laporan praktikum kai pii
DESCRIPTION
kaiTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS INSTRUMEN
PERCOBAAN 2
ANALISIS PARASETAMOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
DISUSUN OLEH :
GOLONGAN/KELOMPOK : 4/1
1. Khilman Husna Pratama (G1F011036)
2. Windhiana Sapti Argi (G1F011038)
3. Gitanti Rohman (GIF011040)
4. Fathia Rahmi Zaen (G1F011044)
5. Nova Amalia (G1F011046)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2013
PERCOBAAN 2
ANALISIS PARASETAMOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
I. Tujuan
Melakukan prinsip analisis kuantitatif sampel dengan metode spektrofotometri visible.
II. Metode Percobaan
II.A. Tinjauan Pustaka
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan
untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang
didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam
spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya
visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang
lebih berperan adalah elektron valensi (Day, 1998).
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud
sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat
oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki
energi sebesar 299–149 kJ/mol. Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom
dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar
tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi(Skog,1971).
Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam
bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga analisis yang didasarkan
pada pembentukan larutan berwarna disebut juga metode kolorimetri. Jika tidak berwarna
maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang
spesifik. Dikatakan spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi yang akan dianalisis. Reagen
ini disebut reagen pembentuk warna (chromogenik reagent) (Christian, 2003).
II.B. Cara kerja
1. Pembuatan larutan standar Paracetamol
ditambah 4mL HCl 4M
diencerkan dengan aquades menggunakan labu takar 10mL
2. Penetapan panjang gelombang maksimum
diencerkan menjadi 10µg/mL
diambil 0.5mL
dimasukkan ke dalam labu takar 25mL
ditambah 0.6mL HCl 4M dan 1mL NaNO2 0.1%, didiamkan 3
menit
ditambah 1mL Ammonium Sulfamat 0.5%, didiamkan 2 menit
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 380-600nm
3. Pembuatan kurva kalibrasi
diencerkan menjadi 2,4,6 µg/mL
masing-masing diambil 0.5mL
dimasukkan ke dalam labu takar 25mL
ditambah 0.6mL HCl 4M dan 1mL NaNO2 0.1%, didiamkan 3
menit
ditambah 1mL Ammonium Sulfamat 0.5%, didiamkan 2 menit
diukur absorbansinya pada panjang gelombang maks yg didapat
dibuat kurva kalibrasinya
50mg Paracetamol
Larutan stock paracetamol
Larutan stock paracetamol
ʎ maks
Larutan stock paracetamol
Kurva kalibrasi
4. Pengukuran kadar Paracetamol dalam sediaan tablet
ditimbang satu persatu lalu degerus halus & diaduk sampai
homogen
diambil 50mg paracetamol
ditambah 4mL HCl 4 M dan 30 mL aquades
dihidrolisis selama 30 menit
diambil 0.5mL
dimasukkan ke dalam labu takar 25mL
ditambah 0.6mL HCl 4M dan 1mL NaNO2 0.1%, didiamkan 3
menit
ditambah 1mL Ammonium Sulfamat 0.5%, didiamkan 2 menit
diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
dihitung kadar paracetamol dalam sampel
III. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain: beaker glass, tabung reaksi, labu
ukur, gelas ukur, mortir dan stamper, pipet volume, pipet tetes, rubble blub, tissue, timbangan
analitik, spektrofotometer.
Bahan-bahan yang diperlukan yaitu akuades, tablet paracetamol, Larutan HCl 4M, Larutan
NaNo2 0.1%, Larutan Ammonium Sulfamat 0.5%.
10 tablet paracetamol
Kadar paracetamol
50mg paracetamol
IV. Data Pengamatan
Perlakuan Gambar
50 mg Parasetamol ditambahkan 4 mL
HCl 4M . dipindahkan pada labu takar 100
mL, diencerkan aquades
Larutan baku kemudian diencerkan
kembali menjadi 2ppm, 4ppm, dan 6ppm.
Larutan Baku ditambahkan 0,6 HCl 4 M
dan 1mL NaNO2 diamkan 3 menit,
laluditambah amonium slfamat 0,5 %
diamkan 2 menit. Akan terbentuk larutan
berwarna kekningan
Tablet paracetamol digerus homogen, lalu
ditimbang sebanyak 50 mg
Ditambahkan HCl dan 30 mL aquades,
lalu hidrolisis selama 30 menit
0,5 mL parasetamol ditambahkan 0,6 mL
HCl 4M dan 1 mL NaNO2 0,1 %, diamkan
3 m3nit lalu tambahan Ammoniun
Sulfamat 0,5%. Akan terbentuk warna
kuning pada sampel.
Lalu larutan baku dansampel dihitung
absorbansinya pada λ mak dengan
spektrofotometri vis
V. Perhitungan
Pengenceran Paracetamol Baku
a. Kadar paracetamol = 50 mg/100 mL
0,5 mg / ml
500 µg/mL
b. Pembuatan Larutan Baku 2µg/mL
M1.V1 = M2 . V2
500 µg/mL . V1 = 2 µg/mL . 25 mL
V1 = 0,1 mL
c. Pembuatan Larutan Baku 4µg/mL
M1.V1 = M2.V2
500 µg/mL . V2 = 4 µg/mL . 25 mL
V1 = 0,2 mL
d. Pembuatan Larutan Baku 6µg/mL
M1.V1 = M2.V2
500 µg/mL . V2 = 6 µg/mL . 25 mL
V1 = 0,3 mL
Pembuatan HCL 4 M
M1.V1 = M2.V2
12,063 . V1 = 4 . 100 mL
V1 = 33,16 mL
Pengukuran Absorbansi
Berat tablet = 0,607 gr = 607 mg
Larutan Baku Larutan Sampel
λ = 211 nm
blanko = 0
2 µg/mL = 0,447
4 µg/mL = 0,683
6 µg/mL = 0,746
a = 0,326
b = 0,598
r = 0,948
Λ = 211 nm
Blanko = 0
Replikasi 1 = 0,478
Replikasi 2 = 0,484
Replikasi 3 = 0,496
y = a + bx
Replikasi 1 0,478 = 0,326 + 0,598ϰ
0, 152 = 0,598 ϰ
ϰ = 0,1520,598
= 0,254 ppm
= 254 x 10-6 mg/mL
Replikasi 2 0,484 = 0,326 + 0,598ϰ
0,158 = 0,598ϰ
ϰ = 0,1580 ,598
= 0,264 ppm
= 264x10-6 mg/mL
Replikasi 3 0,496 = 0,3326 + 0,598 ϰ
0,17 = 0,598ϰ
ϰ = 0,17
0,598
= 0,284 ppm
= 284x10-6 mg/mL
Kadar
Kadar = Berat Tablet
Berat Sampel x C x fp
Kadar 1 = 60750
x 254.10-6 x 10
= 0,0308
Kadar 2 = 60750
x 264.10-6 x 10
= 0,0320
Kadar 3 = 60750
x 284.10-6 x 10
= 0,0344
Kadar (x) x̄ (x− x̄ ) (x− x̄ )2
0,0308
0,0324
-0,0016 2,56x10-6
0,0320 -0,0004 0,16x10-6
0,0344 0,002 4x10-6
Ʃ = 6,72x10-6
SD = Ʃ (x− x̄)2
n−1
= √ 6,72 x10−63−1
= √ 6,72 x10−62
= √3,36 x10-6
= 1,833 x 10-6
VI. Pembahasan
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud
sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh
mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki energi
sebesar 299–149 kJ/mol. Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan
energi terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu
membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi lebih
tinggi atau menuju keadaan tereksitasi (Ganjar, 2007).
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata
manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut
warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari
spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang
terdapat pada spektrum sinar tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.
Panjang gelombang (nm) Warna warna yang diserapWarna komplementer
(warna yang terlihat)
400-435 Ungu Hijau kekuningan
435-480 Biru Kuning
480-490 Biru kehijauan Jingga
490-500 Hijau kebiruan Merah
500-560 Hijau Ungu kemerahan
560-580 Hijau kekuningan Ungu
580-595 Kuning Biru
595-610 Jingga Biru kehijauan
610-800 Merah Hijau kebiruan
(Ganjar, 2007)
Pada spektrofotometer sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan lampu
tungsten yang sering disebut lampu wolfram. Wolfram merupakan salah satu unsur kimia, dalam
tabel periodik unsur wolfram termasuk golongan unsur transisi tepatnya golongan VIB atau
golongan 6 dengan simbol W dan nomor atom 74. Wolfram digunakan sebagai lampu pada
spektrofotometri tidak terlepas dari sifatnya yang memiliki titik didih yang sangat tinggi yakni
5930 °C (Riyadi, 2009).
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang
dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks. Hal ini disebabkan
jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin
akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil. Berdasarkan hukum Beer, absorbansi akan
berbanding lurus dengan konsentrasi, karena harga b dapat diabaikan dan ε merupakan suatu
tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi,
begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah
(Hukum Lamber-Beer) (Ganjar, 2007).
Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam
bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga analisis yang didasarkan pada
pembentukan larutan berwarna disebut juga metode kolorimetri. Jika tidak berwarna maka
larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang spesifik.
Dikatakan spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi yang akan dianalisis. Reagen ini disebut
reagen pembentuk warna (chromogenik reagent). Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh reagen pembentuk warna:
1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu beberapa
jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan. Oleh sebab itu
harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap kali analisis.
2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik.
4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran.
5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga
warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut saja.
6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan yang
dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi suatu
bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang
dikehandaki tidak sempurna.
7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang dikehendaki
dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.
(Seran, 2011)
Dalam praktikum kali ini yang akan ditentukan kadarnya adalah obat parasetamol.
Parasetamol mempunyai rumus kimia C8H9NO2, BM 151,16 dan rumus bangun
OH
NHCOCH3
Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-para-aminofenol asetominofen adalah obat
analgesik and antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-
sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik
salesma dan flu. Parasetamol aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis
obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain
seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Parasetamol tidak
tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti
permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada
janin (Suwadi, 2012).
Adapun monografi bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah sebagai
berikut :
1. Parasetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%,
mempunyai rumus molekul C8H9NO2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan,
dengan bobot molekul 151,16. Parasetamol mempunyai bentuk hablur atau serbuk putih,
tidak berbau, rasa pahit, memiliki suhu lebur 169 C sampai 172 C. larut dalam 70 bagian
air, dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P
dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida (Obie, 2009).
2. Asam Klorida
H – Cl
Asam klorida mengandung tidak kurang dari 35,0% dan tidak lebih dari 38,0%
HCl. Pemerian cairan; tidak berwarna; berasap; bau merangsang. Jika diencerkan dengan
dua bagian air, asap dan bau hilang. Bobot per mL lebih kurang 1,18gram. Keasaman-
kebasaan Larutan yang sangat encer masih bereaksi asam kuat terhadap kertas lakmus .
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. Khasiat dan penggunaan zat tambahan
(Anonim, 1979)
3. Natrium Nitrit (NaNO2)
Hablur atau granul, tidak berwarna atau putih kekuningan rapuh, kelarutan larut
dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam etanol 95 % P (Anonim, 1995).
4. Ammonium Sulfamat
Kristal atau granula padat tidak berwarna hingga putih; Sedikit berbau amonia;
Rumus molekul (NH4)2SO4; Berat molekul 132,14; Titik didih 330oC pada 760 mmHg;
Titik lebur 235-280 oC, 508-553 oK, 455-536 F (terdekomposisi); Kerapatan 1,77 pada
50oC (122F); Kelarutan dalam air 70,6 g/100 mL (0oC), 74,4 g/100 mL (20oC), 103,8
g/100 mL (100oC); Tidak larut dalam alkohol, aseton, dan amonia (Badan POM, 2011)
5. Aquades
H-O-H
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat
dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain.
Pemeriannya cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau (Anonim, 1979)
Massa molar : 18.0153 g/mol
Densitas dan fase : 0.998 g/cm³, cairan, 0.92 g/cm³, padatan
Titik lebur : 0 °C (273.15 K) (32 ºF)
Titik didih : 100 °C (373.15 K) (212 ºF)
Penampilan : Cairan tak berwarna, Tidak berbau. (Mulyono, 2009)
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar parasetamol dalam larutan sampel dengan
metode spektrofotometri visibel. Metode ini didasarkan adanya warna yang terbentuk dari
parasetamol sebagai akibat penambahan gugus nitro. Setelah nitrasi maka dengan adanya basa
maka akan mengalami resonansi, dimana warna yang terbentuk adalah kuning dengan panjang
gelombang 430 nm. Metode ini didasarkan hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol,
kemudian direaksikan dengan pereaksi tertentu untuk membentuk senyawa berwarna. Amin
aromatik diazotasi dan kemudian dikopling dengan fenol atau amin aromatik (reaksi Griess).
Penentuan kadar parasetamol dibagi menjadi beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain
pembuatan larutan baku/standar, pembuatan kurva baku, dan pengukuran dengan
spektrofotometer visibel.
Pada percobaan pembuatan larutan baku/standar, serbuk parasetamol ditimbang sebanyak
50mg lalu ditambahkan dengan 4ml larutan HCl 4M. Penambahan sejumlah HCl bertujuan untuk
mempercepat reaksi dan untuk meregangkan ikatan-ikatan pada sampel paracetamol. Larutan
kemudian dipindahkan ke labu takar 10ml untuk diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
Kemudian larutan standar ini digunakan dalam percobaan selanjutnya yaitu pembuatan kurva
kalibrasi. Dalam percobaan ini digunakan kadar parasetamol yang berbeda-beda yakni 2ppm,
4ppm dan 6ppm, semua kadar itu dibuat dari larutan standar yang diencerkan dengan aquades
sebanyak yang ditentukan oleh perhitungan. Setelah itu sebanyak 0,5ml dari masing-masing
kadar larutan parasetamol dimasukkan ke 3 labu takar 25ml dan ditambahkan 0,6ml larutan HCl
4M dan 1ml larutan NaNO2 0,1%, penambahan NaNO2 0,1% ini dimaksudkan agar terjadi reaksi
diazotasi, lalu didiamkan selama 3 menit untuk membentuk reaksi diazotasi yang sempurna
kemudian ditambahkan Ammonium Sulfamat 0,5% untuk memberikan warna pada larutan lalu
didiamkan selama 2 menit agar larutan homogen. Hasil absorbansi dari 3 larutan tadi secara
berurutan adalah 0,447 ; 0,683 dan 0,746.
2 ppm 4 ppm 6 ppm0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
absorbansi
absorbansi
Gambar kurva hubungan absorbansi vs konsentrasi
Kurva absorbansi vs konsentrasi diatas seharusnya linier atau membentuk suatu garis
diagonal yang lurus, berikut beberapa alasan mengapa kurva diatas tidak linier :
Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu
larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet
dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau
sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran
sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
(Seran, 2011)
Pada percobaan pengukuran kadar parasetamol dalam sediaan tablet ini, diambil satu
tablet lalu ditimbang kemudian tablet tersebut digerus halus dalam mortir dan diambil sampel
sebanyak 50mg. Sampel tersebut ditambahkan dengan HCl 4 M yang bertujuan untuk
mempercepat reaksi dan untuk meregangkan ikatan-ikatan pada sampel paracetamol dan 30ml
aquades, lalu dihidrolisis selama 30menit dengan cara dipanaskan diatas penangas air. Dari
campuran itu diambil 0,5ml lalu dimasukkan ke labu takar 25ml dan tambahkan 0,6ml larutan
HCl 4M dan 1ml larutan NaNO2 0,1%, penambahan NaNO2 0,1% ini dimaksudkan agar terjadi
reaksi diazotasi, lalu didiamkan selama 3 menit agar reaksi diazotasi sempurna kemudian
ditambahkan Ammonium Sulfamat 0,5% untuk memberikan warna pada larutan sehingga dapat
dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometri visssibel lalu didiamkan selama 2 menit
agar larutan homogen.
Percobaan ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dan diperoleh nilai absorbansinya
sebesar 0,478 ; 0,484 dan 0,496. Kemudian hasil absorbansi tersebut dimasukkan dalam
perhitungan untuk mencari kadar parasetamol dan diperoleh hasil kadar untuk replikasi 1 yaitu
0,0308 mg/mL, untuk replikasi 2 yaitu 0,0320 mg/mL dan untuk replikasi 3 yaitu 0,0344 mg/mL.
Kadar rata-rata yang diperoleh dari ketiga sampel parasetamol tersebut adalah 0,0324 ± 1,833 x
10-6 mg/mL.
VII. Kesimpulan
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak yaitu sinar yang
dapat dilihat oleh mata manusia dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki
energi sebesar 299–149 kJ/mol.
Paracetamol dalam percobaan diukur secara kuantitatif menggunakan spektrofotometri
vissibel karena direaksikan dengan NaNO2 membentuk garam diazotasi dan direaksikan
dengan asam sulfamat sehingga terbentuk sinar tampak.
Kadar rata-rata yang diperoleh dari ketiga sampel parasetamol tersebut adalah 0,0324 ±
1,833 x 10-6 mg/mL.
VIII. Daftar Pustaka
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Badan POM, 2011, Ammonium Sulfat, http://ik.pom.go.id diakses tanggal 28 April 2013.
Christian, G. D., 2003, Analytical Chemistry, Sixth Edition, John Wiley & Sons Ltd, New
York.
Day, R .A, Underwood A. l, 1998, Quantitative Analysis, Sixth Edition, Prentice-Hall,
USA.
Ganjar,I.G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Mulyono, 2006, Kamus Kimia Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.
Obie, 2009, Parasetamol, http://ebie-bie-bie.blogspot.com diakses tanggal 28 April 2013.
Seran, Emel, 2011, Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible),
http://wanibesak.wordpress.com , diakses tanggal 28 April 2013.
Riyadi, Wahyu, 2009, Prinsip Dasar Spektrofotometer Visible,
http://wahyuriyadi.blogspot.com , diakses tanggal 28 April 2013.
Skoog, Douglas, 1971, Principles of Instrumental Analisys, 3th edition, Saunder College
Publishing, New York.
Suwadi, 2012, Parasetamol, http:// blogspot.com , diakses tanggal 28 April 2013.