laporan akhir penelitian pola penguasaan dan pemilikan

150
LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan Tanah Di Pulau-pulau Kecil PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional 2014

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

i

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

LAPORAN AKHIR

Penelitian Pola Penguasaan Dan

Pemilikan Tanah

Di Pulau-pulau Kecil

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional2014

Page 2: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

ii

Penyusunan laporan akhir ini dibuat dalam rangka pertanggungjawaban terhadap Penelitian Swakelola tahun 2014 tentang Pola Penguasaan dan Pemilikan Tanah di Pulau-pulau Kecil.

Hak penguasaan Negara atas tanah, dalam ketentuan hukumnya dilihat dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Aturan dasar dalam konstitusi menyangkut pengelolaan sumber daya alam tersebut termasuk dalam pengertian ”dikuasai oleh Negara” tersebut kemudian dijabarkan dalam UUPA.

Di dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA ditentukan ”Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian pada ayat (2) diuraikan bahwa hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk:a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan

bumi, air dan ruang angkasa tersebut.b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan

bumi, air dan ruang angkasa;c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Dalam penjelasan UUPA dijelaskan bahwa pengertian ”dikuasai” bukan berarti ”dimiliki” akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk melakukan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA tersebut. Atas dasar hak menguasai dari negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada perorangan maupun badan hukum (subyek hak, UUPA pasal 4), adapun hak-hak atas tanah sebagaimana tercantum dalam UUPA pasal 16, yang kemudian diimplementasikan kedalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Secara konsepsional, seluruh permukaan bumi (tanah) yang ada di seluruh wilayah Indonesia dapat dimiliki dan diberikan hak-hak atas tanah kepada setiap warga negara Indonesia sesuai

Penyusunan laporan akhir ini dibuat dalam rangka pertanggung jawaban terhadap Penelitian Swakelola tahun 2014 tentang Pola Penguasaan dan Pemilikan Tanah di Pulau-pulau Kecil.

Kata Pengantar

Page 3: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

iii

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk yang berada di kepulauan atau merupakan pulau atau juga pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia, sehingga kita temukan beberapa pola penguasaan dan pemilikan tanah di pualu-pulau kecil. Pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil harus juga mengacu kepada peraturan-peraturan yang bersifat sektoral antara lain tentang sempadan pantai dan ruang terbuka hijau.

Melalui laporan akhir ini secara garis besar dapat diketahui : Pertama, Pola Penguasaan dan Pemilikan tanah di pulau-pulau kecil lokasi penelitian adalah (i) Satu pulau dimiliki oleh satu Badan Hukum yakni Gili Nanggu, Pulau Nikoi, dan Pulau Lengkana; (ii) Satu pulau dimiliki oleh satu Holding/Group yakni pulau Bulan; (iii) Satu pulau dikuasai oleh satu orang pulau Kiluan; (iv) Satu pulau diindikasikan dimiliki satu orang yakni Pulau Panjurit ; (v) Satu pulau diindikasikan dikuasai tiga orang yakni Pulau Rimaubalak; (vi) Satu pulau dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat dan badan hukum, yakni Gili Terawangan, Gili Meno, Gili Air, Pulau Saonek, Pulau Dum, Pulau Derawan dan Pulau Maratua.

Kedua, Pemerintah Daerah sebagian besar belum menerbitkan Perda terkait dengan sempadan pantai dan ruang terbuka hijau, sehingga BPN dalam memlaksanakan pengukuran dan pemetaan serta memberikan hak atas tanah dimulai dari bibir pantai, sehingga Penguasaan dan pemilikan tanah oleh badan hukum dan perorangan dimulai dari bibir pantai. Namun, pemanfaatan tanah di bibir pantai telah memperhatikan kepentingan publik, antara lain untuk bersandarnya perahu/speed boat di dermaga/dibibir pantai.

Ketiga, langkah-langkah pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil adalah: (1) Terbitkan Peraturan Pemerintah tentang HGU, HGB, HM atau HP bagi seluruh pulau (kecil) berdasarkan PP No.40/1996, pasal 60, (2) Terbitkan Peraturan Presiden dan Peraturan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam penetapan sempadan pantai yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lainnya, (3) Terbitkan Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Kementerian Agraria dan tata Ruang/BPN dalam kaitannya dengan pemanfaatan hak atas tanah yang dapat dimanfaatkan dengan memperhatikan Ruang Terbuka Hijau, (4) Daftarkan seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia sesuai pasal 19 UUPA dan PP 24 tahun 1997, agar supaya : (a) dapat diketahui berapa jumlah dan luas pulau-pulau kecil yang tersebar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan (b) dapat ditetapkan sebagai wilayah bagi : (i) Pertahanan dan Keamanan Negara , (ii) Konservasi, (iii) Kesejahteraan Masyarakat.

Penyusun,

Tim Peneliti

Page 4: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

iv

Daftar IsiKATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 2

1.2. Permasalahan Penelitian 6

1.3. Tujuan Penelitian 7

1.4. Hasil Akhir Penelitian 7

1.5. Kegunaan Penelitian 7

1.6. Lokasi Penelitian 7

1.7. Ruang Lingkup Penelitian 7

BAB II LANDASAN YURIDIS 9

2.1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Nomor IX/TAP/MPR Tahun 2001,

tentang Pembaharuan Agraria dan

Pengelolaan Sumberdaya Alam 10

2.2. Undang Undang Dasar (UUD) 1945 10

2.3. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960,

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (UUPA) 10

2.4. Undang Undang Nomor 24 tahun 1992 jo

Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang 17

2.5. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014,

tentang Perubahan atas undang

undang nomor 27 tahun 2007, tentang

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil 18

2.6. Undang Undang Nomor 32 tahun 2009,

tentang Perlindungan dan pengelolaan

Lingkungan Hidup 18

2.7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun

1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai 18

2.8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

2004 tentang Penatagunaan Tanah 19

2.9. Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No.

41/2000 Jo Kep. Menteri Kelautan dan

Perikanan No. 67/2002 20

2.10. Surat Edaran Menteri Negara Agraria/

Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997 20

2.11. Hak atas tanah di wilayah Sempadan

Pantai 20

2.12. Landasan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan

sekitar 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23

3.1. Metode Penelitian 24

3.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 24

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 24

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data 25

3.5. Landasan operasioal 25

3.6. Lokasi Sampel 25

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI DAN

KABUPATEN/KOTA LOKASI PENELITIAN 27

4.1. Provinsi Nusa Tenggara Barat 28

a. Kabupaten Lombok Barat 29

b. Kabupaten Lombok Utara 31

4.2. Provinsi Papua Barat 32

a. Kabupaten Raja Ampat 33

b. Kota Sorong 39

4.3. Provinsi Kalimantan Timur 40

a. Kabupaten Berau 44

4.4. Provinsi Lampung 47

a. Kabupaten Tanggamus 54

b. Kabupaten Lampung Selatan 64

4.5. Provinsi Kepulauan Riau (KEPRI) 68

a. Kabupaten Bintan, Pulau Bintan 73

b. Kota Batam, Pulau Batam 75

BAB V HASIL PENELITIAN

DAN PEMBAHASAN 87

5.1. Pola Penguasaan dan Pemilikan Tanah

di Pulau-Pulau Kecil Lokasi Penelitian 88

5.2. Langkah-Langkah Pengaturan

Penguasaan dan Pemilikan Tanah di

Pulau-Pulau Kecil 141

BAB VI KESIMPULAN DAN

REKOMENDASI 143

6.1. Kesimpulan 144

6.2. Rekomendasi 144

DAFTAR PUSTAKA 145

Page 5: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

1

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL 1Bab IPendahuluan

Page 6: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

2

1.1. LATAR BELAKANG Negara Indonesia disebut sebagai negara kepulauan, karena berdasarkan data yang ada, terdapat 17.508 buah pulau besar dan kecil. Berdasarkan pasal 121 (1) UNCLOS 1982, pulau adalah daerah daratan yang dibentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas permukaan air pada air pasang. Pasal 49 UNCLOS 1982 mengatakan: 1. Kedaulatan suatu Negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal

kepulauan, yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47, disebut sebagai perairan kepulauan, tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai.

2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas perairan kepulauan, juga dasar laut dan tanah di bawahnya, dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Kedaulatan Indonesia sebagai Negara Kepulauan berdasarkan:l Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 yang ditetapkan sebagai UU No.4/PRP/1960 tentang

Perairan Indonesia. l Konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 yaitu United Nations Convention On The Law

of The Sea atau UNCLOS 1982, yang di ratifikasi dalam UU No.17 Tahun 1985.

Pulau-pulau yang besar di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) pada umumnya ditempati oleh sebagian besar manusia Indonesia, sedangkan pulau-pulau kecil masih sedikit dihuni, namun pada saat ini pulau-pulau kecil tersebut, juga sudah banyak yang dikuasai, dan dimiliki oleh Badan Hukum maupun perorangan.

BAB IPENDAHULUAN

Negara Indonesia disebut sebagai negara kepulauan, karena berdasarkan data yang ada, terdapat 17.508 buah pulau besar dan kecil.

Page 7: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

3

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Memperhatikan Undang Undang 27 tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, dalam pasal 1 mengatakan antara lain Pulau Kecil adalah: “ pulau yang luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 Km2 atau 200.000 hektar, beserta kesatuan Ekosistemnya”. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.

Disamping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular, mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dengan bernilai tinggi, tidak mampu mempengaruhi hindroklimat, memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil, sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut , serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

Sedangkan pulau kecil terluar (PPKT) adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal lurus kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.

Disamping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular, mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dengan bernilai tinggi, tidak mampu mempengaruhi hindroklimat, memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil, sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut, serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya. Berdasarkan tipe pulau-pulau kecil tersebut, akan berpengaruh pada penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanahnya. Apabila pulau-pulau kecil tersebut sudah dikuasai, dimiliki dan dimanfaatkan oleh Badan Hukum maupun perorangan, maka bidang-bidang tanah dari pulau tersebut sudah merupakan rumah tempat tinggalnya (perumahan) maupun untuk tempat berusaha mencari nafkah berupa pertanian, perkebunan dan non pertanian. Penguasaan tanah yang dilakukan secara terus-menerus menimbulkan hubungan nyata antara manusia dengan tanah, sehingga dapat dikatakan, bahwa hubungan dan tindakan pengolahan nyata atas tanah adalah unsur utama lahirnya hak atas tanah*1). Penguasaan dan tindakan pengolahan/pemanfaatan atas tanah secara nyata dan terus-menerus berkesinambungan, maka penghuni di pulau-pulau kecil dimaksud mempunyai hubungan hukum dengan tanah yang di tempati dan diusahakannya, kemudian hubungan hukum tersebut diakui oleh penguasa dan masyarakat setempat atau oleh pemerintah di daerah tersebut yang ditandai dengan pengakuan secara tertulis maupun secara lisan. Pengakuan secara tertulis dapat berupa Surat Pernyataan atau Surat Keterangan Penguasaan Atas Tanah (SKT/SPH) dari pejabat yang berwenang yang menyatakan yang bersangkutan benar menguasai,

*1). Mhd.Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm.234

Page 8: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

4

memiliki, menggunakan dan memanfaatkan suatu bidang tanah dengan batas-batas bidang tanah yang disahkan serta tidak ada pihak lain yang mempermasalahkannya. Bukti penguasaan atas tanah secara tertulis yang menerangkan adanya hubungan hukun atas tanah dengan yang menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut disebut sebagai “alas hak”*2).

Apabila sudah ada alas hak, maka tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan tersebut telah membenarkan kepunyaan dari yang menguasainya, secara keperdataan dapat juga dikatakan sebagai “milik”. Akan tetapi walaupun sudah ada alas hak atau penguasaan atas tanah secara fisik dan pemanfaatannya, bahkan telah disebut sebagai kepunyaan atau kepemilikan, maka pemilikan atau penguasaan serta pemanfaatan atas tanah yang berada pada pulau-pulau kecil tersebut, tidak serta merta memberikan hak dan keleluasaan kepada pemiliknya untuk menguasai sepenuhnya, sebab keberadaan suatu pulau tidak saja untuk kepentingan Badan Hukum dan pribadi penghuninya dan masyarakat setempat, tetapi ada aspek-aspek lain yang melingkupinya, seperti aspek politik pertanahan, juga ada kepentingan politik dan keamanan dari Negara/Pemerintah. Oleh karena itu keberadaan pulau-pulau kecil mempunyai arti yang strategis, karena di atasnya ada kepentingan ekonomi bagi Badan Hukum dan orang perorang serta masyarakat setempat.

Dengan adanya berbagai kepentingan yang diletakan diatas pulau-pulau kecil tersebut, maka diperlukan pengaturan yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap penguasaan, dan pemilikan atas tanahnya.

Pengaturan terhadap penguasaan dan penggunaan/pemanfaatan tanah untuk kepentingan Badan hukum dan perorangan yang ada di pulau-pulau kecil, mengacu kepada pengaturan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah di atas permukaan bumi pada umumnya, yakni sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat (3) dan UUPA pasal 16 ayat (1) yang berkaitan dengan hak-hak yang dapat diberikan oleh Negara/Pemerintah (BPN-RI) kepada Badan Hukum dan Perorangan atas obyek tanah tertentu yang berada di atas suatu pulau-pulau kecil di Indonesia. Secara konseptual seluruh permukaan bumi (tanah) yang ada di seluruh wilayah Indonesia, dapat dimiliki dan diberikan hak-hak atas tanah kepada Badan Hukum dan perorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, termasuk yang berada di pulau-pulau kecil yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mengimplementasikan penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil, maka apabila kita perhatikan Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1996, tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah pasal 60 dinyatakan, bahwa :”Pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah”.

Selanjutnya berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1698 Tanggal 14 Juli 1997 antara lain dinyatakan bahwa: “Permohonan ijin lokasi dan permohonan hak atas tanah yang berbatasan dengan pantai masih dimungkinkan diproses yang dilakukan secara hati-hati dan selektif dan permohonan yang diajukan setelah tanggal 3 Juli 1997, agar dilaporkan kepada Menteri untuk mendapat petunjuk pelaksanaan lebih lanjut.”

*2). Ibid,

Page 9: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

5

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Kemudian dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang diundangkan pada tanggal 17 Juli 2007, maka dalam hal pengelolaan tanah di kawasan pantai dan juga di pulau-pulau kecil dapat juga diberikan hak atas tanah oleh Instansi Badan Pertanahan Nasional. Selanjutnya dengan diperbaharuinya UU 27/2007 dengan Undang Undang Nomor 1 tahun 2014, tentang Perubahan atas undang undang nomor 27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, antara lain dinyatakan bahwa: (1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin Lokasi.(2) Izin Lokasi diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.(3) Izin Lokasi diberikan dalam luasan dan waktu tertentu.(4) Dalam hal pemegang Izin Lokasi tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak izin diterbitkan, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Izin Lokasi.”

Pada sat ini di dalam tataran operasional penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil di indikasikan antara lain sebagai berikut: 1) Pada wilayah pesisir sudah diterbitkan sertipikat hak atas tanah yakni Hak Guna Bangunan, Hak

Pakai dan Hak Milik oleh Kantor Pertanahan yang diberikan kepada perorangan maupun badan hukum.

Berdasarkan data dari P3WT BPN-RI dapat diketahui tentang Penguasaan dan Pemilikan Tanah di Pulau-Pulau Kecil antara lain yang terletak di pantai utara/ timur Jawa Tengah, seperti di Kabupaten Jepara, terdapat pulau-pulau kecil yang sudah dikuasai dan dimiliki oleh perorangan dan badan hukum, yakni di:l Pulau Kumbang, l Pulau Menyawakan, l Pulau Cemara Kecil

Pulau Kumbangl Dikuasai perorangan 26,19% dan tanah negara bebas sebesar 73,81 % l Tanah di P. Kumbang belum terdaftar 73,81 persen. 26,19 persen sudah terdaftar dengan

status Hak Milik (HM), terdiri dari 4 bidang tanah. 3 bidang tanah Hak Milik (HM) a.n. Slamet Hadi Wibowo dan 1 bidang tanah HM a.n. Muhammad Taufiq.

l Penggunaan tanah di Pulau Kumbang mayoritas berupa padang rumput/sabana/alang-alang sebesar 38,98 %, berupa hutan 34,83 %, kebun kelapa 24,57 % dan rumah 1,62 %.

Pulau Menyawakanl Secara administrasi, Pulau menyawakan termasuk ke dalam wilayah Desa Karimunjawa,

Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.l Luas: 21 hektar l Terdapat hotel dan resort juga penangkaran kura-kura atau penyu.l Dikuasai Badan Hukum yaitu PT Wisata Laut Nusa Permai dan kelompok masyarakat sebagai

tanah wakaf untuk Masjid Besar Karimunjawa. l 82,41% terdaftar Hak Guna Bangunan (HGB) berupa hotel dan resort. 18,59% Hak Milik (awalnya

terdapat 4 bidang tanah yang kemudian diwakafkan untuk Masjid besar Karimunjawa). l 81,41 persen berupa kebun kelapa dan 18,59 persen berupa hotel dan resort bernama Kura-

kura Resort

Page 10: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

6

Pulau Cemara Kecill Letak: Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. l Luas: 3 hektar

Pulau Cemara Kecil tanahnya sebagian kecil dikuasai oleh perorangan, sedangkan yang lainnya masih berupa tanah negara bebas.l terdapat satu bidang tanah dengan status Hak Milik (HM) yang di[ergunakan untuk kebun

kelapa. l Penggunaan tanah mayoritas hutan cemara (64,05%), kebun kelapa (18,98 %), mangrove

(13,53%) dan rumah (3,44%).l Pulau Cemara Kecil saat ini untuk tanah di daratan pulau tersebut tidak ada pemanfaatan

lainnya. Namun di daerah perairannya merupakan obyek wisata bahari.l Di Pulau Cemara Kecil juga tidak ditemukan adanya penguasaan pulau oleh WNA.

2). Adanya kecenderungan “pengkaplingan” dan penjualan pulau-pulau oleh sekelompok orang, seperti kasus jual beli pulau Bidadari di Nusa Tenggara Timur yang dijual oleh Haji Yusuf, penduduk setempat kepada pihak warga negara asing (Ernest Lewandowski, Warga Negara Inggiris) pada tahun 2006 lalu. Penjualan pulau tersebut mendapat reaksi beragam dari berbagai kalangan, termasuk Menteri Dalam Negeri saat itu M. Ma’ruf yang menyatakan pembelian Pulau Bidadari oleh warga Inggiris tersebut menyalahi prosedur karena dilakukan di bawah tangan, padahal izin yang diberikan adalah untuk investasi. Terjadinya jual beli pulau Bidadari tersebut menimbulkan persoalan tersendiri, apalagi dijual kepada orang asing, sebab dapat berpotensi menimbulkan ancaman keamanan dalam konteks kenegaraan, juga jelas-jelas menyalahi aturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UUPA yang melarang orang asing mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan tanah yang ada di Indonesia.

Di dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 57 (huruf b) menyatakan, bahwa: Pencadangan sumber daya alam meliputi sumber daya alam yang dapat di kelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan. Untuk melaksanakan pencadangan sumber daya alam, Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah Kabupaten/Kota dan perseorangan dapat membangun:a. Taman keanekaragamanan hayati di luar kawasan hutan;b. Ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luas pulau/kepulauan; dan/atauc. Menanam dan memelihara pohon di luar kawasan hutan, khususnya tanaman langka. Merujuk kepada hal-hal tersebut di atas dan de ngan mengingat urgennya penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil, namun belum ada payung hukum berupa Peraturan Pemerintah yang mendasarinya sebagaimana yang diamanatkan oleh: 1). Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1996, tentang HGU, HGB dan HP Atas Tanah pasal 60, 2). Undang Undang Nomor 1 tahun 2014, tentang Perubahan atas undang undang nomor 27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, 3). Undang Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 57 (huruf b) Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah Kabupaten/Kota dan perseorangan dapat membangun dengan memperhatikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luas pulau/kepulauan, dan 4) Peraturan perundang-undangan lainnya yang diterbitkan se cara sektoral, maka pertanyaannya adalah sam pai sejauhmana penguasaan dan pemilik an tanah dapat diberikan oleh BPN-RI dan jajarannya kepada Badan Usaha dan per orangan? Apakah penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil sudah memperhatikan ruang terbuka hijau paling sedikit 30%?

Page 11: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

7

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

dan Sampai sejauh mana sinkronisasi, harmonisasi dan koordinasi peraturan-peraturan tersebut dalam implementasinya? Berdasarkan problematika tersebut di atas, maka Puslitbang BPN-RI pada tahun 2014 melakukan penelitian mengenai pola pemilikan, penguasaan tanah di pulau-pulau kecil.

1.2. PERMASALAHAN PENELITIAN1). Bagaimana Pola penguasaan dan pemilikan tanah Pulau-pulau Kecil Di Indonesia? 2). Bagaimana langkah-langkah pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah, di Pulau-pulau

Kecil Di Indonesia? 1.3. TUJUAN PENELITIAN1). Mengidentifikasi dan menganalisa Pola penguasaan dan pemilikan tanah Pulau-pulau

Kecil Di Indonesia.2). Mengidentifikasi dan menganalisa langkah-langkah pengaturan penguasaan dan pemilikan

tanah, di Pulau-pulau kecil di Indonesia.

1.4. HASIL AKHIR PENELITIAN1). Identifikasi dan analisa Pola penguasaan dan pemilikan tanah Pulau-pulau Kecil Di Indonesia. 2). Identifikasi dan analisa langkah-langkah pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah, di

Pulau-pulau Kecil Di Indonesia.

1.5. KEGUNAAN PENELITIANInformasi langkah-langkah pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil sebagai bahan penyusunan Kebijakan Pertanahan dalam mengantisipasi pemberlakuan Undang Undang Pertanahan.

1.6. LOKASI PENELITIAN1). Provinsi Kepulauan Riau 2). Provinsi Lampung3). Provinsi NTB4). Provinsi Kalimantan Timur5). Provinsi Papua Barat

Alasan pemilihan Provinsi, disebabkan karena di wilayah Provinsi tersebut tersebar pulau-pulau kecil yang sudah dikuasai, dimiliki oleh masyarakat secara kelompok/perorangan dan badan hukum.

1.7 . RUANG LINGKUP PENELITIAN a. Materi

1). Kriteria Pulau kecil dalam penelitian ini adalah:a). Luasan 2 hektar sampai dengan 10.000 hektar; b). Berpenghuni / tidak berpenghuni;c). Sudah ada/belum sertipikat pe ngu asa an dan pemilikan atas tanah.d). Sudah dimanfaatkan sesuai penggunaannya/belum

2). Pemberian Penguasaan dan pemilikan tanah (70%) di luar ruang terbuka hijau (30%)3). Kategori Penguasaan Tanah

a). penguasaan oleh pemilik sendiri,

Page 12: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

8

b). Penguasaan dengan cara bagi hasil, c). Penguasaan dengan cara gadai, d). Penguasaan dengan Ijine). Penguasaan tanpa ijin.

4). Kategori Pemilikan tanah Tanah adalah hak atas tanah yang tercatat pada administrasi pertanahan yang dapat

dibuktikan dengan surat keterangan hak, seperti sertipikat, akta jual beli, fatwa waris atau bentuk lainnya yang mengandung kekuatan hukum pertanahan di indonesia. Sedangkan bukti kepemilikan tanah (alas hak) dapat berupa:a). Sertipikat: sertipikat HM, sertipikat HGU, sertipikat HGB, sertipikat hak pakai dan

sertipikat hak pengelolaan.b). Bukan sertipikat: Groose akte eigendom, surat bukti hak milik, Petuk PBB, Akte jual

beli PPAT, Akte ikrar wakaf, rízala lelang, surat penunjukan kavling, ijin lokasi, surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan waris

c). Tanpa bukti jual beli di bawah tangan, waris/wakaf/hibah lisan, diakui masyarakat5). Kesesuaian antara pemanfaatan tanah dengan RTRW dengan Penggunaan Tanah dari

Pemda. 6). Dampak penguasaan, pemilikan tanah penggunaan dan pemanfaatan tanah terkait

dengan aksesibilitas, sosial ekonomi masyarakat sekitar.

b. Lokasi penelitian1 (satu) atau 2 (dua) Pulau-pulau kecil di wilayah administrasi Kabupaten dan Kota.

Page 13: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

9

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL 2Bab IILandasan Yuridis

Page 14: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

10

Penguasaan dan pemilikan tanah adanya pengakuan dari Pemerintah termasuk dalam penataan penggunaannya serta melegalkan haknya, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai landasan dalam bertindak bagi masyarakat dan pemerintah. Di dalam pengaturan sesuatu obyek dan subyek telah ada sistem hukum yang menatanya, antara lain sebagai berikut:

2.1. KETETAPAN MAJELIS PERMUSYA WARAT AN RAKYAT NOMOR IX/TAP/MPR TAHUN 2001, TENTANG PEMBAHARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM Dinyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya agraria/sumberdaya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik. Kemudian dipahami pula, bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya agraria/ sumberdaya alam sering tumpang tindih dan kadang-kadang bermuatan kepentingan sektoral. Ketimpangan P4T terjadi sebagai akibat belum adanya: penyusunan zonasi pemanfaatan kawasan, penataan kawasan dan pemanfaatan kawasan.

2.2. UNDANG UNDANG DASAR (UUD) 1945 Pertanahan yang disebut sebagai sumber-sumber utama kesejahteraan dan menjadi indikator penting dari keadilan dikonstatir dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Penggunaan bumi, air dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tersebut menunjukkan bahwa tujuan pemanfaatannya semata-mata untuk mensejahterakan rakyat sekaligus dengan memperhatikan aspek keadilan yang ditunjukkan dari kata “sebesar-besarnya”, artinya hasil dari penggunaan dan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam tersebut bukan untuk perseorangan atau kelompok tertentu tetapi untuk rakyat banyak.

2.3. UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960, TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA (UUPA)Lingkup permukaan bumi tersebut meliputi tanah yang ada di seluruh Indonesia sesuai dengan konsep kesatuan seluruh wilayah Indonesia sebagai kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, maksudnya tanah tidak semata-mata hak dari pemiliknya tetapi juga merupakan hak bersama rakyat Indonesia yang merupakan semacam hubungan hak ulayat Bangsa Indonesia.

Pengaturan terhadap penguasaan dan pemilikan tanah yang ada di pulau-pulau kecil mengacu kepada pengaturan di atas permukaan bumi pada pada umumnya, yakni untuk kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat/rakyat.

BAB IILANDASAN YURIDIS

Penguasaan dan pemilikan tanah adanya pengakuan dari Pemerintah termasuk dalam penataan penggunaannya serta melegalkan haknya

Page 15: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

11

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Dalam hal ini kepentingan masyarakat/rakyat berkaitan dengan hak-hak yang dapat dikuasai dan dimiliki atau dapat diberikan oleh Negara kepada masyarakat/rakyatnya atas obyek tanah tertentu yang berada di atas suatu pulau. Menyangkut hak-hak masyarakat/rakyat tersebut, konstitusi Negara menjamin adanya hak-hak dasar rakyat terhadap hak-hak atas tanah yang memang diemban oleh rakyat dan wajib dilindungi oleh negara.

Hak-hak dasar merupakan kondisi dasar yang harus ada dan tersedia dalam kehidupan, baik yang sifatnya individual maupun kolektif. Hak-hak dasar yang lahir oleh karena proses kesejahteraan dan proses perjalanan bangsa selama ini yang mewujud dalam banyak hal, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rasa aman, rasa nyaman, kebebasan, keadilan dan dalam berbagai bentuk lainnya.

Hampir semua hal yang berkaitan dengan hak-hak dasar rakyat langsung atau tidak langsung berkaitan dengan persoalan pertanahan. Hak-hak dasar rakyat yang mewujud dalam bentuk keadilan, misalnya seperti tidak berkaitan dengan pertanahan, tetapi karena tanah dan pertanahan merupakan sumber-sumber utama kemakmuran sumber utama ekonomi dan bahkan politik, maka pengaturan penguasaan dan pemilikannya menjadi indikator penting dari keadilan.

Selanjutnya kebijakan di bidang pengelolaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (sumber daya agraria) diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut juga dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Kemudian aturan tersebut ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersifat organik, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, peraturan menteri, keputusan menteri dan lain-lain.

1). Hak Penguasaan Negara Atas TanahKetentuan hukumnya dilihat dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Aturan dasar dalam konstitusi menyangkut pengelolaan sumber daya alam tersebut termasuk dalam pengertian ”dikuasai oleh Negara” tersebut kemudian dijabarkan dalam UUPA.

Di dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA ditentukan: ”Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian pada ayat (2) diuraikan bahwa hakmenguasai dari negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan

bumi, air dan ruang angkasa tersebut.b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan

bumi, air dan ruang angkasa;c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa”.

Page 16: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

12

Dalam penjelasan UUPA dijelaskan bahwa pengertian ”dikuasai” bukan berarti ”dimiliki” akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk melakukan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA tersebut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kekuasaan negara mengenai tanah mencakup tanah yang sudah dihaki oleh seseorang maupun yang tidak. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa Negara memberikan kekuasaan kepada yang mempunyai untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara tersebut. Sedangkan kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh, artinya negara dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Isi wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh negara tersebut semata-mata bersifat publik yaitu wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan wewenang untuk menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah yang bersifat peribadi. Secara teoritis, penyebutan ketentuan konstitusional mengenai Hak Menguasai dari Negara ini sesungguhnya bersifat deklaratif, artinya dengan atau tanpa penyebutan ketentuan tersebut setiap negara tetap mempunyai hak menguasai negara. Namun demikian, ketentuan tersebut tetap penting untuk mengkonfirmasi eksistensi dari hak menguasai negara tersebut dan menunjukkan sifat hubungan antara negara dengan tanah. Namun dalam tataran operasionalnya, hak-hak atas tanah tidak dapat diberikan untuk seluruh permukaan bumi di seluruh Indonesia, karena yang semula diatur dalam UUPA, sejak tahun 1967 diterbitkan beberapa peraturan perundang-undangan dari berbagai sektor yang bersifat sektoral.

Di samping itu sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUPA bahwa terdapat pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah untuk kawasan tertentu berdasarkan rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaannya, baik yang disusun perencanaannya oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk :(1). keperluan negara;(2). keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya;(3). keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain

kesejahteraan;(4). keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta

sejalan dengan itu; dan(5). keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

2). Penguasaan dan Pemilikan TanahPenguasaan dan pemanfaatan atas tanah merupakan hal penting dalam mengatur lalu lintas hukum di bidang pertanahan. Penguasaan tersebut dapat juga sebagai permulaan adanya hak, bahkan ada yang menyebut penguasaan tanah tersebut sudah merupakan suatu ”hak”. Kata ”penguasaan” menunjukkan adanya suatu hubungan antara tanah dengan yang mempunyainya. Hubungan hukum tersebut berupa hubungan nyata manusia dengan tanah, sebab tanpa hubungan nyata tersebut maka tidak akan lahir suatu hak apapun atas tanah.

Page 17: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

13

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan tanah tersebut, ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tanda bahwa tanah tersebut telah dikuasai dan dimilikinya. Tanda tersebut bisa berbentuk fisik maupun bisa berbentuk bukti tertulis. Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti yuridis maupun fisik. Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya alas hak dari penguasaan tanahnya, apabila telah ada alas hak, maka hubungan tanah dengan obyek tanahnya sendiri telah dilandasi dengan suatu hak. Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan yang empunya tanah tersebut, misalnya didiami dengan mendirikan rumah tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian. Penguasaan tanah dapat menjadi pertanda adanya pemilikan dan hal tersebut juga dapat merupakan permulaan adanya atau diberikannya hak atas tanah, dengan perkataan lain penguasaan tanah secara fisik merupakan salah satu faktor utama dalam rangka pemberian hak atas tanahnya, sungguhpun penguasaan tanah dapat saja dilakukan oleh orang yang tidak berhak atau hanya sebagai penyewa. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada alat-alat bukti penguasaan secara yuridis, namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik secara terus menerus selama 20 tahun dengan itikat baik, maka dapat dilegitimasi penetapan/pemberian haknya kepada yang bersangkutan dengan memberikan alat bukti tertulis. Penguasaan tanah tersebut dapat dikatakan lengkap untuk disebut sebagai pemilikan tanah apabila didukung oleh bukti tertulis berupa surat-surat tanah yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Jadi faktor penguasaan secara fisik tersebut masih harus diikuti dengan syarat-syarat tertentu, sehingga dapat dikatakan sebagai pemilikan atau permulaan adanya hak yakni dilakukan secara terus menerus, dengan jangka waktu tertentu dan dilakukan dengan itikat baik, sebaiknya dilengkapi dengan bukti tertulis, baru kemudian dapat diberikan tanda bukti penguasaannya. Unsur jangka waktu tersebut ditentukan secara limitatif yakni minimal 20 (dua puluh) tahun, namun unsur itikat baik tidak ada dijelaskan pengertiannya. Hal itu dimengerti karena itikat baik itu sendiri tidak ada pengertian yang diterima secara universal, hanya saja pengertian itikat baik memiliki dua dimensi, pertama dimensi subyektif yang berarti mengarah kepada makna kejujuran, sedang dimensi kedua dimensi obyektif yang berarti kerasionalan dan kepatutan atau keadilan. Terhadap pemilikan dan penguasaan tanah yang dibuktikan dengan alat bukti secara tertulis dapat disebut juga alas hak. Alas hak diartikan sebagai bukti pemilikan atau penguasaan atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya dituangkan

Page 18: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

14

dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain. Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, alas hak tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada alas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak, tanah tersebut sudah berada dalam penguasannya atau telah menjadi miliknya. Secara konsepsional, seluruh permukaan bumi (tanah) yang ada di seluruh wilayah Indonesia dapat dimiliki dan diberikan hak-hak atas tanah kepada setiap warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk yang berada di kepulauan atau merupakan pulau atau juga pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka berdasarkan UUPA Pasal 2 mengatur bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, dan atas dasar hak menguasai dari negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada perorangan maupun badan hukum (subyek hak, UUPA pasal 4). Hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dan dalam batas-batas menurut ketentuan peraturan perundangan. Dengan kata lain mengalokasikan kekuasaan hak atas tanah oleh negara kepada orang atau badan hukum yang dilakukan secara terukur supaya dapat digunakan bagi kelangsungan hidup setiap orang secara bersama-sama. Dari ketentuan yang terdapat dalam UUPA dapat dilihat bahwa Negara memberikan hak-hak atas tanah kepada perorangan atau badan hukum (subyek hak), bahkan menjamin, mengakui, melindungi hak-hak tersebut untuk dimanfaatkan dalam rangka mensejahterakan kehidupannya. Negara tidak hanya memberikan begitu saja hak-hak atas tanah tersebut kepada subyek hak untuk dimanfaatkan dalam rangka mensejahterakan kehidupannya, tetapi Negara juga memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah tersebut melalui pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat (2) meliputi :1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanahnya;3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kegiatan pendaftaran tanah baik untuk pendaftaran pertama kali maupun untuk pendaftaran yang berkelanjutan berupa pendaftaran peralihan haknya, baru dapat dilakukan apabila subyek hak dapat membuktikan adanya hubungan hubungan baik yang bersifat keperdataan (perorangan) maupun bersifat publik (tanah yang dikuasai oleh instansi Pemerintah atau tanah hak ulayat masyarakat hukum adat) antara subyek hak dengan tanahnya. Hubungan hukum tersebut dapat dibuktikan dengan cara menguasai secara fisik tanah yang

Page 19: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

15

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

bersangkutan dan atau mempunyai bukti yuridis atas penguasaan tanahnya. Bukti yuridis atas penguasaan tanah tersebut dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan kepada subyek hak untuk menguasai tanah dimaksud dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan tanah tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa perjanjian pemindahan/peralihan hak atau dapat juga melalui pembukaan tanah menurut sistemhukum adat.Bila dikatakan perolehan hak atas tanah, maka tersirat adanya perbuatanhukum yang dilakukan oleh subyek hak, hal ini sejalan dengan pengertian perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dikembangkan oleh Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) yakni perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, seperti jual beli, tukar-menukar, hibah, wasiat, hibah wasiat, pewarisan dan lain-lain, yang pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara yang diatur undang-undang. Namun perolehan hak atas tanah juga termasuk dalam hal perbuatan hukum orang untuk mendapatkan tanah dengan melakukan penguasaan tanah secara fisik berupa penggarapan atau pembukaan tanah. Bahkan lahirnya pemilikan tanah bagi individu menurut sistem hukum adat umumnya diawali dengan pembukaan tanah yang diberitahukan kepada persekutuan hukum dan diberikan tanda bahwa tanah itu telah digarap. Dari pembukaan tanah tersebut apabila terus dikuasai dan diusahakan secaraterus menerus dan mendapat persetujuan pemerintahan desa/persekutuan adat akan melahirkan hak wenang pilih lalu menjadi hak menarik hasil, selanjutnya jika dari upaya penguasaan dan pengusahaan tanah tersebut telah beberapa kali panen dantetap mengolah tanahnya secara tidak terputus lalu diperolehnya hak milik atastanah. Pemilikan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan untuk menguasai fisik tanahnya, oleh karena pemilikan secara yuridis memberikan alas hak terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang bersangkutan. Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum. Proses penetapan dan pengakuan alas hak menjadi hak atas tanah disebut pendaftaran tanah yang produknya adalah sertipikat tanah. Oleh karena itu alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan, namun idealnya agar penguasaan suatu bidang tanah juga mendapat legitimasi dari Negara, maka harus dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan oleh Negara (Pemerintah). AP. Parlindungan menyatakan bahwa alas hak atau dasar penguasaan atas tanah dapat diterbitkan karena penetapan pemerintah atau ketentuan peraturan perundangan, maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak di atas hak tanah lain (misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik) juga karena ketentuan konversi hak atas tanah. Sedangkan ketentuan pendakuan maupun karena kadaluarsa memperoleh suatu hak

Page 20: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

16

dengan lembaga uitwijzingprocedure sebagaimana diatur dalam Pasal 548 KUH Perdata tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan merupakan juga salah satu alas hak. Alas hak itu sendiri adalah bukti penguasaan atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain

Dinyatakan juga bahwa alas hak untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti hak-hak adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari hak-hak Barat,33 dengan catatan dilakukan penyesuaian dengan ketentuan yang baru yang dalam Hukum Agraria dikenal dengan istilah konversi. Maksud dari konversi hak atas tanah tersebut adalah perubahan hak lama atas tanah menjadi hak baru sebagaimana yang diatur dalam UUPA.34 Sedang menurut AP. Parlindungan, konversi adalah bagaimana pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam system UUPA. 35 Konversi dibagi dalam tiga jenis, yaitu 1) konversi hak yang berasal dari tanah hak barat yaitu hak eigendom, opstal, erfpacht; 2) konversi hak yang berasal dari tanah hak Indonesia yaitu terhadap hak erfpach yang altijdurend, hak agrarische eigendom dan hak gogolan dan 3) konversi hak yang berasal dari tanah bekas swapraja, yaitu terhadap hak anggaduh, hak grant, hak konsesi dan sewa untuk perumahan dan kebun besar. Jadi secara normatif bukti penguasaan atau pemilikan atas suatu bidang tanah yang diterbitkan oleh pemerintah sebelumnya (dasar penguasaan/alas hak lama) masih tetap diakui sebagai dasar penguasaan atas tanah karena diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku pada masa itu. Hak-hak adat maupun hak-hak Barat yang dijadikan sebagai alas hak tersebut ada yang sudah didaftar pada zaman Hindia Belanda dan ada yang belum didaftar. Pendaftaran hak atas tanah pada waktu itu hanya pada hak atas tanah yang tunduk pada KUH Perdata, sungguhpun ada juga orang-orang Bumi Putera yang mempunyai hak atas tanah yang berstatus hak Barat selain golongan Eropa dan Timur Asing termasuk golongan China. Untuk Golongan Bumi Putera umumnya tidak ada suatu hukum pendaftaran tanah yang bersifat uniform, sungguhpun ada secara sporadis ditemukan beberapa pendaftaran yang sederhana dan belum sempurna seperti Grant Sultan Deli, Geran lama, Geran Kejuran, pendaftaran tanah yang terdapat di kepulauan Lingga-Riau, di daerah Yogyakarta dan Surakarta dan di lain-lain daerah yang sudah berkembang dan menirukan system pendaftaran kadaster. Sebaliknya juga dikenal pendaftaran tanah pajak, seperti pipil, girik, petuk, ketitir, letter C yang dilakukan oleh Kantor Pajak di Pulau Jawa. Selain itu ditemukan juga alas hak atas tanah berupa surat-surat yang dibuat oleh para Notaris atau yang dibuat oleh Camat dengan berbagai ragam bentuk untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat. Penerbitan bukti-bukti penguasaan

Page 21: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

17

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

tanah tersebut ada yang dibuat di atas tanah yang belum dikonversi maupun tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara dan kemudian tanah dimaksud diduduki oleh rakyat baik dengan sengaja ataupun diatur oleh Kepala-kepala Desa dan disahkan oleh para Camat, seolah-olah tanah tersebut telah merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak-hak adat. Khusus terhadap tanah yang dikuasai langsung oleh Negara yang telah dikuasai oleh seseorang, maka surat-surat tersebutlah yang dijadikan sebagai alas hak atau bukti perolehan atau pemilikan tanah yang dijadikan sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengajukan permohonan pendaftaran tanahnya. Bukti kepemilikan hak-hak atas tanah yang dapat diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah yang diketegorikan sebagai alas hak telah ditentukan secara limitatif dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Pasal 60 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yakni :a. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvingsordonantie

(Staatsblad 1834-27) yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendomnya dikonversi menjadi hak milik atau,

b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvingsordonantie (Staatsblad 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 di daerah yang bersangkutan,

c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan;

d. Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1959;

e. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban mendaftarkan haknya, tetapi dipenuhi semua kewajiban yang ada

f. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang disaksikan oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum PP ini;

g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahya belum dibukukan;h. Akta Ikrar Wakaf /surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977; ataui. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya belum

dibukukan;j. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh

Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atauk. Petuk Pajak Bumi / Landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia sebelum

berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961;l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan; ataum. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun yang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

Page 22: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

18

2.4. UNDANG UNDANG NOMOR 24 TAHUN 1992 JO NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG.Perencanaan yang bermaksud menyediakan tanah untuk berbagai keperluan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku diatur dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang dibuat secara hierarki mulai dari tingkat Nasional, Provinsi, sampai Kabupaten/Kota sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14. Pulau-pulau tersebut yang merupakan ruang daratan merupakan kawasan penting dalam penguasaan dan penggunaan tanahnya karena selain dapat dimanfaatkan untuk tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan seperti usaha pertanian, peternakan, perikanan/tambak, industri dan pertambangan, sumber energi, tempat penelitian dan percobaan, kawasan pariwisata juga dapat difungsikan untuk kepentingan yang lebih tinggi, antara lain menyangkut masalah lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan atau kepentingan masyarakat setempat khususnya nelayan dan pekebun. Sedang di sisi lain, kawasan pulau-pulau tersebut juga tidak tertutup kemungkinan ada yang hilang secara alami, baik karena abrasi pantai, tenggelam atau hilang karena naiknya permukaan laut disebabkan pemanasan global atau karena gempa bumi (tsunami) atau sebaliknya dapat saja bertambah luas karena munculnya tanah timbul akibat gelombang laut. Selain itu, kawasan pulau-pulau tersebut juga dapat diperluas dengan cara ditimbun (reklamasi) untuk kepentingan tertentu

2.5. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014, TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007, TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Dalam pasal 16 dinyatakan: (1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin Lokasi.(2) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Izin Pengelolaan.” Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:1) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan berdasarkan rencana

zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.2) Pemberian Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mempertimbangkan

kelestarian Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, Masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing.

3) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam luasan dan waktu tertentu.

4) Izin Lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum.”

Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Dalam hal pemegang Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak izin diterbitkan, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Izin Lokasi.”

2.6. UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009, TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Di dalam 57 (huruf b) menyatakan, bahwa: Pencadangan sumber daya alam meliputi sumber daya alam yang dapat di kelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu sesuai dengan

Page 23: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

19

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

kebutuhan. Untuk melaksanakan pencadangan sumber daya alam, Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah Kabupaten/Kota dan perseorangan dapat membangun:a. Taman keanekaragamanan hayati di luar kawasan hutan;b. Ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luas pulau/kepulauan; dan/atauc. Menanam dan memelihara pohon di luar kawasan hutan, khususnya tanaman langka.

2.7. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI Semula oleh UUPA tidak ada diatur mengenai pulau-pulau dan sempadanpantai tersebut apakah dapat diberikan hak-hak atas tanah, selanjutnya berdasarkan. Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dinyatakan bahwa pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Diatas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. dalam pasal 60 dinyatakan bahwa pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

2.8. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAHPenguasaan tanah tersebut menurut pasal 1 angka (2) adalah hubungan hukum antara orang-perorang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Setelah dibuktikan adanya hubungan hukum atau penguasaan atas tanah yang dimiliki oleh subyek hak, maka Pemerintah sebagai pemangku Hak Menguasai Negara yang berwenang melakukan pengaturan dan menentukan hubunganhubungan hukum antara orang dengan tanah, melaksanakan tugasnya memberikan hak-hak atas tanah yang dibuktikan dengan penerbitan keputusan pemberian haknya. Sedangkan terhadap pemilikan atau penguasaan atas tanah yang ditandai dengan adanya hak-hak lama (berasal dari hak-hak Adat dan hak-hak Barat, dilakukan pengaturannya dengan menegaskan atau mengakui hak-hak lama (konversi). Selanjutnya kepada penerima hak atau yang ditegaskan/diakui hak-haklamanya diterbitkan produk hukum berupa sertipikat tanah yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat dan memberikan jaminan kepastian hukum ataspenguasaan/pemilikana tanahnya Ketentuan yang lebih tegas diatur dalam Pasal 11 ayat (1) yang mengatur bahwa terhadap tanah dalam kawasan lindung yang belum ada haknya dapat diberikan hak atas tanah, kecuali pada kawasan hutan. Akan tetapi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah benteng alam dan ekosistem alami. Dalam hal ini pemilikan dan penguasaan atas tanah menjadi faktor penting untuk dapat memanfaatkan dan menggunakan tanahnya, namun dalam penggunaan tanah tersebut ada aturan yang membatasi kewenangan dari yang menguasai tanah tersebut. AP Parlindungan menyatakan, “dikuasai” dan “dipergunakan” harus dibedakan, dalam arti bahwa dipergunakan itu sebagai tujuan

Page 24: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

20

daripada dikuasai dan kedua kata tersebut tidak ada sangkut pautnya dalam hubungan sebab akibat. Walaupun dinyatakan bahwa dipergunakan sebagai tujuan daripada dikuasai, namun pengertian tersebut berbeda antara konsepsi yang dianut oleh Pemerintah melalui peraturan perundangan dengan pengertian yang dianut oleh masyarakat, dalam hal ini masyarakat memandang bahwa apabila sebidang tanah dikuasainya, maka penggunaannya juga sesuai dengan kepentingannya. Hal ini dapat dimengerti karena sejak dahulu terdapat perbedaan antara perasaan hukum rakyat dan kesadaran hukum penguasa atas tanah. Perselisihan mengenai tanah antara rakyat dan pemerintah secara umum telah terjadi karena pandangan yang berbeda mengenai konsep hak atas tanah.15 Dalam kaitan ini, peraturan perundang-undangan memandang diperkenankannya diberikan hak atas tanah pada suatu pulau termasuk pada kawasan pantainya dengan ketentuan penggunaannya harus disesuaikan dengan fungsi kawasan yakni sebagai kawasan lindung, sungguhpun pengaturan untuk pemberian hak atas tanah pada suatu pulau masih menunggu aturan pelaksanaannya. Sedang masyarakat beranggapan bahwa penguasaan atas tanah berkaitan erat dengan penggunaannya, menguasai tanah berarti dapat menggunakannya juga.

2.9. KEP. MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NO. 41/2000 JO KEP. MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NO. 67/2002Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria utama yaitu luasan pulau dan jumlah penduduk yang menghuninya. Definisi pulau-pulau kecil yang dianut secara nasional sesuai dengan Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 Jo Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 67/2002 adalah pulau yang berukuran kurang atau sama dengan 10.000 km2 , dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Di samping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

Masing-masing tipe pulau tersebut memiliki kondisi lingkungan biofisik yang khas, sehingga perlu menjadi pertimbangan dalam kajian dan penentuan pengelolaannya agar berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh pula terhadap pola permukiman yang berkembang di pulau-pulau kecil berdasarkan aktivitas yang sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik tersebut. Misalnya tipologi pulau kecil lebih dominan ke arah pengembangan budidaya perikanan, maka kemungkinan besar pola permukiman yang berkembang adalah masyarakat nelayan.

2.10. SURAT EDARAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 500-1197 TANGGAL 3 JUNI 1997Ketentuan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997, antara lain dinyatakan bahwa : “Permohonan hak atas tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai untuk tidak dilayani sampai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut.”

Page 25: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

21

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Selanjutnya berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1698 Tanggal 14 Juli 1997 antara lain dinyatakan bahwa : “Permohonan ijin lokasi dan permohonan hak atas tanah yang berbatasan dengan pantai masih dimungkinkan diproses yang dilakukan secara hati-hati dan selektif dan permohonan yang diajukan setelah tanggal 3 Juli 1997 agar dilaporkan kepada Menteri untuk mendapat petunjuk pelaksanaan lebih lanjut.”

2.11. HAK ATAS TANAH DI WILAYAH SEMPADANMengingat urgennya fungsi dan manfaat pulau-pulau yang sebagian dapat dimanfaatkan sebagai tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia namun sekaligus pemanfaatan yang tidak terencana dapat merusak ekosistem, sehingga perlu perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup di sekitarnya, maka berdasarkan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 ditentukan bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, waduk dan atau sempadan sungai, harus memperhatikan kepentingan umum dan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan. Kemudian bagian dari pulau-pulau tersebut terdapat sempadan pantai, karena itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 ditentukan bahwa kawasan/ sempadan pantai dikategorikan sebagai kawasan lindung atau kawasan perlindungan setempat. Lihat juga Penjelasan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah yang menegaskan bahwa sempadan pantai dikategorikan sebagai kawasan lindung/kawasan perlindungan setempat.

2.12. LANDASAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN SEKITAR:l UU No. 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PPK Jo UU No. 1 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas UU No. 27/2007 l PP No. 38/2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemda Provinsi

dan Pemda Kabupaten/Kota.l PP No. 62/2010 Tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT)l Perpres No. 78/2005 tentang Pengelolaan PPK Terluarl Permen KP No.20/Men/2008 tentang Pemanfaatan PPK dan Perairan di Sekitarnya.

Page 26: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

22

Page 27: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

23

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL 3Bab IIIMetodologi

Penelitian

Page 28: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

24

3.1. METODE PENELITIANMetode penelitian menggunakan deskriptif analitis yang bermaksud memberikan gambaran yang utuh dan menyeluruh dari kondisional penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil sehingga dapat diketahui pola penguasaan dan pemilikannya serta permasalahannya. Pendekatan penelitian menggunakan yuridis normatif, Didukung yuridis empiris yang menghimpun data dari bahan hukum yg berkaitan dengan peraturan perundang-undangan tentang penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil dan data lapangan (field research) pola penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil serta permasalahannya.

3.2. METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA1) Jenis data (sekunder dan primer) Data Sekunder seluruh bahan bahan hukum baik primer, sekunder maupun tersier yang

diperoleh dari library research (studi kepustakaan yang terdiri dari seluruh peraturan perundang-undangan yang bersifat vertikal maupun horisontal), pendapat para pakar (buku refrensi dan kamus-kamus hukum yang diperoleh dari buku dan internet yang berkaitan dengan penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil).

Data primer seluruh data lapangan terhadap pulau-pulau kecil yang menjadi obyek penelitian (dihuni atau tidak dihuni, sudah ada penguasaan, dan sudah ada/belum hak yang diterbitkan)

2) Sumber data dari riset pustaka dan riset lapangan3) Teknik pengumpulan data Observasi langsung ke lapangan dan langsung melalui wawancara dengan nara sumber. Tidak langsung melalui kuesioner

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi adalah pulau-pulau kecil di perairan yang berada di wilayah Kabupaten dan Kota, yang berpenghuni/tidak berpenghuni, dikuasai/ dimiliki tanahnya oleh perorangan atau badan hukum, sudah mempunyai hak atas tanah/belum.

Dari populasi tersebut akan diambil sampel dengan teknik simple random sampling, dengan mengambil pulau secara acak yang mewakili sebanyak 1-3 pulau kecil sebagai sampel. Adapun Responden yang dijadikan sumber data adalah:1) Kepala Kantor Pertanahan dan jajarannya,2) Kepala Desa/lurah dan jajarannya,3) Pengelola pulau dan jajarannya.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan deskriptif analitis yang bermaksud memberikan gambaran yang utuh dan menyeluruh dari kondisional penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil sehingga dapat diketahui pola penguasaan dan pemilikannya serta permasalahannya.

Page 29: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

25

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

3.4. METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATASesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat yuridis kualitatif, maka setelah diperoleh data primer, dilakukanlah pengelompokan data yang sama sesuai dengan kategori yang ditentukan. Penelusuran data dalam penelitian ini mulai dari aspek riwayat penguasaan dan pemilikan atas tanah, kemudian dikelompokan kedalam pola-pola hak atas tanahnya. Dari pola-pola hak atas tanah tersebut akan dihadapkan kesesuaiannya dengan peraturan penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil dengan kesesuaian pemanfaatannya berdasarkan arahan RTRW dan penggunaan atas tanah berdasarkan Surat keputusan Kepala BPN-RI. Kemudian diuji dan dianalisis dengan teori hukum yang ada serta peraturan perundangan yang berlaku.

3.5. LANDASAN OPERASIOAL a. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alami, dan dikelilingi oleh air dan selalu di atas

muka air pada saat pasang naik tertinggi. (UNCLOS 1982, Pasal 121)

b. Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) atau 200.000 hektar. Luas pulau kecil dihitung berdasarkan garis pantai pada saat pasang tertinggi. Disamping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik (UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014)

c. Subyek hak atas tanah di Pulau Kecil :1) Warga Negara Indonesia2) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

d. Hak atas tanah yang dapat diberikan adalah: l Hak milik;l Hak Guna Bangunan perorangan/badan hukuml Hak Guna Usaha perorangan/badan hukuml Hak Pakail Hak Pengelolaan (HPL)

e. Pemanfaatannya harus memperhatikan :1) 70% (tujuh puluh persen) dari luas pulau. 2) 30% (tiga puluh persen) dikuasai langsung oleh negara sebagai kawasan lindung.

3.6. LOKASI PENELITIANLokasi penelitian adalah pulau-pulau kecil yang berada di wilayah Administrasi Kota dan Kabupaten di Provinsi sampel.

Page 30: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

26

Page 31: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

27

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL 4Bab IVGambaran Umum

Provinsi dan Kabupaten/Kota Lokasi Penelitian

Page 32: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

28

4.1. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB IVGAMBARAN UMUM PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA LOKASI PENELITIAN

Propinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Kedua pulau ini terbagi habis ke dalam 10 wilayah administrasi, yaitu:l Pulau Lombok: Kotamadya Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok

Tengah, Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara,l Pulau Sumbawa: Kotamadya Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten

Sumbawa Barat dan Kabupaten Dompu. Propinsi Nusa Tenggara Barat diapit oleh Propinsi Bali di sebelah barat dan Propinsi Nusatenggara Timur di sebelah Timur, masing-masing propinsi dipisahkan oleh selat yang merupakan jalur parairan laut. Demikian pula dengan Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dipisahkan oleh Selat Alas, sebagai pintu masuknya di Pelabuhan penyeberangan Kayangan yang terdapat di Pulau Lombok Timur dan Pelabuhan penyeberangan Pototano di Pulau Sumbawa. Provinsi NTB merupakan provinsi kepulauan yang terbagi ke dalam 2 pulau besar dan sekitar 280 pulau kecil. Luas wilayah 20.153,2 KM2, maka 60% diantaranya adalah lautan. Wilayah Provinsi NTB terbentang dari laut Jawa dan laut Flores di sebelah utara , samudera Hindia di selatan, serta dipisahkan dengan Provinsi Bali oleh Selat Lombok dengan Provinsi NTT oleh Selat Sape. Jumlah penduduk 4.363.75. Jumlah Kabupaten/Kota: 8 Kabupaten dan 2 Kota, Jumlah Kecamatan dan Desa: 116 Kecamatan dan 913 Desa. Sektor unggulan adalah pertanian dan parawisata. (2008, BPS). Mengingat banyaknya sebaran pulau-pulau kecil di wilayah Provinsi NTB, maka penelitian ini memfokuskan penelitian di wilayah Lombok Barat dan lombok Utara

Page 33: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

29

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

a. Kabupaten Lombok Barat 1) Geografi

Kondisi geografis yang menguntungkan menjadi salah satu potensi bagi Kabupaten Lombok Barat. Pemandangan alamnya yang indah, tanah yang subur, serta cadangan air yang melimpah merupakan nilai lebih dapat yang dimanfaatkan dengan baik oleh Kabupaten ini. Kabupaten Lombok Barat berada pada koordinat 115,46° - 116,20° Bujur Timur, dan 8,25° - 8,55° Lintang Selatan. Dengan luas wilayah sebesar 1.053,92 Km².

2) Batas Wilayahl Sebelah Utaranya berbatasan dengan Kabupaten Lombok Utara.l Sebelah Selatannya berbatasan dengan Samudra Indonesia. l Sebelah Timur berbatasan dengan Lombok Tengah. l Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok dan Kota Mataram.

Ibukota Lombok Barat adalah Gerung dengan luas wilayah 62,3 Km2

3) Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk suku SASAK berasal dari lahan pertanian, peternakan dan

hanya sebagian kecil saja yang mata pencahariannya dari Pariwisata.

4) Kondisi Ekonomi Potensi keunggulan daerahPosisi geografis Kabupaten Lombok Barat yang terletak diantara

pulau Balidan Pulau Komodo yang merupakan daerah tujuan pariwisata di Indonesiamerupakan peluang yang strategis bagi pengembangan investasi kepariwisataan,dengan ditunjang oleh prasarana dan sarana kepariwisataan yang memadai yang memberikan peluang dalam pembangunan daerah dan menggerakkan roda perekonomian daerah.

Selain itu Kabupaten Lombok Barat memiliki potensi sumber daya alam yang sangat bervariatif untuk dikembangkan, mulai dari Pariwisata, Pertanian,Industri Kerajinan, Agro Industri, Agro Wisata, Perdagangan, Perikanan, Kehutanan,dan Pertambangan.

5) Potensi Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara

Barat yang menjadi Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) yang mempunyai posisi sangat strategis sebagai daerah tujuan wisata. Sektor pariwisata merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Lombok Barat, disamping memberikan kontribusi bagi penghasilan asli daerah. Iconnya wisatanya antara lain Pantai Senggigi, ketiga Gili di Kecamatan Pemenang dan Pantai Sekotong. Obyek wisata di Kabupaten Lombok Barat terdiri dari obyek wisata alam, obyek wisata sejarah / budaya dan obyek wisata minat khusus, dimana pada tahun 2005 terdapat 37 obyek wisata alam, sejarah / budaya yang terbagi menjadi 3 (tiga) wilayah yaitu wilayah Utara, wilayah Tengah dan wilayah Selatan . Melihat posisi

Sumber : http://lombokbaratkab.go.id/sekilas-lobar/peta-lombok-barat/

Page 34: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

30

Kabupaten Lombok Barat yang bersebelahan dengan pulau Bali sangat menguntungkan, karena Bali selama ini dianggap sebagai surga wisata bagi tamu asing maupun tamu lokal, sehingga memberikan imbas yang baik bagi kabupaten tersebut antara lain Pantai Senggigi, Tiga Gili (Gili Air, Gili Trawangan, dan Gili Meno), Gili Gede, Gunung Rinjani.

Selain itu potensi pertambangan berupa sumber daya mineral yang terkandung didalamnya.

Kegiatan pertambangan masih belum banyak yang digarap, kecuali bahan galian golongan C, Potensi pertambangan dimaksud banyak terdapat pada wilayah bagian Selatan ( Kecamatan Sekotong dan Lembar ) dan bagian utara seperti Kecamatan Bayan, Kayangan dan Gangga. Potensi yang tidak kalah pentingnya dalam menunjang perekonomian di Kabupaten Lombok Barat adalah Industri kecil/rumah tangga berupa kerajinan merupakan penghasil produk-produk unggulan Kabupaten Lombok Barat yang banyak di ekspor dan banyak mendatangkan devisa untuk masyarakat, sedangkan koperasi yang merupakan lembaga keuangan yang menyentuh masyarakat banyak memiliki potensi yang sangat besar untuk menunjang tumbuh kembangnya perekonomian. Koperasi tumbuh pesat di Kabupaten Lombok Barat, karena lembaga tersebut dibentuk berdasarkan kekeluargaan dan berorientasi bagi kesejahtraan anggotanya.

6). Sebaran Pulau-pulau Kecil Dalam Kecamatan Sekotong Tengah

1. Gili Kedis : 1,00 Ha2. Gili Sudak : 25,62 Ha3. Gili Tangkong : 16,25 Ha4. Gili Nanggu : 14,25 Ha5. Gili Batu Kuk : 0,75 Ha6. Gili Poh : 4,00 Ha7. Gili Lontar : 2,75 Ha8. Gili Genting :1,75 Ha9. Gili Gringsingan : 0,50 Ha 10. Gili Tanekkembar :0,75 Ha11. Gili Amben : 13,25 Ha12. Gili Anyaran : 32,00 Ha13. Gili Rengit : 22,00 Ha14. Gili Layar : 56,50 Ha15. Gili Asahan : 105,50 Ha16. Gili Goleng : 5,00 Ha17. Gili Gede :294,00 Ha18. Gili Solet 2,75 Ha19. Gili Gundi: 0,50 Ha20. Gili BatuDaeng : 1,00 Ha21. Gili Sarang Burung : 7,50 Ha22. Gili Wayang : 4,50 Ha23. Gili Kawu :4,46 Ha24. tidak mempunyai nama sebanyak 59 pulau kecil

Kecamatan Batu Layar 1 pulau kecil tidak mempunyai nama sedangkan di Kecamatan Lembar: 1). Gili Mas : 0,79 Ha, 2). tidak mempunyai nama ada 2 (dua) pulau kecil.

Page 35: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

31

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Sumber : http://ngada.org/uu26-2008.html

b. Kabupaten Lombok Utara1) Geografi Kabupaten Lombok Utara pada awalnya

merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat yang termasuk dalam 15 (lima belas) Kecamatan yaitu Kecamatan Bayan, Gangga, Kayangan, Tanjung, Pemenang, Gunungsari, Batulayar, Narmada, Lingsar, Labuapi, Kediri, Kuripan, Gerung, Lembar dan Sekotong Tengah. Seiring dengan terjadinya perkembangan yang menuntut pelayanan administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan masyarakat yang maksimal tercetus keinginan warga masyarakat Kabupaten Lombok Barat bagian Utara untuk mengusulkan pemekaran Kabupaten lombok Barat bagian Utara menjadi Kabupaten Lombok utara. Alasan pemekaran Kabupaten ini adalah dalam rangka percepatan pembangunan dan pendekatkan pelayanan masyarakat yang mana dengan dipindahkannya Ibukota Kabupaten lombok Barat di Gerung berimplikasi pada semakin jauhnya jarak tempuh masyarakat Lombok Barat bagian utara ke pusat pemerintahan Kabupaten.

Dengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan

Kabupaten Lombok Utara, dilanjutkan dengan peresmian dan pelantikan Penjabat Bupati Lombok Utara pada tanggal 30 Desember 2008, menjadikan Kabupaten Lombok Utara sebagai Daerah Otonomi baru di Propinsi Nusa Tenggara Barat.

2) Batas Wilayah Kabupaten Lombok Utara menjadi salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota di Propinsi

Nusa Tenggra Barat, yang posisinya terletak dibagian utara pulau lombok dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:l Utara: Laut jawal Barat: Selat Lombok dan Kabupaten Lombok Baratl Selatan: Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Tengahl Timur: Kabupaten Lombo Timur

3) Pemerintahan Kabupaten Lombok Utara mempunyai luas wilayah daratan yakni seluas 809,53 Km2, dan

secara administrastif terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan, 33 Desa dan 332 Dusun.

4) Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten lombok Utara tahun 2010 sebanyak 200.072 jiwa dengan

kepadatan jiwa/km2 sebanyak 247,15 (Sumber: Lombok Utara Dalam Angka, 2010)

5) Sebaran pulau-pulau kecil Di wilayah Kabupaten Lombok Utara terdapat gugusan Pulau-pulau kecil yang cukup terkenal

dengan wisata alam laut dan pantainya yakni Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air.

Page 36: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

32

Gambar : Peta Provinsi Papua Barat

4.2. PROVINSI PAPUA BARATProvinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Serta mendapat dukungan dari SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi. Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden B.J. Habibie, rencana pemekaran provinsimenjadi tiga ditolak warga papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999.

Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi definitif. Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil. Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya. Setelah itu, Provinsi Irian Jaya terus diperlengkapi sistem pemerintahannya, walaupun di sisi lain payung hukumnya telah dibatalkan. Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gurbernur dan wakil gurbernur definitif Abraham O. Atururi dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006. Sejak saat itu, pertentangan selama lebih dari 6 tahun sejak UU Nomor 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan pertentangan sengit selama 3 tahun sejak Inpres Nomor 1 Tahun 2003 dikeluarkan berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah.

Sejak tanggal 18-04-2007 berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2007 dengan Ibukotanya adalah Manokwari. Papua Barat dan Papua merupakan provinsi yang memperoleh status otonomi khusus. Wilayah provinsi ini mencakup kawasan kepala burung pulau Papua dan kepulauan-kepulauan di sekelilingnya. Provinsi Papua Barat ini meski telah dijadikan provinsi tersendiri, namun tetap

Page 37: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

33

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

mendapat perlakuan khusus sebagaimana provinsi induknya. Provinsi ini juga telah mempunyai KPUD sendiri dan menyelenggarakan pemilu untuk pertama kalinya pada tanggal 5 April 2004. Batas wilayah Papua Barat adalah: Sebelah utara, provinsi ini dibatasi oleh Samudra Pasifik, bagian barat berbatasan dengan provinsi Maluku Utara dan provinsi Maluku, bagian timur dibatasi oleh Teluk Cenderawasih, selatan dengan Laut Seram dan tenggara berbatasan dengan provinsi Papua. Batas Papua Barat hampir sama dengan batas Afdeling (“bagian”) West Nieuw-Guinea (“Guinea Baru Barat”) di masa Hindia Belanda. Provinsi ini mempunyai potensi yang luar biasa, baik itu pertanian, pertambangan, hasil hutan maupun pariwisata. Mutiara dan rumput laut dihasilkan di kabupaten Raja Ampat sedangkan satu-satunya industri tradisional tenun ikat yang disebut kain Timor dihasilkan di kabupaten Sorong Selatan. Sirup pala harum dapat diperoleh di kabupaten Fak-Fak serta beragam potensi lainnya. Selain itu wisata alam juga menjadi salah satu andalan Irian Jaya Barat, seperti Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang berlokasi di kabupaten Teluk Wondama. Taman Nasional ini membentang dari timur Semenanjung Kwatisore sampai utara Pulau Rumberpon dengan panjang garis pantai 500 km, luas darat mencapai 68.200 ha, luas laut 1.385.300 ha dengan rincian 80.000 ha kawasan terumbu karang dan 12.400 ha lautan. Disamping itu baru-baru ini, ditemukan sebuah gua yang diklaim sebagai gua terdalam di dunia oleh tim ekspedisi speologi Perancis di kawasan Pegunungan Lina, Kampung Irameba, Distrik Anggi, Kabupaten Manokwari. Gua ini diperkirakan mencapai kedalaman 2000 meter. Kawasan pegunungan di Papua Barat masih menyimpan misteri kekayaan alam yang perlu diungkap. Mengingat banyaknya sebaran pulau-pulau kecil di wilayah Provinsi Papua Barat, maka penelitian ini memfokuskan penelitian di wilayah Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong.

a. Kabupaten Raja AmpatKabupaten Kepulauan Raja Ampat letaknya terpencil di Papua Barat. Wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat nelayan dan menerapkan sistem adat Maluku, dalam sistem ini, masyarakat merupakan anggota suatu komunitas desa. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya dua kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda. Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen.

Gambar: Peta Wilayah Administratif Kabupaten Raja Ampat

Page 38: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

34

Barang ini menjadi semacam ‘pipa perdamaian indian’ di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga “Para-para Pinang” seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu. Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan. Kabupaten ini menyimpan sejuta keindahan bawah laut. Wisata bahari Raja Ampat dikenal sebagai salah satu dari 10 tempat wisata menyelam terbaik di dunia. Pesona dan kekayaan alam bawah laut, menjadi andalan Pulau Raja Ampat menembus persaingan dunia pariwisata di Indonesia dan dunia melalui wisata diving yang bisa dilakukan di indonesia bagian timur ini.

Kepulauan ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong sejak tahun 2003 yang mencakup 12 Kecamatan dan 88 desa. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau dengan Empat diantaranya pulau besar, yakni Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Dari 610 pulau tersebut, hanya 35 pulau saja yang berpenghuni. Dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, hanya 6.000 km2 berupa daratan, sedangkan 40.000 km2 sisanya adalah lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat. Kepulauan Raja Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini. Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia, membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta hektar. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat yang didirikan berdasarkan UU No. 26 Tahun 2002.

1) Kondisi Geografis a) Letak dan Luas Wilayah

Kabupaten Raja Ampat secara geografis sangat menguntungkan karena terletak pada posisi 00° 30,33” LU-01° LS dan 124° 30,00-131° 30 BT denganLuas Wilayah 46,108 Km2.

b) Batas Wilayah Secara adminstratif, batas wilayah kabupaten Raja Ampat adalah :

a. Sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Seram Utara, Prov. Maluku.b. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Tengah, Prov. Maluku Utara.c. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Sorong dan Kab. Sorong, Prov. Papua Barat.d. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan samudra pasifik.

2) Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2013 tercatat 66.574 jiwa. Sedangkan

jumlah KK di Kabupaten Raja Ampat sebanyak 14.640 KK (Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Raja Ampat).

3) Tanah Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Raja Ampat meliputi jenis dystropepts, eutropepts,

haplorthox, humitropepts, rendolls, tropaquepts, tropudalfts, dan tropudulfts. Jenis tanah yang paling dominan adalah jenis tanah dystropepts yang tersebar di Pulau Waigeo, Pulau Batanta, dan Pulau Salawati. Jenis tanah lainnya yang cukup banyak terdapat di wilayah ini adalah jenis tanah rendolls yang tersebar di Pulau waigeo, Pulau Misool, dan Pulau Batannta. Kedalaman

Page 39: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

35

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

efektif tanah di Kabupaten Raja Ampat secara umum berkisar dari 0 - 100 cm, dengan rincian, bahwa Di Distrik Misool dan di Distrik Waigeo Selatan kedalaman efektif tanahnya antara 0 – 25 cm. Sedangkan di Pulau Salawati, Waigeo Utara dan Waigeo Selatan kedalaman efektif tanahnya berkisar antara 50 – 100 cm.

4) Iklim Posisi Kabupaten Raja Ampat yang berada di bawah garis katulistiwa mempunyai iklim

tropis yang lembab dan panas dengan suhu udara terendah: 23,60C dan suhu tertinggi adalah: 30,70C, temperatur rata-rata sebesar 27,20C dengan kelembaban udara rata-rata 87 %, sedangkan keadaan curah hujan yang terjadi di wilayah adalah 4.306 milimeter dan merata sepanjang tahun dengan banyaknya hari hujan setiap bulan antara 19 – 29 hari, sehingga menyebabkan type iklim untuk daerah ini menurut Oldeman bertype-A.

Angin musim tenggara yang bertiup pada bulan Mei hingga bulan November berasal dari Benua Australia, dimana matahari berada di utara garis khatulistiwa menyebabkan daerah ini rendah tekanan udaranya dan memiliki sifat tidak banyak mengandung uap air karena daratan Australia Utara merupakan daerah savana yang tandus. Antara bulan desember hingga bulan April, bertiup angin musim barat laut dengan memiliki sifat yang berbeda dengan angin musim tenggara, angin ini bertiup dari daratan Asia dan banyak mengandung uap air karena daerah yang dilalui cukup luas dan melewati sebagian samudera dan lautan sehingga banyak mendatangkan hujan terutama untuk daerah pantai di bagian utara Papua termasuk wilayah Kabupaten Raja Ampat.

5) Kondisi Perekonomian Daerah Sesuai dengan kondisi wilayah Kabupaten Raja Ampat yang sebagian besar terdiri dari

laut maka mata pencarian masyarakat sehari-hari adalah sebagai nelayan dan bercocok tanam bagi daerah yang luas wilayahnya cocok untuk pertanian. Tehnik penangkapan dan bercocok tanam yang digunakan oleh masyarakat pun masih bersifat tradisional sehingga mengalami kesulitan dalam memacu perekonomian keluarga.

Pasaran lokal yang tersedia untuk menampung hasil tangkapan para nelayan pun kurang

memberikan harapan masa depan yang baik, oleh sebab itu pemerintah berupaya untuk mencari peluang pasar yang baik diluar wilayah Kabupaten Raja Ampat sehingga meningkatkan perekonomian keluarga menjadi lebih maju. Dengan demikian maka derajat kesehatan dan derajat pendidikan pun dapat meningkat ke taraf yang lebih baik.

Potensi unggulan daerah adalah pada sektor perikanan dan kelautan telah ditetapkan sebagai salah satu unggulan utama untuk membangun Kabupaten Raja Ampat, alasan utamanya adalah karena wilayah ini potensial di bidang perikanan dan kelautan. Beberapa hal yang berkaitan dengan sumber daya laut yang perlu dikembangkan adalah:l Bidang Penangkapan Sebagai pertemuan tiga arah arus yaitu dari laut Seram, laut Arafura dan lautan teduh

maka wilayah perairan Raja Ampat dikenal sebagai daerah penangkapan yang kaya untuk berbagai jenis ikan pelagis baik yang kecil maupun besar. Selain itu, dengan terumbu karang yang tersebar dari utara sampai selatan menjadikan wilayah ini juga kaya dengan berbagai jenis ikan karang.

Page 40: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

36

Gambar: Potensi Wisata di kabupaten raja Ampat

l Bidang Budidaya Disebabkan banyak teluk dan selat serta arus laut terjadi sepanjang tahun maka

wilayah ini dikenal cocok untuk pengembangan budidaya laut.

6) Topografi dan Sebaran Pulau-pulau kecil Raja Ampat diketahui memiliki karang lebih 610 pulau besar dan kecil, 34 buah yang

berpenghuni sedangkan sisanya tidak berpenghuni. Pulau-pulau ini memiliki panorama laut dan pantai yang indah serta beberapa memiliki bentuk yang sangat khas yang berpeluang untuk dikembangkan menjadi wisata bahari (Marine Ekotourisme).

Sebagai wilayah kepulauan, daerah ini memiliki sekitar 610 pulau besar dan kecil, atol dan taka dengan panjang garis pantai 753 km. Sementara ini hanya 34 pulau saja yang berpenghuni. Perbandingan wilayah darat dan laut adalah 1:6, dengan wilayah perairan yang lebih dominan. Dilihat dari luasnya, pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat memiliki luas yang sangat bervariasi. Terdapat empat pulau besar, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati dan Pulau Misool. Masing-masing pulau memiliki karakteristik topografi berbeda, antara lain:a) Pulau Waigeo merupakan pulau yang sebagian besar topografinya bergunung dan berbukit

pada bagian poros tengah sampai ke daerah pesisir. Selain itu juga terdiri dari pasir dan karang-karang batu. Selain itu Pulau Waigeo dikelilingi pulau-pulau sedang dan kecil yang sebagian besar telah dihuni oleh penduduk. Bagian Barat dan Selatan Pulau Waigeo lebih banyak dikelilingi oleh pulau-pulau kecil lain seperti pulau Saonek, apabila dibandingkan dengan bagian Timur dan Utara.

b) Pulau Batanta sebagian besar topografinya terdiri dari pegunungan dan perbukitan yang memanjang dari bagian tengah sampai ke bagianpesisir. Pada bagian pesisir pantai jarang ditemukan pasir putih. Pulau ini hanya dikelilingi oleh 8 (delapan) pulau kecil.

c) Pulau Salawati dikelilingi oleh pulau-pulau kecil terutama pada bagian Selatan dan Timur. Dari bagian tengah sampai dengan pesisir dikelilingi oleh gunung dan perbukitan yang membujur ke semua arah.

d) Pulau Misool memiliki topografi yang hampir sama dengan ketiga pulau besar lainnya. Pada bagian Barat dan Selatan dikelilingi oleh pulau-pulau kecil. Sedangkan bagian Utara terbentang pulau-pulau kecil yang membujur dari arah Timur ke Barat yang jarak tempuhnya dari Misool lebih dari satu jam. Bagiantengah terdapat pegunungan dan pada bagian pesisir terdapat bukit-¬bukit berbatuan terutama pada bagian Barat dan Selatan Pulau Misool.

Page 41: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

37

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

7) Keanekaragaman Hayati Laut Raja Ampat terletak pada pusat segitiga jaringan karang (Coral Triangle) yaitu; Indonesia,

Filipina, Malaysia, Jepang, Papua New Guinea dan Australia sehingga memilki keaneka ragaman hayati yang tinggi.

Raja Ampat memiliki kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.104 jenis ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak) dan 537 jenis hewan karang. Tidak hanya jenis-jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing berbatu yang indah. Potensi menarik lain adalah pengembangan usaha ekowisata dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia (World Herritage Site) oleh Pemerintah Indonesia.

Melihat posisinya di kawasan segitiga terumbu karang, yang tepat pada pusat keragaman terumbu karang dunia, maka laut di Kepulauan Raja Ampat diindikasikan sebagai kawasan yang paling kaya keragaman hayatinya di dunia. Kumpulan terumbu karang yang luas dan kaya ini membuktikkan bahwa terumbu karang di kepulauan ini mampu bertahan terhadap ancaman-ancaman seperti pemutihan karang dan penyakit, dua jenis ancaman yang kini sangat membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang di seluruh dunia. Kuatnya arus samudra di Raja Ampat memegang peran penting dalam menyebarkan larva karang dan ikan melewati samudra Hindia dan Pasifik ke ekosistem karang lainnya. Kemampuan tersebut didukung oleh keragaman dan tingkat ketahanannya menjadikan kawasan ini prioritas utama untuk dilindungi.

Kepulauan Raja Ampat adalah bagian dari wilayah yang dikenal sebagai Kawasan Bentang

Laut Kepala Burung, yang didalamnya termasuk teluk Cendrawasih, Taman Laut Nasional terbesar di Indonesia.

Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia, dimana sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.

Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini. Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepulauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe

Page 42: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

38

dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam, tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka.

Di beberapa tempat seperti di kampung Saonek, ketika pasang surut terendah, bisa

disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung. Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis pigmy seahorse atau kuda laut mini, wobbegong dan Manta ray. Ada juga ikan endemik Raja Ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie, di Manta point yang terletak di Arborek selat Dampier, bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers, tetapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.

Disebabkan daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang.Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan. Ada juga pesawat karam peninggalan perang dunia ke II yang bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman menjadikan tempat yang bagus untuk wreck dive seperti di P. Wai.

8) Struktur Perekonomian Daerah Sebelum tahun 2005 struktur ekonomi Kabupaten Raja Ampat di dominasi oleh sektor

pertanian tetapi setelah munculnya subsector pertambangan minyak bumi dan gas pada tahun 2005, yang mempunyai kontribusi terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sektor-sektor utama perekonomian Raja Ampat pada periode 2009-2012 adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan pengalian. Kedua sektor terdebut memberikan kontribusi lebih dari 80 persen PDRB Raja Ampat.

Struktur perekonomian Kabupaten Raja Ampat tahun 2012 tidak begitu banyak mengalami perubahan dimana masih di dominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian, selanjutnya diikuti oleh sektor pertanian. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan kecen derungan yang menurun. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian mencapai 53,28 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2012 turun menjadi 40,63 persen.

Sementara sektor pertanian industri dan pengolahan pada tahun 2009 memberian

kontribusi sebesar 33,41 persen dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 37,27 persen. Walupun mengalami penurunan, pada tahun 2012 sektor pertambangan dan penggalian tetap menjadi sektor utama yang memberikan kontribusi bagi perekonomian di Raja Ampat. (Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB atas Dasar Harga Berlaku (persen), 2009-2012).

Page 43: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

39

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

b. Kota SorongKota Sorong adalah sebuah kota di provinsi Papua Barat, Indonesia. Sorong berasal dari kata Soren. Soren dalam bahasa Biak Numfor yang berarti laut yang dalam dan bergelombang. Kata soren digunakan pertama kali oleh suku Biak Numfor yang berlayar pada zaman dahulu dengan perahu-perahu layar dari satu pulau ke pulau lain hingga tiba dan menetap di Kepulauan Raja Ampat. Suku Biak Numfor inilah yang memberi nama “Daratan Maladum” dengan sebutan soren yang kemudian dilafalkan oleh para pedagang Thionghoa, Misionaris clad Eropa, Maluku dan Sanger Talaut dengan sebutan SORONG. Karakteristik wilayah Kota Sorong sangat bervariasi terdiri dari pegunungan, lereng, bukit-bukit dan sebagian adalah daratan rendah, Sebelah timur dikelilingi hutan lebat yang merupakan hutan lindung dan hutan wisata. Kota Sorong dikenal dengan istilah Kota Minyak sejak masuknya para surveyor minyak bumi dari Belanda pada tahun 1908. Kota Sorong terkenal sebagai salah satu kota dengan Atribut peninggalan sejarah Heritage Nederlands Neuw Guinea Maschcapeij (NNGPM) atau kota yang penuh dengan sisa-sisa peninggalan sejarah bekas perusahaan minyak milik Belanda. Kota Sorong sangatlah strategis karena merupakan pintu keluar masuk Provinsi Papua dan Kota Persinggahan. Kota Sorong juga rnerupakan Kota industri, perdagangan dan jasa, karena Kota Sorong dikelilingi oleh Kabupaten - Kabupaten yang mempunyai Sumber Daya Alam yang sangat potensial sehingga membuka peluang bagi investor dalam maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya. Kota Sorong pada mulanya merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Sorong. Namun daIam perkembangannya telah mengalami perubahan sesuai Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1996 tanggal 3 Juni 1996 menjadi Kota Administratif Sorong. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang no. 45 Tahun 1999 Kota Administratif Sorong ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom sebagai Kota Sorong. Pada tanggal 12 Oktober 1999 bertempat di Jakarta dilaksanakan pelantikan Pejabat Walikota Sorong Drs. J. A. Jumame dan selanjutnya secara resmi Kota Sorong terpisah dari Kabupaten Sorong pada tanggal 28 Februari 2000.

1). Gambaran Umuma) Luas Wilayah 34.679,31 Ha (BPN), 1.105,00 Km2 (Bappeda)b) Batas Wilayah

l Sebelah Utara dengan Distrik Makbon, Kabupaten Sorong dan Selat Dampirl Sebelah Timur dengan Distrik Aimas, Kabupaten Sorong dan Distrik Salawatil Sebelah Selatan dengan Distik Makbon, Kabupaten Sorongl Sebelah Barat dengan Kabupaten Raja Ampat, Selat Dampir

c) Jumlah Penduduk : 298.495 Jiwa (2013)d) Mata Pencaharian Penduduk: Pegawai Pemerintahan dan Swasta, Nelayan, pedagang.

Peta Kota Sorong

Page 44: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

40

e) Jumlah dan Nama Distrik/Kecamatanl Distrik Sorongl Distrik Sorong Utaral Distrik Sorong Timurl Distrik Sorong Baratl Distrik Sorong Manoil Distrik Sorong Kepulauan

2). Sebaran Pulau-pulau Kecil Di Distrik Sorong Kepulauana) Pulau Dum

l Dum Barat : 2,25 Km2l Dum Timur : 1,5 Km2

b) Pulau Raam : 3 Km2c) Pulau Soop : 7 Km2

4.3. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1) Sejarah Kalimantan Timur merupakan provinsi

terluas kedua di Indonesia, dengan luas wilayah 245.237,80 km2 atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura atau 11% dari total luas wilayah Indonesia. Provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Negara Bagian Sabah dan Serawak, Malaysia Timur. Sebelum masuknya suku-suku dari Sarawak dan suku-suku pendatang dari luar pulau, wilayah ini sangat jarang penduduknya. Begitu pula sebelum kedatangan Belanda terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kesultanan Pasir dan Kesultanan Bulungan.

Wilayah Kalimantan Timur meliputi Pasir, Kutai, Berau dan juga Karasikan diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (Amuntai) hingga masa Kesultanan Banjar. Sebelum adanya perjanjian Bungaya, Sultan Makassar pernah meminjam tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan Tallo I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, mangkubumi dan penasehat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654. yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo) sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Sejak 13 Agustus 1787, Sunan Nata Alam dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur mejadi milik perusahaan VOC Belanda dan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa menjadi daerah protektorat VOC Belanda.

Peta Provinsi Kalimantan Timur

Page 45: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

41

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia-Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah

Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall. Kaltim merupakan bagian dari Hindia Belanda. Kaltim 1800-1850. Dalam tahun 1879, Kaltim dan Tawau merupakan Ooster Afdeeling van Borneo bagian dari Residentie Zuider en Oosterafdeeling van Borneo. Dalam tahun 1900, Kaltim merupakan zelfbesturen (wilayah dependensi) Dalam tahun 1902, Kaltim merupakan Afdeeling Koetei en Noord-oost Kust van Borneo. Tahun 1942 Kaltim merupakan Afdeeling Samarinda dan Afdeeling Boeloengan en Beraoe.

Provinsi Kalimantan Timur selain sebagai kesatuan administrasi, juga sebagai kesatuan

ekologis dan historis. Kalimantan Timur sebagai wilayah administrasi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 dengan gubernurnya yang pertama adalah APT Pranoto.

Sebelumnya Kalimantan Timur merupakan salah satu karesidenan dari Provinsi Kalimantan. Sesuai dengan aspirasi rakyat, sejak tahun 1956 wilayahnya dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Daerah-daerah Tingkat II di dalam wilayah Kalimantan Timur, dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 1959, Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1955 No.9).

l Pembentukan 2 kotamadya, yaitu:1. Kotamadya Samarinda, dengan Kota Samarinda sebagai ibukotanya dan sekaligus

sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Timur.2. Kotamadya Balikpapan, dengan kota Balikpapan sebagai ibukotanya dan

merupakan pintu gerbang Kalimantan Timur. l Pembentukan 4 kabupaten, yaitu:

1. Kabupaten Kutai, dengan ibukotanya Tenggarong2. Kabupaten Pasir, dengan ibukotanya Tanah Grogot.3. Kabupaten Berau, dengan ibukotanya Tanjung Redeb.4. Kabupaten Bulungan, dengan ibukotanya Tanjung Selor.

Berdarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1981, maka dibentuk Kota Administratif Bontang di wilayah Kabupaten Kutai dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1989, maka dibentuk pula Kota Madya Tarakandi wilayah Kabupaten Bulungan. Dalam Perkembangan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, maka dibentuk 2 Kota dan 4 kabupaten, yaitu:1. Kabupaten Kutai Barat, beribukota di Sendawar2. Kabupaten Kutai Timur, beribukota di Sangatta3. Kabupaten Malinau, beribukota di Malinau

Page 46: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

42

4. Kabupaten Nunukan, beribukota di Nunukan5. Kota Tarakan (peningkatan kota administratif Tarakan menjadi kotamadya)6. Kota Bontang (peningkatan kota administratif Bontang menjadi kotamadya)

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2002, maka Kabupaten Pasir mengalami pemekaran dan pemekarannya bernama Kabupaten Penajam Paser Utara. Pada tanggal 17 Juli 2007, DPR RI sepakat menyetujui berdirinya Tana Tidung sebagai kabupaten baru di Kalimantan Timur, maka jumlah keseluruhan kabupaten/kota di Kalimantan Timur menjadi 14 wilayah. Pada tahun yang sama, nama Kabupaten Pasir berubah menjadi Kabupaten Paser berdasarkan PP No. 49 Tahun 2007.

Pada tanggal 25 Oktober 2012, DPR RI mengesahkan pembentukan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur. Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan menjadi wilayah provinsi baru tersebut, sehingga jumlah kabupaten dan kota di Kalimantan Timur berkurang menjadi 9 wilayah.

Setelah pembentukan provinsi Kalimantan Utara, Kalimantan Timur kini terbagi menjadi 7 Kabupaten dan 3 Kota, antara lain:

1 Kabupaten Berau Tanjung Redeb

2 Kabupaten Kutai Barat Sendawar

3 Kabupaten Kutai Kartanegara Tenggarong

4 Kabupaten Kutai Timur Sangatta

5 Kabupaten Paser Tana Paser

6 Kabupaten Penajam Paser Utara Penajam

7 Kabupaten Mahakam Ulu Ujoh Bilang

8 Kota Balikpapan

9 Kota Bontang

10 Kota Samarinda

NO. KABUPATEN/KOTA IBU KOTA

2) Batas Wilayah dan Geografi Kaltim berbatasan langsung dengan Laut Sulawesi dan Selat Makassar di timur. Di sebelah

barat, utara dan selatan, Kaltim berbatasan langsung dengan Malaysia, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Titik tertinggi di Kaltim adalah Liangpran dengan ketinggian mencapai 2.240 meter dari permukaan laut. Iklim di Kaltim adalah iklim tropis, terutama di daerah pesisir yang disebabkan oleh pengaruh Angin Monsun.

Salah satu kawasan hutan hujan tropis di Pujungan, Malinau. Bentang alam Kaltim pada umumnya kasar dan bergelombang, sebagian besar tertutup oleh hutan, dan memiliki tepi pantai sepanjang lebih dari 1.185 km[15]. Bagian paling utara wilayah ini, di mana pada setiap bulan Juni, matahari bersinar lebih lama.

3) Sumber Daya Alam Sumber daya alam terutama adalah penebangan hutan ilegal yang memusnahkan hutan

Page 47: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

43

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

hujan, selain itu Taman Nasional Kutai yang berada di Kabupaten Kutai Timur ini juga dirambah hutannya. Kurang dari setengah hutan hujan yang masih tersisa, seperti Taman Nasional Kayan Mentarang di bagian utara provinsi ini. Pemerintah lokal masih berusaha untuk menghentikan kebiasaan yang merusak ini.

4) Perekonomian Hasil utama provinsi ini adalah hasil tambang seperti minyak, gas alam dan batu bara. Sektor lain

yang kini sedang berkembang adalah agrikultur, pariwisata dan industri pengolahan. Beberapa daerah seperti Balikpapan dan Bontang mulai mengembangkan kawasan industri berbagai bidang demi mempercepat pertumbuhan perekonomian. Sementara kabupaten-kabupaten di Kaltim kini mulai membuka wilayahnya untuk dibuat perkebunan sepertikelapa sawit dan lain-lain.

Kalimantan Timur memiliki beberapa tujuan pariwisata yang menarik seperti kepulauan Derawan di Berau, Taman Nasional Kayan Mentarang dan Pantai Batu Lamampu di Nunukan, peternakan buaya di Balikpapan, peternakan rusa di Penajam, Kampung DayakPampang di Samarinda, Pantai Amal di Kota Tarakan, Pulau Kumala di Tenggarong dan lain-lain. Kendala dalam menuju tempat-tempat di atas, yaitu transportasi. Banyak bagian di provinsi ini masih tidak memiliki jalan aspal, jadi banyak orang berpergian dengan perahu dan pesawat terbang dan tak heran jika di Kalimantan Timur memiliki banyak bandara perintis. Selain itu, akan ada rencana pembuatan Highway Balikpapan-Samarinda-Bontang-Sangata demi memperlancar perekonomian.

5) Suku Bangsa dan Agama Tiga suku bangsa terbesar di Kalimantan Timur yaitu Suku Jawa, Suku Bugis dan Suku Banjar.

Hal tersebut karena Kalimantan Timur merupakan tujuan utama migran asal Pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan Selatan. Suku Jawa merupakan kelompok etnis terbesar di Kaltim dan menyebar di hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur terutama daerah transmigrasi seperti Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, Kutai Kartaneara, Kutai Timur, Berau hingga daerah perkotaan seperti Kota Balikpapan, Samarinda, Bontang dan Tarakan.

Kelompok etnis terbesar kedua di Kalimantan Timur yaitu Suku Bugis yang banyak menempati kawasan pesisir dan perkotaan Kaltim seperti Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kota Tarakan, Bontang, Balikpapan dan Samarinda. Dibandingkan suku bangsa lainnya, orang Bugis merupakan kelompok yang paling dinamis hingga tersebar di kawasan utara (Sabah). Selain Suku Bugis, suku asal Sulawesi lainnya, yaitu Suku Toraja, Suku Makassar, Suku Mandar dan Suku Minahasa juga banyak terdapat di Kalimantan Timur.

Kelompok etnis terbesar berikutnya adalah Suku Banjar yang tersebar terutama di Kota Samarinda, Balikpapan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Paser dan Penajam Paser Utara. Kelompok etnis lainnya adalah penduduk asli Kaltim, yaitu Suku Dayak yang menempati daerah pedalaman terutama Kabupaten Kutai Barat, Malinau dan Mahakam Ulu; Suku Kutai yang menempati Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Kutai Barat; Suku Paser yang menempati Kabupaten Paser dan Penajam Paser Utara; Suku Berau yang menempati Kabupaten Berau serta Suku Tidung dan Bulungan yang menempati Kabupaten Tana

Page 48: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

44

Tidung, Bulungan, Nunukan dan Kota Tarakan. Etnis keturunan Arab dan Tionghoa juga terdapat di Kalimantan Timur dan menempati kawasan perkotaan. Suku bangsa lainnya terdapat di Kalimantan Timur yaitu Suku Sunda, Suku Madura, Suku Batak, kelompok etnis asal Nusa Tenggara Timur serta suku bangsa lainnya dari berbagai daerah di Indonesia.

Masyarakat di Kalimantan Timur menganut berbagai agama yang diakui di Indonesia, yaitu: Islam 87,62%, Kristen (Protestan dan Katolik) 11,96%, Buddha 0,24% dan Hindu 0,18%

6) Sebaran Pulau-Pulau Kecil 1). Pulau Bunyu 2). Pulau Derawan3). Pulau Kakaban4). Pulau Nunukan5). Pulau Sangalaki6). Pulau Sebatik7). Pulau Semama8). Pulau Tarakan9). Pulau Maratua

Mengingat sebaran pulau-pulau kecil banyak tersebar di Kabupaten Berau, yakni kepulauan Derawan, maka dalam penelitian ini di tetapkan Kabupaten Berau dengan Kepulauan Derawan sebagai sampel penelitian pulau Derawan dan pulau Maratua).

a. Kabupaten Berau 1) Sejarah Kabupaten Berau berasal dari Kesultanan

Berau yang didirikan sekitar abad ke-14. Menurut sejarah Berau, Raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Surya Nata Kesuma dan Isterinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahan kerajaan pada awalnya berkedudukan di Sungai Lati (sekarang menjadi lokasi pertambangan Batu Bara PT. Berau Coal).

Aji Raden Suryanata Kesuma menjalankan masa pemerintahannya tahun 1400–1432

dengan adil dan bijaksana, sehingga kesejahteraan rakyatnya meningkat. Pada masa itu dia berhasil menyatukan wilayah pemukiman masyarakat Berau yang disebut Banua, yaitu Banua Merancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung. Di samping kewibawaannya, kedudukan Aji Raden Suryanata Kesuma juga sangat berpengaruh, menjadikan dia disegani lawan maupun kawan. Untuk mengenang jasa Raja Berau yang pertama ini, Pemerintah telah mengabdikannya sebagai nama Korem 091 Aji Raden Surya Nata Kesuma yang Rayon Militer Kodam VI/TPR.

Peta Wilayah Administratif Kabupaten Berau

Page 49: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

45

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Setelah beliau wafat, Pemerintahan Kesultanan Berau dilanjutkan oleh putranya dan selanjutnya secara turun temurun keturunannya memerintah sampai pada sekitar abad ke-17. Kemudian awal sekitar abad XVIII datanglah penjajah Belanda memasuki kerajaan Berau dengan berkedok sebagai pedagang (VOC). Namun kegiatan itu dilakukan dengan politik De Vide Et Impera (politik adu domba).

Kelicikan Belanda berhasil memecah belah Kerajaan Berau, sehingga kerajaan terpecah menjadi 2 Kesultanan yaitu Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.

Pada saat bersamaan masuk pula ajaran agama Islam ke Berau yang dibawa oleh Imam

Sambuayan dengan pusat penyebarannya di sekitar Sukan. Sultan pertama di Kesultanan Sambaliung adalah Raja Alam yang bergelar Alimuddin (1800–1852). Raja Alam terkenal pimpinan yang gigih menentang penjajah belanda. Raja Alam pernah ditawan dan diasingkan ke Makassar (dahulu Ujung Pandang). Untuk mengenang jiwa Patriot Raja Alam namanya diabadikan menjadi Batalyon 613 Raja Alam yang berkedudukan di Kota Tarakan.

Sedangkan Kesultanan Gunung Tabur sebagai Sultan pertamanya adalah Sultan

Muhammad Zainal Abidin (1800–1833), keturunannya meneruskan pemerintahan hingga kepada Sultan Achmad Maulana Chalifatullah Djalaluddin (wafat 15 April 1951) dan Sultan terakhir adalah Aji Raden Muhammad Ayub (1951–1960). Kemudian wilayah kesultanan tersebut menjadi bagian dari Kabupaten Berau.

Sultan Muhammad Amminuddin menjadi Kepala Daerah Istimewa Berau. Beliau memerintah

sampai dengan adanya peraturan peralihan dari Daerah Istimewa menjadi Kabupaten Dati II Berau, yaitu Undang-undang Darurat tahun 1953 Tanggal terbitnya Undang-undang tersebut dijadikan sebagai Hari jadi Kabupaten Berau. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 27 tahun 1959, Daerah Istimewa Berau berubah menjadi kabupaten Dati II Berau dan Tanjung Redeb sebagai Ibukotanya, dengan Sultan Aji Raden Muhammad Ayub (1960–1964) menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Berau yang pertama.

Penetapan Kota Tanjung Redeb sebagai pusat pemerintahan Dati II Kabupaten Berau

adalah untuk mengenang pemerintahan Kerajaan (Kesultanan) di Berau. Di mana pada tahun 1810 Sultan Alimuddin (Raja Alam) memindahkan pusat pemerintahannya ke Kampung Gayam yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Bugis. Perpindahan ke Kampung Bugis pada tanggal 25 September tahun 1810 itu menjadi cikal bakal berdirinya kota Tanjung Redeb, yaitu kemudian dibadikan sebagai Hari jadi Kota Tanjung Redeb sebagaimana diterapkan dalam Perda No. 3 tanggal 2 April 1992.

2) Keadaan Umum Kabupaten Berau Kabupaten Berau mempunyai luas wilayah 34.127 km2, terdiri dari 13 kecamatan yaitu

Kecamatan Kelay, Tabalar, Talisayan, Biduk-biduk, Pulau Derawan, Maratua, Sambaliung, Tanjung Redeb, Gunung Tabur, Segah, Teluk Bayur, Batu Putih dan Biatan. Kabupaten Berau terletak antara 10 sampai 2033” Lintang Utara (LU) dan 1660 sampai 1190 Bujur Timur (BT).

3) Batas Wilayah Batas Administrasi Kabupaten Berau di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten

Page 50: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

46

Bulungan, di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Sulawesi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara dan Malinau.

4) Iklim Komponen iklim adalah curah hujan (jumlah curah hujan tahunan, bulanan, hari hujan),

suhu udara, kelembaban, penyinaran matahari.

Iklim merupakan komponen penting dalam menentukan keberhasilan produksi pertanian, khususnya tanaman pangan di suatu daerah/wilayah. Bagi tanaman pangan, khususnya curah hujan sangat diperlukan untuk menentukan waktu tanam dan waktu panen, serta proses pasca panen.

Terjadinya penyimpangan iklim akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil, dan

faktor - faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, misalnya serangan hama dan penyakit. Oleh karena itu pengetahuan iklim dari suatu daerah/wilayah sangat penting untuk diketahui.

5) Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di Kabupaten Berau meningkat terus dari tahun 2007 sampai tahun

2010 mencapai 179.444 jiwa.

6) Jenis penggunaan tanah Jenis penggunaan tanah di Kabupaten Berau sampai dengan tahun 2009, untuk sawah

seluas 7.642 ha, bukan sawah seluas 1.142.685 ha pada umumnya luas areal untuk tanaman pangan (padi ladang, jagung, ubikayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hujau) dan lahan lain-lainnya (rawa, hutan Negara, jalan, sungai, dan sebagainya) seluas 2.262.373 ha, jadi total luas 3.412.700 ha.

7) Lingkungan dan Parawisata Lebih dari 80 jenis pohon di daerah Berau yang terdaftar terancam punah dalam daftar

World Conservation Union (IUCN).Teluk Berau yang merupakan bagian dari Laut Sulawesi terletak di sebuah rute migrasi utama bagi mamalia laut. Di antara spesies hewan Berau terancam atau hampir punah adalah: Orang Utan, Monyet Belalai, Beruang, Siamang dan Banteng.

Terumbu karang Berau terletak 60 kilometer dari Semenanjung Berau dianggap sebagai salah satu tempat laut yang paling penting di Indonesia dan Pulau Derawan adalah bagian dari taman laut tersebut. Berbagai tempat wisata yang ada di Kabupaten Berau adalah:l Pulau Derawanl Pulau Kakaban dengan danau ubur-ubur. l Pulau Maratual Pulau Sangalakil Labuan Cermin Kecamatan Biduk-Bidukl Kolam/Pemandian Air Panas Kecamatan Biatan .l Taman Buru Batu Putih di Kecamatan Talisayan.

Page 51: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

47

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

l Bekas Istana Kesultanan Gunung Tabur.l Keraton Kesultanan Sambaliung.l Makam Raja-Raja Kesultanan Gunung Tabur di tepi Sungai Berau dan Sungai Kelay.l Bandar Udara Kalimarau, salah satu bandara terbesar di utara Kaltim.l Sentosa Park, wahana rekreasi air (waterboom) terbesar di utara Kaltim.l Masjid Agung Baitul Hikmah di Kota Tanjung Redeb.

8) Sebaran Pulau-Pulau Kecil 1) Pulau Panjang2) Pulau Derawan3) Pulau Semama4) Pulau Maratua5) Pulau Kakaban6) Pulau Sangalaki7) Pulau-pulau karang: Karang Malalungun,

Karang Gosong dan Karang Lintang.

4.4. PROVINSI LAMPUNG1) Sejarah Provinsi Lampung lahir pada tanggal

18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan po tensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.

Lampung pernah menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan

Sunda sampai abad ke-16. Waktu Kesultanan Banten menghancurkan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda maka Hasanuddin, sultan Banten yang pertama, mewarisi wilayah tersebut dari Kerajaan Sunda. Hal ini dijelaskan dalam buku The Sultanate of Banten tulisan Claude Guillot pada halaman 19 sebagai berikut: From the beginning it was abviously Hasanuddin’s intention to revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaran for his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all likelihood already belonged to Pajajaran, and from which came bulk of the pepper sold in the Sundanese region. (refname= ”Claude Guillot”>Guillot, Claude. (1990). The sultanate of Banten. Gramedia Book Publishing Division. hlm. 19).

Sewaktu Banten dibawah pimpinan Sultan

Peta Provinsi Lampung

Page 52: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

48

Ageng Tirtayasa (1651-1683) Banten ber hasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Ageng ini da lam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota ke sul tan an Banten. Kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tang gal 7 April 1682 Sultan Ageng Tirtayasa dising-kirkan dan Sultan Haji dinobatkan men jadi Sultan Banten.

Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan se buah piagam dari

Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain me nyebutkan bahwa sejak saat itu pe nga was an perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus mem peroleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.

Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji dan ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yang dicari-carinya. Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan Lampung yang dirintisnya mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni, tetapi banyak yang masih mengakui Sultan Ageng Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.

Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada dibawah

Kekuasaan Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung tidak mutlak. Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut “Jenang” atau kadang-kadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi (lada). Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota yang disebut “Adipati” secara hirarkis tidak berada dibawah koordinasi penguasaan Jenang/ Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, dengan demikian jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.

Pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semangka dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.

Sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil dipimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang menghasilkan persetujuan bahwa :l Radin Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.

Page 53: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

49

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

l Kedua saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap tahun.

l Radin Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat itu berada dibawah pengaruhnya.

Persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan perlawanan-perlawanan terhadap Belanda. Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Inten, namun dengan cerdik Radin Inten dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 - 1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Inten meninggal dunia dan digantikan oleh Putranya Radin Imba Kusuma.

Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semangka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai. Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau Timor.

Kemudian rakyat dipedalaman yang tetap melakukan perlawanan, oleh Belanda melakukan “Jalan Halus” dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung, namun ternyata tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Telukbetung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma sendiri yang bernama Radin Inten II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Inten II ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia. Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api dari Telukbetung menuju Palembang. Setelah kemerdekaan pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung pada 18 Maret 1964.

2) Geografi dan pulau-pulau Provinsi Lampung memiliki luas 35.376,50 km² dan terletak di antara 105°45’-103°48’

BT dan 3°45’-6°45’ LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di sebelah timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung Barat.

Keadaan alam Lampung, di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan

daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan di Pulau Sumatera.

Page 54: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

50

Di tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan perairan yang luas. Gunung-gunung di provinsi Lampung memang tak setinggi gunung-gunung di pulau jawa, tetapi memili kesulitan yang cukup tinggi untuk mendakinya, karena memiliki tingkat kerapatan yang tinggi pula. Ada 16 sungai yang mengalir di daerah Lampung.

Hutan-hutan besar di dataran rendah dapat dikatakan sudah habis dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan pertanian, untuk para transmigran yang terus-menerus memasuki daerah ini. Kayu-kayu hasil hutan diekspor ke luar negeri. Hutan-hutan yang masih ada, yang tanahnya dapat dikatakan belum banyak dibuka sebagian besar terletak di sebelah barat, di daerah Bukit Barisan Selatan.

3) Perekonomian Masyarakat pesisir lampung kebanyakan nelayan, dan bercocok tanam. Sedangkan masyarakat

tengah kebanyakan berkebun lada, kopi, cengkeh, kayu manis dan lain-lain. Lampung fokus pada pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sawit, karet, padi, singkong, kakao, lada hitam, kopi, jagung, tebu dan lain-lain.

Di beberapa daerah pesisir, komoditas perikanan seperti tambak udang lebih menonjol,

bahkan untuk tingkat nasional dan internasional. Selain hasil bumi Lampung juga merupakan kota pelabuhan karena lampung adalah pintu gerbang untuk masuk ke pulau sumatra. dari hasil bumi yang melimpah tumbuhlah banyak industri-industri seperti di daerah pesisir panjang, daerah natar, tanjung bintang, bandar jaya dan lain-lain.

4) Pariwisata Tahun 2009 Pemerintah Provinsi Lampung mencanangkan tahun kunjungan wisata. Jenis

Wisata yang dapat dikunjungi di Lampung adalah Wisata Budaya di beberapa Kampung Tua di Sukau, Liwa, Kembahang, Batu Brak, Kenali, Ranau dan Krui di Lampung Barat serta Festival Sekura yang diadakan dalam seminggu setelah Idul Fitri di Lampung Barat, Festival Krakatau di Bandar Lampung, Festival Teluk Stabas di Lampung Barat, Festival Teluk Semaka di Tanggamus, dan Festival Way Kambas di Lampung Timur.

5) Transportasi Untuk mengakses Provinsi Lampung, dari arah Aceh dapat menggunakan jalur darat melalui

jalan lintas tengah Sumatera, Jalan Lintas Timur Sumatera, dan Jalan Lintas Barat Sumatera. Bisa menggunakan jalur udara, melalui Bandar Udara Radin Inten II. Juga untuk jalur laut bisa menggunakan Pelabuhan Bakauheni.

Kondisi seluruh jalan akses menuju Lampung dalam kondisi baik. Jalan lintas Sumatera (status jalan nasional), seringkali mengalami kerusakan akibat beban jalan yang tinggi karena dilintasi oleh kendaraan barang dari seluruh daerah.

6) Industri Sebagai gerbang Sumatera, di Lampung sangat potensial berkembang berbagai jenis industri.

Mulai dari industri kecil (kerajinan) hingga industri besar, terutama di bidang agrobisnis. Industri penambakan udang termasuk salah satu tambak yang terbesar di dunia setelah adanya

Page 55: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

51

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

penggabungan usaha antara Bratasena, Dipasena dan Wachyuni Mandira. Terdapat juga pabrik gula dengan produksi per tahun mencapai 600.000 ton oleh 2 pabrik yaitu Gunung Madu Plantation dan Sugar Group. pada tahun 2007 kembali diresmikan pembangunan 1 pabrik gula lagi dibawah PT. Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI) yang diproyeksikan akan mulai produksi pada tahun 2008.Industri agribisnis lainnya: ketela (ubi), kelapa sawit, kopi robusta, lada, coklat, kakao, nata de coco dan lain-lain.

Kain Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistem sulam (Lampung; “Cucuk”).Dengan demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

7) Bahasa Provinsi Lampung dikenal dengan bahasanya, yakni Bahasa Lampung. Mengingat masyarakat

Lampung yang plural menggunakan berbagai bahasa, antara lain: bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Minang dan bahasa setempat yang disebut bahasa Lampung.

8) Kabupaten dan Kota

1 Kabupaten Lampung Barat Liwa 2 Kabupaten Lampung Selatan Kalianda 3 Kabupaten Lampung Tengah Gunung Sugih 4 Kabupaten Lampung Timur Sukadana 5 Kabupaten Lampung Utara Kotabumi 6 Kabupaten Mesuji Wiralaga Mulya 7 Kabupaten Pesawaran Gedong Tataan 8 Kabupaten Pringsewu Pringsewu 9 Kabupaten Tanggamus Kota Agung 10 Kabupaten Tulang Bawang Menggala 11 Kabupaten Tulang Bawang Barat Panaragan Jaya 12 Kabupaten Way Kanan Blambangan Umpu 13 Kabupaten Pesisir Barat Krui 14 Kota Bandar Lampung Tanjung Karang 15 Kota Metro Metro

NO. KABUPATEN/KOTA IBU KOTA

Page 56: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

52

9) Sebaran Pulau-Pulau Kecil di Provinsi Lampung1.Pulau Anak Krakatau Kab.Lampung Selatan, Rajabasa2.Pulau Balak Kab.Lampung Selatan, Punduh Pedada3.Pulau Batu Gubugseng Kab.Lampung Selatan, Rajabasa4.Pulau Batu Kauseng Kab.Lampung Selatan, Rajabasa5.Pulau Batu Kerbau Kab.Lampung Selatan, Punduh Pedada6.Pulau Batu Kupiah Tengah Kab.Tanggamus, Kelumbayan7.Pulau Batu Legundi Kab.Lampung Selatan, Punduh Pedada8.Pulau Batu Legundi Balak Kab.Lampung Selatan, Punduh Pedada9.Pulau Batu Mandi Bakauheni Kab.Lampung Selatan, Bakauheni10.Pulau Batu Merah Kab.Lampung Selatan, Rajabasa11.Pulau Batu Putih Kab.Lampung Selatan, Punduh Pedada12.Pulau Batu SekepelKab.Lampung Selatan, Bakauheni13.Pulau Batu SiuncalKab.Lampung Selatan, Punduh Pedada14.Pulau Batu Suluh BalakKab.Lampung Selatan, Punduh Pedada15.Pulau Batu Suluh LunikKab.Lampung Selatan, Punduh Pedada16.Pulau BatubolongKab.Lampung Selatan, Punduh Pedada17.Pulau BatubotakKab.Tanggamus, Kelumbayan18.Pulau BatucentigiKab.Tanggamus, Cukuh Balak19.Pulau BatugondrongKab.Tanggamus, Kelumbayan20.Pulau BatugurihKab.Lampung Barat, Bengkunat Belimbing21.Pulau BatuhakhongKab.Tanggamus, Kelumbayan22.Pulau BatuhiuKab.Tanggamus, Kelumbayan23.Pulau BatukabulungKab.Tanggamus, Kelumbayan24.Pulau BatukelapanunggalKab.Tanggamus, Kelumbayan25.Pulau BatukerbauKab.Tanggamus, Limau26.Pulau BatumandiKab.Lampung Selatan, Rajabasa27.Pulau BatumandiKab.Tanggamus,Kelumbayan28.Pulau BatupanjanglimauKab.Tanggamus, Kelumbayan29.Pulau BatuputihKab.Tanggamus, Cukuh Balak30.Pulau BaturawongKab.Tanggamus, Kelumbayan31.Pulau BatutajamKab.Tanggamus, Kelumbayan32.Pulau BertuahKab.Lampung Barat, Krui33.Pulau Condong DaratKab.Lampung Selatan, Katibung34.Pulau Condong LautKab.Lampung Selatan, Katibung35.Pulau Cukuhpandan BalakKab.Tanggamus, Kelumbayan36.Pulau Cukuhpandan LunikKab.Tanggamus, Kelumbayan37.Pulau Cukuhpandan TengahKab.Tanggamus, Kelumbayan38.Pulau Dua BalakKab.Lampung Selatan, Bakauheni39.Pulau Dua BalakKab.Lampung Selatan, Punduh Pedada40.Pulau Dua LunikKab.Lampung Selatan, Bakauheni41.Pulau Dua LunikKab.Lampung Selatan, Punduh Pedada42.Pulau GaitanKab.Lampung Selatan, Punduh Pedada43.Pulau GosongsekopongKab.Lampung Timur, Lab Maringgai44.Pulau HiuKab.Tanggamus, Kelumbayan45.Pulau KabulungKab.Tanggamus,Kelumbayan

Page 57: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

53

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

46.Pulau Kamintara LunikKab.Tanggamus, Kelumbayan47.Pulau Kamintara TengahKab.Tanggamus, Kelumbayan48.Pulau Kamintara TimurKab.Tanggamus,Kelumbayan49.Pulau Kandang BalakKab.Lampung Selatan,Bakauheni50.Pulau Kandang LunikKab.Lampung Selatan,Bakauheni51.Pulau KarangputihKab.Tanggamus,Cukuh Balak52.Pulau KarangtahabuKab.Tanggamus,Kelumbayan53.Pulau KelagianKab.Lampung Selatan,Padang Cermin54.Pulau Kelagian LunikKab.Lampung Selatan,Padang Cermin55.Pulau KelapaKab.Lampung Selatan,Bakauheni56.Pulau Kepala SiuncalKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada57.Pulau Kiluan, Kab.Tanggamus,Kelumbayan58.Pulau KrakatauKab.Lampung Selatan,Rajabasa59.Pulau Krakatau BaratKab.Lampung Selatan,Rajabasa60.Pulau KramatKab.Lampung Selatan,Ketapang61.Pulau KuburKotaBandar Lampung,Teluk Betung Selatan62.Pulau KupiahKab.Lampung Selatan,Ketapang63.Pulau Lahu LunikKab.Lampung Selatan,Padang Cermin64.Pulau LamangKab.Tanggamus,Kelumbayan65.Pulau LegongkaeKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada66.Pulau Legongkae SelatanKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada67.Pulau LegundiKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada68.Pulau Legundi TuaKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada69.Pulau Lelangga BalakKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada70.Pulau Lelangga LunikKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada71.Pulau LokKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada72.Pulau LunikKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada73.Pulau MaitemKab.Lampung Selatan,Padang Cermin74.Pulau MangkuduKab.Lampung Selatan,Bakauheni75.Pulau MunduKab.Lampung Selatan,Ketapang76.Pulau PahawangKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada77.Pulau Pahawang LunikKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada78.Pulau PakuKab.Tanggamus,Kelumbayan79.Pulau PakuayuKab.Tanggamus,Kelumbayan80.Pulau PanjangKab.Lampung Selatan,Rajabasa81.Pulau Panjukit, Kab.Lampung Selatan,Bakauheni82.Pulau Panjurit, Kab.Lampung Selatan,Bakauheni83.Pulau PasaranKotaBandar Lampung,Teluk Betung Selatan84.Pulau PertapaanKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada85.Pulau PisangKab.Lampung Barat,Bengkunat Belimbing86.Pulau Rimau Balak, Kab.Lampung Selatan,Ketapang87.Pulau Rimau LunikKab.Lampung Selatan,Ketapang88.Pulau SebesiKab.Lampung Selatan,Rajabasa89.Pulau SebukuKab.Lampung Selatan,Rajabasa90.Pulau Sebuku KecilKab.Lampung Selatan,Rajabasa91.Pulau Segama BesarKab.Lampung Timur,Lab Maringgai

Page 58: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

54

92.Pulau Segama KecilKab.Lampung Timur,Lab Maringgai93.Pulau SekepelKab.Lampung Selatan,Bakauheni94.Pulau SeramKab.Lampung Selatan,Ketapang95.Pulau SeramningiKab.Lampung Selatan,Ketapang96.Pulau SerdangKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada97.Pulau SertungKab.Lampung Selatan,Rajabasa98.Pulau SeserotKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada99.Pulau SetigabuntutKab.Lampung Selatan,Rajabasa100.Pulau SetigaheniKab.Lampung Selatan,Rajabasa101.Pulau SetigalokKab.Lampung Selatan,Rajabasa102.Pulau SijebiKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada103.Pulau SinduKab.Lampung Selatan,Bakauheni104.Pulau SiuncalKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada105.Pulau SulahKab.Lampung Selatan,Katibung106.Pulau SulingKab.Lampung Selatan,Ketapang107.Pulau TabuanKab.Tanggamus,Cukuh Balak108.Pulau TangkilKab.Lampung Selatan,Padang Cermin109.Pulau TanjungputusKab.Lampung Selatan,Punduh Pedada110.Pulau TegalKab.Lampung Selatan,Padang Cermin111.Pulau TelukbekakhKab.Tanggamus,Kelumbayan112.Pulau TembikilKab.Lampung SelatanPadang Cermin113.Pulau TumpulKab.Lampung SelatanKetapang114.Pulau Tumpul LunikKab.Lampung SelatanKetapang115.Pulau UmangKab.Lampung SelatanRajabasa116.Pulau UmangumangKab.Lampung SelatanPunduh Pedada

Mengingat banyaknya jumlah pulau-pulau kecil di Provinsi lampung, maka dalam penelitian ini di fokuskan pada: (1) Pulau Kiluan, Kec. Kelumbayan, Kab.Tanggamus, sebagai wilayah pariwisata ikan lumba-lumba dan pulau tersebut dikuasai oleh 1 (satu) orang, (2) Pulau Panjurit, Kec. Bakauheni, Kab.LampungSelatan, sudah memiliki sertipikat Hak Milik perorangan (3) Pulau Rimau Balak, Kec. Ketapang, Kab.Lampung Selatan juga dikuasai dan dimiliki perorangan baik yang sudah bersertipikat Hak Milik maupun yang belum bersertipikat.

a. Kabupaten Tanggamus1) Sejarah Sejarah perkembangan wilayah Tanggamus,

menurut catatan yang ada pada tahun 1889 pada saat Belanda mulai masuk di Wilayah Kota Agung, yang ada pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Kontroller yang memerintah di Kota Agung. Pada waktu itu pemerintahan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Adat yang terdiri dari 5 (lima) Marga yaitu:a) Marga Gunung Alip (Talang Padang),b) Marga Benawang;

Peta Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

Page 59: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

55

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

c) Marga Belunguh;d) Marga Pematang Sawa;e) Marga Ngarip.

Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa Kampung.

Perkembangan selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 114/ 1979 tanggal 30 Juni 1979 dalam rangka mengatasi rentang kendati dan sekaligus merupakan persiapan pembentukan Pembantu Bupati Lampung Selatan untuk Wilayah Kota Agung yang berkedudukan di Kota Agung serta terdiri dari 10 Kecamatan dan 7 Perwakilan Kecamatan dengan 300 Pekon dan 3 Kelurahan serta 4 Pekon Persiapan. Pada akhirnya Kabupaten Tanggamus terbentuk dan menjadi salah satu dari 10 Kabupaten/ Kota yang ada di Propinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan menjadi Kabupaten pada tanggal 21 Maret 1997.

Sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat adat di Kabupaten Tanggamus, pada tanggal 12 januari 2004 Kepala Adat Saibatin Marga Benawang merestui tegak berdirinya Marga Negara Batin, yang sebelumnya merupakan satu kesatuan adat dengan Marga Benawang. Pada tanggal 10 Maret 2004 di Pekon Negara Batin dinobatkan kepala adat Marga Negara Batin dengan gelar Suntan Batin Kamarullah Pemuka Raja Semaka V.

Dengan berdirinya Marga Negara Batin tersebut, masyarakat adat pada tahun 1889 terdiri

dari 5 marga, saat ini menjadi 6 marga, yaitu : Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang, Marga Belunguh, Marga Pematang Sawa, Marga Ngarip, Marga Negara Batin.

Secara geografis Kabupaten tanggamus terletak pada posisi 104°18’ - 105°12’ Bujur Timur dan 5°05’ - 5°56’ Lintang Selatan. Luas wilayah 3.356,61 km2 yang meliputi wilayah daratan maupun perairan. Satu dari dua teluk besar yang ada di Propinsi Lampung terdapat di Kabupaten Tanggamus yaitu teluk Semaka dengan panjang daerah pantai 200 km dan sebagai tempat bermuaranya 2 (dua) sungai besar yaitu Way Sekampung dan Way Semaka. Selain itu Wilayah Kabupaten tanggamus dipengaruhi oleh udara tropical pantai dan dataran pegunungan dengan temperatur udara yang sejuk dengan rata-rata 28°C.

Kabupaten Tanggamus bagian barat semakin ke utara condong mengikuti lereng Bukit Barisan. Bagian Selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk yang besar yaitu Teluk Semangka. Di Teluk Semangka terdapat sebuah pelabuhan yang merupakan pelabuhan antar pulau dan terdapat tempat pendaratan ikan.

2) Kondisi Geografis dan Penduduk Kabupaten Tanggamus adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung, Ibu kota terletak

di Kota Agung Pusat. Kabupaten Tanggamus diresmikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997, tanggal 21 Maret 1997. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.731,61 km² dan berpenduduk sebanyak 536.613 jiwa dengan kepadatan penduduk 178 jiwa/km². yang meliputi 11 Kecamatan, 6 Perwakilan Kecamatan dan 310 Desa.

Page 60: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

56

Kabupaten Tanggamus yang beribukota di Kota Agung memiliki luas 302.064 hektar yang terbagi dalam 302 Desa/ Kelurahan dan 20 Kecamatan, diantaranya Kecamatan Wonosobo, Kecamatan Semaka, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kecamatan Kota Agung, Kecamatan Pematang Sawa, Kecamatan Kota Agung Timur, Kecamatan Kota Agung Barat, Kecamatan Pulau Panggung, Kecamatan Ulu Belu, Kecamatan Air Naningan, Kecamatan Talang padang, Kecamatan Sumberejo, Kecamatan Gisting, Kecamatan Gunung Alip, Kecamatan Pugung, Kecamatan Bulok, Kecamatan Cukuh Balak, Kecamatan Kelumbayan, Kecamatan Limau, dan Kecamatan Kelumbayan Barat.Kabupaten Tanggamus dipengaruhi oleh udara tropical pantai dan dataran pegunungan dengan temperatur udara yang sejuk dengan rata rata 28OC. Nama Kabupaten Tanggamus diambil dari nama Gunung Tanggamus yang berdiri tegak tepat di jantung Kabupaten Tanggamus.

3) Batas-batas Wilayah l Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Lampung

Tengah.l Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.l Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat.l Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Tanggamus mempunyai luas Wilayah 2.855,46 Km² untuk luas daratan ditambah dengan daerah laut seluas 1,799,50 Km² dengan luas keseluruhan 4, 654,98 Km², dengan topografi wilayah bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2.115 meter.

Potensi sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Tanggamus sebagian besar dimanfaatkan

untuk kegiatan pertanian. Selain itu masih terdapat beberapa sumber daya alam lain yang potensial untuk dikembangkan antara lain; pertambangan emas, bahan galian seperti granit dan batu pualam atau marmer. Disamping itu juga terdapat sumber air panas dan panas bumi yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi pembangkit energi listrik alternatif.

4) Perekonomian Komoditi unggulan Kabupaten Tanggamus yaitu sektor perkebunan, pertanian, peternakan

dan jasa. Sektor Perkebunan komoditi unggulannya adalah Kelapa sawit, Kakao, karet, Kopi, Kelapa, Cengkeh, Jambu Mete, kapuk, kayu manis, kemiri, Lada, pala, pinang, tembakau, dan vanili.

Sub sektor Pertanian komoditi yang diunggulkan berupa Jagung, kedelai, pisang, ubi jalar

dan Ubi Kayu, sub sektor peternakan dengan komoditi sapi, babi, domba, kambing, dan kerbau, sedangkan sub sektor jasa dan wisata alam merupakan potensi kabupaten ini.

5) Potensi wilayah Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang terletak

di bagian ujung selatan barat pulau sumatera yang secara geografis sebagian wilayahnya dikelilingi oleh wilayah laut. Di sebelah barat membentang wilayah perairan Samudera Hindia dan di sebelah selatan adalah Teluk Semangka yang berada di kawasan Selat Sunda.

Page 61: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

57

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Karenanya hampir seluruh luasan area Teluk Semangka secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tanggamus.

Sumber daya kelautan dan perikanan di Kabupaten Tanggamus memiliki potensi yang sangat besar dan sangat prospektif untuk dikembangkan, dan berdasarkan analisis sumberdaya ikan tingkat Potensi Ikan Lestari (MSY = Maximum Sustainable Yield) di perairan laut bagian barat Propinsi Lampung mencapai 16.600 ton/tahun. Banyaknya berbagai jenis ikan ekonomis penting seperti Ikan Tuna (Thunnusalbacares), Setuhuk(Sword Fish), IkanSimba/Kuwe (Carangidae), Tenggiri, Kakap Merah, serta berbagai jenis Udang Penaid dan Lobster, terdapat di sekitar wilayah perairan Teluk Semangka ini.

Pengelolaan sumberdaya hayati perikanan dan kelautan di Kabupaten Tanggamus ke depan akan sangat memegang peranan penting.Rusaknya berbagai potensi sumberdaya alam di daratan menyadarkan kepada kita bahwa ternyata sumberdaya alam di daratan memiliki keterbatasan, artinya bahwa sumberdaya alam di darat bersifat tidak dapat diperbaharui atau dikenal dengan istilah Unrenewable resources. Sedangkan sumberdaya hayati perikanan Iebih bersifat Renewable resources atau disebut dengan sumberdaya alam yang dapat memperbaharui baik potensi, stock assesment secara kualitas maupun kuantitas.

Agar pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan dapat dijadikan sebagai andalan guns memenuhi hajat hidup masyarakat perikanan-terutama mereka yang berdomisili di wilayah kawasan pesisir pantai- secara optimal, berimbang dan lestari, maka dalam perencanaan pengembangan perikanan dan kelautan, khususnya kawasan pesisir pantai harus diperhatikan aspek daya dukung perairan yang ada serta ketepatan dalam melakukan usaha dan memilih jenis komoditas unggulan yang akan dikembangkan. Komoditas perikanan yang dikembangkan harus benilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek dan pangsa pasar yang baik.

Pola pengembangan penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Tanggamus dewasa ini dilakukan masih menggunakan pola penangkapan ikan secara tradisional dengan metoda usaha secara turun temurun, hal ini dikarenakan selain belum dimanfaatkannya aspek-aspek teknologi sarana dan prasarana perikanan, juga belum dibangunnya sistem informasi tentang cuaca dan iklim yang dapat diperoleh nelayan, serta pembinaan/penyuluhan yang kurang bagi nelayan, sehingga produksi hasil tangkapannya tidak terlalu melimpah dan kurang memiliki nilai ekonomis penting. Dengan kata lain, para nelayan di Kabupaten Tanggamus masih mengandalkan cara penangkapan ikan dan cara penanganan pasca panen ikan masih tradisional.

Salah satu penyebab utama kegagalan pengembangan usaha kelautan dan perikanan (marikultur)adalah moda pendekatannya yang sektoral, dan tidak terpadu, serta lebih berorientasi kepada sektor produksi semata. Sebagai contoh, misalnya ada suatu kebijakan atau program pengembangan potensi kelautan dan perikanan yang seringkah hanya memperhitungkan bagaimana meningkatkan produksi tanpa mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan (carrying capacity).

Selain itu, kesesuaian komoditas yang akan dikembangkan serta jenis teknologi apa yang akan digunakan hendaknya lebih rnenitik beratkan kepada kemampuan pengelolaan

Page 62: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

58

sumberdaya manusia yang ada serta teknologi terapan yang dapat diterima sehingga pada gilirannya nanti terhadap aspek peningkatan nilai tambah produk (added value) akan semakin baik, kesiapan penerapan teknologi perikanan tepat guna, maupun aspek sosial ekonomis masyarakat pesisir juga sering terabaikan dalam menentukan suatu operasional kebijakan pembangunan perikanan yang berkelanjutan serta bertanggung jawab. ‘Berkelanjutan dalam pengertian ada keseimbangan antara eksploitasi sumber dengan stock populasi yang akan digarap. Sedangkan bertanggungjawab lebih menekankan kepada aspek moral dan norma-norma agamis, sehingga dalam perkembangannya usaha perikanan dapat tergarap secara arif dan bijaksana. Suatu Contoh/catatan penting bagi kita, adalah bagaimana kondisi hutan kita setelah dieksploitasi besar-besaran selama hampir setengah abad tanpa mengindahkan kaidah¬kaidah sustainable, sehingga akibatnya sekarang ini berdampak luas kepada generasi sekarang ini, antara lain banjir dimana-mana, iklim dan cuaca sering berubah drastis, lapisan ozone mulai rusak.

Belajar dari pengalaman sejarah “hutan”, hendaknya program pengembangan dan usaha kelautan/perikanan hauslah lebih bersifat arif dan holistik. Karena itu dalam rangka pengembangan potensi kelautan dan perikanan di Kabupaten Tanggamus haruslah dilaksanakan berbagai pola dan metoda-metoda yang dilaksanakan melalui pendekatan terpadu (ICM = Integrated Coastal Management), terarah dan bersifat holistic. Dengan kata lain, semua subsistem pendukung mulai dari sarana dan prasarana perikanan, kesiapan life skill SDM, kondisi sosial masyarakat setempat, serta pemilihan sistem teknologi perikanan yang akan dikembangkan dan akan diterapkan harus sesuai dengan daya dukung perairan yang ada.

Jenis komoditas perikanan unggulan yang akan dipilih, selain harus sesuai dengan semua aspek tersebut di atas, juga harus memenuhi kriteria dan ukuran kelayakan usaha, Layak secara ekonomis, layak secara finansial, layak teknis dan layak secara sosek dan lingkungan, serta layak pasar.

Sumberdaya hayati wilayah pesisir merupakan satu kesatuan ekologis yang saling berhubungan erat. Jenis-jenis ekosistem pesisir yang penting adalah magrove, padang lamun, dan terumbu karang. Beberapa biota perairan, seperti jenis ikan crustacea, moluska, echinddermata, dan yang Iainnya, merupakan sumberdaya hayati yang tidak terpisahkan dengan ketiga jenis ekosistem tersebut. Keseluruhan biota perairan setidak¬tidaknya pernah menjalani masa hidupnya di kawasan mangrove, padang lamun, ataupun terumbu karang. Oleh karena itu, peranan dari ketiga ekosistem tersebut sangat penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan biota laut Iainnya.

Berdasarkan analisis citra satelit Landsat ETM 7 Path 123-124 diketahui bahwa sebaran ketiga jenis ekosistem tersebut di sekitar wilayah pesisir Kabupaten Tanggamus mengikuti kondisi seperti di wilayah pesisir Iainnya di Indonesia. Mangrove banyak terdapat di sekitar muara sungai, padang lamun terdapat di sekitar kawasan perairan yang tenang yang memungkinkan terjadinya sedimentasi, sedangkan terumbu karang berada pada perairan yang jauh dan muara sungai.

Hutan bakau (mangrove) merupakan salah satu ekosistem pesisir yang khas di daerah tropis,

yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang

Page 63: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

59

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Seperti halnya di wilayah pesisir Iainnya di Indonesia, penyebaran mangrove di Kabupaten Tanggamus mengikuti pola penyebaran yang sama. Mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir; menerima pasokan air tawar yang cukup dari daratan; terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; serta salinitas di sekitarnya adalah payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permit).

Penyebaran mangrove di pesisir Kabupaten Tanggamus terdapat pada daerah-daerah di sekitar muara sungai, seperti muara Sungai Way Semaka di Desa Tanjungan/Sawmil (Kecamatan Pematang Sawa), serta di beberapa desa pesisir di Kecamatan Cukuh Balak dan Kelumbayan (Gambar-4.1), yaitu di sekitar Teluk Tengor, Teluk Umbar, Teluk Paku, Teluk Pegadungan, Teluk Kelumbayan, dan Teluk Kiluan. Mangrove yang tumbuh di daerah tersebut didominasi oleh api-api (Avicennia alba) dan nipah (Nypa fruticans). Api¬api umumnya hidup pada zona yang dekat dengan pantai, dimana air laut lebih dominan; sedangkan nipah umumnya hidup pada muara-muara sungai besar yang salinitasnya lebih dominan ke tawar. Nipah merupakan satu-satunya jenis palmae yang ditemukan di hutan mangrove. Nipah yang banyak tumbuh di sekitar muara Sungai Way Semaka hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan nipah baru sebatas menggunakan daun nipah untuk bahan atap rumah.

Keberadaan mangrove yang terdapat di zona pantai memiliki peran yang strategis berdasarkan fungsi dan manfaatnya. Secara fisik, mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan angin badai, melindungi pantai dari abrasi dan intrusi air laut, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Fungsi ekologis adalah sebagai tempat pemijahan, mencari makan, dan pembesaran beberapa jenis ikan, udang, kepiting, dan biota laut lainnya.

Keberadaan mangrove di pesisir Kabupaten. Tanggamus juga mengalami degradasi, antara lain karena konversi areal mangrove menjadi lahan tambak, seperti yang terjadi di Desa Tanjungan/Sawmil (Kecamatan Pematang Sawa), milik PT Ika Muda Fishtama yang saat ini terbengkalai. Diduga sebelumnya lahan tambak tersebut merupakan areal mangrove yang cukup luas, namun saat ini hanya tinggal beberapa pohon mangrove yang masih tersisa. Aktivitas penduduk lainnya yang merusak ekosistem mangrove, antara lain kegiatan penebangan mangrove untuk diambil kayunya, baik sebagai kayu bakar, pagar, ataupun untuk bahan bangunan (rumah).

Padang lamun merupakan jenis tumbuhan berbunga (Bryophyta) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terendam di dalam air laut. Tumbuhan ini hidup di perairan dangkal agak berpasir, dan sering juga dijumpai di ekosistem terumbu karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh sinar matahari dengan tingkat energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh tegak, berdaun tipis yang bentuknya seperti pita dan berakar jalar. Tunas-tunas tumbuh dari rizhoma, yaitu bagian rumput yang tumbuh menjalar di bawah permukaan dasar laut.

Secara ekologis, padang lamun memiliki fungsi sebagai tempat mencari makan, daerah pemijahan, dan daerah pembesaran jenis-jenis ikan, udang, siput, dan biota taut Iainnya.

Page 64: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

60

Padang lamun segar merupakan makanan bagi duyung (dugong), penyu taut, butu babi, dan beberapa jenis ikan. Padang lamun merupakan daerah penggembataan (grazing ground) yang penting artinya bagi hewan-hewan taut tersebut. Padang lamun juga merupakan habitat bagi bermacam-macam ikan (umumnya berukuran kecil) dan udang. Ikan laut dan udang tidak makan daun segar, melainkan serasah (detritus) dari lamun. Detritus ini dapat tersebar luas oteh arus ke perairan di sekitar padang lamun.

Daun lamun berperan sebagai tudung pelindung yang menutupi penghuninya dari sengatan sinar matahari. Pada permukaan daun lamun hidup melimpah ganggang¬ganggang renik, hewan renik dan mikroba, yang merupakan makanan bagi bermacam jenis ikan yang hidup di padang lamun. Banyak jenis ikan dan udang yang hidup di perairan sekitar padang lamun menghasilkan larva yang bermigrasi ke padang lamun untuk tumbuh besar. Bagi larva-larva ini padang lamun memang menjanjikan kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhannya.

Secara fisik, padang lamun dapat berfungsi menstabilkan dasar yang lunak dan mencegah intrusi air laut. Dengan sistem perakarannya yang padat dan sating menyilang, maka lamun dapat menstabilkan dasar laut dan mengakibatkan kokoh tertanamnya lamun dalam dasar laut. Selanjutnya padang lamun juga berfungsi sebagai perangkap sedimen yang kemudian diendapkan dan distabilkan.

Sebaran padang lamun tidak banyak terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Tanggamus. Padang lamun hanya terdapat di Teluk Pegadungan, Desa Penyabungan (Kecamatan Kelumbayan) dengan luas sekitar 0,8 km2 (Gambar 4.5). Jenis tumbuhan lamun yang dominan adalah Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii; sedangkan jenis lainnya adalah Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia dan Halophila ovalis.

Pemanfaatan lamun tidak banyak dilakukan oleh masyarakat setempat. Umumnya masyarakat hanya memanfaatkan areal padang lamun hanya untuk mencari ikan ataupun biota laut lainnya. Jenis-jenis ikan konsumsi yang banyak tertangkap di sekitar padang lamun adalah baronang (Siganus spp), belanak (Mugil sp), ikan Iidah (Cynoglosus sp) dan lainnya.

Padang lamun menyimpan potensi untuk dikembangkan, antara lain sebagai bahan pangan ataupun pakan ternak karena mengandung protein yang tinggi. Namun hingga saat ini belum ada anggota masyarakat yang memanfaatkannya sebagai pakan ternak. Biji yang dihasilkan oleh Enhalus acoroides dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Selain itu, tumbuhan lamun juga dapat dimanfaatkan untuk pupuk pertanian (pupuk hijau).

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat di wilayah pesisir daerah tropis. Pada dasarnya terumbu terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu. Perkembangan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik lingkungan yang dapat menjadi pembatas bagi karang untuk membentuk terumbu. Beberapa faktor lingkungan tersebut anatara lain: suhu air > 18°C, tetapi optimal pada suhu 23-25°C; kedalaman perairan optimal pada 25 m atau kurang; salinitas perairan antara 30-36 permil; serta perairan yang cerah, bergelombang dan bebas dari sedimen.

Page 65: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

61

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Sebaran terumbu karang di wilayah pesisir Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Gambar-4.6. Umumnya terumbu karang hidup pada pesisir Kota Agung hingga Kecamatan Cukuh Balak, dan beberapa di antaranya tersebar di sekitar teluk-teluk kecil yang terdapat di wilayah Kecamatan Kelumbayan. Di sekitar Pulau Tabuan tidak terlihat sebaran terumbu karang. Hal ini sesuai dengan survei yang telah dilakukan oleh CRMP (1999), yang menyatakan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Tabuan secara umum buruk.

Untuk jenis karang hidup, yaitu hard coral (HC) dan soft coral (SC) yang merupakan tempat hidup, perlindungan, dan asuhan ikan karang, telah mengalami kerusakan yang ditandai dengan kisaran penutupan yang rendah, masing-masing antara 0-10% dan 11-30% yang ditemukan pada 9 titik pengamatan. Kerusakkan fisik tersebut diduga karena banyaknya terumbu karang yang digunakan untuk bahan bangunan, kerusakan akibat jangkar kapal, dan penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun.

Kondisi terumbu karang yang hidup di sekitar Teluk Kiluan masih tergolong baik dengan penutupan terumbu karang hidup mencapai 80-90%. Dengan kondisi terumbu karang yang demikian, maka diduga kelimpahan jenis biota laut dan ikan cukup melimpah. Kondisi pantai barat Teluk Semangka juga tidak jauh berbeda. Sebaran terumbu karang hanya terdapat di sekitar perairan yang jauh dari sungai besar, seperti di Desa Karangberak, Tirom, Kaurgading, Muara Tando, dan Tampang.

Beberapa bentuk hidup (life form) terumbu karang yang dijumpai di sekitar perairan pesisir Tanggamus tidak berbeda jauh dengan yang terdapat di sekitar Teluk Lampung dan perairan Indonesia lainnya (Gambar-4.7). Bentuk hidup terumbu karang yang penting antara lain branching, encrusting, tabulate, digitate, massive, submassive, foliose, mushroom, dan laminar.

Manfaat yang terkandung dalam terumbu karang sangat besar dan beragam. Jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua, yaitu manfaat Iangsung dan tidak Iangsung. Manfaat Iangsung terumbu karang adalah habitat bagi sumberdaya ikan, batu karang, pariwisata, wahana penelitian dan pemanfaatan biota perairan Iainnya.

Terumbu karang mempunyai peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, serta tempat pemijahan bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang atau sekitarnya. Manfaat tidak langsung terumbu karang terkait peranannya sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain-lain. Terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut.

Terumbu karang dapat menjadi sumber devisa yang diperoleh dari wisata selam ataupun kegiatan wisata bahari lainnya. Bahkan devvasa ini berbagai jenis biota yang hidup di ekosistem terumbu karang atau moluska yang hidup di ekosistem ini ternyata banyak mengandung berbagai senyawa bioaktif yang mempunyai potensi besar sebagai bahan obat-

Page 66: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

62

obatan, makanan, dan kosmetika. Selain itu, terumbu karang yang merupakan salah satu keanekaragaman yang unik menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi perhatian besar bagi para ahli, mahasiswa, perusahaan farmasi, dan pihak lainnya, untuk dijadikan obyek penelitian.

Ekosistem terumbu karang banyak menyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan, karang, moluska, crustacea dan biota Iainnya, bagi kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di wilayah pesisir. Bersama dengan ekosistem pantai lainnya menyediakan makanan dan tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut Munro dan Williams (1985), dari perairan yang terdapat ekosistem terumbu karangnya pada kedalaman kurang dari 30 m, maka setiap 1 km2-nya terkandung ikan sebanyak 15 ton.

Karena letaknya yang berhadapan Iangsung dengan Samudera Hindia dan dekat dengan Selat Sunda, wilayah perairan laut Kabupaten Tanggamus umumnya memiliki gelombang yang besar. Perairan laut ini merupakan habitat bagi berbagai jenis ikan laut komersial, terutama ikan-ikan pelagis besar dan ikan-ikan yang beruaya dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik atau sebaliknya. Ikan-ikan pelagis besar ini merupakan sasaran penangkapan utama bukan hanya bagi para nelayan di Kabupaten Tanggamus, tetapi juga bagi nelayan dari perairan Teluk Lampung, bahkan dari propinsi lain yang melakukan penangkapan ikan di perairan Kabupaten Tanggamus.

Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap oleh para nelayan di Kabupaten Tanggamus umumnya merupakan ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, dan merupakan ikan-ikan komoditas ekspor, seperti ikan setuhuk hitam/black marlin (Macaira indica), ikan pedang (Xiphias gladius), setuhuk loreng (Tetrapturus audax), tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna sirip kuning/yelowfin tuna (Thunnusalbacares), tuna albakora (Thunnus alalunga), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus affinis)dan tengiri (Scromberomorus spp).

Selain jenis-jenis ikan pelagis besar di perairan Taut Kabupaten Tanggamus juga tardapat berbagai jenis ikan pelagis kecil yang juga merupakan ikan ekonomis penting seperti ikan kembung (Restralliger spp), selar (Alepes kalla), bawal (Stromateus sp), kakap putih/baramundi (Lates calcarifer), kakap merah(Lutjanus sp), Iayur (Trichiurus savala), barakuda (Sphyraena sp) dan berbagai jenis ikan lain.

Di samping sumberdaya perikanan tangkap (konsumsi), wilayah pesisir Tanggamus juga memiliki kekayaan berupa ikan hias laut (ornamental fish). Dengan luasan terumbu karang yang tersebar di sepanjang pesisir pantai barat dan timur, maka diperkirakan terdapat sejumlah besar ikan hias yang memang hidupnya di sekitar terumbu karang.

Berbagai jenis ikan hias ini umumnya terdiri dari berbagai famili seperti famili Scorpaenidae (misalnya ikan lepu), Ephipidae (ikan platax), Chaetodontidae (kepe-kepe), Pomacantidae (Angel fishes), Pomacentridae (Dakocan), Achanturidae (Surgeon fishes/botana), Balistidae (Triger) serta berbagai jenis ikan dari famili lainnya yang memiliki potensi dikembangkan sebagai ikan hias air laut.

Beberapa jenis-jenis ikan hias air laut ini sangat potensial untuk dikembangkan masyarakat

Page 67: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

63

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

sebagai komoditas baru di bidang penangkapan ikan, karena memang diantaranya, seperti ikan lepu (Pterois spp), ikan triger (Balistoides spp), kepe-kepe (Chaetodon spp) dan jenis-jenis Iainnya merupakan komoditas ekspor yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran internasional. Hingga saat ini pemanfaatan ikan hias sebagai komoditas perikanan masih belum optimal dikembangkan di pesisir Tanggamus; belum banyak nelayan yang mengusahakan penangkapan ikan hias untuk dijual atau diekspor.

Produksi perikanan taut Kabupaten Tanggamus pada tahun 2003 berikut jumlah total ikan laut adalah 17.704,6 ton. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah peperek, kurisi, layang, ‘ selar, teri, japuh, lemuru, kembung dan tongkol.

Selain sumberdaya perikanan yang termasuk dalam golongan ikan (pisces), perairan laut Kabupaten Tanggamus juga sangat kaya akan potensi sumberdaya perikanan yang termasuk dalam golongan non-ikan (non-pisces), dan umumnya sumberdaya ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat. Udang lobster (Panulirus sp) merupakan jenis udang yang paling banyak terdapat di perairan taut Kabupaten Tanggamus, karena memiliki hambaran terumbu karang yang sangat luas, yang merupakan habitat udang karang. Berbagai jenis udang lobster yang memang habitat utamanya adalah daerah terumbu karang.

6) Pulau-pulau Kecil, Luas (Ha) dan Kecamatan1. Balak : 32,00 ,Cukuh Balak2. Hiu: 20,00, Kelumbayan3. Batuhakhong, Kelumbayan4. Batukabulung : 2,24, Kelumbayan5. Kamintara Tengah, Kelumbayan6. Kamintara Lunik, Kelumbayan7. Kamintara Timur, Kelumbayan8. Kamintara Balak, Kelumbayan9. Kamintara Barat, Kelumbayan10. Batu Kupiah Pinggir, Kelumbayan11. Batu Kupiah Tengah, Kelumbayan12. Baturawong, Kelumbayan13. Batupanjanglimu, Kelumbayan14. Batugondrong, Kelumbayan15. Batubotak, Kelumbayan16. Telukbekakh, Kelumbayan17. Karangtianggayau, Kelumbayan18. Tuntungkalik: 6,25, Kelumbayan19. Batukerita, Kelumbayan20. Burung, Kelumbayan21. Batusulu, Cukuh Balak22. Cukuh Pandan, Cukuh Balak23. Kiluan:5,00- 6,00, Kelumbayan24. Batukelapanunggal, Kelumbayan25. Batumandi, Kelumbayan

Page 68: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

64

26. Cukuhpandan Lunik, Kelumbayan27. Cukuhpandan Tengah, Kelumbayan28. Cukuhpandan Balak : 2,75, Kelumbayan29. Cukupandan Pinggir: 1,80, Kelumbayan30. Batukelapa, Kelumbayan31. Gawani, Kelumbayan32. Karangtahabu, Kelumbayan33. Batuhiu, Kelumbayan34. Tangkil : 11,00, Padang Cermin35. Tutung Balik, Kelumbayan36. Tabuan: 3 466,37, Kelumbayan37. Paku: 10,00, Kelumbayan38. Pakuayu: 1,50, Kelumbayan39. Lamang, Kelumbayan40. Kabulung, Kelumbayan41. Lengkekuh, Kelumbayan42. Baturujuk Balak, Kelumbayan43. Baturujuk Lunik, Kelumbayan44. Batutajam, Kelumbayan45. Batu Hitam: 2,92, Cukuh Balak46. Batu Kagulung: 2,24, Cukuh Balak47. Limau : 1,00, Kelumbayan48. Berak: 2,00, Kelumbayan49. Kelapa, Kelumbayan50. Zuiduk, Cukuh Balak51. Bilawang, Cukuh Balak52. Batucentigi, Cukuh Balak53. Batu Putih, Cukuh Balak54. Karang Puti, Cukuh Balak55. Tabuan, Cukuh Balak53. Batukerbau, Limau

b. Kabupaten Lampung Selatan1) Sejarah Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung

Selatan erat kaitannya dengan UUD1945. didalam UUD 1945 bab VI Pasal 18 menyebutkan bahwa “Pembagian Daerah di Indonesia atas Daerah Besar dan Kecil, dengan bentuk susunan Pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang danmengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara danHak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Peta Wilayah Administratif Kabupaten Lampung Selatan

Page 69: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

65

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Sebagai realisasi dari pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dimaksud, lahirlah Undang-Undang nomor 1 tahun1945 yang mengatur tentang kedudukan Komite Nasional Daerah, yakni: (1) antara lain mengembalikan kekuasaan pemerintah di daerah kepadaaparatur yang berwenang yaitu Pamong Praja dan Polisi, (2) untuk menegakkan pemerintah di daerah yang rasional dengan mengikutsertakan wakil-wakil rakyat atas dasarkedaulatan rakyat.

Selanjutnya disusul dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa Pembentukan Daerah Otonom dalam Wilayah Republik Indonesia yang susunan tingkatannya sebagai berikut: Propinsi daerah Tingkat I Kabupaten/Kota madya(Kota Besar), Daerah TK II Desa (Kota Kecil) Daerah TK III.

Berdasarkan Udang-Undang nomor 22 tahun 1948 dimaksud, maka lahirlah Propinsi Sumatera Selatan dengan Perpu Nomor 33 tanggal 14 Agustus 1950 yang dituangkan dalam Perda Sumatera Selatan nomor 6 tahun 1950. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah untuk Daerah Propinsi, Kabupaten, Kota Besar dan Kota Kecil, maka keluarlah Peraturan Propinsi Sumatera Selatan nomor 6 tahun 1950 tentang pembentukan DPRDKabupaten di seluruh Propinsi Sumatera Selatan.

Perkembangan selanjutnya, guna lebih terarahnya pemberian Otonomi kepadaDaerah bawahannya yaitu diatur selanjutnya dengan Undang-Undang Daruratnomor 4 tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Kabupaten dalam lingkungan Dearah Propinsi Sumatera selatan sebanyak 14 Kabupaten, di antaranya Kabupaten Dati II Lampung Selatan beserta DPRD dan 7 (tujuh) dinas otonom yang ditetapkan tanggal 14 Nopember 1956. dengan ibu kota di Tanjung Karang-Teluk Betung.

Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan, Kabupaten Lampung Selatan secara resmi menjadi Daerah otomom pada tanggal 14 Nopember 1954, akan tetapi pimpinan daerah telah ada dan dikenal sejak tahun 1946.Sebelum menjadi daerah otonom, wilayah lampung selatan sejak awal kemerdekaan, terdiri dari 4 (empat) kewedanan masing-masing:l Kewedanan Kota Agung, meliputi kecamatan Wonosobo, Kota Agung dan Cukuh Balak.l Kewedanan Pringsewu, meliputi Kecamatan Pagelaran, Pringsewu, Gadingrejo,

Gedong tataan dan Kedondong.l Kewedanan Teluk Betung, meliputi Kecamatan Natar, Teluk betung dan Padang Cermin.l Kewedanan Kalianda, meliputi Kecamatan Kalianda dan Penengahan.

Pada tahun 1959, dibentuk Sistem Pemerintahan Negeri yang merupakan penyatuan dari beberapa negeri yang ada pada saat itu. Pada tahun 1963 wilayah kewedanan berikut jabatan wedana dihapus selanjutnya diganti menjadi jabatan kepala negeri yang masa jabatannya lima tahun, pada tahun 1970 tidak dipilih lagi dan tugasnya diangkat oleh camat. Pada tahun 1972 semua negeri seluruh Lampung di hapus.

Pada Awalnya Lampung Selatan masih merupakan bagian dari Wilayah Sumatera Selatan. Berdasarkan UU no 14 tahun 1964 tentang Pembentukan Propinsi Daerah TK I Lampung, maka Daerah TK II Lampung Selatan secara resmi merupakan salah satu Kabupaten dalam

Page 70: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

66

daerah TK I Lampung. Dengan ditingkatkannya status kota Tanjung Karang-Teluk Betung menjadi Kotapraja berdasarkan UU nomor 28 tahun 1959, praktis kedudukan ibukota Kabupaten Dati II Lampung Selatan berada di luar Wilayah Administrasinya.

Usaha-usaha untuk memindahkan Ibu Kota Kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan dari Wilayah Kota Madya Daerah TK II Tanjung Karang-Teluk Betung ke Wilayah Administrasi Kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan telah dimulai sejak tahun 1968.

Atas dasar Surat Edaran Mendagri tanggal 15 mei 1973 nomor Pemda 18/2/6 yang antara lain mengharapkan paling lambat tahun pertama Repelita III setiap Ibu Kota Kabupaten/Kotamadya harus telah mempunyai rencana induk (master plan), maka telah diadakan Naskah Kerjasama antara Pemda TK I Lampung dan Lembaga Penelitian dan Planologi Departemen Planologi Institut Teknologi Bandung (LPP-ITB) no: OP.100/791/Bappeda/1978 dan no: LPP.022/NKS/Lam/1978 tanggal 24 mei 1978. Dari hasil penelitian terhadap 20 (dua puluh) ibu kota kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan, maka terpilih 2 (dua) kota yang mempunyai nilai tertinggi untuk di jadikan calon ibu kota, yaitu Pringsewu dan Kalianda.

Dengan Surat Perintah Tugas tanggal 17 Mei 1980 nomor 259/V/BKT/1980 Tim Departemen Dalam Negeri melakukan Penelitian Lapangan dari tanggal 19 sampai dengan 29 Mei 1980 terhadap 6 (enam) kota kecamatan sebagai alternatif calon ibu kota baru Lampung Selatan, yaitu Kota Agung, Talang Padang, Pringsewu, Katibung, Kalianda dan Gedung Tataan.

Hasil Penelitian Tim Depdagri tersebut berkesimpulan bahwa Kalianda adalah pilihan yang tepat sebagai calon ibu kota yang baru Kabupaten Dati II Lampung Selatan. Dengan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 28 Juli 1980 no 135/3009/PUOD, ditetapkan lokasi calon ibu kota Kabupaten Dati II Lampung Selatan di Desa Kalianda, Desa Bumi Agung dan Desa Way Urang.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah no 39 tahun 1981 tanggal 3 Nopember 1981, ditetapkan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan dari Wilayah Kota Madya Tanjung Karang-Teluk Betung ke Kota Kalianda yang terdiri dari Kelurahan Kalianda, Kelurahan way Urang dan Kelurahan Bumi Agung.

Kabupaten Lampung Selatan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Darurat nomor 4 tahun 1956 tanggal 14 Nopember 1956 sebagai Daerah tingkat II, sehingga pada tanggal 14 Nopember lah ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Lampung Selatan.

Pada awalnya Kabupaten Lampung Selatan merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Selanjutnya, berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah TK I Propinsi Lampung, dimana Kabupaten Lampung Selatan secara otomatis menjadi salah satu Kabupaten Daerah Tingkat II dalam wilayah Propinsi Lampung yang wilayahnya saat itu meliputi Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Pringsewu yang sekarang.

2) Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105′ sampai dengan 105′45′ Bujur

Timur dan 5′15’ sampai dengan 6′ Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini

Page 71: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

67

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis. Kabupaten Lampung Selatan bagian selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk besar yaitu Teluk Lampung.

Di Teluk Lampung terdapat sebuah pelabuhan yaitu Pelabuhan Panjang dimana kapal-kapal

dalam dan luar negeri dapat merapat. Secara umum pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi penduduk Lampung, terutama penduduk Lampung Selatan. Pelabuhan ini sejak tahun 1982 termasuk dalam wilayahKota Bandar Lampung.

Di bagian selatan wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang juga ujung Pulau Sumatera terdapat sebuah pelabuhan penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transito penduduk dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera bagian selatan. Jarak antara Pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan) dengan Pelabuhan Merak (Propinsi Banten) kurang lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar 1,5 jam. Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih 2.109,74 km² (LSDA 2007), dengan kantor pusat pemerintahan di Kota Kalianda.

Saat ini Kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah penduduk 923.002 jiwa, memiliki luas daratan + 2.109,74 km2 yang terbagi dalam 17 kecamatan dan terdiri dari 248 desa dan 3 kelurahan.

3) Batas wilayahl Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung

Timur.l Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda.l Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaranl Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.

4) Sosial Budaya dan Agama Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat

digolongkan menjadi dua bagian yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk pendatang. Penduduk asli khususnya sub suku Lampung Peminggir umumnya berkediaman di sepanjang pesisir pantai. Penduduk sub suku lainnya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Penduduk pendatang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh.

Dari semua suku pendatang tersebut jumlah terbesar adalah pendatang dari Pulau Jawa.

Besarnya penduduk yang berasal dari Pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan.

Beragamnya etnis penduduk di Kabupaten Lampung Selatan mungkin juga disebabkan

karena Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar adalah wilayah pantai sehingga banyak nelayan yang bersandar dan menetap. Para nelayan ini pada umumnya mendiami

Page 72: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

68

wilayah pantai timur dan selatan, yang sebagian besar berasal dari pesisir selatan Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Dengan beragamnya etnis penduduk yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Selatan, maka beragam pula adat dan kebiasaan masyarakatnyasesuai dengan asal daerahnya.

Adat kebiasaan penduduk asli yang saat ini masih sering terlihat adalah pada acara-acara

pernikahan. Penduduk Kabupaten Lampung Selatan dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Hukum adat tersebut berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara umum penduduk asli Lampung yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Peminggir yang merupakan mayoritas suku Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok kedua yaitu masyarakat Lampung Pepadun.

5) Pulau-pulau Kecil, Luas (Ha) dan Kecamatan Disamping wilayah daratan juga terdapat beberapa pulau antara lain pulau Krakatau, Sebesi,

Sebuku, Legundi, Siuncal, Rimau, Kandang yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten ini juga dialiri beberapa sungai seperti Way Sekampung, Way Ketibung, dan Way Pisang. Adapun sebaran pulau, luasan dan kecamatan sebagai berikut:1. Sebuku: 1 919,48, Rajabasa2. Sebuku Kecil: 53,23, Rajabasa3. Sebesi: 781,37, Rajabasa4. Sertung: 1 158,67, Rajabasa5. Umang: 7,75, Rajabasa6. Panjang: 275,00, Rajabasa7. Anak Krakatau: 221,74, Rajabasa8. Batu Gubugseng, Rajabasa9. Batu Kauseng, Rajabasa10. Batu Merah, Rajabasa11. Batumandi, Rajabasa12. Krakatau: 1 460,97, Rajabasa13. Krakatau Barat: 287,00, Rajabasa14. Setigabuntut: 8,50, Rajabasa15. Setigaheni: 6,35, Rajabasa16. Setigalok: 3,90, Rajabasa17. Mundu: 7,15, Ketapang18. Seram: 47,65, Ketapang19. Seramningi, Ketapang20. Suling: 24,42, Ketapang21. Kopiah: 4,34, Ketapang22. Tompel: 8,90, Ketapang23. Rimau Balak: 263,79, Ketapang24. Rimau Lunik: 5,05, Ketapang25. Keramat: 4,00, Ketapang26. Sumur: 0,80, Ketapang27. Tompel Lunik: 0,85, Ketapang28. Batu Mandi Bakauheni: 1,01, Bakauheni

Page 73: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

69

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

29. Batu Sekepel, Bakauheni30. Dua Balak: 10,53, Bakauheni31. Dua Lunik: 6,49, Bakauheni32. Panjurit: 69,69, Bakauheni33. Panjukut: 5,07, Bakauhen34. Sindu: 7,42, Bakauheni35. Sikepal: 4,25, Bakauheni36. Mangkudu: 6,00, Bakauheni37. Kelapa: 1,10, Bakauheni38. Kandang Lunik: 22,00, Bakauheni39. Kandang Balak: 167,25, Bakauheni40. Condong Barat: 26,00, Katibung41. Condong Laut: 47,00, Katibung42. Sulah: 7,41, Katibung

4.5. PROVINSI KEPULAUAN RIAU (KEPRI) 1) Batas wilayah Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi

di Indonesia. Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja di sebelah Utara; Malaysia dan provinsi Kalimantan Barat di Timur; Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi di Selatan; Negara Singapura, Malaysia dan provinsi Riau di sebelah Barat.

Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 kabupaten dan 2 kota, 47 kecamatan serta 274 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil yang 30% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 km², sekitar 95% merupakan lautan dan hanya sekitar 5% daratan.

2) Sejarah Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Riau. Provinsi

Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga.

3) Geografi Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu

Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km² dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Ibukota provinsi Kepulauan Riau berkedudukan di Tanjungpinang. Provinsi ini terletak pada jalur lalu lintas transportasi laut dan udara yang strategis dan terpadat pada tingkat

Peta Provinsi Kepri

Page 74: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

70

internasional serta pada bibir pasar dunia yang memiliki peluang pasar.

4) Sumber daya alam Kepri memiliki potensi sumber daya alam mineral dan energi yang relatif cukup besar dan

bervariasi baik berupa bahan galian A (strategis) seperti minyak bumi dan gas alam, bahan galian B (vital) seperti timah, bauksit dan pasir besi, maupun bahan galian golongan C seperti granit, pasir dan kuarsa.

5) Pemerintahan

NO. KABUPATEN/KOTA IBU KOTA

1 Kabupaten Bintan Bandar Seri Bentan

2 Kabupaten Karimun Tanjung Balai Karimun

3 Kabupaten Kepulauan Anambas Terempa

4 Kabupaten Lingga Daik

5 Kabupaten Natuna Ranai

6 Kota Batam -

7 Kota Tanjung Pinang -

Sebaran Kabupaten/Kota di Provinsi

6) Perekonomian Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 adalah sebesar

6,57%. Sektor-sektor yang tumbuh dengan baik (lebih cepat dari pertumbuhan total PDRB) pada tahun 2005 antara lain sektor pengangkutan dan komunikasi (8,51%), sektor industri pengolahan (7,41%), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (6,89%), sektor jasa (6,77%), serta sektor perdagangan, hotel dan restoran (6,69%).

PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau dalam lima tahun terakhir (2001-2005) cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2001 PDRB Perkapita (Atas Harga Berlaku – Tanpa Migas) sebesar Rp. 22,808 juta dan pada tahun 2005 meningkat sehingga menjadi sebesar Rp.29,348 juta. Namun secara riil (tanpa memperhitungkan inflasi) PDRB Perkapita (tanpa gas) pada tahun 2001 hanya sebesar Rp.20,397 juta dan pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar Rp. 22,418 juta.

7) Kelautan Sebagai provinsi kepulauan, wilayah ini terdiri atas 96 % lautan, kondisi ini sangat

mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai usaha pembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya maupun penangkap an. Kabupaten Bintan terdapat budidaya Ikan kakap, budidaya rumput laut, kerambah jaring apung. Kota Batam, Kabupaten Karimun, Lingga, dan Natuna juga memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan. Selain perikanan tangkap di keempat Kabupaten tersebut, juga dikembangkan budidaya perikanan air laut dan air tawar.

Di kota Batam tepatnya di Pulau Setoko, bahkan terdapat pusat pembenihan ikan kerapu yang mampu menghasilkan lebih dari 1 juta benih setahunnya dan di daerah telaga punggur, ada satu pelabuhan perikanan yang dikelola murni oleh swasta. Letak pelabuhan perikanan swasta

Page 75: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

71

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Telaga Punggur sangat strategis karena berhadapan dengan jalur lintas kapal penangkapan ikan antara Propinsi Kepri dan Natuna, ZEEI , Laut Cina Selatan serta keberadaan pelabuhan perikanan swasta Telaga Punggur di Kota Batam sangat dekat dengan negara Singapura yang dapat meningkatkan ekspor hasil laut dan menambah pendapatan asli daerah.

8) Peternakan dan Pertanian Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam dan

ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil. Hampir diseluruh wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau berpotensi untuk diolah menjadi lahan pertanian dan peternakan mengingat tanahnya subur. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis terutama di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun dan Kota Batam. Disamping palawija dan holtikultura, tanaman lain seperti kelapa, kopi, gambir, nenas serta cengkeh sangat baik untuk dikembangkan. Demikian juga di Kabupaten Kepulauan Riau dan Lingga sangat cocok untuk ditanami buah-buahan dan sayuran. Di beberapa pulau sangat cocok untuk perkebunan kelapa sawit.

9) Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau merupakan gerbang wisata dari mancanegara kedua setelah

Pulau Bali. Jumlah wisatawan asing yang datang berkunjung mencapai 1,5 juta orang pada tahun 2005. Objek wisata di Provinsi Kepulauan Riau antara lain adalah wisata pantai yang terletak di berbagai kabupaten dan kota. Pantai Melur, Pulau Abang dan Pantai Nongsa di kota Batam, Pantai Pelawan di Kabupaten Karimun, Pantai Lagoi, Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora, dan Bintan Leisure Park di kabupaten Bintan. Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya seperti snorkeling.

Objek wisata lainnya seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah, tarian-tarian tradisional serta event-event khas daerah. Di kota Tanjungpinang terdapat pulau Penyengat sebagai pulau bersejarah karena di pulau ini terdapat masjid bersejarah dan makam-makam Raja Haji Fisabililah dan Raja Ali Haji yang kedua-duanya adalah pahlawan nasional.

10) Transportasi Kapal speedboat yang menghubungkan

pulau Batam dengan pulau Bintan. Sistem transportasi yang terdapat di provinsi ini sangat beragam, sesuai dengan kondisi alam dan jarak antar wilayahnya.

Adapun jenis transportasi air yang terdapat di provinsi ini adalah:l Perahu motor kecil (pompong), banyak

digunakan oleh masyarakat di kawasan pesisir (hinterland).l Kapal ferry (MV), merupakan transportasi utama antar kota (Tanjungpinang - Batam -

Karimun - Lingga).l SpeadBoat, merupakan transportasi boat cepat, biasa digunakan masyarakat untuk

tujuan Tanjungpinang - Lobam - Bataml KM. Perintis, merupakan salah satu transportasi laut menuju ke dan dari kabupaten Natuna.

Page 76: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

72

l Pelni merupakan salah satu transpotasi masyarakat p.bintan, bataml RORO transportasi (batam,dabo singkep,Tanjung pinang,karimun)

Jenis transportasi darat adalah:l Taxi, merupakan salah satu alat transportasi darat utama di Kota Batam, selain itu

merupakan salah satu angkutan umum dari kota Tanjungpinang menuju Kijang (Kec. Bintan Timur - Kab. Bintan).

l Angkutan kota (angkot), memiliki perbedaan sebutan di masing-masing daerah, di kota Tanjungpinang sebutan untuk angkot adalah “Transport”, sedangkan di kota Batam disebut “Metro Trans”.

l Bus, untuk kota batam Bus itu sendiri memiliki beberapa jenis, diantaranya: Damri dan bus kota (Busway). Di Kota Tanjungpinang, Bus digunakan oleh masyarakat untuk menuju Tanjunguban (Kec. Bintan Utara - Kab.Bintan). Selain itu juga terdapat bus khusus anak sekolah.

l Becak motor, Di kawasan pesisir (hinterland) seperti kawasan Kec. Belakang Padang dan Pulau Penyengat terdapat sebuah transportasi darat yang cukup unik, yakni Becak Motor dan Ojek.

Provinsi ini memiliki 5 bandara udara, yakni:l Bandara Internasional Hang Nadim (Batam), Bandara Raja Haji Fisabilillah

(Tanjungpinang) dan Bandara Ranai di Natuna, Bandara Dabo di Dabo Singkep (Lingga) dan Bandara Matak di Matak (Kepulauan Anambas).

l Bandara Internasional Hang Nadim (Batam) merupakan sebuah kebang gaan bagi Provinsi Kepulauan Riau, karena bandara ini mempunyai landasan terpanjang di Asia Tenggara.

l Dalam waktu dekat, sebuah bandara baru akan dibangun di provinsi ini yang ter letak di Kabupaten Bintan Utara. Bandara baru ini dinamakan Bandara Busung yang konon dikabarkan akan me nempati luas area sampai 170 Hektar.

11) Demografi Suku bangsa yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau adalah Melayu, Bugis, Jawa, Arab,

Tionghoa, Padang, Batak, Sunda dan Flores.

Bahasa yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.

Pada Zaman Kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara, atau sekurang-kurangnya sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu, semenjak pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, akhirnya pindah ke Riau mendapat predikat pula sesuai dengan nama pusat kerajaan Melayu itu. Karena itu bahasa Melayu zaman Melaka terkenal dengan Melayu Melaka, bahasa Melayu zaman Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu zaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.

Pada zaman dahulu ada beberapa alasan yang menyebabkan Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi digunakan, yaitu:

Page 77: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

73

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

1. Bahasa Melayu Riau secara historis berasal dari perkembangan Bahasa Melayu semenjak berabad-abad yang lalu. Bahasa Melayu sudah tersebar keseluruh Nusantara, sehingga sudah dipahami oleh masyarakat, bahasa ini sudah lama menjadi bahasa antar suku di Nusantara.

2. Bahasa Melayu Riau sudah dibina sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini sudah menjadi standar.

3. Bahasa Melayu Riau sudah banyak publikasi, berupa buku-buku sastra, buku-buku sejarah dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupun dari yang baru.

12) Sebaran Pulau-Pulau Kecil Umumnya pulau-pulau kecil, penghuni pertamanya

suku pengembara seputar Kepulauan Riau, yang dikenal dengan Suku Laut atau Orang Laut.

Dari data diketahui 4 persen atau kurang lebih 10.595 km2 merupakan daratan, sedangkan 96 persennya atau kurang lebih 241.215 km2 terdiri dari lautan. Dengan demikian seperti daerah lainnya Kepri memiliki beberapa pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan negara lain maupun wilayah Indonesia itu sendiri. Jumlah pulau di wilayah Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 2.408 pulau, terdapat 30 pulau kecil yang berbatasan dengan provinsi tetangga dan 19 pulau kecil yang berbatasan dengan negeri jiran.

Terdapat 19 pulau terluar atau terdepan yang terseber di beberapa Kabupaten/kota di Provinsi Kepri. Dari jumlah tersebut, ada yang sudah berpenduduk maupun kosong serta memiliki letak yang sangat strategis, salah satunya sebagai jalaur pelayaran niaga. Selama berabad-abad pulau terdepan tersebut dijadikan sebagai jalur perniagaan, dan hal ini pada akhirnya mengalami perubahan dan pergeseran beberapa kali. Namun satu hal yang tidak berubah adalah jalur niaga tersebut selalu melewati selat malaka atau menyusuri pulau-pulau terdepan yang kita miliki, sehingga menjadi penghubung utama (kawasan perbatasan) sekaligus urat nadi bagi kawasan di Asia Barat dan Asia Timur, bahkan saat ini telah digunakan sebagai jalur utama perniagaan minyak dan gas.

Kawasan perbatasan adalah kawasan yang sangat rawan, sarang pemberontakan, pusat kegiatan Ilegal, terbelakang dan menjadi halaman belakang serta menjadi wilayah ekonomi yang kurang menarik bagi kegiatanperekonomian. Dari 19 pulau tersebut, hanya 4 pulau saya yang berpenghuni dan sisanya kosong. Dan di seluruh pulau tersebut terbilang dibawah garis kemapanan, miskin sarana dan prasarana, kurang akses hingga SDM yang terbatas

Adapun pulau-pulau kecil antara lain adalah :1. Pulau Iyu Kecil (kosong, luas 0,5 ha)2. Pulau Karimun Kecil (12 KK, luas 8, 10 ha)3. Pulau Nipah (sudah direklamasi 60ha)4. Pulau Palempong ( 5 KK, Luas 1 ha)5. Pulau Batu Berhenti (luas 90 m2)

Page 78: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

74

6. Pulau Nongsa (Kosong, luas 1 ha)7. Pulau Tokong Malang Biru (kosong, luas 1 ha)8. Pulau Damar (kosong, luas 0,25 ha)9. Pulau Mangkai (kosong, Luas 30 ha)10. Pulau Tokong Nanas (kosong, luas 1 ha)11. Pulau Tokong Berlayar (kosong, luas 1 ha)12. Pulau Tokong Boro (kosong, luas 1 ha)13. Pulau Semiun (kosong, luas 8 ha)14. Pulau Sebetul (kosong, luas 30 ha)15. Pulau Sekatung (kosong, 20 km2)16. Pulau Senoa (berpenghuni, luas 50 ha)17. Pulau Subi (berpenghuni, luas 200km2)18. Pulau kepala (kosong, luas 3 ha)19. Pulau Sentut (kosong, luas 3 ha)

a. Kabupaten Bintan, Pulau Bintan1) Sejarah Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan kabupaten

Kepulauan Riau. Kabupaten Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad yang silam tidak hanya di nusantara tetapi juga di mancanegara. Wilayahnya mempunyai ciri khas teridiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan, karena itulah julukan Kepulauan “Segantang lada” sangat tepat untuk menggambarkan betapa banyaknya pulau yang di daerah ini. Pada kurun waktu 1722-1911, terdapat dua Kerajaan Melayu yang berkuasa dan berdaulat yaitu Kerajan Riau Lingga yang pusat kerajaannya di Daik dan Kerajaan Melayu Riau di Pulau Bintan.

Sebelum ditandatangani Treaty of London, kedua kerajaan Melayu tersebut dilebur menjadi satu sehingga menjadi semakinkuat. Wilayah kekuasaannya pun tidak hanya terbatas di Kepulaun Riau saja, tetapi telahh meliputi daerah Johor dan malaka (Malaysia), Singapura dan sebagain kecil wilayah Indragiri Hilir.

Pusat kerjaannya terletak di Pulau Penyengat dan menjadi terkenal di Nusantara dan kawasan semenanjung Malaka. Setelah Sultan Riau meninggal pada tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan amir-amirnya sebagai Districh Thoarden untuk daerah yang besar dan Onder Districh Thourden untuk daerah yang agak kecil.

Pemerintah Hindia Belanda akhirnya menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah keresidenan yang dibagi menjadi dua Afdelling yaitu: Afdelling Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau-Lingga, Indragiri Hilir dan Kateman yang berkedudukan di Tanjungpinang dan sebagai penguasa ditunjuk seorang residen. Afdelling indragiri yang berkedudukan di Rengan dan diperintah oleh Asisten Residen (dibawah) perintah residen pada 1949 Keresidenan ini dijadikan Residente Riau dengan dicantumkan

Gambar:Peta Wilayah Administratif Kabupaten Bintan

Page 79: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

75

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Afdelling Bengkalis (Sumatera Timur) dan sebelum tahun 1945-1949 berdasarkan Besluit Gubernur General Hindia Belanda tanggal 17 Julin 1947 No 9 dibentuk daerah Zelf Bestur (daerah Riau).

Berdasarkan surat Keputusan dengan Republik Indonesia , provinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1950 No.9/ Deprt. menggabungkan diri ke dalam Republik Indonesia dan kepulauan Riau diberi status daerah Otonom tingkat II yang dikeplai oleh Bupati sebagai kepala daerah dengan membawahi empat kewedanan sebagai berikut : Kewedanan Tanjungpinang meliputi wilayah kecamatan Bintan Selatan (termasuk kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur sekarang)Kewedanan karimun meliputi wilayah kecamatan karimun, Kundur dan Moro Kewedanan Lingga meliputi wilayah kecamatan Lingga, Singkept dan Senayang. Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan Bunguran Barat dan Bunguran Timur.

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No.26/K/1965 dengan mempedomani Instruksi gubernur Riau tanggal 10 Februari 1964 No. 524/A/1964 dan Instruksi No.16/V/1964 dan surat Keputusan Gubernur Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. UP/247/5/1965 tanggal 15 Noopember 1965 No. UP/256/5/1965 menetapkan terhitung mulai 1 januari 1966 semua daerah Administratif kewedanan dalam kabupaten Kepulauan Riau di hapuskan.

Pada tahun 1983 sesuai dengan PP No 31 tahun 1983 telah dibentuk kota administratif Tanjungpinang yang membawahi 2 kecamatan yaitu kecamatan Tanjungpinang Barat dan kecamatan Tanjungpinang Timur, dan pada tahun yang sama sesuai dengan PP no 34 tahun 1983 telah pula dibentuk kotamadya batan. Dengan adanya pengembangan wilayah tersebut, maka Batam tidak lagi menjadi bagian Kepulauan Riau.

Berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999 dan UU No 13 tahun 200 kabupaten kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten yaitu terdiri dari : Kabupaten Kepulauan Riau, kabupaten karimun dan Kabupaten Natuna. Kemudian dengan dikeluarkannya UU No.5 Tahun 2001, kota administratif Tanjungpinang berubah menjadi kota Tanjung yang statusnya sama dengan kabupaten.

Pada akhir tahun 2003 dibentuk Kabupaten Lingga sesuai dengan UU no 31/2003, maka kabupaten Kepulauan Riau meliputi 6 kecamatan yaitu Bintan Utara, Bintan timur, teluk Bintan, Gunung Kijang, Teluk Sebong dan Tambelan. Dan berdasarkan PP NO 5 Tahun 2006 tanggal 23 Februari 2006 kabupaten Kepulauan Riau berubah nama menjadi Kabupaten Bintan.

2) Kondisi Geografis, Kependudukan dan Batas Wilayah Luas wilayah : 88.038,54 Km2 dimana luas daratan 1.946,13 Km2 atau 2,21% sedangkan

jumlah penduduk hingga bulan Juni 2013 sebesar 159.403 jiwa.

Batas wilayah adalah:l Sebelah Utara dengan Malaysia Timur dan Kabupaten Natunal Sebelah Timur dengan Provinsi Kalimantan Baratl Sebelah Selatan dengan Kabupaten Linggal Sebelah Barat dengan Kota Batam dan Kabupaten Lingga

Page 80: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

76

3) Potensi wilayah Secara geografis Kabupaten Bintan terletak pada posisi yang strategis yaitu pada alur laut

kepulauan Indonesia yang berseberangan dengan Laut Cina Selatan, Selat Malaka Strait, dan Selat Singapura yang sangat strategis untuk pusat lalu lintas transportasi laut dan mempunyai nilai strategis untuk perdagangan dan industri dan membuka kemudahan dan peluang investasi.

Kegiatan pelabuhan laut utama (Internasional) untuk bongkar muat (ekspor dan impor) di Kabupaten Bintan diarahkan ke Bandar Sri Udana Lobam (Desa teluk Sasah), pelabuhan di ibukota Kabupaten di Bintan Bunyu, dan pelabuhan Sri Bayintan Kijang di sekitar kawasan Maritim. Kegiatan pelabuhan laut utama (Internasional) untuk penumpang di arahkan ke pelabuhan Bandar Bentan Telani di Lagoi, pelabuhan di Tanjung Berakit di kecamatan Teluk Sebong, pelabuhan di ibukota Kabupaten di Bintan Bunyu, dan pelabuhan Sri Bayintan Kijang di Kecamatan Bintan Timur.

Selain itu bandara udara dan transportasi lautnya, maka menambah keunggulan komparatif dalam melakukan investasi pada bidang industri, parawisata, perikanan, pertanian dan sebagainya yang perlu dipacu dan dikembangkan.

4) Perekonomian Struktur ekonomi wilayah Bintan dilihat dari sektor ekonomi dan peluang usaha pada

tahun 2005, kontribusi terbesar terhadap GDRP di Bintan adalah sektor industri yaitu sebesar 64.7%. Posisi kedua didominasi oleh sektor Pertambangan yaitu sebesar 13.09%. Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 9.78%, Bangunan dan Konstruksi 3,39%, sektor pertanian sebesar 3.19 %, dan sektor-sektor lainnya cukup kecil yaitu antara 0.09% to 2.93%.

5) Pulau-pulau Kecil Jumlah pulau 240 pulau, yang berpenghuni 39 pulau dan tidak berpenghuni 201 pulau,

sedangkan pulau terluar adalah pulau Sentot. Oleh karenanya dalam penelitian ini di fokuskan pada pulau Nikoi.

Pulau Nikoi, terletak di Kelurahan Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten

Bintan, dengan luas: 14 hektar. Pemanfaatan pulau untuk Pariwisata, yang mana penguasaan tanah dikuasai oleh Badan Hukum (Asing), sedangkan RTRW merupakan kawasan Pariwisata.

6) Jenis Ikan dan Satwa Langka Jenis ikan dan satwa langka yang hidup di perairan Kabupaten Bintan adalah: Jenis Penyu

(penyu belimbing, penyu hijau, penyusisik, penyu pipih,penyu lekang, penyu tempayan), Dugong (ikan duyung), Hiu paus, Kuda laut dan Ikan Napolion . Semua jenis ini dilindungi.

b. Kota Batam, Pulau BatamKota Batam adalah kota terbesar di Kepulauan Riau dan merupakan kota dengan populasi terbesar ke tiga di wilayah Sumatra setelah Medan dan Palembang, Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batam Per April 2012 jumlah penduduk Batam mencapai 1.153.860 jiwa. Metropolitan Batam terdiri dari tiga pulau, yaitu Batam, Rempang dan Galang yang dihubungkan oleh Jembatan Barelang.

Page 81: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

77

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Kota Batam merupakan sebuah kota dengan letak sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota ini memiliki jarak yang cukup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk dan dalam tempo 40 tahun penduduk Batam bertumbuh hingga 158 kali lipat.

1) Sejarah Pulau Batam dihuni pertama kali oleh orang melayu dengan sebutan orang selat sejak

tahun 231 Masehi. Pulau yang pernah menjadi medan perjuangan Laksamana Hang Nadim dalam melawan penjajah ini digunakan oleh pemerintah pada dekade 1960-an sebagai basis logistik minyak bumi di Pulau Sambu.

Batam merupakan salah satu pulau yang berada diantara perairan Selat malaka dan selat Singapura. Tidak ada literatus yang menjadi rujukan dari mana asal nama Batam. Nama Batam dapat di jumpai adalah dalam Traktat London (1824). Penduduk asli diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan orang Selat atau orang laut.

Penduduk disini telah mendiami wilayah tersebut sejak jaman Kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) diakhir tahun 1300 atau pada awal abad ke-14. Ada catatan lainnya yang mengatkan pulau Batam telah di diami oleh orang laut sejak tahun 231 M dimana pada waktu itu Singapura disebut dengan nama pulau Ujung. Pada masa kejayaan Kerajaan Malaka, pulau Batam dibawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah, setelah Malaka jatuh atas kawasan pulau Batam, maka pulau ini dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan (sekarang P.Bintan). Setelah Hang Nadim wafat pulau ini berada dalam kekuasaan Sultan Johor sampai dengan pertengahan abad ke -18. Dengan munculnya Kerajaan Melayu Riau di Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaannya, sampai berakhirnya Kerajaan Melayu Riau tahun 1911. Pada abad ke 18 perairan Selat malaka semakin maju karena persaingan antara Belanda dengan Inggris untuk menguasai perairan tersebut, sehingga bandar Singapura maju dengan pesat dan pulau Batam amat bermanfaat bagi pedagang-pedagang untuk berlindung dari patroli Belanda yang secara sembunyi-sembunyi menyusup ke Singapura.

Pada abad 19 pada tahun 1824 Pemerintah Inggris dengan Belanda menandatangani perjanjian London yang berisi: Belanda mengakui kedudukan Inggris di Malaka dan Singapura, sementara itu Bengkulu menjadi kekuasaan Belanda sekaligus menguasai kepulauan Riau.

Pada dekade 1970-an, dengan tujuan awal menjadikan Batam sebagai Singapura-nya Indonesia, maka sesuai Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam.

Peta Wilayah Administratif Kota Batam

Page 82: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

78

Seiring pesatnya perkembangan Pulau Batam, pada dekade 1980-an, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, wilayah kecamatan Batam yang merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Batam yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan Otorita Batam.

Di era reformasi pada akhir dekade tahun 1990-an, dengan Undang-Undang nomor 53 tahun 1999, maka Kotamadya administratif Batam berubah statusnya menjadi daerah otonomi, yaitu Pemerintah Kota Batam untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan mengikut sertakan Badan Otorita Batam.

2) Geografis dan Batas Wilayah Kota yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau ini, memiliki luas wilayah

daratan seluas 1.040 km² atau sekitar 1,5 kali dari wilayah Singapura, sedangkan luas wilayah keseluruhan mencapai 2.950 km². Kota Batam beriklim tropis dengan suhu rata-rata 26 sampai 34 derajat celsius. Kota ini memiliki dataran yang berbukit dan berlembah. Tanahnya berupa tanah merah yang kurang subur.

Batas-batas wilayah:l Sebelah Utara dengan Selat Singapura dan Singapural Sebelah Selatan dengan Kabupaten Linggal Sebelah Barat dengan Kabupaten Karimunl Sebelah Timur dengan Pulau Bintan dan Tanjung Pinang

3) Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Masyarakat Kota Batam merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari beragam suku

dan golongan yakni Melayu, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Banjar, Cina dan lain-lain. Dengan berpayungkan Budaya Melayu dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika, Batam menjadi kondusif dalam menggerakan kegiatan ekonomi, sosial politik serta budaya dalam masyarakat. Hingga April 2012, Batam telah berpenduduk 1.153.860 jiwa dan memiliki laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Dalam kurun waktu tahun 2001 hingga April 2012 memiliki angka pertumbuhan penduduk rata-rata lebih dari 8 persen per tahun.

Islam adalah agama mayoritas di Kota Batam, dengan jumlah penganut sebanyak 76,69% dari seluruh penduduk kota. Diikuti oleh penganut Kristen (17,02%), Budha (5,79%), dan Hindu (0,40%).[3] Mesjid Raya Batam yang terletak di tengah kota, berdekatan dengan alun-alun, kantor walikota dan kantor DPRD menjadi simbol masyarakat Batam yang agamis. Agama Kristen dan Katholik juga banyak dianut oleh masyarakat Batam, terutama yang berasal dari suku Batak dan Flores. Agama Buddha kebanyakan dianut oleh warga Tionghoa. Batam memiliki Vihara yang konon terbesar di Asia Tenggara, yaitu Vihara Duta Maitreya.

Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Bahasa Minang, Bahasa Batak,dan Bahasa Jawa serta berbagai dialek etnis Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Batam adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu.

Page 83: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

79

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

4) Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kota Batam yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan

ekonomi nasional menjadikan wilayah ini andalan bagi pemacu pertumbuhan ekonomi secara nasional maupun bagi Provinsi Kepulauan Riau.

Beragam sektor penggerak ekonomi meliputi sektor komunikasi, sektor listrik, air dan gas, sektor perbankan, sektor industri dan alih kapal, sektor perdagangan dan jasa merupakan nadi perekonomian kota batam yang tidak hanya merupakan konsumsi masyarakat Batam dan Indonesia tetapi juga merupakan komoditi ekspor untuk negara lain. Keberadaan kegiatan per eko nomian di Kota ini juga dalam rangka meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah Kota Batam sebagai pelaksana pembangunan Kota Batam bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat daerah Kota Batam serta keikutsertaan Badan Otorita Batam dalam meneruskan pem bangunan, memiliki komitmen dalam memajukan pertumbuhan inves-tasi dan ekonomi Kota Batam, hal ini dibuktikan dengan adanya nota kesepahaman ketiga instansi tersebut, yang kemudian diharapkan terciptanya pembangunan Kota Batam yang berkesinambungan.

Batam, bersama dengan Bintan dan Karimun kini telah berstatus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus(KEK). Dengan ini diharapkan dapat meningkatkan investasi di Batam yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5) Pembagian Wilayah Kota Batam terdiri dari 12 Kecamatan dan 64 Kelurahan yaitu:

1. Kecamatan Batam Kota, Kelurahan: Baloi Permai, Baloi, Sukajadi, Taman Baloi, Sungai Panas, Teluk Tering Kelurahan Belian

2. Kecamatan Nongsa, Kelurahan: Nongsa, Sambau, Batu Besar, Kabil, Ngenang 3. Kecamatan Bengkong, Kelurahan: Sadai, Tanjung Buntung, Bengkong Harapan,

Bengkong Indah, Bengkong Laut 4. Kecamatan Batu Ampar, Kelurahan: Bukit Senyum, Batu Merah, Sungai Jodoh, Tanjung

Sengkuang, Kampung Seraya, Harapan Baru, Bukit Jodoh 5. Kecamatan Sekupang, Kelurahan: Tiban Asri, Tanjung Riau, Tiban Lama, Tiban Baru, Tiban

Indah, Patam Lestari, Sungai Harapan, Tanjung Pinggir

Page 84: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

80

Nagoya Batam

Bukit Tanjunguma Batam

Barelang Batam

Page 85: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

81

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

6. Kecamatan Belakang Padang, Kelurahan: Belakang Padang, Pemping, Kasu, Pecong, Pulau Terong, Sekanak Raya, Tanjung Sari

7. Kecamatan Bulang, Kelurahan: Bulang Lintang, Pulau Buluh, Pantai Gelam, Batu Legong, Temoyong, Pulau Setokok

8. Kecamatan Sagulung, Kelurahan: Sagulung Kota, Sungai Binti, Sungai Langkai, Sungai Lekop, Sungai Pelenggut, Tembesi

9. Kecamatan Galang, Kelurahan: Pulai Sembulang, Rempang Cate, Air Raja, Subang Mas, Galang Baru, Sijantung, Pulau Karas, Pulau Abang

10. Kecamatan Lubuk Baja, Kelurahan: Baloi Indah, Batu Selicin, Pangkalan Petai, Kampung Pelita, Lubuk Baja Kota, Tanjung Uma

11. Kecamatan Sungai Beduk, Kelurahan: Muka Kuning, Duriangka, Mangsa, Tanjung Piayu 12. Kecamatan Batu Aji, Kelurahan: Kibing, Tanjung Uncang, Batu Aji, Bukit Tempayan,

Buliang 6) Transportasi Akses menuju Kota Batam dapat ditempuh melalui jalur udara dan laut. Melalui jalur udara,

Batam dapat dicapai melalui Bandar Udara Internasional Hang Nadim yang melayani rute terminal domestik untuk penerbangan lokal yang terdiri dari 8 Kota terbesar di Indonesia seperti:

Jakarta - Soekarno-Hatta, Surabaya - Juanda, Bandung - Husein Sastranegara, Solo – Adi Sumarmo, Medan - Kuala Namu, Pekanbaru - Sultan Syarif Kasim II, Padang - Minangkabau dan Palembang - Sultan Mahmud Badaruddin II dan melayani rute terminal internasional untuk penerbangan internasional yang terdiri dari 2 Kota terbesar untuk wilayah Pertumbuhan Segitiga Sijori seperti: Bandar Udara Internasional Senai yang terletak di Johor Bahru (negara Malaysia) dan Bandar Udara Internasional Changi Singapura yang terletak di Singapura.

Page 86: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

82

Ferry dari Batam-centre menuju Singapura dan Stulang Laut (Malaysia)

Batam juga memiliki lima pelabuhan feri internasional yang menghubungkannya dengan Singapura dan Malaysia : Batam Centre, Batu Ampar (Harbour Bay), Nongsa, Waterfront City dan Sekupang.

7) Kawasan Industri Industri di Batam terbagi menjadi industri berat dan industri ringan. Industri berat

didominasi oleh industri galangan kapal, industri fabrikasi, industri baja, industri logam dan lainnya. Sedangkan industri ringan meliputi industri manufacturing, industri elektronika, industri garment, industri plastik dan lainnya.

Page 87: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

83

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

NO. NAMA PULAU KOTA /KABUPATEN KECAMATAN, DISTRIK 1 Pulau Udik Kota Batam Galang 2 Pulau Tunjuk Kota Batam Galang 3 Pulau Tumbar Kecil Kota Batam Belakang Padang 4 Pulau Tumbar Kota Batam Belakang Padang 5 Pulau Tubu Kota Batam Nongsa 6 Pulau Tonton Kota Batam Bulang 7 Pulau Tong Kota Batam Bulang 8 Pulau Tinjul Kota Batam Bulang 9 Pulau Timbul Kota Batam Belakang Padang 10 Pulau Timba Kota Batam Belakang Padang 11 Pulau Terong Kota Batam Belakang Padang 12 Pulau Tenggiling Kota Batam Belakang Padang 13 Pulau Tengah Kota Batam Belakang Padang 14 Pulau Tengah Kota Batam Bulang 15 Pulau Tendoh Kota Batam Galang 16 Pulau Temoyong Kota Batam Bulang 17 Pulau Tembuhan Kota Batam Bulang 18 Pulau Tembuan Kota Batam Bulang 19 Pulau Telukdalam Kota Batam Belakang Padang 20 Pulau Telukbakau Kota Batam Belakang Padang 21 Pulau Teluk Nipa Kota Batam Galang 22 Pulau Telinga Kota Batam Bulang 23 Pulau Telejek Kecil Kota Batam Galang 24 Pulau Telan Kota Batam Belakang Padang 25 Pulau Tanjungsauh Kota Batam Nongsa 26 Pulau Tanjungmide Kota Batam Belakang Padang 27 Pulau Tanjungmengkada Kota Batam Bulang 28 Pulau Tanjungladan Kota Batam Belakang Padang 29 Pulau Tanjungkubu Kota Batam Bulang 30 Pulau Tanjungjati Kota Batam Belakang Padang 31 Pulau Tanjunggemuk Kota Batam Galang 32 Pulau Tanjungdahan Kota Batam Galang 33 Pulau Tandur Kota Batam Belakang Padang 34 Pulau Taman Kota Batam Belakang Padang 35 Pulau Takong Kecil Kota Batam Belakang Padang 36 Pulau Takong Besar Kota Batam Belakang Padang 37 Pulau Taher Kota Batam Galang 38 Pulau Suwe Kota Batam Belakang Padang 39 Pulau Supat Kota Batam Bulang 40 Pulau Subar Kota Batam Belakang Padang 41 Pulau Subangmas Kota Batam Galang 42 Pulau Singa Kota Batam Galang 43 Pulau Siantu Kota Batam Belakang Padang 44 Pulau Siali Kota Batam Belakang Padang 45 Pulau Setokok Kota Batam Bulang 46 Pulau Seraya Kota Batam Bulang 47 Pulau Seraya Kota Batam Sekupang 48 Pulau Serapat Malang Kota Batam Belakang Padang 49 Pulau Serapat Kota Batam Belakang Padang 50 Pulau Serai Cundung Kota Batam Belakang Padang 51 Pulau Sepintu Kecil Kota Batam Galang 52 Pulau Sepintu Besar Kota Batam Galang 53 Pulau Sepatu Kota Batam Belakang Padang 54 Pulau Senyantung Kota Batam Galang 55 Pulau Semukit Kota Batam Galang 56 Pulau Sememal Kota Batam Belakang Padang 57 Pulau Sembur Kota Batam Galang 58 Pulau Semakau Panjang Kota Batam Belakang Padang 59 Pulau Semakau Kecil Kota Batam Nongsa 60 Pulau Semakau Besar Kota Batam Belakang Padang 61 Pulau Semakau Besar Kota Batam Nongsa 62 Pulau Seloka Kota Batam Sekupang

8) Sebaran Pulau-pulau Kecil

Page 88: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

84

NO. NAMA PULAU KOTA /KABUPATEN KECAMATAN, DISTRIK

63 Pulau Selatnenek Kota Batam Bulang 64 Pulau Sekila Kota Batam Nongsa 65 Pulau Sekikir Kota Batam Bulang 66 Pulau Sekerah Kota Batam Nongsa 67 Pulau Sekate Kota Batam Galang 68 Pulau Sekana Kota Batam Belakang Padang 69 Pulau Segayang Kota Batam Galang 70 Pulau Seduduk Kota Batam Belakang Padang 71 Pulau Sebimbingq Kota Batam Galang 72 Pulau Sebantal Kota Batam Galang 73 Pulau Sayak Kota Batam Belakang Padang 74 Pulau Sawang Kecil Kota Batam Galang75 Pulau Sawang Apil Kota Batam Galang76 Pulau Sau Kota Batam Nongsa77 Pulau Sambu Kota Batam Belakang Padang78 Pulau Samak Kota Batam Galang79 Pulau Samag Kota Batam Galang80 Pulau Rinjing Kota Batam Bulang81 Pulau Riang Kota Batam Belakang Padang82 Pulau Rempang Kota Batam Galang83 Pulau Rawe Kota Batam Belakang Padang84 Pulau Raut Kota Batam Bulang85 Pulau Ranoh Kota Batam Galang86 Pulau Raja Kota Batam Nongsa87 Pulau Putri Kota Batam Nongsa88 Pulau Pumpun Kota Batam Galang89 Pulau Pucong Kota Batam Sekupang90 Pulau Puat Kota Batam Bulang91 Pulau Puake Kota Batam Belakang Padang92 Pulau Pontianak Kota Batam Bulang93 Pulau Poa Kota Batam Belakang Padang94 Pulau Piring Kota Batam Belakang Padang95 Pulau Pinang Kota Batam Belakang Padang96 Pulau Piayu Kota Batam Sungai Beduk97 Pulau Petong Kota Batam Galang98 Pulau Petang Kota Batam Galang99 Pulau Perincit Kota Batam Belakang Padang100 Pulau Pergam Kota Batam Bulang101 Pulau Perantun Kota Batam Galang102 Pulau Perahak Kota Batam Belakang Padang103 Pulau Penyalan Kota Batam Belakang Padang104 Pulau Penyabung Kota Batam Galang105 Pulau Penjahit Layar Kota Batam Bulang106 Pulau Pengalap Kota Batam Galang107 Pulau Pengaju Kota Batam Galang108 Pulau Pemping Kota Batam Belakang Padang109 Pulau Pelintang Kota Batam Galang110 Pulau Pelangi Kota Batam Belakang Padang111 Pulau Pelampong Kota Batam Belakang Padang112 Pulau Pecong Kecil Kota Batam Belakang Padang113 Pulau Pecong Besar Kota Batam Belakang Padang114 Pulau Payung Kota Batam Belakang Padang115 Pulau Pasir Buluh Kota Batam Galang116 Pulau Pasir Kota Batam Belakang Padang117 Pulau Panjang Laut Kota Batam Bulang118 Pulau Panjang Darat Kota Batam Bulang119 Pulau Panjang Kota Batam Belakang Padang120 Pulau Panjang Kota Batam Galang121 Pulau Pangkalan Tering Kota Batam Galang122 Pulau Paloi Kecil Kota Batam Belakang Padang123 Pulau Paloi Besar Kota Batam Belakang Padang124 Pulau Pakcui Kota Batam Sekupang125 Pulau Padi Kota Batam Belakang Padang

Page 89: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

85

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

NO. NAMA PULAU KOTA /KABUPATEN KECAMATAN, DISTRIK

126 Pulau Orang Mati Kota Batam Bulang127 Pulau Nurdin Kota Batam Galang128 Pulau Nirup Kota Batam Belakang Padang129 Pulau Nipis Kota Batam Bulang130 Pulau Nipah Kota Batam Bulang131 Pulau Nipa Kota Batam Belakang Padang132 Pulau Nilir Kota Batam Galang133 Pulau Nibung Kota Batam Bulang134 Pulau Nibung Kota Batam Galang135 Pulau Nguan Kota Batam Galang136 Pulau Ngenang Kota Batam Nongsa137 Pulau Nangka Kota Batam Belakang Padang138 Pulau Nanga Kota Batam Galang139 Pulau Mubut Darat Kota Batam Galang140 Pulau Montoh Kota Batam Belakang Padang141 Pulau Moimoi Kota Batam Nongsa142 Pulau Meriam Kota Batam Belakang Padang143 Pulau Meregah Kota Batam Nongsa144 Pulau Mentima Kota Batam Bulang145 Pulau Mentigi Kecil Kota Batam Galang146 Pulau Mentigi Besar Kota Batam Galang147 Pulau Mentiang Kota Batam Sekupang148 Pulau Menjing Kota Batam Nongsa149 Pulau Mengkudu Kota Batam Sekupang150 Pulau Mencaras Kota Batam Galang151 Pulau Melor Besar Kota Batam Galang152 Pulau Melor Kota Batam Galang153 Pulau Melintang Kota Batam Bulang154 Pulau Melinik Kota Batam Galang155 Pulau Melawa Kota Batam Belakang Padang156 Pulau Mecan Kota Batam Belakang Padang157 Pulau Matang Kota Batam Nongsa158 Pulau Mariam Kota Batam Belakang Padang159 Pulau Manis Kota Batam Belakang Padang160 Pulau Manek Kota Batam Belakang Padang161 Pulau Mamat Kota Batam Belakang Padang162 Pulau Makminah Kota Batam Sekupang163 Pulau Lumut Kota Batam Belakang Padang164 Pulau Lumba Kota Batam Belakang Padang165 Pulau Lukus Kota Batam Nongsa166 Pulau Luingtamat Kota Batam Bulang167 Pulau Luingsingkek Kota Batam Bulang168 Pulau Luingsempat Kota Batam Bulang169 Pulau Luinglaut Kota Batam Bulang170 Pulau Luingdarat Kota Batam Bulang171 Pulau Luingbendera Kota Batam Bulang172 Pulau Lotong Kota Batam Bulang173 Pulau Lingke Kecil Kota Batam Belakang Padang?174 Pulau Lingke Kota Batam Belakang Padang175 Pulau Linau Besar Kota Batam Bulang176 Pulau Limau Kuras Kota Batam Nongsa177 Pulau Lengkang Kecil Kota Batam Belakang Padang178 Pulau Lengkang Besar Kota Batam Belakang Padang179 Pulau Lengkana Kota Batam Belakang Padang180 Pulau Len Kota Batam Galang181 Pulau Lembu Kota Batam Bulang182 Pulau Lebah Kota Batam Belakang Padang183 Pulau Layang Kota Batam Belakang Padang184 Pulau Lapang Kota Batam Nongsa185 Pulau Lanjut Kota Batam Sekupang186 Pulau Lance Kota Batam Bulang187 Pulau Ladi Kota Batam Bulang188 Pulau Labun Kota Batam Galang

Page 90: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

86

NO. NAMA PULAU KOTA /KABUPATEN KECAMATAN, DISTRIK

189 Pulau Labu Besar Kota Batam Bulang190 Pulau Labu Kota Batam Belakang Padang191 Pulau Labu Kota Batam Bulang192 Pulau Labon Kecil Kota Batam Belakang Padang193 Pulau Labon Besar Kota Batam Belakang Padang194 Pulau Kuyung Kota Batam Bulang195 Pulau Kura Kecil Kota Batam Bulang196 Pulau Kura Besar Kota Batam Bulang197 Pulau Kubang Kecil Kota Batam Nongsa198 Pulau Kubang Besar Kota Batam Nongsa199 Pulau Korekrapat Kota Batam Galang200 Pulau Korekbusong Kota Batam Galang201 Pulau Kojok Kota Batam Bulang202 Pulau Kinun Kota Batam Galang203 Pulau Ketapa Kota Batam Belakang Padang204 Pulau Kera Kota Batam Belakang Padang205 Pulau Kera Kota Batam Galang206 Pulau Kepala Jeri Kota Batam Belakang Padang207 Pulau Kemudi Kota Batam Bulang208 Pulau Kelapa Gading Kota Batam Belakang Padang209 Pulau Kayu Arang Kota Batam Bulang210 Pulau Kasu Kota Batam Belakang Padang211 Pulau Kasem Kota Batam Nongsa212 Pulau Karas Besar Kota Batam Galang213 Pulau Kapur Kota Batam Sekupang214 Pulau Kapal Kecil Kota Batam Belakang Padang215 Pulau Kalor Kota Batam Galang216 Pulau Kaloh Kota Batam Bulang217 Pulau Kajang Kota Batam Belakang Padang218 Pulau Kabe Kecil Kota Batam Belakang Padang219 Pulau Kabe Kota Batam Belakang Padang220 Pulau June Kota Batam Bulang221 Pulau Jerepit Kota Batam Belakang Padang222 Pulau Jemara Kota Batam Galang223 Pulau Jambul Kota Batam Bulang224 Pulau Jaloh Kota Batam Bulang225 Pulau Jakat Kota Batam Galang226 Pulau Jagung Kota Batam Belakang Padang227 Pulau Gua Kota Batam Bulang228 Pulau Gondeng Kecil Kota Batam Belakang Padang229 Pulau Gondeng Besar Kota Batam Belakang Padang230 Pulau Geranting Kota Batam Belakang Padang231 Pulau Galang Kecil Kota Batam Galang232 Pulau Galang Baru Kota Batam Galang233 Pulau Galang Kota Batam Galang234 Pulau Dua Kota Batam Belakang Padang235 Pulau Dongkol Kota Batam Sungai Beduk236 Pulau Dodik Kota Batam Sekupang237 Pulau Derkat Kecil Kota Batam Galang238 Pulau Derkat Besar Kota Batam Galang239 Pulau Dempo Kota Batam Galang240 Pulau Dedap Kota Batam Galang241 Pulau Dapur Tiga Kota Batam Galang242 Pulau Dangsi Kota Batam Bulang243 Pulau Dangkan Kota Batam Belakang Padang244 Pulau Dangas Kota Batam Sekupang245 Pulau Cumin Kota Batam Belakang Padang246 Pulau Cuma Kota Batam Nongsa247 Pulau Cule Kota Batam Belakang Padang248 Pulau Combon Kota Batam Belakang Padang249 Pulau Colek Kota Batam Bulang250 Pulau Cingam Kota Batam Galang251 Pulau Cekukur Kota Batam Galang

Page 91: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

87

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

NO. NAMA PULAU KOTA /KABUPATEN KECAMATAN, DISTRIK

252 Pulau Camping Kota Batam Sungai Beduk253 Pulau Buntung Kota Batam Belakang Padang254 Pulau Buntong Kota Batam Belakang Padang255 Pulau Bundar Kota Batam Nongsa256 Pulau Buluh Kota Batam Bulang257 Pulau Bulat Kota Batam Belakang Padang258 Pulau Bulan Kota Batam Bulang259 Pulau Bukit Kota Batam Bulang260 Pulau Buaya Kota Batam Galang261 Pulau Boyan Kota Batam Bulang262 Pulau Bosing Kecil Kota Batam Belakang Padang263 Pulau Bosing Besar Kota Batam Belakang Padang264 Pulau Bolak Kota Batam Belakang Padang265 Pulau Bokor Kota Batam Sekupang266 Pulau Bilis Kota Batam Galang267 Pulau Biawak Kecil Kota Batam Bulang268 Pulau Biawak Besar Kota Batam Bulang269 Pulau Betina Besar Kota Batam Belakang Padang270 Pulau Berunok Kota Batam Belakang Padang271 Pulau Bertam Kota Batam Belakang Padang272 Pulau Berang Kota Batam Belakang Padang273 Pulau Belakang Sidi Kota Batam Bulang274 Pulau Bekaul Kota Batam Galang275 Pulau Bedempan Kota Batam Galang276 Pulau Bayan Kota Batam Belakang Padang277 Pulau Batuberantai Kota Batam Belakang Padang278 Pulau Batuberantai Kota Batam Sekupang279 Pulau Batu Ampar Kota Batam Belakang Padang280 Pulau Batam Kota Batam Nongsa281 Pulau Baralukut Kota Batam Galang282 Pulau Bama Kota Batam Galang283 Pulau Baka Kota Batam Sekupang284 Pulau Babi Kota Batam Bulang285 Pulau Awe Kota Batam Bulang286 Pulau Asam Kota Batam Belakang Padang287 Pulau Asah Kecil Kota Batam Bulang288 Pulau Asah Besar Kota Batam Bulang289 Pulau Anak Segayang Kota Batam Galang290 Pulau Anak Sambu Kota Batam Belakang Padang291 Pulau Anak Pulau Kota Batam Belakang Padang292 Pulau Anak Melor Kota Batam Galang293 Pulau Anak Melinik Kota Batam Galang294 Pulau Anak Mecan Kota Batam Belakang Padang295 Pulau Anak Mati Kota Batam Bulang296 Pulau Anak Layang Kota Batam Belakang Padang297 Pulau Anak Ladang Kota Batam Belakang Padang298 Pulau Akop Kota Batam Galang299 Pulau Aki Kota Batam Galang300 Pulau Akar Kota Batam Belakang Padang301 Pulau Akar Kota Batam Bulang302 Pulau Air Raja Kota Batam Bulang303 Pulau Air Raja Kota Batam Galang304 Pulau Air Keladi Kota Batam Belakang Padang305 Pulau Air Johor Kota Batam Belakang Padang306 Pulau Air Kota Batam Bulang307 Pulau Abang Kecil Kota Batam Galang308 Pulau Abang Besar Kota Batam Galang

sumber info : klik

Page 92: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

88

Page 93: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

89

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL 5BAB VHasil Penelitian

dan Pembahasan

Page 94: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

90

5.1. POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL LOKASI PENELITIAN 5.1.1. Gili Nanggu, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 : Gili Nanggu

a) Sejarahl Sebelum tahun 1985 Kecamatan Sekotong dahulunya merupakan Desa yang masuk

kedalam Kecamatan Gerung. Pada tahun 1987 dibentuklah Kecamatan Sekotong. l Kecamatan Sekotong terdiri dari beberapa Desa, yakni: desa Buun Mas, Tamansari,

Cindi mane, Sekotong Tengah, Sekotong Barat, Pelanga, Kedaru, Batu Putih, dan desa gili Gede Indah.

l Gili Nanggu terletak di Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

l Jumlah penduduk Desa Sekotong Barat berjumlah 13.163 jiwa atau 3.304 KK.l Batas wilayah Desa Sekotong Barat, yakni :

l Sebelah Utara berbatasan Laut Lembar/Selat Lombok, l Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sekotong tengah, l Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kedaru, dan l Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pelangan dan Desa Gili Gede Indah.

l Mata pencaharian penduduk adalah: l Petani (padi, jagung dan ubi) sebesar 40%, l Nelayan 20%, l Pedagang kecil-kecilan 20% danl Buruh bangunan 20%.

Page 95: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

91

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

l Status tanah di wilayah Desa Sekotong Barat adalah Tanah Negara, sebagian besar sudah bersertipikat hak milik melalui Prona (SK Pemberian Hak).

l Penggunaan tanah di desa Sekotong Barat adalah: l permukiman (belum ada rumah/bangunan): 0,521 ha,l Persawahan 0,240 ha, l Perkebunan 0,1304 ha, l Pekarangan (ada rumah): 0,660 ha, l Perkantoran 0,15 ha, l Perkuburan 0,11 ha, l dan lain-lain 0,6 ha, l Jumlah seluruhnya sebesar 0,2856 ha.

l Sebaran pulau-pulau kecil di Desa Sekotong Barat adalah :l Gili Tangkong, l Gili Sudak, l Gili Nanggu, l Gili Poh, l Gili Lontar, l Gili Batu Tujuh, l Gili Genting dan l Gili Pasir.

b) Luas pulau (gili) : 14 Ha

c) Riwayat Tanah l Riwayat penguasaan tanah di gili Nanggu adalah dimana pulau kecil tersebut

merupakan tanah “Pecatu” yang masih bernama dusun Sekotong Barat, masuk ke dalam wilayah Desa Gerung (tanda bukti “Pipil” tahun 1957). Oleh Kepala Dusun yang bernama Lalu Abuh tanah tersebut di alihkan (jual beli) kepada Bapak Badjre sorang yang berasal dari Pulau Bali. Kemudian oleh Bapak Badjre tanah tersebut dialihkan (jual beli) kepada PT.Istana Cempaka Raya.

d) Penguasaan dan pemilikanl Tahun 1981 diterbitkan SHGB atas PT Istana Cempaka Raya (PT.ICR) dengan 2 (dua)

HGB yakni :1. Nomor Hak, B.21/Sekobar, luas: 63.335 M22. Nomor Hak, B.20/Sekobar, luas 60.000 M2

e) Pola Penguasaan dan Pemilikan tanah Satu pulau/gili dengan luas pulau sekitar lebih

kurang 12,33 hektar di kuasai dan dimiliki oleh satu Badan Hukum PT. ICR.

f) Sebaran bidang tanah di Gili Nanggu Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air, Desa Gili

Indah, Kabupaten Lombok Utara

Gambar 2 : Peta sebaran bidang tanah di Gili Nanggu

Page 96: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

92

Riwayat tanah Gili Trawangan, Meno dan Air adalah merupakan tanah masyarakat disekitar pulau Lombok yang bercocok tanam terutama pohon Kelapa. Mengingat pada waktu itu penyeberangan hanya dilakukan dengan perahu sedangkan biaya produksi cukup tinggi dan hasil dari pohon kelapa tidak dapat dipasarkan dengan baik, maka banyak sekali masyarakat yang jatuh bangkrut. Pada sekitar tahun 1970-an ke tiga gili ini baru dilirik oleh pemerintah, dan dinyatakan sebagai tanah negara.

Pada tahun 1989 terjadi perubahan tata ruang wilayah, yang sebelumnnya wilayah tersebut diperuntukan bagi pertanian/perkebunan menjadi Parawisata.

5.1.2. Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kab. Lombok Utaraa) Luas pulau (gili) : 340 ha

b) Riwayat tanah Sejak tahun 1970 kawasan Gili Trawangan

dinyatakan sebagai tanah Negara dan diterbitkanlah SHGU-SHGU kepada beberapa perusahaan seluas 300 Ha, namun tidak dikelola/ diterlantarkan. Pada tahun 1989 SHGU-SHGU tersebut di cabut, karena ada perubahan RTRW sebagai kawasan Wisata.

Dari 300 Ha, sebanyak 200 Ha di kuasai (okupasi) oleh masyarakat. Sedangkan 100 Ha lainnya, yakni yang terdiri dari Sertipikat HGU No. 1, 2, 3 dan 4 tahun 1979 masing-masing dengan luasan 25 Ha merupakan atas nama Sudarli BA, Kurnia Candra Kusuma, Asep Kusuma dan Kundang Kuswara (4 orang), pada tahun 1993 SHGU dibatalkan dengan SK.MNA/Ka.BPN SK.No.16/VIII/1993 tanggal 3-8-1993, kemudian diterbitkan HPL Pemda Provinsi 75 Hektar asal HGU no. 2, 3 dan 4. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam paparan dibawah ini.

c) Penguasaan dan Pemilikan Tanah (1) 200 Ha di kuasai masyarakat ketika SHGU-nya dibatalkan, karena pada tahun 1989

adanya perubahan RTRW sebagai kawasan wisata. Kemudian tanah seluas 200 Ha tersebut diberikan ke masyarakat dan di sertipikatan hak milik (SHM) melalui Prona.

(2) HPL Pemda 75 hektar asal HGU 2,3 dan 4:l Luas HPL 65 hektar

l Pihak ketiga SHGB Badan Hukum PT. Gili Trawangan Indah (PT.GTI), namun tidak dikelola/ diterlantarkan, kemudian dikuasai (okupasi) dan digarap oleh 200 KK belum ada status haknya, dan dimanfaatkan untuk pemukiman, penginapan/resort, restoran,TK, pasar, kantor dusun.

l Apabila dalam perjanjian antara Pemda dengan pemegang HGB Badan Hukum berakhir, maka tanah HPL kembali ke pemegang HPL (Pemda), sehingga kebijakan pele pasan ke masyarakat sebanyak 200 KK ada pada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Gambar : Peta Gili Trawangan.

Page 97: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

93

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

l Luas HPL 10 hektar diberikan Pemda kepada 165 KK dan sudah diberikan SHGB perorangan (30 tahun).

(3) HGU no.1 pada tahun 1996 (13.9960 Ha) diberikan SHGB atas nama PT. Wana Wisata Alam Hayati (PT.WAH), kemudian PT WAH melepas lagi 5 hektar tanahnya kepada masyarakat.

(4) Sisanya lebih kurang 40 Ha dikuasai masyarakat dan tanah kosong di wilayah perbukitan.

d) Jenis Hak Tanahl HPL Pemda, l SHGB Badan Hukum (Terlantar) di Okupasi Masyarakat, l SHGB Peroranganl SHM Peroranganl Masyarakat yang belum bersertipikat di kawasan perbukitan

e) Penggunaan dan Pemanfaatan tanahl Dari 10 Ha HPL Pemda menjadi SHGB Perorangan, sebanyak 5 kavling tanah

masyarakat dikerjasamakan dengan orang asing untuk penginapan dan restoran, yakni: (1) Dream Dive, (2) Budha Dive, (3) Pesona, (4) Danau Hijau, (5) Borobudur.

l Pemanfaatan pulau untuk parawisata, artinya sudah sesuai dengan Tata Ruang sebagai zona wisata, tempat snockling.

l Pembangunan pemukiman, Resort, Kantor dan Rumah Makan baru 20 % ( 2,8 Ha) 30-50M sempadan pantai

l Ruang terbuka hijau seluas 11,2 Ha (80%) adalah hutan kecil yang belum disentuh oleh pembangunan.

f) Sebaran bidang tanah yang sudah terdaftar 5.1.3. Gili Meno, Desa Gili Indah, Kab.

Lombok Utaraa) Luas Gili Meno : 150 ha

b) Tipologi pulau, adalah strategis sebagai daerah tujuan wisata (diving dan snorckling) dan merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Lombok Utara, dalam memberikan kontribusi bagi penghasilan asli daerah.

c) Batas wilayah :l Sebelah Utara dengan dengan laut

Jawa l Sebelah selatan dengan selat Lombok

Gambar : Peta sebaran bidang tanah di Gili Trawangan

Gili Meno

Page 98: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

94

l Sebelah Timur dengan selat Gili Airl Sebelah Barat dengan selat Gili Meno

d) Riwayat tanah Status tanah di Gili Meno adalah Tanah Negara yang 100% dikuasai dan ditanami

kelapa oleh masyarakat. Pada tahun 1989 terjadi perubahan tata ruang wilayah, dari pertanian menjadi Parawisata, namun dahulu masih ditemukan “pipil cap Garuda”.

e) Pola penguasaan dan pemilikan tanah 80% sudah bersertipikat, yakni :

l SHM Perorangan (Prona dan Rutin): 105 Ha (70%) l SHGB perorangan 15 Ha (10%)

f) Pemanfaatan Tanahl Sebagian besar merupakan pemukiman masyarakat dan ada yang dimanfaatkan

untuk penginapan, restoran dan dive shop, baik dengan usaha sendiri maupun dikerjasamakan dengan pihak WNA. Sertipikat HM yang atas nama orang lokal, namun modal usaha dan membeli tanah adalah orang asing. Biasanya melalui perjanjian antara WNI dengan WNA, sehingga sertipikat atas nama WNI dan WNI dalam perjanjian tersebut diberikan persentasi (5-10%) dari hasil usaha atau dari harga tanah

l SHM Perorangan (70%): peman faatan ada yang diusahakan asli pribumi dan ada dikerjasamakan antara pribumi dengan WNA antara lain sebagai contoh:l PT. Gili Jati Lestari, luas 5 Ha, HM 1992 milik Made Jatil Restoran “Hikmah Cafe”, luas 40 are = 4000M2, HM tahun 1995l Gita Gili penginapan, luas 1 hektar, HM tahun 2002 a/n H.Sabaruddin,l Star Bar, penginapan, luas 20 Are, SHM a/n H. Sabaruddinl Gili Air Santai, penginapan dan resto, luas 30 Are a/n Andi Akal Kaluku Blue Marine, penginap an, luas 1 Ha, a/n Rukdingl Dsb

l SHGB sebanyak 10% yang dikuasai masyarakat dan dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri dan banyak juga yang dikerjasamakan dengan warga negara asing, seperti contohnya: l PT.Ocean 5 dimanfaatkan oleh WNA Belanda luas: 75 are = 7500 M2 untuk Vila dan

Dive Shop,l PT. Sinar Gili dimanfaatkan oleh WNA Skotlandia, luas 1,5 Ha, HGB tahun 2006,l PT. Sweet Peppi dimanfaatkan oleh WNA Italia, luas 20 Are untuk penginapan,l PT. Salim Group, HGB tahun 2014, luas 54 arel Restoran Manchis, luas 5 Are, HGB tahun 2013 milik pribumil Turtle beach, HGB tahun 2013, luas 20 Are milik pribumil dsb

l Tanah kosong, kebun kelapa dan semak belukar: 25,11 Ha (16,74 %).

l Danau Air Asin : 4,90 Ha (3,26%)

g) Peta Sebaran Bidang yang sudah bersertipikat

Gili Meno

Page 99: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

95

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Gambar : Peta Gili Air

5.1.4. Gili Air, Desa Gili Indah, Kab. Lombok Utara

a) Luas gili Air : 188 ha

b) Tipologi Pulau strategis sebagai

daerah tujuan wisata (diving dan snorkling) dan merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Lombok Barat, dalam memberikan kontribusi bagi penghasilan asli daerah.

c) Batas wilayah :l Sebelah Utara dengan laut Jawal Sebelah selatan dengan selat lombokl Sebelah Timur dengan selat Sirel Sebelah Barat dengan selat Gili Air

d) Riwayat Tanahl Sejarah pembukaan tanah/hutan di gili air, dilakukan oleh pelaut dari Mandar

sebelum Indonesia merdeka yang berkembang menjadi kampung/dusun pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1970 masuk pula ke Gili Air dan Gili Meno masyarakat dari desa Pemenang Barat dan orang dari Lajut, Lombok tengah ex narapidana ada sekitar 7 KK mereka menggarap tanah dengan tanaman palawija dan padi, namun ketika ada gempa pada tahun 1979 semua tanaman mati semua dan kadar keasaman air meningkat.

l Status tanah di gili Air adalah Tanah Negara yang ditanami oleh masyarakat dengan kelapa. Pada tahun 1989 terjadi perubahan tata ruang wilayah, yang sebelumnnya wilayah tersebut diperuntukan bagi pertanian/perkebunan menjadi Parawisata.

e) Pola Penguasaan dan Pemilikan tanah Gili air 100% dikuasai oleh masyarakat.

l 75,2 Ha (40%) sudah bersertipikat dengan sebaran: l SHM perorangan 56,4 Ha (30%) untuk pemukiman dan penginapan yang

diusahakan masyarakat.l SHGB perorangan 18,8 Ha (10%) dikelola sendiri berupa rumah tempat tinggal,

resort dan resto dan ada yang dikerjasamakan dengan Warga Negara Asing.

f) Penguasaan l 84,6 Ha (45%) dikuasai masyarakat dan belum bersertipikat l 3,76 Ha (2%) dikuasai Kantor Desa Gili Indah, pasar, sekolahan belum bersertipikat.

g) Pemanfaatan tanahl Tanah kosong, jalan, semak belukar= 24,44 Ha (13%)

Page 100: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

96

h) Peta Sebaran Bidang yang sudah bersertipikatl Permasalahan adalah dimana

Penguasaan tanah oleh masyarakat masih banyak yang belum bersertipikat.

5.1.5. Pulau Soanek, Kampung Soanek, Kabupaten Raja Ampata) Luas dan Letak Geografis Luas Pulau Soanek : 24,3229 Ha.

Kampung Saonek adalah salah satu kampung yang terdapat di bagian Selatan pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

b) Kawasan zona wisata Tergabung dalam kawasan wisata Raja

Ampat, pulau ini sudah di huni oleh masyarakat pendatang dari Biak dan oleh Kepala dari Suku Maya yang merupakan peduduk asli kepulauan raja ampat, diberikanlah tempat untuk menetap di pulau Soanek, yakni sekitar pada masa Kesultanan Tidore, Maluka Utara.

c) Batas Wilayahl Sebelah Utara berbatasan dengan Ibukota Kabupaten Raja Ampat Kampung Waisail Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Dampirl Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Meosmansarl Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Dampir

Adapun letak batas - batas kampung saonek ini berdasarkan Adat.

Kampung Saonek secara Administratif berbatasan dengan Ibukota Pemerintahan Kabupaten Raja Ampat ( Waisai ) dan terletak di ibukota pemerintah distrik waigeo selatan dengan batas –batas sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Ibukota Pemerintahan Kabupaten Raja Ampat Kampung Waisai, Sebelah Selatan berbatasan dengan Ibukota Pemerintahan Batanta Utara, Sebelah Barat berbatasan dengan Pemerintahan Distrik Meosmansar, Sebelah Timur berbatasan dengan Pemerintahan Kota Sorong.

d) Sejarah Singkat Kampung Saonek, Pulau Saonek Saonek berasal dari Bahasa Biak Umkai yang terdiri dari 2 (dua) suku kata yakni, Sao

dan Manek atau SaoManek. Sao artinya : Pelabuhan dan Manek artinya : Nama buah yang pohonnya terdapat

disepanjang pantai Saonek. Sehingga Kampung ini disebut Saonek artinya: Pelabuhan buah Mannek. Selanjutnya pemerintahan KPS dipindahkan ke Napiabori (Napirboi) Salah satu

kampung yang berhadapan dengan Saonek.

Gambar 9 : Pulau Saonek

Gambar 8 : Peta sebaran bidang tanah yang bersertipikat di Gili Air

Page 101: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

97

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Namun karena penduduk yang mendiami kampung napirboi tidak merasa aman akibat terganggu dengan wabah penyakit Lepra serta makhluk - makhluk halus akhirnya oleh seorang Tokoh agama yakni: Hi. Abdurahim Rafana (seorang yang cukup disegani oleh penduduk saonek pada zaman itu termasuk Pemerintah) beliau memerintahkan untuk kembali mendiami kampung Saonek hingga sekarang.

Penduduk kampung Saonek terdiri dari Suku Biak (sebagai penduduk yang pertama mendiami kampung saonek), suku laganyan dan suku - suku lainnya.

Pemukiman saonek dimulai dari arah barat hingga terjadi pengembangan sampai ke arah timur dan pada akhirnya seantero pulau dengan dikepalai oleh seorang kepala (Sangaji) yang kemudian berubah menjadi Kepala Kampung kemudian kepala Desa dan kembali menjadi Kepala Kampung.

Sangaji : Abdullah Rarbab ( ........- 1923 )Kepala Kampung Pertama : Fundar Sakela ( 1923 -1931 )Kepala Desa Kedua : Yusup Umar ( 1932 -1940 )Kepala Desa Ketiga : Husain Haji Salim ( 1959 -1967 )Kepala Desa Keempat : Yunus Haji Salim (1968 – 1976 )Kepala Desa Kelima : Abdullah Rumbewas (1977 – 1985 )Kepala Desa Keenam : Hanafi K. Umpain (1986 – 1994 )Kepala Desa Ketujuh : Mansyur Syahdan, BA ( 1995- 1996 )Kepala Desa / Kampung Kedelapa : Hi. Abdul Majid Dimara ( 1997 – 2006 )Kepala Kampung Kesembilan : Yakub Rumkabu ( 2007 – 2013 )

Dengan berhasilnya pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) Pada tahun 1969,dengan baik dan sukses maka oleh Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Undang- undang Nomor : 12 Tahun 1969 tentang pembentukan Propinsi Otonomi Irian Barat maka status Kabupaten Administrasi sorong menjadi Kabupaten Otonomi sampai dengan tahun 1972 yang terdiri atas : Wilayah KPS Sorong dan Wilayah KPS Raja Ampat.

Untuk Wilayah KPS Raja Ampat berkedudukan di Doom yang terbagi atas beberapa KPS diantaranya Kepala Pemerintah Setempat Distrik Waigeo Selatan yang berkedudukan di kampung saonek yang dijadikan sebagai ibukota Pemerintahan setempat yang dibangun Kantor Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) dengan dikepalai oleh seorang Bustir.

Seiring dengan perubahan nama dan status Pemerintahan kampung saonek tetap dijadikan sebagai pusat pemerintahan distrik hingga sekarang.

e) Kependudukan Penduduk kampung saonek berjumlah: 513 jiwa yakni jumlah Laki-laki: 287 jiwa dan

Perempuan: 226.jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga : 121 yang tersebar pada 4 (empat) RT.

f) Mata Pencaharian Masyarakat kampung saonek yang heterogen baik dalam segi budaya maupun

Page 102: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

98

pekerjaannya, walaupun merupakan kampung kecil , namun sangat beragam jenis pekerjaan. Nelayan merupakan pekerjaan dari setengah penduduk kampung saonek ( 40 % ) disamping pekerjaan –pekerjaan lain seperti PNS, Wiraswasta, TNI, Polri, berkebun dan lain- lain.

g) Kondisi Sosial Budaya Kehidupan masyarakat saonek masih terikat dengan budaya serta hukum adat yang berlaku

saat ini. Hal ini dapat dilihat dari keterikatan masyarakat dalam hubungan kekerabatan maupun pergaulan keseharian. Kekentalan adat sangat terlihat jelas pada saat peminangan hingga pernikahan seper ti adanya pembayaran harta serta penghormatan bagi tua - tua adat.

Saat ini hal - hal tersebut mulai bergeser secara perlahan - lahan disebabkan oleh posisi administrasi pemerintah dimana kampung saonek yang merupakan ibukota Distrik Waigeo Selatan pernah menjadi ibukota Kabupaten Raja Ampat merupakan tempat beraktivitasnya orang - orang yang datang dari berbagai latar belakang pendidikan dan budaya hingga terjadinya perubahan prilaku masyarakat kampung saonek yang mulai berpikir ke-kota-an.

Masyarakat saonek menganut lebih dari satu agama yaitu islam dan kristen. Peranan agama sangat penting dan terlihat dalam kehidupan sehari - hari masyarakat kampung saonek yang majemuk.

Agama lah yang mempersatukan mereka walaupun pada dasarnya masyarakatnya berbeda adat istiadat, namun satu keyakinan. Kehidupan toleransi beragama sangat kental di kampung saonek, itu dapat dicermati pada saat peribadatan masing-masing agama, adanya sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya.

h) Biofisik dan Ekologi Dataran Kampung Saonek dikelilingi oleh vegetasi daratan, di bagian selatan kampung

terdapat hutan yang tanahnya sedikit berbukit curam yang terdapat areal perkebunan kelapa.

Pantai barat saonek ditutupi hutan Mangrove dengan luasan yang sangat kecil yang didominasi oleh jenis Rhizopora, Avicenia, Bruguira dan Soneratia alba. Padang lamun di saonek terletak dibagian kampung dengan luas 800 m2, mengelilingi perairan kampung saonek dari jenis Enhalu acoroides sebesar 30 %, Holodule pinipholia sebesar 15 % dan Thalassia hemprichi. Terumbu karang di depan kampung saonek masih tergolong baik dengan persentase penutupan + 67 %. Namun kearah daratan dijumpai pecahan karang yang diduga sebagai akibat dari aktivitas nelayan keluar masuk kampung yang dilakukan oleh masyarakat (Coremap II, 2010).

i) Pemanfaatan Sumber Daya Alam Laut. Melimpahnya dan beragamnya potensi sumber daya ikan dan jenis biota lainnya

(Udang, Kepiting, cumi-cumi dll) di perairan kampung saonek, mendorong pengguna, baik dari dalam maupun luar kawasan melakukan pemanfaatan terhadap potensi tersebut.

Page 103: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

99

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Mengingat tingginya nilai ekonomis dari potensi yang dimaksud semakin memacu pengguna untuk mendapatkan volume tangkapan yang lebih besar dengan menggunakan cara dan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Keadaan ini menyebabkan kelebihan volume tangkap dan atau rusaknya terumbu karang yang pada akhirnya berdampak pada terjadinya ketidakseimbangan antar volume tangkap dengan daya dukung serta ketersediaan sumber daya.

j) Kelembagaan Yang Ada Di Kampung Saonek Kelembagaan Pemerintah Distrik adalah salah satu lembaga pemerintah di tingkat

distrik yang dikepalai oleh seorang kepala Distrik dan terdapat beberapa staf yang seluruhnya adalah Pegawai Negeri Sipil dan pegawai honorer. Kelembagaan Pemerintah Kampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung dan terdiri dari lima orang perangkat kampung yang merupakan pegawai honorer. Kelembagaan Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) diketuai oleh seorang yang dianggap mampu oleh anggotanya berdasarkan hasil rapat/ sidang Bamuskam dan terdiri atas beberapa anggota sesuai kebutuhan kampung saonek, statusnya adalah pegawai honorer. Disamping kelembagaan yang tersebut diatas terdapat juga lembaga Pendidikan, PKK, kelembagaan Keagamaan, Lembaga Keuangan Mikro dan lembaga - lembaga lainnya.

k) Penguasaan dan Pemilikan Tanah Ada 2 (dua) status tanah di pulau tersebut yakni : (1) Merupakan tanah garapan dari

tanah negara, dan (2) pelepasan tanah adat. l Untuk tanah garapan ada : (1) Surat Pernyataan Penguasaan Tanah Garapan, (2)

Surat Keterangan Penguasaan Tanah dari Kepala kampung dan diketahui serta dikuatkan oleh Kepala Distrik.

l SHM Perorangan (Prona) : 4,0888 Ha Bidang-bidang tanah sudah disertipikatan melalui PRONA tahun 2014 sebanyak

sebanyak 102 bidang di Pulau Saonek diproses dengan status tanah negara dan tanah adat (lihat sebaran bidang yang sudah bersetipikat pada gambar di bawah ini).

l) Penguasaan Tanahl Lebih kurang 10 Ha dikuasai masyarakat belum bersertipikat dan tidak mempunyai

alas hak.

m) Pemanfaatanl Permukiman penduduk yang padat dan tertata rapil Infrastruktur berupa jalan kampung yang tertata rapi, masjid, dan kantor desal Ruang terbuka hijaul Pinggir pantai sebagian besar di tumbuhi hutan mangrove, dan speed boat

masyarakat dapat di tambatkan di pesisir pantail Dermaga bagi speed boat yang besar.

Page 104: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

100

n) Peta Sebaran Bidang yang sudah bersertipikat

l Permasalahannya adalah dimana Penguasaan dan pemilikan tanah yang di garap secara turun-temurun dan bagi masyarakat yang belum bersertipikat tidak mempunyai alas hak atas tanahnya.

5.1.6. Pulau Dum, Kota Soronga) Riwayat Tanah Tiga pulau terbesar di Distrik Sorong

Kepulauan: Ram, Soop, dan Doom, menyimpan potensi wisata yang besar nan eksotis. Berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik, ketiganya menawarkan keindahan pantai berpasir putih, gugusan karang, dan wisata sejarah yang sayang dilewatkan begitu saja. ”Tiga gugusan pulau terbesar itu merupakan potensi wisata yang potensial, tetapi belum dipromosikan secara maksimal. Selain panorama alam dan peninggalan sejarah, banyak juga keunikan yang tak ditemukan di daerah Papua Barat lainnya.

Pulau Doom, seluas 5 kilometer persegi ini, dikenal dengan sebutan Dum, yang

dalam bahasa suku Malamooi—suku setempat—berarti pulau penuh dengan buah. Sukun adalah buah yang paling banyak ditemui hampir di setiap rumah warga. Sukun banyak diolah dan dikonsumsi sebagai makanan tambahan bagi warga setempat. Doom memiliki peran penting dalam membidani kelahiran Sorong sebagai pusat perekonomian terbesar di Papua Barat. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah Belanda membuat daerah hunian awal sebelum menjejakkan kakinya di Tanah Papua awal 1900-an.

Pulau Doom dahulunya adalah pusat pemerintahan Onderafdeling Raja Ampat,

Papua. Belanda menempatkan Pulau Doom sebagai pusat kota dan sebagai pusat perdagangan, gudang- gudang juga sebagai pelabuhan yang terkenal pada masa itu. Pada masa itu kota Sorong masih gelap gulita tanpa aliran listrik, pulau Doom telah bersinar lebih dulu, karena adanya tenaga diesel dan sampai saat ini alatnya masih terpasang dan berfungsi dengan baik.

Belanda tidak melupakan penataan yang baik saat membangun perkampungan di

Doom.Tata kota seperti itu masih bisa dilihat, seperti Kantor Hoofd van Plaatselijk Bestuur atau Kantor Pamong Praja Kolonial Belanda, yang kini dihuni Taher Arfan (54). Selain itu, ada juga lapangan sepak bola, rumah kesenangan (tempat pesta serdadu Belanda), dan Gereja Kristen Orange. Perumahan berderet berjajar dan rapi dan Belanda juga menyediakan permukiman bagi masyarakat etnis Tionghoa, tangki air bersih dengan pipa mengaliri sepanjang rumah-rumah begitu juga dengan pembangkit listrik tenaga diesel.

Selain Belanda, Jepang rupanya juga meninggalkan jejak di Pulau Doom. Jika Belanda

meninggalkan bangunan-bangunan tua, Jepang membangun banyak lorong bawah tanah di Pulau Doom selama Perang Dunia II. Lorong yang berfungsi sebagai bunker

Gambar 10 : sebaran bidang tanah yang sudah bersertipikat di Pulau Soanek

Page 105: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

101

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

pertahanan tentara Jepang dari serbuan musuh juga terhubung dengan pelabuhan. Alat transportasi adalah kendaraan bermotor atau becak di tempat seluas 2 kilometer

persegi ini. Meski demikian, tidak perlu khawatir karena cukup berjalan sekitar satu jam untuk mengelilingi pulau. Pulau ini adalah tempat bersejarah, antara lain dimana serdadu Jepang pernah menempatkan pasukannya di sini guna melakukan penyerangan ke Pulau Papua. Bukti yang ditinggalkan adalah bungker pelindungan udara yang menghadap ke Bandar Udara Jeffman, Sorong, di sekitar daerah Tanjung Lampu Jepang.

Namun sat ini, dengan adanya bangunan rumah-rumah baru, Pulau Doom terlihat

tidak teratur, dimana kita dapat lihat bangunan-bangunan yang menjorok ke pantai. Untuk memenuhi kebutuhannya, kini masyarakat Pulau Doom harus berbelanja ke Sorong dengan menggunakan perahu bermotor.

Pada awalnya Distrik Sorong Kepulauan merupakan Kelurahan Doom dibawah Distrik Sorong Barat, Kota Sorong. Pada tanggal 14 Mei 2003 berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Walikota Sorong Nomor: 02 Tahun 2003, maka kelurahan Doom dimekarkan menjadi Distrik, yaitu Distrik Sorong Kepulauan yang mebawahi 4 (empat) Kelurahan, yakni:l Kelurahan Dum Timurl Kelurahan Dum Barat

Kedua kelurahan ini berada di pulau Dum, sedangkanl Kelurahan Soop di pulau Soopl Kelurahan Raam di pulau Raam.

b) Kelurahan Dum Barat Kelurahan Dum Barat merupakan Kelurahan hasil pemekaran dari Distrik Sorong

Kepulauan.(1) Luas Kelurahan : 2,25 Km2 (2) Batas-batas wilayah adalah:

l Sebelah Timur: Kelurahan Dum Timurl Sebelah Barat: Kelurahan Soopl Sebelah Selatan: laut Maladuml Sebelah Utara: Kelurahan Raam

(3) Jumlah penduduk : 3.704 jiwa, sedangkan mata pencaharian penduduk adalah: Swasta, PNS, ABRI, Nelayan, Wirausaha dan lainnya (tukang becak, penjual pinang)

(4) Riwayat Tanah Pada umumnya tanah di kelurahan Dum Barat Distrik Sorong Kepulauan berstatus

Tanah Pemerintah: PU, Kepolisian, Kelurahan yang merupakan tanah bekas hak Erpacht (hak barat) dan Tanah Adat.

Page 106: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

102

(5) Pola Penguasaan Tanahl Sertipikat Hak Guna Bangunan

(SHGB) : 213 Bidangl Sertipikat Hak Milik (SHM) : 265

Bidangl Sertipikat Hak Pakai (SHP) bekas

tanah hak barart yang dikuasai oleh Pemerintah: 125 Bidang.

c) Kelurahan Dum Timur(1) Luas Kelurahan : 2 Km2(2) Batas-batas wilayah

l Sebelah Timur: Kelurahan Kampung Barul Sebelah Barat: Kelurahan Dum Baratl Sebelah Selatan: Selat Dampir Kabupaten Sorongl Sebelah Utara: Kelurahan Raam

(3) Jumlah penduduk : 6.456 jiwa, sedangkan mata pencaharian penduduk adalah : Swasta, PNS, ABRI, Nelayan, Wirausaha dan lainnya (tukang becak, penjual pinang).

(4) Riwayat Tanah Pada umumnya tanah di kelurahan Dum Barat Distrik Sorong Kepulauan berstatus

Tanah Pemerintah yang merupakan tanah bekas hak Opstal (hak barat) dan Tanah Adat.

d) Luas Pulau Dum (Kelurahan Dum barat dan Dum Timur) : 53,15 Ha

e) Penguasaan dan Pemilikan Tanah l SHM perorangan : 253 Bidang : 10,3481 Hal SHGB perorangan dan Badan Hukum : 211 bidang : 6,5672 Hal SHP Pemda : 126 Bidang : 5,6346 Ha.

f) Penguasaanl Lebih kurang 20,61 Ha dikuasai masyarakat belum bersertipikatl RTH sekitar 10 Ha.

g) Pemanfaatanl Berupa permukiman penduduk yang padat yang tertata rapil Infrastruktur berupa jalan yang sudah tertata rapi danl Ruang terbuka hijau dan disekitarnya ada goa-goa Jepang yang dilestarikan.l Pinggir pantai banyak bangunan yang menjorok ke lautl Dermaga kecil untuk perahu dan speed boat berlabuhl Dermaga besar untuk kapal-kapal berlabuh mengangkut bahan-bahan pokok.

Page 107: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

103

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

h) Peta sebaran bidang-bidang tanah yang sudah bersertipikat

Kepulauan Derawan a. Geografis

Kepulauan Derawan secara geografis terletak di semenanjung utara perairan laut kabupaten Berau yang terdiri dari beberapa pulau, namun sedikitnya ada 4 pulau yang terkenal di kepulauan tersebut, yakni pulau Maratua, Derawan, Sangalaki, dan Kakaban yang di diami oleh satwa langka penyu hijau dan penyu sisik. Pulau-pulau tersebut berada di Laut Sulawesi. Kepulauan Derawan memiliki 872 jenis ikan karang, 507 spesies karang dan dibeberapa pulau menjadi tempat penyu-penyu tersebut bersarang dan bertelur. Selain itu ada spesies yang dilindungi yakni 5 spesies kerang raksasa, 2 kura-kura laut, kepiting, penyu hijau, penyu sisik, paus, lumba-lumba, kima, ketam kelapa, duyung, ikan barakuda dan lain-lainnya.

Di kepulauan Derawan terdapat beberapa ekosistem pesisir dan pulau kecil yang sangat penting yaitu terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau.

Kepulauan Derawan memiliki tiga kecamatan yaitu, Pulau Derawan, Maratua, dan Biduk Biduk, Berau. Ada empat pulau yang terkenal di kepulauan tersebut, yakni Pulau Maratua, Derawan, Sangalaki, dan Kakaban. Secara geografis, terletak di semenanjung utara perairan laut Kabupaten Berau yang terdiri dari beberapa pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Raburabu, Pulau Samama, Pulau Sangalaki, Pulau Kakaban, Pulau Nabuko, Pulau Maratua dan Pulau Derawan serta beberapa gosong karang seperti gosong Muaras, gosong Pinaka, gosong Buliulin, gosong Masimbung, dan gosong Tababinga. Di perairan sekitarnya terdapat taman laut dan terkenal sebagai wisata selam (diving) dengan kedalaman sekitar 5 meter, dan terdapat beraneka ragam biota laut diantaranya, cumi-cumi, lobster, ikan pipa, gurita, kuda laut, belut pipa dan ikan scorpion. Pada batu karang di kedalaman 10 meter, terdapat karang yang dikenal sebagai “blue Trigger Wall”, karena pada karang dengan panjang 18 meter tersebut banyak terdapat ikan trigger (red-toothed trigger fishes). Di Kepulauan Derawan terdapat beberapa ekosistem pesisir dan pulau kecil yang sangat penting yaitu

Gambar 11 : sebaran bidang tanah yang sudah bersertipikat di Pulau Dum

Gambar 12: Peta Kepulauan Derawan, Kecamatan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

Page 108: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

104

terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau (hutan mangrove). Selain itu banyak spesies yang dilindungi berada di Kepulauan Derawan seperti penyu hijau, penyu sisik, paus, lumba-lumba, kima, ketam kelapa, duyung, ikan barakuda dan beberapa spesies lainnya.

b. Sebaran dan luas pulau-pulau di Kepulauan Derawan Pulau-pulau ini tersebar pada tiga kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Pulau Derawan,

Kecamatan Maratua, dan Kecamatan Biduk-biduk. Sebaran dan Luas pulau-pulau ini adalah:

c. Penggunaan Tanah Penggunaan pulau tersebut oleh masyarakat setempat hanya sebatas untuk

perkampungan. Selain itu, lahan pulau di Kepulauan Derawan masih dalam bentuk hutan mangrove, belukar, hutan kapur di Pulau Maratua dan vegetasi kelapa.

d. Potensi Kepulauan Derawan l Terumbu karang di Kepulauan Derawan tersebar luas pada seluruh pulau dan

gosong yang ada di Kepulauan Derawan. Gosong-gosong yang ada di kepulauan ini diantaranya Gosong Pulau Panjang, Gosong Masimbung, Gosong Buliulin, Gosong Pinaka, Gosong Tababinga dan Gosong Muaras.

Tipe terumbu karang di Kepulauan Derawan terdiri dari karang tepi, karang

NO. NAMA PULAU KECAMATAN, DISTRIK

1. Semut 6,9 2. Andongabu 5,3 3. Bakungan 8,7 4. Bantaian 230,6 5. Besing 560,1 6. Bonggong 123,2 7. Bulingisan 4,5 8. Derawan 44,6 9. Maratua 2375,7 10. Nunukan 4,8 11. Panjang 565,4 12. Rabu-rabu 26,7 13. Sangalaki 15,9 14. Sangalan 3,5 15. Sapinang 241,3 16. Semama 91,1 17. Sidau 31,2 18. Tiaung 372,5 19. Pabahanan 2,0 20. Kakaban 774,2 21. Sodang Besar 6145,8 22. Telasau 1080,0 23. Tempurung 1291,2 24. Bilang-bilangan 25,2 25. Manimbora 2,0 26. Blambangan 22,0 27. Sambit 18,0 28. Mataha 25,8 29. Kaniungan Besar 73,3 30. Kaniungan Kecil 10,2 31. Bali Kukup 18,2

Page 109: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

105

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

penghalang dan atol. Atol inilah yang telah terbentuk menjadi pulau dan terbentuk menjadi danau air asin. “Survei Manta Tow 2003” menunjukkan tutupan rata-rata terumbu karang di Pulau Panjang adalah 24,25% untuk karang keras dan 34,88 untuk karang hidup. Terumbu karang di Pulau Derawan memiliki tutupan rata-rata karang karang keras 17,41% dan tutupan karang hidup 27,78%. Dengan jumlah spesies 460 sampai 470 menunjukkan bahwa ini menjadi kekayaan biodiversitas nomor dua setelah Kepulauan Raja Ampat.

Areal terumbu karang yang utama :l Pulau Panjang bagian barat (inlet dan channel)l Karang Muaras dengan diversitas tinggi, karang sehat, dan nilai estetikal Karang Malalungun, diversity tinggi dengan struktur yang kompleks dengan

berbagai habitatl Karang Besar yang kaya habitat

l Survei ikan karang tahun 2003 menunjukkan bahwa kepulauan ini menghasilkan 832 spesies ikan karang. Selain itu, diperkirakan sedikitnya 1.051 spesies terdapat di perairan Berau dengan jenis dominan Gobes (Gobiidae), Wrasses (Labridae), dan Damselfishes (Pomacentridae).

l Padang lamun ditemukan tersebar di seluruh Kepulauan Derawan dengan kondisi yang berbeda dengan rata-rata luas tutupan kurang dari 10% sampai 80%. Ekosistem ini secara ekologi dan ekonomi sangat penting tapi keberadaannya terancam oleh gangguan dan kegiatan manusia seperti pembukaan hutan besar-besaran, kebakaran hutan, budidaya laut, sedimentasi, baling-baling perahu, dan lain-lain. Di Pulau Derawan terdapat dua jenis lamun yang dominan Thalasia hemprichii dan Halophila ovalis serta empat spesies lamun lain yang ditemukan di sekeliling pulau yaitu Halodule uninervis, Cyamodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, dan Halodule pinifolia.

l Mangrove di kawasan Delta Berau dimanfaatkan masyarakat secara tradisional sebagai sumber mata pencaharian keluarga, seperti menangkap ikan, udang, dan kepiting. Dalam sepuluh tahun terakhir, mangrove di Berau telah banyak dikonservasi menjadi tambak udang dan ikan dengan laju pembukaan lahan yang cepat. Nipah (Nypa fructican) mendominasi komposisi jenis mangrove di kawasan Delta Berau. Hasil kajian evaluasi ekonomi dan konservasi mangrove menunjukkan bahwa nilai ekonomi hutan mangrove memberikan manfaat langsung sebesar 295.78/ha/th, manfaat tidak langsung 726.26/ha/th, manfaat pilihan 1,395.50/ha/th. 358.46/ha/th, manfaat bersih

l Kegiatan perikanan yang ada di Kecamatan Derawan dan Maratua meliputi perikanan laut, pengambilan telur penyu, dan budidaya tambak. Hasil penangkapan perikanan laut Kecamatan Kepulauan Derawan merupakan penyumbang terbesar pendapatan Kabupaten Berau dari lima kecamatan yang punya aktivitas penangkapan perikanan laut.

e. Perekonomian Kegiatan perikanan merupakan tulang punggung kegiatan yang ada di Pulau Maratua

dan Derawan sebab sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Perikanan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Pulau Maratua dan Derawan

Page 110: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

106

adalah ikan pelagis dan ikan karang. Hasil penjualan ikan secara umum dijual di Pulau Derawan dan Maratua, Tanjung Redeb, Surabaya dan beberapa kota luar propinsi yang melewati pengumpul yang cukup besar, bahkan sering dimasukkan kepada eksportir yang kemudian dijual ke konsumen di luar negeri.

f. Potensi Kawasan Konservasi Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berau telah direncanakan kawasan

konservasi pulau-pulau kecil di Kepulauan Derawan. Potensi kawasan konservasi ini dilihat dari keanekaragaman hayati yang ada di kepulauan ini antara lain satwa endemik, dan tempat-tempat penting lain. Selain memiliki beberapa ekosistem tropis yang terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, dan ekosistem mangrove, Kepulauan Derawan juga punya spesies yang dilindungi dan khas. Spesies itu diantaranya ketam kelapa (Birgus latro), paus, lumba-lumba (Delphinus), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Erethmochelys fimbriata), dan dugong (Dugong dugon). Ketam kelapa dapat ditemukan di Pulau Kakaban dan Maratua. Paus dapat ditemukan di sekitar Pulau Maratua pada musim tertentu sedangkan lumba-lumba di sekitar Pulau Semama, Sangalaki, Kakaban, Maratua, dan Gosong Muaras. Penyu dapat ditemukan di sekitar Pulau Panjang, Derawan, Semama, Sangalaki dan Maratua serta Dugong di Pulau Panjang dan Semama. Spesies unik lain adalah Pari Manta (Manta birostris) yang terdapat di Pulau Sangalaki dan Pigmy Seahorse di Pulau Semama dan Derawan.

g. Potensi Kepulauan Derawan(1) Terumbu Karang Tipe terumbu karang di kepulauan Derawan terdiri dari tepi, karang penghalang

dan atol. Atol inilah yang telah terbentuk menjadi pulau dan terbentuk menjadi danau air asin. Areal terumbu karang yang utama:l Pulau Panjang bagian baratl Karang muaras dengan diversitas tinggi, karang sehat dan nilai estetikal Karang Malalungun, diversitas tinggi dengan struktur yang komplek dengan

berbagai habitatl Karang besar yang kaya habitat

(2) Ikan Karang Diperkirakan sedikitnya 1.051 spesies ikan karang terdapat di kepulauan Berau

dengan jenis dominan Gobes (Gobiidae), Wrasses (Labridae), dan Damselfishes (Pomacentridae)

(3) Padang Lamun Terdapat dua jenis lamun yang dominan Thalasia hemprichii dan Holophila ovalis

dan ada 4 jenis lamun lainnya(4) Mangrove Hutan bakau banyak terdapat dikawasan delta Berau, dan dimanfaatkan masyarakat

secara tradisional sebagai sumber mata pencaharian, sperti menangkap ikan, udang dan kepiting. Namun dalam 10 tahun terakhir ini hutan mangrove banyak dikonversi menjadi tambak udang dan ikan dengan pembukaan lahan yang sangat pesat.

(5) Perikanan Tangkap

Page 111: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

107

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Kegiatan perikanan di kecamatan Derawan dan Maratua meliputi perikanan laut, pengambilan telur penyu, dan budi daya tambak. Hasil penagkapan ikan merupakan penyumbang terbesar pendaatan Kabupaten Berau.

(6) Kawasan Konservasi Dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten Berau telah direncanakan kawasan

konservasi pulau-pulau kecil di Kabupaten Derawan. Potensi kawasan konservasi dilihat dari keaneka ragaman hayati dan stwa endemik dan tempat-tempat penting lain, selain memiliki beberapa ekosistem tropis yang terdiri dari terumbu karang, ekosistem lamun dan ekosistem manggrove.

5.1.7. Pulau Derawan a) Luas pulau : 44,6 Ha

b) Gambaran umum Pulau Derawan terletak di Kepulauan Derawan, Kecamatan Derawan, Kabupaten

Berau, Kalimantan Timur dengan luas pulau 44 hektar. Satuan morfologi pulau ini adalah dataran pantai bertopografi datar. Pantai pasir memiliki kemiringan lereng 7 - 11 derajat dengan lebar 13,5 - 20 meter. Pulau derawan merupakan Tempat Wisata kalimatan Timur. Pulau Derawan adalah sebuah kepulauan yang berada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Di pulau ini terdapat sejumlah obyek wisata bahari menawan, salah satunya Taman Bawah Laut yang diminati wisatawan mancanegara terutama para penyelam kelas dunia.

Pantai Derawan merupakan salah satu objek wisata bahari salah satunya taman bawah laut yang diminati wisatawan mancanegara terutama para penyelam kelas dunia.

c) Batas Wilayahl Sebelah Utara dengan Pulau Panjangl Sebelah Timur dengan Pulau Maratual Sebelah Selatan dengan Desa Kali Sayangl Sebelah Barat dengan Tanjung Batu

d) Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian Kampung pulau Derawan dengan jumlah

penduduk : 1.418 jiwa = 344 KK. Adapun mata pencaharian penduduk adalah sebagian besar adalah nelayan karena letaknya yang berbatasan dengan lautkemudian sebagain pengusaha home stay lebih kurang 103 rumah, pedagang kecil-kecilan selain kelontong, bahan pokok dan cinderamata, PNS. Selain itu ada 2 Resort yang besar yaitu BMI dan Derawan Dive Resort.

Page 112: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

108

e) Dermagal Dermaga Umuml Dermaga BMIl Dermaga Tasikl Dermaga Derawan Dive Coffee

f) Penguasaan dan Pemilikan Tanah l SHM perorangan sebanyak 167 bidang= 9,0679 Hal SHGB Resort BMI = 3,1663 Hal SHP = 0,6671 Ha

g) Penguasaan Tanahl Penguasaan tanah secara turun-temurun oleh masyarakat setempat dan

pendatang yang membuka usaha disana dengan membeli tanah pada penduduk setempat sebanyak : 339 bidang dengan luas 17,2 ha.

l Perkebunan kelapa milik swasta; 1,5 hektarl Derawan Dive Resort: 1 hektar, di kuasai dan kelola orang Indonesial PT.Kiani Kertas : 1,8574 hektarl PT.Bumi Manimbora Interbuana: 1,8707 Hal PT.Exelcomindo Pratama 0,1618 Ha

h) Pemanfatan Tanahl Home stay, Pemukiman dan pekarangan penduduk, Masjid ,Lapangan olah raga,

Taman Rekreasi, Kuburan, Sarana pendidikan danKesehatan, Balai desa ,Jalan Desa Dermaga ada 4: (Umum, BMI, Tasik, Derawan Dive Resort), ruang terbuka hijau berupa kebun milik masyarakat, Semak belukar, lain-lain.

l Pembangunan resort dan home stay sangat banyak, sehingga bangunan banyak yang menjorok kelaut.

l Ruang bagi tambatan speed boat bisa di dermaga mana saja, artinya ruang publik untuk merapat ke dermaga diberikan ijin oleh pemilik resort, dan home stay.

i) Permasalahan Apabila kita perhatikan jumlah penguasaan tanah yang bersertipikat dan belum

seluas (12,9013 + 26,5899) = 39,4912 Ha (88,54%), artinya ruang terbuka hijau tidak diperhatikan sama sekali di pulau ini. Oleh sebab itu perlu kehati-hatian Pemda dalam memberikan ijin bagi peruntukan penggunaan selain untuk wisata, dan BPN juga harus hati-hati dalam memproses sertipikat. Karena apabila terlalu banyak penghuni di pulau ini ditakutkan akan berimplikasi pada kawasan wisatanya. Hal ini disebabkan ikan, kura-kura langka dan terumbu karang adalah bagian dari taman laut pulau ini.

j) Peta sebaran bidang tanah yang sudah bersertipikat (tidak ada data)

5.1.8. Pulau Maratuaa) Luas pulau : 2375,7 Ha, berbatasan dengan Negara Malaysia dan Filipina.

b) Tata Ruang zona wisata

Page 113: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

109

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Ikan-ikan langka, kura-kura langka dan terumbu karang adalah bagian dari taman laut pulau ini yang banyak di kunjungi wisatawan.

c) Gambaran Pulau Maratua Pulau Maratua merupakan salah satu pulau yang terletak di laut Sulawesi Laut. Luas

pulau 2375,7 hektar. Luas wilâyah daratan sebesar 384,36 km 2 Dan wilâyah perairan seluas 3.735,18 km 2 . Di pulau ini terdiri dari 4 (empat) kampung, yakni (a) Kampung Teluk Harapan atau Bohe Bukut(b) Kampung Teluk Alulu(c) Kampung Payung-payung(d) Kampung Bohek Silian

Pulau Maratua terletak di Sebelah Timur dari Pulau Kalimantan dan Sebelah Utara Tanjung Mangkalihat atau tepatnya iB Titik koordinat 02 o 15’12 “LU Dan 118 o 38’41 “BT. Secara Administrasi, Pulau Maratua masuk ke dalam , Kecamatan Maratua, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Kecamatan Maratua merupakan Kecamatan yang relatif baru dibentuk secara definitif sejak Tahun 2003. Pulau ini dapat dijangkau dengan menggunakan sarana Transportasi speed boat. Rute perjalanan dari kota Balikpapan naik pesawat ke Kabupaten Berau selama 1 jam. Dari Tanjung Redeb sebagai ibu kota Kabupaten naik mobil lebih kurang 3 jam ke Tanjung Batu dengan jalan yang berliku-liku. Dari Tanjung Batu kita ke Pulau Derawan lebih kurang 30/45 menit. Disini banyak penginapan berupa home stay dan ada 2 resort yang besar, dari pulau Derawan menuju pulau Maratua lebih kurang 2 jam dengan transportasi speed boat. Sedangkan transportasi di darat, masyarakat menggunakan sepeda atau sepeda motor sebagai sarana mobilisasi. Semua kampung di Pulau Maratua telah memiliki dermaga yang merupakan akses menuju luar pulau.

Pulau Maratua memiliki bentuk topografi bergelombang landai dengan tingkat

kemiringan lereng yang bervariasi. Di Pulau Maratua terdapat 2 tipe yaitu pantai-pantai berpasir dan pantai terjal. Pantai berpasir terbentuk dari pengendapan oleh gelombang, sedangkan tipe pantai terjal terbentuk dari terumbu karang yang terangkat. Kondisi iklim di Pulau Maratua sangat dipengaruhi kondisi iklim di Samudera Pasifik. Secara umum, iklim akan dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur.

Pulau Maratua hanya mempunyai empat bangunan Sekolah Dasar (SD) dan sebuah

bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Empat bangunan SD tersebut terletak di masing masing desa, yaitu Bohe Bukut, Bohe Silian, Payung Payung, Dan Teluk Alulu. Sedangkan SMP terdapat di Desa Payung Payung.

Maratua belum mempunyai Rumah Sakit, masyarakat hanya mendapat pelayanan

kesehatan melaui Puskesmas yang terdapat di teluk Alulu. Untuk mendapatkann air bersih, maka sebagian besar penduduk membuat sumur galian untuk penerangan, maka masyarakat mengandalkan penerangan dengan generator diesel dan panel surya bantuan dari PT Lembaga Elektronik Negara (LEN). Pulau yang luasnya 2.282,46 hektare itu hanya ada kendaraan roda dua saja sebagai alat transportasi warga, untuk berpergian dari kampung satu ke kampung lainnya, warga pun harus lebih banyak

Page 114: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

110

melalui jalan setapak dengan sepeda motor dan jalan-jalan di perkampungan masih jalan pasir belum beraspal yang lebarnya 3 meter.

d) Batas wilayahl Sebelah Utara dengan Laut Sulawesil Sebelah Selatan dengan Pulau

Kakabanl Sebelah Barat dengan Laut Sulawesil Sebelah Timur dengan Teluk alu-alu

e) Potensi Pulau Maratua Pulau Maratua mempunyai

keanekaragaman hayati laut yang tingi seperti terumbu karang, mangrove, padang lamun dan karang ikan-ikan. Penyu Hijau yang terbanyak di Indonesia dan memiliki gugusan karang yang indah serta hamparan pasir luas yang berbentuk cincin.

Ekosistem terumbu karang merupakan salat satu potensi laut yang ada di Pulau Maratua. Kekayaan Pulau Maratua adalah adanya Sumber daya alam berupa penyu Hijau serta potensi kekayaan lainnya yang dapat dimanfaatkan. Pemerintah secara optimal perlu untuk memperhatikan pengembangan penangkaran penyu hijau .

Walaupun pembangunan infrastruktur belum maju, namun Maratua adalah tujuan

wisata bahari yang menjadi andalan Berau (Borneo). Jarak serta besarnya biaya yang dikeluarkan untuk berlibur di pulau yang menjadi “surga” para penyelam ini tidak akan menjadi persoalan. Karena panorama alam yang begitu elok dipandang, tak hanya ketika matahari mulai terbenam namun yang menjadi daya tarik para wisatawan adalah pemandangan alam bawah lautnya. Di pulau ini ada danau Haji Buang dan danau Tanah Bamban. Pulau Maratua sudah ada Polsek dan Koramil yang siap mengamankan pulau ini.

f) Jumlah Penduduk, Mata pencaharian dan Agama Mengingat luasnya wilayah pulau Maratua (2.000 Ha) yang terdiri dari 4 kampung,

dengan minimnya alat transportasi darat, maka tim peneliti hanya mengambil sampel 1 kampung, yakni kampung Teluk Harapan atau Bohe Bukut, pecahan dari kampung Teluk Alulu. Luas kampung teluk harapan : 1845 Ha. Penduduk disini mayoritas adalah suku Bajo yang mayoritas sebagai nelayan.

Jumlah penduduk 1079 jiwa = 272 KK, agama yang dianut sebagian besar penduduk adalah agama Islam (1063 jiwa) dan sisanya beragama Kristen dan Hindu.

g) Dermagal Dermaga RT 3l Dermaga Mahligai

Gambar 13 : Peta Pulau Maratua

Page 115: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

111

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

h) Penguasaan dan Pemilikan Tanah Tanah di pulau Maratua berstatus tanah negara yang di garap oleh masyarakat secara

turun temurun (sama dengan pulau Derawan), karena legalitas sebagai tanah adat masih meragukan dan Perda tentang tanah adat pun tidak ada.

Pulau ini terdiri dari 4 (empat) kampung, yakni a) Kampung Teluk Harapan atau Bohe Bukutb) Kampung Teluk Aluluc) Kampung Payung-payungd) Kampung Bahek Silian

Penguasaan dan pemilikan di 4 kampung adalah sebagai berikut

(a) Kampung Teluk Harapan atau Bohe Bukutl SHM Perorangan melalui program Prona tahun 2003 sebanyak: 254 bidang,

tahun 2012 sebanyak HM Perorangan: 61 Bidang, jumlah melalui Prona: 315 bidang, dan sisanya melalui Rutin. Luas bersertipikat hak milik adalah: 28,2098 Ha.

l SHP Pemda = 1 Ha (Kantor Dinas Kesehatan, Puskesmas, perumahan dokter dan dinas kesehatan, Polsek, Kantor Kampung Tanjung Harapan)

(b) Kampung Teluk Alulul SHM Perorangan melalui program Prona dan Rutin. seluas : 5,2271 Ha.l SHP = 0,2640 Ha .

(c). Kampung Payung-payungl SHM Perorangan melalui program Prona dan Rutin. seluas: 24,4085 Ha.l SHP = 1,2411 Ha.

(d). Kampung Bahek Silianl SHM Perorangan melalui program Prona dan Rutin seluas: 4,2329 Ha.l SHP = 0,2617 Ha.

Jumlah luas penguasaan dan pemilikan tanah di 4 kampung pulau Maratua adalah seluas : 64,8451 Ha.

i) Penguasaanl Penguasaan tanah oleh masyarakat sebagian besar belum bersertipikat dan

tidak mempunyai bukti kepemilikan/surat tanah/alas hak, karena kebanyakan masyarakat memperoleh tanah dari warisan secara turun temurun.

l Maratua Paradise Resort seluas 18 Ha dikelola oleh seorang warga negara Malaysia dan belum ada haknya. Ada bangunan resort yang menjorok ke laut 1.452 M2 dimana langsung tempat dermaga bagi speed boat pengunjung.

j) Pemanfaatan tanah Pemanfaatan tanah di 4 kampung adalah:

l Home stay dan resortl Permukiman dan pekarangan ,l Tegalan/Kebun,

Page 116: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

112

l Lapangan terbuka, l Masjid, l Sarana Pendidikan dan Kesehatan, l Tanah Kas kampung, l Kuburan, l Dermaga, l Semak belukar yang sangat luas.

k) Perkembangan Sosia ekonomi Secara geografis wilayah pulau Maratua

menjadi sangat penting, karena keberadaan pulau ini yang berbatasan dengan negara tetangga Malaysia dan Filipina dan jangan sampai kejadian lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pun terjadi terhadap Pulau Maratua. Apalagi operator wisata di Maratua dikelola oleh warga negara asing, seperti Maratua Paradise Resort yang dikelola warga negara Malaysia. Saat ini penduduk setempat sudah membangun homestay untuk wisatawan, namun belum dikelola dengan baik. Biasanya wisatawan banyak menginap di pulau Derawan dan Maratua hanya tempat berwisata sehari saja.

Ada rencana pembangunan bandara di Maratua, hal ini sangat cocok untuk mendukung tujuan wisata, juga untuk mendukung pertahanan dan keamanan negara. Seperti kita ketahui kekayaan bawah laut baik terumbu karang maupun hewan-hewan bawah laut sangat banyak disini.

l) Permasalahan Banyak bidang-bidang tanah yang dikuasai masyarakat secara turun temurun belum

mempunyai sertipikat dan tidak mempunyai alas hak sama sekali. Mengingat pulau Maratua adalah pulau yang sangat strategis yang berbatasan dengan negara Malaysia, maka sertipikasi terhadap bidang-bidang tanah tersebut perlu disegerakan agar jangan terjadi seperti lepasnya pulau Sipadan dan ligitan.

m) Peta sebaran bidang tanah yang sudah bersertipikat tidak ada data.

5.1.9. Pulau Kiluan, Desa Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus

a. Letak Administratif di Desa Kiluan Negri, Kecamatan Kelumbayan Barat, KabupatenTanggamus, dengan Jarak tempuh lebih kurang: 180 Km dari Kota Bandar Lampung (3 sd 4 jam)

b. Luas pulau ± 5 hektar

c. RTRW termasuk dalam zona wisata. Pulau ini menjadi daerah lalu lintas keluar

masuk wisatawan yang akan mengunjungi

Gambar : Paradise Resort di Pulau Maratua yang menjorok ke laut

Gambar 14 : Pulau Kiluan

Page 117: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

113

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

objek wisata ikan lumba-lumba hidung botol dan lumba-lumba paruh panjang. Kumpulan lumba-lumba di teluk kiluan diperkirakan yang terbesar di Asia bahkan di dunia.

d) Sejarah Pulau Sejarah asal-usul pulau kiluan

sebenarnya banyak legenda, salah satu legenda sampai sekarang masih beredar dan dipercaya oleh masyarakat sekitar adalah dimana saat runtuhnya Kerajaan Majapahit dan Islam masuk ke Indonesia. Pada waktu itu di kawasan yang awalnya Umbul atau perlambangan masyarakat Pekon Bawang dikenal seorang pendatang yang mempunyai kesaktian yang sangat tinggi yang bernama Raden Mas Arya yang berasal dari Banten atau dari Malaka.

Kiluan berasal dari bahasa daerah Lampung yaitu Ngilu yang berarti permintaan, hal ini disebabkan karena permintaan dari Raden Mas Arya yang wafat dan memiliki permintaan untuk dimakamkan di pulau tersebut, sehingga pulau tersebut dinamakan Pulau Kiluan.

e) Batas Wilayahl Sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Sumateral Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sundal Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Kiluanl Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Kiluan

f) Penguasaan dan pemilikan Tanah Penguasaan tanah milik perorangan dan belum bersertipikat. Pemiliknya sampai saat

ini berdomisili di luar pulau, namun secara fisik tanahnya digarap dan dimanfaatkan oleh satu keluarga yakni keluarga saudara Dirham yang menurut ceritanya dikuasakan oleh saudara Gunawan pemilik pulau tersebut. Saudara Dirham merupakan orang kepercayaan saudara Gunawan yang pada saat ini tidak diketahui keberadaannya. Menurut informasi saudara Gunawan membeli Pulau Kiluan dari Sultan Kerajaan Cukuh Balak.

Penguasaan Pulau Kiluan pada saat ini oleh saudara Dirham dalam pengelolaan

potensi wisatanya juga dinaungi oleh Yayasan Cinta Kepada Alam (CIKAL) yang diketuai oleh saudara Ryco. Yayasan tersebut membantu pengelolaan, perlindungan alam, serta promosi ecowisata di Teluk Kiluan dan sekitarnya.

Gambar : Paradise Resort di Pulau Maratua yang menjorok ke laut

Page 118: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

114

Sampai saat ini penguasaan dan pemilikan tanah Pulau Kiluan secara hukum belum didaftarkan hak nya kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Tanggamus. Program sertipikasi yang dilaksanakan Kantor Pertanahan Kabupaten Tanggamus dilaksanakan di wilayah pedesaan Desa Kiluan Negri antara lain Prona APBN dan Sertipikasi Tanah Nelayan, akan tetapi kegiatan tersebut tidak mencakup pada wilayah Pulau Kiluan.

g) Penggunaan dan Pemanfaatanl Dengan adanya wisata lumba-lumba berdampak

pada perkembangan perekonomian di wilayah sekitar sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena semakin banyaknya dibangun homestay dan cottage di sekitar pulau kiluan tempat menginap bagi wisatawan . Hal tersebut berimplikasi pada meningkatnya harga tanah di sekitar pulau dan wilayah pulau kiluan menjadi sangat terkenal karena merupakan salah satu hidupnya habitat ikan lumba-lumba.

l Penggunaan tanahnya yang di dominasi berupa belukar dan pohon kelapa.

h) Perkembangan Sosial ekonomi Secara geografis wilayah pulau Kiluan menjadi sangat penting, karena menjadi daerah lalu

lintas keluar masuk wisatawan yang akan mengunjungi objek wisata ikan lumba-lumba hidung botol dan lumba-lumba paruh panjang. Kumpulan lumba-lumba di teluk kiluan diperkirakan yang terbesar di Asia bahkan di dunia. Dengan adanya wisata lumba-lumba berdampak pada perkembangan perekonomian di wilayah sekitar sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena semakin banyaknya dibangun homestay dan cottage di sekitar pulau kiluan tempat menginap bagi wisatawan . Hal tersebut berimplikasi pada meningkatnya harga tanah di sekitar pulau dan wilayah pulau kiluan menjadi sangat terkenal karena merupakan salah satu hidupnya habitat ikan lumba-lumba.

i) Permasalahan Pulau kecil ini Penguasaan dan pemilikannya oleh 1 orang dan belum bersertipikat.

Mengingat pulau ini mempunyai potensi yang sangat baik karena 1 jam dari pulau ini ke Selat Sunda, para wisatawan dapat melihat ikan lumba-lumba pada pagi hari dari jam 06.00-09.00 WIB sedangkan pada sore hari pada jam 17.00-18.00 WIB. Oleh sebab itu, pertanyaannya apakah pulau tersebut perlu mendapat perhatian dari Pemda setempat agar tidak dikuasai oleh 1 orang.

Apabila yang bersangkutan mengajukan permohonan baik ijin lokasi maupun permohonan hak pada BPN, maka Pemda dan BPN harus lebih hati-hati dan selektif. Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah belum terbit berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1996, tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah pasal 60 dinyatakan, bahwa :”Pemberian HGU, HGB atau HP atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah”.

Gambar : Ruang terbuka hijau di Pulau Kiluan

Page 119: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

115

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

5.1.10 Pulau Panjurit, Kelurahan Bakauheni, Kab. Lampung Selatan a) Luas 85,4 Ha

b) Batas Wilayahl Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sundal Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sundal Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau

Panjukut, Pulau Kandak Lunik dan Pulau Kandang Balak

l Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Sunda

c) Potensi Pulau Ditumbuhi oleh hutan manggrove dan terumbu karang, dijadikan tempat wisatawan

untuk diving.

d) Penguasaan dan pemilikan Tanahl Pemilikan atas tanah di pulau Panjurit adalah SHM perorangan sebanyak 37

bidang=85,4 Ha (Rutin Massal). Penguasaan tanahnya sampai saat ini masih dikuasai oleh pemilik tanahnya yang berdomisili di luar pulau, yang diindikasikan dimiliki oleh 1 (satu) orang tapi sertipikatnya HM dipecah-pecah menjadi 37 bidang atas nama perorangan. Pulau ini secara fisik tanahnya di garap oleh masyarakat penggarap.

e) Sebaran Penggunaan dan Pemanfaatanl Penggunaan dan pemanfaatan tanahnya yang di dominasi berupa tanaman pohon

kelapa yang di garap oleh masyarakat.l sekitar pulau ditumbuhi oleh hutan manggrove dan terumbu karang, l tempat wisatawan untuk diving.

f) Perkembangan Sosek Secara geografis wilayah pulau Panjurit menjadi sangat penting, karena menjadi lalu

lintas keluar masuk kapal Ferry Bakauheni - Merak dan sebaliknya.

g) Peta bidang-bidang tanah yang sudah bersertipikat

h) Permasalahan Pemberian hak atas tanah belum

memperhatikan peraturan 70% X luas pulau, yaitu: 70%x85,4 Ha= 59,78 Ha, dan belum memperhatikan 30% ruang terbuka hijau seluas = 25,62 Ha. Artinya pemberian hak atas tanah belum memperhatikan sepandan pantai dan ruang terbuka hijau dan ruang publik

Gambar 16 : pulau Panjurit

Gambar : Sebaran bidang tanah yang sudah bersertipikat

Page 120: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

116

5.1.11 Pulau Rimau Balak, Desa Sumur, Kab.Lampung Selatan

a) Luas : 600 Ha

b) Sejarah Pulau Diyakini oleh tua-tua dusun pulau

harimau, bahwasanya dahulu pulau harimau tersebut dihuni oleh dua ekor harimau jantan dan betina, di saat air laut surut kedua harimau tersebut mencari makan (ikan) di tepi pantai, ketika sedang memakan ikan kedua harimau itu terkena kimah (kerang laut), malang buat si jantan akhirnya mati dan tinggalah harimau betina sendirian. Setelah kejadian tersebut si harimau betina jarang menampakan diri, namun di yakini penduduk setempat, harimau betina masih ada dan berdiam di sebuah goa di puncak bukit pulau tersebut.

c) Batas Wilayahl Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Dusun Sumur Induk Desa Sumur,

Kecamatan Ketapangl Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Desa Bakauheni, Kecamatan Bakauhenil Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Dusun Kramat, Desa Sumur, Kecamatan

Ketapangl Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa, Kecamatan Selat Sunda

Gambar : Peta Pulau Rimau Balak

Gambar 19 pulau rimau Balak

Page 121: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

117

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

d) Penguasaan dan Pemilikanl HM perorangan seluas 12,8390 Ha

e) Penguasaan l Penguasaan 1 orang: 69,161 Hal Penguasaan 1 orang: 170 Hal Penguasaan 1 orang untuk perkebunan kelapa sawit: 40 Ha (20 ha mengelola dari

luas 170 Ha)l Penguasaan oleh Suku-suku dari/luar Provinsi Lampung sebanyak 309 jiwa atau

89 KK x 2 Ha/KK = 178 Ha, yang dihuni berbagai suku yang tersebar di beberapa kampung:l Gosong Merak : suku Semendo, Sunda, Jawa dan lampung.l Pelitaan: Bugis, Sunda, lampung dan Jawal Buak: Sunda dan jawal Suka maju: Semendo, Jawa dan lampung.

Jumlah penguasaan belum bersertipikat seluas: 437,161 ha.

f) Penggunaan dan Pemanfaatanl Pemukiman penduduk: 30 Ha,l Kebun pisang dan kelapa masyarakat: 148 Hal Sekolah SD dan Masjid : 1 Hal Hutan di perbukitan : 50 Hal Tambak : 20 Hal Kelapa sawit : 40 Hal Semak belukar sekitar 50 Hal Di pinggir pantai ditanami hutan mangrove yang dibudi dayakan masyarakat

setempat.

g) Permasalahan Apabila kita memperhatikan, bahwa penguasaan tanah sekitar 450 Ha=78% (sudah/

belum bersertipikat) = 75%dari luas pulau (600Ha). Mengingat tanah yang dikuasai sebagian besar belum bersertipikat, maka perlu kehati-hatian dan selektif oleh Pemda dalam memberikan ijin lokasi dan pemberian hak atas tanah oleh kantor pertanahan, terutama bagi penguasaan terbesar. Apalagi dengan adanya indikasi tanah yang dikuasai oleh masyarakat diperjual belikan kepada 3 orang tersebut di atas, maka pulau tersebut akan dikuasai oleh 3 (tiga) orang saja.

5.1.12 Pulau Nikoi, Desa Teluk Bakau, Kabupaten Bintan a) Luas Wilayah : ± 140.217,9702 M² (14,02 Ha)

b) Riwayat tanah Pulau Nikoi sejak dahulu sudah ditempati/dihuni, dikuasai dan dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat untuk berkebun kelapa dan tanaman keras lainnya. Pulau Nikoi berjarak 8 Km dari pulau Bintan dan apabila naik speed boat lebih kurang 30 menit. Pada tahun 1994 tanah masyarakat yang berada di Pulau Nikoi di bebaskan oleh PT. Tong Bros Asean Palace Hotel.

Page 122: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

118

c) Proses Hak Pada tahun 1994 PT. Tong Bros Asean Palace Hotel, mengajukan permohonan Hak

Guna Bangunan (HGB) seluas 100.000 M2 = 10 Ha, di Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau dan diteruskan ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau. Sehingga terbit Surat Keputusan Kakanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Nomor SK.2482/550/24.06/1994 tanggal 15 Desember 1994 dengan nama Pemegang Hak PT. Tong Bros Asean Palace Hotel. SK Kakanwil tersebut didaftarkan dan diterbitkan Sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 00001 Desa Teluk Bakau pada tanggal 01 Februari 1995 dengan jangka waktu 30 tahun dan berakhir pada tanggal 06 April 2024.

Tahun 2004 terjadi jual beli objek HGB 00001/Teluk Bakau antara PT. Tong Bros Asean

Palace Hotel dengan PT. Pulau Nikoi, dengan dibuatkan Akta Jual Beli Nomor 410/2004 tanggal 02 Juli 2004 oleh PPAT Suryanto Eko Wahono, SH. Akta jual beli tersebut didaftarkan proses balik nama pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau, sehingga kepemilikan Sertipikat HGB 00001/Teluk Bakau beralih kepada PT. Pulau Nikoi seluas 10 hektar.

Saat ini pulau Nikoi merupakan objek wisata, disini terdapat resort, yang dikenal

masyarakat internasional Nikoi Island Resort, yang berada di lepas pantai timur Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), yang dikelola dengan gaya tradisional salah satu daya tarik pariwisata di pantai tropis tersebut. Objek wisata dimiliki warga asing masing-masing orang Inggris, Australia, dan Amerika Serikat.

Untuk masuk ke sini per hari dikenai biaya 120 dolar Singapura, sudah termasuk makan

atau 330 dolar jika menginap, di luar biaya makan 90 dollar. Terkadang tidak bisa melayani tamu yang datang, bila ada yang mem-booking pulau melalui sistem online karena pulau ini bersifat private,”. Nikoi Island membatasi orang yang masuk hanya 42 orang dalam sehari dan memiliki 15 kamar dengan tidak dilengkapi AC dan televisi.

Gambar 20 pulau Nikoi

Page 123: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

119

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Jadi, setiap orang yang datang, dikembalikan pada alam (back to nature). Dibuka untuk umum sejak 2007 dan konsep pertamanya untuk keluarga dari pemilik. Mengelilingi pulau ini dibutuhkan waktu 15 menit dengan berjalan kaki,”. Pada tanggal 16 Desember 2011 terdapat permohonan hak pertama kali yang diajukan oleh perorangan yang letak tanahnya di Pulau Nikoi bersempadan dengan HGB 00001/Teluk Bakau. Proses permohonan hak tersebut masih berjalan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan.

d) Penguasaan dan pemilikan tanah l Kepemilikan Sertipikat HGB 00001/

Teluk Bakau atas nama PT. Pulau Nikoi seluas 10 hektar.

e) Penggunaan dan pemanfaatan tanahl Penggunaannya diperuntukan

untuk wisata berupa resortl Saat ini pulau Nikoi merupakan

objek wisata, disini terdapat resort, yang dikenal masyarakat internasional Nikoi Island Resort, yang berada di lepas pantai timur Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), yang dikelola dengan gaya tradisional salah satu daya tarik pariwisata di pantai tropis tersebut. Pemanfaatan untuk Resort, resto, yang terbuat dari bahan alami (kayu), kolam renang di bangun sekitar 20% dari luas penguasaan dan pemilikan (10 Ha)= 2 ha.

l Ruang terbuka hijau (hutan kecil) 80% X10Ha= 8 Ha. Nikoi Island membatasi orang yang masuk hanya 42 orang dalam sehari dan memiliki 15 kamar dengan tidak dilengkapi AC dan televisi. Jadi, setiap orang yang datang, dikembalikan pada alam (back to nature). Di buka untuk umum sejak 2007 dan konsep pertamanya untuk keluarga dari pemilik.

l Sekitar perairan pulau munculnya bebatuan di laut sampai ke pantai.l Pasir pantai yang berubah-ubah tempatnya pagi dan sore haril Tanaman hutan mangrove di pesisir pantail Semak belukar

f) Permasalahan Pulau ini penguasaan dan pemilikannya oleh 1 (satu) Badan Hukum yang berkedudukan

di Indonesia, yakni PT. Nikoi Island, dengan Penanaman Modal Asing (PMA). Apabila badan hukum ini akan memperpanjang, maka perlu merujuk pada Peraturan Pemerintah belum terbit berdasarkan PP 40 tahun 1996, pasal 60.

Gambar .. : Peta bidang tanah yang sudah bersertipikat di pulau Nikoi

Gambar : Peta pemanfaatan tanah

Page 124: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

120

5.1.13 Pulau Lengkana, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam.a) Letak Pulau Pulau Lengkana terletak tepat didepan Pulau Sentosa, Singapura dan hanya berjarak

20 menit ke negara Malaysia, masuk pada zona Parawisata. Sumber air tawar sangat besar ada di pulau ini.

b) Luas Pulau lebih kurang lebih 41 Ha. Masuk dalam Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Belakang Padang yang berlokasi di pulau Penawar Rindu , Kota Batam.

c) Batas Wilayahl Sebelah Utara dengan Negara Singapural Sebelah Selatan dengan pulau Dendangl Sebelah Barat dengan pulau Tolop (dikuasai oleh ALRI)l Sebelah Timur dengan Belakang Padang

d) Penguasaan dan pemilikan tanah Penguasaan dan pemilikan tanah oleh Badan Hukum, yakni PT.Tripurna Binangun

Sempurna, pada tahun 1989 dengan HGB No: 47 seluas 41,2009 Ha, yang peruntukannya untuk Resort, tapi tidak pernah dilaksanakan sampai batas waktu berakhirnya HGB tersebut pada 24 Mei 2009. PT.Tripurna Binangun Sempurna akan memperpanjang HGB-nya lagi, sedang diproses hanya diberikan seluas: 20 hektar.

e) Peta bidang tanah yang sudah terdaftar di Pulau Lengkana

Gambar 22 : Peta bidang tanah yang sudah bersertipikat di Pulau Lengkana (terlantar)

Page 125: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

121

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

f) Permasalahan l Penguasaan dan pemilikan 1 (satu) pulau oleh 1 (satu) Badan Hukum, yakni

PT.Nikoi Island yang berbatasan dengan Negara Singapura. Apakah tidak sebaiknya dikauasai Negara untuk pertahanan negara.

l BPN harus hati-hati dalam memproses permohonan HGB- PT.Tripurna Binangun Sempurna. nya lagi, saat ini dalam proses seluas: 20 hektar.

l Air tawar yang berada di pulau ini tidak di ijinkan/dilarang diambil oleh masyarakat di kelurahan tanjung Sari yang sedang kekurangan air bersih oleh penjaga PT.Tripurna Binangun Sempurna, padahal pulau tersebut sudah diterlantarkan/tanah kosong (tidak ada pembangunan resort)

5.1.14 Pulau Bulan, Kelurahan Batu Legong, Kecamatan Bulang, Kota Batam a) Luas Pulau lebih kurang 10.000 Ha.b) Tata Ruang P.Bulan diperuntukan bagi

1) Kawasan pertanian/Agro Bisnis;2) Kawasan Budidaya Tambak.

c) Batas Wilayahl Sebelah Utara dengan pulau Bulang Lintang dan pulau Buluhl Sebelah Timur dengan Kelurahan Pantai Gelaml Sebelah Selatan dengan Kelurahan pantai Gelam dan pulau Batu legongl Sebelah Barat dengan Kelurahan Pecungai di pulaun Pecung

d) Riwayat Penguasaan dan status tanahl Tahun 1910 merupakan Perkebunan Karet berdasarkan akte Concessie No.161,

162, dan 163 tercatat atas nama NV.Exploitatie Maatshappy Pulau Bulan Rubber Estate tanggal 10-06-1910.

l Tahun 1955, oleh pemegang saham dihibahkan kepada Universitas Islam Indonesia (UII), akan tetapi pengusahaannya masih menggunakan nama NV. Exploitatie Maatshappy Pulau Bulan Rubber Estate.

l Tahun 1963-1965, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor:SK.II/I/Ka/63 tanggal 05-01-1963 diberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada NV.Exploitatie Maatshappy Pulau Bulan Rubber Estate, dan telah dikeluarkan Sertipikat atas namanya No.HGU.1/Belakangpadang tanggal 31-03-1965.

l Tahun 1985, l berdasarkan panitia Pemeriksaan Tanah Provinsi Riau (Panitia B) dalam Risalah-

nya No.04/RsL/HGU/1985 tanggal 10-02-1985 telah mengkonstatir, bahwa tanah perkebunan pulau Bulan selama dalam pengusahaan NV.Exploitatie Maatshappy Pulau Bulan Rubber Estate, menyatakan:

l diatas tanah HGU tidak terdapat tanaman dan bangunan,l kebun tidak di usahakan secara baik,l terdapat karet tua dan kelapa tua serta tidak pernah diadakan re planting dan new

planting,l Panitia B berkesimpulan HGU tidak diusahakan secara baik dan mengusulkan

untuk dibatalkan tanpa memberikan ganti rugi.

Page 126: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

122

l berdasarkan Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau No.524.2/AGR/842 tanggal 06-03-1985, mengusulkan agar HGU tersebut dibatalkan dan tanah dikuasai langsung oleh Negara.

l Team Pertimbangan HGU Perkebunan Besar di Jakrta dengan Surat No.09/Team HGU/Pert/85 tanggal 04-05-1985 memberikan pertimbangan agar supaya HGU Perkebunan Pulau BUlan atas nama NV.Exploitatie Maatshappy Pulau Bulan Rubber Estate dibatalkan serta penguasaan tanah diserahkan kepada Gubernur KDH Tk I Riau untuk kemudian mengusulkan peruntukkannya lebih lanjut.

l berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.SK.114/DJA/1985 tanggal 18-06-1985, HGU atas nama NV.Exploitatie Maatshappy Pulau Bulan Rubber Estate dicabut/dibatalkan.

l Tahun 1986, l berdasarkan Surat Keputus an Gubernur Kepala Dae rah Tingkat I Riau

No.Kpts.713/X/1985 tanggal 30-10-1985 jo No.Kpts.31/I/1986 tanggal 24-01-1986 diberikan Pen cadangan Tanah kepada PT.Sinar Culindo Perkasa.

l Panitia B Provinsi Riau dalam Risalah-nya No.08/Rsl/HGU/1986 tanggal 27-01-1986 berkesimpulan per mohonan di luluskan untuk diberikan HGU dengan alasan tidak ada pihak lain yang berhak atas tanah tersebut.

l Tahun 1987,l berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.14/HGU/1987 tanggal

20-11-1987 diberikan HGU kepada PT.Sinar Culindo Perkasa, sesuai dengan Gambar Situasi No.15/1986 tanggal 06-09-1986.

l Berdasarkan Sertipikat HGU No.02 Belakangpadang tanggal 08-02-1987 atas nama PT.Sinar Culindo Perkasa, berakhir tanggal 31-12-2012.

l berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau No.Kpts.294/VII/1987 tanggal 02-07-1987 diberikan Pencadangan Tanah kepada PT.Reksa Artha Mustika.

e) Penguasaan dan pemilikan tanah serta luasannya 1) PT.Alam Samudera Triperkasa dengan HGU tahun 1988 Nomor: 01, luasan: 99 Ha,

yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008.2) PT. Piranti Gemilang dengan HGU tahun 1996 Nomor: 02, luasan: 119,8650 Ha,

yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2031. 3) PT. Perkasa Jagat Karunia dengan HGU tahun 1997 Nomor: 03, dengan luasan: 197,

4000 Ha, berakhir pada tanggal 14 Nopember 2032. 4) PT. Perkasa Jagat Karunia, dengan HGU tahun 1997 Nomor: 04, dengan luasan:

1.993,070 Ha berakhir pada tanggal 14 Nopember 2032.5) PT. Puoltrindo Lestari dengan HGU tahun 1997 Nomor: 05, dengan luasan:

151,8155 Ha berakhir pada tanggal 14 Nopember 2032.6) PT. Mustika Arya Perdana dengan HGU tahun 1997 Nomor: 06, dengan luas: 26 Ha

berakhir pada tanggal 14 Nopember 2032.7) PT. Citrahaitek Adiprima dengan HGU tahun 1998 Nomor: 07, dengan luas: 88,2727

Ha berakhir pada tanggal 20 April 2033.8) PT. Prasatalia Mulia dengan HGU tahun 1998 Nomor : 08, dengan luas: 193,6480

Ha yang berakhir pada tanggal 20 April 2033.

Page 127: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

123

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

9) PT. Sarana Lahan Makmur dengan HGU tahun 1998 Nomor: 09, dengan luas: 166,8267 Ha yang berakhir pada tanggal 20 April 2033.

10) PT. Piranti Sakti Perdana dengan HGU tahun 1998 Nomor : 10, dengan luas: 191,9650 Ha,yang berakhir pada tanggal 20 April 2033.

11) PT.Sarana Lahan Subur dengan HGU tahun 1998 Nomor:11, dengan luas: 100,0341 Ha, yang berakhir pada tanggal 02 September 2033.

12) PT. Piranti Perkasa dengan HGU tahun 1998 Nomor: 12, dengan luasan: 175,1894 Ha, yang berakhir pada tanggal 02 September 2033.

13) PT. Sinar Culindo Perkasa dengan HGU tahun 1988 Nomor:2, dengan luasan 1.500 Ha, setelah diperpanjang maka akan berakhir pada tanggal 30 desember 2037. (terindikasi terlantar).

14) PT. Perkasa Jagat Karunia dengan HGU tahun 1997 Nomor : 03, dengan luas: 157,5160 Ha, yang berakhir pada tangal 14 Nopember 2032.

15) PT. Bina Tangkar Perdana dengan HGU tahun 1997 Nomor : 04, dengan luas: 199,9870 Ha,yang berakhir pada tanggal 14 Nopember 2032.

16) PT. Panorama Tata Persada dengan HGU tahun 2007 Nomor : 17, dengan luas : 198 Ha, yang berakhir pada tanggal 20 April 2042.

17) PT. Tepian Pantai Persada dengan HGU tahun 2007 Nomor : 18, dengan luas: 195 Ha, yang berakhir pada tanggal 20 April 2042.

18) PT. Pulau Lestari Persada dengan HGU tahun 2007 Nomor : 19, dengan luas: 198 Ha, yang berakhir pada tanggal 20 April 2042

19) PT. Cipta Subur Persada dengan HGU tahun 2007 Nomor: 20, dengan luas: 150 Ha, yang berakhir pada tanggal 20 April 2042

20) PT. Bumi Subur Adilesta, dengan HGU tahun 2007 Nomor : 21, dengan luas: 196 Ha yang berakhir pada tanggal 20 April 2042

Penguasaan tanah seluas 3.986,4389 hektar tersebut di indikasikan di bawah naungan 1 (satu) Holding/Group.

f) Permasalahanl Pemilikan tanah seluas 3.986,4389 hektar tersebut dikuasai oleh beberapa Badan

Hukum (PT) yang berada di bawah naungan 1 (satu) Holding/Group.l Tahun 1990 sedang di proses SHGU Badan Hukum ada 5 bidang, 4 bidang dengan

luas masing-masing 195 Ha = 780 Ha, dan 1 bidang = 196Ha. Luas yang sedang di proses: 976 Ha

l Dengan adanya proses SHGU seluas 976 Ha + 3.986,4389Ha, maka jumlah penguasaan dan pemilikan Holding/Group adalah seluas = 4.962,4389 Ha atau sekitar 49,62%

g) Peta bidang-bidang tanah yang sudah bersertipikat

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka kita mengetahui dan menemukan berbagai pola penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil lokasi penelitian, yakni:

Page 128: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

124

1. Pola Pemilikan satu pulau oleh satu Badan Hukum Pola ini terdapat di Gili Nanggu, Pulau Nikoi, dan Pulau Lengkana

l Ketiga pulau ini termasuk dalam RTRW zona wisata, dan diperuntukan ntuk pembangunan Resort, dan sudah diterbitkan SHGB atas nama badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, dengan modal dalam negeri, kecuali pulau Nikoi yang dimiliki oleh PT.Nikoi Island dengan penanaman modal asing (PMA).

l Untuk pulau Nikoi, apakah diperbolehkan adanya penanaman modal asing (PMA)? Keadaan tersebut dapat kita hubungkan dengan:l Undang Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (PMA),

dikatakan antara lain adalah: 1. Pasal 1 angka 1, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan

menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun PMA untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia;

2. Pasal 1 angka 3, PMA adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri;

3. Pasal 1 angka 6, PMA adalah perseorangan WNA, badan usaha asing dan atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonseia;

4. Pasal 5 ayat 2, PMA wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang;

5. Pasal 6 ayat 1, Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanaman modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Pasal 12 ayat 1, semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan;

7. Pasal 22 ayat 1 huruf b, Kemudahan pelayanan dan/atau perijinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a, dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanaman modal, berupa: b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun, dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 30 (tiga puluh) tahun.

Berdasarkan Ke putus an Mahkamah Konstitusi Nomor 21 dan 22 Tahun 2007, bahwa ketentuan “dengan cara dapat diberikan dan diper panjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun”, telah dibatalkan dan kembali mengacu pada Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 UUPA, yaitu pemberian paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Bahwa, PT Nikoi sesuai dengan penjelasan tersebut angka 1 di atas, adalah Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Page 129: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

125

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

dalam wilayah negara Republik Indonesia. Artinya, sudah sesuai dengan pasal 36 ayat 1 huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 jo. Pasal 5 ayat 2 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Bagaimana dengan per aturan yang mengatakan, bahwa: hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik, Warga Negara Negara Asing dan Badan hukum Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan Hak Pakai. Hal tersebut berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 9 ayat (1) dalam pemberian hak atas tanah dan kepemilikan atas tanah di pulau-pulau kecil, seharusnya ber pedoman/merujuk pada pengaturannya, yakni: ’’hanya warga Negara Indonesia yang dapat memiliki hubungan sepenuhnya dengan bumi air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. Subyek hak atas tanah di Pulau Kecil : (1) Warga Negara Indonesia, (2) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dengan perkataan lain hanya warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik, Warga Negara Negara Asing dan Badan hukum Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan Hak Pakai.

l Untuk ketiga pulau yakni Gili Nanggu, Pulau Nikoi, dan Pulau Lengkana diketahui, bahwa dimiliki oleh satu badan hukum, sedangkan pengaturan tentang hal tersebut belum ada, seperti yang diamanatkan di dalam:l Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai dinyatakan dalam pasal 60 bahwa pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian hal tersebut diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997 dinyatakan bahwa permohonan hak atas tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai untuk tidak dilayani sampai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut.

l Mengingat pemberian SHGB di ketiga pulau tersebut di terbitkan pada: (1) tahun 1981 kepada PT Istana Cempaka Raya untuk gili Nanggu, dan (2) tahun 1994 kepada PT.Tong Bross Asean Palace Hotel yang kemudian terjadi jual beli dengan PT.Nikoi Island tahun 2004, kemudian (3) tahun 1989 kepada PT.Tripurna Binangun Sempurna. Artinya ke tiga badan hukum tersebut belum terkena PP 40/1996 dan SE.Menag/Ka.BPN No.500-1197. Namun, apabila ada perpanjangan atau permohonan hak baru oleh satu badan hukum yang seluruhnya merupakan pulau, maka pemerintah daerah dan BPN harus hati-hati atau tidak dilayani dalam memberikan ijin lokasi dan pemberian hak atas tanah, sampai dikeluarkannya peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut.

2. Pola Pemilikan satu pulau oleh satu Holding Company/Group Pola ini terdapat di Pulau Bulan

l Pulau ini diperuntukan bagi

Page 130: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

126

1) Kawasan pertanian/Agro Bisnis;2) Kawasan Budidaya Tambak.

l Luas pulau: 10.000 Ha.l Untuk seluruhnya pulau terindikasi di kuasai dan dimiliki oleh Holding/Group.

Indikasi dalam satu naungan Holding Company, terekam dari hasil wawancara, bahwa : 1). Karyawan dari Badan-Badan Hukum tersebut mempunyai pekerja/karyawan yang sama, 2). Akses pelabuhan dikelola bersama, 3) sarana dan prasarana juga dikelola bersama. Pertanyaannya, apakah diperbolehkan satu pulau dimiliki oleh satu Holding/Group, sedangkan pengaturan tentang hal tersebut belum ada, seperti yang diamanatkan di dalam:

l Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dinyatakan dalam pasal 60 bahwa pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian hal tersebut diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997 dinyatakan bahwa permohonan hak atas tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai untuk tidak dilayani sampai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut.

l Mengingat pemberian SHGU untuk beberapa badan hukum di pulau Bulan tersebut diketahui: (1) Terbitnya SHGU dalam tahun/masa yang berbeda (lihat data di atas), (2) Pemilikan hak atas tanah SHGU seluas 3.986,4389 Ha, dan sedang diperoses SHGU seluas 976 Ha (atas nama 5 PT), artinya jumlah penguasaan dan pemilikan Holding/Group adalah seluas = 4.962,4389 Ha atau sekitar 49,62% dari luas pulau, (3) apabila SHGU-SHGU tersebut dipasang Hak Tanggungan melalui Bank Asing yang berkedudukan di luar negeri, kemudian pemegang SHGU terjadi one prestasi atau pailit, maka tidak tertutup kemungkinan sertipikat tersebut dilelang. Berdasarkan risalah lelang, maka tanah tersebut akan beralih kepada pihak ke 3/pemenang lelang. Pertanyaannya, bagaimana apabila pemenang lelang tersebut WNA? Sebagaimana kita ketahui, bahwa berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 9 ayat (1) dalam kepemilikan atas tanah ’’hanya warga Negara Indonesia yang dapat memiliki hubungan sepenuhnya dengan bumi air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. Subyek hak atas tanah adalah : (1) Warga Negara Indonesia, (2) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

l Oleh sebab itu apabila ada perpanjangan dan permohonan hak baru setelah tahun 1996, maka pemerintah daerah dan BPN harus hati-hati dan selektif atau tidak dilayani dalam memberikan ijin lokasi dan pemberian hak atas tanah, sampai dikeluarkannya peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut (PP No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dinyatakan dalam pasal 60 dan diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997). Selain itu hendaknya BPN melakukan penertiban dan

Page 131: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

127

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

pendayagunaan, agar tanah yang sudah dimiliki tidak diterlantarkan, sesuai UUPA pasal 27, 34 dan 40 yang mengatakan hak atas tanah hapus antara lain karena diterlantarkan, serta PP No.11 tahun 2010, tentang penertiban dan pendayagunaab tanah terlantar.

3. Pola Penguasaan satu pulau oleh satu orang Pola ini terdapat di Pulau Kiluan.

l RTRW sebagai zona wisata.l Pulau ini mempunyai Potensi ikan lumba-lumbal Penguasaan oleh 1 (satu) orang dan belum bersertipikat. Penguasaan diindikasikan

bernama “Gunawan” (hasil wawancara dengan pengelola resort dan diving di pulau tersebut), dan tidak terdeteksi siapa dan dimana tempat tinggalnya.

l Apabila yang bersangkutan mengajukan permohonan, baik ijin lokasi maupun permohonan hak, maka pemerintah daerah dan BPN harus lebih hati-hati dan selektif, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 pasal 60 dan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197.

4. Pola Pemilikan satu pulau diindikasikan oleh satu orang Pola ini ada di Pulau Panjurit

l Secara geografis wilayah pulau Panjurit menjadi sangat penting, karena menjadi lalu lintas keluar masuk kapal Ferry Bakauheni - Merak dan sebaliknya.

l RTRW termasuk zona pertanian dan pemukimanl Pemilikan atas tanah di pulau Panjurit adalah SHM perorangan sebanyak 37

bidang = 85,4 Ha, tanah di pulau tersebut di garap oleh penggarap sebagai petani kelapa, dan tidak ada permukiman di sana. Pulau ini diindikasikan: (1) Pemilikan satu pulau oleh 1 orang, (2) Luasan kepemilikan maksimum (3) Absentee (tempat tinggal/alamat pemilik tanah di luar kecamatan).

Apabila kita melihat adanya tiga indikasi tersebut di atas, maka akan terkena peraturan menguasai tanah pertanian yang melebihi dari ketentuannya dan tanah absentee. Hal ini dapat kita hubungkan dalam:l UUPA pasal 7 dan pasal 10, pada prinsipnya penguasaan tanah pertanian,

yakni mengerjakan atau mengusahakan sendiri hak atas tanah pertanian secara aktif. Dalam pasal 17 ayat (1) dengan mengingat pasal 7 yang mengisyaratkan tentang perlunya peraturan mengenai batas maksimum luas tanah pertanian yang dapat dipunyai oleh satu keluarga atau badan hukum. Dalam Pasal 7 UUPA ditentukan bahwa untuk tidak merugkan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka pemilikan dan penguasaan atas tanah oleh seseorang dibatasi. Perlu adanya pembatasan pemilikan atau penguasaan atas tanah ini agar tidak terjadi ketimpangan sosial dan agar tidak timbul tanah terlantar. Oleh karenanya agar tidak timbul tanah terlantar maka pemilik tanah diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan tanah sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara kekerasan seperti yang telah diatur dalam pasal 10 UUPA yang menentukan bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas

Page 132: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

128

tanah pertanian pada asasnya diwajibkan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara kekerasan. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 10 perlu diadakan penetapan batas maksimum kepemilikan tanah oleh seseorang atau keluarganya. Ketentuan pokok mengenai penetapan batas maksimum kepemilikan tanah diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) UUPA. Pasal 17 ayat (1) UUPA menentukan bahwa dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu atau badan hukum.

l Pengaturan lebih lanjut di atur dalam UU No. 56 Prp Tahun 1960, tentang penetapan luas tanah pertanian. Batas minimum, adalah batas minimum kepemilikan tanah pertanian maupun tanah non pertanian oleh seorang maupun orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama baik miliknya sendiri, atau kepunyaan orang lain maupun bersama kepunyaan orang lain. Batas minimum kepemilikan tanah seluas 2 Ha yang ditur dalam butir (8) Penjelasan Umum UU No.56 Prp Tahun 1960. Sedangkan batas maksimum adalah batas maksimum kepemlikan tanah baik tanah pertanian maupun tanah non pertanian oleh seseorang maupun orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama baik miliknya sendiri atau kepunyaan orang lain maupun bersama-sama kepunyaan orang lain. Dalam UU No 56Prp Tahun 1960, penetapan batas maksimum kepemilikan tanah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menetukan bahwa penetapan batas maksimum kepemilikan tanah mempertimbangkan jumlah penduduk, luas daerah dan factor-faktor lainnya.

l Pemilik tanah diindikasikan milik 1 orang yang beralamat di luar Kecamatan lokasi pulau tersebut (Absentee). Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UUPA, yaitu sebagai berikut : “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan”. Untuk melaksanakan amanat UUPA, maka Pasal 3 ayat (1) PP No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964 menentukan : “Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat letak tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di Kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke Kecamatan letak tanah tersebut”. Selanjutnya Pasal 3d PP No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964 menetapkan : “Dilarang untuk melakukan semua bentuk memindahkan hak baru atas tanah pertanian yang mengakibatkan pemilik tanah yang bersangkutan memiliki bidang tanah di luar Kecamatan di mana ia bertempat tinggal”.

Pasal 3 ayat (2) mengenai penilaian “mengerjakan tanah itu secara effisien”, menetapkan bahwa perkecualian Kecamatan yang berbatasan itu ditetapkan dalam radius 10 km, namun yang perlu dipertanyakan, apakah radius tersebut effektif diterapkan dalam era sekarang, mengingat saat ini transportasi sudah sangat mudah. Kita harus melihat ke belakang saat peraturan tersebut diterbitkan, yaitu pada era dimana transportasi masih sulit, oleh sebab itu

Page 133: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

129

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

perlu adanya kebijakan baru ntuk mengaturnya, sehingga ada patokan (dasar) bagi calon pembeli bertempat tinggal di Kecamatan yang berbatasan dengan Kecamatan letak objek, dan tidak mengalami kendala jika diproses balik nama di Kantor Pertanahan setempat.

l Mengingat pulau tersebut sangat strategis dan penting karena: (1) merupakan kawasan laut lalu-lintas yang padat yang menghubungkan pelabuhan Bakauheni dan Merak dan sebaliknya, (2) banyaknya terumbu karang di sekitar pulau, maka BPN seharusnya berhati-hati dan selektif atau tidak melayani permohonan hak atas tanah untuk pulau tersebut. Bagi masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di pulau tersebut, maka BPN dengan Pemda dan dengan instansi terkait seharusnya berkoordinasi untuk melakukan relokasi (win win solution).

5. Pola Pemilikan dan Penguasaan satu pulau diindikasikan oleh 3 (tiga) orang Pola ini ada di Pulau Rimau Balak

l Secara geografis wilayah pulau Panjurit menjadi sangat penting, karena menjadi lalu lintas keluar masuk kapal Ferry Bakauheni - Merak dan sebaliknya.

l RTRW termasuk zona pertanian dan permukiman.l Penguasaan terhadap 600 Ha luas pulau adalah yang sudah bersertipikat hak

milik oleh 1 orang seluas 12,8390 Ha, dan sisanya dikuasai oleh: (i) 1 orang: 69,161 Ha (sisa dari sudah bersertipikat hak milik 12,8390 Ha), (ii) 1 orang: 170 Ha, (iii) 1 orang untuk perkebunan kelapa sawit: 40 Ha (20 ha mengelola dari luas 170 Ha), (iv) masyarakat dari berbagai suku dari /luar Provinsi Lampung sebanyak 309 jiwa atau 89 KK x 2 Ha/KK= 178 Ha (29,66%). Artinya 3 orang menguasai: 292 Ha (48,66%) dari luas pulau dan ketiganya di indikasikan menguasai tanah pertanian dan beralamat di luar Kecamatan dari obyek tanah.

l Apabila kita melihat adanya indikasi tersebut di atas, maka akan terkena peraturan menguasai tanah pertanian yang melebihi dari ketentuannya dan tanah absentee.l Penguasaan tanah di satu pulau terhadap ke 3 orang tersebut, maka

pembahasannya sama dengan penguasaan dan pemilikan atas tanah pertanian dalam hubungannya dengan UU No 56Prp Tahun 1960, penetapan batas maksimum kepemilikan tanah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) dan disebabkan alamat ketiganya luar kecamatan di pulau Panjurit, maka mereka dihadapkan pada amanat UUPA, maka Pasal 3 ayat (1) PP No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964 menentukan : “Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat letak tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di Kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke Kecamatan letak tanah tersebut”. Selanjutnya Pasal 3d PP No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964 menetapkan : “Dilarang untuk melakukan semua bentuk memindahkan hak baru atas tanah pertanian yang mengakibatkan pemilik tanah yang bersangkutan memiliki bidang tanah di luar Kecamatan di mana ia bertempat tinggal”.

l Mengingat pulau tersebut sangat strategis dan penting karena: (1) merupakan kawasan laut lalu-lintas yang padat yang menghubungkan

Page 134: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

130

pelabuhan Bakauheni dan Merak dan sebaliknya, (2) banyaknya terumbu karang dan hutan bakau di sekitar pulau, maka BPN seharusnya berhati-hati dan selektif atau tidak melayani permohonan hak atas tanah untuk pulau tersebut. Bagi masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di pulau tersebut, maka BPN dengan Pemda dan dengan instansi terkait seharusnya berkoordinasi untuk melakukan relokasi (win win solution).

6. Pola Penguasaan dan Pemilikan satu pulau oleh masyarakat/perorangan dan badan hukum

Pola ini ada di Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, Pulau Saonek, Pulau Dum, Pulau Derawan dan Pulau Maratual Secara geografis wilayah pulau-pulau ini menjadi sangat penting, karena

diperairan sekitarnya terdapat taman laut terkenal sebagai tempat wisata selam (diving dan snockling), selain itu terdapat beraneka ragam biota lautnya spesies yang dilindungi serta beberapa ekosistem pesisir dan pulau kecil yang sangat penting, seperti hutan bakau (hutan mangrove), terumbu karang dan padang lamun, namun pulau-pulau ini juga merupakan tempat permukiman yang padat berupa perkampungan.

l RTRW termasuk zona wisatal Mengingat masyarakat sudah menghuni pulau-pulau tersebut secara turun-

temurun, sehingga sebagian besar pulau-pulau ini dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat sudah/belum bersertipikat, maka untuk jaminan kepastian hukum terhadap tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan masyarakat, BPN sudah melaksanakan kegiatan legalisasi aset melalui program Prona, dan masih banyak lagi masyarakat yang belum tersentuh dengan program tersebut, walaupun ada juga masyarakat yang mendaftarkan tanahnya melalui program Rutin (SHM dan SHGB).

l Untuk Gili Trawangan, ada HGB Badan Hukum diatas HPL Pemda dan terhadap tanah SHGB Badan Hukum yang diterlantarkan, saat ini sudah dikuasai (okupasi) masyarakat. Oleh sebab itu dengan adanya perjanjian antara Pemda dengan pemegang HGB Badan Hukum berakhir, maka tanah HPL tersebut kembali ke pemegang HPL (Pemda), sehingga kebijakan pelepasan ke masyarakat ada pada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

l Terhadap badan hukum dan perorangan yang mengelola resort dan resto baik yang sudah ada SHGB/belum di pulau-pulau tersebut, maka Pemda dan BPN perlu melaksanakan:- monitoring agar tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat tidak di

alihkan kepada badan-badan hukum/perorangan, sehingga tidak terjadi penumpukan/monopoli penguasaan dan pemilikan tanah oleh satu badan hukum/perorangan di satu pulau.

- pendampingan kerjasama antara WNI dengan WNA agar berkeadilan dalam rangka kesejahteraan masyarakat.

l Bagi pengelolaan resort dan resto oleh badan hukum yang belum bersertipikat seperti Maratua Paradise Resort seluas 18 Ha di pulau Maratua yang dikelola oleh seorang warga negara Malaysia, dan sudah ada bangunan resort baik di darat maupun yang menjorok ke laut 1.452 M2 berserta dermaganya untuk

Page 135: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

131

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

speed boat wisatawan yang menginap. Oleh sebab itu kepada pemda dan BPN perlu secara hati-hati dan selektif apabila akan ada permohonan ijin lokasi dan permohonan hak atas tanah tersebut.

l Mengingat masih banyaknya tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan masyarakat belum mempunyai alas hak sebagai bukti awal kepemilikannya, dan dalam rangka jaminan kepastian hukum, maka bidang-biang tanah wajib di daftarkan, oleh sebab itu BPN harus sesegera mungkin melaksanakan program legalisasi aset, khususnya di pulau Maratua yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia.

7. Pola Pemilikan dan Penguasaan satu pulau oleh Badan Hukum di perbatasan Negara yang berbatasan dengan Negara

Pola ini ada di pulau Maratua dan Lengkana.l Tata Ruang zona wisatal Pulau Maratua berbatasan dengan Malaysia dan Filiphina, sedangkan pulau

Lengkana berbatasan denganSingapura dan Malaysial Secara geografis wilayah pulau Maratua dan Lengkana menjadi sangat penting,

karena keberadaan pulau ini yang berbatasan dengan negara tetangga Malaysia, Singapura dan Filipina.

l Untuk pulau Maratua, ada resort dan resto oleh badan hukum yang belum bersertipikat, yakni Maratua Paradise Resort seluas 18 Ha dikelola oleh seorang warga negara Malaysia dan belum ada haknya. Operator wisata dikelola warga negara Malaysia. Mengingat pulau tersebut sebagai daerah perbatasan laut, maka perlu dibangun: infrastruktur bagi pertahanan keamanan negara, jalan-jalan sempit yang masih berpasir dan berdebu perlu ada perluasan dan pengaspalan, program legalisasi aset bagi tanah-tanah yang dikuasai masyarakat sejak turun-temurun melalui program Prona/proda, pembangunan lapangan udara dan sebagainya dalam rangka peningkatan wisata dan perekonomian masyarakat di pulau tersebut. Pemerintah pusat, daerah dan BPN harus secara hati-hati dan selektif terhadap keberadaan badan hukum tersebut, jangan sampai dengan adanya pemanfaatan dari warga Malaysia, akan ada indikasi peristiwa lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan karena sudah dimanfaatkan dan dikelola oleh mereka.

l Untuk pulau Lengkana dikuasai oleh satu Badan Hukum, dan merupakan pulau ini sangat strategis karena (1) wilayah perbatasan dengan Negara Singapura dan Malaysia, (2) banyaknya hutan bakau di sekitar pulau, (3) sumber air bersih untuk wilayah sekitar, maka pertanyaannya apakah 1 badan hukum dapat menguasai dan memiliki pulau tersebut dengan alasan zona wisata? Faktanya satu pulau penuh tersebut sejak diterbitkannya SHGB bagi satu badan hukum tidak pernah dimanfaatkan (diterlantarkan). Oleh sebab itu kepada pemerintah daerah dan BPN harus hati-hati dan selektif atau tidak melayani dalam memberikan ijin lokasi dan pemberian hak atas tanah, sampai dikeluarkannya peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut (PP No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dinyatakan dalam pasal 60 dan diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997).

Page 136: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

132

l Diusulkan agar pulau tersebut dimanfaatkan untuk pertahanan kemanan saja. Selain kita temukan beberapa pola penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil

di atas, maka pemberian hak atas tanah di pulau-pulau kecil harus berpedoman pada peraturan tentang Sempadan Pantai dan Ruang Terbuka Hijau.

Dalam UUPA pasal 2 dan pasal 4 ayat (1) yang mengatur bahwa bumi, air dan ruang

angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, dan atas dasar hak menguasai dari negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada perorangan maupun badan hukum (subyek hak).

Kemudian pasal 4 ayat (2) dikatakan antara lain, bahwa hak-hak atas tanah tersebut

memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dan dalam batas-batas menurut ketentuan peraturan perundangan dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Negara memberikan hak-hak atas tanah kepada perorangan atau badan hukum (subyek

hak), adapun hak-hak atas tanah ialah antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak-hak lainnya (pasal 16 UUPA). Negara, bahkan menjamin, mengakui, melindungi hak-hak tersebut untuk dimanfaatkan dalam rangka mensejahterakan kehidupannya dan tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapapun. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah tersebut adalah melalui pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat (2) meliputi :1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanahnya;3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang

kuat. Dalam rangka menjamin keserasian dan keseimbangan Pemanfaatan Ruang di Daerah,

telah dirumuskan arahan pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah maupun Rencana Umum Tata Ruang sampai kedalamnya dalam bentuk perencanaan yang lebih rinci. Untuk pengendalian Pemanfaatan Ruang dimaksud, khusus nya berkenaan dengan penggunaan tanah bagi keperluan penanaman modal, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi, terhadap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal diwajibkan memiliki Ijin Lokasi. Selama ini pemberian pelayanan Ijin Lokasi masih merupakan kewenangan Pemerintah. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, telah ditegaskan bahwa pemberian pelayanan Ijin Lokasi sepenuhnya merupakan kewenangan Daerah.

Pengertian ijin lokasi dan penetapan lokasi bagi badan hukum diperlukan bagi pengadaan/

penggunaan tanah yang diajukan oleh badan hukum kepada Bupati/Walikota kemudian ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan membuat peta sebagai lampiran Surat Keputusan Ijin Lokasi. Bagi usaha dan atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar kepada masyarakat atau lingkungan, maka Ijin Lokasi dan Penetapan Lokasi ditetapkan dengan

Page 137: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

133

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Keputusan Bupati/Walikota setelah mendapat Persetujuan DPRD. Peta sebagai lampiran SK Ijin Lokasi, seharusnya juga berpedoman pada Perda tentang sempadan pantai dan ruang terbuka hijau, kemudian mengajukan permohonan hak atas tanah yang telah diperoleh.

Berbagai peraturan-peraturan memuat sempadan pantai sebagai kawasan lindung dan fungsinya tidak boleh berubah agar kelestariannya terjaga, oleh karenanya ditetapkan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat atau daratan sepanjang tepian laut dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. Hal ini tercermin dalam peraturan-peraturan sebagai berikut:1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, pasal 4

ayat (2) yang menjelaskan bahwa : ”kawasan Lindung tersebut meliputi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang mencakup kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan terbukit hijau termasuk di dalamnya hutan kota, kawasan suaka alam yang mencakup kawasan cagar alam, suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam yang mencakup taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam yang mencakup antara lain kawasan rawan letusan gunung api, gempa bumi, tanah longsor serta gelombang pasang dan banjir, kawasan lindung lainnya mencakup taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindunganplasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan kawasan pantai berhutan bakau”.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Umum Tata Ruang Nasional, pasal 56 yang menentukan bahwa sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria :(1). Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari

titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau;(2). Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau

terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.3) Keputusan menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2002 tentang Pengelolaan,

maka sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukan bagi pengamanan dan pelestarian pantai. Daerah sempadan pantai hanya diperbolehkan untuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung dan pengamanan pantai, apabila ada penggunaan bagi fasilitas umum, maka dia tidak merubah fungsi pantai tersebut.

4) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, telah ditentukan:(1) pasal 1 angka 6 kawasan lindung adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang

mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kawasan pantai atau sempadan pantai tersebut termasuk salah satu bagian dari kawasan lindung.

(2) pasal 13 mengatakan “Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai”,

(3) pasal 14 “Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat”.

Page 138: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

134

Memperhatikan peraturan-peraturan tersebut telah ditetapkan formula sempadan pantai (minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat), maka dari hasil penelitian diketahui dan ditemukan bagaimana hak atas tanah (luas) yang dapat digunakan berdasarkan data pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah di beberapa lokasi penelitian dalam hubungannya dengan peraturan tentang Sempadan Pantai adalah sebagai berikut:1) Luas tanah yang diberikan/dapat digunakan oleh perorangan dan badan hukum di Gili

Nanggu, Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, Pulau Dum, Pulau Panjurit dan Lengkana (data peta bidang-bidang tanah yang sudah bersertipikat seperti dimuat dalam gambar peta di atas), dimulai dari pinggir pantai. Artinya luas pulau belum dikurangi sempadan pantai. Hal ini disebabkan pengukuran bidang tanah dilaksanakan sebelum diterbitkannya Perda tentang sempadan pantai, sebagai contoh: Perda Kabupaten Lombok Barat nomor 11 tahun 2011, dimana sempadan pantai adalah 30-250 meter, sedangkan ijin lokasi dan lampiran peta bidangnya dari pemda yang dirujuk dalam pelaksanaan pengukuran dan pemetaan oleh BPN sebelum tahun 2011. Artinya pelaksanaan pengukuran dan pemetaan serta pemberian hak atas tanah dilaksanakan BPN sebelum terbitnya Perda yang mengatur sempadan pantai.

Oleh sebab itu, apabila ada perpanjangan dan permohonan hak baru atas tanah di pulau-pulau kecil, maka BPN harus berhati-hati dan selektif dalam melaksanakan pengukuran dan pemetaannya, dan pemerintah daerah berkewajiban untuk segera menerbitkan Perda sempadan pantai, dimana penentuan letak garis sempadan pantai secara teknis diperhitungkan berdasarkan karakteristik pantai, fungsi kawasan yang diukur dari garis pasang tertinggi pada pantai yang bersangkutan. Sebagaimana ditetapkan oleh Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pasal 31 ayat (1) menyatakan “Pemerintah Daerah menetapkan Sempadan Pantai yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain yakni membangun dengan memperhatikan Ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luas pulau/kepulauan.

Tidak semua pemberian hak atas tanah di pulau-pulau kecil belum memperhatikan sempadan pantai dan ruang terbuka hijau, karena ada beberapa pulau yang dimiliki badan hukum dan telah memperhatikan sempadan pantai, dan ruang terbuka hijau seperti : pulau Nikoi, dan pulau Bulan.

2) Mengingat adanya aktifitas yang tinggi bagi pemanfaatan pantai di pulau-pulau kecil antara lain meliputi kegiatan berbasis ekonomi, yakni dengan adanya bangunan-bangunan permanen/non permanen di bibir pantai dan menjorok ke laut antara lain: Resort, resto, wisata/rekreasi, permukiman yang dijadikan home stay dan dermaga dan sebagainya. Aktifitas pemanfaatan pantai tersebut, akan berdampak pada:a) Kelestarian lingkungan pantai Sumberdaya alamnya banyak yang mati dan punah terinjak-injak karena dilalui

terus-menerus, seperti terjadi di Gili Trawangan, Meno dan Air, pulau Derawan, Maratua, Dum, Rimau Balak, Panjurit ;

Page 139: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

135

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

b) Kehidupan nelayan tradisional. Nelayan kecil/tradisional merasa diabaikan hak-haknya, karena ada bangunan-

bangunan di sepanjang pantai sehingga akan menutup akses nelayan terhadap ruang laut dan mereka akan kesulitan mendapatkan untuk merapatkan perahunya, selain pulau Nikoi, dan Lengkana.

Pada kenyataannya sempadan pantai sebagai ruang publik bagi nelayan kecil sangat diperhatikan di lokasi penelitian, namun hendaknya dengan adanya aktifitas umum, maka seharusnya tidak merubah fungsi pantai tersebut.

Dapat kita simpulkan, bahwa kawasan sempadan pantai merupakan kawasan yang dikuasai oleh Negara yang dilindungi keberadaannya karena fungsinya sebagai kelestarian lingkungan, dan ruang terbuka publik dengan akses terbuka bagi siapapun (public domein), oleh karenanya sempadan pantai tidak dapat diberikan haknya kepada badan hukum dan perorangan. Disebabkan sempadan pantai merupakan status tanah negara, maka pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban: (1) mendaftarkannya (pasal 19 UUPA dan PP 24 tahun 1997), agar supaya dapat diketahui berapa luas tanah di pulau-pulau kecil tersebu t; (2) menguasai dan memfaatkan sempadan pantai semata-mata di fokuskan bagi ruang publik, dan kelestarian lingkungan sebagai fungsi konservasinya dan harus steril dari kegiatan pembangunan.

Gambar... : Peta Bidang Tanah yang sudah/belum dikurangi sempadan pantai, Gili Gede

Gambar : Pembangunan 30 meter dari sempadan pantai Gambar : Ruang terbuka publik

Page 140: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

136

Selain itu, hak atas tanah yang dapat digunakan harus memperhatikan ruang terbuka hijau, seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 57 (huruf b) Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah Kabupaten/Kota dan perseorangan dapat membangun dengan memperhatikan Ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luas pulau/kepulauan.

Berdasarkan data pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah di beberapa lokasi penelitian, maka dapat kita ketahui dan ditemukan bagaimana pelaksanaan RTH tersebut (Tabel: terlampir), sebagaimana diuraikan sebagai berikut:1) Gili Nanggu Luas pulau 14 Ha, maka pemberian hak atas tanah seharusnya menyisakan ruang

terbuka hijau (RTH) 30 % = 4,2 hektar, dan pemberian hak atas tanah sebasar 70% dari luas pulau atau = 9,8 hektar. Pada kenyataannya pemberian hak atas tanah seluas 12,3335 hektar (88%). Namun, mengingat pemberian SHGB dilaksanakan pada tahun 1981, yakni sebelum terbitnya UU no.32/2009, maka peraturan RTH 30% tersebut belum dapat dilaksanakan, dan apabila ada permohonan perpanjangan SHGB, maka pada waktu itu peraturan RTH 30% wajib diberlakukan.

Fakta tanah yang dikuasai belum dimanfaatkan secara optimal oleh PT.Istana Cempaka Raya, yakni pembangunan resort sebesar 30% (3,7 Ha) dan untuk fasum dan fasus 70% (8,6 Ha).

2) Gili Trawangan Gili Trawangan luas pulau 340 Ha, telah dihuni masyarakat sebagai lokasi pertanian

tanaman kelapa dan pada tahun 1980 menjadi wilayah wisata. Pemberian hak atas tanah bagi HPL Pemda, SHM perorangan, SHGB perorangan dan Badan Hukum seluas 300 hektar (88%), dan sisanya adalah tanah yang dikuasai masyarakat belum bersertipikat dan wilayah perbukitan. Pulau kecil ini sebagai kawasan wisata, seharusnya menyisakan ruang terbuka hijau (RTH) 30 % = 102 hektar, dan pemberian hak atas tanah sebasar 70% dari luas pulau atau = 238 hektar.

Page 141: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

137

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Dengan penguasaan dan pemilikan tanah > 88%, maka pulau ini kelihatan sebagai pulau yang sudah penuh sesak dengan penghuninya, sedangkan infrastruktur berupa jalan yang masih berpasir dengan lebar sekitar 3 meter yang hanya dilewati oleh sepeda dan Cidomo (sebanyak 33 buah tidak boleh bertambah karena akan memacetkan jalan-jalan tersebut).

Oleh sebab itu perlu ada penambahan RTH dan pemerintah daerah bersama-sama

BPN harus berhati-hati dan selektif untuk memproses ijin lokasi dan pemberian hak atas tanah di pulau wisata ini.

3) Gili Meno Gili Meno luas pulau 150 Ha, pemberian hak atas tanah bagi badan hukum dan

perorangan seluas 120 Ha (80%). Seharusnya pemberian hak atas tanah sebesar 70% dari luas pulau atau = 105hektar, dan RTH 30 % = 45 hektar. Dengan penguasaan dan pemilikan tanah > 80%, maka pulau ini kelihatan sebagai pulau yang sudah penuh sesak dengan penghuninya, sedangkan infrastruktur berupa jalan yang masih berpasir dengan lebar sekitar 3 meter yang hanya dilewati oleh sepeda dan Cidomo. Tanah kosong, kebun kelapa dan semak belukar seluas : 25,11 Ha (16,74 %), sebaiknya dijadikan sebagai RTH oleh pemerintah daerah dan menjaga kelestarian danau Air Asin: 4,90 Ha (3,26%). Oleh sebab itu pemerintah daerah bersama-sama BPN harus berhati-hati dan selektif untuk memproses ijin lokasi dan pemberian hak atas tanah di pulau wisata ini.

4) Gili Air Gili Air luas pulau 188 Ha, pulau ini merupakan zona wisata, namun sebagai tempat

hunian/permukiman padat bagi masyarakat dimana Kantor Desa berada di gili ini. Pemberian hak atas tanah bagi perorangan seluas 75,2 hektar (40%), sisanya 84,6 Ha (45%) dikuasai masyarakat belum bersertipikat. Artinya 95% tanah dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat sebagai tempat permukiman dan dimanfaatkan untuk resort dan resto, dan 2% untuk Kantor desa, pasar, dan sekolah, sisanya 13 % berupa semak belukar, tanah kosong dan infrastruktur. Seharusnya pulau ini menyisakan RTH 30% atau 56,4 Ha.

Oleh sebab itu RTH perlu diperhatikan di pulau kecil ini sebagai kawasan wisata dan pemerintah daerah bersama-sama BPN harus berhati-hati dan selektif untuk memproses pemberian hak atas tanah di pulau wisata ini.

5) Pulau Saonek Pulau Saonek luas pulau 24,3229 Ha, pulau ini sudah di huni sejak sebelum kemerdekaan

pada masa kejayaan Kesultanan Tidore. Penghuni pulau ini adalah pendatang dari Biak yang diberikan pulau oleh Suku Maya yang berkuasa di wilayah kepulauan Raja Ampat. Mereka hidup sebagai nelayan dan bertani di pulau Wagio. Penguasaan pemilikan atas tanah yang sudah/belum bersertipikat tanah seluas 19,227 hektar (79,04%), yang merupakan kampung Saonek yang padat dengan jalan-jalan yang tertata rapi sekitar 2-3 meter luasnya. Seharusnya ada ruang terbuka hijau 30% atau 7,30Ha.

Page 142: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

138

Oleh sebab itu sisa dari tanah yang belum dikusai sekitar 20,96% dimanfaatkan sebagai RTH oleh pemerintah daerah setempat, dan Pemdan bersama-sama BPN harus berhati-hati untuk memproses pemberian hak atas tanah di pulau wisata ini.

6) Pulau Dum Pulau Dum luas pulau 53,15 Ha, dahulunya adalah pusat pemerintahan Onderafdeling

Raja Ampat, Papua. Belanda menempatkan Pulau Doom sebagai pusat kota dan sebagai pusat perdagangan, gudang- gudang juga sebagai pelabuhan yang terkenal pada masa itu.

Pada umumnya tanah di kelurahan Dum Barat Distrik Sorong Kepulauan berstatus Tanah Pemerintah yang merupakan tanah bekas hak Opstal (hak barat) dan Tanah Adat.

Penguasaan dan pemilikan tanah berupa SHM perorangan, SHGB perorangan dan badan hukum serta SHP Pemda sekitar 22,55 Ha dan belum bersertipikat seluas lebih kurang 20,61 Ha, jadi jumlah penguasaan dan pemilikan = 43,16 Ha (81,20%). Artinya RTH 30% tidak bisa terpenuhi, namun ruang terbuka yang sedikit tersebut merupakan goa-goa peninggalan Jepang dan rumah-rumah yang tertata rapi beserta jalan-jalan peninggalan Belanda yang tertata rapi merupakan daya tarik untuk berwisata ke pulau ini.

Oleh sebab itu sisa dari tanah yang belum dikuasai dan dimanfaatkan, dapat dijadikan sebagai RTH oleh pemerintah daerah setempat, dan Pemda bersama-sama BPN harus berhati-hati untuk memproses pemberian hak atas tanah di pulau wisata ini.

7) Pulau Derawan Pulau Derawan luas pulau 44,6 Ha, merupakan salah satu kepulauan Derawan menjadi

objek wisata laut yang terkenal di dunia. Namun pulau ini sudah dihuni sejak sebelum kemerdekaan oleh suku Bajo secara turun-temurun dari Filiphina Selatan, yang lari dari kekuasaan penjajahan Spanyol. Pemberian hak atas tanah seluas 39,4912 hektar (88,54%), artinya RTH 30% tidak dapat terpenuhi.

Oleh sebab itu sisa dari tanah yang belum dikuasai dan dimanfaatkan, dapat sesegera mungkin dimanfaatkan sebagai RTH oleh pemerintah daerah setempat, karena pulau ini sudah terlihat sangat padat oleh penduduk asli dan pendatang yang membangun rumah mereka untuk home stay dan dermaga yang menjorok ke laut, begitu pula dengan badan hukum yang bergerak dalam resort dan resto. Di khawatirkan terumbu karang beserta ikan-ikannya dan penyu yang berada dipinggir pantai, akan hilang dan mati karena ramainya lalu lintas laut ke pulau tersebut.

8) Pulau Maratua Pulau Maratua luas pulau 2.375,7 Ha, merupakan salah satu kepulauan Derawan

menjadi objek wisata laut yang terkenal di dunia. Namun pulau ini sudah dihuni sejak sebelum kemerdekaan oleh suku Bajo secara turun-temurun dari Filiphina Selatan, yang lari dari kekuasaan penjajahan Spanyol. Pulau ini berbatasan langsung dengan Malaysia dan Fhiliphina, dan pulau ini terdiri dari 4 kampung yang tersebar saling

Page 143: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

139

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

berjauhan, untuk menuju satu kampung ke kampung lainnya sangat susah, karena sulitnya transportasi sedangkan jalannya masih berpasir dengan luasan sekitar 3/4 meter.

Pemberian hak atas tanah seluas 64,8451 Ha atau 2,73%, artinya RTH 30% (712,50

Ha) masih dapat terpenuhi. Namun mengingat pulau ini mempunyai keanekaragaman hayati laut yang tingi seperti terumbu karang, mangrove, padang lamun dan gugusan karang yang indah dengan hamparan pasir yang luas berbentuk cincin serta ikan-ikan dan penyu hijau yang terbanyak di Indonesia. Di pulau ini ada danau Haji Buang dan danau Tanah Bamban.

Oleh sebab itu pulau ini tidak perlu dikenakan RTH 30%, namun sebaiknya 70% adalah RTH, agar ekosistem pulau ini dapat dilestarikan.

9) Pulau Kiluan Luas pulau 5 Ha, yang dikuasai oleh 1 orang. Pulau ini adalah menjadi daerah lalu

lintas keluar masuk wisatawan yang akan mengunjungi objek wisata ikan lumba-lumba hidung botol dan lumba-lumba paruh panjang. Kumpulan lumba-lumba di teluk kiluan diperkirakan yang terbesar di Asia bahkan di dunia. Pemda dan BPN harus berhati-hati dan selektif dalam pemberian ijin lokasi dan hak atas tanah kepada perorangan ataupun badan hukum, hal ini merujuk pada pengaturan 1 pulau penuh tidak boleh dikasai oleh 1 orang, dan perlu adanya ruang terbuka hijau dan ruang publik.

Oleh sebab itu seluruh pulau ini sebaiknya dikuasai oleh pemerintah daerah sebagai kawasan wisata.

10) Pulau Panjurit Pulau Panjurit dengan luas 85,4 Ha. Pada tahun 1980 merupakan pertanian kebun

kelapa. Pemberian sertipikat hak milik perorangan seluas 85,4 hektar (100%) sebanyak 37 bidang. Pulau ini tidak menyisakan ruang terbuka hijau sebanyak 30%. Pemda dan BPN seharusnya meninjau kembali pemberian hak atas tanah di pulau ini, disebabkan secara geografis wilayah pulau Panjurit menjadi sangat penting dan strategis, karena menjadi lalu lintas yang padat bagi keluar masuk kapal Ferry Bakauheni - Merak dan sebaliknya.

11) Pulau Rimau Balak Pulau Rimau Balak luas pulau 600 Ha. Merupakan kawasan pertanian, pada tahun

1980 merupakan pertanian cengkeh, dan ketika harga cengkeh turun, maka masyarakat beralih menanam pisang, kelapa dan kelapa sawit. Selain pertanian pulau ini sudah dijadikan permukiman dan sudah dikuasai oleh masyarakat perorangan seluas 450 Ha (75%).

Mengingat dibutuhkan ruang terbuka hijau seluas 30% (180 Ha), maka pemerintah daerah dan BPN harus hati-hati dan selektif dalam pemberian ijin lokasi dan hak atas tanah di pulau ini disebabkan: (1) adanya indikasi tanah dikuasai oleh 3 orang yang bertempat tinggal diluar kecamatan Bakauheni, (2) pulau ini sangat strategis sebagai

Page 144: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

140

kawasan lalu lintas keluar masuk kapal Ferry Bakauheni - Merak dan sebaliknya.

12) Pulau Nikoi Pulau Nikoi luas pulau 14,2 Ha, merupakan kawasan wisata melalui pemasukan modal

asing (PMA) dimana pemberian SHGB tahun 1981 seluas 10 hektar (71,2%). Pulau ini menyisakan RTH 30% = 4,26 Ha, namun sisa 30% tersebut sedang dalam proses SHGB. Pemerintah daerah seharusnya tidak memberikan ijin lokasi dan BPN harus menolak untuk proses SHGB terhadap sisa dari luasan pulau tersebut.

Pemanfaatan tanah untuk resort baru sekitar 20% (2Ha), sedangkan ruang terbuka hijau 80% ( 8 Ha). Sehubungan dengan kesesuaian antara peruntukan dan pemanfaatan tanah yang seharusnya sebesar 70%, maka BPN perlu memonitor terkait dengan indikasi adanya tanah terlantar.

13) Pulau Lengkana Pulau lengkana dengan luas 42 Ha, merupakan kawasan wisata yang berbatasan

langsung dengan negara Singapura. Pada tahun 1989 diterbitkan SHGB Badan Hukum seluas 41,2009 Ha dan SHGB berakhir pada tahun 2009.

Pemberian SHGB tidak menyisakan RTH 30%, karena peraturannya belum terbit, dan

pada kenyataannya pulau ini juga tidak dimanfaatkan atau diterlantarkan. Saat ini sedang diproses kembali SHGB atas nama badan hukum yang sama seluas

20 Ha. Seharusnya pemerintah daerah tidak memberikan ijin lokasi dan BPN tidak memberikan SHGB terhadap badan hukum tersebut, mengingat pulau ini merupakan pulau yang strategis yang berbatasan dengan negara tetangga, diusulkan agar pulau ini merupakan kawasan pertahanan keamanan.

14) Pulau Bulan Pulau Bulan luas 10.000 Ha, merupakan kawasan 1). pertanian/Agro Bisnis; 2).

Kawasan Budidaya Tambak. Pemilikan hak atas tanah SHGU seluas 3.986,4389 Ha, dan sedang diperoses SHGU seluas 976 Ha (atas nama 5 PT). Jumlah penguasaan dan pemilikan Holding/Group adalah seluas = 4.962,4389 Ha atau sekitar 49,62% . Ruang terbuka hijau masih tersisa 5 Ha.

Oleh sebab itu pemerintah daerah dan BPN dalam memproses/memberikan ijin lokasi dan hak atas tanah harus berhati-hati, mengingat pulau merupakan kawasan pertanian dan budidaya tambak yang perlu mendapatkan ruang terbuka hijau yang lebih besar, dan perlu ada monitoring agar kawasan ini tidak diterlantarkan.

5.2. LANGKAH-LANGKAH PENGATURAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECILBerdasarkan hasil penelitian dan pengaturan tentang pulau-pulau kecil di atas, maka pulau-pulau kecil yang dapat/tidak diberikan hak atas tanah dengan memperhatikan:1) Aspek pertahanan dan keamanan Negara, bagi pulau yang berbatasan dengan Negara lain tidak

diperkenankan dihuni dan dikuasai oleh Badan Hukum maupun perorangan, karena pulau-pulau

Page 145: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

141

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

kecil tersebut merupakan kawasan pertanahan negara.2) Aspek Konservasi, terhadap pulau-pulau kecil dengan ekosistemnya , yakni kesatuan

komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas oleh karenanya tidak diperkenankan untuk dikuasai dan dimiliki oleh Badan hukum dan perorangan karena merupakan kawasan Konservasi.

3) Aspek kesejahteraan masyarakat, maka terhadap masyarakat yang sudah menghuni pulau-pulau kecil tersebut secara turun-temurun sebelum kemerdekaan Indonesia, perlu mendapatkan legalisasi aset dan akses bagi kesejahteraan perekonomiannya.

4) Luas tanah yang dapat digunakan di pulau-pulau kecil, merujuk pada tata ruang, sempadan pantai dan ruang terbuka hijau (Perda di masing-masing lokasi), kemudian oleh BPN dilakukan pengukuran dan pemetaan serta pemberian hak atas tanah yang dimohon. Artinya rumusan tanah dapat digunakan dan dapat di berikan hak atas tanah di pulau-pulau kecil adalah:

Luas Tanah yang dapat Digunakan/Luas Pemberian Hak Atas Tanah = ( Luas Pulau - Sempadan Pantai - RTH )

Luas tanah yang dapat digunakan/dimanfaatkan = Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah sebesar 60% atau 70% (sesuai Perda), dan Fasum dan Fasus sebesar 40% atau 30% (sesuai Perda).

5) Berdasarkan poin 1) sampai dengan 4) maka pemerintah daerah dapat/tidak dapat memberikan pencadangan dan Ijin lokasi beserta lampiran peta lokasi bagi badan hukum dengan mempedomani :

a) Rencana tata ruang; b) Sempadan pantai;

Berdasarkan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pasal 31 ayat (1) menyatakan “Pemerintah Daerah menetapkan Sempadan Pantai yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain. Ayat (3) mengenai batas sempadan pantai sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Presiden.

c) Ruang Terbuka Hijau (RTH); Berdasarkan Undang Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan

pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 57 (huruf b) Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah Kabupaten/Kota dan perseorangan dapat membangun dengan memperhatikan Ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luas pulau/kepulauan.

d) Pemanfaatan hak atas tanah Dengan berdasarkan RTH 30%, maka pemberian hak atas tanah 70%, dari luas pulau.

Dari 100% hak atas tanah, maka pemanfataannya sebesar 70% dan fasum serta fasus 30%.

6) Pengukuran dan pemetaan serta pemberian hak atas tanah dapat/tidak dapat dilaksanakan dengan berdasarkan poin 1) dan 5) di atas.

Page 146: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

142

Page 147: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

143

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL 6BAB VIKesimpulan dan

Rekomendasi

Page 148: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

144

6.1. KESIMPULAN1) Pola Penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:

a) Satu pulau dimiliki oleh satu Badan Hukum yakni Gili Nanggu, Pulau Nikoi, dan Pulau Lengkana;

b) Satu pulau dimiliki oleh satu Holding/Group yakni pulau Bulan;c) Satu pulau dikuasai oleh satu orang pulau Kiluan;d) Satu pulau diindikasikan dimiliki satu orang yakni Pulau Panjurit;e) Satu pulau diindikasikan dikuasai tiga orang yakni Pulau Rimaubalak;f) Satu pulau dikuasai dan dimiliki oleh oleh masyarakat dan badan hukum, yakni Gili Trawangan,

Gili Meno, Gili Air, Pulau Saonek, Pulau Dum, Pulau Derawan dan Pulau Maratua.

2) Pemerintah Daerah sebagian besar belum menerbitkan Perda terkait dengan sempadan pantai dan ruang terbuka hijau, sehingga dalam memberikan ijin lokasi dan lampiran pemetaan dalam SK ijin lokasi belum merujuk pada sempadan pantai dan ruang terbuka hijau, dan BPN dalam memlaksanakan pengukuran dan pemetaan serta memberikan hak atas tanah sesuai dengan SK Pemda tentang Ijin Lokasi dan peta yang terlampir.

3) Penguasaan dan pemilikan tanah di pulau-pulau kecil sebagian besar belum berpedoman pada peraturan lintas sektoral (pengurangan sempadan pantai dan ruang terbuka hijau), sehingga pola penguasaan dan pemilikan tanah oleh badan hukum dan perorangan dimulai dari bibir pantai.

6.2. REKOMENDASI1) Terbitkan Peraturan Pemerintah tentang HGU,HGB,HM atau HP bagi seluruh pulau (kecil)

berdasarkan PP No.40/1996, pasal 60 dengan memperhatikan:a) Luasan pulau yang dapat/tidak diberikan penguasaan dan pemilikannya bagi badan

hukum, perorangan, pemerintah dan pemerintah daerah.b) Kriteria pulau yang dapat/tidak diberikan penguasaan dan pemilikannya bagi badan

hukum, perorangan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan: aspek pertahanan keamanan, konservasi dan kesejahteraan.

2) Terbitkan Peraturan Presiden dan Peraturan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam penetapan sempadan pantai yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain sesuai Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pasal 31 ayat (1) dan ayat (3).

3) Terbitkan Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam kaitannya dengan pemanfaatan hak atas tanah yang dapat dimanfaatkan memperhatikan Ruang Terbuka Hijau paling sedikit 30% dari luas pulau/kepulauan, sesuai Undang Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 57 (huruf b).

4) Daftarkan seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia sesuai pasal 19 UUPA dan PP 24 tahun 1997, agar dapat diketahui berapa jumlah pulau-pulau kecil yang tersebar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

BAB VIKESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 149: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

145

PENELITIAN POLA PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH DI PULAU-PULAU KECIL

Daftar Pustaka

Page 150: LAPORAN AKHIR Penelitian Pola Penguasaan Dan Pemilikan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

146

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/TAP/MPR Tahun 2001, tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.

Undang Undang Dadar Tahun 1945 pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007, Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau Pulau Kecil.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja.

Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 Jo Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 67/2002

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja.

DAFTAR PUSTAKA