kemunduran pendidikan islam
TRANSCRIPT
KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM
(DINASTI UMAYYAH DAN ABBASIYYAH)
”Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Sejarah Pendidikan Islam
semester III”
Dosen Pembimbing :
Bpk. M. Asrori Ma’shum, M.Ag.
Disusun Oleh :
M. Khaliful Huda
Rifky Rosian A.
Prodi PBA
SEKOLAH TINGGI ISLAM BANI FATTAH (STI-BF)
TAMBAKBERAS JOMBANG
2009 – 2010
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 1
C. Tujuan Makalah............................................................................. 2
BAB II : PEMABAHASAN............................................................................. 3
A. Sekilas Tentang Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah .................... 3
B. Relasi Politik dengan Maju-Mundurnya Pendidikan Islam ........ 7
C. Kemunduran Pendidikan Islam .................................................... 9
BAB III : PENUTUP .........................................................................................13
A. Kesimpulan ..................................................................................13
B. Saran .............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai bagian dari khazanah masa lalu, Pendidikan Islam yang mulai dirintis
sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW pun mengalami
pasang dan surut seiring dengan perjalanan panjangnya melintasi ruang dan
waktu hingga masa sekarang. Layaknya peristiwa sejarah yang lain, pasang-
surutnya Pendidikan Islam ini sangat bergantung pada bagaimana pelaku
sejarah pada masa itu malaksanakan proses pendidikan.
Pendidikan Islam yang mulai dibina oleh Nabi Muhammad SAW di mekah
yang kemudian dikembangkan di madinah terus mengalami pekembangan dan
pertumbuhan yang sangat pesat hingga mencapai suatu masa yang oleh para
ahli sejarah dikatakan sebagai puncak kejayaan pendidikan Islam. Masa ini
dimulai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan
madrasah-madrasah formal di berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini
dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada waktu itu yang
sangat dalam pengahayatan dan pengamalannya terhadap ajaran Islam.
Namun pendidikan Islam yang pernah mengalami masa puncak tersebut,
lambat laun mulai mengalami kemerosotan jika dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Peristiwa ini belangsung sejak jatuhnya kota Baghdad dan
Granada di samping beberapa faktor yang lain.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan kali ini ada beberapa rumusan masalah yang akan kami
ajukan, yakni :
1. Kapan pendidikan islam mulai menunjukkan kemunduruan ?
2. Faktor apa yang menyebabkan kemunduran ?
C. Tujuan Makalah
1
Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai pengetahuan adalah agar kita
lebih menghargai warisan kebudayaan Islam labih-lebih yang terkait dengan
masalah pendidikan. Selain itu, yang lebih penting bagi kita adalah
menemukan cara untuk melestarikan warisan budaya tersebut dan
mengembangkannya agar Islam kembali pada masa kejayaannya yang penah
diraih dulu.
BAB II
2
PEMBAHASAN
KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM
(Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyyah)
A. Sekilas Tentang Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah
A.1. Sekilas Tentang Dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh
Mu'awiyah ibn Abi Sofyan pada tahun 41 H/661 M. tahun ini disebut
dengan 'Aam al-Jama'ah karena pada tahun ini semua umat islam
sepakat atas ke-kholifah-an Mu'awiyah dengan gelar Amir al-Mu'minin1.
Menurut catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua
periode, yaitu :
1. Dinasti Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M – 132 H/750 M),
dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dan mengalami
pergantian pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara kholifah besar
dinasti ini adalah Muawiyyah ibn Abi Sofyan (661-680 M), Abd al-
Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715
M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam ibn Abd al-
Malik (724-743 M).2 Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik,
khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah
tetapi juga bermoral buruk. Akhirnya, pada tahun 750 M, dinasti ini
digulingkan oleh dinasti Abbasiyyah.3
2. Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol (755 – 1031 M), kerajaan
Islam di Spanyol ini didirikan oleh Abd al-Rahman I al-Dakhil.
Ketika Spanyol berada di bawah kekuasaan dinasti Umayyah II ini,
umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan.
Terutama pada masa kepemimpinan Abd al-Rahman al-Ausath,
1 Lihat Mana' al-Qatthon, Tarik al-Tasyri' al-Islam, (Kairo: Maktabah Wahbah, cet. 4, tanpa tahun) hlm. 257.
2 Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. RajaGrafindon Persada, cet. 14, 2003) hlm. 43.
3 Ibid., hal. 47
3
pendidikan islam menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.
Hal ini desebabkan karena sang kholifah sendiri terkenal sebagai
penguasa nyang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia islam
lainnya ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana
menjadi kian semarak (Badri Yatim, 2003: 95).
Awal dari kehancuran dinasti Umayyah II di Spanyol ini bermula
ketika Hisyam II (400 H/1009 M – 403 H/1013 M) naik tahta dalam
usia 11 tahun. Pada tahun 981 M khalifah menunjuk Ibn Abi 'Amir
sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Pada tahun 1009 M
khalifah mengundurkan diri akibat beberapa kekacauan. Beberapa
orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang
sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M Dewan
Mentri menghapus jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah
terpecah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota
tertentu4.
A.2. Sekilas Tentang Dinasti Abbasiyyah
Dinasti Abbasiyyah adalah dinasti yang didirikan oleh salah satu
keturunan al-Abbas paman Nabi SAW, yaitu Abdullah Al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dinasti ini berkuasa
dalam rentang waktu yang sangat panjang, yakni mulai tahun 132 H/750
M sampai 656 H/1258 M. Para sejaraawan biasanya membagi dinasti ini
menjadi lima periode, yaitu :
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), periode ini disebut
sebagai periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), periode ini disebut
sebagai masa pengaruh Turki pertama.
4 Ibid, hlm. 97
4
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), preiode ini disebut
periode pengaruh Persia kedua. Pada masa ini dinasti Abbasiyyah
dipegang oleh Bani Buwaih.
4. Periode Keempat (447 H/1005 M – 590 H/1194 M), disebut dengan
masa pengaruh Turki kedua. Pada masa ini dinasti Abbasiyyah
dipegang oleh Bani Seljuk.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), pada masa ini
bani Abbasiyyah kembali memegang kekuasaan lagi, tetapi hanya
efektif disekitar kota Baghdad.5
Menurut W. Montgomery Watt, sebagaimana dikutip oleh Dr. Badri
Yatim, Dinasti Abbasiyyah mencapai puncak kejayaannya ketika berada
di bawah pimpinan khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya
yaitu al-Ma'mun (813-833 M). Terutama pada masa al-Ma'mun – yang
dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta terhadap ilmu pengetahuan –
gerakan penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Selain itu, beliau
juga benyak mendirikan sekolah yang salah satunya adalah
pembangunan Bait al-Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang sangat besar (Badri
Yatim, 2003: 52).
Prestasi menggemilangkan yang diraih islam pada masa dinasti
Abbasiyyah hanya terjadi pada periode pertama saja. Adapun pada
periode selanjutnya, pemerintahan dinasti ini mulai menurun terutama
dalam bidang politik. Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta
kemajuan besar yang telah dicapai oleh dinasti Abbasiyyah pada periode
pertama telah mendorong para penguasa pada periode selanjutnya untuk
hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Hal ini ditambah dengan
kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan
terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang
5 Ibid, hlm. 49-50
5
kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah
al-Mu'tashim untuk mengambil kendali pemerintahan.
Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan bani Abbas mulai
terlihat sejak abad ke-9. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan
datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di
propinsi-propinsi tertentu yang membuat meraka benar-benar
independent. Pengangkatan tentara Turki ini dalam perkembangan
selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan
khalifah.
Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode kedua,
pada periode ketiga pada periode ketiga daulah Abbasiyyah berada di bawah
kekuasan Bani Buwaihi. Kekuatan politik Bani Buwaihi tidak bertahan lama.
Setelah generasi pertama, kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-
anak mereka. Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan pusat. Perebutan
kekuasaan ini merupakan salah satu faktor internal yang menyebabkan
kemunduran dan kehancuran Bani Buwaihi. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan Abbasiyyah jatuh ke tangan Bani Seljuk (447 H/1055 M – 590
H/119 M). Namun, karena timbul konflik-konflik dan peperangan diantara
mereka, kekuasaan mereka pun melemah, sehingga kekuasaan politik khalifah
Abbasiyyah menguat kembali terutama untuk wilayah irak.
Setelah kekuasaan Bani Seljuk atas Bani Abbasiyyah berakhir, khilafah
Islamiyyah kembali dipegang oleh Bani Abbasiyyah (590 H/1199 M – 656
H/1258 M), tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya saja. Pada masa inilah
datang tentara Mongol dan Tartar menghancurluluhkan Baghdad tanpa ada
perlawanan yang berarti.6
B. Relasi Politik dengan Maju-Mundurnya Pendidikan Islam
6 Lihat, Dr. Badri Yatim, op. cit., hlm. 61 – 80,. Ensiklopedi Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, cet. 3, hlm. 4 – 9.
6
Pendidikan sebagai suatu sistem di suatu wilayah, tentunya tidak dapat
dipisahkan dari situasi politik di wilayah tersebut. Berubah-ubahnya kebijakan
politik membuat berubah-ubahnya kebijaksanaan penguasa terhadap
pelaksanaan pendidikan islam.
Ketika Islam berada di bawah kekuasaan dinasti Umayyah, pelaksanaan
pendidikan islam semakin meningkat jika dibandingkan dengan pendidikan
pada masa sebelumnya. Pendidikan Islam yang sebelumnya hanya
dilaksanakan di kuttab, masjid dan rumah, pada masa ini pendidikan juga
dilaksanakan di istana untuk mendidik anak-anak keluarga kerajaan. Pada
masa ini pula mulai ada perhatian pembidangan ilmu tafsir, hadist, fikih dan
ilmu kalam. Dibidang ilmu kalam mulai tampak pula salah satu gerakan
teologi Islam yang dipelopori oleh Washil ibn 'Atho' yaitu Mu'tazilah sebagai
respon terhadap aliran khawarij dan murji'ah. Semakin meluasnya kekuasaan
Islam ke berbagai wilayah di luar arab, memicu umat islam untuk
mengembangkan bahasa arab yang diantara tokohnya adalah Abu al-Aswad
ad-Duali dan Sibawaih. Karena usahanya inilah, Philip K. Hitti – sebagaimana
dikutip oleh Hanun Asrohah, M.Ag – mengatakan bahwa masa dinasti
Umayyah ini adalah masa "inkubasi" atau masa tunas bagi pertumbuhan
intelektual islam. Usaha ini berhasil dilaksanakan oleh dinasti Umayyah
karena didukung oleh mantapnya stabilitas sosial, politik dan ekonomi. 7
Meskipun pada masa al-Walid II ibn Yazid II (126-127 H) situasi politik
terganggu, namun tidak demikian halnya dengan perkembangan keilmuan. Hal
ini dikerenakan adanya faktor yang tidak diapat dianggap remeh, yaitu sikap
umat islam yang menghargai pengetahuan. Ini dapat dibuktikan dengan
lahirnya dua madzhab besar yakni madzhab hanafi yang didirikan oleh Abu
Hanifah (80 H-150 H) dan Madzhab Maliki (96 H-117 H).
7 Hanun Asrohah, M.Ag., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 1999, cet. I) hlm. 22-24
7
Pengaruh Helenisme8 pun juga mulai tampak pada masa ini. Pemikiran
helenistik ini pertama kali menjadi perhatian umat islam setelah mereka
tertarik kepada masalah teologi. Perdebatan antara umat islam dengan kristen
menyebabkan umat islam mengenal kebudayaan helenistik, seperti istilah-
istilah dalam Helenistik, argumen-argumen rasional dan ilmu sastra. Hal ini
terlihat dengan adanya usaha penerjemahan buku-buku yunani, misalnya yang
dilakukan oleh Masarjawaih – ahli fisika yahudi – telah menerjemahkan buku
kedokteran, astronomi dan kimia ke dalam bahasa arab.
Pendidikan Islam yang masa tunasnya dirintis oleh dinasti Umayyah dapat
mencapai kemajuan setelah dinasti Abbasiyyah mengambil alih kekuasaan.
Kemajuan pendidikan terus meningkat setelah Bani Abbas mengambil
kebijakan dengan mengangkat orang-orang Persia menjadi pejabat istana.
Lebih-lebih setelah aliran Mu'tazilah yang berpikiran rasional dijadikan
sebagai madzhab negara. Ini terjadi ketika dinasti Abbasiyyah dipimpin oleh
al-Makmun (813-833 M). Pada masa ini berkembang ilmu pengetahuan dan
filsafat, sebagaimana berkembang ilmu agama dan bahasa arab.9 Namun pda
masa al-Mutawakkil pengaruh Mu'tazilah tersebut mulai dihapus. Karena Ia
merasa khawatir akan keresahan umat islam. Selain itu Ia juga beralih
mendukung golongan Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah yang dianut oleh
mayoritas umat Islam10. Akibat dari itu semua adalah timbulnya sikap anti pati
umat terhadap ilmu-ilmu rasional.
Disamping itu, islam di Andalusia pun mengalami perkembangan yang sangat
signifikan. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan
pada abad ke-9 M. atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah
dan filosofis di impor dari wilayah timur dalam jumlah besar sehingga
Cordova mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia
8 Kebudayaan Yunani dulu yang mempengaruhi perkembangan pikiran. (lih. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola)
9 Lih. Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Pendidikan Islam, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1992, cet. 7) hlm. 88
10 Hanun Asrohah, M.Ag., op.cit., hlm. 105.
8
islam11. Pada masa itu lahirlah beberapa ahli filsafat yang diantaranya ialah
Ibn Bajjah, Ibn Thufail, Ibn Rusyd, Ibn Kholdun dll. Namun setelah islam
lenyap dari bumi Andalusia, lenyap pulalah filsafat.
C. Kemunduran Pendidikan Islam
Sepanjang sejarahnya, sejak awal dalam pemikiran islam telihat dua pola
pemikiran yang saling berlomba mengembangkan diri dan memiliki andil
yang sangat besar dalam pendidikan islam, yaitu :
1. Pola pemikiran yang bersifat tradisional yang selalu mendasarkan diri pada
wahyu yang berkembang menjadi pemikiran sufustik dan kemudian
mengembangkan pola pendidikan sufi, dan
2. Pola pemikiran rasional yang mementingkan akal yang mengembangkan
pola pendidikan rasional. Pola ini sangat memperhatikan pendidikan
intelektual dan material.
Kedua pola pendidikan yang menghiasi dunia islam tersebut, pada masa
kejayaan pendidikan islam merupakan dua pola pendidikan yang berpadu dan
saling melengkapi. Namun setelah umat islam meninggalkan pola pemikiran
yang bersifat rasional dan hanya mengambil pola pemikiran sufistik, maka
pola pendidikan yang dikembangkannya pun tidak lagi menghasilkan
perkembangan kebudayaan islam yang bersifat material. Dari sinilah dapat
dikatakan bahwa pendidikan islam mengalami kemunduran atau setidak-
tidaknya mengalami kemandegan12. Fazlur Rahman – sebagaimana dikutip
oleh Zuhairini – mengatakan bahwa penutupan pintu ijtihad selama abad ke-4
H/10 M dan 5 H/11 M telah membawa kemacetan umum dalam ilmu hukum
dan ilmu intelektual, khususnya ilmu yang pertama. Dengan semakin
ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangan
kebudayaan islam. Ketidak mampuan intelektual dalam memecahkan berbagai
permasalah yang baru yang timbul akibat perubahan zaman, ikut merealisasi
11 Dr. Badri Yatim, M.Ag., op.cit., hlm.101.12 Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008, cet. 9) hlm. 109.
9
dengan adanya pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, sehingga
terjadilah kebekuan intelektual secara total13.
Lenyapnya metode berfikir rasional yang telah dikembangkan oleh kaum
Mu'tazillah ini mulai terjadi ketika khalifah al-Mutawakkil menyatakan bahwa
aliran Mu'tazilah tidak lagi menjadi madzhab negara dan digantikan dengan
aliran Asy'ariyah, ditambah dengan sikap anti pati umat islam terhadap aliran
Mu'tazilah. Ketika golongan Sunni memegang otoritas politik, tokoh-tokoh
Mu'tazillah diusir. Umat islam menjadi antipati terhadap ilmu-ilmu aqliyyah.
Akibatnya, perkembangan ilmu rasional menjadi sedikit14. Antipati terhadap
Mu'tazilah menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap kurikulum. Untuk
mengembalikan paham Ahlussunnah sekaligus memperkokohnya, ulama-
ulama melakukann kontrol terhadap kurikulum di lembaga pendidikan.
Materi-materi yang diajarkan pun hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan.
Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi megajarkan ilmu-ilmu filosofis,
termasuk ilmu-ilmu pengetahuan.
Dengan dicurigainya pemikiran rasional daya penalaran umat Islam
mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad tidak
lagi dikembangkan. Akibat dari itu semua, tidak ada lagi ulama-ulama yang
menghasilkan karya-karya yang mengagumkan. Mereka tidak mau berusaha
untuk memunculkan gagasan keagamaan yang cemerlang dan hanya
mencukupkan diri dengan karya-karya masa lampau. Usaha yang mereka
tempuh hanyalah sebatas mensyarahi atau menta'liq yang bertujuan untuk
memudahkan pembaca untuk memahaminya atau menambah penjelasan
dengan mengutip pendapat ulama lainnya15.
Kondisi ini diperparah lagi oleh serangan orang-orang Tartar dan Mongol
pada pertengahan abad ke-13 M, yang menghancurkan kerajaan Abbasiyyah.
Dalam peristiwa itu umat islam kehilangan lembaga-lembaga pendidikan dan
13 Lih. Ibid., hlm. 111.14 Hanun Asrohah, M.Ag., op.cit., hlm. 94.15 Ibid., hlm. 121.
10
buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berharga nilainya.16 Hancurnya
pusat-pusat kebudayaan islam (red : Baghdad dan Granada) menimbulkan rasa
lemah dan putus asa dikalangan masyarakat kaum muslimin, sehingga
menimbulkan gaya hidup yang fatalistis dalam masyarakat dan
mengembalikan segala urusan pada Tuhan.
Seseorang yang frustasi dan fatalis tidak lagi percaya pada kemampuannya
untuk maju atau mengatasi problem keagamaan dan kemsyarakatan. Mereka
lari dari kenyataan dan hanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk itulah
kebanyakan dari umat islam pada masa itu masuk ke tarekat-tarekat dengan
hanya berdzikir dan berdoa semoga Allah menghapus penderitaan mereka dan
mengembalikan kejayaan yang pernah diraih. Berpikir secara ilmiah dan
naturalis tidak lagi diterapkan. Oleh karena itu berkembanglah tahayyul dan
khurafat di kalangan masyarakat.17
M.M. Sharif – sebagaimana dikutip oleh Zuhairini18 – mengatakan bahwa
diantara sebab melemahnya pemikiran islam tersebut antara lain :
1. Telah berkelebihan filsafat Islam yang bercorak sufi yang dimasukkan
oleh al-Ghozali yang mengarah pada bidang rohaniah sehingga
menghilang ke alam mega tasawuf yang kemudian menjadi satu aliran
penting di dunia timur.
2. Umat Islam, terutama pemerintahnya melalaikan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan tanpa memberi kesempatan untuk berkembang. Pada masa ini
para ahli ilmu umumnya terlibat dalam urusan pemerintahan sehingga
melupakan pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Terjadinya pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar yang
mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan pengetahuan dan
kebudayaan. Sementara itu obor pikiran islam telah berpindah tangan
kepada kaum Masehi, yang telah mengikuti jejak kaum muslim. Ini terjadi
16 Lih. Hanun Asrohah, M.Ag., op.cit., hlm. 123.17 Ibid., hlm. 125.18 Dra. Zuhairini, dkk., op.cit., hlm. 110
11
di wilayah barat akibat adanya perkembangan filsafat yang bercorak
rasional yang dikembangkan oleh Ibn Rusyd yang kemudian menjadi
pimpinan yang penting bagi alam pikiran barat setelah islam di Andalusia
hancur.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uaraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan keilmuan
dan pendidikan di dunia Islam mulai mengalami kemunduran ketika umat
islam tidak mau menggunakan gaya pemikiran rasional dan hanya
mencukupkan diri dengan karya-karya ulama terdahulu tanpa ada usaha untuk
menelurkan pemikiran baru ke arah yang lebih konservatif. Hal ini disebabkan
karena umat islam mulai mejauhi pemikiran filsafat akibat trauma atas
peristiwa mihnah setelah aliran Mu’tazilah mulai menjadi madzhab
kenegaraan. Kondisi ini diperparah lagi dengan keadaan para pejabat dan para
kaum intelektual yang tidak lagi perhatian dengan bidang keilmuan. Lebih-
lebih ketika pusat peradaban islam mendapat serangan dari tentara tar-tar dan
mongol yang menghancurkan lembaga-lembaga pendidikan dan buku-buku
ilmiah yang membuat umat muslim putus asa sehingga lari ke dunia sufistik
yang penuh dengan tahayyul dan khurafat.
B. Saran
1. Hendaknya umat islam mulai membuka pikiran dan tidak hanya
mencukupkan diri dengan karya-karya ulama terdahulu. Bagaimanapun
juga buku-buku tersebut merupakan karya manusia melalui proses dialog
dengan kondisi pada waktu itu yang sudah barang tentu berbeda dengan
masa sekarang.
2. Hendaknya pemerintah memberikan perhatian yang cukup terhadap
gerakan keilmuan dan pendidikan serta kaum intelektual tidak terlalu
menyibukkan diri dengan urusan perpolitikan.
DAFTAR PUSTAKA
13
– Yatim, Dr. Badri, M.A., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyyah II,
(Jakarta ; RajaGrafindo Persada, 2003)
– Muchtarom, Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2008)
– Asrohah, Harun, M.Ag., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 1999)
– Yunus, Prof. DR. H. Mahmud, Pendidikan Islam, (Jakarta : Hidakarya Agung,
1992)
14