formulasi dan evaluasi sediaan sabun cair ekstrak … · jurusan farmasi 2019 . halaman persembahan...
TRANSCRIPT
FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SABUN CAIR
EKSTRAK DAUN NANGKA (Artocarpus
heterophyllus L.) DENGAN VARIASI
NATRIUM LAURIL SULFAT
SEBAGAI SURFAKTAN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Kesehatan
OLEH :
MERLINDA PRASETYO NINGSIH
NIM : PO.71.39.0.16.061
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN FARMASI
2019
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan karya tulis ini untuk :
Kedua Orang Tua ku, yang senantiasa mendoakanku disetiap sujudnya, memberikan
semangat yang tak ada henti-hentinya, senantiasa memberikan nasehat, pelajaran hidup,
perhartian, kasih sayang, dan selalu ada kapanpun, maaf jika terlalu sering membuat
khawatir dan belum bisa menjadi yang terbaik buat kalian.
Untuk Adikku satu-satunya (Merlisa) terima kasih telah membantuku selama ini namun tak
jarang juga membuat diri ini kesal tak terhingga
Untuk Kakakku, Kak Dani terima kasih selama ini senantiasa membantu, selalu ada,
memberikan semangat yang luar biasa, dan terima kasih sudah mendengarkan semua keluh
kesahku selama ini.
Terima Kasih untuk Bapak Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing
yang sudah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukkan disela kesibukan
bapak dari mulai proposal KTI hingga saya dapat menyelesaikan KTI ini dengan sebaik-
baiknya.
Terima kasih kepada Ibu Mindawarnis, S.Si, Apt, M.Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi
Poltekkes Palembang dan Dosen serta Staff yang telah banyak membantu terlaksananya KTI
ini hingga dapat diselesaikan.
Melia dan Ari tempatku berkeluh kesah, terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik,
sudah banyak membantu, memberi support dan selalu berusaha ada untukku, terimakasih
sudah terlalu sabar menghadapi diriku selama ini dan maaf belum bisa menjadi yang terbaik
buat kalian.
Terima kasih untuk Siti Fatima dan Vira yang senantiasa membantu selama ini, menjadi
pendengar yang baik untukku, selalu berusaha ada dan selalu memberikan support saat diri
ini mulai lelah. Terima Kasih untuk Nurma dan Aling telah menjadi bagian cerita dalam
hidupku selama kurang lebih tiga tahun terakhir, dan terima kasih atas kerecehannya.
Terima kasih untuk teman-temanku, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas
bantuannya selama ini.
Almamater Tercinta dan Rekan-rekanku di Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Farmasi
BIODATA
Nama : Merlinda Prasetyo Ningsih
Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 22 Maret 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Perumnas Talang Kelapa, Komplek PPI Blok D5
No.4, RT : 66 RW : 17. Palembang
No Telp/HP : 08971691961
Email : [email protected]
Anak Ke : 1
Jumlah Saudara : 1
Orang Tua
Ayah : Otok Jujur Pranyoto
Ibu : Mudaria
Riwayat Pendidikan
SD Negeri 138 Palembang 2004-2010
SMP Negeri 52 Palembang 2010-2013
SMA Negeri 22 Palembang 2013-2016
Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Farmasi 2016-2019
ABSTRAK
Latar Belakang : Sabun efektif untuk membersihkan kotoran yang menempel
pada pemukaan kulit baik yang larut air maupun larut lemak. Surfaktan
merupakan salah satu bahan terpenting dalam penyusun sabun. Berfungsi sebagai
pembentuk busa, pelarut (lemak dan kotoran) dan pengemulsi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi natrium lauril sulfat yang optimal untuk
menghasilkan sabun cair yang stabil dan memenuhi persyaratan. Sabun cair yang
dibuat menggunakan zat aktif ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
dengan kandungan senyawa aktif flavonoid, tannin, saponin, dan steroid yang
berguna sebagai pencerah kulit.
Metode : Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental, dimana ekstrak daun
daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) diperoleh dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol 96% kemudian didestilasi vakum. Ekstrak
diformulasikan menjadi sediaan sabun cair dengan memvariasikan natrium lauril
sulfat. Konsentrasi zat aktif yang digunakan dalam setiap formula adalah 2,12%
serta konsentrasi natrium lauril sulfat yang digunakan adalah 2% pada formula I,
1,5% pada formula II 2% serta 2,5% pada formula III. Kemudian dilakukan
evaluasi sediaan selama 28 hari penyimpanan meliputi pH, viskositas, bobot jenis,
tinggi busa, homogenitas, warna dan bau serta iritasi kulit.
Hasil : Berdasarkan hasil yang didapat, diperoleh rendemen sebesar 10,12%.
Hasil pengukuran pH formula I, II dan III diperoleh hasil yang stabil dan tidak
mengalami perubahan yang berarti, tinggi busa pada formula I berkisar 3,5-3,0
cm, formula II berkisar 4,7-4,3 cm dan formula III berkisar 6,7-6,2 cm, hasil
tinggi busa mengalami penurunan selama masa penyimpanan. Ditinjau dari bobot
jenis, viskositas, warna, bau, homogenitas, dan iritasi kulit, ketiga formula
memenuhi syarat selama penyimpanan 28 hari.
Kesimpulan : Ekstrak kental daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dapat
diformulasikan menjadi sediaan sabun cair yang stabil dan memenuhi persyaratan.
Formula yang paling optimal dengan variasi konsentrasi natrium lauril sulfat 2,5%
pada formula III.
Kata Kunci : Sabun cair, ekstrak daun nangka, natrium lauril sulfat
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan Syukur kepada Allah karena atas limpahan berkah, rahmat,
karunia dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “Formulasi dan Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Dengan Variasi Natrium Lauril Sulfat Sebagai Surfaktan”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan banyak
motivasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada :
1. Bapak Drs. Sadakata Sinulingga, Apt,M.Kes selaku dosen pembimbing
yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Mindawarnis,S.Si,Apt,M.Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes
Kemenkes Palembang.
3. Bapak dan Ibu dosen serta staf Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan
Farmasi.
4. Orang tua dan keluarga penulis yang tak henti-hentinya memberikan
motivasi serta bantuan moril dan materil kepada penulis.
5. Teman-teman Angkatan dan semua pihak yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
Penulis menyadari atas keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka
dari itu, penulis sangat membutuhkan kritik, saran dan bimbingan demi perbaikan
di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Palembang, Juli 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
BIODATA
ABSTRAK
KATA PENGHANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1. Tujuan Umum ................................................................................ 5
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nangka (Artocarpus Heterophyllus L.) ............................................... 7
1. Klasifikasi Tanaman Nangka ......................................................... 7
2. Nama Lain Nangka ........................................................................ 8
3. Uraian Tanaman Nangka................................................................ 8
4. Kandungan Kimia .......................................................................... 10
5. Manfaat Nangka ............................................................................. 10
B. Metabolit Sekunder Pada Tanaman Nangka
1. Flavonoid ....................................................................................... 11
2. Tanin .............................................................................................. 12
3. Steroid ............................................................................................ 12
C. Ekstraksi
1. Definisi Ekstraks ............................................................................ 12
2. Fase Ekstraksi ................................................................................ 12
3. Jenis-Jenis Ekstraksi ...................................................................... 13
4. Pembagian Ekstrak ......................................................................... 15
D. Kulit
1. Definisi Kulit .................................................................................. 16
2. Struktur Kulit ................................................................................. 17
3. Fungsi Kulit .................................................................................... 20
E. Hiperpigmentasi
1. Definisi Hiperpigmentasi ............................................................... 21
2. Penyebab Hiperpigmentasi ............................................................ 21
iii
3. Cara Mencegah Hiperpigmentasi ................................................... 23
4. Pengobatan Hiperpigmentasi ......................................................... 23
F. Sabun
1. Definisi Sabun ................................................................................ 24
2. Jenis-Jenis Sabun ........................................................................... 25
3. Mekanisme Kerja Sabun ................................................................ 26
4. Bahan Pembuatan Sabun ................................................................ 26
5. Contoh Formula Sabun Mandi Cair ............................................... 30
6. Penelitian Sabun Cair Mandi Sebelumnya ..................................... 31
7. Evaluasi Sabun Cair Mandi ............................................................ 33
G. Preformulasi ......................................................................................... 35
H. Rangkuman Preformulasi ..................................................................... 39
I. Kerangka Teori..................................................................................... 42
J. Hipotesis ............................................................................................... 43
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 44
B. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 44
C. Objek Penelitian ................................................................................... 44
D. Cara Pengumpulan Data ....................................................................... 45
1. Persiapan Sampel ........................................................................... 45
2. Ekstraksi Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) ................. 45
3. Formulasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ........................................................ 46
4. Pembuatan Formula Kontrol, I, II, dan III ..................................... 47
5. Evaluasi Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ........................................................ 49
E. Alat Pengumpulan Data
1. Alat ................................................................................................. 53
2. Bahan.............................................................................................. 53
F. Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen ......................................................................... 54
2. Variabel Independen ...................................................................... 54
G. Definisi Operasional
1. Evaluasi Sediaan ............................................................................ 54
2. Kestabilan Fisik .............................................................................. 55
3. pH ................................................................................................... 55
4. Viskositas ....................................................................................... 56
5. Tinggi Busa .................................................................................... 56
6. Warna ............................................................................................. 57
7. Bau ................................................................................................. 57
8. Bobot Jenis ..................................................................................... 58
9. Homogenitas .................................................................................. 58
10. Uji Iritasi Kulit ............................................................................... 59
H. Kerangka Operasional .......................................................................... 60
I. Cara Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 61
iv
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ........................................................................................................ 62
1. Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Nangka ........................................... 62
2. Hasil Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ........................................................... 62
B. Pembahasan ............................................................................................. 68
1. Ekstraksi Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) .................... 68
2. Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ........................................................... 69
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 81
B. Saran ........................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 83
LAMPIRAN ................................................................................................. 89
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Cair Dengan Ekstrak Tomat ................. 30
2. Formula Sabun Cair Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Bawang
Merah Maja Cipanas ............................................................................... 31
3. Formulasi Dan Uji Antibakteri Sediaan Sabun Cair Ekstrak
Etanol Daun Ubi Jalar Ungu ................................................................... 31
4. Rancangan Formula Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ................................................................. 47
5. Hasil Pengamatan pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 63
6. Persentase Penurunan pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ................................................................. 63
7. Hasil Pengamatan Viskositas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 64
8. Persentase Penurunan Viskositas Sabun Cair
Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) ............................. 64
9. Hasil Pengamatan Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 65
10. Persentase Penurunan Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak
Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) .......................................... 65
11. Hasil Pengamatan Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 66
12. Persentase Penurunan Bobot Jenis Sabun Cair
Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) ............................. 66
13. Hasil Pengamatan Warna Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 67
14. Hasil Pengamatan Bau Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 67
15. Hasil Pengamatan Homogenitas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 67
16. Hasil Pengamatan Iritasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan ................ 68
17. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 hari penyimpanan ................. 68
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) ........................................... 7
2. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus L.) .................................... 7
3. Struktur Kulit .......................................................................................... 17
4. Contoh reaksi penyabunan ...................................................................... 25
5. Skema Pembuatan Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ................................................................. 49
6. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran pH Sabun Cair
Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Selama 28 Hari Penyimpanan ................................................................. 63
7. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran Viskositas Sabun Cair
Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Selama 28 Hari Penyimpanan ................................................................. 64
8. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran Tinggi Busa Sabun
Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Selama 28 Hari Penyimpanan ................................................................. 65
9. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran Bobot Jenis Sabun
Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Selama 28 Hari Penyimpanan ................................................................. 66
10. Destilasi Pelarut ...................................................................................... 98
11. Daun Nangka ........................................................................................... 98
12. Pengerian Daun Nangka .......................................................................... 98
13. Daun Nangka Kering............................................................................... 98
14. Serbuk Kasar Daun Nangka .................................................................... 98
15. Proses Maserasi ....................................................................................... 98
16. Destilasi Vakum ...................................................................................... 99
17. Ekstrak Kental ......................................................................................... 99
18. Bahan Yang Digunakan .......................................................................... 100
19. Proses Pembuatan ................................................................................... 100
20. Evaluasi Tinggi Busa .............................................................................. 100
21. Evaluasi pH ............................................................................................. 100
22. Evaluasi Viskositas ................................................................................. 100
23. Evaluasi Bobot Jenis ............................................................................... 100
24. Uji Homogenitas ..................................................................................... 101
25. Uji warna, bau, dan iritasi kulit ............................................................... 101
26. Formula Sabun Cair ................................................................................ 102
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Perhitungan konsentrasi ekstrak daun nangka ........................................ 89
2. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kental
(Artocarpus heterophyllus L.) ................................................................. 89
3. Perhitungan Bahan .................................................................................. 90
4. Permohonan Menjadi Responden ........................................................... 91
5. Inform Contest ........................................................................................ 92
6. Kuisioner ................................................................................................. 93
7. Hasil Pengukuran pH, Viskositas, Tinggi Busa dan Bobot
Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Selama Penyimpanan 28 hari ...................................... 94
8. Proses Pembuatan Ekstrak Kental Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) ................................................................. 98
9. Proses Pembuatan dan Evaluasi .............................................................. 100
10. Formula Sediaan Sabun Cair ................................................................... 102
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sabun merupakan garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal
dari minyak nabati atau lemak hewani digunakan sebagai pembersih, dengan
menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan
kesehatan (SNI, 1994). Berdasarkan konsistensinya sabun dapat berupa krim,
padat dan sabun cair (Agustina dkk, 2017). Pada saat ini sabun cair semakin
banyak digunakan karena sabun cair memiliki kelebihan yaitu bentuknya yang
berupa cairan memungkinkan reaksi sabun cair pada permukaan kulit lebih cepat
dibandingkan sabun padat, sabun cair lebih higienis dalam penyimpanan dan lebih
praktis dibawa ketika bepergian (Sari, 2016).
Sabun cair adalah sediaan berbentuk cair yang ditujukan untuk membersihkan
kulit, dibuat dari bahan dasar sabun yang ditambahkan surfaktan, pengawet,
penstabil busa, pewangi dan pewarna yang diperbolehkan, dan tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit tubuh (SNI, 1996). Sabun efektif untuk
membersihkan kotoran yang menempel pada pemukaan kulit baik yang larut air
maupun larut lemak (Wasitaadmadja, 1997).
Sabun terdiri dari beberapa bahan penyusun dan bahan yang terpenting adalah
surfaktan. Selain berfungsi sebagai pembentuk busa, surfaktan juga berfungsi
sebagai pelarut (lemak dan kotoran) dan pengemulsi (Wasitaadmadja, 1997).
Surfaktan diperlukan untuk meningkatkan kualitas sediaan yang dihasilkan dan
meningkatkan daya busa (Wijana, Mustaniroh, dan Wahyuningrum, 2005). Salah
satu jenis surfaktan yang banyak digunakan pada pembuatan sabun adalah natrium
2
lauril sulfat. Natrium lauril sulfat termasuk jenis surfaktan anionik yang memiliki
kemampuan membersihkan dan sifat fisik lebih baik khususnya pada menurunkan
tegangan permukaan air (Saputri, Radjab, dan Yati, 2014).
Kegunaan sabun bukan hanya digunakan untuk membersihkan diri, tetapi juga
ada beberapa sabun yang sekaligus berfungsi untuk melembutkan kulit, menjaga
kesehatan, maupun memutihkan kulit (Gusviputri dkk., 2013). Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa 55% dari 85% wanita Indonesia yang berkulit gelap ingin
agar kulitnya menjadi lebih putih. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa 70%-
80% perempuan di Asia (yaitu : Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin
mempunyai kulit yang lebih putih (Nandityasari, 2009).
Sabun mandi cair berbahan alam masih jarang ditemukan dipasaran,
kebanyakan sabun masih menggunakan bahan sintetik sebagai bahan aktifnya.
Produk dengan mulai diminati masyarakat Indonesia, karena tingkat keamanannya
yang baik (Putra, Fahrurroji, dan Rujianto, 2016). Keuntungan menggunakan
tumbuhan tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, dan tidak
menimbulkan resistensi (Mambang dan Rezi, 2018). Salah satu bahan alam yang
dapat digunakan sebagai pencerah kulit ialah daun nangka.
Daun nangka muda merupakan inhibitor tirosinase yang dapat menurunkan
produksi melanin, dan berkhasiat sebagai bahan pencerah kulit yang baik
(Rayendra, 2017). Secara empiris pada saat sabun mandi belum banyak dikenal
atau belum banyak digunakan oleh masyarakat, daun nangka digunakan sebagai
pengganti sabun (Sitepoe, 2008) dan secara turun-temurun di Pulau Sumatra,
bagian daun juga digunakan sebagai pemutih kulit (Rayendra, 2017). Kandungan
3
ekstrak etanol 96% daun nangka muda ialah flavonoid, tannin, saponin, steroid.
Pada penilitian ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 2.12% (Fase
Monofenolase) dan 3.93% (Fase Difenolase) dapat digunakan sebagai pencerah.
Pengembangan bahan alam menjadi sabun cair sebelumnya telah diteliti oleh
Rahmawati (2018), dimana sabun cair tersebut menggunakan ekstrak etanol daun
ubi jalar ungu dengan memvariasikan kadar zat aktifnya. Kandungan aktif ekstrak
daun daun ubi jalar ungu antara lain flavonoid, saponin, dan polifenol
(Rahmawati, 2018). Ekstrak daun ubi jalar ungu memiliki kemiripan kandungan
dengan ekstrak daun nangka dan dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa
hasil uji fisik sediaan yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
telah ditetapkan. Mengingat sudah banyak sediaan pencerah kulit yang beredar,
namun belum ada yang menggunakan zat aktif ekstrak daun nangka sebagai
pencerah kulit maka telah dibuat sediaan sabun mandi cair ekstrak daun nangka
dan uji kestabilan fisiknya dengan memvariasikan natrium lauril sulfat sebagai
surfaktan.
4
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dapat
diformulasikan menjadi sediaan sabun cair yang memenuhi syarat dan stabil
secara fisik?
2. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) memiliki pH yang stabil dan memenuhi syarat?
3. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) memiliki viskositas yang stabil dan memenuhi syarat?
4. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) memiliki tinggi busa yang stabil dan memenuhi syarat?
5. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) memiliki bobot jenis yang stabil dan memenuhi syarat?
6. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) memiliki warna yang stabil dan memenuhi syarat?
7. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) memiliki bau yang stabil dan memenuhi syarat?
8. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) memiliki homogenitas yang stabil dan memenuhi syarat?
9. Apakah sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) mengakibatkan iritasi pada kulit saat digunakan?
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus) menjadi sediaan sabun mandi cair yang stabil dan
memenuhi syarat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur pH sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
b. Mengukur viskositas sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
c. Mengukur tinggi busa sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
d. Mengukur bobot jenis sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
e. Mengamati perubahan warna sediaan sabun cair daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
f. Mengamati perubahan bau sediaan sabun cair ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.).
g. Mengamati homogenitas sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
h. Mengamati reaksi iritasi yang ditimbulkan sediaan sabun cair ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) setelah diaplikasikan pada kulit.
6
D. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi ilmiah tentang pemanfaatan daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) sebagai pencerah atau pemutih kulit alami dalam bentuk sediaan
sabun mandi cair, serta membantu masyarakat dalam meningkatkan penggunaan
tanaman obat tradisional dan sebagai tambahan informasi kepada peneliti yang
akan melakukan penelitian lebih lanjut.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nangka (Artocarpus Heterophyllus L.)
1. Klasifikasi Nangka
Klasifikasi tanaman Nangka menurut Lisnawati (2018) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subdivisi : Angiospermae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus L.
Gambar 1. Daun Nangka Gambar 2. Tanaman Nangka
(Artocarpus Heterophyllus L.) (Artocarpus Heterophyllus L.)
(Sumber : Dokumen Pribadi)
8
2. Nama Lain Nangka
Menurut Widyastuti (1993), tanaman ini memiliki beberapa nama daerah yaitu
panaih (Aceh), lamasa atau malasa (Lampung), nongko (Jawa), nangka atau
langger (Gorontalo), anaane (Ambon), naknak atau krour (Irian Jaya).
3. Uraian Tanaman Nangka
Dari Negara asalnya India Selatan, Nangka (Artocarpus heterophyllus)
berimigrasi dan menyebar keseluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia.
Tanaman buah ini termasuk golongan tanaman tropis sehingga penyebaran dan
pengembangannya lebih banyak ditemukan didaerah yang beriklim tropis.
Keberadaan buah nangka tidak mengenal musim. Di Indonesia, nangka cukup
populer dan hampir dapat ditemukan diseluruh dunia (Widyastuti, 1993).
a. Pohon
Nangka merupakan salah satu jenis tanaman buah tahunan. Umurnya sangat
panjang, dapat mencapai puluhan tahun. Sosok tanaman nangka mudah dikenali,
berbentuk pohon besar, berbatang kayu dan tingginya dapat mencapai 25 m.
Batangnya berwarna kuning dan mengandung getah yang rekat. Oleh karena itu
tanaman nangka relatif sulit diokulasi. Tanaman nangka mempunyai percabangan
yang banyak dan daunnya rimbun sehingga dapat dijadikan tanaman peneduh.
Diameter batangnya cukup besar, dapat mencapai 80 cm (Widyastuti, 1993).
b. Akar
Tanaman nangka termasuk tanaman yang kokoh. Selain batangnya kuat,
ketegaran pohonnya juga ditunjang oleh akarnya. Jenis akar nangka adalah akar
tunggang dengan percabangan akar yang banyak. Oleh sebab itu, nangka juga baik
9
ditanam ditempat yang perairannya dalam sebab ujung akarnya dapat mencapai
air tersebut (Widyastuti, 1993).
c. Daun
Daun tanaman nangka termasuk daun tunggal, tersusun berseling, tebal, agak
kaku,dan pinggirnya rata. Permukaan dan warna daun bagian atas berbeda dengan
bagian bawah. Daun bagian atas licin dan berwarna hijau cerah, sedangkan
permukaan bawahnya kasar dan berwarna hijau tua. Pada pangkal daunnya
terdapat daun penumpu yang berbentuk segi tiga panjang dan berwarna kuning
kecoklatan (Widyastuti, 1993). Panjang daun berukuran sampai dengan 16 cm
(Elvitch dan Manner, 2006).
d. Bunga
Pohon nangka merupakan tanaman berumah satu dan dalam satu tanaman
dijumpai bunga jantan dan bunga betina. Bunganya termasuk bunga majemuk
periuk. Bunga periuk pada nangka terbentuk dari ujung ibu tangkai bunga yang
menebal, berdaging dan berbentuk seperti gada. Bunga-bunga nangka yang kecil
terdapat diseluruh bagian yang menebal tersebut. Bunga jantan terpisah dari bunga
betina. Bunga jantan mengandung benang sari. Sedangkan bunga betina berbentuk
gada silindris, putik tunggal, pipih, dan yang terlihat hanya bagian ujungnya.
Perhiasan bunga berupa tenda bunga yang terdiri dari dua tajuk (Widyaastuti,
1993).
e. Buah
Buah nangka yang dikenal orang sebenarnya buah majemuk yang terdiri dari
kumpulan banyak buah (Widyastuti, 1993). Buah berwarna hijau sampai kuning
10
kecoklatan, berbentuk heksagonal dengan kulit tebal, dan panjang dari 30-90 cm.
Biji buah tanaman ini berwarna coklat cerah sampai coklat, berbentuk bundar
dengan diameter 1-1,5 cm (Elvitch dan Manner, 2006).
4. Kandungan Kimia Nangka
Menurut penelitian Rayendra (2017), daun nangka muda telah diuji memiliki
kandungan senyawa kimia yaitu flavonoid, tannin, saponin dan steroid. Dimana
Flavonoid salah satu golongan senyawa aktif sebagai penghambat aktivitas enzim
tirosinase (Chang, 2009).
5. Manfaat Nangka
Daun nangka mempunyai efek antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus (Mambang dan Rezi, 2018), sebagai antioksidan
(Adnyani, Parwata dan Negara, 2017) dan dipulau Sumatra daun nangka
dimanfaatkan sebagai pemutih kulit (Rayendra, 2017). Menurut Harahap (2017),
Biji nangka dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku
industri makanan, khasiat kayu nangka sebagai antispamodik dan sedativ, daging
buah nangka sebagai ekspektoran, getah kayu juga telah digunakan biji nangka
dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku sebagai obat
demam, obat cacing, dan sebagai antiinflamasi, daun nangka dapat digunakan
sebagai laktagoga (memperlancar ASI). Daun nangka juga dapat digunakan sebagi
obat batuk dan masalah saluran pencernaan (Mambang dan Rezi, 2018).
11
B. Metabolit Sekunder pada Tanaman Nangka
a. Flavonoid
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari atom karbon,
dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) Sehingga
membentuk suatu susunan C6- C3 . (Lenny, 2006). Flavonoid adalah senyawa fenol
alam yang terdapat hampir semua tumbuhan (Salmia, 2016). Flavonoid berguna
untuk mencegah kerusakan otak, antikanker, menghindarkan kerusakan dinding
pembuluh dan terjadinya udema, dan sebagai antioksidan (Tjay dan Rahardja,
2015) dan menurut Latifah (2015), flavonoid juga dapat menghambat peroksidasi
lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat beberapa
enzim.
Flavonoid salah satu dari polifenol yang memiliki peran besar dalam aktivitas
enzim tirosinase karena mengandung gugus fenol dan cincin pyren. Struktur dari
flavonoid secara prinsip sesuai sebagai substrat dan mampu berkompetisi
sehingga dapat menjadi penghambat tirosinase (Chang, 2009).
Flavonoid adalah golongan fenolik yang memiliki gugus hidroksil yang
bermuatan negatif pada ujung rantainya. Ujung fenolik dari senyawa aktif ekstrak
berikatan dengan atom Cu pada sisi aktif tirosinase menyebabkan tidak terjadi
reaksi oksidasi yang dikatalisis tirosinase sehingga pembentukan senyawa
dopakuinon dan dopakrom menjadi berkurang (Juwita 2011). Adanya flavonoid
ini membuat reaksi enzim dengan substrat terhalang sehingga melanin tidak
terbentuk (Sari, 2018).
12
b. Tannin
Tanin berperan sebagai astringent yang dapat mengurangi flek hitam (Ashok,
2012). Tannin bersifat kompleks mulai dari pengendap protein hingga penghelat
logam. Tannin juga berfungsi sebagai antioksidan alami yang terdapat pada
tumbuhan (Feng dkk, 2014).
c. Steroid
Dalam penelitian Chang (2009) juga menyatakan bahwa steroid merupakan
salah satu dari inhibitor tirosinase.
C. Ekstraksi
1. Definisi Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memnuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes RI, 1995).
2. Fase Ekstraksi
Menurut Voight (1994), pada proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua fase :
a. Fase Pembilasan
Pada saat cairan ekstraksi kontak dengan material simpilsia maka sel-sel yang
rusak atau tidak utuh lagi akibat operasi penghalusan langsung bersentuhan
dengan bahan pelarut. Dengan demikian komponen sel yang terdapat di dalamnya
lebih mudah diambil atau dibilas. Oleh karena itu, dalam fase pertama ekstraksi
ini, sebagian bahan aktif telah berpindah kedalam bahan pelarut. Semakin halus
serbuk simplisia, akan semakin optimal proses pembilasannya.
13
b. Fase ekstraksi
Pada fase ini, bahan pelarut harus mampu mendesak masuk kedalam sel untuk
mendesak komponen dalam sel keluar. Membran sel yang mengering, mengkerut
didalam simplisia mula-mula harus diubah kondisinya sehingga memungkinkan
bahan pelarut masuk kebagian dalam sel. Hal itu terjadi melalui pembengkakan,
dimana membran mengalami pembesaran volume akibat masuknya sejumlah
molekul bahan pelarut.
3. Jenis Ekstraksi
Ektraksi memiliki beberapa jenis diantaranya :
a. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling mudah dan sederhana. Bahan
simplisia yang dihaluskan umumnya dipotong-potong atau berupa serbuk kasar
yang disatukan dengan bahan pengekstraksi. Kemudian disimpan pada tempat
yang terlindung dari cahaya dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi
berbeda-beda. Masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Menurut
pengalaman 5 hari telah memadai untuk memungkinkan berlangsungnya proses
yang menjadi dasar dari cara seperti yang telah diuraikan diatas (melarutnya
bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang berbentuk penghalusan,
ekstraksi bahan kandungan dari sel yang masih utuh). Lalu cairan maserasi dari
cairan yang diperoleh melalui perasan disatukan atau sampai mencapain kadar dan
jumlah yang diinginkan. Hasil ekstraksi disimpan dalam kondisi dingin selama
beberapa hari, lalu cairannya dituang dan disaring (Vioght, 1994).
14
b. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut yang
memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan
secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia
yang umumnya berupa serbuk kasar. Sebelum percolator diisi, simplisia
dilembabkan dulu dengan menstruum dan dibiarkan membengkak untuk
memudahkan penetrasi bahan pengekstraksi kedalam kelompok sel selama
perkolasi. Setelah memasukkan bahan pengekstraksi, ditunggu sampai cairan
ekstrak mulai menetes kemudian jalan keluar ditutup. Jalan keluar ini dibuka jika
bahan pengekstraksi berada 1-2 cm diatas lapisan simplisia. Selama masa ini
terjadi pembengkakan lanjut dan maserasi. Cairan penyari dialirkan dari atas
kebawah melalui serbuk tersebut dengan kecepatan penetesan yang tergantung
dari jumlah simplisia diatur sedemikian rupa, sehingga setiap waktu tertentu,
jumlah tetesan yang masuk yang keluar sama banyak. Setelah itu perkolat
diuapkan pada suhu dan tekanan yang rendah sampai konsentrasi yang
dikehendaki (Voight, 1994).
c. Sokletasi
Bahan yang diekstraksi di dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas karton dan
sebagainya) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang kontinyu (percolator)
wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan diantara labu dan suling dan
suatu pendingin aliran balik dan dihubungkan melalui pipa sifon. Labu tersebut
berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai ke dalam dinding pendingin
aliran balik melalui pipet lalu mengalami kondensasi melalui molekul-molekul air
15
yang menetes turun menyari simplisia dalam wadah gelas. Setelah mencapai
tinggi maksimal secara otomatis cairan kembali lagi ke labu melalui pipa sifon.
Dengan demikian zat yang terekstraksi tertimbun melalui penguapan kontinu dari
bahan pelarut murni (Voight, 1994).
d. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 90o selama 15 menit. Cara pembuatan infusa yaitu
mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, dipanaskan di tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 90o sambil sekali-sekali diaduk. Kemudian diserkai selagi panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki.
Infusa simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infusa
yang mengandung bukan bahan yang berkhasiat keras, dibuat menggunakan 10%
simplisia (Depkes RI, 1995).
4. Pembagian Ekstrak
Berdasarkan sifatnya, ekstrak dibagi menjadi :
a. Ekstrak encer (ekstractum tenue)
Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituangkan tetapi
pada saat ini sudah tidak terpakai lagi (Voight, 1994).
b. Ekstrak kental (ekstractum spissum)
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan
airnya berjumlah sampai 30%. Sediaan obat ini pada umumnya juga tidak sesuai
lagi dari persyaratan masa kini. Tingginya kandungan air menyebabkan
16
ketidakstabilan sediaan obat (cemaran bakteri) dan bahan aktifnya (penguraian
secara kimia). Ekstrak kental sulit ditakar (penimbangan dan sebagainya) (Voight,
1994).
c. Ekstrak cair (ekstractum fluidum)
Yang dibuat sedemikian rupa hingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2
bagian (kadang-kadang juga satu bagian) ekstrak cair. Ekstrak kering dan ekstrak
cair merupakan komponen sediaan obat (Depkes RI, 1995).
d. Ekstrak Kering (ekstractum siccum)
Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan, melalui
penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu
produk, yang sebaiknya kandungan lembab tidak lebih dari 5% (Voight, 1994).
D. Kulit
1. Definisi Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan melindungi organ lainnya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2 m2 dan berat
sekitar 4 kg. Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam
gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah
mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk seacar terus menerus
(keratinasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu
tubuh, produksi sebum dan keringat, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan
terhadap tekanan dan infeksi dari luar, dan pembentukan pigmen melanin untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari (Tranggono dan latifah,
2007).
17
2. Struktur Kulit
Gambar 3. Skema Bagian-bagian Kulit
(Sumber : www.google.com)
a. Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan paling luar kulit. Ketebalan epidermis berbeda-beda
pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya
pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1
milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut (Tranggono dan
latifah, 2007). Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai
pembuluh darah maupun limfa, oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen
diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis
ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit (Kalangi, 2013).
Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal
yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanan-nya, sel-sel
18
ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam
sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-sel ini mati dan secara tetap dilepaskan
(terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20
sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari
sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel
memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap
permukaan kulit (Kalangi, 2013).
Epidermis terdiri atas 5 lapisan dari dalam hingga luar yaitu stratum basal,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.
1) Stratum Basal (lapis basal, lapis benih)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel-
selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan
sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel,
proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini
bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih
superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam
keadaan normal cepat (Kalangi, 2013).
2) Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan
pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang
berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah
19
menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak
desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke
atas bentuk sel semakin gepeng (Kalangi, 2013).
3) Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula kerato-hialin, yang dengan mikroskop elektron
ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom.
Mikro-filamen melekat pada permukaan granula (Kalangi, 2013).
4) Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan
agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun
ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian
seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain
di bawahnya (Kalangi, 2013).
5) Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta
sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling permukaan merupa-kan
sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas (Kalangi, 2013).
b. Lapisan Dermis
Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada
didalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai 72 % dari keseluruhan berat
kulit manusia bebas lemak. Didalam dermis terdapat adneka-adneka kulit seperti
20
folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebase,
otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian
serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit
(subkutis/hypodermis) (Tranggono dan latifah, 2007).
c. Lapisan Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis.
Berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi
terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu
dengan bagian dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapisan
ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-
serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-
sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis
kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah
tertentu (Kalangi, 2013).
3. Fungsi Kulit
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh sehingga berperan sebagai
pelindung tubuh dari kerusakan atau pengaruh lingkungan yang buruk. Fungsi
kulit yang lain diantaranya:
a. Kulit sebagai pelindung
Kulit akan melindungi tubuh bagian dalam dari kerusakan akibat gesekan dan
tekanan, tarikan saat melakukan berbagai aktivitas. Kulit juga menjaga dari
berbagai gangguan mikrobiologi seperti jamur dan kuman, Melindungi tubuh dari
zat-zat kimia dari lingkungan yang polusif (Maharani, 2015).
21
b. Fungsi absorbsi
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal dan tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolism dan jenis vehikulum (Maharani, 2015).
c. Kulit sebagai fungsi eksresi
Kulit mempunyai fungsi sebagai tempat pembuangan suatu cairan yang keluar
dari dalam tubuh berupa keringat dengan perantara dua kelenjar keringat, sebasea
dan keringat (Maharani, 2015).
d. Kulit untuk menunjang penampilan
Fungsi yang terkait kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih
dan bersih dan dapat menunjang penampilan (Maharani, 2015).
E. Hiperpigmentasi
1. Definisi Hiperpigmentasi
Hiperpigmentasi adalah gangguan pigmen kulit karena produksi melanin
secara berlebihan atau distribusi melanin yang tidak merata. Pada kondisi ini, kulit
dapat terlihat lebih gelap atau timbul noda hitam pada bagian – bagian tertentu
dari kulit (Juwita, 2011).
2. Penyebab Hiperpigmentasi
Faktor- faktor yang menjadi penyebab Hiperpigmentasi antara lain:
a. Faktor Eksternal
1) Paparan Sinar Ultraviolet
Paparan UV memegang peranan penting pada pathogenesis melisma, yang
dibuktikan dengan pola distribusi hiperpigmentasi fasial yang tidak mengenai area
yang terlindung sinar UV seperti philtrum. Radiasi UV menginduksi proliferasi
22
melanosit, migrasi dan melanogenesis, serta meningkatkan level alpha melanocyte
stimulating hormone (alfa-MSH) dan hormone adrenokortin yang meningkatkan
pengaturan proliferasi melanosit dan melanogenesis (Anwar, Zainuddin, dan
Miranti, 2016).
2) Faktor Kosmetik
Kosmetik atau bahan-bahan topikal lain yang berperan untuk terjadinya
melasma atau hiperpigmentasi. Kosmetika yang mengandung parfum, zat warna
tertentu dan bahan pengawet akan merangsang melanogenesis apabila terpapar
sinar UV (Anwar, Zainuddin, dan Miranti, 2016).
3) Faktor Obat-Obatan
Pigmentasi yang ditimbulkan oleh obat mencapai 10-20% dari keseluruhan
kasus hiperpigmentasi yang didapat. Pathogenesis pigmentasi yang diinduksi oleh
obat ini bermacam-macam, berdasarkan pada penyebab pengobatan dan
melibatkan akumulasi melanin, diikuti dengan peradangan kutaneus yang non
spesifik dan sering diperparah dengan paparan sinar matahari. Biasanya obat-obat
ini akan tertimbun pada lapisan atas dermis bagian atas secara kumulatif, dan juga
dapat merangsang melanogenesis (Anwar, Zainuddin, dan Miranti, 2016).
b. Faktor Internal
1) Faktor Endokrin
Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis yaitu Melanin
Stimulating Hormone (MSH), estrogen, dan progesterone (Anwar, Zainuddin, dan
Miranti, 2016).
23
2) Genetik dan Ras
Faktor genetic melibatkan migrasi melanoblas dan perkembangan serta
diferensiasinya dikulit. Morfologi melanosit, struktur matriks, dan melanosom,
aktivitas tirosinase dan tipe melanin yang disintesis, semua dibawah control
genetic (Anwar, Zainuddin, dan Miranti, 2016).
3. Cara Mencegah Hiperpigmentasi
Beberapa cara untuk mencegah Hiperpigmentasi antara lain:
a. Menghindari paparan langsung sinar matahari terutama dari pukul 09.00
sampai 15.00.
b. Melindungi kulit menggunakan tabir surya yang tepat, penggunaan 30 menit
sebelum terkena paparan sinar matahari.
c. Melakukan olahraga secara teratur dan terukur, karena peredaran darah yang
lancar akan mengingkatkan kesehatan kulit.
d. Melakukan perawatan kulit secara teratur dengan produk perawatan kulit yang
sesuai dengan jenis kulit, dari dalam maupun luar tubuh (Anwar, Zainuddin,
dan Miranti, 2016).
4. Pengobatan Hiperpigmentasi
Menurut Anwar, Zainuddin, dan Miranti (2016) beberapan jenis bahan obat
yang mampu mengobati hiperpigmentasi :
a. Hidrokuinon
Hidrokuinon merupakan bahan pemutih yang paling banyak digunakan.
Hidrokuinon menghambat tirosinase dan mempunyai efek toksik terhadap
24
melanosit (melanositotoksik). Derivate hidroquinon antara lain mequinol dan
arbutin.
b. Asam Kojik
Suatu metabolit jamur yang diproduksi oleh Aspergillusoryzae. Asam
menghambat tirosinase dengan melepaskan tembaga. Kojik acid dipercaya
menonaktifkan tirosinase. Kojic acid dapat digunakan sebagai pengganti
hidroquinon pada pasien yang tidak toleran terhadap hidroquinon. Tersedia dalam
konsentrasi 1-4%.
c. Retinoid
Retinoid memiliki cara kerja juga dengan cara menghambat enzim tirosinase,
disperse butir-butir pigmen di keratinosit, serta mempercepat hilangnya pigmen
akibat akselerasi epidermal turnover. Asam retinoat 0,1% terutama digunakan
sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. Efek samping berupa eritema,
deskuamasi, dan fotosensitasi.
F. Sabun
1. Definisi Sabun
Sabun adalah senyawa natrium dan kalium dengan asam lemak dari minyak
nabati atau lemak hewani digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan
zat pewangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994).
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan (Suarsa, 2018).
Pada umumnya metode pembuatan sabun dapat dibagi menjadi dua, yaitu
reaksi penyabunan (saponifikasi) dan reaksi netralisasi. Pada reaksi saponifikasi,
25
prinsipnya yaitu tersabunkannya asam lemak dengan alkali, dengan cara minyak
dan lemak direaksikan dengan alkali menghasilkan sabun dan gliserol. Pada reaksi
netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi asam lemak langsung dengan alkali.
Minyak dan lemak dipecah menjadi asam lemak dan gliserol sebelumnya lalu
asam lemak dinetralkan dengan reaksi alkali yang menghasilkan sabun (Mitsui,
1997). Contoh reaksi penyabunan asam oleat dan KOH :
Gambar 4. Contoh Reaksi Penyabunan
2. Jenis-jenis Sabun
Menurut Lubis (2003), jenis sabun terbagi atas :
a. Sabun cair
Dibuat dari minyak kelapa, alkali yang dipakai KOH, berbentuk cair dan tidak
mengental pada suhu kamar.
b. Sabun lunak
Dibuat dari minyak kelapa/minyak kelapa sawit dan minyak tumbuhan yang
tidak jernih, alkali yang dipakai KOH, bentuk seperti pasta dan sangat mudah
larut.
c. Sabun keras
Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang dikeraskan dengan
proses hidrogenasi, asam lemaknya jenuh dan mempunyai BM tinggi, alkali yang
dipakai NaOH dan sukar larut dalam air.
CH2 – O – O – C – C17H33 CH2 – OH
CH – O – O – C – C17H33 + 3 KOH 3 C17H33 – C – O – O – K + CH – OH
CH2 – O – O – C – C17H33 CH2 – OH
Gliseril Trioleat Alkali Sabun Gliserol
26
3. Mekanisme Kerja Sabun
Saat kontak dengan air, sabun berpenetrasi ke dalam antarmuka kulit dan
kotoran untuk melemahkan gaya adhesi dan membuat kotoran mudah untuk
dihilangkan. Kotoran tersebut kemudian dihilangkan secara fisik dan kemudian
terdispersi dalam larutan sabun sebagai akibat dari emulsifikasi oleh molekul
sabun. Beberapa jenis kotoran dapat dihilangkan dengan cara tersolubilitas dalam
misel yang terbentuk dari sabun (Mitsui, 1997).
Menurut Brady (1999), untuk membersihkan kotoran yang berupa minyak,
pembilasan dengan air saja tidak cukup. Dibutuhkan zat lain untuk menurunkan
tegangan permukaan antara minyak dan air. Dengan adanya sifat surfaktan pada
sabun, terjadi proses emulsifikasi sehingga bagian yang polar (hidrofilik)
berikatan dengan air dan bagian non polar (lipofilik) berikatan dengan minyak.
Bagian non polar dari sabun memecah ikatan antar molekul minyak sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan. Akibatnya air dapat menyebar
membasahi seluruh permukaan dan mengangkat kotoran (Handayani, 2009).
4. Bahan Pembuat Sabun
Menurut Wasitaadmadja (1997), sabun konvensional yang dibuat dari lemak
dan minyak alami dengan garam alkali serta sabun deterjen saat ini biasanya
mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum,
pengontrol pH dan bahan tambahan khusus.
a. Surfaktan
Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang
dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa, minyak zaitun atau lemak babi.
27
Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik fisik maupun
kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada
yang lambat berbusa tapi lengket dan stabil. Saat ini jenis surfaktan mencapai
angka ribuan. Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air
(hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat
mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja
menurunkan tegangan permukaan.
Berdasarkan muatannya surfaktan dibagi menjadi empat golongan yaitu:
1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
anion. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus
ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus sulfat atau sulfonate.
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
kation. Surfaktan jenis ini memecah dalam media cair, dengan bagian kepala
surfaktan kationik bertindak sebagai pembawa sifat aktif permukaan.
3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan
positif dan negatif.
a. Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja
meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal:
asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan
minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat,
asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat). Bahan-
28
bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai
pelumas (plasticizers).
b. Antioksidan
Antioksidan yaitu zat yang dapat menghambat, menunda, mencegah, atau
memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam konsentrasi yang kecil. Untuk
menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat
oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02%-0,1%).
Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalis
oksidasi EDTA. EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate)
c. Warna
Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang
ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-
0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan
transparan.
d. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.
Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik
memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat
pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk
membedakan produk masing-masing.
29
e. Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat dan kalium biftalat
dapat digunakan untuk mengatur pH sabun.
f. Bahan Tambahan Khusus
Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen,
maupun segi ekonomi dapat ditambahkan kedalam formula sabun. Saat ini banyak
bahan tambahan dalam pembuatan sabun, seperti :
1) Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.
2) Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.
3) Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen,
triklosan, dan sulfur koloidal.
4) Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptic,
misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.
5) Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.
6) Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang
berbeda.
7) Apricot, dengan menambahkan apricot atau monosulfiram.
30
5. Contoh Formula Sabun Cair
Tabel 1. Formulasi Dan Uji Antibakteri Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Etanol
Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas Poir) Terhadap Bakteri
Escherichia coli (Rahmawati, 2018).
Bahan Formula (%)
Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu 8
Minyak Zaitun 20
KOH 10% 4
Na-CMC 2
Sodium Lauril Sulfat 2
Asam Stearat 2
Propilenglikol 5
BHT 0,02
Pewangi Strawberry 1 ml
Aquadest ad 50 ml
Tabel 2. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Mandi Cair Dengan Ekstrak Tomat
(Solanum Lycopersicum L.) Sebagai Antioksidan (Agustina dkk, 2017).
Bahan Formula (%)
Ekstrak Tomat 2.5
Carbopol 6
KOH 0.15
Cocamidopropil Betain 5
Vitamin E 0,1
Aqua Destilata 100 ml
Parfum qs
31
Tabel 3. Formula Sabun Mandi Cair Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Bawang
Merah Maja Cipanas (Allium cepa L. Aggregatum) (Wulansari, 2017).
Bahan Formula (%)
Ekstrak Kulit Bawang Merah Maja 1
Natrium Lauril Sulfat 7,5
Kokamidropropil Betain 2
Hidroksi Propil Metil Selulosa 2
Propilen Glikol 7
Dinatrium EDTA 0,1
Metil Paraben 0,18
Propil Paraben 0,02
Aquadest ad 100
Dapar Posfat Ph 8 Qs
6. Penelitian Sabun Cair Sebelumnya
Penelitian Rahmawati (2018), dengan formula I,II,III, dan IV. Formula I
sebagai formula basis tanpa ekstrak, sedangkan formula I,II, dan III dengan
variasi zat aktif 4%, 6% dan 8%. Dari hasil evaluasi organoleptik, formula I
berwarna putih, formula II berwarna kuning muda, formula III berwarna kuning
tua dan formula IV berwarna kuning kecoklatan. Bentuk sabun cair dalam
penelitian Rahmawati (2018) semua formula memiliki bentuk semi solid dan bau
semua formula memiliki bau pengaroma strawberry karena semua formula
ditambahkan pengaroma. Hasil uji pH penelitian Rahmawati (2018), sudah
memenuhi Standar Nasional Indonesia, dimana syarat pH sabun mandi cair
dengan syarat range 8-11. Formula I memiliki pH 9,31, formula II memiliki pH
8,50, formula III memiliki pH 8,29, dan formula IV memiliki pH 8,22. Pada uji
tinggi busa semua formula memenuhi Standar Nasional Indonesia dengan syarat
32
range 13 mm-220 mm. Formula I memiliki tinggi busa 16 mm, formula II 18 mm,
formula III 18 mm, dan formula IV 16 mm. Pada uji homogenitas semua formula
telah homogen dan semua formula telah memiliki daya sebar yang baik, formula I
memiliki daya sebar 6,4 cm, formula II memiliki daya sebar 6,4 cm, formula III
memiliki daya sebar 6,3 cm dan formula IV memiliki daya sebar 6,1 cm dimana
semua formula telah memenuhi syarat dengan range 5,5-6,5 dan viskositas dari
keempat formula juga memenuhi range 400 – 4000 cP.
Penelitian Wulansari (2017) memiliki 4 formula. Formula I sebagai kontrol,
formula II dengan ekstrak 1%, formula II dengan ekstrak 2%, dan formula III
dengan ekstrak 3%. Hasil evaluasi dari sabun mandi cair formula I tidak berwarna
sedangkan formula II,III, dan IV berwarna merah dan merah kecoklatan. Formula
I tidak berbau sedangkan formula II,III dan IV berbau bawang. Semua bentuk
formula berbentuk cairan kental. Uji homogenitas dari keempat formula
memenuhi syarat, tidak ada endapan baik formula I,II,III dan IV. Uji bobot jenis
semua formula memenuhi syarat, syarat bobot jenis menurut Standar Nasional
Indonesia dengan range 1,01-1,10. Uji Viskositas sabun mandi cair yang baik
adalah 400-4000 cP, dalam formula sabun cair ekstrak bawang tiwai ini semua
formulanya mememuhi persyaratan viskositas. Uji pH pada keempat formula
memenuhi syarat sabun mandi cair dengan berkisar dalam range 6-8 dan pada uji
tinggi busa sabun mandi cair memiliki syarat range 1,3-22cm, dari keempat
formula memenuhi standar yang baik karena memiliki tinggi busa 3,55-3,60 cm.
Penelitian Agustina, dkk (2017), memiliki 3 formula dengan memvariasikan
carbopol sebagai pengental. Formula I dengan variasi carbopol 4%, Formula II
33
dengan variasi carbopol 5%, dan Formula III dengan variasi 6%. Hasil evaluasi
organoleptik sabun mandi cair ekstrak tomat seluruh formula berwarna coklat,
berbentuk cair dan homogen. Pada uji pH sabun mandi cair tidak memenuhi
persyaratan karena syarat range sabun cair menurut Standar Nasional Indonesia
ialah 8-11, sedangkan sabun mandi cair ekstrak tomat tidak memenuhi pH sabun
cair. pH sabun cair formula I memiliki rata-rata pH 5,43, pH sabun cair formula II
memiliki rata-rata 6,72 dan pH sabun cair formula III memiliki rata-rata 7,30 dan
pada uji viskositas sabun cair formula III yang mendekati viskositas sediaan
pembanding dipasaran.
7. Evaluasi Sabun Mandi Cair
Evaluasi sabun mandi cair yang dilakukan meliputi uji warna, bau, iritasi,
homogenitas, pH, viskositas, tinggi busa, dan bobot jenis hal ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas sabun yang dihasilkan.
a. Warna
Selama penyimpanan berlangsung sabun cair yang berubah warna dapat
diakibatkan oleh ketidak stabilan dan cemaran mikroorganisme, oleh karena itu
selama penyimpanan sediaan harus disimpan dan diperluakukan sedemikian rupa
agar tidak terjadinya perubahan warna.
b. Bau
Bau sabun mandi cair pun harus diperhatikan dengan baik, karena apabila bau
sabun cair berubah selama penyimpanan hal itu menandakan sabun cair tidak
stabil pada fisik dan perubahan bau dapat menimbulkan bau yang tidak
34
menyenangkan pada sediaan sabun mandi cair maka akan mengganggu
kenyamanan dalam pemakaian.
c. Homogenitas
Tingkat kehomogenan sabun cair juga harus diperhatikan guna mengamati
apakah didalam sabun cair masih terdapat partikel yang belum terdistribusi
dengan baik atau sabun cair tidak meninggalkan partikel-partikel dalam setiap
formula (Maramis, 2014).
d. Iritasi Kulit
Gejala yang mungkin timbul setelah pengaplikasian sediaan sabun cair pada
kulit, misalnya kemerahan, rasa panas, dan perih. Uji iritasi kulit dilakukan untuk
menentukan potensi iritasi pada kulit setelah diberikan sabun cair (Rahmi dkk,
2017).
e. pH
Nilai pH merupakan nilai yang menunjukan derajat keasaman suatu sediaan
(Rahmawati, 2018). Uji pH merupakan salah satu syarat mutu sabun cair, karena
sabun cair memiliki kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan
masalah apabila pHnya tidak sesuai (Dimpudus, Yamlean dan Yudistira, 2017).
Uji pH dilakukan dengan alat pH meter (Febriyanti, Sari dan Nofita, 2014). pH
sabun mandi cair diharapkan masuk dalam rentang Standar Nasional Indonesia
(1996) yaitu dengan pH 8-11.
f. Viskositas
Uji Viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sabun sehingga dapat
mengetahui kemudahan mengalir sabun (Ichsani, 2016). Pengujian viskositas
35
dengan menggunakan alat Viskometer Brookfield. Syarat rentang sabun cair 400-
4000 cP (Nauli, Darmanto, dan Susanto, 2015).
g. Tinggi Busa
Uji daya busa bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan menghasilkan
busa ketika digunakan (Ichsani, 2016). Syarat tinggi busa 13-220 mm (SNI,
1996).
h. Bobot Jenis
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat terhadap air
dengan volume yang sama ditimbang pada suhu yang sama
(biasanya 25o
C) dan alat yang digunakan adalah piknometer (Depkes RI, 1995).
Nilai bobot jenis yang baik dengan rentang 1,01-1,010 (SNI, 1996).
G. Preformulasi
a. Ekstrak Daun Nangka
Daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) mengandung senyawa aktif
flavonoid, tannin dan steroid yang berkhasiat sebagai inhibitor tirosinase yang
dapat menurunkan produksi melanin dan berfungsi sebagai bahan pencerah kulit.
Ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang diperoleh dengan cara
maserasi menggunakan larutan penyari etanol 96%, maserat yang diperoleh
kemudian didestilasi vakum sehingga didapatkan ekstrak kental yang akan
digunakan sebagai zat aktif dalam formulasi sabun cair. pH ekstrak kental daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) 5,26. Konsentrasi ekstrak kental daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang digunakan dalam formula adalah
2.12% (Rayendra, 2017).
36
b. Minyak Zaitun atau Olive Oil
Minyak Zaitun berupa cairan berminyak bening, tidak berwarna atau kuning.
Kelarutan sedikit larut dalam etanol (95%), larut dalam eter, kloroform, minyak
bumi (50-70o C) dan Karbon disulfide. Minyak zaitun telah digunakan dalam
sediaan enema, liniment, salep, plester, dan sabun. Dalam kosmetik, minyak
zaitun digunakan sebagai pelarut, dan juga sebagai kulit dan kondisioner rambut.
Jenis produk mengandung minyak zaitun termasuk shampo dan conditioner
rambut, produk pembersih, krim topikal dan lotion. Kandungan asam lemak
paling banyak dalam minyak zaitun yaitu asam oleat (55 – 83%). Minyak zaitun
memiliki pH 6,2. Minyak zaitun harus disimpan ditempat yang sejuk, kering, dan
terlindung dari cahaya. Dalam Formulasi Sabun ini olive oil digunakan sebagai
asam lemak (basis sabun) (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
c. KOH atau Potassium Hidroksida
Kalium hidroksida memiliki massa putih atau hampir putih, berbentuk padat
tetapi dapat berbentuk menjadi butir, stick, gumpalan dan serpih. Kalium
hidroksida bersifat higroskopis dan deliquescent pada eksposur ke udara, dengan
cepat menyerap karbon dioksida dan air membentuk kalium karbonat. Kalium
hidroksida atau potassium hidroksida banyak digunakan dalam formulasi farmasi
untuk mengatur pH larutan. Bisa juga digunakan untuk bereaksi dengan asam
lemah untuk membentuk garam. Secara terapeutik, kalium hidroksida digunakan
dalam berbagai bentuk aplikasi dermatologis. Kalium hidroksida harus disimpan
ditempat sejuk dan kering. Kalium hidroksida memiliki pH 13.5. Kalium
37
Hidroksida harus disimpan ditempat yang sejuk dan kering. Kalium hidroksida
berfungsi sebagai agen alkali (basis sabun) (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
d. Natrium Lauril Sulfat atau Sodium Lauril Sulfat
Natrium lauril sulfat atau sodium lauril sulfat terdiri dari serbuk putih atau
krim hingga kristal berwarna kuning pucat, serpih, atau bubuk bernuansa lembut,
rasa pahit dan berbau zat lemak yang samar-samar. Natrium lauril sulfat berfungsi
sebagai surfaktan anionik, deterjen, bahan pengemulsi, penetral kulit, pelumas
tablet dan kapsul, serta pembasah. Natrium lauril sulfat adalah surfaktan anionik
yang digunakan secara luas diberbagai formulasi farmasi dan kosmetik
nonparenteral, dan stabil baik dalam kondisi basa maupun asam. sebagai surfaktan
anionik digunakan konsentrasi antara 0,5-2,5%. Memiliki pH antara 7,0–9,5
(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
e. Asam stearat
Asam stearat berbentuk kasar, berwarna putih atau agak kuning, agak
mengkilap, kristal padat atau bubuk putih atau putih kekuningan. Memiliki sedikit
bau dan rasanya menunjukkan lemak. Disimpan pada wadah tertutup ditempat
yang sejuk dan kering. Berfungsi sebagai bahan pengemulsi, solubilizing agent,
lubrikan pada tablet dan kapsul, sebagai pengeras pada suppositoria. Asam stearat
banyak digunakan dalam sediaan farmasi oral dan topical. Dalam formulasi
topikal, asam stearat digunakan sebagai pengemulsi dan agen pelarut. Bila
sebagian dinetralkan dengan alkali atau trietanolamina, asam stearat digunakan
dalam pembuatan krim. Asam stearat yang dinetralkan sebagian membentuk krim.
Asam stearate memiliki pH 4.0-5.0. Pada proses pembuatan sabun, asam stearat
38
berfungsi untuk penetral, mengeraskan dan menstabilkan busa. Asam stearat juga
banyak digunakan pada produk kosmetik dan makanan (Rowe, Sheskey dan
Quinn, 2009).
f. Na CMC atau Methylcellulose
Na CMC berbentuk serbuk putih, berserat atau butiran, tidak berbau dan
hambar, memiliki pH 5.0-8.0. Stabil dalam pemyimpanan dan sedikit higroskopis.
Disimpan dalam wadah kedap udara, ditempat sejuk dan kering. Na CMC secara
luas digunakan pada formulasi sediaan oral dan topikal, terutama untuk
meningkatkan viskositas. Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloidal, tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain. Na
CMC juga berfungsi sebagai agen pelapis, pengikat dalam tablet, penstabil, zat
pensuspensi, disintegran tablet dan kapsul, pengikat tablet, peningkat viskositas,
agen penyerap air (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
g. Propilenglikol
Propilenglikol berupa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau, dan
memiliki rasa manis. Propilenglikol stabil pada kondisi tersimpan dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat yang sejuk dan kering.
Propilenglikol larut dalam etanol (95%), atau air. Propilenglikol berfungsi sebagai
pengawet antimikroba, desinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, zat penstabil,
cosolvent larut air. Dalam sediaan farmasi propilenglikol juga telah banyak
digunakan sebagai pelarut, ekstraktan dan pengawet dalam berbagai parenteral
dan nonparenteral. Propilenglikol juga digunakan dalam kosmetik dan industri
makanan sebagai pengemulsi. Propilenglikol memiliki pH 3.0-6.0. Dalam sediaan
39
formulasi sabun ini propilenglikol digunakan sebagai humektan (Rowe, Sheskey
dan Quinn, 2009).
h. BHT atau Butylated Hydroxytoluene
BHT atau Butylated Hydroxytoluene berwarna putih atau kuning pucat, kristal
padat, atau bubuk dengan bau fenolik yang khas. BHT praktis tidak larut dalam
air, gliserin, propilenglikol, larutan alkali hidroksida dan BHT larut dalam aseton,
benzene, etanol (95%), eter, metanol, toluene, minyak tetap, dan minyak mineral.
Butylated Hydroxytoluene digunakan sebgai antioksidan dalam kosmetik,
makanan, dan obat-obatan sebagai mencegah ketengikan oksidatif dari lemak dan
minyak dan untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak
(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
i. Aquadest
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Aquadest berupa
cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Aquadest memiliki
pH 5.0-7.0. Disimpan dalam wadah tertutup baik. Pada formula ini aquadest
digunakan sebagai pelarut (Depkes RI, 1979).
H. Rangkuman Preformulasi
Penelitian ini akan menggunakan zat aktif ekstrak etanol daun nangka
kedalam formula sabun cair dari ekstrak etanol daun ubi jalar ungu. Basis sabun
cair ini dipilih karena kandungan zat aktif dari ekstrak daun ubi jalar ungu yang
mengandung senyawa flavonoid, saponin dan polifenol (Rahmawati, 2018).
Kandungan tersebut hampir sama dengan senyawa yang terdapat pada ekstrak
40
daun nangka yang memiliki kandungan flavonoid, tannin, saponin, dan steroid
(Rayendra, 2017).
Sediaan sabun cair dipengaruhi oleh pH dari bahan-bahan zat aktif dan bahan
tambahannya. pH ekstrak kental daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) 5,26.
Penelitian ini mengacu pada formula sabun cair penelitian Rahmawati (2018),
formula tersebut memiliki bahan-bahan yaitu ekstrak daun ubi jalar ungu sebagai
zat aktif, minyak zaitun sebagai basis sabun, KOH sebagai basis sabun, Na CMC
sebagai pengental, natrium lauril sulfat sebagai surfaktan, propilenglikol sebagai
humektan, asam stearate sebagai penetral dan pengeras, pengaroma dan BHT
sebagai antioksidan dan didapatkan rata-rata pH pada sediaan sabun cair tersebut
yaitu 8,5, sedangkan basis tanpa zat aktif memiliki pH 9,31. Diperkirakan pH
sabun mandi cair ekstrak daun nangka termasuk dalam range pH sabun cair 8-11,
memenuhi Standar Nasional Indonesia dan stabil secara fisik. Pada formulasi
sabun cair ekstrak daun ubi jalar ungu (Rahmawati, 2018) menggunakan natrium
lauril sulfat 2% sedangkan peniliti akan memvariasikan kadar surfaktan yaitu
natrium lauril sulfat. Sabun cair ekstrak daun ubi jalar ungu dengan zat aktif
ekstrak 4%, 6% dan 8%. Peneliti akan menggunakan ekstrak nangka sebanyak
2,12% (Rayendra, 2017).
Variasi natrium lauril sulfat yang digunakan 1,5%, 2%, dan 2,5% karena
didalam formula ekstrak daun ubi jalar ungu natrium lauril sulfat yang digunakan
yaitu 2% masih termasuk range. Dalam literatur konsentrasi natrium lauril sulfat
yang digunakan sebagai surfaktan anionik pada sabun berkisar antara 0,5-2,5%
(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009 hal.651). Maka dari itu peneliti akan
41
menggunakan kadar 2% sebagai acuan untuk memvariasikan natrium lauril sulfat
yaitu 1,5%, 2% dan 2,5%.
42
I. Kerangka teori
Penyebab
Hiperpigmentasi
Faktor Internal
dan Faktor Eksternal
Kulit
Peningkatan
aktivitas tirosinase
Hiperpigmentasi
Obat Hiperpigmentasi
(Hidroquinon, asam
kojik, dan retinoid)
Mengurangi
Hiperpigmentasi
Daun Nangka Muda
(Artocarpus
heterophyllus L.)
dimaserasi
Ekstrak
Kental
Flavonoid
Tanin
Flavonoid salah satu dari
polifenol yang dapat
menghambat enzim
tirosinase (Chang, 2009).
Sebagai astrigent yang dapat
mengurangi hiperpigmentasi
(Ashok, 2012).
Formulasi Sabun
mandi cair
Basis Sabun
Olive Oil
dan KOH
Terjadi
reaksi kimia
antara asam
lemak dan
basa kuat
membentuk
sabun lunak
(SNI, 1994)
Surfaktan
Natrium
lauril sulfat
Pengental Humektan Zat
tambahan
Propilenglikol Asam
Stearat BHT
Meningkat
-kan
viskositas
(Rowe,
Sheskey
dan
Quinn,
2009)
Digunakan
sebagai
humektan
(Rowe,
Sheskey dan
Quinn,
2009).
Penetral pH,
Mengeraskan
sabun
menstabilkan
busa (Rowe,
Sheskey dan
Quinn, 2009).
Mencegah
ketengikan
oksidatif
dari lemak
dan minyak
(Rowe,
Sheskey dan
Quinn,
2009)
Menurunkan
tegangan
permukaan,
pembusa,
pengemulsi,
pelarut kotoran
(Wasitaatmadja,
1997)
STABIL
Steroid Salah satu inhibitor
tirosinase (Chang, 2009).
Antioksidan
Na CMC
CMCC
43
J. Hipotesis
Hi : Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dapat diformulasikan
menjadi sediaan sabun mandi cair dengan variasi natrium lauril sulfat dengan
konsentrasi 1,5%, 2%, dan 2,5% yang stabil dan memenuhi syarat.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan
membuat 3 jenis formula sabun mandi cair yang mengandung ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dengan memvariasikan natrium lauril sulfat
sebagai surfaktan pada konsentrasi 1,5%, 2% dan 2,5%.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2019, bertempat di Laboratorium
Farmakognosi, Laboraturium Farmasetika dan Laboraturium Instrumen Farmasi
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palembang Jurusan Farmasi.
C. Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan adalah ekstrak daun nangka muda
(Artocarpus heterophyllus L.) yang diperoleh dari ekstraksi maserasi simplisia
kering daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) menggunakan etanol 96%
sebagai cairan penyari. Daun nangka muda memiliki warna hijau muda, daun
tunggal, tersusun berseling, agak kaku dan pinggirnya rata dan berada pada daun
ke-4 sampai daun ke-6 setelah pucuk (Rayendra, 2017). Didapatkan dari
perkarangan bapak “X” yang bertempat di Komplek PPI Jl. Palem Raya 1,
Perumnas Talang Kelapa, Kota Palembang.
45
D. Cara Pengumpulan Data
1. Persiapan Sampel
Daun nangka muda dibersihkan dari kotoran yang melekat kemudian dicuci
dengan air mengalir hingga bersih, ditiriskan, disortasi, dirajang, ditimbang, dan
dicatat sebagai berat basah. Selanjutnya daun nangka dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari langsung.
Pengeringan dilakukan selama 3 hari, hingga didapatkan simplisia daun nangka
yang kering. Sampel yang dianggap kering kemudian ditimbang sebagai berat
kering. Lalu seluruh daun nangka yang telah dikeringkan dibuat menjadi serbuk
kasar.
2. Ekstraksi Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 96%
sebagai cairan penyari.
Prosedur kerja:
a. Timbang simplisia daun nangka yang telah dikeringkan dan diserbuk kasar
sebanyak 1500 gram
b. Masukkan kedalam botol maserasi
c. Tuangkan etanol 96% kedalam botol maserasi sampai semua sampel
terendam.
d. Tutup dan biarkan selama 3 hari ditempat yang gelap dan terlindung dari
cahaya, sambil dikocok setiap harinya sebanyak 5 kali dalam sehari selama 15
menit.
e. Setelah 3 hari, saring maserat menggunakan kertas saring.
46
f. Maserat yang telah disaring kemudian didestilasi vakum menggunakan rotary
evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental
3. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Formula sediaan sabun mandi cair ini diambil dari penelitian Rahmawati
(2018) dengan memvariasikan natrium lauril sulfat sebagai surfaktan pada
formula I, II, dan III. Variasi konsentrasi natrium lauril sulfat yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari literatur konsentrasi natrium lauril sulfat yang
digunakan sebagai surfaktan anionik pada sabun berkisar antara 0,5-2,5% (Rowe,
Sheskey dan Quinn, 2009 hal.651). Peneliti akan menggunakan kadar 2% sebagai
acuan untuk memvariasikan kadar natrium lauril sulfat yaitu 1,5%, 2% dan 2,5%.
Pada penelitian ini, ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) bertindak
sebagai zat aktif yang digunakan pada konsentrasi 2,12% untuk masing-masing
formula I, II dan III.
47
Tabel 4. Rancangan Formula Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Bahan Konsentrasi (%)
Keterangan F Kontrol F1 F2 F3
Ekstrak Daun
Nangka - 2,12% 2,12% 2,12% Zat aktif
Minyak Zaitun 20% 20% 20% 20% Basis sabun
KOH 10% 4% 4% 4% 4% Basis sabun
Na-CMC 2% 2% 2% 2% Pengental
Sodium Lauril
Sulfat 2% 1,5% 2% 2,5% Surfaktan
Asam Stearat 2% 2% 2% 2% Zat
tambahan
Propilenglikol 5% 5% 5% 5% Humektan
BHT 0,02 0,02 0,02 0,02 Antioksidan
Pengaroma Rose 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml Pengaroma
Aquadest ad 50 ml ad 50 ml ad 50 ml ad 50 ml Pelarut
Formula yang diacu : Formulasi Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu
(Rahmawati, 2018)
4. Pembuatan Formula Kontrol, I, II dan III
a. Pembuatan Formula Kontrol
Prosedur Kerja:
1) Bahan-bahan yang dibutuhkan ditimbang.
2) Minyak zaitun dan pengaroma rose, dilarutkan lalu gerus homogen (Massa I)
3) Asam stearate dan BHT dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan
kedalam massa minyak zaitun dan pengaroma rose, digerus sampai homogen.
4) Propilenglikol ditambahkan ke massa I lalu gerus sampai homogen.
48
5) KOH dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan sedikit demi sedikit
ke massa I sambil terus digerus sampai berbentuk sabun pasta.
6) Na CMC dikembangkan dalam air panas (20 kalinya), diamkan hingga
mengembang, gerus homogen hingga terbentuk larutan kental, masukkan ke
dalam massa I sedikit demi sedikit gerus sampai homogeny (Massa II)
7) Natrium Lauril Sulfat yang telah dilarutkan dalam air panas ditambahkan
kedalam massa II, gerus pelan sampai homogen.
8) Sabun cair diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml, aduk pelan sampai
homogen.
b. Pembuatan Formula I, II dan III
Prosedur Kerja:
1) Bahan-bahan yang dibutuhkan ditimbang.
2) Minyak zaitun dan pengaroma rose, dilarutkan lalu gerus homogen (Massa I)
3) Asam stearate dan BHT dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan
kedalam massa minyak zaitun dan pengaroma rose, digerus sampai homogen.
4) Propilenglikol ditambahkan ke massa I lalu gerus sampai homogen.
5) KOH dipanaskan dengan suhu 50-60o C, lalu tambahkan sedikit demi sedikit
ke massa I sambil terus digerus sampai berbentuk sabun pasta.
6) Na CMC dikembangkan dalam air panas (20 kalinya), diamkan hingga
mengembang, gerus homogen hingga terbentuk larutan kental, masukkan ke
dalam massa I sedikit demi sedikit gerus sampai homogeny (Massa II)
7) Natrium Lauril Sulfat yang telah dilarutkan dalam air panas ditambahkan
kedalam massa II, gerus pelan sampai homogen.
49
8) Ekstrak kental daun nangka, lalu gerus homogen.
9) Sabun cair diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml, aduk pelan sampai
homogen.
Gambar 5. Skema Cara Pembuatan Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
5. Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus Heterophyllus)
a. Uji Kestabilan Fisik
Uji kestabilan fisik yang akan dilakukan antara lain uji organoleptik (warna
dan bau, iritasi dan homogenitas), pH, viskositas, bobot jenis dan tinggi busa
sediaan setelah dilakukan penyimpanan selama 28 hari, yaitu pada hari ke-0, 7,
14, 21, dan 28.
Oleum
Olivarum dan
Pengaroma
Gerus Homogen
Massa I (Gerus
hingga membentuk
pasta)
Asam Stearat
dan BHT
Panaskan
(suhu 50-60o)
C)
Propilenglikol
KOH 10%
Na CMC
Dikembangkan
dengan air panas
Larutan Kental
Tambahkan ke
Massa I yang telah
membentuk pasta
Massa II
Tambahkan
Natrium lauril
Sulfat
Gerus Homogen
Ekstrak
kental Gerus Homogen
Tambah Air
ad 50 ml
Sediaan
Jadi
Panaskan
(suhu 50-60o)
C)
50
1) Organoleptik
a) Warna
Mengamati perubahan warna pada sediaan sabun cair yang terjadi selama
penyimpanan 28 hari menggunakan bantuan 30 responden yang dipilih secara
acak. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel.
b) Bau
Mengamati perubahan bau pada sediaan sabun cair yang terjadi selama
penyimpanan 28 hari menggunakan bantuan 30 responden yang dipilih secara
acak. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel.
2) pH
Nilai pH sediaan dapat diukur dengan menggunakan pH meter pada suhu
25oC. Untuk mengukur nilai pH ini dibutuhkan sampel sebanyak 1 gram yang
diencerkan dengan aquadest ad 10 ml (Wulansari, 2017).
Cara Kerja :
a) Nyalakan pH meter dengan cara menekan tombol “ON”
b) Kalibrasi alat dengan cara berikut:
i. Tekan tombol pH dan celupkan elektroda kedalam larutan dapar pH 7, putar
tombol skala sampai menunjukkan angka 7,0.
ii. Bilas elektroda dengan aquadest, celupkan kedalam larutan dapar pH 4, layar
digital akan menunjukkan angka 4 (jika angka yang muncul dilayar digital
tidak sesuai, maka dapat diatur secara manual dengan memutar tombol skala
sampai angka 4 tertera pada layar).
iii. Bilas elektroda dengan aquadest, lalu celupkan elektroda didalam sampel.
51
iv. Catat nilai pH yang tertera pada layar digital, sembari terus mengamati
perubahan pH yang terjadi.
3) Viskositas
Kekentalan sediaan diukur menggunakan alat viscometer Brookfield.
Dibutuhkan sampel sabun cair sebanyak 50 gram. Spindel yang digunakan yaitu
spindel no.4 dengan kecepatan 30 rpm (Nauli, Darmanto dan Susanto, 2015).
Hasil yang baik berkisar pada 400-4000 cP (Nauli, Darmanto dan Susanto, 2015).
Cara kerja:
a) Nyalakan viscometer dengan menekan tombol “ON”
b) Pilih menu “measurement” pada layar (monitor)
c) Atur spindle dan nilai rpm yang hendak digunakan. Untuk mengukur viskositas
sabun cair digunakan spindle nomor 4
d) Masukkan spindel viscometer kedalam sampel yang akan diukur sampai
kedalaman tertentu.
e) Putar spindel viscometer, kemudian catat angka yang tertera pada layar dengan
satuan centipoises.
f) Pengukuran viskositas ini dilakukan pada suhu kamar.
4) Tinggi Busa
Untuk mengukur tinggi busa sediaan sabun cair dilakukan secara manual
menggunakan gelas ukur. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam tabung
berskala yang berisi 10 ml aquadest, kemudian tutup. Gelas ukur kemudian
dikocok konstan selama 20 detik, lalu tinggi busa yang terbentuk diukur dan
dicatat (Yamlean dan Bodhi, 2017). Untuk stabilitas busa setelah dilakukan
52
pengocokan harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan dengan range 13-220
mm (SNI, 1996).
5) Bobot Jenis
Bobot jenis diukur menggunakan piknometer pada suhu ruang. Bobot jenis
larutan diukur untuk menghitung factor koreksi dalam menentukan tegangan
permukaan formula (Wulansari, 2017). Rentang bobot jenis dalam SNI (1996),
ialah 1,01-1,10
Keterangan : BJ = Bobot jenis cairan yang akan diukur
A = Berat piknometer kosong yang ditimbang
B = Berat piknometer berisi air/aquadest yang ditimbang
C = Berat piknometer berisi sabun mandi yang ditimbang
Semua ditimbang dalam satuan gram
Cara Kerja :
a) Timbang alat Piknometer kosong terlebih dahulu di Neraca Analitik (Hasil=A)
b) Isi Piknometer dengan air hingga penuh, tutup lalu keringkan bagian luar
Piknometer dengan tissue, timbang di Neraca Analitik (Hasil=B)
c) Buang air dalam Piknometer dan keringkan. Isi dengan sampel sampai penuh
kemudian timbang (Hasil=C)
BJ = C – A
B - A
53
6) Uji Homogenitas
Tiap formula sabun mandi ditimbang sebanyak 0,1 gr. Diletakkan pada object
glass, kemudian diamati dibawah mikroskop pada perbesaran 100 kali
(Mutmainah dan Franyoto, 2015). Mengamati apakah sabun cair tidak
meninggalkan partikel-partikel dalam setiap formula (Maramis, 2014).
7) Uji Iritasi Kulit
Uji iritasi dilakukan terhadap 30 responden yang dipilih secara acak dengan
cara mengoleskan sediaan (K, FI, FII, dan FIII) pada kulit normal manusia,
dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut mengiritasi kulit atau
tidak (Rahmi, Nurhikma, dan Ifaya, 2017). Dioleskan pada punggung tangan
dengan lebar 2,5 x 2,5 cm (Mitsui, 1996). Amati reaksi iritasi yang mungkin
terjadi misalnya kemerahan, gatal, atau rasa perih yang mungkin terjadi.
E. Alat Pengumpulan Data
1. Alat
Alat yang digunakan adalah botol maserasi, destilator, rotary evaporator,
kertas saring Whatman no.1, gelas ukur, corong, erlenmeyer, beaker glass,
timbangan gram halus, anak timbangan gram halus, mortir, stamper, timbangan
analitik, batang pengaduk, spatula, sudip, perkamen, pot plastik, pH meter, objek
gelas, mikroskop, deck glass, stopwatch, lembar kuisioner, penggaris, alat tulis
dan viscometer Brookfield.
2. Bahan
Daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.), etanol 96%, oleum olivarum,
KOH, natrium lauril sulfat, propilenglikol, asam stearat, Na CMC, BHT,
pengaroma rose, dan aquadest.
54
F. Variabel Penelitian
1. Variabel
Dependen
: Kestabilan fisik sabun mandi cair yang mengandung
ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
2. Variabel
Independen
: Variasi natrium lauril sulfat dalam formula sediaan sabun
mandi cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) yang ditinjau dari perubahan warna,
bau, pH, viskositas, tinggi busa, bobot jenis,
homogenitas, dan daya iritasi kulit.
G. Definisi Operasional
1. Evaluasi Sediaan
a. Definisi : Evaluasi sediaan sabun mandi cair ekstrak daun daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) meliputi uji
kestabilan fisik, uji homogenitas dan uji iritasi kulit
b. Alat Ukur : Rekapitulasi hasil uji kestabilan fisik, uji homogenitas,
dan uji iritasi kulit
c. Cara Ukur : Mengamati dan mengukur kestabilan fisik, homogenitas
dan iritasi kulit sesuai dengan standar persyaratan sabun
cair yang baik.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat jika semua hasil uji memenuhi
persyaratan sabun cair. Tidak memenuhi jika semua hasil
uji tidak memenuhi persyaratan sabun cair yang baik.
55
2. Kestabilan Fisik
a. Definisi : Kestabilan fisik sabun mandi cair ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) meliputi pH, viskositas,
bobot jenis, tinggi busa, dan organoleptik (warna dan
bau) .
b. Alat Ukur : Rekapitulasi hasil pengujian pH, viskositas, bobot jenis,
tinggi busa, dan organoleptik (warna dan bau)
c. Cara Ukur : Mengukur pH, viskositas, bobot jenis, tinggi busa dan
mengamati secara organoleptik (warna dan bau) pada
sediaan.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat jika semua hasil uji memenuhi
persyaratan sabun cair. Tidak memenuhi jika semua hasil
uji tidak memenuhi persyaratan sabun cair yang baik
(SNI 06-4085-1996).
3. pH
a. Definisi : Suatu bilangan yang menyatakan derajat keasaman atau
kebasaan sediaan berupa larutan, dalam hal ini adalah
sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) yang diukur pada hari ke 0, 7, 14, 21
dan 28.
b. Alat Ukur : pH meter
c. Cara Ukur : Membandingkan pH sediaan sabun cair ekstrak daun
56
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dengan syarat pH
sabun cair.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat apabila nilai pH sediaan berada pada
rentang pH sabun cair 8-11 (SNI 06-4085-1996).
4. Viskositas
a. Definisi : Menyatakan kekentalan sediaan sabun mandi cair yang
mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) yang diukur pada hari ke 0, 7, 14, 21,
dan 28.
b. Alat Ukur : Viskometer Brookfield
c. Cara Ukur : Membandingkan viskositas sediaan yang didapat dengan
standar viskositas sabun cair yang stabil.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat apabila viskositas sediaan 400-4000
cPs (Nauli, Darmanto dan Susanto, 2015).
5. Tinggi Busa
a. Definisi : Kadar busa sabun mandi cair ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) diukur pada hari ke 0, 7,
14, 21, dan 28
b. Alat Ukur : Gelas ukur, penggaris
c. Cara Ukur : Membandingkan ketahanan busa sediaan yang didapat
dengan standar ketahanan busa sabun cair yang stabil.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat jika tinggi busa sediaan berada pada
rentang 13-220 mm (SNI, 1996).
57
6. Warna
a. Definisi : Mengamati perubahan warna sediaan sabun mandi cair
ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
setelah 28 hari penyimpanan.
b. Alat Ukur : Kuesioner
c. Cara Ukur : Menghitung jawaban responden yang menyatakan
sediaan berubah warna atau tidak.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat (stabil) jika sediaan tidak mengalami
perubahan warna. Tidak memenuhi syarat (tidak stabil)
jika sediaan mengalami perubahan warna (Anggraini,
Rahmides, dan Malik, 2012).
7. Bau
a. Definisi : Mengamati perubahan bau sediaan sabun mandi cair
ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
setelah 28 hari penyimpanan.
b. Alat Ukur : Kuesioner
c. Cara Ukur : Menghitung jawaban responden yang menyatakan
sediaan berubah bau atau tidak.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat (stabil) jika sediaan tidak mengalami
perubahan bau. Tidak memenuhi syarat (tidak stabil) jika
sediaan mengalami perubahan bau. (Anggraini,
Rahmides, dan Malik, 2012).
58
8. Bobot Jenis
a. Definisi : Mengukur bobot jenis sabun mandi cair yang
mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) setelah 28 hari penyimpanan.
b. Alat Ukur : Piknometer
c. Cara Ukur : Membandingkan bobot jenis sabun mandi cair yang
didapat dengan bobot jenis sabun cair.
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat jika bobot jenis sediaan berada pada
rentang 1,01-1,10 g/cm3 ( SNI 06-4085-1996).
9. Homogenitas
a. Definisi : Menyatakan distribusi partikel yang merata dari sabun
mandi cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) setelah 28 hari
penyimpanan.
b. Alat Ukur : Objek glass dan Mikroskop
c. Cara Ukur : Melihat sebaran partikel dari sediaan sabun wajah cair
yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
d. Hasil Ukur : Memenuhi syarat (homogen) jika partikel tersebar secara
merata atau tidak terdapat butiran kasar diatas objek
glass. Tidak memenuhi syarat (tidak homogen) apabila
ukuran partikel tidak tersebar secara merata atau terdapat
butiran kasar diatas objek glass (Maramis, 2014).
59
10. Uji Iritasi Kulit
a. Definisi : Gejala iritasi yang ditimbulkan setelah kulit diolesi sabun
mandi cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) misalnya berupa kemerahan, gatal, atau
rasa perih yang mungkin terjadi yang disimpan selama
28 hari.
b. Alat Ukur : Kuesioner
c. Cara Ukur : Menghitung jumlah jawaban responden yang
menyatakan iritasi atau tidak iritasi.
d. Hasil Ukur : Mengiritasi atau tidak mengiritasi (Rahmi dkk, 2017).
60
H. Kerangka Operasional
Daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L. )
Pencucian
Perajangan
Pengeringan
Maserasi dengan etanol 96%
Ekstrak Kental
Destilasi Vakum
Maserat
Pembuatan Sabun
Mandi Cair
Basis Sabun
Evaluasi
Iritasi Bobot
Jenis Warna BauTinggi
busa Homogenitas Viskositas pH
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi Syarat Tidak
Iritasi
Iritasi
Surfaktan
Pengental
Antioksidan
Pengaroma
Pelarut
Zat Tambahan
Humektan
61
I. Cara Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran secara
langsung terhadap pH, viskositas, tinggi busa, homogenitas dan bobot jenis yang
dihasilkan oleh sediaan sabun mandi cair ekstrak daun nangka (Artoacrpus
heterphyllus L.) pada hari ke- 0, 7, 14, 21, dan 28 selama penyimpanan.
Dilakukan dilaboratorium Farmasetika, Farmakognosi, dan Fisika Farmasi
Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Farmasi. Sedangkan untuk pengamatan
terhadap perubahan warna, bau dan uji iritasi kulit sediaan sabun cair ekstrak daun
nangka (Artoacrpus heterphyllus L.) dilakukan dengan cara membagikan
kuisioner kepada 30 responden yang dipilih secara acak.
Data yang didapat diolah secara deskriptif analitik menggunakan tabel dan
grafik untuk hasil pengamatan terhadap pH, viskositas, tinggi busa dan bobot jenis
yang dirata-ratakan. Sedangkan untuk bau, warna, dan daya iritasi terhadap kulit
direkapitulasi dan disajikan dalam bentuk tabel.
62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Penelitian ini menggunakan daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang
telah dibersihkan kemudian daun dirajang, lalu dikering anginkan selama 3 hari.
Setelah didapatkan simplisia daun nangka sebanyak 1400 gram dari berat awal
daun 3500 gram, lalu simplisia dihaluskan (diblender) hingga didapat serbuk
kasar. Kemudian di maserasi dengan etanol 96% selama 3 hari kemudian
didestilasi vakum dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 141,79 gram sehingga
didapatkan rendemen sebesar 10,12%. Ekstrak kental tersebut diformulasikan ke
dalam sediaan sabun mandi cair dengan presentase 2,12% pada setiap formulanya.
2. Hasil Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Pembuatan formula sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus
L.) dengan memvariasikan natrium lauril sulfat sebagai surfaktan kemudian
dilakukan uji kestabilan fisik setiap minggunya selama 28 hari penyimpanan yang
meliputi pH, viskositas, tinggi busa, bobot jenis, homogenitas, warna, bau dan
iritasi kulit. Hasil pengamatan kestabilan sifat fisik sabun cair ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dapat dilihat dalam tabel dan gambar
berikut :
63
a. Hasil Uji Kestabilan Fisik Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.).
1) pH
Tabel 5. Hasil Pengamatan pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Sabun Mandi
Cair
pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Keterangan
Hari Ke-
0 7 14 21 28
Formula Kontrol 9,21 9,19 9,18 9,14 9,12 MS
Formula I 8,47 8,44 8,41 8,39 8,35 MS
Formula II 8,56 8,54 8,52 8,49 8,47 MS
Formula III 8,67 8,65 8,63 8,60 8,59 MS
Tabel 6. Persentase Penurunan pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Formula Persentase Penurunan pH dari Hari ke Hari
0-7 7-14 14-21 21-28
Formula Kontrol 0,21% 0,10% 0,43% 0,21%
Formula I 0,35% 0,35% 0,23% 0,47%
Formula II 0,23% 0,23% 0,35% 0,23%
Formula III 0,23% 0,23% 0,34% 0,11%
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
pH yang memenuhi syarat 8-11 (SNI, 06-4085-1996).
Gambar 6. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran pH Sabun Cair Ekstrak
Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari
Penyimpanan
7.5
8
8.5
9
9.5
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Formula Kontrol
Formula I
Formula II
Formula III
64
2) Viskositas
Tabel 7. Hasil Pengamatan Viskositas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Sabun Mandi
Cair
Viskositas Sabun Cair Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Keterangan
Hari Ke-
0 7 14 21 28
Formula Kontrol 3545,4 3398,4 3279,2 3127,4 2991,6 MS
Formula I 2481,7 2329,7 2206,5 2115,4 1961,5 MS
Formula II 2708,5 2551,4 2415,1 2362,8 2262,0 MS
Formula III 3169,3 2952,1 2870,0 2732,1 2656,0 MS
Tabel 8. Persentase Penurunan Viskositas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Formula
Persentase Penurunan Viskositas dari Hari ke
Hari
0-7 7-14 14-21 21-28
Formula Kontrol 4,14% 3,50% 4,62% 4,34%
Formula I 6,12% 5,28% 4,12% 7,27%
Formula II 5,80% 5,34% 2,16% 4,26%
Formula III 6,85% 2,78% 4,80% 2,78%
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Viskositas yang memenuhi syarat 400-4000 cP (Nauli dkk, 2015).
Gambar 7. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran Viskositas Sabun Cair
Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari
Penyimpanan.
0
1000
2000
3000
4000
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
Viskositas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Formula Kontrol
Formula I
Formula II
Formula III
65
3) Tinggi Busa
Tabel 9. Hasil Pengamatan Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Sabun Mandi
Cair
Tinggi Busa Sabun Cair Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Keterangan
Hari Ke-
0 7 14 21 28
Formula Kontrol 6,1 6,0 5.8 5,8 5,7 MS
Formula I 3,5 3,4 3,3 3,2 3,0 MS
Formula II 4,7 4,5 4,5 4,4 4,3 MS
Formula III 6,7 6,5 6,4 6,2 6,2 MS
Tabel 10. Persentase Penurunan Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Formula Persentase Penurunan Tinggi Busa dari Hari ke Hari
0-7 7-14 14-21 21-28
Formula Kontrol 1,63% 3,3% 0% 1,72%
Formula I 2,85% 2,94% 3,03% 6,25%
Formula II 4,25% 0% 2,22% 2,27%
Formula III 2,98% 1,53% 3,12% 0%
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Tinggi busa yang memenuhi syarat berada pada rentang 1,2-22 cm ( SNI 06-4085-
1996).
Gambar 8. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Pengukuran Tinggi Busa Sabun Cair
Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari
Penyimpanan
0
2
4
6
8
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Formula Kontrol
Formula I
Formula II
Formula III
66
4) Bobot Jenis
Tabel 11. Hasil Pengamatan Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan.
Sabun Mandi
Cair
Bobot Jenis Sabun Cair Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Keterangan
Hari Ke-
0 7 14 21 28
Formula Kontrol 1,0322 1,0315 1,0310 1,0300 1,0278 MS
Formula I 1,0323 1,0316 1,0298 1,0290 1,0256 MS
Formula II 1,0330 1,0323 1,0314 1,0311 1,0289 MS
Formula III 1,0358 1,0353 1,0349 1,0330 1,0324 MS
Tabel 12. Persentase Penurunan Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Formula Persentase Penurunan Bobot Jenis dari Hari ke Hari
0-7 7-14 14-21 21-28
Formula Kontrol 0,06% 0,04% 0,09% 0,21%
Formula I 0,06% 0,15% 0,07% 0,33%
Formula II 0,06% 0,08% 0,02% 0,21%
Formula III 0,04% 0,03% 0,18% 0,05%
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Bobot jenis yang memenuhi syarat 1,01-1,10 g/cm3 ( SNI 06-4085-1996).
Gambar 9. Grafik Perubahan Rata-rata Hasil Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak
Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari
Penyimpanan
1.02
1.025
1.03
1.035
1.04
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Formula Kontrol
Formula I
Formula II
Formula III
67
5) Warna
Tabel 13. Hasil Pengamatan Warna Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) hari ke- 0, 7, 14, 21 dan 28.
Sabun Mandi
Cair
Warna Jenis Sabun Cair Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
B % TB %
Formula Kontrol 0 0% 30 100%
Formula I 2 6,6% 28 93,3%
Formula II 3 10% 27 90%
Formula III 3 10% 27 90%
Keterangan:
B : Berubah
TB : Tidak berubah
6) Bau
Tabel 14. Hasil Pengamatan Bau Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Sabun Mandi
Cair
Warna Jenis Sabun Cair Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
B % TB %
Formula Kontrol 0 0% 30 100%
Formula I 1 3,3% 29 96,6%
Formula II 1 3,3% 29 96,6%
Formula III 1 3,3% 29 96,6%
Keterangan:
B : Berubah
TB : Tidak berubah
7) Homogenitas
Tabel 15. Hasil Pengamatan Homogenitas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Sabun Mandi
Cair
Homogenitas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Hari Ke-
0 7 14 21 28
Formula Kontrol H H H H H
Formula I H H H H H
Formula II H H H H H
Formula III H H H H H
Keterangan:
H : Homogen
TH : Tidak Homogen
68
8) Iritasi Kulit
Tabel 16. Hasil Pengamatan Iritasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) Selama 28 Hari Penyimpanan
Sabun Mandi Cair
Uji Iritasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
I % TI %
Formula Kontrol 0 100% 30 100%
Formula I 0 100% 30 100%
Formula II 0 100% 30 100%
Formula III 0 100% 30 100%
Keterangan:
I : Iritasi
TI : Tidak Iritasi
9) Rekapitulasi Hasil
Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) Selama 28 hari penyimpanan.
Kestabilan Fisik Jumlah
Formula pH Visk-
ositas
Tinggi
Busa
Bobot
Jenis
Homog-
enitas Warna Bau
Iritasi
Kulit
M
S TMS
Kontrol MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
I MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
II MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
III MS MS MS MS MS MS MS MS 8 0
Keterangan:
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
B. Pembahasan
Dari hasil pengamatan terhadap uji kestabilan sabun cair ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) yang meliputi pH, viskositas, tinggi busa, bobot
jenis, homogenitas, bau, warna, dan pengujian serta pengamatan terhadap iritasi
kulit selama 28 hari penyimpanan.
1. Ekstraksi Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Peneliti memformulasikan ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
menjadi sediaan sabun cair sebagai pencerah kulit. Pembuatan ekstrak daun
69
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) digunakan simplisia daun nangka yang
telah dikeringkan sebanyak 1400 gram. Daun nangka didapatkan dari perkarangan
rumah bapak “X” yang bertempat di Komplek PPI Jl. Palem Raya 1, Perumnas
Talang Kelapa, Kota Palembang.
Rendemen ekstrak kental daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang
didapatkan adalah 10,12%. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Rayendra (2017), hasil rendemen ekstrak daun nangka dengan metode maserasi
didapatkan rendemen sebesar 12,48%. Menurut Sayuti (2017), perbedaan hasil
rendemen dapat dipengaruhi oleh lama waktu ekstrasi, metode ekstraksi,
kemampuan pelarut dalam mengikat senyawa polar dan non polar diduga menjadi
penyebab perbedaan hasil rendemen, ukuran sampel, perbandingan jumlah sampel
dengan jumlah pelarut dan keadaan penyimpanan.
2. Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
a. Uji Kestabilan Fisik
1) pH
Pengujian pH bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman suatu sediaan. pH
merupakan parameter penting pada sediaan. Sabun yang memiliki pH yang tinggi
atau rendah dapat mengiritasi kulit (Wasitaadmadja, 1997). Menurut (Widyasanti,
Rahayu dan Zain, 2017), nilai pH yang terlalu tinggi atau rendah juga dapat
menyebabkan kulit kering. Berdasarkan hasil pengamatan kestabilan pH sediaan
sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) selama
penyimpanan 28 hari. pH sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterpohyllus L.) berkisar antara 9,21-8,35.
70
pH formula kontrol berkisar 9,21-9,12 dengan persentase penurunan sebesar
0,97%. Formula I berkisar 8,47-8,35 dengan persentase penurunan sebesar 1,41%.
Formula II berkisar 8,56-8,47 dengan persentase penurunan sebesar 1,05%
Sedangkan formula III berkisar 8,67-8,59 dengan persentase penurunan sebesar
0,92%. Dari persentase penurunan ini dapat dilihat bahwa formula kontrol dan
formula III cenderung memiliki persentase penurunan lebih kecil, sedangkan
formula I dan II, memiliki persentase yang cukup besar dibandingkan formula
kontrol dan formula III.
Pada penelitian ini peneliti memvariasikan natrium lauril sulfat sebagai
surfaktan dengan konsentrasi formula kontrol (2%), formula I (1,5%), formula II
(2%) dan formula III (2,5%). Ketidakseragaman pH antar formula ini terjadi
karena perbedaan konsentrasi natrium lauril sulfat pada tiap formula. Surfaktan
diketahui dapat meningkatkan pH sediaan karena surfaktan yang digunakan yaitu
natrium lauril sulfat memiliki pH basa berkisar 7,0–9,5 dan hasil pengukuran pH
sabun cair menunjukkan pH basa, hal ini dikarenakan bahan dasar penyusun
sabun cair adalah KOH yang bersifat basa kuat (Widyasanti, Rahayu, dan Zain,
2017). Namun, pada formula kontrol, I, II dan III pH sediaan cenderung menurun
hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya penambahan ekstrak kental daun
nangka dimana pH ekstrak tersebut bersifat asam. Menurut Febrianti (2013),
ekstrak yang bersifat asam dapat mendonorkan ion H+ sehingga mempengaruhi
pH sediaan sabun cair.
Selain itu perubahan pH sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) kemungkinan disebabkan oleh penyimpanan seperti kondisi
71
lingkungan termasuk cahaya, suhu dan kelembaban udara yang berubah (Syaiful,
2016). Selain itu penurunan pH selama penyimpanan dapat terjadi karena
pengaruh CO2, karena CO2 bereaksi dengan fasa air sehingga menjadi asam
(Septiani, Wathoni, dan Mita, 2012). Meskipun cenderung mengalami penurunan
formula sabun cair tersebut masih memenuhi syarat pH sediaan sabun cair
menurut SNI 06-4085-1996 yaitu 8-11 sehingga masih dapat dikatakan relatif
stabil.
2) Viskositas
Pengujian viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan sabun sehingga
dapat mengetahui kemudahan mengalir. Pengujian viskositas dilakukan selama 28
hari penyimpanan, dari hasil pengujian viskositas ketiga formula sabun cair
cenderung mengalami penurunan. Kisaran viskositas yang diperoleh yaitu berkisar
antara 3545,4-1961,5 cP. Viskositas formula kontrol yaitu berkisar antara 3545,4-
2991,6 cP dengan persentase penurunan 15,6%. Viskositas formula I yaitu
berkisar antara 2481,7-1961,5 cP dengan persentase penurunan 20,96% .
Viskositas formula II yaitu berkisar antara 2708,5-2262,0 cP dengan persentase
penurunan 16,48%. Viskositas formula III yaitu berkisar antara 3169,3-2656,0 cP
dengan persentase penurunan 16,19%. Maka dapat diketahui bahwa formula
formula III relative lebih stabil dibandingkan formula I dan II, meskipun setiap
formula mengalami penurunan selama 28 hari penyimpanan, namun masih
memenuhi syarat viskositas yaitu 400-4000 cPs (Nauli dkk, 2015).
Ketidakseragaman viskositas antar formula disebabkan oleh variasi natrium lauril
sulfat dimana formula kontrol (2%), formula I (1,5%), formula II (2%), formula
72
III (2,5%), apabila konsentrasinya semakin besar maka viskositasnya juga
semakin meningkat (Saputri, Radjab dan Yati, 2013). Penambahan ekstrak pada
formula juga mempengaruhi viskositas. Menurut Kartika (2010), pH juga
berpengaruh terhadap viskositas, dimana dengan penambahan asam maka ion-ion
H+
dapat berinteraksi dengan COO- menjadi COOH, sehingga gaya tolak menolak
berkurang lalu viskositas menurun, dan semakin sedikit jumlah air yang
digunakan, maka semakin besar nilai viskositas yang dihasilkan. (Nauli dkk,
2015).
Selain itu kemungkinan penurunan viskositas sediaan disebabkan oleh
menguapnya sejumlah cairan dari sediaan karena pengaruh suhu penyimpanan
(Yulianti, Nugraha, dan Nurdianti, 2015) dan menurut Noor dan Nurdyastusi
(2009) peningkatan suhu dapat menyebabkan terjadinya pemutusan rantai polimer
sehingga kedudukan antar molekul menjadi renggang, akibatnya viskositas
menurun. Penyimpanan juga mempengaruhi viskositas, semakin lama waktu
penyimpanan maka semakin lama juga sediaan terpengaruh oleh lingkungan,
misalnya udara. Kemasan yang kurang kedap dapat menyebabkan sediaan
menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume air dalam sediaan
(Septiani, Wathoni, dan Mita, 2012).
Selama 28 hari penyimpanan, viskositas keempat formula cenderung
mengalami penurunan setiap minggunya. Selain itu dapat diketahui pula bahwa
formula sabun cair yang lebih stabil yaitu formula III karena memiliki persentase
penurunan yang lebih kecil dibandingkan formula lainnya.
73
3) Tinggi Busa
Pengamatan kestabilan tinggi busa sediaan sabun cair ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) dilakukan untuk mengukur banyaknya busa yang
dihasilkan dari masing-masing formula selama penyimpan 28 hari. Pada formulasi
ini, zat yang berfungsi menghasilkan serta mempertahankan stabilitas tinggi busa
yaitu natrium lauril sulfat, dimana surfaktan atau natrium lauril sulfat salah satu
bahan terpenting dalam sediaan sabun. Konsentrasi natrium lauril sulfat pada
formula kontrol (2%), formula I (1,5%), formula II (2%), dan formula III (2,5%).
Pembentukan busa disebabkan adanya perbedaan tegangan osmotik dalam cairan,
molekul terlarut seperti surfaktan mengubah tegangan permukaan cairan
kemudian akan membentuk gelembung dan adanya gaya tolak menolak yang
menyebabkan busa menjadi stabil dan bertahan lebih lama (Febriyanti, 2013).
Tinggi busa sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterpohyllus L.) berkisar antara 6,7-3,0 cm. tinggi busa formula kontrol berkisar
6,1-5,7 cm dengan persentase penurunan sebesar 6,55%. Formula I berkisar 3,5-
3,0 cm dengan persentase penurunan sebesar 14,2%. Formula II berkisar 4,7-4,3
cm dengan persentase penurunan sebesar 8,51%. Formula III berkisar 6,7-6,2 cm
dengan persentase penurunan sebesar 7,46%. Pada hasil pengujian tinggi busa
dapat dilihat bahwa tinggi busa sabun cair sangat bervariasi tergantung dengan
konsentrasi natrium lauril sulfat yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan maka busa yang dihasilkan semakin banyak dan semakin stabil, dan
kestabilan busa tidak mengalami penurunan yang berarti. Penurunan dapat terjadi
karena selama proses pengujian tinggi busa, pengocokkan yang dilakukan kurang
74
stabil karena dilakukan menggunakan pengocokan manual (Wulandari, Sutaryono,
dan Hidayati, 2016) dan kecenderungan penurunan viskositas berpengaruh
terhadap penurunan tinggi busa, begitu sebaliknya (Kartika, 2010). Namun
meskipun mengalami penurunan tinggi busa yang dihasilkan masih memenuhi
persyaratan sabun cair menurut SNI 06-4085-1996. Dari ketiga formula sabun cair
yang mengandung ekstrak daun nangka diketahui bahwa formula III merupakan
formula yang relative lebih stabil ditinjau dari tinggi busanya karena memiliki
persensate yang lebih kecil dibanding formula I dan II.
4) Bobot Jenis
Dari hasil pengamatan bobot jenis sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L) selama 28 hari penyimpanan memiliki kecenderungan terjadinya
penurunan. Kisaran bobot jenis yang didapat yaitu antara 1,0358-1,0256 g/cm3.
Pada formula kontrol (1,0322-1,0278 g/cm3) dengan persentase penurunan
sebesar 0,42%. Formula I (1,0323-1,0256 g/cm3) dengan persentase penurunan
sebesar 0,64%. Formula II (1,0330-1,0289 g/cm3) persentase perununan 0,39%,
0,21%. Sedangkan formula III (1,0358-1,0324 g/cm3) persentase penurunan bobot
jenis sebesar 0,32%.
. Maka diketahui bahwa formula III relative lebih stabil dibanding formula
kontrol, formula I dan II. Namun masih memenuhi persyaratan bobot jenis sabun
cair yang telah ditetapkan yaitu 1,01-1,10 g/cm3 ( SNI 06-4085-1996).
Jika diamati dari hasil pengujian bobot jenis dapat diketahui bahwa bobot
jenis dari hari ke hari semakin menurun seiring dengan menurunnya viskositas.
Viskositas berbanding lurus dengan bobot jenis, sehingga semakin tinggi bobot
75
jenis maka viskositas akan semakin meningkat dan begitu sebaliknya (Martin, et
al, 1993). Selain itu, menurut Kasenda, Yamlean, dan Lolo (2016), nilai bobot
jenis dipengaruhi suatu bahan penyusunnya dan sifat fisiknya.
5) Warna
Pengujian terhadap perubahan warna sediaan dilakukan dengan kuisioner yang
diberikan kepada 30 responden, bertujuan untuk melihat adakah perubahan warna
yang terjadi setelah 28 hari penyimpanan. Formula kontrol memiliki warna putih,
sedangkan pada formula I, II dan III sediaan berwarna coklat kehijauan yang
disebabkan oleh penambahan ekstrak kental daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.). Konsentrasi ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
pada formula I, II dan III yaitu sebesar 2,12%. Pada hasil pengamatan dapat
dilihat bahwa data kuesioner dari 30 orang responden menunjukkan berturut-turut
formula I,II, dan III sebanyak 93,4%, 90%, dan 90% menyatakan tidak terjadi
perubahan warna dan sebanyak 6,6%, 10% dan 10% menyatakan terjadi
perubahan warna sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) selama penyimpanan 28 hari. Perubahan warna dan bau dapat
disebabkan oleh pengaruh suhu pada ruang penyimpanan (Laksana dkk, 2017).
6) Bau
Pengujian perubahan bau bertujuan untuk melihat adakah perubahan bau yang
terjadi setelah 28 hari penyimpanan. Formula kontrol memiliki aroma rose karena
memang ditambahkan pengaroma rose dalam sediaan, namun masih ada sedikit
bau minyak zaitun yang tidak begitu tercium. Sedangkan pada formula I, II dan III
memiliki aroma campuran antara pengaroma rose dan ekstrak daun nangka
76
(Artocarpus heterophyllus L.) yang menyebabkan pengaroma rose tidak terlalu
tercium namun disemua formula tidak terdapat bau tengik karena terdapat BHT
sebagai antioksidan. Pada tabel hasil, data kuesioner dari 30 orang responden
menunjukkan formula kontrol 100% menyatakan tidak terjadi perubahan bau dan
berturut-turut formula I,II, dan III sebanyak 96,6%, 96,6%, dan 96,6%
menyatakan tidak terjadi perubahan bau dan sebanyak 3,3%, 3,3%, dan 3,3%
menyatakan terjadi perubahan bau sediaan krim selama penyimpanan 28 hari.
Perubahan warna dan bau dapat disebabkan oleh pengaruh suhu pada ruang
penyimpanan (Laksana dkk, 2017).
7) Homogenitas
Pengujian dan pengamatan terhadap homogenitas sabun cair ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) setelah 28 hari penyimpanan bertujuan
untuk mengamati adakah partikel yang belum terdistribusi dengan baik.
Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan tipis sabun cair ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) baik formula kontrol, formula I, formula II
dan formula III pada kaca objek, lalu ditutup dengan deck glass. Kemudian dilihat
sebaran partikelnya dibawah mikroskop.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa partikel terdistribusi dengan cukup
baik pada semua formula. Seperti terlihat pada hasil pengamatan menunjukkan
bahwa partikel terdistribusi dengan baik di dalam basis sabun cair ditandai dengan
tidak adanya partikel-partikel yang tidak tersebar secara merata pada formula
kontrol, formula I, formula II dan formula III selama 28 hari penyimpanan dan
pada saat dioleskan di kulit juga tidak terdapat butiran kasar.
77
8) Iritasi Kulit
Pengujian iritasi kulit sediaan sabun cair yang mengandung ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) bertujuan untuk melihat adakah gejala
iritasi yang mungkin timbul setelah penggunaan atau pengaplikasian sabun cair.
Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa 30 orang responden pada pengujian
iritasi kulit sediaan sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.),
100% tidak mengalami gejala iritasi seperti kemerahan, rasa terbakar, perih atau
gatal pada kulit setelah diolesi sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.). Hal tersebut dikarenakan bahan-bahan yang
terkandung dalam formula tidak menyebabkan iritasi pada kulit, kondisi sediaan
sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang masih baik
selama 28 hari penyimpanan dan pH sediaan sabun cair ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan pH sabun cair yaitu 8-11
(SNI 06-4085-1996).
3. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Berdasarkan hasil pengamatan sabun cair yang mengandung ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dengan variasi natrium lauril sulfat sebagai
surfaktan, formula kontrol, I,II dan III stabil secara fisik, memenuhi syarat
homogenitas dan tidak mengiritasi kulit.
Ditinjau dari pH sediaan, formula kontrol, I,II dan III sabun cair ekstrak daun
nangka (Artocarpus heterophyllus L.) memiliki pH berkisar antara 9,21-8,35.
Meskipun sama-sama mengalami penurunan, akan tetapi diantara formula I,II dan
78
III dapat dilihat bahwa formula III miliki pH yang paling stabil, sebab mengalami
penurunan hanya sebesar 0,92%.
Ditinjau dari viskositas sediaan, formula kontrol, I,II dan III sabun cair ekstrak
daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) memiliki viskositas berkisar antara
3545,4-1961,5 cP. Diantara formula kontrol, I,II dan III, viskositas tertinggi
terjadi pada formula III yang menggunakan natrium lauril sulfat 2,5%. Dalam hal
ini dapat disimpulkan bahwa natrium lauril sulfat mempengaruhi viskositas
sediaan. Meskipun sama-sama mengalami penurunan, akan tetapi diantara
formula I,II dan III dapat dilihat bahwa formula III miliki viskositas yang paling
stabil, sebab mengalami penurunan hanya sebesar 16,19%.
Pengamatan tinggi busa sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.) tidak banyak mengalami penurunan. Tinggi busa sabun cair
ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) berkisar antara 6,7-3,0 cm.
Meskipun pada setiap formula mengalami penurunan, formula kontrol, I,II dan III
masih memenuhi syarat tinggi busa yaitu 1,2 – 22 cm. Berdasarkan persentase
penurunan dari formula I,II, dan III, dapat dilihat bahwa formula III memiliki busa
yang paling stabil, dengan persentase penurunan sebesar 7,46%. Hal ini sejalan
dengan konsentrasi natrium lauril sulfat yang tinggi.
Pengamatan bobot jenis sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus
heterophyllus L.), bobot jenis sabun cair berkisar antara 1,0358-1,0256 g/cm3.
Pada formula kontrol, I,II dan III mengalami penurunan dari hari ke hari, hal ini
beriringan dengan viskositas yang mengalami penurunan. Namun meskipun
semua formula mengalami penurunan, bobot jenis sabun cair ekstrak daun nangka
79
(Artocarpus heterophyllus L.) tetap memenuhi syarat bobot jenis sabun cair 1,01-
1,10 g/cm3. Diantara formula I,II dan III, formula III memiliki bobot jenis yang
paling stabil karena memiliki persentase penurunan sebesar 0,32%.
Ditinjau dari perubahan warna dan bau, pada formula kontrol tidak mengalami
perubahan warna sedangkan formula I,II dan III mengalami perubahan warna
dengan persentase sebesar 6,6%, 10% dan 10%. Pada pengamatan perubahan bau
formula kontrol tidak mengalami perubahan bau, sedangkan pada formula I,II dan
III mengalami perubahan bau dengan persentase 3,3%. Namun dikarenakan
persentasenya kurang dari 50% maka dapat dinyatakan bahwa warna dan bau
sabun cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) tidak mengalami
perubahan yang berarti.
Pada pengamatan homogenitas sediaan selama penyimpanan 28 hari formula
kontrol, I, II, dan III memiliki homogenitas yang stabil. Pengamatan menunjukkan
bahwa partikel terdistribusi dengan baik di dalam basis sabun cair ditandai dengan
tidak adanya partikel-partikel yang tidak tersebar secara merata, baik formula
kontrol, I, II, dan III.
Ditinjau dari pengamatan iritasi pada kulit sebanyak 30 responden menyatakan
tidak terjadi iritasi pada kulit baik formula kontrol, I, II, dan III. Sehingga sabun
cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) aman digunakan pada
kulit sebab tidak menimbulkan reaksi alergi apapun setelah diaplikasikan pada
kulit responden.
Dari rekapitulasi hasil dapat disimpulkan bahwa formula kontrol, formula I,
formula II, formula III memenuhi persyaratan sabun cair baik pH, viskositas,
80
tinggi busa, bobot jenis, homogenitas, warna, bau dan iritasi kulit. Dari hasil
evaluasi selama 28 hari penyimpanan dapat disimpulkan bahwa formula III
memiliki kestabilan yang paling baik, hal ini dikarenakan persentase dari
keseluruhan evaluasi sabun cair, formula III memiliki persentase perubahan yang
paling stabil.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap kestabilan fisik sabun
cair ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dengan variasi natrium
lauril sulfat sebagai surfaktan selama 28 hari penyimpanan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dapat diformulasikan
menjadi sediaan sabun cair. Formula yang paling stabil yaitu formula III
dengan konsentrasi natrium lauril sulfat sebesar 2,5%.
2. pH semua formula sabun wajah cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan dan stabil secara fisik.
3. Viskositas semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan dan stabil secara fisik.
4. Tinggi busa semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan dan stabil secara fisik.
5. Bobot jenis semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan dan stabil secara fisik.
6. Homogenitas sediaan sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) pada formula kontrol, I, II, dan III memenuhi
syarat stabil secara fisik.
82
7. Semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan karena tidak mengalami
perubahan warna.
8. Semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan karena tidak mengalami
perubahan bau.
9. Semua formula sabun cair yang mengandung ekstrak daun nangka
(Artocarpus heterophyllus L.) memenuhi persyaratan karena tidak mengalami
iritasi kulit.
B. Saran
Dari hasil penelitian mengenai formulasi sabun cair yang mengandung ekstrak
daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) peneliti menyarankan agar :
1. Dilakukan uji dipercepat untuk mengetahui waktu optimal sediaan sabun cair
yang mengandung ekstrak daun nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang
tetap stabil dan memenuhi syarat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan zat aktif tanaman
lain yang diharapkan akan menghasilkan sediaan sabun cair yang lebih stabil.
83
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani, N.M.R.D., Parwata, I.M.O.A, dan Negara, I.M.S, 2017. Potensi Ekstrak
Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Sebagai Antioksidan Alami.
Jurnal Kimia. 10(2): 162-167.
Agustina, L., M. Yulianti, F. Shoviantari, dan I.F. Sabban, 2017. Formulasi Dan
Evaluasi Sabun Mandi Cair Dengan Ekstrak Tomat (Solanum
Lycopersicum L.) Sebagai Antioksidan. Jurnal Wiyata. 4(2): 99-105.
Anggraini, D., W.S. Rahmides, dan M. Malik, 2012. Formulasi Sabun Cair Dari
Ekstrak Batang Nanas (Ananas comosus L.) Untuk Mengatasi Jamur
Candida albicans. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia. 1(1): 30-33.
Anwar, A.I., F. Zainuddin, dan A. Miranti, 2016. Melasma. 21Press, Sulawesi
Selatan, Indonesia, hal. 27-38, 77-84.
Ashok, P., dan K. Upadhyaya, 2012. Tanin are Astrigent. Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry. 1(3): 45-50.
Brady, JE. 1999. Kimia Universitas: Asas dan Structure. Jilid 1 Edisi Kelima.
Binarupa aksara, Jakarta. Dalam: Mauliana, 2016. Formulasi Sabun Padat
Bentonit Dengan Variasi Konsentrasi Asam Stearat Dan Natrium Lauril
Sulfat. Skripsi, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi
Farmasi, Jakarta, Indonesia.
Chang, T., 2009. An Updated Review Of Tyrosinase Inhibitors. International
Journal Of Molecular Sciences. 10: 2440-2475.
Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, hal. 96.
Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, hal. 7, 9.
Dewan Standardisasi Nasional. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-
1994. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta, hal.1.
Dewan Standardisasi Nasional. 1996, Standar Sabun Mandi Cair, SNI 06-4085-
1996. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta, hal.1-2, 7-9.
Dimpudus, S.A., P.V.Y. Yamlean, A. Yudistira, 2017. Formulasi Sediaan Sabun
Cair Ekstrak Etanol Bunga Pacar Air (Impaties balsamina L.) Dan Uji
Efektivitasnya Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro.
6(3):208-215.
84
Elevitch, C.R., and H.I. Manner, 2006. Artocarpus heterophyllus (Jackfruit).
Species Profile For Pacific Island Agroforesty. 1(1): 1-16.
Febriyanti, D.R., 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk
Purut (Citrus hystrix DC.) Dengan Kokamidopropil Betain Sebagai
Surfaktan. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Febriyenti, L.I. Sari, R. Nofita, 2014. Formulasi Sabun Transparan Minyak
Ylang-Ylang Dan Uji Efektivitas Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat.
Jurnal Sains Farmasi & klinis. 1(1): 61-71.
Feng, H.L., L. Tian, W.M. Chai, X. Chen, Y. Shi, Y. S. Gao, G.L. Yan, Q.Chen,
2014. Isolatin and purification of condensed tannins from flamboyant tree
and their antioxidant and antityrosinase activities. US National Libary of
Medicine, AS.
Gusviputri, A., N.Meliana, Aylianawati, dan N.Indraswati, 2013. Pembuatan
Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloe vera) Sebagai Antiseptik Alami. 12(1):
11-21.
Handayani, A.P.,2009. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol 96%
Biji Alpukat (Perseae Americana Mill) Terhadap Formulasi Sabun Padat
Transparan. Skripsi, Fakultas Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Dalam: Mauliana, 2016. Formulasi Sabun Padat Bentonit Dengan Variasi
Konsentrasi Asam Stearat Dan Natrium Lauril Sulfat. Skripsi, Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi, Jakarta,
Indonesia
Harahap, W.H., 2017. Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lam.) Sebagai Anti-Aging. Skripsi, Universitas
Sumatera Utara, Medan, hal.7.
Ichsani, N.N., 2016. Formulasi Sediaan Sabun Wajah Minyak Atsiri Kemangi
(Ocimum basilicum L.) Dengan Kombinasi Sodium Lauril Sulfat Dan
Gliserin Serta Uji Antibakteri Terhadap Staphylococcus epidermidis.
Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal 5.
Juwita, K. N., 2011. Uji penghambatan tirosinase dan stabilitas fisik sediaan krim
pemutih yang mengandung ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus
heterophyllus). Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Kalangi, S.J.R., 2013. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (JBM). 5(3):12-20.
85
Kartika, G.F., 2010. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai
Bahan Pengental Terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sediaan
Shampoo. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Kasenda, J.C., P.V.Y. Yamlean, dan W.A. Lolo., 2016. Formulasi dan Pengujian
Aktivitas Antibakteri Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun Ekor Kucing
(Acalypha hispida Burm.F) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(3).
Laksana, K.P., Oktavillariantika., N.L.PA. Pratiwi., N.P.A.D. Wijayanti., dan P.S.
Yustiantara., 2017. Optimasi Konsentrasi HPMC Terhadap Mutu fisik
Sediaan Sabun Cair Menthol. Jurnal Farmasi Udaya. 6(1).
Latifah., 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid Dan Uji Aktivitas
Antioksidan Pada Ekstrak Rimpang Kencur Kaempferia galangal L.
Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Skripsi, Universitas
Malik Ibrahim, Malang, hal.15.
Lenny, S., 2006. Senyawa Flavonoid, Fenilpropanoida, dan Alkoloida. Karya
Tulis Ilmiah, Universitas Sumatera Utara, hal. 7.
Lisnawati., 2018. Efektivitas Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Terhadap Mortalitas Cacing Haemonchus contortus Yang Diuji Secara
Invitro. Skripsi, Universitas Hasanuddin Makassar, hal. 4.
Lubis, S.L., 2003. Sabun Obat. Jurusan Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
Maharani, A., 2015. Penyakit Kulit. Pustaka Baru Press, Yogyakarta, Indonesia,
hal 21-27.
Mambang, D.E., dan J. Rezi, 2018. Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Nangko (Artocarpus heterophyllus. L) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus, Jurnal Agroteknosains. 2(1): 179-187.
Maramis, N.K., 2014. Formulasi Sediaan Sabun Cair Wajah Menggunakan Kulit
Buah Semangka (Citrullus vulgaris) Dengan Kombinasi Natrium Lauril
Sulfat Dan Polisorbat. Karya Tulis Ilmiah, Akademi Farmasi Bina
Husada.
Martin A., J. Swarbick, dan A Cammarata., 1998. Farmasi Fisik. Edisi III.
Terjemahkan oleh : Yoshita. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Dalam:
Saputri, W., Radjab, N.S., dan Yati, K., 2013. Perbandingan Optimasi
Natrium Lauril Sulfat Dengan Optimasi Natrium Lauril Eter Sulfat
Sebagai Surfaktan Terhadap Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Air Kelopak
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa. L).
86
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Amsterdam: Elsevier
Science. B.V. Amsterdam, Netherlands, hal.446, 448-450.
Mutmainah, M., dan Y.D. Franyoto, 2015. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Mandi
Cair Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) Serta
Uji Aktivitas Sebagai Antikeputihan, E-Publ.Fak.Farm. hal 28.
Nandityasari, I., 2009. Hubungan Antara Ketertarikan Iklan Pond’s Ditelevisi
Dengan Keputusan Membeli Produk Pond’s Pada Mahasiswa. Skripsi,
Universitas Muhammadiyah, Surakarta, hal. 5.
Nauli, A.P., Y.S. Darmanto, dan E. Susanto, 2015. Karakteristik Sabun Cair
Dengan Penambahan Kolagen Ikan Air Laut Yang Berbeda. 4(4): 1-6.
Noor, S.U., dan D. Nurdyastuti., 2009. Lauret-7-Sitrat Sebagai Detergensia dan
Peningkatan Busa Pada Sabun Cair Wajah Glysine soja (Sieb.)Zucc.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 7(1) : 39-47.
Putra, R.M., A. Fahrurroji, dan B. Wijianto, 2016. Optimasi Formulasi Sabun
Mandi Cair Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah (Zingiber officale Rosc.
Var rubrum). Jurnal Teknosains. 5(2):81-146.
Rahmawati, D.S., 2018. Formulasi Dan Uji Antibakteri Sediaan Sabun Mandi
Cair Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas Poir)
Terhadap Bakteri Escherichia coli. Skripsi, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Rahmi, I.W, E.Nurhikma, E. Badia, dan M.Ifaya, 2017. Formulasi Sabun
Pembersih Kewanitaan (Feminime Hygiene) Dari Ekstrak Kulit Buah
Durian (Durio zibethinus Murray). Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia. 3(2): 80-89.
Rayendra, R., 2017. Inhibisi Tirosinase Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Dalam Menurunkan Produksi Melanin Pada Kultur Mouse Melanoma B-
16 Cell. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
Rowe, R.C., P.J. Sheskey dan M.E. Quinn, 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. American Pharmaceutical Association. London,
Chicago, hal. 75-77, 470-472, 483-440, 576-577, 592-593, 651-652, 697-
698.
Salmia., 2016. Analisis Kadar Flavonoid Total Ekstrak Kulit Batang Kedondong
Bangkok (Spondias dulcis) Dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS.
Skripsi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, hal.2.
87
Saputri, W., Radjab, N.S., dan Yati, K., 2013. Perbandingan Optimasi Natrium
Lauril Sulfat Dengan Optimasi Natrium Lauril Eter Sulfat Sebagai
Surfaktan Terhadap Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Air Kelopak Bunga
Rosella (Hibiscus sabdariffa. L).
Sari, F.I., 2016. Uji Stabilitas Fisik Dan Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Pala
(Myristica fragrans Houtt.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Dalam Formulasi Sabun Cair. Skripsi, Universitas Muhamaadiyah,
Surakarta, hal.6.
Sari, W, K., 2018. Potensi Nonpartikel Daun Dan Pucuk Nangka (Artocarpus
heterophyllus) Sebagai Inhibitor Enzim Tirosinase. Institut Pertanian
Bogor.
Sayuti, M. 2017. Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi, Bagian dan Jenis
Pelarut Terhadap Rendemen dan Aktivitas Antioksidan Bambu Laut (Isis
hippuris). Technology Science and Engineering Journal. 1(3): 2549.
Septiani, S., N. Wathoni dan S.R. Mita., 2012. Formulasi sediaan masker gel
antioksidan dari ekstrak etanol biji melinjo (Gnetun gnemon Linn.). 1(1).
Sitepoe, M., 2008. Corat-Coret Anak Desa Berprofesi Ganda. Kepustakaan
Populer Gramedia, Jakarta,Indonesia, hal 40.
Suarsa, I.M., 2018. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau
Dari Kinetika Kimia. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
Syaiful, S.D., 2016. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Etanol Daun
Kemangi (Ocimum sanctum L.) Sebagai Sediaan Hand Sanitizer. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin,
Makassar.
Tjay, T.H., dan K. Rahardja, 2015. Obat-Obat Penting: “Khasiat, Penggunaan,
Dan Efek Sampingnya” (Edisi Ke-7). Alex Media Komputindo, Jakarta,
Indonesia, hal. 257, 537.
Tranggono, R.I dan F. Latifah, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,Indonesia, hal 11-13.
Voigt, R, 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V, Terjemahan Oleh:
Volk, VEB., dkk. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia,
hal 558-574.
Wasitaatmadja, S. M., 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Pustaka Penerbit UI
Press, Jakarta, hal. 97-100.
88
Widyastuti, Y. E., 1993. Nangka dan Cempedak : “Ragam Jenis Dan
Pembudidayaan”. Penebar Swadaya, hal. 1, 5-7.
Widyasanti, A., A.Y. Rahayu., dan S. Zain., 2017. Pembuatan Sabun Cair
Berbasis Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Penambahan Minyak Melati
(Jasminum Sambac) Sebagai Essential Oil. Jurnal Teknotan.11(2).
Wijana, S., S.A. Mustaniroh, dan I. Wahyuningrum, 2005. Pemanfaatan Minyak
Goreng Bekas Untuk Pembuatan Sabun (Kajain Lama Penyabunan Dan
Konsentrasi Dekstrin). 6(3):193-202.
Wulandari, A., Sutaryono, dan N. Hidayati, 2016. Pengaruh Variasi Konsentrasi
Surfaktan Cocoamydopropyl Betaine Terhadap Uji Sifat Fisik Sabun
Mandi Cair Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya L.
). STIKes Muhammadiyah Klaten. 7(1).
Wulansari, S., 2017. Formulasi Sabun Mandi Cair Antioksidan Ekstrak Etanol
Kulit Bawang Merah Maja Cipanas (Allium cepa L. Aggregatum). Skripsi,
Universitas Al-Ghifari, hal.20.
Yamlean, P.V.Y, dan Bodhi, W., 2017. Formulasi Dan Uji Antibakteri Sediaan
Sabun Cair Ekstrak Daun Kemangi (Ocymum basilicum L.) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(1): 76-86.
Yulianti, R., D.A. Nugraha, dan L. Nurdianti., 2015. Formulasi Sediaan Sabun
Mandi Cair Ekstrak Daun Kumis Kucing (orthosiphon aristatus (BI)
Miq.). Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2) : 1-11.
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Menurut penelitiaan Rayendra (2017), ekstrak etanol daun nangka muda
(Artocarpus heterophyllus L.) memiliki aktivitas inhobitor tirosinase yang
mampu mencerahkan kulit dengan nilai IC50 29,9 ppm pada fase monofenolase
dan nilai asam kojat sebagai pembanding sebesar 28,2 ppm. Konsentrasi asam
kojat dalam sediaan topikal ialah 2%.
Konsentrasi zat aktif =
x Sediaan Beredar
=
x 2% = 2,12%
Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Berat Simplisia Daun Nangka = 1400 gram
Berat Ekstrak Kental Daun Nangka = 141,79 gram
(%) Rendemen ekstrak daun nangka =
x 100%
=
x 100%
= 10,12%
Jadi, rendemen ekstrak kental daun nangka adalah sebesar 10,12%.
90
Lampiran 3. Perhitungan Bahan Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus L.)
Dibuat 50 gram sabun mandi cair performula,
Dilebihkan 20% = + (
+ 50) = 60 gram
1. Ekstrak Daun Nangka =
x 60 gram = 1,272 gram
2. Minyak Zaitun =
x 60 gram = 12 gram
3. KOH 10% =
x 60 gram = 2,4 gram
4. Na CMC =
x 60 gram = 1,2 gram
5. Sodium Lauril Sulfat
Formula Kontrol =
x 60 gram = 1,2 gram
Formula I =
x 60 gram = 0,9 gram
Formula II =
x 60 gram = 1,2 gram
Formula III =
x 60 gram = 1,5 gram
6. Asam Stearat =
x 60 gram = 1,2 gram
7. Propilenglikol =
x 60 gram = 3 gram
8. BHT =
x 60 gram = 0,012 gram
9. Pengaroma 1 ml
10. Aquadest ad 60 ml
91
Lampiran 5. Lembar Permohonan Menjadi Responden
92
Lampiran 6. Lembar Inform Contest
93
Lampiran 7. Kuisioner Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
94
Lampiran 8. Hasil Pengukuran pH, Viskositas, Tinggi Busa dan Bobot Jenis
Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Selama
Penyimpanan 28 hari.
Hasil Pengukuran pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Formula Sabun
pH Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Ket Hari ke-
0 7 14 21 28
Formula
Kontrol
9,17 9,20 9,19 9,15 9,11 MS
9,24 9,19 9,18 9,16 9,14 MS
9,21 9,18 9,18 9,13 9,13 MS
Rata-rata 9,21 9,19 9,18 9,14 9,12 MS
Formula I
8,46 8,42 8,43 8,41 8,34 MS
8,48 8,48 8,43 8,38 8,35 MS
8,47 8,44 8,39 8,39 8,36 MS
Rata-rata 8,47 8,44 8,41 8,39 8,35 MS
Formula II
8,59 8,53 8,53 8,51 8,48 MS
8,53 8,56 8,52 8,48 8,46 MS
8,55 8,55 8,53 8,50 8,49 MS
Rata-rata 8,56 8,54 8,52 8,49 8,47 MS
Formula III
8,68 8,65 8,63 8,61 8,59 MS
8,66 8,63 8,65 8,60 8,60 MS
8,67 8,67 8,61 8,59 8,59 MS
Rata-rata 8,67 8,65 8,63 8,60 8,59 MS
pH yang memenuhi syarat 8-11 (SNI, 06-4085-1996).
95
Hasil Pengukuran Viskositas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Formula Sabun
Viskositas Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Ket Hari ke-
0 7 14 21 28
Formula
Kontrol
3585,7 3462,7 3297,4 3124,7 2947,3 MS
3562,3 3356,2 3269,6 3143,3 3005,8 MS
3489,3 3376,5 3270,7 3115,4 3022,4 MS
Rata-rata 3545,4 3398,4 3279,2 3127,8 2991,6 MS
Formula I
2497,7 2341,5 2210,6 2011,5 1979,3 MS
2491,3 2295,4 2209,7 2178,4 1941,7 MS
2456,2 2352,3 2200,3 2164,4 1964,5 MS
Rata-rata 2481,7 2329,7 2206,5 2115,4 1961,5 MS
Formula II
2713,7 2543,7 2410,6 2361,5 2260,0 MS
2691,4 2553,0 2415,7 2364,3 2274,9 MS
2721,5 2557,6 2419,0 2362,7 2251,1 MS
Rata-rata 2708,5 2551,4 2415,1 2362,8 2262,0 MS
Formula III
3183,4 2959,4 2874,2 2764,5 2671,3 MS
3152,4 2947,7 2892,1 2731,5 2645,7 MS
3127,2 2949,3 2843,8 2700,3 2651,0 MS
Rata-rata 3169,3 2952,1 2870,0 2732,1 2656,0 MS
Viskositas yang memenuhi syarat 400-4000 cP
96
Hasil Pengukuran Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Formula Sabun
Tinggi Busa Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Ket Hari ke-
0 7 14 21 28
Formula
Kontrol
6,0 5,9 5,8 6,0 5,9 MS
6,1 6,1 5,9 5.8 5,6 MS
6,2 6,1 5,9 5.9 5,8 MS
Rata-rata 6,1 6,0 5.8 5,8 5,7 MS
Formula I
3,5 3,3 3,5 3,3 3,0 MS
3,5 3,7 3,2 3,4 3,1 MS
3,7 3,2 3,3 3,1 3,1 MS
Rata-rata 3,5 3,4 3,3 3,2 3,0 MS
Formula II
4,7 4,3 4,5 4,3 4,3 MS
4,6 4,6 4,6 4,5 4,4 MS
4,8 4,3 4,4 4,4 4,3 MS
Rata-rata 4,7 4,5 4,5 4,4 4,3 MS
Formula III
6,7 6,7 6,4 6,2 6,4 MS
6,6 6,5 6,6 6,4 6,1 MS
6,9 6,5 6,4 6,2 6,2 MS
Rata-rata 6,7 6,5 6,4 6,2 6,2 MS
Tinggi busa yang memenuhi syarat 1,2-22 cm
97
Hasil Pengukuran Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Formula Sabun
Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Daun Nangka
Ket Hari ke-
0 7 14 21 28
Formula
Kontrol
1,0320 1,0306 1,0315 1,0308 1,0241 MS
1,0326 1,0325 1,0310 1,0298 1,0289 MS
1,0320 1,0310 1,0305 1,0294 1,0304 MS
Rata-rata 1,0322 1,0315 1,0310 1,0300 1,0278 MS
Formula I
1,0330 1,0317 1,0308 1,0289 1,0236 MS
1,0324 1,0309 1,0298 1,0287 1,0253 MS
1,0315 1,0322 1,0288 1,0296 1,0280 MS
Rata-rata 1,0323 1,0316 1,0298 1,0290 1,0256 MS
Formula II
1,0336 1,0329 1,0320 1,0310 1,0274 MS
1,0333 1,0331 1,0328 1,0310 1,0287 MS
1,0322 1,0309 1,0324 1,0315 1,0306 MS
Rata-rata 1,0330 1,0323 1,0314 1,0311 1,0289 MS
Formula III
1,0356 1,0337 1,0346 1,0332 1.0323 MS
1,0363 1,0368 1,0315 1,0323 1,0329 MS
1,0357 1,0354 1,0347 1,0336 1,0322 MS
Rata-rata 1,0358 1,0353 1,0349 1,0330 1,0324 MS
Bobot jenis yang memenuhi syarat 1,01-1,10 g/cm3 (SNI 06-4085-1996).
98
Lampiran 9. Proses Pembuatan Ekstrak Kental Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus L.)
Gambar 10. Destilasi Pelarut Gambar 11. Daun Nangka
Gambar 12. Pengeringan Daun Nangka Gambar 13. Daun Nangka Kering
Gambar 14. Serbuk Kasar Daun Nangka Gambar 15. Proses Maserasi
99
Gambar 16. Destilasi Vakum Gambar 17. Ekstrak Kental
(Rotary Evaporator)
100
Lampiran 10. Proses Pembuatan dan Evaluasi
Gambar 18. Bahan-bahan yang Gambar 19. Proses Pembuatan
digunakan pada pembuatan
Gambar 20. Evaluasi Tinggi Busa Gambar 21. Evaluasi pH
Gambar 22. Evaluasi Viskositas Gambar 23. Evaluasi Bobot Jenis
101
Gambar 25. Uji Warna, Bau, dan Iritasi Kulit
Gambar 24. Uji Homogenitas
102
Lampiran 11. Formula