laporan sl hutan wanagama

54
LAPORAN STUDI LAPANGAN HUTAN WANAGAMA Disusun Oleh : Kelompok 2 Prodi Pendidikan Biologi Subsidi Alfiah Nurul Wahidah (08304241019) Fatchiyatul Ummah (09304241023) Agustina Yussy Wijayanti (09304241002) Arini Rahmawati S. (09304241024) Mukharomah Rahmawati (09304241003) Elfa Triyani (09304241025) Nova Dwisatri Anggraeni (09304241004) Chomariyah (09304241027) Indy Laili Fitriani (09304241006) Winarsih (09304241030) Atiah Hestining Tyas (09304241007) Deny Sulistyani (09304241034) Selvia Febriani (09304241010) Latifah Zuliyanti (09304241036)

Upload: khaerul-senhu

Post on 30-Jun-2015

815 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

LAPORAN STUDI LAPANGAN HUTAN WANAGAMA

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Prodi Pendidikan Biologi Subsidi

Alfiah Nurul Wahidah (08304241019) Fatchiyatul Ummah (09304241023)

Agustina Yussy Wijayanti (09304241002) Arini Rahmawati S. (09304241024)

Mukharomah Rahmawati (09304241003) Elfa Triyani (09304241025)

Nova Dwisatri Anggraeni (09304241004) Chomariyah (09304241027)

Indy Laili Fitriani (09304241006) Winarsih (09304241030)

Atiah Hestining Tyas (09304241007) Deny Sulistyani (09304241034)

Selvia Febriani (09304241010) Latifah Zuliyanti (09304241036)

Tyas utami (09304241011) Netty Ardianti (09304241039)

Asri Puspitasari (09304241013) Novi Nuryanti (09304241040)

Rifkie Aziz Agustian (09304241015) Khaerul Husen (09304241042)

Hanafia Pahardini (09304241017) Puspita Eka Septiana (09304241045)

Tri Utami (09304241018)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2010

Page 2: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

A. JUDUL

Analisis Vegetasi

B. POKOK BAHASAN

Analisis Vegetasi ke Hutan Wanagama

C. SUBPOKOK BAHASAN

1. Teknik Ploting dengan menggunakan “Quadrat Sampling Technques”

2. Teknik plotless dengan menggunakan “Point Quarteer Techniques”

D. PRINSIP DASAR

A. Vegetasi

Vegetasi merupakan unsur yang dominan yang mampu berfungsi

sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi

tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang

alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun,

batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang

ditimbulkan dari daun, bunga maupun buahnya (Rochman, 2005).

Kimball (2005) menyatakan bahwa hutan hujan tropis mencapai

perkembangan sepenuhnya pada bagian belahan bumi sebelah barat dan

mencapai perkembangan sepenuhnya di bagian tengah dan selatan,sangat

beragam spesiesnya. Disana, jarang dijumpai dua pohon dari spesies yang

sama tumbuh berdekatan.vegetasinya sedemikian rapat sehingga cahaya

sangat sedikit yang sampai ke dasar hutan.

Wilayah hutan hujan tropis mencakup ± 30% dari luas permukaan bumi

dan terdapat mulai dari Amerika Selatan, bagian tengah dari benua Afrika,

sebagian anak benua India, sebagian besar wilayah Asia Selatan dan

wilayah Asia Tenggra, gugusan kepulauan di samudra Pasifik, dan

sebagian kecil wilayah Australia. Pada umumnya wilayah hutan hujan

tropis dicirikan oleh adanya 2 musim dengan perbedaan yang jelas, yaitu

musim penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu dan

Page 3: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

kelembaban udara yang tinggi, demikian juga dengan curah hujan,

sedangkan hujan merata sepanjang tahun (Ewusie, 1980).

Menurut Soedjiran et all (1993) hutan hujan tropis (tropical rain forest)

terdapat di daerah tropis yang basah dengan curah hujan yang tinggi dan

tersebar sepanjang tahun, seperti di Amerika tengah dan selatan, Asia

tenggara, Indonesia dan Australia timur laut. Dalam hutan ini pohon-

pohonnya tinggi dan pada umumnya berdaun lebar dan selalu hijau,

jumlah jenis besar. Sering terdapat paku-paku pohon, tanaman merambat

berkayu liana yang sering dapat mencapai puncak pohon-pohon yang

tinggi dan epifit. Hutan ini kaya akan jenis-jenis hewan invertebrata dan

vertebrata.

Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan

struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam,

yaitu metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan

petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur

(untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah

permudaan) dalam kegiatan-kegiatan penelitian di bidang ekologi hutan

seperti halnya pada bidang-bidang ilmu lainnya yang bersangkut paut

dengan Sumber Daya Alam (Latifah, 2005).

B. Struktur Vegetasi

Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi

pada suatu area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan)

individu dan diversitas (keanekaragaman) jenis. Komposisi dan struktur

suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa faktor seperti : flora

setempat, habitat, (iklim,tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan.

Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan tidak dapat dilepaskan dari

pentingnya mengetahui air tanah dan ketersediaan air tanah bagi tumbuhan

di sekitarnya. Ketersediaan air dalam tanah ditentukan oleh kemampuan

partikel tanah memegang air. Air tanah adalah air yang bergerak dalam

tanah yang terdapat dalam ruang-ruang antar butir tanah yang

Page 4: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

membentuknya. Air tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu air tanah

dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal terdapat pada bidang tanah

yang mempunyai pengaruh besar terhadap proses pembentukan tanaman.

Melalui profil, kedalaman air dapat diduga berdasarkan tinggi, maka air

tanah yang selalu mengalami periode naik turun sesuai dengan keadaan

musim atau faktor lingkungan luar lainnya. Kedalaman muka air tanah

yang dimaksud adalah kedalaman muka priotik yaitu kedalaman muka air

tanah sumur-sumur gali yang ada (Kusumawati, 2008).

Penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi

tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan

untuk menjawab kebutuhan mahkluk hidup Mengingat tinggi dan

pentingya nilai hutan, maka upaya pelestarian hutan wajib dilakukan

apapapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya

peningkatan produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan

sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang. Produktivitas tegakan

ataupun ekosistem hutan Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai

mata rantai pemeliharaan (Marsono, 2004).

Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan

atau pembinaan hutan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam satu kesatuan pengelolaan hutan dalam rangka melindungi hutan

berikut komponen yang ada didalamnya dari berbagai macam faktor

penyebab kerusakan. Hutan jika ditinjau dari aspek kesehatannya terbagi

atas tiga komponen yakni dari sisi pemanfaatan yakni pada tegakkan

hutan, lingkungan yakni terhadap sebuah komunitas dan kesehatan

ekosistem yang lebih menjurus pada landscape (Marsono, 2004).

C. Hutan Wanagama

Kawasan Hutan Wanagama yang luasnya hampir mencapai 600

hektar merupakan tumpuan harapan bagi banyak orang yang bermukim di

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya untuk kepentingan

Page 5: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

ekonomis ataupun kebutuhan akan jasa lingkungan sebagai paru–paru kota

dan sebagai media pembelajaran alamiah ataupun oleh pemerintah daerah

sebagai salah satu aset wisata alam bagi daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY). Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh lewat

kehadiran kawasan Hutan wanagama ini, maka upaya untuk

mempertahankan fungsi dan peran kawasan ini harus terus dilakukan

(Irwanto, 2006).

Bahwa hutan yang sehat terbentuk apabila faktor-faktor biotik dan abiotik

dalam hutan tersebut tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian

tujuan pengelolaan hutan saat ini maupun masa akan datang. Kondisi hutan

sehat ditandai oleh adanya pohon-pohon yang tumbuh subur dan produktif,

akumulasi biomasa dan siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan

signifikan oleh organisme pengganggu tumbuhan, serta membentuk

ekosistem yang khas (Kimmins, 1987).

Ekosistem hutan yang sehat terbentuk setelah hutan mencapai tingkat

perkembangan klimaks, yang ditandai oleh tajuk berlapis, pohon-pohon

penyusun terdiri atas berbagai tingkat umur, didominasi oleh pohon-pohon

besar, serta adanya rimpang yang terbentuk karena matinya pohon.

Ekosistem hutan yang sehat tercapai bila tempat tumbuhnya dapat

mendukung ekosistem untuk memperbaharui dirinya sendiri secara alami,

mempertahankan diversitas penutupan vegetasi, menjamin stabilitas

habitat untuk flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional di

antara komunitas tumbuhan, hewan dan lingkungan (Widyastuti, 2004).

Kesehatan hutan dan kesehatan ekosistem tersebut menunjukkan bahwa

keduanya merupakan tingkatan-tingkatan integrasi biologis.

Konsekuensinya ialah antara keduanya mempunyai karakteristik yang

sama, namun demikian terdapat perbedaan yang fundamental. Aspek

kesehatan ekosistem lebih berhubungan dengan pola penutupan vegetasi

dalam kisaran kondisi-kondisi ekologi yang luas, sedangkan kesehatan

hutan lebih menekankan pada kondisi untuk memperoleh manfaatnya

(Sumardi,2004).

Page 6: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

E. ALAT DAN BAHAN

1. QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES

a. Patok (40 batang)

b. Tali (plastic terpilin lebih baik) (3 ball raksasa)

c. Meteran panjang (roll meter) (30 meter)

d. Pisau tajam (1 buah)

e. Kantong plastic tipis (1 kg) (100 biji)

f. Steples kecil dengan isinya (1 buah)

g. Kertas label (100 lembar)

h. Spidol permanen kecil (1 buah)

i. Kamera ( 1 buah)

2. POINT QUARTER TECHNIQUES

a. Patok 20 buah)

b. Meteran panjang / roll meter (1 buah)

c. Alat-alat untuk data abiotik:

Thermometer (1 buah)

Hygrometer (1 buah)

Roll meter pendek / metlin (1 buah)

Page 7: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

F. LANGKAH KERJA

1. QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES

Menyiapkan alat dan baham yang dibutuhkan.

Memperluas plot sebesar dua kali lipat dari luas sebelumya dan kembali

mencatat serta menghitung jumlah spesiesyang ada. Teerus melakukan hal

ini hingga tidak ditemukan spesies baru pada plot tersebut.

Mengolah data yang diperoleh untuk mendapatkan grafik untuk menentukan

luas minimal plot.

Melakukan perhitungan terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan

nilai penting.

Setelah luas miimal plot dikeyahui, membuat plot seluas plot minimal

sebanyak beberapa kali. Mencatat dan menghitung jumlah spesies yang ada.

Menginterpretasikan hasil yang diproleh.

Mengolah data yang diperolek untuk mendapatkan grafik penentuan jumlah

minimal plot.

Membuat plot seluas 4x4 m. Kemudian mencatat dan menghitung jumlah

spesies yang ada.

Memilih lokasi pengamatan dan batas-batasnya.

Page 8: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

2. POINT QUARTER TECHNIQUES

Page 9: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Contoh pembuatan arah garis pertama dan kedua bserta pengukuran jarak.

Cara menentukan nilai penting adalah sebagai berikut.

Tetapkan jarak rata-rata antarpohon (digunakan jarak antara pohon dan point),

yang selanjutnya dikenal sebagai D (mean distance).

D (mean distance) = total jarak pohon dari seluruh pengukuran : jumlah seluruh

quarter

Densitas absolute seluruh spesies dalam luas area tertentu (jumlah pohon seluruh

spesies dalam luas area tertentu). Jika digunakan luas area = 100 m2, maka:

Densitas absolute seluruh spesies tiap 100 m2 = 100 : D2 …………..

…………….(A)

Tetapkan jumlah pohon masing-masing spesies setiap quarter

= jumlah pohon spesies ybs pada seluruh quarter : jumlah seluruh quarter ..(B)

Densitas absolute spesies ybs (jumlah pohon spesies ybs setiap luas area 100 m2)

Jarak yang diukur

Garis kedua

Compass line (garis pertama

Sampling point

Page 10: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

= (jumlah pohon sp ybs pada seluruh quarter : jumlah seluruh quarter) x densitas

seluruh spesies tiap 100 m2

Atau

= (B) x (A)

Densitas relative spesies ybs:

= (densitas absolute sepsies ybs : total densitas absolute seluruh spesies) x 100%

Dominansi absolute spesies ybs:

a = rata-rata basal area spesies ybs x densitas absolute spesies ybs

b = rata-rata luas penutupan spesies ybs x densitas absolute spesies ybs

Dominansi relative spesies ybs;

= (dominansi absolute spesies ybs : total dominansi asout seluruh spesies) x

100%

Frekuensi absolute spesies ybs:

= (jumlah point yang ada speies ybs : seluruh point) x 100%

Nilai penting = densitas relative + dominansi relative + frekuensi relatif

Page 11: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

G. DATA HASIL PENGAMATAN

1. DATA SPESIES PADA SAAT PENENTUAN LUAS MINIMAL PLOT

Nama SpesiesPlot

JumlahI II III IV V

Podocarpus 127 27 16 53 199 422

Mahoni 11 6 7 28 19 71

Leresede 9 14 46 238 74 381

Akasia 1 2 7 17   27

Mlanding 3 6 11 100 22 142

Kerinyu 6 2 26 69   103

Sembung 6         6

Sembukan 5 10   10 6 31

Duwet   3 4     7

Paku Suplir   2   2   4

B   4   6 14 24

Jamur bentuk bunga   2       2

C   1       1

D   8 16 1   25

E   1       1

F   1       1

G   1       1

Rikateku   3   2 3 8

Rurukem   1 4 2 3 10

I     2     2

Rumput Gajah     2   20 22

Risaradan     3     3

Page 12: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

L       1 1 2

Suweg       2 3 5

Tapak Liman       5   5

Jamur berbentuk tudung 3 3

Dandelion 2 2

Page 13: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

2. DATA QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES

Nama SpesiesPlot

JumlahI II

Podocarpus 127 27 154

Mahoni 11 6 17

Leresede 9 14 23

Akasia 1 2 3

Mlanding 3 6 9

Kerinyu 6 2 8

Sembung 6   6

Sembukan 5 10 15

Duwet   3 3

Paku Suplir   2 2

B   4 4

Jamur bentuk bunga   2 2

C   1 1

D   8 8

E   1 1

F   1 1

G   1 1

Rikateku   3 3

Rurukem   1 1

3. PERHITUNGAN DATA QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES

Nama

Spesies

Densitas

Absolut

Densitas

Relatif

Frekuensi

Absolut

Frekuensi

Relatif

Nilai

PentingRank

Podocarpus 4,8125 58,77863% 1 7,69% 66,48663 1

Mahoni 0,53125 6,48855% 1 7,69% 14,17855 3

Leresede 0,71875 8,77863% 1 7,69% 16,46863 2

Akasia 0,09375 1,14504% 1 7,69% 8,83504 7

Mlanding 0,28125 3,43511% 1 7,69% 11,12511 6

Kerinyu 0,25 3,05344% 1 7,69% 11,19344 5

Page 14: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Sembung 0,1875 2,29008% 0,5 3,85% 6,14008 9

Sembukan 0,46875 5,72519% 1 7,69% 13,41519 4

Duwet 0,09375 1,14504% 0,5 3,85% 4,99504 11

Paku Suplir 0,0625 0,76336% 0,5 3,85% 4,61336 12

B 0,125 1,52672% 0,5 3,85% 5,37672 10

Jamur

bentuk

bunga

0,0625 0,76336% 0,5 3,85% 4,61336 12

C 0,03125 0,38168% 0,5 3,85% 4,23168 13

D 0,25 3,05344% 0,5 3,85% 6,90344 8

E 0,03125 0,38168% 0,5 3,85% 4,23168 13

F 0,03125 0,38168% 0,5 3,85% 4,23168 13

G 0,03125 0,38168% 0,5 3,85% 4,23168 13

Rikateku 0,09375 1,14504% 0,5 3,85% 4,99504 11

Rurukem 0,03125 0,38168% 0,5 3,85% 4,23168 13

Total 8,1875 100% 13 100%

4. DATA ABIOTIK

Komponen AbiotikPlot

I II

Suhu 25°C 25°C

Intensitas Cahaya 590 cd 480 cd

Kelembaban Udara 61% 61%

Tekstur Tanah Gembur Gembur

5. DATA POINT QUARTER TECHNIQUES

Point Quarter Nama Spesies

Basal Area (cm2)

Jarak Pohon

(m)

Diameter Batang

(cm)

Diameter Tajuk (m)

Luas Penutupan

(m2)D1 D21 I Podocarpus 28,26 0,6 5 3 2,52 23,94 II Leresede 7,06 1,84 3 1,3 0,56 2,72

Page 15: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

III Mahoni 530,66 1,32 20 7,43 2,2 72,86 IV Leresede 63,58 0,63 7 2,88 1,94 18,252 I Leresede 12,56 0,6 2 1,1 0,85 2,99 II Leresede 314 1,5 3,5 2,7 0,4 7,55 III Leresede 19,62 0,99 2,25 3,5 2,5 28,28 IV Akasia 3,4 1,4 3,5 6,3 3,9 8,17

Point QuarterNama

Spesies Center

Basal Area (cm2)

Jarak Pohon

(m)

Diameter Batang

(cm)

Diameter Tajuk (m)

Luas Penutupan

(m2)1 I Podocarpus 38,46 0 5 1,96 3,0162 I Mahoni 12,56 0 3 0,35 0,096

H. PEMBAHASAN

Pengamatan kami kali ini adalah menuju ke Hutan Wanagama. Kami

melakukan analisis vegetasi di hutan tersebut. Kami melakukan dua buah

teknik pengamatan, yaitu quadrat sampling techniques dan point quarter

techniques. Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari struktur vegetasi

dan membuat interpretasi fungsi komunitas tumbuhan pada tegakan yang

dipelajari. Berikut adalah pembahasan mengenai analisis vegetasi

menggunakan quadrat sampling techniques.

Dalam teknik quadrat sampling techniques, kami membutuhkan patok

sebanyak 40 buah untuk membuat plot, tali (plastic terpilin lebih baik)

sebanyak 3 ball raksasa untuk membatasi plot pengamatan, meteran panjang

(roll meter) sepanjang 30 meter untuk mengukur luas plot, pisau tajam

sebanyak 1 buah untuk mengambil sampel vegetasi atau memotong tali,

kantong plastik tipis (1 kg) sebanyak 100 biji untuk menyimpan sampel

vegetasi yang diambil, steples kecil dengan isinya sebanyak 1 buah untuk

mengeklip plastik sampel agar sampel tidak jatuh, kertas label sebanyak 100

lembar untuk memberi nama/tanda pada sampel, spidol permanen kecil

sebanyak 1 buah untuk memberi nama/tanda pada sampel, kamera sebanyak 1

buah untuk dokumentasi.

Page 16: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Langkah kerja yang kami lakukan di sana untuk analisis vegetasi

perrtama kali adalah menentukan lokasi studi dan menentukan batas-batasnya.

Selanjutnya menentukan luas minimal plot contoh (plot sample), yaitu dengan

cara secara random, mengambil tempat untuk meletakkan kuadrat I, dengan

sisi 4 m atau luas kuadrat I = 16 m, kemudian mencatat nama spesies dan

menghitung jumlahnya pada kuadrat I. Dilanjutkan dengan memperluas

kuadrat I menjadi dua kali lipat luasnya, yang selanjutnya perluasan kuadrat I

disebut kuadrat II. Begitu seterusnya hingga mencapai kuadrat III, IV, dan V.

Setelah beberapa plot dibuat hingga tidak ditemukan spesies baru pada

plot yang telah dibentuk terakhir kali, kami membuat grafik atas dasar hasil

yang dikerjakan melalui langkah-langkah di atas dengan ketentun: sumbu X

menunjukkan luas kuadrat dan sumbu Y menunjukkan jumlah kumulatif

spesies. Setelah grafik terbentuk, menentukan titik pada sumbu X seharga 10%

dari luas kuadrat terbesar (luas kuadrat dijumpai spesies mulai tetap

jumlahnya). Kami juga melakukan hal yang sama pada sumbu Y, kami

menentukan titik pada sumbu Y seharga 10% dari jumlah kumulatif tertinggi

spesies. Setelah diperoleh titik pada sumbu X dan Y, kami membuat garis

ordinasi melalui titik temu 10% jumlah spesies dan 10% luas plot terbesar.

Kemudian membuat garis sejajar dengan garis ordinasi yang menyinggung

grafik harga-harga jumlah kumulatif sepsies. Dari titik singgung antara garis

sejajar dengan grafik itu, proyeksikan pada sumbu Y maka ditemukan luas

minimal plot yang akan digunakan selanjutnya untuk pengamatan. Grafik

untuk menentukan luas minimal plot kami lampirkan. Dari grafik, di dapatkan

luas minimal plot sebesar 32 m2. Namun, kami melakukan kesalahan saat

perhitungan di lapangan sehingga luas plot yang kami hitung hanya 16 m2.

Langkah berikutnya setelah menemukan luas minimal plot contoh,

kami menentukan jumlah minimal plot contoh. Pertama-tama, kami membuat

plot I yang luasnya sama dengan luas minimal yang telah ditemukan, yaitu 16

m2. Menghitung dan mencatat jumlah spesies, jumlah individu penyusun

spesies yang bersangkutan dan seharusnya kami menghitung luas

penutupannya pada plot I. Namun, karena keterbatasan waktu, kami terburu-

Page 17: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

buru dan lupa untuk menghitung luas penutupan masing-masing spesies pada

plot I dan plot selanjutnya.

Kemudian, membuat plot II, III, IV dan V yang diletakkan secara

merata agar dapat mewakili wilayah yang kita amati. Setelah selesai membuat

plot dan mengamati vegetasi penyusun plot tersebut, membuat grafik atas

dasar data jumlah sepsies hasil yang dikerjakan pada langkah-langkah

sebelumya dengan ketentuan: sumbu X menunjukkan jumlah plot, sumbu Y

menunjukkan jumlah kumulatif spesies. Setelah grafik terbentuk, seperti pada

saat kami menentukan luas minimal plot, menentukan titik pada sumbu X

seharga 10% dari jumlah plot terbesar (jumlah plot-plot keberapa spesies

mulai tetap jumlahnya). Dilanjutkan dengan menentukan titik pada sumbu Y

seharga 10% dari jumlah kumulatif tertinggi spesies. Setelah menemukan titik

tersebut, membuat garis ordinasi melalui titik temu 10% jumlah spesies

dengan 10% luas plot terbesar dan membuat garis sejajar dengan garis ordinasi

yang menyinggung grafik harga-harga jumlah kumulatif spsies. Dari titik

singgung antara garis sejajar dengan grafik, kami memproyeksikan pada

sumbu Y maka ditemukan jumlah minimal plot yang dimaksudkan. Dari grafik

didapatkan bahwa jumlah minimal plot kami sbanyak 2 buah. Grafik untuk

menentukan jumlah minimal plot kami lampirkan.

Dari hasil perhitungan, jumlah minimal plot yang harus kami buat

sebanyak 2 buah. Vegetasi yang ada di sana antara lain sebagai berikut. Pada

plot I, Podocarpus (Podocarpus sp.) ditemukan seanyak 127 pohon. Spesies ini

ditemukan paling banyak di plot 1. Mahoni (Swietenia mahagoni) sebanyak 11

pohon. Jumlahnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Podocarpus.

Kemudian, adapula Leresede sebanyak 9. Akasia (Cassia sp.) yang ditemukan

sebanyak 1 pohon. Manding yang ada di dalam plot I sebanyak 3. Kerinyu

yang ditemukan sebanyak 6. Sembung (Blumea balsamifera) yang ditemukan

sebanyak 6. Jumlah ini sama dengan jumlah Kerinyu yang ditemukan dalam

plot ini. Sembukan (Paedania foetida) yang ditemukan sebanyak 5. Pada plot I

ini, Podocarpus memiliki jumlah spesies yang paling dominan. Vegetasi yang

paling sedikit ditemukan adalah Akasia, hanya 1 pohon.

Page 18: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Pada plot II, Podocarpus yang ditemukan 27 pohon. Jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah Podocarpus yang ditemukan di plot I. Mahoni

yang ditemukan di dalam plot ini sebanyak 6 pohon. Jumlah ini juga lebih

sedikit dibandingkan dengaan plot I. Leresede yang ditemukan ssebanyak 14.

Jumlah spesies Leresede ini ditemukan lebih banyak di plot II daripada plot I.

Akasia yang ditemukan sebanyak 2 pohon. Jumlah ini juga lebih banyak 1

buah dibandingkan plot I. Manding yang ditemukan 6, lebih banyak dari plot I.

Kerinyu yang ditemukan 2, lebih sedikit dibandingkan plot I. Pada plot II ini

tidak ditemukan Sembung seperti yang ditemukan di plot I. sembukan

ditemukan lebih banyak di plot II, yaitu sebanyak 10. Di plot II ini juga

ditemukan vegetasi baru yang awalnya belum menyusun plot I. Ada Dhuwet

sebanyak 3 pohon, Suplir (Adiatum sp.) sebanyak 2, jamur berbentuk bunga

sebanyak 2, Rikateku sebanyak 3, Rurukem sebanyak 1, tumbuhan B sebanyak

4, tumbuhan C sebanyak 1, tumbuhan D sebanyak 8, tumbuhan E, F, dan G

masing-masing sebanyak 1. Nama tumbuhan yang kami tulis dengan alphabet

dikarenakan kami belum tahu nama spesiesnya. Untuk plot II, vegetasi yang

paling banyak adalah Podocarpus, sedangkan yang paling sedikit adalah

vegetasi tumbuhan C, E, F, dan G.

Perbedaan yang terjadi pada kedua kelompok tersebut dimungkinkan

karena adanya pengaruh factor biotik. Meski dalam areal yang tidak terlalu

jauh dengan besar suhu dan kelembaban sama, yaitu 25°C dan 61%, tetapi

memiliki intensitas cahaya yang berbeda. Plot I memiliki intensitas cahaya

sebesar 590 cd, sedangkan plot II memiliki intensita cahaya sebesar 480 cd.

Perbedaan intensitas cahaya ini memungkinkan adanya perbedaan sebaran

vegetasi pada kedua plot tersebut. Tektur tanah kedua plot itu sama, yaitu

gembur. Kami dapat mengatakan bahwa tanah di sana gembur karena saat

kami melakukan pengamatan, ditemukan banyak cacing yang panjang dan

Page 19: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

besar di tanahnya

Grafik vegetasi plot I dan plot II

Data-data tumbuhan yang telah diperoleh, kemudian kami olah dengan

rumus-rumus yang telah disediakan untuk mendapatkan nilai penting setiap

plot. Untuk mendapatkan nilai penting, pertama kali perlu menghitung densitas

absolut, densitas relatif, frekuensi absolut, dan frekuensi relatif. Namun,

karena terjadi kesalahan pada saat pengamatan seperti yang telah kami

jelaskan di awal, yang seharusnya perlu dihitung adanya dominansi absolut

dan dominansi relatif, kami tidak dapa melakukannya karena data yang

diperlukan tidak kami dapatkan. Sehingga didapatkan nilai penting yang

seharusnya merupakan penjumlahan dari densitas relatif, dominansi relatif,

dan frekuensi relatif, pada kelompok kami hanya merupakan penjumlahan dari

densitas relatif dan frekuensi relatif.

Berikut perhitungan data untuk Quadrat Sampling Techniques.

a. Densitas absolut

Podocarpus : 154/32 = 4,8125

Mahoni: 17/32 = 0,53125

Page 20: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Leresede : 25/32 = 0,71875

Akasia : 3/32 = 0,09375

Manding : 9/32 = 0,28125

Kerinyu : 8/32 = 0,25

Sembung : 6/32 = 0,1875

Sembukan : 15/32 = 0,46875

Dhuwet : 3/32 = 0,09375

Suplir : 2/32 = 0,0625

B : 4/32 = 0,125

Jamur (bunga) : 2/32 = 0,0625

C : 1/32 = 0,03125

D : 8/32 = 0,25

E : 17/32 = 0,03125

F : 1/32 = 0,03125

G : 1/32 = 0,03125

Rikateku : 3/32 = 0,09375

Rurukem : 1/32 = 0,03125

Total : 8,1875

b. Densitas relatif

Podocarpus : (4,8125/8,1875)x 100% = 58,77863%

Page 21: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Mahoni: (0,53125/8,1875)x100% = 6,48855%

Leresede : (0,71875/8,1875)x100% = 8,77863%

Akasia : (0,71875/8,1875)x100% = 1,14504%

Manding : (0,28125/8,1875)x100% = 3,43511%

Kerinyu : (0,28125/8,1875)x100% = 3,05344%

Sembung : (0,1875/8,1875)x100% = 2,29008%

Sembukan : (0,46875/8,1875)x100% = 5,72519%

Dhuwet : (0,09375/8,1875)x100% = 1,14504%

Suplir : (0,0625/8,1875)x100% = 0,76336%

B : (0,125/8,1875)x100% = 1,52672%

Jamur (bunga) : (0,0625/8,1875)x100% = 0,76336%

C : (0,03125/8,1875)x100% = 0,38168%

D : (0,25/8,1875)x100% = 3,05344%

E : (0,03125/8,1875)x100% = 0,38168%

F : (0,03125/8,1875)x100% = 0,38168%

G : (0,03125/8,1875)x100% = 0,38168%

Rikateku : (0,09375/8,1875)x100% = 1,14504%

Rurukem : (0,03125/8,1875)x100% = 0,38168%

Total : 100%

c. Frekuensi absolut

Page 22: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Podocarpus : 2/2 = 1

Mahoni: 2/2 = 1

Leresede : 2/2 = 1

Akasia : 2/2 = 1

Manding : 2/2 = 1

Kerinyu : 2/2 = 1

Sembung : 1/2 = 0,5

Sembukan : 2/2 = 1

Dhuwet : 1/2 = 0,5

Suplir : 1/2 = 0,5

B : 1/2 = 0,5

Jamur (bunga) : 1/2 = 0,5

C : 1/2 = 0,5

D : 1/2 = 0,5

E : 1/2 = 0,5

F : 1/2 = 0,5

G : 1/2 = 0,5

Rikateku : 1/2 = 0,5

Rurukem : 1/2 = 0,5

Total : 13

Page 23: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

d. Frekuensi relatif

Podocarpus : (1/13)x 100% = 7,68%

Mahoni: (1/13)x100% = 7,68%

Leresede : (1/13)x100% = 7,68%

Akasia : (1/13)x100% = 7,68%

Manding : (1/13)x100% = 7,68%

Kerinyu : (1/13)x100% = 7,68%

Sembung : (0,5/13)x100% = 3,85%

Sembukan : (1/13)x100% = 7,68%

Dhuwet : (0,5/13)x100% = 3,85%

Suplir : (0,5/13)x100% = 3,85%

B : (0,5/13)x100% = 3,85%

Jamur (bunga) : (0,5/13)x100% = 3,85%

C : (0,5/13)x100% = 3,85%

D : (0,5/13)x100% = 3,85%

E : (0,5/13)x100% = 3,85%

F : (0,5/13)x100% = 3,85%

G : (0,5/13)x100% = 3,85%

Rikateku : (0,5/13)x100% = 3,85%

Rurukem : (0,5/13)x100% = 3,85%

Page 24: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Total : 100%

e. Nilai penting

Podocarpus : 58,77863 + 7,68 = 66,46863

Mahoni: 6,48855 + 7,68 = 14,17855

Leresede : 8,77863 + 7,68 = 16,46863

Akasia : 1,14504 + 7,68 = 8,83504

Manding : 3,43511 + 7,68 = 11,12511

Kerinyu : 3,05344 + 7,68 = 11,19344

Sembung : 2,29008 + 3,85 = 6,14008

Sembukan : 5,72519 + 7,68 = 13,41519

Dhuwet : 1,14504 + 3,85 = 4,99504

Suplir : 1,52672 + 3,85 = 4,61336

B : 1,52672 + 3,85 = 5,37672

Jamur (bunga) : 0,76336 + 3,85 = 4,61336

C : 0,38168 + 3,85 = 4,23168

D : 3,05344 + 3,85 = 6,90344

E : 0,38168 + 3,85 = 4,23168

F : 0,38168 + 3,85 = 4,23168

G : 0,38168 + 3,85 = 4,23168

Rikateku : 1,14504 + 3,85 = 4,99504

Page 25: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Rurukem : 0,38168 + 3,85 = 4,23168

Dari perolehan nilai penting ini, diperoleh ranking tumbuhan sesuai

banyaknya tumbuhan dalam areal keseluruhan plot yang menjadi sampel

pengamatan kami di Wanagama. Ranking pertama diperoleh oleh Podocarpus.

Ranking kedua diperoleh oleh Leresede. Ranking ketiga diperoleh oleh

Mahoni. Ranking keempat diperoleh oleh Sembukan. Ranking kelima

diperoleh oleh Kerinyu. Ranking keenam diperoleh oleh Manding. Ranking

ketujuh diperoleh oleh Akasia. Ranking kedelapan diperoleh oleh tanaman D.

Ranking kesembilan diperoleh oleh Sembung. Ranking kesepuluh diperoleh

oleh tanaman B. Ranking kesebelas terdiri dari dua jenis spesies, yaitu

diperoleh oleh Dhuwet dan Rikateku. Ranking keduabelas juga diperoleh oleh

dua jenis spesies, yaitu Suplir dan Jamur berbentuk seperti bunga. Ranking

ketigabelas diperoleh oleh lima jenis spesies, yaitu tanaman C, tanaman E,

tanaman F, tanaman G, dan Rurukem.

Di areal pengamatan kami, podocarpus merupakan tumbuhan yang

dominan. Podocarpus dapat menjadi tumbuhan dominan karena factor biotic

yang mendukung pertumbuhan Podocarpus. Dengan areal pengamatan kami

yang bersuhu 25°C, intensitas cahaya dengan kisaran 480-590 cd, kelembaban

udara 61%, dan tekstur tanah yang gembur merupakan habitat yang cocok bagi

kehidupan Podocarpus sehingga tumbuhan ini dapat tumbuh optimal. Dengan

jumlah yang paling banyak, Podocarpus menaungi paling luas areal

pengamatan. Hal ini menyebabkan sedikitnya intensitas cahaya yang diperoleh

daerah sekitar Podocarpus. Kurangnya intensitas cahaya ini menjadi factor

penentu tumbuhan yang ada di sekitar Podocarpus, tumbuh-tumbuhan itu

harus mampu hidup optimal di daerah yang ternaungi.

Dominasi Podocarpus ini pun mempengaruhi jumlah tumbuhan yang

lain. jumlah Podocarpus yang banyak memerlukan luas areal yang banyak

sehingga tumbuhan yang lain memperoleh areal yang lebih sempit untuk hidup

dan melestarikan jenisnya. Tumbuhan yang mendapatkan luas areal yang

sedikit untuk hidup tentu tidak mampu mengoptimalkan hidupnya sehingga

jumlahnya lebih sedikit dari Podocarpus. Dominasi Podocarpus ini juga dapat

mempengaruhi serapan hara dari dalam tanah. Disebabkan oleh banyaknya

Page 26: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Podocarpus, sebagian besar hara diserap oleh Podocarpus sehingga

kemungkinan tumbuhan yang lain mendapatka unsure hara yang lebih sedikit

dibandingkan Podocarpus. Hal ini menyebabkan tumbuhan yang lain kurang

optimal jumlahnya. Tumbuhan yang mampu bertahan dengan kompetisi ini

mampu mmpertahankan jenisnya dengan jumlah yang cukup banyak pula

meski tetap lebih sedikit dari Podocarpus. Kebanyakan tumbuhan yang mampu

bertahan itu adalah jenis pohon karena strukturnya yang kokoh dan akarnya

yang panjang sehingga mampu menjangkau daerah ang luas untuk

mendapatkan unsure hara yang dibutuhkan.

Tanaman C, E, F, G, dan Rurukem merupakan tumbuhan yang

menempati ranking terakhir, ranking ke-13. Hal ini dimungkinkan karena

lingkungan abiotik yang kurang mendukung untuk optimalisasi hidupnya.

Selain itu juga dipengaruhi kompetisi antara tumbuhan yang satu dengan yang

lain yang memiliki kebutuhan yang sama, baik areal maupun unsure hara

untuk kehidupannya. Jika tumbuhan-tumbuhan ini tidak mampu beradaptasi

kemungkinan di tahun-tahun yang akan dating dapat terseleksi.

Analisis dengan teknik Quadrat Sampling ini memberikan kami

gambaran bahwa dalam lokasi pengamatan yang kami pilih di salah satu

bagian Hutan Wanagama memiliki vegetasi yang didominasi oleh Podocarpus.

Kemudian tumbuhan yang juga cukup banyak di sana setelah Podocarpus

adalah Leresede, disusul oleh Mahoni. Ketiga jenis tumbuhan ini adalah

pohon. Tumbuhan lain yang juga banyak ditemukan di areal pengamatan kami

tersebut adalah Sembukan, Kerinyu dan Manding. Pohon yang juga menjadi

penyusun vegetasi di sana adalah pohon Akasia meski jumlahnya tidak terlalu

banyak dibandingkan tumbuhan-tumbuhan di atas. Adapula tumbuhan D,

sembung, dan B yang juga tumbuh di areal pengamatan kami meski jumlahnya

sedikit. Selain itu, masih ada pohon Dhuwet, Rikateku, Suplir dan Jamur

berbentuk bunga. Yang paling sedikit di sana adalah tumbuhan C, E, F, G, dan

Rurukem.

Page 27: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Untuk melakukan pengamatan dengan teknik point quarter dibutuhkan

alat-alat seperti kompas, patok, meteran, counter, thermometer tanah, luxmeter

pH stik dan hygrometer. Kompas, patok, dan meteran digunakan untuk

menentukan arah kompas line serta membuat plot. Counter digunakan untuk

menghitung jumlah spesies yang ada di dalam plot, sedangkan

higrometer ,termometer, pHstik, luxmeter masing-masing digunakan untuk

mengukur komponen-komponen abiotik kelembapan dan suhu udara, suhu

tanah, pH tanah dan intensitas cahaya yang terdapat pada plot.

Langkah kerja yang kami lakukan adalah sebagai berikut. Pertama

adalah mennetukan lokasi point quarter, membuat arah garis pertama yang

arahnya disesuaikan dengan arah garis kompas.Selanjutnya menentukan jarak

antar titik (point) sepanjang garis pertama. Setelah itu, membuat garis kedua

yang arahnya tegak lurus dengan garis pertama, sehingga perpotongan kedua

garis tersebut membentuk empat daerah di sekitar point yang disebut quarter.

Kemudian menentukan titik yang diprioritaskan untuk diamati terlebih dahulu.

Jumlah titik yang diprioritaskan disesuaikan dengan jumlah minimal plot yang

dibutuhkan dalan teknik kuadrat. Pada praktikum ini jumlah plot minimal

adalah dua. Setelah ditentukan titiknya/pointnya kemudian mengukur jarak

pohon yang memiliki diameter 1 cm atau lebih yang terdekat dengan point

center pada setiap quarte pada masing-masing point dengan point center.

Setelah itu, mencatat nama spesies dan mengukur diameter pohon yang dipilih

dan mengukur diameter pada daerah basal dan batang serta mengukur luas

penutupan tajuk. Langkah terakhir adalah mencari nilai penting masing-

masing spesies pada setiap tegakan, selanjutnya menetapkan kedudukan (rank)

masing-masing spesies untuk menentukan struktur trofik diantara komponen

vegetasi lain dalam level produsen.

Suatu populasi merupakan sekelompok individu-individu organisme

sejenis, mempunyai kesamaan genetis dan berada sebagai penghuni dalam

temapat dan waktu yang sama. Kumpulan dari beberapa populasi tersebut

bersama dengan komponen abiotiknya akan membentuk suatu ekosistem.

Ekosistem memiliki tiga karakteristik pokok yaitu :

1. Interaksi dan interdependensi

Page 28: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

2. Adanya regulasi

3. Kesatuan yang utuh yang tersusun atas komponen sistemik.

Dari gambaran tersebut tampak jelas bahwa ekosistem dapat

berkembang dan bervariasi tergantung pada komponen penyususn kesatuan

tersebut.

Kelompok kami melakukan observasi terhadap suatu ekosistem hutan

di hutan Wanagama, Gunung Kidul, Yogyakarta. Pada observasi tersebut,

kami menggunakan tekhnik point quarter yang dilakukan pada daerah dengan

luas 32 m2. Pada pengamatan tersebut, observasi difokuskan pada vegetasi

penyusun ekosistem. Pada vegetasi tersebut pengamatan ditujukan pada

beberapa hal salah satunya mengenai deensitas atau kerapatan individu untuk

dua point quarter pada wilayah tersebut.

Berikut perhitungan data Point Quarter Techniques :

1. Jarak rata-rata antar pohon

D =

=

= 1,11

2. Densitas absolute seluruh species tiap 32 m2

= = = 25,97

Page 29: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

3. Densitas absolute tia species

Spesies Jumlah pohon tiap

quarter

Densitas absolute

species

Jumlah pohon tiap

32 m2

podocarpus 1/8 = 0,125 0,125 x 25,97 3,24625

leresede 5/8 = 0,625 0,625 x 25,97 16,23125

Akasia 1/8 = 0,125 0,125 x 25,97 3,24625

Mahoni 1/8 = 0,125 0,125 x 25,97 3,24625

4. Basal area (cm2)

Basal area (cm2)

No Podocarpus Leresede Mahoni Akasia

1 28,26 7,06 530,66 314

2 63,58

3 12,56

4 314

5 19,62

Jumlah 28,26 416,82 530.66 314

Rata-rata 28,26 83,364 530,66 314

5. Luas penutupan

No Podocarpus Leresede Mahoni Akasia

1 23,94 2,72 72,86 8,17

2 18,25

Page 30: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

3 2,99

4 7,55

5 28,28

Jumlah 23,94 59,79 72,86 8,17

Rata-rata 23,94 11,958 72,86 8,17

6. Dominansi absolute tiap species, tiap area tiap 32 m2 (dasar basal area)

Podocarpus = 28,26 x 3,24625 =92,907675 tiap area 32 m2

Leresede =83,364 x 16,23125 = 1353,101925

Mahoni = 530,66 x 3,24625 = 1722,65502

Akasia = 314 x 3,24625 = 1019,3225_+

4187,98711

7. Dominansi absolute tiap species tiap area 32 m2 (dasar luas penutupan)

Podocarpus = 23,94 x 3,24625 = 77,715225 tiap area 32 m2

Leresede = 11,958 x 16,23125 = 14,0932875

Mahoni = 72,86 x 3,24625 = 236,521775

Akasia = 8,17 x 3,24625 = 26,5218625_+

534,85215

8. Frekuensi Absolut Tiap Spesies

Page 31: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

9. Densitas relatif tiap spesies

10. Dominansi Relatif Tiap Spesies Berdasar Basal Areal

Podocarpus : 92,967675 X 100 % = 2,7 %

Page 32: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

4187,98711

Leresede : 1353,101925 X 100 % = 32,30 % 4187,98711

Mahoni : 1722,65502 X 100 % = 41,13 % 4187,98711

Akasia : 1019,3225 X 100 % = 24,33 %

9187,98711Jumlah = 99,98 %

11. Dominansi Relatif Tiap Species Berdasar Luas Penutup

Podocarpus : 77,715225 X 100 % = 14,53 % 534,85215

Leresede : 194,0932875 X 100 % = 36,29 % 534,85215

Mahoni : 236,521775 X 100 % = 44,22 % 534,85215

Akasia : 26,5218625 X 100 % = 4,96 % 534,85215

Jumlah = 100 %

12. Frekuensi relatif tiap spesies :

Page 33: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

13. Nilai penting tiap spesies (dengan menggunakan harga dominansi, yang didasarkan

atas basal area)

Nama spesies Nilai penting Rangking Catatan

Podocarpus 12,5+2,22+20= 34,72 IV Pohon

Leresede 62,5+32,30+40=134,8 I Pohon

Mahoni 12,5+41,13+20=73,63 II Pohon

Akasia 12,5+24,33+20=56,83 III Pohon

14. Nilai penting tiap spesies (dengan menggunakan harga dominansi, yang didasarkan

atas luas penutupan)

Nilai penting= densitas relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif

Nilai penting= densitas relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif

Page 34: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Nama spesies Nilai penting Rangking Catatan

Podocarpus 12,5+14,53+20=47,03 III Pohon

Leresede 62,5+36,29+40=138,79 I Pohon

Mahoni 12,5+44,22+20=76,72 II Pohon

Akasia 12,5+4,96+20=37,46 IV Pohon

Berdasarkan data pengamatan serta perhitungan yang telah dilakukan,

diperoleh hasil bahwa rata-rata jarak antar pohon pada quarter dengan point

adalah 1,11 meter. Densitas absolut seluruh spesies untuk setiap 32 m2,

didapatkan nilai sebesar 25,97. Sedangkan densitas untuk tiap spesies

meliputi : spesies Podocarpus senilai 3,24625, spesies Lereside senilai

16,23125, spesies Akasia memiliki nilai densitas absolut sebesar 3,24625, dan

Mahoni senilai 3,24625.

Dari data tersebut dapat dimaknai bahwa pada pengamatan point

quarter dalam daerah seluas 32 m2 spesies Lereside-lah yang memiliki densitas

atau kerapatan tertinggi. Sedangkan 3 spesies lainnya yaitu Podocarpus,

Akasia, dan Mahoni memiliki densitas atau kerapatan yang hampir sama.

Dengan demikian pada daerah point quarter tersebut spesies Leresedelah yang

dominan.

Selanjutnya, untuk pengukuran terhadap luas basal area diperoleh hasil

rata-rata luas basal area untuk spesies Podocarpus adalah 28,26 cm2, spesies

Leresede sebesar 83,364 cm2, Mahoni 530,66 cm2, dan Akasia sebesar 314

cm2. Sedangkan untuk luas penutupan spesies podocarpus memiliki rata-rata

luas penutupan tajuk sebesar 23,94 m2, Leresede 11,958 m2, Mahoni 72,86 m2,

dan Akasia sebesar 81,7 m2. Dari hasil tersebut ternyata di antara spesies-

spesies yang ada Mahoni lah yang memiliki luas basal terbesar dan untuk luas

Page 35: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

penutupan tajuk didominasi oleh Akasia. Untuk spesies Leresede dan

Podocarpus memiliki luas daerah basal dan luas penutupan tajuk yang kecil

dibanding Akasia dan Mahoni. Hal tersebut menunjukan bahwa Mahoni dan

Akasia memiliki kemampuan untuk hidup yang cukup tinggi dalam

memanfaatkan komponen-komponen abiotik baik organik maupun anorganik

yang tersedia dalam luas wilayah point quarter tersebut. Dengan

demikian,meskipun Leresede memiliki kerapatan yang tinggi dibanding

Mahoni dan Akasia, Leresede tidak dapat tumbuh dengan maksimal karena

kemampuannya dalam memanfaatkan komponen abiotik kurang maksimal

karena dalam pemanfaatan komponen abiotik didominasi oleh Akasia dan

Mahoni.

Untuk Frekuensi absolute pohon Podocarpus adalah sebesar 50%.

Sedangkan frekuensi absolute tanaman Leresede sebesar 100% , Mahoni

adalah sebesar 50 % dan untuk frekuensi absolute Akasia adalah sebesar 50%.

Total dari seluruh frekuensi absolute spesies pada point tersebut adalah sebesar

250%.

Sedangkan untuk densitas relative tiap spesies, untuk Podocarpus

adalah sebesar 12,5 %, untuk Leresede 62,5 %, untuk Mahoni 12,5% dan

untuk Akasia adalah sebesar 12,5 %. Arti dari densitas itu sendiri adalah untuk

tanaman Podocarpus, Mahoni dan Akasia memilki kepadatan sebesar 12,5 %

yang melingkupi seluruh daerah pengamatan. Sedangkan tanaman Leresede

memiliki kepadatan sebesar 62% pada daerah pengamatan.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh hasil bahwa

dominansi relative tiap spesies berdasar basal area paling besar oleh pohon

Mahoni, kemudian diikuti oleh pohon Leresede, kemudian pohon Akasia, dan

yang terakhir adalah pohon Podocarpus. Sehingga dapat diketahui bahwa

pohon Mahoni sangat dominan pada plot tersebut. Dan total Dominansi

relative berdasar basal areal adalah sebesar 99,89 %.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh hasil bahwa

dominansi relative tiap spesies berdasar luas penutupan paling besar oleh

pohon Mahoni, kemudian diikuti oleh pohon Leresede, kemudian pohon

Page 36: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

Podocarpus, dan yang terakhir adalah pohon Akasia. Sehingga dapat diketahui

bahwa pohon Mahoni sangat dominan pada plot tersebut. Dan total Dominansi

relative berdasar luas penutupan adalah sebesar 100 %.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas diketahui frekuensi relatif tiap

spesies paling besar oleh pohon leresede sebesar 40%, kemudian untuk pohon

podocarpus, mahoni, dan akasia, frekuensi relatif tiap spesiesnya sama yaitu

sebesar 20%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dominansi pada

ekosistem tersebut adalah pohon leresede.

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui

bahwa untuk nilai penting tiap spesies dengan menggunakan harga dominansi

yang berdasarkan atas basal area adalah sebagai berikut: Untuk tanaman

Podocarpus memiliki nilai penting 34,72, untuk tanaman Leresede mempunyai

nilai penting 134,8, untuk tanaman Mahoni memiliki nilai penting 73,63,

sedangkan untuk akasia memiliki nilai penting 56,83.

Jadi dapat diketahui, peringkat pertama adalah Leresede, yang diikuti

oleh Mahoni, kemudian Akasia, dan yang terakhir adalah Podocarpus.

Sehingga dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan wanagama yang diamati

dengan tekhnik point quarter, vegetasi tersebut bertindak sebagai produsen

namun berdasarkan data hasil peringkat, leresede menduduki peringkat

pertama. Sehingga dapat diketahui leresede merupakan produsen utama dalam

ekosistem tersebut.

Sedangkan untuk nilai penting tiap spesies dengan menggunakan harga

dominansi yang berdasarkan atas luas penutupan adalah sebagai berikut:

Untuk tanaman Podocarpus memiliki nilai penting 47,03, untuk tanaman

Leresede mempunyai nilai penting 138,79, untuk tanaman Mahoni memiliki

nilai penting 76,72, sedangkan untuk akasia memiliki nilai penting 37,46.

Jadi dapat diketahui, peringkat pertama adalah Leresede, yang diikuti

oleh Mahoni, kemudian Podocarpus, dan yang terakhir adalah Akasia.

Sehingga dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan wanagama yang diamati

dengan tekhnik point quarter, vegetasi tersebut bertindak sebagai produsen

Page 37: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

namun berdasarkan data hasil peringkat, leresede menduduki peringkat

pertama. Sehingga dapat diketahui leresede merupakan produsen utama dalam

ekosistem tersebut.

I. KESIMPULAN

Dari analisis data yang kami lakukan pada pengamatan vegetasi hutan

Wanagama, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

I. Quadrat Sampling Techniques

Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati

dengan Quadrat Sampling, vegetasi yang mendominasi yaitu tumbuhan

Podocarpus. Sehingga dapat diketahui melalui tekhnik pengamatan ini

produsen utama yaitu Podocarpus.

II. Point Quarter Techniques

Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati

dengan Teknik Point Quarter, vegetasi yang bertindak sebagai

produsen berdasarkan data hasil peringkat adalah Leresede yang

menduduki peringkat pertama. Sehingga dapat diketahui Leresede

merupakan produsen pertama dalam ekosistem tersebut.

Page 38: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

DAFTAR PUSTAKA

__________. ____. Analisis Vegetasi Metode Kuadrat, (online), www.2dix.com/pdf/analisis-vegetasi-metode-kuadrat-pdf.php diakses Senin, 22 November 2010.

__________. ____. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisis Vegetasi, (online), www.boymarpaung.wordpress.com/apa-dan-bagaimana-mempelajari-analisis-vegetasi/ diakses Senin, 22 November 2010.

__________. ____. Hutan, (online), www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/968/1/hutan-siti12.pdf. diakses Senin, 22 November 2010.

Page 39: LAPORAN SL HUTAN WANAGAMA

LAMPIRAN