laporan praktikum lapangan geomin 2

74
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN GEOLOGI DAN MINERALOGI TANAH Disusun oleh: 1. Husna Rafi Julias (13536) 2. Angga Prasetya (13596) 3. Fariz Habibie R C (13681) 4. Mursalin Mukdiem (13710) 5. Alip Yuli Susanto (13759) Dosen Pengampu : Dr. Agr. Makruf Nurudin, SP., MP. LABORATORIUM PEDOLOGI DEPARTEMEN TANAH FAKULTAS PERTANIAN

Upload: mursalinmukdiem

Post on 11-Jul-2016

59 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

laporan geomin

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

GEOLOGI DAN MINERALOGI TANAH

Disusun oleh:

1. Husna Rafi Julias (13536)

2. Angga Prasetya (13596)

3. Fariz Habibie R C (13681)

4. Mursalin Mukdiem (13710)

5. Alip Yuli Susanto (13759)

Dosen Pengampu : Dr. Agr. Makruf Nurudin, SP., MP.

LABORATORIUM PEDOLOGI

DEPARTEMEN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2016

Page 2: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

ABSTRAKBatuan merupakan bahan induk yang akan melapuk kemudian menjadi tanah. Batuan induk merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang menjadi dominan pada sifat tanah yang terbentuk. Dari batuan ini dapat diketahui mineral-mineral apa saja yang terkandung di dalamnya yang dapat pula menjadi ciri atau sifat tanah yang terbentuk. Praktikum lapangan geologi dan mineralogi tanah dilaksanakan pada tanggal 9-10 April 2016. Praktikum ini dilaksanakan dengan melakukan pengamatan di 9 stopsite yaitu Tegalrejo, Bayat, Klaten; Pendul, Tegalrejo, Bayat, Klaten; Gunung Kenong, Klaten; Gunung Gadjah, Bayat, Klaten; Bayat, Klaten; Gunung Joko Tuo, Bayat, Klaten; Bayat, Klaten; Perbukitan Diatas Teluk Pacitan; dan Bedoyo Gunung Kidul. Dari hasil praktikum didapatkan bahwa pada daerah Tegalrejo, Bayat, Klaten di dapatkan jenis tanah vertisol; Pendul, Tegalrejo, Bayat, Klaten di dapatkan jenis tanah inseptisol; Gunung Kenong, Klaten di dapatkan jenis tanah alfisol; Gunung Gadjah, Bayat, Klaten di dapatkan jenis tanah entisol; Bayat, Klaten di dapatkan jenis tanah mollisol; Gunung Joko Tuo, Bayat, Klaten di dapatkan jenis tanah inseptisol; Bayat, Klaten di dapatkan jenis tanah entisol; Perbukitan Diatas Teluk Pacitan di dapatkan jenis tanah entisol; dan Bedoyo Gunung Kidul di dapatkan jenis tanah andisol.

I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tanah merupakan bahan di permukaan bumi hasil alihrupa

(transformation) bahan organik dan atau mineral melalui proses gabungan anasir-

anasir alami, yaitu bahan-bahan induk, iklim, topografi, dan organisme yang

bekerja pada waktu tertentu. Fase pertama pembentukan tanah adalah pelapukan

dan peruraian batuan atau bahan induk tanah, dan fasa kedua adalah pembentukan

tubuh tanah atau horisonasi.

Proses pembentukan tubuh tanah merupakan suatu kejadian rumit,

beruntun mencakup reaksi saling terkait dan penyusunan kembali bahan-bahan

yang sangat mempengaruhi tanah di tempat itu. Beberapa kejadian dapat

berlangsung serentak atau beruntun untuk saling memperkuat atau melawan

terhadap yang lainnya. Pembentukan tubuh tanah merupakan suatu kejadian

tersembunyi dari pandangan mata sehingga penyidikannya hanya dapat dilakukan

pada saat kejadian itu telah selesai, kecuali untuk beberapa fenomena, khususnya

yang berlangsung dekat permukaan bumi.

Sebagai ilmu yang mempunyai dimensi kesejahteraan konsep waktu dan

ruang (space dan time) memberikan ciri khas terhadap geologi, istilah evolusi

didasari dimensi ruang dan waktu sebagai suatu perubahan yang terjadi secara

perlahan-lahan atas dasar itu pengetahuan geeologi tidak hanya memperkenalkaan

bahan pembentuk kerak bumi (batuan) sejalan dengan itu diperkenalkan proses-

Page 3: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

proses geologi. Tiga aspek yang pada hakekatnya, mendasari semua ilmu yaitu

materi, proses, ruang dan waktu. Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup

manusia peranan geologi dengan sudut pandang diatas akan sangat membantu

dalam rangka inventarisasi sumber daya alam, yang dapat berlaku sebagai unsure

pendukung (support) dan unsur pembatas (constrain) seperti bencana alam yang

harus diperhitungkan dalam proses perencanaan tata ruang.

Ada dua jenis proses alam yaitu yang bersumber dari dalam bumi yang

disebut proses endogen dan yang bersumber dari luar bumi yang disebut proses

eksogen. Gaya yang berasal dari dalam bumi (endogen) yaitu suatu gaya tektonik

yang menyebabkan deformasi pada kerak bumi. Manifestasi dari gaya endogen

yaitu letusan gunung berapi dan gempa bumi yang dapat menimbulkan goncangan

dan pensesaran pada permukaan pada gilirannya gempa dapat memicu terjadinya

longsor didaerah yang lerengnya curam dengan keadaan batuan yang

uncocsolidate. Gaya yang berasal dari luar bumi (eksogen) yang terdiri dari

faktor-faktor iklim yaitu : hujan, angin, dan perubahan temperatur batuan

mengalami pelapukan (weathering), pelapukan batuan akan memberikan

gambatan tentang uraian bentuk variasi roman permukaan yang berlandaskan

kepada karakterisitik batuan penyusunnya, serta proses agradasi dari degradasi

yang kesemuanya dilandasi latar belakang kondisi geologi sebelumnya, yang

disebut dengan proses-proses geomorfologi. Dengan melihat geologi dari segi

kepentingan manusia maka proses perencanaan (planning) yang menyangkut

usaha manusia memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak cukup hanya berorientasi

pada masalah-masalah permukaan tanpa memperhitungkan kondisi alamiahnya.

Di dalam ilmu geologi juga dipelajari kerak bumi.

II. TUJUAN

Dalam praktikum lapangan ini bertujuan untuk mengetahui jenis batuan

dan tanah yang terbentuk akibat dari proses geomorfologi, geologi, dan

mineralogi yang terjadi di alam.

Page 4: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

III. TINJAUAN PUSTAKA

Geologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata yaitu : Geo

dan Logos, Geo yang berarti bumi dan Logos yang berarti ilmu pengetahuan.

Dengan demikian geologi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan proses terbentuknya

bumi, keberadaan bumi serta fenomena lainnya yang berkaitan dengan bentukan-

bentukan alam. Pengertian keberadaan tersebut menyangkut aspek proses

terbentuknya, susunan, manusia, hewan serta fungsi dan peranannya bagi

kehidupan manusia. Karena geologi menjelaskan berbagai aspek yang berkaitan

dengan kebumian, maka metri bahasannya menjadi yang sangat kompleks, karena

itu dalam mempelajarinya perlu adanya pemilahan/pemisahan menurut konteks

bahasan yang menjadi sasaran (Munir, 1996).

Batuan adalah segala macam material padat yang menyusun kulit bumi, baik

yang telah padu maupun yang masih lepas. Material padat tersebut terjadi dari

agregat mineral, baik hanya satu jenis mineral maupun berbagai jenis mineral.

Pengelompokan batuan berdasarkan kejadiannya atau cara terbentuknya menjadi

tiga kelompok utama, yaitu :

1. Batuan beku atau batuan magma adalah batuan yang terbentuk dari hasil

pembekuan atau kristalisasi magma

2. Batuan sedimen atau batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari

bahan sedimen yang diendapkan, dan setelah mengalami proses geologi

menjadi batuan sedimen

3. Batuan metamorfosa atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk

karena batuan mengalami tekanan dan atau suhu yang tinggi sehingga

berubah sifat(mengalami metamorfosa) menjadi batuan metamorf atau

batuan malihan.

Magma merupakan cairan yang panas, maka ion-ion yang menyusun

magma akan bergerak bebas tak beraturan. Sebaliknya pada saat magma

mengalami pendinginan, pergerakan ion-ion yang tidak beraturan ini akan

menurun, dan ion-ion akan mulai mengatur dirinya menyusun bentuk yang teratur.

Proses tersebut disebut kristalisasi. Pada proses ini yang merupakan kebalikan

dari proses pencairan, ion-ion akan saling mengikat satu dengan yang lainnya dan

Page 5: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

melepaskan kebebasan untuk bergerak. Ion-ion tersebut akan membentuk ikatan

kimia dan membntuk kristal yang teratur. Pada umumnya material yang

menyusun magma tida membeku pada waktu yang bersamaan (Munir, 1996).

Batuan beku atau Igneous Rock berasal dari bahasa latin, Inis = fire (api).

Batuan beku adalah batuan yang terjadi pada pembeku materi yang kental yang

berasal dari magma. Magma panas yang bergerak dari dalam bumi ke permukaan

bumimakin lama makin dingin dan akhirnya membeku. Ada yang belum

mencapai permukaan bumi sudah membeku, sehingga dikenal sebagai batuan

beku dalam atau batuan intrusi atau batuan plutonis. Ada juga yang membeku

setelah mencapai permukaan bumi sehingga dikenal dengan nama batuan beku

luar atau batuan ekstrusi atau batuan vulkanis (Munir, 1996).

Karst merupakan salah satu bentang lahan yang ada di permukaan bumi ini.

Bentang lahan karst terbentuk oleh adanya proses karstifikasi pada batuan

karbonat dan  evaporit yang mudah tersolusi seperti batu gamping, dolomit,

marbel, gypsum, dan halite (Parise, 2007). Bentang lahan karst ini dicirikan oleh 

adanya aliran-aliran tertelan (sinking stream), goa-goa, bentukan depresi tertutup,

singkapan batuan berlubang dan mata air yang besar (Ford dan Williams, 2007).

Sistem  karst tersebar pada berbagai morfologi lahan seperti pegunungan, mata air

pada lembah yang dalam, dataran, hingga pantai (Litwin dan Andreychouk, 2007).

Lebih lanjut  Ford dan Williams (2007) mendefinisikan istilah lahan karst sebagai

suatu lahan yang memiliki bentuk dan hidrologi khusus yang muncul oleh

kombinasi pelarutan batuan  yang tinggi dan porositas sekunder yang terbentuk

dengan baik.

Batuan karbonat memiliki sifat yang keras dan tidak berpori. Namun batuan

tersebut mudah terlarut olah air terutama air yang banyak mengandung unsur CO2

seperti air  hujan. Proses pelarutan pada batuan karbonat oleh air tersebut

dinamakan dengan proses karstifikasi. Proses pelarutan inilah yang memicu

munculnya celah, rekah, dan  rongga (lapies) pada batuan tersebut. Celah dan

rekah yang saling terhubung membentuk jalur yang menuju lorong-lorong gua

sebagai pengumpul air dalam akuifer karst.  Air hujan yang jatuh pada permukaan

karst akan masuk melalui jalur porositas sekunder tersebut menuju akuifer.

Page 6: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Batuan evaporit terbentuk oleh hujan yang berasal dari air garam dan

terkumpul hingga melebihi batas kejenuhan penguapan mineral pada suatu

lingkungan lagunal atau  danau (Waltham dkk, 2005). Batuan evaporite ini terdiri

dari sulfat yang berupa gipsum (CaSO42H2O) dan anhydrit (CaSO4), serta garam

batu yang berupa halit (NaCl).  Batuan evaporit memiliki tingkat pelarutan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan batuan karbonat (Parise dkk, 2007). Proses

pelarutan pada batuan evaporit pada air akan  meningkat sejalan dengan

peningkatan temperatur air (Milanovic, 2005).

Karstifikasi

Proses karstifikasi pada batuan karbonat terjadi terutama pada batu gamping

(limestone/CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2 (Milanovic, 2005). Batu gamping

merupakan  batuan karbonat yang memiliki kandungan mineral kalsit (CaCO3)

tinggi. Namun demikian, batu gamping yang memiliki kandungan kalsium

karbonat murni adalah sangat  jarang. Waltham dkk (2005) menyebutkan besaran

kandungan mineral kalsit pada limestone adalah sebesar 50 – 90%, sedangkan

dolomit hanya berkisar antara 10 – 40%.  Proses pelarutan pada batu gamping

akan semakin intensif dengan semakin tingginya kandungan kalsium karbonat

tersebut. Peran temperatur dalam proses karstifikasi  pada limestone berbeda

dengan batuan evaporit. Proses pelarutan akan semakin intensif dengan semakin

rendahnya temperatur air (Milanovic, 2005).

Haryono dan Adjie (2004) menyebutkan bahwa proses karstifikasi dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor pengontrol dan faktor pendorong. Faktor pengontrol

adalah faktor  yang memungkinkan terjadinya proses karstifikasi, sedangkan

faktor pendorong adalah faktor yang mempengaruhi kecepatan atau intensitas

karstifikasi. Beberapa hal yang  menjadi faktor pengontrol karstifikasi adalah :

Batuan yang mudah larut, kompak, tebal, dan memiliki banyak rekahan

Curah hujan yang cukup atau lebih dari 250 mm/tahun

Batuan terekspose pada permukaan yang tinggi sehingga memungkinkan

terjadinya perkembangan drainase secara vertikal.

Faktor-faktor tersebut akan menentukan terjadi atau tidaknya proses karstifikasi

pada batuan karbonat. Kecepatan proses karstifikasi selanjutnya dipengaruhi oleh 

faktor-faktor pendorong yaitu temperatur dan tutupan vegetasi.

Page 7: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

III. METODOLOGI

Praktikum Geologi dan Mineralogi Tanah dilaksanakan pada tanggal 9 –

10 April 2016 di 9 stopsite yaitu Tegalrejo, Bayat, Klaten; Pendul, Tegalrejo,

Bayat, Klaten; Gunung Kenong, Klaten; Gunung Gadjah, Bayat, Klaten;

Bayat, Klaten; Gunung Joko Tuo, Bayat, Klaten; Bayat, Klaten; Perbukitan

Diatas Teluk Pacitan; dan Bedoyo Gunung Kidul. Alat yang digunakan pada

praktikum lapangan ini diantaranya yaitu peta geologi, alat tulis, kamera, skop,

munsell soil colour chart, plastik, tisu, pipet tetes, dan khemikalia yang terdiri dari

HCl 10%, H2O2 10% serta H2O2 3%.

Pada praktikum lapangan ini, dilakukan pengamatan dan penjelasan

tentang formasi, letak obyek, kondisi obyek baik secara geografis, geomorfologis

dan geologis, latar belakang atau peristiwa yang terjadi terkait kondisi geologi di

setiap lokasi, serta kondisi vegetasi yang ada pada tempat–tempat tersebut.

Praktikum lapangan dilaksanakan dengan melakukan perjalanan selama 2 hari.

Pada hari pertama perjalanan dimulai dari Yogyakarta menuju ke Tegalrejo,

Bayat, Klaten; Pendul, Tegalrejo, Bayat, Klaten; Gunung Kenong, Klaten;

Gunung Gadjah, Bayat, Klaten; Bayat, Klaten; Gunung Joko Tuo, Bayat, Klaten;

Bayat, Klaten.Stop site yang diamati pada hari kedua adalah Perbukitan Diatas

Teluk Pacitan; Dan Bedoyo Gunung Kidul.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

STOPSITE 1 : Tegalrejo,Bayat,Klaten ( Tanah Vertisol)

A. Informasi Tapak

1. Hari/tanggal pengamatan : Sabtu 9 April 2016

2. Nama Surveyor : Kelompok 1

3. Koordinat : S 07°47’1,2” E110°39’09,9”

4. Ketinggian Tempat : 140 mdpl

5. Deskripsi Lokasi : Tegal Rejo

6. Bentang Lahan :

Page 8: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

a. Utama : -

b. Topografi : -

c. Torehan : -

d. Pola Drainase : Dendritik

7. Lereng :

a. Posisi : -

b. Bentuk : -

c. Arah : -

d. Panjang : -

8. Timbulan Mikro : -

9. Kenampakan Permukaan Tanah :

a. Kebatuan : Sedikit

b. Kerakal : Sedikit

c. Cara Pembajakan : -

d. Kondisi : Tergenang

e. Tutupan : -

10. Bahan Induk : Alluvium

11. Jeluk Mempan : 25 cm (padi)

12. Drainase Tanah :

a. Kelas : lambat

b. Permeabilitas : lambat

c. Limpasan : banyak/tinggi

13. Kedalaman Air Tanah : -

14. Banjir : kecil

a. Frekuensi : -

b. Lama : -

c. Kedalaman : -

15. Erosi/Sedimentasi : erosi lembar

16. Penggunaan Lahan : sawah

17. Vegetasi : Padi

18. Iklim : tropis

19. Kesesuaian Lahan : S1 (sangat sesuai)

Page 9: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

B. Deskripsi Horison :

1. Horison :-

a. Nama : -

b. Jeluk (cm) : -

c. Batas : -

2. Warna :

a. Kondisi Lengas : -

b. Matriks : -

3. Tekstur : lempung debuan

4. Struktur :

a. Bentuk : gumpal menyudut

b. Ukuran/Kelas : sedang

c. Derajat : kuat

5. Pori Tanah : -

6. Konsistensi : lekat

7. Perakaran : Meso jumlah banyak

8. pH Lapangan : -

9. Kondisi Redoks : (-)

10. Karbonat : -

11. Bahan Organik : (++)

12. Konkresi : -

13. pH Potensial : -

C. Klasifikasi Tanah :

a. USDA : Vertisol

b. FAO : Vertisol

c. PPT Bogor : Grumusol

STOPSITE 2

Informasi Tapak

1. Hari/tanggal pengamatan : Sabtu 9 April 2016

2. Nama Surveyor : Kelompok 2

Page 10: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

3. Koordinat : S 07°46’2,7” E110°40’13,6”

4. Ketinggian Tempat : 145-175 mdpl

5. Deskripsi Lokasi :

6. Bentang Lahan :

a. Utama : -

b. Topografi : bergelombang

c. Torehan : ada

d. Pola Drainase : Dendritik

7. Lereng :

a. Posisi : -

b. Bentuk : -

c. Arah : -

d. Panjang : -

8. Timbulan Mikro : -

9. Kenampakan Permukaan Tanah :

a. Kebatuan : banyak

b. Kerakal : banyak

c. Cara Pembajakan : -

d. Kondisi : -

e. Tutupan : jati, kacang tanah, jagung,

ketela

10. Bahan Induk : diorit

11. Jeluk Mempan : 40 cm

12. Drainase Tanah :

a. Kelas :

b. Permeabilitas : sedang

c. Limpasan : sedang

13. Kedalaman Air Tanah : -

14. Banjir :

a. Frekuensi : -

b. Lama : -

c. Kedalaman : -

Page 11: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

15. Erosi/Sedimentasi : erosi parit

16. Penggunaan Lahan : tegalan

17. Vegetasi : jati, kacang tanah, jagung,

ketela

18. Iklim :

19. Kesesuaian Lahan : S2 ( sesuai)

Deskripsi Horison :

1. Horison :

a. Nama : BW 1 & BW 2

b. Jeluk (cm) : -

c. Batas : tidak jelas

d. Topografi : bergelombang

2. Warna :

a. Kondisi Lengas : -

b. Matriks : 5YR ¾ & 7,5 YR ¾

c. Keterangan : dark reddish brown & dark

brown

3. Tekstur : geluh pasiran

4. Struktur :

a. Bentuk : remah

b. Ukuran/Kelas : kecil

c. Derajat : lemah

5. Pori Tanah : makro jumlah banyak

6. Konsistensi : lembab , agak plastis

7. Perakaran : Mikro jumlah banyak

8. pH Lapangan : 6 & 6

9. Kondisi Redoks : (-)

10. Karbonat : (+++) & (+++)

11. Bahan Organik : (+) & (+)

12. Konkresi : -

13. pH Potensial : 7,5 & 6,5

14. Klasifikasi Tanah :

Page 12: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

a. USDA : Inceptisol

b. FAO : Regosol

c. PPT Bogor : Regosol

STOPSITE 3

A. Informasi Tapak

1. Hari/tanggal pengamatan : Sabtu 9 April 2016

2. Nama Surveyor : Kelompok 3

3. Koordinat : S 07°46’2,7” E110°40’13,6”

4. Ketinggian Tempat : 145-175 mdpl

5. Deskripsi Lokasi :

6. Bentang Lahan :

a. Utama : Interupsi diorit

b. Topografi : bergunung

c. Torehan : ada

d. Pola Drainase : Dendritik

7. Lereng :

a. Posisi : >450

b. Bentuk : -

c. Arah : -

d. Panjang : -

8. Timbulan Mikro : -

9. Kenampakan Permukaan Tanah :

a. Kebatuan : banyak

b. Kerakal : banyak

c. Cara Pembajakan : -

d. Kondisi : Basah

e. Tutupan : jati, kayu putih, pohon pisang

10. Bahan Induk : Scish

11. Jeluk Mempan : 90 cm

12. Drainase Tanah :

a. Kelas :

Page 13: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

b. Permeabilitas : Rendah

c. Limpasan : banyak

13. Kedalaman Air Tanah : 1,5 meter

14. Banjir :

a. Frekuensi : tinggi

b. Lama : panjang

c. Kedalaman : -

15. Erosi/Sedimentasi : alur

16. Penggunaan Lahan : tegalan

17. Vegetasi : jati

18. Iklim : mendung

19. Kesesuaian Lahan : S2 ( sesuai)

Deskripsi Horison :

1. Horison :

a. Nama : A, Bt dan C

b. Jeluk (cm) : -

c. Batas : -

d. Topografi : -

2. Warna :

a. Kondisi Lengas : lembab

b. Matriks : 2,5YR 3/6 & 2,5 YR 4/6

c. Keterangan :

3. Tekstur : lempung debuan, lempung pasiran

4. Struktur :

a. Bentuk : gumpal menyudut

b. Ukuran/Kelas : -

c. Derajat : -

5. Pori Tanah : makro jumlah banyak

6. Konsistensi : lembab , sangat plastis

7. Perakaran : Mikro jumlah banyak

8. pH Lapangan : 6|5, 5,5| dan 5|4

9. Kondisi Redoks : (-)

Page 14: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

10. Karbonat : (- + -)

i. Bahan Organik : (+ + ++)

11. Konkresi : (+++ - +)

12. pH Potensial :

13. Klasifikasi Tanah :

a. USDA : Alfisol

b. FAO :

c. PPT Bogor :

STOPSITE 4

A. Informasi Tapak

1. Hari/tanggal pengamatan : Sabtu 9 April 2016

2. Nama Surveyor : Kelompok 4

3. Koordinat : S 07°45’38,6” E110°40’34,5”

4. Ketinggian Tempat : 145 mdpl

5. Deskripsi Lokasi :

6. Bentang Lahan :

a. Utama :

b. Topografi : berombak

c. Torehan : ada

d. Pola Drainase :

7. Lereng :

a. Posisi : -

b. Bentuk : -

c. Arah : -

d. Panjang : -

8. Timbulan Mikro : -

9. Kenampakan Permukaan Tanah :

a. Kebatuan : sedikit

b. Kerakal : sedikit

c. Cara Pembajakan : -

Page 15: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

d. Kondisi : lembab

e. Tutupan : rumput dan semak

10. Bahan Induk : sedimen organik numulitik

11. Jeluk Mempan : > 100 cm

12. Drainase Tanah :

a. Kelas : baik

b. Permeabilitas : lambat

c. Limpasan : cepat

13. Kedalaman Air Tanah : 10 meter

14. Banjir :

a. Frekuensi : -

b. Lama : -

c. Kedalaman : -

15. Erosi/Sedimentasi : alur

16. Penggunaan Lahan : hutan sekunder

17. Vegetasi : jati dan singkong

18. Iklim : berawan

19. Kesesuaian Lahan : S2 ( sesuai)

Deskripsi Horison :

1. Horison :

a. Nama : lapisan 1

b. Jeluk (cm) : < 40 cm

c. Batas : -

d. Topografi : -

2. Warna :

a. Kondisi Lengas : reddrsh brown

b. Matriks : 5YR 4/3

c. Keterangan :

3. Tekstur :

4. Struktur :

a. Bentuk : remah

b. Ukuran/Kelas : -

Page 16: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

c. Derajat \: -

5. Pori Tanah : meso (++)

6. Konsistensi : lembab , agak plastis

7. Perakaran : Meso

8. pH Lapangan : 6 dan 5

9. Kondisi Redoks : (-)

10. Karbonat : (-)

11. Bahan Organik : (++)

12. Konkresi : (-)

13. pH Potensial :

14. Klasifikasi Tanah :

a. USDA : Entisol

b. FAO : Regosol

c. PPT Bogor : Latosol

STOPSITE 5

A. INFORMASI TAPAK(SITE)1. MACAM OBSERVASi :2. TANGGAL PENGAMATAN : 9 April 20163. SURVEYOR : Kelompok 54. KOORDINAT : S 07°45’64,5” E 110°40’57,6”5. KETINGGIAN TEMPAT : 148mdpl6. DESKRIPSI LOKASI : Gunung Temas7. BENTANG LAHAN (LANDFORM)

a. Utama : b. Topografi : bergelombangc. Torehan : sedikitd. Pola drainase : bagus

8. LERENGa. Posisi : tengahb. Bentuk : berbukitc. Arah :d. Panjang :

9. TIMBULAN MIKRO : terasiring10. KENAMPAKAN PERMUKAAN TANAH

a. Kebatuan : b. Kerakal : cukup banyak

Page 17: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

c. Cara pembajakan : -d. Kondisi : subute. Tutupan : semak-semak, rumput, akasia

11. BAHAN INDUK : kapur sedimen oraganik (kapur koral)

12. JELUK MEMPAN : 13. DRAINASE TANAH

a. Kelas : -b. Permeabilitas : sedangc. Limpasan : lambat

14. KEDALAMAN AIR TANAH :15. BANJIR

a. Frekuensi : -b. Lama : -c. Kedalaman : -

16. EROSI/SEDIMENTASI : parit17. PENGGUNAAN LAHAN : perkebuna /tegalan18. VEGETASI : Jati,,akasia, gadung, ketela19. IKLIM : musim hujan 4 bulan-6 bulan20. KESESUAIAN LAHAN : S2 (sesuai)B. DESKRIPSI HORISON

No. Pengamatan Lapisan I Lapisan II Lapisan III

1. HORISON

a. Nama

b. Jeluk (cm)

c. Batas

d. topografi

A20

jelas

B

80

samar

C

80-bawah

jelas

2. Warna Tanah

a. Kondisi lengas Coklat tua Coklat

muda

Batuan putih

b. Matrik 10YR 2/6 10YR 4/8 10YR 5/3

c. Ikutan/bercak - - -

3. Tekstur Lempung Lempung Lempung pasiran

Page 18: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

4. kebatuan/kerakal kerikil

5. Struktur

a. Tipe Gumpal

menyudut

Gumpal

menyudut

Gumpal

menyudut

b. Kelas

c. Derajat - - -

6. Konsistensi

a. Kondisi Lengas

b. konsistensi Plastis Plastis Plastis

7. Sementasi

a. derajat

b. bahan BO BO BO

8. Bercak /mottles

a. bentuk

b. ukuran

c. jumlah

9. Konsentrasi

a. bentuk

b. ukuran

c. jumlah

10. Lamella

a. macam

b. jumlah

11. Pori tanah

a. macam

b. jumlah

12. Kutan

a. macam

Page 19: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

b. tipe

c. jumlah

13. Perakaran

a. ukuran mikro makro makro

b. jumlah banyak sedikit sedikit

14. pH lapangan A: 6; P: 6,5 A: 5,5; P:

6,5

A: 5,5; P: 6

15. Kondisi redoks

16. Karbonat ++++ ++++ ++++

17 Bahan organik ++++ +++ +++

18. Konkresi + ++ -

C. KLASIFIKASI TANAH

1. SIFAT DAN HORISON PENCIRI

a. Rejim Lengas Tanah : Ustik

b. RejimSuhu Tanah : isohypothermic

c. Horizon penciri

Epipedon : Mollik

Endopedon :

Lainnya :

2. KLASIFIKASI TANAH

a. USDA : Mollisol

b. FAO : Rendzina

c. PPT Bogor : Rendzina

STOPSITE 6

DESKRIPSI TAPAK DAN PROFIL TANAH

D. INFORMASI TAPAK(SITE)21. MACAM OBSERVASi :22. TANGGAL PENGAMATAN : 9 April 201623. SURVEYOR : Kelompok 624. KOORDINAT : S 07°45’37,7” E 110°40’28,9”25. KETINGGIAN TEMPAT : 154,6mdpl26. DESKRIPSI LOKASI :27. BENTANG LAHAN (LANDFORM)

Page 20: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

e. Utama : (marmer) Diorit+Sedimen organic numulitf. Topografi : (relief bukit marmer) berombak-

bergelombangg. Torehan : tidak adah. Pola drainase : dendritik

28. LERENGe. Posisi :f. Bentuk :g. Arah :h. Panjang :

29. TIMBULAN MIKRO :30. KENAMPAKAN PERMUKAAN TANAH

f. Kebatuan : Banyakg. Kerakal : Sedikith. Cara pembajakan : -i. Kondisi : lembab j. Tutupan : ada

31. BAHAN INDUK : marmer32. JELUK MEMPAN : 60-7033. DRAINASE TANAH

d. Kelas :e. Permeabilitas : sedangf. Limpasan : lambat

34. KEDALAMAN AIR TANAH :35. BANJIR

d. Frekuensi :e. Lama :f. Kedalaman :

36. EROSI/SEDIMENTASI : erosi lembar37. PENGGUNAAN LAHAN : hutan sekunder38. VEGETASI : Jati39. IKLIM :40. KESESUAIAN LAHAN : S2 (sesuai)E. DESKRIPSI HORISON

No. Pengamatan Lapisan I

Page 21: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

1. HORISON

e. Nama

f. Jeluk (cm)

g. Batas

h. topografi

A

2. Warna Tanah

d. Kondisi lengas Coklat tua

e. Matrik 10YR ¾(Dark

Yellowish brown)

f. Ikutan/bercak -

3. Tekstur Geluh pasiran

4. kebatuan/kerakal kerikil

5. Struktur

d. Tipe remah

e. Kelas kasar

f. Derajat -

6. Konsistensi

c. Kondisi Lengas Basah

d. konsistensi Agak Plastis dan

agak lekat

7. Sementasi

c. derajat

d. bahan

8. Bercak /mottles

d. bentuk

Page 22: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

e. ukuran

f. jumlah

9. Konsentrasi

d. bentuk

e. ukuran

f. jumlah

10. Lamella

c. macam

d. jumlah

11. Pori tanah

c. macam

d. jumlah

12. Kutan

d. macam

e. tipe

f. jumlah

13. Perakaran

c. ukuran

d. jumlah

14. pH lapangan A: 5; P: 6

15. Kondisi redoks

16. Karbonat

17 Bahan organik +

18. Konkresi

F. KLASIFIKASI TANAH

3. SIFAT DAN HORISON PENCIRI

d. Rejim Lengas Tanah : Ustik

e. RejimSuhu Tanah : isohypothermic

f. Horizon penciri

Page 23: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Epipedon :

Endopedon :

Lainnya :

4. KLASIFIKASI TANAH

d. USDA : Inceptisol

e. FAO : Regosol

f. PPT Bogor : Regosol

STOPSITE 7

1. Kabupaten Klaten bagian selatan, Provinsi Jawa Tengah

A. Informasi Tapak

1. Tanggal pengamatan : 9 April 2016

2. Macam observasi : singkapan

3. Serveyor : Kelompok 7

4. Koordinat : S 07◦ 47’ 37,8” LS dan E 110◦ 42’ 53”

5. Ketinggian tempat : 139,3 mdpl

6. Deskripsi lokasi : dekat jalan raya

7. Bentang lahan (landform)

a. Utama : sedimen laut dalam

b. Topografi : berombak

c. Pola drainase : dendritik

8. Lereng

a. Bentuk : cekung

9. Timbulan mikro : terasering

10. Kenampakan permukaan tanah

a. Kebatuan : semua batuan

b. Kerakal : banyak

c. Kondisi : kering

d. Tutupan : semak belukar, akasia

11. Bahan induk : batuan sedimen laut dalam yang dipengaruhi oleh

arus turbid

12. Jeluk mempan : 50 cm

13. Drainase tanah

Page 24: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

a. Kelas : baik

b. Permeabilitas : cepat

c. Limpasan : tidak ada

14. Erosi/sedimentasi : erosi parit

15. Penggunaan lahan : hutan sekunder

16. Vegetasi : jati, kacang tanah, akasia

17. Kesesuaian lahan : S3

B. Deskripsi Horison

1. Horison (10-50 cm)

a. Jeluk (cm) : lereng dan cekungan (3-7)

2. Warna

a. Kondisi lengas : lereng dan cekungan (putih keabu-abuan)

b. Matrik : lereng (5 YR 3/2), cekungan (2,5 YR 4/2)

3. Tekstur : geluh pasiran

4. Kebatuan/kerakal/kerikil : banyak

5. Struktur

a. Bentuk : remah

6. Konsistensi

a. Kondisi lengas : basah

b. Konsistensi : plastis agak lekat

7. Pori tanah

a. Macam : makro

b. Jumlah : +++

8. Ph lapangan : 6 – 7,5

9. Karbonat : +++

10. Kapur : ++++

C. Klasifikasi Tanah

1. Sifat dan horison penciri

a. Rejim lengas tanah : ustik

b. Rejim suhu tanah : isohipertermik

2. Klasifikasi tanah

a. USDA : entisol

Page 25: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

b. PPT Bogor : Litosol

STOPSITE 8

2. Kaki Tebing di Pinggiran Jalan Raya di Kawasan Teluk Pacitan

A. Informasi Tapak

1. Tanggal pengamatan : 10 April 2016

2. Serveyor : Kelompok 8

3. Koordinat : S 08◦ 13’ 8,17” LS dan E 111◦ 4’ 4,14”

4. Ketinggian tempat : 75 mdpl

5. Deskripsi lokasi : dekat teluk pacitan ± 1 km

6. Bentang lahan (landform)

a. Utama : Intruksi Andesit

b. Topografi : Berbukit

c. Torehan : sedang

d. Pola drainase : dendritik

7. Timbulan mikro : tidak ada

8. Kenampakan permukaan tanah

a. Kebatuan : sedang

b. Kerakal : sedang

c. Kondisi : lembab

d. Tutupan : ada tutupan

9. Bahan induk : andesit

10. Jeluk mempan : 35 - 40 cm

11. Drainase tanah

a. Kelas : tinggi/besar

b. Permeabilitas : tinggi

c. Limpasan : rendah

12. Erosi/sedimentasi : rendah

13. Penggunaan lahan : hutan

14. Vegetasi : akasia, mahoni, jati

15. Kesesuaian lahan : S3

B. Deskripsi Horison

1. Warna

Page 26: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

a. Kondisi lengas : 10 YR 4/4

b. Matrik : dark yellowish

c. Ikutan/bercak : brown

2. Tekstur : lempung debuan

3. Struktur

a. Bentuk : remah

4. Konsistensi

a. Kondisi lengas : lembab, basah, kering

b. Konsistensi : gembur, agak plastis, agak lembab, lekat

5. Ph lapangan

a. H20 : 6,5

b. KCl/HCl : 7

6. Bahan organik : +

7. Kapur : ++++

C. Klasifikasi Tanah

1. Sifat dan horison penciri

a. Rejim lengas tanah : ustik

b. Rejim suhu tanah : isohipertermik

2. Klasifikasi tanah

a. USDA : entisol

b. FAO : Regosol

c. PPt Bogor : Litosol

STOPSITE 9

Stopsite 9

KoordinatS 07°

49' 6.71"

E 110° 28'

52.14"Ketinggian Tempat -

Deskripsi Lokasi Bedoyo, Gunung Kidul

Bentang Lahan

(Landform)

Utama AlluvialTopografi BergunungTorehan -

Pola Karsitik

Page 27: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Drainase

Lereng

Posisi -Bentuk -Arah -

Panjang -Timbulan Mikro -

Kenampakan Permukaan

Tanah

Kebatuan SedangKerakal Sedang

Cara Pembajakan -

Kondisi -Tutupan -

Bahan Induk Abu VulkanikJeluk Mempan 30 cm

Drainase Tanah

Kelas SedangPermeabilitas Sedang

Limpasan TinggiKedalaman Air Tanah -

BanjirFrekuensi -

Lama -Kedalaman -

Erosi / Sedimentasi Erosi ParitPenggunaan Lahan Hutan Sekunder

Vegetasi Rumput-rumputan, Kayu Putih, Serai

Iklim TropisKesesuaian Lahan Tidak Sesuai

Deskripsi HorizonStopsite 9Lapisan -

Horizon

Nama -Jeluk (cm) -

Batas -Topografi -

WarnaKondisi Lengas Xery Dark

BrownMatrik 10 YR 2/2

Ikutan / Bercak -

Tekstur Geluh Lempung Pasiran

Kebatuan / Krakal / Krikil -Struktur Bentuk Remah

Page 28: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Ukuran / Kelas KecilDerajat Lemah

KonsistensiKondisi Lengas -

Konsistensi Lepas-Lepas

Pori TanahMacam -Jumlah -

Kutan (Clayskin)

Macam -Tipe -

Jumlah -

PerakaranUkuran MesoJumlah Banyak

pH LapanganAktual -

Potensial 6NaF 8,5

Kondisi Redoks 0Karbonat -

Bahan Organik +Konkresi -

Kandungan Mn -Kandungan Kapur -

Klasifikasi TanahStopsite 9

Sifat dan Horison Penciri

Rejim Lengas Tanah -Rejim Suhu Tanah -

Horison Penciri

Epipedon -Endopedon -

Lainya -

Klasifikasi TanahUSDA AndisolFAO Regosol

PPT Bogor Regosol

B. PEMBAHASAN

SITE 1

Page 29: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Pengamatan di daerah Tegalrejo

(Sumber gambar: dok. pribadi)

Daerah tersebut termasuk daerah endapan merapi tua Alluvial atau

alluvium. Tanah yang terbentuk adalah Vertisol (FAO/USDA) atau Grumusol

(PPT) yang mengandung lempung 2:1 Montmorillonit yang mempunyai sifat

kembang kerut. Daerah tersebut termasuk daerah cekungan sehingga kondisi

hidrologi (drainase) buruk akibatnya terjadi perubahan terhadap bahan-bahan

aluvial, sehingga pedogenesis atau pembentukan tanahnya berkembang lanjut dan

terbentuk lempung (mineral sekunder).

Pegunungan Bayat membentuk jajaran pegunungan dari timur ke barat

mulai dari Kebobuta, Nglanggeran, Semilir, dan Sambipitu. Pada lokasi bagian

Barat ini hidrologi yang ada tergolong buruk karena topografi yang berupa

cekungan, air tidak bisa bergerak atau mengalir ke tempat lain. Ketika musim

hujan, ruang antar kisi dipenuhi air saat musim hujan, sehingga di musim hujan

tanah vertisol dijadikan lahan sawah. Lalu pada musim kemarau, untuk

mempertahankan unsur hara diterapkan sistem bero. Tanahnya juga mengandung

butir-butir kapur (Caliche / CaCO3) yang merupakan sedimen kimia yang

terbentuk karena pergantian musim.

Vertisol merupakan tanah yang memiliki sifat khusus yakni mempunyai

sifat vertik, hal ini disebabkan karena kandungan mineral lempung tipe 2:1 yang

relative banyak. Karena itu dapat mengkerut dan mengembang jika keadaan jenuh

air. Proses mengembang dan mengkerut itu disebabkan karena masing-masing

unit yang terdiri dari 2Si tetra hedral ditambah dengan 1 Al okta hedral , masing-

masing unit dihubungkan dengan unit lainnya oleh ikatan yang lemah dari oksigen

ke oksigen sehingga air maupun kation dapat masuk pada ruang antar lapisan

sehingga mudah mengembang dan mengkerut. Vertisol terbentuk pada tempat-

tempat yang berketinggian tidak lebih dari 300 meter diatas permukaan laut ,

Page 30: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

temperatur tahunan rata-rata 25°c dengan curah hujan kurang dari 1500

mm/tahun dan topografi datar sampai daerah yang berlereng curam , bertekstur

halus/lempung didominasi mineral lempung tipe 2:1 atau terdiri dari bahan-bahan

yang sudah mengalami pelapukan batu kapur , tuff , endapan alluvial dan abu

Vulcan.Tanah ini mempunyai permeabilitas yang relative sangat lembab , maka

tanah ini sesuai sekali untuk areal persawahan untuk tanaman padi. Tanah ini pada

musim hujan bisa juga ditanami seperti tanaman jagung , tebu ,kacang tanah ,dan

lain-lain.

Dalam perkembanganya mineral 2:1 yang sangat dominan memegang

peran penting pada tanah ini. Komposisi mineral lempung dari Vertisol selalu

didominasi oleh mineral 2:1, biasanya montmorilonit, dan dalam jumlah sedikit

sering dijumpai mineral lempung lainya seperti illit dan kaolinit. Tanah ini sangat

dipengaruhi oleh agrilipedotrubation yaitu proses pencampuran lapisan atas dan

bawah yang diakibatkan oleh kondisi basah dan kering yang disertai pembentukan

rekahan-rekahan secara periodik. Proses-proses tersebut menciptakan struktur

tanah dan pola rekahan secara spesifik. Ketika basah tanah menjadi lekat dan

plastis, serta kedap air, tetapi ketika kering tanah menjadi sangat keras dan masif,

atau membentuk pola prisma yang terpisah oleh rekahan (Prasetyo, 2007).

Vertisol pada umumnya mempunyai tekstur lempungan , kandungan

lempung berkisar antara 35% sampai 90% dari total tanah. Lempung halus (<0,2

mm) dapat menyusun lebih dari 80% dari fraksi lempung. Pada vertisol variasi

kandungan lempung dengan kedalaman tanah bukan disebabkan oleh migrasi

lempung tetapi mungkin berasal dari bahan induk. Pada umumnya tanah vertisol

pada bagian permukaannya mempunyai warna hitam dan ini merupakan ciri khas

bagi tanah ini.warna gelap ini terjadi karena dari bahan organik. Vertisol adalah

tanah yang memiliki kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi

Di daerah ini diperkaya Si yang berasal dari pelapukan bahan-bahan dari

daerah atas oleh aliran air yang membawa ke bagian lebih rendah. Di daerah

atasan terjadi keseimbangan kimia sehingga Si larut. Fe mengalami reduksi

sehingga tanah berwarna kelabu, jika Fe mengalami oksidasi maka tanah akan

berwarna merah.

Page 31: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Syarat terjadinya rekahan adalah banyak kation basa (seperti Ca, K, Na)

dan Si, terdapat inter layer space, dan didominasi oleh lempung 2:1. Adanya inter

layer space menyebabkan kation basa yang berukuran kecil dapat larut sehingga

dalam pemupukan harus diperhatikan jumlah airnya agar kation tidak terjepit

dalan ruang antar layer tersebut.

Pengolahan Vertisol adalah dengan pembalikan tanah, selain itu

mengupayakan agar tanah selalu tergenang supaya tidak timbuk rekahan.

Pemberian bahan organik berfungsi sebagai spon yaitu untuk menyimpan air

karena daya pegang air 300% dari berat tanah itu sendiri, meningkatkan KPK

tanah sehingga daya pegang terhadap kation dalam tanah tinggi, dan untuk

memperbaiki stuktur tanah.

SITE 2

Sumber: Dokumentasi pribadi

Stopsite kedua masih di kawasan Bayat, Tegal Rejo, Dusun Banyuripan,

memiliki ketinggian tempat 145-175 mdpl. Dengan titik koordinat S 07°46’2,7”

E110°40’13,6”, Pendul memiliki topografi berbulat dengan torehan yang besar.

Kebatuan yang tampak pada permukaan tanah adalah batuan beku dalam (diorit),

yang merupakan bahan induk pembentuk tanah di Pendul. Batuan Diorit – Andesit

mempunyai kandungan mineral yang dominan adalah plagioklas 56,0%; piroksen

11,0%; BJ 3,1 g.cm-3; warna batuan kelabu tua (Sunarminto, et al., 2014). Diorit

yang ditemukan merupakan diorite intermediet, hasil intrusi dari pembekuan di

dalam Bumi. Di kiri dan kanan Diorit Pendul tersebar batuan malian. Batuan ini

mengalami pelapukan speroidal (pelapukan kulit bawang) yaitu melapuk sedikit

Page 32: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

demi sedikit pada setiap lapisan. Mineral primernya serupa dengan mineral

andesit dari Merapi, tapi batuan lebih solid dan massif, tidak ada celah sedikit

pun.

Intrusi diorit ini terjadi di bawah laut, pada cekungan penghasil material

yang mengalami diagenesis menjadi batuan lempung. Lalu berkembang menjadi

Malian yang membentuk kapur dan lempung. Batuan lempung dengan sedikit

kalsium disebut batuan napal, sementara yang memiliki banyak kandungan

kalsium di sebut napal berkapur. Bila ditelusuri lebih jauh akan ditemukan pula

kapur numulitik karena dulunya merupakan dasar laut. Malian sendiri terbentuk

karena intrusi oleh suhu yang sangat tinggi, maka batuannya meliuk-liuk tidan

teratur, tidak massif, batuan juga berlapis-lapis dengan kandungan Si sekitar 50%

sampai 80%.

Batuan diorite mempunyai bentuk butir yang kasar, bertekstur

holokristalin serta mengandung mineral plagioklas sekitar 55-70% dan mineral

mafis (hornblende ataubiotit) 25-40%. Apabila rata-rata mineral plagioklasnya

lebih basa dari pada andesit, maka batuan cenderung sebagai gabbro, tetapi

apabila kuarsa menjadi mineral utamanya, maka batuana tersebut disebut dengan

tonalit atau diorite-kuarsa (Munir, 1996). Hasil pengujian laboratorium, diorite

yang berada di daerah Gunung Pendul tidak menunjukkan reaksi yang signifikan

apabila dikenaidengan larutan HCl 10%, H2O2 3% maupun H2O2 10%. Hal ini

menunjukkan bahwa batuan diorite merupakan batuan plutonik yang bersifat

intermediet yang tidak terlalu basa maupun asam sertakan dengan bahan organic

yang rendah. Pembentukan/diagenesis dari kristal batuan diorite selalu

dipengaruhi oleh keadaan suhu yang selalu panas.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan morfologi,

sifatkimia, maupun sifat fisiknya dari tanah yang berbahan induk diorite. Tekstur

tanah menunjukkan kandungan fraksi lempung yang rendah pada semua horizon.

Tekstur tanah berbahan induk diorit umumnya lebih kasar dari tanah berbahan

induk sekis. Kejenuhan basa dari tanah berbahan induk diorit lebih tinggi daripada

tanah berbahan induk sekis. Kapasitas Tukar Kation tanah berbahan induk diorit

lebih tinggi dari tanah berbahan induk sekis karena adanya perbedaan jenis

mineral lempung yang dominan. Mineral smektit merupakan mineral lempung

Page 33: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

dominan dalam tanah berbahan induk diorit, di samping terdapat sedikit kaolinit.

Dominasi smektit ini diduga berasal dari kontaminasi batulempung berumur

Eosen dalam tanah berbahan induk diorit, sedangkan kaolinitnya diduga berasal

dari pelapukan feldspar. Mineral kaolinit dan ilit merupakan mineral lempung

dominan dalam tanah berbahan induk sekis. Kaolinit diduga berasal dari mineral

lempung yang sudah ada dalam bahan induk sekis, sedangkan ilit diduga berasal

dari alterasi muskovit. Proses erosi yang kuat terjadi di bagian puncak, cembung,

dan lurus pada tanah berbahan induk sekis maupun diorit. Proses penimbunan

bahan yang berasal dari lereng di atasnya terjadi di bagian cekung dan kaki lereng

pada kedua tanah berbeda bahan induk dan pada bagian lurus dari tanah berbahan

induk sekis. Akibat proses-proses tersebut maka pembentukan tanahnya

terhambat. Tanah yang terbentuk adalah inceptisol.

Kesesuaian lahannya S2. Tanah yang ada belum sempat terbentuk

sehingga diduga tanah tersebut inseptisol atau entisol. Namun kesuburan yang

dimiliki tanah sangat potensial. Bila dilihat tanahnya, dari lapisan Bw1, Bw2,

menampilkan warna coklat cerah. Masing masing warna kuantitatif adalah 5YR ¾

& 7,5 YR ¾. Frekuensi banjir rendah, namun ancaman erosi/sedimentasinya

besar. Lahan digunakan untuk tegalan dan tanaman tahunan dengan vegetasi yang

terdapat di sana Jati, kacang, jagung dan singkong.

SITE 3

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Lokasi stopsite ke-3 yaitu berada di Gunung Konang, Kecamatan Bayat,

Kabupaten Klaten. Gunung Konang merupakan bagian dari puncak-puncak

perbukitan Jiwo Timur. Berdasarkan deskripsi tapak yang diamati, pengambilan

Page 34: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

sempel tanah terletak pada koordinat S 7° 46’ 2,7” dan E 110°40’13,6”, elevasi

145-175 m dpal, dengan topografi bergunung, posisi kelerangan lebih dari 450,

vegetasi yang menutupi lahan diantaranya pohon jati, pohon kayu putih, dan

pohon pisang. Tanah yang terbentuk adalah tanah alfisol yang terbentuk dari

pelapukan batuan schist. Tanah yang diamati diklasifikasikan Alfisol karena

dicirikan oleh horizon eluviasi dan iluviasi yang jelas, yang mana horizon

permukaan umumnya berwarna terang karena dipengaruhi oleh beberapa jenis

mineral seperti kwarsa yang dapat mempengaruhi warna tanah Alfisol menjadi

lebih terang. Warna tanah Alfisol yang diamati adalah warna merah, hal ini

disebabkan karena tanah ini banyak mengandung ion Fe teroksidasi, banyaknya

kandungan Fe disebabkan karena tanah ini telah mengalami pelindihan kation-

kation basa yang cukup banyak oleh air hujan yaitu curah hujannya sekitar

2000mm. Akan tetapi, tanah Alfisol belum mengalami pencucian atau pelindian

lanjut jika dibandingkan dengan tanah Ultisol ataupun tanah Oxysol yang berada

pada tempat dengan curah hujan diatas 2500mm, sehingga tanah Alfisol masih

banyak mengandung unsur Na, K, Ca, dan Mg. Tanah Alfisol jika ditetesi dengan

larutan HCl maka akan berbuih karena kandungan unsur Ca tinggi. Pada

pengukuran pH pada tanah Alfisol akan menunjukkan hasil pH yang tinggi. Pada

horizon B tanah Alfisol terdapat cley skin atau selaput lempung yang mengkilap

(selaput lempung yang menyelimuti bongkahan tanah) yang menyebabkan tanah

menjadi argilik (endopedo). Cley skin terbentuk dari tanah yang memiliki pori-

pori ketika lempung turun ke bawah akan mengisi pori-pori tanah tersebut

sehingga akan mengendap sepanjang pori-pori dan menyebabkan tanah

mempunyai selaput lempung yang mengkilap. Tanah ini mempunyai epipedon

okrik dan horizon argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Pada

umumnya tanah tidak kering. Tanah yang ekuivalen adalah tanah half-bog,

podsolik merah-kuning, dan planosols. Tanah Alfisol sudah berkembang cukup

dalam sehingga banyak mengandung mineral lempung kaolinit tipe 1:1, sehingga

sangat bagus untuk dijadikan bahan baku pembuatan gerabah.

Berdasarkan bahan induk tanah di tempat yang diamati, batuan induknya

yaitu batuan metamorf. Batuan metamorf didaerah Gunung Konang adalah sekis,

filit, dan kwarsit. Morfologi Perbukitan Gunung Konang mempunyai singkapan

Page 35: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Batu Sekis-Filit dengan komposisi mineral mika dari kuarsa yang ada didalamnya.

Singkapan sekis dijumpai setempat-setempat, seperti di Jiwo Timur dijumpai di

bagian barat G.Jokotuo, G.Konang, G. Semangu, dan lereng tenggara Gunung

Pendul, sedangkan di Jiwo Barat lereng selatan G. Merak. Di lokasi sekis

ini terdapat sebagai fragmen dalam batu lempung Eosen Formasi Wungkal-

Gamping. Hasil analisis petrografi menunjukkan, bahwa mineralogi penyusun

sekis ini antara lain mineral kuarsa (40-55%), felspar (10-15%), muskovit (10-

35%), dan sedikit mineral opak. Diantara sekis ini, sampel yang diambil di lereng

selatan G.Konang komposisinya ada yang mengandung garnet (15%) disamping

kuarsa dan muskovit.

Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika,

grafit, dan horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi

berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap,

Sekis berasal dari metamorfisme siltstone, shale, dan basalt, dengan ciri khas

foliasi yang kadang bergelombang, dan terdapat kristal garnet. Berdasarkan

pengamatan dilapangan, bahan induk Schist (Sekis) yang terdapat di Gunung

Konang adalah batu malihan yang mempunyai ciri khas jika dikenai suhu dan

tekanan menjadi terhimpit meliuk-liuk atau melekuk-lekuk dan tidak teratur,

terkadang membentuk lapisan-lapisan atau lempeng-lempeng seperti batu sabak

dan tergantung dari bahan penyusunnya. Pelapukan dari schist (sekis) akan

membentuk tanah dengan horizon C yang memiliki ciri sudah gembur .

Susunan schist (sekis) yang melekuk-lekuk dan meliuk-liuk menyebabkan

pelapukannya tidak mesti dari atas tetapi bisa dari arah mana saja. Jika schist

melapuk maka unsur-unsur akan melarut dan kehilangan kation-kation basa, tetapi

bentuk schist (sekis) masih tetap sama. Mineral primer di dalam schist (sekis)

memiliki ciri khas adanya kenampakan mengkilap dibagian luarnya. Unsur

dominan dari schist (sekis) adalah Si, Al, dan Fe dan akan membentuk mineral

primer yang bermacam-macam. Semua batuan didominasi dengan Si (50-80%).

Selain ditemukan schist (sekis) di Gunung Konang juga ditemukan kwarsit.

Kwarsit merupakan kwarsa yang terbentuk melalui proses malihan. Kwarsit

terbentuk karena intrusi batuan diorite dengan suhu tinggi yang melelehkan

Batuan-batuan yang ada disekelilingnya, ketika meleleh unsur akan mengumpul

Page 36: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

sesuai dengan berat jenis masing-masing bahan, Si mengumpul bersama Si dan Al

mengumpul bersama Al. Unsur-unsur yang mengumpul akan membeku bersama-

sama dengan batuan diorite. Kwarsit biasanya terbentuk disekeliling batuan

diorite. Diorite yang membeku dikanan kirinya akan terbentuk kwarsit, yang

berbentuk seperti kapur disebut kalsit. Kwarsit didominasi oleh unsur Si,

sedangkan kalsit didominasi oleh CaCO3.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kwarsit yang ditetesi dengan

HCl tidak mengeluarkan buih, sedangkan schist (sekis) berbuih dibagian luarnya

tetapi tidak berbuih dibagian dalamnya. Pada schist (sekis) yang berbuih adalah

kapur yang menyelimuti schist (sekis), karena disekitar schist (sekis) terdapat

kapur yang mengotori schist (sekis). Jika kapur yang melapisi schist (sekis) sudah

habis maka tidak akan berbuih lagi. Kapur tersebut berasal dari dasar laut,

disekitar Gunung Konang terdapat kapur nummulites, namun unsur yang dominan

pada schist (sekis) adalah Si dan Al.

SITE 4

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Secara administrasi lokasi stopsite ke-4 yaitu berada di desa Gunung

Gajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Perbukitan lereng agak terjal,

perbukitan agak terjal. Vegetasi yang dijumpai antara lain pohon jati, rumput-

rumput liar, dan tanaman lading seperti ketela pohon. Batuan yang ditemukan

pada lokasi ini adalah batu sedimen yang bersifat semi metamorf atau meta

sedimen. Batu ini bernama batu gamping numulites yang sering disebut sedimen

organik. Warnanya putih kecoklatan, bentuk butirnya angular dan strukturnya

Page 37: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

massif. Watuprau pada awalnya merupakan wilayah laut dangkal, organisme laut

banyak yang tinggal di daerah ini kemudian organisme yang didominasi oleh

kerang atau numulites ini mati dan terendapkan disini. Setelah itu, daerah ini

mengalami subduksi sehingga laut dangkal yang ada tadinya menjadi terangkat

atau (uplifting). Dalam proses pengangkatan endapan terjadi proses

metamorfisme pada batu sedimen yang berupa batugamping numulites, namun

tak seluruhnya termetamorfisme. Sehingga batuan sedimen mengalami

metamorfisme sebagian atau dikatakan batu metasedimen. Karena tidak

termetamorfisme seutuhnya maka termasuk dalam metamorfisme derajat rendah.

Kemudian dalam waktu yang sangat lama, batuan ini menjadi sangat kompak

karena pengaruh suhu dan tekanan. Bukti batu ini adalah batu metasedimen dapat

terlihat dari dalam batu gamping numulites ini terdapat batu marmer yang sedang

tumbuh namun belum sempurna.

Secara geografis kawasan yang digunakan untuk pengamatan pada stop

site 4 berada pada koordinat S 07°45’38.6” dan E 110°40’34,5” dengan

ketinggian tempat 145 mdpl. Batuan induk dari tanah yang diamati mempunyai

struktur kimia organik karena terdapat organisme mati yaitu numulites yang

melekat di batuan. Termasuk jenis batuan sedimen non klastik. Batuan gamping

numulites tersebut sebagian telah berubah menjadi marmer yang menandakan

batuan tersebut terbentuk pada kala Eiosen. Apabila mengalami pelapukan batuan

akan membentuk tanah entisol (USDA)/regosol (FAO). Tanah pada lokasi ini

diklasifikasikan sebagai entisol disebabkan jeluk tanahnya sangat tipis yaitu

kurang dari 40 cm dan tanah ini termasuk tanah yang baru.

Berdasarkan uji khemikalia pada lapisan top soil tanah diketahui bahwa

pH tanah adalah aktual 5 dan pH potensialnya 6. Pada tanah ini tidak terjadi reaksi

reduksi oksidasi. Kandungan bahan organik tanah sedang (++) dan kandungan

kapurnya cukup banyak. Warna dari tanah yang terbentuk setelah diukur dengan

soil munsell colour chart menunjukkan nilai matriks 4/3 5 YR yaitu reddish

brown. Tekstur tanah ini geluh pasiran, dan berstruktur remah dan konsistensi

lembabnya agak plastis. Konsistensinya agak plastis disebabkan ada bahan

sementasinya yaitu kandungan bahan organik dalam tanah yang berasal dari

vegetasi diatasnya. Tanah ini digunakan sebagai hutan sekunder yaitu tanaman

Page 38: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

yang paling dominan adalah pohon Jati. Penggunaan lahan sebagai hutan jati ini

sesuai (S2) karena tanah ini banyak mengandung Ca yang cukup banyak dari

bahan induknya. Ca sendiri merupakan hara makro yang penting untuk bahan

penyusun dinding sel tumbuhan yang diutamakan untuk tanaman jati adalalah

penyusun dinding sel bagian batang, karena Jati akan dipanen pada bagian

batangnya. Tanah entisol yang digunakan untuk hutan sekunder juga bagus karena

akar pada tanaman sangat membantu proses genesis pada tanah muda seperti

entisol.

SITE 5

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pengamatan pada stopsite 5 dilakukan di kawasan Gunung Temas yang berlokasi

di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Gunung ini merupakan salah satu bagian

dari perbukitan Jiwo. Perbukitan Jiwo ini dibagi atas dua wilayah besar yakni

perbukitan Jiwo Barat danJjiwo Timur yang dipisahkan oleh sungai Dengkeng.

Gunung Temas sendiri berada pada kawasan Jiwo Timur, pada daerah yang

tersusun batuan gamping membentuk puncak – puncak bukit yang datar dan

tumpul. Pegunungan Jiwo mengalami dua kali pengangkatan dan dua kali

penurunan muka air laut. Daerah ini menunjukkan lingkungan pengendapan slope.

Pada daerah Gunung Temas relief kemiringannya menandakan bahwa Gunung

Temas mempunyai daya longsoran di dalam laut, sehingga banyak terjadinya

Page 39: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

proses sedimentasi pada daerah ini (Dwirini, 2014). Dinamika sedimentasi ini

banyak dipengaruhi oleh adanya naik turunnya permukaan air laut kala itu. Pada

lokasi tersebut tersingkap batuan sedimen berupa perlapisan batugamping yang

terendapkan secara tidak selaras diatas batuan beku dibawahnya (Dwirini, 2014).

Batuan sedimen di lokasi Gunung Temas memiliki beberapa informasi geologi

yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian. Beberapa peneliti terdahulu yang

telah membahas mengenai Gunung Temas antara lain, Setiady (1999) membagi

batuan di Gunung Temas kedalam 3 tipe mikrofasies yang diendapakan pada

lingkungan toe of slope. Selain itu penelitian yang dilakukan Ardhito dan

Akmaluddin (2013) mengenai biostratigrafi berdasarkan nannofosil yang

membagi umur batuan pada Gunung Temas menjadi dua zona yaitu zona NN10

dan Zona NN11 yang sebanding dengan umur N16- N17 pada Miosen Akhir.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dwirini (2014), penelitiannya

mengenai pembagian fasies, penentuan umur, dan lingkungan pengendapan

daerah penelitian menggunakan sayatan petrografi dan fosil foraminifera kecil

yang terkandung pada batuan.

Batuan pada daerah Gunung Temas proses terbentuknya batuan dimulai

pada miosen awal dan terbentuk pada masa miosen akhir (Dwirini, 2014). Batuan

yang ditemui pada daerah pengamatan di Gunung Temas ini adalah batuan kapur.

Bahan induk batu kapur yang terdapat didaerah ini berasal dari kapur laut

dangkal. Batu kapur ini disebut dengan koral yaitu batuan sedimen organic yang

mengandung banyak CaCO3 dan mempunyai pengotor yang sedikit yang akan

menyebabkan terbentuknya tanah dengan solum yang tipis. Daerah ini merupakan

daerah bukit kaput yang mengalami pelarutan akibat adanya asam-asam organic.

Koral ini terbentuk dari bekas-bekas rumah terumbu karang.

Formasi yang terbentuk pada daerah ini mirip seperti formasi Wonosari

yang mempunyai fisiografi Pegunungan Seribu. Formasi yang terbentuk pada

daerah lain yang sama seperti daerah ini lumayan banyak, tetapi tidak luas (seperti

formasi yang terbentuk di Hutan Bunder). Profil diamati terletak pada koordinat S

07°45’64,5” E 110°40’57,6” dengan ketinggian tempat 148 mdpl. Landform

utama pada stopsite yang diamati adalah daerah angkatan berupa pengangkatan

kapur koral (berasal dari laut dangkal) dengan topografi bergelombang dengan

Page 40: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

sedikit torehan (adanya garis-garis pemisah), dah pola drainase yang bagus karena

berbentuk pola seperti alur dendritik. Lerengnya mempunyai posisi di tengah

dengan bentuk berbukit yang cukup terjal yang mengabitkan tanah yang tebentuk

mempunyai solum tidak tebal yang didukung iklim mikronya berupa musim hujan

selama 4-bulan (erosi dan sedimentasi menjadi sering terjadi). Pengaruh iklim

yang lembab ini akan mendukung sebagian bahan organic mengalami humifikasi.

Timbulan mikro yang tampak berupa terasiring yang dibuat oleh manusia agar

memperkecil terjadinya erosi. Kenampakan permukaan tanah berupa kerakal yang

cukup banyak dengan kondisi subur karena kaya akan bahan organic (bahan

organic berasal dari akumulasi sisa-sisa daun tanaman yang gugur dari pepohonan

di hutan tersebut, dan waktu dulu daerah kapur ini dikenal dengan hutan aslinya

yang lebat) dan tutupannya berupa semak-semak, graminae, dan akasia. Bahan

induk dari tanah ini berupa kapur koral (sedimen organic) yang sulit lapuk. Kapur

koral ini akan menyebabkan pH yang tinggi (basa) dan tanah yang terbentuk akan

mempunyai solum yang tipis (karena pengotor yang terkandung dari koral yang

akan menjadi bahan pembentuk tanah hanya sekitar 10%) dan berwarna gelap.

Jikalau tanah yang terbentuk dari bahan induk ini mengalami perkembangan

lanjut dan ditandai adanya akumulasi oksida Fe, maka tanah akan berwarna merah

gelap, tidak seperti alfisol yang terbentuk dari bahan induk skiss yaitu merah

cerah. Drainase tanah keadaan tanah ini mempunyai permeabilitas yang sedang

dengan limpasan yang cepat karena bentuk lerengnya yang berbukit. Erosi atau

sedimentasinya berasal dari parit. Penggunaan lahan berupa tegalan atau

perkebunan yang dikelola oleh manusia dengan vegetasi berupa jati, akasia,

gadung, dan ketela (hutan sekunder). Tanaman-tanaman tahunan ini cocok

ditanam pada tanah di daerah ini karena perakaran tanaman dapat mengurangi

erosi di kelerengannya yang cukup terjal, dan didukung oleh iklimnya yang

mempunyai musim hujan (keadaan lembab) sekitar 4-6 bulan dimana intensitas

dari hujan tersebut akan mencukupi kebutuhan air dari tanaman-tanaman ini. pH

basa yang berasal dari kapur yang memberi asupan Ca2+ yang banyak sangat

mendukung pertumbuhan tanaman-tanaman tersebut terutama pohon jati dalam

pembentukan lamella dan kambiumnya (batang pohon jati yang tumbuh

dilingkungan yang kaya akan Ca2+ akan lebih kuat dan keras batangnya daripada

Page 41: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

yang tumbuh dilingkungan masam). Kesuaian lahan pada tanah ini sesuai (masuk

dalam kategori S2).

Tanah yang dibuka profilnya mempunyai horizon A, Bw dan C dengan

masing-masing jeluknya yaitu 0-20cm, 20cm-80cm, dan 80cm-terbawah dan batas

pada horizon A jelas, pada horizon Bw samar, dan pada horizon C jelas. Horizon-

horison tersebut dapat dibedakan melalui perubahan warnanya yang jelas dan

perubahan struktur yang jelas dimana keadaan tersebut menandakan tanah ini

mempunyai epipedon mollik. Horison C berasal dari horizon R yang sudah mulai

lunak (mulai lapuk). Horizon A mempunyai warma coklat tua (10YR 2/2),

horizon B mempunyai warna coklat muda (10YR 3/2), dan batuan induknya

(horizon C) berwarna putih (10YR5/3). Warna tanah ini berasal dari banyaknya

bahan organic yang terkandung pada tanah ini karena tanah yang berbahan induk

kapur ini dulunya terkenal dengan hutannya yang lebat dimana daun dari pohon-

pohonya banyak yang gugur yang nantinya akan terakumulasi dan terdekomposisi

menjadi bahan organic yang berwarna hitam (bahan dari bahan organic yang

paling berperan dalam pewarnaan tanah tersbut adalah bahan yang sulit lapuk).

Material dari bahan organic (BO) seperti lignin tahan terhadap dekomposisi lanjut

karena prosesnya yang sudah lampau. Struktur pada horizon A dan B mempunyai

bentuk gumpat menyudut, sedangkan pada horizon C bentuknya remah. Struktur

gumpal menyudut tersebut ditandai pada saat kita membelah gumpalan tanahnya

menjadi 2 akan terbentuk gumpal yang mempunyai sudut. Pada musim kering,

tanah ini akan agak sedikit keras dan pada musim hujan lumayan mengembang

dan lunak, karena tanah ini mengandung sedikit mineral lempung montmorillonit.

Walaupun tanah ini mengandung montmorillonit, tetapi epipedon moliknya tetap

tidak berubah. Hal ini sebenarnya agak menyimpang dari penciri horizon dari

tanah Mollisol yang terbentuk pada daerah ini, namun pernah ada diskusi khusus

antar pakar tanah di Indonesia dan tetapi mengklasifikasikannya sebagai Mollisol.

Strukturnya bagus untuk pertumbuhan tanaman karena selain diperkaya oleh clay

yang berasal dari bahan induknya, tanah ini juga diperkaya dengan BO-nya

dimana BO tersebut juga berperan sebagai bahan sementasi (material dari BO

yang sulit lapuk seperti lignin) untuk membentuk agregat-agregat tanah, Ca2+

dari bahan induknya juga berperan sebagai bahan sementasi. Bahan organic

Page 42: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

tersebut mengisi antar layer-layernya, mewarnai tanah, dan juga menyelimuti

tanah tersebut (berperan untuk bahan sementasi). Kandungan BO dan clay yang

tinggi akan menyebabkan KPKnya menjadi tinggi. Teksturnya sudah jelas

lempung pada horizon A dan B karena partikel lempung pada horizon A sudah

terakumulasi agak lanjut ke lapisan bawahnya membentuk horizon Bw. Clay

tersebut berasal dari pengotor batuan induk dari tanah ini (Si, Al, Mg, dan kation

lainnya) yang sudah larut dimana clay terbentuk dari gabungan Si dan Al dan

akhirnya menjadi mineral sekunder yaitu mineral lempung. Konsistensi disemua

horisonnya adalah plastis, karena pada saat sampel di buat basah, pasta tanah yan

terbentuk akan menempel banyak disalah satu jari dan pipa tanah dapat dibentuk

huruf S. pH actual setiap lapisan umumnya agak netral dan netral, dimana pH ini

dipengaruhi oleh bahan induknya dan waktu pembentukan tanahnya yang sudah

berkembang agak lanjut. pH potensial disemua lapisan lebih besar daripada pH

aktualnya , maka menandakan tanah ini didominasi oleh muatan negative.

Kandungan CaCO3 disetiap lapisan sangat tinggi karena berasal dari bahan

induknya yaitu kapur koral yang didominasi CaCO3 sebanyak 90% daripada

bahan pengotornya yang hanya sekitar 10%. Pada horizon A dan B terdapat

konkresi berupa Mn yang dapat berperan juga sebagai pewarnaan tanah (tapi tidak

terlalu berperan). Bahan penyusun konkresi berupa zat-zat yang dihasilkan dari

pengendapan kimia yang melarutkan bahan yang berasal dari air laut, air danau,

dan air tanah (Munir, 1996). Bahan organic yang terkandung dari masing-masing

horizon cukup tinggi, dimana BO tersebut berasal dari penimbunan sisa-sisa daun

daun tananaman yang gugur kemudian terdekomposisi dan terakumulasi secara

terus menerus kelapisan dibawahnya. BO akan mengalami perombakan menjadi

humus yang disebut sebagai humifikasi. BO yang tinggi tersebut berasal dari

vegetasi disekitar tanah ini yang dulunya sangat banyak dan lebat. BO ini dapat

menjadi inhibitor (penghambat) pembentukan oksida Fe2+ dimana banyaknya

oksida Fe2+ akan memacu pembentukan mineral lempung geotite dan hematite.

Oksida Fe relative tidak terbentuk pada tanah yang kandungan BOnya tinggi.

Tetapi seiring dengan waktu, suatu tanah akan berkembang lanjut dan oksida-

oksida Fe akan terbentuk dan terakumulasi, apalagi bila dipicu dengan pemasokan

BO yang rendah.

Page 43: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Rezim lengas pada tanah ini adalah ustik, rejim lengas tanah ustik adalah

rezim lengas intermediere antara rezim aridic dan rezim udic. Asupan lengas dari

rezim lengas ini terbatas tetapi cukup dan cocok untuk pertumbuhan tanaman.

Tanah yang mempunyai permafrost tidak akan mempunyai rezim lengas ini.

Rezim suhu tanahnya adalah isohypothermic, isohypotermic menunjukkan suhu

rata-rata tahunanya diatas 22°C (Soil Survey Staff, 2014)

Horizon pencirinya adalah mempunyai epipedon mollik, yang ditandai

dari perubahan warna dan struktur dari antar lapisan secara signifikan. Klasifikasi

tanah menurut USDA adalah Mollisol, sedangkan menurut FAO dan PPT Bogor

adalah Rendzina. Menurut Soil Survey Staff (2014), tanah yang termasuk

Molllisol adalah tanah yang mempunyai epipedon mollik, memenuhi syarat

karakteristik epipedon mollik (perubahan struktur atau warna secara signifikan

dan atau strukturnya remah), mempunyai subhorison salah satunya diatara argilik,

kandik, atau natrik. Serta mempunyai kejenuhan basa diatas 50%.

SITE 6

Sumber : Dokumn Pribadi

Pengamatan stopsite 6 ini dilakukan di perbukitan Jiwo. Perbukitan Jiwo

adalah daerah perbukitan rendah yang terletak diantara kota Klaten dengan

Pegunungan Selatan. Perbuktian ini mencuat dari daerah rendah di sekitarnya,

yang merupakan kaki selatan tenggara dari Gunung Merapi. Oleh karena kota

kecamatan Bayat terletak pada kaki perbukitan Jiwo ini, daerah perbuktian Jiwo

juga sering dikenal dengan daerah Bayat. Daerah Perbukitan Jiwo merupakan

Page 44: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

daerah yang relatif sempit namun memiliki kondisi geologi yang kompleks.

Semua jenis batuan dapat dijumpai di daerah ini pada tempat-tempat singkapan

yang mudah dicapai.

Jokotuwo termasuk ke dalam deretan Perbukitan Jiwo Timur yang terdiri

dari gunung-gunung: Konang, Pendul, Semangu, Jokotuwo dan Temas. Joko

tuwo merupakan tubuh batuan intrusi mikrodiorit. Ini masih berada di perbukitan

Gunung Pendul sebelah utara, dengan jarak kurang lebih 150 meter kearah barat

dari stopsite watuprau. Lokasi pengamatan tepat di samping jalan desa. Keadaan

kelerengan cukup terjal, dengan ketinggian tebing kecil sekitar 3 meter.

Letak koordinat batuan metamorf yang diamati ini yaitu S 07°45’37,7” E

110°40’28,9” dan berada di ketinggian 154,6 mdpl. Bentang lahan utamanya

adalah marmer yang terbentuk pada saat diorit yang melakukan intrusi tersebut

mempunyai magma yang panas (suhunya tinggi) lalu menabrak kapur

numulit/koral (watu prau) sehingga kapur numulit tersebut mengalami

rekristalisasi tetapi komponen penyusunnya tetap, dan terbentuknya batuan ini

disekitar kanan kiri intrusi tersebut. Batuan ini juga dapat terbentuk di zona

subduction dimana terjadinya pendesakan secara terus menerus pada lempeng

benua oleh lempeng samudra sehingga penyababkan terjadinya pergesekan yang

lalu menghasilkan magma yang mempunyai suhu yang sangat tinggi (sangat

panas)dan lalu melakukan intrusi dan menabrak kapur numulit dan menghasilkan

marmer muda seperti di Gunung Jokotuo ini. Marmer muda pada Gunung Jokotuo

ini merupakan marmer yang kualitasnya kurang bagus. Marmer muda ini

berwarna putih keabuan, kadang kemerahan berstuktur foliasi, dan bertekstur

granuloblastik. Terjadinya struktur foliasi terjadi karena proses rekristalisasi oleh

karena adanya tenaga endogen. Akibat rekristalisasi, maka struktur asal batuan

membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Batuan marmer ini diperkirakan

berumur sekitar 30–60 juta tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier. Deposit

dari marmer muda ini tidak banyak karena bekas penambangan yang berlebihan.

Marmer muda ini bila ditetesi dengan HCl maka akan menghasilkan buih-buih

yang menandakan masih terkandungnya CaCO3 didalam batu marmer ini

walaupun strukturnya berubah dan tidak mirip sama sekali dari bentuk kapur

numulitik sebelumnya. Topografi pada daerah ini adalah berombak-bergelombang

Page 45: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

dengan kemiringan sekitar 8-15%. Pola drainase nya adalah dendritik yang

berberentuk seperti alur sungai.

Kebatuan dari kenampakan permukaan tanahnya banyak, yang berisi batu

marmer itu sendiri dan bebatuan lainnya, dengan kerakal yang sedikit. Kondisi

didaerah ini lembab yang diikuti dengan iklim mikro berupa curah hujan 4-6

bulan. Tutupannya berupa vegetasi tanaman tahunan tetapi tidak terlalu banyak.

Bahan induknya adalah batuan metamorf yang terbentuk di samping kanan kiri

intrusi karena panas yang tinggi (diorite yang menabrak kapur numulit). Jeluk

mempan sekitar 60-70cm. Drainase pada daerah ini mempunyai permabilitas yang

sedang dengan limpasan yang lambat. Sedangkan erosi atau sedimentasinya

berupa erosi lembar. Erosi lembar adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis

permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air

larian yang mengalir di permukaan tanah secara merata sehingga partikel-partikel

tanah yang hilang merata di permukaan tanah yang menyebabkan permukaan

tanah menjadi lebih rendah secara merata. Penggunaan lahan berupa hutan

sekunder yang ditanami tanaman-tanaman tahunan seperti jati, dengan kesesuaian

lahan masuk dalam kategori S2 (sesuai).

Horizon yang ada pada profil tanah yang diamatin hanya terdapat horizon

A dengan kedalaman >50cm yang dalam klasifikasi USDA masuk dalam kategori

Inceptisol, sedangkan menurut FAO dan PPT Bogor masuk dalam kategori

Regosol. Menurut Soil Survey Staff (2014), inceptisol mempunyai ciri memiliki

endopedon dari salah satu berikut ini: cambic, calcic, petrocalcic, gypsic,

fragipan, sulfuric, atau crycic; mempunyai solum dengan ketebalan >50cm,

kandungan lempung yang sedikit (<8%), mempunyai epipedon dari salah satu:

plaggen, mollik, umbrik, histic, atau folistic, dan dapat juga mempunya epipedon

salic; dan mempunyai KPK 15%atau lebih pada kedalaman 20-50cm, tetapi KPK

akan menurun seiring dengan pertambahan panjang solum (>50cm).

Warna horizon A dari profil tanah ini mempunyai matriks 10 YR ¾

(coklat kekuningan gelap) dimana warna tanah ini dipengaruhi oleh bahan

induknya itu sendiri. Buol et al. (1989) cit. Tufaila et al. (2011) menyebutkan

bahwa karakteristik batuan induk mempengaruhi sifat tanah yang terbentuk.

Tekstur yang dimiliki dari tanah ini berupa geluh pasiran, dimana pada saat tanah

Page 46: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

dibuat adonan berupa bubur diatas telapak tangan, ketika digosok-gosk dengan

cari terasa kasar. Struktur yan dimiliki berbentuk remah dan kasar (5-10mm).

Konsistensinya pada keadaan basah menunjukkan agak lekat karena menempel

sedikitpada jari dan pipa yang dibentuk berupa pipa yag retak-retak dan tidak

dapat dibentuk pola tertentu. pH potensial yang terukur lebih besar (6) daripada

ph aktualnya (5) yang menandakan tanah didominasi oleh muatan negative. Bahan

organic yang terkandung pada sampel yang diambil hanya sedikit sekali yang

menandakan belum ada akumulasi dan dekomposisi bahan organic lebih lanjut

(tanah belum berkembang lanjut). Walaupun tanah ini belum berkembang lanjut,

tanah ini sudah memiliki bahan organic walaupun sedikit, yang dikarenakan oleh

ikliim mikro yang lembab yang dapat mendukung terjadinya humifikasi BO.

Kelerengan yang cukup curam juga memicu pembentukan tanah dengan ketebalan

yang tipis karena pengaruh erosi yang cukup tinggi oleh air, seperti oleh air hujan.

Vegetasi yang masih jarang dan tidak terlalu lebat menyebabkan tanah belum

terbentuk lebih lanjut dan menyebabkan akumulasi sisa-sisa tanaman masih

sedikit sehingga BOnya pun masih sedikit. Pada dasarnya, daerah pengangkatan

di Pulau Jawa itu terangkat bersama-sama, tetapi umur terbentuknya suatu batuan

berbeda-beda.

SITE 7

Page 47: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Sumber : Dokumen PribadiPada stopsite 7 ini berada di sekitar Kabupaten Klaten bagian selatan,

Provinsi Jawa Tengah yang berada di ketinggian 139,3 mdpl. Lokasi ini berada di

titik koordinat S 07◦ 47’ 37,8” LS dan E 110◦ 42’ 53”. Lokasi stopsite ini berada

di dekat jalan raya dengan macam observasi singkapan. Bentang lahan (landform)

utama nya berupa sedimen laut dalam dengan bentuk topografi berombak. Pola

drainase di daerah ini berupa dendritik, dimana anak-anak sungainya bermuara

pada induk sungai dengan sudut lancip. Model pola dendritik ini seperti pohon

dengan tatanan dahan dan ranting sebagai cabang-cabang dan anak-anak

sungainya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah batuan yang sejenis dengan

penyebaran yang luas (Asdak, 2002). Selain itu, lerengnya berbentuk cekung yang

memungkinkan air untuk bisa tertampung disini dan menjadi sumber ketersediaan

air bagi tanaman disini. Timbulan mikro yang ada di daerah ini berupa terasering

yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Permukaan tanah di daerah ini rata-rata

didominasi oleh batuan dan kerakal dengan kondisi tanahnya kering dan

ditumbuhi oleh semak belukar serta akasia. Batuan induknya diperkirakan

merupakan batuan sedimen laut dalam yang dipengaruhi oleh arus turbid dengan

jeluk mempan atau batas akar dapat menjangkau/menyerap air hingga 50 cm.

Tingkat drainasenya tergolong baik dengan permeabilitas (masuknya air ke dalam

tanah) yang cepat dan tidak ada limpasan (run off). Bentuk erosi/sedimentasi

berupa erosi parit dengan penggunaan lahan didominasi hutan sekunder. Vegetasi

hutan ini didominasi oleh jati, kacang tanah, dan akasia dengan kesesuaian lahan

S4.

Horison pada stopsite ini sekitar 10-50 cm dengan jeluk sebesar 3-7 cm.

Warnanya putih keabu-abuan dengan matrik horison 5 YR 3/2 pada lereng dan 2,5

YR 4/2 pada daerah cekungan. Tekstur tanahnya geluh pasiran dengan banyak

terdapat batuan, kerikil, maupun kerakal dan struktur tanahnya remah. Kondisi

lengasnya basah dan tingkat konsistensi yang plastis dan agak lekat. Pori tanah

nya tergolong besar atau makro dengan jumlah yang banyak (+++). Setelah dicek,

pH lapangan 6 hingga 7,5 pada beberapa sampel tanah yang diambil. Kandungan

karbonat juga relatif banyak (+++) dan kandungan kapur yang sangat banyak (++

++).

Page 48: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Berdasarkan sifat dan horison pencirinya, rejim lengas tanahnya berupa

ustik dan rejim suhu tanah berupa isohipertermik. Berdasarkan klasifikasi tanah

yang ada, oleh USDA tanah di stopsite ini diberi nama entisol. Sedangkan oleh

PPT Bogor diberi nama Litosol.

SITE 8

Sumber : Dokumen PribadiPada stopsite 8 ini berada di Kaki Tebing di Pinggiran Jalan Raya di

Kawasan Teluk Pacitan, Provinsi Jawa Timur yang berada di ketinggian 75 mdpl.

Lokasi ini berada di titik koordinat S 08◦ 13’ 8,17” LS dan E 111◦ 4’ 4,14”.

Lokasi stopsite ini berada di dekat teluk pacitan ±1km. Bentang lahan (landform)

utama nya berupa intruksi andesit yang terbentuk akibat suatu adanya aktivitas

magma (plutonisme) yang berada di bawah permukaan bumi yang berusaha keluar

namun tidak muncul ke permukaan akibat adanya tekanan dan temperatur yang

sangat tinggi dari dalam bumi. Landform di daerah ini didominasi bentuk

topografi berbukit dan torehan yang sedang. Pola drainase di daerah ini berupa

dendritik. Model pola dendritik ini seperti pohon dengan tatanan dahan dan

ranting sebagai cabang-cabang dan anak-anak sungainya. Pola ini biasanya

terdapat pada daerah batuan yang sejenis dengan penyebaran yang luas (Asdak,

2002). Permukaan tanah di daerah ini terdapat batuan dan kerakal dengan jumlah

sedang dan kondisi tanahnya lembab dan ada tutupan yang tumbuh di atas

permukaan tanah pada stopsite ini. Batuan induknya diperkirakan merupakan

andesit dengan jeluk mempan atau batas akar dapat menjangkau/menyerap air 35

hingga 40 cm. Tingkat drainasenya tergolong bagus/tinggi dengan permeabilitas

Page 49: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

(masuknya air ke dalam tanah) yang tinggi dan limpasan (run off) rendah. Tingkat

erosi/sedimentasi rendah dengan penggunaan lahan didominasi tumbuhan hutan.

Vegetasi hutan ini didominasi oleh akasia, mahoni, dan jati dengan kesesuaian

lahan S3.

Warna horison tanah di stopsite ini adalah brown hingga dark yellowish

dengan matrik horison 10 Yr 4/4. Tekstur tanahnya lempung debuan dengan tidak

terdapat batuan, kerikil, maupun kerakal dan struktur tanahnya remah. Kondisi

lengasnya lembab hingga basah dan tingkat konsistensi gembur, agak plastis, dan

agak lembab. Setelah dicek, pH lapangan 6,5 pada beberapa sampel tanah yang

diambil. Kandungan karbonat tidak ada dengan sedikit bahan organik dan

kandungan kapur yang sangat banyak (++++).

Berdasarkan sifat dan horison pencirinya, rejim lengas tanahnya berupa

ustik dan rejim suhu tanah berupa isohipertermik. Berdasarkan klasifikasi tanah

yang ada, oleh USDA tanah di stopsite ini diberi nama entisol. Menurut FAO

diberi nama regosol. Sedangkan oleh PPT Bogor diberi nama Litosol.

SITE 9

Pengamatan Site “Bukit Bedoyo” dilakuakan di lokasi dengan koordinat S 08° 13' 8.17" dan E 111° 4' 4.14" pada ketinggian 75 mdpl. Setelah dilakukan pengamatan, didapatkan data-data seperti bentang lahan (Landform), kelerengan, pola drainase, kenampakkan permukaan tanah, bahan induk, vergetasi, penggunaan lahan serta kesesuaian lahannya.

Tanah andosol yang berada di Bedoyo gunung kidul merupakan stopsite

yang unik dimana ditemukan tanah andosol di atas bukit kapur. Hal ini merupakan

suatu yang unik bila dilihat dari pembentukan tanah andosol, tanah ini merupakan

tanah yang terbuat dari bahan induk yaitu abu vulkan yang merupakan abu akibat

kegiatan vulkanik gunung berapi. Sebelumnya proses pengankatan sepertinya

lebih dulu terjadi pada masa eosin sampai miosen sehingga terbentuklah bukit

kapur di wilayah Bedoyo, kemudian adanya letusan gunung berapi dari gunung

lawu membuat material gunung api berupa abu vukan banyak terdapat di atas

bukit kapur tersebut. Batuan yang menjadi batuan induk pembentuk tanah andosol

adalah campuran dari abu vulkan disekitar bukit Bedoyo dan batu kapur koral atau

Page 50: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

lautan dangkal. Kemudian seiring berjuta-juta tahun abu vulkan tersebut melapuk

kemudian menjadi tanah andosol yang berada di atas bukit kapur. Karena tanah

andosol mengandung alofan maka dalam uji khemikalia dingunakan NaF untuk

mengukur pH tanah ini. Dari uji PH dengan menggunakan KCl yang

menujnukkan PH potensial menghasilkan PH 6 sedangkan pada pengujian pH

NaF 8,5 seharusnya pH NaF andosol lebih dari 9 yang menandakan terdapat

mineral alofan. Hal ini disebabkan karena kesalahan analisis dan waktu

penganalisisan yang lama sehingga menyebabkan tanah menjadi kering dan

mineral alovannya hilang.

Keberadaan Mineral alofan menyebabkan tanah ini mempunyai KTK

yang besar, Retensi air tinggi dan bobot isi yang rendah. Akan tetapi pada tingkat

perkembangan alofan menjadi haloysit maka Andisol akan kehilangan sifat KTK

tanah yang besar , daya menahan air yang tinggi . Umumnya mempunyai

kejenuhan basa relatif rendah tetapi mempunyai AL dapat ditukar relatif tinggi.

Terbawa oleh sifat mineral lempung dominan yang dimilikinya maka andosol

mempunyai sifat tiksotrofik, mempunyai kemampuan mengikat air besar,

porositas tinggi, bobot isi rendah, gembur, tidak plastis dan tidak lengket serta

kemampuan fiksasi fosfat yang tinggi.

Daftar Pustaka

Munir, M. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.

Prasetyo, B. H. 2007. Perbedaan sifat-sifat tanah Vertisol dari berbagai bahan

induk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9 (1): 20-31.

Page 51: Laporan Praktikum Lapangan Geomin 2

Sunarminto, B. H, Makruf Nurudin, Sulakhudin, Cahyo Wulandari, 2014. Peran

Geologi dan Mineralogi Tanah untuk Mendukung Teknologi Tepat

Guna dalam Pengelolaan Tanah Tropika.Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Ford, D.C., Williams, P., 2007. Karst Hydrogeology and Geomorphology. John

Wiley & Sons. Chichester.

Haryono, E., Adji, T.N.,2004. Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Bahan Ajar.

Kelompok Studi Karst. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.

Litwin, L., Andreychouk, V., 2007. Characteristics of High-Mountain Karst Based

on GIS and Remote Sensing. Environ Geol. 54: 979-994. DOI:

10.1007/s00254-007-0893-5.

Milanovic, P. 2005. Water Resources Engineering in Karst. CRC Press. Florida

Parise, M., Qiriazi, P., Sala, S., 2007. Evaporite Karst of Albania: Main Feature

and Case of Environmental Degradation. Environ Geol. 53: 967-974. DOI: 

10.1007/s00254-007-0722-x.

Soil Survei Staff. 2014. Key to Soil Taxonomy. USDA. USA

Waltham, T., Bell, F., Culshaw, M., 2005. Sinkholes and Subsidensce – Karst and

Cavernous Rocks in Engineering and Construction. Springer. Chichester.