herdi susanto buku ajar metalurgi fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql...
TRANSCRIPT
Sub Modul Praktikum
PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST
Tim Penyusun Herdi Susanto, ST, MT
NIDN :0122098102 Joli Supardi, ST, MT
NIDN :0112077801
Mata Kuliah FTM 011 Metalurgi Fisik + Praktikum
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
TAHUN 2014
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan
keberhasilan bagi kami dalam menyelesaikan penyusunan buku Modul Praktikum
Metalurgi Fisik dengan Sub Modul Praktikum Uji Jominy Hardenability Test,
yang di adaopsi dari Penelitian Mandiri dengan judul “Rancang Bangun Alat
Uji Jominy Hardenability Test ”.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Universitas Teuku Umar
dukungan moril dan pencerahan diri sehingga penelitian dapat terlaksana dengan
dengan telaksana penelitian sehingga buku Sub Modul Praktikum ini dapat disusun
oleh tim penyusun Kemudian, kami ucapkan terima kasih kepada pihak
Fakultas Teknik dan terutama kepada Jurusan Teknik Mesin yang telah
memberikan kerja sama yang sangat baik bagi kelancaran penyusunan buku ini.
Tidak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada seluruh tim penyusun
buku dan peneliti mulai darimahasiswa tugas akhir sampai dengan staf pengajar
yang telah mencurahkan seluruh tenagadan pikirannya dalam menyelesaikan
penelitian ini.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu keberhasilan penyusunan buku ini ini yang kiranya tidak mungkin
kami sebutkan satu persatu di sini.
Akhirnya, semoga buku modul praktikum ini bisa menjadi rujukan untuk
kegiatan praktikum mahasiswa
Meulaboh, 30 Desember 2014
Tim Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk
fasa martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya
metode Jomini dan metode Grossman. Dari metode tersebut kita akan
mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat
quench [1].
Baja tahan karat AISI 304 banyak digunakan untuk kontruksi-kontruksi
mesin terapan seperti poros propeler perahu nelayan, alat penghancur es batu,
pemeras tebu, dan lain sebagainya. Karena sifat ketahanan korosinya yang baik,
kondisinya dilapangan sering mengalami kebengkokan (deformasi) dan kepatahan
dengan beban yang relatif tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan
dengan teknik Hardenability.
Baja tahan karat AISI 304 dapat ditingkatkan kekerasan nya melalui
pengerjaan dingin, kemampu kerasan baja tahan karat AISI 304 menunjukan
peningkatan kekuatan melalui transformasi martensit pada permukaan material
sehingga di harapkan kekuatan bahan pada permukaan meningkat.[2]
Untuk meningkatkan kemampu kerasan baja tahan karat AISI 304 di
penelitian ini menggunakan metode Jomini. Sebelum dilakukan uji Hardenability
Jomini baja tahan karat AISI 304 dibuat berbentuk batang silindris dengan
diameter 1 inchi dan panjang 4 inchi, salah satu ujungnya diperlebar untuk
memudahkan batang uji tersebut digantungkan pada peralatan quench [5].
2
Berdasarkan latar belakang diatas pada penelitian ini dilakukan Uji
Hardenability Baja Tahan Karat AISI 304 untuk meningkatkan sifat mekanik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jominy Hardenability Test
Jominy hardenability test merupakan salah satu metode untuk
mendapatkan hardenability band suatu paduan baja, dinamakan juga jominy and
quenched hardenability test karena pada pengujian ini menggunakan spesimen
berupa batang silindris yang diquench pada salah satu ujungnya untuk pengujian
[1].
Paduan baja yang akan diuji hardenability, terlebih dahulu dibuat spesimen
berbentuk batang silindris dengan diameter 1 inchi, panjang 4 inchi. Spesimen
dipanaskan dalam dapur pemanas sampai temperatur austenizing yang dianjurkan
untuk baja tersebut dan di holding selama waktu tertentu (± 20 menit). Setelah itu
spesimen dikeluarkan dari dapur pemanas dan ditempatkan pada suatu pemegang
(frame) dan ujungnya disemprotkan dengan air yang keluar dari nozzle dengan
diameter 0.5 inchi. Jarak antara ujung spesimen dengan ujung nozzle 0.5 inchi.
Tinggi pancaran air bebas 2.5 inchi seperti terlihat pada gambar 2.1 [5].
3
Gambar 2.1. Design Peralatan Jominy Hardenability Test
Sumber : ASTM A 255-02
Setelah dingin, permukaan spesimen dihaluskan dengan kertas gosok
hingga kedalaman 0.4 mm, selanjutnya diukur kekerasan sepanjang sisi silinder.
Dari hasil pengukuran kekerasan ini selanjutnya dibuat kurva hardenabiliy (kurva
kekerasan terhadap jarak dari ujung quench) [6].
4
Gambar 2.2. Kurva Jominy Hardenability dan Cara Mendapatkannya.
Sumber : Callister, 1984
Setiap titik pada spesimen jominy ini mengalami laju pendinginan yang
berbeda, yang besarnya dapat dianggap sama untuk titik yang sama pada spesimen
yang lain. Tabel 2.1. menunjukkan laju pendinginan pada jarak tertentu dari ujung
quench (media pendingin air) pada spesimen standar pengujian hardenability [7].
5
Tabel 2.1. Laju Pendinginan Pada Jarak Tertentu dari Ujung Quench
Jarak Dari Ujung Quench (Inchi)
Laju Pendinginan, of/s AT 1300oF
Jarak Dari Ujung Quench (Inchi)
Laju Pendinginan, of/s AT 1300oF
1/16 490 11/16 19.5 1/8 305 ¾ 16.3 3/16 195 12/16 14.0 ¼ 125 7/8 12.4 5/16 77 13/16 11.0 3/8 56 1 10.0 7/16 42 1 ¼ 7.0 ½ 33 1 ½ 5.1 9/16 26 1 ¾ 4.0 5/8 21.8 2 3.5
Sumber : Jones, 1980
2.2. Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Perlakuan panas (Heat Treatment) dapat didefenisikan sebagai kombinasi
operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam dalam keadaan padat dengan
waktu tertentu sehingga didapatkan sifat-sifat mekanis logam seperti yang
diinginkan.
6
Langkah-langkah pada setiap proses perlakuan panas adalah memanaskan
logam itu sampai ke suatu temperature tertentu, lalu menahan beberapa saat pada
temperatur tersebut dan selanjutnya didinginkan dengan laju pendinginan tertentu.
Selama pemanasan dan pendinginan ini akan terjadi beberapa perubahan sifat-sifat
dari logam tersebut.
Proses perlakuan panas ini banyak sekali digunakan pada industri-industri
yang dalam penerapannya diperlukan adanya rekayasa atau manipulasi sifat-sifat
mekanis logam untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik.
Seorang ahli dalam bidang rekayasa material melalui proses perlakuan
panas dapat melakukan perubahan-perubahan baik itu bentuk struktur mikro, sifat
mekanis dan lainnya dari suatu logam untuk mendapatkan sifat-sifat bahan sesuai
dengan yang diinginkan [1].
Sifat – sifat tertentu dari logam diperlukan supaya logam tersebut mudah
dilakukan proses pengerjaan khususnya pengerjaan mekanis. Salah satu cara
untuk dapat merubah sifat-sifat mekanis suatu logam adalah dengan melakukan
proses perlakukan panas (Heat treatment). Suatu proses perlakuan panas lain
mungkin diperlukan sesudah pengerjaan mekanis suatu logam untuk memberikan
sifat-sifat tertentu pada produk akhir yang siap pakai.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa proses perlakuan panas
merupakan salah satu rangkaian proses produksi. Proses perlakuan panas
hendaknya tidak dilihat sebagai proses tersendiri yang terpisah dari rangkaian
proses produksi. Proses ini juga saling mempengaruhi, sehingga dalam merancang
7
suatu proses perlakuan panas, juga perlu diperhatikan proses yang telah dilalui
sebelumnya, proses yang akan dialami berikutnya dan sifat akhir yang diinginkan.
Beberapa hal yang perlu dihayati dalam memperlajari perlakuan panas
antara lain berkaitan dengan struktur mikro, sifat-sifatnya terutama yang
berhubungan dengan transformasi yang terjadi selama proses pemanasan dan
pendinginan, perpindahan panas, diffuse, reaksi kimia dan lain-lain. Proses
perlakuan panas dapat dibagi dua, yaitu proses perlakuan panas dengan kondisi
equilibrium dan proses pelakuan panas non-equilibrium [3].
2.2.1. Proses perlakuan panas kondisi equilibrium
Proses pelakuan panas equilibrium adalah proses perlakuan panas yang
dilakukan dengan kondisi kesetimbangan atau equilibrium, sehingga akan
menghasilkan struktur mikro yang sedekit banyak mendekati kondisi pada
diagram fasanya. Secara umum perlakuan panas ini disebut annealing.
Annealing adalah suatu proses perlakuan panas yang sering dilakukan
terhadap logam pada proses pembuatan suatu produk. Pada dasarnya annealing
dilakukan dengan memanaskan suatu logam sampai temperature tertentu,
menahan pada temperature tersebut selama waktu tertentu dan mendinginkan
logam tadi dengan laju pendinginan yang sangat lambat. Annealing dapat
dilakukan terhadap benda kerja dengan kondisi yang berbeda-beda dan tujuan
yang berbeda-beda pula.
Tujuan melakukan anealing dapat merupakan salah satu atau beberapa dari
sejumlah tujuan dibawah ini :
Melunakan :
8
- Menghaluskan butir
- Menghilangkan tegangan sisa atau tegangan dalam.
- Memperbaiki machinability.
- Memperbaiki kelistrikan atau kemagnitan.
Dilihat dari fungsi dalam suatu rangkaian produksi, annealing dapat
merupakan suatu langkah mempersiapkan suatu bahan benda kerja untuk
perlakuan panas berikutnya, atau sebagai proses akhir yang menentukan sifat dari
produk jadi.
Karena jenis annealing akan banyak sekali, tergantung pada jenis kondisi
atau benda kerja, temperature pemanasan, lamanya holding time, laju pendinginan
dan lain-lain.
Secara umum heat treatment dengan kondisi equilibrium ini dapat di bagi
menjadi: Full Annealing, proses Annealing, Strees Relief Annealing, Normalizing,
Spherodizing, Homogenizing, dan lain-lain. Gambar 2.3. memperlihatkan
temperature pemanasan untuk beberapa jenis perlakuan panas pada kondisi
equilibrium [3].
Gambar 2.3. Temperatur Pemanasan Beberap Equilibirum
a. Full annealing
Full annealing
temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid 25
diikuti dengan pendinginan yang cukup lambat (terutama selama m
temperatur transformasi
bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik. Proses ini biasanya
digunakan untuk membuat baja menjadi lebih lunak, m
memperbaiki sifat machinability dan lain
Karena pendinginan dengan
didinginkan dalam dapur, tentunya akan mengurangi produktivitas dapur. Untuk
menghindari hal ini dapat dilak
holding time dilakukan dalam dapur seperti pada
benda kerja dicelupkan kedalam garam cair (
Temperatur Pemanasan Beberapa Jenis Perlakuan Panas KondisiEquilibirum.
Sumber: Suherman Wahid, 1987
dilakukun dengan memanaskan baja sampai keatas
untuk baja hypoeutectoid 25-500C di atas temperatur kritis
pendinginan yang cukup lambat (terutama selama m
temperatur transformasi). Biasanya pendinginan dilakukan bersama dapat atau
bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik. Proses ini biasanya
digunakan untuk membuat baja menjadi lebih lunak, menghaluskan Kristal logam
memperbaiki sifat machinability dan lain-lain.
Karena pendinginan dengan full annealing ini sangat lambat, maka apabila
didinginkan dalam dapur, tentunya akan mengurangi produktivitas dapur. Untuk
menghindari hal ini dapat dilakukan isothermal annealing, dimana pemanasan dan
dilakukan dalam dapur seperti pada full annealing, tetapi sesudah itu
kerja dicelupkan kedalam garam cair (salt bath, sekitar 6500
9
Perlakuan Panas Kondisi
pai keatas
atas temperatur kritis A3),
pendinginan yang cukup lambat (terutama selama melewati
). Biasanya pendinginan dilakukan bersama dapat atau
bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik. Proses ini biasanya
nghaluskan Kristal logam,
ini sangat lambat, maka apabila
didinginkan dalam dapur, tentunya akan mengurangi produktivitas dapur. Untuk
, dimana pemanasan dan
, tetapi sesudah itu
0C) dengan
10
temperature sedikit dibawah temperatur kritis A1 dan dibiarkan disana sampai
transformasi austenite ke perlit selesai, lalu didinginkan di udara diam [3].
b. Normalizing
Normalizing dilakukan dengan memanaskan logam sampai temperature
500C diatas temperature kritis A3, ditahan beberapa saat dan didinginkan diudara
diam. Hasil normalizing umumnya memiliki struktur mikro yang lebih halus,
sehingga dengan komposisi kimia yang sama akan memiliki yield strength,
ultimate strength, kekerasan dan impact strengh yang lebih tinggi dibandingkan
yang diperoleh dari proses annealing dan machinability akan menjadi lebih baik.
Normalizing juga sering dilakukan terhadap benda logam hasil tuangan
atau tempa. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tegangan dalam dan
menghaluskan butir kristalnya sehingga diperoleh sifat mekanik yang lebih baik.
Normalizing juga akan menghasilkan struktur mikro yang lebih halus sehingga
akan memberikan respon yang baik pada proses pengerasan (hardening) [3].
c. Spheroidizing
Speroidizing dilakukan dengan memanaskan logam sampai temperature
kritis bawah atau sedikit dibawahnya, dan dibiarkan pada temperature tersebut
dalam waktu yang lama baru kemudian didinginkan. Penahanan pada temperature
tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan sementit yang awalnya terbentuk
plat atau lempengan akan hancur menjadi bola-bola kecil yang disebut spheroidite
yang tersebar dalam matrik ferit. Dalam keadaan ini, baja mempunyai ductility
11
dan machinability yang maksimum, sebaliknya kekerasan minimum. Spheroidite
ini makin besar bila holding time makin lama [3].
d. Stress Relief Annealing
Stress Relief Annealing dan proses annealing mempunyai proses yang
hampir sama, temperature pamanasan tidak mencapai temperature kritis bawah
A1. Stress Relief Annealing dimaksudkan untuk menghilangkan tegangan dalam
yang timbul sebagai akibat proses pengerjaan dingin dan machining yang dialami
sebelumnya. Sedangkan proses annealing dimaksudkan untuk melunakan dan
menaikkan kembali keuletan benda kerja agar dapat dideformasi lebih lanjut.
e. Homogenizing
Homogenizing dilakukan dengan memanaskan kembali benda kerja sampai
temperature yang cukup tinggi didaerah austenite dan menahan dalam waktu yang
cukup lama agar dapat terjadi diffuse yang akan membuat struktur logam menjadi
lebih homogen, setelah itu didinginkan dengan lambat. Proses ini dilakukan pada
benda tuangan yang memiliki struktur mikro yang berbentuk dendritit untuk
dijadikan strukturnya lebih homogen.
2.2.2. Perlakuan panas dengan kondisi non-equilibrium
Proses perlakuan panas dengan kondisi pendinginan non-equlibrium
adalah perlakuan panas yang pendinginannya berlangsung sangat cepat, sehingga
struktur mikro yang dihasilkan adalah struktur mikro yang tidak equilibrium [3].
Bila diperlukan sifat tahan aus dari suatu bagian logam, maka sifat
kekerasannya akan sangat menentukan. Kekerasan baja memang juga tergantung
12
pada komposisi kimianya, untuk baja terutama kadar karbonnya. Makin tinggi
kadar karbonnya, makin keras baja tersebut. Disamping itu kekerasan masih dapat
diubah dengan mengubah struktur mikronya. Kekerasan yang sangat tinggi dapat
diperoleh dengan melakukan proses perlakuan panas untuk memperoleh struktur
martensite [3].
Jenis-jenis proses perlakuaan panas non-equilibrium antara laan :
Hardening, Tempering (yaitu : Austempering dan Martempering), Surface
Hardening (yaitu : Carburizing, Nitriding, Carbonitriding, Cyniding, Flame
Hardening, Induction Hardening) [3].
a. Hardening ( Pengerasan )
Pengerasan adalah salah satu perlakuan panas dengan kondisi non
equilibrium, pendinginannya sangat cepat, sehingga strukturmikro yang akan
diperoleh juga adalah strukturmikro yang tidak equilibrium. Hardening dilakukan
dengan memanaskan baja hingga mencapai temperatur austenite, dipertahankan
beberapa saat pada temperatur tersebut, lalu didinginkan dengan cepat, sehingga
akan diperoleh martensite yang keras. Biasanya sesudah proses hardening selesai,
segera diikuti dengan proses tempering.[4]
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening banyak
tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi
kekerasan maksimum yang dapat dicapai. Pada baja dengan kadar karbon rendah
kenaikan kekerasan setelah hardening hampir tidak berarti, karenanya pengerasan
hanya dilakukan terhadap baja dengan kadar karbon yang memadai, tidak kurang
dari 0,30 %C.[4]
13
Untuk memperoleh struktur yang sepenuhnya martensite maka laju
pendinginan harus dapat mencapai laju pendinginan kritis (Critical Cooling Rate –
CCR). Dengan laju pendinginan yang kurang dari CCR akan mengakibatkan
adanya sebagian austenite yang tidak bertransformasi menjadi martensite,
sehingga kekerasan maksimum tentu tidak akan tercapai. Laju pendinginan yang
terjadi pada suatu benda kerja tergantung pada beberapa faktor, terutama :
- jenis media pendingin
- temperatur media pendingin
- kuatnya sirkulasi atau olakan pada media pendingin.
Beberapa media pendingin yang sering digunakan pada proses hardening,
menurut kekeuatan pendinginannya:
1. Brine (air + 10% garam dapur).
2. Air.
3. Salt bath (garam cair).
4. Larutan minyak dalam air.
5. Minyak.
6. Udara.
Perbandingan kemampuan pendinginan dari berbagai media pendingin
terhadap baja tahan karat.[4]
b. Tempering
Baja yang dikeraskan dengan pembentukan martensit, pada kondisi as-
quenched, biasanya sangat getas, sehingga tidak cukup baik untuk berbagai
pemakaian. Pembentukan martensit juga meninggalkan tegangan sisa yang sangat
tinggi, dan ini sangat tidak disukai. Karena itu biasanya atau hampir selalu setelah
14
pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering, untuk menghilangkan
tegangan sisa (residual stress) dan mengembalikan sebagian keuletan dan
ketangguhannya.[4]
Tempering dilakukan dengan memanaskan kembali baja yang telah
dikeraskan tadi pada temperatur dibawah temperatur kritis bawah, membiarkan
beberapa saat pada termperatur tersebut, lalu didinginkan kembali. Dengan
pemanasan kembali ini martensite, yang merupakan suatu struktur metastabil yang
berupa larutan padat supersaturated dimana karbon terperangkap dalam struktur
body centered tetragonal (BCT), akan mulai mengeluarkan karbon yang
berpresipitasi sebagai karbida besi, sedang BCT berangsur-angsur menjadi BCC
(besi alpha, ferrit). Denga keluarnya karbon maka tegangan didalam struktur BCT
akan berkurang sehingga juga kekerasannya mulai berkurang. Turunnya
kekerasan ini akan banyak bila temperatur pemanasan makin tinggi dan holding
time makin lama.[4]
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila temperatur tempering makin
tinggi maka kekerasannya akan makin rendah, sedang ketangguhannya akan
makin tinggi.[4]
2.4. Hardenability Test
Pengaruh komposisi kimia paduan terhadap suatu baja paduan untuk
bertransformasi menjadi martensit pada pendinginan cepat (quenching)
berhubungan dengan suatu parameter yang disebut dengan Hardenability. Untuk
setiap perbedaan paduan baja terdapat hubungan yang specifik antara sifat–sifat
mekanis dan kecepatan pendinginan.
15
Hardenability adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kemampuan suatu logam untuk dikeraskan dengan membentuk struktur martensit
sebagai hasil dari proses perlakuan panas. Hardenability bukanlah kekerasan
(hardness) tetapi pengukuran kekerasan digunakan untuk menyatakan sejauh
mana transformasi martensit dalam suatu spesimen.
Baja yang mempunyai hardenability tinggi adalah baja paduan yang keras
(membentuk martensite) tidak hanya pada bagian permukaannya tetapi juga
sampai kedalaman tertentu suatu spesimen. Atau dengan kata lain hardenability
adalah suatu ukuran kedalam paduan baja untuk dikeraskan.
Komposisi kimia didalam baja sangat mempengaruhi dari kekerasan baja
tersebut. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses pengerasan
banyak tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi
kekerasan yang dicapai [1].
Hardenability didefinisikan sebagai kemampuan suatu paduan baja untuk
dikeraskan dengan membentuk martensit sebagai proses perlakuan panas.
Disamping itu hardenability juga menggambarkan dalamnya pengerasan yang
diperoleh dengan quenching, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik
dibawah permukaan yang strukturnya terdiri dari 50% martensite [1].
Dalam melakukan pengerasan dengan pembentukan martensite, bila laju
pendinginannya dapat mencapai laju pendinginan kritis (CCR), maka kekerasan
yang terjadi pada dasarnya tergantung pada kadar karbon paduan baja tersebut
(pada austenite saat pemanasan). Bila laju pendinginan yang terjadi pada benda
kerja lebih lambat dari CCR, maka jumlah martensite yang terbentuk akan
berkurang yang menyebabkan berkurangnya kekerasan.
Hubungan antara
dalam austenite dan jumlah martensite terb
[3].
Gambar 2.4. Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon.
Gambar 2.4 memperlihatkan kekerasan yang dicapai bila dapat diperoleh
sejumlah martensite dengan kadar karbon tertentu,
bagaimana sejumlah martensite itu dapat diperoleh.
Bila suatu benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka
yang paling dapat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan,
atau dengan kata lain laju pendinginan dipermukaan akan lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian dalam. Gambar 2.5
pendinginan dari beberapa titik dalam batang denga
Hardness HRC
70
60
50
40
30
20
0.1 0.2
kerja lebih lambat dari CCR, maka jumlah martensite yang terbentuk akan
ebabkan berkurangnya kekerasan.
Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon
dalam austenite dan jumlah martensite terbentuk digambarkan dalam gambar 2.4
. Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon.
Sumber : Suherman Wahid, 1987
memperlihatkan kekerasan yang dicapai bila dapat diperoleh
sejumlah martensite dengan kadar karbon tertentu, tidak memperlihatkan
sejumlah martensite itu dapat diperoleh.
Bila suatu benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka
paling dapat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan,
atau dengan kata lain laju pendinginan dipermukaan akan lebih tinggi
an dengan bagian dalam. Gambar 2.5 memperlihatkan kurva
pendinginan dari beberapa titik dalam batang dengan dengan diameter 1 inchi
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 %
16
kerja lebih lambat dari CCR, maka jumlah martensite yang terbentuk akan
kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon
entuk digambarkan dalam gambar 2.4
. Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon.
memperlihatkan kekerasan yang dicapai bila dapat diperoleh
tidak memperlihatkan
Bila suatu benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka
paling dapat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan,
atau dengan kata lain laju pendinginan dipermukaan akan lebih tinggi
memperlihatkan kurva
n dengan diameter 1 inchi [3].
%
Gambar 2.5. Kurva Pendinginan Pada Berbagai Posisi didalam batang 1”(Quench didalam air).
Kurva pendinginan ini bila diplot pad
akan dapat dilihat bahwa
laju pendinginan kritis (CCR), sedangkan bagian yang lebih dalam mungkin tidak
dapat mencapai CCR (martensite yang terbentuk semakin sedikit) sehingga
kekerasannya semakin menurun
Gambar 2.6
. Kurva Pendinginan Pada Berbagai Posisi didalam batang 1”(Quench didalam air).
Sumber : Suherman Wahid, 1987
Kurva pendinginan ini bila diplot pada diagram CCT (seperti gambar 2.6
akan dapat dilihat bahwa bagian yang dekat dengan permukaan dapat mencapai
laju pendinginan kritis (CCR), sedangkan bagian yang lebih dalam mungkin tidak
dapat mencapai CCR (martensite yang terbentuk semakin sedikit) sehingga
kekerasannya semakin menurun [3].
Gambar 2.6. Kurva Pendinginan Pada Diagram CCT
17
. Kurva Pendinginan Pada Berbagai Posisi didalam batang 1”
seperti gambar 2.6)
bagian yang dekat dengan permukaan dapat mencapai
laju pendinginan kritis (CCR), sedangkan bagian yang lebih dalam mungkin tidak
dapat mencapai CCR (martensite yang terbentuk semakin sedikit) sehingga
18
Sumber : Suherman Wahid, 1987
Pada suatu paduan baja yang mengalami laju pendinginan yang sama akan
mempunyai struktur dan kekerasan yang sama, maka dengan memperhitungkan
laju pendinginan yang akan terjadi di suatu titik pada suatu benda kerja tertentu
maka akan dapat diramalkan berapa kekeraan yang akan terjadi pada titik tersebut,
yaitu dengan melihat dititik pada spesimen jominy yang mengalami pendinginan
dengan laju yang sama, sehingga juga akan dapat diramalkan bagaimana distribusi
kekerasan pada penampang suatu benda kerja.
Kekerasan maksimum suatu baja pada dasarnya tergantung pada kadar
karbon, sedangkan hardenability tergantung pada komposisi kimia (% C dan
unsur paduannya) dan besar butir austenitnya. Gambar 4 memperlihatkan
perbandingan hardenability jenis baja yang mempunyai kadar karbon yang sama
tetapi mengandung unsur paduan yang berbeda [3].
Gambar 2.7. Kurva Hardenability Baja Paduan
Sumber : Suherman Wahid, 1987
Dalam suatu standar baja, komposisi
tertentu, sehingga hardenability suatu baja paduan
sangat bervariasi, sedangkan untuk beberapa keperluan diperlukan baja dengan
hardenability yang terjamin. Untuk itu kemudian dibuat standar baja d
jaminan pada hardenability
huruf H dibelakang nomor kode bajanya (
Gambar 2.8. Kurva Batas Harga Maksimum dan Minimum Hardenability.
Suatu batang baja
penampangnya mulai dari permukaan sampai ke pusat, maka akan didapat kurva
distribusi kekerasan (hardness penetration diagram atau hardness tra
diagram) batang baja tersebut
Laju pendinginan p
kecil, sehingga mungkin saja baja yang sama bila dibuat dengan ukuran yang
berbeda akan dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda pada bagian pusatnya.
Dalam suatu standar baja, komposisi kimianya ditentukan dalam range
rdenability suatu baja paduan dari suatu standar menjadi
sangat bervariasi, sedangkan untuk beberapa keperluan diperlukan baja dengan
hardenability yang terjamin. Untuk itu kemudian dibuat standar baja d
jaminan pada hardenability nya, misalnya pada standar AISI dinyatakan dengan
dibelakang nomor kode bajanya (AISI 4140H).
. Kurva Batas Harga Maksimum dan Minimum Hardenability.
Sumber : Suherman Wahid, 1999
Suatu batang baja setelah diquench, lalu dipotong dan diukur kekerasan
penampangnya mulai dari permukaan sampai ke pusat, maka akan didapat kurva
distribusi kekerasan (hardness penetration diagram atau hardness tra
diagram) batang baja tersebut [3].
Laju pendinginan pada benda besar akan lebih lambat dari pada benda
kecil, sehingga mungkin saja baja yang sama bila dibuat dengan ukuran yang
berbeda akan dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda pada bagian pusatnya.
19
kimianya ditentukan dalam range
dari suatu standar menjadi
sangat bervariasi, sedangkan untuk beberapa keperluan diperlukan baja dengan
hardenability yang terjamin. Untuk itu kemudian dibuat standar baja dengan
pada standar AISI dinyatakan dengan
. Kurva Batas Harga Maksimum dan Minimum Hardenability.
setelah diquench, lalu dipotong dan diukur kekerasan
penampangnya mulai dari permukaan sampai ke pusat, maka akan didapat kurva
distribusi kekerasan (hardness penetration diagram atau hardness tranverse
ada benda besar akan lebih lambat dari pada benda
kecil, sehingga mungkin saja baja yang sama bila dibuat dengan ukuran yang
berbeda akan dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda pada bagian pusatnya.
Gambar 2.9. Kurva Pendinginan Pada Benda Besar d
Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal transformasi pada CCT
diagram, makin ke kanan letak kurva awal transformasi maka makin tinggi
hardenability baja tersebut. Karena itu
yaitu : komposisi kimia baja dan ukuran butir austenite baja pada saat pemanasan
[3].
4.1. Pengujian Jominy
4.1.1. Pengukuran Kekerasan
Sebelum melakukan pengujian,
untuk membuat grid di dua bagian sisi
memudahkan data pengujian
lain adalah 10 mm. dan data pengujian di plot dalam tabel 4.1.
. Kurva Pendinginan Pada Benda Besar dan Kecil
Sumber : Suherman Wahid, 1987
Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal transformasi pada CCT
diagram, makin ke kanan letak kurva awal transformasi maka makin tinggi
hardenability baja tersebut. Karena itu hardenability dipengaruhi oleh dua
yaitu : komposisi kimia baja dan ukuran butir austenite baja pada saat pemanasan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
engujian Jominy
Pengukuran Kekerasan Spesimen Awal
Sebelum melakukan pengujian, spesimen terlebih dahulu dibersihkan
di dua bagian sisi spesimen (sisi A dan sisi
pengujian. Jarak antara satu titik pengujian terhadap titik yang
dan data pengujian di plot dalam tabel 4.1.
20
an Kecil
Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal transformasi pada CCT
diagram, makin ke kanan letak kurva awal transformasi maka makin tinggi
hardenability dipengaruhi oleh dua hal,
yaitu : komposisi kimia baja dan ukuran butir austenite baja pada saat pemanasan
dibersihkan
sisi A dan sisi B) agar
terhadap titik yang
21
(A) (B)
Gambar 4.1. Spesimen sisi A dan sisi B
Tabel 4.1. Pengukuran spesimen awal
NO Jarak (mm)
Sisi Kekerasan A (HB)
Sisi Kekerasan B (HB)
1 10
2 20
3 30
4 40
5 50
6 60
7 70
8 80
9 90
4.1.2. Proses Normalizing Spesimen
Proses normalizing dilakukan pada temperature 8500C dipenahan
temperature selama 15 menit dan didinginkan di udara selama 4 s/d 5 jam. Tujuan
melakukan proses normalizing adalah untuk menormalkan kembali kondisi logam
setelah mengalami perubahan struktur akibat fatik, dapat memperbaiki sifat-sifat
mekanik dan menghilangkan struktur yang berbutir kasar yang diperoleh dari
proses pengerjaan yang sebelumnya di alami oleh baja. Baja yang digunakan
22
untuk pengujian ini bukan baja yang baru atau belum digunakan tetapi baja bekas
dari tempat penampungan baja bekas. Maka untuk itu perlu dilakukan proses
normalizing agar kondisi dari baja tersebut kembali normal. Data pengujian
normalizing ditunjukan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Pengukuran spesimen proses normalizing
4.1.3. Proses Pengujian Jominy
Sebelum proses pengujian jomini dilakukan, spesimen terlebih dahulu di
lakukan pengujian normalizing atau pendinginan udara untuk memperbaiki sifat-
sifat mekanik dari baja tahan karat AISI 304. Proses pengujian jominy dilakukan
pada temperature 8500C dan waktu penahan selama 15 menit. Kemudian spesimen
didinginkan pada alat uji jominy dengan debit aliran air 45 liter/menit, dan laju
pendinginan 3-5 menit. Hasil pengujian jominy baja tahan karat AISI 304
ditunjukkan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Pengukuran spesimen pengujian jominy
NO Jarak (mm)
Sisi Kekerasan A (HB)
Sisi Kekerasan B (HB)
Peningkatan Kekerasan Sisi A
(HB)
Peningkatan Kekerasan Sisi B
(HB)
1 10
2 20
3 30
4 40
5 50
6 60
7 70
8 80
9 90
23
4.2. Pengaruh Tingkat Kekerasan Spesimen Terhadap Uji Jominy
4.2.1. Tingkat Kekerasan Awal Spesimen AISI 304
Untuk hasil kekerasan awal spesimen baja tahan karat AISI 304 untuk
kedua sisi di plot dalam grafik 4.1.
Gambar 4.1. Grafik spesimen uji sebelum di panaskan
4.2.2. Tingkat Kekerasan Normalizing Spesimen AISI 304
Untuk hasil kekerasan normalizing spesimen baja tahan karat AISI 304
untuk kedua sisi di plot dalam grafik 4.2.
NO Jarak (mm)
Sisi Kekerasan A (HB)
Sisi Kekerasan B (HB)
Peningkatan Kekerasan Sisi A
(HB)
Peningkatan Kekerasan Sisi B
(HB)
1 10
2 20
3 30
4 40
5 50
6 60
7 70
8 80
9 90
24
Gambar 4.2. Grafik spesimen pengujian normalizing
4.2.3. Tingkat Kekerasan Uji Jominy Spesimen AISI 304
Untuk hasil kekerasan uji jominy spesimen baja tahan karat AISI 304
untuk kedua sisi di plot dalam grafik 4.3.
Gambar 4.3. Grafik spesimen pengujian jominy
4.3. Hasil Kekerasan Baja Tahan Karat AISI 304
4.3.1. Hasil Kekerasan Sisi A Pada Baja Tahan Karat AISI 304
Untuk hasil kekerasan pada sisi A spesimen baja tahan karat AISI 304 di
plot dalam grafik 4.4.
25
Gambar 4.4. Grafik hasil uji kekerasan sisi A baja tahan karat AISI 304
4.3.2. Hasil Kekerasan Sisi B Pada Baja Tahan Karat AISI 304
Untuk hasil kekerasan pada sisi B spesimen baja tahan karat AISI 304 di
plot dalam grafik 4.5.
Gambar 4.5. Grafik hasil uji kekerasan sisi B baja tahan karat AISI 304