ii. tinjauan pustaka a. budidaya melonabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/h0711084_bab2.pdf · 4 ii....
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Melon
Tanaman melon merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik pada
ketinggian 300-1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman melon lebih
cepat tumbuh di dataran menengah yang suhunya sedikit dingin. Adapun
di dataran rendah yang elevasinya kurang dari 300 meter di atas
permukaan laut buah melon yang dihasilkan berukuran lebih kecil dan
dagingnya kurang mengandung air. Apabila ketinggian lebih dari 900
meter di atas permukaan laut, maka tanaman melon tidak akan berproduksi
secara optimal (Soedarya 2010).
Tanaman melon (Cucumis melo L.) mirip dengan tanaman ketimun
(Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim, menjalar di tanah atau
dapat dirambatkan pada lanjaran ataupun pada turus bambu. Tanaman ini
mempunyai banyak cabang, kira-kira 15-20 cabang. Tanaman melon
memiliki batang yang berbentuk segi lima tumpul, tumbuh menjalar,
berbulu, lunak, bercabang-cabang dan dapat panjang 1,5-3 meter.
Tanaman ini juga memiliki daun yang berbentuk hamper bundar bersudut
lima, mempunyai 3-7 lekukan. Tanaman melon memiliki akar menyebar
tetapi dangkal dan memiliki bunga yang berbentuk lonceng yang berwarna
kuning. Buah melon juga memiliki bentuk yang bervariasi dalam bentuk,
ukuran,rasa, aroma dan penampilan. Hal tersebut tergantung varietas dari
melon tersebut (Tjahjadi 1989).
Tanaman melon dibudidayakan melalui beberapa tahapan yaitu
penyemaian, persiapan lahan, penanaman, perawatan tanaman, panen
dan pasca panen. Perawatan tanaman melon meliputi pemupukan,
pengairan, penyiangan, pemangkasan, pengendalian hama penyakit.
Kadang kala dalam upaya perawatan tanaman melon, kegiatan
penyerbukan buatan merupakan salah satu diantaranya. Pada kondisi cuaca
yang cerah, tanaman melon pada umumnya akan berbuah dengan bantuan
serangga penyerbuk, seperti lebah. Namun pada saat cuaca buruk,
5
terutama pada saat musim penghujan serangga penyerbuk jarang
muncul. Oleh karena itu, untuk mendapatkan buah yang berkualitas baik
perlu dilakukan penyerbukan buatan. Penyerbukan buatan ini dilakukan
pada pagi hari mulai pukul 06.30-10.00 di mana waktu tersebut bunga
betina sedang mengalami tahap mekar sempurna (Sobir dkk. 2010).
Persiapan lahan dikerjakan bersamaan dengan kegiatan pesemaian,
agar pada saat pengolahan tanah selesai, bibit tanaman dari pesemaian
dapat langsung dipindahkan ke lapang. Pekerjaan yang pertama adalah
membuat bedengan. Apabila tanaman melon akan diberi turus bambu,
bedengan cukup dengan lebar 1 meter. Tetapi bila tanpa turus dan tanaman
dibiarkan terhampar ditanah, bedengan perlu lebih luas yaitu kurang lebih
2 meter. Tanah dicampur dengan kedalaman 20-30 cm. Setelah itu dibuat
lubang dengan ukuran kira–kira 20cm x 20cm x20 cm untuk tempat pupuk
kandang. Jarak antara lubang yang satu dengan yang lain adalah 50 cm
(Tjahjadi 1989).
Bibit tanaman melon siap untuk ditanam saat berumur 10-14 hari
setelah semai. Kriteria bibit yang siap tanam adalah jika bibit tersebut
sudah memiliki daun 2-3 pasang dan berwarna hijau segar. Untuk
meningkatkan keseragaman ukuran buah, bibit dipilah dan dikelompokkan
berdasarkan ukuran dan kesehatannya. Dengan demikian, pertumbuhan
tanaman di lapang seragam dan buahnya juga akan seragam
(Sobir dkk. 2009).
Penggunaan turus bambu/ajir sebagai alat perambatan tanaman
melon, merupakan ciri utama dalam budidayanya. Sistem ini memang
harus dilakukan untuk menghemat luas lahan dan menghindarkan buah
dari kontak langsung dengan permukaan tanah. Dengan demikian,
diharapkan kualitas buah dapat terjamin dan produksi tanaman dapat
meningkat. Melon dapat tumbuh dan berproduksi pada musim kemarau
maupun hujan. Namun, paling ideal bila ditanam pada musim kemarau,
karena memungkinkan produksi lebih tinggi dengan rasa buah yang lebih
manis. Jika hasil panen optimal, maka dapat memberikan keuntungan
6
bersih sebesar 100-200% dari total biaya produksi, hanya dalam waktu
65-70 hari setelah pindah tanam (Samadi 2007).
Panen dilakukan pada pagi hari, antara pukul 08.00-11.00.
Pemanenan hanya dilakukan pada buah yang sudah masuk kriteria panen
sehingga dalam satu hamparan dapat dilakukan secara bertahap. Panen
dianjurkan untuk dilakukan dalam 2 tahap dengan selang 2-3 hari. Batang
tempat tangkai dipotong hati–hati dengan pisau sehingga membentuk
huruf T dan diletakkan miring agar getah tidak menetes pada buah. Buah
yang sudah dipanen disimpan dalam wadah dan diletakkan di tempat yang
terlindungi dari sinar matahari langsung. Penumpukan buah dilakukan
maksimum 7 lapis dan masing–masing lapis diberi alas jerami. Lahan
yang sudah dipanen harus segera dibongkar dan dimusnahkan
(Sobir dkk. 2010).
B. Pertanian Organik
Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang
mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas
biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan,
pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang
ditetapkan oleh badan standardisasi (IFOAM 2008).
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2002), "Organik" adalah
istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi
sesuai dengan standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas atau
lembaga sertifikasi resmi. Pertanian organik didasarkan pada penggunaan
masukan eksternal yang minimum, serta menghindari penggunaan pupuk
dan pestisida sintetis. Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin
bahwa produknya bebas sepenuhnya dari residu karena adanya polusi
lingkungan secara umum. Namun beberapa cara digunakan untuk
mengurangi polusi dari udara, tanah dan air. Pekerja, pengolah dan
pedagang pangan organik harus patuh pada standar untuk menjaga
integritas produk pertanian organik. Tujuan utama dari pertanian organik
adalah untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas komunitas
7
interdependen dari kehidupan di tanah, tumbuhan, hewan dan manusia.
Sejauh ini pertanian organik disambut oleh banyak kalangan masyarakat,
meskipun dengan pemahaman yang berbeda.
Pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang ramah
atau akrab dengan lingkungan dengan cara berusaha meminimalkan
dampak negatif 14 bagi alam sekitar dengan ciri utama pertanian organik
yaitu menggunakan varietas lokal, pupuk, dan pestisida organik dengan
tujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan (Firmanto 2011).
Cara-cara pertanian organik di setiap negara bervariasi, akan tetapi
pada dasarnya pertanian organik mempunyai tujuan yang sama yaitu
merupakan usaha perlindungan tanah, penganekaragaman hayati, dan
memberikan kesempatan kepada binatang ternak dan unggas untuk
merumput di alam terbuka (Kerr 2009). Penelitian yang dilakukan di
beberapa negara yang membandingkan pertanian organik dan pertanian
konvensional sebagian besar menyatakan bahwa keuntungan yang didapat
dari pertanian organik lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh
dari pertanian konvensional, hal ini disebabkan karena pertanian organik
tidak banyak menggunakan biaya untuk pembelian pupuk, pestisida kimia,
dan input pertanian lain, di samping itu produk organik dijual dengan
harga yang lebih tinggi dari produk pertanian konvensional
(Greer et al 2008).
C. Umbi Bawang Merah
Ditinjau dari kandungan gizinya, bawang merah bukan merupakan
sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, atau mineral. Namun,
komponen-komonen tersebut ada di dalam bawang emrah walaupun dalam
jumlah sedikit. Komponen lainnya, seperti minyak atsiri juga terkandung
dalam umbi bawang merah. Komponen inilah yang sebenarnya banyak
dimanfaatkan untuk penyedap rasa makanan, bakterisida, fungisida, dan
obat-obatan (Rahayu dan Berlian 1997).
Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang
bulat, bundar sampai pipih; sedangkan ukuran umbi ada yang besar,
8
sedang dan kecil. Warna kulit umbi ada yang putih, kuning, merah muda
sampai merah tua. Umbi bawang merah umumnya digunakan sebagai
bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif (Rukmana 1994).
Bawang merah juga mengandung zat pengatur tumbuh alami
berupa hormon auksin dan giberelin (Deptan 2012). Kegunaan lain
bawang merah adalah sebagai obat tradisional. Bawang merah dikenal
sebagai obat karena mengandung efek antiseptik dan senyawa alliin.
Senyawa alliin oleh enzim alliinase selanjutnya diubah menjadi asam
piruvat, amonia, dan alliisin sebagai anti mikoba yang bersifat bakterisida.
Penggunaan umbi bawang merah sebagai salah satu zat pengatur
tumbuh telah dilakukan untuk beberapa jenis tanaman. Setyowati (2004)
melaporkan pemberian bawang merah dengan konsentrsi 75%
memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan panjang akar, panjang
tunas, dan jumlah tunas pada stek mawar. Sekta (2005) mendapatkan
bawang merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tunas,
jumlah daun, tingkat kehijauan daun dan berat kering tunas pada stek cabe
jawa.
Bawang merah memiliki komposisi yang cukup potensial sebagai
sumber kalori untuk setiap sepersepuluh kilogramnya, bawang merah
mengandung protein, 1,5 gram, lemak 0,3 gram, karbohidrat 9,2 gram,
kalori 39 kkal, fosfor (P) 40 mg, besi (Fe) 0,8 mg, serta vitamin B dan C.
Kandungan kimia yang cukup baik berupa minyak aestherine, kalsium dan
lemak nabati. Umbi bawang merah juga mengandung auksin endogen
yang akan digunakan untuk merangsang pembelahan sel di jaringan
meristem pada tanaman (Nofrizal 2007).
D. Zat Pengatur Tumbuh
Meningkatnya kebutuhan manusia dan semakin menurunnya
produktivitas lahan akan pentingnya tanaman pangan dan hortikultura,
maka makin dibutuhkan suatu teknologi yang efektif dan efisien untuk
meningkatkan produksi tanaman tersebut. Zat pengatur tumbuh merupakan
salah satu alternatif yang berguna untuk memacu pertumbuhan dan
9
perkembangan tanaman, sehingga tanaman bisa lebih cepat
pertumbuhannya dan menghasilkan produksi yang lebih tinggi
(Syafria 2009).
Zat pengatur tumbuh menentukan perkembangan tanaman, baik zat
pengatur tumbuh alamiah maupun sintetik. Ada 6 golongan zat pengatur
tumbuh yaitu auksin, sitokinin, giberelin, ethylen, abscisic acid dan
retardan. Senyawa-senyawa lain seperti poliamin, polidenolik dan
triakontanol juga digolongkan ke dalam zat pengatur tumbuh
(Armini et al. 1992 dalam Widyaningrum 2002).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan
nutrisi dalam konsentrasi rendah tetapi mampu mendorong, menghambat,
dan mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satunya
adalah giberelin. Giberelin dapat mempengaruhiantara lain : panjang
batang atau ruas batan, mendorong pembungaan, buah, tumbuhnya mata
tunas yang dorman (Santoso dan Fatimah 2004).
Giberelin (GA) merupakan hormon yang dapat ditemukan pada
hampir semua tanaman. Hormon ini mempengaruhi perkecambahan
biji,perpanjangan batang, induksi bunga, dan perkembangan biji
(Wattimena 1988). Giberelin yang aktif secara biologis (GA bioaktif)
mengontrol beragam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
termasuk perkecambahan biji, perpanjangan batang, perluasan daun,
bungan serta perkecambahan benih.
Penerapan GA3 untuk tanaman melon menyebabkan perubahan
yang berbeda dalam perkembangan, bentuk fisiologis tanaman sebelum
dan pasca panen serta jalur metabolisme. Dengan aplikasi GA3 yang
diberikan sebelum panen, kualitas buah melon terlihat lebih baik dan
penuaan buah dapat ditunda (Ouzounidou dkk. 2008).
Pemberian giberellin dengan konsentrasi 60 ppm memberikan hasil
yang terbaik dalam meningkatkan berat brangkasan segar tanaman, berat
brangkasan kering tanaman, saat tanaman berbunga, berat buah, diameter
buah dan tebal daging buah melon. Sedangkan pemberian giberelin dengan
10
konsentrasi 120 ppm mampu meningkatkan tinggi tanaman melon. Respon
tanaman terhadap pemberian giberelin dipengaruhi oleh konsentrasi dan
waktu pemberiannya. Konsentrasi 60 ppm dan waktu pemberian pada 10
HST memacu tanaman melon berbunga lebih awal yaitu pada 19,5 HST
(Syafi’i 2005). Penerapan giberelin pada 4-6 minggu sebelum panen dapat
meningkatkan ukuran buah (Taiz dkk. 2010).
GA bekerja secara sinergis dengan auksin, sitokinin, dan mungkin
dengan hormon-hormon lainnya, yang mungkin dapat disebut sebagai
pendekatan sistem atau sinergisme. GA3 sangat efektif untuk
meningkatkan set buah, bahkan pada apel dan pir yang sangat jelek
responnya terhadap auksin. Respons GA yang paling terkenal adalah
perangsangan pertumbuhan antarbuku. Tanaman jagung, ercis dan buncis
yang kerdil dapat menjadi normal setelah diberi perlakuan dengan GA.
Kebutuhan akan adanya periode dingin untuk merangsang pembungaan
pada tanaman dua tahunan tertentu misalnya bit dan kubis dapat
digantikan oleh perlakuan dengan GA3 (Gardner dkk. 2008).
Menurut Djamal (2012), pertumbuhan tanaman ditentukan oleh
pupuknya, sementara arah dan kualitas dari pertumbuhan dan
perkembangan sangat ditentukan oleh zat pengatur tumbuh. Pemberian zat
pengatur tumbuh yang tepat, baik komposisi dan konsentrasinya, dapat
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih
baik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
dan menentukan konsentrasi optimum terhadap pertumbuhan tanaman.