herdi susanto buku ajar metalurgi fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql...

27
Sub Modul Praktikum PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST Tim Penyusun Herdi Susanto, ST, MT NIDN :0122098102 Joli Supardi, ST, MT NIDN :0112077801 Mata Kuliah FTM 011 Metalurgi Fisik + Praktikum JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR TAHUN 2014

Upload: hoangnhan

Post on 11-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

Sub Modul Praktikum

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

Tim Penyusun Herdi Susanto, ST, MT

NIDN :0122098102 Joli Supardi, ST, MT

NIDN :0112077801

Mata Kuliah FTM 011 Metalurgi Fisik + Praktikum

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR

TAHUN 2014

Page 2: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan

keberhasilan bagi kami dalam menyelesaikan penyusunan buku Modul Praktikum

Metalurgi Fisik dengan Sub Modul Praktikum Uji Jominy Hardenability Test,

yang di adaopsi dari Penelitian Mandiri dengan judul “Rancang Bangun Alat

Uji Jominy Hardenability Test ”.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Universitas Teuku Umar

dukungan moril dan pencerahan diri sehingga penelitian dapat terlaksana dengan

dengan telaksana penelitian sehingga buku Sub Modul Praktikum ini dapat disusun

oleh tim penyusun Kemudian, kami ucapkan terima kasih kepada pihak

Fakultas Teknik dan terutama kepada Jurusan Teknik Mesin yang telah

memberikan kerja sama yang sangat baik bagi kelancaran penyusunan buku ini.

Tidak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada seluruh tim penyusun

buku dan peneliti mulai darimahasiswa tugas akhir sampai dengan staf pengajar

yang telah mencurahkan seluruh tenagadan pikirannya dalam menyelesaikan

penelitian ini.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah

membantu keberhasilan penyusunan buku ini ini yang kiranya tidak mungkin

kami sebutkan satu persatu di sini.

Akhirnya, semoga buku modul praktikum ini bisa menjadi rujukan untuk

kegiatan praktikum mahasiswa

Meulaboh, 30 Desember 2014

Tim Penyusun

Page 3: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk

fasa martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya

metode Jomini dan metode Grossman. Dari metode tersebut kita akan

mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat

quench [1].

Baja tahan karat AISI 304 banyak digunakan untuk kontruksi-kontruksi

mesin terapan seperti poros propeler perahu nelayan, alat penghancur es batu,

pemeras tebu, dan lain sebagainya. Karena sifat ketahanan korosinya yang baik,

kondisinya dilapangan sering mengalami kebengkokan (deformasi) dan kepatahan

dengan beban yang relatif tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan

dengan teknik Hardenability.

Baja tahan karat AISI 304 dapat ditingkatkan kekerasan nya melalui

pengerjaan dingin, kemampu kerasan baja tahan karat AISI 304 menunjukan

peningkatan kekuatan melalui transformasi martensit pada permukaan material

sehingga di harapkan kekuatan bahan pada permukaan meningkat.[2]

Untuk meningkatkan kemampu kerasan baja tahan karat AISI 304 di

penelitian ini menggunakan metode Jomini. Sebelum dilakukan uji Hardenability

Jomini baja tahan karat AISI 304 dibuat berbentuk batang silindris dengan

diameter 1 inchi dan panjang 4 inchi, salah satu ujungnya diperlebar untuk

memudahkan batang uji tersebut digantungkan pada peralatan quench [5].

Page 4: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

2

Berdasarkan latar belakang diatas pada penelitian ini dilakukan Uji

Hardenability Baja Tahan Karat AISI 304 untuk meningkatkan sifat mekanik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jominy Hardenability Test

Jominy hardenability test merupakan salah satu metode untuk

mendapatkan hardenability band suatu paduan baja, dinamakan juga jominy and

quenched hardenability test karena pada pengujian ini menggunakan spesimen

berupa batang silindris yang diquench pada salah satu ujungnya untuk pengujian

[1].

Paduan baja yang akan diuji hardenability, terlebih dahulu dibuat spesimen

berbentuk batang silindris dengan diameter 1 inchi, panjang 4 inchi. Spesimen

dipanaskan dalam dapur pemanas sampai temperatur austenizing yang dianjurkan

untuk baja tersebut dan di holding selama waktu tertentu (± 20 menit). Setelah itu

spesimen dikeluarkan dari dapur pemanas dan ditempatkan pada suatu pemegang

(frame) dan ujungnya disemprotkan dengan air yang keluar dari nozzle dengan

diameter 0.5 inchi. Jarak antara ujung spesimen dengan ujung nozzle 0.5 inchi.

Tinggi pancaran air bebas 2.5 inchi seperti terlihat pada gambar 2.1 [5].

Page 5: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

3

Gambar 2.1. Design Peralatan Jominy Hardenability Test

Sumber : ASTM A 255-02

Setelah dingin, permukaan spesimen dihaluskan dengan kertas gosok

hingga kedalaman 0.4 mm, selanjutnya diukur kekerasan sepanjang sisi silinder.

Dari hasil pengukuran kekerasan ini selanjutnya dibuat kurva hardenabiliy (kurva

kekerasan terhadap jarak dari ujung quench) [6].

Page 6: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

4

Gambar 2.2. Kurva Jominy Hardenability dan Cara Mendapatkannya.

Sumber : Callister, 1984

Setiap titik pada spesimen jominy ini mengalami laju pendinginan yang

berbeda, yang besarnya dapat dianggap sama untuk titik yang sama pada spesimen

yang lain. Tabel 2.1. menunjukkan laju pendinginan pada jarak tertentu dari ujung

quench (media pendingin air) pada spesimen standar pengujian hardenability [7].

Page 7: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

5

Tabel 2.1. Laju Pendinginan Pada Jarak Tertentu dari Ujung Quench

Jarak Dari Ujung Quench (Inchi)

Laju Pendinginan, of/s AT 1300oF

Jarak Dari Ujung Quench (Inchi)

Laju Pendinginan, of/s AT 1300oF

1/16 490 11/16 19.5 1/8 305 ¾ 16.3 3/16 195 12/16 14.0 ¼ 125 7/8 12.4 5/16 77 13/16 11.0 3/8 56 1 10.0 7/16 42 1 ¼ 7.0 ½ 33 1 ½ 5.1 9/16 26 1 ¾ 4.0 5/8 21.8 2 3.5

Sumber : Jones, 1980

2.2. Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas (Heat Treatment) dapat didefenisikan sebagai kombinasi

operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam dalam keadaan padat dengan

waktu tertentu sehingga didapatkan sifat-sifat mekanis logam seperti yang

diinginkan.

Page 8: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

6

Langkah-langkah pada setiap proses perlakuan panas adalah memanaskan

logam itu sampai ke suatu temperature tertentu, lalu menahan beberapa saat pada

temperatur tersebut dan selanjutnya didinginkan dengan laju pendinginan tertentu.

Selama pemanasan dan pendinginan ini akan terjadi beberapa perubahan sifat-sifat

dari logam tersebut.

Proses perlakuan panas ini banyak sekali digunakan pada industri-industri

yang dalam penerapannya diperlukan adanya rekayasa atau manipulasi sifat-sifat

mekanis logam untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik.

Seorang ahli dalam bidang rekayasa material melalui proses perlakuan

panas dapat melakukan perubahan-perubahan baik itu bentuk struktur mikro, sifat

mekanis dan lainnya dari suatu logam untuk mendapatkan sifat-sifat bahan sesuai

dengan yang diinginkan [1].

Sifat – sifat tertentu dari logam diperlukan supaya logam tersebut mudah

dilakukan proses pengerjaan khususnya pengerjaan mekanis. Salah satu cara

untuk dapat merubah sifat-sifat mekanis suatu logam adalah dengan melakukan

proses perlakukan panas (Heat treatment). Suatu proses perlakuan panas lain

mungkin diperlukan sesudah pengerjaan mekanis suatu logam untuk memberikan

sifat-sifat tertentu pada produk akhir yang siap pakai.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa proses perlakuan panas

merupakan salah satu rangkaian proses produksi. Proses perlakuan panas

hendaknya tidak dilihat sebagai proses tersendiri yang terpisah dari rangkaian

proses produksi. Proses ini juga saling mempengaruhi, sehingga dalam merancang

Page 9: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

7

suatu proses perlakuan panas, juga perlu diperhatikan proses yang telah dilalui

sebelumnya, proses yang akan dialami berikutnya dan sifat akhir yang diinginkan.

Beberapa hal yang perlu dihayati dalam memperlajari perlakuan panas

antara lain berkaitan dengan struktur mikro, sifat-sifatnya terutama yang

berhubungan dengan transformasi yang terjadi selama proses pemanasan dan

pendinginan, perpindahan panas, diffuse, reaksi kimia dan lain-lain. Proses

perlakuan panas dapat dibagi dua, yaitu proses perlakuan panas dengan kondisi

equilibrium dan proses pelakuan panas non-equilibrium [3].

2.2.1. Proses perlakuan panas kondisi equilibrium

Proses pelakuan panas equilibrium adalah proses perlakuan panas yang

dilakukan dengan kondisi kesetimbangan atau equilibrium, sehingga akan

menghasilkan struktur mikro yang sedekit banyak mendekati kondisi pada

diagram fasanya. Secara umum perlakuan panas ini disebut annealing.

Annealing adalah suatu proses perlakuan panas yang sering dilakukan

terhadap logam pada proses pembuatan suatu produk. Pada dasarnya annealing

dilakukan dengan memanaskan suatu logam sampai temperature tertentu,

menahan pada temperature tersebut selama waktu tertentu dan mendinginkan

logam tadi dengan laju pendinginan yang sangat lambat. Annealing dapat

dilakukan terhadap benda kerja dengan kondisi yang berbeda-beda dan tujuan

yang berbeda-beda pula.

Tujuan melakukan anealing dapat merupakan salah satu atau beberapa dari

sejumlah tujuan dibawah ini :

Melunakan :

Page 10: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

8

- Menghaluskan butir

- Menghilangkan tegangan sisa atau tegangan dalam.

- Memperbaiki machinability.

- Memperbaiki kelistrikan atau kemagnitan.

Dilihat dari fungsi dalam suatu rangkaian produksi, annealing dapat

merupakan suatu langkah mempersiapkan suatu bahan benda kerja untuk

perlakuan panas berikutnya, atau sebagai proses akhir yang menentukan sifat dari

produk jadi.

Karena jenis annealing akan banyak sekali, tergantung pada jenis kondisi

atau benda kerja, temperature pemanasan, lamanya holding time, laju pendinginan

dan lain-lain.

Secara umum heat treatment dengan kondisi equilibrium ini dapat di bagi

menjadi: Full Annealing, proses Annealing, Strees Relief Annealing, Normalizing,

Spherodizing, Homogenizing, dan lain-lain. Gambar 2.3. memperlihatkan

temperature pemanasan untuk beberapa jenis perlakuan panas pada kondisi

equilibrium [3].

Page 11: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

Gambar 2.3. Temperatur Pemanasan Beberap Equilibirum

a. Full annealing

Full annealing

temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid 25

diikuti dengan pendinginan yang cukup lambat (terutama selama m

temperatur transformasi

bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik. Proses ini biasanya

digunakan untuk membuat baja menjadi lebih lunak, m

memperbaiki sifat machinability dan lain

Karena pendinginan dengan

didinginkan dalam dapur, tentunya akan mengurangi produktivitas dapur. Untuk

menghindari hal ini dapat dilak

holding time dilakukan dalam dapur seperti pada

benda kerja dicelupkan kedalam garam cair (

Temperatur Pemanasan Beberapa Jenis Perlakuan Panas KondisiEquilibirum.

Sumber: Suherman Wahid, 1987

dilakukun dengan memanaskan baja sampai keatas

untuk baja hypoeutectoid 25-500C di atas temperatur kritis

pendinginan yang cukup lambat (terutama selama m

temperatur transformasi). Biasanya pendinginan dilakukan bersama dapat atau

bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik. Proses ini biasanya

digunakan untuk membuat baja menjadi lebih lunak, menghaluskan Kristal logam

memperbaiki sifat machinability dan lain-lain.

Karena pendinginan dengan full annealing ini sangat lambat, maka apabila

didinginkan dalam dapur, tentunya akan mengurangi produktivitas dapur. Untuk

menghindari hal ini dapat dilakukan isothermal annealing, dimana pemanasan dan

dilakukan dalam dapur seperti pada full annealing, tetapi sesudah itu

kerja dicelupkan kedalam garam cair (salt bath, sekitar 6500

9

Perlakuan Panas Kondisi

pai keatas

atas temperatur kritis A3),

pendinginan yang cukup lambat (terutama selama melewati

). Biasanya pendinginan dilakukan bersama dapat atau

bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik. Proses ini biasanya

nghaluskan Kristal logam,

ini sangat lambat, maka apabila

didinginkan dalam dapur, tentunya akan mengurangi produktivitas dapur. Untuk

, dimana pemanasan dan

, tetapi sesudah itu

0C) dengan

Page 12: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

10

temperature sedikit dibawah temperatur kritis A1 dan dibiarkan disana sampai

transformasi austenite ke perlit selesai, lalu didinginkan di udara diam [3].

b. Normalizing

Normalizing dilakukan dengan memanaskan logam sampai temperature

500C diatas temperature kritis A3, ditahan beberapa saat dan didinginkan diudara

diam. Hasil normalizing umumnya memiliki struktur mikro yang lebih halus,

sehingga dengan komposisi kimia yang sama akan memiliki yield strength,

ultimate strength, kekerasan dan impact strengh yang lebih tinggi dibandingkan

yang diperoleh dari proses annealing dan machinability akan menjadi lebih baik.

Normalizing juga sering dilakukan terhadap benda logam hasil tuangan

atau tempa. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tegangan dalam dan

menghaluskan butir kristalnya sehingga diperoleh sifat mekanik yang lebih baik.

Normalizing juga akan menghasilkan struktur mikro yang lebih halus sehingga

akan memberikan respon yang baik pada proses pengerasan (hardening) [3].

c. Spheroidizing

Speroidizing dilakukan dengan memanaskan logam sampai temperature

kritis bawah atau sedikit dibawahnya, dan dibiarkan pada temperature tersebut

dalam waktu yang lama baru kemudian didinginkan. Penahanan pada temperature

tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan sementit yang awalnya terbentuk

plat atau lempengan akan hancur menjadi bola-bola kecil yang disebut spheroidite

yang tersebar dalam matrik ferit. Dalam keadaan ini, baja mempunyai ductility

Page 13: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

11

dan machinability yang maksimum, sebaliknya kekerasan minimum. Spheroidite

ini makin besar bila holding time makin lama [3].

d. Stress Relief Annealing

Stress Relief Annealing dan proses annealing mempunyai proses yang

hampir sama, temperature pamanasan tidak mencapai temperature kritis bawah

A1. Stress Relief Annealing dimaksudkan untuk menghilangkan tegangan dalam

yang timbul sebagai akibat proses pengerjaan dingin dan machining yang dialami

sebelumnya. Sedangkan proses annealing dimaksudkan untuk melunakan dan

menaikkan kembali keuletan benda kerja agar dapat dideformasi lebih lanjut.

e. Homogenizing

Homogenizing dilakukan dengan memanaskan kembali benda kerja sampai

temperature yang cukup tinggi didaerah austenite dan menahan dalam waktu yang

cukup lama agar dapat terjadi diffuse yang akan membuat struktur logam menjadi

lebih homogen, setelah itu didinginkan dengan lambat. Proses ini dilakukan pada

benda tuangan yang memiliki struktur mikro yang berbentuk dendritit untuk

dijadikan strukturnya lebih homogen.

2.2.2. Perlakuan panas dengan kondisi non-equilibrium

Proses perlakuan panas dengan kondisi pendinginan non-equlibrium

adalah perlakuan panas yang pendinginannya berlangsung sangat cepat, sehingga

struktur mikro yang dihasilkan adalah struktur mikro yang tidak equilibrium [3].

Bila diperlukan sifat tahan aus dari suatu bagian logam, maka sifat

kekerasannya akan sangat menentukan. Kekerasan baja memang juga tergantung

Page 14: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

12

pada komposisi kimianya, untuk baja terutama kadar karbonnya. Makin tinggi

kadar karbonnya, makin keras baja tersebut. Disamping itu kekerasan masih dapat

diubah dengan mengubah struktur mikronya. Kekerasan yang sangat tinggi dapat

diperoleh dengan melakukan proses perlakuan panas untuk memperoleh struktur

martensite [3].

Jenis-jenis proses perlakuaan panas non-equilibrium antara laan :

Hardening, Tempering (yaitu : Austempering dan Martempering), Surface

Hardening (yaitu : Carburizing, Nitriding, Carbonitriding, Cyniding, Flame

Hardening, Induction Hardening) [3].

a. Hardening ( Pengerasan )

Pengerasan adalah salah satu perlakuan panas dengan kondisi non

equilibrium, pendinginannya sangat cepat, sehingga strukturmikro yang akan

diperoleh juga adalah strukturmikro yang tidak equilibrium. Hardening dilakukan

dengan memanaskan baja hingga mencapai temperatur austenite, dipertahankan

beberapa saat pada temperatur tersebut, lalu didinginkan dengan cepat, sehingga

akan diperoleh martensite yang keras. Biasanya sesudah proses hardening selesai,

segera diikuti dengan proses tempering.[4]

Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening banyak

tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi

kekerasan maksimum yang dapat dicapai. Pada baja dengan kadar karbon rendah

kenaikan kekerasan setelah hardening hampir tidak berarti, karenanya pengerasan

hanya dilakukan terhadap baja dengan kadar karbon yang memadai, tidak kurang

dari 0,30 %C.[4]

Page 15: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

13

Untuk memperoleh struktur yang sepenuhnya martensite maka laju

pendinginan harus dapat mencapai laju pendinginan kritis (Critical Cooling Rate –

CCR). Dengan laju pendinginan yang kurang dari CCR akan mengakibatkan

adanya sebagian austenite yang tidak bertransformasi menjadi martensite,

sehingga kekerasan maksimum tentu tidak akan tercapai. Laju pendinginan yang

terjadi pada suatu benda kerja tergantung pada beberapa faktor, terutama :

- jenis media pendingin

- temperatur media pendingin

- kuatnya sirkulasi atau olakan pada media pendingin.

Beberapa media pendingin yang sering digunakan pada proses hardening,

menurut kekeuatan pendinginannya:

1. Brine (air + 10% garam dapur).

2. Air.

3. Salt bath (garam cair).

4. Larutan minyak dalam air.

5. Minyak.

6. Udara.

Perbandingan kemampuan pendinginan dari berbagai media pendingin

terhadap baja tahan karat.[4]

b. Tempering

Baja yang dikeraskan dengan pembentukan martensit, pada kondisi as-

quenched, biasanya sangat getas, sehingga tidak cukup baik untuk berbagai

pemakaian. Pembentukan martensit juga meninggalkan tegangan sisa yang sangat

tinggi, dan ini sangat tidak disukai. Karena itu biasanya atau hampir selalu setelah

Page 16: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

14

pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering, untuk menghilangkan

tegangan sisa (residual stress) dan mengembalikan sebagian keuletan dan

ketangguhannya.[4]

Tempering dilakukan dengan memanaskan kembali baja yang telah

dikeraskan tadi pada temperatur dibawah temperatur kritis bawah, membiarkan

beberapa saat pada termperatur tersebut, lalu didinginkan kembali. Dengan

pemanasan kembali ini martensite, yang merupakan suatu struktur metastabil yang

berupa larutan padat supersaturated dimana karbon terperangkap dalam struktur

body centered tetragonal (BCT), akan mulai mengeluarkan karbon yang

berpresipitasi sebagai karbida besi, sedang BCT berangsur-angsur menjadi BCC

(besi alpha, ferrit). Denga keluarnya karbon maka tegangan didalam struktur BCT

akan berkurang sehingga juga kekerasannya mulai berkurang. Turunnya

kekerasan ini akan banyak bila temperatur pemanasan makin tinggi dan holding

time makin lama.[4]

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila temperatur tempering makin

tinggi maka kekerasannya akan makin rendah, sedang ketangguhannya akan

makin tinggi.[4]

2.4. Hardenability Test

Pengaruh komposisi kimia paduan terhadap suatu baja paduan untuk

bertransformasi menjadi martensit pada pendinginan cepat (quenching)

berhubungan dengan suatu parameter yang disebut dengan Hardenability. Untuk

setiap perbedaan paduan baja terdapat hubungan yang specifik antara sifat–sifat

mekanis dan kecepatan pendinginan.

Page 17: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

15

Hardenability adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kemampuan suatu logam untuk dikeraskan dengan membentuk struktur martensit

sebagai hasil dari proses perlakuan panas. Hardenability bukanlah kekerasan

(hardness) tetapi pengukuran kekerasan digunakan untuk menyatakan sejauh

mana transformasi martensit dalam suatu spesimen.

Baja yang mempunyai hardenability tinggi adalah baja paduan yang keras

(membentuk martensite) tidak hanya pada bagian permukaannya tetapi juga

sampai kedalaman tertentu suatu spesimen. Atau dengan kata lain hardenability

adalah suatu ukuran kedalam paduan baja untuk dikeraskan.

Komposisi kimia didalam baja sangat mempengaruhi dari kekerasan baja

tersebut. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses pengerasan

banyak tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi

kekerasan yang dicapai [1].

Hardenability didefinisikan sebagai kemampuan suatu paduan baja untuk

dikeraskan dengan membentuk martensit sebagai proses perlakuan panas.

Disamping itu hardenability juga menggambarkan dalamnya pengerasan yang

diperoleh dengan quenching, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik

dibawah permukaan yang strukturnya terdiri dari 50% martensite [1].

Dalam melakukan pengerasan dengan pembentukan martensite, bila laju

pendinginannya dapat mencapai laju pendinginan kritis (CCR), maka kekerasan

yang terjadi pada dasarnya tergantung pada kadar karbon paduan baja tersebut

(pada austenite saat pemanasan). Bila laju pendinginan yang terjadi pada benda

Page 18: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

kerja lebih lambat dari CCR, maka jumlah martensite yang terbentuk akan

berkurang yang menyebabkan berkurangnya kekerasan.

Hubungan antara

dalam austenite dan jumlah martensite terb

[3].

Gambar 2.4. Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon.

Gambar 2.4 memperlihatkan kekerasan yang dicapai bila dapat diperoleh

sejumlah martensite dengan kadar karbon tertentu,

bagaimana sejumlah martensite itu dapat diperoleh.

Bila suatu benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka

yang paling dapat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan,

atau dengan kata lain laju pendinginan dipermukaan akan lebih tinggi

dibandingkan dengan bagian dalam. Gambar 2.5

pendinginan dari beberapa titik dalam batang denga

Hardness HRC

70

60

50

40

30

20

0.1 0.2

kerja lebih lambat dari CCR, maka jumlah martensite yang terbentuk akan

ebabkan berkurangnya kekerasan.

Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon

dalam austenite dan jumlah martensite terbentuk digambarkan dalam gambar 2.4

. Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon.

Sumber : Suherman Wahid, 1987

memperlihatkan kekerasan yang dicapai bila dapat diperoleh

sejumlah martensite dengan kadar karbon tertentu, tidak memperlihatkan

sejumlah martensite itu dapat diperoleh.

Bila suatu benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka

paling dapat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan,

atau dengan kata lain laju pendinginan dipermukaan akan lebih tinggi

an dengan bagian dalam. Gambar 2.5 memperlihatkan kurva

pendinginan dari beberapa titik dalam batang dengan dengan diameter 1 inchi

0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 %

16

kerja lebih lambat dari CCR, maka jumlah martensite yang terbentuk akan

kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon

entuk digambarkan dalam gambar 2.4

. Hubungan antara kekerasan sesudah quenching dengan kadar karbon.

memperlihatkan kekerasan yang dicapai bila dapat diperoleh

tidak memperlihatkan

Bila suatu benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka

paling dapat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan,

atau dengan kata lain laju pendinginan dipermukaan akan lebih tinggi

memperlihatkan kurva

n dengan diameter 1 inchi [3].

%

Page 19: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

Gambar 2.5. Kurva Pendinginan Pada Berbagai Posisi didalam batang 1”(Quench didalam air).

Kurva pendinginan ini bila diplot pad

akan dapat dilihat bahwa

laju pendinginan kritis (CCR), sedangkan bagian yang lebih dalam mungkin tidak

dapat mencapai CCR (martensite yang terbentuk semakin sedikit) sehingga

kekerasannya semakin menurun

Gambar 2.6

. Kurva Pendinginan Pada Berbagai Posisi didalam batang 1”(Quench didalam air).

Sumber : Suherman Wahid, 1987

Kurva pendinginan ini bila diplot pada diagram CCT (seperti gambar 2.6

akan dapat dilihat bahwa bagian yang dekat dengan permukaan dapat mencapai

laju pendinginan kritis (CCR), sedangkan bagian yang lebih dalam mungkin tidak

dapat mencapai CCR (martensite yang terbentuk semakin sedikit) sehingga

kekerasannya semakin menurun [3].

Gambar 2.6. Kurva Pendinginan Pada Diagram CCT

17

. Kurva Pendinginan Pada Berbagai Posisi didalam batang 1”

seperti gambar 2.6)

bagian yang dekat dengan permukaan dapat mencapai

laju pendinginan kritis (CCR), sedangkan bagian yang lebih dalam mungkin tidak

dapat mencapai CCR (martensite yang terbentuk semakin sedikit) sehingga

Page 20: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

18

Sumber : Suherman Wahid, 1987

Pada suatu paduan baja yang mengalami laju pendinginan yang sama akan

mempunyai struktur dan kekerasan yang sama, maka dengan memperhitungkan

laju pendinginan yang akan terjadi di suatu titik pada suatu benda kerja tertentu

maka akan dapat diramalkan berapa kekeraan yang akan terjadi pada titik tersebut,

yaitu dengan melihat dititik pada spesimen jominy yang mengalami pendinginan

dengan laju yang sama, sehingga juga akan dapat diramalkan bagaimana distribusi

kekerasan pada penampang suatu benda kerja.

Kekerasan maksimum suatu baja pada dasarnya tergantung pada kadar

karbon, sedangkan hardenability tergantung pada komposisi kimia (% C dan

unsur paduannya) dan besar butir austenitnya. Gambar 4 memperlihatkan

perbandingan hardenability jenis baja yang mempunyai kadar karbon yang sama

tetapi mengandung unsur paduan yang berbeda [3].

Gambar 2.7. Kurva Hardenability Baja Paduan

Sumber : Suherman Wahid, 1987

Page 21: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

Dalam suatu standar baja, komposisi

tertentu, sehingga hardenability suatu baja paduan

sangat bervariasi, sedangkan untuk beberapa keperluan diperlukan baja dengan

hardenability yang terjamin. Untuk itu kemudian dibuat standar baja d

jaminan pada hardenability

huruf H dibelakang nomor kode bajanya (

Gambar 2.8. Kurva Batas Harga Maksimum dan Minimum Hardenability.

Suatu batang baja

penampangnya mulai dari permukaan sampai ke pusat, maka akan didapat kurva

distribusi kekerasan (hardness penetration diagram atau hardness tra

diagram) batang baja tersebut

Laju pendinginan p

kecil, sehingga mungkin saja baja yang sama bila dibuat dengan ukuran yang

berbeda akan dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda pada bagian pusatnya.

Dalam suatu standar baja, komposisi kimianya ditentukan dalam range

rdenability suatu baja paduan dari suatu standar menjadi

sangat bervariasi, sedangkan untuk beberapa keperluan diperlukan baja dengan

hardenability yang terjamin. Untuk itu kemudian dibuat standar baja d

jaminan pada hardenability nya, misalnya pada standar AISI dinyatakan dengan

dibelakang nomor kode bajanya (AISI 4140H).

. Kurva Batas Harga Maksimum dan Minimum Hardenability.

Sumber : Suherman Wahid, 1999

Suatu batang baja setelah diquench, lalu dipotong dan diukur kekerasan

penampangnya mulai dari permukaan sampai ke pusat, maka akan didapat kurva

distribusi kekerasan (hardness penetration diagram atau hardness tra

diagram) batang baja tersebut [3].

Laju pendinginan pada benda besar akan lebih lambat dari pada benda

kecil, sehingga mungkin saja baja yang sama bila dibuat dengan ukuran yang

berbeda akan dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda pada bagian pusatnya.

19

kimianya ditentukan dalam range

dari suatu standar menjadi

sangat bervariasi, sedangkan untuk beberapa keperluan diperlukan baja dengan

hardenability yang terjamin. Untuk itu kemudian dibuat standar baja dengan

pada standar AISI dinyatakan dengan

. Kurva Batas Harga Maksimum dan Minimum Hardenability.

setelah diquench, lalu dipotong dan diukur kekerasan

penampangnya mulai dari permukaan sampai ke pusat, maka akan didapat kurva

distribusi kekerasan (hardness penetration diagram atau hardness tranverse

ada benda besar akan lebih lambat dari pada benda

kecil, sehingga mungkin saja baja yang sama bila dibuat dengan ukuran yang

berbeda akan dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda pada bagian pusatnya.

Page 22: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

Gambar 2.9. Kurva Pendinginan Pada Benda Besar d

Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal transformasi pada CCT

diagram, makin ke kanan letak kurva awal transformasi maka makin tinggi

hardenability baja tersebut. Karena itu

yaitu : komposisi kimia baja dan ukuran butir austenite baja pada saat pemanasan

[3].

4.1. Pengujian Jominy

4.1.1. Pengukuran Kekerasan

Sebelum melakukan pengujian,

untuk membuat grid di dua bagian sisi

memudahkan data pengujian

lain adalah 10 mm. dan data pengujian di plot dalam tabel 4.1.

. Kurva Pendinginan Pada Benda Besar dan Kecil

Sumber : Suherman Wahid, 1987

Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal transformasi pada CCT

diagram, makin ke kanan letak kurva awal transformasi maka makin tinggi

hardenability baja tersebut. Karena itu hardenability dipengaruhi oleh dua

yaitu : komposisi kimia baja dan ukuran butir austenite baja pada saat pemanasan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

engujian Jominy

Pengukuran Kekerasan Spesimen Awal

Sebelum melakukan pengujian, spesimen terlebih dahulu dibersihkan

di dua bagian sisi spesimen (sisi A dan sisi

pengujian. Jarak antara satu titik pengujian terhadap titik yang

dan data pengujian di plot dalam tabel 4.1.

20

an Kecil

Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal transformasi pada CCT

diagram, makin ke kanan letak kurva awal transformasi maka makin tinggi

hardenability dipengaruhi oleh dua hal,

yaitu : komposisi kimia baja dan ukuran butir austenite baja pada saat pemanasan

dibersihkan

sisi A dan sisi B) agar

terhadap titik yang

Page 23: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

21

(A) (B)

Gambar 4.1. Spesimen sisi A dan sisi B

Tabel 4.1. Pengukuran spesimen awal

NO Jarak (mm)

Sisi Kekerasan A (HB)

Sisi Kekerasan B (HB)

1 10

2 20

3 30

4 40

5 50

6 60

7 70

8 80

9 90

4.1.2. Proses Normalizing Spesimen

Proses normalizing dilakukan pada temperature 8500C dipenahan

temperature selama 15 menit dan didinginkan di udara selama 4 s/d 5 jam. Tujuan

melakukan proses normalizing adalah untuk menormalkan kembali kondisi logam

setelah mengalami perubahan struktur akibat fatik, dapat memperbaiki sifat-sifat

mekanik dan menghilangkan struktur yang berbutir kasar yang diperoleh dari

proses pengerjaan yang sebelumnya di alami oleh baja. Baja yang digunakan

Page 24: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

22

untuk pengujian ini bukan baja yang baru atau belum digunakan tetapi baja bekas

dari tempat penampungan baja bekas. Maka untuk itu perlu dilakukan proses

normalizing agar kondisi dari baja tersebut kembali normal. Data pengujian

normalizing ditunjukan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengukuran spesimen proses normalizing

4.1.3. Proses Pengujian Jominy

Sebelum proses pengujian jomini dilakukan, spesimen terlebih dahulu di

lakukan pengujian normalizing atau pendinginan udara untuk memperbaiki sifat-

sifat mekanik dari baja tahan karat AISI 304. Proses pengujian jominy dilakukan

pada temperature 8500C dan waktu penahan selama 15 menit. Kemudian spesimen

didinginkan pada alat uji jominy dengan debit aliran air 45 liter/menit, dan laju

pendinginan 3-5 menit. Hasil pengujian jominy baja tahan karat AISI 304

ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Pengukuran spesimen pengujian jominy

NO Jarak (mm)

Sisi Kekerasan A (HB)

Sisi Kekerasan B (HB)

Peningkatan Kekerasan Sisi A

(HB)

Peningkatan Kekerasan Sisi B

(HB)

1 10

2 20

3 30

4 40

5 50

6 60

7 70

8 80

9 90

Page 25: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

23

4.2. Pengaruh Tingkat Kekerasan Spesimen Terhadap Uji Jominy

4.2.1. Tingkat Kekerasan Awal Spesimen AISI 304

Untuk hasil kekerasan awal spesimen baja tahan karat AISI 304 untuk

kedua sisi di plot dalam grafik 4.1.

Gambar 4.1. Grafik spesimen uji sebelum di panaskan

4.2.2. Tingkat Kekerasan Normalizing Spesimen AISI 304

Untuk hasil kekerasan normalizing spesimen baja tahan karat AISI 304

untuk kedua sisi di plot dalam grafik 4.2.

NO Jarak (mm)

Sisi Kekerasan A (HB)

Sisi Kekerasan B (HB)

Peningkatan Kekerasan Sisi A

(HB)

Peningkatan Kekerasan Sisi B

(HB)

1 10

2 20

3 30

4 40

5 50

6 60

7 70

8 80

9 90

Page 26: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

24

Gambar 4.2. Grafik spesimen pengujian normalizing

4.2.3. Tingkat Kekerasan Uji Jominy Spesimen AISI 304

Untuk hasil kekerasan uji jominy spesimen baja tahan karat AISI 304

untuk kedua sisi di plot dalam grafik 4.3.

Gambar 4.3. Grafik spesimen pengujian jominy

4.3. Hasil Kekerasan Baja Tahan Karat AISI 304

4.3.1. Hasil Kekerasan Sisi A Pada Baja Tahan Karat AISI 304

Untuk hasil kekerasan pada sisi A spesimen baja tahan karat AISI 304 di

plot dalam grafik 4.4.

Page 27: Herdi Susanto Buku Ajar Metalurgi Fisik · %hugdvdundq odwdu ehodndqj gldwdv sdgd shqholwldq lql glodnxndq 8ml +dughqdelolw\ %dmd 7dkdq .dudw $,6, xqwxn phqlqjndwndq vlidw phndqln

25

Gambar 4.4. Grafik hasil uji kekerasan sisi A baja tahan karat AISI 304

4.3.2. Hasil Kekerasan Sisi B Pada Baja Tahan Karat AISI 304

Untuk hasil kekerasan pada sisi B spesimen baja tahan karat AISI 304 di

plot dalam grafik 4.5.

Gambar 4.5. Grafik hasil uji kekerasan sisi B baja tahan karat AISI 304