keanekaragaman dan pola sebaran makroalga di...
TRANSCRIPT
KEANEKARAGAMAN DAN POLA SEBARAN MAKROALGA DI
PERAIRAN LAUT PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT
KABUPATEN BINTAN
La Nurkiama
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Muzahar
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Fadhliyah Idris
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Di Perairan laut Pucung Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan ditemukan 13
jenis makroalga (rumput laut) yaitu jenis Turbinaria ornata, Padina australis,
Sargassum polycystum, Sargassum binderi, Glacillaria coronopifolia, Eucheuma
spinosum, Achanthophora spicifera, Cadium geppi, Halimeda macrophysa,
Eucheuma alvarezi, Boergerenia forbessi, Galaxaura kjellmani, Caulerva
racemosa. Untuk kerapatan dan penutupan makroalga pada kelas Phaeophyta
(alga coklat) yang tertinggi di Perairan Pulau Pucung dengan spesies Turbinaria
ornata yaitu bernilai 3,35 koloni/m2
dan 14,52, koloni/m2 dan pada kelas
Clorophyta (alga hijau) yang terendah dengan spesies Calerva racemosa yaitu
bernilai 0,06 %, dan 0,20 %. Untuk komposisi makroalga yang tertinggi pada
spesies Turbinaria ornata yaitu 20,35 % dan terendah Calerva racemosa yaitu
0,39 %. Untuk indeks ekologi makroalga pada indeks keanekaragaman di
kategorikan Tinggi bernilai (3,09), indeks keseragaman di kategorikan tinggi
bernilai (0,79), dan pada indeks dominansi di kategorikan rendah bernilai (0,14).
Untuk pola sebaran makroalga mengelompok, pada kualitas perairan Suhu berada
pada kisaran 26 - 27⁰C, Derajat keasaman (pH) berada pada kisaran 7,30 - 7,84,
Oksigen terlarut berada pada kisaran 5,57 - 6,17, salinitas berada pada kisaran 33 -
34‰, kedalam berada pada kisaran 1,27 – 143 m, dan kekeruhan berada pada
kisaran 1,51 - 3,74 NTU. Kecepatan arus berada pada kisaran 0,0178 - 0,0135
m/dtk relatif rendah, dimana parameter tersebut dikategorikan optimal untuk
pertumbuhan makroalga. Untuk kondisi substrat perairan Laut Pulau Pucung yang
dominan ialah jenis pasir kasar.
Kata kunci: Makroalga, Perairan Laut Pulau Pucung, Keanekaragaman, pola
Sebaran
THE VARIATED AND CLOSURE PETTREN OF MACROALGA IN THE
THE SEA WATERS PUCUNGN IN MALANG RAPAT OF
BINTAN REGENCY
La Nurkiama
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Muzahar
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Fadhliyah Idris
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
The sea waters Pucungn in Malang Rapat of Bintan regency is found 13 species of
macroalgae (seaweed). They are Turbinaria ornata, Padina australis, polycystum
Sargassum, Sargassum binderi, Glacillaria coronopifolia, Eucheuma spinosum,
Achanthophora spicifera, Cadium geppi, Halimeda macrophysa, Eucheuma
alvarezi, Boergerenia forbessi, Galaxaura kjellmani, Caulerva racemosa. For
density and closure of macroalgae in Phaeophyta class (brown algae) the highest
in the waters of the island Pucung with Turbinaria ornata species that is worth
3.35 colonies / m2 and 14.52, colonies / m2. For the Clorophyta is low on calerva
recemosa is 0,06% and, 0,20 % For the composition of macroalgae species were
highest in Turbinaria ornata is 20.35% and the lowest is 0.39% for Calerva
racemosa. For ecological index of macroalgae on diversity index is high
categorized on (3.09), on uniformity index is high categorized on (0.79), and the
dominance index is low categorized on 0.14. For macroalgae clustered
distribution patterns, the quality of the water temperature is in the range of 26 -
27⁰ C, degree of acidity (pH) in the range of 7.30 to 7.84. Dissolved oxygen in the
range of 5.57 to 6.17, salinity in the range of 33-34 ‰, deep in the range of 1.27
to 143 m, and turbidity in the range of 1.51 to 3.74 NTU.The flow velocity is low
relatively from 0.0178 to 0.0135 m / sec, which is categorized as the optimal
parameters for the growth of macroalgae. For substrate conditions Island Sea
waters Pucung island is dominated by sandstone type.
Key word : macroalga, sea waters pucung island, diversity, Distribution patterns
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau merupakan salah
satu daerah pesisir pantai yang
memiliki potensi sumberdaya alam
yang cukup melimpah. Sumberdaya
tersebut meliputi antara lain, ikan,
krustasea, echinodermata. Selain dari
kelompok biota hewani, perairan
Pulau Bintan juga menyimpan
kekayaan sumberdaya vegetasi
pesisir lainnya, seperti mangrove,
lamun, terumbu karang, dan
termasuk pula makroalga (rumput
laut).
Perairan laut Pulau Pucung
Desa Malang Rapat merupakan
wilayah pantai wisata yang banyak
dikunjungi masyarakat asli Desa
Malang Rapat maupun masyarakat
luar lainnya. Perairan Pantai Pulau
Pucung itu sendiri memiliki aktifitas
yang tinggi salah satunya bersumber
dari daratan serta aktifitas
wisatawan, apalagi mengingat
adanya beberapa tempat istirahat
seperti pondok – pondok kecil,
pondok sejahtera dan rumah pizza
tersebut semakin menambah aktifitas
di kawasan tersebut. Perairan Pantai
Pulau Pucung sendiri sangatlah asri
dan memiliki beberapa ekosistem
yang berperan penting bagi perairan,
namun hal ini bisa saja terhambat
oleh aktifitas masyarakat yang
membuang limbah kelaut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Makroalga (Rumput laut)
Makroalga yang dikenal juga
sebagai rumput laut merupakan
tumbuhan thallus (Thallophyta)
dimana organ-organ berupa akar,
batang dan daunnya belum
terdiferensiasi dengan jelas (belum
sejati). Sebagian besar makroalga di
Indonesia bernilai ekonomis tinggi
yang dapat digunakan sebagai
makanan dan secara tradisional
digunakan sebagai obat-obatan oleh
masyarakat khususnya di wilayah
pesisir. Indonesia memiliki tidak
kurang dari 628 jenis makro alga dari
8000 jenis Makroalga yang
ditemukan di seluruh dunia, (Luning,
1990 dalam Palallo, 2013).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada
bulan Maret 2015 sampai dengan
Juni 2015, di perairan laut Pulau
Pucung, Desa Malang Rapat,
Kecamatan Gunung Kijang,
Kabupaten Bintan.
Gambar 16. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan penelitian
yang digunakan yaitu
multitester,tonggak skala,current
drogue,turbidity unit,gps,transek
kuadran, atk, kamera digital, rumput
laut (makroalga), plastik sampel, kertas label, aquades, tisu,
alumunium foil.
1. Penentuan Titik Lokasi
Penentuan lokasi penelitian
dilakukan dengan teknik Purposive
Sampling berdasarkan pertimbangan
peneliti, yaitu berdasarkan lokasi
ditemukannya makroalga. Penentuan
titik sampling dilakukan dengan
metode acak sederhana dengan
software visual sampling plan
(VSP).
2. Pengambilan Sampel
Makroalga
Pengamatan makroalga
dilakukan dengan petak contoh
(Petak contoh (plot) pengamatan
makroalga yang digunakan 1 x 1 m2.
Untuk pengamatan tingkat kerapatan
dan tingkat penutupan makroalga
digunakan plot yang dibagi menjadi
4 (empat) berukuran 50 x 50 cm dan
garis putus - putus yang berwarna
merah setiap bagian dari plot
terdapat subplot 25 x 25 cm seperti
pada gambar 17 di bawah ini.
Pengambilan sampel makroalga
dilakukan pada saat air surut dengan
menggunakan tangan dan gunting
untuk memotong makroalga, dan
dibantu dengan alat snorkelling,
untuk yang lebih dalam mengunakan
alat scuba. Setiap jenis makroalga
yang ditemui di dalam plot
pengamatan, dimasukkan ke dalam
plastik sampel yang telah diberi label
sesuai dengan titik pengamatan lalu
dihitung jumlah koloninya (Palallo,
2013). Dalam pengamatan
makroalga, satu koloni dianggap satu
individu, jika satu koloni dari jenis
yang sama dipisahkan oleh satu
koloni lainnya maka setiap bagian
yang terpisah itu dianggap sebagai
satu individu tersendiri (Kadi, 1996).
3. Parameter Perairan
Untuk pengukuran parameter
oceanografi yang diukur adalah suhu,
salinitas, kecepatan arus, kekeruhan,
pH, DO di lakukan di perairan Laut
Pulau Pucung. Semua parameter
diukur secara in situ dengan
perwakilan 9 titik yang di bagi
menjadi 3 area menghadap kelaut
(kanan, tengah dan kiri) dengan 3
kali ulangan dalam area penelitian.
titik pada setiap titik lokasi,
parameter lingkungan yang diamati.
4. Substrat (McKenzi, 2009
dalam Sihite, 2012)
Untuk pengambilan substrat
di lokasi penelitian dilakukan di 9
titik, sesuai dengan titik pengamatan
parameter perairan.
5. Pengolahan Data
1. Tingkat Kerapatan (K) dan
Tingkat Penutupan (P)
Tingkat kerapatan makroalga
dihitung dengan jumlah koloni setiap
jenis makroalga yang terdapat dalam
area transek. Data kerapatan
makroalga diperoleh dengan
menggunakan rumus (Brower dkk,
1998 dalam Pallalo, 2013). Yaitu:
Dimana :
K = Kerapatan jenis makroalga
(koloni/m2)
n = Jumlah koloni setiap species
makroalga (koloni)
A = Luas transek (m2)
Estimasi Persen Penutupan
makroalga digunakan estimasi yang
dikembangkan oleh Atobe (1970)
dalam English (1994) dalam Pallao
(2013). Dengan plot 1 x 1 m2.
Katagori untuk setiap sub plot
digunakan skala 1/4 (0,25),1/2
(0,50), 3/4 (0,75) dan (1) unit.
Dimana :
C = Persentase tutupan
ΣCi = Jumlah unit tutupan setiap sub
plot setiap jenis makroalga
A = Jumlah total sub plot yang
digunakan IV (Empat)
2. Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wienner (H')
Dengan:
Pi = ni/N
ni: jumlah individu jenis ke-i
N: jumlah seluruh individu
H' max = penduga keragaman
individu
Tabel 1. Kisaran Nilai Indeks
Keanekaragaman (Humon, 1996
dalam Pallalo, 2013).
Kisaran Kategori
H’< 2,0 Rendah
2,0 < H’ < 3,0 Sedang
H’ > 3 Tinggi
3. Indeks Keseragaman simpson
(E)
Dimana :
E = Indeks keseragaman
H′ = Nilai keanekaragaman
species
S = Jumlah species
Tabel 6.Kisaran Nilai Indeks
Keseragaman (Humon, 1996 dalam
Pallalo, 2013).
4. Indeks Dominansi Simpson
(D)
Keterangan:
D : Indeks dominasi Simpson
pi : ni/N
dimana : ni : Jumlah individu jenis
ke I
Kisaran Kategori
0,00 < E <
0,50 Rendah
0,50 < E <
0,75 Sedang
0,75 < E <
1,00 Tinggi
N : Jumlah total individu dari
seluruh jenis
Penggolongan kondisi komunitas
makroalga berdasarkan krebs (1989)
dalam amalludin (2015) adalah :
Kisaran Katrgori
D<0,4 Rendah
0,4<D<0,6 Sedang
D>0,6 Tinggi
5. Pola Sebaran Morisita (id)
Keterangan :
Id : Indeks Penyebaran Morisita
n : Jumlah plot pengambilan contoh
N : Jumlah individu dalam n plot
x : Jumlah individu pada tiap-tiap
plot
Kriteria nilai Indeks Morisita
menurut Brower dan Zar (1989)
dalam Afrina (2014) adalah sebagai
berikut :
Id = 1,0 : Pola penyebaran individu
acak
Id < 1,0 : Pola penyebaran individu
merata
Id > 1,0 : Pola penyebaran individu
mengelompok
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Jenis, Kerapatan,
dan Tingkat Penutupan
Makroalga
Dari hasil pengamatan
makroalga di perairan laut Pulau
Pucung Desa Malang Rapat
diperoleh hasil sebagai berikut yang
dapat dilihat pada tabel 8 di bawah
ini.
Tabel 8. Hasil Identifikasi Jenis
Makroalga
No Kelas Ordo Genus / Spesies
Kerapt
an
(koloni/
m²)
Penutu
pan
(%)
1.
Clorop
hyta
(alga
hijau)
1.Clorophy
ceae
1.Caulerva
racemosa 0,06* 0,20*
2.Halimeda
macrophysa 0,48 2,42
3.Codium geppii 0,65 3,43
4.Boergerenia forbessi
0,16 1,41
Sub total 1,35 7,46
2.
Phaeo
phyta
(alga
coklat)
2.Phaeoph
ytae
5.Sargassum
binder 2,19 10.89
6.Sargassum
polycystum 2,81 14,11
7.Padina australis 3,06 11,49
8.Turbinaria
ornata 3,35** 14,52**
Sub total 11,41 51,01
3.
Rhodo
phyta (alga
merah)
3.Rhodophytae
9.Acanthophora
spicifera 0,77 4,44
10.Eucheuma
alvarezii 0,23 1,61
11.Eucheuma spinosum
1,16 4,64
13.Galaxaura
kjellmani 0,16 0,60
13.Gracilaria
coronopifolia 1,39 6,05
Sub total 3,71 17,34
Tota
l 3 3 13 16,48 75,81
Sumber : (Data Primer,2015)
Keterangan : * (terendah)
**(tertinggi)
Sebagai perbandingan dari
hasil penelitian makroalga di
Kepulauan Riau oleh Kadi (2009)
dalam Amalludin (2015) di perairan
laut Pulau Tarempa ditemukan 16
jenis makroalga dan di perairan laut
Pulau Pucung Desa Malang Rapat
ditemukan 13 jenis makroalga yang
sama, dan 3 jenis makroalga yang
tidak ditemukan di perairan laut
Pulau Pucung ialah Neomeris sp,
Hormophysa sp, hypnea sp. Hal ini
dikarenakan kondisi perairan dan
habitat di area pengamatan tidak
sesuai dengan habitat makroalga
Neomeris sp, Hormophysa sp, dan
hypnea sp, hal ini sesuai dengan
penelitian (Kadi, 1988).
Komposisi jenis makroalga
yang ditemukan di perairan laut
Pulau Pucung dapat dilihat pada
gambar 18 dibawah ini:
Gambar 18. Komposisi Jenis
Makroalga
Dari gambar 18, terdapat 13
jenis rumput laut yang ditemukan di
perairan laut Pulau Pucung dengan
prosentase masing-masing jenis,
Turbinaria ornata dengan persentase
(20,35%), Padina australis
(18,59%), Sargassum polycystum
(17,03%), Sargassum binderi
(13,31%),Glacillaria coronopifolia
(8,41%), Eucheuma spinosum
(7,05%), Achanthophora spicifera
(4,70%), Cadium geppi (3,91%),
Halimeda macrophysa (2,94%),
Eucheuma alvarezi (1,37%),
Boergerenia forbessi (0,98%),
Galaxaura kjellmani (0,98%),
Caulerva racemosa (0,39%).
Dari 13 jenis makroalga
tersebut jenis Turbinaria ornata dari
kelas Phaeophyta yang memiliki
komposisi jenis paling tinggi, paling
rendah jenis Caulerva racemosa
kelas Clorophyta. Dengan demikian,
jenis rumput laut (alga coklat) lebih
banyak ditemukan di lokasi
penelitian. Menurut Sumich (1992)
makroalga dari kelas Phaeophyta
(alga coklat) salah satu jenisnya
adalah Turbinaria ornata umumnya
merupakan spesies yang paling
banyak ditemukan pada komunitas
makroalga.
Kerapatan makroalga (rumput
laut) Achanthophora spicifera 0,77
koloni/m2
(4,69 %), Boergerenia
forbessi 0,16 koloni/m2
(0,98 %),
Cadium Geppi 0,65 koloni/m2
(3,91
%), Caulerva racemosa 0,06
koloni/m2
(0,39 %), Eucheuma
spinosum 1,16 koloni/m2
(7,04 %),
Eucheuma alvarezi 0,23 koloni/m2
(1,37 %), Glacilaria coronopifolia
1,39 koloni/m2
(8,41 %), Galaxaura
kjellmani 0,16 koloni/m2
(0,98 %),
Halimeda macrophysa 0,48
koloni/m2
(2,93 %), Padina australis
3,06 koloni/m2
(18,57 %), Sargassum
binderi 2,19 koloni/m2
(13,29 %),
Sargassum polycystum 2,81
koloni/m2
(17,01 %), Turbinaria
ornata 3,35 koloni/m2
(20,33 %), dan
total kerapatan makroalga 16,48.
Hasil grafik tingkat kerapatan koloni
makroalga di perairan laut Pulau
Pucung Desa Malang dapat dilihat
pada Gambar 19 di bawah ini.
Gambar.19. Grafik Tingkat
Kerapatan Makroalga
Dari hasil yang didapat pada
setiap plot pengamatan pada titik
lokasi penelitian pada grafik diatas
menunjukkan bahwa makroalga (
rumput laut ) yang tingkat
kerapatannya paling tinggi ialah jenis
Turbinaria ornata ( alga coklat), dan
tingkat kerapatan yang paling rendah
ialah Caulerva racemosa (alga
hijau). Struktur tubuh alga coklat
bervariasi mulai dari yang berbentuk
filamen hingga yang menyerupai
tumbuhan tingkat tinggi. Banyak di
antara anggota divisi Phaeophyta
merupakan jenis alga dengan ukuran
thalus terbesar di dunia, Pada
umumnya alga coklat banyak
dijumpai hidup di laut dan tumbuh
di dasar perairan dan melekat pada
berbagai jenis substrat batuan
maupun pasir serta pecahan karang
(Sumich, 1992). Pada umumnya alga
hijau Sebagai fitobentik tumbuhan
ini hidup menancap atau
menempel di substrat dasar perairan
laut seperti karang mati, batu karang,
pasir dan pasir-lumpuran (Kadi,
1988). Hal ini di karenakan area
pengamatan dominan dengan
substart pasir kasar.
Jenis Achanthopora spicifera
memiliki tingkat penutupan 4,44 %,
Boergerenia forbessi 1,41 %,
Cadium geppi 3,43 %, Caulerva
racemosa 0,20 %, Eucheuma
spinosum 4,64 %, Eucheuma alvarezi
0,23 %, Glacilaria coronopifolia
6,05 %, Galaxaura kjellmani 0,60 %,
Halimeda macrophysa 2,42 %,
Padina australis 11,49 %,
Sargassum binderi 10,89 %,
Sargassum polycystum 14,11 %,
Turbinaria ornata 14,52 %, dan total
tingkat penutupan makroalga 75,81.
Hasil grafik tingkat penutupan koloni
makroalga di perairan Pulau Pucung
desa malang rapat dapat dilihat pada
Gambar 20 di bawah ini.
Gambar.20. Grafik Tingkat
Penutupan Makroalga
Dari grafik diatas tingkat
penutupan paling tinggi Turbinaria
ornata (alga coklat), dan tingkat
kerapatan paling rendah ialah
Caulerva racemosa (alga hijau).
Struktur tubuh alga coklat bervariasi
mulai dari yang berbentuk filamen
hingga yang menyerupai tumbuhan
tingkat tinggi. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa perairan
Pulau Pucung mempunyai banyak
alga - alga coklat yang terdiri dari
jenis Padina australis, Sargassum
binderi, Sargassum polycystrum, dan
Turbinaria ornata.
B. Indeks Ekologi
Indeks ekologi dalam
pengamatan makroalga di perairan
laut Pulau Pucung Desa Malang
Rapat disajikan pada tabel 9 di
bawah ini.
Tabel 9. Indeks ekologi Makroalga
di Perairan Pulau Pucung No Indeks
Kisaran Kategori Nilai Kategori
1 Keanekaragaman
(H')
H’< 2,0 Rendah
3,09 Tinggi 2,0 < H
’ <
3,0 Sedang
H’ > 3 Tinggi
2 Keseragaman
(E)
0,00 < E <
0,50 Rendah
0,79 Tinggi 0,50 < E <
0,75 Sedang
0,75 < E <
1,00 Tinggi
3 Dominansi (D)
D<0,4 Rendah
0,14 Rendah 0,4<D<0,6 Sedang
D>0,6 Tinggi
Sumber : (Data Primer, 2015)
Nilai Indeks ekologi dalam
menganalisis makroalga di perairan
laut Pulau Pucung bervariasi. Oleh
karena itu Manggurun (2004) dalam
Yaqin (2011), menyebutkan bahwa
keanekaragaman jenis berkaitan
dengan banyak jenis dan distribusi
di dalam suatu komunitas makroalga.
Keanekaragaman spesies makroalga
yang ditemukan pada seluruh titik di
lokasi penelitian Pulau Pucung
menunjukkan banyak jenis dan
tingkat indeks keanekaragaman
tinggi.
Indeks dominansi jenis
makroalga yang terdapat di perairan
laut Pulau Pucung Desa Malang
Rapat dikategorikan rendah,
Menurut Syafei (1990), adanya jenis
yang mendominan dapat dipengaruhi
oleh persaingan antara tumbuhan
yang ada. Persaingan antara
tumbuhan maksudnya berkaitan
dengan mineral yang diperlukan, jika
mineral yang dibutuhkan mendukung
maka jenis tersebut akan lebih
dominan dan lebih banyak
ditemukan.
Gambar.21. Grafik Indeks Ekologi
Makroalga
1. Indeks Keanekaragaman
Berdasarkan tabel 9, nilai
indeks keanekaragaman
dikategorikan tinggi (3,09), diduga
kondisi perairan laut Pulau Pucung
sangat memungkinkan makroalga
berfotosintesis hingga ditemukanya
13 jenis makrolaga. Keanekagaraman
merupakan parameter yang sangat
penting untuk membandingkan
berbagai komunitas biota laut,
terutama untuk mengetahui pengaruh
kualitas perairan yang memberikan
gangguan jenis jenis biota yang ada.
Keanekaragaman jenis
makroalga ditentukan pula oleh
keanekaragaman habitat (substrat).
Kestabilan, kekerasan, tekstur
permukaan dan porositas substrat
penting artinya bagi pertumbuhan
yang mendukung kelimpahannya.
Oleh karena itu terdapatnya
keanekaragaman jenis makroalga di
daerah pasang-surut (intertidal)
antara lain disebabkan pula oleh
heterogenitas substratnya. Di tempat-
tempat yang memiliki substrat
pecahan karang batu mati, karang
masif dan pasir yang lebih stabil
mempunyai keanekaragaman alga
yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tempat-tempat yang hanya
bersubsrat pasir dan lumpur
(Atmadja, 1999).
Menurut Suheriyanto (2008)
jenis makroalga yang didapat
umumnya mempunyai
keanekaragaman yang tinggi pada
perairan yang masih dalam kondisi
baik dan sebaliknya kondisi perairan
yang kurang baik akan menunjukkan
keanekaragaman lebih rendah.
2. Indeks Keseragaman
Indeks Keseragaman
merupakan suatu pola sebaran biota
laut, yaitu merata atau tidak,
Berdasarkan hasil tabel 9 di atas nilai
indeks keseragaman di perairan laut
Pulau Pucung Desa Malang Rapat
dikategorikan tinggi (0,79), jika nilai
indeks keseragaman relatif tinggi
maka setiap jenis makroalga (rumput
laut) dalam kondisi merata atau
seragam. Keseragaman yang tinggi
mengindikasikan bahwa jumlah
antara makroalga yang ditemukan
tidak berbeda jauh (merata) ini juga
dibuktikan dengan nilai dominansi
yang rendah (tidak ada jenis yang
mendominansi). Keseragaman dapat
dikatakan keseimbangan, relatif
sama, karena komposisi individu
setiap spesies terdapat dalam suatu
komunitas menurut Odum (1971)
dalam Palallo (2013), semakin tinggi
indeks keseragaman (E), maka
semakin kecil nilai dominansi jenis.
3. Indeks Dominansi
Dari hasil yang didapat di
lokasi penelitian perairan laut Pulau
Pucung untuk nilai indeks dominansi
di kategorikan rendah (0,14) artinya
tidak ada jenis makroalga yang
mendominasi pada lokasi penelitian
dan lokasi pengamatan berbeda.
Ketidak adanya atau rendah nilai
dominansi suatu spesies dalam suatu
komunitas disebabkan oleh adanya
kemerataan jumlah individu dalam
setiap spesies menurut (Yaqin
2011). Berdasarkan hasil penelitian
indeks keseragaman tergolong tinggi
menunjukkan bahwa kemerataan
spesies juga tinggi sehingga nilai
dominansi rendah ( tidak ada
medominansi).
C. Pola Sebaran Makroalga
Pola sebaran makrolaga
diperairan laut Pulau Pucung
disajikan pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Pola Sebaran Makroalga di
Perairan Laut Pulau Pucung
Sumber :(Data Primer, 2015)
Pola sebaran jenis makroalga
dibedakan atas pola sebaran acak,
seragam, serta mengelompok.
Berdasarkan hasil penelitian pola
sebaran jenis makroalga (rumput
laut) yang ditemukan 13 jenis di
perairan laut Pulau Pucung
mengelompok.
D. Kondisi Perairan
Oceanografi
Kondisi oceanografi di
perairan laut Pulau Pucung secara
umum di lokasi penelitian dapat
dilihat pada tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Kondisi Perairan Laut
Pulau Pucung Desa Malang Rapat
Titik
Parameter
Suhu pH DO Salinita
s
Kedalama
n
Kekeruha
n
Kecepata
n arus
(⁰C) (mg/L
) (‰) (m) (NTU) (m/dtk)
1 26,8
0 7,64 5,77 33,67 1,43 1,51 0,0144
2 27,0
0 7,59 5,97 32,67 1,43 3,74 0,0177
3 26,3
0 7,48 5,70 32,33 1,33 2,96 0,0178
4 26,8
7 7,37 5,60 33,67 1,37 2,11 0,0156
5 26,5
3 7,30 6,17 33,67 1,27 2,27 0,0155
6 26,7
0 7,55 5,57 33,67 1,40 2,20 0,0135
7 27,2
0 7,83 5,70 33,33 1,30 2,67 0,0136
8 27,1
2 7,42 5,67 33,67 1,27 2,74 0,0168
9 27,4
8 7,84 5,83 33,33 1,30 3,30 0,0157
Rata-
rata
26,8
9 7,56 5,77 33,33 1,34 2,61 0,0156
Kisara
n
26,3
0 -
27,4
8
7,30
-
7,84
5,57 -
6,17
32,33 -
33,67
1,27 –
1,43
1,51 -
3,74
0,0178 -
0,0135
Baku
Mutu
28 -
30 *
7-
8,5*
*
> 5** 33-34* 0 - 30* < 5** 0,1-1*
Sumber : Luning (1990) dalam
Palallo (2013)* KEPMEN LH
(2004)**
1. Suhu
Hasil yang telah didapat
menunjukkan bahwa suhu
permukaan perairan laut Pulau
No Jenis X2
Nilai Kritis X2 Pola Sebaran
1 Achanthophora spicifera 94,83 43,77 Mengelompok
2 Boergerenia forbessi 63,20 43,77 Mengelompok
3 Cadium geppi 91,60 43,77 Mengelompok
4 Caulerva racemosa 60,00 43,77 Mengelompok
5 Eucheuma spinosum 98,33 43,77 Mengelompok
6 Eucheuma alvarezi 59,43 43,77 Mengelompok
7 Glacilaria coronopifolia 123,53 43,77 Mengelompok
8 Galaxaura kjellmani 150,00 43,77 Mengelompok
8 Halimeda macrophysa 156,53 43,77 Mengelompok
10 Padina australis 115,47 43,77 Mengelompok
11 Sargassum binderi 168,15 43,77 Mengelompok
12 Sargassum polycystum 110,76 43,77 Mengelompok
13 Turbinaria ornata 165,46 43,77 Mengelompok
Pucung berkisar (26 - 27⁰C), suhu
tersebut cukup optimal untuk
pertumbuhan makroalga.
Sebagaimana semestinya oleh
Luning (1990) dalam Palallo (2013),
bahwa kondisi optimal pada
tumbuhan makroalga yaitu berkisar
antara (0 - 10⁰C) untuk rumput laut
didaerah beriklim hangat dan kisaran
(15 - 30⁰C) untuk rumput laut yang
hidup didaerah tropis, semantara
Sulistiyo (1976) dalam Palallo
(2013) juga menyatakan
pertumbuhan yang baik untuk alga di
daerah tropis adalah 20 - 30⁰C.
2. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan
faktor lingkungan kimia air yang
berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan rumput laut. Dari
Hasil pengamatan Derajat keasaman
(pH) yang telah diukur berkisar (7,30
- 7,84), menurut Soesono (1988)
dalam Armita (2011), bahwa
pengaruh bagi organisme sangat
besar dan penting, kisaran pH yang
kurang dari 6,5 akan menekan laju
pertumbuhan bahkan tingkat – 9
merupakan kisaran optimal dalam
suatu perairan. Maka hasil pH
kisaran optimal suatu perairan.
3. Oksigen Terlarut (DO)
Efendi (2003) dalam Armita
(2011), menjelaskan bahwa
hubungan antara kadar oksigen
terlarut jenuh dengan suhu yaitu
semakin tinggi suhu kelarutan
oksigen dan gas – gas lain juga
berkurang dengan meningkatkannya
salinitas, sehingga kadar oksigen
terlarut di larutkan di laut cenderung
lebih rendah dari pada kadar oksigen
di perairan tawar. Selanjutnya
dikatakan bahwa peningkatan suhu
sebesar 1⁰C akan meningkatkan
kousumsi oksigen sekitar 10 %
(Brown, 1978 dalam Effendi, 2003
dalam Armita (2011). Dari hasil
yang pengamatan oksigen terlarut
kisaran yang diperoleh (5,57 - 6,17),
kondisi oksigen terlarut hasil
optimal.
4. Salinitas
Nontji (2002) dalam Palallo
(2013) , salinitas merupakan ukuran
bagi jumlah zat padat larut suatu
volume air dan dinyatakan dalam
permil, di perairan samudra salinitas
biasanya berkisar antara (34 – 35‰).
Di perairan pantai karena terjadi
pengenceran, misalnya karena
pengaruh aliran sungai salinitas bisa
turun rendah sebaliknya di daerah
dengan penguapan yang sangat kuat,
salinitas bisa meningkat tinggi.
Hasil dari salinitas yang telah
diukur berkisar (33 - 34‰), menurut
Kadi dan Atmajaya (1988) dalam
Palallo (2013) alga bentik tumbuh
pada perairan dengan salinitas 13 -
37‰, sedangkan menurut Luning
(1990) dalam Palallo (2013), rumput
laut umumnya di laut dengan
salinitas antara 30 - 32‰, maka
makroalga banyak jenis yang
ditemukan optimal di lokasi
penelitian.
5. Kedalaman
Makroalga dapat tumbuh di
kedalaman perairan 1-200 m tetapi
kehadiran jenisnya banyak dijumpai
di paparan terumbu karang pada
kedalaman 1-5 m (Kadi 1988 dalam
Palallo 2013), hasil pengamatan
kedalaman yang diperoleh berkisar
(1,27 – 143), dari hasil pengamatan
di lakukan di perairan laut Pulau
Pucung masih banyak di temukan di
kedalaman tersebut menjadi optimal
bagi makroalga.
6. Kekeruhan
Menurut Sutika (1989) dalam
Armita (2011), mengatakan bahwa
kekeruhan dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan respirasi, dapat
menurunkan kadar oksigen dalam air
dan terjadinya gangguan terhadap
habitat. Menurut Walhi (2006) dalam
Armita (2011), menyatakan bahwa
kekeruhan standar untuk lingkungan
makroalga sebesar 20 mg/L. Dari
hasil pengamatan kekeruhan
memperoleh kisaran (1,51 - 3,74)
sehingga kekeruhan tersebut menjadi
optimal.
7. Kecepatan arus
Menurut Hutabarat dan Evans
(1986) dalam Pahlawan (2012), arus
adalah pergerakan massa air secara
vertikal dan horizontal sehingga
menuju keseimbngannya, atau
gerakan air yang sangat tinggi luas
yang terjadi di seluruh lautan dunia.
Di sampaing itu juga, arus adalah
suatu gerakkan air yang
menyebabkan air permukaan
berpindah secara horizontal. Hasil
kecepatan arus di permukaan yang
telah diukur berkisar (0,0178 -
0,0135 m/dtk) maka kecepatan arus
di perairan laut Pulau Pucung relatif
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
keadaan angin sangat mempengaruhi
kecepatan arus Pulau Pucung, selain
itu kecepatan arus di perairan laut
Pulau Pucung juga di pengaruhi oleh
pasang surut.
E. Substrat
Pengamatan substrat di
perairan laut Pulau Pucung yang
telah diidentifikasi dengan
membandingkan metode Me Kenzi,
dilihat pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Jenis dan ukuran substrat Titik Jenis Substrat Ukuran
1 Very Cosrse Sand (Sangat Kasar) (1 – 2 mm)
2 Very Cosrse Sand (Sangat Kasar) (1 – 2 mm)
3 Coarse Sand (Kasar) (0,5 – 1 mm)
4 Coarse Sand (Kasar) (0,5 – 1 mm)
5 Coarse Sand (Kasar) (0,5 – 1 mm)
6 Coarse Sand (Kasar) (0,5 – 1 mm)
7 Coarse Sand (Kasar) (0,5 – 1 mm)
8 Medium Sand (Halus) (0,25 – 0,5 mm)
9 Coarse Sand (Kasar) (0,5 – 1 mm)
Sumber (Data Primer, 2015)
Hasil pengamatan visual substrat
pada titik 1 dan 2 jenis bersubstrat
Very Cosrse Sand (Sangat Kasar)
dan pada titik 8 jenis bersubstrat
Medium Sand (Halus) sedangakan
pada titik 3sampai 7 dan 9 jenis
substrat Coarse Sand (Kasar). Dari
hasil pengamatan visual jenis
substrat Coarse Sand (Kasar) ialah
yang berdominansi di perairan laut
Pulau Pucung Desa Malang Rapat.
Kondisi Substrat pasir sangat cocok
untuk pertumbuhan makroalga
karena makroalga dapat menempel
dengan kokoh pada substrat tersebut
dibandingkan dengan substrat
ukurannya lebih halus.
V. PENUTUP
1. Jenis makroalga yang
ditemukan di perairan laut Pulau
Pucung Desa Malang Rapat
berjumlah 13 spesies, dengan nilai
kerapatan tertinggi 3,35, yang
terendah 0,06, untuk nillai penutupan
makrolaga tertinggi 14,52, dan yang
terendah 0,20, jenis spesies tertinggi
Turbinaria ornata (alga coklat) yang
terendah Caulerva racemosa (alga
hijau).
2. Hasil nilai indeks
keanekaragaman di kategorikan
tinggi (3,09), nilai indeks
keseragaman di kategorikan tinggi
(0,79), jika nilai indeks keseragaman
relatif stabil maka setiap jenis
makroalga dalam kondisi merata
atau seragam. Nilai indeks dominansi
di kategorikan rendah (0,14) artinya
tidak ada jenis makroalga yang
mendominasi pada lokasi penelitian.
Dengan berdasarkan hasil penelitian
jenis makroalga yang ditemukan di
Pulau Pucung sejumlah 13 jenis
dengan rata-rata pola sebaran
mengelompok.
3. Suhu permukaan perairan laut
Pulau Pucung berkisar 26 - 27⁰C,
Derajat keasaman (pH) berkisar 7,30
- 7,84, Oksigen terlarut berkisar 5,57
- 6,17, salinitas yang telah diukur
berkisar 33 - 34‰, kedalam yang
diperoleh berkisar 1,27 – 143 m, dan
kekeruhan memperoleh berkisar 1,51
- 3,74 NTU. Kecepatan arus berkisar
0,0178 - 0,0135 m/dtk relatif rendah,
dimana parameter tersebut
dikategorikan optimal untuk
pertumbuhan makroalga. Untuk
kondisi substrat perairan Laut Pulau
Pucung yang dominan ialah jenis
pasir kasar.
A. Saran
Saran untuk penyempurnaan
penelitian ini :
Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai
keanekaragaman rumput laut pada
daerah tubir, habitat lamun dan
karang
DAFTAR PUSTAKA
Ain. N, Ruswahyuni, Niniek. W.
2014. Hubungan Rumput
Laut Dengan Substrat Dasar
Berbeda di Perairan Pnatai
Bandengan Jepara. Jurnal of
Maquares. Volume 3 (1).
Universitas Diponegoro.
Semarang.
Armita D. 2011. Analisis
Perbandingan Kualitas Air
Di Daerah Budidaya Rumput
Laut Dengan Daerah Tidak
Ada Budidaya Rumput Laut,
Di Dusun Melelaya, Desa
Punaga, Kecamatan Mangara
bambang, Kabupaten Takalar.
Universitas Hasanuddin
Makasar, Makasar.
Atmadja. W.S, Kadi. A, Sulistijo,
dan Rahmaniar. 1996.
Pengenalan Jenis-Jenis
Rumput Laut lndonesia.
Puslitbang Oceanologi-LIPI.
Jakarta.
Atmajaya, W.S. 1999. Sebaran dan
Beberapa Aspek Vegetasi
Rumput Laut(Makroalga) di
Perairan Terumbu Karang
Indonesia. Puslitbang.
Oceamologi-LIPI. Jakarta.
Aslan, L. M., 1992, 1998. Budi Daya
Rumput Laut. Kanissius. Yogyakarta.
Direktorat Jendral perikanan.,1997.
Atlas Sumber Daya Keluatan.
Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional.
Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas
Air Bagi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius.
Yogyakarta.
Fachrul. M. F. 2007. Metode
Sampling Bioekologi. PT.
Bumi Aksara. Jakarta.
Hutabarat, S. dan S. M. Evans, 1985.
Pengantar Oseanografi. UI
Press. Jakarta.
Jha, B, Reddy C.C.F, Thakur M.C,
and Rao, M.U. 2009.
Seaweeds of india. The
Diversity And Distribution Of
Seawed Of Gujarat Coast.
New york.
Kadi. A. W.S.Atmadja., 1988.
Rumput Laut Jenis Alga.
Reproduksi, Produksi,
Budidaya dan Pasca Panen.
Proyek Studi Potensi Sumber
Daya Alam Indonesia, Jakarta
Pusat Penelitian dan
Penelitian dan Pengembangan
Oceanologi. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.101
Hlm
Kadi. A. 2004. Potensi Rumput Laut
Dibeberap Perairan Pantai
Indonesia. Jurnal oseana.
Volume XXIX (4). Bidang
sumberdaya Laut, Pusat
penelitian Oseonografi LIPI.
Jakarta.
Koesobiono, 1979. Ekologi Perairan.
Sekolah Pasca Sarjana
Jurusan Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan
Laut Indonesia. Jakarta:
Puslitbang Oseonologi –
LIPI.
Luning. 1990. Seaweeds, Their
Environment, Biogeography
And Ecophysiology. John
Wiley and Sons. New York.
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004
tentang Baku MutuAir Laut.
Lampiran III.
Koesobiono, 1979. Ekologi Perairan.
Sekolah Pasca Sarjana
Jurusan Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan
Laut Indonesia. Jakarta:
Puslitbang Oseonologi –
LIPI.
Luning. 1990. Seaweeds, Their
Environment, Biogeography
And Ecophysiology. John
Wiley and Sons. New York.
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004
tentang Baku MutuAir Laut.
Lampiran III.
Palallo A. 2013. Distribusi
Makroalga Pada Ekonomis
Lamun Dan Terumbu Karang
Di Pulau Bonebatang
Kecamatan Ujung Tanah
Kelurahan Barang Lompo.
Universitas Hasanuddin
Makasar, Makasar.
Pratama R. R. 2013. Analisis Tingkat
Kepadatan dan Pola Sebaran
Populasi Siput Laut Gongong
(Strombus Canarium) di
Perairan Pesisir Pulau
Dompak. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan.
Tanjungpinang.
Sihite R. 2012. Analisis Biomasa
Gastropoda Di Ekosistem
Padang Lamun Perarian
Desa Teluk Bakau Provinsi
Kepulauan Riau. Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Maritim Raja Ali
Haji Tanjungpinang.
Tanjungpinang.
Setyobudiandi I, Sulistiono,
Fredinan. Y, Cecep. K, Sigid.
H, Ario. D, Agustinus S,
Bahtiar, 2009. Sampling dan
Analisis data Perikanan dan
Kelautan Terapan Metode
Pengambilan Contoh di
Wilayah Pesisir dan Laut.
Makaira FPIK. Insitut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sumich.L.,1992. An introduction to
the biology of marine life.
WMC brown.dubuque.lowa.
Suheriyanto, D. 2008. Ekologi
Serangga. Malang:
Universitas Islam Negeri.
Widyartini. D. S, Insan. I. A . H, dan
Sulistyani. 2011.
Keanakaragaman Spesies
Rumput Laut Coklat
Phaeophyceae Pada Substrat
Karang Pantai Menganti
Kebumen. Prosiding Seminar
Nasional Hari Lingkungan.
Universistas Soedirman.
Purwokerto.
Verhejj.E.,1992. Marine Plants On
The Reefs Of The Spermande
Archi Pelogo SW Sulawesi,
Indonesia, Aspects Of
Taxonomy, Floristicst and
Wcologi Blumea, Volume 37
no 2 Tahun 1993.