laporan struktur
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kareana
bimbingan dan rahmat-Nya lah sehingga penulisan laporan ini dapat diselesaikan
sesuai dengn aktu yang ditentukan.
Tidak lupa juga penyusun mengucapkan terima kasih, kepada :
1. Ir. Jamal Rauf Husain MT,. dan Dr. Eng Asri Jaya, ST, MT. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Geologi Struktur.
2. Orang tua dalam memberikan dukungan moril maupun materi dalam
menunjang keberlangsungan perkuliahan.
3. Kakak – kakak asisten Geologi Struktur yang telah membimbing kami
dilapangan.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi sempurnanya laporan ini. Semoga laporan ini dapat
berguna bagi yang membutuhkan.
Makassar, 21 Mei 2014
Penulis
BAB I
GEOLOGI REGIONAL DAERAH BARRU
A. GEOLOGI REGIONAL
Daerah penelitian ini secara umum keadaan geomorfologi, stratigrafi dan
struktur geologinya termasuk dalam peta geologi Lembar Pangkajene dan
Watampone Bagian Barat.
Geomorfologi Regional
Pada Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat (Rab. Sukamto,1982)
pada pegunungan bagian barat menempati hampir setengahnya luas daerah, yang
melebar dibagian selatan (50 km) dan menyempit dibagian Utara (22 km) dengan
puncak tertingginya 1694 m dan ketinggian rata–ratanya 1500 m dari permukaan
laut. Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan di
beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi karst yang mencerminkan adanya
batugamping. Di antara topografi karst pada lereng barat terdapat perbukitan yang
dibentuk oleh batuan pada zaman Pra-Tersier. Pegunungan ini dibatasi oleh dataran
Pangkajene – Maros yang luas, dan sebagian merupakan lanjutan di dataran
sekitarnya.
Pegunungan yang di Timur relatif lebih sempit dan lebih rendah, dengan puncaknya
rata–rata setinggi 700 m dari permukaan air laut, sedangkan yang tertinggi adalah
787 m dimana sebagian besar pegunungan ini tersusun dari batuan gunungapi. Di
bagian selatannya selebar 20 km dan lebih tinggi, tetapi ke Utara menyempit dan
merendah dan akhirnya menunjam ke bawah batas antara lembah Walanae dan
dataran Bone. Pada bagian Utara pegunungan ini mempunyai topografi karst yang
permukaanya sebagian berkerucut. Batasnya pada bagian Timurlaut adalah dataran
Bone yang luas dan menempati hampir sepertiga bagian Timur.
Lembah Walanae yang memisahkan kedua pegunungan tersebut dibagian
Utara selebar 35 km, tetapi di bagian Selatan hanya 10 km. Ditengah terdapat Sungai
Walanae yang mengalir ke Utara. Sedangkan bagian Selatan berupa berbukitan
rendah dan dibagian Utara terdapat dataran alluvium yang sangat luas yang
mengelilingi Danau Tempe.
Stratigrafi Regional
Untuk Stratigrafi Regional daerah penelitian disusun oleh berbagai jenis
litologi dari berbagai formasi yang ergolongke dalam satuan batuan tertentu berikut
akan dibahas mengenai stratigrafi regional daerah penelitian berdasarkan batuan
tertua ke yang termuda.
1. Kompleks Basement
Kompleks basement terdiri atas dua satuan batuan berdasarkan proses
pembentukanya, antara lain :
Satuan Sekis (Batuan Malihan)
Sebagian besar terdiri atas sekis dan sedikit gneiss, dimana secara megaskopis
terlihat mineral-mineral diantaranya glaikopan, garnet, epidot, mika dan klorit.
Batuan malihan ini umumnya berpandanan miring ke arah Timur-Laut, sebagian
besar trebreksikan dan tersesarnaikan kea rah Barat-daya, satuan ini tebalnya tidak
kurang dari 2000 meter dan bersentuhan dengan sebagian batuan disekitarnya.
Penarikan kalium/argon diperoleh umur 111 juta tahun (Obradovich, 1974).
Satuan Ultrabasa
Peridotit, sebagian besar terserpentinitkan, berwarna hijau tua sampai
kehitaman, sebagian besar terbreksikan dan tergerus melalui sesar naik kea rah Barat-
daya. Pada bagian yang pejal terlihat terlihat struktur berlapis dan beberapa tempat
mengandung lensa kromit. Satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2500 meter, dan
mempunyai sentuhan sesar dengan batuan disekitarnya.
Satuan intrusi Trakit
Terobosan trakit berupa stok, sill dan retas. Bertekstur porfiri kasar dengan
fenokris sanidin dengan warna putih keabuan sampai sampai kelabu muda. Di Tanete
Riaja Trakit menerobos batugamping formasi Tonasa dan di Utara Soppeng
menerobos batuan gunungapi Soppeng (Tmsv). Penarikan Kalium/Argon trakit
menghasilkan umur 10,9 juta tahun.
2. Formasi Balangbaru
Sedimen tipe Flysch, dimana batupasir berselingan dengan batulanau,
batulempung, serpih bersisipan konglomerat, Tuva dan lava, dibeberapa tempat
konglomerat dengan susunan basalt, andesit, diorite, serpih, sekis kuarsa dan
basement batupasir, pada umumnya padat dan sebagian serpih terkesikan, formasi ini
mempunyai ketebalan sekitar 2000 meter, tertindih tidak selaras formasi Mallawa
dan batuan gunungapi terpropilitkan, dan menindih tidak selaras kompleks tektonik
Bantimala. Berdasarkan fasiesnya Formasi Balangbarrutelah dibagi menjadi tiga
anggota yaitu Anggota Bua, Anggota Panggalungan dan anggota Allup (Hasan
1991), Anggota Bua dicirikan oleh selaras oleh batugamping Temt, dan menindih
tidak selaras batuan sediment kb dan batuan gunungapi Tpv.
3. Formasi Tonasa
Terdiri atas batugamping koral pejal, sebgian terhablurkan, berwarna putih
dan kelabu muda, batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih coklat
muda dan kelabu muda, sebagian berlapis dan berselingan dengan napal globigerina
tufaan, bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan
breksi batugamping dan batugamping pasiran. Di daerah Ralla ditemukan
batugamping yang mengandung banyak serpihan skis dan batuan ultramafik,
Batugamping berlapis sebagian mengandung banyak foraminifera kecil dan dan
beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecipoda) dan siput
(Gastropoda) besar. Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat, di daerah
Tanete Riaja, terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur batugamping
berlapis.
Berdasarkan atas kandungan fosilnya, menunjukan kisaran umur Eosen Awal
(Ta.2) sampai Miosen Tengah (Tf). Dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam
dan laguna, tebal formasi diperkirakan tidak kurang dari 3000 meter, menindih
selaras batuan Formasi Mallawa dan tertindih tidak selaras oleh formasi Camba,
diterobosi oleh sill, retas dan stoc batuan bekuyang bersusunan basalt, trakit dan
diorite.
Batugamping Formasi Tonasa oleh Wilson (1995) dibagi menjadi lima bagian
berdasarkan fasiesnya. Biru area kabupaten Bone, Ralla area kabupaten Barru,
Central area Kabupaten Pangkep, Pattunuang Asuearea kabupaten Maros dan Nasara
Area Kabupaten Jeneponto. Daerah lokasi penelitian disusun oleh fasies redeposit
terdiri dari batugamping fragmental berselingan dengan napal, dibeberapa tempat
menunjukan batugamping dengan komponen foram besar, algae serta koral.
5. Formasi Camba
Terdiri atas batuan sediment laut berselingan dengan batuan gunungapi,
batupasir tufa berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau, batulempung,
konglomerat dan breksi gunung api, dan setempat dengan batubara berwarna
beraneka, putih, cokla, kuning, kelabu muda sampai kehitaman umunya mengeraas
kuat dan sebagian kurang padat, berlapis dengan tebal antara 4cm-100cm.
Tufanya berbutir halus hingga lapilli, tufa lempungan berwarna merah
mengandung banyak mineral Biotit, Konglomerat dan breksinya terutama komponen
andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm-40 cm. Batugamping pasiran dan
batupasir gampingan mengandung pecahan coral dan molusca. Batulempung
gampingan kelabu tua dan napal mengandung pecahan foram kecil dan molusca.
Fosil-fosil yang ditemukan pada satuan ini menunjukan kisaran umur Miosen Tengah
– Miosen Akhir (N.9-N.15) pada lingkungan neritik. Ketebalan satuan sekitar 5000
meter. Menindih tidak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan formasi
Mallawa (Tem), Mendatar berangsur berubah menjadi bagian bawah dari formasi
Walanae (Tmpw). Diterobos oleh retas, sill dan stock bersusunan basalt piroksin,
andesit dan diorite.
Anggota Batuan Gunungapi
Batuan gunungapi bersisipan sediment laut, breksi gunungapi, lava,
konglomerat gunungapi dan tufa, berbutir halus hingga lapili, bersisipan batupasir
tufaan, batupasir gampingan, batulempung mengnadung sisa tumbuhan batugamping
dan napal. Batuanya bersusunan basalt dan diorite, berwarna kelabu muda, kelabu tua
dan coklat. Penarikan kaluim/argon pada batuan basalt oleh Indonesian Golf Oil
berumur 17,7 juta tahun dasit dan andesit berumur 8,93 juta tahun dan 9,92 juta
tahun (Obradovich, 1972) dan basalt dari Barru menghasilkan 6,2 juta tahun (Leewen
1978).
Beberapa lapisan batupasir dan batulempung pasiran mengandung mollusca
dan sebagian koral, sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir
gampingan, batupasir lempungan, napal dan mengandung fosil foraminifera.
Berdasarkan atas fosil tersebut dan penarikan radiometri menunjukan umur satuan ini
adalah Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Batuannya diendapkan kedalam lingkungan neritik sebagai fasies gunungapi
Formasi Camba , menindih tidak selaras batugamping Formasi Camba dan batuan
Formasi Mallawa, sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat breksi
gunungapi mengandung sepian batugamping tebal diperkirakan sekitar 4000 meter.
6. Endapan Undak
Terdiri atas kerikil, pasir dan lempung membentuk datarn rendah
bergelombang disebelah Utara Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan secara
morfologi dari endapan alluvium yang lebih muda.
7. Endapan Alluvium Danau Dan Pantai
Terdiri atas lempung, Lanau, Lumpur pasirdan kerikil disepanjang sungai-
sungai besar dan pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa kerang dan
batugamping koral.
Struktur Geologi Regional
Lengan Selatan Pulau Sulawesi secara struktural dibagi atas dua bagian yaitu
Lengan selatan bagian Utara dan Lengan Selatan bagian Selatan yang sangat berbeda
struktur geologinya (Van Bemellen, 1949).
Lengan selatan bagian Utara berhubungan dengan orogen, sedangkan Lengan
Selatan bagian Selatan memperlihatkan hubungan kearah jalur orogen yang
merupakan sistem pegunungan Sunda.
Perkembangan struktur Lengan Selatan bagian Utara pulau Sulawesi di mulai
pada zaman Kapur, yaitu terjadinya perlipatan geosinklin disertai dengan kegiatan
vulkanik bawah laut dan intrusi Gabro. Bukti adanya intrusi ini terlihat pada
singkapan disepanjang pantai Utara – Selatan Teluk Bone.
Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan struktur stratigrafi dan
tektonikanya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru dan Formasi Marada,
bagian bawah tidak selaras menindih batuan yang lebih tua, dan bagian atasnya
ditindih tak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua merupakan
masa yang terimfikasi melalui sejumlah sesar sungkup, terbreksikan, tergerus dan
sebagian mencampur dengan malange. Berdasarkan himpunan batuannya diduga
Formasi Balangbaru dan Formasi Marada merupakan endapan lereng didalam sistem
busur palung pada zaman Kapur Akhir, dan gejala ini menunjukkan bahwa Malange
didaerah Bantimala terjadi sebelum Kapur Akhir.
Pada kala Palaeosen kegiatan gunungapi bawa laut yang hasil erupsinya dapat
terlihat di timur Bantimala dan daerah Barru (Lembar Ujung Pandang, Benteng dan
Sinjai). Pada bagian barat berupa tepi dataran yang dicirikan oleh endapan darat dan
batubara pada Formasi Mallawa, sedangkan di daerah timur, berupa cekungan laut
dangkal tempat pengendapan batuan klastik bersisipan Karbonat formasi
Salokalupang. Pengendapan formasi Mallawa mungkin hanya berlangsung selama
awal Pliosen, sedangkan Formasi Salokalupang berlangsung hingga Oligosen akhir.
Sejak Eosen Akhir sampai Miosen Awal di daerah Barat terendapkan batuan
karbonat yang luas. Dimana hal ini menunjukkan bahwa daerah ini merupakan
paparan laut dangkal yang luas, yang kemudian berangsur – angsur menurun atau
mengalami pendangkalan sejalan dengan adanya proses pengendapan yang terjadi.
Sedangkan pada daerah bagian Timur terjadi proses gunungapi yang dimulai
sejak Miosen Akhir dimana hal ini ditunjukkan pada daerah Kalamiseng dan
Soppeng. Akhir kegiatan gunungapi ini diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat
pembentukan Formasi Walanae. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak
awal Miosen Tengah, dan mengalami penurunan perlahan – lahan selama terjadi
proses sedimentasi sampai Kala Pliosen. Proses menurunnya Terban Walanae
dibatasi oleh dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang seluruhnya nampak
hingga sekarang disebelah Timur, dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak
menerus di sebelah barat.
Selama terbentuknya Terban Walanae, ditumur kegiatan gunungapi yang
hanya terjadi dibagian sealatan sedangkan di bagian barat terjadi kegiatan gunungapi
yang hampir merata dari selatan ke utara, dan ini berlangsung dari Miosen Tengah
sdampai Pliosen. Dimana hal ini, bentuk kerucutnya masih dapat diamati di daerah
sebelah barat yang diantaranya Puncak Maros dan Gunung Tondongkarambu serta
tebing melingkar yang mengelilingi gunung Benrong yang berada di utara gunung
Tondongkarambu dan ini mungkin merupakan sisa kaldera.
Sejak Miosen Tengah terjadi sesar utama yang mempunyai arah Utara –
Baratlaut dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir
sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan adanya tekanan
mendatar yang kira – kira berarah Timur – Barat pada waktu sebelum Akhir Pliosen.
Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan
batuan pra – Kapur Akhir di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan
penyesaran yang relatif lebih kecil dibagian timur Lembah Walanae dan dibagian
barat timur Lembah Walanae dan dibagian barat pegunungan Barat, yang berarah
Barat laut – Tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan
mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.
B. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Geomorfologi Regional
Bentuk morfologi yang menonjol didaerah ini adalah kerucut Gunungapi
Lompobattang yang menjulang mencapai ketinggian 2876 meter diatas permukaan
laut. Kerucut Gunungapi Lompobattang ini dari kejauhan masih mempelihatkan
bentuk aslinya dan tersusun oleh batuan gunugapi berumur Pliosen.
Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempat sebarannya terdapat disebelah barat dan
disebelah utara gunung Lompobattang. Disebelah barat terdapat gunug Baturape
mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah barat terdapat gunung Cindako,
mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh
batuan gunungapi berumur Pliosen.
Di bagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh tofografi karst yang
dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertofografi karst ini
dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi yang berumur
Miosen Bawah sampai Pliosen.
Di sebelah barat gunung Cindako dan disebelah utara Baturape merupakan
daerah berbukit yang halus dibagian Barat. Bagian barat mencapai ketinggian Kira-
kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakansuatu dataran. Bentuk
morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunung api berumur Miosen. Bukit-bukit
yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke gunung Cindako dan
Baturape berupa retas-retas Basalt.
Pesisir barat merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri dari
daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah
banjir di dataran ini. Di bagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun
oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen.
Pesisir barat ditempati oeh morfologi berbukit memanjang rendah dengan
arah umum barat laut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk.
Daerah ini tersusun oleh batuankarbonat dari Formasi Tonasa.
Stratigrafi
Qac : Endapan Aluvium, Danau dan Pantai; lempung, lanau, lumpur, pasir
dan kerikil di sepanjang sungai sungai besar dan pantai. Endapan pantai setempat
mengandung sisa kerang dan batugamping koral.
Tmcv : Anggota Batuan gunungapi ; batuan gunungapi bersisipan batuan
sedimen laut; breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir halus
hingga lapilli; bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, batulempung
mengandung sisa tumbuhan, batugamping dan napal. Batuannya bersusunan andesit
dan basal, umumnya sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan, amigdaloidal dan
berlubang-lubang, ditrobos oleh retas, sill dan stock bersusunan basal dan diorit;
berwarna kelabu muda, kelabu tua dan coklat. Penarikan Kalium/Argon pada batuan
basal oleh Indonesian Gulf Oil berumur 17,7 juta tahun, dasit dan andesit berumur
8,93 juta tahun dan 9,92 juta tahun (J.D.Obradovich, 1972), dan basal dari Barru
menghasilkan 6,2 juta tahun (T.M. van Leeuwen, 1978).
Beberapa lapisan batupasir dan batugamping pasiran mengandung moluska dan
serpian koral. Sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir
gampingan, batupasir lempungan, napal dan batugamping mengandung fosil
foraminifera. Berdasarkan atas fosil tersebut dan penarikan radiometri menunjukkan
umur satuan ini adalah miosen tengah-Miosen Akhir.
Batuannya sebagian besar diendapkan dalam lingkungan neritik sebagai fasies
gunungapi Formasi camba, menindih tidak selaras batugamping Formasi camba dan
batuan Formasi Mallawa; sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat
breksi gunugapi mengandung sepaian batugamping, tebal diperkirakan tidak kurang
dari 4.000 meter.
Tmsv : batuan gunungapi Soppeng; breksi gunungapi dan lava, dengan
sisipan tufa berbutir pasir sampai lapili dan batulempung; dibagian utara lebih
banyak tufa dan breksi, sedangkan dibagian selatan lebih banyak lavanya; sebagian
bersusunan basal piroksin dan sebagian basal leusit, kandungan leusitnya semakin
banyak ke arah Selatan; sebagian lavanya berstruktur bantal dan sebagian
terbreksikan; breksinya berkomponen antara 5 cm – 50 cm, warnanya kebanyakan
kelabu tua sampai kelabu kehijauan.
Batuan gunung api ini pada umumnya terubah kuat , amigdaloidal dengan
mineral sekunder berupa urat karbonat dan silikat, diterobos oleh retas (0,5 m – 1,0
m) menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa dan ditindih selaras batuan
Formasi camba; diperkirakan berumur Miosen Bawah.
Struktur Geologi
Struktur Geologi Regional
Batuan tua yang tersingakap didaerah ini adalah sedimen flisch formasi
Marada, berumur kapur atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu
endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu.
Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunungapi pada waktu kira-kira 63 juta
tahun, dan menghasilkan batuan gunungapi terpropilitkan.
Lembah Walanae di Lembar Pangkajane Bagian Barat sebelah Utaranya
menerus ke lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir
Timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Miosen, yaitu sedimen klastika
formasi Salokalupang di sebelah timur dari Sedimen Karbonat Formasi Tonasa di
sebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah barat lembah Walanae
merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu cekungan
sedimentasi dekat dataran.
Paparan Laut dangakal Eosen meluas sampai ke seluruh lembar peta, yang
bukitnya ditunjukan oleh sebaran formasi Tonasa di sebelah barat barru, sebelah
Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen
sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae
rupanya berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegitan gunungapi yang
menghasilkan Formasi Kalamaseng.
Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh tektonik yang
mengakibatkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian terjadi
cekungan dimana formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar tejadi
pada awal Miosen tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala
Pliosen.
Menurut cekungan Walanae dibarengi dengan kegiatan gunungapi yang terjadi secara
luas di sebelah Bartnya dan mungkin secara lokal di sebelah Timurnya. Peristiwa ini
terjadi selama Miosen tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya terjadi dimuka
laut, dan kemungkinan sebagian muncul di permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan
gunungapi selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen
menghasilkan Batuan gunungapi Baturape-Cindako kelompok retas basal berbentuk
radier memusat kegunungapi Cindako dan gunung Baturape, terjadinya mungkin
berhubungan gerakan mengkubah pada kala Pliosen.
Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung dengan kala Plistosen,
menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan magma pada
akhir Plistosen, diikuti oleh tektonik yang menghasilkan sesar-sesar en echelon
(merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara Selatan. Sesar-sesar
en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan yang mendatar dekstral dari pada
batuan alas dibawah Lembar Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir barat Ujung Lengan
Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pada kala Holosen hanya terjadi
endapan alluvium dan rawa-rawa.
BAB II
DATA STRUKTUR KEKAR
A. DATA KEKAR ( DILATATIONAL/EXTENSION JOINT )
Tabel I
NOSTRIK
ENO
STRIK
ENO
STRIK
ENO
STRIK
E
1 303 20 224 39 119 58 270
2 21 21 310 40 185 59 294
3 300 22 51 41 239 60 27
4 304 23 67 42 258 61 314
5 302 24 298 43 190 62 197
6 222 25 226 44 239 63 215
7 310 26 228 45 270 64 300
8 306 27 27 46 192 65 192
9 305 28 119 47 215 66 301
10 45 29 49 48 279 67 212
11 44 30 294 49 55 68 20
12 40 31 205 50 265 69 310
13 225 32 112 51 32 70 185
14 219 33 119 52 219 71 295
15 164 34 307 53 25 72 184
16 40 35 304 54 195 73 182
17 44 36 131 55 257 74 180
18 307 37 308 56 190 75 203
19 193 38 151 57 297 76 315
Tabel Data Kekar I
NO DIP NO DIP NO DIP NO DIP1 53 20 76 39 67 58 782 40 21 43 40 71 59 563 62 22 66 41 65 60 574 51 23 43 42 68 61 635 45 24 60 43 70 62 736 63 25 80 44 68 63 797 69 26 61 45 64 64 648 78 27 59 46 60 65 689 74 28 42 47 65 66 6510 79 29 41 48 65 67 6011 41 30 71 49 60 68 6312 69 31 52 50 60 69 7513 63 32 70 51 58 70 7214 72 33 69 52 75 71 7015 70 34 59 53 59 72 8516 66 35 58 54 85 73 6917 75 36 81 55 75 74 7218 51 37 62 56 69 75 6219 64 38 66 57 61 76 70
Tabel Data Kekar 360˚
No
Data Kekar N…°W Data Kekar N…°E
Strike (°)Frekuensi Strike
(°)
Frekuensi
Turus Jumlah Turus Jumlah
1 0-10 0 0-10 0
2 11-20 0 11-20 I 1
3 21-30 0 21-30 IIII 4
4 31-40 0 31-40 III 3
5 41-50 IIIII 5 41-50 IIII 4
6 51-60
IIIIIIIIIII
I 12 51-60 II 2
7 61-70 IIIII 5 61-70 I 1
8 71-80 0 71-80 0
9 81-90 III 3 81-90 0
10 91-100 I 1 91-100 0
11 101-110 II 2
101-
110 0
12 111-120 0
111-
120 IIII 4
13 121-130 II 2
121-
130 0
14 131-140 IIIII 5
131-
140 I 1
15 141-150 IIIII 5
141-
150 0
16 151-160 II 2
151-
160 I 1
17 161-170 IIIIIII 7
161-
170 I 1
18 171-180 IIII 4
171-
180 I 1
53 23
Tabel : Data Kekar 180˚
No
Data Kekar N…°W Data Kekar N…°E
Strike
(°)
Frekuensi Strike
(°)
Frekuensi
Turus Jumlah Turus Jumlah
1 0-10 I 1 0-10 IIIIII 6
2 11-20 11-20 IIIIIII 7
3 21-30 II 2 21-30 IIIIII 6
4 31-40 31-40 IIIIIIIIII 10
5 41-50 IIIII 5 41-50 IIIIIIII 8
6 51-60
IIIIIIIIIII
I 12 51-60 III 3
7 61-70 IIIIIIIII 9 61-70 I 1
8 71-80 71-80 II 2
9 81-90 IIII 4 81-90
33 43
Tabel Data Kekar 2
No.Bukaan
Kekar (cm)Panjang
Kekar (cm)Spasi Kekar
(cm)
Jenis Minera
l
Luas Bukaan (cm)
1 0.4 22 2
8.82 0.1 18 0 1.83 0.2 15 8 34 1 20 10 205 0.8 18 0 14.46 0.3 5 2 1.57 0.5 10 9 58 0.2 8 14 1.69 1 17 0 1710 0.6 3 13 1.811 0.4 5 6 212 0.2 13 12 2.613 0.3 18 18 5.414 0.5 117 0 58.515 0.3 20 1 616 0.3 8 5 2.4
17 0.2 32 16 6.418 0.5 17 12 8.519 0.6 30 15 1820 0.2 12 3 2.421 2 22 7 4422 0.4 18 2 7.223 0.2 15 9 324 0.3 20 3 625 0.1 18 11 1.826 0.4 5 10 227 0.5 10 3 528 0.6 8 14 4.829 0.2 17 6 3.430 0.3 3 5 0.931 1 5 10 532 0.5 112 8 5633 0.6 20 9 1234 0.4 18 12 7.235 0.3 5 8 1.536 0.4 10 14 437 1 8 11 838 0.2 17 5 3.439 0.1 3 0 0.340 0.3 5 2 1.541 0.3 13 2 3.942 0.4 18 5 7.243 0.4 12 3 4.844 0.2 20 1 445 0.2 11 0 2.246 0.5 6 0 347 0.4 3 1 1.248 0.4 7 3 2.849 0.3 10 7 350 0.3 18 4 5.451 0.2 35 2 752 0.6 10 0 653 0.4 8 0 3.254 0.1 17 11 1.755 0.1 3 8 0.356 0.2 5 2 157 0.2 13 3 2.658 0.4 18 7 7.2
59 0.4 12 6 4.860 0.5 20 3 1061 0.5 11 0 5.562 0.3 6 1 1.863 0.3 3 0 0.964 0.2 7 6 1.465 0.2 10 0 266 0.1 18 3 1.867 0.1 35 1 3.568 0.6 35 0 2169 0.6 11 15 6.670 0.4 8 0 3.271 0.4 10 10 472 0.5 32 0 1673 0.5 5 1 2.574 0.3 16 0 4.875 0.3 72 0 21.676 0.4 135 13 54
B. ANALISIS KERAPATAN KEKAR
Rumus : ρ = ΣL/(p+l)
Dimana : ρ = Density (Volume/Kerapatan)
ΣL = Luas dari masing-masing kekar
(ρ + l ) = Luas dari area pengukuran kekar
ρ 1 = ΣL/(p+l)
= 0.022
ρ 2 = ΣL/(p+l)
= 0.0045
ρ 3 = ΣL/(p+l)
= 0.0075
ρ 4 = ΣL/(p+l)
ρ 10 = ΣL/(p+l)
= 0.0045
ρ 11 = ΣL/(p+l)
= 0.005
ρ 12 = ΣL/(p+l)
= 0.0065
ρ 13 = ΣL/(p+l)
= 0.0135
ρ 14 = ΣL/(p+l)
= 0.14625
ρ 15 = ΣL/(p+l)
= 0.015
= 0.05
ρ 5 = ΣL/(p+l)
= 0.036
ρ 6 = ΣL/(p+l)
= 0.00375
ρ 7 = ΣL/(p+l)
= 0.0125
ρ 8 = ΣL/(p+l)
= 0.004
ρ 9 = ΣL/(p+l)
= 0.0425
ρ 19 = ΣL/(p+l)
= 0.045
ρ 20 = ΣL/(p+l)
= 0.006
ρ 21 = ΣL/(p+l)
= 0.11
ρ 22 = ΣL/(p+l)
= 0.018
ρ 23 = ΣL/(p+l)
= 0.0075
ρ 24 = ΣL/(p+l)
= 0.015
ρ 25 = ΣL/(p+l)
= 0.0045
ρ 10 = ΣL/(p+l)
= 0.0045
ρ 11 = ΣL/(p+l)
= 0.005
ρ 12 = ΣL/(p+l)
= 0.0065
ρ 13 = ΣL/(p+l)
= 0.0135
ρ 14 = ΣL/(p+l)
= 0.14625
ρ 15 = ΣL/(p+l)
= 0.015
ρ 31 = ΣL/(p+l)
= 0.0125
ρ 32 = ΣL/(p+l)
= 0.14
ρ 33 = ΣL/(p+l)
= 0.03
ρ 34 = ΣL/(p+l)
= 0.018
ρ 35 = ΣL/(p+l)
= 0.00375
ρ 36 = ΣL/(p+l)
= 0.01
ρ 37 = ΣL/(p+l)
= 0.02
ρ 38 = ΣL/(p+l)
= 0.0085
ρ 39 = ΣL/(p+l)
= 0.00075
ρ 26 = ΣL/(p+l)
= 0.005
ρ 27 = ΣL/(p+l)
= 0.0125
ρ 28 = ΣL/(p+l)
= 0.012
ρ 29 = ΣL/(p+l)
= 0.0085
ρ 30 = ΣL/(p+l)
= 0.00225
ρ 43 = ΣL/(p+l)
= 0.012
ρ 44 = ΣL/(p+l)
= 0.01
ρ 45 = ΣL/(p+l)
= 0.0055
ρ 46 = ΣL/(p+l)
= 0.0075
ρ 47 = ΣL/(p+l)
= 0.003
ρ 48 = ΣL/(p+l)
= 0.007
ρ 49 = ΣL/(p+l)
= 0.0075
ρ 31 = ΣL/(p+l)
= 0.0125
ρ 32 = ΣL/(p+l)
= 0.14
ρ 33 = ΣL/(p+l)
= 0.03
ρ 34 = ΣL/(p+l)
= 0.018
ρ 35 = ΣL/(p+l)
= 0.00375
ρ 36 = ΣL/(p+l)
= 0.01
ρ 37 = ΣL/(p+l)
= 0.02
ρ 38 = ΣL/(p+l)
= 0.0085
ρ 39 = ΣL/(p+l)
= 0.00075
ρ 56 = ΣL/(p+l)
= 0.0025
ρ 57 = ΣL/(p+l)
= 0.0065
ρ 58 = ΣL/(p+l)
= 0.018
ρ 59 = ΣL/(p+l)
= 0.012
ρ 60 = ΣL/(p+l)
= 0.025
ρ 61 = ΣL/(p+l)
= 0.01375
ρ 62 = ΣL/(p+l)
= 0.0045
ρ 63 = ΣL/(p+l)
= 0.00225
ρ 64 = ΣL/(p+l)
= 0.0035
ρ 65 = ΣL/(p+l)
ρ 50 = ΣL/(p+l)
= 0.0135
ρ 51 = ΣL/(p+l)
= 0.0175
ρ 52 = ΣL/(p+l)
= 0.015
ρ 53 = ΣL/(p+l)
= 0.008
ρ 54 = ΣL/(p+l)
= 0.00425
ρ 55 = ΣL/(p+l)
= 0.00075
ρ 69 = ΣL/(p+l)
= 0.0165
ρ 70 = ΣL/(p+l)
= 0.008
ρ 71 = ΣL/(p+l)
= 0.01
ρ 72 = ΣL/(p+l)
= 0.04
ρ 73 = ΣL/(p+l)
= 0.00625
ρ 74 = ΣL/(p+l)
= 0.012
ρ 75 = ΣL/(p+l)
= 0.054
ρ 56 = ΣL/(p+l)
= 0.0025
ρ 57 = ΣL/(p+l)
= 0.0065
ρ 58 = ΣL/(p+l)
= 0.018
ρ 59 = ΣL/(p+l)
= 0.012
ρ 60 = ΣL/(p+l)
= 0.025
ρ 61 = ΣL/(p+l)
= 0.01375
ρ 62 = ΣL/(p+l)
= 0.0045
ρ 63 = ΣL/(p+l)
= 0.00225
ρ 64 = ΣL/(p+l)
= 0.0035
ρ 65 = ΣL/(p+l)
ρ 76 = ΣL/(p+l)
= 0.135
C. ANALISIS ARAH GAYA UTAMA
-ANALISIS BERDASARKAN DIAGRAM ROSE
Berdasarkan hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah
tegasan maksimum (σ1) N220˚E dan arah tegasan minimum (σ3) N40˚E.
-ANALISIS BERDASARKAN STEREOGRAFIS
Berdasarkan hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah
tegasan maksimum (σ1) N220˚E dan arah tegasan minimum (σ3) N40˚E.
BAB III
DATA STRUKTUR SESAR
A. Data Sesar Minor Tabel 1 : Data sesar minor/shear joint/hybrid joint
Fault Plane (Kuadran) Striasi (Azimuth)
Arah Plunge Shear SenseStrike (...°)
Dip (...°)
Arah Slip (...°)
Plunge (...°)
300° 51° N60°E 50° E S320° 62° N20°E 61° E S 288° 89° N70°W 62° N S275° 60° N70°W 65° W S285° 76° N70°W 61° W D301° 37° N70°W 69° W D145° 49° N71°W 60° E S294° 50° N80°E 58° E D36° 31° N78°E 32° W D 293° 77° N60°E 50° E D310° 58° N10°E 21° W S308° 2° N30°E 46° W S200° 72° N90°E 46° E D180° 32° N60°E 44° E D
Tabel 2 : Dimensi data sesar minor/shear joint
NoPanjang Sesar
(m)Bukaan
(cm)Shear Sense
1 10,8 117 S2 1,8 52 S3 2,2 52 S4 1,5 44 S5 0,7 16,3 D6 3,4 50 D7 6 30 S8 11,8 40 S
B. Analisis Stress State (MIM-software)
Berdasarkan hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah
tegasan maksimum (σ1) N156˚E dan arah tegasan minimum (σ3) N66˚E.
Berdasarkan hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah
tegasan maksimum (σ1) N156˚E dan arah tegasan minimum (σ3) N66˚E.
BAB IV
DATA LIPATAN
A. Data Lipatan
B. Klasifikasi Lipatan
Berdasarkan analisis data lapangan, maka didapatkan sudut interlimb
sebesar 107˚ dan sudut penunjaman (plunge) sebesar 20˚.
Maka berdasarkan klasifikasi lipatan menurut Fleuty (1964), dapat
ditentukan jenis lipatan berdasarkan nilai sudut interlimb (sudut yang
dibentuk oleh perpotongan dan perpanjangan kemiringan limb) dan nilai
sudut penunjaman (plunge). Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
C. Analisis Arah Gaya (Konsistensi dengan sesar, struktur lainnya)
Berdasarkan hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah gaya N
235oE.
No Strike/Dip (Limb Kiri)
Strike/Dip (Limb Kanan)
Axial Line Axial Plane/Surface
1 N 117oE 12o N 225oE 36o N 235oE 17oS N 235oE 20oE
BAB V
KESIMPULAN
A. Jenis Kekar
Adapun jenis kekar yang dapat diinterpretasikan dari data yang diperoleh
dilapangan ialah jenis kekar pada singkapan batuan ini ialah Kekar Gerus (Shear
Joint), yaitu kekar yang terjadi akibat stress yang cenderung mengelincir bidang satu
sama lainnya yang berdekatan.
Adapun ciri-ciri dilapangan :
· Biasanya bidangnya licin.
· Memotong seluruh batuan.
· Memotong komponen batuan.
· Biasanya ada gores garis.
· Adanya joint set berpola belah ketupat.
B. Densitas Kekar
Berdasarkan hasil analisis data kerapatan kekar dilapangan maka nilai rata-
rata dari kerapatan kekar ini ialah 0.019605. Maka dapat disimpulkan bahwa
ketahanan batuan dari batuan ini ialah lemah.
C. Sejarah Deformasi (Umur relatif kekar, sesar dan lipatan)
Sesar normal (Ekstensional fault) terbentuk akibat adanya tegasan
ekstensional (gaya tarikan), sehingga pada bagian tertentu gaya gravitasi lebih
dominan. Kondisi ini mengakibatkan dibeberapa bagian tubuh batuan akan bergerak
turun yang selanjutnya lazim dikenal sebagai proses pembentukan sesar normal.
Sesar normal terjadi apabila Hanging wall relatif bergerak ke bawah terhadap
foot wall. Gerak sesar normal ini dapat murni tegak atau disertai oleh gerak lateral
(sinistral atau dekstral). Sistem tegasan pembentuk sesar normal adalah ekstensional,
dimana posisi tegasan utamanya vertikal sedangkan kedudukan tegasan menengah
dan minimum adalah lateral.
Sesar normal umumnya terbentuk lebih dari satu bidang yang posisinya relatif
saling sejajar. Apabila bidang sesarnya lebih dari satu buah, maka bagian yang tinggi
dinamakan sebagai horst dan bagian yang rendah dinamakan sebagai graben.
Selanjutnya apabila jenjang dari bidang sesar normal ini hanya berkembang di salah
satu sisi saja (gawir sesar hanya dijumpai pada salah satu lereng saja), maka
kelompok sesar tersebut lazim dinamakan sebagai half graben dan apabila jenjang
bidang sesar normalnya berpasangan maka dinamakan sebagai graben.
Berdasarkan pada bentuk bidang sesar, maka sesar normal ini dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu Planar Ekstensional Fault dan Listric
Ekstensional Fault. Selanjutnya Planar ekstensional fault berdasarkan ada tidaknya
rotasi, dibedakan menjadi Non-rotational planar fault dan Rotational planar fault.
Secara lokal, pembentukan sesar normal dapat terjadi akibat sistem tegasan
kompresional. Terbentuknya “Pull apart basin”, merupakan salah satu contoh dalam
kasus ini. Contoh ideal dari pembentukan “pull apar basin” adalah terbentuknya
beberapa rendahan atau cekungan (dapat berupa danau). Di beberapa lokasi
sepanjang jalur Sesar Semangko, dijumpai beberapa danau yang pembentukannya
dikontrol oleh sesar ini. Pembentukan sesar Semangko ini dipengaruhi oleh sistem
tegasan kompresional, sedangkan pembentukan danaunya sendiri dipengaruhi oleh
tegasan ekstensional. Dalam kasus ini pembentukan pull apart terjadi pada bagian
sesar en-echelon.
Berdasarkan data yang diperoleh, satuan ini menunjukan kisaran umur
Miosen Tengah – Miosen Akhir (N.9-N.15).
D. Hubungan Gaya Utama Hasil Analisis Data Lapangan Dengan Regional
Berdasarkan hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan
maksimum (σ1) N156˚E dan arah tegasan minimum (σ3) N66˚E.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.http://one2land.wordpress.com.struktur-geologi-pulau-batukalasi-
kabupaten-barru-propinsi-sulawesi-selatan. Diakses pada tanggal 22 Mei
2014, pukul 03.44 WITA
Farid.2011.http://faridhatake.blogspot.com.apa-itu-sesar. Diakses pada tanggal 22
Mei 2014, pukul 04.44 WITA