laporan hasil studi adaptasi

Upload: andisadapotto

Post on 09-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hasil penelitian studi adaptasi ulat sutera di Sulawesi Selatan

TRANSCRIPT

KEMENTERIAN KEHUTANANDIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIALBALAI PERSUTERAAN ALAMBILI-BILI KEC. BONTOMARANNU KAB. GOWA SULAWESI SELATAN TEL. 0411-5069240, 8212509 FAX. 0411-875027 e-mail: [email protected]

LAPORAN AKHIRSTUDI ADAPTASI ULAT SUTERA

BILI-BILI, DESEMBER 2013LEMBAR PENGESAHANLAPORAN AKHIRSTUDI ADAPTASI ULAT SUTERATAHUN ANGGARAN 2013

Bili-Bili, Desember 2013 Dinilai Oleh :Kepala Seksi Pengujian PA

Ir. Izazkar PandedeNIP. 19591110 198903 1 002Disusun Oleh :Tim Studi Adaptasi 2013

Dr.Ir.Andi Sadapotto, MPNIP. 19700915 199403 1 001

Disetujui Oleh :Kepala Balai Persuteraan Alam

Ir. Antonius T. Patandianan, MPNIP. 19620428 199003 1 001

TIM STUDI ADAPTASI 2013

Penanggung Jawab Kegiatan: Ir. Antonius T. Patandianan, MP (Kepala Balai Persuteraan Alam)

Ketua: Dr. Ir. Andi Sadapotto, MP ( Universitas Hasanuddin)

Anggota: 1. Ir. Bertha Sampe (Balai Persuteraan Alam) 2. Awan Siswanto, S.Si (Balai Persuteraan Alam) 3. Ir. Siti Nuraeni, MP (Universitas Hasanuddin)

KATA PENGANTAR

Buku laporan akhir Studi Adaptasi Ulat Sutera Tahun Anggaran 2013 ini disusun sebagai pertanggung jawaban dalam melaksanakan studi adaptasi ulat sutera hasil pemuliaan yang dilakukan oleh Balai Persuteraan Alam.Di dalam buku laporan akhir ini berisi uraian tentang pelaksanaan kegiatan Studi Adaptasi Ulat Sutera, metode pelaksanaan, hasil pengujian dan pembahasan.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan studi adaptasi dan penyusunan buku laporan akhir ini diucapkan banyak terimakasih, diharapkan buku ini bisa memberikan informasi dan bermanfaat bagi perkembangan persuteraan alam di masa yang akan datang.

Bili-Bili, Desember 2013Tim Studi Adaptasi 2013

DAFTAR ISI

HalamanLEMBAR PENGESAHANiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIivDAFTAR TABELvI. PENDAHULUAN1A. Latar Belakang1B. Rumusan Malasah1C. Maksud dan Tujuan2D. Keluaran2E. Manfaat2F. Dasar Pelaksanaan2

II. PELAKSANAAN3A. Lokasi Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan3B. Bahan dan Alat3C. Analisis Data5

III. PROSEDUR PELAKSANAAN7A. Persiapan7B. Teknis Pelaksanaan7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN13V. PENUTUP14

DAFTAR TABEL

TabelTeks Halaman

1. Tata waktu kegiatan studi adaptasi ulat sutera tahun 2013 ............................................................... 12

vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persuteraan alam telah mengakar dan berkembang pesat di wilayah Sulawesi Selatan sejak dahulu kala. Hal itu tidak terlepas akan kuatnya tradisi dan budaya masyarakat Sulawesi Selatan akan sutera dalam kehidupanya sehari hari. Sampai saat ini Sulawesi Selatan masih merupakan penghasil sutera terbesar di Indonesia. Namun sampai sekarang masih banyak hambatan yang dihadapi dalam persuteraan alam antara lain rendahnya kualitas bibit, pemanfaatan areal yang belum efektif untuk tanaman murbei, produksi daun murbei yang berkualitas masih rendah, dan cara pemeliharaan ulat yang belum memenuhi standar teknis yang dianjurkan.Tersedianya bibit ulat sutera yang cukup dan berkualitas baik, merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan persuteraan alam. Kualitas bibit ulat sutera merupakan salah satu masalah yang cukup penting karena walaupun pemeliharaan ulat sudah mengikuti petunjuk teknis yang benar, akan tetapi adanya kualitas telur ulat sutera yang masih rendah, maka hasil yang diharapkannya tetap tidak tercapai. Oleh karena itu untuk keberhasilan perkembangan persuteraan alam dibutuhkan bibit unggul yang berkualitas tinggi, yaitu bibit ulat sutera yang bebas dari penyakit (terutama penyakit Pebrine), produksi telur banyak, penetasan telur seragam, tahan terhadap penyakit, dan produksi kokon yang dihasilkan berkualitas tinggi.Masalah lain rata rata petani sutera di Sulawesi Selatan masih kurang pemahaman akan arti pentingnya desinfeksi ruangan dan peralatan dalam upaya pencegahan berkembangnya hama dan penyakit ulat sutera. Sementara itu pada umumnya daerah di Indonesia yang beriklim tropis, maka cuaca sering berfluktuasi yang mengakibatkan kondisi pemeliharaan menjadi kurang optimal bagi pertumbuhan ulat sutera. Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk mencari jenis ulat sutera yang selain bermutu tinggi dari segi produksi juga tahan terhadap hama penyakit untuk kondisi iklim yang berbeda beda. Bibit ulat sutera sangat sensitif terhadap perubahan temperatur sehingga sangat diperlukan bibit yang sesuai dengan kondisi agroklimat di wilayah pengembangan persuteraan alam di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan uji adaptasi terhadap jenis ulat sutera dengan kondisi topografi dan agroklimat yang sesuai.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hasil studi adaptasi ulat sutera jenis unggul hasil persilangan benar benar mempunyai sifat unggul dalam hal produksi, tahan terhadap hama dan penyakit juga sesuai dengan kondisi ligkungan pemeliharaan di masyarakat.

C. Maksud dan TujuanMaksud diadakannya kegiatan ini adalah untuk melakukan uji adaptasi ulat sutera pada petani sehingga diperoleh informasi kepada produsen dan masyarakat dalam usaha peningkatan mutu bibit telur ulat sutera.Adapun Tujuan kegiatan Studi adaptasi antara lain untuk :1. Mengetahui kualitas / mutu jenis ulat sutera yang dipelihara dengan perlakukan pemeliharaan standar di petani.2. Mengetahui apakah jenis ulat sutera yang dipelihara tahan / cocok dengan lingkungan / agroklimat pemeliharaan.

D. KeluaranKeluaran yang diharapkan dari kegiatan studi adaptasi ini adalah : 1. Terujinya jenis ulat sutera unggul yang dapat beradaptasi dalam segala kondisi dengan baik. 2. Diperolehnya jenis bibit yang dapat dikembangkan petani sutera yang sesuai dengan kondisi di wilayahnya masing - masing.3. Data dan informasi dalam bentuk Laporan Studi Adaptasi Ulat Sutera

E. ManfaatManfaat dilaksanakannya kegiatan ini adalah menggairahkan kembali budidaya sutera alam dan tersedianya data dan informasi hasil uji adaptasi bibit sutera alam sebagai dasar pengembangan sutera alam lanjutan.

F. Dasar Pelaksanaan1.Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran BA 029 Balai Persuteraan Alam Nomor DIPA-029.04.2.42709/2013 tanggal 5 Desember 2012

II. PELAKSANAAN

A. Waktu dan TempatKegiatan studi adaptasi ulat sutera ini dilaksanakan dari Bulan Mei sampai November 2013. Lokasi pemeliharaan milik petani ulat sutera di wilayah Sulawesi Selatan yaitu dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok dataran tinggi dan kelompok dataran rendah. Kelompok dataran tinggi yaitu Gunung Perak Sinjai, Malino Gowa, Mata Allo Enrekang, sedangkan kelompok dataran rendah adalah Sompe dan Salotengae Wajo, Renggeang Polman, Kamiri Barru, Tana Belange Soppeng. Waktu pemeliharaan dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu periode musim hujan dan periode musim kemarau.

B. Bahan1. Bahan-bahan yang digunakan antara lain : Telur ulat sutera hasil persilangan yaitu jenis ; Sayang-1 Sayang-2 - Sayang-3 Daun murbei (Morus sp.) berkualitas baik sebagai pakan ulat sutera. Secara teknis, ulat Instar I - III diberi daun dari tanaman murbei yang berumur pangkas 25 30 hari, sedangkan untuk instar IV dan V dari tanaman yang berumur pangkas 70 80 hari. Bahan treatment yaitu HCl dan formalin. Bahan desinfektan seperti Kaporit, Kapur, dan Formalin. Bahan Peneluran : Kertas telur dan lem Kotak Telur2. Alat-alat yang digunakan antara lain : Rak dan sasak pemeliharaan Mesin Sprayer Alat pengokonan Baskom Handuk untuk lap tangan Sendal jepit Termometer Tabung gelas dan gelas ukur Higrometer Gunting stek Timbangan elektronik Jaring ulat Alat pintal Masker Kertas koran ATK Keranjang daun

3. Parameter yang DiamatiParameter-parameter yang akan diamati dalam studi ini adalah sebagai berikut :a. Persentase penetasan- Kulit telur dan telur yang tidak menetas sisa hakitate dikumpulkan- Berat sisa hakitate ditimbang- Diambil 1 gram sisa hakitate sebagai sampel kemudian dihitung jumlah keseluruhan telur yang menetas dan tidak menetas - Banyaknya telur sampel yang tidak menetas dihitung untuk mengetahui banyaknya telur yang menetas- Jumlah keseluruhan telur yang menetas dihitung dengan persamaan :

- Persentase penetasan telur kemudian dihitung dengan persamaan :

b. Berat kokon dan Berat Kulit Kokon Kokon diseleksi kemudian dipilih 20 kokon normal Berat keseluruhan kokon ditimbang kemudian berat rata-rata kokon dihitung :

c. Berat Kulit Kokon Kokon normal yang sudah ditimbang dikupas Pupa dikeluarkan dari dalam kokon kemudian berat kulit ditimbang Berat keseluruhan kulit kokon ditimbang kemudian berat rata-rata kulit kokon dihitung :

d. Persentase kulit kokon Setelah ditimbang kulit kokon dengan pupanya, kemudian ditimbang kulit kokon (tanpa pupa). Diambil rata - rata dari keseluruhan berat kulit kokon. Persentase kulit kokon kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

e. Panjang serat

f. Daya gulung

C. Rancangan PercobaanStudi ini menggunakan tiga perlakuan jenis bibit ulat sutera dan tiga ulangan. Ketiga Perlakuan adalah jenis ulat sutera Sayang-1, Sayang-2 dan Sayang-3. Bertindak sebagai ulangan adalah 3 orang petani pada masing-masing lokasi.

D. Analisis DataAnalisis data dilakukan berdasarkan data pada parameter yang telah ditentukan di atas. Pembahasan difokuskan pada data - data yang berhubungan erat dengan karakteristik jenis masing - masing ulat sutera, misalnya data tentang jumlah telur, berat kokon, persentase kulit kokon, dll. Sementara data kualitatif (corak tubuh dan bentuk kokon) akan dianalisis kualitatif dengan membandingkan dengan data kualitatif pada pemeliharaan reguler. Pembahasan juga dilihat dengan membandingkan antara data pada pemeliharaan antar periode.Pada dasarnya data yang diamati dan dibahas dikelompokkan sbb.:1. Kualitas ulat, berdasarkan data data :a. Persentase penetasan (%)2. Kualitas kokon, berdasarkan data data:a. Berat kulit kokon (g)b. Berat kokon (g)c. Persentase kulit kokon (%)3. Kualitas serat sutera, berdasarkan data data: a. Panjang seratb. Daya gulung Hasil pengamatan perlakuan pada masing-masing lokasi kemudian dirangking untuk mendapatkan tingkat kesesuaian jenis ulat pada masing masing lokasi.

III. PROSEDUR PELAKSANAAN

A. Persiapan1. Persiapan telur mulai dari treatment dan inkubasi.2. Pemilihan petani yang dijadikan mitra pemelihara dengan memperhatikan ruang pemeliharaan dan kesiapan daun untuk pakan.3. Persiapan bahan bahan ATK, bahan penolong, dan peralatan.4. Persiapan koordinasi tentang teknis pelaksanaan kegiatan dengan petani dan petugas yang ada di lapangan.

B. Teknis Pelaksanaani. Desinfeksi ruang dan alatDesinfeksi ruangan dilaksanakan dengan melakukan penyemprotan ruangan dengan menggunakan bahan desinfektan kaporit (5 gr kaporit per liter air). Campuran tersebut disemprotkan ke seluruh bagian ruang dan alat pemeliharaan secara merata. Perbandingan jumlah bahan desinfektan adalah sekitar 1 2 liter untuk setiap meter luas ruangan. Selain dilaksanakan desinfeksi ruangan, juga dilaksanakan desinfeksi peralatan pemeliharaan terutama alat pengokonan. Desinfeksi peralatan dilakukan dengan memasukkan peralatan ke dalam ruangan saat penyemrotan ruangan. ii. Treatment dan Inkubasi Telura. Telur yang akan ditetaskan di treatment dengan cara mencelupkan telur ke dalam larutan formalin 2 - 3% selama 2 - 3 menit, lalu dicelupkan ke dalam larutan HCl 1:1 selama 5 - 6 menit.b. Telur diletakkan di ruang inkubasi dengan suhu 250C dengan kelembaban 75 80%.c. Pada hari ke 5 s/d hari ke 7, telur disalurkan ke petani.d. Pada hari ke 8 atau setelah telur titik biru, telur-telur dibungkus.e. Apabila telur lebih cepat menetas sebelum tanggal hakitate (terdapat titik biru pada telur) lebih dari 20%, telur dibungkus kembali dan disimpan pada ruangan dengan suhu 250C. Kemudian telur dikeluarkan pada waktu sore hari dan besoknya siap untuk dihakitate.

iii. Hakitatea. Waktu pelaksanaan hakitate dilaksanakan pada pagi hari, sekitar jam 09.00 dan dilakukan pada tempat yang terang.b. Masing-masing kertas yang berisi telur diletakkan pada sasag yang telah dialasi dengan kertas minyak atau kertas parafin.c. Ulat didesinfektan dengan campuran kapur dan kaporit berkadar 5% (5 gr kaporit dicampur 95 gr kapur).d. Setelah 15 menit ulat diberi makan dengan daun murbei yang segar dan lunak. Pakan dirajang dengan ukuran 0,2 - 0,3 cm. Pemberian makan selanjutnya yaitu pukul 12.00 dan pukul 16.00 (selanjutnya diberi makan 3x sehari).e. Ulat ditutup dengan kertas parafin / minyak untuk menjaga kelembaban.f. Masing-masing perlakuan dihitung : Jumlah telur yang menetas Jumlah telur yang tidak menetas Jumlah telur yang tidak dibuahi (kuning)Ketiga parameter tersebut diatas dimaksudkan untuk mengetahui daya tetas telur (persentase penetasan telur) dicatat waktu, suhu, dan kelembaban pada saat hakitate.iv. Pemeliharaan Ulat Kecila. Ulat kecil diberi makan sebanyak 3 kali sehari pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 dengan cara dirajang / dipotong - potong. Untuk ulat instar I irisan daun berkisar antara 0,5 - 2 cm2, instar II = 2 - 4 cm2 dan instar III = 4 - 6 cm2.b. Pakan yang diberikan adalah tanaman murbei dengan umur pangkas 25 - 30 hari, dengan daun yang diambil mulai dari pucuk sampai dengan daun yang ke-3 (untuk Instar I), daun ke-4,5 dan 6 (untuk instar II) serta daun ke-7 dan 8 untuk instar III.c. Bila ulat memasuki masa istirahat (tidur), kertas dibuka dan tempat ulat diperlebar lalu ditaburi dengan kapur agar sisa daun cepat kering.d. Sebelum pemberian makan pada awal instar, dilakukan desinfeksi tubuh ulat guna pencegahan penyakit. Pemberian makan ulat dilakukan setelah 90 - 95% ulat bangun, supaya pertumbuhannya seragam.e. Tempat ulat harus segera dijaga kebersihannya dari kotoran ulat dan sisa - sisa pakan untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi penyakit. Pembersihan dilakukan dengan memasang jaring pada sasag ulat, kemudian diberi daun murbei, sehingga ulat akan naik ke atas jaring dan dapat diangkat. Untuk instar I pembersihan dilakukan satu kali, instar II dua kali, dan instar III dilakukan tiga kali.f. Ulat yang mati dan tidak sehat agar dipisahkan dan dimusnahkan, dilakukan pencatatan terhadap ulat yang tidak sehat dan mati.g. Dicatat pula temperatur dan kelembaban ruangan setiap hari.

v. Pemeliharaan Ulat Besara. Pada awal instar IV, dipisahkan ulat yang sehat sebanyak 300 ekor/sasag.b. Ulat diberi makan 3 kali sehari pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 dengan daun yang baik dan diberikan secara utuh dengan batangnya. Tanaman murbei yang diberikan untuk instar IV dan V adalah dengan umur pangkas antara 70 - 80 hari.c. Pembersihan kotoran ulat dilakukan secara rutin.d. Ulat yang mati dan tidak sehat agar dipisahkan dan dicatat.e. Dicatat temperatur dan kelembaban harian.

vi. Mengokonkan Ulata. Ulat yang siap mengokon ditandai dengan mulai berkurangnya nafsu makan dan tubuhnya tampak transparan.b. Ulat dipindahkan ke alat pengokonan dengan hati - hati.c. Ulat yang mati, tidak sehat dan tidak dapat mengokon agar dipisahkan dan dicatat.d. Setelah hari ke 6 - 7 setelah ulat menggokon, kokon siap untuk dipanen.e. Dilakukan juga pencatatan suhu dan kelembaban ruangan.

vii. Panen Kokona. Pengambilan kokon dari alat pengokonan agar dilakukan dengan hati - hati.b. Kokon dibersihkan dari serat - serat kasarnya (flossing).c. Dipisahkan antara kokon normal dengan kokon abnormal.d. Dihitung masing - masing kokon tersebut.e. Ditakar kokon sebanyak 1 liter dan hitung jumlahnya.f. Ambil 20 butir kokon dan timbang.g. Sayat bagian ujung kokon dan keluarkan pupanya.h. Timbang 20 kulit kokon tersebut.viii. Pengujian Mutu Kokona. Siapkan Bahan dan Alat, seperti : kokon, alat pengering kokon, timbangan, kompor, minyak tanah, alat perebusan, alat pintal, ember, baskom, sikat halus, dan alat tulis menulis.b. Seleksi kokon dengan cara memisahkan kokon yang baik dan kokon yang jelek. Dari hasil seleksi diambil kokon yang baik, selanjutnya ditimbang untuk mengetahui berat kokon tersebut. Catat semua data hasil pengamatan.c. Keringkan kokon untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon sampai mencapai tingkat kekeringan yang diinginkan. Pengeringan bisa dilakukan dengan oven selama 30 menit atau dengan sinar matahari selama 3 5 jam.d. Rebus kokon untuk melarutkan / melepaskan sebagian seresin (perekat) pada serat sutera sehingga dapat dengan mudah ditarik ujung seratnya. Dalam proses perebusan terdapat tahapan - tahapan sebagai berikut : I II III IV

50 oC

95oC80 90oC

50 60oC

Membasahi kokonIII. Memasak Kokon Menguapi kokonIV. Mendinginkan Kokon

e. Waktu perebusan 15 menit, tergantung tebal kulit kokon yang sudah masak mempunyai ciri yaitu kokon melayang terisi air dan warna tidak putih lagi (buram) dan agak licin.f. Aduk dengan sikat halus supaya lapisan sutera bagian luar terkupas dan ujung-ujung dari setiap kokon melekat pada sikat.g. Kokon yang telah diperoleh ujung seratnya (siap pintal) dipindahkan ke dalam bak pemintalan yang berisi air panas dengan suhu 40 50 0C dan pH air 6,5 7,5 (netral).h. Ujung-ujung serat kokon (5 butir) ditarik dan dililitkan ke dalam haspel pada alat pemintalan serat, lalu dinyalakan alatnya.i. Selama alat pemintal berjalan diperhatikan apakah seratnya putus atau tidak. Jika ada yang putus dimatikan alatnya, kemudian disambung kembali serat yang putus dan dinyalakan kembali alatnya sampai semua kokon habis seratnya. Dicatat berapa kali jumlah serat putus. j. Setelah kokon habis seratnya, catat berapa panjang serat yang tertera pada counter.k. Serat sutera hasil pintalan diukel, lalu diikat dan diberi label.l. Ditimbang masing-masing sampel untuk mengetahui berat seratnya.

13

IV. HASIL

A. Gunung Perak Sinjai 1. Persentase Penetasan (%)Hasil pengamatan persentase penetasan di Gunung Perak Sinjai disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di SinjaiSecara umum persentase penetasan pada ketiga perlakuan menunjukkan hasil yang cukup tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu 94,6%, sedangkan persentase penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata persentase penetasan 93,3%. 2. Berat Kokon (g)Hasil pengamatan berat kokon di Gunung Perak Sinjai disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di SinjaiHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kokon yang tertinggi yaitu 1,73 g sedangkan yang paling rendah adalah perlakuan Sayang-2 yang mempunyai rata-rata berat kokon terendah yaitu 1,68 g.3. Berat Kulit Kokon (g)Hasil pengamatan berat kulit kokon di Gunung Perak Sinjai disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di SinjaiHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu persilangan Sayang-1 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,36 g disusul oleh perlakuan 3 yaitu persilangan Sayang-3 dengan rata-rata 0,33 g dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu persilangan Sayang-2 dengan rata-rata 0,31 g. 4. Persentase Kulit Kokon (%)Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Gunung Perak Sinjai ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di SinjaiHasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata persentase kulit kokon 16,45% disusul oleh perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata 16,0% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 15,30%. 5. Panjang SeratHasil pengamatan panjang serat di Gunung Perak Sinjai disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di SinjaiHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu persilangan Sayang-1 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 972,83 m disusul dengan perlakuan 3 yaitu persilangan Sayang-3 dengan rata-rata panjang serat 966,47 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 916,98 m. 6. Daya GulungHasil pengamatan daya gulung di Gunung Perak Sinjai disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di SinjaiHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu Sayang-1 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 91,11 %, disusul oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya gulung 86,93% dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 85,23 %. B. Malino, Gowa1. Penetasan (%)Hasil pengamatan penetasan di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Penetasan pada Ketiga Perlakuan di GowaPengamatan penetasan telur di Malino Gowa menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata untuk perlakuan 1 dan perlakuan 3, jenis Sayang-1 dan Sayang-3 mempunya persentase penetasan rata-rata 93,6%. Sedangkan jenis Sayang-2 mempunyai rata-rata persentase penetasan mencapai 92,3%2. Berat Kokon (g)Hasil pengamatan berat kokon di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 8

Gambar 8. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di GowaHasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,76 gram disusul jenis Sayang-1 yaitu 1,72 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis Sayang-2 dengan berat hanya mencapai 1,70 gram, 3. Berat Kulit Kokon (g)Hasil pengamatan berat kulit kokon di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 9

Gambar 9. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di GowaHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,34 g disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata 0,33 g dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 0,30 g.

4. Persentase Kulit Kokon (g)Hasil pengamatan persentase berat kulit kokon di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 10

Gambar 10. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di GowaHasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi didapatkan oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata persentase kulit kokon 19,48% disusul oleh perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 19,18% dan yang terendah adalah perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata 19,10%.

5. Panjang Serat (m)Hasil pengamatan panjang serat di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 11

Gambar 11. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di GowaHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 1014,431 m disusul dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata panjang serat 974,516 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 898,263 m. 6. Daya Gulung (%)Hasil pengamatan persentase daya gulung di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 12

Gambar 12. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di GowaHasil pengamatan Sayang-1 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 91,86 %, disusul oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya gulung 91,14% dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 86,11 %.

C. Mata Allo, Enrekang1. Penetasan (%)Hasil pengamatan penetasan di Mata Allo Enrekang ditunjukkan pada Gambar 13

Gambar 13. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di EnrekangHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,3%, perlakuan Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 93,6%, sedangkan persentase penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata persentase penetasan 92,4%.

2. Berat Kokon (g)Hasil pengamatan berat kokon di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan pada Gambar 14

Gambar 14. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di EnrekangHasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,78 gram disusul jenis Sayang-1 yaitu 1,74 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis Sayang-2 dengan berat hanya mencapai 1,73 gram.

3. Berat Kulit Kokon (g)Hasil pengamatan berat kulit kokon di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan pada Gambar 15

Gambar 15. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di EnrekangHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kulit kokon yang sama dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan berat 0,36 gram. Sedangkan perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,34 g.

4. Persentase Kulit Kokon (%)Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan pada Gambar 16

Gambar 16. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di EnrekangHasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi didapatkan oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata persentase kulit kokon 19,52% disusul oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan berat rata-rata 18,92% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 18,71%.

5. Panjang Serat (m)Hasil pengamatan panjang serat di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan pada Gambar 17

Gambar 17. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di EnrekangHasil pengamatan menunjukkan jenis Sayang-1 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 1022,071 m disusul dengan Sayang-3 dengan rata-rata panjang serat 1018,881 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 924,414 m. 6. Daya Gulung (%)Hasil pengamatan persentase daya gulung di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan pada Gambar 18

Gambar 18. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di EnrekangHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu Sayang-1 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 87,33 %, disusul oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya gulung 85,45% dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 81,65 %.

D. Sompe dan Salotenga, Wajo1. Penetasan (%)Hasil pengamatan penetasan di Wajo ditunjukkan pada Gambar 19

Gambar 19. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di WajoHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,3%, perlakuan Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 93,2%, sedangkan persentase penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata persentase penetasan 91,8%.

2. Berat Kokon (g)Hasil pengamatan berat kokon di Wajo ditunjukkan pada Gambar 20

Gambar 20. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di WajoHasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,59 gram disusul jenis Sayang-1 dan jenis Sayang-2 dengan berat sama yaitu 1,44 gram,

3.Berat Kulit Kokon (g)Hasil pengamatan berat kulit kokon di Wajo ditunjukkan pada gambar 21

Gambar 21. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di WajoHasil pengamatan menunjukkan bahwa Sayang-2 mempunyai rata-rata berat kulit kokon yang sama dengan Sayang-3 dengan rata-rata 0,27 g. Sayang-1 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,26 g.

4.Persentase Kulit Kokon (%)Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Wajo ditunjukkan pada gambar 22

Gambar 22. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di WajoHasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata persentase kulit kokon 18,03% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata 17,53% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 17,37%.

5. Panjang Serat (m)Hasil pengamatan panjang serat di Wajo ditunjukkan pada gambar 23

Gambar 23. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di WajoHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 865,408 m disusul dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata panjang serat 853,180 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 843,461 m.

6.Daya Gulung (%)Hasil pengamatan persentase daya gulung di Wajo ditunjukkan pada gambar 24

Gambar 24. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di WajoHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu Sayang-3 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 88,94 %, disusul oleh perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata daya gulung 87,16% dan yang terendah yaitu perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata 84,92 %. E. Renggeang, Polman1. Penetasan (%)Hasil pengamatan persentase penetasan di Renggeang, Polman ditunjukkan pada gambar 25

Gambar 25. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di PolmanHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,5%, perlakuan Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 93,7%, sedangkan persentase penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata persentase penetasan 92,1%.

2. Berat Kokon (g)Hasil pengamatan berat kokon di Renggeang, Polman ditunjukkan pada gambar 26

Gambar 26. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di PolmanHasil pengamatan menunjukkan perlakuan 1 jenis Sayang-1 mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,69 gram disusul jenis Sayang-3 yaitu 1,65 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis Sayang-2 dengan berat rata-rata hanya mencapai 1,47 gram,

3. Berat Kulit kokon (g)Hasil pengamatan berat kulit kokon di Renggeang, Polman ditunjukkan pada gambar 27

Gambar 27. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di PolmanHasil pengamatan menunjukkan bahwa Sayang-1 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,30 g disusul oleh perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata 0,29 g dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 0,25 g.

4. Persentase Kulit Kokon (%)Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Renggeang, Polman ditunjukkan pada gambar 28

Gambar 28. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di PolmanHasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata persentase kulit kokon 18,23% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata 17,93% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 17,58%.

5. Panjang Serat (m)Hasil pengamatan panjang serat di Renggeang, Polman ditunjukkan pada gambar 29

Gambar 29. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di PolmanHasil pengamatan jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 931,654 m disusul dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata panjang serat 921,524 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 812,331 m.

6. Daya Gulung (%)Hasil pengamatan persentase daya gulung di Renggeang, Polman ditunjukkan pada gambar 30

Gambar 30. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di PolmanPerlakuan 1 yaitu Sayang-1 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 92,49 %, disusul oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya gulung 89,31% dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 86,79 %.

F. Kamiri, Barru1. Penetasan (%)Hasil pengamatan persentase penetasan di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar 31

Gambar 31. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di BarruHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,6%, perlakuan Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 94,0%, sedangkan persentase penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata persentase penetasan 92,9%.

2. Berat Kokon (g)Hasil pengamatan berat kokon di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar 32

Gambar 32. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di BarruHasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,67 gram disusul jenis Sayang-1 yaitu 1,64 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis Sayang-2 dengan berat rata-rata hanya mencapai 1,58 gram,

3. Berat Kulit Kokon (g)Hasil pengamatan berat kulit kokon di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar 33

Gambar 33. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di BarruPerlakuan 3 yaitu Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,33 g disusul oleh Sayang-1 dengan rata-rata 0,28 g dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 0,27 g.

4. Persentase Kulit Kokon (%)Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar 34

Gambar 34. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di BarruHasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata persentase kulit kokon 18,31% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata 18,21% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 18,03%.

5. Panjang Serat (m)Hasil pengamatan panjang serat di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar 35

Gambar 35. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di BarruHasil pengamatan di Barru menunjukkan jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 914,072 m disusul dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata panjang serat 847,689 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 825,119 m.

6. Daya Gulung (%)Hasil pengamatan daya gulung di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar 36

Gambar 36. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di BarruSayang-3 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 91,29 %, disusul oleh perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata daya gulung 88,50 % dan yang terendah yaitu perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata 88,13 %.

G. Tana Belange, Soppeng1. Penetasan (%)Hasil pengamatan persentase penetasan di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada gambar 37

Gambar 37. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di SoppengHasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,8%, perlakuan Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 94,1%, sedangkan persentase penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata persentase penetasan 92,4%. 2. Berat Kokon (g)Hasil pengamatan berat kokon di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada gambar 38

Gambar 38. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di SoppengHasil pengamatan menunjukkan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,81 gram disusul jenis Sayang-3 yaitu 1,78 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis Sayang-2 dengan berat rata-rata hanya mencapai 1,69 gram.

3. Berat Kulit Kokon (g)Hasil pengamatan berat kulit kokon di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada gambar 39

Gambar 39. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di SoppengHasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis Sayang-1 dan Sayang-2 mempunyai rata-rata berat kulit kokon yang sama yaitu 0,36 g disusul oleh perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata berat kulit 0,34 g.4. Persentase Kulit Kokon (%)Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada gambar 40

Gambar 40. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di SoppengHasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata persentase kulit kokon 19,04% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata 19,01% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 18,59%. 5. Panjang Serat (m)Hasil pengamatan panjang serat di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada gambar 41

Gambar 41. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di SoppengJenis Sayang-1 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 949,054 m disusul dengan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata panjang serat 926,074 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 887,262 m. 6. Daya Gulung (%)Hasil pengamatan daya gulung di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada gambar 42

Gambar 42. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di SoppengSayang-3 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 88,82 %, disusul oleh perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata daya gulung 87,97 % dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 85,45 %.

V. PEMBAHASAN

A. Rentang dan Rata-rata Hasil PengamatanHasil analisis kuantitatif deskriptif disajikan pada Tabel 1 berikut :Tabel 1. Rentang dan Rata-Rata Hasil Pengamatan Parameter yang Diamati NoParameterRentangRata-rata

1Persentase Penetasan (%)90,8 95,693,5

2Berat kokon (g)1,31 1,831,67

3Berat kulit kokon(g)0,21 0,390,31

4Persentase kulit kokon (%)14,60 20,3018,12

5Panjang serat (m)688,876 1045,54918,37

6Daya gulung (%)78,89 95,0387,93

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2013Tabel 1 menunjukkan bahwa dari ketiga perlakuan menunjukkan kisaran hasil yang bervariasi. Parameter persentase penetasan (%) menunjukkan hasil yang cukup baik dengan hasil terendah 90,8% dan tertinggi 95,6% dengan rata-rata 93,5%. Pada parameter berat kokon menunjukkan hasil terendah 1,31 g dan tertinggi 1,83 g dan rata-rata 1,67 g. Pada parameter berat kulit kokon (g) terendah 0,21 g dan tertinggi 0,39 g dengan rata-rata 0,31 g. Pada parameter persentase kulit kokon (%) terendah 14,60 g dan tertinggi 20,30 g dengan rata-rata 18,12 g. Pada parameter panjang serat terendah 688,876 m dan tertinggi 1045,54 g dengan rata-rata 918,37 g. Untuk parameter daya gulung terendah 78,89 dan tertinggi 95,03 % dengan rata-rata 87,93 %.

Tabel 2. Nlai rentang dan rata-rata parameter pada dataran rendah dan dataran tinggi ParameterDataran RendahDataran Tinggi

RentangRata-rataRentangRata-rata

Penetasan (%)91,83 - 94,8093,4692,33 - 94,5693,54

Berat Kokon (g)1,44 - 1,811,661,68 1,781,73

Berat Kulit (g)0,25 - 0,360,320,30 - 0,360,34

Persentase Kulit (%)17,37 - 19,5218,4915,30 - 19,5218,07

Panjang Benang (m)812,33 - 1022,07912,74898,26 - 1022,07967,65

Daya Gulung (%)81,65 - 92,4987,9681,65 - 91,8687,42

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2013Berdasarkan lokasi tempat pelaksanaan studi adaptasi, hasil di wilayah dataran tinggi yang terdiri dari Malino, Sinjai dan Enrekang menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada parameter penetasan, berat kokon, berat kulit dan panjang benang, sedangkan hasil dari wilayah dataran rendah yang terdiri dari Barru, Wajo, Polman dan Soppeng menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada parameter persentase kulit dan daya gulung. Hasil persentase penetasan di dataran rendah memiliki rata-rata 93,46 % dengan rentang 91,83 % 94,80 %, sedangkan untuk dataran tinggi rata-rata persentase penetasannya 93,54% dengan rentang 92,33 % - 94,56 %.Pada parameter berat kokon rata-rata berat di dataran rendah 1,66 g dengan rentang 1,44 g 1,81 g, sedangkan untuk dataran tinggi rata-rata berat kokonnya 1,73 g dengan rentang 1,68 g 1,78 g. Parameter berat kulit kokon di dataran rendah rata-rata beratnya 0,32 g dengan rentang 0,25 g 0,36 g, sedangkan dataran tinggi rata-rata beratnya 0,34 g dengan rentang 0,30 g 0,36 g. Parameter persentase kulit kokon di dataran rendah rata-rata 18,49 % dengan rentang 17,37 % - 19,52 % sedangkan di dataran tinggi memiliki rentang 15,30 % - 19,52 % dengan rata-rata 18,07 %. Parameter panjang benang di dataran rendah memiliki rata-rata 912,74 m dengan rentang 812,33 m 1022,07 m dengan rata-rata 912,74 m, sedangkan di dataran tinggi rentang panjang benangnya berkisar 898,26 m 1022,07 m dengan rata-rata panjangnya 967,65 m. Daya gulung benang di dataran rendah berkisar pada 81,65 % - 92,49 % dengan rata-rata 87,96 %, sedangkan di dataran tinggi rata-rata daya gulungnya 87,42 % dengan rentang daya gulung berkisar pada 81,65 % - 91,86 %B. Kesesuaian Bibit pada masing-masing Lokasi

Hasil analisis kesesuaian jenis bibit pada masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa urutan jenis bibit yang sesuai untuk Gunung Perak Sinjai adalah jenis Sayang-1, Sayang-3 dan disusul oleh Sayang-2. Untuk lokasi Salotenga dan Sompe Wajo, urutan kesesuaian bibit adalah jenis Sayang-3, disusul dengan Sayang-1, dan terakhir Sayang-2. Pada daerah Renggeang Polman, urutan kesesuaian jenis bibit adalah Sayang-1 ,Sayang3 dan disusul dengan Sayang-2. Pada daerah Kamiri Barru, urutan kesesuaian bibit adalah Sayang-3, disusul oleh Sayang-1 dan terakhir Sayang-2. Untuk daerah Malino, Gowa, urutan kesesuaian jenis bibit adalah Sayang-1 dan Sayang-3, disusul dengan Sayang-2. Pada daerah Mata Allo, Enrekang, urutan kesesuaian jenis bibit adalah Sayang-1, disusul dengan Sayang-3, dan terakhir Sayang-2. Untuk daerah Tana Belange, Soppeng, urutan kesesuaian jenis bibit adalah Sayang-3, disusul oleh Sayang-1 dan terakhir Sayang-2. Berdasarkan Tabel 3, hasil analisis dengan menjumlahkan rangking pada masing-masing lokasi menunjukkan bahwa secara keseluruhan lokasi jenis Sayang-3 merupakan jenis yang terbaik, disusul oleh jenis Sayang-1, dan terakhir jenis Sayang-2. Secara ringkas, jenis Sayang-1 sesuai untuk lokasi daerah Gunung Perak Sinjai, Renggeang Polman, Malino Gowa dan Mata Allo Enrekang. Jenis ulat sutera Sayang-3 sesuai pada daerah Gunung Perak Sinjai, Sompe & Salotenga Wajo, Renggeang Polman, Kamiri Barru, Malino Gowa dan Tana belange Soppeng

17

Tabel 3. Rangking Kesesuaian Jenis Bibit dengan LokasiLokasiJenisrata2 rgkgrata2 brtrgkgrata2 brt rgkgrata2 % rgkgrata2 panjrgkgrata2 daya rgkgjumlahRgkg

pntsnkokonkulitkulitbenanggulungAkhir

SinjaiSayang-194,121,7020,361 16,00 2972,8273191,11194,561

Sayang-293,331,6830,313 15,30 3916,9843385,23318,002

Sayang-394,611,7310,332 16,45 1966,4723286,9329,001

WajoSayang-193,221,4420,262 17,53 2853,18284,92313,002

Sayang-291,831,4420,271 17,37 3843,461387,16214,003

Sayang-394,311,5910,271 18,03 1865,408188,9416,001

PolmanSayang-193,721,6910,301 17,93 2921,524292,4919,001

Sayang-292,131,4730,253 17,58 3812,3313386,79318,002

Sayang-394,511,6520,292 18,23 1931,6537189,3129,001

BarruSayang-194,021,6420,282 18,21 2847,6893288,13313,002

Sayang-292,931,5830,273 18,03 3825,1187388,50217,003

Sayang-394,611,6710,331 18,31 1914,0717191,2916,001

MalinoSayang-193,611,7220,332 19,48 1974,5157291,8619,001

Sayang-292,321,7030,303 19,18 2898,2627386,11316,002

Sayang-393,611,7610,341 19,10 31014,431191,1429,001

EnrekangSayang-193,621,7420,361 19,52 11022,071187,3318,001

Sayang-292,431,7330,342 18,71 3924,4137381,65317,003

Sayang-394,311,7810,361 18,92 21018,881285,4529,002

SoppengSayang-194,121,8110,361 19,01 2949,0537187,9729,002

Sayang-292,431,6930,342 18,59 3887,2617385,45317,003

Sayang-394,811,7820,361 19,04 1926,0737288,8218,001

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

VI. VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Ketiga jenis ulat sutera menunjukkan kualitas yang cukup baik pada 6 parameter Secara umum jenis ulat sutera yang terbaik adalah Sayang-3, disusul oleh jenis Sayang-1 dan Sayang-2 Jenis ulat sutera Sayang-1 sesuai pada daerah Gunung Perak Sinjai, Renggeang Polman, Malino Gowa dan Mata Allo Enrekang Jenis ulat sutera Sayang-3 sesuai pada daerah Gunung Perak Sinjai, Sompe & Salotenga Wajo, Renggeang Polman, Kamiri Barru, Malino Gowa dan Tana belange Soppeng

B. Saran Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui daya tahan ulat pada tiap jenis persilangan Hasil studi adaptasi perlu dilakukan pada kondisi optimum untuk membedakan dengan kondisi pemeliharaan pada tingkat petani