komponen pengembangan kurikulum

39
KOMPONEN-KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM MAKALAH diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan Telaah Kurikulum Kelas A Oleh: Kelompok 2 Ikrimatul Husna (110210301004) Yudhi Al Amin (110210301024) Ahmad Hisyam As’ari (110210301040) Titis Triwidarti (110210301060) Anik Wahyuningsih (110210301061) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2013

Upload: anikwahyuningsih

Post on 27-Oct-2015

143 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Komponen Pengembangan Kurikulum

KOMPONEN-KOMPONEN PENGEMBANGAN

KURIKULUM

MAKALAH

diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan Telaah

Kurikulum Kelas A

Oleh:

Kelompok 2

Ikrimatul Husna (110210301004)

Yudhi Al Amin (110210301024)

Ahmad Hisyam As’ari (110210301040)

Titis Triwidarti (110210301060)

Anik Wahyuningsih (110210301061)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Komponen Pengembangan Kurikulum

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, selalu penulis kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga makalah

yang dikerjakan yang berjudul “Komponen-Komponen Pengembangan

Kurikulum” dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi

tugas pembuatan makalah sebagai bahan presentasi.

Penulis sadar, makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu

penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang dapat membangun

demi sempurnanya makalah ini.

Jember, September 2013

Penulis

Page 3: Komponen Pengembangan Kurikulum

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Komponen-Komponen dalam Pengemabangan Kurikulum ...............3

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................33

3.2 Saran ................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................iii

Page 4: Komponen Pengembangan Kurikulum

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi

yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara pada kegiatan

kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentral kegiatan

pendidikan, maka di dalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi

yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam. Banyak variasi

dalam mendefinisikan kurikulum. Ada yang memandangnya secara sempit

yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Adapula

yang mengartikannya secara luas. Meliputi semua pengalaman yang diperoleh

siswa karena pengarahan/ bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum

juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program

pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana di

atas (actual curriculum).

Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai

program pengajaran pada suatu jenjang kehidupan, dan dapat pula

menyangkut lingkup yang sangat sempit, seperti program pengajaran suatu

mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam lingkup yang luas

ataupun sempit kurikulum membentuk desain yang telah digambarkan pola

organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan

penunjangnya.

Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia

ataupun binatang yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau

komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah:

tujuan, isi atau materi, strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar),

Organisasi kurikulum serta evaluasi. Kelima komponen tersebut berkaitan erat

satu sama lain. Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi.

Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan

tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua,

Page 5: Komponen Pengembangan Kurikulum

2

kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan

tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, organisasi kurikulum sesuai

dengan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses isi dan tujuan

kurikulum.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja komponen-komponen dalam pengembangan kurikulum?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui komponen-komponen dalam pengembangan

kurikulum.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Dapat mengetahui komponen-komponen dalam pengembangan

kurikulum.

Page 6: Komponen Pengembangan Kurikulum

3

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Komponen-Komponen dalam Pengembangan Kurikulum

Komponen-komponen kurikulum yang lazim disebut dan selalu

dipertimbangkan dalam pengembangan tiap kurikulum ialah:

a. Tujuan

b. Bahan Pelajaran/Isi/Materi

c. Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar)

d. Organisasi Kurikulum

e. Penilaian/Evaluasi

Tiap komponen saling bertalian erat dengan semua komponen lainnya,

jadi tujuan bertalian erat dengan bahan pelajaran, proses belajar-mengajar,

dan penilaian. Artinya tujuan yang berlainan, kognitif, afektif, atau

psikomotor akan mempunyai bahan pelajaran yang berlainan, proses belajar-

mengajar yang lain dan harus dinilai dengan cara yang lain pula. Juga dalam

bidang kognitif pun tujuannya akan berbeda, misalnya bahan pengetahuan

tentang fisika, lain tujuannya dengan misalnya geografi atau sejarah, proses

belajar dan penilaiannya pun mungkin berbeda pula. Demikian pula bila

mulai dari komponen bahan pelajaran, kita lihat hubungannya dengan

komponen-komponen lain dalam stuktur kurikulum itu.

Kesalingterkaitan komponen-komponen itu dapat kita gambarkan

dalam bagan sebagai berikut:

Tujuan

Penilaian Bahan Pelajaran

Proses Belajar-mengajar

dan Organisasi

Page 7: Komponen Pengembangan Kurikulum

4

Tanda panah dua arah melambangkan interelasi antara komponen-

komponen kurikulum. Kita lihat tiap komponen yang manapun ada

hubungannya dengan semua komponen lainnya. Apa yang tampak gampang

pada bagan sebenarnya tidak mudah dalam pelaksanaan pengembangan

kurikulum, apalagi dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum, apalagi

dalam mencapai tujuan-tujuan yang bersifat umum, terutama dalam bidang

afektif, Bahan apa yang paling serasi untuk membentuk manusia yang jujur,

bertanggung jawab, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang setia kepada

janji, cermat, bersih, bijaksana, sopan, dan sebagainya, tidak mudah

menentukannya. Juga tidak mudah menentukan proses belajar-mengajarnya

yang tepat. Apakah seorang akan lebih bertanggung jawab bila ia disuruh

menghafal peraturan-peraturan, atau mendiskusikannya? Bagaimana menilai

seseorang bahwa ia telah bertanggung jawab dalam segala perbuatannya.

Kalau dikaitkan dengan tujuan nasional yang dirumuskan dalam falsafah

bangsa dan Negara seperti pancasila, maka dapat kita rasakan betapa sukar

dan peliknya pekerjaan pengembangan kurikulum.

Untuk tujuan spesifik berupa pengetahuan berupa fakta atau informasi

tertentu, penerapan komponen-komponen kurikulum itu relatif mudah. Akan

tetapi bila informasi dipertanyakan kedudukannya dalam rangka tercapainya

tujuan pendidikan nasional maka soalnya menjadi lebih pelik. Tidak mudah

menetukan pengetahuan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan

nasional. Maka ada kemungkinan tujuan spesifik itu lepas dari fungsinya

sebagai sumbangan kepada terwujudnya tujuan pendidikan nasional, dan

mempunyai tujuan tersendiri.

Setiap komponen itu ternyata mengandung masalah-masalah yang

komplek yang bertambah komplek lagi bila dikaitkan secara fungsional

dengan komponen-komponen lainnya. Tiap bahan pelajaran dengan tujuan

tersendiri sering memerlukan proses belajar-mengajar yang khas pula.

Menggunakan hanya satu metode untuk segala macam bahan dapat

dimisalkan dengan menggunakan satu macam obat untuk segala macam

penyakit.

Page 8: Komponen Pengembangan Kurikulum

5

Juga evaluasi atau penilaian merupakan masalah yang tak selalu mudah

dipecahkan. Untuk bahan dan tujuan tertentu relatif mudah dipecahkan.

Untuk bahan dan tujuan tertentu relatif mudah ditentukan alat penilaiannya,

khususnya mengenai bahan ditentukan alat penilaiannya, khususnya

mengenai bahan berupa fakta dan informasi. Bila berkenaan dengan tujuan-

tujuan yang lebih tinggi berupa pemahaman, aplikasi atau juga untuk berpikir

kritis dan kreatif penilaiannya menjadi pelik. Ada kalanya digunakan alat

yang tidak relevan karena tidak mengenai tujuan esensial, sering dipaksa oleh

keadaan. Hal ini misalnya terjadi dalam menilai siswa dalam jumlah yang

sangat besar. Walaupun seara teoritis diketahui bagaimana seharusnya

dilakukan, namun pemeriksaan jumlah yang besar itu rasanya sukar diatasi

kecuali dengan bantuan alat seperti komputer. maka sukar dielakan evaluasi

kurikulum yang terutama yang mengenai pengetahuan siap berupa fakta-fakta

yang sulit dilihat hubungannya dengan niai-nilai yang terdpat dalam manusia

pancasila sejati pembangunan. Kalau soal matematika UMPTN berjumlah 60

buah yang harus diselesaikan dalam waktu 60 menit, dapat dibayangkan

bahwa ujian itu tidak akan menilai proses berfikir menurut disiplin

matematika.

Dari segi struktur kurikulum soal-soal ujian Ebtanas dan UMPTN

dalam bentuk sekarang memberi peranan utama kepada aspek penilaian.

Karena komponen ini bertalian erat dengan segala komponen lainnya maka

cara penilaian ini akan menentukan tujuan kurikulum, bahan pelajaran, dan

proses belajar mengajar. Hal serupa ini menyebabkan tumbuhnya dengan

subur apa yang disebut “Bimbingan Tes”. Di Jepang bimbingan tes ini

mencapai proporsi raksasa dan melibatkan setiapa anak, dari Taman Kanak-

Kanak sampai SMA dalam latian tes diluar kegiatan-kegiatan di sekolah.

Pada umumnya siswa belajar apa yang akan diuji atau dinilai karena lulus

ujian sangat penting bagi masa depannya. Demikian pula guru cenderung

mengerjakan apa yang diharapkannya akan “keluar” dalam ujian. Banyaknya

yang lulus dengan angka baik merupakan alat penilaian masyarakat terhadap

mutu sekolah. Dengan sendirinya guru memilih pula proses belajar mengajar

Page 9: Komponen Pengembangan Kurikulum

6

yang sesuai yakni latihan, ulangan, hafalan, sampai bahan itu menjadi bahan

siap.

Kita lihat bahwa perubahan atau pengutamaan salah satu aspek dengan

sendirinya akan mempengaruhi keseluruhan kurikulum.

Urutan komponen dalam pengembangan kurikulum

Biasanya dalam pengembanngan kurikulum secara teoritis mulai

dengan merumuskan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan, pemilihan

bahan pelajaran, proses belajar mengajar, pengelolaan organisasi dan alat

penilaiannya.

Namun ada yang menganjurkan agar segera setelah dirumuskan tujuan

disusun alat evaluasinya, kemudian bahan dan proses belajar-mengajarnya

serta organisasinya.

Ada pula yang mulai dengan melihat bahan yang akan dipelajari, sering

dengan berpedoman pada buku pelajaran yang dianggap serasi. Sesudah itu

baru ditentukan tujuan yang akan dicapai berdasarkan bahan itu. Akhirnya

dipikirkan proses belajar mengajar dan cara penilaiannya.

1. Merumuskan

Tujuan

2. Memilih Bahan

Pelajaran (Isi Materi)

5. Membuat Alat

Penilaian

(Evaluasi)

3. Menentukan Strategi

pelaksanaan PBM (Proses

Belajar Mengajar)

4. Mengelola

Organisasi

Kurikulum

Page 10: Komponen Pengembangan Kurikulum

7

Dalam praktek biasanya semua unsur itu dipertimbangkan tanpa

urutan yang pasti. Sekalipun telah dimulai dengan tambahan setelah

mempelajari bahan yang dianggap perlu diberikan. Jadi dalam proses

pengembangannya tampak proses interaksi menuju perpaduan dan

penyempurnaan. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 3-7).

2.1.1 Tujuan Kurikulum

Tiap rencana harus mempunyai tujuan agar diketahui apa yang

harus dicapai. Tujuan juga memberi pegangan apa yang harus

dilakukan, serta bagaimana cara melakukannya. Tujuan juga merupakan

patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah dicapai. Dalam

perencanaan kurikulum dewasa ini perhatian terhadap rumusan tujuan

merupakan ciri yang paling menonjol. Masalah tujuan dalam kurikulum

bahkan dalam tiap persiapan pelajaran sejak dulu merupakan sesuatu

yang lazim. Namun, aspek tujuan dalam pengembangan kurikulum

menonjol karena usaha untuk mengkhususkan tujuan itu, sehingga jelas.

- Sumber-Sumber Tujuan

a. Kebudayaan Masyarakat. Fungsi pendidikan dapat dipandang

sebagai pengawet dan penerus kebudayaan agar anak menjadi

anggota masyarakat sesuai dengan pandangan hidup atau falsafah

bangsa dan negara.

b. Individu. Tujuan pendidikan tak dapat dipahami semata-mata

berdasarkan kepentingan individu. Adanya perbedaan individu

yang juga harus diperhatikan dalam pendidikan justru dapat

memperkaya kehidupan masyarakat. Maka sebenarnya

individualisasi dan sosialisasi bukan dua hal yang bertentangan

melainkan yang bersifat komplementer dan saling melengkapi.

c. Mata Pelajaran, Disiplin Ilmu (Taba, 1962:194). Sumber utama

tujuan ketiga adalah pengetahuan yang dituangkan dalam berbagai

disiplin ilmu. Anak dikirim ke sekolah oleh orang tua agar anak itu

belajar ilmu, mengumpulkan sebanyak-banyaknya pengetahuan.

Page 11: Komponen Pengembangan Kurikulum

8

Aspek inilah yang dapat membawa anak kepada tingkat pendidikan

yang setinggi-tingginya. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr.

Nasution,. Hal. 39-41).

- Tingkatan Tujuan Kurikulum

Merumuskan tujuan kurikulum ternyata banyak seluk

beluknya. Tujuan itu berbeda-beda tingkatannya. Ada tujuan pada

tingkat nasional yang berhubungan erat dengan falsafah bangsa dan

negara dan dengan politik negara pada suatu saat. Segala tujuan

kurikulum lainnya harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional itu

dan harus merupakan langkah dan sumbangan ke arah perwujudannya.

Tujuan tiap lembaga pendidikan dicapai melalui berbagai pelajaran

yang lazim disebut tujuan kurikuler. Tujuan ini terdapat dalam

berbagai mata pelajaran atau bidang studi. Selain itu tiap mata

pelajaran mempunyai lebih dari satu tujuan walaupun setiap pelajaran

mempunyai tujuan, namun tujuan itu kurang disadari oleh guru

maupun para siswa. Misalnya mereka tidak menyadari dan tidak dapat

merumuskan tujuan kimia, sejarah, ekonomi, fisika, dan lain-lain.

Dengan demikian hakikat suatu mata pelajaran serta nilai pendidikan

yang terkandung di dalamnya tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk

membentuk pribadi siswa sebagai individu dan sebagai warga negara.

(Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 42-43).

- Perumusan Tujuan

Agar suatu tujuan dapat diwujudkan maka perumusannya

secara spesifik. Tiap mata pelajaran mempunyai sejumlah tujuan yang

dapat membentuk kelakuan dan dengan demikian dapat pula diukur

dengan taraf ketercapaiannya.

Hilda Taba memberikan beberapa petunjuk tentang cara merumuskan

tujuan, antara lain:

Page 12: Komponen Pengembangan Kurikulum

9

a. Tujuan itu hendaknya berdimensi dua, yakni mengandung unsur

proses dan produk

b. Menganalisis tujuan yang bersifat umum dan kompleks menjadi

spesifik.

c. Member petunjuk tentang pengalaman apa yang diperlukan untuk

mencapai tujuan itu.

d. Menunjukkan bahwa suatu tujuan tidak selalu dapat dicapai segera.

Akan tetapi, adakalanya memakan waktu yang lama.

e. Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan dalam bentuk

kegiatan atau pengalaman belajar tertentu.

f. Tujuan itu harus komprehensif maksudnya meliputi segala tujuan

yang ingin dicapai di sekolah bukan hanya penyampaian informasi,

akan tetapi juga keterampilan berfikir, hubungan sosial, sikap

terhadap bangsa dan negara, dan sebagainya. (Taba, 1962, h.200-

205).

- Cara Merumuskan Tujuan

Menurut Robert F. Mager memberi petunjuk sebagai berikut :

a. Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk kelakuan

yang dapat diamati dan dapat diukur

b. Harus dinyatakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai.

c. Harus pula ditentukan kriteria tentang tingkat keberhasilan yang

harus dicapai oleh siswa.

d. Dalam perumusan tujuan hendaknya digunakan kata kerja yang

menunjukkan apa yang dapat dilakukan siswa setelah belajar.

Menurut Davies, cs. Memberi petunjuk untuk melengkapi cara

perumusan tujuan spesifik menurut Mager. Antara lain:

a. Cari atau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi siswa.

b. Tentukan suatu “Referent Situation” yaitu suatu situasi di mana

tujuan itu dapat diterapkan secara nyata.

Page 13: Komponen Pengembangan Kurikulum

10

c. Tulis suatu test berkenaan dengan situasi referensi itu yang dengan

cermat menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standard kelakuan

dalam situasi itu.

d. Tulis tujuan instruksional dalam bentuk kelakuan yang nyata yang

berhubungan dengan situasi referensi itu. (Davies cs., 1974, h. 52-

71). (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 43-45)

- Tujuan dan Teknologi Pendidikan

Perumusan tujuan dalam bentuk yang spesifik menjadi popular

dengan bangkitnya konsep kurikulum sebagai teknologi pendidikan

berkat pengaruh Tyler (1949) dan Skinner (1956) yang ingin

menjadikan pengemabangan kurikulum dan proses belajar/mengajar

suatu usaha yang rasional dan ilmiah. Ada pula Benyamin Bloom

memberikan pegangan yang sangat membantu. Ia menggolongkan

tujuan pendidikan dalam tiga kategori yang dipaparkan dalam

bukunya yang sangat terkenal yaitu “ Taksonomy of Educational of

Objectives” (1956). Yang kini dikenal dengan tiga macam kategori

yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Yang menarik dalam pemikiran

Bloom adalah penguraiannya lebih lanjut tentang tiap golongan

tujuan. Tiap golongan dianalisisinya dalam tujuan yang terkenal ialah

tingkatan tujuan dalam ranah kognitif. Yaitu: (1.) Pengetahuan,

Informasi, Fakta, (2.) Pengertian dan Pemahaman, (3.) Aplikasi,

Penerapan, (4.) Analisis, (5.) Sintesis dan (6.) Evaluasi, Penilaian.

(Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 46-47).

- Kesulitan-Kesulitan Tentang Perumusan Tujuan Spesifik

Walaupun telah ada macam-macam petunjuk, tentang cara

menganalisis tujuan umum yang spesifik ternyata banyak pekerjaan itu

rupanya tidak semudah yang diduga. Selain itu timbul berbagai reaksi

terhadap tujuan spesifik itu. Pengaruh konsep humanistik tentang

kurikulum menolak tujuan-tujuan spesifik sebagai dasar dan tujuan

Page 14: Komponen Pengembangan Kurikulum

11

pendidikan. Keberatan-keberatan lain ialah timbulnya bahaya

menjadikan evaluasi menguasai pendidikan yakni bahwa yang

dijadikan tujuan pendidikan hanyalah apa yang dapat dinilai. Selain itu

diragukan apakah seluruh pendidikan dapat dirumuskan dalam bentuk

kelakuan yang dapat dinikmati. (Kelly 1977, h. 29-32).

(Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 47-48).

- Tingkatan Keputusan Tentang Tujuan

Keputusan tentang tujuan pendidikan diambil pada berbagai

tingkatan. tujuan pendidikan nasional ditentukan oleh instansi tertinggi

dalam pemerintahan yaitu parlemen atau DPR. Tujuan kurikulum yang

bersifat umum merupakan wewenang kementrian pendidikan dan

pengajaran beserta aparatnya. Tujuan yang spesifik biasanya

dipercayakan kepada guru, dalam mempersiapkan tiap pelajaran yang

akan dipersiapkannya. Ada kemungkinan guru itu juga melibatkan

orang tua maupun murid-murid walaupun belum lazim di sekolah kita.

Penentuan tujuan kurikulum menurut nilai-nilai yang dijunjung tinggi

dalam masyarakat berkenaan dengan asas filosofis dalam

pengembangan kurikulum. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr.

Nasution,. Hal. 48).

2.1.2 Isi atau Materi Kurikulum

Untuk menentukan bahan pelajaran dalam pengetahuan

kurikulum pada hakikatnya ada tiga sumber, yaitu:

1. Masyarakat dan kebudayaannya

2. Anak dengan minat serta kebutuhannya

3. Pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh umat manusia sebagai

hasil pengalamannya dan telah disusun secra sistematis oleh para

ilmuan dalam sebuah disiplin ilmu.

Ketiga sumber itu harus digunakan dalam proporsi yang

seimbang. Namun selalu ada kemungkinan bahwa salah satu sumber

Page 15: Komponen Pengembangan Kurikulum

12

lebih diutamakan, bergantung pada tujuan pendidikan yang ingin

dicapa. Salah satu hal yang paling pelik sejak dulu ialah keseimbangan

antara kepentingan masyarakat atau negara dan kepentingan individu.

Mengutamakan yang satu dapat mengurangi kesejahteraan yang satu

lagi.

1. Masyarakat

Fungsi sekolah erat hubungannya dengan kebutuhan

masyarakat. Sekolah sejak mulanya didirikan oleh masyarakat untuk

kepentingan masyarakat demi kelanjutan hidup, perkembangan dan

kebahagiaan masyarakat. Karena itu diusahakan kurikulum relevan

dengan kebutuhan masyarakat. Relevansi juga merupakan salah satu

patokan penting dalam pengembangan kurikulum. Tiap pendidik

yang mencampuri persekolahan akan mempunyai pandangan

masing-masing apa yang harus diajarkan agar anak-anak yang

dididik akan menjadi manusia yang berguna dalam masyarakatnya.

Salah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam mencari

relevansi pendidikan dengan masyarakat ialah Franklin Bobbit

(1992). Ia berusaha secara ilmiah mengembangkan kurikulum. Cara

ini sampai sekarang pada prinsipnya masih dilakukan. Bobbit

berpendapat bahwa sekolah harus mendidik anak agar menjadi

manusia dewasa dalam masyarakat. Itulah yang harus diajarkan di

sekolah agar kurikulum benar-benar relevan.

Relevansi pendidikan dengan kehidupan masyarakat juga

merupakan dasar pikiran kurikulum yang menggunakan fungsi-

fungsi sosial. Boleh dikatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan

oleh manusia, dimana dan kapanpun, telah tercapai dalam kegiatan

itu. Walaupun jaman telah berubah, namun pada prinsipnya kegiatan

itu sama. Hubungan erat yang diinginkan dalam kurikulum juga

diusahakan dalam kurikulum berdasarkan persistent life situations

yaitu situasi-situasi dan masalah-masalah hidup yang dihadapai

Page 16: Komponen Pengembangan Kurikulum

13

manusia sepanjang masa atau yang senantiasa muncul kembali

dalam hidup manusia.

2. Kurikulum dan Kebudayaan

Umumnya dikatakan bahwa kurikulum harus relevan dengan

kebudayaan masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung, bahwa

isi kurikulum ditentukan berdasarkan analisis kebudayaan

masyarakat. Walaupun pada umumnya dasar penentuan kurikulum

itu mudah diterima, masalahnya menjadi kompleks bila ditinjau lebih

lanjut.

Kebudayaan mempunyai tafsiran yang bermacam-macam.

Sukar diberikan satu rumusan yang dapat diterima oleh semua.

Kebudayaan dapat ditafsirkan sebagai segala aspek cara hidup

masyarakat tertentu dapat juga dipandang sebagai hasil terbaik

masyarakat berupa kesusasteraan dan kesenian. Tiap masyarakat

mempunyai kebudayaan tersendiri menurut kebangsaan, kesukuan,

adat istiadat, agama, dan sejarah perkembangan masing-masing.

3. Kurikulum dan Pengetahuan

Kemampuan manusia untuk mencari dan memperoleh

pengetahuan sungguh mengagumkan. Menurut para ilmuan dalam

sejumlah disiplin ilmu, pengetahuan berlipat ganda dalam kurun

waktu sepuluh tahun. Anak yang lahir sekarang akan menghadapi

pengetahuan yang empat kali lipat banyaknya bila ia lulus perguruan

tinggi dan bila ia berusia lima puluh tahun pengetahuan akan tiga

puluh dua kali lipat banyaknya bila dibandingkan dengan waktu ia

lahir.

Tak mungkin seluruh bahan itu diajarkan di sekolah dan tak

ada manusia yang akan sanggup menguasainya. Bahkan menyuruh

murid menghafal fakta-fakta pun bukan cara yang tepat untuk

menghadapi pertambahan dan perubahan pengetahuan. Apa yang

dipelajari sekarang tak lama lagi akan kusam dan tak akan lagi

Page 17: Komponen Pengembangan Kurikulum

14

relevan. Penguasaan bahan pelajaran tampaknya tidak lagi layak

dipentingkan. Mengetahui tidak lagi sepenting kemampuan mencari

sendiri untuk mengetahuinya. Proses belajar akan lebih penting

daripada produk yang harus dikuasai.

Aliran rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang

benar hanya dapat diperoleh berkat intelek, pikiran, atau rasio.

Pengetahuan yang benar hanya dapat dikenal melali rasio atau

intelek murni. Untuk mencapai pengetahuan kita harus melampai,

mantransenden kondisi kita sebagi manusia.

Sebaliknya aliran empirisme yang merupakan reaksi terhadap

mistisisme rasionalisme, berpendirian bahwa pengetahuan hanya

diperoleh melalui alat driya. Pengetahuan ini tidak bersifat mutlak

akan tetapi tentatif atau sementara. Karena itu dapat senantiasa

berubah, diperbaiki atau dikembangkan.

4. Seleksi Bahan Pelajaran

Memilih bahan yang diajarkan merupakan suatu hal yang

sulit. Kesulitannya ialah menentukan kriterian yang dapat disetujui

bersama. Kesulitan lain adalah eksplosi pengetahuan yang

berlangsung dalam tempo yang kian hari kian cepat sehingga tidak

ada pengetahuan yang kenvesional yang berlaku lama. Untuk

menentukan bahan pelajaran perlu adanya kriteria yang didasarkan

atas prioritas.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kriteria tentang

seleksi bahan pelajaran akan berhubungan dengan faktor-faktor

seperti fungsi sekolah dalam masyarakat, analisis tentang kebutuhan

dan tuntunan masyarakat, studi tentang minat, kebutuhan dan

perkembangan anak dan proses belajar serta analisis tentang hakikat

pengetahuan dan isi disiplin. Hilda Taba (Taba, 1962, h.267/307)

memebrikan kriteria tentang bahan yang akan diajarkan, yaitu:

Page 18: Komponen Pengembangan Kurikulum

15

1. Bahan itu harus sahih (valid) dan berarti (signiffikant) artinya

harus menggambarkan pengetahuan mutahir. Karena bahan

berupa fakta dan informasi cepat menjadi usang maka diutamakan

bahan berupa konsep prinsip, ide pokok, generalisasi dan sistem

pikiran yang lebih permanen walaupun mungkin mengalami

perubahan.

2. Bahan itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar

anak-anak lebih mampu memahami dunia tempat Ia hidup, serta

perubahan-perubahan yang terus menerus terjadi.

3. Bahan pelajaran itu harus mengandung keseimbangan antara

keluasan dan kedalaman maksudnya adalah bahan yang

digunakan dipelajari secara mendalam yang dipusatkan pada

bidang tertentu seperti prinsip-prinsip, ide pokok, dan konsep

yang luas sehingga kedalaman pelajaran membuka kemungkinan

untuk memahami bidang-bidang lain.

4. Bahan pelajaran harus mencakup berbagai ragam tujuan.

5. Bahan peajaran harus dapat disesuaikan dengan kemampuan

murid untuk mempelajarinya dan dapat dihubungkan dengan

pengalamannnya.

6. Bahan pelajaran harus sesuai dengan kebutuhan dan minat

belajar. Kebutuhan dapat ditafsirkan sebagai apa yang dituntut

oleh masyarakat agar individu dapat hidup tenteram dalam

masyarakat.

Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi,

Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang

sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :

1. Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang

mengandung urutan waktu.

2. Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung

hubungan sebab-akibat.

Page 19: Komponen Pengembangan Kurikulum

16

3. Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang

mengandung struktur materi.

4. Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan

materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada

keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks.

Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan

menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang

sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun

dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur,

dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.

5. Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan

pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana,

kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan

yang lebih kompleks.

6. Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar

dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh

pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah

sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan

hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e)

interpretasi hasil tes.

7. Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai

(d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi

hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang

masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta

untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.

8. Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran

dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian

dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai

tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut

menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus

dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku

Page 20: Komponen Pengembangan Kurikulum

17

terakhir. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal.

54-72).

2.1.3 Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar)

Pada dasarnya komponen strategi berhubungan dengan

implementasi kurikulum. Dengan kata lain komponen strategi

kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu

upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik di sekolah melalui

kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan

terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk

menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media

pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi

pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum (SK/KD),

karakteristik materi pelajaran, dan tingkat perkembangan peserta didik.

Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam

menyampaikan isi kurikulum, antara lain:

a) Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan

materi yang sebelumnya telah diolah sendiri, sementara siswa lebih

banyak menerima materi yang telah jadi,

b) Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan incuiry),

c) Strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja kelompok, dan diskusi

kelompok,

d) Strategi pembelajaran individual.

Disamping strategi, ada juga metode mengajar. Metode adalah

cara yang digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau

materi pelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum. Sekalipun yang

menggunakan metode mengajar itu adalah guru,tetapi tetap harus

berorientasi dan menekankan pada aktivitas belajar peserta didik secara

optimal. Untuk memilih metode mana yang akan digunakan, guru dapat

melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada

Page 21: Komponen Pengembangan Kurikulum

18

mata pelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta didik,dan

pendekatan yang berorientasi pada kehidupan bermasyarakat. Meskipun

demikian, tidak ada satu metode pun yang di anggap paling ampuh.

Oleh sebab itu, guru harus dapat menggunakan multi metode secara

bervariasi.

Di dalam kegiatan pembelajaran, guru harus dapat

menggunakan multimedia, baik media visual, media audio, maupun

audio visual. Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat.

Media ini ada yang dapat diproyeksikan ada juga yang tidak di

proyeksikan. Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam

bentuk auditif (hanya dapat didengar), seperti program kaset suara dan

program radio. Media audio visual adalah media yang dapat dilihat dan

dapat didengar, seperti program video, televisi, dan program slide suara

(sound slide).

Sumber belajar adalah bagian yang tak terpisahkan dalam proses

pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran yang tradisional,

penggunaan sumber belajar terbatas pada informasi yang diberikan oleh

guru,dan beberapa diantaranya ditambah dengan buku sumber. Bentuk

sumber belajar yang lain cenderung kurang mendapat perhatian,

sehingga aktivitas-aktivitas belajar peserta didik kurang berkembang.

Berdasarkan pendekatan teknologi pendidikan, sumber belajar dapat

dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

a) Manusia,

b) Bahan,

c) Lingkungan,

d) Alat,dan

e) Perlengkapan, serta aktivitas

Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut

mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan

progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran

adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan

Page 22: Komponen Pengembangan Kurikulum

19

materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya,

sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk

memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan

rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran

melalui dinamika kelompok.

Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik

pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari

guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan

proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran

moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.

Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran

guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator,

guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang

kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk

mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan

perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan

pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara

personal.

Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis

teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi

membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran.

Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam

pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih

dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam

pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar

tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau

media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis

lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya

mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-

perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.

Page 23: Komponen Pengembangan Kurikulum

20

Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk

menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran

memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.

Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,

belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah

PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif,

Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang

guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara

variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa

untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan

menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.

2.1.4 Organisasi Kurikulum

Kurikulum merupakan rencana untuk keperluan pelajaran anak,

maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam organisasi tertentu agar

tujuan pendidikan dapat dicapai. Organisasi atau desain kurikulum

dimaksud untuk memudahkan anak dalam belajar. Dalam organisasi

dicoba diwujudkan apa yang diketahui tentang teori, konsep, pandangan

tentang pendidikan, perkembangan anak dan kebutuhan msyarakata.

Kurikulum itu menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang

tepat untuk mempelejarinya, keseimbangan bahan pelajaran dan

keseimbanagan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.

Organisasi atau desain kurikulum berhubungan erat dengan

tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Bila tujuannya terutama transmisi

atau penyampaian kebudayaan dan pengetahuan maka yang paling

sesuai ialah organisasi kurikulum berupa mata pelajaran yang lazim

disebut subject curiculum. Akan tetapi bila kebutuhan masyarakat atau

anak menjadi tujuan utama maka kurikulum yang paling serasi adalah

kurikulum yang paling serasi ialah kurikulum yang berdasarkan

Page 24: Komponen Pengembangan Kurikulum

21

masalah-masalah masyarakat atau anak/pemuda yang bisanya berifat

integrate atau terpadu.

A. Jenis-jenis Organisasi Kurikulum

1. kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subject curriculum)

Kurikulum ini bertujuan agar generasi muda mengenal hasil

kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan

sejak berabad-abad, agar mereka tak perlu mencari dan menemukan

kembali apa yang telah diperoleh generasi-generasi terdahulu. Dengan

demikian mereka lebih mudah dan lebih cepat membekali diri untuk

menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya.

Keuntungannya adalah bahwa pengetahuan yang telah dimiliki

itu telah disusun secara logis dan sistematis dalam bentuk disiplin ilmu

oleh para ahli dan ilmuwan. Disiplin ilmu tidak hanya mempunyain isi,

atau bahanra berpikir tertentu sehingga cabang ilmu itu dapat

selanjutnya dapat dikembangkan. Jadi dengan mempelajari disiplin

ilmu itu para siswa tidak hanya memperluas pengetahuannya melainkan

juga memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu. Dengan demikian

mereka dibekali dengan produk dan proses berpikir disiplin ilmu

tersebut.

Kurikulum ini bertahan terus sebab mempunyai ciri-ciri yang

tidak dimiliki oleh kurikulum lain. Kurikulum ini mempunyai banyak

keuntungan, antara lain:

memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi lampau

yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang.

Mempunyai organisasi yang mudah strukturnya, mudah diubah,

diperluas atau dipersempit, mudah disesuaikan dengan perkembangan

baru dalam ilmu pengetahuan.

Mudah dievaluasi bila perlu dengan menggunakan test objektif yang

dapat dinilai secara otomatis dengan komputer sehingga memudahkan

penilaian ujian atau tes secara massal.

Page 25: Komponen Pengembangan Kurikulum

22

Didukung bahkan dituntut oleh perguruan tinggi dalam penerimaan

mahasiswa baru.

Telah diterima baik dan mudah dipahami oleh guru, orang tua dan

siswa.

Mengandung logika tersendiri menurut disiplin masing-masing,

memberikan pengetahuan secara sistematis dan karena itu memberikan

metode yang logis dan efektif untuk menguasai bahan pelajaran.

Kelemahan kurikulum berdasarkan matapelajaran, antara lain:

terdapat kesenjangan antara pengalaman anak dan pengalaman umat

manusia yang tersusun logis-sistematis sehingga timbul bahaya

verbalisme.

Serring pengetahuan yang logis sistematis itu tidak fungsional dalam

menghadapi masalah-masalah masyarakat dan tidak sesuai dengan

minat, kebutuhan serta masalah-masalah para siswa dalam hidupnya.

Kurikulum ini memberikan pengetahuan lepas-lepas, sering berupa

fakta dan informasi yang perlu dihafal. Dengan demikian siswa

memperoleh pengetahuan yang mendangkal tentang banyak hal.

a. Mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum)

kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-

pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata

pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan

tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta

didik, semua materi diberikan sama.

Seperti: Sejarah, Ilmu Pasti, Bahasa indonesia, dan sebagainya.

Tiap mata ajaran disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya

dengan mata ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu

tertentu, dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan

kemampuan siswa, semua materi diberikan sama.

b. Mata pelajaran gabungan (correlate curriculum)

Page 26: Komponen Pengembangan Kurikulum

23

Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum subject yang

terpisah-pisah. Agar pengetahuan tidak lepas-lepas dapat diusahakan

hubungan antara antara dua mata pelajaran atau lebih yang dapat

dipandang sebagai kelompok yang mempunyai hubungan yang erat.

Terbentuknya kurikulum gabungan ini didorong oleh usaha

mengadakan integrasi dalam pengetahuan anak dan mencegah

penguasaan bahan yang banyak akan tetapi mendangkal dan lepas-lepas

sehingga mudah dilupakan dan tidak fungsional.

Seperti yang dikenal sebagai IPA (Ilmu Pengetahuan Alam atau

Science) yang merupakan gabungan antara Fisika, Kimia dan Biologi,

IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial atau Social Studies) sebagai gabungan

antara sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi dan psikologi,

Bahasa yakni gabungan antara Tatabahasa, Membaca, Mengarang,

bercakap-cakap dan sebagainya.

2. kurikulum Terpadu (integrated curriculum)

Kurikulum ini membuka kesempatan yang lebih besar untuk

mengadakan kerja kelompok, memanfaatkan masyarakat dan

lingkungan sumber belajar, memperhatikan perbedaan invidual,

melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Kurikulum ini

dengan sendirinya fleksibel dan tidak mengharapkan hasil belajar yang

sama dari semua murid. Tanggung jawab mengembangkan kurikulum

banyak dipercayakan kepada guru-guru, orang tua, dan murid-murid.

a. berdasrkan “social functions” atau “major areas of living”

kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas analaisis kegiatan-

kegiatan utama manusia dalam masyarakat dalam “social

functions” atau “major areas of living” yang antara lain terdiri

atas (1) perlindungan dan pelestarian hidup, kekayaan dan sumber

alam, (2) produksi barang dan jasa serta distribusi, (3) konsumsi

benda dan jasa, (4) komunikasi dan transportasi benda dan

manusia, (5) rekreasi, (6) ekspresi rasa keindahan, (7) ekspresi rsa

Page 27: Komponen Pengembangan Kurikulum

24

keagamaan, (8) pendidikan, (9) perluasan kebebasan, (10)

integrasi kepribadian, (11) penelitian, ini kiranya dapat

dimasukkan segala macam kegiatan manusia. Dengan

mempelajarinya para siswa akan mengenal segala kegiatan

manusia dalam masyarakat dan dapat diharapkan akan lebih

mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam

hidupnya.

b. berdasarkan masalah-masalah, minat dan kebutuhan pemuda

kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas kebutuhan, minat dan

masalah-masalah yang dihadapi para siswa. Ross Mooney cs

menemukan 383 buah masalah mereka yang dapat digolongkan

dalam 11 bidang, antara lain (1) kesehatan dan perkembangan

fisik, (2) keuangan, keadaan hidup dan pekerjaan, (3) kegiatan

sosial dan rekreasi, (4) hubungan dengan jenis kelamin lain,

perkawinan, (5) hubungan sosial-psikologis, (6) hubungan

pribadi-psikologis, (7) moral dan agama, (8) rumah dan keluarga,

(9) masa depan, jabatan dan pendidikan, (10) penyesuaian dengan

pekerjaan sekolah, (11) kurikulum dan proses belajar-mengajar

yang diselidiki adalah masalah-masalah yang nyata yang

dikemukakan oleh pemuda, namun ada lagi masalah-masalah lain

yang tidak disadari dan tidak diungkapkan.

c. Kurikulum inti (core curriculum)

Kurikulum inti yaitu suatu program yang berupa unit-unit

masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata

pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui

kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya.

Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya

diberikan secara terintegrasi.

Selain itu, kurikulum ini merupakan rangakaian pengalaman yang

saling direncanakan secara kontinu, terus-menerus sebelum dan

Page 28: Komponen Pengembangan Kurikulum

25

selama dijalankan yang didasarkan atas masalah atau problema

yang bersifat pribadi dan bersifat sosial memperuntukan bagi

semua siswa. Kurikulum ini menggunakan bahan dari segala

disiplin ilmu atau matapelajaran yang diperlukan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi, termasuk bahan dari

lingkungan.

Core ini menggunakan bahan dari segala disiplin ilmu atau

matapelajaran yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang

dihadapi, termasuk bahan dari lingkungan. Core ini banyak

dilakukan dengan perencanaan bersama oleh guru-guru dan juga

murid. Bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral

dari program ini. Core ini dilakukan organisasi kurikulum yang

terpadu dan diberikan dalam kelas dalam periode yang agak

panjang, misalnya 2 jam berturut-turut.

Pokok-pokok yang dapat dipilih sangat luas, misalnya:

Memahami dan menghormati orang lain

Melestarikan sumber alam

Memilih jabatan

Bergaul dengan orang lain

Kehidupan dalam rumah tangga

Membangun dunia yang damai

Memahami tenaga atom

Menganalisis propaganda

Apakah akan ke perguruan Tinggi ?

Memahami dunia barat

Mendidik anak

Dan lain-lain

Page 29: Komponen Pengembangan Kurikulum

26

2.1.5 Evaluasi Kurikulum

Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas

pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi

untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai

atau belum, juga dapat digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan

strategi yang ditetapkan. Evaluasi merupakan salah satu komponen

kurikulum, dengan evaluasi, dapat diperoleh informasi yang akurat

tentang penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa, guru dan

proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat

keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya

bimbingan yang diperlukan. Tujuan evaluasi kurikulum mecakup dua

hal yaitu : pertama, evaluasi digunakan untuk menilai efektifitas

program. Kedua, evaluasi dapat digunakan sebagai alat bantu dalam

pelaksanaan kurikulum (pembelajaran). (Kurikulum dan

Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal, 29-30).

Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja

kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator

kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan

kelayakan (feasibility) program. Diadakanya evaluasi kurikulum,

menurut Ibrahim (2006) dimaksudkan untuk keperluan:

a. Perbaikan Program

Yaitu peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena

informasi hasil evaluasi dijadikan masukan bagi perbaikan yang

diperlukan didalam program kurikulum yang sedang

dikembangkan. Disini evaluasi kurikulum lebih merupakan

kebutuhan yang datang dari dalam sistem itu sendiri karena

evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan

dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang

bersangkutan.

Page 30: Komponen Pengembangan Kurikulum

27

b. Pertanggungjawaban Kepada Berbagai Pihak

Setelah pengembangan kurikulum dilakukan, perlu adanya

semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum

kepada pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud

mencakup pihak yang menseponsori kegiatan pengembangan

kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi konsumen

dari kurikulum yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak-

pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua,

pelaksana pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut

mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang

bersangkutan.

Bagi pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini

tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam melainkan

lebih merupakan suatu keharusan dari luar. Sekalipun demikian hal

ini tidak biasa kita hindari karena persoalan ini mencakup

pertanggungjawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah

merupakan suatu konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan

pendidikan. Dalam mempertanggungjawabkan hasil yang telah

dicapainya, pihak pengembang kurikulum perlu mengemukakan

kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang

dikembangkan serta usaha lanjut yang diperlukan untuk mengatasi

kelemahan-kelemahan jika ada, yang masih terdapat. Untuk

menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan

tersebut di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.

c. Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan

Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat

berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan : pertama,

apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan disebar

luaskan kedalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yang

Page 31: Komponen Pengembangan Kurikulum

28

bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru

tersebut akan disebarluasakan kedalam sistem yang ada? Ditinjau

dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan,

pertanyaan pertama,dipandang tidak tepat untuk diajukan pada

akhir fase perkembangan. Pertanyaan tersebut hanya

memungkinkan memiliki dua jawaban yang diberikan itu adalah

tidak. Jika hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang

tidak menguntungkan : biaya, tenaga, dan waktu yang telah

dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan percuma, peserta

didik telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase

pengembanagan telah terlanjur dirugikan; sekolah-sekolah dimana

proses pengembangan itu berlangsung harus kembali

menyesuaikan diri lagi kepada cara lama, dana kan timbul sikap

skeptis dikalangan orang tua dan masyarakat terhadap perubahan

pendidikan dalam bentuk apapun.

Pertanyaan kedua, dipandang lebih tepat untuk diajukan

pada akhir fase pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut

mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan,

aspek-aspek mana dari kurikulum tersebut yang masih perlu

diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran yang

bagaimana sebaiknya ditempuh, dan persyaratan-persyaratan apa

yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu didalam sistem yang ada.

Pertanyaan –pertanyaan ini lebih bersifat konstruktif dan lebih

dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral maupun

teknis. Untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam

menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan adanya

kegiatan evaluasi.

Menurut Dr. Oemar Hamalik., Jenis penilaian yang

dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian

tersebut. Misalnya Penilaian Formatif dimaksudkan untuk

mengetahui kemajuan siswa dari hasil belajar yang dicapai oleh

Page 32: Komponen Pengembangan Kurikulum

29

siswa setelah menyelesaikan program dalam satuan materi pokok

suatu bidang studi tertentu dan dalam upaya melakukan perbaikan

yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian sumatif yang

bermaksud menilai kemajuan siswa setelah mengikuti

pembelajaran dalam satu semester atau dalam periode tertentu,

untuk mengetahui perkembangan siswa secara menyeluruh.

Penilaian harus bernilai objektif, dilakukan berdasarkan tanggung

jawab kelompok guru, rencana terkait dengan pelaksanaan

kurikulum sesuai tujuan dan materi kurikulum dengan alat ukur

yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang

akurat. (Kurikulum dan Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal,

30).

Dalam evaluasi dapat dua jenis yaitu:

1. Tes

Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa

dalam asfek kognitif. Tes memiliki dua kriteria yaitu tes memiliki

tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang hendak diukur.

Kedua memiliki tingkat reliabilitas/kendalan jika tes tersebut bisa

menghasilkan informasi yang konsisten. Tes berdasarkan jumlah

peserta dibedakan jadi tes kelompok yaitu dilakukan terhadap

sejumlah siswa secara bersama-sama dan tes individu adalah tes

yang dilakukan kepada seorang individu secara perorangan. Tes

dilihat dari cara penyusunannya yaitu tes buatan guru yaitu untuk

menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan

dan tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur

kemampuan siswa dan memprediksi kemampuan siswa pada masa

yang akan datang. Tes dilihat dari pelaksanaannya dibedakan

menjadi tes tertulis adalah dengan cara siswa menjawab sejumlah

soal secara tertulis dan tes lisan adalah tes yang dilakukan langsung

komunikasi dengan siswa secara verbal.

Page 33: Komponen Pengembangan Kurikulum

30

2. Non Tes

Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk

asfek tingkah laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Beberapa

jenis non tes yaitu :

a. Observasi

Observasi adalah penilaian dengan cara mengamati tingkah

laku pada situasi tertentu. Observasi dibedakan jadi observasi

partisipatif yaitu dimana observer ikut kedalam objek yang sedang

dia observasi. Observasi non partisipatif yaitu observasi yang

dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat.

b. Wawancara

Wawancara adalah komunikasi langsung antara pewawancara

dan yang diwawancarai. Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara

langsung apabila pewawancara melakukan komunikasi dengan

subjek yang akan dievaluasi. Wawancara tidak langsung apabila

pewawancara mengumpulkan data subjek melalui pelantara.

c. Studi kasus

Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam

periode tertentu secara terus menerus.

d. Skala Penilaian

Skala penilaian/rating acale adalah salah satu alat penilaian

dengan mengunakan alat yang telah disusun dari yang negatif sampai

positif, sehingga pada skala tersebut penilai tunggal membubuhi

tanda.

Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya

memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau

mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang

tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang

Page 34: Komponen Pengembangan Kurikulum

31

kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau

tidak sesuainya dengan hasil kenyataan yang sebenarnya. Jika terjadi

demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang

digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan

instrumen. Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus

memenuhi beberapa kaidah antara lain. Persyaratan suatu instrument

penilaian adalah :

a. aspek validitas

Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki

validitas yang tinggi. Yang dimaksud Validitas disini adalah

kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya

diukur. Ada tiga Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil

belajar yaitu Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendah

nya validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di

nyatakan dengan koefisien validitas.

b. Realiabilitas

Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala

instrumen tersebut dapta menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg.

Keajegan/ketetapn disini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti

perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada lebih

rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika

dilakukan pengukuran ulang hasilnya si upik juga berada lebih

rendah terhadap si badu. Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat di

hitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien

reliabilitas.

c. obyektivitas

Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh

subyektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya.

Dalam menekan pengaruh subyektifitas yang tidak bisa dihindari

hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama

menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif. Evaluasi harus

dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang

berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran

Page 35: Komponen Pengembangan Kurikulum

32

yang lebih jelas tentang keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi

yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak

akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan

audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat

mengganggu hasilnya.

d. Kepraktisan

Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang

tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan

memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang

banyak dan memberi kebebasan kepada audience mengerjakan yang

dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya

dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk

yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.

e. Daya pembeda

Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen

tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan

tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah).

Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan

Index Diskriminasi.

f. Ekonomis

Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak

membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu

yang lama.

g. Taraf Kesukaran

Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak

terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah

tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha

memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece

putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena

diluar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini

diberi simbul p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.

(Kurikulum dan Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal, 30).

Page 36: Komponen Pengembangan Kurikulum

33

Page 37: Komponen Pengembangan Kurikulum

33

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

- Komponen-Komponen dalam Pengembangan Kurikulum

1. Tujuan Kurikulum

- Sumber-Sumber Tujuan

- Tingkatan Tujuan Kurikulum

- Perumusan Tujuan

- Cara Merumuskan Tujuan

- Tujuan dan Teknologi Pendidikan

- Kesulitan-Kesulitan Tentang Perumusan Tujuan Spesifik

- Tingkatan Keputusan Tentang Tujuan

2. Isi atau Materi Kurikulum

- Masyarakat

- Kurikulum Dan Kebudayaan

- Kurikulum Dan Pengetahuan

- Seleksi Bahan Pelajaran

3. Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar)

- Strategi ekspositori klasikal.

- Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan incuiry).

- Strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja kelompok, dan diskusi

kelompok.

- Strategi pembelajaran individual.

4. Organisasi Kurikulum

- Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (Subject Curriculum)

- Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)

5. Evaluasi Kurikulum

- Perbaikan Program

- Pertanggungjawaban kepada Berbagai Pilihan

- Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembanga

Page 38: Komponen Pengembangan Kurikulum

34

- Penilaian Sumatif

- Penilaian Formaatif

- Tes

- Non Tes

3.2 Saran

Dengan penulisan makalah ini diharapkan masyarakat terutama

mereka yang berhubungan dengan dunia pendidikan, agar dapat mengetahui

tentang apa saja komponen-komponen yang terdapat dalam pengembangan

kurikulum. Untuk para pendidik mungkin apa yang dibahas dalam makalah

ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan, pedoman dan referensi dalam

praktek mengajar di sekolah. Selain itu dengan mengetahui apa saja

komponen-komponen yang terdapat dalam pengembangan kurikulum,

diharapkan para pendidik bisa lebih memahami komponen-komponen yang

mendukung kurikulum dapat terlaksana dan terlebih pula mampu

memberikan kerjasama untuk dapat menjalankan misi kurikulum yang di

dalamnya terdapat komponen-komponen penting tersebut untuk di

maksimalkan dan gunakan manfaatnya serta didukung fungsinya dan

mengingat dalam makalah ini sudah dibahas mengenai hal tersebut, agar

tujuan pendidikan yang memang dicanangkan dapat memperoleh hasil sesuai

harapan yang ada.

Page 39: Komponen Pengembangan Kurikulum

iii

DAFTAR PUSTAKA

Nana Syaodih Sukmadinata, Prof. Dr. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan

Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nasution, M.A., Prof. Dr. S, 1991. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Nasution, M.A., Prof. Dr. S, 1993. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Oemar Hamalik, Dr. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi

Aksara.