word herpes zoster
TRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1.1 Definisi
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai
nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom.
Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen
virus varicella zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis,
ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke
jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.
SINONIM : dampa, cacar ular.
1.2 Epidemiologi
Penyakit ini terjadi sporadic sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Insidensnya 2-3 kasus per 1000 orang per tahun. Insiden keparahannya
meningkat dengan meningkatnya usia. Jarang dijumpai pada usia dini (anak
dan dewasa muda). Penyakit ini bersifat menular namun daya tularnya kecil
bila dibandingkan dengan varicella.
1.3 Patogenesa
Hope Simpsons, 1965 mengajukan hipotesis bahwa imunitas terhadap
varicella zoster virus berperan dalam patogenesa herpes zoster terutama
imunitas selular. Mengikuti infeksi primer virus varicella-zoster, partikel virus
dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau
otonom selama tahunan. Pada saat respon imunitas selular dan titer antibody
spesifik terhadap virus varicella zoster menurun (misal oleh karena
pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi
1
malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka
panjang, atau menderita penyakit sistemik) sampai tidak lagi efektif mencegah
infeksi virus, maka partikel virus varicella zoster yang laten tersebut
mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam
suatu dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma fisik, obata-obatan
tertentu, infeksi lain atau stress dapat dianggap sebagai pencetus walaupun
belum pasti.
1.4 Gejala klinis
Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun
membran mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala
prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari) berupa
gejala sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pegal, parestesia sepanjang dermatom).
Setelah timbul gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya
gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas pada satu dermatom) berupa makula
eritema yang berubah menjadi papul, vesikel jernih berkelompok dengan
dasar kulit eritematosa selama 3-5 hari. Vesikel tersebut berisi cairan jernih,
kemudian menjadi keruh, dapat menjadi krusta (berlangsung selama 7-10
hari). Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika
disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder.
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru
yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2
minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat
membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai
persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis,
otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan
motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik
akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah
yang terkena.
2
Perjalanan penyakit herpes zoster pada pasien immunokompromais
sering recurrent cenderung kronik persisten, lesi kulitnyalebih berat (terjadi
bula hemorragik, nekrotik dan sangat nyeri), tersebar disseminate dan dapat
disertai keterlibatan organ dalam. Proses penyembuhan juga berlangsung
lama.
Ada beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain: zoster sine
herpete bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti erupsi kulit. Herpes
zoster abortif bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel
yang langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya
berlangsung singkat. Disebut herpes zoster aberans bila erupsi kulitnya
melampaui garis tengah.
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang
dipersarafinya ke otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan
cakram yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang
lengan dan kaki, dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang anggota
badan. Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk
menemukan tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi
saraf tulang belakang seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat
mengungkapkan sumbernya dengan muncul sebagai lesi pada dermatom
tertentu.
3
Gambar 1. Gambaran sensorik dermatom manusia
4
1.5 Diagnosa Banding
Herpes zoster awal dapat didiagnosa banding dengan dermatitis
venenata atau dermatitis kontak . herpes zoster yang timbul di daerah genitalia
mirip dengan herpes simpleks sedangkan herpes zoster diseminata dapat mirip
dengan varicella.
1.6 Diagnosa
Diagnose penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran
klinisnya memiliki kharakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak
jelas, deteksi antigen ataun nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus
dari sediaan hapus lesi atau pemeriksaan antibody IgM spesifik diperlukan.
Pemeriksaan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan tes
diagnostic yang paling sensitive dan spesifik (dapat mendeteksi DNA virus
varicella zoster dari cairan vesikel).
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena
virus herpes labil. Pemeriksaan direct immunofluorecent antigen-staining
lebih cepat serta mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada kultur dan
dipakai sebagai tes diagnostic alternative bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.
1.7 Pengobatan
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat
mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi
kerusakan lebih lanjut.
A. Sistemik
1) Obat anti virus
Terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat keparahan
nyeri herpes zoster akut. Tiga antivirus oral yang disetujui oleh Food
and Drug Administration (FDA) untuk terapi herpes zoster yaitu
famsiklovir, valasiklovir hidrokhlorida, dan asiklovir.
5
Antivirus Famsiklovir 3x500mg atau valasiklovir 3x1000mg atau
asiklovir 5x800mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7
hari.
2) Kortikosteroid
Prednison yang diberikan bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri
akut. Hal ini dikarenakan penurunan derajat neuritis akibat infeksi
virus dan kemungkinan juga mengurangi kerusakan pada saraf yang
terlibat. Akan tetapi pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid
hanya memberikan sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan
tidak bermanfaat untuk mencegah NPH. Mengingat resiko komplikasi
terapi kortikosteroid lebih berat dari keuntungannya maka pemakaian
kortikosteroid tidak dianjurkan.
3) Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukan respon baik terhadap
AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau analgetik
non opioid (kodein, morfin, atau oksikodon) untuk pasien dengan
nyeri kronik hebat.
4) Antidepresan dan anti konvulsan
Penelitian terakhir menunjukan bahwa kombinasi terapi asiklovir
dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal mengurangi
prevalensi NPH.
B. Topikal
1) Analgetik topical
a) Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin
(Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri
dan pruritus. Kompres dengan solusio burowi (aluminium asetat
5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60 menit. Compres dingin
atau cold pack juga sering digunakan.
6
b) Antiinflamasi nonsteroid (AINS)
Berbagai AINS topical seperti bubuk aspirin dalam kloroform
atau etil eter, krim indometasindan diklofenak banyak dipakai.
2) Anestetik local
Pemberian anestetik local pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf
yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan untuk
menghilangkan nyeri.
3) kortikosteroid
krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada lesi
akut herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi resiko terjadinya
NPH.
1.8 Pencegahan
Pemberian boster vaksin varisela strain Oka terhadap orang tua harus
dipikirkan untuk meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VVZ sehingga
dapat memodifikasi perjalanan penyakit herpes zoster.
1.9 Komplikasi
1) pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata
(10-20% penderita) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan
neuropati motorik. Kadang-kadang dapat terjadi meningitis, ensefalitis
atau mielitis.
2) Komplikasi yang sering terjadi adalah Neuralgia Pasca Herpes (HNP),
yaitu nyeri yang masih menetap di area yang terkena walaupun kelainan
kulitnya sudah mengalami resolusi. Terapi yang dapat diberikan
antikonvulsan dan anti depresan.
3) Bila virusnya menyerang nervus facialis dan nervus auditorius terjadi
sindroma Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau
membrane timpani disertai paresis facialis, gangguan lakrimasi, gangguan
pengecapan 2/3 bagian depan lidah, tinnitus, vertigo dan tuli.
7
4) Terjadi herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama
nervus trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris (timbul vesikel
di puncak hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson) kemungkinan
besar terjadi kelainan mata. Walaupun jarang tapi dapat terjadi kerusakan
organ dalam.
8
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : D
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : surau lauik panampung
Suku : minang
Pekerjaan : Siswa
ANAMNESA
Seorang pasien Perempuan berusia 11 tahun datang ke poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 10 oktober 2015
dengan :
Keluhan utama
Gelembung Merah berisi air disertai nyeri pada paha kanan bawah bagian
depan dan samping sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang
Gelembung merah merah berisi air disertai nyeri pada paha kanan bawah
bagian depan dan samping sejak 2 hari yang lalu
Awalnya pasien merasa gatal – gatal,gatal tidak dipengaruhi cuaca.
Setelah gatal muncul gelembung kecil kemerahan berisi air
Nyeri pada area yang terdapat gelembung berisi air saja
Badan terasa pegal dan letih
Pasien waktu kecil melakukan imunisasi lengkap
Pasien mengatakan tidak ada teman di lingkungan rumah maupun sekolah
yang mengalami sakit yang sama
9
Demam tidak ada
Sakit kepala tidak ada
Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat cacar air tidak ada
Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga menderita penyakit yang sama
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis cooperative
Status gizi : Baik
Pemeriksaan Thoraks : Diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal
Status Dermatologikus
Lokasi : paha sebelah kanan bawah bagian depan dan samping
Distribusi : unilateral, terlokalisir sesuai dermatom
Bentuk : tidak khas
Susunan : herpetiformis
Batas : tegas
Ukuran : miliar - lentikular
Effloresensi : vesikel
10
Status Venerologikus : tidak ditemukan kelainan
Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : kuku dan jaringan kuku tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : tidak terdapat pembesaran KGB
Ekstremitas : tidak ada kelainan
11
12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tzank test : diharapkan ditemukan sel datia berinti banyak
DIAGNOSA KERJA
Herpes zoster Lumbalis setinggi dermatom L2 – L3 dextra
DIAGNOSA BANDING
-
13
PENATALAKSANAAN
UMUM :
Istirahat yang cukup
Jaga kebersihan tubuh dengan mandi seperti biasa 2x sehari
Kurangi kontak dengan orang lain
Hindari stress berlebihan
KHUSUS :
Topikal : Salisil talc 2 %
Fuson cream 2%
Sistemik : Paracetamol 3 x 250 mg sehari
Anti viral : Asiklovir 5 x 400 mg /1/2 tab /hari
Diberikan saat jam 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, 21.00
PROGNOSA
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Bonam
14
Resep
15
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
Ruangan Poliklinik : Kulit dan Kelamin
Dokter : dr. AB
Sip No : 123/sip/2015
Bukittinggi, 9 september 2015
R/Asiklovir tab 400 mg No. XV
S5dd tab 1/2
R/ Paracetamol tab 500 mg No. X
S3dd tab 1/2
R/ Salisil talc 2 % No.I
Suc
R/ fuson I Tube
suc
Pro : D
Umur : 11 tahun
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2015
Gunawan, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009
Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi-3. Jakarta : EGC
16