lap tutor persepsi diri_kel 3
DESCRIPTION
Persepsi Diri KeperawatanTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
TOPIK : PERSEPSI DIRI
Tugas Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Anak Lanjut I
Dosen:
Lely Lusmilasari, S.Kp., M.Kes
Zenni Puspitarini
Sri Endang Kusrini
Zurriyatun Thoyibah
Fatma Zulaikha
Ririnisahawaitun
Rosikhah Almaris
Eka Oktavianto
Anggun Fajar R.
13/353630/PKU/13744
13/353941/PKU/13781
13/353949/PKU/13784
13/353950/PKU/13785
13/353956/PKU/13789
13/353975/PKU/13790
13/353978/PKU/13792
13/353992/PKU/13795
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan laporan hasil laporan tutorial dengan topik : persepsi diri tepat
pada waktunya. Penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu tugas kuliah Keperawatan
Anak Lanjut I dalam peminatan Keperawatan Anak di semester II program Magister
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kelemahan dan
kekurangan, tetapi penulis sangat mengharapkan bahwa isi dari makalah ini dapat
memperluas wawasan bagi pembacanya.
Mengingat bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka diharapkan masukan dari
pembaca berupa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa
mendatang.
Akhir kata, penulis ucapkan sekian dan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amien.
Yogyakarta, 22 Juni 2014
Penulis
Skenario Tutorial:
Bagaimana Persepsi Diri Anak yang Positif?
An. Y seorang anak perempuan yang berusia 11 tahun. Dia memiliki adik laki – laki An.H
yang berusia 7 tahun. Orang tua kedua anak tersebut melakukan konsultasi Ners K karena
mereka merasa anak perempuan selalu menilai negatif dirinya sendiri dan cenderung
menyalahkan orang lain. Orang tua menanyakan pada Ners K tentang bagaimana
mengembangkan persepsi diri yang positif pada anak serta contoh upaya promosi
pengembangan persepsi diri yang sudah dilakukan selama ini. Dalam kesempatan tersebut
Ners K tidak hanya menjelaskan upaya yang harus dilakukan oleh orang tua tetapi juga
termasuk konsep yang terkait dengan persepsi anak dalam menilai dirinya sendiri.
LANGKAH 1: Menemukan Kata Sulit dan Kata Kunci
1. Kata Sulit :
a. Persepsi diri
b. Persepsi diri negatif dan positif
c. Perkembangan persepsi sesuai dengan usia
Jawaban sementara :
a. Persepsi diri : cara pandang, cara penilaian diri, bagaimana seseorang menilai dirinya
dibandingkan dengan standar dan norma yang ada
b. Persepsi diri negatif dan positif:
Persepsi diri negatif : bagian dari persepsi diri yang memandang dirinya dari sudut
negatif, yang tidak sesuai dengan harapan
Persepsi diri positif : bagian dari persepsi diri yang memandang dirinya dari sudut
positif, yang sesuai dengan harapan
c. Perkembangan persepsi sesuai dengan usia:
Sesuai dengan perkembangan psikososial dari eric erikson
1) Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
2) Otonomi vs Perasaan Malu dan ragu-ragu
3) Inisiatif vs Kesalahan
4) Kerajinan vs Inferioritas
2. Kata kunci :
Persepsi diri
LANGKAH 2 :Menentukan Pertanyaan
1. Definisi persepsi diri dan faktor yang mempengaruhi?
2. Bagaimana perkembangan persepsi anak sesuai dengan usia?
3. Bagaimana membentuk persepsi diri yang positif pada anak?
4. Bentuk dan jenis persepsi diri dan penyimpangannya
5. Kenapa konsep diri yang positif penting pada anak?
6. Bagaimana promkes perkembangan diri anak?
7. Apakah dampak self perception yang kurang pada anak?
8. Masalah umum yang terjadi pada anak terkait persepsi diri?
9. Adakah jenis kelamin mempengaruhi persepsi diri pada anak?
10. Siapa saja yang terlibat dalam pembentukan persepsi diri yang positif?
11. Asuhan keperawatan terkait persepsi diri?
LANGKAH 3: Brain Storming
1. Definisi Persepsi diri:
a. Bagaimana cara seseorang memandang diri sendiri
b. Bagaimana cara seseorang memandang diri sendiri dan dipengaruhi oleh lingkungan
c. Cara pandang seseorang, selain dipengaruhi oleh lingkungan juga dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu
Faktor yang mempengaruhi:
Internal: usia, status kesehatan
Eksternal: lingkungan, teman sebaya, budaya, sosial ekonomi
2. Perkembangan persepsi anak sesuai dengan usia menurut Erickson:
a. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1 ½ tahun
(infancy)
b. Otonomi vs Perasaan Malu dan ragu-ragu
Tahap kedua ini adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya
disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 1- 3 tahun (Early Childhood)
c. Inisiatif vs Kesalahan
Tahap inidialami saat anak menginjak usia 4-5 tahun (preschool age).
d. Kerajinan vs Inferioritas
Tahap ini adalah tahap laten yang terjadi pada usia 6-12 tahun (school age) di
tingkat ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah
sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua
harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya
3. Upaya untuk membentuk persepsi diri yang positif pada anak:
a. Mengkaji faktor yang menyebabkan persepsi negative
b. Melihat sisi positif yang lain pada anak
c. Memberikan pujian pada anak/reinforcement positif
d. Memberikan kesempatan pada anak secara mandiri untuk berbuat sesuatu dengan
pengawasan orang tua
e. Mencontohkan hal yang positif pada anak
4. Bentuk dan jenis persepsi diri serta penyimpangannya
1) Bentuk dan jenis persepsi diri
a. Dimensi Internal meliputi:
1. Diri identitas (identity sett)
2. Diri Pelaku (behavioral self)
3. Diri Penerimaan/penilai (judging self)
b. Dimensi Eksternal
1. Diri Fisik (physical self)
2. Diri Sosial (social self)
3. Diri etik-moral (moral-ethical self)
4. Diri Pribadi (personal self)
5. Diri Keluarga (family self)
2) Penyimpangan
a. Kepribadian anak yang cenderung instability
b. Anak-anak sering mempunyai sifat negativisme
c. Shyness (sering ditunjukan sifat malu pada anak-anak) sehingga sering timbul
perilaku menyendiri.
d. Tingginya sifat anak yang hiperaktif
e. Tidak percaya diri
f. Isolasi diri
g. Harga diri rendah
h. Menyalahkan diri sendiri
i. Hubungan interpersonal tidak baik
j. Resiko bunuh diri
5. Kenapa konsep diri yang positif penting pada anak?
Membentuk anak menjadi pribadi yang cerdas dan kreatif serta mampu memilih dan
mengambil keputusan yang tepat, membekali diri dengan keterampilan yang dibutuhkan
serta mampu menyesuaikan diri dengan baik dalam situasi yang berubah.
6. Bagaimana promkes perkembangan diri anak?
Tunjukkan sikap hangat, rasa sayang dan ikhlas dalam berhubungan dengan bayi dan
anak-anak.
1. Banyak berbicara, berkomunikasi positif dengan memberi stimulasi sebanyak
mungkin walaupun reaksi bayi/anak belum siknifikan
2. Berdongeng bersama anak sejak bayi sebagai alat transfer nilai moral, komunikasi dua
arah dan kreativitas.
3. Mengerti kecenderungan dan kebutuhan anak, seperti arti tangisan anak.
4. Hindari perbandingan anak dengan anak lain dan berbicara tentang keburukan anak
pada orang lain di depan anak.
5. Fokuskan perhatian pada sisi positif anak dan perhatikan serta motivasikan agar anak
mengenal kemampuan-kemampuannya.
6. Tunjukkan apresiasi orang tua/pendamping terhadap sisi positif anak dan juga katakan
bahwa orang lainpun mengapresiasi dia.
7. Jika memberikan batasan terhadap perilaku anak, nyatakan secara jelas dampak dari
perilakunya terhadap anak lain atau dirinya sendiri.
8. Buatlah pilihan-pilihan yang menghindari kata “tidak” & “terserah” dalam pendidikan
disiplin, rutinitas positif.
9. Hindari memberi hukuman dan melontarkan kata-kata atribut negatif seperti: “kamu
anak yang paling cengeng, rewel, nakal” atau “di dunia cuma kamu satu-satunya
yang susah diatur”
10. Jadikan rumah tempat yang aman untuk anak bergerak dengan memperhatikan
keamanan dari colokan listrik dan barang-barang di rumah yang bisa mencelakakan
anak.
11. Biarkan anak berimajinasi dan bereksperimen serta menyatakan perasaan mereka
dengan segala keunikannya, aktiflah bersama imajinasi anak.
12. Beri kesempatan pada anak anda untuk bereksplorasi, mencoba karena selama ada
ruang untuk berbuat suatu kesalahan, disana anak belajar.
13. Hargai anak atas apapun yang mereka lakukan meskipun kecil.
14. Jujurlah terhadap kondisi yang dialami anak, jangan membohonginya dengan
tahayul
15. Jadilah contoh atau model dan lakukan kegiatan sederhana bersama anak.
16. Motivasi terhadap prestasi anak di sekolah dari guru dan orang tua, baik yang
prestasinya bagus maupun tidak. Untuk yang prestasinya bagus dapat menjadikan
dia sebagai contoh untuk mendukung teman-temannya yang lain yang masih turun
prestasinya, sedangkan bagi yang prestasinya turun tidak kemudian selalu
mendapatkan punishment tetapi dukungan dan motivasi yang kuat untuk membantu
meningkatkan persepsi diri yang positif dalam meningkatkan usaha.
7. Apakah dampak self perception yang kurang pada anak?
Jawaban sama merujuk pada pertanyaan no 4 penyimpangan persepsi diri pada anak
8. Masalah umum yang terjadi pada anak terkait persepsi diri?
Jawaban sama merujuk pada pertanyaan no 4 penyimpangan persepsi diri pada anak
9. Adakah jenis kelamin mempengaruhi persepsi diri pada anak
Kemungkinan sangat berpengaruh, contohnya seperti anak laki –laki sejak kecil sudahh
dilatih perannya untuk menjadi seorang pemimpin, sedangkan anak perempuan dinilai
pribadi yang lemah dan rapuh sehingga mendapat proteksi yang lebih banyak yang
terkadang membuat pribadi anak perempuan cenderung pemalu dan rendah diri.
10. Siapa saja yang terlibat dalam pembentukan persepsi diri yang positif?
Keluarga (Orang tua), Guru di sekolah, masyarakat, lingkungan tempat tinggal
11. Asuhan keperawatan terkait persepsi diri?
Masuk kepada domain Konsep diri
LANGKAH 4: Mind Mapping
Persepsi diri Intervensi
Promkes
Negatif Faktor Individu
Faktor lingkungan
Positif Persepsi diri
negatif
menjadi
positif
Persepsi diri
Positif makin
baik
LANGKAH 5: Menentukan Learning Objective
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diri?
2. Bagaimana bentuk persepsi diri sesuai dengan usia perkembangan anak?
3. Persepsi diri yang normal pada anak dan penyimpangan terkait persepsi pada anak?
4. Apakah jenis kelamin mempengaruhi persepsi diri pada anak?
5. Asuhan keperawatan terkait Persepsi diri?
LANGKAH 6: BelajarMandiri
LANGKAH 7 :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diri?
a. Tahap perkembangan
1) First stage (emergence of self)
a) Infants
Mempelajari bahwa mereka adalah individu yang tersendiri dimana
mempengaruhi orang lain melalui perilaku mereka, menunjukkan dunia
responsive atau tidak responsive terhadap kebutuhan mereka.
b) Toddler
Mengeksplorasi kemampuan dan keterbatasan mereka, membuat orang lain
menyadari kebutuhan, keinginan mereka.
c) Preschoolers
Mulai menggunakan “aku”, menjadi sadar dari perbedaan dalam kemampuan,
mengetahui tubuh mereka, mulai melakukan penyelesaian masalah sederhana,
merubah dari cara mereka memandang dirinya sebagai pusat dunia
2) Second stage (defining the self)
a) School age children
Mengevaluasi dirinya berdasar dari eviden eksternal, membandingkan dirinya
dengan orang lain, mengkritik dan mengejek merupakan penyimpangan
b) Early adolescent
Mematangkan gambaran tubuh, berpusat pada perubahan fisik dan emosi
dengan penerimaan kelomppok menentukan evaluasi diri
c) Late adolescent
Memperbaiki dan merealisasikan persepsi diri (fisik, social, spiritual)dengan
nilai, tujuan dan kompetensi untuk memandu masa depan mereka
b. Asset perkembangan
Asset perkembangan merupakan ketrampilan dan atribut hidup dasar yang
membangun anak atau remaja tumbuh menjadi seorang dewasa yang peduli,
kompeten, berkontribusi dan bertanggungjawab. Asset perkembangan yang
menunjukkan atribut dan perilaku positif meliputi menunjukkan kepemimpinan,
mempertahankan kesehatan, menghargai perbedaan dan berhasil dalam sekolah.
Terdapat dua kategori asset:
1) Asset eksternal, segala sesuatu dalam lingkungan (rumah, sekolah, komunitas)
yang mendukung, memelihara dan memberdayakan, memberi batasan dan
harapan, membuat penggunaan waktu yang konstruktif.
Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari
linkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut
dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan
mempengaruhi bagaimana seseorang merasakannya atau menerimanya. Faktor
eksternal meliputi stimulus dan lingkungan, dimana proses persepsi ini
berlangsung, berupa unsur kejelasan stimulus serta lingkungan atau situasi khusus
yang melatar belakangi munculnya stimulus.
Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah :
a. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa
semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami.
Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk
ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya
membentuk persepsi.
b. Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak,
akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang
sedikit.
c. Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan
latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu
yang lain akan banyak menarik perhatian.
d. Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna
lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali
dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa
mempengaruhi persepsi.
e. Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap
obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan
obyek yang diam.
2) Asset internal, attitude, nilai positif dan kompetensi social yang dimiliki yang ada
pada fikiran dan hati setiap anak (Benson, et.al, 1998).
Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat
dalam diri individu. Faktor internal adalah segala hal yang ada dalam diri
seseorang bersumber pada dua hal yaitu kondisi fisik dan psikis. Kondisi fisik
meliputi kesehatan badan, sedangkan kondisi psikis meliputi unsur pengalaman,
perasaan, kemampuan berfikir, dan motivasi yang dimiliki. Faktor internal terdiri
dari beberapa hal antara lain :
a. Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang
diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti
terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap
orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat
berbeda.
b. Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk
memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang
ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian
seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi
terhadap suatu obyek.
c. Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa
banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi.
Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk
memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.
d. Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya
seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan
jawaban sesuai dengan dirinya.
e. Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan
dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau
untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.
f. Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini
menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat
mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
c. Pengaruh lingkungan
Hubungan yang signifikan dalam kehidupan anak, temperamen, cirri-ciri yang
diturunkan (hereditas) dan pengalaman dalam kehidupan merupakan semua factor
lingkungan yang mempengaruhi persepsi diri.
Hubungan signifikan meliputi orang tua, sibling dan anggotra keluarga lain serta
pemberi pelayanan. Semakin bertambahnya usia, teman kelompok dan orang yang
berkuasa juga memiliki pengaruh.
Temperamen yang tidak sesuai khususnya antara anak dan orang tua atau ketika anak
memiliki ciri – ciri yang diberi label sulit. Ciri – ciri ini bila dimengerti dan diolah
dengan tepat maka harga diri anak akan menjadi positif.
d. Rakhmat (2001) berpendapat bahwa persepsi bisa dipengaruhi oleh:
1. Faktor personal (fungsional), bahwa menentukan persepsi bukan jenis atau
bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada
stimuli.
2. Faktor situasional (struktural), bahwa persepsi berasal dari sifat stimuli fisik
dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu.
e. Menurut Satiadarma (2001), persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
1. Pengalaman dimasa lampau. Ingatan-ingatan seseorang pada masa lampau
berpengaruh terhadap terbentuknya persepsi pada diri seseorang.
Pengalaman secara pribadi cenderung membentuk standar subjektif yang
belum tentu cocok dengan kondisi objektif pada saat berbeda, sehingga dapat
menimbulkan kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu.
2. Harapan. Harapan sering berperan terhadap proses interpretasi sesuatu, hal ini
sering disebut sebagai set. Set adalah suatu bentuk ide yang dipersiapkan
terlebih dahulu sebelum munculnya stimulus. Apabila set itu terbentuk
sedemikian besarnya, maka pandangan seseorang akan dapat mengalami bias
dan menimbulkan kesalahan persepsi.
3. Motif dan kebutuhan. Seseorang akan lebih cenderung menaruh perhatian
terhadap hal-hal yang dibutuhkannya, dimana hal itu akan mengarah pada
tindakan atau perilaku yang didorong oleh motif kebutuhannya, sehingga
keadaan tersebut dapat menimbulkan kesalahan dalam persepsi seseorang
2. Bagaimana bentuk persepsi diri sesuai dengan usia perkembangan anak?
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nelson, et al 2005, bahwa penerimaan persepsi
diri dimulai sejak usia 4 tahun, serta hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin
memainkan peran dalam begaimana perilaku dan mempengaruhi persepsi diri anak.
Interaksi positif terhadap teman sebaya sejak usia 4 tahun mempengaruhi perkembangan
persepsi diri yang positif kompetensi terhadap anak perempuan, sedangkan perilaku yang
tidak bersosialisasi tampak berdampak langsung pada pengembangan persepsi diri pada
anak laki-laki
Menurut Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur;
memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu
untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga
menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh
individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara
berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting
daripada situasi itu sendiri. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu
dan sosial yang terganggu.
Menurut Miftah Thoha (2003), proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa
tahapan.
a. Stimulus atau rangsangan
Terjadianya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus atau
rangsangan yang hadir dari lingkungannya.
b. Registrasi
Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang
berupa penginderaan dan syaraf seseorang berpengaruh melalui alat indera yang
dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim
kepadanya. Kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.
c. Interprestasi
Interprestasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu
proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interprestasi
bergantung pada cara pendalamannya, motivasi dan kepribadian seseorang.
Diknasari (2009:1) menyatakan salah satu pembentuk persepsi yaitu perhatian,
pemusatan atau kekuatan jiwa atau psikis yang tertuju pada suatu objek. Perhatian adalah
banyaknya kesadaran yang menyertai suatu aktifitas yang dilakukan. Apabila ditinjau
dari segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Perhatian spontan
Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul secara
spontan. Perhatian ini erat hubungannya dengan minat individu, bila10 individu telah
mempunyai minat terhadap objek, maka terhadap objek biasanya timbul perhatian
yang spontan, secara otomatis perhatian itu akan timbul.
2. Perhatian tidak spontan
Perhatian tidak spontan adalah perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena itu
harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Menurut Dimyati Mahmud, (1974: 55)
proses pembentukan persepsi ada beberapa unsur yaitu: hakekat sensoris stimulus,
latar belakang, pengalaman sensoris terdahulu yang ada hubungannya, perasaan-
perasaan pribadi, sikap, dorongan, dan tujuan.
Walgito (Athiyyatun Najah, 2007:19) mengemukakan bahwa tahapan persepsi ada empat
yaitu:
1) Proses fisik, yaitu proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
Stimulus di sini berupa perlakuan orang tua yang demokratis terhadap anak yaitu
memberi kebebasan pada anak namun tetap pada batasan-batasan tertentu, tetap
memberi pengawasan dan menuntut tanggung jawab, orang tua tegas namun tetap
hangat. Stimulus ini yang ditangkap oleh alat indra anak melalui penglihatan,
pendengaran.
2) Proses fisiologis, yaitu diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor ke otak
melalui syaraf-syaraf sensorik. Pola pengasuhan atau perlakuan orang tua yang
ditangkap oleh alat indra anak kemudian di terima oleh reseptor melalui syaraf-
syaraf otak.
3) Proses psikologis, yaitu proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang
diterima reseptornya. Disini anak mulai menyadari hal-hal mengenai pola asuh
orang tua yang demokratis, mulai memikirkan hal apa saja yang orang tua lakukan
kepada mereka.
4) Hasil dari proses persepsi, yaitu berupa tanggapan dan perilaku. Ada tanggapan
positif dan negatif. Apabila anak menangkapnya dengan positif maka sikap dan
perilaku positif pula dan sebaliknya seperti menurut. Namun apabila sebaliknya
maka akan cenderung melawan pada orang tua.
Menurut Idrus (2001) proses terjadinya persepsi pada individu melibatkan empat
komponen yaitu:
a. Adanya rangsang yang datang dari luar lewat panca indra
b. Adanya kesadaran individu terhadap rangsang tersebut
c. Individu itu menginterpretasikan rangsang tersebut
d. Individu itu mewujudkan dalam bentuk tindakan
Walgito (1997) mengemukakan bahwa tahapan persepsi ada empat yaitu:
a. Proses fisik, yaitu proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia
b. Proses fisiologis, yaitu diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor ke otak
melalui syaraf-syaraf sensorik.
c. Proses psikologis, yaitu proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang
diterima reseptornya.
d. Hasil dari proses persepsi, yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka proses terjadinya persepsi yaitu adanya rangsang
dari luar, adanya kesadaran individu terhadap rangsang, individu menginterpretasi
rangsang tersebut, dan mewujudkan dalam bentuk tindakan. Selain itu terdapat proses
fisik, fisiologis, psikologis, dan hasil dari proses persepsi.
3. Persepsi diri yang normal pada anak dan penyimpangan terkait persepsi pada anak
A. Perkembangan persepsi diri yang normal terjadi dalam dua tahap :
1) Tahap yang pertama : terjadi pada bayi, balita dan anak-anak usia prasekolah.
Orang tua dan pengasuh memainkan peran kunci selama tahap ini. Bayi belajar
bahwa mereka adalah individu yang terpisah yang mempengaruhi orang lain dengan
perilaku mereka. Ini paling baik dilakukan dalam lingkungan yang mendukung di mana
bayi datang untuk melihat dunia (orang tua dan pengasuh). Orang tua dan pengasuh
responsif terhadap kebutuhan mereka, baik fisik dan emosional. Balita dengan motorik
mereka yang baru, kemampuan kognitif dan bahasa, mengeksplorasi kemampuan dan
batas-batas mereka dan membuat orang lain menyadari kebutuhan, keinginan dan
kekhawatiran. Mereka berkembang dengan penerimaan positif, pujian dan pedoman
menetapkan batas sementara memungkinkan mereka untuk membuat pilihan. Anak-
anak prasekolah mulai menggunakan "Saya" untuk menggambarkan kegiatan mereka
sendiri. Mereka menjadi sadar akan perbedaan dalam kemampuan dan menemukan
seluruh tubuh mereka, termasuk perbedaan jenis kelamin. Perasaan awal kompetensi
prasekolah dapat dilatih melalui pemecahan masalah awal. Anak-anak prasekolah
menginternalisasi permintaan orang tua dan menjauh karena melihat diri menjadi pusat
perhatian dunia. Saudara dan rekan memainkan peran yang semakin penting dalam
kehidupan anak-anak prasekolah.
2) Tahap kedua pengembangan diri, memperbaiki diri, terjadi pada anak-anak usia
sekolah dan remaja.
Persahabatan dan teman sebaya dan waktu yang dihabiskan dalam berbagai
kegiatan, memainkan peran yang lebih besar dalam membentuk karakter peningkatan
anak dan kepribadian dan persepsi sehingga diri. Stereotip budaya seperti yang
ditemukan di majalah-majalah, televisi, billboard, dan internet semua pengaruh persepsi
masyarakat tentang "ideal" diri. Anak usia sekolah disibukkan dengan mengevaluasi
diri atas dasar bukti eksternal: keterampilan kognitif dan fisik, prestasi, penampilan
fisik, kemampuan sosial dan penerimaan, dan rasa kontrol. Mereka sangat rentan
terhadap sikap orang tua atau lingkungan yang membandingkan dirinya dengan orang
lain, membuat mereka lebih rentan terhadap tekanan sosial. Setiap penyimpangan dari
normal, sasaran kritik dan ejekan. Persepsi diri terus disempurnakan selama masa
remaja Awal, memperkuat pada masa remaja nanti. Awal remaja masih sangat
tergantung pada stereotip budaya dan penerimaan teman sebaya, dengan perubahan
fisik dan emosional menjadi fokus utama evaluasi diri. Pembentukan citra tubuh, unsur
penting dalam membentuk identitas, diselesaikan pada tahap ini. Setiap cacat, cacat
atau ketidaksesuaian antara apa yang dilihat dan apa yang divisualisasikan sebagai cita-
cita diperbesar dan signific di mata remaja. Pada akhir masa remaja, pandangan yang
lebih mapan diri harus di tempat dengan penerimaan identitas yang fisik, sosial dan
spiritual. Remaja dengan persepsi diri yang positif memiliki nilai, tujuan dan
kompetensi yang membimbing mereka menjadi dewasa. Area yang akan dievaluasi
dalam remaja meliputi prestasi akademis/skolastik, prestasi fisik /atletik, penerimaan
sosial, atribut fisik, penerimaan antar pribadi (persahabatan, romantis), perilaku moral
dibandingkan dengan standars internal rasa kontrol atas prestasi pribadi, hubungan dan
partisipasi dalam kegiatan. konsisten skor Anak laki-laki lebih tinggi dari pada anak
perempuan pada pengukuran harga diri selama masa remaja. Salah satu studi tentang
harga diri remaja, delapan domain diperiksa dan diidentifikasi di sejumlah instrumen,
keamanan pribadi, rumah/orang tua, popularitas teman sebaya, kompetensi akademik,
daya tarik, penguasaan pribadi, permeabilitas psikologis, kompetensi Atletic. Dari
delapan domain hanya rekan popularitas dan kompetensi akademik menunjukkan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin, meskipun anak laki-laki masih
melebihi perempuan di semua delapan. Kehidupan rumah, keamanan pribadi,
kompetensi akademik dan penguasaan pribadi adalah empat domain yang sangat
dipengaruhi harga diri yang menyeluruh.
Adapun tahap perkembangan persepsi diri anak usia11 tahun yakni anak telah
mampu menerima body image nya secarabaik, telah terjadi proses akhir terhadap
pemahaman body imagenya, sebagai contoh, jika anak dalam kondisi gemuk, maka
menurut tahap perkembangan persepsi diri, diharapkan anak telah menerima dengan
baik, bahwa dirinya adalah gemuk, sehingga menimbulkan kepercayaan diri terhadap
kondisi ini. Kemudian pada tahap perkembangan persepsi diri di usia 11 tahun, anak
diharapkan memiliki fokus pada perubahan fisik dan emosional dengan penerimaan
teman sebaya sehingga dapat menentukan evaluasi diri (Burn, 2008)
Persepsi diri, menjadi pribadi dan subjektif, mencakup deskripsi diri dan
evaluasi deskripsi diri. Deskripsi seseorang menarik dan evaluasi orang membuat
datang dari pikiran dan perasaan, keyakinan dan keyakinan, pengamatan, pemahaman,
wawasan, dan kesadaran yang diterima baik dari diri dan dari diri dan dari orang lain.
Tiga komponen kunci dari persepsi diri adalah penting yaitu makna, kelayakan dan
kompetensi.
Makna : Saya dicintai
Kelayakan : saya baik-baik saja, saya suka dan respek pada diri saya
Kompetensi : Saya dapat melakukan itu
B. Penyimpangan terkait persepsi pada anak usia sekolah
Persepsi diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri (selain teori
perkembangan dan pengaruh orang terdekat). Konsep diri dapat dibentuk melalui
pandangan diri dan pengalaman diri yang positif, sehingga jika terhadap persepsi diri
yang negatif atau persepsi diri terganggu maka secara tidak langsung dapat
mengganggu konsep diri seseorang. Menurut Burn (2008) masalah persepsi diri pada
anak meliputi pula masalah harga diri, masalah identitas personal, masalah perilaku,
dan masalah citra tubuh.
Penyimpangan lain terkait persepsi diri yang dapat terjadi pada anak usia sekolah:
1) Depresi
Sesuai penelitian Armstrong, Westen, dan Janicke (2013) bahwa ada hubungan
depresi dengan persepsi remaja yang memiliki kelebihan berat badan.
2) Bunuh diri
Sesuai penelitian Kim, et al (2009) bahwa ada hubungan antara Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan kejadian bunuh diri di kalangan anak laki-laki dan
perempuan.
3) Ketrampilan motorik
Sesuai penelitian O'Neill, et al (2013) bahwa ada hubungan antara persepsi orang
tua terhadap peningkatan keterampilan motorik pada anak
4. Apakah jenis kelamin mempengaruhi persepsi diri pada anak?
Nelson et. al (2005) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin, memiliki
peranan penting pada persepsi diri, perilaku non sosial dan penerimaan kelompok.
Kurangnya penerimaan kelompok memiliki efek negatif pada perkembangan konsep diri
anak, termasuk persepsi diri. Insiden menarik diri pada anak kurang dapat diterima pada
anak laki-laki dari pada anak perempuan, agak didorong pada anak perempuan, berkaitan
dengan masalah penyesuaian anak laki-laki tapi tidak perempuan (Engfer; Radke-
Yarrow, Richters, & Wilson; Rubin et al; Stevenson-Hinde dalam Nelson 2005). Pada
usia anak pertengahan, menarik diri dari lingkungan sosial terjadi pada anak laki-laki tapi
tidak dengan perempuan, laporan kesepian dan kurangnya ketrampilan sosial jika
dibandingkan dengan rata-rata kelompok seusianya (Rubin et al dalam Nelson 2005).
Bagaimanapun, perbedaan gender dalam menarik diri yang bervariasi tergantung pada
persepsi diri anak laki-laki dan perempuan, yang mulai tereksplorasi pada awal masa
kanak-kanak.
Persepsi diri bersifat personal dan subjektif, meliputi deskripsi diri dan evaluasi
dari deskripsi tersebut. Tiga komponen dari persepsi diri meliputi signifikansi, worthiness
(kelayakan) dan kompetensi.
a. Signifikansi dating dari perasaan memiliki, merasa dicintai dan dapat mencintai,
merasa aman, dilindungi dan didukung, diterima dan dimengerti tanpa syarat.
Komponen ini merupakan komponen yang paling penting dalam mengembangkan dan
mempertahankan harga diri. Beberapa orang mempercayai bahwa perempuan sering
menghubungkan persepsi diri mereka dengan perasaan yang diinginkan melalui
hubungan (Slattery, 2005).
b. Worthiness dating dari memahami bahwa individu memiliki tujuan dalam hidup. Hal
ini meliputi merasa bernilai, diterima, memenuhi standar moral, menghargai dan
merasa baik terhadap dirinya sendiri. Hal ini juga termasuk dihargai dan diterima
orang lain. Merasakan cinta tanpa syarat, tanpa mengikat merupakan landasan dari
kelayakan diri.
c. Kompetensi dating dari perasaan mampu,percaya diri, adekuat, dalam control dan
mampu menyelesaikan tugas baru, optimis dalam hidup, penuh harapan dan berani.
Laki – laki sering menghubungkan persepsi dirinya dengan perasaan mampu
khususnya melalui signifikansi dan pencapaian (Slattery, 2005). Kompetensi
merupakan salah satu bagian dari kegembiraan yang merupakan kekuatan internal
dalam mengatasi perubahan yang dihadapi dalam hidup (Brooks, 2002). Kompetensi
diukur dalam konteks kognitif, fisik atau ketrampilan social.
5. Asuhan keperawatan terkait Persepsi diri?
Model pengkajian HPM:
a) Prior related behaviour
b) Personal factors: biologis, psikologi, sosiokultural.
c) Perceived benefits of factors
d) Perceived barrier to action
e) Activity related affect
f) Interpersonal influences
g) Situasional influences
A. Pengkajian
1. Persepsi diri / pola konsep diri
2. Pola peran
3. Koping terhadap stress
4. Nilai keyakinan
5. Perubahan fisik (cemas, takut, rasa masalah, rasa bersalah, dll)
Kaji:
1) Ansietas
Ansietas adalah perasaan tidak jelas, tidak tenang, sumbernya sering tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu yang mengalami faktor:
a) Ancaman konsep diri
b) Ancaman Kematian
c) Ancaman terhadap status kesehatan
d) Krisis situasi dan menstruasi
e) Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Batasan karakteristiknya adalah:
a) Subjektif: Peningkatan ketegangan, ketakutan, cemas, gugup, perasaan tidak
tenang, terlampau bergairah.
b) Objektif: Gelisah, insomnia, gemetar, khawatir, tegang, peningkatan keringat
2) Ketakutan
Ketakutan adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami suatu gangguan
fisologi atau emosional yang berhubungan dengan suatu sumber yang dapat
diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya. Faktor-faktor yang berhubungan
adalah: Situasional: lingkungan baru, orang-orang baru, pergantian
atau kehilangan orang terdekat, kegagalan Maturasional :perpisahan dari orang
tua dan teman sebaya (anak), penampilan, keberhasilan di sekolah (remaja),
menjadi orang tua (dewasa), diabaikan (lansia)
3) Keputusasaan
Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif terus-menerus dimana
seseorang individu tidak melihat alternative untuk memecahkan masalah-masalah
untuk mencapai apa yang diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah:
Situasional: dicampakkan/perpisahan dari orang-orang terdekat, ketidakmampuan
untuk mencapai tujuan yang berharga, isolasi karena proses penyakit yang
berkepanjangan. Maturasional:kehilangan pengasuh (anak), perubahan citra diri
(remaja), kehilangan pekerjaan (dewasa), kehilangan kemandirian (lansia)
B. Diagnosa (Nanda)
1) Kesiapan meningkatkan konsep diri : pola persepsi atau ide mengenai dirinya
yang mencukupi untuk mencapai sejahtera dan memperkuat (konsep diri)
individu
2) Harga Diri Rendah Kronis : adanya proses yang panjang mengenai evaluasi diri
atau perasaan tentang diri atau kemampuan diri
3) Harga Diri Rendah Situasional : berkembanganya persepsi negative tentang
perasaan berharga dalam situasi respon yang terjadi saat ini.
4) Resiko Harga Diri Rendah Situasional : resiko berkembangnya persepsi negative
tentang perasaan berharga dalam situasi respon yang terjadi saat ini
5) Gangguan Citra Tubuh
C. Rencana Keperawatan NOC
Diagnosa Gangguan Citra Tubuh:
Diharapkan pasien akan mampu:
1. Mengidentifikasi kekuatan personal
2. Pengakuan terhadap dampak dari situasi pada hubungan antara keberadaaa
personal dan gaya hidup
3. Pengakuan terhadap perubahan aktual pada penampilan tubuh
4. Menggambarkan penampilan aktual pada fungsi tubuh
5. Mengungkapkan keinginan untuk mengungkapkan sumber yang disarankan
setelah keluar dari rumah sakit
6. Memlihara hubungan sosial yang dekat dan hubungan personal.
Diagnosa Harga Diri Rendah
Diharapkan pasien akan mampu:
1. Mengetahui kekuatan pribadi
2. Melakuakn perilaku yang dapat meningkatakan kepercayaan diri
3. Mengungkapka penerimaan diri
4. Komunikasi terbuka
5. Pemenuhan peran yang signifikan
6. Penerimaan kritikan dari orang lain
7. Menunjukkan pembuatan keputusan dengan indikator: mengidentifikasi alternatif
dan konsekwensi yang mungkin timbul, mengidentifikasi sumber-sumber yang
diperlukan untuk mendukung setiap alternatif, menimbang dan memilih alternatif.
D. Rencana (Health Promotion)
Upaya peningkatan persepsi diri diantaranya adalah
1) Pendidikan religiusitas
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persepsi diri adalah dengan
menanamkan nilai nilai religiusitas pada anak. Drikarya (2005) mendefinisikan bahwa
religiusitas adalah kewajiban kewajiban atau aturan aturan yang harus dilaksanakan
yang berfungsi mengikat dan mengutuhkan seseorang atau kelompok orang dalam
hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia serta alam sekitarnya.
Cole (dalam rahayu 2008) menambahkan bahwa agama atau religiusitas dalam diri
individu terbukti berperan dalam mengurangi tingkat konflik yang terjadi terutama
konflik yang berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri maupun
lingkungan sekitarnya. Religiusitas akan mendorong atau mengarahkan hidup
manusia pada perubahan-perubahan ditingkat individu maupun sosial ke arah yang
baik dan benar.
2) Konseling
Menurut Perls (Corey, 2005) menyatakan bahwa konselor harus mematangkan
konseling dan membongkar hambatan-hambatan yang mengurangi kemampuan
konseli berdiri sendiri. Konselor berusaha untuk mendorong konseli dalam
meaksanakan peralihan dari dukungan eksternal kepada dukungan internal dengan
menentukan letak jalan buntu. Konselor membantu konseli untuk menyadari dan
menembus jalan buntu dengan menghadiri dan menembus jalan buntu dengan
menghadirkan situasi situasi yang mendorong konseli itu untuk mengalami
keterpakuan secara penuh. Konseli menggunakan konselor sebagai layar proyeksi dan
memandang konselor sebagai pendorong untuk menemukan apa saja yang hilang dari
konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, MR, T.A., 2010. Nursing Theories and Their Work 7th ed., USA: Mosby Elsevier.
Armstrong B, Westen SC, Janicke DM. 2013. The Role of Overweight Perception and
Depressive Symptoms in Child and Adolescent Unhealthy Weight Control Behaviors: A
Mediation Model. J Pediatr Psychol.
Berger, Lauren. (2001). The Relationship between Accuracy of Self-Perception and
Attachment Organization in Adolescence. University of Virginia: Virginia
Burn, C.E et al. 2008. Pediatric primary Care : A handbook for Nurse Practitioners.
Philadelphia: Elsevier Health Science
Corey, Gerald. 2005. Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama
Idrus, M. 2001. Pandangan dan Kepedulian Perempuan terhadap Anak. Jurnal.
PHRONESIS, Vol. 3. No. 5.
Irwanto, dkk. 1997. Psikologi Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kim DS, Cho Y, Cho SI, Lim IS. 2009. Body weight perception, unhealthy weight control
behaviors, and suicidal ideation among Korean adolescents. J Sch Health. ;79(12):585-
92
NANDA Internasional. (2012). Diagnosis Kperawatan, Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Nelson, Larry J., Kenneth H. Rubin., Nathan A. Fox. (2005). Social withdrawal, observed
peer acceptance, and the development of self-perceptions in children ages 4 to 7 years.
Early Childhood Research Quarterly 20 (2005) 185–200
O'Neill JR, Williams HG, Pfeiffer KA, Dowda M, McIver KL, Brown WH, Pate RR,. 2013.
Young children's motor skill performance: Relationships with activity types and parent
perception of athletic competence. J Sci Med Sport. pii: S1440-2440(13)00484-2.
Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Rijn, A.B., Steensma, T.D., Kreukels, B.P., Cohen, P.T. Self-perception in a clinical sample
of gender variant children. Clin Child Psychol Psychiatry. 2013. 8(3):464-74
Satiadarma, M.P. 2001. Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak. Jakarta: Pustaka
Populer.
Walgito, B. 1997. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset
Wilkinson, Judith M., (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC edisi 7. Jakarta: EGC