laporan lengkap klt 2 dimensi n multi eluen

25
LABORATORIUM FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN LENGKAP KLT 2 DIMENSI DAN MULTI ELUEN OLEH: KELOMPOK 3 ARSY HASMIRANTI N111 11 252 HADIJAH JABBAR N111 13 014 DEWANDA N111 13 331 EMILIANA D.P DJAWA N111 13 341 NURUL IFTIKHAN N111 13 343 A. MINTASARY N111 13 504 IRFAN KURNIAWAN N111 13 523

Upload: nurul-iftihan

Post on 14-Jul-2016

1.772 views

Category:

Documents


229 download

DESCRIPTION

fitokimia

TRANSCRIPT

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP

KLT 2 DIMENSI DAN MULTI ELUEN

OLEH:

KELOMPOK 3

ARSY HASMIRANTI N111 11 252

HADIJAH JABBAR N111 13 014

DEWANDA N111 13 331

EMILIANA D.P DJAWA N111 13 341

NURUL IFTIKHAN N111 13 343

A. MINTASARY N111 13 504

IRFAN KURNIAWAN N111 13 523

ASISTEN : ASMAWATI

MAKASSAR

2015

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada umumnya semua metode kromatografi dapat dibedakan

menjadi dua kelompok pemisahan utama yakni kolom dan ruang (planar).

Kromatografi lapis tipis sebagai metode pemisahan ruang merupakan

teknik pemisahan yang paling sederhana jika dipertimbangkan dalam hal

peralatan dan kinerja. [1]. Kromatografi multi eluen adalah alat yang paling

kuat untuk pemisahan, [2]. Kromatografi lapis tipis dua dimensi (KLT-2D)

adalah salah satu metode yang paling serbaguna pembangunan KLT.

Aplikasi pertama dari metode kromatografi dua dimensi adalah

kromatografi kertas dilaporkan pada tahun 1944 oleh Consden, Gordon,

dan Martin (1-3).

Sejak saat itu, metode ini telah banyak digunakan untuk pemisahan

sejumlah besar senyawa yang tidak dapat dipisahkan dalam dimensi

tunggal percobaan KLT. G. Guiochon melaporkan beberapa aplikasi dari

teknik ini (3).

Dispersi terbaik pada spot di atas pelat KLT diperoleh saat

kromatogram dikembangkan dalam dua mode ortogonal. Itu terjadi ketika

arah pertama sistem normal-fase (NP) yang digunakan, misalnya pada

silika gel dengan fase gerak non-berair, dan arah kedua sebuah sistem

fase terbalik (RP) yang diterapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menggunakan sianopropil dilapisi lapisan silika tunggal, di mana TLC

dapat dilakukan baik dalam mode fase terbalik (dengan fase gerak berair)

atau dalam mode normal-fase (menggunakan pelarut non-polar) (4).

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami teknik untuk menguji kemurnian hasil

KLTP pada sampel ekstrak daun paliasa (Kleinhovia hospita) dengan

menggunakan metode KLT dua dimensi dan KLT multi eluen.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Untuk Membuktikan kemurnian hasil KLT Preparatif dari sampel

ekstrak daun paliasa (Kleinhovia hospita) dengan menggunakan metode

KLT dua dimensi dan KLT multi eluen.

I.3 Prinsip percobaan

1. Prinsip dari KLT dua dimensi adalah adsorpsi dan partisi dengan

menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam dan

perbandingan eluen pada profil KLT dimana akan memperpanjang

lintasan noda (Rf) dengan menunjukkan seyawa tunggal yang

terdapat pada sampel daun paliasa (Kleinhovia hospita).

2. Prinsip dari multi eluen yaitu adsorpsi dan partisi dengan

menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam dengan

beberapa perbandingan eluen pada tingkat kepolaran tertentu

untuk mempertegas adanya senyawa tunggal yang terdapat pada

sampel daun paliasa (Kleinhovia hospita).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

KLT dua dimensi dan multi eluen mempunyai prinsip yang sama

yaitu adsorbsi dan partisi, adapun yang membedakannya adalah pada

KLT dua dimensi didasarkan pada proses elusi yang bertujuan untuk

memperpanjang jarak lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal

sedangkan pada multi eluen jumlah totolannya yang berbeda yaitu berupa

cuplikan yang berkesinambungan dan menghasilkan hasil elusi berupa

pita menggunakan eluen yang berbeda pada tingkat kepolarannya, jadi

memungkinkan pemisahan campuran yang mengandung komponen yang

kepolarannya berbeda pula (5).

II.1.1 KLT 2 Dimensi

KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan

resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai

karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir

sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase

gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan sehingga

memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai

tingkat polaritas yang berbeda (6).

Ekstrak murni yang diperoleh, ditotolkan pada lempeng KLT PF 254

nm, dielusi menggunakan 2 eluen dengan tingkat kepolaran dan arah

yang berbeda dengan cara lempeng yang telah dielusi pada fase gerak

pertama diputar 90°, dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi

fase gerak kedua, sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan

pertama terletak dibagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi

lagi. Hasil elusi diamati menggunakan penampak noda sinar ultra violet

254 nm dan 366 nm. Hasil pengamatan yang menunjukkan satu spot atau

bercak tunggal menandakan senyawa ekstrak yang diperoleh merupakan

senyawa kimia tunggal atau murni (7).

KLT-2D yang menggunakan pelarut yang sama dalam dua arah

harus sistem yang terbaik. Namun, ini tidak biasanya menyebabkan

informasi tambahan, karena ekstrak yang dielusi pertama kemungkinan

besar sama dengan pada proses pengelusian selanjutnya. Metode KLT-

2D hanya menjadi menarik jika reaksi telah terjadi antara dua eluen, dan

penyimpangan dari garis diagonal dapat diamati setelah elusi kedua (8).

Dalam hal untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk

memilih dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan

pelarut yang sama ini cukup sulit (9).

Keberhasilan pemisahan akan tergantung pada kemampuan untuk

memodifikasi selektivitas eluen kedua dibandingkan dengan selektivitas

dari eluen pertama (9).

Pemisahan KLT 2 dimensi yang terbaik adalah ketika semua

komponen dipisahkan dan didistribusikan pada seluruh permukaan dari

pelat kromatografi. Estimasi pemisahan ini dapat dibuat dengan sebuah

fungsi objektif. Umumnya, kesepakatan yang baik antara evaluasi visual

dari kromatogram dan evaluasi komputer menggunakan fungsi objektif

adalah melihat. Di sisi lain, fungsi yang diperlukan yang dapat

memprediksi nilai Rf dari satu komponen fungsi komposisi dari fase gerak.

Ada program untuk simulasi kromatogram yang sebanding dengan yang

diperoleh dengan percobaan kromatogram (9).

Kromatografi 2 arah yang diidealkan dengan menggunakan sistem

fase gerak yang sama untuk kedua arah. Lingkaran putus-putus

menyatakan tempat ketiga komponen setelah pengembangan pertama,

sementara lingkaran hitam menyatakan tempat bercak terakhir. Lingkaran

penuh menyatakan hasil peruraian yang mungkin terjadi selama

kromatografi (9).

Adanya kemungkinan peruraian ini dapat diperiksa dengan KLT 2

arah ini, jika digunakan system fase gerak yang sama. Jika tidak terjadi

peruraian, maka semua bercak akan terdapat dalam satu garis yang

memotong titik awal sampel. Jika ada peruraian, maka akan ada bercak

diluar garis (9).

Pengembangan kontinyu (pengembangan terus-menerus)

dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus-menerus

pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui

suatu lapisan dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan (9).

Tujuan utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase

gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang

reprodusibel sangatlah sulit sehingga teknik kromatografi ini kurang

populer (9).

II.1.2 KLT Multi Eluen

Multi eluen adalah penggunaan eluen atau fase gerak yang

berbeda yang memungkinkan pemisahan analit dengan berdasarkan

tingkat polaritas yang berbeda (6).

Pada pengerjaan KLT Multi Eluen, ekstrak ditotolkan pada lempeng

KLT, dielusi dengan menggunakan dua atau tiga fase gerak dengan

perbandingan yang berbeda. Spot atau noda tunggal yang tampak

menandakan bahwa senyawa ekstrak yang diperoleh merupakan

senyawa kimia tunggal atau murni (10).

Adapun keuntungan digunakan metode KLT 2 dimensi dan

multieluen ini adalah untuk mendapatkan resolusi yang baik dari hasil

KLT, dan memfokuskan zona pemisahan. KLT 2 dimensi memiliki potensi

pemisahan 150-300 komponen senyaa kimia. Sedangkan untuk multi

eluen, baik digunakan untuk sampel yng memiliki spot dengan nilai Rf di

bawah 0.5 (3).

Kerugiannya adalah untuk KLT 2 dimensi, analisis kuantitatif

dengan celah-scan densitometri tidak terlalu berhasil karena standar

dapat diterapkan hanya setelah elusi pertama dan tidak akan memiliki

konfigurasi zona elusi analit ganda. Atau standar sampel harus

dikembangkan dan dipindai di plat yang berbeda dalam kondisi yang

harus diasumsikan identik. Sedangkan untuk KLT multi eluen adalah

menggunakan banyak pelarut dibandingkan dengan KLT dua dimensi,

serta pemisahan yang diperoleh kurang maksimal dibanding dengan KLT

dua dimensi (3).

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat penyemprot,

botol coklat, chamber, gelas ukur, lampu UV 254 dan 366 nm, pipa kapiler

dan silika GF 254, pipet skala, pipet tetes dan kertas saring.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini daun paliasa

(Kleinhovia hospita), etil asetat, heksan, methanol.

III.2 Cara kerja

a. KLT dua dimensi

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Ditotolkan ekstrak pada salah satu sisi lempeng dengan ukuran 10

x 10 cm, yang lempengnya telah diaktifkan.

3. Dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan eluen yang

pertama yakni aseton : kloroform dengan perbandingan 0,5:2.

4. Dibiarkan lempeng terelusi sempurna kemudian diangkat dan

dikeringkan.

5. Diputar lempeng 900 dan dimasukkan kembali ke dalam chamber

yang berisi eluen yang kedua, yakni aseton : kloroform dengan

perbandingan 0,5:2.

6. Dibiarkan lempeng terelusi sempurna, kemudian diangkat dan

dikeringkan.

7. Diamati noda yang muncul dengan sinar UV 254 dan 366 dan

H2SO4.

8. Diambil gambar noda yang tampak.

b. Multi Eluen

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Hasil kerukan KLTP, direndam dengan metanol dan kloroform PA

selama 5 menit, kemudian disaring dengan menggunakan pipet

tetes yang didalamnya terdapat kapas untuk menyaring silika yang

masih terdapat pada ekstrak.

3. Hasil saring, dilarutkan kembali dengan metanol PA

4. Disiapkan dua lempeng yang telah diaktifkan kemudian ditotol

dengan ekstrak hasil saring tersebut.

5. Disiapkan perbandingan eluen non polar (Aseton : Kloroform 0,5:2)

dengan perbandingan eluen polar (Metanol : Kloroform, 1:1).

6. Setelah dielusi dengan dua eluen yang berbeda, dilihat

penampakan noda pada lampu UV 254 nm dan 366 nm.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Gambar Pengamatan

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

Dua dimensi dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2)

Penampakan dua dimensi dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2)

pada UV 254 nm

Penampakan dua dimensi dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2)

pada UV 366 nm

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

Penampakan dua dimensi dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2) dan metanol:kloroform(1:1) pada uv 254

nm

Penampakan dua dimensi dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2) dan

metanol:kloroform(1:1) pada uv 366 nm

Penampakan dua dimensi dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2) dan

metanol:kloroform(1:1)

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

Penampakan multi eluen dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2) pada

uv 254 nm

Penampakan multi eluen dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2)

pada uv 366 nm

Profil KLT Multi Eluen dengan eluen aseton:kloroform (0,5:2)

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum, dilakukan metode KLT dua dimensi dan multi

eluen dengan menggunakan ekstrak dari hasil kerokan KLT-Preparatif.

Pertama-tama, hasil kerokan dari lempeng dilarutkan dengan metanol dan

kloroform PA dengan perbandingan 1 : 1 selama 5 menit, setelah itu

dilakukan kromatografi kolom skala kecil dan hasil kolom ini ditampung

dalam vial dan diuapkan.

Untuk KLT dua dimensi, disiapkan alat dan bahan, dilarutkan

ekstrak dengan metanol, lalu ditotolkan pada lempeng yang sudah

diaktifkan dibuat perbandingan eluen. Kemudian dielusi hingga batas atas,

setelah mencapai batas atas dikeluarkan dan dikeringkan. Setelah itu

lempeng diputar 90°. Tujuan dari pemutaran lempeng 90° adalah agar

memperpanjang jarak lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal.

Setelah itu, dimasukkan kembali lempeng kedalam chamber dengan

menggunakan perbandingan eluen kedua, setelah mencapai batas atas

dikeluarkan dan dikeringkan. Dilihat noda yang tampak pada UV 254 dan

366 nm.

Pada praktikum KLT dua dimensi, digunakan eluen Aseton :

Kloroform dengan perbandingan 0,5:2. Tidak divariasi eluen karena pada

saat praktikum pernah digunakan Aseton : Kloroform 0,5:2 dan Metanol :

Kloroform 1:1, akan tetapi pada saat digunakan eluen Metanol : Kloroform

1:1, nodanya terlalu naik ke atas (terelusi sampai batas), jadi hanya

digunakan Aseton : Kloroform dengan perbandingan 0,5:2.

Jika pada pengamatan menunjukkan bahwa pada kedua proses

elusi yang dilakukan terdapat satu bercak tunggal, maka dapat dikatakan

bahwa bercak tersebut merupakan senyawa tunggal.

Untuk pengerjaan multi eluen, ekstrak yang telah disaring,

dilarutkan dengan metanol. Digunakan metanol karena pelarut tersebut

baik untuk penotolan pada lempeng sebab memenuhi syarat pelarut yang

bisa digunakan untuk melarutkan ekstrak dan mudah menguap.

Digunakan dua eluen yang rentang tingkat kepolarannya berbeda

sedikit agar bisa dilihat pergerakan noda atau hasil dari elusinya, apakah

noda yang ingin dibuktikan tunggal atau bisa dilihat kenaikannya sedikit

demi sedikit sehingga jelas hasilnya. Karena itu dipilih perbandingan eluen

non polar ke polar. Setelah terelusi dengan menggunakan kedua eluen

dari non polar hingga polar, dilihat penampakan nodanya pada UV 254

dan 366.

Pada KLT multi eluen, digunakan eluen Heksan : Etil dengan

perbandingan 1:1 dan 2:1. Pada eluen Heksan : Etil dengan perbandingan

1:1 terdapat 1 senyawa tunggal, akan tetapi pada perbandingan 2:1 ada 3

senyawa yang terlihat. Oleh karena itu, dilakukan KLT Preparatif kembali.

Pada saat KLTP, digunakan eluen Aseton:Kloroform dengan

perbandingan 0,5:2 dalam 50 mL, jadi digunakan perbandingan eluen

10:40 dan didapatkan 5 pita. Setelah itu, dilakukan multi eluen ke semua

pita di eluen Heksan : Etil dengan perbandingan 2:1 dan 1:1, akan tetapi

tidak ada noda yang muncul. Kemudian digunakan Metanol : Kloroform

dengan perbandingan 1:1, terdapat 1 noda yang muncul, setelah itu

digunakan Aseton : Kloroform dengan perbandingan 1:1 namun nodanya

terlalu naik ke atas, oleh karena itu diturunkan kepolarannya menjadi

Aseton : Kloroform dengan perbandingan 0,5:2 dan terdapat 1 senyawa

tunggal.

Untuk tahap pemurnian seperti yang telah diketahui digunakan

pelarut metanol PA dan kloroform PA karena kedua pelarut ini merupakan

pelarut yang murni bebas dari pengotor.

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Pada Kromatografi lapis tipis dan multi eluen yang menggunakan

fase diam silika gel PF 254, hasil pengamatan menunjukkan bahwa

terdapat satu spot atau bercak tunggal yang menandakan senyawa

ekstrak yang diperoleh merupakan senyawa kimia tunggal atau murni.

VI.2 Saran

Untuk Laboratorium, sebaiknya ditambah perlengkapan yang akan

digunakan selama praktikum sehingga praktikum berjalan sebagaimana

mestinya agar bisa mengefisienkan waktu.

Untuk Asisten, sebaiknya lebih mengawasi praktikan selama

menjalankan praktikum untuk mengurangi faktor kesalahan yang muncul.

Untuk Praktikan, sebaiknya lebih memperhatikan untuk persiapan

laboratorium, agar praktikum dapaat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Spangenberg B., Poole C.F., Weins C. 2010. Quantitative Thin Layer

Chromatography. A Practical Survey, Springer, Berlin.

2. Mondello L., Lewis A. C., Bartle K. D. (Editors). 2002. Multi-

dimensional Chromatography, Wiley, Chichester, UK.

3. Mona Zakaria, Marie-France Gonnord, Georges Guichon. 1983.

Applications of two-dimensional thin-layer chromatography, J.

Chromatogr. Vol. 271. Page: 127–192.

4. Mirosław A. Hawrył, Anna Hawrył, Edward Soczewinski. 2002.

Application of Normal- and Reversed-Phase 2D-TLC on a

Cyanopropyl-Bonded Polar Stationary Phase for Separation of

Phenolic Compounds from the Flowers of Sambucus nigra L., J.

Planar Chromatogr. Vol. 15. Page: 4 – 10.

5. Fried, Bernard & Sherma, Joseph. (1999). Thin Layer

Chromatography, 4th Edition, Revised and Expanded. New York:

Marcel Dekker. Inc8.

6. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

7. Harborne, J.B. (1984). Metode Fitokimia. Terjemahan oleh Kosasih

Padmawinata dan Iwang Soediro. 1996. ITB, Bandung.

8. Hahn-Deinstrop, Elke. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography, Best

Practice and Avoidance of Mistakes. Second, Revised and Enlarge

Edition. Jerman: WILEY-VCH.

9. Wall, Peter E. 2005. Thin-Layer Chromatography: A Modern Practical

Approach. Cambridge: Royal Society of Chemistry

10. Mathias, O., Hamburger and Geoffrey A. Cordell., (1987). A

Direct Bioautographic Assay for Compounds Possessing

Antibacterial Activiity. Journal of Natural Products. Vol. 50.

No.1. 19 - 22.

Lampiran

Skema kerja

1. Multieluen

3 vial (ekstrak)

Dilarutkan dengan methanol : kloroform (1:1)

vakum

Tampung dalam vial

Disiapkan perbandingan eluen

Heksan : etil (3:1)

Heksan : etil (1:1)

Ditotolkan pada lempeng

Dielusi dengan ketiga eluen yang telah disiapkan

Dilihat pada UV 254nm, 366nm dan H2SO4

2. KLT 2dimensi

Ekstrak

Dilarutkan dalam metanol

Dielusi hingga batas atas

Diputar 90˚

Dielusi lagi hingga batas atas

Dikeluarkan dari chamber

Dikeringkan

Dilihat pada UV 254nm, 366nm dan H2SO4