hipertensi emergency

Upload: jefry-angola

Post on 13-Jan-2016

79 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hh

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahPeningkatan arus globalisasi di segala bidang dengan perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup, sosial ekonomi, industralisasi, dapat memacu meningkatnya penyakit seperti hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan dan ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada seseorang (American Society of Hypertension, 2010).

Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis (Devicaesaria, 2014).

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa (Devicaesaria, 2014)

Menurut Badan kesehatan dunia World Health Organization (2009) di dunia terdapat 1/3 (15,3 juta) kematian yang disebabkan oleh penyakit hipertensi pada tahun 2008 yang terjadi di negara berkembang dan negara berpenghasilan menengah ke bawah. Pada tahun 2009, penyakit hipertensi telah mengakibatkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO 2010 dalam Fitriani, 2012).

Menurut Kemenkes (2014), prevalensi penyakit jantung di masyarakat semakin hari semakin meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, penyakit jantung menjadi salah satu penyebab utama kematian. Prevalensi secara nasional mencapai 7,2%. Kematian akibat penyakit jantung, hipertensi dan stroke mencapai 31,9% sedangkan angka kematian karena penyakit kardiovaskular di rumah sakit yaitu sekitar 6-12%.

Sementara itu, data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara dari 7,6 persen pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2014). Menkes memprediksikan angka-angka tersebut sangat mungkin akan terus meningkat setiap tahunnya, karena tingginya faktor resiko yang mempengaruhi, antara lain perubahan gaya hidup, pola makan, kurangnya olahraga, merokok, stress, hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan faktor lingkungan/ polusi yang membahayakan kesehatan, serta rendahnya kondisi sosioekonomi masyarakat (Kemenkes, 2014).

Kebanyakan penderita hipertensi lalai dengan pengobatannya, karena hipertensi umumnya tidak menyebabkan gangguan, tidak menyebabkan kurang nyaman malah tidak jarang pasien merasa kurang nyaman, bila ia minum obat hipertensi. Tidaklah mengherankan bila hipertensi dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (the silent killer). Hal ini perlu diberitahu kepada pasien dan dokter perlu ada kesepakatan dengan pasien untuk mencari obat dengan efek samping sedikit (Fitriani, 2012).

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh kasus Hipertensi. Sisanya adalah Hipertensi Sekunder, yaitu tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat diklasifikasikan, diantaranya adalah kelainan organik seperti penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal, pemakaian obat-obatan sejenis kortikosteroid dan lain-lain (Yugiantoro M 2006 dalam Fitriani, 2012).

Faktor Risiko Kejadian Hipertensi antara lain adalah : Stress, Pola Makan, umur, faktor Genetik, Jenis Kelamin, Obesitas, Asupan Garam, Peminum Alkohol dan kebiasaan Merokok. Hipertensi bersifat diturunkan atau bersifat Genetik. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai Risiko dua kali lebih besar untuk menderita Hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan Riwayat Hipertensi. Insidensi Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia dan pria memiliki Risiko lebih tinggi untuk menderita Hipertensi lebih awal. Obesitas dapat meningkatkan kejadian Hipertensi. Hal ini disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormone natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Kebiasaan merokok berpengaruh dalam meningkatkan risiko Hipertensi walaupun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti (Wade, 2003).

Pada pembahasan kali ini Penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Ny. H dengan Hipertensi Emergensi di IGD RSJPDNHKB. Rumusan MasalahBerdasarkan fenomena yang telah dikemukakan di atas, maka Penulis antusias untuk mengangkat penyakit Hipertensi untuk dijadikan studi kasus dengan judul Asuhan keperawatan pada Ny. H dengan Hipertensi di IGD RSJPDNHK.C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien Ny. H dengan hipertensi

2. Tujuan Khusus

Secara Khusus Penulisan ini bertujuan agar Penulis:

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Ny. H dengan hipertensi

b. Mampu merumuskan diagnosa pada pasien Ny. H dengan hipertensi

c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Ny. H dengan hipertensi

d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Ny. H dengan hipertensi

e. Mampu menyusun evaluasi keperawatan pada pasien Ny. H dengan hipertensi

D. Sistematika Penulisan

1. BAB I

Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan metode penulisan dan sistematika penulisan

2. BAB II

Tinjauan Teoritis yang terdiri dari pengertian, tujuan, mekanisme, macam macam dan asuhan keperawatan

3. BAB III

Tinjauan Kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

4. BAB IV

Pembahasan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

5. BAB V

Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

E. Manfaat penulisan1. Sebagai masukan pengetahuan dan pemahaman bagi para perawat agar dapat memberikan pengetahuan, bimbingan dan konseling terhadap pasien hipertensi agar mendapatkan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan standar keperawatan.

2. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti, melihat banyaknya penduduk di Indonesia yang menderita penyakit Hipertensi dan banyak angka kematian di Indonesia akibat Hipertensi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg tetapi pada populasi lansia hipertensi didefenisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002).

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri (Utaminingsih, 2009). Hipertensi apabila seseorang memiliki tekanan darah arteri rata-ratanya lebih tinggi dari batas normal dengan tekanan sistol 135 mmHg dan tekanan darah diastol 90 mmHg (Guyton & Hall, 2008).

Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arteri sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus menerus (Hull, 1996). Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah 140 mmHg (tekanan sistolik) dan 90 mmHg (tekanan diastolik) (Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, Dan Treatment of High Pressure VII,2003)

Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang mengganggu kesehatan masyarakat. Umumnya, terjadi pada manusia yang berusia 50 tahun. Namun banyak tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi akibat yang tidak nyata dan disebut pembunuh diam-diam. Pada usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria dari pada perempuan. Pada golongan usia 56-64 tahun, pasien hipertensi pada pria dan perempuan sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, pasien hipertensi perempuan lebih banyak dari pada pria (Depkes, 2008).Menurut Devicaesaria (2014), Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.

Hipertensi emergensi (darurat) adalah Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik >120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena (Devicaesaria, 2014)..

Hipertensi urgensi (mendesak) adalah Peningkatan tekanan darah seperti_pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral (Devicaesaria, 2014).Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan sistolik lebih dari 190 mmHg.B. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ berongga dan berotot yang terletak di tengah thoraks, dan menempati rongga antar paru dan diafragma. Berat jantung sekitar 300 g, meskipun berat dan ukurannya di pengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme. Terdapat dua pompa jantung yang terletak sebelah kanan dan kiri jantung, keluaran jantung kanan didistribusikan seluruhnya ke paru melalui arteri pulmonalis, dan keluaran jantung kiri seluruhnya didistribusikan ke bagian tubuh lain melalui aorta. Kedua pompa jantung tersebut menyemburkan darah secara bersamaan dengan kecepatan keluar yang bersamaan (Smeltzer & Bare, 2002).

Gambar 2.1

Anatomi jantung1. Pelapis jantung

Perikardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Perikardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Ruang antara permukaaan jantung dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama kontraksi jantung.

2. Ruang jantung

Terdapat empat ruang pada jantung atrium kanan dan kiri atas yang dipisahkan oleh septum intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah dipisahkan oleh septum intraventrikular. Fungsi atrium adalah menampung darah yang datang dari vena dan berindak sebagi tempat penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosonkan ke ventrikel. Dinding atrium lebih tipid dari pada dinding ventrikel karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Kerana ventrikel kiri mempunyai beban kerja yang lebih berat, maka tebalnya sekitar 2- lebih tebal dibanding ventikel kanan.3. Katup jantung

Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam jantung. Katup, yang tersusun atas bilah-bilah haringan fibrosa, membuka dan menutup secara pasif sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah dan aliran darah ada dua jenis katup yaitu : atrioventrikularis dan semilunaris.

a. Katup Atrioventrikulari katup yang memisahkan atrium dan ventrikel, katup trikuspidalis dinamakan demikin karena terdiri dari tiga kuspid atau daun memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan sedangkan, katup mitral atau bikuspidalis atau yang terdiri dari dua daun terletak antara atrium dan ventrikel kiri.

b. Katup Semilunaris katup semilunaris terletak antara ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup pulmonalis, sedangkan katup antara ventrikel kiri dan aorta dinamakan katup aorta.

4. Arteri Koronaria

Arteri kolonaria adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak melalui arteri koronia utama kiri, yang kemudian terpecah menjadi dua cabang besar kebawa (arteri desenden anterior sinistra) dan melintang (arteri sirkumfleksa) sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok seperti itu pula oleh arteri koronaria dekstra.

5. Otot jantung

Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan otot jantung. Secara mikriskopis otot jantung mirip otot skelet, yang berada dibawah kontrol kesadaran. Namun secara fungsional otot jantung menyerupai otot polos karena sifatnya volunter. Serat otot jantung tersusun secara interkoneksiu (disebut sinistrium) sehingga dapat berkontraksi dan berelaksasi secara terkoordinasi. Pola urutan kontraksi dan relaksasi tiap-tiap serabut otot akan memastikan kelakuan ritmit otot jantung sebagai satu keseluruhan dan memungkinkannya berfungsi sebagia pompa. Otot jantung itu sendiri dinamakan Miokardium. Lapisan dalam miokardium yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan Endokardium, dan lapisan sel di bagian luar Epikardium (Smeltzer & Bare, 2002).C. Fisiologi Tekanan DarahTekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembulu darah (Guyton,2008). Tekanan darah adalah tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan daerah dari dinding pembuluh darah. Tekanan darah hampir selalu diukur dalam mililiter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah di gunakan sebagai standar untuk mengukue tekanan darah sepanjang sejarah fisiologi (Guyton,2008).

Cara pengukuran tekanan darah yang baik adalah secara indierek dimana orang percobaan dalam posisi berbaring tenang dan sphygmomanometer diletakan setinggi jantung. Manset dikenakan 2/3 lengan atas stetoskop diletakan tepat distal dari manset dipompa 20-30 mmHg lebih tinggi dari tekanan aliran maksimal (dalam keadaan ini tidak teraba denyut di bagisan distal manset).

Tekanan udara dalam manset dikempiskan perlahan-lahan dengan menurunkan tekanan dalam manset 2-3 mmHg per detik dan darah mengalir kembali (Ganong, 2008; Guyton, 2008).

Tekanan darah dapat di pengaruhi oleh penyempitan ataupun pelebaran pembulu darah, baik dikarenakan oleh suatu kompensasi tubuh terhadap suatu penyakit atau dikarenakan aktifitas tubuh, konsumsi obat, usia, berat badan, bertambahnya jumlah lemak dalam darah, dan jenis kelamin (Noer, 1999).D. Klasifikasi Hipertensi

Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu. Namun disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah sama atau lebih besar dari 140/90 mmHg adalah hipertensi. Hipertensi menurut WHO-ISH tahun 1999 dan JNC, 2003 dapat dilihat pada tabel:

Tabel 2.1

Klasifikasi hipertensiKategoriTekanan Sistolik

(mmHg)Tekanan diastolik

(mmHg)

Optimal < 120< 80

Normal < 130< 85

Normal tinggi130 13985 - 89

Grade 1 hipertensi140 15990 - 99

Sub group : borderline140 14990 - 94

Grade 2 hipertensi160 179100 - 109

Grade 3 hipertensi>180110

Isolated sistolik hipertensi140< 90

Sub group : Borderline140 149< 90

(WHO-ISH tahun 1999).Tabel 2.2

Klasifikasi menurut The joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure.

KatagoriTekanan sistolik

(mmHg)Tekanan diastolik

(mmHg)

Normal < 130< 85

Normal tinggi130 13985 - 89

Hipertensi

Tingkat 1140 15990 - 99

Tingkat 2160 179100 - 109

Tingkat 3 180 110

(JNC VI, 2003).E. Etiologi Hipertensi

Hipertensi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan penyebabnya

a. Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial ). Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar 90-95% penderita temasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga dapat terjadi akibat faktor keturunan (Dewi, 2010).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sitemik lain, misalnya gangguan hormone (Gushing), penyempitan pembuluh darah utama ginjal (steanosis arteri renalis akiabat penyempitan ginjal glomerulonefritis), dan penyakit sitemik lainnya (Dewi, 2010).Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi (Devicaesaria, 2014).

F. Patofisiologi Hipertensi

Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol sistem persyarafan yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah reflex baroreseptor dengan mekanisme berikut ini (Muttaqin, 2009).

Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diametr arteriol. Bila diameternya menurun (vasokontriksi), tahanan perifer meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun (Muttaqin, 2009).

Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi ole baroreseptor pada sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan implus ke pusat syaraf simpatik medulla. Implus tersebut akan menghambat stimulus system syaraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan tegang. Sehingga bangkit dan menghambat pusat simpatis, akibatnya frekuensi jantung akan menurun, arteriol mengalami dilatasi, dan tekanan arteri kembali ke level awal. Hal yang sebaliknya terjadi bila ada penurunan tekanan darah arteri (Muttaqin, 2009).

Selanjutnya akan dibahas mekanisme lainnya yang dengan efek yang lebih lama. Rennin diproduksi oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun, akibatnya terbentulah angiotensin I, yang akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi langsung pada arteriol. Secara tidak langsung juga merangsang pelepasaran aldosteron, yang akan mengakibatkan volume cairan ekstraseluler, yang pada gilirannya meningkatkan volume sekuncup dan curah jantung. Ginjal juga mempunyai mekanisme intrinsik untuk meningkatkan retensi natrium dan cairan (Muttaqin, 2009).

Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan kontrinsik arteriol, tahanan perifer total dan tekanan arteri meningkat. Dalam menghadapi gangguan menetap, curah jantung harus ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan sistem. Hal tersebut diperlukan untuk mengatasi tahanan, sehingga pemberian oksigen dan nutrisi ke sel dan pembuangan produk sampah sel tetap terpelihara. Untuk meningkatkan curah jantung, sitem syaraf simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan volume sekuncup dengan cara membuat vasokontriksi selektif pada organ perifer, sehingga darah yang kembali kejantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi kronis, baroreseptor akan terpasang dengan level lebih tinggi dan akan berespons meskipun level yang baru tersbut sebenarnya normal (Muttaqin, 2009).

Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun, proses adaptif tersebut membuka jalan dengan membuka jalan memberikan pembebanan pada jantung. Pada saat yang sama terjadilah perubahan degeneratif pada arteriol yang menanggung tekanan tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut terjadi pada organ seluruh tubuh, termasuk jantung, akibat berkurangnya pasokan darah kemiokardium. Untuk memompa darah jantung harus bekerja keras untuk mengatsi tekanan balik muara aorta (Muttaqin, 2009).

Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertropi atau pembesaran dan terjadila dilatasi pembesaran jantung. Kedua perubahan struktur tersebut bersifat adaftif keduanya meningkatkan volume skuncup jantung. Pada saat istirahat, respon kompensasi mungkin memadai, namun dalam keadaan pembebanan, jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafasnya pendek (Mutaqqin, 2009).

Gangguan awalnya menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya tidak diketahui, seperti pada kasus hipertensi primer atau esensial, meskipun ada beberapa agen yang diduga sebagai penyebab. Mekanisme patologis terjadinya hipoksia akibat kegagalan sistem transportasi darah. Pada tahap berikutnya, nutrisi okisgen darah juga menurun akibat edema paru (Muttaqin, 2009).

Hipertensi merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan peningkatan tahanan perifer. Hal ini menyebabkan penambahan beban jantung (afterload) sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri sebagai proses kompensasi adaptasi. Hipertropi ventrikel kiri ialah suatu keadaan yang menggambarkan penebalan dinding dan penambahan massa ventrikel kiri. Selain pertumbuahan miosit dijumpai juga penambahan struktur kolagen berupa fibrisis pada jaringan intertisial dan perivaskular reaktif intramiokardial (Mutaqqin, 2009).G. Manifestasi Klinik Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain kelainan tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskusioptius).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala bertahun-tahun. Gejala bila ada, biasanya menunjukan adanya kerusakan vaskuler dengan manifestasi sesuai sitem organ yang divaskulerisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertropi ventrikel kiri sebagai respon beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sitemik yang meningkat. Apabilah jantung tidak mampu menahan peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urun pada malam hari) dan azotemi (peningkatan nitrigen urea darah (BUN) dan kretenin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemi transien yang bermanifestasi sebagai paralis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam. Pada penderita stroke, dan pada penderita hipertensi disertai serangan iskemia, insiden infark otak mencapai 80% (Smeltzer & Bare, 2002).Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi (Devicaesaria, 2014).Tabel 2.3

Manifestasi Klinik Hipertensi Krisis

H. Evaluasi Diagnostik

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting. Retina harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboraturium untuk mengkaji kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal, atau jantung, yang dapat disebabkan oleh tingginya tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrokardiografi, protein dalam urin dapat dideteksi dengan urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsetrasikan urin dan peningkatan nitrogen urea darah (Smeltzer & Bare, 2002).

Pemeriksaan fungsi ginjal terpisah, dan penentuan kadar urin dapat juga dilakukan untukmengidentifikasi pasien dengan penyakit renovaskuler. Adanya faktor resiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi (Smeltzer & Bare, 2002).

Skema 2.1Alur Pendekatan Diagnostik Hipertensi

I. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit lain (Yogiantoro, 2006).

Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik harus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:1. Hipertensi Urgensi

a. Penatalaksanaan Umum

Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.

Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.

b. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi

Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).

Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai 22%. Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.

Labetalol adalah gabungan antara 1 dan -adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala. Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (2-adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.

Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.2. Hipertensi Emergensi

a. Penatalaksanaan Umum

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukandengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.b. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi 1) Neurologic emergency

Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intracranial dan MAP harus dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg. 2) Cardiac emergencyKegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan -blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >120 mmHg) dalam waktu 20 menit.

3) Kidney FailureAcute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.

4) Hyperadrenergic States

Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan -blockers dapat diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang telah dijelaskan di atas.J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian KeperawatanMelakukan pengkajian :

a. Identitas pasien : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku , pendidikan, pekerjaan.b. Riwayat1) Keluhan utama2) Riwayat penyakit sekarang3) Riwayat kesehatan dahulu4) Riwayat penyakit keluarga5) Faktor resiko6) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan7) Riwayat personal dan sosialisasi 8) Riwayat spiritual9) Kebiasaan sehari haric. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum, tingkat kesedaran, berat badan, tinggi badan, tanda tanda vital2) Pemeriksaan kepala : rambut, mata konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sklera. 3) Hidung : bentuk, fungsi penciuman, da atau tidak ada riwayat sinusitis, maupun epitaksis.

4) Telinga : bentuk dan fungsi pendengaran.

5) Pemeriksaan leher : JVP dan pembesaran thyroid

6) Pemeriksaan thoraks : bentuk dada, pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas)

7) Pemeriksaan kardiovaskular : denyut jantung, suara jantung, bising jantung. TD diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekjrangnya setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai dan sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi yang diambil.

8) Abdomen : bising dan pembesaran hepar

9) Pemeriksaan genetourinaria : warna, frekuensi, tidak merasakan sakit, pada saat buang air kecil

10) Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi perifer dan edema

11) Hematopoetik : riwayat perdarahan atau mudah terjadi perdarahan

12) Endokrin : riwayat DM

13) Neurologi : tanda thrombosis serebral dan perdarahan

d. Pemeriksaan penunjang1) EKG : adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung koroner atau aritmia

2) Hemoglobin/ hematokrit : bukan diagnostic, tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor-faktor seperti hiperkoagulabilitas, anemia

3) BUN/creatinin : memberikan informasi tetang perfusi/ fungsi ginjal

4) Glukosa/ hiperglikemia (DM) adalah pencetus hipertensi dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)

5) Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab atau efek samping dari terapi diuretic)

6) Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi

7) Kolesterol dan trigliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan encetus adanya pementukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular)

8) Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko terjadinya hipertensi

9) Foto rontgen : adanya pembesaran jantung,, vaskularisasi, atau aorta yang melebar

10) Echocardiogram : tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sitolik dan diastolic

2. Diagnosa Keperawatan

Resiko kekambuhan/ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan, aturan penanganan dan kontrol proses penyakit (Mutaqqin, 2009)a. resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di interstitial paru

e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.3. Intervensi KeperawatanNoDiagnosaPerencanaan

Kriteria HasilIntervensi

1Nyeri ( sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan dengan peningkatan tekanan vaskulerbserebralTujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 2 x 24 jam . Kriterian hasil:

1. Mampu mengontrol nyei (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurangdengan menggunakan manajemen nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala, instensitas, frekuensi dan dan tanda nyeri ).

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

5. Tanda vital dalam rentang normal1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan

2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan

3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

4. Hindari merokok atau menggunakan penggunaan nikotin

5. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan rasa sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung, memberikan posisi yang nyaman, teknik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi.

6. Hilangkan/ minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang.

7. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesic, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium)

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigenTujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan, criteria hasil:

1. Meningkatkan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari

2. Menunjukan penurunan gelaja intoleransi aktivitas 1. Berikan dorongan untuk aktivitas/ perawatan diri bertahap jika dapat diintoleransi. Berikan bantuan sesuai kebtuhan

2. Instruksikan pasien tentang penghematan energy

3. Kaji respon pasien terhadap aktivitass

4. Monitor adanya diaphoresis dan pusing

5. Observasi TTV 4 jam

6. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore.

3.resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung. Kriteria hasil :

1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi)

2. Dapat mentoleransi aktivitasi, tidak ada kelelahan

3. Tidak ada edema paru perifer, dan tidak ada asites.

4. Tidak ada penurunan kesadaran1. Evaluasi adanya nyeri dada

2. Lakukan pengecekan sirkulasi perifer secara menyeluruh (pulasi, waktu pengisian kapiler, warna, udema)

3. Monitor TTV secara berkala

4. Dokumentasi jika ada disritmia

5. Monitor efek obat pasien

6. Monitor status respirasi, terkait dengan tanda-tanda heart failure

7. Monitor status hidrasi secaraberkala

4.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di interstitial paruTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas efektif. Kriteria hasil :

1. Sesak berkurang/ hilang

2. Tidak ada bunyi napas tambahan

3. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan1. Monitor kedalaman pernapasan, frekuensi dan ekspansi dada

2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan

3. Berikan posisi semifowler

4. Berikan oksigen tambahan jika pasien sesakkolaborasi dalam memberikan obat sesuai indikasi

5Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien

Tujuan : kecemasan hilang/ berkurang setelah dilakukan intervensi keperawatan. Kriteria hasil:

1. Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi/ emas berkurang

2. Ekspresi wajah rileks

3. TTV dalam batas normal1. Gunakan pendekatan yang menenangkan

2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

3. Temani asien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut

4. Berikan informasi factual, mengenai diagnosis, tindakan prognosis

5. Dorong keluarga untuk menemani anak

6. Lakukan masase punggung

7. Dengarkan pasien dengan penuh perhatian

8. Identifikasi tingkat kecemasan

9. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

10. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi

11. Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi

12. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

6Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakitTujuan : pasien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan keperawatan. KCriteria hasil:

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat atau tim kesehatan lainnya.1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang cepat

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat.

4. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi

7. Hindari harapan yang kosong

8. Sediakan bagi keluarga atau informasi tentang kemajuan pasien

9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan dating dan proses pengontrolan penyakit

10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan cara yang tepat

13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local

14. Isntruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat/

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS

Nama

: Ny. H

No rekam medis: 2015-38-10-27

Umur

: 35 tahun

Jenis kelamin

: perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: Universitas

Alamat: Kampung Malang RT. 03/ RW. 003 Semanan Kali Deres Jakarta Barat

Tanggal MRS

: Senin, 4 Mei 2015 pukul 08.15 WIB

Tanggal Pengkajian: 4 Mei 2015 pukul 15.45 WIB

Diagnosa Medis: Hipertensi emergensi

2. RIWAYAT PENYAKIT

Pasien mengeluh sesak napas hari sabtu (2 hari SMRS) dan memberat tadi malam pukul 02.00 pagi. dyspnea (+), paroksimal nocturnal dipsnea (+), ortopnea (+), kaki bengkat (+), keringat dingin (+), nyeri kepala dan tengkuk (+), nyeri dada tidak ada. Pasien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak usia 20 tahun. Pasien merupakan pasien lama PJNHK dengan CAD 1VD post PCI bulan Januari 2015.

3. FAKTOR RESIKO

Faktor yang tidak dapat dikontrol: faktor keturunan dari orang tua (+), seks : wanita.

Faktor yang dapat dikontrol : DM, kegemukan (IMT : 27,34). 4. RIWAYAT PENGOBATAN

Ramipril 2x5 mg, metformin 3x500 mg, bisoporolol 1x5 mg, aspilet 1x80 mg, clopidogrel 1x75 mg, simvastatin 1x20mg, lantus 1x12 unit.

5. PERSEPSI DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

Pasien mengatakan jika memiliki keluhan kesehatan, pasien berusaha untuk segera membawa ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.

6. POLA AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

Pasien sebelum sakit merupakan guru TK, namun setelah sakit bulan Januari berhenti mengajar dan mulai mengajar lagi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan mudah lelah saat memulai aktivitas mengajar kembali. Pasien tidur malam hari + 8 jam, sedangkan siang hari pasien jarang tidur siang. Semenjak sakit, pasien sering mengalami sesak napas di malam hari, jadi pasien sering terbangun.

Posisi pasien saat pengkajian duduk, pasien tidur dengan 3 bantal saat di rumah. Pasien mengatakan lebih nyaman ketika posisi tidur kepala ditinggikan, karena mengurangi sesak napas.

7. POLA NUTRISI

Pasien mengatakan makan 3 x sehari, pasien kurang menjaga pola makan seperti sering mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak, santan, gorengan, dan yang mengandung garam. Namun, ketika pasien telah dilakukan PCI bulan Januari 2015, pasien mulai mengurangi makanan-makanan tersebut.

8. POLA ELIMINASI

Pasien mengatakan BAB 1 kali setiap hari, konsistensinya normal dan BAK 7-8 kali sehari. Selama perawatan 7 jam di rumah sakit ini pasien tidak BAB, dan BAK dengan dibantu oleh bedpan. Intake : 700 cc; urin output : 1600 cc ( BC : -900 cc (selama 8 jam)9. PEMERIKSAAN FISIK

a. TTV

Saat awal masuk TD : 198/120 mmHg; HR : 70 x/menit; RR : 26 x/menit; S : 36,9oC; SaO2 : 100%.

Saat pengkajian TD : 136/82 mmHg; HR : 72 x/menit; RR : 24 x/menit

b. Penampilan umum:

Kesadaran

: composmentis

Ekspresi wajah: klien nampak terlihat sedikit cemas

BB/TB

: 70 kg/160cm (IMT : 27,34)

c. Kepala dan leher:

d. Mata

: tidak anemis, tidak ikterik, tidak ada edema palparebra

e. Gigi

: tidak ada gigi berlubang

f. Leher

: JVP 5+3 cmH2O (saat awal masuk), saat pengkajian tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun kelenjar getah bening

g. Thoraks

: dada simetris, suara napas vesikuler +/+, ronchi halus +/+ di sepertiga basal paru, wheezing tidak ada, suara jantung : S1, S2 normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

h. Abdomen

: tidak ada asites, tidak ada hepatomegaly, tidak terdapat distensi lambung, nyeri tekan tidak ada.

i. Ekstremitas : akral hangat, asianosis, capillary refill 20 mmHg (Diseksi aorta)

Auskultasi murmur/mitral regurgitasi/gallop

Peninggian JVP

Ronki basah/sesak nafas

Ginjal

Oliguria/anuria

Hematuria/proteinuria

Peningkatan serum kreatinin

Mata

Funduskopi KW III/IV

Ya

Tidak

Hipertensi Emergensi

Hipertensi Urgensi

42