halaqah tadabbur al quran 15 (al baqarah 94- 101)

10
147 Halaqah Tadabbur Qur`an 15 (QS Al-Baqarah 94-101) Dr. Saiful Bahri, MA ﻟﻌﺎﻟﻤ + ﻟﺤﻤﺪ + ﻟﺤﻤﺪ ﻟﺪ ﻟﺪﻧ ﻣﻮ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺘﻌ . ﺑﺎ ﺳﻠﻢ ﺻﻠﻰﻟﻠ ﻋﻠﻰﻟﻤﺮﺳﻠ ﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪﺟﻤﻌ ﺻﺤﺒ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺪKaum muslimin dan muslimat, Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang dicintai Allah subhanahu wa ta’ala. Marilah pada kesempatan pagi kali ini kita bersyukur kepada Allah, menikmati kesyukuran, meniti hari-hari yang dimuliakan Allah di sepuluh hari pertama di bulan Dzul Hijjah. Kita berharap mudah-mudahan kita bisa musyarakah kebaikan, bisa ikut serta menikmati keberkahan-keberkahan yang Allah turunkan bersama para jamaah haji. Kita doakan mereka mudah-mudahan Allah berikan haji yang mabrur, dan kita juga berdoa mudah-mudahan diberikan kesempatan menunaikan ibadah haji. Dan haji-haji tersebut semuanya kembali di tempat masing-masih dengan selamat, dan memberikan kemanfaatan yang sebanyak- banyaknya kepada masyarakat di sekitarnya. Allahumma amin. Pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan kembali, melanjutkan silsilah tema sentral Al Baqarah yaitu bani Israil. Sekadar memberikan sambungan dari pekan lalu, bahwa kita membicarakan satu kata penting yaitu al kufru wal kafirin, kekafiran dan orang-orang kafir. Maka lanjutan dua tema besar pada kesempatan kali ini, nanti Allah sebutkan zhulmu wazh zhalimin, yaitu orang-orang zhalim, juga ada fisqu wal fasiqin, orang-orang yang fasiq. Di dalam terminologi Al Qur`an memberikan sifat bagi orang-orang yang tidak totalitas dalam menghamba pada Allah, itu cukup banyak. Yang paling disebut tentunya adalah, kalau hitam-putih, al mu`minun berarti lawannya al kafirun. Ada yang sering disebut azh zhalimun. Kemudian beberapa kali yang mirip derajatnya dengan itu adalah al fasiqun. Yang juga tidak kalah pentingnya ada satu lagi yang nanti suatu ketika kita akan menjumpai yaitu al mujrimun. Kalau al kafirun itu lawannya al mu`minun, hatinya tertutup, tidak bisa menerima kebenaran. Sedangkan zhalimun itu umum. Kadang zhalimun itu termasuk orang-orang kafir, tapi zhalimun ada yang ringan, yaitu yang menzhalimi dirinya sendiri, bahwa dia melakukan dosa tapi tidak sampai menzhalimi Allah yang berarti syirik. Ada juga yang disebut fasiqun. Fasiqun itu keluar dari track kebenaran, dari jalan kebenaran. Dan al mujrimun adalah pendosa, pembuat dosa. Tetapi dosa itu besar karena dilihat bukan dari dosanya, tapi kepada siapa kita berbuat dosa. Al mujrim itu ibarat kita berikan perbandingan, sama-sama memukul itu adalah perbuatan kurang baik, tetapi ketika yang dipukul itu adalah orangtua kita, itu lebih dahsyat dosanya. Kita akan melanjutkan bani Israil dengan klaim mereka bahwa mereka adalah pilihan Allah, bahwa mereka tidak akan mendapatkan marabahaya atau siksa Allah. Ini jawabannya pada ayat 94 seperti yang pernah kita singgung. Jadi perkataan orang bani Israil itu selain lan tamassanan naru illa ayyaman ma’dudat, kami tidak akan masuk neraka kecuali hanya sehari dua hari, mereka juga mengatakan nahnu abna`ullah, kami adalah anak-anak Allah. Ini yang

Upload: halaqahtafsir

Post on 26-Jul-2016

254 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Transcribed by Adhe Purwanto

TRANSCRIPT

Page 1: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  147  

Halaqah Tadabbur Qur`an 15 (QS Al-Baqarah 94-101) Dr. Saiful Bahri, MA

د االمرسليینسيی على االلهھم صلى وو سلم وو بارركك . وو بهھ نستعيین على اامورر االدنيیا وواالديیناالحمد + ٬، االحمد + رربب االعالميین ٬، بعد اامم وو على االهھ وو صحبهھ ااجمعيین محمد سيیدنا

Kaum muslimin dan muslimat, Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang dicintai Allah subhanahu wa ta’ala. Marilah pada kesempatan pagi kali ini kita bersyukur kepada Allah, menikmati kesyukuran, meniti hari-hari yang dimuliakan Allah di sepuluh hari pertama di bulan Dzul Hijjah. Kita berharap mudah-mudahan kita bisa musyarakah kebaikan, bisa ikut serta menikmati keberkahan-keberkahan yang Allah turunkan bersama para jamaah haji. Kita doakan mereka mudah-mudahan Allah berikan haji yang mabrur, dan kita juga berdoa mudah-mudahan diberikan kesempatan menunaikan ibadah haji. Dan haji-haji tersebut semuanya kembali di tempat masing-masih dengan selamat, dan memberikan kemanfaatan yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat di sekitarnya. Allahumma amin. Pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan kembali, melanjutkan silsilah tema sentral Al Baqarah yaitu bani Israil. Sekadar memberikan sambungan dari pekan lalu, bahwa kita membicarakan satu kata penting yaitu al kufru wal kafirin, kekafiran dan orang-orang kafir. Maka lanjutan dua tema besar pada kesempatan kali ini, nanti Allah sebutkan zhulmu wazh zhalimin, yaitu orang-orang zhalim, juga ada fisqu wal fasiqin, orang-orang yang fasiq. Di dalam terminologi Al Qur`an memberikan sifat bagi orang-orang yang tidak totalitas dalam menghamba pada Allah, itu cukup banyak. Yang paling disebut tentunya adalah, kalau hitam-putih, al mu`minun berarti lawannya al kafirun. Ada yang sering disebut azh zhalimun. Kemudian beberapa kali yang mirip derajatnya dengan itu adalah al fasiqun. Yang juga tidak kalah pentingnya ada satu lagi yang nanti suatu ketika kita akan menjumpai yaitu al mujrimun. Kalau al kafirun itu lawannya al mu`minun, hatinya tertutup, tidak bisa menerima kebenaran. Sedangkan zhalimun itu umum. Kadang zhalimun itu termasuk orang-orang kafir, tapi zhalimun ada yang ringan, yaitu yang menzhalimi dirinya sendiri, bahwa dia melakukan dosa tapi tidak sampai menzhalimi Allah yang berarti syirik. Ada juga yang disebut fasiqun. Fasiqun itu keluar dari track kebenaran, dari jalan kebenaran. Dan al mujrimun adalah pendosa, pembuat dosa. Tetapi dosa itu besar karena dilihat bukan dari dosanya, tapi kepada siapa kita berbuat dosa. Al mujrim itu ibarat kita berikan perbandingan, sama-sama memukul itu adalah perbuatan kurang baik, tetapi ketika yang dipukul itu adalah orangtua kita, itu lebih dahsyat dosanya. Kita akan melanjutkan bani Israil dengan klaim mereka bahwa mereka adalah pilihan Allah, bahwa mereka tidak akan mendapatkan marabahaya atau siksa Allah. Ini jawabannya pada ayat 94 seperti yang pernah kita singgung. Jadi perkataan orang bani Israil itu selain lan tamassanan naru illa ayyaman ma’dudat, kami tidak akan masuk neraka kecuali hanya sehari dua hari, mereka juga mengatakan nahnu abna`ullah, kami adalah anak-anak Allah. Ini yang

Page 2: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  148  

dimaksud adalah kami ini ‘orang dekat’ Allah, tidak mungkin akan mendapatkan hal-hal yang tidak baik ditimpakan kepada kami.

Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. Ini disuruh menjawab, dimulai dengan uslub at talqin, qul, katakan wahai Muhammad kepada mereka, in kanat lakum ad darul akhiratu ‘indallahi khalishatan, jika sesungguhnya kehidupan akhirat di sisi Allah kalian miliki secara sempurna. Ibarat kemurnian itu seperti emas 24 karat. Kehidupan akhirat itu kalau benar kalian memilikinya, panitia orangnya dikenal, yang jaga surga kenal orangnya, yang jaga neraka siapa, tukang hisabnya siapa, tukang menghitung amal siapa. Kalau kalian mengklaim kalian kenal semua, maka kata Allah min dunin nas, sementara manusia lain non Yahudi tidak kenal, kata Allah fa tamannawu al maut, kalau begitu kalian berkeinginanlah untuk mati sekarang. In kuntum shadiqin, jika kalian benar. Jadi ini dalam tata bahasa, fa tamannawu al maut itu bukan tantangan sebenarnya. Fa tamannawu al maut itu permintaan yang mustahil. Kita kan suka, “kalau ini benar kamu seperti ini, coba kamu mati sekarang.” Itu kan tidak mungkin juga kita menyuruh saudara kita mati. Jadi fa tamannawu al maut itu untuk menjatuhkan klaim. Beberapa kiasan seperti kemarin, kalau diambil janjinya, wa rafa’na fauqakum ath thur, seolah-olah Allah angkat gunung di atas kepalanya, padahal bukan seperti itu. Allah tidak pernah mengancam. Ketika kita dijanji, disumpah, itu seolah-olah gunung di kepala kita. Berat. Tapi mereka tetap mengatakan sami’na wa ‘ashaina. Kami dengar tapi ya sudah, jadi pengetahuan saja, tetap dilanggar juga. Maka demikian juga dengan ini, kalau yang kalian klaim itu kalian merasa benar, fa tamannawu al maut, coba kalian kalau berani, mati sekarang. Dan ini langsung dijawab oleh Allah:

Page 3: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  149  

Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Wa lan yatamannauhu abada, sama sekali mereka tidak akan pernah berani. Berkeinginan mati saja tidak berani, apalagi mati beneran. Karena mereka tidak pernah memikirkan mati. Bi ma qaddamat aidihim, karena mereka melakukan kesalahan. Di sini meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, bi ma qaddamat aidihim itu artinya karena banyak hal yang telah mereka kerjakan dari kesalahan-kesalahan, kezhaliman-kezhaliman, kemungkaran-kemungkaran. Dan ini Allah ikuti dengan shighat yang memukul luar biasa, wallahu ‘alimun bizh zhalimin, Allah Yang Maha Tahu siapa sesungguhnya orang-orang zhalim. Padahal sebelumnya tidak disebut kata-kata zhulm. Jadi Allah subhanahu wa ta’ala kadang menyebutkan sebuah kesalahan diakhiri dengan innallaha la yuhibbuzh zhalimin; wallahu la yahdil qaumazh zhalimin. Di sini bukan itu. Kata-katanya bukan tidak mencintai atau tidak memberikan petunjuk, tapi Allah cukup mengatakan wallahu ‘alimun bizh zhalimin, Allah Maha Tahu siapa sesungguhnya yang zhalim. Karena nantinya, di dunia ini, ada orang-orang zhalim tapi kemudian dia disanjung-sanjung. Di dunia ini ada orang yang sebenarnya dizhalimi, tapi diposisikan sebagai penjahat. Tetapi sesungguhnya Allah tahu yang menjadi sumber kezhaliman. Maka di sini azh zhalim itu yang sudah melekat pada dirinya. Allah bukan hanya membuka kedok mereka dengan Wa lan yatamannauhu abada, tidak akan pernah mereka itu bermimpi atau berharap supaya bisa mati. Harusnya dengan kata-kata/tantangan ini cukup. Tetapi Allah menambah:

Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Page 4: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  150  

Wa latajidannahum, sungguh Muhammad, kamu akan menjumpai mereka, ahrashan nasi ‘ala hayah, orang yang paling tamak dalam hidupnya. Atau paling ingin hidup lama. Jadi kalau kita di dunia ini ada orang yang sakit, “saya sudah tua tidak usahlah dirawat di rumah sakit.” Itu dia sudah tidak punya semangat hidup. Tetapi orang yang sehat, normal, yang usianya 20 sampai 40 tahun, kalau malaikat datang ke dia, “mau nggak, mati sekarang?” kalau boleh menawar, dia pasti menawar. Itu yang disebut ahrashan nas. Di usia-usia tersebut, di usia yang dikatakan usia muda, itu manusia menginginkan, banyak yang dia inginkan. Itu orang-orang pada umumnya. Tetapi orang-orang Yahudi ini, wa minal ladzina asyraku, mereka lebih tamak dari orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik zaman dulu itu kalau bersin, jawabannya apa? Hiduplah seribu tahun lagi. Itu diriwayatkan dalam Ibnu Katsir. Orang Yahudi itu, lebih dari itu. Dan ini Al Qur`an ada rahasia menarik ketika Allah mengatakan ahrashan nasi ‘ala hayatin. Hayatin, itu dua kasrah, yang dalam bahasa Arab disebut dengan shighat nakirah. Itu menandakan kehidupan yang maksud Allah di sini banyak sekali. Jadi terlalu banyak dalam hidup yang dicintai, sehingga mereka tidak mungkin ingin mati. Kalau kita lihat ada yang sengsara dalam hidupnya, kemudian dia sakit, kemudian tidak ada yang merawat, dimasukkan ke rumah sakit. Orang ini harapan untuk hidupnya kecil. Ibaratnya lunas. “Saya hidup atau tidak hidup tidak ada pengaruh. Kalau boleh mati, mati saja.” Tapi mereka ini sebaliknya. Seolah-olah mereka adalah orang paling kaya. Kemudian seolah-olah semua orang mencintai mereka. Seolah-olah mereka dikelilingi orang-orang yang menjilat mereka, punya kepentingan dengan mereka. Karena yang menguasai pasar ekonomi Madinah waktu itu kan Yahudi. Maka orang seperti kira-kira mau mati tidak? Tidak mungkin. Bukan hanya tidak mau mati, tetapi ahrashan nasi ‘ala hayatin. Kalau ada perpanjangan hidup, mereka orang yang daftar pertama kali. Wa minal ladzina asyraku, lebih parah keinginannya daripada orang-orang musyrik. Orang musyrik yang dikenal sebelumnya yaitu bukan ahli kitab. Yang tidak percaya kepada ajaran nabi Ibrahim. Orang yang menyembah berhala, api dan sebagainya, bukan turunan dari nabi Musa atau nabi Isa ‘alaihissalam. Kata Allah, dilanjutkan, yawaddu ahaduhum lau yu’ammaru alfa sanah. Yawaddu di sini dari mawaddah, kecintaan. Di ayat lain disebut dengan hubban jamma, mencintai dunia hingga masuk ke dalam hati. Kata-kata mawaddah itu jarang dipakai untuk menggambarkan sebuah keinginan, kecuali disertai dengan syahwat al mahabbah. Jadi ada kecintaan, bukan hanya keinginan. Ketika seseorang mencintai suatu barang, dia pasti berusaha untuk memiliki itu tidak peduli berapapun harganya. Kan ada jenis manusia seperti itu. Dia maniak dengan suatu benda, kemudian dia cintai benda tersebut apapun harganya. Padahal mungkin untuk orang lain, “gitu aja disenengin.” Itu disebut dengan mawaddah dunyawiyah. Mencintai duniawiah.

Page 5: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  151  

Yawaddu, mereka ingin, ahaduhum, setiap seseorang di antara mereka, lau yu’ammaru alfa sanah. Jadi mereka setiap orang kalau ditanya mau hidup berapa lama lagi, jawabnya ingin hidup seribu tahun lagi. Angka-angka di dalam Al Qur`an itu tidak selamanya memberikan hakikatnya. Di dalam ayat Al Baqarah nanti disebut permisalan orang yang berbuat baik itu bisa sampai tujuh ratus kali lipat. Itu bisa jadi sesungguhnya, tapi menurut para pakar bahasa itu tidak sesungguhnya. Itu hanya untuk menunjukkan banyaknya yang mereka inginkan. Karena kalaupun orang hidup seribu tahun, susah. Karena kelahiran lebih tinggi daripada kematian, apalagi kalau masing-masing dapat jatah seribu tahun lagi. Penuh itu dunia. Seribu tahun itu untuk menunjukkan betapa mereka inginnya banyak. Padahal kata-kata banyak di dalam bahasa Arab itu macam-macam. Ada orang ketika disebut sittin kadzdzab, enam puluh kali berbohong. Sittin kadzdzab artinya pembohong. Jangan ditanya kenapa yang dipilih angka enam puluh. Itu istilah dari sananya. Di sini alfa sanah, seribu itu angka besar. Wa ma huwa bi muzahzihihi minal ‘adzabi an yu’ammar, dan mereka sama sekali tidak akan pernah terlepas dari adzab Allah ketika mereka diberikan umur itu. Maksudnya, kalau mereka diberikan hidup seribu tahun, tidak akan ada perubahan. Justru yang mereka lakukan itu akan menyeret mereka kepada adzab. Tidak bisa mereka itu bergeser. Karena tabiatnya seperti itu. Misalnya kita melihat orang belum menikah ugal-ugalan dan sebagainya. Ketika anak pertamanya lahir itu ada harapan, mudah-mudahan dia bisa merubah akhlaknya karena sudah punya anak. Ternyata tidak juga, dan tidak akan pernah seperti itu. Jadi lau yu’ammar alfa sanah maksudnya akan seperti itu. Dan kata Allah, wallahu bashirun bi ma ya’malun. Ini bukan sembarangan. Kalau yang pertama tadi ‘alimun, Maha Tahu secara detil yang zhahir dan yang bathin. Kita ke sini niatnya apa, kita berziarah kepada saudara kita niatnya apa, itu Allah tahu. ‘Alimun bizh zhalimin. Sesungguhnya si zhalim atau kezhaliman itu Allah tahu secara detil. Kan ada kezhaliman tapi kedoknya dengan kebaikan. Justru orang-orang para mafia yang dikenal di dunia ini, bisa jadi mereka juga membuat rumah yatim. Bisa jadi mereka menghajikan dan mengumrahkan orang. Bisa jadi mereka menyantuni para janda. Bisa jadi mereka mendirikan pondok tahfizh Al Qur`an. Kita tidak tahu. Makanya kita tidak bisa mengklaim kecuali dengan yang zhahir. Tapi Allah tidak. ‘Alimun bizh zhalimin. Bashirun yang dipilih, itu bashirah, Allah Maha Melihat. Kenapa di sini melihat? Nanti kita lihat. Misalkan “bagaimana pendapat Anda, kalau bla bla bla dua tahun lagi, apa yang Anda lakukan?” kan kita sering, “kita lihat saja nanti.” Kita lihat saja nanti, yang membuktikan dia berubah atau tidak kalau diberi seribu tahun. Kalau manusia bicaranya hanya lihat saja nanti. Tapi Allah mengatakan bashirun. Allah Maha Melihat. Setiap detik mereka melakukan apapun Allah melihat. Makanya bashirun bi ma ya’malun itu artinya ya sama saja. Mereka tidak akan pernah berubah.

Page 6: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  152  

Ini satu tema. Coba kita perhatikan. Tiga ayat, cukup panjang di dalam Al Qur`an, temanya satu. Apa temanya? Mereka adalah orang-orang yang takut mati. Maka kalau kita lihat sekarang dalam konteks kekinian, orang-orang zionis Yahudi itu membangun temboknya setinggi apa? Temboknya tinggi. Bahkan tembok Berlin kalah. Tembok Berlin itu tidak sampai 4 meter. Tebalnya juga tidak setebal itu. Luar biasa tingginya. Sudah tinggi, di baliknya sudah ada keamanan, kamera-kamera dan juga senjata-senjata berat. Itu menandakan sangat berat sekali. Di dalam surah Al Hasyr bahkan Allah katakan la yuqatilunakum jami’an illa fi quram muhashshanatin au min wara`i judur, mereka tidak akan pernah berani memerangi kalian kecuali di sebuah tempat yang dikelilingi oleh tembok-tembok. Maka kita tidak heran ketika ada tembok pemisah itu. Yang dipisahkan itu strategi politiknya macam-macam. Tetapi yang paling utama karena mereka takut. Nanti ada sebab-sebab berikutnya untuk memisahkan orang Palestina yang di luar dengan yang di dalam. Tetapi utamanya adalah mereka ingin hidup seribu tahun. Jadi intinya orang yang takut mati sulit untuk bisa memvisualisasikan kematian. Padahal kematian itu sebuah keniscayaan. Untuk kita berprestasi dalam hidup, kita harus siap mati kapan saja. Dalam hadits Nabi, kita tidak diperbolehkan mengharapkan kematian. Separah apapun hidup, tidak boleh “Ya Allah matikan aku sekarang.” Doa yang diperbolehkan, “Jika kematian itu lebih baik, maka matikanlah aku. Jika kehidupan itu lebih baik, maka hidupkanlah aku.” Jadi itu paling mentoknya kita berdoa, sesengsara-sengsaranya kita. Jadi kalau seandainya kita meninggal, itu yang terbaik. Ketika kita melihat orang sakit kan sering begitu. Yang jadi perdebatan masyarakat, perdebatan para ulama, itu dengan kajian yang mungkin kita tidak kaji, yaitu suntikan euthanasia. Daripada dia sakit, bolehkah disuntik agar mati? Itu bahasan fiqih yang cukup panjang, mungkin kita tidak membahasnya. Tiga ayat ini poinnya satu, bahwa mereka adalah orang-orang yang takut mati. Padahal mereka sudah berani klaim lan tamassanan naru illa ayyaman ma’dudah, kami tidak bakal disiksa kecuali beberapa hari. Tapi di sini kata Allah ‘ala hayatin, itu kehidupan yang sangat bermacam-macam. [Karena kesalahan teknis perekaman, tadabbur ayat berikutnya direkam ulang pada sesi terpisah]

Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.

Page 7: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  153  

Yang menarik di sini adalah ketika muncul kata Jibril, dan nanti akan diulang di ayat berikutnya. Yang menjadi permasalahan inti antara Jibril dan bani Israil itu karena Jibril memilih nabi Muhammad. Dan itu sebenarnya bukan pilihan Jibril, tetapi bi idznillah, karena izin Allah subhanahu wa ta’ala. Karena Jibril ‘alaihissalaam adalah perantara Allah dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka iri kenapa yang dipilih itu Nabi Muhammad, bukan dari bani Israil. Makanya Jibril ini menjadi malaikat yang dibenci. Berbeda dengan Mikail. Mikail tidak pilih kasih. Mikail adalah malaikat pembagi rezeki. Malaikat penyebar rahmat, diberikan kepada siapa saja. Mau bani Israil atau bukan, dikasih semua. Mau yang taat atau maksiat, diberikan semuanya. Makanya di sini, letak permusuhan bani Israil kepada Jibril esensinya bukan kepada Jibrilnya, tetapi karena Jibril disuruh Allah subhanahu wa ta’ala untuk menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad. Itulah yang menjadi permasalahan utama. Itu yang pertama. Yang kedua, Jibril sendiri kalau secara arti bahasa, terdiri dari dua suku kata: jibr dan il. Il sendiri sebagaimana kita tahu dalam bahasa Suryani Ibrani berarti Allah atau Tuhan. Jibr artinya ‘abdun. Jibril itu Abdullah, hamba Allah. Dan di sini, kata yang dipilih adalah jibr, itu yang paling besar. Jadi abdullah yang paling dekat dengan Allah. Dan dia diangkat sebagai pimpinan malaikat. Kalau Mikail itu berarti Ubaidullah. Ubaid bukan berarti hamba yang kecil, tetapi mungkin kualitasnya masih di bawah Jibril. Mereka yang menjadikan Jibril sebagai musuh, maka akan diulang lagi di ayat 98:

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. Yang menarik di sini, barangsiapa yang menjadikan Allah musuh, dan malaikat, dan rasulnya, (diulang lagi) wa jibrila wa mikala. Kita ambil permisalan. Barangsiapa yang memusuhi seluruh penduduk kota ini, dan A serta B, maka dia akan menanggung risikonya. Penyebutan dua orang ini tentu ada kuncinya. Ada rahasianya. Di sini bukan hanya diulang dalam penyebutan setelah yang umum, tetapi disebut ulang dari ayat sebelumnya. Maka, barangsiapa yang memusuhi Allah dan rasul-Nya serta para malaikat-Nya, dan memusuhi Jibril dan Mikail, dua yang mempunyai posisi berbeda di hati bani Israil. Jibril adalah musuh mereka karena memilih Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan wahyu dari Allah, sementara Mikail adalah malaikat yang mereka agungkan dan mereka sanjung-sanjung. Ini sama saja akibatnya mereka memusuhi Jibril atau

Page 8: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  154  

menyanjung Mikail, atau mereka memusuhi dua-duanya, pada hakikatnya adalah memusuhi Allah dan para rasul-Nya serta malaikat-Nya. Ini yang menjadi titik pokok permasalahan bahwa permusuhan bani Israil terhadap malaikat Jibril itu, sekali lagi bukan pada malaikat Jibrilnya, tetapi kepada kenapa wahyu itu larinya bukan kepada bani Israil.

Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. Kita sudah mengkaji azh zhalimun. Kita juga sudah mengkaji al kafirun. Dan sekarang kita mengkaji al fasiqun. Azh zhalimun itu lebih umum, al kafirun adalah kezhaliman yang besar, yang pada saat kita membicarakan qalu qulubuna ghulf, mereka mengatakan hati kami terkunci. Maka al fasiqun pada hakikatnya adalah yang keluar dari track ketaatan. Sedangkan ada satu lagi sebenarnya yang tidak disebut, nanti disebut di ayat lainnya, yaitu al mujrimun. Al mujrimun itu orang-orang yang berbuat dosa, dilihat bukan pada dosanya, tetapi dilihat pada siapa kita berbuat dosa. Sama-sama menampar, kalau yang ditampar adalah orang tua, maka itu sangat luar biasa nilai kejahatannya. Sama-sama berbuat zina, kalau berzina dengan orang yang sudah sangat tua, maka disebut di dalam hadits, orang tua yang berzina itu dosanya sangat besar sekali. Berzina dengan tetangga itu juga dosanya sangat besar karena harusnya dia melindungi tetangganya. Maka pada hakikatnya, ketika kita membicarakan zhalimun yang disebut pada saat membicarakan tentang esensi ketakutan bani Israil terhadap kematian, ataupun ketika membicarakan tentang esensi kekafiran bani Israil terhadap Jibril, itu pada hakikatnya meskipun mereka membenci Jibril saja kemudian mengimani seluruh malaikat, itu pada hakikatnya adalah permusuhan yang nyata bagi Allah, bagi rasul-Nya, juga bagi para malaikat semuanya meskipun yang dimusuhi hanya Jibril saja. Maka ketika wa ma yakfuru biha illal fasiqun, fasiqun di sini dia keluar dari track ketaatan.

Page 9: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  155  

Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman. Ini adalah tanawwu dalam bahasa Arab. Kalau yang tadi disebut al kafirun, sekarang disebut la yu`minun, tidak beriman. Ini menafikan peluang untuk mereka supaya beriman. Barangkali orang yang kafir tertutup hatinya, suatu ketika terbuka hatinya dia bisa beriman. Tetapi di sini Allah kunci. Ketika di ayat sebelumnya fa innallah ‘aduwwun lil kafirin, Allah menjadi musuh orang-orang kafir. Kemudian wa ma yakfuru biha illal fasiqun, tidak akan diingkari kecuali oleh orang-orang yang fasiq. Maka ketika dikunci bal aktsaruhum la yu`minun berarti tidak ada peluang bagi mereka untuk beriman. Kenapa? Ini penyakit kedua yang sangat berbahaya. Setelah penyakit pertama bani Israil yaitu takut mati, penyakit kedua adalah iri dan dengki. Karena iri dan dengki inilah yang menyebabkan mereka memusuhi Jibril. Maka di ayat yang tadi kita tadabburi, man kana ‘aduwwan li Jibril, itu adalah sumbu dari iri. Kemudian dari iri itu akan melebar. Hakikat irinya akan membuat permusuhan mereka kepada Allah pada hakikatnya. Meskipun mereka mungkin mengklaim, “kami tidak memusuhi Allah. Justru kami adalah orang yang dimuliakan Allah. Kalaupun disiksa satu dua hari, kami adalah abna`ullah. Kami adalah orang yang dekat dengan Allah. Maka ini pemahaman yang salah. Dan Allah menguncinya. Jelas-jelas Allah katakan fa innallaha ‘aduwwun, sesungguhnya Allah adalah musuh. Musuh dalam kondisi apapun. Mereka dalam kondisi senang adalah musuh Allah. Dalam kondisi susah musuh Allah. Dalam kondisi mereka berhadapan dengan Nabi Muhammad, musuh Allah. Dalam keadaan tidur, mereka semua dalam keadaan dimusuhi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan ditingkatkan permusuhan itu dengan melabeli mereka dengan al fasiqun dan terakhir ditutup dengan la yu`minun.

Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).

Page 10: Halaqah Tadabbur Al Quran 15 (Al Baqarah 94- 101)

  156  

Dan ketika datang kepada mereka Rasul, yaitu Nabi Muhammad. Min ‘indillahi, mushaddiqan li ma ma’ahum, yang membenarkan, yang mendukung dari yang selama ini ada yaitu kitab suci mereka. Tetapi yang mereka ketahui itu mereka sembunyikan, bahkan mereka buang. Yaitu apa? Ini harusnya sebenarnya tidak perlu Allah katakan minal ladzina utul kitab. Ini supaya untuk menyakiti perasaan mereka, bahwa pada hakikatnya sudah didatangkan kitab kepada mereka. Sudah diberikan shuhuf, sudah diberikan janji, dan diberikan kitab suci. Tetapi lihat, nabadza fariqun minhum, di antara mereka, dan ini sebagaian besar dari mereka, minal ladzina utul kitaba kitaballah. Jadi kitabnya langsung diulang di belakangnya. Orang yang menerima kitab itu langsung dibuang kitabnya itu. Wara`a zhuhurihim, berada di belakang mereka, ka annahum la ya’lamun, seolah-olah mereka tidak mengetahuinya. Hakikatnya mereka kenal, tapi pura-pura tidak kenal. Hakikatnya mereka hafal dan tahu, tapi mereka mengaku tidak mengetahuinya. Ini tadi karena penyakit iri. Dua masalah besar inilah yang menjadi problem serius yang dialami oleh bani Israil sehingga mereka sangat memusuhi umat Islam, wa bil khusus dimulai sejak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam Sebagai closing kajian kita pada kesempatakn kali ini, tema besar ayat yang kita pelajari ini bahwa kalau mereka mengklaim bahwa kami adalah bangsa yang dipilih Allah, atau kami tidak akan disiksa kecuali satu dua hari, fa tamannal mauta in kuntum shadiqin. Tapi mereka tidak akan pernah. Karena mereka menginginkan. Dalam bersihnya saja mereka ingin hidup seribu tahun. Yang kedua, hal yang sangat akut menyebabkan permusuhan kepada Islam adalah karena mereka iri. Dimulai dari Jibril yang sebenarnya kalau dari susunan-susunannya Jibril adalah abdullah, hamba Allah. Statusnya tidak jauh berbeda dengan manusia yang lainnya atau makhluk yang lainnya yang sama. Selama menyembah Allah, mereka adalah hamba Allah. Dua ini menyebabkan nabaza fariqun minhum, mereka akan melempar apa saja. Janji terhadap Allah yang kemarin kita visualisasikan seolah-olah gunung di atas mereka. Diabaikan juga. Sami’na wa ‘ashaina. Apalagi kitab Al-Qur`an yang datang setelahnya, dianggap tidak berguna. Ini sedikit pada pertemuan kali ini yang bisa kita tadabburi, rangkaian dari kajian tematik dua tema besar: takut mati dan iri menjadi penyakit yang harus kita singkirkan. Insya Allah kita sambung pada pertemuan berikutnya membahas tentang dunia nabi Sulaiman dan jin-jin yang hakikatnya ditundukkan oleh Allah kepada nabi Sulaiman. Mudah-mudahan menjadikan kita makin dekat dengan Al qur`an, dan mudah-mudahan Allah berikan kemampuan kita bertahan meningkatakan kualitas kebaikan di sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah.**