laporan praktikum2
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Biokimia Klinik IIuji proteinTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOKIMIA KLINIK II
UJI PROTEIN
NAMA
NIM
KEL.PRAKTIKUM/KELAS
JUDUL
DOSEN PEMBIMBING
ASDOS PEMBIMBING
:
:
:
:
:
:
NILUH KOMANG TRI ANDYANI
08121006078
B/GENAP
UJI PROTEIN
Dr. BUDI UNTARI, M. Si., Apt. dan
Dr.rer.nat MARDYANTO, M. Si, Apt
VIA ANGGARINI
LABORATORIUM KIMIA ANALISA
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
PRAKTIKUM II
UJI PROTEIN
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami prinsip uji protein yang merupakan
keterampilan dasar dalam bidang keahlian biokimia klinik.
II. PRINSIP KERJA
Menguji protein dengan melihat hasil reaksi berupa perubahan warna
maupun pengendapan akibat bereaksi dengan senyawa lain.
III. DASAR TEORI
Protein berasal dari protos proteos berarti pertama/ utama, jadi protein
bagian komponen utama bagi sel manusia. Protein digunakan untuk pembentuk
dan pertumbuhan tubuh, sumber energi. Proses kimia tubuh dibiokatalis oleh
enzim. Hemoglobin dalam butir-butir di eritrosit sebagai pengangkut O2 dan zat
antibodi juga merupakan protein. Protein berasal dari hewan disebut protein
hewani jika dari tumbuhan disebut protein hewani. Komposisi protein 50% C, 7%
H, 23% O, 16 & N, 0-3% S san 0-3% P. Kadar nitogen 16% menjadi pedoman
penentuan kandungan protein alam suatu bahan makanan (Poejadi. 1994: 81).
Protein dibagi menjadi 3 kelompok menurut tipe tugas. Pertama protein
serat (fibrous protein) disebut juga protein struktural yang membentuk kulit, otot,
pembuluh darah, dan rambut, terdiri dari molekul panjang mirip-benang yang liat
dan tidak larut. Kedua, protein globular/ protein fungsional, berbentuk agak bulat
karena rantai-rantai melipat bertumpukan, larut air dan melakukan berbagai fungsi
dalam tubuh, misalnya Hb, antibodi, fibrinogen, hormon. Ketiga, protein
konjugasi (conjugated protein) yang dihubungkan ke suatu bagian nonprotein
seperti misalnya gula, melakukan berbagai fungi dalam seluruh tubuh. Ikatan
protein dengan nonprotein dihubungkan oleh rantai samping fungsional dari
protein. Misalnya rantai samping asam dari protein dapat membentuk suatu ester
dengan gugus –OH molekul gula (Fessenden & Fessenden.1986: 390).
Protein mempunyai bobot molekul bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari
satu juta. Protein menghasilkan asam amino dengan cara hidolisis oleh asam atau
enzim. Ada 20 jenis asam amino terdapat dalam protein. Protein mudah
dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik. Ada protein yang mudah
larut air, tetapi ada juga yang tidak larut air. Rambut dan kuku adalah jenis protein
yan tidak larut dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein yang dalam
bagian putih telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi (Poejadi. 1994: 109).
Dalam molekul protein, asam–asam amino saling terhubung oleh suatu
ikatan peptide (-CO-NH-). Ikatan peptida terbentuk jika gugus amino (-NH2) dari
satu asam amino bereaksi dengan gugus karboksil (- COOH) dari asam amino
berikutnya. Keistimewaan dari protein strukturnya yang mengandung N
disamping C, H, O ( seperti juga karbohidrat dan lemak ), S dan kadang-kadang P,
Fe,dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Molekul protein yang
besar menyebabkan protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik
ataupun aktivitas biologisnya. Penyebab perubahan sifat alamiah protein misalnya
panas, asam, basa, solven organic,garam, logam berat, radiasi sinar radioaktiv.
Perubahan sifat fisik yang mudah diamati, adalah terjadinya penjedalan dalam
bahan makanan tertentu bahan yang digunakan untuk menguji kandungan protein
meliputi putih telur, larutan KOH dan larutan CuSO4. (Sudarmaji.1996).
Sifat protein seperti kelarutan dalam air, jenis muatan tergantung macam-
macam gugus R pada asam amino penyusunnya. Asam-asam amino bergabung
dengan melepaskan air. Sebuah gugus-OH dilepaskan dari gugus karboksil salah
satu asam amino dan sebuah-H dilepaskan darri gugus asam amino lainnya.
Dipeptida akan berkondensasi dengan asam amino lain membentuk tripeptida
hingga menjadi polipeptida. Rantai asam amino berkisar 100-1000 asam amino.
Ikatan hidrogen berada pada protein menyebabkan perubahan konfigurasi rantai
protein sehingga berlipat, perputiran bahkan perlipitan rantai protein sehingga
terbentuk struktur sekunder. Struktur tersier protein dipengaruhi oleh ikatan
hidrogen, jembatan disulfidam dan interaksi muatan. Gangguan panas, perubahan
pH tajam merubah struktur sekunder, tersier m dan kuartener protein
(terdenaturasi). Protein terdenaturasi kehilangan aktivitas enzimatik sehingga
mengalami perubahan fisik. Ini menunjukkan konformasi (konfigurasi 3 D
protein) menentukan sifat protein (Fried &Hademenos. 2005: 25).
Melalui reaksi hidrolisis protein telah didapatkan 20 macam asam amino
yang dibagi berdasarkan gugus R-nya, berikut dijabarkan penggolongan tersebut :
asam amino non-polar dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain Alanin, Valin,
Leusin, Isoleusin, Prolin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua
yaitu asam amino polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin,
Serin, Treonin, Sistein, Tirosin, Asparagin dan Glutamin. Golongan ketiga yaitu
asam amino yang bermuatan positif pada gugus R dan golongan keempat yaitu
asam amino yang bermuatan negatif pada gugus R. Dari ke-20 asam amino yang
ada, dijumpai delapan macam asam amino esensial yaitu valin, leusin, Isoleusin,
metionin, Fenilalanin, Triptofan, Treonin, dan Lisin. Asam amino essensial ini
tidak bisa disintesis sendiri oleh tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari
luar seperti makanan dan zat nutrisi lainnya (Girindra, 1986).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Tabung reaksi + rak tabung
2. Gelas ukur 10 mL
3. Pipet tetes
4. Penjepit tabung
5. Bunsen
6. Kaki tiga
7. Gelas beaker
Bahan:
1. Putih telur (sebagai protein)
2. Reagen biuret
3. NaOH 2.5 N(aq)
4. CuSO4 0.01 (aq)
5. Formaldehid encer
6. H2SO4 P (aq)
7. HgCL2 0.2 M (aq)
8. Kristal garam amonium sulfat
9. HCl 0.1 M (aq)
10. NaOH 0.1 M (aq)
11. Buffer asetat pH 4.7
12. Etil alkohol
V. CARA KERJA
1. Uji Biuret
Tambahkan @ tabung
Aduk perlahan, tambahkan
Amati
2. Uji Hopkins Cole
Tambahkan
Tambahkan lewat dinding tabung
Hingga terjadi
Amati
3. Pengendapan dengan logam
Tambahkan
Amati
Buat sampel pada tabung:1. 3mL Putih telur2. 3mL Putih telur + 2mL aquadest3. 3mL Putih telur + 4mL aquadest
1mL NaOH 2.5 N
1 tetes CuSO4 0.01 M
Perubahan warna
1mL Putih telur
10 tetes Formaldehid encer
1mL H2SO4 P
2 lapisan
Hasil
3mL Putih telur
5 tetes HgCL2 0,2 M
Hasil
4. Pengendapan dengan garam
Tambahkan secara bertahap
hingga
saring
reaksikan
5. Uji koagulasi
Tambahkan
Panaskan, amati
6. Pengendapan dengan alkohol
Tambahkan @ tabung
Amati
Garam (NH4)2SO4
Larutan jenuh (tidak dapat lagi melarutkan garam (NH4)2SO4
)
Larutan jenuhnya dengan kertas saring
Filtrat dengan reagen biuret
2mL Putih telur
2mL Putih telur
2 tetes asam asetat 1 M
Hasil
Buat sampel pada tabung:4. 2mL Putih telur + 10 tetes HCl 0.1 M5. 2mL Putih telur + 10 tetes NaOH 0.1 M6. 2mL Putih telur + 10 tetes buffer asetat pH 4.7
2mL etil alkohol
Hasilnya
7. Denaturasi Protein
Panaskan 5 menit
Amati
Buat sampel pada tabung:7. 2mL Putih telur + 10 tetes HCl 0.1 M8. 2mL Putih telur + 10 tetes NaOH 0.1 M9. 2mL Putih telur + 10 tetes buffer asetat pH 4.7
Didalam gelas beaker yang berisi air mendidih
Hasilnya
VI. DATA HASIL PENGAMATAN
Zat Awal Hasil
1. Uji Biuret
3 ml putih telur + 1 ml NaOH
+ 2 tetes CuSO4 (kontrol)
Larutan bening Warna biru-ungu yang
pekat, awalnya
gumpalan, lama-lama
warna menyebar
3 ml putih telur + 2 ml
aquadest + 1 ml NaOH + 2
tetes CuSO4
Larutan bening Warna biru-ungu yang
sedikit lebih pudar,
awalnya gumpalan,
lama-lama warna
menyebar
3 ml putih telur + 4 ml
aquadest + 1 ml NaOH + 2
tetes CuSO4
Larutan bening Warna biru-ungu yang
paling pudar dibanding
dua sampel lainnya,
awalnya gumpalan,
lama-lama warna
menyebar
2. Uji Hopkins Cole
1 ml putih telur +
formaldehid encer + 1 ml
H2SO4 pekat
Larutan bening Terbentuk 2 lapisan,
atas : bening-putih
bawah : ungu-hitam
3. Pengendapan Logam
3 ml putih telur + 5 tetes
HgCl2
Larutan bening Saat diteteskan,
terbentuk seperti awan
putih, lalu mengendap
4. Pengendapan Garam
2 ml putih telur + Ammonium
klorida hingga mengendap
Larutan bening,
ammonium klorida
larut
Larutan bening,
ammonium klorida
mengendap
5. Uji Koagulasi
2 ml putih telur + 2 tetes
asam asetat , panaskan 5
menit
Larutan bening Saat dipanaskan 20
detik, meledak,
terbentuk larutan putih
berbusa
6. Pengendapan dengan Alkohol
2 ml putih telur + 10 tetes
HCl +2 ml etanol
Larutan agak keruh Tidak ada perubahan,
tetapi lebih bening dari
awal
2 ml putih telur + 10 tetes
NaOH + 2 ml etanol
Larutan agak keruh Semakin bening
2 ml putih telur + 10 tetes
buffer asetat + 2 ml etanol
Larutan agak keruh Saat ditambah buffer,
larutan keruh, saat
ditambah etanol,
terbentuk 2 lapisan
dimana lapisan bawah
berupa larutan keruh
dan lapisan atas berupa
gumpalan putih
7. Denaturasi Protein
2 ml putih telur + 10 tetes
HCl (panaskan 15 menit)
Larutan bening Setelah pemanasan
tidak ada perubahan,
saat ditambah buffer,
terbentuk 2 lapisan,
atas : bening, bawah :
gumpalan putih
2 ml putih telur + 10 tetes
NaOH (panaskan 15 menit)
Larutan bening Setelah pemanasan
tidak ada perubahan
warna, tetapi ada
gumpalan putih, saat
ditambah buffer,
gumpalan putih tidak
larut
2 ml putih telur + 10 tetes
buffer asetat (panaskan 15
menit)
Larutan bening
berkabut
1 menit pemanasan,
mulai berubah putih
susu, semakin lama
semakin pekat warna
putihnya
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan uji protein yang merupakan
keterampilan dasar dalam bidang keahlian biokimia klinik. Dalam praktikum ini
praktikan melakukan tujuh uji protein antara lain: uji biuret, uji Hopkins cole, uji
pengendapaan dengan logam, uji pengendapan dengan garam, uji koagulasi, uji
pengendapan dengan alcohol, dan denaturasi protein. Berbagai Uji protein ini
dilakukan untuk mendeteksi adanya kandungan protein pada sampel yang
diberikan yakni dalam praktikum kali ini digunakan sampel larutan putih telur
yang berwarna bening, dimana dideteksi dan diamati dengan berbagai uji protein.
Pada deteksi uji protein dengan metode uji biuret yang berfungsi untuk
menguji kandungan protein dalam suatu zat (makanan). Dari hasi pengamatan
praktikan didapatlah bahwa larutan sampel putih telur bening setelah dilakukan uji
biuret menghasilkan warna ungu, dimana menurut teori dan hasil bacaan literature
bahwa bila suatu makanan/ sari makanan mengandung protein akan menghasilkan
warna ungu bila dilakukan uji biuret. Hal ini lah yang terjadi pada sampel larutan
telur putih bening yang diamati oleh praktikan menghasilkan warna ungu pekat
saat sampel tidak diencerkan dengan aquadest. Namun, saat perlakuan uji biuret
dengan pengenceran aquadest, warna ungu dari kandungan protein larutan putih
bening sampel agak pudar, apalagi pengenceran air sulingnya diberikan dengan
volume air yang tinggi, dihasilkan warna ungu yang semakin memudar. Dalam
perlakuan uji biuret sampel diberikan NaOH dan CuSO4, ada pula pada perlakuan
kedua dan ketiga diberikan aquadest dengan volume berbeda (perlakuan
pengenceran dengan aquadest pada volume berbeda). Warna ungu pada sampel
dengan uji biuret dapat terjadi, dikarenakan uji ini didasari pada reaksi
pembentukan kompleks Cu2+ dengan gugus gugus –CO dan –NH dari rantai
peptide dalam suasana basa atau dapat dikatakan uji biuret adalah uji protein yang
berkaitan erat dengan adanya ikatan peptide, namun tidak dapat menunjukkan
adanya asam amino bebas.
Pada perlakuan uji biuret yang kedua dan ketiga dilakukan pengenceran
dengan air suling pada volume yang berbeda, didapatlah hasil pengamatan oleh
praktikan bahwa warna ungu yang didapat semakin memudar seiring dengan
volume aquadest yang semakin tinggi (pengenceran dengan volume aquadest
besar). Hal ini dapat terjadi dikarenakan Semakin tinggi konsentrasi glukosa
dalam larutan sampel (larutan putih telur bening) semakin pekat pula warna
endapan yang dihasilkannya, semakin pekat pula warna ungu yang dihasilkan,
maka kandungan proteinnya pun semakin tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kandungan konsentrasi glukosa dalam larutan putih telur melarut dalam perlakuan
pengenceran dengan aquadest sehingga warna ungunya memudar. Semakin tinggi
volume aquadest dalam melarutkan glukosa maka semakin memudar pula warna
ungu yang didapat pada uji protein dalam kandungan makanan.
Pada perlakuan uji Hopkins cole, uji positifnya ditunjukkan oleh adanya
asam amino triptofan yang ditandai dengan terbentuknya cincin ungu. Dimana
reagen yang digunakan oleh praktikan yakni reagen Hopkins cole mengandung
asam glioksilat (HOOC-CHO) dan juga larutan formaldehid lalu ditambahkan
asam sulfat pekat pada sampel. Pada hasil pengamatan yang didapat pada larutan
putih telur sebagai sampel bahwa terbentuk cincin ungu, dimana terbentuk dua
lapisan pada bagian atas berwarna bening-putih, dan bagian bawah terbentuk
cincin ungu kehitaman. Hal ini dapat terjadi dikarenakan reagen Hopkins cole
ditambahkan pada sampel senyawa/ larutan putih telur yang mengandung cincin
indol dan juga setelah penambahan larutan asam sulfat pekat, maka terbentuklah
cincin ungu pada interfase pada kedua cairan tersebut. Dikarenakan pula triptofan
satu-satunya asam amino yang mengandung cincin indol. Dimana tampak cincin
ungu pada bidang batas antara kedua cairan dikarenakan adanya kondensasi
triptofan dengan gugus aldehida/ larutan formaldehid dari asam glioksilat dalam
suasana asam pekat. Sehingga dapat dikatakan bahwa albumin atau larutan putih
teur mengandung asam amino triptofan yang ditunjukkan dari terbentuknya cincin
ungu tersebut.
Pada perlakuan uji pengendapan logam digunakan HgCl2 sebagai senyawa
logam. Setelah penambahan senyawa logam ini pada larutan albumin terbentuk
awan putih yang kemudian mengendap seperti hasil pengamatan yang telah
dilakukan oleh praktikan. Hal ini dapat terjadi karena protein dikompleks oleh
logam Hg2+ sehingga protein menjadi rusak dan mengalami denaturasi
(penggumpalan).
Pada perlakuan dengan metode uji pengendapan dengan garam, dimana
digunakan garam ammonium klorida. Setelah penambahan garam ammonium
sulfat didapatlah hasil pengamatan oleh praktikan bahwa terdapat larutan bening
dan lebih encer serta terlihat adanya endapan garam ammonium sulfat yang tidak
larut. Garam ditambahkan hingga dikondisikan jenuh pada garam ini, hal ini
dimaksudkan agar reaksi protein dan garam berlangsung sempurna. Kondisi jenuh
menyebabkan garam tidak dapat lagi melarut dengan protein akibat
kesetimbangan garam lebih besar daripada protein maka protein tidak dapat
berikatan lagi dengan garam sebagai akibatnya garam tidak larut. Larutan yang
lebih bening dan lebih encer menandakan ikatan hidrogen protein ada yang lepas
akibat garam, maka protein menjadi lebih encer dan lebih bening. Larutan putih
telur yang lebih bening diperkirakan ada protein yang mengendap. Pengendapan
terjadi karena kompetisi antara ion-ion garam amonium dengan molekul protein
untuk mengikat air.
Pada perlakuan uji koagulasi, setelah penambahan larutan putih telur
dengan asam asetat, muncul gumpalan. Ini terjadi karena ion H+ dari CH3COOH
terikat pada gugus negatif protein, hal ini mengakibatkan keseimbangan dan
pengkutuban muatan molekul protein terganggu. Pemanasan yang berlangsung
selama 20 detik terjadi peledakan dan hingga menghasilkan 2 lapisan dimana
terdapat endapan putih berbusa. Ini terjadi karena pemanasan mengakibatkan
ikatan hidrogen dan ikatan van der waals protein terputus sehingga kemampuan
untuk mengikat air menurun sehingga terjadi kerusakan pada struktur tersier dan
sekunder protein.
Sedagkan pada metode uji pengendapan alkohol dilakukan dalam suasana
asam (oleh penambahan HCl 0,1M), basa (dengan penambahan NaOH 0,1 M),
dan pH 4,7 (dengan penambahan buffer asetat). Dimana pada penambahan HCl
dan buffer mengakibatkan putih telur menjadi berwarna putih telur sedangkan
yang ditambahkan NaOH tidak terjadi perubahan. Ini terjadi karena pada suasana
asam terjadi denaturasi. Setelah penambahan etil alkohol, protein dalam suasana
asam menghasilkan larutan putih susu keruh (yang paling keruh yang ditambah
HCl) sedangkan yang dalam suasana basa masih tidak terjadi perubahan. Hal Ini
menunjukkan terjadinya koagulasi oleh alkohol hanya dapat terjadi dalam suasana
asam bukan suasana basa. Penggumpalan oleh alkohol karena etil alkohol menarik
mantel air yang melingkupi molekul-molkeul protein. hal Inilah yang
menunjukkan jika protein putih telur memiliki pH basa sehingga lebih stabil pada
pH basa. Protein bersifat amfoter (dapat bersifat asam maupun basa), sehingga
bisa bereaksi dengan asam maupun basa.
Pada perlakuan uji protein yang terakhir dilakukan uji denaturasi, dimana
setelah dilakukan pemanasan, protein putih telur yang ditambahkan buffer asetat
terjadi denaturasi total, hal ini dikarenakan putih telur/ albumin mengeras semua
tanpa menyisahkan sedikit larutan pun. Pada Protein telur yang diberi HCl
terbentuk endapan di dinding tabung yang menunjukkan telah terjadi denaturasi.
Pada pH asam protein putih telur lebih mudah terdenaturasi karena pada pH asam
itulah pH isoelektriknya (4.55-4.90) berada pada titik isoelektrik. Titik isoelektrik
mengkondisikan tidak adanya perbedaan muatan pada sistem larutan/ netral
(muatan listriknya 0). Pada hasil pengamatan ditunjukkan terbentuk putih susu
yang semakin lama semakin pekat warna putihnya.
VIII. KESIMPULAN
1. Protein putih telur/ albumin memiliki banyak atau lebih dari satu ikatan peptida
dari hasil uji biuret.
2. Protein putih telur/ albumin mengandung asam amino triptofan yang ditandai
dengan adanya cincin ungu (cincin indol yang terdapat khas pada asam amino
triptofan).
3. Dalam uji koagulasi, Asam asetat (senyawa asam) dapat mengkoagulasi protein
albumin/ putih telur.
4. Protein putih telur/ albumin dapat terdenaturasi oleh logam, asam, pemanasan,
dan alkohol.
5. Protein putih telur/ albumin tidak dapat terdenaturasi dalam basa atau oleh
suasana basa.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Fried, George & Hademenos, George. 2006. Schaum’s Outline Biologi. Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama.
Girindra, A., 1986, Biokimia I, Gramedia, Jakarta.
Poejadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI- Press.
Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogaykarta: Liberty
Yogayakarta.
LAMPIRAN
1. Uji biuret
Pengambilan sampel larutan putih telur/ albumin
Penambahan NaOH
Penambahan CuSO4
Hasil pengamatan
Hasil akhir setelah didiamkan beberapa saat
2. Uji Hopkins cole
Pengambilan bahan sampel albumin
Penamabahan larutan formaldehida
Lalu penambahan asam sulfat pekat
Hasil
Hasil akhir (kiri ke kanan) = Hasil Hopkins cole, logam dan garam.
3. Uji pengendapan dengan logam
Penambahan bahan sampel albumin dengan HgCl2
Hasil setelah penambahan
Hasil akhir (kiri ke kanan) = Hasil Hopkins cole, logam dan garam.
4. Pengendapan dengan garam
Penambahan garam Hasil
5. Uji koagulasi
Penampang sampel setelah diberikan asam asetat
Saat dipanaskan
Hasil
6. Uji pengedapan dengan alcohol
Pengambilan bahan sampel albumin
Penambahan reagen uji alkohol
Hasil yang didapatkan
7. Uji denaturasi protein
Bahan sampel albumin sebelum dipanaskan
Saat proses pemanasa ketiga perlakuan bahan albumin
Setelah dipanaskan
Hasil akhir pada tabung 1 dan 2 setelah diberikan buffer asetat pH 4,5