ii. tinjauan pustaka, kerangka fikir dan hipotesis a ...digilib.unila.ac.id/15553/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
11
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA FIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam suatu organisasi pemimpin adalah unsur terpentingnya, karena seorang
pemimpin yang memiliki daya kemampuan mempengaruhi, menggerakkan
manusia lainya dalam rangka pengelolaan organisasi. Begitu pula organisasi
sekolah, kepala sekolah akan berperan sebagai manajer bertanggungjawab untuk
meleksanakan manajemen pendidikan di sekolahnya. Kepala sekolah dapat
menentukan arah dan tujuan dari penyelenggaraaan pendidikan, memberikan
motivasi dan menciptakan lingkungan kerja dan lingkungan belajar yang
mendukung peleksanaan administrasi sekolah dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan.
Sukses atau kegagalan yang dialami oleh suatu organisasi sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang
diserahi tugas memimpin dalam organisasi yang bersangkutan (pimpinan).
Menurut D.E. McFarland (Sudarwan Danim, 2006 : 204) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses di mana pimpinan dilukiskan akan
12
memberikan perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi
pekerjaaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Wiradidatdja (2000 : 20), Mengemukakan bahwa:
1. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan kelompok, menuju ke
arah penentuan tujuan dan mencapai tujuan
2. Kepemimpinan adalah proses pada diri seseorang berusaha menggunakan
pangaruh masyarakat, terhadap para anggota suatu kelompok lainya.
3. Pemimpin adalah seorang yang dengan daya kekuatan terhadap orang lain
melekukan wewenangnya untuk tujuan mempengaruhi tata laku mereka.
Menurut Melayu S.P Hasibuan (2001 :167), mengakatan kepemimpinan
merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau
bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 480 dan 892) kata ‘kepala’
dapat diartikan ‘ketua’ atau ‘pemimpin’ dalam suatu organisasi atau suatu
lembaga. Sedangkan ‘sekolah’ adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat
menerima dan memberi pelajaran. Wahjosumidjo (2007 : 83), mengatakan
bahwa “kepala sekolah adalah seorang fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah yang menyelenggarakan proses belajar dan mengajar,
atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberikan pelajaran dan murid
menerima pelajaran”. Menurut Sugeng kepemimpinan kepala sekolah adalah
kemampuan dari seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan dalam suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah
(Sugeng,2004:55)(sumber:http://www.damandiri.or.id/file/segenguhamkabab3.pdf).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka kepemimpinan kepala sekolah
yang dimaksud di sini adalah suatu sikap interaksi, dorongan dan mempengaruhi
13
orang lain(warga sekolah) agar dapat melaksanakan berbagai kegiatan atau
pekerjaan untuk mencapai tujuan pendidikan dari sekolah yang dipimpinnya.
Dalam buku yang berjudul Organization Theory and Behavior yang dikarang
oleh H.G Hick dan C.R Gullet mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai
pemimpin seharusnya dalam praktek sehari-hari berusaha memperhatikan dan
mempraktekan delapan fungsi (leadership function), yaitu :
1. Adil
2. Memberikan sugesti
3. Mendukung tercapainya tujuan organisasi
4. Sebagai katalisator
5. Menciptakan rasa aman
6. Sebagai wakil orang
7. Sumber inspirasi
8. Dan bersedia menghargai.
Wahjosumidjo (2007 : 106)
Kepala sekolah sebagai pemimpin pengajaran harus mengintrosepsi dirinya
apakah memiliki sifat-sifat di atas, jika belum dia harus berangsur-angsur
berusaha memiliki sifat dan sikap seperti di atas satu demi satu.
Kepala sekolah harus melaksanakan tugas dan fungsinya di sekolah secara baik,
karena lancar atau tidaknya satu sekolah tidak hanya ditentukan oleh kecakapan
guru dalam mengajar, tetapi termasuk juga ketrampilan kepala sekolah dalam
memimpin, membimbing, mengelola, mengawasi guru, dan menciptakan
lingkungan kerja serta lingkungan belajar yang kondusif. Tugas dan fungsi
kepala sekolah harus dijalankan secaa konsisten dan kontinu
(berkesinambungan), karena tugas dan fungsi kepala sekolah merupakan satu
kesatuan tanggung jawab kepala sekolah dalam mencapai tujuan sekolah pada
khususnya dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya.
14
Kepemimpinan dalam pendidikan merupakan tolak ukur untuk mencapai tujuan
pendidikan. Pemimpin pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah, karena ia
merupakan seorang yang diberi tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan
pendidikan di sekolah.
Menurut Burhanuddin dalam Alfonsius (2004: 34) kepemimpinan pendidikan
adalah suatu kesiapan, kemampuan yang dimiliki oleh seorang dalam proses
mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan mengerakkan
orang lain yang ada hubunganya dengan pelaksanaan dan pengembangan
pendidikan dan pengajaran, agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif
dan efisien, yang pada giliranya dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan.
Selanjutnya menurut Mulyasa dalam Hafidz (2002: 116) dilihat bagaimana
pemimpin itu menggunakan kekuasaannya, ada tiga tipe dasar kepemimpinan,
yaitu :
1. Tipe Otoriter (Autocractic)
Pemimpin dengan tipe ini dipandang sebagai orang yang memberikan perintah
dan mengharapkan pelaksanaanya secara dognatis dan positif. Dengan segala
kemampuannya, ia berusaha menakut-nakuti bawahanya dengan jalan
memberikan hukuman tertentu bagi yang berbuat negatif, dan hadiah untuk
seorang bawahan yang bekerja dengan baik (correct). Kepala sekolah semacam
ini akan menimbulkan sikap menyerah tanpa syarat, “a-b-s” (asal bapak senang).
Dengan demikian kepala sekolah dengan tipe otoriter dianggap tidak baik
dijadikan seorang pemimpin.
15
2. Tipe Demokratis atau Partisipatif (Democrtic or Participative)
Tipe ini dipandang sebagai kebalikan dari tipe kepemimpinan yang otoriter,
pemimpin dengan tipe demokatis mengadakan konsultasi/kompromi dengan
bawahanya mengenai tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang
diusulkan/dikehendaki oleh pemimpin, serta berusaha memberikan dorongan
untuk turut serta aktif melaksanakan semua keputusan dan kegiatan-kegiatan
yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dengan tipe kepemimpinan demokratis
perlakuanya bersifat kerakyatan atau persaudaraan, berharap kerjasama dengan
guru dan staf tidak dipandang sebagai manusia artinya hubungan antara
pemimpin, guru, dan staf, akan tetapi sebagai saudara tua/teman sekerjanya.
3. Tipe Bebas (Laissez Faire)
Pada tipe ini, pemimpin sedikit menggunakan kekuatanya, sebab dalam
pelaksanaannya pemimpin memberikan kebebasan yang tinggi terhadap para
bawahanya. Kepala sekolah dengan tipe kepemimpinan bebas menganggap
bahwa peran mereka sebenarnya sebagai orang yang berusaha memberikan
kemudahan (fasilitas) kepada guru dan staf, dengan kata lain sebagai
penghubung kepada orang-orang yang dipimpinnya dan juga sebagai penyimpan
informasi. Ia mempunyai sifat masa bodoh terhadap guru dan stafnya,
lingkungan, maupun tugasnya sehingga semangat dan kegairahan kerja, serta
kegiatan pembelajaran tidak terarah. Kepala sekolah semacam ini sekedar simbol
yang tetap dihormati dan disegani meskipun, sama sekali tidak berfungsi dalam
kepemimpinanya.
16
Berdasarkan uraian dari ketiga tipe kepemimpinan di atas, tidak ada
kepemimpinan yang paling baik dan paling buruk. Hal ini dikarenakan masing-
masing tipe kepemimpinan mempunyai keungulan dan kelemahan, sehingga
penerapan ketiga tipe itu harus dilaksanakan, terutama melihat kondisi
kematangan bawahan (terpimpin) yang akan dibinanya. Hal ini sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh Pidarta dalam Melda Sari(2007: 12), bila yang
dipimpinya sudah matang dalam cara kerja dan kemauan untuk bekerja dalam
arti keduanya bersifat positif maka kepala sekolah bisa menggunakan
kepemimpinan yang membebaskan (Laissez Faire). Tetapi jika yang dipimpinya
belum atau semi matang, maka sebaiknya dipakai kepemimpinan demokrasi.
Bawahan yang dipimpin suka bekerja santai atau bermalas-malasan tidak ada
salahnya kalau memakai kepemimpinan otoriter. Oleh karena itu, keberhasilan
pemimpin akan bergantung kepada kesesuaian Kepemimpinan yang diterapkan
dengan kematangan yang dipimpin.
Bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara mengungkapakan bahwa
kepemimpinan pendidikan di negara kita berdasarkan pancasila, menurutnya
kepemimpinan pendidikan dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Ing ngrso sung tulodo, yaitu seorang pemimpin harus tampil ke muka untuk
memberi bimbingan, perintah dan petunjuk serta mengembil prakarsa,
bilamana situasi dan kondisi bawahan benar-benar memerlukan petunjuk.
2. Ing madyo mangun karso, yaitu bilamana kondisi bawahan sudah mulai
mengerti tugasnya, pemimpin harus berada di tengah artinya “ngemong”
membiarkan bawahanya melakukan tugasnya sendiri. Pegang teguh prinsip
17
“rules of errors” jika ada kesalahan biarlah bawahan menyadari
kekekeliruanya untuk segera memperbaiki sendiri.
3. Tut wuri handayani, yaitu seorang pemimpin mengikuti dari belakang serta
melakukan monitoring, memberitahukan kekeliruan untuk diperbaiki sendiri.
Kondisi dan situasi bawahan sudah matang, serta mengetahui tugasnya.
(Depdikbud dalam Alfonsius, 2004)
Berdasarkan uraian mengenai kepemimpinan sekolah di atas, maka kepala
sekolah sebagai pemimpin (leader) sebuah lembaga pendidikan hendaknya
mempergunakan setiap kesempatan untuk menanamkan setiap kesempatan serta
memupuk hubungan yang akrab dengan guru, karyawan dan siswa secara
langsung. Tentu hal ini akan memperkokoh hubungan kerja sama yang baik.
Kepala sekolah hendaknya tidak menyalahgunakan wewenangnya terhadap
bawahan, justru mampu mengkoordinasikan dan mengayomi, sehingga guru
terus dapat menerapkan disiplin kerja yang tinggi.
Seorang pemimpin pendidikan hendaknya miliki pengetahuan, pengalaman dan
sifat kepemimpinan yang baik dalam mengatasi masalah-masalah bawahanya,
oleh karena itu seorang kepala sekolah dituntut memiliki kemahiran dan
ketrampilan dalam mengelola lembaga pendidikan. Ketrampilan yang harus
dimiliki oleh kepala sekolah adalah ketrampilan memimpin, menjalin hubungan
kerja dengan rekan kerja, mengasai kelompok, mengelola administrasi
personalia, menilai (mengevaluasi).
18
2. Lingkungan kerja
Setiap pegawai memerlukan lingkukngan kerja yang kondusif dan harmonis agar
dapat menunjang pekerjaan yang dilakukanya, karena lingkungan kerja yang
nyaman dapat menambah semangat kerja, begitu pula, sebaliknya lingkungan
kerja yang buruk akan membuat pegawai tidak nyaman dan mengakibatkan
semangat kerja menurun.
Alex Nitisemito (Yasin Setiawan, 2008), mengemukakan bahwa lingkungan
kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan(hhtp://siaksoft.
Net/?p=435). Jahrie dan Hariyoto dalam Nur Megawati(2005: 9) , lingkungan
kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar para
pekerja yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan menurut Sedarmayati (intinghina,
2008) mendefinisikan “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitar di mana seorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok”(http://intinghina.wordpress.com/2010/04/28)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka, dapat diartikan bahwa lingkungan
kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja yang mempengaruhi
pelaksanaan dalam menjalankan tugas-tugas yang bebankan kepadanya.
Lingkungan kerja meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu kerja,
kebersihan, penataan cahaya, penerangan termasuk juga hubungan antara orang-
orang yang ada di tempat tesebut.
19
Menurut Tohardi (2002 : 137), lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu :
lingkungan fisik dan lingkungan non fisik (sosial). Lingkungan fisik merupakan
fasilitas atau sarana harus disediakan untuk memperlancar dan mempermudah
pekerjaan. Tanpa fasilitas yang memadai, kenyamanan dalam bekerja akan
terganggu. Lingkunagan non fisik adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat
bentuknya, karena lingkungan non fisik meliputi hubungan kerja pegawai atasan
dan hubungan pegawai dengan pegawai.
Menurut Alex Nitisemito (Yasin, 2008) Faktor-faktor yang termasuk dalam
lingkungan kerja adalah :
Pewarnaan
Kebersihan
Pertukaran Udara
Penerangan
Musik
Keamanan
Kebisingan
(Sumberr :http://saiksoft.net/)
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa jika lingkungan kerja tidak
diperhatikan akan berakibat negatif pada produktifitas kerja maupun disiplin
kerja guru dan karyawan. Banyak perusahaan yang mengabaikan masalah-
masalah yang dianggap kecil dalam lingkungan tempat bekerja seperti
penerangan, keamanan dan lain-lain, padahal sebenarnya mempunyai pengaruh
yang cukup besar dalam lingkungan tersebut.
Lingkungan kerja guru adalah sekolah, sehingga lingkungan kerja dan
lingkungan belajar tidak dapat dipisahkan, sebab di mana guru bekerja di situlah
para siswa belajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan lingkungan kerja yang
20
baik, berupa keadaan sekolah yang bersih, rapih, tersedia saran dan prasarana
sekolah yang memadai. Lingkungan kerja yang baik memberikan kenyamanan
kepada guru yang bekerja di dalamnya, sehingga mereka bersemangat, bergairah
kerja dan memperoleh kepuasan dalam bekerja dan akhirnya produktivitas kerja
dapat meningkat.
Sekolah yang menjadi lingkungan kerja guru terdiri atas : ruangan kelas, ruang
serba guna, laboraturium, perpustakaan, kantor kepala sekolah, kantor tata usaha,
ruang guru, halaman sekolah, tempat parkir, dan WC. Lingkungan-lingkungan
itulah yang perlu diperkaya dengan perlengkapan dan kebutuhan yang memadai
di masing-masing tempat tersebut dan ditata secara harmonis, bersih, yang akan
memberi kemudahan dan semangat bekerja meningkat.
Menurut P. Siagian yang dikutip oleh Apsusiani (2003 : 19), yang dimaksud
dengan lingkungan kerja atau suasana kerja yang menyenagkan adalah :
1. Pekerjaan yang menarik, penuh tantangan dan tidak terlalu rutin
2. Hubungan kerja yang intim(akrab)
3. Lingkungan kerja yang membngkitkan semangat kerja
4. Perlakuan yang adil
Hubungan kerja yang baik dapat terwujud apabila terjadi komunikasi yang
harmonis di antara semua pihak di dalam sebuah organisasi atau lembaga, karena
dalam mengerjakan tugasnya di sekolah guru-guru banyak berhubungan dengan
semua pihak yang berkaitan dengan pendidikan. Hubungan kerja guru itu
meliputi : hubungan kerja dengan kepala sekolah, hubungan guru dengan guru,
hubungan guru dengan pegawai ketata-usahaan, dan hubungan guru dengan
siswa.
21
Untuk suasana bekerja dan belajar di sekolah pada umumnya ditentukan oleh
banyak hal, terutama hubungan dan komunikasi antara guru dengan guru, yang
memiliki frekuensi hubungan paling besar. Kepala sekolah harus berusaha
membangun keakraban di antara guru di sekolah. Salah satunya dengan cara
mengupayakan agara sebagian besar pekerjaan dilakukan secara bersama-sama,
sehingga jika pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan baik, maka bukan hanya
satu guru yang bangga, melainkan sejumlah guru. Hal ini jelas akan
meningkatkan keakraban di antara guru-guru. Makin sering guru dilibatkan
dalam kegiatan tertentu akan semakin bersemangat dan semakin puas bekerja,
sebab mereka merasa dihargai.
Hal-hal tersebut di atas, bila dilakukan dengan baik akan memberikan kepuasan
kerja yang bersifat interistik (bersumber dari dalam) tanpa paksaan atau desakan
dari luar, pada mulanya dirasakan tidak enak tetapi kemudian bisa memberi
kepuasan yang benar-benar bersumber dari hati nurani guru-guru itu sendiri.
Kepuasan interistik lebih berarti dari kepuasan ekstrisik, karena kepuasaan
interistik tumbuh dalam diri dan melekat erat dalam hati guru. Hal inilah yang
menjadi modal penting bagi dedikasi dan semangat kerja guru yang
bersangkutan dan tentunya akan berdampak positif bagi suasana kerja dan
belajar di sekolah.
22
3. Disiplin Kerja
Kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dalam pengelolaan
manajemen dalam suatu organisasi, karena dengan disiplin kerja pegawai yang
baik, maka output dari organisasi tersebut akan dapat meningkat. Tanpa
penerapan disiplin yang optimal suatu organisasi akan hancur karena tidak ada
tanggungjawaban di antara pegawai. Kedisiplinan yang tinggi akan mendorong
semangat kerja dan terwujudnya tujuan dari organisasi tersebut.
Disiplin berasal dari akar kata “disciple“ yang berarti belajar.
Disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang melakukan
sesuatu menjadi lebih baik. Sekolah merupakan suatu organisasi pendidikan di
mana manajernya adalah kepala sekolahnya. Manajer di sekolah harus bisa
menerapkan disiplin kerja kepada guru, staf, dan para siswa agar pencapaian
tujuan pendidikan dari sekolah tersebut dapat tercapai secara optimal. Guru
merupakan orang yang paling mendorong tercapainya kedisiplinan yang tinggi,
karena guru sangat berperan dalam jalanya kegiatan pembelajaran.
Menurut Heru Basuki (http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/disiplin-
kerja.html), disiplin adalah suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan tujuan organisasi secara
obyektif, melalui kepatuhannya menjalankan peraturan organisasi. Menurut
Pidarta dalam Melda Sari (2007: 16) disiplin adalah tata kerja seseorang yang
sesuai dengan aturan dan norma yang telah disepakati sebelumnya.
23
Menurut Prijodarminto dalam Tu’u (2004: 31) disiplin adalah suatu kondisi yang
tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan
keterikatan. Menurut Maman Rachman dalam Tu’u (2004: 32) menyatakan
disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau
masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan
dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam
hatinya. Sedangkan, menurut Alex Nitisemito disiplin kerja adalah suatu sikap,
tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun
tidak tertulis (http://siaksoft.net?p=435). Hasibuan mengartikan disiplin sebagai
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma sosial yang berlaku (Mangkunegara, 2000 : 129). Disiplin kerja
menurut Hodges dalam Alvin (2001 : 10) adalah suatu sikap dan tingkah laku
yang menunjukan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap,
tingkah laku dan perbuatan dalam melakukan kegiatan yang ditunjukan dengan
tata kerja yang sesuai dengan aturan atau norma yang telah disepakati dan
ditetapkan sebelumnya baik aturan yang tertulis maupun aturan yang yang tidak
tertulis. Dari definisi tersebut terdapat beberapa aspek dalam penerapan disiplin
yaitu adanya sikap dan tingkah laku, norma, kaidah, adanya ketaatan untuk
mematuhi segala peraturan baik tertulis atau tidak tertulis. Aspek aspek inilah
yang akan mendasari seorang pegawai untuk melaksanakan disiplin kerja.
24
Menurut Moenir dan Tohari (2002: 100), disiplin dapat dibedakan menjadi dua
yaitu disiplin terhadap waktu dan disiplin terhadap perbuatan atau tingkah laku.
Seorang guru dikatakan berdisiplin kerja, jika ia mampu bekerja tepat waktu, taat
kepada perintah kepala sekolah dan peraturan sekolah, serta melakukan
kewajiban sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kegiatan belajar dan
mengajar.
Sekolah yang memiliki disiplin yang baik tentunya didukung oleh para guru
yang bekerja dengan disiplin tinggi. Untuk membina guru agar berdisplin dalam
bekerja, sekolah harus memiliki disiplin yang baik di samping membina para
guru secara pribadi, seperti yang dinyatakan oleh Weyson dkk dalam Melda Sari
(2007: 17) mereka telah meneliti sejumlah sekolah dan menemukan cirri-ciri
sekolah yang baik. Ciri-ciri tersebut antara lain :
1. Lingkungan sekolah yang kondusif untuk bekerja secara disiplin seperti
pengajaran berjalan secar efektif, program yang saling menunjang satu
sama lain, program yang terkoordinasi dengan baik, dan sebagainya.
2. Sebagian besar guru memandang sekolah sebagai tempat untuk bekerja dan
mendapatkan pengalaman yang sukses dalam mengerjakan sesuatu
3. Dalam memperbaiki disiplin, sekolah memusatkan diri pada mencari
sebab-sebabnya, bukan pada gejalanya.
4. Program sekolah menekankan pada perilaku positif serta preventif bukan
menitik beratkan pada hukuman
5. Menyelesaikan tindakan dengan kebutuhan sekolah dan memberi
kesempatan melakukan sesuatu dengan gaya tersendiri.
25
6. Mengadakan kerjasama yang kuat dengan cara orang tua dan masyarakat
setempat
7. Bersedia menerima kritikan dan penilaiaan secara luas dari berbagai pihak.
Berdasarkan ciri-ciri sekolah yang berdisiplin baik, maka dapat disimpulkan
bahwa kedisiplinan sekolah dikatakan baik, jika sebagian besar guru menaati
peraturan. Dengan adanya kedisiplinan tersebut diharapkan tujuan pendidikan
sekolah dapat tercapai sesuai dengan harapan.
Setiap sekolah memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para guru.
Menurut Sondang Siagian yang dikutip oleh Ance Vinansia (2005 : 30),
pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha
memperbaiki dan berbentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan,
sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara
kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi
kerjanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat dua jenis disiplin
dalam organisasi, yaitu yang bersifat preventif dan bersifat korelatif :
Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan
agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan dapat
dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para
karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin mereka bukan
semata-mata karena dipaksa manajemen. Disiplin korelatif adalah kegiatan yang
diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba
untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Tindakan disiplin
dapat berupa peringatan atau skorsing. (Hani Handoko, 2000 : 208)
26
Menurut Gary Dessler dalam Alfonsius (2005: 19) tujuan disiplin adalah untuk
mendorong karyawan berprilaku secara bijaksana di tempat kerja, di mana
menjadi bijaksana didefinisasikan sebagai tata peraturan dan keputusan.
Pembinaan disiplin perlu dilaksanakan secara berkesinambungan (terus
menerus), oleh pihak manajemen sehingga para karyawan diharapkan dapat
bekerja bukan karena sanksi dan hukuman apabila melakukan pelanggaran.
Disiplin yang berasal dari diri sendiri lebih baik dari yang bersumber dari luar,
sebab ia bisa memotivasi diri sendiri untuk mematuhi peraturan.
Kedisiplinan dapat ditegakkan apabila ada hukuman atau sanksi bagi siapa saja
yang melanggar peraturan. Pelanggaran disiplin kerja adalah setiap ucapan dan
perbuatan karyawan yang melanggar ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan
displin pegawai baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja,
sedangkan hukuman disiplin kerja adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap
pegawai yang melanggar disiplin kerja pegawai.
Menurut Hani Handoko (2000 : 206), pelaksanaan sanksi pelanggaran terhadap
pelanggar disiplin adalah dengan menggunakan pedoman “aturan tungku panas
(hot stove rule)”. Menurut pendekatan ini disipliner haruslah memiliki
konsekuensi yang analog dengan menyentuh sebuah tungku panas :
1. Jika tindakan disipliner akan diambil, tindakan ini mesti terjadi dengan
segera sehingga, individu memahami alasan tindakan tersebut.
2. Memberi peringatan. Hal ini juga sangat penting untuk memberikan
peringatan sebelumnya bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang
tidak diterima
27
3. Memberikan hukuman yang konsisten. Disiplin yang konsisten berarti
setiap karyawan yang terkena disiplin harus menerima/menjalaninya,
setiap karyawan yang melakukan pelanggaran yang sama akan
mendapatkan ganjaran disiplin yang sama dan disiplin diberlakukan dalam
acara yang sepadan kepda segenap karyawan.
4. Tindak disipliner haruslah tidak membeda-bedakan.
Dengan demikian, pendisiplinan perlu dilakukan dengan pendekatan yang tepat
sehingga, tingkat disiplin kerja dapat ditingkatkan karena tanpa dukungan kerja
guru yang baik, maka sulit bagi sekolah untuk mencapai tujuannya. Hal ini
berarti dengan disiplin kerja guru yang tinggi, maka suatu sekolah dapat
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Begitu pula sebaliknya, jika
disiplin kerja guru menurun, maka sekolah akan sulit mencapai tujuan yang
diharapkan. Hal ini membuktikan bahwa displin kerja merupakan kunci
keberhasilan suatu organisasi termasuk sekolah dalam mencapai tujuan
pendidikan.
Prinsip-prinsip disiplin yang diungkapkan oleh Heru Subekti
(http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/disiplin-kerja.html). ada beberapa
diantaranya adalah:
1. Pemimpin mempunyai prilaku positif
Untuk dapat menjalankan disiplin yang baik dan benar, seorang pemimpin
harus dapat menjadi role model/panutan bagi bawahannya. Oleh karena itu
seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang positif sesuai
dengan harapan staf.
28
2. Penelitian yang Cermat
Dampak dari tindakan indisipliner cukup serius, pimpinan harus memahami
akibatnya. Data dikumpulkan secara faktual, dapatkan informasi dari staf
yang lain, tanyakan secara pribadi rangkaian pelanggaran yang telah
dilakukan, analisa, dan bila perlu minta pendapat dari pimpinan lainnya.
3. Kesegeraan
Pimpinan harus peka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan
sesegera mungkin dan harus diatasi dengan cara yang bijaksana. Karena,
bila dibiarkan menjadi kronis, pelaksanaan disiplin yang akan ditegakkan
dapat dianggap lemah, tidak jelas, dan akan mempengaruhi hubungan kerja
dalam organisasi tersebut.
4. Lindungi Kerahasiaan (privacy)
Tindakan indisipliner akan mempengaruhi ego staf, oleh karena itu akan
lebih baik apabila permasalahan didiskusikan secara pribadi, pada ruangan
tersendiri dengan suasana yang rileks dan tenang. Kerahasiaan harus tetap
dijaga karena mungkin dapat mempengaruhi masa depannya .
5. Fokus pada Masalah
Pimpinan harus dapat melakukan penekanan pada kesalahan yang dilakukan
bawahan dan bukan pada pribadinya, kemukakan bahwa kesalahan yang
dilakukan tidak dapat dibenarkan.
6. Peraturan Dijalankan Secara Konsisten
Peraturan dijalankan secara konsisten, tanpa pilih kasih. Setiap pegawai
yang bersalah harus dibina sehingga mereka tidak merasa dihukum dan
dapat menerima sanksi yang dilakukan secara wajar.
29
7. Fleksibel
Tindakan disipliner ditetapkan apabila seluruh informasi tentang pegawai
telah di analisa dan dipertimbangkan. Hal yang menjadi pertimbangan antara
lain adalah tingkat kesalahannya, prestasi pekerjaan yang lalu, tingkat
kemampuannya dan pengaruhnya terhadap organisasi
8. Mengandung Nasihat
Jelaskan secara bijaksana bahwa pelanggaran yang dilakukan tidak dapat
diterima. File pegawai yang berisi catatan khusus dapat digunakan sebagai
acuan, sehingga mereka dapat memahami kesalahannya.
9. Tindakan Konstruktif
Pimpinan harus yakin bahwa bawahan telah memahami perilakunya
bertentangan dengan tujuan organisasi dan jelaskan kembali pentingnya
peraturan untuk staf maupun organisasi. Upayakan agar staf dapat merubah
perilakunya sehingga tindakan indisipliner tidak terulang lagi.
10. Follow Up (Evaluasi)
Pimpinan harus secara cermat mengawasi dan menetapkan apakah perilaku
bawahan sudah berubah. Apabila perilaku bawahan tidak berubah, pimpinan
harus melihat kembali penyebabnya dan mengevaluasi kembali batasan
akhir tindakan indisipliner.
Untuk dapat meningkatkan disiplin kerja yang tinggi perlu diperhatikan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Menurut Melayu S.P Hasibuan (2001 : 194),
faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja adalah :
30
1. Tujuan dan kemampuan
2. Teladan pemimpim
3. Balas jasa
4. Keadilan
5. Waskat
6. Sanksi hukuman
7. Ketegasan
8. Hubungan kemanusiaan
Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja
menurut Melayu S.P Hasibuan :
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal, cukup manantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa
tujuan (pekerjaan) yang dibebankan pada karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan. Agar mereka dapat bekerja dengan sungguh-
sungguh dalam mengerjakan.
2. Teladan Pemimpin
Teladan pemimpin sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik,
jujur, adil, serta sesuai kata dan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang
baik, kedisiplinan bawahanya akan ikut baik, jika teladan disiplin
pimpinan kurang baik, para bawahan akan ikut kurang disiplin nantinya.
31
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan), ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan
karyawan terhadap pekerjaan. Semakin besar balas jasa yang diberikan
para karyawan akan semakin mencintai pekerjaanya dan berusaha menaati
displin yang telah ditetapkan. Sebaliknya jika balas jasa tidak sesuai
dengan pekerjaanya maka, para pekerja akan meremehkan pekerjaan dan
akhirnya peraturan yang telah dibuat sengaja dilanggar.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujunya kedisiplinan karyawan. Karyawan
mempunyai pemikiran dan pemahaman yang berbeda-beda, umumnya
mereka merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan
manusia yang lainnya. Keadilan yang dijadikan perumus kebijakan dalam
pemberian balas jasa (pengakuan) sesuai dengan kinerja yang telah dia
lakukan yang akan medorong peningkatan karyawan. Dengan keadilan
yang baik maka, akan terciptanya kedisiplinan yang baik pula.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif
dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan. Dengan waskat berarti
pimpinan harus aktif dan langsung mengawasi prilaku, moral, sikap dan
prestasi kerja bawahanya. Hal ini berarti pimpinan harus selalu hadir di
tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberi petunjuk jika karyawan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaanya. Waskat efektif
32
mendorong kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa
dapat perhatian, bimbingan, pengarahan, dan pengawasan.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan
semaakin takut melanggar peraturan. Berat dan ringannya sanksi hukuman
yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan
karyawan. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan
indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi untuk memelihara
kedisiplinan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan
hukuman bagi karyawan yang tidak disiplin akan disegani dan diakui
kepemimpinannya. Ketegasan akan menimbulkan rasa untuk tidak
melanggar peraturan yang ada karena suatu yang telah dilanggar telah ada
hukumannya tersendiri. Akhirnya karyawan akan dapat menaati peraturan
yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan bersama
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik. Hubungan-hubungan baik bersifat
vertikal dan horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct
33
group relationship dan ctoss relationship hendaknya harmonis. Pemimpin
harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi
serta mengikat, vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya.
Jadi kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan
dalam organisasi tersebut baik.
Kedelapan faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplanan harus dapat dipupuk
dan ditanamkan dalam organisasi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang
telah dirumuskan.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Tabel 2. Penelitian Yang Relevan
Nama/ tahun Judul Kesimpulan R
Titin Wahyuni
(2002)
Hubungan jenjang pendidikan,
persepsi terhadap
kepemimpinan dan kepuasan
kompensasi dengan disiplin
kerja karyawan bagian
produksi pada perusahaan
tepung aren “Nasional” di
kemiling Kodya Bandar
Lampung tahun 2001.
Dengan teladan yang baik,
maka persepsi karyawan
terhadap kepemimpinan akan
baik, sehingga disiplin kerja
ikut baik. Sebaliknya dengan
teladan pimpinan yang
kurang baik akan
mengakibatkan disiplin kerja
karyawan rendah.
Patmi Rohaida
(2009)
Pengaruh persepsi tentang
kepemimpinan kepala sekolah,
program pengajaran, dan
lingkungan kerja terhadap
semangat kerja guru pada SMK
Negeri 1 Bandar Lampung
Tahun Pelararan 2008/2009.
Ada hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah,
persepsi guru tentang
program pengajaran, dan
lingkungan kerja dengan
semangat kerja guru.
0,581.
Melda Sari (2007) Pengaruh Gaya kepemimpinan
Kepala Sekolah dan
Lingkungan Kerja Guru
Terhadap Disiplin Kerja Guru Di
SMP Negeri 3 Metro Tahun
Pelajaran 2005/2006.
Ada pengaruh gaya
kepemimpinan kepala
sekolah dan lingkungan kerja
guru terhadap disiplin kerja
guru
34
C. Kerangka Fikir
Hal yang mempengaruhi pencapaiaan tujuan organisasi dengan hasil yang baik
adalah peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan peningkatan
sumber daya manusia yang berkualitas, maka akan terwujud kondisi karyawan
yang selain memiliki kualitas yang baik juga memiliki disiplin kerja yang tinggi.
Sekolah adalah suatu organisasi pendidikan yang memilliki tujuan pendidikan
yang mulia. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan mutu pembelajaran di
sekolah ditentukan oleh guru, kurikulum yang menunjang, sarana dan prasaranan
sekolah, penyelanggaraaan dan penggelolaan pendidikan, dan adanya dana yang
cukup untuk operasinal sekolah.
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah akan berhasil jika didukung oleh
keefektifan kerja guru. Keefektifan guru ditunjukan oleh adanya disiplin kerja.
Karena dengan, disiplin kerja pegawai yang baik akan mencerminkan rasa
tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini
mendorong semangat guru dan terwujudnya tujuan organisasi.
Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan adanya disiplin kerja guru yang
tinggi, hal ini dikarenakan guru yang berdisiplin tinggi melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya secara efektif sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan
lancar dan juga penurunan disiplin kerja guru akan menyebabkan pencapaiaan
tujuan pembelajaran sekolah akan sulit tercapai seperti yang diharapkan.
Peranan guru dalam kegiatan belajaran mengajar merupakan faktor utama bagi
siswa dalam menyelesaikan setiap bidang studi dan dalam dunia pendidikan tidak
diragukan pentingnya. Oleh karena itu, adanya penurunan keinginan guru untuk
35
mengejar berdampak terhadap hasil pendidikan. Untuk membina dan
meningkatkan displin kerja yang tinggi merupakan tugas yang berat bagi kepala
sekolah, karena itu harus mengatasi faktor yang menyebabkan menurunnya
disiplin kerja dan memperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi disiplin kerja.
kepemimpinan kepala sekolah harus sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah
tersebut. Kepemimpinan kepala sekolah akan dapat berhubungan dalam
mendorong, membimbing serta mengarahkan guru, staf, sisiwa, dan sebagainya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Faktor lain yang diduga berhubungan dengan disiplin kerja adalah lingkungan
kerja. Lingkungan kerja merupakan situasi dan kondisi baik merupakan
lingkungan fisik maupun tidak langsung dan berhubungan dengan guru dan siswa
karena semakin nyaman dan kondusif lingkungan kerja, maka dapat
meningkatkan disiplin kerja guru.
Berdasarkan dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa variabel terikat
Disiplin kerja guru (Y) berhubungan dengan berbagai variabel bebas, diantaranya
kepemimpinan kepala sekolah (X1), lingkungan kerja guru (X2).
36
Dengan demikian, maka kerangka penelitian dapat digambarkan sebagi berikut:
Gambar 1. Paradigma Ganda dengan dua Variable independent (X1 dan X2)
dan satu Variable dependent (Y)
(Sugiono, 2009 : 39)
D. Hipotesis
Bedasarkan kerangka pikir di atas maka hipotesis yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan disiplin
kerja guru di SMP Karya Bhakti Gadingrejo tahun pelajaran 2009/2010.
2. Ada hubungan antara lingkungan kerja guru dengan disiplin kerja guru
di SMP Karya Bhakti Gadingrejo tahun pelajaran 2009/2010.
3. Ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan
kerja guru dengan disiplin kerja guru di SMP Karya Bhakti Gadingrejo
tahun pelajaran 2009/2010.
Lingkungan
Kerja Guru
(X2)
Disiplin Kerja Guru
(Y)
(Y)
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
(X1) r1
r2
R