info pub lik 20130327131601
TRANSCRIPT
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
1/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
1
LAKIPPUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN
TAHUN 2012
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
2/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
2
PENGANTAR
Laporan ini disusun untuk memenuhi ketentuan dalam Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahannegara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan kewenangan yang
dipercayakan melalui sistem akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah.
Selanjutnya penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja ini sepenuhnya mengikuti Pedoman yang
ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Nomor 589/IX/6/Y/99 tanggal 20 September
1999.
Data-data yang disajikan dalam laporan ini, adalah kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
dalam tahun anggaran 2012.
Jakarta, Januari 2013
Kepala Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
Badan Pembinaan Konstruksi
Ir. Ismono, MA
NIP. 195309251982031001
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
3/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
3
DAFTAR ISI
PENGANTAR........................................................................................................................................ ii
RINGKASAN EKSEKUTIF.................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
1.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi............................................................ 1
1.2 Kondisi dan Tantangan Pembangunan............................................................ 4
1.3 Rencana Strategis............................................................................................. 6
BAB II RENCANA KINERJA TAHUNAN DAN PERJANJIAN KINERJA. 14
2.1 Rencana Kinerja Tahunan................................................................................. 14
2.2 Perjanjian Kinerja.............................................................................................. 20
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 27
3.1 Evaluasi dan Analisis Kinerja............................................................................ 27
3.2 Evaluasi dan Analisis Anggaran........................................................................ 32
3.3 Hal-hal yang memerlukan perhatian untuk peningkatan kinerja....................... 33
3.4 Penghargaan pihak ke-3 kepada unit kerja eselon II........................................ 33
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................... 39
LAMPIRAN
LAMPIRAN I : FORMULIR PENETAPAN KINERJA
LAMPIRAN II : FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNANLAMPIRAN III : FORMULIR PENGUKURAN KINERJALAMPIRAN IV : STRUKTUR ORGANISASI PPUK
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
4/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah unsur pelaksana sebagian
tugas dan fungsi Badan Pembinaan Konstruksi dalam pelaksanaan pembinaan usaha dan kelembagaan yang
meliputi Pembinaan bidang pengembangan usaha, bidang regulasi usaha dan perizinan, bidang kelembagaan, dan
fasilitasi pelaksanaan tugas lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional, serta pelaksanaan urusan tata usaha
pusat.
Sebagai penjabaran atas visi dan misi Badan Pembinaan Konstruksi maka tujuan yang akan dicapai Badan
Pembinaan Konstruksi dalam periode lima tahun ke depan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi.2. Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku,3. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha
konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi;
4. Menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antarapengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban,
5. Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas
Adapun tujuan dari Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sendiri adalah Memberikan arah
pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal,
berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha
konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome
a. Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. (dalam proses review renstramenjadi 16 NSPK)
b. Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%c. Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000 PJT.d. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33
provinsi dan 1 nasional.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan. Indikator kinerja utama outputkegiatan adalah: Peningkatan pangsa pasar jasa konstruksi nasional
dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi nasional yang diukur dari:
1) Jumlah Pembinaan manajemen usaha,2) Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha,3) Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan,
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
5/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
5
4) Jumlah Pembinaan perizinan usaha,5) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.6) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.7) Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan;8) Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan;9) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan10) Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan11) Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan12) Jumlah Layanan Perkantoran13) Jumlah Sistem Pelaporan secara elektronik14) Jumlah Kendaraan Bermotor15) Jumlah Perangkat Pengolah data dan Komunikasi16) Jumlah Peralatan dan Fasilitas Perkantoran
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran dari rencana strategis Badan Pembinaan Konstruksi, Pusat
Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah melaksanakan program-program kegiatan yang sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi sebagaimana telah diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terdiri dari dua satker yaitu;
1. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan2. Satker Kesekretariatan LPJK
Adapun Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam tahun anggaran 2012 terdiri atas kegiatan
yang dilaksanakan secara swakelola dan dikontrakkan.
Berikut adalah kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola:
A. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan1.
Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Kecil
2. Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Non Kecil3. Kinerja Proyek Konstruksi 20124. Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi5. Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK6. Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi7. Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi8. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA9. SIPJAKI
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
6/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
6
10. Surveilen Lembaga dan Asosiasi Daerah11. Forum Jasa Konstruksi Nasional12. Pelatihan Asesor Badan Usaha13. Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan14. Penyusunan Peraturan Peraturan Terkait jasa konstruksi
B. Satker Kesekretariatan LPJK1. Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/D2. TOT Admin SIKI. Net Badan Usaha dan Tenaga Kerja LPJKN/D3. Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/D4. Penyusunan Instrumen dan Monitoring Lembaga5. Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/ Daerah6. Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS, Asia Construct7. Workshop Norma- Norma LPJKN8. Fasilitasi Pembentukan Unit Sertifikasi9. Rapat Koordinasi Lembaga Nasional dan Daerah10. Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana LPJK Nasional dan Daerah
Sedangkan Produk Kajian adalah sebagai berikut:
A. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan (Dikontrakkan)1. Kajian Struktur dan Perilaku Resiko Proyek Konstruksi di Indonesia2. Studi Struktur Biaya Proyek Konstruksi di Indonesia3. Studi Produktivitas Kontraktor Nasional dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Indonesia
B. Satker Kesekretariatan LPJK (Swakelola)1. Pemetaan Pendayagunaan Tenaga Kerja Bersertifikat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi2. Pengukuran Indikator Kepuasan Pelanggan terhadap Manajemen Proyek Konstruksi Nasional dan Asing3. Pemetaan Lingkup dan Kinerja Inovasi dalam Industri Konstruksi Nasional4. Penilaian Kontribusi Industri Konstruksi dalam Penanggulangan Bencana5. Pengukuran Kinerja Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam Menerapkan Keselamatan Konstruksi
Sampai dengan tahun 2012 pencapaian sasaran (Outcome) Badan Pembinaan Konstruksi yang terkait dengan
TUPOKSI Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah:
1) Produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi, yaitu;
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
7/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
7
1. Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan PemberianLisensi
2. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU),Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013
3. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan /Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional
2) Perda Izin Usaha Jasa Konstruksi di 4 Kabupaten/kota3) Meningkatnya jumlah Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi yang terberdayakan sebanyak;
- PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2010 sebanyak 5725 PJT- PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 6135 PJT
(pada tahun 2011 terdapat penambahan sebanyak 410 orang)
- PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 6744 PJT(pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 285 orang, dari satker Pusat Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan dan sebanyak 324 orang dari satker Kesekretariatan LPJK)
- PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 670PJT
- PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 961PJT (pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 291 orang)
4) Terkait dengan pembentukan kepengurusan LPJK, sudah terbentuk Kepengurusan LPJK tingkat nasional danLPJK tingkat provinsi yang sesuai dengan yang sesuai dengan UU 18 tahun 1999, PP 28 tahun 2000 tentang
usaha dan peran masyarakat jasa kosntruksi sebagaimana sudah diubah untuk terakhir kali dengan PP 92
tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara
Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah menjadi Permen PU No.24 tahun 2010.
Adapun dalam pelaksanaan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012 terdapat beberapa
kendala, diantaraya ;
Integrasi dan koordinasi antar para pelaku jasa konstruksi masih lemah salah satunya dikarenakankurangnya informasi terkait dukungan dari supplier material, Peralatan, dukungan perbankan dan
Penjaminan
Mempertemukan antar pihak2 yang berkepentingan untuk mempersatukan visi dan tujuan tidak mudah Rekrutmen peserta pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat Waktu pelaksanaan pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
8/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
8
Kesiapan dukungan dari daerah Terkait kegiatan yang bersifat Survey dan pengumpulan data butuh effort yang cukup tinggi
Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi kedepannya Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan akan terus
berupaya meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait jasa konstruksi, karena pada dasarnya upaya pembinaan
jasa konstruksi harus dilakukan oleh dan untuk semua sektor. Adapun upaya yang akan dilakukan kedepan dengan
meningkatkan koordinasi dan dukungan baik itu koordinasi dengan Pusat-Pusat di BP Konstruksi, dukungan dari
pemerintah daerah , Dukungan dari LPJK Nasional maupun LPJK Provinsi, serta dukungan dari Balai Pusbin KPK
yang ada di daerah
Secara umum anggaran yang terserap pada tahun 2012 sebesar 87,33%..
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
9/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASIBadan Pembinaan Konstruksi dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
08/PRT/M/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. Sesuai Peraturan Menteri
tersebut, Badan Pembinaan Konstruksi mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan konstruksi. Dalam
melaksanakan tugasnya Badan Pembinaan Konstruksi menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan Kebijakan teknis, rencana dan program pembinaan konstruksi dan investasi di bidanginfrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi
serta kompetensi dan pelatihan konstruksi
b. Pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dankelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan
konstruksi
c.
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidanginfrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi
serta kompetensi dan pelatihan konstruksi
d. Pelaksanaan administrasi Badan Pembinaan Konstruksi
Badan Pembinaan Konstruksi terdiri dari ;
a. Sekretariat Badanb. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaanc. Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksid. Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasie. Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksif. Kelompok Jabatan Fungsional
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dibentuk untuk melaksanakan tugas merumuskan
pengembangan dan melakukan pembinaan dibidang usaha dan kelembagaan konstruksi berdasarkan
kebijakan Kepala Badan. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
menyelenggarakan fungsi:
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
10/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
10
a. Pembinaan bidang pengembangan usahab. Pembinaan bidang regulasi usaha dan perizinanc. Pembinaan bidang kelembagaand. Fasilitasi pelaksanaan tugas lembaga pengembangan jasa konstruksi nasionale. Pelaksanaan urusan tata usaha pusat.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terdiri dari:
a. Bidang Pengembangan UsahaMempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan di bidang pengembangan usaha, dalam
melaksanakan tugasnya, Bidang Pengembangan Usaha menyelenggarakan fungsi:
- Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan pengembangan kemitraan usaha serta kinerja penyediajasa
- Pelaksanaan penyiapan fasilitasi akses pasar jasa konstruksi- Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses material dan peralatan kerja konstruksi- Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses modal usaha dan sistem penjaminan
Bidang Pengembangan Usaha terdiri dari:
1. Subbidang Manajemen UsahaMempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan
peningkatan kapasitas penyedia jasa konstruksi.
2. Subbidang Pendukung UsahaMempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kemitraan
penyedia jasa konstruksi antar klasifikasi dan kualifikasi, penyiapan bahan pembinaan terhadap
akses peralatan dan material, serta akses modal usaha dan sistem penjaminan.
b. Bidang Regulasi dan PerizinanMempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan di bidang regulasi usaha dan perizinan.
Dalam melaksanakan tugasnya Bidang regulasi dan perizinan menyelenggarakan fungsi:
- Pengembangan produk pengaturan konstruksi, klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi produk-produk pengaturan lembaga- Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha jasa konstruksi- Pelaksanaan administrasi perizinan penyedia jasa konstruksi asing- Pelaksanaan pengembangan sistem informasi pembinaan jasa konstruksi nasional
Bidang Sarana Regulasi dan Perizinan terdiri dari:
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
11/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
11
1. Subbidang RegulasiMempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pengembangan produk
pengaturan konstruksi, pengaturan klasifikasi dan kuailfikasi usaha jasa konstruksi, serta
pemantauan dan evaluasi produk-produk pengaturan lembaga.
2. Subbidang Pendukung PerizinanMempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha
jasa konstruksi, pelaksanaan administrasi perizinan penyedia jasa konstruksi asing, pemantauan
dan evaluasi perizinan usaha jasa konstruksi, pelaksanaan pengembangan sistem informasi
pembinaan jasa konstruksi nasional dan sosialisasi sistem informasi pembina jasa konstruksi
nasional.
c. Bidang KelembagaanMempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan kelembagaan pengembangan jasa
konstruksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Kelembagaan menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan pembinaan tata laksana dan kinerja kelembagaan jasa konstruksi- Penyiapan pembinaan kelembagaan unsur-unsur masyarakat jasa konstruksi- Pengembangan kerja sama dan koordinasi antar instansi terkait pembinaan kelembagaan jasa
konstruksi
- Penyiapan pembinaan kinerja Sekretariat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi- Pengembangan kinerja kelembagaan penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja)
Bidang Kelembagaan terdiri dari:
1. Subbidang Tata LaksanaMempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan kelembagaan unsur-unsur masyarakat
jasa konstruksi, fasilitasi pelaksanaan Forum Jasa Konstruksi Nasional dan bantuan teknik Forum
Jasa Konstruksi Daerah, pengembangan organisasi dan tata laksana Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah, serta pengembangan kerjasama dan koordinasi antar
instansi terkait pembinaan kelembagaan jasa konstruksi.
2. Subbidang KinerjaMempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan tugas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah, penyiapan
baha npembinaan kinerja sekretariat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional,
pelaksanaan pengawasan Kinerja Unit Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi dan Tenaga
Kerja, serta pelaksanaan pengembangan kinerja kelembagaan penyedia jasa konstruksi (badan
usaha dan tenaga kerja).
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
12/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
12
d. Sub Bagian Tata UsahaMempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga,
administrasi barang milik negara, dan tata persuratan serta kearsipan pusat.
e. Kelompok Jabatan FungsionalMempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Satker Kesekretariatan LPJKMempunyai tugas Fasilitasi tugas-tugas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), khususnya
pada pelaksanaan tugas-tugas lembaga sesuai dengan Peraturan Perundang yang berlaku, yaitu
tugas-tugas berupa;
- Mendorong Penelitian dan Pengembangan Jasa Konstruksi- Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Jasa Konstruksi- Registrasi tenaga kerja konstruksi, meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan
keahlian kerja
- Registrasi Badan Usaha Jasa Konstruksi- Mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang Jasa Konstruksi
STRUKTUR ORGANISASI
Untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Badan
Pembinaan Konstruksi, saat ini terdapat 60 personil: (struktur organisasi terlampir)
1.2 KONDISI DAN TANTANGAN PEMBANGUNANImplementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks mikro (tata
kelola kepemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan konstruksi), serta konteks makro
(kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi) belum mencapai sasaran sebagaimana
diamanatkan dalam UU 18/1999. Dalam konteks makro, sektor konstruksi nasional berhasil menempati urutan
ke enam dari sembilan sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada tahun 2009,
PDB yang disumbangkan oleh sektor konstruksi tercatat sebesar Rp. 555 trilyun, yang merupakan 9,9% dari
PDB nasional. Sementara itu, tenaga kerja yang dapat diserap pada tahun 2009 tercatat berjumlah 5,439 juta
orang atau 5,3% dari tenaga kerja nasional dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas dasar
harga berlaku).
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
13/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
13
Sampai dengan tahun 2009, tercatat sejumlah 145.260 badan usaha konstruksi. Peningkatan jumlah badan
usaha tersebut ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya. Hal ini tercermin pada
mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, serta
teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi tersebut
di antaranya disebabkan oleh persyaratan usaha serta persyaratan kualifikasi tenaga kerja terampil dan ahli
yang belum diatur sebagaimana mestinya untuk mewujudkan badan usaha konstruksi yang profesional dan
dapat diandalkan. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan
konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Dari
seluruh pangsa pasar jasa konstruksi Indonesia (100%), hanya 40% yang dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi
nasional yang jumlahnya 90 %, sedangkan 60% lainnya dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi asing yang
jumlahnya hanya 10 %. Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi masih perlu
ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan
kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan,
kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi
sebagaimana yang direncanakan.Bidang jasa konstruksi saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan
seputar lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, serta masih kerap terjadi kegagalan
bangunan, kegagalan konstruksi, dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar. Sementara itu, Undang-
undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi masih dipandang secara sempit sebagai undang-undang
bidang pekerjaan umum. Sehingga, pembinaan jasa konstruksi lebih dianggap sebagai bagian dari
tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum dan bukan menjadi tanggungjawab semua instansi terkait.
Asosiasi jasa konstruksi, hingga saat ini masih disibukkan oleh proses sertifikasi para anggotanya yang
sering penuh dengan konflik kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga, asosiasi jasa konstruksi belum dapat
berperan sebagai motor penggerak peningkatan kompetensi dan daya saing para anggotanya.Sementara itu,
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai representasi dari masyarakat jasa konstruksi dalam
pengembangan jasa konstruksi belum dapat melaksanakan seluruh tugas yang diamanahkan dalam Undang-
Undang Jasa Konstruksi (UUJK) Nomor 18 Tahun 1999. Sebagian besar dari sumber daya yang ada masih
terfokus pada penyelenggaraan registerasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi. Pelaksanaan tugas-tugas
lain, yaitu penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi serta
arbitrase dan mediasi masih sangat terbatas. Di samping itu, forum jasa konstruksi yang diselenggarakan
secara rutin setiap tahun belum berjalan dengan efektif dan produktif dalam menyiapkan rekomendasi kebijakan
pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi. Meskipun pelaksanaannya senantiasa diperbaiki dari tahun ke
tahun, Ppenyelenggaraan forum jasa konstruksi masih terbatas pada pemenuhan aspek adimistrasi dan
prosedural serta masih menjadi ajang pelampiasan perbedaan kepentingan yang mencolok di antara pemangku
kepentingan.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
14/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
14
Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi
masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana,
standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Nota
kesepahaman antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian tTenaga Kerja dan Transmigrasi, dan LPJK
tentang penyelenggaraan pelatihan konstruksi serta pencanangan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi
(GNPK) diharapkan dapat menggalang sumber daya yang tersedia di tiap-tiap instansi terkait guna mengatasi
kendala yang dihadapi. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi berdirinya
World Trade Organization (WTO) dan menjadi anggota dari 153 negara anggota yang tercatat di WTO.
Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) melalui Keppres Nomor 88
Tahun 1995. Seluruh kesepakatan dalam perundingan WTO dan AFAS bersifat menngikat. Oleh karena itu
Indonesia harus senantiasa aktif dalam setiap perundingan liberalisasi jasa, termasuk jasa konstruksi yang
diselenggarakan oleh WTO maupun ASEAN serta forum perundingan liberalisasi regional lainnya. Liberalisasi
jasa konstruksi akan menjadi ancaman sekaligus peluang untuk perluasan pangsa pasar jasa konstruksi di luar
negeri. Kualitas pelayanan infrastruktur yang ada saat ini tidak memadai untuk mempertahankan pertumbuhan
dan daya saing ekonomi yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena realisasi investasi infrastruktur hanya
mencapai kurang dari setengah kebutuhan yang diperlukan. Kapasitas fiscal tidak memungkinkan untuk
mencukupi kebutuhan dana pembangunan infrastruktur, bahkan hanya mampu menyumbangkan 1% dari PDB
padahal dana yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5% dari PDB.
TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS SUB BIDANG JASA KONSTRUKSI
Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu faktor penentu daya tarik suatu
kawasan/wilayah, di samping faktor kualitas lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara itu,
kinerja infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global, selain kinerja ekonomi
makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha. Dalam hal daya saing global tersebut, maka World
Competitiveness Yearbook 2009 menempatkan Indonesia pada ranking 54 dari 134 negara, di mana
ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai (peringkat 84 dengan nilai 3,2) merupakan penyumbang ketiga
sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha setelah akses pendanaan (25,1 %), birokrasi pemerintah
yang tidak efisen (18,5%), dan ketidak tersediaan pasokan infrastruktur (11,4 %)1. Dengan demikian, tantangan
pembangunan infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur
berkualitas dan kinerjanya semakin dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks
global dapat membaik.
Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana pembangunan infrastruktur dapat membantu
mengatasi besarnya kesenjangan antar-kawasan nusantara : antara Kawasan Barat Indonesia (Kabarin)
dengan Kawasan Timur Indonesia (Katimin), antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya, antara kawasan
1 http://www.weforum.org/pdf/GCR09/GCR20092010fullreport.pdf
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
15/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
15
perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota Jakarta dan kota-kota lainnya. fenomena yang terkait adalah
urbanisasi yang cukup tinggi dengan laju antara 1% hingga 1,5% per tahun akibat tingginya mobilitas
penduduk. Secara teoritik, kota merupakan mesin pertumbuhan ekonomi ( the engine of economic growth),
sehingga proses pengembangan wilayah terjadi karena adanya perkembangan kota sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi, yang lalu diikuti dengan penyebaran pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya.
Diperkirakan dalam 20 hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 50 -
65% (Pustra, 2007), dan pada akhir tahun 2014 jumlah penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 54%.
Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi belum disertai oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur
yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun backlog yang telah ada
sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum merata ke semua golongan masyarakat, terutama
masyarakat miskin.
Tantangan lainnya adalah berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, dimana sejak bergulirnya
era reformasi 1 (satu) dekade yang silam, maka telah terjadi pemekaran wilayah dengan adanya 7 (tujuh)
provinsi baru, 135 kabupaten baru, dan 31 kota baru. Dengan demikian hingga saat ini di seluruh wilayah
Nusantara terdapat 33 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota. (Sumber Data : Ditjen Otonomi Daerah Depdagri,
Juni 2009).2 Masih adanya kemiskinan absolut yang tinggi (35 juta jiwa atau 15,4% dari total jumlah penduduk
pada tahun 2008) dan rendahnya ketersediaan lapangan kerja (9,2 juta jiwa pengangguran terbuka atau 8,5%
dari total jumlah usia produktif pada tahun 2008) menjadi bagian yang juga harus diperhatikan dalam
penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum. Pelayanan infrastruktur dasar di Indonesia saat ini kondisinya
relatif tertinggal dibandingkan beberapa negara Asia lainnya. Pengelolaan infrastruktur ke-PU-an selama 10
tahun terakhir belum dikelola secara baikseperti ditunjukkan oleh pendanaan infrastruktur yang masih under-
investment (< 2% PDB). Anggaran pemeliharaan terbatas, demand lebih besar dari supply terutama untuk
daerah cepat tumbuh, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) belum sepenuhnya terimplementasi. Sementara
di sisi lain kesepakatan MDGs untuk memenuhi sasaran mutu pelayanan infrastruktur terutama penyediaan air
bersih dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah sudah tidak bisa ditunda lagi. Selain itu, tidak
dapat diabaikan pula berbagai kesepakatan pembangunan infratruktur bersama, seperti pada kesepakatan
kerjasama ekonomi regional:APEC,AFTA, BIMP-EAGA, IMT-GT, SIJORI, Program ASEAN Highway, danAsia
Railwayyang akan menuntut upaya sungguh-sungguh dari segenap pelaku pembangunan infrastruktur ke-PU-
an. Karena itu upaya untuk memobilisasi berbagai sumber pembiayaan perlu terus diupayakan dengan
mengembangkan skema pembiayaan melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS), bank, dan dari lembaga
non bank khusus infrastruktur, serta dana preservasi jalan.
Secara khusus, tantangan pembangunan sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan
pembangunan infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut.
2 http://www.depdagri.go.id/basis-data/2010/01/28/daftar-provinsi
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
16/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
16
- Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) Kementerian PU menerima mandat sebagai pembina jasakonstruksi nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Tantangan ke depan, pemerintah perlu terus meningkatkan pembinaan jasa konstruksi baik
dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun pengawasan sesuai lingkup pembinaan yang telah
diuraikan di muka, sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai pihak terhadap jasa
konstruksi.
- Pembinaan jasa konstruksi selama ini dipersepsikan secara sempit sebagai bagian dari tugas KementerianPU semata dan belum menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai tugas dan kewenangannya.
- Meningkatnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembinaan jasa konstruksi sebagai tindak lanjutSurat Edaran Mendagri No. 601/2006 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah dengan
membentuk Tim Pembina yang mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi daerah dan pengalokasian
APBD untuk pembinaan jasa konstruksi perlu mendapat apresiasi yang positif. Namun sayangnya unit
struktural pembina jasa konstruksi daerah yang telah terbentuk belum seluruhnya efektif. Hal ini terjadi di
antaranya karena PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah tidak secara eksplisit menyebutkan
bahwa pembinaan jasa konstruksi termasuk dalam rumpun urusan pekerjaan umum. Selain itu, petunjuk
teknis mengenai pembentukan unit struktural pembina jasa konstruksi di daerah belum tersedia dan Tim
Pembina jasa konstruksi di tingkat pusat sesuai PP 30/2000 yang bertugas untuk mengkoordinasikan
pembinaan jasa konstruksi antar Kementerian dan Lembagaterkait belum terbentuk.
- Asosiasi konstruksi juga masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan jangka pendekkelompok masing-masing, sementara forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuhkembangkan
usaha jasa konstruksi nasional serta memberi masukan bagi Pemerintah dalam menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi.
- Memperkuat pasar konstruksi dan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi. Termasuk perlunyamemperkuat para pelaku usaha konstruksi kecil dan menengah antara lain yang disebabkan oleh lemahnya
penguasaan teknologi dan akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi.
- Masih seringnya terjadi kegagalan bangunan dan mutu konstruksi yang tidak sesuai standar teknis yang diantaranya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan belum konsistennya penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (SMK3 Konstruksi) serta Sistem Manajemen Mutu
Konstruksi (SMM Konstruksi) yang belum berjalan secara konsisten.
- Berbagai kebijakan percepatan investasi swasta beserta dukungan Pemerintah yang dapat disediakanbelum berjalan efektif.
- Dari sekitar 145 ribu kontraktor di Indonesia hampir semuanya memperebutkan 40% pangsa pasar jasakonstruksi nasional yang umumnya disediakan pemerintah (APBN dan APBD). Sedangkan 60% pasar jasa
konstruksi Indonesia lainnya, justru dikuasai oleh kontraktor asing terutama di sektor migas.Sementara itu
permintaan keterlibatan badan usaha/tenaga kerja konstruksi Indonesia di luar negeri terus meningkat.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
17/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
17
- Masih belum dimilikinya data base peralatan dan material konstruksi di tiap-tiap provinsi secara lengkap.- Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi masih menghadapi permasalahan pada proses sertifikasi
yang masih kurang obyektif dan mahal, sehingga langsung atau tidak langsung menyebabkan tenaga ahli
dan tenaga terampil bidang konstruksi masih jauh dari cukup yang di antaranya disebabkan oleh
pelaksanaan assessment sertifikasi belum sesuai ketentuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI).
- Berbagai kebutuhan dana investasi infrastruktur yang harus dipenuhi dari investasi swasta (financing gapsebesar Rp 978 Triliun).
- Berbagai potensi sumber pendanaan investasi infrastruktur belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sedangkan isu-isu strategis sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan
infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut.
- Meningkatkan kompetensi SDM konstruksi Indonesia dalam skala nasional maupun skala internasional.Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan pelatihan berbasis kompetensi yang mengacu pada
standar kompetensi internasional bagi lulusan perguruan tinggi yang akan bekerja di sektor konstruksi
sehingga lulusannya memiliki kompetensi berstandar internasional.
- Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi menuju tenaga ahli dan tenagaterampil bidang konstruksi yang berdaya saing tinggi sesuai SKKNI.
- Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana pelatihan mengacu pada kebutuhan pelatihan berbasiskompetensi (kondisi prasarana dan sarana pelatihan saat ini sangat jauh tertinggal dibandingkan beberapa
negara tetangga).
- Meningkatkan kualitas lembaga pelatihan dan lembaga uji/sertifikasi dalam proses pelatihan dan sertifikasi,dengan pengembangan sarana dan prasarana pelatihan dan pendampingan instruktur dan asesor yang
berkualitas.
- Penerapan konsep sustainable/green construction yang merupakan proses konstruksi yang menggunakanmetode/konsep serta bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan di bidang pembangunan
konstruksi dalam rangka merespon pemanasan global.
- Lemahnya akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi dan belum adanya lembaga pertanggunganuntuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan
pertanggungan risiko.
- Praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam industri konstruksi nasional dan perilaku bisnisjasa konstruksi masih menjadi sorotan publik sampai saat ini. Kondisi ini telah membuat persaingan di
industri konstruksi belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, tetapi lebih
berdasarkan pada kemampuan negosiasi atau lobby, sehingga menyebabkan kualitas konstruksi tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
18/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
18
- Pasar jasa konstruksi nasional masih terdistorsi akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand.Oleh karena itu perlu upaya pembinaan perusahaan jasa konstruksi melalui penerapan kualifikasi/klasifikasi
persyaratan kemampuan dalam pendirian badan usaha jasa konstruksi.
- Liberalisasi perdagangan jasa konstruksi merupakan suatu proses yang sedang berjalan dan tidak perludiperdebatkan apakah Indonesia siap atau tidak siap. Yang lebih penting adalah menyiapkan penyedia jasa
konstruksi yang berdaya saing tinggi, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional.
- Otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi akan menjadi pendorong perdagangan jasa konstruksinasional dengan diterapkannya kebijakan penanaman modal langsung ke daerah.
- Pengarusutamaan gender dalam proses pelaksanaan kegiatan subbidang jasa konstruksi, baik dari segiakses, kontrol, partisipasi, maupun manfaatnya.
- Perlunya berbagai inovasi pola pembiayaan investasi infrastruktur, khususnya infrastruktur pekerjaanumum.
- Perlunya mempertajam kebijakan dukungan Pemerintah dalam kerangka Public Private Partnership (PPP)agar kebijakan yang ada dapat berjalan efektif.
- Perlunya mendorong dan memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pendanaan investasi infrastrukturyang tersedia.
LINGKUNGAN STRATEGIS
a. Kekuatan (Strength)Berdasarkan kondisi pada akhir tahun 2012, beberapa kekuatan yang dimiliki Pusat Pembinaan Usaha
dan Kelembagaan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sudah cukup jelas denganadanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010 tanggal 8 Juli 2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum.
2. Latar belakang personil yang beragam dari teknik sipil, teknik Industri, manajemen, ekonomi, ilmupemerintah, hukum dan sosial dengan 1 orang berpendidikan S3, 13 orang berpendidikan S2, dan
32 orang S1. Keragaman latar belakang pendidikan merupakan sinergi karena untukmelaksanakan tugas dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dibutuhkan berbagai
bidang disiplin ilmu.
3. Adanya penambahan staf untuk mengisi kekurangan SDM yang ada sehingga diharapkan bisameningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
19/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
19
4. Prasarana dan sarana untuk pejabat struktural cukup memadai; Seluruh pejabat struktural sampaiEselon IV memiliki alat pengolah data (unit komputer) masing-masing; sebagian besar staf juga
sudah memiliki alat pengolah data dan meja kursi masing-masing.
5. Pengalaman para pejabat struktural cukup baik, rata-rata berasal dari satminkal teknis (DitjenSDA, Bina Marga, Cipta Karya, Perkim, LPJK, dan BSP) sehingga memberikan dinamika dan
peluang koordinasi serta networkingyang baik.
6. Memiliki mandat tugas pembinaan jasa konstruksi sesuai UU No. 18/1999 dan PP No. 4/2010, PPNo. 4/2010, PP 59/2010, dan PP No. 30/2000, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP
No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
7. Tugas pokok dan fungsi BP Konstruksi sudah cukup jelas dengan adanya Peraturan MenteriPekerjaan Umum No. 8/PRT/M/2010 tanggal 17 Juni 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum,
8. Motivasi kerja dan upaya untuk meningkatkan kapasitas karyawan cukup tinggi.9. Staf Badan Pembinaan Konstruksi dikenal sebagai staf yang memiliki wawasan luas.10. Tersedianya anggaran pembinaan jasa konstruksi yang memadai;11. Sudah ada konsep road map pembinaan dan pengembangan jakon;12. Terbentuknya balai pelatihan jasa konstruksi di beberapa wilayah di Indonesia sehingga
mengakomodir pembinaan jasa konstruksi secara optimal
13. Tersedianya media Informasi Sistem Pembinaan Jasa Konstruksi (SIPJAKI)
b. Kelemahan (Weakness)1. Belum semua staf mendapat fasilitas alat pengolah data yang sesuai dengan standar kebutuhan
kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan.
2. Masih perlu ditingkatkan kinerja unit-unit di lingkungan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaansebagai satu kesatuan tim;
3. Budaya kerja dalam bentuk nilai-nilai strategis Bersama KITA Membangun belum tersosialisasidan tertanam secara baik dalam perilaku kerja sehari-hari.
4. Masih adanya staf yang kinerjanya di bawah standar;5. Orientasi kerja staf masih belum sepenuhnya didasarkan pada pencapaian sasaran tugas Pusat
Pembinaan Usaha dan Kelembagaan;
6. Pejabat struktural (Eselon IV Eselon II) dan staff senior yang akan pensiun.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
20/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
20
7. Kemungkinan promosi bagi jabatan yang ditinggalkan oleh pejabat yang pensiun atau mutasi diisidari luar BP KONSTRUKSI sehingga berpengaruh terhadap motivasi kerja;
8. Belum lengkapnya pengaturan (juknis) pembinaan jakon daerah;9. Kurangnya pemantauan dan evaluasi (monev) serta penegakan hukum jasa konstruksi;10.Belum lengkapnya data base pembinaan jasa konstruksi;11.Rendahnya pembinaan daya saing badan usaha dan tenaga kerja konstruksi;12.Staf junior belum memiliki kapasitas untuk pembinaan jasa konstruksi daerah,13. Masih perlu pelaksanaan pembinaan konstruksi di luar bidang PU untuk ditingkatkan.
c. Kesempatan (Opportunity)1. Terbitnya Undang-Undang Nomor 18/1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) dan peraturan
pelaksanaannya sebagai landasan hukum pengaturan Jasa konstruksi yang terencana, terarah,
terpadu, dan menyeluruh.
UUJK adalah modal utama bagi Pemerintah untuk mengembangkan industri jasa konstruksi
menuju tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan peningkatan kompetensi stakeholder jasa
konstruksi.
2. Terbitnya Surat Edaran Mendagri nomor: 601/476/SJ tanggal 13 Maret 2006 perihalPenyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah
SE Mendagri memberikan payung hukum bagi pembina jasa konstruksi pusat untuk bersama-
sama dengan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan konstruksi di seluruh wilayah
Indonesia sampai tingkat kabupaten/kota.
3. Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 4/2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dan Konstruksi dan Peraturan
Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000
tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
Adanya perubahan PP 28/2000 akan mempengaruhi sistem kerja pembinaan usaha jasakonstruksi dan Lembaga. Peraturan Pemerintah No. 4/2010 dan Peraturan Pemerintah No.
92/2010 akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan usaha dan peran
masyarakat seperti klasifikasi dan kualifikasi usaha, lembaga. Adanya pengaturan yang baru
memungkinkan pemerintah untuk melakukan perubahan pada berbagai aspek usaha jasa
konstruksi seperti masalah proses sertifikasi yang lebih bertanggung jawab, proses IUJK yang
lebih terpantau, dan lain sebagainya.
4. Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara PemilihanPengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
21/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
21
Pengembangan Jasa Konstruksi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2010
Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 10/PRT/M/2010 Tentang Tata
Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
Dengan terbitnya Permen PU No. 10 tahun 2010 dan Permen PU No. 24 tahun 2010 sebagai
turunan dari Peraturan Pemerintah tahun 2010, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
memiliki kejelasan dalam mekanisme kerja serta tugas pokok dan fungsinya di dalam upaya
pengembangan jasa konstruksi di Indonesia.
5. Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah yang berada dibawah manajemenDepartemen Dalam Negeri
Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah dibawah Departemen Dalam Negeri
akan memungkinkan pembinaan jasa konstruksi lintas sektor, dan tidak terbatas pada bidang ke-
PU-an saja.
6. Tersedianya dana pembinaan dalam bentuk APBN dan APBD serta dana dari pihak lain yangtidak mengikat akan membantu kelancaran pembinaan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Tupoksi.
7. Meningkatnya Dukungan DPR serta perhatian pemda terhadap pembinaan jakon;8. Permintaan keterlibatan badan usaha/ tenaga kerja konstruksi di luar negeri;9. Pengaturan kesetaraan kompetensi keahlian di tingkat ASEAN (ACPE);10. Tahun 2020 liberalisasi perdagangan dan jasa berlaku penuh yang akan memperluas wilayah
usaha;
11. Banyaknya program pendidikan dan kursus peningkatan kapasitas (capacity building) yangdiselenggarakan oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait
lainnya maupun Lembaga Donor Internasional/ Multilateral.
12. Kepercayaan lembaga masyarakat jasa konstruksi (LPJK, Asosiasi Jasa Konstruksi, Badan UsahaJasa Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya) terhadap Badan Pembinaan
Konstruksi dalam rangka mengkoordinasikan upaya-upaya mewujudkan usaha jakons yang
profesional, efisien dan berdaya saing.
13. Kepercayaan lembaga/ forum kerjasama internasional dalam perundingan kerjasama/ liberalisasiinternasional bidang konstruksi.
14. Komitmen Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk memberantas KKN di segalabidang, termasuk jasa konstruksi;
15. Stabilitas makroekonomi semakin membaik;16.Adanya lembaga ombudsman persaingan usaha (KPPU);
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
22/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
22
17. Terbukanya penanaman modal asing secara langsung;18. Terbukanya akses informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi;19. Peningkatan mutu pendidikan tinggi;20. Pelaksanaan reformasi total;21. Kampanye penerapan good governance and good corporate governance;22. investasi infrastruktur padat tenaga kerja (membuka lapangan kerja);23. Perluasan pelayanan publik melalui desentralisasi;24. Pembangunan berkelanjutan (sustainaible development) dalam sektor konstruksi (green
construction);
d. Ancaman (Threat)1. Masuknya penyedia jasa konstruksi asing yang memiliki berbagai keunggulan dari segi
kemampuan modal, SDM, peralatan dan bahan. Pasar cenderung memilih produsen yang akan
menyediakan produk akhir yang sesuai dengan ekspektasi konsumennya. Apabila kemampuan
penyedia jasa konstruksi nasional tidak meningkat dan masih berada di bawah kemampuan
penyedia jasa konstruksi asing, maka pasar akan cenderung memilih penyedia jasa konstruksi
asing.
2. Semakin gencarnya tuntutan dari negara asing kepada Indonesia untuk mengurangi barrier toentry sektor industri jasa konstruksi sebagai wujud komitmen liberalisasi perdagangan. Semakin
banyak penyedia jasa konstruksi asing yang masuk ke pasar jasa konstruksi Indonesia, semakin
sedikit market share yang dapat diperebutkan oleh penyedia jasa konstruksi nasional. Respon
Pemerintah Republik Indonesia terhadap tuntutan ini harus melihat kesiapan kondisi/kemampuan
penyedia jasa konstruksi nasional serta iklim usaha industri-industri di Indonesia.
3. Masih minimnya koordinasi program kegiatan antar instansi pembina jasa konstruksiArus informasi yang kurang lancar merupakan kendala utama untuk menyelaraskan program-
program pembinaan dan pelaksanaan tugas pembina jasa konstruksi antar pusat dan daerah.
Satu-satunya cara untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan memperlancar dan
meningkatkan kemudahan perolehan informasi. Sistem informasi berbasis internet dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif untuk meminimalisasikan masalah.
4. Masih minimnya pengetahuan pembina jasa konstruksi di tingkat daerah akan pemahamantentang pelaksanaan tugas-tugas pembinaan jasa konstruksi
Dari hasil pemantauan kegiatan-kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada tahun-
tahun anggaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembina jasa konstruksi
di daerah masih memandang bahwa permasalahan jasa konstruksi hanya sebatas pada masalah
proses pengadaan dan hubungan antara penyedia jasa dan pemerintah sebagai pengguna jasa,
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
23/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
23
serta sertifikasi penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja konstruksi)i. Selain itu
pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi belum merambah sektor swasta.
5. Tingginya pertumbuhan badan usaha jasa konstruksi tidak diiringi dengan kualitas kinerja6. Terbatasnya SDM Pemerintah dari segi kualitas dan kuantitas
Disamping masalah kualitas, jumlah pembina jasa konstruksi dirasakan jauh dari cukup untuk
dapat menjalankan tugas pembinaan dengan baik. Sebagai ilustrasi, pemantauan IUJK untuk
proyek-proyek swasta sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah
Indonesia.
7. Perubahan struktur organisasi akibat dinamika organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dandinamika politik nasional;
8. Pengaruh penyedia barang/ jasa yang memberi peluang terjadinya KKN;9. Perubahan tatanan organisasi di tingkat propinsi/kab./kota pasca PP 41/2007 yang menyebabkan
berkurang/hilangnya unit struktural Pembina konstruksi daerah;
10. Penolakan keterlibatan Pemerintah oleh oknum asosiasi perusahaan/profesi jasa konstruksi;11. Penguasaan asing atas manajemen, teknologi, dan peralatan konstruksi yang lebih baik;12. Rendahnya koordinasi antar instansi pembina jasa konstruksi;13. Penyelenggaraan jasa konstruksi sektor swasta belum mengimplementasikan pengaturan jasa
konstruksi secara penuh;
14. Resesi ekonomi global;15. Remunerasi beberapa sektor lain lebih menarik;16. Dominasi penyelenggaraan konstruksi oleh badan usaha asing;17. Masih ada penyedia barang/ jasa yang berkinerja di bawah standar18. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan II) belum memenuhi standar minimal kebutuhan fisik
minimum (KFM) hidup berkeluarga.
19. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan III) belum memenuhi standar minimal hidup berkeluargayang berkualitas (Quality of Life).
20. Penguasaan informasi oleh badan usaha asing lebih baik dibandingkan pelaku industri konstruksiIndonesia (asimetri informasi);
21. Daya saing industri negara lain umumnya lebih tinggi22. Teknologi baru yang belum banyak dikuasai industri konstruksi nasional23.Akses ke sumber permodalan belum kondusif.24. Euphoria desentralisasi pemerintahan di tingkat provinsi dan kab./kota;25. Persaingan antar negara semakin tinggi26. Prosedur pengadaan infrastruktur dengan dana PHLN masih tergantung donor asing27. Tuntutan global dan masyarakat dunia akan mutu konstruksi
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
24/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
24
ANALISA LINGKUNGAN STRATEGIS
Analisa Internal
Tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagaimana tertera dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, memerlukan keahlian manajerial dari berbagai disiplin ilmu
mulai dari sipil, ekonomi, manajemen, hukum, dan sosial/kepemerintahan. Bila dihubungkan dengan
ketersediaan SDM, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah memiliki personil dengan latar
belakang disiplin-disiplin ilmu tersebut. Untuk pengembangan karir dan kompetensi, penempatan SDM
idealnya adalah menurut kesesuaian antara tugas dan pengalaman/latar belakang pendidikan/keahlian.
Namun sejauh ini hal tersebut masih sulit dilakukan mengingat keterbatasan jumlah SDM. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah kesinambungan kegiatan dari tahun ke tahun. Selain bertujuan untuk mencapai
sasaran 5 tahunan Badan Pembinaan Konstruksi, kesinambungan kegiatan akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan kemampuan dan keahlian personil Pusat.
Melihat kondisi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sampai dengan akhir TA 2012, perlu adanya
pembagian tugas harian yang lebih proporsional. Beban kerja pada setiap personil seharusnya seimbang
antara kualitas dan kuantitas dengan melihat kemampuan bidang, tingkat pendidikan, dan pengalaman.
Selain itu kaderisasi dan transfer pengetahuan dari staf-staf yang lebih senior sangat diperlukan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sebagian tanggung jawab pelaksanaan kegiatan kepada
staf-staf yang tergolong baru dengan tetap dilakukan pengawasan dari staf yang lebih senior, sehingga
setiap kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dapat dijadikan training ground para
personilnya.
Analisa External
Pembina
Terbitnya SE Mendagri nomor 601 memberikan payung hukum bagi pembina jasa konstruksi pusat untuk
bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan konstruksi di seluruh wilayah
Indonesia sampai tingkat kabupaten/kota. Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah
dibawah Departemen Dalam Negeri akan memungkinkan pembinaan jasa konstruksi lintas sektor, dan
tidak terbatas pada bidang ke-pu-an saja. Namun dalam implementasinya masih dijumpai berbagai
kendala. Salah satu kendala utama adalah kurang lancarnya arus informasi yang menghambat usaha
penyelarasan program-program pembinaan dan pelaksanaan tugas pembina jasa konstruksi antar pusat
dan daerah. Satu-satunya cara untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan memperlancar dan
meningkatkan kemudahan perolehan informasi. Sistem informasi berbasis internet dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif untuk meminimalisasikan masalah.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
25/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
25
Dari hasil pemantauan kegiatan-kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada tahun-tahun
anggaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembina jasa konstruksi di daerah masih
memandang bahwa permasalahan jasa konstruksi hanya sebatas pada masalah proses pengadaan dan
hubungan antara penyedia jasa dan pemerintah sebagai pengguna jasa, serta sertifikasi penyedia jasa
konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja konstruksi). Selain itu pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi
belum merambah sektor swasta. Disamping masalah kualitas, jumlah pembina jasa konstruksi dirasakan
jauh dari cukup untuk dapat menjalankan tugas pembinaan dengan baik. Sebagai ilustrasi, pemantauan
IUJK untuk proyek-proyek swasta sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah
Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 4/2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan
kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi akan
mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan usaha dan peran masyarakat seperti
klasifikasi dan kualifikasi usaha, lembaga. Adanya pengaturan yang baru memungkinkan pemerintah untuk
melakukan perubahan pada berbagai aspek usaha jasa konstruksi seperti masalah proses sertifikasi yang
lebih bertanggung jawab, proses IUJK yang lebih terpantau, dan lain sebagainya. Sebagai ilustrasi, khusus
untuk pengaturan peran masyarakat, perubahan yang akan dilakukan terhadap struktur organisasi dan
kepengurusan LPJK akan memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk memperbaiki kinerja
Lembaga.
Penyedia Jasa
Sebagaimana kita maklumi, pasar cenderung memilih produsen yang mampu menyediakan produk akhir
yang sesuai dengan ekspektasi konsumennya. Apabila kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional
tidak meningkat dan masih berada di bawah kemampuan penyedia jasa konstruksi asing, maka pasar akan
cenderung memilih penyedia jasa konstruksi asing. Oleh karena itu upaya pemerintah meningkatkan daya
saing penyedia jasa konstruksi nasional merupakan hal yang sangat penting, dan upaya pembinaan
tersebut harus menyentuh berbagai aspek daya saing penyedia jasa konstruksi.
Semakin banyak penyedia jasa konstruksi asing yang masuk ke pasar jasa konstruksi Indonesia, semakin
sedikit market share yang dapat diperebutkan oleh penyedia jasa konstruksi nasional. Respon
Pemerintah Republik Indonesia terhadap tuntutan ini harus melihat kesiapan kondisi/kemampuan penyedia
jasa konstruksi nasional serta iklim usaha industri-industri di Indonesia. Melihat kondisi sekarang, dan
sulitnya membendung masuknya perusahaan jasa konstruksi asing, pemerintah harus dapat menerapkan
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
26/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
26
regulasi yang mendorong terwujudnya transfer of knowledge dari penyedia jasa konstruksi asing kepada
penyedia jasa konstruksi nasional, serta memberikan manfaat untuk perkuatan modal dan perluasan
kesempatan kerja bagi penyedia jasa konstruksi nasional. Selain itu masuknya penyedia jasa konstruksi
asing harus dimanfaatkan sebagai pendorong peningkatan kinerja badan usaha jasa konstruksi nasional
sebagai akibat terjadinya persaingan memperebutkan market share jasa konstruksi.
Pengguna Jasa
Pengguna Jasa dalam hal ini adalah Pemerintah dengan dana APBN dan APBD nya serta sektor dari
swasta perlu mendapat perhatian terkait penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia. Menyikapi
bahwasanya penggguna jasa pada sektor konstruksi tidak hanya berasal dari Kementerian Pekerjaan
Umum saja, tetapi juga terdapat kementerian sektor terkait jasa konstruksi lainya, seperti Kementerian
ESDM, Perhubungan, Pendidikan, dan kementeraian terkait lainnya. Untuk tingkat provinsi sendiripengguna jasa berasal dari dinas pekerjaan umum provinsi dan dinas terkait sektor konstruksi lainnya. Dan
diluar itu semua ada pengguna jasa yang dananya berasal dari sektor swasta. Dengan sudut pandang
seperti ini sudah seharusnya Badan Pembinaan Konstruksi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
dapat berperan aktif dan nyata dalam rangka menciptakan usaha jasa konstruksi yang handal, kokoh, serta
berdaya saing tinggi, dengan harapan sektor jasa konstruksi kedepannya dapat memberikan kontribusi
nyata bagi pembangunan di Indonesia.
Dalam mewujudkan usaha jasa konstruksi yang kokoh, handal dan berdaya saing tinggi, saat ini perlu
kiranya disadari serta dilaksanakan secara nyata, antara lain; perwujudan kesetaraan hak dan kewajiban
antara pengguna dan penyedia jasa, Sikap mentaati seluruh peraturan yang berlaku terkait jasa
konstruksi, Tertib penyelenggaraan jasa konstruksi dari berbagai aspek sehingga dapat diwujudkan kualitas
produk jasa konstruksi yang handal dan dapat dipertanggungjawabkan.
1.3 RENCANA STRATEGIS1.3.1 Visi
Visi Kementerian Pekerjaan Umum
Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal
untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025
Visi Badan Pembinaan Konstruksi
Keunggulan dan Kemandirian Konstruksi Indonesia Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
27/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
27
1.3.2 MisiMisi Kementerian Pekerjaan Umum:
a. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dandaerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman berbasis
penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
b. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarianfungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya rusak air.
c. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi danmeningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu
dan berkelanjutan.
d. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan produktif melalui pembinaandan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.
e. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya keterpaduanpengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang baik dan menjadikan
pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.
f. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan: IPTEK, norma, standar,pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung infrastruktur PU dan permukiman.
g. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel dankompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance.
h. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU denganmeningkatkan kualitas pemeriksaan dan pengawasan profesional.
Misi Badan Pembinaan Konstruksi:
i.Mengintegrasikan pengelolaan sektor konstruksi nasional,ii.Mewujudkan tatakelola proses penyelenggaraan konstruksi yang baik,iii.Menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.
1.3.3 Tujuan dan SasaranTujuan Badan Pembinaan Konstruksi ;
a. Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi.b. Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku,c. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur
Usaha dan Kelembagaan yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi;
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
28/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
28
d. Menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraankedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban,
e. Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
Tujuan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah Memberikan arah pertumbuhan dan
perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur Usaha dan Kelembagaan yang kokoh, andal,
berdaya saing tinggi.
Sasaran Badan Pembinaan Konstruksi
Sasaran strategis Kementerian PU dalam periode 2010-2014 yang terkait dengan Badan Pembinaan
Konstruksi (BPKons) adalah:
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta penelitian
dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan kinerja
pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi, sebagai upaya mewujudkan kemampuan
pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta masyarakat untuk mendukung tercapainya
penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan
dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan
sistem pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi
Sasaran Utama Badan Pembinaan Konstruksi adalah: Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina
jasa konstruksi Pusat dan daerah, dengan Indikator kinerja: Indeks pembinaan jasa konstruksi nasional
dan daerah meningkat dari rata-rata 40 poin menjadi rata-rata 60 poin.
Tujuan-tujuan yang telah disebutkan di muka, dicapai melalui sasaran antara sebagai berikut:
1. Tujuan 1: Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi dan dicapai melaluisasaran antara: Meningkatnya kapasitas kelembagaan, SDM, dan kebijakan pembinaan jasa
konstruksi pusat dan daerah dengan Indikator kinerja outcome:
a. Persentase tingkat kepuasan pelanggan Sekretariat atas penyelenggaraan pelayanan teknisdan administrasi pembinaan jasa konstruksi, dari 60% menjadi 80%.
b. Jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang terbina sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dari 15 provinsi menjadi 33 provinsi dan dari 50-an kabupaten/kota menjadi 330
kabupaten/kota.
2. Tujuan 2: Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dandicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya penerapan norma, standar, pedoman, dan kriteria
bidang jasa konstruksi yang responsif gender dan lingkungan, dengan Indikator kinerja outcome:
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
29/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
29
a. Persentase peningkatan efektifitas pelaksanaan perundang-undangan bidang jasa konstruksimelalui diseminasi/sosialisasi, revisi/penyempurnaan peraturan perundang-undangan sebesar
80% dan 15 NSPK.
3. Tujuan 3: Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkanstruktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran
antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan
berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome:
a. Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK.b. Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%c. Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000
menjadi 8000 PJT.
d. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlakusebanyak 33 provinsi dan 1 nasional.
e. Persentase kenaikan investasi infrastruktur, 10 % tiap tahun.f. Persentase tingkat penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional, dari
40 % menjadi 60 %.
g. Peningkatan daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global sebesar 5 poin.h. Jumlah dukungan kebijakan dalam membangun iklim investasi bidang infrastruktur; sejumlah
5 NSPK.
4. Tujuan 4: Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sehingga menjaminkesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban dan
dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya penyelesaian sengketa dan kasus hukum bidang
jasa konstruksi, dengan Indikator kinerja outcome:
a. Persentase tingkat akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat atas pengadaan barang/jasakonstruksi; dari 60 % menjadi 80 %.
b. Persentase tingkat penyelesaian tuntutan masyarakat pemakai dan pemanfaat produkkonstruksi; dari 60 % menjadi 80 %.
5. Tujuan 5: Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; dan dicapai melalui sasaranantara:
1) Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dengan Indikator kinerja outcome:a. Persentase pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat
kegagalan konstruksi/bangunan sebesar 10%.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
30/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
30
2) Meningkatnya kapasitas SDM penyedia/pengguna dan masyarakat jasa konstruksi denganIndikator kinerja outcome:
a. Rasio pemerintah daerah provinsi yang mampu menyelenggarakan pelatihan konstruksiberbasis kompetensi dari total provinsi (5 dari 33 provinsi)
b. Peningkatan pertumbuhan tenaga ahli sektor konstruksi yang terlatih sebesar 2,5%c. Peningkatan pertumbuhan tenaga kerja terampil sektor konstruksi yang terlatih sebesar
3%
1.3.4 Kebijakan, Program, dan Kegiatan1.3.4.1Kebijakan
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang
berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan ataupun
pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam
perwujudan sasaran, tujuan, serta visi dan misi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan.
Peraturan Perundang-undangan yang memayungi dan menjadi landasan yuridis
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan di Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan diantaranya
:
Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi; Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa
Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2010 tentang perubahan atas PeraturanPemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan PemerintahNo. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2010 tentang Perubahan atas PeraturanPemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
Keputusan Presiden RI Nomor 72/M Tahun 2005 tentang Pemberhentian danPengangkatan Pejabat Eselon I di l ingkungan Departemen Pekerjaan Umum;
Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, SusunanOrganisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia;
Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon IKementrian Negara Republik Indonesia;
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
31/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
31
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas KinerjaInstansi Pemerintah;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/PRT/M/2010 tentang Rencana StrategisKementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 2014;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan TataKerja Kementerian Pekerjaan Umum
Permen PU No.04/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin UsahaJasa Konstruksi Nasional
Permen PU No.05/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian IzinPerwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing
Permen PU No.08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi Dan SubkualifikasiUsaha Jasa Konstruksi
Strategi
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan kebijakan, dalam rangka mencapai
tujuan, serta visi dan misi organisasi, maka perlu ditetapkan strategi-strategi yang akan
digunakan dalam implementasi program-program kegiatan.
Strategi-strategi Pusat Pembinaan Usaha dan kelembagaan adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi hambatan pembinaan jasa konstruksi yang disebabkan oleh kesulitankoordinasi antar instansi Pemerintah dengan cara membuka kerjasama dengan
Kementerian Dalam Negeri untuk pelaksanaan pembinaan di daerah-daerah. Disamping
itu perlu juga kiranya peningkatan konsolidasi dengan kementerian lain terkait jasa
konstruksi dalam upaya peningkatan peran pembinaan jasa konstruksi baik untuk tingkat
nasional maupun provinsi.
2. Melakukan pemberdayaan dalam rangka peningkatan kompetensi pembina jasakonstruksi, terutama setelah terbentukan tim pembina jasa konstruksi sesuai denganSurat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 601/476/SJ tanggal 13 Maret 2006 perihal
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah.
3. Dengan dikeluarkannya SK Menteri Pekerjaan Umum No. 531/KPTS/M/010 TentangPembentukan Tim Pembina Jasa Konstruksi Nasional, sehingga upaya penyelenggaraan
pembinaan jasa konstruksi dapat dilakukan secara sistematis, konsisten, efektif dan
efisien.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
32/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
32
4. Mencari masukan-masukan mengenai masalah jasa konstruksi untuk mengembangkanperaturan pelaksana Undang-Undang Jasa Konstruksi agar lebih merefleksikan amanat
Undang-Undang Jasa Konstruksi
5. Kesiapan penyedia jasa konstruksi nasional untuk dijadikan dasar penentuan kebijakanpembukaan pasar asing dalam proses perundingan liberalisasi perdagangan jasa
konstruksi
6. Memperkuat infrastruktur kelembagaan pembina jasa konstruksi di Pemerintahan danmasyarakat jasa konstruksi
7. Mengembangkan usaha jasa konstruksi nasional melalui pembinaan denganmeningkatkan kompetensi Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha
8. Meningkatkan efisiensi usaha jasa konstruksi (permodalan, penjaminan, standarisasiperalatan dan bahan)
9. Pembinaan sumber daya, kelembagaan pembina jasa konstruksi provinsi serta dukunganiklim usaha yang kondusif bagi pengembangan industri konstruksi nasional, termasuk
liberalisasi perdagangan sektor konstruksi
10. Mengefektifkan Forum Masyarakat Jasa Konstruksi untuk memberdayakan masyarakatdalam memberikan masukan untuk kebijakan pembinaan jasa konstruksi oleh Pemerintah
dan Lembaga
11. Mengarahkan dan memfasilitasi penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksisesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa konstruksi,
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa
Konstruksi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi dengan tetap menitikberatkan pada asas manfaat dan
keadilan bagi seluruh stakeholder Jasa Konstruksi.
12. Perlunya upaya peningkatan pembinaan terhadap LPJK sebagai wadah masyarakat jasakonstruksi dalam mengembangkan jasa konstruksi di Indonesia.
13. Mengembangkan mekanisme fasilitasi, pelayanan teknis dan administratif yang efektif,efisien dan terpadu melalui kerjasama dan koordinasi antar Satminkal Kementerian PU,
Kementerian/LPND serta lembaga lainnya yang terkait dengan pengembangan jasa
konstruksi.
14. Meningkatkan pembinaan konstruksi secara transparan dan terbuka dengan melibatkanmasyarakat dan meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam bentuk
dekonsentrasi/tugas pembantuan.
15. Meningkatkan pembinaan usaha konstruksi nasional yang kompetitif, profesional danberdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun internasional.
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
33/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
33
16. Meningkatkan penerapan teknologi konstruksi, penggunaan bahan dan peralatankonstruksi domestik dalam sistem penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan yang
menjamin kehandalan konstruksi dan ramah lingkungan.
17. Meningkatkan dukungan terhadap terciptanya iklim usaha yang kondusif melaluikoordinasi antar sektor termasuk dukungan permodalan dan penjaminan.
1.3.4.2PROGRAMProgram yang dikelola oleh Badan Pembinaan Konstruksi adalah PROGRAM PEMBINAAN
KONSTRUKSI dengan indikator kinerja outcome program yaitu:meningkatnya kapasitas dan
kinerja pembina jasa konstruksi Pusat dan daerah yang diukur dari: Meningkatnya indeks
pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah (indeks 2009 sebesar 40 poin, target indeks
2014 sebesar 60 poin)
1.3.4.3KEGIATANPusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan
Usaha dan Kelembagaan. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan
pangsa pasar jasa konstruksi nasional dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi
nasional yang diukur dari:
1) Jumlah Pembinaan manajemen usaha,2) Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha,3) Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan,4) Jumlah Pembinaan perizinan usaha,5) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.6) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.7) Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan;8) Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan;9) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan10) Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan11) Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan12) Jumlah Layanan Perkantoran13) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
34/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
34
BAB IIRENCANA KINERJA TAHUNAN DAN PERJANJIAN KINERJA
Sebagai langkah-langkah mencapai visi dan menjalankan misi Badan Pembinaan Konstruksi yang ungguldan berdaya saing tinggi, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan perlu menetapkan strategi dalam kerangka
membangun konstruksi Indonesia yang handal, profesional, dan mandiri. Strategi pembinaan disektor konstruksi
perlu dilakukan secara taktis dan sinergis demi efisiensi pelaksanaan tugas-tugas pembinaan jasa konstruksi.
Strategi yang dilakukan adalah untuk memastikan bahwa konstruksi Indonesia akan berkelanjutan dalam
memberikan layanan kepada masyarakat. Hal ini dibutuhkan untuk mencapai konstruksi Indonesia yang handal dan
kokoh serta mampu menghasilkan produk yang berkualitas, bermanfaat dan berkelanjutan. Pertumbuhan dan
perkembangan konstruksi Indonesia juga akan menjadi modalitas bagi kemandirian konstruksi Indonesia. Disamping
itu, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mewujudkan penyelenggaraan konstruksi dengan tatakelola yang baikagar seluruh rantai suplai sektor konstruksi mampu menghadirkan efisiensi, produktifitas, keseimbangan dan
keadilan. Selanjutnya, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mengintegrasikan pengelolaan sektor konstruksi
nasional secara berkesinambungan agar konstruksi Indonesia kokoh dan handal dalam merespon perubahan
global.
Bab ini akan memaparkan secara lengkap perencanaan strategi Pusat Pembinan Usaha dan Kelembagaan
yang merupakan penjabaran langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka mewujudkan visi dan misi Badan
Pembinaan Konstruksi.
2.1 RENCANA KINERJA TAHUNANSesuai dengan Renstra Badan Pembinaan Konstruksi 2010 2014 Pusat Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan memiliki kegiatan Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
Rencana Kinerja Tahunan
Rencana Kinerja Tahunan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah berdasarkan TUPOKSI sesuai
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum. Rencana kinerja disusun berdasarkan visi, misi serta sasaran, baik itu sasaran
secara umum Badan pembinaan Konstruksi maupun sasaran sesuai dengan tujuan Pusat Pembinaan Usaha
dan Kelembagaan itu sendiri. Muatan Rencana Kinerja Tahunan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
adalah sebagaimana tertuang dalam form RKT (Rencana Kinerja Tahunan).
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
35/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
35
RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN
(OUTCOME)
Sasaran Strategis Indikator Output Target Output
MeningkatnyaKapasitas dan Kinerja
Pembina JasaKonstruksi Pusat dan
Daerah
Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi 1 NSPK
Persentase kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK 2 %
Kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yangberlaku
NA
Jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksiyang terlatih/terberdayakan
600 Orang
RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN
(OUTPUT)
Sasaran Strategis Indikator Output Target Output
MeningkatnyaKapasitas dan Kinerja
Pembina JasaKonstruksi Pusat dan
Daerah
Jumlah Pembinaan manajemen usaha 14 Laporan
Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha 6 Laporan
Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan 5 Laporan
Jumlah Pembinaan perizinan usaha 11 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat 1 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah 33 Laporan
Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan 2 Laporan
Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan 7 Laporan
Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usahadan kelembagaan
3 Laporan
Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dankelembagaan
1 NSPK
Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan 8 Rekomendasi
Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi 27 Unit
Jumlah Sistem Pelaporan secara elektronik 1 Laporan
Jumlah Kendaraan Bermotor 4 Unit
Jumlah Perangkat Pengolah data dan Komunikasi 25 Unit
Jumlah bLayanan Perkantoran 12 Bulan
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
36/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
36
2.2 PERJANJIAN KINERJA
PENETAPAN KINERJA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN (OUTCOME)
Sasaran Strategis Indikator Output Target Output
MeningkatnyaKapasitas dan Kinerja
Pembina JasaKonstruksi Pusat dan
Daerah
Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi 1 NSPK
Persentase kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK 2 %
Kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yangberlaku
NA
Jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksiyang terlatih/terberdayakan
600 Orang
PENETAPAN KINERJA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN (OUTPUT)
Sasaran Strategis Indikator Output Target Output
MeningkatnyaKapasitas dan Kinerja
Pembina JasaKonstruksi Pusat dan
Daerah
Jumlah Pembinaan manajemen usaha 14 Laporan
Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha 6 Laporan
Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan 5 Laporan
Jumlah Pembinaan perizinan usaha 11 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat 1 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah 33 Laporan
Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan 2 Laporan
Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan 7 Laporan
Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usahadan kelembagaan
3 Laporan
Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dankelembagaan
1 NSPK
Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan 8 Rekomendasi
Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi 27 Unit
Jumlah Sistem Pelaporan secara elektronik 1 Laporan
Jumlah Kendaraan Bermotor 4 Unit
Jumlah Perangkat Pengolah data dan Komunikasi 25 Unit
Jumlah bLayanan Perkantoran 12 Bulan
-
8/22/2019 Info Pub Lik 20130327131601
37/71
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
37
2.2.1.1 Output Pembinaan manajemen usahaKegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output
Pembinaan manajemen usaha adalah Pemberdayaan dan TOT Penanggung Jawab
Teknik Badan Usaha dan Kinerja Proyek Konstruksi
Kegiatan Pemberdayaan dan TOT Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa
Konstruksi Kualifikasi Kecil serta kegiatan Pemberdayaan Penanggung Jawab
Teknik Badan UsahaJasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil bertujuan meningkatkan
upaya pemberian bantuan secara langsung kepada BUJK Kecil sebagai implementasi
tugas pembinaan oleh Pemerintah serta dapat Mendukung upaya peningkatan
profesionalisme badan usaha jasa konstruksi dan tenaga kerja konstruksi di Indonesia,
disamping itu diharapkan juga dapat mendatangkan manfaat bagi Pelaksana Konstruksi
golongan kecil, menengah dan besar dalam meningkatkan kemampuan dan
kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan Penanggung Jawab
Teknik yang dimilikinya serta mewujudkan tingkat kompetensi Badan Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Jasa Konstruksi.
Kegiatan Kinerja Proyek Konstruksi bertujuan Mendukung upaya peningkatan
profesionalisme badan usaha jasa konstruksi dan tenaga kerja konstruksi di
Indonesia,serta Memberikan dorongan kepada pelaku konstruksi nasional agar lebih
dapat meningkatkan kapabilitas dan kompetensi yang dimilikinya sehingga dapat
menghasilkan produk konstruksi yang lebih handal, disamping itu juga mendorong badan
usaha jasa konstruksi agar dapat terus mengembangkan kinerjanya dilapangan.
2.2.1.2 Output Pembinaan sarana pendukung usahaKegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output
Pembinaan Pembinaan sarana pendukung usaha adalah Forum Pendukungan Usaha
Jasa Konstruksi. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan pihak pemangku
kepentingan yang berkaitan langsung dengan jasa konstruksi nasional guna terciptanya
sinergi antara pihak-pihak tersebut dalam pembangunan sektor konstruksi Nasional
Peningkatan akses permodalan usaha konstruksi. adapun permasalahan yang menjadi
topik dalam Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi tahun 2012 adalah Peningkatan
kualitas data statistik sektor konstruksi nasional, Peningkatan pemahaman konsep
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam permbangunan Infrastruktur,
Peningkatan aspek pemanfaatan peralatan jasa konstruksi, dukungan suplai material jasa
konstruksi, dukungan permodalan serta penjaminan sektor jasa kons