak sehat dari luar tanah itu
sendiri (Elliot 1998) misalnya penambahan bahan kimia yang berlebihan atau
pembuangan limbah toksis.
Tanah sehat dan subur merupakan sistem hidup dinamis yang dihuni oleh
berbagai organism (mikro flora, mikro fauna serta meso dan makro fauna).
Organisme tersebut saling berinteraksi membentuk suatu rantai makanan sebagai
manifestasi aliran energy dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik rantai
makanan (Simarmata et al, 2003). Dalam ekosistem tanah, tropic rantai makanan
dimulai dari tropic level pertama, yaitu kelompok organisme (tanaman dan
bakteri) produsen yang mampu memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber
energinya. Hal ini berarti, bahwa kehadiran suatu organisme akan mempengaruhi
keberadaan organisme lain secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan
tanah dapat dievaluasi secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan
indikator seperti kemampuan tanah sebagai media tumbuh tanaman maupun
mikroba (Simarmata et al, 2003)
2.2 Azotobacter
Azotobacter adalah spesies rizobakteri yang telah dikenal sebagai agen
biologis pemfiksasi dinitrogen yang menkonveksi dinitrogen ke amonium melalui
reduksi elektron dan protonasi gas dinitrogen. Unsur hara yang membatasi
produktivitas tanaman adalah nitrogen sehingga pupuk nitrogen selalu
ditambahkan sebagai input dalam produksi tanaman. Untuk menghindari
penurunan kesehatan tanaman akibat adanya input bahan kimia, diperlukan input
biologis berupa rizobakteri.
Penambahan atau inokulasi Azotobacter dengan tujuan untuk
meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah telah sering dilakukan namun dengan
hasil yang bervariasi,bahkan kadang-kadang tidak meningkatkan hasil tanaman.
Kondisi tersebut sangatlah logis mengingat kontribusi rizobakteri hidup bebas
terhadap nitrogen tanah hanya sekitar 15 kg N/ha/tahun yang jauh lebih rendah
daripada kontribusi bakteri pemfikasasi nitrogen simbiosis yang mencapai 24-584
kg N/ha/tahun (Shantharam & Mattoo 1997).
Namun demikian, upaya mempertahankan kesehatan tanah dan sekaligus
produktivitas tanaman dengan inokulasi Azotobacter perlu dilakukan karena
rizobakteri ini berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui
produksi fitohormon yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, input
rizobakteri dalam suatu sistem pertanian sejalan dengan konsep Mekanisme
Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) yang penting
diupayakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan
karbon (carbon sequestration) sehingga karbon berada dalam bentuk yang lebih
stabil (Murdiyarso 2003).
Kemampuan Azotobacter dalam memfiksasi N2 telah diketahui pertama
kali oleh Beijerinckpada tahun 1901 (Page 1986). Namun demikian peningkatan
hasil ini tidak konsisten jika dibandingkan dengan rendahnya kapasitas fiksasi
bakteri memfiksasi nitrogen non simbiotik. Karena itu, diduga terdapat faktor lain
yang berperan dalam pengendalian pertumbuhan tanaman seperti produksi
fitohormon, pemutusan siklus penyakit maupun hama melalui perubahan
karakteristik mikroba, fisik atau kimia tanah, atau melalui peningkatan aktivitas
makrofauna tanah seperti cacing tanah (Peoples et al, 1995).
Sejumlah kajian mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan
rizobakteri yang selalu terdapat di tanaman serelia seperti jagung dan gandum
(Abbass & Okon 1993a; Abbas & Okon 1993b; Hindersah et al, 2000; Hindersah
et al, 2003a) maupun sayuran (Hindersah & Setiawati 1997; Hindersah et al,
2003b). Dengan demikian akan terjadi sistem asosiatif yang intensif seperti yang
diperlihatkan strain Acetobacter dan Herbasprillum dengan tebu dan Azuspirillum
dengan gandum (Kennedy et al, 1997).
2.3 Karakteristik bakteri Azotobacter chroococcum
Sel Azotobacter berukuran besar dengan bentuk batang, banyak isolat
hampir seukuran khamir, dengan diameter 2-4 μm atau lebih, biasanya polimorfik.
Pada media yang mengandung karbohidrat, kapsul tambahan atau lapisan lendir
diproduksi oleh bakteri pengikat nitrogen yang hidup bebas ini. Meskipun
Azotobacter adalah bakteri aerob obligat (tidak memerlukan oksigen bebas untuk
memperoleh energinya). Enzim nitrogenase yang dimilikinya yaitu enzim yang
mengkatalisis pengikatan N2 bersifat sensitif terhadap O2. Karakteristik
Azotobacter yang mempunyai kapsul lendir yang tebal membantu melindungi
enzim nitrogenase dari O2. Azotobacter dapat tumbuh pada berbagai macam jenis
karbohidrat, alkohol, dan asam organik. Metabolisme senyawa karbon teroksidasi
sempurna, sedangkan asam atau produk fermentasi yang lain jarang dihasilkan.
Seperti halnya bakteri berendospora, kista Azotobacter resisten terhadap
proses pengeringan, penghancuran mekanik, ultraviolet, dan radiasi. Namun tidak
seperti endospora, kista Azotobacter tidak resisten terhadap panas dan tidak
mengalami dormansiyaitu, suatu keadaan berhenti tumbuh yang
dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan
yang tidak mendukung pertumbuhan normal.Azotobacter merupakan bakteri
Gram negatif, bergerak dengan flagel peritrik, dan bersifat katalase positif.
Kisaran pH untuk pertumbuhan dengan adanya nitrogen tambahan adalah 4,5-8,5
sedangkan pH optimal untuk pertumbuhan dan pengikatan nitrogen adalah 7-7,5.
Bakteri ini terdapat di tanah dan di air (Holt et al, 1994). Azotobacter
chroococcum memiliki pigmen hitam-coklat yang tidak larut (Rao, 1986). Pada
medium padat, isolat Azotobacter menunjukkan karakteristik,
1. koloni dengan bentuk bulat, convex, halus, semi opoque, basah (moist)
2. koloni berwarna putih,bening sampai keruh dan coklat
3. koloni mempunyai diameter antara 0,5-4 mm (Wedhastri, 2002).
2.4 Klasifikasi Azotobacter chroococcum
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadacceae
Genus : Azotobacter
Spesies : Azotobacter chroococcum
2.5 Manfaat Azotobacter chroococcum
Bakteri dari famili Azotobacteraceae merupakan sebagian besar dari
bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas. Azotobacter yang diinokulasi
daritanah atau biji efektif meningkatkan hasil tanaman budidaya pada tanah yang
dipupuk dengan kandungan bahan organik yang cukup. Azotobacter juga
diketahui mampu mensintesis substansi yang secara biologis aktif seperti vitamin-
vitamin B, asam indol asetat, dan giberelin dalam kultur murni. Organisme ini
memiliki sifat dapat menghambat pertumbuhan jamur (fungistatik) bahkan jamur
tertentu yang sangat pathogen seperti Alternaria dan Fusarium, tergantung
tersedianya sumber karbon.
Bakteri ini juga memiliki potensi mengekskresikan berbagai senyawa
eksopolisakarida (EPS) dan asam lemak (Suryatmana et al, 2006).
Eksopolisakarida dapat berfungsi sebagai biosurfaktan yang dapat meningkatkan
biodegradasi limbah minyak bumi (Iwabuchi et al, 2002). Sedangkan Vater et al
(2002) menyatakan bahwa asam lemak berfungsi sebagai biosurfaktan karena
merupakan senyawa amfifatik yang memiliki gugus liofobik dan liofolik.
Asosiasi ini dirasakan penting mengingat nitrogen adalah unsur hara
makro esensial, dan di lain pihak,produksi tanaman di Indonesia akan tergantung
dari input nitrogen karena umumnya tanah di Indonesia hanya mengandung
sedikit nitrogen. Pupuk nitrogen akan tetap berperan penting dalam peningkatan
produksi tanaman, namun demikian penggunaannya harus diatur untuk menjamin
produktivitas, stabilitas dan keberlanjutan ekosistem pertanian. Oleh karena itu,
inokulasi rhizobakteri Azotobacter selayaknya dijadikan salah satu faktor dari
managemen nitrogen dalam suatu sistem tanam sehingga akan bersifat sinergis
dengan input nitrogen lainnya seperti pupuk dan bahan organik yang selanjutnya
dapat menjamin kesehatan tanah.
Kemampuan Azotobacter dalam memproduksi fitohormon sitokinin dan
auksin dilaporkan pertama kali oleh Vancura dan Macura pada tahun 1960
(Vancura 1988). Sampai saat ini sejumlah penelitian telah membuktikan
kemampuan rizobakteri Azotobacter chroococcum, A. beijerinckii, A. paspali,
maupun A. vinlandii dalam memproduksi fitohormon terutama sitokinin. Teller &
Wong (1989) membuktikan adanya sitokinin dari jenis zeatin ribosida (ZR),
zeatin (Z), isopenteniladenosin (2iPR), isopenteniladenin (2iP), metiltiozeatin
(MSZ) dan metiltioisopentenil-adenin (MS2iP) yang diekskresikan oleh A.
vinlandii. Abbass & Okon (1993b) memperlihatkan bahwa kemampuan A. paspali
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman berhubungan dengan kapasitasnya
dalam mensintesis factor tumbuh.
Nitrogen adalah satu unsur hara utama yang sangat penting dalam seluruh
proses biokimia di tanaman. Di dalam tanah, sumber nitrogen adalah bahan
organik, pupuk kandang, sisa tanaman yang terdekomposisi, fiksasi nitrogen
biologis, air irigasi dan pupuk anorganik (Laegreid et al, 1999). Kekurangan
nitrogen pada pembibitan sering kali membatasi pertumbuhan dan kualitas bibit.
Dalam sistem nutrisi tanaman yang terintegrasi, kesehatan tanah yang
berhubungan dengan ketersediaan nitrogen dapat dicapai dengan
menyeimbangkan input sumber nitrogen dari pupuk anorganik dan dari
mikroorganisme pemfiksasi nitrogen.
Dikemukakan oleh Krishnamoorthy (1981), di dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan tanaman sering ditemukan satu atau lebih fitohormon pada
waktu yang bersamaan. Adapun kelompok tanaman yang paling banyak
memanfaatkan fitohormon ini menurut Manurung (1987) adalah kelompok
tanaman hortikultura, tanaman pangan, tanaman industri, tanaman perkebunan dan
tanaman kehutanan. Dengan demikian kemampuan Azotobacter dalam
memproduksi hormon sitokinin dan giberelin sangat menguntungkan mengingat
kedua fitohormon tersebut berperan dalam perkembangan dan pembelahan sel
(Taiz & Zeiger 1991).
Sampai saat ini, inokulan Azotobacter diperbanyak di dalam kultur cair
bebas N yang diaplikasikan dengan cara menyiramkan ke daerah perakaran
tanaman. Inokulan cair ini memiliki kelebihan, yaitu selama inkubasi untuk
memperbanyak sel bakteri, kondisi media yang bebas nitrogen mendorong
ekskresi Nitrogen hasil fiksasi oleh bakteri ke dalam media dan menginduksi
pembentukan fitohormon oleh bakteri.
Peningkatan tinggi pupus dan berat kering tajuk yang sejalan dengan
peningkatan konsentrasi dan dosis inokulan juga diperlihatkan dalam aplikasi 106
dan 108 cfu/mL Azotobacter dengan dosis 2,5 dan 5,0 mL (Hindersah et al,
2002b). Pada percobaan ini peningkatan pertumbuhan tajuk terhenti pada tanaman
yang mendapatkan 5 mL Azotobacter dengan kepadatan sel 108 cfu/mL.
Peningkatan yang sama diperlihatkan oleh bibit tanaman selada lettuce
(Lacutcasativa L.) yang diberi supernatan kultur cair Azotobacter. (Hindersah et
al, 2002a).
Namun demikian, inokulasi Azotobacter pada media tanam bibit sayuran
yang tidak mengandung pupuk kandang tidak dapat memperbaiki pertumbuhan
bibit seperti yang dibuktikan oleh Kristanti (2002) pada bibit tanaman tomat.
Peranan nitrogen dalam pertumbuhan awal tanaman tidak diragukan lagi. Bentuk
utama nitrogen di dalam tanah adalah ammonium dan nitrat yang tersedia untuk
tanaman serta bahan organik yang harus mengalami dekomposisi sebelum dapat
langsung diambil akar tanaman. Adanya penambahan nitrogen dalam bentuk
ammonium di dalam inokulan Azotobacter meningkatkan daya dukung tanah
untuk menyokong pertumbuhan tanaman. Selama pembibitan, jumlah nitrogen
yang diperlukan akan jauh lebih kecil daripada yang diperlukaan tanaman pada
fase pertumbuhan selanjutnya. Ammonium di dalam inokulan, yang akan
dikonversi menjadi nitrat saat diinokulasikan ke tanah yang aerob, dapat
mencukupi kebutuhan tanaman selama pembibitan.
2.6 Gambar-gambar Azotobacter Chroococcum
BAB III
METODOLOGI
3.1 Sterilisasi Alat dan Media
Langkah - langkah sterilisasi yaitu:
3.1.1 Tahap persiapan
1. Buka pengunci autoclave
2. Cek kedalaman air. Tinggi air harus dibawah plat berlubang
3. Jika kurang tambahkan aquadest dari atas autoclave
4. Pasang keranjang sesuai kebutuhan(1 atau 2 keranjang)
5. Masukkan alat atau media yang disterilkan
3.1.2 Tahap pelaksanaan
1. Tutup autoclave dan dikunci sampai rapat, pastikan tidak ada yang
bocor
2. Tutup kran steam dan kran udara
3. Pilih tanda gunting untuk sterilisasi alat dan tanda erlenmeyer untuk
sterilisasi media(pastikan waktu menunjukkan angka 0, suhu dibawah
102oC, tidak ada indikasi error).
4. Tekan program dan pilih sesuai kebutuhan
5. Tekan Start
6. Tunggu proses pemanasan, misal program 2(suhu 121oC, waktu 30
menit). Waktu untuk mencapai 1 bar dibutuhkan 30 menit, dan selama
itu lampu heater dan exhaust menyala
7. Bila sudah tercapai satu bar, lampu heater dan exhaust padam, lampu
steril menyala berkedip – kedip selama 7 menit diiringi dengan
penurunan suhu, waktu dan tekanan selama 30 menit
8. Lampu steril padam, dan alarm berbunyi selama 10 detik,
menunjukkan bahwa proses sterilisasi selesai
9. Tekan stop, biarkan autoclave tertutup sampai tekanan turun
menunjukkan 0-2 bar
10. Buka kran udara dan kran steam
11. Buka pengunci autoclave
12. Angkat keranjang
3.1.3 Tahap akhir
1. Putar tombol off jika suhu autoclave sudah menunjukkan suhu 40oC
2. Bersihkan sisa air disekitar autoclave
3. Tutup autoclave tanpa dikunci
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Sterilisasi alat dengan autoclave
1. Cuci alat yang digunakan dengan air dan sabun hingga tidak terasa
berminyak, bilas dengan air mengalir kemudian dengan aquadest atau
alcohol. Tiriskan.
2. Untuk tabung reaksi dan peralatan berleher disumbat dengan kapas
berbungkus kain kasa steril. Sumbatan harus padat dibagian luar agar
dapat menahan debu dan kotoran.
3. Bungkus semua peralatan dengan kertas kecuali Erlenmeyer yang
memiliki sumbatan kapas.
4. Masukkan dalam autoclave pada suhu 121oC, selama 30 menit.
5. Setelah selesai disterilisasi, simpan alat dalam oven bersuhu 80oC
selama 24 jam. Selanjutnya alat disimpan dalam kotak peralatan steril
yang sudah disediakan.
3.2.2 Sterilisasi media dengan autoclave
1. Larutkan nutrient agar NA bubuk dengan aquadest sesuai keperluan.
2. Panaskan larutan dengan hotplate sampai larut semua. Kehilangan
aquadest selama pemanasan diganti dengan penambahan aquadest.
3. Sterilisasi dalam autoclave suhu 121oC, selama 30 menit.
3.2.3 Pembuatan media
1. Timbang 12 gram media NA
2. Larutkan dengan air panas sampai benar-benar homogeny
3. Tuang kedalam Erlenmeyer, sumbat dengan penyumbat, tutup dengan
plastik dan ikat dengan rapat
4. Sterilisasi dengan autoclave
3.2.4 Pengenceran
1. Timbang sampel tanah sebanyak 1 gram, kemudian larutkan dalam air
di beaker glass sebanyak 100 ml (10-1). Kemudian homogenkan.
Masukkan dalam Erlenmeyer, dan tutup dengan sumbat kapas.
2. Tulis kode kelompok dan tanggal pada permukaan luar dasar cawan
petri. Beri nomor di bagian atasnya.
3. Ambil 6 tabung reaksi berisi air steril masing-masing 9 ml, letakkan di
rak tabung reaksi.
4. Langkah selanjutnya dapat dilihat di gambar
5. Ambil 1 ml campuran biakan secara aseptic dengan pipet mikro,
pindahkan ke tabung reaksi 1, kocok dan homogenkan (10-2)
6. Ambil 1 ml dari tabung reaksi 1 campuran biakan secara aseptic dan
pindahkan ke tabung reaksi 2, kocok dan homogenkan (10-3). Lakukan
hal yang sama sampai pengenceran (10-12).
3.2.5 Metode Cawan Tuang
1. Dari masing-masing tabung, pindahkan 1 ml campuran biakan secara
aseptic ke 4 cawan petri steril dengan menggunakan pipet mikro steril.
Beri penomoran dan keterangan pengenceran pada cawan petri sesuai
dengan asal biakan tabung.
2. Tambahkan media agar cair bersuhu kurang lebih 40o C secukupnya
kedalam cawan petri secara aseptic. Dengan posisi cawan petri di meja
kerja, putar-putarkan cawan petri searah jarum jam sebanyak 5 kali
kemudian berlawanan arah jarum jam sebanyak 5 kali. Selanjutnya
putarkan cawan petri membentuk angka 8 sebanyak 5 kali. Kemudian
biarkan biakan beku.
3. Bungkus cawan petri dengan kertas pembungkus dan inkubasi selama
2 x 24 jam di incubator oven dalam keadaan terbalik (tutup cawan di
bawah) pada suhu yang sesuai.
4. Amati diameter warna, bentuk, ketinggian/elevasi, tepian koloni yang
terbentuk. Serta ada tidaknya jamur yang terbentuk.
3.2.6 Pewarnaan Gram
1. Mengambil sebuah gelas benda, dan membersihkan dengan tissue
2. Memanaskan gelas benda kira – kira 10 – 20 x diatas nyala api
sehingga debu dan lemaknya hilang.
3. Meletakkan kaca obyek, dengan sisinya yang tidak berlemak pada
bagian atas rak tabung reaksi dan membiarkan sampai dingin.
4. Menaruh setetes air diatasnya (tetesan ini harus menyebar sama rata).
Jika tidak menyebar berarti lemaknya masih belum hilang dan
pekerjaannya harus diulang.
5. Membakar lup inokulasi hingga. Dengan jarum ini, mengambil sedikit
bakteri dari biakannya dan meletakkan dipinggir tetesan tersebut
6. Kemudian mencampurkan bakteri dalam tetesan air dengan
menggosokkan lup inokulasi dalam suspensi tersebut hingga terdapat
suatu lingkaran dengan garis tengah kira – kira 1 cm.
7. Jumlah bakteri yang tepat ditunjukkan jumlah bakteri yang tepat keruh.
8. Memijarkan jarum yang telah dipakai. Mengeringkan suspensi bakteri
tersebut. Tetapi jika ingin mempercepat keringnya suspensi tersebut,
preparat boleh dipanaskan dengan hati – hati dengan
menggoyangkannya selama 30 menit di atas nyala api kecil.
9. Membuat dua garis tebal di kanan kiri preparat dengan sebuah potlot
kaca. Hal ini berguna untuk menahan aliran larutan zat warna keluar
dan sebagai penandaan.
10. Memfikserkan preparat tersebut dengan menggerakkan kaca obyek,
dengan bagian atas yang ada preparatnya. Hal ini dilakukan beberapa
kali dengan melalui api pembakar spiritus.
11. Mewarnai dengan karbon Kristal violet, diamkan selama 1 menit.
12. Mencuci sebentar dengan air.
13. Meneteskan larutan lugol (iodium) pada preparat dan di diamkan
selama 1 menit.
14. Mencuci dengan menggunakan alcohol 95% selama 10 – 20 detik
dengan menggoyangkan preparat di dalam gelas kimia yang berisi
alcohol.
15. Membilas dengan air sebentar.
16. Meletakkan preparat ini tegak lurus di atas kertas serap / tissue,
sehingga sebagian besar airnya diserapa.
17. Mewarnai dengan larutan safranine selama 20 detik.
18. Mencuci dengan air dan dikeringkan dengan kertas serap / tissue.
19. Mengamati dengan mikroskop perbesaran kuat tanpa gelas penutup.
20. Mencatat jenis mikroba yang diperiksa, dan membedakan antara gram
negatif dan gram positif.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Sterilisasi alat dan media
1. Autoclave
2. Air
3. Media agar NA
4. Tabung reaksi
5. Erlenmeyer
6. Cawan petri
7. Pipet ukur
8. Tip pipet mikro
3.3.2 Pengenceran
1. Sampel tanah tanaman jagung
2. Air steril
3. Erlenmeyer
4. Beaker glass
5. Lampu spirtus
6. Korek api
7. Tabung reaksi
8. Sumbat kapas
9. Rak tabung reaksi
10. Pipet mikro
11. Tip pipet mikro steril
12. Vortex mixer
3.3.3 Metode cawan tuang
1. Tabung reaksi berisi biakan mikroba
2. Pipet mikro
3. Tip pipet mikro steril
4. Cawan petri steril
5. Media steril
6. Lampu spirtus
7. Incubator oven
8. Spidol
3.3.4 Pewarnaan gram
1. Gelas benda
2. Kaca penutup
3. Lup inokulasi
4. Bak pewarna
5. Rak tabung reaksi
6. Pembakar spirtus
7. Botol semprot
8. Penjepit kayu
9. Biakan bakteri hasil isolasi
10. Seperangkat pewarna gram meliputi : Ungu Kristal, Larutan KI, Alkohol
95 %, Safranin.
SKEMA KERJA
Sterilisasi alat dan media
1 gram tanah + 100 ml air steril
Penuangan media pada cawan petri yang sudah disiapkan
Pengenceran biakan sebelum diinokulasi pada media
Inokulasi biakan mikroba yang telah mengalami proses pengenceran pada cawan tuang dengan pengenceran 10-2, 10-3, 10-4 sampai 10-12
Metode cawan tuang
Pewarnaan
Pewarnaan Gram
Pengamatan di bawah mikroskop
HASIL SPESIFIK MIKROBA
BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN
Studi lapangan ini bentujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari
biakan campuran dan mengidentifikasi mikroorganisme tersebut. Pada Studi
Lapangan ini kami mengisolasi bakteri Azotobacter Chroococcum.
Berikut ini adalah langkah-langkah dan hasil percobaan yang telah kami
lakukan dari proses isolasi terhadap bakteri Azotobacter Chroococcum.
No Tanggal Percobaan Kegiatan yang Dilakukan
1. Rabu, 4 Desember 2013 4 Pembuatan media.
Bahan : NA 12 gram + 600 ml aquades
5 Sterilisasi alat yang meliputi 20 tabung
reaksi, 10 cawan petri, erlenmeyer berisi
media NA, aquades, pipet ukur 10 ml, dan
tip pipet mikro yang berlangsung selama 2
jam.
6 Pengenceran yang berasal dari sampel
tanah tanaman jagung (10-1- 10-12)
7 Penuangan biakan mikroba ke dalam
cawan petri.
8 Penuangan media ke dalam 10 cawan petri
(10-3 – 10-12)
9 Membungkus cawan petri berisi inokulum
dan menyimpannya ke dalam incubator
oven selama 2 x 24 jam.
2. Jumat, 6 Desember 2013 Memindahkan cawan tuang dari incubator oven
ke dalam lemari pendingin.
3. Rabu, 11 Desember 2013 1. Pengamatan bentuk koloni bakteri hasil
isolasi cawan tuang
2. Pengamatan bentuk morfologi bakteri
Azotobacter Chroococcum
3. Pewarnaan bakteri dengan pewarnaan
gram
Hasil Pengamatan Koloni pada Cawan Tuang
No. Gambar Keterangan
1. Pengenceran 10 -5 Bentuk:
Bundar
Elevasi:
Timbul
Tepian: Licin
Warna: Putih
Bentuk:
Bundar
Elevasi:
Timbul
Tepian: Licin
Warna:
Kuning
2. Pengenceran 10 -6 Bentuk:
Rizoid
Elevasi:
Berbukit-
bukit
Tepian:
Berombak
Warna:
Bening
3. 10 -7
Bentuk: Tak
beraturan dan
menyebar
Elevasi:
Seperti kawah
Tepian:
Berlekuk
Warna: Putih
4. 10 -8
Bentuk:
Bundar
dengan tepian
kerang
Elevasi:
Elevasi
berbukit-bukit
Tepian: Tak
beraturan
Warna:
Kuning
Bentuk: Bulat
Elevasi:
Timbul
Tepian:
Timbul
Warna:
Orange susu
5. 10 -9
Bentuk:
Bundar
dengan tepian
menyebar
Elevasi: Datar
Tepian:
Menyebar
Warna:
Kuning
Bentuk:
Bundar
Elevasi:
Timbul
Tepian: Licin
Warna:
Kuning tua
6. 10 -10
Bentuk: Tak
beraturan dan
menyebar
Elevasi:
Berbukit-
bukit
Tepian:
Melekuk
Warna: Putih
7. 10-12
Bentuk: Tak
beraturan dan
menyebar
Elevasi:
Seperti kawah
Tepian:
Melekuk
Warna: Putih
Data Hasil Perhitungan Colony Counter
No. Pengenceran Jumlah
1. Pengenceran 10-3 > 300 koloni
2. Pengenceran 10-4 > 300 koloni
3. Pengenceran 10-5 > 300 koloni
4. Pengenceran 10-6 288 koloni
5. Pengenceran 10-7 219 koloni
6. Pengenceran 10-8 151 koloni
7. Pengenceran 10-9 127 koloni
8. Pengenceran 10-10 83 koloni
9. Pengenceran 10-11 59 koloni
10. Pengenceran 10-12 44 koloni
Hasil Pengamatan Morfologi Bakteri Azotobacter Chroococcum
Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Azotobacter Chroococcum
BAB V
PEMBAHASAN
Studi lapangan (Stula) Bioproses dimulai pada 4 Desember 2013 dengan
melakukan sterilisasi alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam Stula. Pada
tanggal ini dillakukan sterilisasi alat yang akan digunakan dalam Studi Lapangan.
Alat dan bahan yang disetrilisasi meliputi: 20 tabung reaksi, 10 Cawan Petri,
erlenmeyer berisi media NA, aquades, pipet ukur 10 ml, dan tip pipet mikro yang
berlangsung selama 2 jam. Proses sterilisasi ini, menggunakan autoclave dengan
program 2 yaitu sterilisasi pada suhu 121oC dalam waktu 30 menit.
Sterilisasi ini bertujuan untuk menghindari alat-alat agar tidak
terkontaminasi saat akan digunakan dan menjaga kesterilan saat praktikum.
Setelah sterilisasi dilakukan langkah selanjutnya adalah melakukan pengenceran
dari sampel tanah tanaman jagung. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi
jumlah mikroba yang akan di isolasi dan memudahkan perhitungan. Dalam
melakukan langkah ini dan seterusnya, harus dilakukan dengan aseptic, yaitu
menyemprotkan tangan dengan ethanol 70% dan memakai masker, bersihkan
meja dan sekitarnya dengan menggunakan ethanol dan nyalakan lampu spirtus.
Pengenceran dilakukan dengan mengencerkan 1 gram sempel tanah + 100 ml
aquades yang dimasukkan dalam erlenmeyer lalu homogenkan, ini merupakan
pengenceran 10-2. Siapkan 12 tabung reaksi yang masing- masing berisi 9 ml air
steril. Kemudian dengan menggunakan pipet mikro ambil 1 ml inokulum yang ada
di erlenmeyer tadi lalu campurkan ke tabung reaksi 1 dan homogenkan
menggunakan vortex mixer, ini merupakan pengenceran 10-3. Setelah itu ambil 1
ml biakan bakteri dari tabung reaksi 1 kemudian campurkan ke tabung reaksi 2
dan homogenkan menggunakan vortex mixer, ini merupakan pengenceran 10-4.
Dilanjutkan seterusnya dengan cara yang sama sampai pengenceran 10-12.
Setelah pengenceran dilakukan selanjutnya penuangan biakan bakteri dari
tabung reaksi pada masing-masing cawan petri yang telah disiapkan. Diambil 1 ml
biakan bakteri dari masing-masing tabung dengan menggunakan pipet mikro,
tuang ke dalam cawan petri, jangan lupa untuk menuliskan tanda di luar cawan.
Lakukan langkah ini secara aseptik. Tuang media yang masih hangat dengan suhu
kurang lebih 45oC kedalam cawan hingga kurang lebih setengan dari tinggi
cawan. Jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit. Dengan posisi cawan
petri di meja, cawan diputar searah jarum jam 5 kali kemudian berlawanan arah
jarum jam 5 kali. Selanjutnya cawan petri diputar membentuk angka 8 sebanyak 5
kali. Langkah tersebut dilakukan sama sampai cawan petri terisi biakan bakteri
dari semua tabung reaksi. Kemudian dibiarkan beku, dibungkus dengan kertas
pembungkus dan di inkubasi selama 2x24 jam dalam incubator oven dengan
keadaan terbalik.
Gambar : Pemindahan biakan bakteri kedalam cawan petri sebelum di tuangkan
media
Gambar : Cawan petri yang harus dijaga ksterilannya dengan berada di area
pembakar spirtus tidak lebih dari 30 cm
Gambar : Tabung reaksi berisi pengenceran
Gambar : Media NA setelah disterilisasi
Selanjutnya pada hari Jumat, 6 Desember 2013 dilakukan pemindahan
cawan dari incubator ke dalam lemari pendingin, karena waktu inkubasi sudah
selesai yaitu 2x24 jam atau 2 hari.
Pada tanggal 11 Desember 2013 dilakukan pengamatan terhadap bakteri
yang telah tumbuh di cawan tuang yang telah di inkubasi selama 2 hari. Ternyata
koloni-koloni dari bakteri tumbuh dengan sangat baik pada media.
Kemudian bakteri-bakteri yang tumbuh dalam cawan dihitung dengan
menggunakan colony counter, hal ini dimaksudkan agar mengetahui berapa
banyak bakteri yang ada dalam cawan tuang dari masing-masing pengenceran
yang telah dilakukan. Dari hasil colony counter diperoleh data sebagai berikut:
1. Pada pengenceran 10-3> 300 koloni
2. Pada pengenceran 10-4> 300 koloni
3. Pada pengenceran 10-5> 300 koloni
4. Pada pengenceran 10-6 = 288 koloni
5. Pada pengenceran 10-7 = 219 koloni
6. Pada pengenceran 10-8 = 151 koloni
7. Pada pengenceran 10-9 = 127 koloni
8. Pada pengenceran 10-10 = 83 koloni
9. Pada pengenceran 10-11 = 59 koloni
10. Pada pengenceran 10-12 = 44 koloni
Jumlah perhitungan bakteri berbanding terbalik dengan pengencerannya
karena, semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit bakteri yang tumbuh
dan sebaliknya. Dan berdasarkan hasil yang didapatkan dapat diketahui bahwa
bakteri yang tumbuh dari masing-masing pengenceran semakin sedikit. Dan tidak
di dapati adanya kontaminan yang merusak tumbuhnya bakteri.
Setelah melakukan perhitungan bakteri, dilakukan pengamatan bentuk
morfologi bakteri dengan menggunakan mikroskop. Pengamatan yang dilakukan
pertama kali adalah pengamatan terhadap bentuk, warna koloni, elevasi, dan
tepian koloni. Dilihat dari hasil pengamatan, terdapat berbagai macam bentuk
bakteri yang tumbuh dalam cawan tuang ini dikarenakan di dalam tanah terdapat
banyak sekali bakteri sehingga untuk mengisolasi bakteri Azotobacter
Chroococcum harus dilakukan sampai pengenceran yang tinggi agar bakteri
benar-benar terisolasi menjadi tunggal dan tidak bercampur dengan bakteri-yang
lainnya. Setelah diamati dari koloni yang mempunyai bentuk bulat, tepian licin,
elevasi timbul dan warna putih pada cawan pengenceran ke 10 -12 didapatkan
bakteri Azotobacter Chroococcum.
Gambar : Koloni bakteri Azotobacter Chroococcum
Gambar : Bakteri Azotobacter Chroococcum setelah diamati menggunakan
mikroskop
Bentuk morfologi bakteri yang di dapatkan setelah pengamatan sesuai dengan
bentuk morfologi Azotobacer Chroococcum berdasarkan literature yaitu memiliki
bentuk bulat.
Gambar : Literatur bentuk morfologi bakteri Azotobacer
Chroococcum
Dan setelah itu dilakukan pewarnaan terhadap bakteri. Pewarnaan yang
dilakukan adalah pewarnaan gram. Pewarnaan gram atau metode gram adalah
suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok
besar, yaitu gram positif dan gram negative, berdasarkan sifat kimia dan fisik
dinding sel mereka. Metode tersebut diberi nama berdasarka penemunya ilmuwan
Denmark, Hans Christian Gram (1853-1938) yang mengembangkan teknik
tersebut pada tahun 1884 untuk membedakan antara Pneumococcus dan
bakteri Klebsiella pneumonia.
Bakteri garam positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna
metil ungu atau Kristal ungu sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis
tersebut akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri
gram negative akan berwarna merah muda atau merah. Perbedaan klasifikasi
antara kedua jenis bakteri tersebut terutama didasarkan pada perbedaan struktur
dinding sel bakteri.
Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat
warna metil ungu atau kristal ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram
positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alcohol,
sementara bakteri gram negative tidak. Pada uji pewarnaan gram, suatu pewarna
penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metal ungu atau Kristal ungu, yang
membuat semua bakteri gram negative menjadi berwarna merah atau merah muda.
Pengujian tersebut berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri tersebut
berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Didapatkan hasil pewarnaan sebagai berikut.
Proses sterilisasi sangat penting dibutuhkan sebelum memulai maupun
mengakhiri sebuah pekerjaan di laboratorium dengan menggunakan teknik
aseptik. Alkohol 70% yang disemprotkan pada tangan, kaca preparat dan meja,
bahkan tangan pun sebelumnya harus dicuci dengan sabun terlebih dahulu. Hal
tersebut berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang tak diinginkan agar
mendapatkan pengukuran yang akurat.
Sample biakan diambil dengan menggunakan lup inokulasi kemudian di
letakkan pada kaca preparat. Kemudian dikering udarakan atau fiksasi udara agar
bakteri menempel pada kaca preparat. Fiksasi panas atau dikeringkan dengan
pemanasan biasanya di atas spirtus pada pewarnaan gram dapat menyebabkan
bakteri tersuspensi mati atau tidak produktif apabila suhu terlalu tinggi, walaupun
dapat melekatkan bakteri pada kaca preparat. Setelah itu biakan bakteri diteteskan
Kristal ungu yang berfungsi memberikan pewarnaan pada bakteri tersebut. Bakteri
akan berwarna ungu. Penetesan Kristal ungu harus merata pada seluruh area
biakan bakteri pada kaca preparat agar bakteri dapat terwarnai denga sempurna.
Bakteri yang telah diwarnai dikering udarakan selama satu menit sambil
digoyangkan. Lalu dibilas dengan aquades dengan cara mengalirkannya, bukan
dengan penyemprotan secara langsung pada bakteri tersebut karena dapat
menyebabkan bakteri rusak terkena semprotan aquades. Bakteri dikering udarakan
kembali.
Setelah itu, ditambahkan KI (Kalium Iodida) agar dapat menyatu dengan
ungu Kristal yang membentuk kompleks di dalam sel sehingga sel tetap berwarna
ungu. Kemudian dikering udarakan dan dibilas dengan aquades. Alkohol 96%
ditambahkan atau diteteskan pada biakan bakteri untuk melakukan penetrasi ke
dalam dinding sel dan melunturkan pewarnaan ungu dari komplek Kristal ungu
dan KI (UK-Y) pada gram negative, karena mengandung lipid sedangkan pada
gram positif akan tetap mempertahankan warna ungu karena mengandung
peptidoglikan.
Bakteri gram positif akan mengalami dehidrasi pada dinding selnya dan
pori-porinya menciut karena daya rembes dinding sel dan membrane menurun
sehingga kompleks UK-Y tidak dapat keluar dari sel dan tetap berwarna ungu.
Sedangkan pada gram negative lipid tereksitasi (keluar) dari dinding sel dan pori-
pori mengembang sehingga kompleks UK-Y keluar dari sel dan sel menjadi tidak
berwarna atau warna ungu akan luntur karena peluruhan dinding sel. Setelah
dibilas, penambahan safranin yang merupakan cat sekunder atau kontras berfungsi
untuk mewarnai gram negative yang semula telah luntur pewarnaannya menjadi
warna merah. Hasil akhinya adalah bakteri gram positif akan berwarna ungu dan
bakteri gram negative akan berwarna merah.
Dapat diketahui setelah pengamatan dengan mikroskop bahwa bakteri
Azotobacter Chroococcum merupakan bakteri gram negatif karena setelah
dilakukan pewarnaan bakteri berwarna merah dan tidak dapat mempertahankan
warna ungu setelah ditambah metil ungu. Ini menunjukkan bahwa lipid pada
bakteri Azotobacter Chroococcum tereksitasi (keluar) dari dinding sel dan pori-
pori mengembang sehingga kompleks UK-Y keluar dari sel dan sel menjadi tidak
berwarna atau warna ungu akan luntur karena peluruhan dinding sel.
BAB IV
PENUTUP
9.1 Kesimpulan
1. Bentuk bakteri Azotobacter Chroococcum berdasarkan hasil pengamatan
adalah coccus (bulat)
2. Koloni bakteri Azotobacter Chroococcum berbentuk bulat, elevasi timbul,
tepian licin dan berwarna putih
3. Bakteri Azotobacter Chroococcum merupakan bakteri gram negatif yang
ditandai dengan bakteri berwarna merah setelah diwarnai
4. Isolasi bakteri Azotobacter Chroococcum dilakukan dengan menggunakan
metode cawan tuang dengan media berupa NA
9.2 Kendala
1. Sampel tanah yang digunakan dalam keadaan agak basah, seharusnya
tanah kering sehingga bakteri yang dihasilkan kurang maksimal
2. Saat akan menuangkan media ke dalam cawan, waktu untuk menjaga
media pada suhu kurang lebih 45oC terlalu lama sehingga pada cawan
yang akhir, media yang dituangkan sudah agak menggumpal
9.3 Saran
1. Perlu diperhatikan efisiensi waktu dalam setiap langkah-langkah yang
akan dilakukan terutama saat pengamatan agar tidak ada waktu yang
terbuang sia-sia
2. Kekompakan dalam kelompok sangat diperlukan untuk mendukung dan
memperlancar kegiatan Studi Lapangan
3. Pengambilan data pada Studi Lapangan harus maksimal agar tidak
terdapat kekurangan data saat membuat laporan sehingga laporan yang
dibuat lebih lengkap
4. Diperlukan literatur yang lengkap untuk mendukung kelancaran kegiatan
Studi Lapangan. Karena dengan adanya literatur kita dapat
membandingkan hasil Stula yang diperoleh dengan teori yang telah
tersediasebelumnya sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal pula
DAFTAR PUSTAKA
Corolla, Edu.2009. http://educorolla2.blogspot.com/2009/03/peranan-bakteri-dalam-
kehidupan.html
Mauludinsohih, Ahmad.2013. http://seluruhilmu999.blogspot.com/2013/05/contoh-
makalah-mikrobiologi-tanah.html
Anonim.2013. http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-bakteri-dan-jenis-
jenis.html
Syifa, Almanda.2008. http://my.opera.com/allamandasyifa/blog/show.dml/4063352
Anonim. http://www.google.com/imgres?
sa=X&biw=1366&bih=629&tbm=isch&tbnid=tcz-1WYR-yXXLM:&imgrefurl=http://
my.opera.com/MCOB/albums/showpic.dml%3Falbum%3D53312%26picture
%3D649615&docid=QFT_NmgxkIlG2M&imgurl=http://files.myopera.com/MCOB/
albums/53312/
Azotobacter.jpg&w=283&h=283&ei=iR7AUs2yJ877rAf_74GQDg&zoom=1&ved=1t:3588,
r:4,s:0,i:90&iact=rc&page=1&tbnh=183&tbnw=180&start=0&ndsp=19&tx=63&ty=40
Endang, Herti. 2007. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-hertiendan-31688
Anonym.2012. http://duniahayati.blogspot.com/2012/03/azotobacter-sang-bakteri-
nitrogen.html
Wedhastri, Sri. 2002. http://i-lip.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=7255
Hamastuti, Hita. 2013. http://digilib.its.ac.id/its-Undergraduate-
23001130002377/25898
Dinata, Melissa. 2010. http://digilib.its.ac.id/google/?cx=partner-pub-
3496144705481397%3Aonvm6m-It7a&cof=FORID%3A11&ie=ISO-8859-
1&q=&sa=Search
Sarasati, Rasti. 2007. Metote Analisis Biologi Tanah. Jawa barat. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.