laporan praktikum lapangan pt. asa

Upload: kemond

Post on 13-Oct-2015

311 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

laporan lapangan

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN DI PT. ADI SATRIA ABADI

Disusun Oleh :RANDY NEWMAN HUTAGALUNG11314028

SEKOLAH TINGGI TEKNIK LINGKUNGAN YAYASAN LINGKUNGAN HIDUPYOGYAKARTA 2011I. PENDAHULUANI.1. Latar BelakangIndustri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Industri Penyamakan kulit sebagai salah satu industri yang berpotensi menghasilkan limbah, terutama tanin, kromium, suspensi solid, BOD, COD dan klorida. Sejauh ini masalah utama yang masih sering dipermasalahkan dalam indutri ini yaitu mengenai penanganan limbah yang dihasilkan, karena industri ini mempunyai konsekuen untuk dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya baik melalui air, tanah dan udara. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengendalian Pencemaran Lingkungan, menjelaskan bahwa tidak diperkenangkan membuang limbah cair kedalam tanah kecuali mendapat izin dari mentri terkait dan berdasarkan hasil penelitian. Olehnya itu diharapkan bahwa setiap kegiatan industri yang mengeluarkan limbah harus dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah, dengan harapan untuk menekan dampak yang terjadi, sehingga kelestarian lingkungan dapat teratasi. Berdasarkan hal di atas, penulis memilih Industri penyamakan kulit sebagai industri yang akan di audit produksi bersih. Industri penyamakan kulit ini berada di daerah Cibuluh Bogor dan masih tergolong ke dalam industri skala kecil. Limbah yang dihasilkan tidak terlalu banyak, seperti halnya industri-industri penyamakan kulit pada skala besar. Namun, hal tersebut tidak dapat menghalangi adanya suatu pengendalian dan pengurangan limbah produksi.

II.2. TUJUAN Tujuan dari kunjungan praktikum ke Industri Kulit PT. Adi Satria Sbadi (ASA), Yogyakarta ini yaitu : a) Untuk mengetahui jenis limbah yang dihasilkan oleh industri penyamakan kulit.b) Untuk mengetahui sumber dan karateristik limbah cair industri penyamakan kulit. c) Untuk mengetahui proses pengolahan limbeh cair pada Industri Penyamatan kulit. d) Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari industri penyamakan kulit.

II. METODOLOGIProsedur Praktikum Lapangan Waktu : Senin, 31 Oktoberr 2011 Tempat : Industri Penyamakan Kulit PT. Adi Satria Abadi (ASA)Prosedur :

1. Persiapan Persiapan dimulai dari pengurusan izin kunjungan lapangan dari pihak kampus dan dari pihak perusahaan.2. Pelaksanaan Wawancara & tour fasilitas dengan para manajer produksi atau yang bertanggung jawab menentukan informasi penting. 3. Evaluasi data Membandingkan proses produksi yang terjadi di lapang dengan yang ada di referensi dan dapat berupa ringkasan dari proses operasi, material dan energi yang menggunakan diagram alir. 4. Laporan ringkas Pembuatan laporan hasil kunjungan lapangan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perusahaan kulit PT. Adi Satria Abadi berlokasi di desa Banyakan, Kecamatan Sitimulyo, Kabupaten Bantul DIY dan menempati lahan seluas + 10.000 m2 dengan luas bangunan + 19.600 m2 (bangunan bertingkat II). Denah perusahaan dan bagian proses produksi p[ada perusahaan tersebut diberikan pada lampiran 1. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang memproduksi bahan kulit setengah jadi yakni pickle dan wet blue menjadi bahan kulit jadi (tersamak) yang khusus diarahkan untuk produk sarung tangan kualitas ekspor. Perusahaan ini merupakan relokasi dari pabrik induk yang ada di Jalan Lowanu, sedangkan proses pengolahan menjadi sarung tangan dilakukan di kawasan LIK Jalan Solo, Yogyakarta. Perusahaan ini memiliki jumlah pekerja sebanyak 150 orang yang beroperasi setiap hari tanpa shift. Mengingat perusahaan masih dalam taraf relokasi dan penyempurnaan maka proses produksi masih belum maksimal. Bahan baku diperoleh dari pemasok lokal serta impor dari Afrika. Fasilitas pendukung yang terdapat di perusahaan ini meliputi unit laboratorium pengembangan dan instalasi pengolahan air limbah.Proses produksi yang dilakukan di perusahaan ini meliputi berbagai tahapan yakni dari persiapan bahan baku, pengolahan produksi sampai tahap finishing. Persiapan bahan baku meliputi proses perendaman bahan baku, dilakukan pembersihan serat kasar dan serat halus. Proses produksi yakni penyamakan dan perwarnaan dilakukan berturut-turut di tabung / drum proses dengan menggunakan bahan-bahan kimia penyamak, pewarna serta bahan pendukung lainnya. Dari proses produksi tersebut selanjutnya kulit diberi talk/kapur, permukaan dihaluskan kembali, dilakukan pemotongan tepi dan dikeringkan. Tahap finishing meliputi pelemasan kulit, penghalusan kembali permukaan kulit, perentangan, pengukuran dan pemisahan produk (uji kontrol kualitas).Kunjungan produksi bersih dilakukan pada industri penyamakan kulit PT. Adi Satria Abadi. Lokasi pabrik terdapat di Bantul, Yogyakarta yang telah berdiri sejak tahun . Kapasitas produksi di pabrik ini untuk kulit kambing 1000 lembar/hari, dan kulit domba 2000 lembar/hari. Bahan baku yang digunakan berupa kulit kambing, dan domba yang diperoleh dari rumah potong hewan yang berasal peternakan sekitar daerah sleman tersebut. Bahan baku sebelumnya dikumpulkan oleh pengumpul dan kemudian dijual ke pabrik. Pasokan bahan baku yang diperoleh juga dipengaruhi oleh waktu. Suplai kulit akan meningkat pada hari-hari tertentu seperti hari raya idul adha. Namun, kulit yang berasal dari hewan kurban pada umumnya memiliki kualitas yang rendah karena kulit tidak mendapatkan penanganan awal yang baik setelah kulit dipisahkan dari hewan. Pengolahan kulit yang dilakukan adalah mengolah bahan mentah berupa kulit hewan sampai menjadi bahan setengah jadi yaitu lembaran kulit yang siap diolah. Lembaran kulit ini dapat diolah menjadi produk lain seperti sepatu, tas, dan jaket kulit. Waktu pengolahan yang diperlukan mulai dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi adalah 20 hari. Proses tersebut terdiri atas 17 tahap, yaitu pengawetan, pengurangan kadar garam, perontokan bulu, pencucian, pembuangan daging, pembuangan kapur, pencucian, pengasaman (pikel), penyamakkan (tanning), penipisan atau penyerutan, pewarnaan dasar, pencucian, pengeringan, perenggangan, spraying, penyetrikaan, serta pengukuran dan penyortiran.

A. Bahan BakuKomoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak. Kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses pengawetan atau siap samak. Kulit mentah dibedakan atas kulit hewan besar (hides) seperti sapi, kerbau, steer, dan kuda, serta kelompok kulit yang berasal dari hean kecil (skins) seperti kambing, domba, calf, dan kelinci termasuk di dalamnya kulit hewan besar yang belum dewasa seperti kulit anak sapi dan kuda. Secara topografis kulit dibagi menjadi 3 bagian. Gambar 1 menunjukkan topografi kulit hewan secara umum. a. Daerah krupon, merupakan daerah terpenting yang meliputi kira-kira 55% dari seluruh kulit dan memiliki jaringan kuat dan rapat serta merata dan padat. b. Daerah leher dan kepala meliputi 3% bagian dari seluruh kulit. Ukurannya lebih tebal dari daerah krupon dan jaringannya bersifat longgar serta sangat kuat. c. Daerah perut, paha, dan ekor meliputi 22% dari seluruh luas kulit. Bagian tersebut paling tipis dan longgar.

Gambar 1. Topografi kulit hewan

Komposisi kimia kulit terdiri atas air, protein, lemak, garam mineral, dan zat lainnya. Kandungan air pada tiap bagian kulit tidaklah sama. Bagian yang paling sedikit mengandung air adalah krupon (bagian punggung), selanjutnya berturut-turut adalah bagian leher dan perut (Purnomo, 1985). Kadar air berbanding terbalik terhadap kadar lemak. Jika kadar lemaknya tinggi maka kadar airnya rendah (Purnomo, 1985). Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia kulit mentah segar. Terlihat dalam Tabel 1 bahwa kandungan protein pada kulit memiliki presentasi yang tinggi sehingga harus segera dilakukan proses pengawetan dan penyamakan agar kulit tahan lama.Tabel 1. Komposisi substantsi kimia kulit segarKomponenPresentase (%)

Air64

Protein Protein Fibrous Elastin Kolagen KeratinProtein Globular Albumin, globulin Mucin, mucoid33

0.3292

107

Lemak2

Garam Mineral0.5

Zat lain0.5

B. Proses ProduksiProses penyamakan kulit berawal dari proses pengawetan kulit dengan menggunakan garam giling. Kulit yang diawetkan belum mengalami penanganan apapun. Pengawetan dilakukan pada suatu ruangan dimana kulit dilebarkan dan hanya ditumpuk, tanpa ada sortasi berdasarkan jenis kulit. Garam giling ditambahkan dan diratakan pada permukaan kulit yang tidak berbulu sebelum kulit ditumpuk pada ruang pengawetan. Tujuan pengawetan ini adalah untuk mengurangi kadar air pada kulit. Kulit dibiarkan dalam ruang pengawetan selama kurang lebih sehari semalam. Produksi dilakukan jika kulit yang tersedia minimal satu ton, karena lama proses dan biaya serta energi yang dikeluarkan untuk memproses kulit tidak bergantung pada jumlah, dengan kata lain banyak atau sedikit kulit yang diproses sama saja. Oleh karena itu pemrosesan kulit dalam jumlah sedikit menjadi tidak efisien. Jumlah optimal untuk dilakukan proses produksi adalah 1,5 ton, yang mewakili 1000 lembar kulit kambing dan mewakili 75-80 lembar kulit sapi. Garam giling yang ditambahkan sebanyak 1 kg untuk setiap lembar kulit kambing dan 5 kg untuk setiap lembar kulit sapi. Kulit yang telah mengalami pengawetan bisa bertahan hingga dua minggu, sedangkan kulit yang tidak mengalami pengawetan akan membusuk hanya dalam satu sampai dua hari. Proses ini menghasilkan limbah berupa air dan garam. Penyusutan massa kulit akibat penurunan kadar air sebesar 10-15%. Garam sisa setelah proses pengawetan menjadi berwarna kemerahan dan menjadi limbah padat. Ruang pengawetan dan penyimpanan garam giling dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Ruang Penyimpanan GaramGambar 3. Ruang Pengawetan

Setelah pengawetan, tahapan kedua adalah pencucian pada kulit untuk menghilangkan garam yang masih menempel pada kulit. Kulit dimasukkan dalam alat yang disebut molen seperti Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Alat Molen

Jumlah air yang dimasukkan adalah seberat massa kulit. Untuk pencucian diperlukan 4 kali penggantian air. Seluruh proses pencucian memerlukan waktu antara 5-6 jam. Proses ini juga menghasilkan limbah berupa air hasil pencucian. Pencucian sebenarnya dilakukan hingga air buangan sudah tidak terlalu keruh dan kadar garamnya maksimal 10%. Setelah itu, kulit dipindahkan ke molen berikutnya untuk tahapan ketiga, yakni proses perontokan bulu. Untuk proses ini ditambahkan kapur dan sianida masing-masing sejumlah 5% dan 2.5% dari berat kulit yang masuk. Kapur berfungsi untuk pembengkakan kulit dan sianida yang berfungsi untuk perontokan bulu. Proses ini juga memakan waktu sekitar 8 jam. Limbah yang dihasilkan dari proses ini adalah limbah padat berupa bulu dan limbah cair berupa larutan kapur dan sianida. Output dari proses ini berupa kulit tanpa bulu. Kulit yang telah dirontokkan bulunya mengandung kapur sehingga perlu dilakukan proses pencucian. Pencucian sebagai tahapan keempat dilakukan dengan kembali memutar kulit dalam molen sebanyak 2 kali dengan jumlah air yang ditambahkan 2 kalinya berat kulit yang masuk. Pada proses ini dilakukan 10-15 kali pemutaran molen dan memerlukan waktu sekitar jam. Dengan demikian proses ini menghasilkan air yang mengandung kapur dan sianida sebagai limbahnya. Selain bulu, pada kulit biasanya masih terdapat sisa daging. Sisa daging yang masih menempel pada kulit perlu dihilangkan. Oleh karena itu, tahapan kelima adalah proses penghilangan daging yang dilakukan dengan menggunakan alat di bawah ini.

Gambar 5. Alat Penghilang DagingKulit diselipkan di antara roller dan daging akan terlepas dari kulit dengan sendirinya. Proses penghilangan daging dilakukan secara manual dengan memasukkan kulit satu per satu. Proses ini menghasilkan limbah padat berupa daging. Penurunan berat kulit akibat dipisahkannya daging sekitar 10%. Tahap keenam adalah penghilangan kapur. Tahap pencucian sebelumnya hanya menghilangkan sebagian besar kapur dan sianida, akan tetapi masih terdapat kapur yang menempel pada kulit. Untuk itu, proses penghilangan kapur ini menggunakan air, sabun khusus kulit dan teffel, serta ZA masing-masing sebanyak 100%, 0,5%, dan 1,5% dari berat kulit yang masuk. Limbah yang dihasilkan dari proses ini berupa air sisa dengan output adalah kulit dengan sedikit kandungan kapur. Kandungan kapur pada kulit pada tahap ini tidak dapat dihilangkan 100%. Pada tahap ini dilakukan 2 kali pembilasan dan memerlukan waktu sekitar 3 jam. Untuk menghilangkan sisa sedikit kapur pada kulit, kembali dilakukan pencucian. Tahap ketujuh ini memerlukan air sejumlah 2 kali berat kulit yang masuk. Limbah dari tahap ini adalah air sisa pencucian sementara output-nya adalah kulit tanpa kandungan kapur. Tahap kedelapan adalah pengasaman kulit (pikel). Untuk proses ini, ditambahkan air sejumlah 70%, garam 10%, formid acid (asam semut) 0.5%, dan asam sulfat 1% dari berat kulit yang masuk. Pengasaman memerlukan waktu perendaman minimal selama 2 jam sampai pH kulit 2-2,5. Limbah dari tahap ini adalah sisa larutan pengasaman. Tahap kesembilan adalah tanning. Pada tahap ini kulit ditambahkan chrom sebanyak 5-6% dan sodium karbonat sebanyak 0.75%. Akan tetapi penambahan sodium karbonat tidak dilakukan sekaligus melainkan dibagi menjadi 3 kali pemasukan, dengan selang waktu antar penambahan 15 menit. Limbah yang dihasilkan dari tahap ini adalah larutan sisa dan output-nya adalah kulit yang berwarna kebiruan (wet blue) yang pH-nya telah meningkat menjadi 3,8-4. Tahap kesepuluh adalah proses perataan dan pengukuran (shaping) dengan melakukan penipisan (penyerutan). Proses perataan bertujuan untuk penyeragaman kulit. Limbahnya berupa limbah padat serbuk serutan. Pada tahap ini dapat terjadi pengurangan kulit sebanyak 10%, bergantung dari ukuran kulit yang diinginkan. Proses perataan dan pengukuran ini juga dilakukan secara manual. Berikut ini adalah gambar proses perataan dan pengukuran.

Gambar 6. Proses Perataan dan PengukuranTahap berikutnya adalah proses pewarnaan dasar. Warna yang ditambahkan bergantung pada permintaan konsumen. Untuk proses pewarnaan dasar, kulit ditambahkan dengan cat dasar, minyak pelemasan kulit, dan air. Minyak pelemasan kulit sebanyak 10% dan air sebanyak 50%. Limbah yang dihasilkan adalah sisa cat dasar, minyak pelemasan kulit, dan air. Pemutaran molen untuk proses pewarnaan dasar memerlukan waktu 5-6 jam. Setelah pewarnaan dasar, tahap keduabelas adalah pencucian kembali kulit yang ditambahkan air sama dengan berat kulit yang masuk. Tahap ini menghasilkan limbah cair berupa air sisa. Tahap ketigabelas adalah pengeringan. Kulit dengan warna dasar yang sudah dibilas dikeringkan dengan dijemur di dalam ruangan. Penjemuran kulit secara langsung di bawah sinar matahari memberi hasil yang kurang baik sehingga pengeringan kulit hanya dengan mengandalkan adanya angin. Proses pengeringan dilakukan selama 24 jam. Tahap keempatbelas adalah perenggangan. Peregangan dilakukan pada ruang khusus dimana kulit satu per satu dilebarkan dan dijepit pada alat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 7. Alat PerengganganSetelah kulit dilebarkan dan dijepit, papan penjepit didorong agar masuk ke bagian ruangan yang bersuhu 700C selama 50 menit. Sebelumnya dilakukan peregangan secara manual selama 30 menit untuk menurunkan kadar air sebelum kulit dijepit pada papan penjepit dan dimasukkan dalam ruangan bersuhu 700C. Proses ini sekaligus mengeringkan kulit agar kadar air benar-benar rendah. Kemudian kulit mengalami tahap kelimabelas, yaitu proses spraying untuk memberi warna akhir pada kulit. Pemberian warna menggunakan cat kulit sesuai dengan permintaan konsumen. Limbah yang dihasilkan adalah serbuk cat. Proses spraying seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 8. Proses SprayingSetelah itu, kulit disetrika agar kulit menjadi licin. Proses penyetrikaan yang merupakan tahap keenambelas dilakukan dengan alat seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 9. Proses PenyetrikaanPenyetrikaan dilakukan pada suhu 70-1000C. Kulit juga dapat melalui pengepresan untuk memberi motif pada kulit sesuai permintaan konsumen. Tahap terakhir adalah proses pengukuran dan penyortiran sesuai standar permintaan konsumen. Apabila ada kulit yang tidak sesuai standar, maka kulit dipisahkan untuk dijual ke konsumen dengan standar kulit yang lebih rendah atau dinyatakan sebagai produk gagal (reject). Pengukuran bertujuan menentukan luas kulit dalam satuan kaki untuk selanjutnya menentukan harga jual kulit. Harga jual kulit ditentukan berdasarkan luas kulit (Rupiah per kaki). Pengukuran kulit dilakukan menggunakan alat di bawah ini.

Gambar 10. Proses Pengukuran

C. Identifikasi Munculnya Limbah dari Setiap Proses Produksi

Pada umumnya suatu proses produksi akan menghasilkan limbah. Di bawah ini adalah hasil identifikasi limbah dari setiap tahapan produksi penyamakan kulit: 1. Pengawetan Limbah cair: air yang keluar dari kulit akibat terjadinya reaksi antara garam dengan kulit yang diawetkan. Limbah padat: garam yang tercecer saat penggaraman dan garam sisa pengawetan. Limbah gas: bau busuk. 2. Pengurangan kadar garam Limbah cair: berupa air Limbah padat: sisa garam yang mengkristal pada molen 3. Perontokan bulu Limbah cair: berupa air yang telah tercampur dengan zat kapur dan sianida Limbah padat: bulu kambing atau sapi, sisa-sisa kapur yang mengkristal pada molen 4. Pencucian Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit tanpa bulu. 5. Penghilangan daging Limbah cair: berupa air yang digunakan untuk membersihkan alat. Limbah padat berupa daging yang terpisahkan 6. Pembuangan Kapur Limbah cair: berupa air kapur Limbah padat: sisa-sisa kapur yang mengkristal pada molen 7. Pencucian Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit dengan sedikit kandungan kapur. 8. Pengasaman kulit (pikel) Limbah cair: berupa sisa larutan pengasaman. 9. Tanning (Penyamakan) Limbah cair: berupa larutan sisa campuran dari chrom dan sodium. 10. Perataan dan pengukuran (Shaping) Limbah padat berupa serbuk kulit dari penyerutan kulit menggunakan mesin. 11. Pewarnaan dasar Limbah cair: berupa sisa cat dasar dan minyak pelemasan kulit dan air. 12. Pencucian Limbah cair: berupa air sisa proses pencucian. 13. Pengeringan Limbah gas: berupa uap air sisa dari proses pengeringan. 14. Perenggangan Pada proses ini umumnya tidak ada limbah yang dihasilkan. 15. Sparying (Pewarnaan) Limbah gas (udara) : serbuk cat yang terbuang di udara Limbah cair : ceceran cat yang terbuang saat penyemprotan 16. Penyetrikaan Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi suhu panas yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan penyetrikaan cukup panas. 17. Pengukuran dan Penyortiran Limbah padat berupa kulit gagal (product reject), yang masih bisa digunakan dengan kualitas lebih rendah dan kertas etiket (label).Karakteristik limbah (B3) pada setiap proses tertera dibawah ini :No.ProsesBahanKarakteristik

1.PerendamanAri, sodium hipokloridaMengandung sodium hipoklorida

2.PengapuranAir, air kapur (kalsium hidroksida)Bersifat basa

3.Pembuangan buku dan bekas dagingAir, sodium sulfideBersifat basa, limbah hydrogen sulfide

4.Penghilangan kapurEnzim, garam ammoniumBersifat basa, limbah gas ammonia

5.PencucianAirBersifat basa

6.PengasamanAir, asam sulfur, sodium kloridaBersifat asam

7.Proses kromKrom dioksida, sodium klorida, sodium bikarbonatBersifat asam mengandung krom trivalen

8.PemutihanAir, natrium karbonat, asam sulfatBersifat asam

9.PencucianAirBersifat asam mengandung krom

10.Fat LiquoringMinyakMengandung minyak

11.PemucatanBahan pemucatMengandung zat pemucat

D. Limbah B3 dan DampaknyaSebagian besar proses produksi pada industri kulit ini menggunakan bahan kimia dan yang paling dominan adalah krom. Banyak sisa krom yang tersisa dari setiap proses yang ada. Krom atau chromium ini termasuk kedalam kategori limbah B3. Krom adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meski dalam suhu tinggi. Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi. Berdasarkan urutan toksisitasnya adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI. Kelompok yang dapat terkena resiko dari keberadaan krom ini antara lain : pekerja di industry, perumahan yang terletak dekat dengan industry, dan perumahan yang dibangun diatas landfill. Pajanan yang terjadi melalui inhalasi, kulit dan oral. Dampak pada kesehatan yang dapat terjaadi antara lain : Efek Fisiologis Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal. Organ utama yang terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain yang bisa terserang adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas Efek pada Kulit : Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan Cr-IV Efek pada Ginjal : Bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis Efek pada Hati : Pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 % tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut.E. Proses Pengolahan LimbahLimbah yang dihasilkan di PT. Adi Satri Abadi berasal dari berbagai sumber dengan karakteristik yang berlainan, dengan demikian langkah modifikasi proses dan teknik pemilahan/ pengelompokan dan pencampuran limbah dapat dilakukan untuk memodifikasi sistem pengolahan yang akan diterapkan agar dapat mencapai hasil yang optimal dengan biaya pengolahan yang minimal. Limbah dari berbagai sumber yang mempunyai karakteristik hampir sama dapat dikelompokkan menjadi satu untuk menentukan treatment awal, kemudian limbah dari sumber lainnya dapat digabungkan untuk diolah bersama dalam satu IPAL terpadu. Jumlah limbah yang dihasilkan oleh PT. Adi Satria Abadi setiap harinya berkisar 200 m3. Untuk meminimalisasi jumlah limbah yang diolah dan disain IPAL, pemilahan terhadap limbah yang tidak mengandung polutan sangat diperlukan. Disamping itu perlu juga dihindari terjadinya pengenceran limbah oleh air hujan selama di saluran menuju IPAL. Sistem pengolahan air limbah (IPAL) industri kulit dapat dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Langkah pertama dilakukan pengelompokan limbah dari sumber yang mempunyai karakteristik berdekatan untuk pre-treatment terlebih dahulu (terutama limbah yang mengandung krom). Limbah ini disalurkan dalam satu saluran menuju sumur pengumpul limbah. Diujung depan dari saluran limbah harus dipasang screen, yang berfungsi untuk menahan limbah padat. Unit pre-treatment limbah ini diperlukan untuk menjaga agar beban pengolahan di IPAL terpadu tidak trelalu berat. Unit pre-treatment di industri kulit pada dasarnya untuk menghilangkan kandungan krom, padatan, lemak/minyak dan untuk netralisasi limbah.2. Dari sumur pengumpul, limbah dipompa menuju pat-pit untuk pemisahan lemak dan minyak yang terkandung di dalam limbah. Minyak yang terpisah dikeluarkan dari sistem. Limbah cair yang mengandung krom dan telah bersih dari minyak ditreatment menggunakan fero sulfat untuk mengendapkan kandungan krom yang ada. Lumpur yang kaya endapan krom ini dipisahkan dengan menggunakan klarifier. Cairan dari klarifier (aliran atas) dimasukkan ke tangki equalisasi untuk dicampur dengan limbah lain yang tidak mengandung krom. Diharapkan setelah pre-treatment, kedua kelompok limbah ini akan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda, yaitu limbah yang kaya akan bahan organik. Namun karena kondisi keasaman tidak stablil, diperlukan unit netralisasi terlebih dahulu sebelum di salurkan ke IPAL terpadu. 3. Setiap industri diwajibkan mempunyai flow rate limbah yang akan disalurkan ke IPAL terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah limbah yang dihasilkan yang akan digunakan sebagai dasar pembayaran tarif ke pengelola IPAL terpadu. 4. Limbah dari industri sebelum masuk ke IPAL terpadu dikontrol karakteristiknya terlebih dahulu. Hal ini untuk menjaga agar limbah yang masuk ke IPAL mempunyai karakteristik yang stabil. Jika karakteristik limbah tersebut berfluktuasi terlampau besar akan menjadikan beban kerja IPAL berat, bahkan dapat mematikan mikroba yang bekerja di IPAL tersebut. 5. Setelah dilakukan kontrol karakteristik, limbah masuk ke IPAL terpadu.6. Tahap pertama IPAL terpadu adalah tangki equalisasi. Tangki ini berfungsi untuk menstabilkan karakteristik limbah yang akan di proses. Disamping itu tangki ini juga berfungsi sebagai penampungan sementara, yang mana limbah dari tangki equalisasi di pompa ke unit-unit berikutnya agar aliran stabil. Hal ini untuk menjaga kestabilan proses kimia, fisika dan biologis dan untuk memudahkan dalam sistem kontrol IPAL. Pada proses equalisasi ini dilakukan penambahan 150 kg kapur setiap harinya.7. Dari tangki equalisasi limbah diproses kimia (flokulasi-koagulasi) untuk pembentukan flok-flok. Setelah pembentukan flok selesai maka flok tersebut diendapkan secara fisika agar padatan dan suspended solid yang ada dalam limbah terpisahkan secara sempurna. Padatan yang terkumpul di bagaian dasar tangki pengendap dipompa untuk dipadatkan dan dikeringkan, sedangkan cairan bagian atasnya dilakukan proses biologis untuk menurunkan kadar COD dan BOD limbah. 8. Hasil sedimentasi dari bak Koagulasi-Flokulasi sebagian mengandung limbah B3 diolah oleh pihak ketiga yaitu PT. TLI (tidak diolah oleh pihak PT. Adi Satria Abadi).9. Proses biologis yang dapat diterapkan adalah dengan proses lumpur aktif yang sudah banyak diterapkan pada sistem-sistem pengolahan limbah. Dimana sebagain lumpur yang telah dipisahkan di-recycle kembali ke tangki earasi untuk proses pengolahan limbah ini.10. Setelah proses bioligis lumpur aktif selesai, maka lumpur dipisahkan secara fisika dengan menggunakan tangki pengendapan. Cairan yang telah memenuhi baku mutu lingkungan dapat dibuang ke saluran limbah yang tersedia atau dapat juga ditambahkan satu unit alat filter air untuk meningkatkan kualitasnya yang selanjutnya air tersebut dapat digunakan sebagai air proses produksi lagi. 11. Lumpur aktif yang terpisahkan dapat digunakan sebagai media tanam tumbuhan dengan dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1. KesimpulanDari hasil kunjungan ke industri kulit di PT. Adi Satri Abadi di daerah Bantul, DIY Yogyakarta diketahui bahwa proses penyamakan kulit terdiri dari beberapa proses, yaitu penyamakan, tanning, wet blue, shaving, dying, hunging, milling, stating, pementangan dan pengukuran, penyortiran dan pengepakan. Pada proses produksi industry ini menghasilkan beberapa jenis limbah yang digolongkan berdasarkan bentuk , yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat diantaranya adalah garam yang berwarna kemerahan, daging sisa, dan serbuk kulit. Sedangkan limbah cair adalah sisa pencucian, larutan kapur, larutan asam dan larutan krom. Larutan krom merupaka limbah cair yang termasuk kedalam kategori limbah B3 dan memerlukan penanganan khusus. Proses pengolahan limbah dilakukan melalui pembuatan IPAL terpadu. Terdapat proses equalisasi, koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan bak biologi (lumpur aktif) dalam IPAL terpadu tersebut. Sebagian hasil sedimentasi berupa slugde kering diserahkan kepada pihak ketiga yaiut PT. TLI.

IV. Saran

Penerapan Produksi Bersih pada industry kulit merupakan salah satu solusi untuk menangani pencemaran lingkungan dan akan menghasilkan keuntungan. Beberapa contoh dari penerapan produksi bersih seperti : limbah cair yang mengandung bahan organic dapat digunakan untuk bahan pupuk cair, menggunakan takaran yang tepat saat penggaraman, mengoptimalkan penggunaan air (recycle), mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa, melalukan perawatan pada molen, meminimalisasi penggunaan kapur, dan menerapkan Good House Keeping.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. Departemen Kesehatan R.I. Bahan-Bahan Berbahaya dan Dampaknya terhadap Kesehatan Manusia. Jakarta 2001Fahidin dan Mislich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fateta. IPB. Bogor. Informasi Lingkungan Hidup No. 6.2002. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Penyamakan Kulit. Kementrian Lingkungan Hidup. JakartaJudoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fateta. IPB. Bogor.Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta.Shalahuddin Djalal Tanjung. Toksikologi Lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta 2002.