laporan penelitian kajian hutan …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan reg.39-1.pdf1...

64
1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT DI KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Kajian Pada Masyarakat Di Kawasan Register 28,30,32 Kabupaten Tanggamus oleh : Ismalia Afriani, SP.,M.Si. Zulkarnaen, SP.,MEP Kerjasama Konsorsium Kota Agung Utara dan STIPER Dharma Wacana Di Kabupaten Tanggamus Tahun 2014

Upload: dotu

Post on 02-Aug-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

1

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm)

ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT DI

KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)

Kajian Pada Masyarakat Di Kawasan Register 28,30,32

Kabupaten Tanggamus

oleh :

Ismalia Afriani, SP.,M.Si. Zulkarnaen, SP.,MEP

Kerjasama Konsorsium Kota Agung Utara dan STIPER Dharma Wacana

Di Kabupaten Tanggamus Tahun 2014

Page 2: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelestarian ekologi hutan dan ekonomi dimungkinkan dapat dicapai bilamana

pengelolaan sumberdaya senantiasa memperhatikan kehidupan dan penghidupan

masyarakat lokal. pemikiran tersebut didasarkan pada sejumlah fakta bahwa

masyarakat lokal terbukti mampu mengatur pembagian peran di antara mereka,

memberi jaminan keadilan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hutan, serta

tanggung jawab dalam mempertahankan kelestarian sumberdaya hutan.

Pengaturan teknis dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan

(Permenhut) Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan (HKm).

Pasal 3 menyebutkan “penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk

pengembangan kapasitas kelembagaan, dan pemberian akses terhadap masyarakat

setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan

lapangan kerja bagi masyarakat setempat, untuk memecahkan persoalan ekonomi

dan sosial yang terjadi dimasyarakat”. Tujuan (Pasal 4) menyebutkan “hutan

kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat

melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan

dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup”.

Di Indonesia, penegasan pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat

ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Page 3: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

3

Pasal 23 menyebutkan ”pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

huruf (b), bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan

seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya”.

Kabupaten Tanggamus merupakan kabupaten yang memiliki angka tertinggi di

Indonesia yang mendapatkan SK Menhut tentang Penetapan Areal Kelola (PAK)

dan IUPHKm Pemda melalui Bupati. Kawasan hutan bagi kabupaten Tanggamus

memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai penyeimbang lingkungan alam

disekitarnya, yakni penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

dan Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batu Tegi. TNBBS memiliki potensi

hutan dataran rendah di Sumatera yang sangat kaya dalam hal keanekaragaman

hayati dan merupakan tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia besar yang paling

terancam di dunia yaitu gajah Sumatera, badak Sumatera, dan harimau Sumatera.

Sehingga TNBBS ditetapkan oleh Unesco sebagai salah satu tapak warisan dunia

(World Heritage Cluster Mountainous Area). Waduk Batu Tegi berfungsi sebagai

dam penampung air untuk irigasi dan pembangkit listrik.Dengan ketinggian muka

air maksimal bendungan 274 meter dapat menyimpan 6.677 meter kubik air.

Secara periodik debit air ini mampu mengairi seluruh dari 66 ribu hektar sawah

irigasi teknis di lima kabupaten, yaitu Kabupaten Pringsewu, Lampung Tengah,

Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro. Waduk Bau Tegi

juga berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Dua turbin

pembangkit yang terpasang di dasar bendungan, PLTA ini mampu menghasilkan

daya listrik maksimal 28 MW (mega watt). Jumlah ini akan memberikan tambahan

bagi defisit pasokan listrik di wilayah Lampung, Bengkulu dan Sumatera Selatan

yang pada beban puncak (peak load) mencapai 620 MW 2. Menahan tekanan

Page 4: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

4

kerusakan oleh masyarakat maupun konflik manusia dan satwa. (Konsorsium Kota

Agung Utara, 2013).

Dalam mendukung pelaksanaan hutan kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten

Tanggamus telah dibentuk cadangan areal kelola t, yaitu terdapat 31 (tiga puluh

satu) Gapoktan pengelola HKm, dengan rincian sbb ; 5 (lima) gapoktan telah

memiliki SK Menhut tentang Penetapan Areal Kerja (PAK) dan IUPHKm Pemda

Tanggamus pada tahun 2008, 8 (delapan) gapoktan telah memiliki SK Menhut

tentang Penetapan Areal Kerja (PAK) dan IUPHKm Pemda Tanggamus pada

tahun 2009,18 (delapan belas) gapoktan baru memiliki SK Menhut tentang

Penetapan Areal Kerja (PAK) pada tahun 2013.

Namun demikian, dari realita yang ada bahwa model HKm yang ada di

Kab.Tanggamus yang berlokasi dalam kawasan hutan lindung ternyata masih

menyisakan persoalan seperti : Lemahnya kemampuan tenaga teknis (staff) dalam

menterjemahkan kebijakan, lemahnya persoalan assistensi teknis dan pendidikan,

permasalahan ekonomi danpolitik, persoalan kelembagaan (penguasaan hak dan

akses terhadap lahan), permasalahan partisipasi yang gagal serta persoalan

kerusakan ekologi sumberdaya hutan. Permasalahan tersebut, menyebabkan

pengelolaan hutan berbasis masyarakat melalui Hutan Kemasyarakatan (HKm)

dikhawatirkan menjadi tidak berkelanjutan.

Dalam rangka mengantisipasi hal tersebut maka sangat penting dilakukannya

sebuah kajian guna mendapatkan data dasar sebagai langkah awal mendapatkan

formulasi dan strategi guna tercapainya keberhasilan sesuai harapan Permenhut 37-

Page 5: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

5

II- th 2007. Selain itu, diperlukan pelaksanaan pembinaan dan pendataan kelompok

tani HKm, dalam hal penguatan kelembagaan kelompok, untuk menunjang

keberlangsungan sumberdaya alam dan memperkuat kondisi catchment area.

1.2 Tujuan

Secara umum kegiatan ini bertujuan :

Mempelajari bentuk, tipe, tingkat partisipasi masyarakat dan faktor sosial ekonomi

kelembagaan yang berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat serta hubungannya

dengan kondisi ekologi kawasan Hutan Kemasyarakatan, kelembagaan mencakup;

struktur organisasi, aturan main, kohesifitas, tipe kepemimpinan kelompok dan

pendampingan.

1.3 Kegunaan

1. Informasi dan bahan pertimbangan bagi para kelompok tani dalam

mengelola hutan kemasyarakatan dengan baik.

2. Masukan dan bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam pengelola

hutan kemasyarakatan dan pembuatan kebijakan.

3. Informasi dan bahan perbandingan bagi kajian selanjutnya.

Page 6: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

6

BAB II. STUDI LITERATUR

2.1. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat

Mengenai subjek pengelolaan, Darmawan et al. (2004) memberikan gambaran

tentang pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat sebagai salah satu

pendekatan yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat

lokal sebagai dasar pengelolaan. Dengan kemampuan transfer antar generasi yang

baik, pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dalam prakteknya

tercakup dalam sebuah sistem tradisional. Berbasis masyarakat mengandung

pengertian bahwa sumberdaya tersebut dikelola oleh masyarakat baik dalam bentuk

komunitas, unit usaha berbasis komunitas, maupun individual.

Sementara itu, Carter yang juga dikutip oleh Darmawan et al. (2004) memberikan

definisi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat sebagai suatu strategi

untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia. Pusat pengambilan

keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah

terleak di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat daerah tersebut. Beberapa

kelebihan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat adalah:

1. mampu mendorong pemerataan dalam pengelolaan sumberdaya alam;

merefleksikan kebutuhan masyarakat yang spesifik;

3. dapat meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat;

4. dapat meningkatkan efisiensi secara ekonomi dan ekologi;

5. responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal;

6. masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumberdaya alam secara

berkelanjutan.

Page 7: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

7

Faktor yang sangat berkaitan dengan pengelolaan dalam pembangunan berbasis

masyarakat adalah perilaku manusia. Melalui perilaku, manusia saling berinteraksi

dengan manusia lain dan lingkungan yang berada di sekitarnya. Perilaku manusia

banyak yang mempengaruhi kelestarian lingkungan dan sumbedaya alam. Hal yang

perlu diperhatikan adalah bagaimana merubah perilaku negatif manusia terhadap

alam dan lingkungannya. Untuk itulah diperlukan berbagai konsep kebijakan yang

mengatur bagaimana pengelolaan sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga

manusia tetap bersikap positif dan akrab dengan lingkungan.

Satu pendekatan pengelolaan hutan yang diterapkan di Indonesia adalah pola hutan

kerakyatan ataupun hutan kemasyarakatan. Definisi hutan kemasyarakatan adalah

sebagai hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk

memberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan tanpa mengganggu fungsi

pokoknya. Izin pengelolaan hutan kemasyarakatan diberikan oleh Bupati/Walikota

dalam jangka waktu 25 tahun setelah memperoleh penetapan kawasan hutan dari

Menteri Kehutanan sebagai wilayah pengelolaan hutan kemasyarakatan.

2.2 Pengertian hutan kemasyarakatan

Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki

beberapa pengertian, yaitu :

1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri kehutanan RI no 31 tahun

2000 adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan

untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi

pokoknya

Page 8: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

8

2. Hutan kemasyarakatan menurut definisi Gilmour dan Fisher yang disitasi

Soemarwoto (2000) adalah pengendalian dan pengelolaan sumberdaya hutan

oleh masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan sebagai

bagian terpadu dari sistem pertanian setempat.

Dalam pelaksanaannya program hutan kemasyarakatan menurut Wardoyo

(1997) terdapat beberapa istilah yang perlu dipahami, diantaranya :

1. Perhutanan sosial diartikan sebagai pelibatan masyarakat dalam bentuk

pemberian ijin penguasaan oleh pemerintah kepada masyarakat sebagai

wujud partisipasi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan

hutan dalam pembangunan kehutanan untuk merencanakan, mengusahakan,

memelihara, mengendalikan dan mengawasi serta memanfaatkan hasil hutan

(baik kayu maupun bukan kayu) dengan tujuan peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan kelestarian sumberdaya

2. Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (HPHKm) adalah hak yang

diberikan oleh Menteri kepada masyaraka setempat melalui koperasinya

untuk melakukan program hutan kemasyarakatan dalam jangka waktu

tertentu

3. Peserta hutan kemasyarakatan adalah orang yang kehidupannya dari hutan

atau kawasan hutan yang secara sukarela berperan aktif dalam kegiatan hutan

kemasyarakatan

4. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara

indonesia yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan yang membentuk

komunitas yang didasarkan pada kesamaan mata pencaharian yang berkaitan

Page 9: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

9

dengan hutan, kesejahteraan, keterikatan tempat tinggal, serta peraturan tata

tertib kehidupan bersama.

2.3 Sejarah hutan kemasyarakatan

Kerusakan hutan hujan tropis di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan

kehutanan Indonesia yang menjadikan hutan sebagai objek paling dragmatis

memberikan keuntungan dalam jangka waktu yang pendek. Hutan dijadikan

komoditi yang paling mudah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi dijadikan alasan guna melakukan eksploitasi hutan tanpa

memperhitungkan daya dukung, keberlanjutan dan kelestarian hutan

(Koesmono, 1999). Pengusahaan hutan secara besar-besaran dengan pola HPH

(hak pengusahaan hutan) dimulai sejak dikeluarkannya UU No 5 Tahun 1967

tentang Ketentuan Pokok Kehutanan dan PP No 21 tahun 1970 tentang HPH

dan HPHH (Hak Pemungutan Hasil Hutan). Hal ini semakin memperburuk

keadaan hutan Indonesia (Koesmono, 1999).

Persoalan penting lainnya yang dihadapi oleh kehutanan Indonesia adalah

konflik dengan masyarakat setempat pada semua fungsi hutan. Konflik ini

terjadi karena adanya penggusuran secara besar-besaran terhadap hak

kepemilikan atau karena adanya masyarakat setempat yang tidak memiliki akses

terhadap lahan pertanian (Raja, 2003). Seiring dengan berhembusnya reformasi,

terjadi perubahan/pergeseran orientasi pengelolaan hutan yang lebih

meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan.

Dalam kaitannya dengan hal ini, Dephut mulai memberikan perhatian yang

Page 10: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

10

semakin besar kepada program-program hutan kemasyarakatan (Koesmono,

1999).

Ide pembangunan kehutanan dengan pola hutan kemasyarakatan sebenarnya

mulai dirintis sejak tahun 1995, dengan ditetapkannya SK Menhut No.

622/Kpts-II/1995 tentang Pedoman Hutan Kemasyarakatan. Namun

pelaksanaannya sendiri kurang berjalan dengan baik karena masih kurang

tersosialisasinya program tersebut di masyarakat dan belum adanya petunjuk

teknis dan pelaksanaannya. Untuk mengatasinya, ditetapkan SK Menhutbun No.

41 Tahun 1999, dan ditetapkan pada surat keputusan yang baru yang sesuai

dengan undang-undang tersebut yaitu Sk Menhut No.31 Kpts-II/2001 tentang

penyelengaraan hutan kemasyarakatan (Priyo, 1999).

2.4 Maksud dan Tujuan Hutan Kemasyarakatan

Maksud dari pelaksanaan hutan kemasyarakatan adalah pemberdayaan

masyarakat dan pemberian kepercayaan kepada masyarakat setempat yang

tinggal di dalam sekitar kawasan hutan untuk mengusahakan hutan negara

sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan pengetahuan sehingga kelestarian

sumberdaya hutan dapat dipertahankan (Dephutbun, 1999). Pembangunan

hutan kemasyarakatan bertujuan untuk :

1. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas

ekonomi dan sosial masyarakat

2. Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat pengusaha hutan

3. Mengembangkan keanekaragaman hasil hutan yang menjamin kelestarian

fungsi dan manfaat hutan

Page 11: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

11

4. Meningkatkan mutu, produktivitas dan keamanan hutan

5. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan

meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat

6. Mendorong serta mempercepat pembangunan wilayah (Dephutbun, 1999).

2.5 Pelaksanaan hutan kemasyarakatan

Model hutan kemasyarakatan sebenarnya hanya sesuai diterapkan dalam

pengelolaan dan sekaligus pelestarian areal-areal hutan yang berukuran kecil,

dan kebanyakan berada pada lokasi-lokasi terpencil, baik di dalam maupun di

luar kawasan yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan negara. Luas kawasan

hutan yang cocok untuk model hutan kemasyarakatan adalah antara 40-10.000

Ha (Dephutbun, 1999). Kawasan hutan yang dijadikan areal hutan

kemasyarakatan adalah kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan kawasan

pelestarian alam pada zonasi pemanfaatan taman hutan raya dan wisata

(Dephutbun, 1999). Pelaksanaan hutan kemasyarakatan memiliki prinsip-

prinsip dasar sebagai berikut :

1. Masyarakat sebagai pelaku utama

Sejalan dengan pembangunan kehutanan yang ingin memberdayakan

masyarakat, maka dalam kawasan hutan kemasyarakatan, yang menjadi

pelaku utama dalam pelaksanaannya adalah masyarakat yang berada di

dalam atau di sekitar kawasan hutan yang kawasannya ditetapkan sebagai

areal hutan kemasyarakatan (Wardoyo, 1997).

Pelaksanaan hutan kemasyarakatan diprioritaskan pada masyarakat setempat

yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya hutan. Hutan dan

Page 12: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

12

masyarakat sekitarnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang satu sama

lain saling ketergantungan. Hutan bagi masyarakat tradisional dianggap

sebagai sumber penghasil makanan/kebutuhan, seperti buah-buahan, berburu

binatang, bahan bakar, dan lain-lain. Sebaliknya masyarakat modern lebih

memandang hutan sebagai sumber bahan mentah bagi proses manufaktur

untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih lanjut. Atas dasar ini, semua

diaktualisasikan dalam bentuk pemberian hak pengusahaan kepada

masyarakat lokal untuk mengusahakannya (Wardoyo, 1997). 2. Memiliki

kepastian hak dan kewajiban semua pihak Hak dan kewajiban semua pihak

yang terlibat dalam pelasksanaan hutan kemasyarakatan, baik itu masyarakat

dan pemerintah diatur sangat jelas. Masyarakat sebagai peserta hutan

kemasyarakatan berhak atas hasil hutan non kayu dan melakukan

pemeliharaan hutan kemasyarakatan sesuai dengan lokalisasi yang

diterapkan. Di dalam pelaksanaannya setiap peserta kegiatan hutan

kemasyarakatan mendapat ijin mengelola areal hutan kemasyarakatan seluas

maksimum 4 ha untuk peserta perorangan, untuk peserta kelompok seluas 4

ha jumlah anggota kelompok yang ikut serta sebagai peserta, dan untuk

koperasi maksimum seluas 4 ha dikalikan jumlah anggota koperasi yang

turut serta sebagai peserta hutan kemasyarakatan (Wardoyo,1997).

Selain hak tersebut peserta hutan kemasyarakatan juga memiliki kewajiban

yakni terlibat langsung dalam proses penyusunan rencana dan pelaksanaan

program hutan kemasyarakatan, serta hal-hal yang terkait di dalamnya.

Selain kewajiban tersebut di atas, masyarakat sebagai peserta hutan

kemasyarakatan juga memiliki kewajiban untuk tetap menjaga kelestarian

Page 13: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

13

fungsi dan manfaat hutan. Sedangkan pemerintah sebagai fasilitator dan

pemantau program menjalankan fungsi kontrolnya mengawasi pelaksanaan

hutan kemasyarakatan secara seksama agar diperoleh hasil yang maksimal

(Priyo, 1999). 3. Keragaman komoditas (kayu dan non kayu), keadilan dan

kelestarian, sederhana dan dinamis Komoditas tanaman yang digunakan

dalam hutan kemasyarakatan harus dipilih sesuai dengan karakteristik

daerah dan lahan yang akan ditanami. Sebelum melakukan pemilihan

komoditas harus dilakukan inventarisasi dan identifikasi tanaman yang ada

di daerah tersebut. Pemilihan komoditi termasuk hal yang sangat penting.

Secara teknis pemilihan jenis komoditi ini mempertimbangkan faktor fisik

teknis/ekologi, faktor sosial ekonomi dan sosial budaya (Wardoyo, 1997).

Faktor fisik teknis/ekologi yang harus diperhatikan antara lain adalah tinggi

tempat, kemiringan (topografi), kesuburan tanah, iklim (curah hujan, suhu),

kondisi vegetasi awal. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dari segi sosial

ekonomi adalah komoditas harus mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,

disukai masyarakat setempat dan mempunyai prospek pasar yang baik dan

mempunyai fungsi Multiple Purpose Tree Species (MPTS). Selain faktor

tersebut juga harus diperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,

antara lain adat-istiadat, keberadaan pemimpin masyarakat baik formal

maupun tidak formal, serta kelembagaan adat (Wardoyo, 1997). Tahap-tahap

pelaksanaan hutan kemasyarakatan :

1. Pencadangan areal hutan kemasyarakatan. Dapat dicadangkan pada

kawasan hutan produksi, kawasan lindung, dan pada pelestarian alam

pada zona pemanfaatan

Page 14: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

14

2. Penyiapan kondisi masyarakat. Merupakan kegiatan awal yang penting

dilaksanakan sebelum pemberian Hak Pengusahaan Hutan

Kemasyarakatan

3. Terbentuknya kelembagaan masyarakat berdasarkan aspirasi dan inisiatif

masyarakat itu sendiri dalam mengelola hutan secara lestari. Penyiapan

kondisi masyarakat dilakukan melalui penyebarluasan informasi tentang

kebijakan dan peraturan hutan kemasyarakatan

4. Perencanaan. Rencana pengembangan hutan kemasyarakatan diawali

dengan diperolehnya hak pengusahaan hutan kemasyarakatan, koperasi

masyarakat lokal wajib menyusun Rencana Induk Pengusahaan Hutan

Kemasyarakatan(RPHKm), Rencana Lima Tahunan Hutan

Kemasyarakatan (RKLHKm)

5. Pelaksanaan. Hutan kemasyarakatan dikelola oleh koperasi masyarakat

lokal sebagai pemegang hak pengusahaan hutan kemasyarakatan

6. Pemantauan dan evaluasi di lapangan. Sebagai pemegang hak

pengusahaan hutan kemasyarakatan, koperasi memantau sendiri kegiatan

pengelolaan hutan kemasyarakatan (Dephutbun, 1999). Berdasarkan

bentuk kegiatan, hutan kemasyarakatan menurut Wardoyo (1997) dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Aneka Usaha Kehutanan

Merupakan suatu bentuk kegiatan hutan kemasyarakatan, dengan

memanfaatkan ruang tumbuh atau bagian dari tumbuh-tumbuhan hutan.

Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam aneka usaha kehutanan antara

Page 15: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

15

lain budidaya rotan, pemungutan getah-getahan, minyak-minyakan, buah-

buahan/biji-bijian, budidaya lebah madu, jamur dan obat-obatan

Hubungan antara pemanfaatan hutan, ruang tumbuh dan bagian-bagian

tanaman dengan alternatif kegiatan yang dapat dikembangkan. Alternatif

kegiatan yang dapat dikembangkan sangat tergantung pada kondisi awal

tegakan pokok yang telah ada 2. Agroforestry Agroforestry merupakan

suatu bentuk hutan kemasyarakatan yang memanfaatkan lahan secara

optimal dalam suatu hamparan, yang menggunakan produksi berdaur

panjang dan berdaur pendek, baik secara bersamaan maupun berurutan

Agroforestry merupakan komoditas tanaman yang kompleks, yang

didominasi oleh pepohonan dan menyediakan hampir semua hasil dan

fasilitas hutan alam. Agroforestry dapat dilaksanakan dalam beberapa

model, antara lain tumpang sari (cara bercocok tanam antara tanaman

pokok dengan tanaman semusim), silvopasture (campuran kegiatan

kehutanan, penanaman rumput dan peternakan), silvofishery (campuran

kegiatan pertanian dengan usaha perikanan di daerah pantai), dan

farmforestry (campuran kegiatan pertanian dengan kehutanan)

2.6 Pengertian Kelembagaan

Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk

mengatur cara, aturan, proses peran masing-masing komponen pendukung

didalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen di dalam suatu

kelembagaan antara lain subjek atau orang sebagai penggerak sistem, segala

Page 16: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

16

aturan dan cara yang mengatur jalannya suatu sistem di dalam kelembagaan

yang dilibatkan banyak peran subjek tersebut.

Menurut Soekanto (2002), istilah kelembagaan diartikan sebagai lembaga

kemmasyarakatan yang mengandung pengertian abstrak perihal adanya norma-

norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut.

Sedangkan menurut Tjondronegoro (1977) dalam Pranadji (2003), pengertian

tentang lembaga cenderung menyempitkan makna lembaga dengan pendekatan

dari kemajuan masyarakat.

Soemardjan dan Soelaeman (1974) menuliskan bahwa kelembagaan dapat

bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap

sirkulasi kelembagaan tersebut. Sedikit berbeda dengan Rahardjo (1999) yang

dikutip oleh Pasaribu (2007), konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat

menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan

sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk

mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat.

2.7 Kelompok Tani Hutan

Kelompok tani hutan (KTH) merupakan sekumpulan orang yang

mengelompokkan diri dalam usaha-usaha dalam bidang pengelolaan tanah

hutan negara yang tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk meningkatkan

taraf hidup dan kesejahteraann anggotanya untuk mencapai tujuan bersama

(Perum perhutani 1987 dalam Permana 1998). Sedangkan Suharjito (1994)

menyatakan bahwa pembentukan kelompok tani merupakan awal dari sebuah

Page 17: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

17

upaya menwujudkan partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan

hutan Negara.

Mulyana (2001) dalam Puspita (2006) menyatakan bahwa criteria petani

sebagai KTH adalah kedekatan dengan hutan, hak-hak yang sudah ada,

ketergantungan, dan pengetahuan lokal. Keempat kriteria itu sangat erat

kaitannya dengan sumber daya hutan dan mudah untuk dikenali. Selanjutnya

dalam tulisannya juga dikatakan proses pembentukan KTH adalah sebagai

berikut :

1) Pembentukan kelompok

2) Penguatan kelembagaan

3) Penyuluhan

4) Insentif

Menurut Suharjito (1994), pengertian pembinaan KTH adalah suatu proses yang

timbul dalam suatu hubungan antara pembina atau petugas Perum Perhutani

bersama dengan instansi terkait dengan kelompok tani (KTH) binaan dalam

upaya menemukan dan memecahkan masalah atau mengembangkan kegiatan

kelompok. Tujuan pembinaan yang ingin dicapai tentunya tidak terlepas dari

tujuan perhutanan sosial pada umumnya, yaitu memaksimalkan partisipasi

masyarakat sekitar hutan untuk bersama-sama membangun dan mengelola

hutan secara penuh tanggung jawab dalam pembangunan hutan dan lingkungan

sekitar.

Page 18: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

18

2.8 Kerangka Pemikiran

Hutan kemasyarakatan merupakan salah satu program yang diterapkan untuk

menjaga pengelolaan hutan dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup

petani. Salah satu Kabupaten yang diberikan izin pengelolaan hutan

kemasyarakatan paling luas adalah kabupaten Tanggamus. Kabupaten Tanggamus

memiliki areal pencadangan untuk HKm seluas 50.000 ha. Ada 14 Gabungan

Kelompok Tani (GAPOKTAN) yang memiliki izin (Areal Kerja HKm) dari

Menteri Kehutanan dan Izin Usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm) dari Bupati

Tanggamus dengan luas 15.452 ha. Sementara itu ada 20 GAPOKTAN masih

dalam proses pengajuan izin. Untuk Kota Agung Utara terdapat 7 Gapoktan yang

sudah mendapatkan izin selama 35 tahun dari Menteri Kehutanan, dan Gapoktan

yang sedang dalam pengajuan adalah 9 Gapoktan. Pembiayaan semua proses

kegiatan untuk mendapatkan izin dilakukan secara swadaya anggota kelompok

HKm. Dalam proses pengajuan izin secara swadaya inilah yang seringkali para

Gapoktan membutuhkan bantuan dan bimbingan dari para pendamping, lembaga

swadaya masyarakat, pemerintah daerah dan unsur lainnya.

Gapoktan Wira Karya Sejahtera, gapoktan Mahardika dan gapoktan Beringin Jaya

merupakan beberapa gapoktan yang telah mendapatkan SK Menhut, Penetapan

Areal Kelola Th 2013.

Dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan oleh beberapa gapoktan masih

ditemukan beberapa kendala, oleh karenanya diperlukan kajian penguatan system

pengelolaan hutan kemasyarakatan. Untuk tahap awal kajian yang dibutuhkan

dalam penguatan ini adalah kajian sosial ekonomi meliputi pendapatan usahatani,

Page 19: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

19

pekerjaan sampingan dan tambahan pendapatan petani. Selain itu, kajian

kelembagaan pengelolaan yang dibutuhkan meliputi kajian kelembagaan kelompok

tani, koperasi dan organisasi masyarakat.

Gambar 1. Paradigma kerangka pemikiran pengelolaan hutan kemasyarakatan di

kawasan register 28, 30 dan 32

Page 20: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

20

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 .Metode Pengambilan Contoh

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Agung Utara Kabupaten Tanggamus.

Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Kabupaten Tanggamus

dipilih menjadi daerah penelitian atas dasar pertimbangan bahwa Kabupaten ini

merupakan kabupaten yang menerapkan pembangunan HKm register 28

Pematang Neba dan Register 32 Gn Rendingan. Kawasan HKm tersebut

memiliki fungsi yang sangat krusial yakni salah satunya sebagai catchmen area

atau daerah tangkapan air batu tegi.

Responden yang dijadikan sampel (unit contoh) adalah masyarakat anggota

gapoktan HKm yang telah mendapatkan ijin Penetapan areal kelola hutan tahun

2013. Responden tersebut merupakan responden yang tinggal di kawasan

register 28 yaitu Wira Karya Sejahtera, kawasan register 32 yaitu gapoktan

Mahardika dan gapoktan di kawasan register 30 yaitu Beringin Jaya. Jumlah

sampel dipilih secara Quota sampling, yaitu berjumlah 300 responden. Pra

survei ke lapangan dan pengumpulan data lebih lengkap dilakukan pada tahun

2013.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung. Data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dengan wawancara dengan petani (responden) melalui

Page 21: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

21

kuisioner (daftar pertanyaan). Data sekunder diperoleh dari lembaga

terkait/instansi terkait, laporan-laporan, publikasi dan pustaka lainnya yang

berhubungan dengan penelitian ini. Berikut penjelasan mengenai metode

pengumpulan data dan informasi :

(1) Studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder

yang relevan mengenai peraturan perundangan yang berkaitan dengan hutan

kemasyarakatan, data sosial ekonomi penduduk, data pelaksanaan kegiatan

HKm, dan sebagainya.

(2) Observasi, yaitu dengan cara mengamati dan/atau menghitung obyek penelitian

di lapangan secara langsung, seperti jenis tanaman, produksi tanaman, biaya

produksi, dan pendapatan usahatani.

(3) Wawancara dengan cara ”dept interview”, yaitu dengan melakukan tanya jawab

kepada informan kunci guna menggali informasi mengenai mekanisme

pelaksanaan kegiatan HKm, pendampingan yang dilakukan KORUT, dan

produksi tanaman. Responden yang dijadikan responden terdiri atas anghota

kelompok tani Mulya Agung, Tribuana, dan Tulung Agung.

(4) Kuesioner, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden

yang dijadikan obyek penelitian.

3.4 . Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode komputerisasi.

Data yang diperoleh disederhanakan akan diolah secara komputerisasi dengan

menggunakan program excel dan program lain yang mendukung. Sebelum

melakukan analisis data, maka perlu dilakukan tahap–tahap teknik pengolahan data

sebagai berikut :

Page 22: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

22

1. Editing

Editing merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang diperoleh terhadap

data penelitian untuk memudahkan proses pemberian kode dan pemrosesan data

dengan teknik statistik.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian tanda berupa angka pada jawaban dari

kuesioner untuk kemudian dikelompokkan ke dalam kategori yang sama.

Tujuannya adalah menyederhanakan jawaban.

3. Scoring

Scoring yaitu mengubah data yang bersifat kualitatif ke dalam bentuk kuantitatif.

Dalam penentuan skor ini digunakan skala likert dengan lima kategori penilaian

yaitu :

a. Skor 3 diberikan untuk jawaban tinggi.

b. Skor 2 diberikan untuk jawaban sedang.

c. Skor 1 diberikan untuk jawaban rendah.

4. Tabulating

Tabulating adalah menyajikan data – data yang diperoleh dalam tabel, sehingga

diharapkan pembaca dapat melihat hasil penelitian dengan jelas. Setelah proses

tabulating selesai dilakukan, kemudian diolah dengan program komputer

Microsoft excel dan program lain yang mendukung.

1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang

diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang

berdasarkan faktor-faktor sebagaimana adanya. Analisis ini digunakan untuk

Page 23: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

23

mengakaji karakteristik sosial ekonomi petani yang berada di sekitar register 28, 30

dan 32.

2. Analisis Tingkat Partisipasi Petani di Hutan Kemasyarakatan

Tingkat partisipasi petani diukur dengan cara menjumlahkan seluruh skor dari

beberapa pertanyaan yang diajukan. Pengklasifikasian tingkat partisipasi petani

dimasukkan ke dalam kelas dengan menggunakan rumus Sturges (Dajan, 1996),

Pengukuran berdasarkan unsure-unsur yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaan

tertera pada kuesioner.

Tabel 1. Jenis dan Metode analisis data Berdasarkan Tujuan Penelitian

No Tujuan Penelitian Jenis data Sumber data Metode analisis data

1. Mempelajari

bentuk, tipe dan

tingkat partisipasi

masyarakat

Kualitatif Wawancara

kepada petani

responden

Analisis

Deskriptif kualitatif

(tabulasi data dengan

skala rendah, sedang,

tinggi)

2. Menganalisis

factor sosial

ekonomi

masyarakat

Kualitatif

dan

kuantitatif

Wawancara

kepada petani

responden

Analisis

Deskriptif kuantitatif

(tabulasi

data), analisis

pendapatan dan

criteria R/C ratio

3. Mempelajari

kelembagaan yang

berpengaruh

terhadap partisipasi

masyarakat

Kualitatif Wawancara

kepada ketua

Gapoktan dan

petani

responden

Analisis

Deskriptif kualitatif

(tabulasi data)

Kualifikasi data lapang dirumuskan pada rumus Sturges (Dajan, 1986) dengan

rumus:

Z = X – Y

K

Keterangan:

Z = Lebar selang kelas/kategori

Page 24: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

24

X = Nilai skor tertinggi

Y = Nilai skor terendah

K = Banyaknya kelas/kategori

Penelitian ini jumlah kelas ditentukan secara sengaja yaitu dibagi menjadi tiga

kelas, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

25

BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1 Gambaran Kabupaten Tanggamus

Kabupaten Tanggamus adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

memiliki potensi cukup besar dilihat dari sektor ketersediaan sumber daya alamnya

maupun luas wilayahnya yang mencakup sekitar 2721.88 Km2. Kabupaten

Tanggamus terbentuk dan menjadi salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal

3 Januari 1997 dan diresmikan menjadi Kabupaten pada tanggal 21 Maret 1997.

Adapun jumlah penduduk Kabupaten Tanggamus adalah 542.439 jiwa.

Data mengenai keadaan geografis kabupaten Tanggamus dapat dilihat dari catatan

BPS, yakni menurut data BPS (2011), Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan 3

wilayah daratan dan juga berbatasan dengan laut. Ibu kota kabupaten Tanggamus

adalah Kota Agung, berada di sepanjang pinggir laut. Dari segi geografis, posisi

kabupaten Tanggamus sangatlah unik dan menarik, ada gunung Tanggamus dan

juga memiliki laut. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tanggamus sangatlah

kaya jika dilihat dari kekayaan sumber daya alam. Memiliki gunung, dan laut, serta

banyak sungai serta hutan-hutan. Kota Agung memiliki udara yang terasa panas

karena berada dipinggir pantai yang terik.

Dilihat dari aspek geografi Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104o

18’ -

105o 12’ Bujur Timur dan antara 5

o 05’ – 5

o 56’ Lintang Selatan. Koordinat ini

membatasi wilayah seluas 21855,46 km2 untuk luas daratan ditambah dengan luas

Page 26: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

26

wilayah laut seluas 1.779,50 km2 dengan luas keseluruhan 4.634,96 Km

2. Luas

wilayah kabupaten Tanggamus, dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 2. Luas Kabupaten Tanggamus

No

Kecamatan

Luas

Km2 Persentase

1. Wonosobo 209,63 4,52

2. Semaka 170,90 3,69

3. Bandar Negeri Semuong 98,12 2,12

4. Kota Agung 76,93 1,66

5. Pematang Sawa 185,29 4,00

6. Kota Agung Barat 101,30 2,19

7. Kota Agung Timur 73,33 1,58

8. Pulau Panggung 437,21 9,43

9. Ulu Belu 323,08 6,97

10. Air Naningan 186,35 4,02

11. Talang Padang 45,13 0,97

12. Sumberejo 56,77 1,22

13. Gisting 32,53 0,70

14. Gunung Alip 25,68 0,55

15. Pugung 232,40 5,01

16. Bulok 51,68 1,12

17. Cukuh Balak 133,76 2,89

18. Kelumbayan 121,09 2,61

19. Limau 240,61 5,19

20. Kelumbayan Barat 53,67 1,16

Luas Darat 2.855,46 61,61

Luas laut 1.779,50 38,39

Jumlah Total 4.634,94 100,00

Sumber: BPS, 2013

Potensi sumber daya alam di Tanggamus tidak hanya penting untuk ekonomi,

melainkan juga sebagai penyeimbang ekologi. Hutan dan sungai-sungai besar yang

mengaliri wilayah Tanggamus merupakan penyangga bagi keseimbangan dan

kelestarian alam di wilayah tersebut.

Di Tanggamus ini ada dua sungai besar yakni bernama Way Sekampung dan Way

Semangka. Way berarti sungai. Kata Way akan sering kita temui di Lampung,

karena etnik Lampung sangat erat kaitannya dengan way atau sungai. Sungai

Page 27: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

27

menjadi saksi bagi perkembangan peradaban masyarakat Lampung pada umumnya.

Sebagai transportasi utama pada masa dahulunya dan penghubung antara satu

tempat dengan tempat lain dan menjadi media bagi terjadinya kontak kebudayaan.

Sungai juga memiliki fungsi penting selain sebagai sumber kehidupan yakni

sebagai sarana penting dalam berdirinya suatu kampung, dan sungai menjadi

penting dalam membangun rumah-rumah. Bahkan bagi para ketua adat atau disebut

sebagai Penyimbang adat, sebagian besar memiliki tempat pemandian sendiri di

sungai. Bahkan pada peristiwa adat tertentu, penyimbang atau raja wajib mandi di

sungai, dan masyarakat umum tidak boleh mandi di sungai. Artinya sungai tidak

hanya menjadi sumber kehidupan untuk kebutuhan dasar, melainkan juga sebagai

symbol status dan kedudukan. Di kabupaten tanggamus. selain kedua sungai utama

tadi, terdapat juga beberapa sungai yang mengairi wilayah kabupaten tanggamus

antara lain: Way Pisang, Way Gatal, Way Semah, Way Sengharus, Way Bulog, dan

Way Semong. Hal lain yang patut untuk diperhatikan berkaitan dengan keadaan

wilayah kabupaten tanggamus adalah gunung yang berada di wilayah ini. tercatat

lima gunung yang berada si wilayah Kabupaten Tanggamus, antara lain gunung

Tanggamus (2.102m) di Kecamatan Kota Agung, Gunung Suak (414m) di

kecamatan Cukuh Balak, Gunung Pematang Halupan (1.646 m) berada di

Kecamatan Wonosobo, Gunung Rindingan (1.508m) di Kecamatan Pulau

Panggung dan Gunung Gisting (786m) di Kecamatan Gisting. (BPS, 2011) Dapat

dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3. Nama dan Tinggi Gunung Di Kabupaten Tanggamus

Page 28: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

28

No Nama Gunung Tinggi (m) Kecamatan

1 Gunung Tanggamus 2.102 Kota Agung

2 Gunung Suak 414 Cukuh Balak

3 Gunung Pematang

Haluan

1.646 Wonosobo

4 Gunung Rindingan 1.508 Pulau Panggung

5 Gunung Gisting 786 Gisting

Sumber : Dinas Pekarjaan Umum

RPJP Kabupaten Tanggamus mencantumkan bahwa Visi Kabupaten Tanggamus

untuk periode 2005-2025 adalah “Masyarakat yang Sejahtera dan Tanggamus Sai

Tanggom”. Visi ini merupakan cita-cita sekaligus komitmen daerah, yang terdiri

dari dua kata kunci, yaitu masyarakat yang sejahtera dan daerah sai tanggom.

Masyarakat yang sejahtera adalah masyarakat yang menjalankan agamanya secara

taat dalam suasana budaya yang kreatif dan disukung manusia yang maju, indah

dan berwibawa. Menurut data BPS tahun 2011 (Tanggamus dalam Angka),

kabupaten Tanggamus sebagian Barat semakin ke Utara mengikuti lereng bukit

barisan. Bagian Selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk yang besar yaitu

Teluk Semaka. Di Teluk Semaka terdapat sebuah pelabuhan yang merupakan

pelabuhan antar pulau dan terdapat tempat pendaratan ikan.

Sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Lampung selatan, Kabupaten

Tanggamus memiliki batas -batas wilayah administratif dengan kabupaten lainnya,

apalagi wilayah Pringsewu sudah menjadi kabupaten sendiri berpisah atau mekar

dari Tanggamus, batas-batas administratifnya adalah sebagai berikut:

- sebelah Utara berbatsan dengan kabupaten Lampung Barat dan kabupaten

Lampung Tengah.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

29

- sebelah Selatan berbatasan dengan samudra Indonesia

- sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Lampung Barat

- sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Pringsewu

Luas wilayah daratan kabupaten Tanggamus adalah 2855,46 Km2

di tambah luas

wilayah laut seluas 1799,50 Km2 di sekitar Teluk Semaka, dengan panjang pesisir

210 Km topografi wilayah daratan bervariasi antara daratan rendah dan daratan

tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar

40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai

dengan 2115 m. Potensi sumber daya alam yang dimiliki kabupaten tanggamus

sebagian besar di manfaatkan untuk kegiatan pertanian. selain itu masih terdapat

beberapa sumber daya alam lain yang potensial adalah pertambangan dan energi

listrik ( BPS, 2011).

Kabupaten Tanggamus memiliki kawasan hutan lindung dan hutan Negara (taman

nasional). Beberapa hutan register di Tanggamus, telah mendapatkan izin

pengelolaan HKm dari menteri kehutanan. Dari peta hutan sebelumnya dapat

dilihat bahwa hutan terbanyak ada di kawasan Tanggamus. Beberapa register telah

mendapatkan izin untuk pengelolaan hutan oleh masyarakat tani. Masyarakat tani

sangat antusias dalam memperoleh izin ini, meskipun mereka harus memenuhi

syarat tertentu, yakni hutan harus tetap dipelihara kelangsungan hidupnya. Hal yang

menarik adalah mereka sudah memiliki kearifan lokal dalam memelihara hutan,

yakni dikenal dengan nama lokalnya reppong. Reppong adalah tanaman tajuk

tinggi, yang wajib ditanam di hutan yang mereka jadikan kebun. Reppong itu bisa

Page 30: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

30

jadi tanamanya adalah durian, dan tanaman tinggi lainnya yang dapat membuat

tanah tidak longsor dan selalu terjaga kelestariannya ( B. Vivit Nurdin, 2013).

HKm adalah kawasan hutan Negara yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekaligus

masyarakat berkewajiban melestarikannya. Masyarakat yang sudah memperoleh

izin HKm diperbolehkan memanfaatkan hutan, tetapi sekaligus diwajibkan untuk

memelihara hutan agar tidak rusak. HKm juga berupaya untuk memberdayakan

masyarakat di kawasan hutan. Sebagai sebuah solusi dalam menyelesaikan

masalah kerusakan hutan, HKm merupakan sebuah solusi yang diharapkan mampu

menyelesaikan masalah hutan ini. Namun HKm tidak akan berjalan kalau hanya

ditumpukan kepada masyarakat pengguna hutan saja melainkan harus ada sinergi

antara pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat dalam merehabilitasi

hutan ( B. Vivit Nurdin, 2013)

4.2 BATAS ADMINISTRATIF DAN BATAS CULTURE AREA

Secara administrative sudah dijelaskan di atas bahwa Kabupaten Tanggamus

berbatasan dengan beberapa kabupaten, dan lautan. Batas administrative ini

tidaklah mencerminkan batas-batas budaya. Demikian juga dengan masyarakat

petani perambah, bagi petani batas-batas administrative bukanlah hal yang penting,

yang paling utama adalah bagaimana bisa berkebun dengan mendapatkan lahan.

Kawasan hutan yang mereka pergunakan terkadang sudah melewati batas-batas

administarif Tanggamus. Bagi petani, tidak ada batas administrative yang ada

hanyalah bahwa mereka terus mencari lahan atau tanah untuk bisa ditanami

tanaman yang menguntungkan mereka.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

31

Dari sisi administrative, pekon atau desa yang ada di kabupaten Tanggamus adalah

302 pekon / kelurahan dengan 20 kecamatan (BPS, 2011). Sesudah reformasi,

satuan terkecil wilayah administrative adalah Pekon, yakni nama kampung bagi

sebutan masyarakat adat Lampung di Tanggamus. System desa kemudian

dihapuskan dibeberapa daerah di luar Jawa.

Batas administratif berbeda dengan batas culture area, dimana batas adinistratif

merupakan batas kabupaten, kecamatan dan desa yang dibuat oleh negara. Batas

culture area merupakan batas-batas budaya, dimana batas – batas terlihat dari

kampung tua dan perbedaan etnik diantaranya ( B. Vivit Nurdin, 2013) .

Peta Tanggamus secara administrative dan culture area dapat dilihat dalam peta-

peta berikut ini

Page 32: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

32

Gambar 2. Administrative Kabupaten Tanggamus

Page 33: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

33

Gambar 3. Culture Area di Kabupaten Tanggamus

Sumber : Peta diolah peneliti dari hasil survey, 2013.

4.3 Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani

Kabupaten Tanggamus mencadangkan areal kelola HKm seluas 50.000 hektar yang

terbagi 3 (tiga) kesatuan wilayah kelola dibawah tanggung jawab dinas kehutanan

Page 34: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

34

dan perkebunan kabupaten Tanggamus, KPHL Kotaagung Utara dan KPHL Batu

Tegi. (sumber dishutbun Kab. Tanggamus).

Dari luasan cadangan areal kelola tersebut, ada 31 (tiga puluh satu) Gapoktan

pengelola HKm, dengan rincian sbb ;

1. 5 (lima) gapoktan telah memiliki SK Menhut tentang Penetapan Areal Kerja

(PAK) dan IUPHKm Pemda Tanggamus pada tahun 2008.

2. 8 (delapan) gapoktan telah memiliki SK Menhut tentang Penetapan Areal Kerja

(PAK) dan IUPHKm Pemda Tanggamus pada tahun 2009.

3. 18 (delapan belas) gapoktan baru memiliki SK Menhut tentang Penetapan Areal

Kerja (PAK) pada tahun 2013.

4.3.1 Letak Geografis

Secara umum letak geografis Gapoktan Wirakarya Sejahtera, Mahardika dan

Beringin Jaya berada di ketinggian antara 500 dpl sampai dengan 1000 dpl, dengan

topografi berbukit.

4.3.2 Administratif

Secara Administratif Gapoktan Wiarakarya Sejahtera, Mahardika dan Beringin Jaya

terletak di Kawasan Hutan Lindung Register 39 Kotaagung Utara dan berada dalam

Pengelolaan Dinas Kehutanan Tanggamus.

Berdasarkan Penetapan Areal Kerja (PAK) yang telah diserahkan oleh Menteri

kehutanan Pada tahun 2013 bahwa Gapoktan Wirakarya Sejahtera memiliki luas

4.305 Ha, Gapoktan Mahardika memiliki luas 2.340 Dan Gapoktan Beringin

memiliki luas Jaya 871 1.540 Ha.

Page 35: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

35

4.4 Karakteristik Sosial responden

4.4.1 Umur

Bakir dan Manning (1984) mengemukakan bahwa umur produktif untuk bekerja di

negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Kemampuan kerja

seseorang petani juga sangat dipengaruhi oleh tingkat umur petani tersebut, karena

kemampuan kerja produktif akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia

petani. Susantyo (2001) menyatakan bahwa petani-petani yang lebih tua tampaknya

cenderung kurang aktif melakukan difusi inovasi berusahatani daripada mereka

yang relatif umur muda. Petani yang berumur lebih muda biasanya akan lebih

bersemangat dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Dengan demikian ada

kecenderungan bahwa umur petani akan mempengaruhi

motivasi dalam mengikuti kegiatan hutan kemasyarakatan.

Berdasarkan survey yang telah dilakukan, umur petani responden dapat dilihat pada

tabel 5.

Tabel 5. Distribusi umur petani anggota gapoktan Beringin jaya, Mahardika dan

Wira Karya Sejahtera

No Umur

(Tahun)

Jumlah responden (orang) Total %

Beringin jaya Mahardika Wira karya sejahtera

1 <17 0 0 0 0,00 0,00

2 17-55 54 109 87 250,00 92,25

3 >55 1 9 11 21,00 7,75

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui petani responden berkisar pada usia antara 17

sampai lebih dari 55 tahun. Tabel 5 tersebut juga menunjukkan bahwa petani

Page 36: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

36

responden lebih banyak didominasi oleh petani yang berusia 17-55 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa mayoritas petani berada dalam usia yang masih produktif

untuk bekerja, sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam

berusahatani dan kemampuan bekerja masih baik.

4.4.2 Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang ditempuh seseorang baik secara formal dan non formal akan

sangat mempengaruhi perilakunya baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap.

Rukka (2003) menyatakan bahwa pendidikan umumnya akan mempengaruhi cara

dan pola pikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda

menyebabkan petani lebih dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

semakin efisien dia bekerja dan semakin banyak juga dia mengikuti serta

mengetahui cara-cara berusahatani yang lebih produktif dan lebih menguntungkan.

Tabel 6. Distribusi tingkat pendidikan petani anggota gapoktan Beringin jaya,

Mahardika dan Wira Karya Sejahtera

No Tingkat

Pendidikan

Jumlah responden (orang) Total % Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 SD 25 56 46 127,00 46,86

2 SMP 13 37 28 78,00 28,78

3 SMA 15 22 23 60,00 22,14

4 Perguruan Tinggi 2 3 1 6,00 2,21

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Selanjutnya dikemukakan, bahwa tingkat pendidikan yang dipunyai seseorang

tenaga kerja bukan saja dapat meningkatkan produktivitas dan mutu kerja yang

dilakukan, tetapi sekaligus mempercepat proses penyelesaian kerja yang

diusahakan. Berdasarkan pendapat di atas maka terdapat kecenderungan bahwa ada

Page 37: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

37

hubungan antara tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani dengan motivasi

mereka dalam menerapkan hutan kemasyarakatan. Sebaran tingkat pendidikan

petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tingkat pendidikan formal petani responden masih rendah, sebagian besar dari

petani responden bersekolah sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu sekitar 46,86

persen, seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Tingkat Pendidikan formal akan

berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani, terutama yang terkait dengan

adopsi teknologi yang baik bagi peningkatan produksi usahataninya. Proses

penyerapan teknologi akan berjalan dengan mudah jika tingkat pendidikan petani

responden semakin tinggi. dimana teknologi tersebut dapat membuat petani lebih

efisien dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan.

4.4.3 Pengalaman Usahatani

Padmowihardjo (1994) mengemukakan bahwa pengalaman, baik yang

menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh terhadap proses belajar.

Orang yang telah berpengalaman terhadap sesuatu yang menyenangkan, apabila

pada suatu saat diberi kesempatan untuk mempelajari hal yang sama, maka ia telah

memiliki perasaan optimis untuk berhasil. Sebaliknya jika orang yang mempunyai

pengalaman mengecewakan suatu saat diberi kesempatan untuk

mempelajari hal tersebut lagi, maka ia sudah memiliki perasaan pesimis untuk

berhasil, disamping itu petani yang lebih lama pengalaman dalam berusahatani

hutan kemasyarakatan akan lebih selektif dan tepat dalam memilih jenis inovasi

yang akan diterapkan dibandingkan dengan petani yang pengalaman usahataninya

relatif masih muda. Oleh karena itu, besar kemungkinan bahwa pengalaman dalam

Page 38: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

38

berusahatani di hutan kemasyarakatan dapat mempengaruhi motivasi petani dalam

mengelola hutan kemasyarakatan dengan baik.

Tabel 7. Distribusi pengalaman usahatani petani anggota gapoktan Beringin jaya,

Mahardika dan Wira Karya Sejahtera

No

Pengalaman

usahatani

(Tahun)

Jumlah responden (orang) Total % Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 1_8 14 49 30 93,00 34,32

2 9_16 24 44 39 107,00 39,48

3 17_24 10 14 19 43,00 15,87

4 25_32 6 7 5 18,00 6,64

5 33_40 1 4 5 10,00 3,69

Jumlah 55 118 98 271,00 100,00

Pengelolaan hutan kemasyarakatan di daerah kajian telah mulai dikembangkan oleh

para petani sebelum dikeluarkannya izin pengelolaan hutan kemasyarakatan,

usahatani di HKm diusahakan secara turun temurun dan telah menjadi cara hidup

mereka. Sehingga jika dilihat dari pengalaman usahatani di HKm sebanyak 39,48

persen petani responden telah mengusahakan usahatani di hutan kemasyarakatan

Pengalaman berusahatani akan berpengaruh pada tingkat efisiensi teknis, karena

petani akan cenderung menggunakan teknologi berdasarkan pengalaman yang telah

sesuai dengan kondisi alam di lokasi penelitian. Sementara teknologi yang

diberikan lewat penyuluhan seringkali sulit diterima oleh petani. Pengalaman

berusahatani yang masih kurang akan menyebabkan tingkat efisiensi teknis tersebut

belum efisien karena belum menemukan teknologi yang tepat.

4.4.4. Luas Lahan Usahatani

Lahan yang diusahakan oleh petani responden terdiri dari lahan hutan

kemasyarakatan dan non HKm, akan tetapi tidak semua petani memiliki lahan non

Page 39: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

39

HKm. Distribusi sebaran luas lahan HKm yang dimiliki petani dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi luas lahan HKm petani anggota gapoktan Beringin jaya,

Mahardika dan Wira Karya Sejahtera

No Luas

(Ha)

Jumlah responden (orang) Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 <1 21 0 9 30,00 11,07 Rendah

2 1_3 32 112 86 230,00 84,87 Sedang

3 >3,01 2 6 3 11,00 4,06 Tinggi

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa sebanyak 84,87 persen responden

merupakan petani dengan lahan kurang dari 1-3 ha. Sementara petani lain tersebar

dengan luas lahan yang berbeda-beda, sebanyak 11,07 persen petani menggarap

lahan seluas kurang dari 1 hektar. Sebanyak 4,06 persen memiliki lahan garapan

seluas lebih dari 3,01 hektar. Luas lahan ini akan berpengaruh pada tingkat

pendapatan usahatani dan efisiensi teknis, karena petani seringkali sulit

memperhitungkan penggunaan faktor produksi yang efisien untuk lahan yang

dimilikinya terutama untuk luas lahan yang kecil.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

40

V. KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN KELEMBAGAAN PETANI

5.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

5.1.1. Mata Pencaharian

Hasil survei menunjukkan, bertani di kawasan hutan kemasyarakatan merupakan

pekerjaan utama bagi petani responden. Sebaran ada tidaknya pekerjaan sampingan

petani responden dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi ada tidaknya pekerjaan sampingan petani anggota gapoktan

Beringin jaya, Mahardika dan Wira Karya Sejahtera

No Keterangan Jumlah responden (orang)

Total % Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 Ada 30 24 39 93,00 34,32

2 Tidak Ada 25 94 59 178,00 65,68

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar atau 65,68 persen petani

responden tidak memiliki usaha sampingan yang berarti rata-rata petani responden

sangat bergantung pada lahan usahatani yang ada di kawasan hutan

kemasyarakatan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan penguatan kelembagaan anggota

gapoktan Beringin jaya, mahardika dan wira karya sejahtera untuk mengelola Hkm

menjadi kawasan yang sesuai dengan fungsinya, serta mencari berbagai sumber

penghasilan yang dapat menjadi alternatif tambahan bagi kehidupan petani dan

keluarganya.

Page 41: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

41

5.1.2 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga menjadi gambaran potensi tenaga kerja yang dimiliki

keluarga petani. Selain itu, jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu

faktor yang sangat menentukan dalam peningkatan produksi dan pendapatan petani

serta kemampuan dalam pengelolaan usahatani pada lahan kawasan Hkm.

Jumlah tanggungan keluarga petani yaitu banyaknya orang yang harus dibiayai oleh

kepala keluarga sebagai pencari nafkah, bukan berdasarkan banyaknya anak.

Jumlah tanggungan keluarga berkaitan erat dengan pendapatan dan pengeluaran

keluarga, semakin banyak tanggungan keluarga, maka semakin besar pengeluaran

keluarga tersebut. Dengan demikian petani sebagai pencari nafkah akan sungguh-

sungguh dalam mengerjakan pekerjaannya. Jumlah anggota dalam satu keluarga

adalah semua orang yang hidupnya oleh keluarga yang bersangkutan dan

mempunyai kepentingan bersama dalam suatu kegiatan usahatani. Adapun sebaran

tanggungan keluarga petani responden di kawasan Hkm

Tabel 10. Distribusi tanggungan keluarga anggota gapoktan Beringin Jaya,

Mahardika dan Wira karya sejahtera

No Pengalaman

(Tahun)

Jumlah responden (orang) Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 1-2 9 26 25 60,00 22,14 Sedang

2 3-4 39 84 60 183,00 67,53 Tinggi

3 5-6 7 8 13 28,00 10,33 Rendah

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar (67,53%) tanggungan keluarga

petani responden adalah 3 sampai 4 orang. Petani rata-rata masih mempunyai anak

Page 42: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

42

yang sedang menempuh pendidikan. Banyaknya tanggungan keluarga petani akan

berpengaruh terhadap pengelolaan hutan yang lestari. Umumnya petani yang

mempunyai tanggungan lebih banyak akan mengelola hutan dengan mengusahakan

tanaman yang menguntungkan saja seperti tanaman tajuk tengah dikarenakan

terdorong oleh kewajibannya untuk membiayai sejumlah orang yang menjadi

tanggungannya. Oleh karenanya diperlukan penguatan kelembagaan dengan

melakukan pelatihan organisasi dan lembaga wira usaha tani hutan.

5.2 Bentuk, Tipe dan Tingkat Partisipasi Masyarakat Hutan

Kemasyarakatan.

5.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

1) Uji Validitas

Uji ini merupakan uji ketepatan suatu istrumen ditinjau dari segi materi yang

diujikan (untuk tes) atau ditinjau dari segi dimensi dan indikator yang

ditanyakan (untuk angket). ditentukan berdasarkan analisis reliabilitas dengan

menggunakan program SPSS versi 16.0 dengan memasukkan 26 variabel

pertanyaan.

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan data pada Lampiran . Item

kuesioner dinyatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel (n-2). Tabel terlihat

bahwa korelasi antara masing-masing indikator terhadap total skor konstruk

dari setiap variabel menunjukkan hasil yang signifikan, dan menunjukkan

bahwa r hitung > r tabel (0,08).

2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat ketetapan suatu instrumen mengukur apa yang arus

diukur. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

Page 43: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

43

rumus Alpha. Hasil pengujian reliabilitas untuk masing-masing variabel dapat

dilihat pada Tabel 12 berikut.

Berdasarkan hasil pengolahan didapatkan hasil bahwa semua variabel bentuk,

tipe dan tingkat partisipasi masyarakat HKm mempunyai koefisien Alpha yang

cukup besar yaitu diatas 0,883 sehingga dapat dikatakan semua konsep

pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel sehingga

untuk selanjutnya item-item pada masing-masing konsep variabel tersebut

layak digunakan sebagai alat ukur. Menurut Sekaran (2003), pengambilan

keputusan untuk uji reliabilitas sebagai berikut :

Cronbach’s alpha < 0,6 = reliabilitas buruk

Cronbach’s alpha 0,6 – 0,79 = reliabilitas diterima

Cronbach’s alpha 0,8 = reliabilitas baik

Menurut Nunnally seperti yang dikutip oleh Ghazali (2005), alat ukur dapat

dikatakan reliable jika nilai reliabilitasnya > 0,600, di mana 0,600 adalah

standarisasi nilai reliabilitas.

Tabel 12. Hasil pengujian reliabilitas .

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0.883 26

5.2.2 Pengetahuan, tanggapan, dan sikap petani terhadap hutan

kemasyarakatan

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan dapat di ketahui bahwa petani

responden yang menjadi anggota gapoktan beringin jaya, mahardika, dan wira

Page 44: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

44

karya sejahtera sebagian besar mengetahui tentang hutan kemasyarakatan, aturan

hutan kemasyarakatan, dan sanksi bagi yang melanggar aturan yang ada di Hkm.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 13, bahwa 82,6 persen (kategori tinggi) petani

responden mengetahui tentang HKm. Sumber informasi tentang HKm diperoleh

petani responden dari kerabat, tetangga, teman dan dinas kehutanan, lembaga sosial

masyarakat seperti Korut yang telah melakukan sosialisasi.

Secara keseluruhan terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi apabila

menjadi peserta yang memperoleh izin usaha pengelolaan HKm antara lain

melaksanakan penataan batas areal pemanfaatan hasil hutan kayu; melakukan

pengamanan areal tebangan antara lain pencegahan kebakaran, melindungi pohon-

pohon yang tumbuh secara alami (tidak menebang pohon yang bukan hasil

tanaman) dan umumnya petani responden telah mengetahui kewajiban peserta

IUPHKm tersebut meskipun tidak seluruh kewajiban dalam pasal 25 dan 26

Permenhut Nomor : P.37/Menhut-II/2007 dimengerti oleh peserta HKm di

Kabupaten Tanggamus. Berikut Tabel yang menjelaskan tingkat pengetahuan, tipe

dan sikap petani terhadap HKm anggota gapoktan beringin jaya, mahardika dan

wira karya sejahtera.

Tabel 13. Sebaran pengetahuan, tanggapan dan sikap petani terhadap HKm pada

anggota gapoktan Beringin Jaya, Mahardika dan Wira karya sejahtera

No Skor Jumlah responden (orang)

Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 3-5 0 0 2 2,00 0,7 rendah

2 6-8 11 17 17 45,00 16,6 sedang

3 9-12 44 101 79 224,00 82,6 tinggi

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Page 45: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

45

Sebagian besar masyarakat yang berusahatani di HKm juga mengetahui sanksi bagi

yang melanggar aturan HKm. Menurut peraturan menteri sanksi bagi yang

melanggar aturan HKm berupa (1) penghentian sementara kegiatan di lapangan

terhadap Pemegang izin usaha dalam Hutan kemasyarakatan (2) sanksi berupa

pencabutan izin dikenakan kepada pemegang izin usaha dalam hutan

kemasyarakatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan.

5.2.3. Persepsi masyarakat terhadap HKm dan pengelolaan lahan

Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek sehingga individu

memberikan reaksi tertentu yang diperoleh dari kemampuan mengorganisasikan

pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. David (1992)

menyatakan proses persepsi terbagi dalam dua hal, (1) proses pembentukan kesan

dianggap agak bersifat mekanik dan cenderung hanya memantulkan sifat manusia

yang memberikan stimulus, (2) proses persepsi yang berada di bawah dominasi

perasaan dan evaluasi, dan bukan berasal dari pikiran atau kognisi.

Persepsi petani responden mengikuti kelompok Hutan kemasyarakatan umumnya

termasuk kategori tinggi karena responden mengetahui tentang menjaga kelestarian

hutan lindung dan mengetahui bahwa melestarikan HKm dapat memperkuat

kondisi daerah tangkapan air waduk batu tegi. Sebaran persepsi dan partisipasi

masyarakat terhadap HKm dapat dilihat pada Tabel berikut.

Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang tidak

mengetahui bahwa lahan usahatani yang dikelolanya merupakan hutan lindung

yang memiliki fungsi sangat penting bagi lingkungan dan rata-rata responden sudah

Page 46: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

46

melakukan pelestarian HKm meskipun baru beberapa tindakan seperti menanam

tanaman MPTS dengan pola tumpang sari.

Tabel 14. Distribusi persepsi anggota gapoktan Beringin Jaya, Mahardika dan Wira

karya sejahtera

No Skor

Jumlah responden (orang)

total % keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 3-6 0 0 0 0,00 0 rendah

2 7-10 2 15 8 25,00 9,2 sedang

3 11-15 53 103 90 246,00 90,8 tinggi

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Menurut Direktorat reboisasi (1997), pada areal-areal yang memenuhi persyaratan

tertentu penanaman MPTS tersebut dapat dilakukan melalui pola tumpang sari atau

pola tanaman campuran dengan jenis tanaman pertanian dan/atau tanaman industri

semusim ataupun tahunan sepanjang tetap berarahan pada tujuan pelestarian

sumberdaya hutan dan konservasi tanah dan air. Jenis tanaman yang harus

dibudidayakan oleh peserta HKm dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu :

a) Tanaman tajuk tinggi atau tanaman MPTS (Multi purpose Tree’s Species),

merupakan tanaman yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai

penghasil buah , dan atau getah, seperti durian, pete, kemiri, karet, pala dan

nangka, manfaat tanaman MPTS akan diperoleh oleh peserta HKm setelah

mencapai umur 3-5 tahun, tergantung dari jenis tanaman. Tujuan budidaya

tanaman MPTS adalah agar peserta HKm sudah memperoleh pendapatan

sebelum tanaman pokok berproduksi. Selain tanaman MPTS, tanaman tajuk

tinggi juga ialah tanaman pokok yang merupakan tanaman jangka panjang

yang dibudidayakan untuk diambil kayunya, seperti mahoni, sonokeling,

Page 47: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

47

sengon. Manfaat tanaman pokok akan dinikmati oleh peserta HKm setelah

mencapai umur masak tebang, yaitu antara 8 tahun sampai 20 tahun,

tergantung jenis tanamannya.

b) Tanaman tajuk tengah tanaman yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan

sebagai penghasil buahnya. Contoh tanaman tajuk tengah ini yakni kopi,

kako, lada dan cengkeh. Tanaman ini dapat diperoleh hasilnya saat berumur

3-5 tahun. Pembudidayaan tanaman ini dapat menambah pendapatan petani.

c) Tanaman tajuk bawah merupakan tanaman semusim yang dibudidayakan

agar peserta HKm memperoleh pendapatan dalam jangka pendek (setahun).

Adapun jenis tanaman semusim yang dikembangkan adalah cabe, jahe dan

kacang-kacangan.

Dengan demikian, untuk memperkuat persepsi dan pengetahuan petani responden

diperlukan pendampingan oleh lembaga tertentu untuk tetap memotivasi petani

dalam menjaga maupun melestarikan hutan lindung yang dijadikan hutan

kemasyarakatan, mengingat komposisi hutan lindung harus 30 % untuk tanaman

kayu dan 70 % untuk tanaman MPTS. .

5.3.3 Partisipasi masyarakat terhadap HKm dan pengelolaan lahan

Partisipasi merupakan sebuah proses bertingkat dari pendistribusian hak masyarakat

dalam pengambilan keputusan, sehingga mereka dapat memperoleh kontrol yang

lebih besar pada hidup mereka sendiri. Partisipasi sesungguhnya lebih dari sekedar

kekuatan karena merupakan sinergi bersama untuk mencapai lebih dari yang

dimiliki dari aktivitas pembelajaran sosial, pemberdayaan, ekonomi bersama dan

spirit ekonomi sebagai suatu infrastruktur moral. Mitchell et al. (2003) menyatakan

bahwa ada beberapa alasan penting partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

Page 48: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

48

lingkungan hidup yaitu merumuskan persoalan menjadi lebih efektif, merumuskan

alternatif penyelesaian masalah yang secara sosial dapat diterima, mendapatkan

informasi dan pemahaman diluar jangkauan ilmiah, perasaan memiliki terhadap

rencana dan penyelesaiaan dan memudahkan penerapannya.

Partisipasi anggota gapoktan Beringin jaya, mahardika dan Wira karya sejahtera

yang dimaksud dalam hal kehadiran mengikuti pertemuan yang telah diadakan oleh

masing-masing gapoktan. Sebaran partisipasi responden dapat dilihat pada Tabel

berikut.

Tabel 15. Distribusi partisipasi anggota gapoktan Beringin Jaya, Mahardika dan

Wira karya sejahtera

No Skor Jumlah responden (orang)

Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 3-4 0 18 8 26,00 9,6 rendah

2 5-6 14 51 36 101,00 37,3 sedang

3 7-9 41 49 54 144,00 53,2 tinggi

Jumlah

55 118 98 271,00 100

Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa partisipasi masyarakat dalam kehadiran

pada pertemuan gapoktan termasuk kategori tinggi. Menurut hasil wawancara

dengan anggota kelompok tani diperoleh informasi bahwa terbentuknya gapoktan

dan aktifnya peserta HKm pada gapoktan menjadikan responden termotivasi untuk

mengelola HKm yang lebih baik sehingga tujuan HKm dapat tercapai yakni hutan

lestari rakyat sejahtera.

Tingkatan partisipasi responden sesungguhnya belum pada tingkatan yang

sempurna, tetapi partisipasi masyarakat telah mengarah pada proses partisipasi yang

sebenarnya. Oleh karenanya, pengadaan pelatihan kelembagaan sangat diperlukan

Page 49: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

49

guna lebih meningkatkan wawasan petani dan menambah pengetahuan terkait

organisasi dan wirausaha tani hutan serta pengembangan budidaya dan teknologi.

5.3 Kelembagaan Petani Hutan Kemasyarakatan.

5.3.1 Lahirnya Kelembagaan

Menurut Schmid (1987), kelembagaan merupakan inovasi manusia untuk mengatur

atau mengontrol interdependensi antar manusia terhadap sesuatu, kondisi atau

situasi melalui inovasi dalam hak pemilikan, aturan representasi atau batas

yurisdiksi. Sementara itu, menurut Samuel Hutingon dalam Peters (2000)

menetapkan empat kriteria terjadinya proses institusionalisasi yaitu; (a) otonomi;

(b) adaptabilitas; (c) kompleksitas dan (d) koheren. Dari beberapa pengertian

kelembagaan tersebut, maka bentuk kelembagaan tersebut dapat berupa orgnisasi

dan aturan main atau bahkan dapat berupa norma atau nilai yang berkembang

dalam masyarakat, seperti pengetahuan lokal. Dalam pembangunan perhutanan

sosial kelembagaan yang dibangun berupa struktur organisasi atau kelompok dan

aturan main atau awik-awik kelompok.

Dalam pengelolaan HKm di register 28, 30, dan 32 kelembagaan yang berperan

yaitu kelembagaan formal HKm (kelembagaan yang dikembangkan oleh

pemerintah). Kelembagaan formal HKm merupakan kelembagaan dengan struktur

organisasi dan aturan main yang dikembangkan oleh masyarakat atas instruksi dan

harapan pemerintah.

Bentuk kelembagaan formal tersebut dapat berupa kelompok tani hutan dan

koperasi sesuai yang diamanahkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan

tentang Hutan Kemasyarakatan. Meskipun kelembagaan formal memiliki bentuk

Page 50: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

50

yang sama namun, memiliki aturan main yang berbeda satu dengan lainnya. Aturan

main dibangun oleh kelompok HKm yang diangkat dari kondisi lokal dan

permasalahan yang dihadapi. Pada lokasi penelitian terdapat 3 gapoktan yang

masing-masing terdiri dari 8 kelompok tani, secara rinci dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 16. Sebaran Kelompok tani pada Gapoktan

Gapoktan Kelompok Tani Jumlah

Anggota (KK)

Luas Areal

(Ha)

Wira Karya

Sejahtera

904 4.305

Mahardika 1.141 2.340

Beringin Jaya Lestari Jaya 1

Lestari Jaya 2

Lestari Jaya 3

Lestari Jaya 4

Lestari Jaya 5

Lestari Jaya 6

Lestari Jaya 7

Lestari Jaya 8

331 871

Hasil survei ini menemukan bahwa kelembagaan gapoktan di HKm memberikan

peran dalam pembangunan HKm dalam hal sebagai pusat informasi, pelaksana

teknis dan pengaturan aturan main kelompok.

4.4.2. Keragaan Kelompok Tani pada Wilayah Penelitian

Kelompok tani merupakan lembaga yang menyatukan para petani secara horizontal

dan dapat dibentuk beberapa unit dalam satu desa dengan memiliki kepentingan

dan tujuan yang sama, yaitu memanfaatkan sumberdaya pertanian guna

meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya.

Page 51: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

51

Kelompok Tani pada umumnya terdiri dari beberapa kelas kelompok, pemula,

lanjut, madya, utama. Pada wilayah penelitian semua kelompok masih termasuk ke

dalam kategori pemula. Untuk lebih jelas berbagai tingkatan kelas kelompok dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Tingkatan Kelas Kelompok Tani

Penentuan kelas kemampuan kelompok tani mengacu pada pedoman penilaian

kelompok tani (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Secara umum status kelas

kelompok tani ternak dibedakan atas adanya kriteria sebagai berikut :

1. Kelompok Tani Kelas Pemula. Anggota kelompok memahami pentingnya

berkelompok untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Kelompok sudah

memiliki struktur organisasi, pengurus, anggota, sekretariat, anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga (AD/ART), buku administrasi (buku notulen, buku

anggota, buka simpan pinjam, buku pengurus, buku arsip kelompok, buku kas,

dll).

2. Kelompok Tani Kelas Lanjut. AD/ART telah dijalankan semestinya, pertemuan

rutin dilakukan minimal sebulan sekali dan hasil pertemuan tercatat, kelompok

mampu mengidentifikasi masalah dan menyusun perencanaan, kegiatan usaha

Page 52: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

52

produktif telah dimiliki oleh kelompok. Kelompok mempunyai akses pinjaman

kredit karena modal yang dimiliki kelompok layak mendapatkan kredit.

3. Kelompok Tani Kelas Madya. Status kelas kelompok tani madya yaitu kelompok

telah mengembangkan jaringan kerja dengan lembaga lain (pasar, keuangan).

Kelompok memiliki data dasar yang mendukung aspek pemasaran hasil

pertanian/peternakan, dan mempunyai usaha penanganan pasca panen.

4. Kelompok Tani kelas Mandiri. Kelembagaan kelompok telah kuat sehingga dapat

melakukan evaluasi dan perencanaan, melakukan monitoring secara rutin.

Kelembagaan kelompok telah berkembang, pendapatan anggota jelas meningkat

dan memiliki akses terhadap permodalan.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kelompok tani yang berada

pada lokasi penelitian, masih perlu untuk dibimbing dan diarahkan untuk dapat

meningkatkan kelas kemampuan kelompok tani yang menaunginya. Dilihat dari

keswadayaan dalam berusaha tani kelas kelompok pemula masih sangat

membutuhkan intervensi dari berbagai pihak terutama pemerintah. Berbagai

intervensi yang dapat pemerintah lakukan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Intervensi Pemerintah Pada Pengembangan Usahatani Hutan

No Kelompok

Tani Hutan

Bentuk Intervensi Dampak Manfaat

1 Pemula

(Sangat

Tergantung)

a. Subsidi penuh

b. Pendampingan

c. Pemasaran

a. Kelembagaan Kelompoktani

b. Mampu melaksanakan

c. Mengenal pemasaran

2 Lanjut

(Tergantung)

a.Subsidi sebagian

b.Pendampingan

c.Pemasaran

d.Koperasi

a. Kelembagaan kelompoktani

b. Mampu melaksanakan

c. Mulai pemasaran

d.Kelembagaan Usahatani (Koperasi)

3 Madya

(Mandiri)

a.Swadaya - Kredit

b.Pendampingan

c.Koperasi - Wirausaha

a.Mampu mengembalikan kredit

b.Mampu manajemen usaha

c.Mampu memasarkan

Page 53: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

53

d.Kemitraan d.Kelembagaan Usahatani (Koperasi)

e.Posisi tawar sedang

4 Utama

(Mandiri

Penuh)

a.Swadaya - Kredit

b.Pendampingan

c.Koperasi - Wirausaha

d.Kemitraan

e.Industri

a.Mampu mengembalikan kredit

b.Mampu manajemen usaha

c.Mampu menajemen pemasaran

d.Kelembagaan usahatani (Koperasi,

Perseroan Terbatas)

e.Posisi tawar tinggi

f. Mempunyai industri

4.4.3. Manfaat Kelompok Tani

Beragam manfaat yang dirasakan anggota kelompok tani setelah bergabung dengan

kelompok tani. Manfaat yang petani responden rasakan adalah mendapat

kemudahan dalam mendapat modal dan input produksi karena modal dan input-

input produksi tersebut dapat diperoleh di koperasi kelompok tani yang menjadi

salah satu unit usaha dari gapoktan.

Manfaat lain yang dirasakan adalah banyak mendapat ilmu, karena kelompok tani

ini bertugas sebagai fasilitator antar petani untuk berbagi informasi dan

pengetahuan yang dimiliki. Selain itu, kelompok tani juga bertugas untuk

memberikan informasi, teknologi, penyuluhan dan pelatihan baik yang diadakan

oleh kelompok tani itu sendiri, gapoktan, maupun dinas atau instansi yang terkait.

Penyuluhan dan pelatihan yang diberikan seperti pelatihan kepemimpinan,

pelatihan pertanian organik, penyuhulan pertanian, dll. Selain itu setiap ada

teknologi baru selalu dinformasikan dan didiskusikan bersama anggota kelompok

yang lain yang tak jarang juga mendatangkan pihak-pihak yang ahli dalam

teknologi tersebut. Manfaat tersebut juga erat kaitannya dengan manfaat

Page 54: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

54

mendapatkan pengalaman. pengalaman tersebut dapat diperoleh dari pelatihan,

ataupun penyuluhan dan pelatihan yang diadakan di luar desa tersebut.

Adanya ketersediaan fasilitas-fasilitas menjadi manfaat bagi para petani.

Ketersediaan fasilistas tersebut diantaranya ketersediaan alat-alat dan mesin

pertanian seperti alat semprot dan mesin traktor. Selain itu, melalui kelompok tani

ini, penyaluran bantuan menjadi lebih mudah. Seperti ketika ada bantuan pupuk,

benih dari pemerintah dapat dibagikan langsung atau dijual dengan harga yang

murah.

4.4.4. Struktur Organisasi

Olson (1977) memberikan pengertian mengenai kelompok (group) atau organisasi

merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama (common

interest). Untuk mencapai tujuan bersama tersebut diperlukan pengaturan melalui

struktur organisasi dan perangkatnya. Struktur organisasi merupakan gambaran

secara skematis hirarki tugas dan tanggungjawab pengurus (jabatan) dalam suatu

institusi. Hirarki yang lebih tinggi memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi dan

memiliki kekuasaan yang lebih tinggi pula terhadap perangkat yang berada

dibawahnya. Perangkat yang sejajar atau sama memiliki arti tanggungjawab yang

sama dan memiliki fungsi dan tugas yang sama pula.

Struktur kelembagaan yang ada di lapangan terdiri dari struktur yang umum

digunakan dalam organisasi, yaitu :

1. Ketua, sebagai pemimpin yang mengkoordinir seluruh anggota

bawahannya.

Page 55: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

55

2. Sekretaris, sebagai pencatat agenda harian maupun kegiatan-kegiatan yang

dilakukan kelompok tani sekaligus tangan kanan ketua,

3. Bendahara, sebagai pengelola keluar masuk dana yang dibutuhkan oleh

kelompok.

Selain struktur di atas kelompok tani beringin jaya, mahardika dan wirakarya

sejahtera juga memasukkan struktur bidang lain seperti bidang pamhut, peternakan,

usaha, konservasi dan bidang humas.

4.4.5. Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu yang penting dalam kelembagaan karena

merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kelembagaan tersebut

dalam mencapai tujuannya. Kepemimpinan yang baik dapat mereduksi sistem yang

kurang baik.

Tabel 18. Distribusi gaya kepemimpinan anggota gapoktan Beringin Jaya,

Mahardika dan Wira karya sejahtera

No Sko

r

Jumlah responden (orang)

Total % Keterangan Beringi

n Jaya

Mahardik

a

Wira Karya

Sejahtera

1 3-4 4 25 13 42,00

15,

5 Rendah

2 5-6 21 41 41

103,0

0 38 Sedang

3 7-9 30 52 44

126,0

0

46,

6 Tinggi

Jumla

h 55 118 98

271,0

0 100

Gaya kepemimpinan pada lokasi penelitian ini memiliki tiga kriteria yaitu kategori

rendah (otoriter), sedang (demokratis), tinggi (gabungan demokratis dan otoriter.

Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa seluruh responden kelompok tani

menyatakan gaya kepemimpinan termasuk kategori tinggi maksudnya

Page 56: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

56

kepemimpinan dipilih berdasarkan kemampuan atau keprofesionalan yang dimiliki

oleh seseorang. Pemimpin tidak dipilih secara asal melainkan harus dilihat

keprofesionalitasnya meskipun tetap dilihat pula kekerabatannya dengan anggota

kelompoknya. Dengan demikian, seorang pemimpin kelompok tani pada dasarnya

sudah memiliki pengalaman dan kemampuan yang lebih dibanding anggotanya

yang lain dalam hal kepemimpinan.

Proses pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah. Dengan demikian,

setiap anggota memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapat mereka.

Kemampuan kepemimpinan ketua kelompok tani berdampak terhadap

perkembangan kelompok tani di masa yang akan datang, semakin tinggi tingkat

kemampuan kelompok tani, maka perkembangan kelompok tani di masa yang akan

datang akan semakin baik.

Kelompok tani Beringin jaya, Mahardika dan Wirakarya Sejahtera menetapkan

masa jabatan ketua selama 5 (lima) tahun. Ketua dapat diganti apabila

mengundurkan diri atau kesepakatan sebagian besar anggota yang menginginkan

ketua kelompok mundur dari jabatannya.

4.4.6. Sistem Tata Nilai

Sistem tata nilai merupakan salah satu komponen wujud kebudayaan yang

mempengaruhi tiga komponen lainnya. Komponen wujud kebudayaan tersebut

antara lain sistem nilai budaya, sistem norma dan sistem hukum. Nilai merupakan

konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa

yang dianggap buruk. Untuk mengetahui sistem tata nilai yang dianut anggota

kelembagaan, rata-rata responden menjawab bahwa tata nilai responden yakni

Page 57: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

57

hakikat hidup yang baik merupakan sesuatu hidup yang baik. Hakikat hidup yang

baik adalah memandang segala sesuatu dari segi positif.

Hakikat hidup yang baik ditunjukkan dengan semangat dan kerja keras anggota

dalam menjadikan usaha hutan rakyat mereka ketahap yang lebih maju. Hampir

seluruh responden menyatakan berorientasi ke masa depan, dalam hal persepsi

terhadap waktu. Orientasi ke masa depan ini menandakan bahwa kondisi

masyarakat sudah modern. Masyarakat tradisional memiliki persepsi waktu yang

berorientasi ke masa yang lalu. Sedangkan masyarakat modern dicirikan dengan

orientasinya yang jauh ke masa depan yakni dengan mengembangkan hutan

kemasyarakatan. Persepsi umum yang dipegang oleh petani HKm adalah hutan

harus dijaga keberadaannya karena dapat memberikan manfaat bagi masa yang

akan datang. Sebaran jawaban responden tentang sistem tata nilai dapat dilihat pada

Tabel berikut:

Tabel 19. Distribusi aspek tata nilai anggota gapoktan Beringin Jaya, Mahardika

dan Wira karya sejahtera

No Skor

Jumlah responden (orang)

Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 3-4 0 7 1 8,00 3 rendah

2 5-6 0 31 7 38,00 14 sedang

3 7-9 55 80 90 225,00 86,6 tinggi

Jumlah 55 118 98 271,00 100

4.4.7. Norma

Norma merupakan aturan sosial, patokan yang pantas, atau tingkah laku rata-rata

yang dianggap wajar. Kekuatan mengikat suatu sistem norma terbagi menjadi

empat tingkatan dari yang paling ringan yaitu cara, kebiasaan, kelakuan, dan adat

Page 58: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

58

istiadat. Norma bersumber dari nilai, serta merupakan wujud dari nilai. Dalam

norma dimuat hal-hal tentang apa saja yang diharuskan, dibolehkan, dianjurkan dan

larangan.

Kepribadian seseorang terbentuk dari proses biologis, psikologis, dan sosiologis

masyarakatnya. Nilai dan norma kelembagaan yaitu nilai dan norma yang hidup

pada satu kelembagaan tertentu. Nilai dan norma yang dimaksud berasal dari kultur

yang tercipta di dalam kelembagaan tersebut. Norma dalam kelembagaan

dipengaruhi oleh tatanan nilai yang ada dilingkungan kelompok tani masyarakat.

Kelembagaan kelompoktani memiliki unsur-unsur pelaksanaan norma seperti

landasan norma. Kelompok tani beringin jaya, mahardika dan wirakarya sejahtera

berlandaskan norma yang berasal dari agama. Unsur kedua untuk menganalisis

terbentuknya norma dikelembagaan adalah persepsi secara umum terhadap

kedudukan seseorang yang meliputi apakah yang lebih dihargai karena statusnya

atau prestasi dan kemampuannya. Rata-rata responden kelompok tani menyatakan

bahwa mereka lebih menghargai seseorang karena prestasi dan kemampuannya.

Unsur ketiga dalam analisis norma kelembagaan adalah persepsi secara umum

terhadap penghargaan dan sanksi. Pemberian penghargaan dan sanksi kepada

anggota yang berjasa atau melanggar aturan merupakan salah satu ciri terciptanya

pelaksanaan norma yang ideal. Rata-rata ketiga kelompok tani menyatakan

pemberian sanksi berjalan tetapi tidak tegas.

Pemberian penghargaan dan sanksi dapat meningkatkan kinerja anggota. Kinerja

kelembagaan akan menurun apabila tidak terdapat aturan yang jelas dan sanksi

Page 59: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

59

yang tegas. Pada umumnya kelembagaan kelompok tani lebih bersifat nonformal,

yang berarti unsur kekeluargaan masih kental. Aturan-aturan yang dibuat hanya

sebagai formalitas yang harus dimiliki sebagai kelembagaan. Anggota yang

melanggar aturan harus menanggung beban moral.

Tabel 20. Distribusi norma anggota gapoktan Beringin Jaya, Mahardika dan Wira

karya sejahtera

No Skor

Jumlah responden (orang)

Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira

karya

sejahtera

1 3-4 0 3 2 5,00 1,8 rendah

2 5-6 1 0 8 9,00 3,3 sedang

3 7-9 54 115 88 257,00 94,9 tinggi

Jumlah 55 118 98 271,00 100

4.4.8. Kultur Kelembagaan

Kultur kelembagaan erat kaitannya dengan kebiasaan anggota dalam mentaati

aturan-aturan kelembagaan. Kedisiplinan kelembagaan yang dijalankan oleh

anggota dicirikan dari banyak tidaknya yang patuh dan menjalankan setiap aturan

yang dibuat. Kedisiplinan tinggi yang ditunjukkan oleh anggota dapat membentuk

sistem kerja yang berkualitas.

Tabel 21. Distribusi kultur kelembagaan anggota gapoktan Beringin Jaya,

Mahardika dan Wira karya sejahtera

No Skor

Jumlah responden (orang)

Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 3-4 1 0 11 12,00 4,4 rendah

2 5-6 7 3 17 27,00 9,9 sedang

3 7-9 47 115 70 232,00 85,7 tinggi

Page 60: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

60

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Kelompok tani beringin jaya, mahardika dan wirakarya sejahtera menyatakan

mengetahui aturan dalam kelompok. Aturan yang dibuat bertujuan untuk mengatur

segala kepentingan yang menyangkut anggota secara pribadi maupun umum.

Anggota kelompok tani mengetahui tentang aturan dalam kelompok. Maka peluang

anggota melakukan pelanggaran akan semakin kecil, karena mereka telah

mengetahui sanksi dan konsekuensinya. Kelompok tani menyatakan disiplin ada

dan dijalankan. Kedisiplinan anggota kelompok tani dapat dilihat dari kinerja para

petani dalam mengerjakan usaha hutannya, maupun saat berpartisipasi dalam

agenda kelembagaan.

4.4.9. Pemberdayaan Masyarakat Petani

Operasional HKm diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/Kpts-

II/2001 tentang penyelenggaraan HKm adalah hutan negara dengan sistem

pengelolaan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa

mengganggu fungsi pokoknya. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang

terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal didalam atau disekitar

hutan yang membentuk komunitas yang didasarkan pada kesamaan mata

pencaharian yang berkaitan dengan hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal,

serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama. Pembangunan HKm terdiri dari

beberapa kegiatan yang meliputi pemberdayaan masyarakat setempat, penetapan

wilayah pengelolaan, penyiapan masyarakat, perijinan, pengelolaan, serta

pengendalian.

Page 61: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

61

Pengelolaan kawasan hutan kemasyarakatan meliputi dua ruang kelola yaitu areal

HKm (sistem tanam) dan masyarakat. Dalam pedoman penyelengaraan HKm tidak

terumuskan secara jelas sistem tanam yang bagaimana yang akan dikembangkan

dalam kawasan hutan, namun yang terpenting adalah dalam kawasan tersebut

dikembangkan berbagai kombinasi antara tanaman hutan, MPTS (Multi Purpose

Tree Species) dan tanaman pangan, sehingga dapat diperoleh hasil jangka pendek,

menengah dan jangka panjang.

Namun dengan melihat bahwa jenis dan kombinasi dari jenis tanaman yang

dikembangkan dan lokasi (hutan) sebagai tempat kegiatan usaha, maka banyak

yang berpendapat bahwa pola pengelolaan HKm dalam hutan mengikuti pola

agroforestri. Pernyatan ini didukung oleh pendapat dari Nurrochmat (2005) yang

menyatakan bahwa meskipun Perhutanan Sosial (Social Forestry) berbeda dengan

Agroforestry, namun Agroforestry merupakan salah satu bentuk terpenting dalam

penerapan Social Forestry.

Masyarakat diberikan hak untuk memanfaatkan lahan hutan dengan menanam

berbagai kombinasi tanaman diantara lajur tanaman hutan. Oleh karena itu, sebagai

konsekuensinya masyarakat harus memelihara tanaman kayu dan menjaga

keamanan tanaman hutan. Selain dalam perhutanan sosial, masyarakat

mendapatkan hak pemberdayaan ekonomi yang dikembangkan baik dalam kawasan

hutan ataupun di luar kawasan yaitu melalui pengembangan aktivitas pertanian,

peternakan dan melalui pemanfaatan jasa lingkungan.

Pemberdayaan masyarakat dalam mengelolaan berbagai sumber kehidupan dapat

dimulai dengan penumbuhan kelembagaan kelompok dalam masyarakat dan

Page 62: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

62

kemudian dilakukan peningkatan kapasitas dalam masyarakat kelompok tani

melalui pendampingan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah, Lembaga Swadaya

Masyarakat (NGO), dan Perguruan Tinggi (PT). Melalui pendekatan tersebut

diharapkan tercapainya tujuan dari perhutanan sosial yaitu hutan lestari dengan

melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan sekaligus meningkatkan

pendapatan mereka. Atau dengan ungkapan lainnya bahwa tujuan perhutanan sosial

dicapai melalui integrasi aspek sosial, ekonomi dan ekologi menuju pengelolaan

hutan secara berkelanjutan.

Gambar 3. Dinamika Pemberdayaan Kelembagaan pada Petani HKm

Page 63: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

63

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah:

1. Berdasarkan hasil analisis mengenai persepsi dan partisipasi masyarakat serta

hubungannya dengan kondisi ekologi kawasan Hutan Kemasyarakatan dapat

disimpulkan bahwa tinggi-nya tingkat pengetahuan dan partisipasi kelompok tani

dalam kelembagaan sehingga diperlukan pendampingan pengelolaan hutan

kemasyarakatan.

2. Kelembagaan petani dalam bentuk kelompok tani menunjukkan manfaat dan fungsi

yang tinggi dilihat dari indikator struktur, norma, kepemimpinan dan tata nilai.

3. Pemberdayaan masyarakat dalam mengelolaan berbagai sumber kehidupan dapat

dimulai dengan penumbuhan kelembagaan kelompok dalam masyarakat dan

kemudian dilakukan peningkatan kapasitas dalam masyarakat kelompok tani

melalui pendampingan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah, Lembaga Swadaya

Masyarakat (NGO), dan Perguruan Tinggi (PT

B. Rekomendasi

Keberadaan Hutan kemasyarakatan merupakan upaya pemerintah untuk

pemberdayaan masyarakat yang terlanjur berada didalam hutan, dengan

memberikan akses mengolah sumberdaya dan meningkatkan kapasitas usahatani.

Kondisi ini harus dimanfaatkan dengan baik agar dapat mendapat hasil yang

maksimal, baik bagi petani sebagai pelaku maupun daerah sebagai pemilik

sumberdaya.

Page 64: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/197/1/kelembagaan REg.39-1.pdf1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT

64