gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
1/29
118
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asam Fitat dan Garam Fitat
Struktur asam fitat atau mio-inositol-1,2,3,4,5,6-heksakis dihidrogen
fosfat diilustrasikan pada Gambar 2.1. Asam fitat merupakan cairan kental tidak
berwarna, yang larut dalam air, etanol, aseton, serta tidak larut dalam pelarut
organik seperti eter, benzena, dan kloroform. Garam-garam fitat pada
umumnya larut pada pH rendah tetapi akan mengendap pada pH tinggi (Wyss et
al., 1999).
Asam fitat/garamnya relatif tahan terhadap pemanasan (Noor, 1992).
Pemanasan pada suhu 81 oC hanya mampu menghidrolisis asam fitat maupun
garam fitat sebesar 7%, sedangkan pemanasan pada suhu 116 oC, tekanan 15 psi,
selama 1 jam, hanya mampu menyebabkan degradasi asam fitat/garamnya sebesar
22%. Ikatan ester fosfat pada asam fitat/garamnya sangat stabil terutama pada
kondisi basa. Hidrolisis secara kimia pada kondisi asam berlangsung dengan
Gambar 2.1. Struktur kimia asam fitat. Gugus fosfat pada C nomor
2 berposisi aksial, sementara gugus fosfat yang lainnya
berposisi equatorial (Turner et al., 2002).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
2/29
119
kecepatan rendah, di mana hidrolisis maksimum terjadi pada pH 4,5. Bahkan pada
kondisi di mana hidrolisis berlangsung selama 6 jam, menggunakan HCl pekat
atau H2SO4pekat, pada suhu 100o
C, asam fitat/garamnya tidak dapat terdegradasi
secara sempurna. Selain secara kimia, asam fitat/garamnya dapat terdegradasi
secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim fitase.
Seperti diilustrasikan pada Gambar 2.1, asam fitat memiliki dua belas
atom hidrogen yang terikat pada gugus fosfat, yang dapat terdisosiasi membentuk
ion hidrogen. Kedua belas atom hidrogen tersebut memiliki harga pKa yang
bervariasi seperti tercantum pada Tabel 2.1. Enam ion hidrogen memiliki harga
pK1 1,1
pK2 1,5
pK3 1,5
pK4 1,7
pK5 2,1
pK6 2,1
pK7 5,7
pK8 6,9
pK9 7,6
pK10 10,0
pK11 10,0
pK12 12,0
pKa 1,1 2,1 ; tiga ion hidrogen memiliki harga pKa 5,7 7,6 ; dan tiga ion
hidrogen sisanya memiliki harga pKa 10 12 (Turner et al., 2002). Dengan
demikian, asam fitat bermuatan negatif pada berbagai variasi pH. Hal ini
Tabel 2.1. Data pKa Mio-Inositol- Heksakisfosfat (Turner et al., 2002)
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
3/29
120
menyebabkan asam fitat mudah berikatan dengan kation-kation logam multivalen
dan juga dengan protein yang bermuatan positif (Talamond et al., 1998).
Menurut IUPAC-IUB (1989) asam fitat disebut juga mio-inositol-
1,2,3,4,5,6-heksakis dihidrogen fosfat. Penamaan ini berdasarkan aturan Agranoff
yang disebut Agranoffs turtle. Menurut aturan Agranoff seperti diilustrasikan
pada Gambar 2.2, asam fitat memiliki 6 gugus fosfat yang terdiri dari 1 gugus
fosfat berposisi aksial, 4 gugus fosfat berposisi ekuatorial, dan 1 gugus fosfat
berposisi ekuatorial yang letaknya tepat berseberangan membentuk sudut 180o
dengan gugus fosfat aksial. Penomoran asam fitat dapat dilakukan berdasarkan
konfigurasi D atau konfigurasi L. Pada konfigurasi D: nomor terkecil dimulai dari
gugus fosfat yang terletak disebelah kanan gugus fosfat aksial, terus bergerak
berlawanan arah jarum jam melewati gugus fosfat aksial menuju gugus fosfat
lainnya. Pada konfigurasi L: nomor terkecil dimulai dari gugus fosfat yang
terletak disebelah kiri gugus fosfat aksial, terus bergerak searah jarum jam
melewati gugus fosfat aksial menuju gugus fosfat lainnya (IUPAC-IUB, 1989 ;
1
234
5
6
1
2
3
4
5
6
Gambar 2.2. Sistem penomoran asam fitat. Simbol lingkaran / O menggambarkangugus fosfat. Gugus fosfat pada C nomor 2 berposisi aksial, sementara
gugus fosfat yang lainnya berposisi equatorial. Nomor berwarna merah
adalah penomoran dengan konfigurasi D yaitu berlawanan arah jarum
jam, sedangkan nomor berwarna hitam adalah penomoran dengan
konfigurasi L yaitu searah jarum jam.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
4/29
121
Bohn et al., 2008). IUPAC-IUB merekomendasikan penomoran asam fitat
berdasarkan konfigurasi D.
Asam fitat terdapat dalam jenis tanaman kacang-kacangan, serealia,
dan biji-bijian penghasil minyak (Lott et al., 2000). Di dalam tanaman, asam fitat
terutama terdapat dalam bentuk garam fitat (disebut juga : fitin), yaitu sebagai
kalsium fitat atau magnesium fitat. Seperti diilustrasikan pada Tabel 2.2,
kandungan asam fitat/garamnya dalam beberapa tanaman seperti jagung, kedelei,
gandum, padi, adalah sebesar 1-2% berat kering. Namun, beberapa tanaman
lain dapat mengandung asam fitat/garamnya sebesar 3-6% berat kering.
Sumber % Asam fitat / garamnya
Jagung 0,9
Gandum 1,13
Beras 0,89
Kedelei 1,4
Biji Wijen 5,3
Biji Kapas 4,8
Biji Bunga Matahari 1,9
Kacang Tanah 1,9
Kacang Hijau 1,2
Kacang Koro 2,5
Kacang Arcis 1,70
Kelapa 2,38
Lokasi terdapatnya asam fitat/garamnya di dalam tanaman tergantung
dari jenis tanaman tersebut. Pada gandum dan padi, sebagian besar asam
fitat/garamnya terdapat dalam lapisan aleuron dan perikarp, sedangkan pada
Tabel 2.2. Kandungan Asam Fitat/Garamnya Pada
Beberapa Tanaman (Lott et al., 2000)
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
5/29
122
jagung hampir 90% asam fitat/garamnya terdapat di dalam lembaga. Di dalam
biji-bijian penghasil minyak, sebagian besar asam fitat/garamnya terdapat di
dalam lapisan aleuron. Sementara itu, tidak terdapat lokasi khusus asam
fitat/garamnya di dalam kedelei (Bohn et al., 2008).
Pada tanaman, asam fitat/garamnya merupakan bentuk penyimpanan
mineral fosfor yang utama. Sekitar 60-90% dari total mineral fosfor pada tanaman
tersimpan dalam bentuk garam fitat, yaitu sebagai Ca-fitat atau Mg-fitat. Di
samping berperan dalam penyimpanan fosfor, asam fitat/garamnya juga
merupakan bentuk penyimpanan energi dan mineral penting seperti K, Ca, Mg,
Zn, Fe, Mn, yang sangat dibutuhkan pada proses pertumbuhan tanaman. Asam
fitat/garamnya juga merupakan sumber mio-inositol yang merupakan prekusor
dinding sel tanaman. Asam fitat/garamnya merupakan senyawa anti oksidan yang
baik. Asam fitat mampu membentuk kompleks dengan ion Fe2+, dan menghalangi
terbentuknya radikal bebas hidroksil (Rimbach and Pallauf, 1998).
Derivat senyawa inositol-fosfat yang merupakan hasil degradasi asam
fitat, berperan pada proses transport material melalui sel. Senyawa inositol-
trifosfat berperan terutama sebagai signal transduksi dan juga pada proses regulasi
sel tanaman maupun hewan (Marks et al., 2000).
2.2. Interaksi Asam Fitat dengan Mineral dan Protein
Asam fitat mengandung enam gugus fosfat yang bermuatan negatif
pada berbagai variasi harga pH. Oleh karena itu, asam fitat dapat berikatan dengan
ion ion logam seperti Zn2+, Fe3+, Fe2+, Ca2+, Mg2+, Mn2+, maupun Cu2+,
membentuk senyawa kompleks. Interaksi asam fitat-mineral diilustrasikan pada
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
6/29
123
Gambar 2.3. Kation logam dapat berikatan dengan satu atau lebih gugus fosfat
yang terdapat pada satu molekul asam fitat atau kation logam dapat juga
membentuk jembatan diantara dua atau lebih molekul asam fitat.
Kestabilan dan kelarutan senyawa kompleks fitat-mineral dipengaruhi
oleh jenis kation, harga pH, maupun konsentrasi asam fitat dan konsentrasi kation
logam. Asam fitat membentuk senyawa kompleks yang paling stabil dengan ion
Zn2+. Kestabilan senyawa kompleks yang terbentuk menurun, sesuai dengan
urutan berikut : Cu2+, Co2+, Mn2+, Ca2+, dan Fe2+ (Konietzny et al., 2006).
Interaksi fitat-mineral menghasilkan senyawa kompleks yang larut maupun yang
tidak larut. Senyawa kompleks yang terbentuk antara asam fitat dengan kation
monovalen seperti K+ atau Na+, larut pada berbagai variasi pH. Sementara itu,
senyawa kompleks antara asam fitat dengan kation divalen, pada umumnya larut
pada pH rendah dan mengendap pada pH netral atau basa, terutama jika
konsentrasi kation divalen melebihi konsentrasi asam fitat. Senyawa Ca-fitat larut
pada pH di bawah 5,5 6 ; senyawa Mg-fitat larut pada pH di bawah 7,2 8 ;
Gambar 2.3. Interaksi antara asam fitat dengan ion logam(Noor, 1992).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
7/29
124
sedangkan senyawa Zn-fitat larut pada pH di bawah 4,3 4,5. Sebaliknya,
senyawa Fe-fitat mengendap pada pH 1 3,5 dan larut pada pH di atas 4.
Adanya kation kedua atau kation lain di dalam larutan fitat-mineral
memberikan pengaruh yang saling bersinergi. Dua jenis kation yang berada
bersama di dalam larutan asam fitat, akan meningkatkan presipitasi senyawa
kompleks yang terbentuk. Contohnya : adanya ion Ca2+ akan meningkatkan
pengikatan Zn2+pada asam fitat membentuk senyawa kompleks Ca-Zn-fitat yang
tidak larut. Ion Mg2+juga berpotensi meningkatkan pengendapan Zn2+oleh asam
fitat. Pengendapan Mg2+oleh fitat dipermudah dengan adanya Na-fitat (Bohn et
al., 2004). Jumlah gugus fosfat yang terikat pada senyawa mio-inositol
mempengaruhi kelarutan senyawa kompleks fitat-mineral. Senyawa kompleks
mio-inositol-fosfat-mineral lebih mudah larut seiring dengan berkurangnya
jumlah gugus fosfat yang terikat pada cincin mio-inositol (Lott et al., 2000).
Asam fitat maupun garam fitat tidak tercerna atau tidak terdegradasi di
dalam saluran pencernaan hewan ternak maupun manusia. Asam fitat/garamnya
yang tidak terdegradasi ini, akan diekskresikan ke lingkungan. Dengan demikian,
pembentukan senyawa kompleks fitat-mineral yang tidak larut akan menghambat
absorpsi dan ketersediaan mineral-mineral penting di dalam sel. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa asam fitat/garamnya merupakan faktor penting
yang berperan menurunkan absorpsi terhadap mineral-mineral penting, terutama
Zn2+, Fe3+, Fe2+, Ca2+, maupun Mg2+. Defisiensi Zn2+ pertama kali dilaporkan
terjadi pada tahun 1960-an, yaitu pada anak dan remaja laki-laki di Mesir, Iran,
dan Turki dengan karakteristik tubuh pendek dan keterlambatan pematangan
seksual. Diduga, penyebab defisiensi ini karena makanan utama terdiri atas serelia
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
8/29
125
tumbuk dan kacang-kacangan yang tinggi akan serat dan asam fitat/garam fitat,
yang menghambat absorpsi Zn2+(Konietzny et al., 2006). Dengan menggunakan
ayam sebagai binatang percobaan, juga telah berhasil dibuktikan bahwa Zn yang
terkandung dalam makanan dasar dari isolat protein kedelei kurang dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan ayam bila dibandingkan dengan Zn yang
terkandung dalam makanan dasar dari kasein (Yi et al., 1996). Penambahan asam
fitat ke dalam makanan dari kasein menyebabkan penurunan absorpsi Zn dalam
saluran pencernaan babi dan tikus.
Asam fitat maupun garam fitat yang tidak tercerna dalam saluran
pencernaan juga menurunkan ketersediaan mineral fosfor yang berasal dari asam
fitat/garamnya. Fosfor diabsorpsi sebagai ortofosfat, dan oleh sebab itu
pemanfaatan fosfor dari asam fitat/garamnya sangat bergantung pada proses
defosforilasi asam fitat/garamnya. Saluran pencernaan hewan ternak maupun
manusia tidak mampu mendegradasi asam fitat maupun garam fitat karena tidak
adanya enzim fitase, dan juga karena terbatasnya populasi mikroba dalam saluran
pencernaan. Di samping meningkatkan ketersediaan mineral fosfor, proses
defosforilasi asam fitat dan garamnya juga akan mengurangi pengaruh negatif
asam fitat/garamnya terhadap absorpsi mineral-mineral penting. Mio-inositol-
pentakisfosfat menghambat proses absorpsi Zn
2+
, Fe
2+
, Ca
2+
, Mg
2+
secara kuat,
sedangkan mio-inositol-trifosfat memiliki pengaruh yang kecil terhadap absorpsi
ion logam Zn2+, Fe2+, Ca2+, maupun Mg2+ (Lott et al., 2000).
Interaksi fitat-protein diilustrasikan pada Gambar 2.4. Interaksi
fitat-protein dipengaruhi harga pH larutan. Pada pH di bawah pH isoelektrik
protein, gugus fosfat asam fitat atau garam fitat berikatan kuat dengan protein
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
9/29
126
yang bermuatan positif, membentuk senyawa kompleks yang larut hanya pada pH
di bawah 3,5. Gugus-gugus protein yang berinteraksi dengan asam fitat
pada pH rendah antara lain : gugus -NH2terminal, gugus -NH2dari lisin, gugus
imidazol dari histidin, serta gugus guanidil dari arginin. Pada pH di atas pH
isoelektrik protein, baik asam fitat maupun protein bermuatan negatif. Tetapi
dengan adanya kation-kation multivalen, akan terbentuk senyawa kompleks fitat-
kation-protein. Gugus-gugus protein yang terlibat pada pembentukan senyawa
kompleks ini antara lain : gugus imidazol dari histidin dan juga gugus karboksil
protein.
Interaksi fitat-protein menyebabkan penurunan aktivitas enzim-enzim
pencernaan, serta menurunkan kelarutan dan daya cerna protein. Penurunan
konsentrasi asam fitat/garam fitat terbukti mampu meningkatkan ketersediaan
biologik asam amino. Asam fitat/garam fitat merupakan inhibitor bagi enzim-
enzim pencernaan seperti -amilase, lipase, pepsin, tripsin, maupun kimotripsin.
Pengaruh inhibisi asam fitat/garam fitat semakin kuat, seiiring dengan
meningkatnya konsentrasi fitat maupun bertambahnya jumlah gugus fosfat yang
Gambar 2.4. Interaksi antara asam fitat dengan protein(Selle et al., 2000).
PROTEIN
PROTEIN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
10/29
127
terikat pada senyawa mio-inositol. Daya inhibisi asam fitat/garam fitat terhadap
enzim-enzim pencernaan diduga akibat protein yang berinteraksi dengan asam
fitat mengalami perubahan struktur. Daya inhibisi asam fitat juga dapat
disebabkan karena kemampuan asam fitat berinteraksi dengan ion Ca2+. Ion Ca2+
merupakan ion logam yang esensial untuk meningkatkan aktivitas tripsin,
-amilase, maupun enzim-enzim pencernaan yang lain.
2.3. Fitase
Fitase, yang juga dinamakan mio-inositol heksakisfosfat
fosfohidrolase, mengkatalisis reaksi hidrolisa asam fitat menghasilkan fosfat
anorganik dan mio-inositol pentakis-, tetrakis-, tris-, bis-, dan monofosfat.
Penggunaan fitase dalam jumlah berlebih akan menghasilkan produk akhir mio-
inositol-2-monofosfat. Keenam gugus fosfat yang terdapat dalam asam fitat akan
terhidrolisis jika digunakan gabungan enzim fitase dan fosfatase asam (Wyss et
al., 1999).
The Enzyme Nomenclature Committee of The International Union of
Biochemistry mengklasifikasikan tiga tipe fitase, yaitu 3-fitase (EC. 3.1.3.8), 4-
fitase (EC 3.1.3.26) dan 5-fitase (EC. 3.1.3.72). Klasifikasi ini didasarkan pada
posisi gugus fosfat pertama yang dihidrolisis enzim. Enzim 3-fitase, umumnya
terdapat pada mikroorganisme. Enzim ini memulai reaksi hidrolisis asam fitat
pada gugus fosfat posisi D-3, menghasilkan produk awal D-inositol (1,2,4,5,6) P5.
Enzim 4-fitase, biasanya terdapat pada tanaman. Enzim 4-fitase memulai reaksi
hidrolisis pada gugus fosfat D-4, menghasilkan produk awal D-inositol
(1,2,3,5,6)P5. Enzim 5-fitase memulai reaksi hidrolisis pada gugus fosfat D-5,
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
11/29
128
menghasilkan produk awal D-inositol (1,2,3,4,6)P5. Reaksi 3-fitase, 4-fitase, dan
5- fitase disajikan pada Tabel 2.3.
Fitase Reaksi dan Produk
3-fitase mio-inositol heksakisfosfat + H2O
D-mio-inositol 1,2,4,5,6 pentakisfosfat + fosfat
4-fitase mio-inositol heksakisfosfat + H2O
D-mio-inositol 1,2,3,5,6 pentakisfosfat + fosfat
5-fitase mio-inositol heksakisfosfat + H2O
D-mio-inositol 1,2,3,4,6 pentakisfosfat + fosfat
Fitase terbagi menjadi tiga subfamili yaitu histidin acid phosphatase
(HAP),-propeller phytase (BPP), danpurple acid phosphatase (PAP) (Fu et al.,
2008). Struktur tiga dimensi HAP diilustrasikan pada Gambar 2.5. HAP terdiri
dari domain / yang lestari dan domain yang bervariasi. Pusat aktif HAP
terletak pada interface diantara dua domain. Pusat aktif HAP menunjukkan suatu
urutan yang lestari yaitu RHGXRXP dan HD. Dua residu asam amino yang
berperan penting pada proses katalitik HAP adalah histidin dan asam aspartat.
Pada strukturnya HAP mengandung lima jembatan disulfida (Koestrewa et al.,
1999). Contoh fitase yang termasuk subfamili HAP antara lain fitase fungi yaitu
fitaseA. niger, fitase A. fumigatus, sedangkan fitase bakteri yang tergolong HAP
adalah 3-fitase dan 4-fitase dariE. coli.
Tabel 2.3. Reaksi Enzim Fitase
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
12/29
129
Fitase dari kelompok Bacillus merupakan contoh fitase subfamili
BPP. Struktur tiga dimensi BPP ditunjukkan pada Gambar 2.6. Enzim terdiri dari
lima 4-untai dan satu 5-untai lembar anti paralel yang tersusun disekitar sumbu
aksis simetri enam semu, yang terletak pada batang propeller, yang merupakan
suatu saluran di pusat terisi dengan banyak molekul air. BPP memiliki dua sisi
pengikatan substrat yaitu sisi pemutusan, yang bertanggung jawab terhadap
hidrolisis substrat, dan sisi afinitas, yang meningkatkan afinitas pengikatan
terhadap atom pada substrat yang mengandung gugus-gugus fosfat
berdekatan/bersebelahan. Pengikatan substrat pada BPP difasilitasi dengan adanya
ion Ca2+ yang berperan menciptakan lingkungan elektrostatik yang sesuai
(Mullaney and Ullah 2003).
Gambar 2.5. Struktur tiga dimensi HAP (Koestrewa et al., 1999).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
13/29
130
Fitase-fitase tanaman sebagian besar termasuk subfamili PAP. Enzim
PAP merupakan metaloenzim, yang pada pusat aktifnya mengandung ion Fe3+dan
Zn2+. Asam amino yang berperan penting pada proses katalitik enzim antara lain
histidin 295 dan histidin 296. Struktur tiga dimensi PAP disajikan pada Gambar
2.7. Enzim PAP merupakan homodimer dan terdiri dari dua domain dengan
subunit-subunitnya, yaitu domain N-terminal dan domain C-terminal. Domain N-
terminal tersusun atas lembar , sedangkan domain C-terminal tersusun atas
stuktur lembar dan heliks. Pada domain C-terminal terdapat motif -
logam, di mana logam terkoordinasi pada ujung karboksil dari untai paralel.
Logam Fe terkoordinasi pada tirosin, histidin, dan aspartat, sedangkan logam Zn
Gambar 2.6. Struktur tiga dimensi BPP (Mullaney and Ullah 2003).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
14/29
131
terkoordinasi pada histidin dan asparagin (Klabunde et al., 1996). Contoh fitase
yang termasuk subfamili PAP adalah fitase dari jagung, kedelei, kacang-
kacangan, gandum. Demikian juga fitase yang diisolasi dari hati dan ginjal tikus
(Craxton, et al., 1997).
2.4. Karakteristik Fitase
Enzim fitase dari berbagai sumber memiliki pH yang sangat
bervariasi, berkisar antara 2,2 hingga 8,0. Fitase mikrobial, terutama dari fungi,
memiliki pH optimum 4,5 hingga 5,6. Fitase dari A. fumigatusmemiliki kisaran
pH optimum yang luas yaitu antara 4,0 hingga 7,3 (Wyss et al., 1999), sedangkan
fitaseAniger memiliki dua pH optimum yaitu pH 2,5 dan pH 5 5,5 (Kim et al.,
2006). Fitase bakteri, terutama dari golongan Bacillus, memiliki pH optimum
Gambar 2.7. Struktur tiga dimensi PAP (Klabunde et al., 1996).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
15/29
132
antara 6,0 hingga 7,5. Fitase dari kacang-kacangan memiliki pH optimum sekitar
8, sedangkan fitase dari jagung memiliki pH optimum 4,8.
Temperatur optimum fitase dari Aspergillus berkisar antara 40o
C
hingga 70 oC. Sementara itu fitase dari E. coli memiliki temperatur optimum
55 oC (Greiner, 1993). Fitase dariB.amyloliquefaciensDS11 memiliki temperatur
optimum 70 oC, dan memiliki kestabilan termal yang baik (Kim et al., 1998).
Enzim ini, dengan adanya CaCl2, masih memiliki aktivitas 100% setelah
diinkubasi selama 10 menit pada suhu 70 oC. Fitase termofilik dari B.
laevolacticus memiliki temperatur optimum 70 oC, dan masih memiliki aktivitas
sebesar 80% setelah diinkubasi selama 3 jam pada pH 8 dan suhu 70 oC (Gulati et
al., 2007). Fitase S. thermophile memiliki aktivitas maksimum pada pH 5 dan
suhu 60 oC, serta masih memiliki aktivitas sebesar 50% jika dipanaskan selama
1,5 jam pada suhu 80 oC (Singh and Satyanarayana, 2009). Fitase T. lanuginosus
memiliki aktivitas maksimum pada pH 6 dan suhu 65 oC (Berka et al., 1998).
Fitase dari tanaman misalnya dari kedelei, jagung, memiliki temperatur optimum
55 oC (Bohn et al., 2008).
Massa molekul relatif (Mr) fitase berkisar antara 35-700 kDa. Fitase
Bacillus memiliki Mr antara 38-44 kDa, sedangkan berat molekul fitase fungi
berkisar antara 65-85 kDa. (Kerovuo et al., 2000). Fitase Klebsiella aerogenes
memiliki Mr yang tidak biasa, yaitu 700 kDa, sedangkan Mr fitase
Schwanniomyces castellii adalah 490 kDa.
Aktivitas spesifik merupakan salah satu faktor penting pada enzim
komersial karena berdampak langsung secara ekonomis. Aktivitas spesifik fitase
yang telah dikarakterisasi sejauh ini berkisar antara : kurang dari 10 U/mg (lily
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
16/29
133
pollen, mung bean, soybean) hingga lebih besar dari 1000 U/mg (Citrobacter
braakii, Candida krusei, Peniophora lycii), pada suhu 37 oC dan pH optimumnya
masing-masing (Greiner and Konietzny, 2006). Aktivitas spesifik yang terbesar
sampai saat ini dimiliki oleh fitase Citrobacter braakii (3457 U/mg), fitase
Candida krusei (1210 U/mg), dan fitase Peniophora lycii (1080 U/mg). Jika
dibandingkan dengan fitase tanaman, fitase mikroba memiliki aktivitas spesifik
yang lebih tinggi.
Selain asam fitat, beberapa enzim fitase dapat menghidrolisis ikatan
fosfoester pada senyawa-senyawa ADP, ATP, p-nitrofenil fosfat, fenilfosfat,
fruktosa 1,6-difosfat, glukosa-6-fosfat, -gliserolfosfat, dan -gliserolfosfat.
Berdasarkan spesifisitas terhadap substrat, fitase dibagi menjadi dua kelas, yaitu
fitase yang memiliki spesifisitas terhadap substrat yang beragam, dan fitase yang
spesifisitasnya tinggi hanya terhadap asam fitat.
Fitase dengan spesifisitas terhadap substrat yang beragam, misalnya
fitase dari A. fumigatus, Emericella nidulans dan Myceliophthora thermophila,
memiliki aktivitas spesifik yang rendah terhadap asam fitat (23 U/mg ke 43
U/mg). Sebaliknya, fitase dengan spesifisitas tinggi terhadap asam fitat, misalnya
fitase dari E.coli, A. niger, A. terrus, memiliki aktivitas spesifik yang tinggi
terhadap asam fitat (103 U/mg ke 811 U/mg). Perkecualian terjadi pada enzim
fitase dariBacillus. Enzim ini sangat spesifik terhadap asam fitat, tetapi memiliki
aktivitas spesifik yang rendah (Idriss et al., 2002).
Enzim fitase yang telah diteliti, sebagian besar mengikuti pola kinetik
Michaelis-Menten. Perkecualian terjadi pada fitase dari M. thermophilia dan E.
nidulans, di mana pola kinetikanya tidak sesuai dengan Michaelis-Menten. Fitase
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
17/29
134
dari E. colimemiliki nilai Kcat/Km 4,78. 107M-1. s-1 (Greiner et al., 1993), di
mana ini merupakan nilai yang tertinggi yang dilaporkan untuk fitase.
2.5. Sumber Gen Penyandi Fitase Dari Mikroorganisme
Dewasa ini penelitian mengenai kloning dan karakterisasi gen
penyandi fitase masih terus dilakukan. Gen-gen penyandi fitase yang telah diklon
dan dikarakterisasi sebagian besar berasal dari golongan Aspergillus, antara lain
dari Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Aspergillus oryzae maupun
Aspergillus awamori(Uchida et al., 2006). Gen penyandi fitase bakteri yang telah
diklon dan dikarakterisasi antara lain berasal dari E. coli, Klebsiella, dan Bacillus.
Metode kloning yang digunakan pada golongan fungi maupun bakteri hampir
sama, yaitu dengan cara ekspresi langsung dan penapisan dari pustaka genom
yang dibuat dalam sel inang E. coli (shot gun cloning). Beberapa peneliti
melakukan kloning gen penyandi fitase dengan menggunakan polymerase chain
reaction (PCR). Fragmen DNA spesifik hasil amplifikasi dengan PCR langsung
diklon dalam E. coli, dan kemudian dikarakterisasi (misalnya dengan hibridisasi
dan sekuensing). Untuk mendapatkan fragmen DNA spesifik yang mengkode
fitase, tahap yang sangat penting adalah mendesain primer PCR. Primer PCR
didesain berdasarkan urutan residu asam amino N-terminal dan internal peptida,
atau primer PCR dapat didesain berdasarkan daerah yang lestari (homologi) dari
gen penyandi fitase beberapa mikroorganisme yang telah diteliti. Data homologi
ini dapat diperoleh dari databaseyang tersedia pada GenBank(Martin et al., 2003
; Zou et al., 2006).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
18/29
135
Homologi gen-gen penyandi fitase beberapa mikroorganisme dapat
dijelaskan seperti penjelasan berikut ini. Pada A. nigerNRLL 3135 ditemukan
dua jenis fitase yaitu fitase A dan fitase B. Kedua fitase ini hanya memiliki
homologi sebesar 25% (Xiong et al., 2004). Fitase A yang berasal dari A. niger
var. awamorimemiliki homologi 97% dengan fitase dari A. nigerNRLL 3135.
Homologi yang lebih rendah dengan fitase A. nigerNRRL 3135 ditemukan pada
fitase dari A. fumigatus (65%), A. terrus (62%), E. nidulans (62%), T.
thermophilus(61%) danM. thermophila(46%). Enzim fitase B dari A. niger var.
awamori memiliki homologi 99% dengan fitase B dari A. niger NRLL 3135.
Pusat aktif enzim fitase gol Aspergillus menunjukkan suatu pola urutan yang
lestari yaitu RHGXRXP dan HD pada pusat aktif enzim. Urutan yang lestari ini
juga ditemukan pada pusat aktif fosfatase asam. Dua residu asam amino yang
diketahui berperan penting pada proses katalitik fitase maupun fosfatase asam
adalah histidin dan asam aspartat. FitaseAspergillus dengan demikian merupakan
subfamili dari fosfatase asam (Martin et al., 2003 ; Promdonkoy et al., 2009).
Bakteri E. colimengandung 2 jenis fitase yaitu 3-fitase dan 4-fitase.
Fitase dariE. colitidak menunjukkan homologi yang jelas dengan fitase dari A.
nigerNRLL 3135, tetapi pusat aktif kedua enzim menunjukkan suatu urutan yang
lestari yaitu RHGXRXP dan HD. Fitase E.coli dengan demikian termasuk
subfamili dari fosfatase asam (Chen et al., 2004).
Fitase dari Klebsiella sp. ASR1 (Sajidan et al., 2004) dan Klebsiella
pneumoniae subsp. pneumoniae XY-5 (Wang et al., 2004) juga menunjukkan
urutan lestari RHGXRXP dan HD pada pusat aktifnya. Fitase dariKlebsiella tidak
menunjukkan homologi yang jelas dengan fitase Aspergillus maupun fitase E.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
19/29
136
coli. Namun karena adanya urutan yang lestari pada pusat aktifnya seperti tersebut
di atas, fitase dariKlebsiellatermasuk dalam subfamili histidin fosfatase asam.
Fitase dari Bacillus tidak menunjukkan homologi dengan fitase dari
Aspergillus maupunE. coli, dan terutama pusat aktif fitaseBacillustidak homolog
dengan histidin fosfatase asam. Pada pusat aktif fitase Bacillus tidak ditemukan
adanya urutan konserf RHGXRXP dan HD. Di samping itu, fitase Bacillus tidak
memiliki ikatan disulfida, di mana ikatan disulfida ini dibutuhkan untuk aktivitas
katalitik dan kestabilan konformasi fitase fungi. Gen-gen penyandi fitaseBacillus,
satu dan lainnya memiliki homologi berkisar 90% (Makarewicz et al, 2006 ; Fu et
al., 2008).
2.6. Polymerase Chain Reaction(PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu metode
enzimatis untuk mengamplifikasi secara eksponensial suatu urutan nukleotida
tertentu, secara in vitro. Saat ini metode PCR telah banyak digunakan untuk
berbagai macam manipulasi dan analisis genetik.
Salah satu keunggulan metode PCR adalah metode ini sangat sensitif.
Sensitivitas tersebut membuat metode PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi satu molekul DNA. Proses amplifikasi fragmen DNA secara
PCR diilustrasikan pada Gambar 2.8. Proses amplifikasi fragmen DNA dengan
PCR berlangsung secara eksponensial dan hanya membutuhkan waktu yang
singkat. Dengan menggunakan PCR, suatu fragmen DNA berukuran 110 bp dapat
diamplifikasi sebanyak 2 . 105 kali, setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220
menit (Erlich, 1992).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
20/29
137
Kelebihan lain metode PCR adalah reaksi dapat berlangsung dengan
menggunakan komponen dalam jumlah sedikit. DNA cetakan yang diperlukan
hanya sekitar 5 g, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM, dan
reaksi biasanya dilakukan dalam volume 50-100 L. DNA cetakan yang
digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR
dapat digunakan untuk mengamplifikasi suatu sekuen DNA dalam genom bakteri
hanya dengan mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR.
2.7. Prinsip Dasar Metode PCR
DNA cetakan
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Siklus 4
4 untaitunggal
DNA 8 untaitunggal
DNA16 untaitunggalDNA
32 untaitunggalDNA
Gambar 2.8. Amplifikasi eksponensial fragmen DNAdengan metode PCR (Erlich, 1992).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
21/29
138
Komponen utama pada proses PCR adalah dua buah oligonukleotida
primer, DNA cetakan/DNA sampel, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), dan
enzim DNA polimerase (Glick and Pasternak, 2003).
Dua buah oligonukleotida primermerupakan sekuen oligonukleotida
pendek yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer ini
panjangnya kira-kira 15-25 basa, dan komplementer pada suatu daerah yang
terdapat pada kedua untai DNA cetakan yang anti paralel. Daerah DNA yang
komplementer dengan primer mengapit urutan DNA target. DNA target yang
diamplifikasi secara PCR pada umumnya berukuran 100-10.000 bp. DNA target
ini terdapat pada DNA cetakan / DNA sampel dan terletak diantara sepasang
primer(Erlich 1992).
Enzim yang digunakan pada proses PCR adalah enzim DNA
polimerase. Enzim ini mengkatalisis reaksi sintesis DNA. DNA polimerase yang
digunakan untuk mengamplifikasi urutan DNA tertentu dalam proses PCR
haruslah DNA polimerase yang termostabil, tahan terhadap pemanasan pada suhu
95 oC atau lebih. Beberapa polimerase yang digunakan pada proses PCR antara
lain : Taq, Pwo, Pfu, Tli, yang masing-masing secara berurutan diisolasi dari
bakteri termofilik : Thermus aquaticus, Pyrococcus woesei, Pyrococcus furiosis,
dan Thermus litoralis(Erlich, 1992). Semua polimerase tersebut stabil pada suhu
di atas 95 oC dan memiliki aktivitas maksimum pada suhu sekitar 75 oC.
Proses PCR memerlukan sejumlah siklus guna mengamplifikasi suatu
urutan DNA yang spesifik. Masing-masing siklus terdiri dari tiga tahap reaksi
yaitu : denaturasi, annealingprimer, dan sintesis DNA, seperti diilustrasikan pada
Gambar 2.9.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
22/29
139
Tahap pertama amplifikasi suatu fragmen DNA secara PCR adalah
denaturasi DNA sampel sehingga molekul DNA yang beruntai ganda akan
terpisah menjadi untai tunggal. Denaturasi DNA dilakukan dengan cara
meningkatkan temperatur dalam tabung reaksi hingga suhu 95 oC (Glick and
Pasternak, 2003). Temperatur ini dipertahankan selama 1-2 menit.
Gambar 2.9. Tahap reaksi amplifikasi DNA dengan
metode PCR(Glick and Pasternak, 2003).
Primer(P1 dan P2)dalam
- Denaturasi
-Annealing primer
- TaqDNA
polimerase
Sintesis untai DNA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
23/29
140
Pada tahap kedua, temperatur campuran reaksi diturunkan secara
perlahan-lahan hingga mencapai 55 oC (Glick and Pasternak, 2003). Selama tahap
ini, primer akan membentuk ikatan hidrogen dengan DNA sampel pada daerah
sekuen yang komplementer dengan sekuen primer. Temperatur pada tahap ini
dipertahankan selama 1-2 menit.
Pada tahap tiga, temperatur ditingkatkan hingga 75 oC selama 1,5
menit (Glick and Pasternak, 2003). Temperatur ini merupakan temperatur
optimum bagi enzim TaqDNA polimerase. Pada temperatur ini DNA polimerase
akan melakukan proses polimerisasi untai DNA yang baru berdasarkan informasi
yang ada pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerisasi, untai DNA yang baru
akan membentuk ikatan hidrogen dengan untai DNA cetakan. DNA untai ganda
yang terbentuk dengan adanya ikatan hidrogen antara untai DNA cetakan dengan
untai DNA baru hasil polimerisasi selanjutnya akan didenaturasi kembali dengan
meningkatkan suhu inkubasi menjadi 95 oC. Untai DNA yang baru tersebut
kemudian akan berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerisasi berikutnya.
Tahap-tahap reaksi tersebut di atas pada umumnya dilakukan
berulang-ulang hingga mencapai 25-30 siklus. Pada akhir siklus akan diperoleh
molekul-molekul DNA untai ganda baru hasil polimerisasi, dalam jumlah yang
jauh lebih banyak dibandingkan jumlah DNA sampel yang digunakan.
2.8. Faktor-Faktor yang Menentukan Keberhasilan PCR
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
24/29
141
Keberhasilan PCR sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
konsentrasi deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), konsentrasi enzim, konsentrasi
Mg2+,
oligonukleotida primer, larutan bufer, serta jumlah siklus PCR (Erlich
1992).
2.8.1. Konsentrasi deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)
Larutan stok dNTP yang akan digunakan dalam PCR sebaiknya
dinetralkan menjadi pH 7. Larutan stok tersebut kemudian perlu dituang dalam
volume kecil (aliquot) dengan konsentrasi 1 mM dan disimpan pada suhu -20 oC.
Konsentrasi masing-masing dNTP yang diperlukan dalam PCR berkisar antara
20-200 M. Keempat dNTP sebaiknya digunakan dalam konsentrasi yang sama
untuk memperkecil kemungkinan kesalahan penggabungan nukleotida selama
proses polimerisasi. Sebagai patokan, konsentrasi masing-masing dNTP sebesar
20 mM dalam 100 l secara teoritis cukup untuk mensintesis 2,6 g atau 10 pmol
DNA yang panjangnya 400 bp.
2.8.2. Konsentrasi enzim
Konsentrasi Taq DNA polimerase yang disarankan untuk melakukan
PCR berkisar antara 1-2 unit per 100 l campuran reaksi, jika parameter lain
dalam keadaan optimum. Untuk reaksi yang berbeda, enzim yang diperlukan
mungkin berbeda. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan optimasi dengan variasi
konsentrasi enzim 0,5-5 unit per 100 l reaksi, kemudian dianalisis dengan
elektroforesis pada gel agarosa. Jika konsentrasi enzim terlalu tinggi maka akan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
25/29
142
diperoleh produk non spesifik yang terlalu besar, sedangkan jika konsentrasi
enzim terlalu rendah maka akan dihasilkan produk dalam jumlah yang sedikit.
2.8.3. Konsentrasi Mg2+
Aktivitas Taq DNA polimerase dipengaruhi oleh konsentrasi ion
magnesium. Aktivitas TaqDNA polimerase mencapai maksimal pada konsentrasi
MgCl2 sebesar 2,0 mM jika konsentrasi dNTP yang digunakan adalah
0,7-0,8 mM. Konsentrasi Mg2+ yang lebih tinggi dari 2,0 mM akan menghambat
aktivitas Taq DNA polimerase.
2.8.4. Oligonukleotida primer
Konsentrasi primer yang optimal berkisar antara 0,1-0,5 M,
meskipun konsentrasi primer sampai 1,0 M masih dapat menghasilkan produk
yang sangat spesifik. Konsentrasi primer yang lebih tinggi dari 1,0 M dapat
menyebabkan terakumulasinya produk PCR yang non spesifik. Panjang
oligonukleotida yang digunakan sebagai primerumumnya 18-28 nukleotida dan
mempunyai kandungan G + C sebesar 50-60%. Sekuen oligonukleotida primer
dirancang sedemikian rupa sehingga antara primer yang satu dengan primer
lainnya tidak memiliki kemungkinan membentuk hibrid. Selain itu, jika
memungkinkan sebaiknya dihindari penggunaanprimeryang memiliki nukleotida
C atau G secara berurutan tiga atau lebih pada ujung 3. Primeryang digunakan
sebaiknya memiliki nilai Tm yang serupa.
Suhu dan waktu yang diperlukan untuk annealingprimer tergantung
pada konsentrasi, komposisi basa, dan panjang primer. Suhu annealing yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
26/29
143
digunakan adalah 5 oC lebih rendah dari true Tm primer. Secara umum, suhu
annealing berkisar antara 55-72 oC. Semakin tinggi suhu annealing, maka
semakin memperkecil kesalahan yang terjadi pada nukleotida ujung 3primer.
Oleh karena itu, suhu annealing yang semakin kuat akan meningkatkan
spesifisitas.
Suhu ekstensi yang rendah dan kadar dNTP yang tinggi menyebabkan
kesalahan penggabungan nukleotida. Oleh karena itu, beberapa peneliti
melakukan PCR dengan menggunakan primer yang lebih panjang, dan
menggunakan hanya dua macam suhu, yaitu 55-75 oC untuk annealing dan
ekstensi, serta 94-97 oC untuk denaturasi untai ganda DNA.
2.8.5. Waktu dan suhu denaturasi
Salah satu penyebab kegagalan PCR adalah denaturasi DNA cetakan
dan produk PCR yang berlangsung tidak sempurna. Kondisi denaturasi yang
digunakan pada umumnya adalah 95 oC selama 30 detik, atau 97 oC selama 15
detik. Suhu yang lebih tinggi digunakan untuk denaturasi DNA yang mengandung
G + C dalam jumlah besar.
2.8.6. Larutan bufer
Bufer yang disarankan untuk melakukan PCR adalah 10-50 mM
Tris HCl, pH 8,3-8,8 pada suhu 20 oC.Untuk memudahkan annealing primer,
dapat juga ditambahkan KCl sampai konsentrasi 50 mM. Di atas konsentrasi ini,
KCl justru akan menghambat aktivitas TaqDNA polimerase.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
27/29
144
Komponen lain yang perlu ditambahkan adalah gelatin atau BSA
(bovine serum albumin) sebanyak 0,1% (berat/volume) dan deterjen non-ionik
seperti Tween 20 sebanyak 0,05-0,1% untuk mempertahankan kestabilan Taq
DNA polimerase.
2.8.7. Siklus reaksi
Pada umumnya PCR dilakukan dengan mengulang siklus reaksi
sebanyak 20-30 siklus. Tetapi, banyaknya siklus yang diperlukan tergantung
terutama pada konsentrasi awal molekul DNA target yang akan diamplifikasi.
Siklus yang terlalu banyak justru akan meningkatkan konsentrasi produk yang
tidak spesifik, sedangkan siklus yang terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas
produk yang diharapkan.
2.9. Mikroorganisme Termofilik
Suhu/temperatur merupakan salah satu faktor yang sangat berperan
dalam kehidupan organisme. Berdasarkan suhu pada lingkungan kehidupannya,
mikroorganisme diklasifikasikan menjadi mikroorganisme psikhrofilik, mesofilik,
termofilik, dan hipertermofilik. Mikroorganisme psikhrofilik tumbuh pada suhu
5-25
o
C, sedangkan mikroorganisme mesofilik, termofilik dan hipertermofilik,
masing-masing tumbuh pada suhu 25-45 oC, 45-80 oC, dan 80-110 oC (Vieille
and Zeikus, 2001).
Mikroorganisme termofilik dan hipertermofilik sebagian merupakan
domain bacteria dan archea, tetapi sebagian besar mikroorganisme
hipertermofilik adalah archea. Hanya Thermotogales dan Aquificales yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
28/29
145
merupakan bakteri hipertermofilik. Sebagian besar bakteri termofilik yang telah
ditemukan para ahli merupakan genusBacillusyang dapat membentuk spora.
Mikroorganisme termofilik dan hipertermofilik dapat diisolasi dari
lingkungan yang bersuhu sangat tinggi seperti kawah gunung berapi, sumber air
panas, daerah geotermal bumi, dan juga dari lingkungan industri yang bersuhu
sangat tinggi (misalnya : aliran geothermal power plant atau sewage sludge
systems).
Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme termofilik dan
hipertermofilik disebut sebagai enzim termofilik dan enzim hipertermofilik.
Enzim-enzim termofilik dan hipertermofilik dapat pula disebut sebagai termozim
atau ekstrimozim. Ekstrimozim dapat berfungsi di lingkungan dengan kadar
garam tinggi (halozim), pada kondisi alkalin (alkalozim), serta pada kondisi-
kondisi ekstrim lainnya (tekanan, keasaman, dll). Enzim-enzim termofilik dan
hipertermofilik aktif serta stabil pada suhu yang tinggi. Sebagian besar enzim
termofilik dan enzim hipertermofilik yang telah dikarakterisasi, secara optimal
aktif pada suhu yang hampir sama dengan suhu pertumbuhan mikroorganisme
penghasil enzim tersebut, biasanya berkisar 50-80 oC (enzim termofilik) dan 80-
115 oC (enzim hipertermofilik) (Empadinhas and da Costa, 2006). Enzim-enzim
termofilik dan hipertermofilik ekstraseluler (misalnya sakaridase dan protease)
seringkali aktif pada suhu yang jauh lebih tinggi dari suhu pertumbuhan
mikroorganisme penghasil enzimnya, dan enzim-enzim ini memiliki stabilitas
termal yang sangat baik. Contohnya : amilopulunase dari Thermus litoralisaktif
pada suhu 117 oC, sedangkan suhu optimum pertumbuhan mikrobanya hanya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Desertasi PENAPISAN,KARAKTERISASI ..... ALINE PUSPITA KUSUMADJAJA
-
7/25/2019 gdlhub-gdl-s3-2013-kusumadjaj-26598-14.-bab--a
29/29
146
88 oC. Demikian pula fitase dari B. laevolacticus yang aktif pada suhu 70 oC,
sedangkan mikrobanya tumbuh pada suhu 50 oC (Gulati et al., 2007).
Enzim-enzim termofilik dan hipertermofilik intraseluler memiliki
aktivitas optimum pada suhu yang hampir sama dengan suhu optimum
pertumbuhan mikroorganisme penghasil enzim tersebut. Hanya sebagian kecil
enzim yang aktivitas optimumnya terjadi pada suhu di mana 10-20 oC lebih
rendah dari suhu optimum pertumbuhan mikrobanya. Sementara enzim-enzim
termofilik dan hipertermofilik ekstraseluler secara intrinsik sangat stabil, stabilitas
termal tinggi yang dimiliki beberapa enzim termofilik dan hipertermofilik
intraseluler lebih disebabkan faktor-faktor intraseluler seperti garam, konsentrasi
protein yang tinggi, koenzim, substrat, aktivator, atau stabilisator seperti
thermamine (Vieille and Zeikus, 2001).
Memiliki stabilitas termal yang baik dan aktif pada suhu tinggi,
enzim-enzim termofilik dan hipertermofilik menawarkan berbagai keuntungan
untuk aplikasi, terutama di bidang bioteknologi. Enzim termofilik dan
hipertermofilik sangat mudah dimurnikan dengan perlakuan panas (menggunakan
suhu tinggi) jika diekspresikan pada sel inang mesofilik. Enzim-enzim ini juga
memiliki resistensi yang tinggi terhadap zat-zat kimia yang berfungsi sebagai
denaturan (misalnya guanidinium hidroklorida), dan reaksi enzimatik yang
dilaksanakan pada suhu tinggi menyebabkan resiko terkontaminasi dengan
mikroorganisme lain lebih kecil, serta reaksi dapat berlangsung dengan kecepatan
yang lebih tinggi.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga