etika menuntut ilmu menurut ahmad maisur sindi …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5595/1/fix...

114
ETIKA MENUNTUT ILMU MENURUT AHMAD MAISUR SINDI AT-THURSIDI DALAM KITAB TANBIH AL-MUTA’ALLIM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh : MOHAMMAT IRFAN 111-13-058 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ETIKA MENUNTUT ILMU MENURUT AHMAD MAISUR SINDI

    AT-THURSIDI DALAM KITAB TANBIH AL-MUTA’ALLIM

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

    guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

    Oleh :

    MOHAMMAT IRFAN

    111-13-058

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURAN

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO

    Artinya : Dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah

    lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti

    lenyap.(Q.S. Al-Isra‟ 17:81)

    (Mustafa al-Ghalayaini, Idhotun Nasyiin, 1999:124)

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Alhamdulillahirabil‟alamin,dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur,

    skripsi ini penulis persembahkan kepada :

    1. Kedua orang tuaku, Bapak Sutiyono dan Ibu Munifah yang senantiasa

    telah memberikan semua kebutuhan anak-anaknya supaya kelak menjadi

    anak-anak yangsholih dan solihah serta mampu menjadi tabungan kelak di

    hari akhir.

    2. Almagfurlah KH Zoemri RWS dan Ibu Ny.Hj. Latifah Zoemri selaku

    pengasuh PPTI Al Falah Salatiga.

    3. Keempat kakakku tersayang, Nur Salim, Sri Wahyuni, Puji Astuti dan

    Laelatul Munawaroh yang selalu memberikan dukungan dan semangat

    berjuang.

    4. Sahabat-sahabat seperjuangan di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al

    Falah Salatiga yang telah memberikan bantuan dan dorongan selama

    penyusunan skripsi ini

    5. Teman-teman mahasiswa IAIN Salatiga angkatan 2013 .

    6. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Dzat yang memberikan

    keutamaan ilmu dan amal kepada anak cucu Nabi Adam a.s melebihi seluruh

    alam. Sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam

    semoga tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, Nabi Akhir zaman

    pembawa risalah kebenaran dari Zaman kegelapan menuju zaman terangnya ilmu

    pengetahuan.

    Suatu kebanggan tersendiri jika sebuah tanggung jawab mampu

    terselesaikan dengan baik. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan

    tanggung jawab besar guna memperoleh gelar sarjana kependidikan di IAIN

    Salatiga. Terselesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai

    pihak baik dari segi moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan

    hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan IAIN Salatiga.

    3. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah

    berkenan secara ikhlas dan sabar mencurahkan pikirannya untuk

    memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan IAIN Salatiga.

    5. Bapak Dr. Abdul Syukur, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik

  • ix

    6. Seluruh tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk

    menilai dan menguji kelayakan skripsi dalam rangka menyelesaikan

    studi Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN

    Salatiga).

    7. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi

    Pendidikan Agama Islam yang telah mendidik dan memberikan ilmu

    pengetahuan kepada penulis.

    Tidak ada kata yang paling pantas penulis ucapkan untuk mereka, kecuali

    untaian do‟a “Semoga amal dan keikhlasan mereka mendapatkan balasan yang tak

    terhingga dari Allah SWT”.

    Akhirnya penulis sadar bahwa skrisi ini masih banyak kekurangan dan

    masih jauh dari kesempuranaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang

    membangun sangat penulis harapkan demi sempurnannya skripsi ini. Semoga

    skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada

    umumnya serta mampu memberikan sumbangan positif bagi pengetahuan dunia

    pendidikan.

    Salatiga, 22 Maret 2019

    Penulis

    Mohmmat Irfan

    NIM 111 13 058

  • x

    ABSTRAK

    Irfan, Mohammat. 2018. Etika Menuntut Ilmu Menurut Ahmad Maisur Sindi At-

    Thursidi Dalam Kitab Tanbih Al-Muta‟allim. Skripsi. Fakultas

    Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama

    Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof.

    Dr. Mansur, M.A.

    Kata Kunci : Etika Menuntut Ilmu Menurut at-Thursidi

    Penelitian ini membahas tentang etika menuntut ilmu menurut Ahmad

    Maisur Sindi at-Thursidi. Fokus Penelitian yang dikaji adalah: 1. Bagaimana etika

    menuntut ilmu menurut at-Thursidi; 2. Bagaimana relevansi etika menuntut ilmu

    menurut at-Thursidi dalam konteks masa kini.

    Penelitian ini menggunakan metode library research yaitu suatu penelitian

    kepustakaan murni yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi

    kepustakaan. Dengan demikian pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

    dengan menggunakan metode dokumentasi yang objek penelitiannya mecari

    menelaah dan mengkaji data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa

    catatan seperi buku, jurnal, dokumen, transkip, artikel, majalah, notulen harian,

    rapat dan sebagianya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara

    sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga

    memperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. Datayang terkumpul

    dianalisa menggunakan metode Content Analisisi, metode Historis dan Metode

    Deduktif-Iduktif. Dengan cara menemukan pola, tema tertentu dan mencari

    hubungan yang logis antara pemikirantersebut. Kemudian mengklarifikasikan

    pemikiran sang tokoh sehingga dapat dirumuskan dalam pendidikan karakter yang

    sesuai.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa etika menuntut ilmu yang dibangun

    oleh Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi dapat dilihat dari beberapa bab dalam kitab

    Tanbih al-Mutta‟alim yaitu etika sebelum hadir ditempat belajar seperti peserta

    didik harus berada dalam keadaan suci dan telah menyiapkan segala keperluan

    belajar sebelum datang sekolah/madrasah, kemudian mengawalinya dengan

    berdoa, menjaga kebersihan dan kebutuhannya dari barang yang haram,

    mengulang pelajaran yang telah diajarkan, serta menghormati guru, orang tua dan

    ilmu. Pemikiran-pemikiran at-Thursidi dalam kitab Tanbih al-Mutta‟alim sangat

    relevan dengan pendidikan Islam masa sekarang (kekinian), dan memang sangat

    penting untuk dikembangkan.

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

    HALAMAN BERLOGO ............................................................................ ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii

    PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. iv

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................... v

    MOTTO....................................................................................................... vi

    PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

    ABSTRAK .................................................................................................. x

    DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................ 5

    C. Tujuan Penelitian .......................................................... 6

    D. Kegunan Penelitian....................................................... 6

    E. Definisi Operasional ..................................................... 7

    F. Metode Penelitian ......................................................... 9

    G. Sistematika Penulisan ................................................... 13

    BAB II BIOGRAFI AHMAD MAISUR SINDI AT-THURSIDI

    A. Biografi Ahmad Maisur Sindi At-Thursidi .................. 15

    B. Latar Belakang Kitab Tanbih al-Mutta‟allim ............... 21

    C. Sistematika Kitab Tanbih al-Mutta‟allim..................... 23

  • xii

    D. Corak Umum Kitab Tanbih al-Mutta‟allim ................. 24

    E. Karakteristik Kitab Tanbih al-Mutta‟allim .................. 27

    F. Sinopsisi Kitab Tanbih al-Mutta‟allim......................... 28

    G. Karya-karya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi ............. 30

    BAB III DESKRIPSI DATA

    A. Pengertian Etika Menuntut Ilmu .................................. 3

    B. Etika Menuntut Ilmu Menurut at-Thursidi dalam Kitab Tanbih

    al-Mutta‟allim .............................................................. 50

    BAB IV RELEVANSI ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM KITAB

    TANBIH AL-MUTTA’ALIM PADA MASA KINI

    A. Relevansi Etika Menuntut Ilmu Menurut at-Thursidi dalam

    Kitab Tanbih al-Mutta‟allim ........................................ 64

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................... 89

    B. Saran .......................................................................... 90

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 92

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Orientasi pendidikan tidak hanya membentuk manusia yang cerdas,

    namun harus memiliki ahlak yang baik sesuai Undang-Undang Nomer 20

    Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa

    “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

    membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

    untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

    potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

    kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

    kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

    jawab”.

    Menurut Abdul Majid (2011:30) Socrates berpendapat bahwa tujuan

    paling mendasar dari pendidikan adalah membuat seseorang menjadi good

    and smart. Sedangkan menurut An- Nahlawi (1996:117) dalam Salahudin dan

    Alkrienciehie (2013:105), pendidikan harus memiliki tujuan yang sama

    dengan tujuan penciptaan manusia sebab bagaimanapun pendidikan islam

    sarat dengan landasan dinul islam. Tujuan pendidikan islam adalah

    merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan mnausia, baik

    secara individual maupun secara sosial.

  • 2

    Perkembangan zaman dan peradaban semakin maju, secara otomatis

    merombak perubahan tatanan kehidupan dan pola pikir manusia. Era baru

    yang ditandai oleh penempatan teknologi informasi dan pengetahuan

    intelektual sebagai modal utama dalam menjalani berbagai bidang kehidupan

    termasuk dunia pendidikan, tidak hanya memberikan dampak positif. Namun

    di sisi lain juga memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan dunia

    pendidikan. Semakin hari degradasi moral, sikap, perilaku serta lunturnya

    etika dalam proses menuntut ilmu semakin terasa di berbagai jenjang

    pendidikan.

    Degradasi moral ditandai oleh mundurnya sikap santun, ramah, serta

    jiwa kebhinnekaan, kebersamaan, dan kegotongroyongan dalam diri peserta

    didik. Di samping itu, perilaku anarkisme dan ketidak jujuran marak di

    kalangan peserta didik. Di sisi lain banyak terjadi penyalahgunaan wewenang

    oleh para pejabat negara sehingga korupsi semakin merajalela di hampir

    semua instansi pemerintah. Perilaku seperti itu menunjukkan bahwa bangsa ini

    telah terbelit oleh rendahnya moral, akhlak, atau karakter (Zuchdi, 2011:2).

    Belakangan ini sering kita dengar berita miring terjadi pada dunia

    pendidikan. Misalnya, tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, prestasi belajar

    yang rendah bahkan tadak sedikit tenaga pendidik yang lecehkan oleh peserta

    didiknya sendiri dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa beretika

    yang baik merupakan kewajiban bagi seluruh manusia terlebih bagi mereka

    yang sedang menuntut ilmu.

  • 3

    Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh

    kesejahteraan dunia maupun akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib.

    Mengkaji ilmu merupakan pekerjaan mulia, karenanya banyak orang keluar

    dari rumah untuk mencari ilmu dengan didasari iman kepada Allah SWT.

    Mencari ilmu merupakan pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik, akal

    dan mental, maka nabi pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk

    mencari ilmu, ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah, karena Allah suka

    menolong orang yang mau bersusah payah dalam menjalankan kewajiban

    agama (Anisa, 2013:12)

    Allah SWT telah berfirman dalam Q.S Al-„Alaq 96:1-5

    Artinya : (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

    (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.(3)

    Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,(4) yang mengajar

    (manusia) dengan perantaran kalam,(5) Dia mengajar kepada

    manusia apa yang tidak diketahuinya.

    Ayat di atas telah mejelaskan bahwa kata membaca, mengajar, dan

    mengetahui sangat erat sekali dengan ilmu pengetahuan. Selanjutnya ayat ini

    datang bukan dalam bentuk peryataan, tetapi dalam bentuk perintah, tegasnya

    perintah bagi setiap manusia muslim untuk mencari ilmu. Di dalam proses

    menuntut ilmu terdapat sesuatu yang amat penting yang perlu diperhatikan,

    yaitu etika dalam menuntut ilmu (Ali, 2010:44).

  • 4

    Etika membantu manusia untuk merumuskan dan menentukan sikap

    yang tepat dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa dipertanggungjawabkan,

    baik dalam hubungannya dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Etika

    berlaku bagi manusia yang sedang menjalankan peran di dunia pendidikan

    atau ilmu pengetahuan. Manusia yang tidak menggunakan etika dalam

    menjalani kehidupan sehari-harinya berarti tergolong manusia yang tidak bisa

    menjadi pelaku sosial, politik, budaya, pendidikan, dan lainnya, yang patut

    diperhitungkan (Muchsin, 2010:20-21).

    Dengan demikian etika dalam menuntut ilmu sangat dibutuhkan guna

    mencetak generasi yang berintelektual tinggi serta memiliki etika dalam

    kehidupan sehari-hari. Buku Tanbih Al-Muta‟allim yang ditulis oleh ulama

    Indonesia bernama Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi untuk membimbing para

    generasi pelajar khususnya muslim dari lunturnya etika dan semangat

    menuntut ilmu, yang isinya bukan hanya menawarkan sederetan nasihat-

    nasihat ilmiah, melainkan juga arahan operasional yang lebih praktis cocok

    untuk dikaji dan diamalkan di tengah-tengah kondisi zaman mulai berubah

    dan etika dalam proses menuntut ilmu yang memprihatikan tersebut.

    Di kalangan pesantren para ulama dan kyai selalu mengajarkan kitab

    ini kepada santrinya, terlebih kitab ini berisi bait-bait yang sangat mudah

    dihafalkan dan dipahami. Etika menuntut ilmu menurut Ahmad Maisur Sindi

    at-Thursidi yang dituangkan dalam Kitab Tanbih Al-Muta‟allim terbitan Toha

    Putra Semarang di antaranya :

  • 5

    ا فََؼَل ََ ٌٍ تَطٌَُّٖش َم ْديَِظ ِػيْ ٍَ ْٜ إَِرا َحَضَشا # ْْثَِغ َٝ ٌِ ىِطَاىِِة اْىِؼْي

    اْعتَِٞا َٗ قَْذ طََُٖشْخ # تَطٌَُّٞة َٗ ْٞفٍَح َل ىُْثَظ ثَِٞاٍب َِّظ َُ قَْذ َخ َٗ ٌك َخا Artinya: “Sebelum masuk ke dalam tempat mencari ilmu (madrasah),

    peserta didik di anjurkan bersuci / wudhu, memakai pakaian suci,

    bersih serta mempai parfum dan ber siwak supaya sampai di tempat

    belajar sudah dalam keadaan rapi”(at-Thursidi,1997:4).

    Dari kutipan tersebut ada indikasi tentang etika menuntut ilmu yang

    dituangkan oleh at-Thursidi yakni menjaga kersucian, kerapian dan kebersihan

    sebelum kegiatan pembelajaran merupakan karakter yang harus di miliki

    setiap peserta didik.

    Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam

    bagaimana etika menuntut ilmu yang ada dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim di

    mana etika ini masih sangat relevan untuk dikaji dan di amalkan dalam dunia

    pendidikan. Oleh sebab itu penulis akan meneliti dengan judul: “ETIKA

    MENUNTUT ILMU MENURUT AHMAD MAISUR SINDI AT-

    THURSIDI DALAM KITAB TANBIH AL-MUTA’ALLIM”.

    B. Rumusan Masalah

    Dari uraian di atas, penulis mengemukakan rumusan masalah yang

    akan dibahas lebih lanjut, pokok masalah dalam penulisan skripsi ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Bagaimana etika menuntut ilmu yang terkandung dalam kitab Tanbih Al-

    Muta‟allim?

    2. Bagaimana relevansi etika menuntut ilmu dalam kitab Tanbih Al-

    Muta‟allim pada pengembangan Pendidikan Islam masa kini?

  • 6

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan etika menuntut ilmu

    yang digagas oleh Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi yang tertuang dalam kitab

    Tanbih Al-Muta‟allim. Adapun tujuan umum tersebut dirinci menjadi tujuan

    khusus sebagai berikut:

    1. Mengetahui etika menuntut ilmu menurut Ahmad Maisur Sindi at-

    Thursidi yang terkandung dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim.

    2. Mengetahui relevansi etika menuntut ilmu menurut Ahmad Maisur Sindi

    at-Thursidi yang terkandung dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim pada

    Pendidikan Islam masa kini.

    D. Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan atau manfaat penelitian yang inigin dicapai oleh

    penulis dalam penulisan ini yaitu :

    1. Manfaat akademis

    a. Pengamat pendidikan sebagai masukan yang berguna, menambah

    wawasan dan kajian pengetahuan mereka tentang keterkaitan antara

    kitab Tanbih Al-Muta‟allim dengan etika menuntut ilmu.

    b. Pendidikan ini ada relevansinya degan Ilmu Agama Islam khususnya

    Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil

    pembahasannya berguna untuk menambah literatur atau bacaan

    tentang etika menuntut ilmu dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim.

    c. Penelitian ini semoga dapat memberikan konstribusi positif bagi para

    akademisi khususnya bagi penulis agar mengetahui lebih lanjut

  • 7

    tentang keterkaitan kitab Tanbih Al-Muta‟allim dengan etika

    menuntut ilmu. Dengan ini diharapkan dapat memperluas

    kepustakaan yang menjadi reverensi penelitian-penelitian

    selanjutnya.

    2. Manfaat praktis

    Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan

    berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan

    sebagai berikut :

    a. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi peserta didik agar

    memiliki pengetahuan tentang etika menuntut ilmu.

    b. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi peserta didik agar

    memiliki jiwa dan perilaku yang beretika dalam menuntut ilmu.

    c. Dengan penelitian ini secara umum semoga dapat bermanfaat bagi

    pembaca dan khusunya bagi penulis. Amin.

    E. Definisi Operasional

    Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalah fahaman

    serta langkah awal menyatukan presepsi terhadap pembahasan ini. Maka

    perlu diberikan istilah dari judul-judul berikut sebagai penegas istilah dalam

    penelitian ini dari judul-judul :

    1. Etika

    Ahmad Amin berpendapat bahwa etika adalah suatu ilmu yang

    menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya

    dilakukam oleh sebagian manusia kepada manusia yang lainnya,

  • 8

    menyatakan tujuan yang dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka

    dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus di lakukan

    (Amin, 1975:3).

    Sedangkan menurut Franz Magnis Suseno seorang guru besar

    filsafat soisal, ia mengemukakan bahwa etika adalah usaha manusia

    untuk memakai akal daya fikirnya untuk memecahkan masalah

    bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik (Suseno, 1987:17).

    Lebih lanjut Soegarda Poerbakawatja mengartikan bahwa etika

    sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik-buruk, serta berusaha

    mempelajari nilai-nilai dan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu

    sendiri. Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa yang dinamakan

    dengan etika ialah suatu perilaku baik buruk yang dimiliki oleh manusia.

    2. Peserta didik

    Peserta didik merupakan anak yang sedang tumbuh dan

    berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologis

    (Jumali, 2004: 35).

    3. Ilmu

    Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang berasal dari pengamatan

    panca indera, dari pengalaman yang disebut dengan pengetahuan

    empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir manusia dengan

    menggunakan rasio. Ilmu seperti ini disebut dengan pengetahuan rasional

    (Beni dan Abdul, 2012: 17).

  • 9

    4. Kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi

    Kitab Tanbih Al-Muta‟allim merupakan kitab berbahasa Arab dan

    termasuk salah satu kitab karangan Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Di

    dalam kitab ini dari segi isinya menggunakan metode Mau‟izah atau

    pemberian nasehat dan arahan-arahan kepada peserta didik dalam

    menuntut ilmu.

    Kitab ini muncul karena inovasi Ahmad Maisur Sindi at-

    Thursidi setelah mengkaji kitab “adabul„alim wal muta‟alim” karya KH

    Hasyim Asy‟ari dengan meringkas dan membuat bait-bait nadzoman

    untuk mempermudahkannya. Sehingga isi kitab Tanbih Al-Muta‟allim

    merupakan perpaduan antara pemikiran Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi

    yang berpengalaman sebagai seorang pendidik dengan pemikiran dari

    gurunya yang bernama KH Hasyim Asy‟ari salah satu ulama besar

    Indonesia.

    Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi ketika kecil memiliki nama

    Muhammad Syairozi. Dia adalah seorang santri, sastrawan arab, penyair,

    orator, alih bahasa, politikus dan jurnalis, Beliau dilahirkan di

    Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 18 Juni 1925 M dan wafat pada

    tanggal 08 tahun 1997 M di kediamannya Kediri.

    F. Metode penelitian

    1. Desain Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan

    (library research), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literature

  • 10

    dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku

    karangan Ahmad Masiur Sindi Al-Thursidi yang berkaitan dengan

    pemikirannya tentang etika menuntut ilmu, yang ada di perpustakaan dan

    materi pustaka yang lainnya.

    Sebagai bahan parameter analisis perbandingan yang dimaksud

    dengan library research adalah penelaahan kepustakaan secara

    pendekatan yang menghasilkan data deskriptif dengan berusaha mencari

    teori-teori, konsep-konsep generalisasi yang dapat dijadikan sebagai

    landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan, dan semua bahan

    diperoleh dari buku-buku dan jurnal penelitian.

    Dalam hal ini Mukhtar menegaskan bahwa penelitian kepustakaan

    yang dimaksud adalah penelitian kepustakaan yang mengandalkan data-

    datanya hampir sepenuhnya dari perpustakaan yang bersifat teoritis dan

    dokumentasi yang berada diperpustakaan. (Mukhtar,2013:4).

    2. Sumber Data

    a. Data Primer

    Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan

    dikaji dalam permasalahan. Karena sifat penilitian literer, maka

    datanya bersumber dari literature. Adapun yang menjadi sumber data

    primer dalam hal ini adalah kitab Tanbih Al-Muta‟allim dan

    Terjemah Tanbih Al-Muta‟allim.

  • 11

    b. Sumber Data Sekunder

    Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini adalah

    buku-buku yang berisi tentang pendidikan etika pendidikan seperti

    buku Etika Pendidikan Islam karya KH Hasyim Asy‟ari , Etika

    Belajar Bagi Penuntut Ilmu karya Ma‟ruf Asrori, Filsafat Etika Islam

    karya Muhammad Alfan dan buku-buku lainnya yang ada

    relevansinya dengan objek pembahasan skripsi ini. Serta mengambil

    dari internet sebagai wujud kemajuan teknologi.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan

    ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research)

    dengan langkah-langkah sebagai berikut:

    a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder.

    b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdepat

    dalam buku-buku sumber.

    c. Menganilisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan

    serta diklarifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam

    bentuk per bab.

    4. Metode Analisis Data

    Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang

    termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini

    adalah penelitian library research. Data yang terkumpul selanjutnya akan

  • 12

    penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan

    cara :

    a. Metode Content Analysis

    Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber

    sebagaimana dikutip oleh Soejono yakni “metodologi penelitian

    yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik

    kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen

    (Soejono,2005:13). Metode ini digunakan untuk memperoleh

    pemahaman isi dan makna dari berbagai data dalam penelitian, yang

    analisis ini menghendaki objektivitas, pendekatan sistematik, dan

    generalisasi, baik yang mengarah pada isi maupun pada makna.

    b. Metode analisia historis

    Metode ini penulis bertujuan untuk menggambarkan sejarah

    biografis Ahmad Maisur Sindi At-Thursidi meliputi riwayat hidup,

    karir politik serta karya-karyannya. (Bekker.Zubair, 1990.70).

    c. Deduktif

    Metode deduktif digunakan untuk menganalisis suatu

    permasalahan yang berasal dari generalisai yang bersifat umum

    kemudian ditarik pada fakta yang bersifat khusus atau konkret terjadi

    (Anton, 1984 : 56).

  • 13

    d. Induktif

    Metode ini mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari

    hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik

    kesimpulan yang bersifat umum (Arifin 1986:41).

    G. Sistematika penulisan

    Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga

    pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah,

    maka penulis berusaha memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan

    secara garis besar. Skripsi ini terdiri bagian awal dan bagian inti yang memuat

    lima bab yang masing-masing saling berkesinambungan sebagai berikut :

    1. Bagian Awal

    Bagian awal skripsi mencakup tentang sampul, gambaran berlogo,

    halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesalahan kelulusan,

    pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar,

    abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran.

    2. Bagian Inti

    BAB I PENDAHULUAN

    Dalam bab ini penulis menjabarkan pokok permasalahan yang

    terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

    Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika

    Penulisan.

  • 14

    BAB II BIOGRAFI

    Dalam bab ini meliputi 1) Biografi (2) Latar Belakang Kitab

    Tanbih Al-Muta‟allim (3) Sistematika (4) Corak Pemikiran (5)

    Karakteristik (6) Karya-karya.

    BAB III DISKRIPSI DATA

    Dalam bab ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan teori

    masalah yang menjadi fokus penelitian yaitu etika menuntut ilmu dan

    relevansinya pada Pendidikan Islam masa kini

    BAB IV RELEVANSI HASIL PENELITIAN

    Dalam bab ini mencakup kandungan etika menuntut ilmu dalam

    Kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi dan

    relevansinya pada konteks kekinian.

    BAB V PENUTUP

    Dalam bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran.

    3. Bagian Akhir

    Bagian akhir mencakup daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan

    daftar riwayat hidup penulis.

  • 15

    BAB II

    BIOGRAFI AHMAD MAISUR SINDI AT-THURSIDI

    A. Biografi Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi

    1. Riwayat Hidup Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi

    Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi lahir pada tanggal 18 juni 1925 M

    di desa Tursidi RT: 04, RW: 04, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo,

    Jawa Tengah.Semasa kecil at-Thursidi memiiki nama Muhammad Syairozi,

    nama yang digunakannya ketika masih nyantri di Pondok Pesantren Lirap

    Kebumen, Tebu Ireng Jombang, dan Jampesan Kediri. Kemudian setelah

    pindah ke Pondok Pesantren Darul Hikam Bendo Kediri, Beliau mengganti

    nama kecilnya dengan nama Ahmad Maisur Sindi at-Thurisidi sebagai

    nisbat pada desanya Turisidi Lor (Kusuma, 2013:36)

    At-Thursidi lahir dari nasab keluarga yang taat beragama dan

    berahlakul karimah. Beliau hidup dalam lingkungan yang islami,

    masyarakat sekitar yang mayoritas memeluk Islam mendorong beliau untuk

    memperdalam ilmu agama. Ayahnya yang bernama Muhammad Tsarbini

    bin Syafi‟i adalah seorang yang dikenal oleh masyarakat sebagai ulama‟

    yang teguh dalam memperjuangkan agama dan bangsa terbukti dengan

    semangat beliau melawan penjajah. Tsarbini muda juga pernah nyantri di

    Pondok Ringinagung dibawah asuhan Kiai Imam Nawawi yang kelak at-

    Thursidi akan menjadi tempat at-Thursidi nyantri dan memperjuangkan

    agama Islam.

  • 16

    Kiai Tsarbini memiliki lima orang anak dari tiga istri. At-Thursidi

    merupakan anak kedua dari istri pertama Kiai Tsarbini saudara kandungnya

    bernama Nyai Maisaroh. Setelah Ibunda at-Thursidi wafat Kiai Tsarbani

    menikah dan memiliki anak bernama Nyai Masithoh dan H Syaibani.

    Kakeknya yaitu KH. Rofi‟i juga seorang ulama‟ yang wira‟i. Beliau

    dibesarkan dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan

    mementingkan akhlak serta ilmu. Beliaulah yang pertama kali babat alas

    membuka desa Tursidi Lor dan mendirikan masjid di desa Tursidi Lor.

    (Kusuma, 2013:46)

    At-Thursidi menikah dengan nyai Umahatun yang merupakan putri

    dari Nyai Zanatun binti Nyai Syaafa‟atun binti Nyai Sapurah binti Kiai

    Imam Nawawi Pendiri Pondok Pesantren Mahir Ae-Riyadl Ringinagung

    Keling, Kepung Kediri. At-Thursidi dianugerahi empat orang anak yakni

    Nyai Sri Ro‟fah, Kiai Munif Abdul Kafi, Kiai Munshif Abdul Haqqi dan

    Kiai Abdul Hamid.

    At-Thursidi wafat dalam usia 72 tahun pada hari sabtu menjelang

    shalat „ashar tepatnya 08 Agustus tahun 1997 M/ bulan shafar 1416 H di

    Kediaman beliau Pondok Pesantren Mahir al-Riyadl Ringinagung , Keling

    Kepung, Kediri, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Komplek MAKAM

    keluarga Pondok Pesantren Mahir al-Riyadl, sebuah pesantren yang

    didirikan oleh Kiai Nawawi.

  • 17

    2. Pendidikan Ahmad Maisur Sindi At-Thursidi

    Semasa kecil at-Thursidi tumbuh dan berkembang langsung dibawah

    pengawasan dan didikan kedua orang tuanya. Semenjak kecil beliau sudah

    menunjukkan kecerdasan dan kemampuannya berlajar ilmu agama sehingga

    selama menerima pelajaran, beliau selalu mudah untuk memahaminya. Pada

    tahun 1934 ketika usia beliau 9 tahun, Kiai Tsarbini mengirim At-Thursidi

    ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur untuk memperoleh

    gemblengan dan barokah dari beberapa Kiai khos waktu itu. Diantaranya :

    a. Pondok pesantren Lirap Kebumen

    Pondok pesantren lirap menjadi tempat at-Thursidi nyantri dan

    hidup jauh dari keluarganya untuk pertama kali. Di pondok ini beliau

    belajar dan memperdalam ilmu alat ,nahwu dan shorof langsung dari

    pendiri pondok yakni Kiai Ibrahim Nuruddin selama kuarang lebih tiga

    tahun.

    b. Pondok pesantren Tebu Ireng Jombang

    Usia yang masih terbilang muda, serta pengetahuan akan ilmu

    agama yang dirasa sangatlah kurang mendorong beliau untuk

    melanjutkan nyantri di pondok pesantren yang sangat terkenal di daerah

    jombang baik dulu maupun sekarang yakni pondok pesantren tebu

    ireng. Di pondok ini at-Thursidi belajar berbagai disiplin ilmu agama

    yang diajarkan langsung oleh pendiri pondok Tebu Ireng yakni

    Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asya‟ri.

  • 18

    Ketulusan niat disertai rasa ikhlas dalam segala amal, beliau

    buktikan pada saat mencari ilmu yang mana beliau berjalan kaki dari

    rumahnya desa Tersidi, kecamatan Pituruh, kabupaten Purworejo

    menuju Pondok Pesantren Tebu Ireng, Kediri, Jawa Timur. Pada waktu

    itu beliau tidak membawa bekal apapun kecuali uang benggol dari

    orang tuanya. Selama berminggu-minggu dalam perjalanan menuju

    Pondok Pesantren Tebu Ireng, beliau hanya makan 1-2 kali, bahkan

    hanya minum saja. Demikian itu berlanjut hingga beliau sering tirakat

    dan puasa selama bermukim di Pondok Pesantren.

    Ketika itu beliau juga mendapatkan pendidikan ahlak dan adab

    bagi seseorang yang hendak belajar dari kitab klasik „adab alim

    wamuta‟allim karangan Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asya‟ri yang

    akan menjadi cikal bakal lahirnya kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya

    Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Sehingga corak pemikiran kitab ini

    sangat kental akan nasehat dan pola pikir dari Hadrotus Syaikh KH

    Hasyim Asya‟ri.

    Murid yang sejati akan memiliki cita-cita yang tinggi, sehingga

    tidak akan merasa cukup dengan ilmu yang sedikit, karena kalau bisa

    mencari ilmu sebanyak mungkin. Murid tidak boleh merasa cukup

    hanya pada apa yang diwariskan oleh para Nabi, karena hanya sedikit,

    sehingga murid tidak sombong dan bodoh. (Adabul „Alim, 48).

    Nasehat KH Hasyim mendorong at-Thursidi untuk terus haus

    akan ilmu sehingga setelah menghatamkan pendidikannya di Tebu

  • 19

    Ireng at-Thursidi melanjutkan perjalanan keilmuannya di Pondok Al-

    Ihsan Jampes Kediri.

    c. Pondok Pesantren Al-Ihsan Jampes Kediri

    Setelah selesai menghatamkan pendidikannya di Tebu Ireng

    Jombang di bawah asuhan Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asya‟ri. At-

    Thursidi merasa ilmunya masih belum cukup, sehingga beliau bertekat

    untuk kembali nyantri di pondok Al-Ihsan Jampes Kediri.

    Di bawah asuhan dan arahan Kiai Ihsan bin Dahlan (w. 1953)

    beliau memperdalam Ilmu falak dan hisab selama kurang lebih empat

    tahun. Di pondok ini pula at-Thursidi memperdalam dan

    menghatamkan kitab klasik yang terkenal seantero dunia dengan

    disiplin ilmu taswauf dengan mengikuti pengajian Ihya Ulumuddin

    Karya al-Ghazali.Pada Akhir tahun 1945 setelah Indonesia merdeka

    beliau melanjutkan penelusuran ilmu di Bendo Kediri.

    d. Pondok Pesantren Darul Hikam Bendo Kediri.

    Tahun 1946 disaat situasi bangsa Indonesia mengalami

    kegentingan dan agresi militer oleh penjajah belanda. At-Thursidi tak

    gentar untuk terus melanjutkan pengembaraan keilmuanya di pondok

    pesantren Darul Hikam Bendo Kediri. Di bawah asuhan Kiai Hidayat

    at-Thursidi mampu menyelesaikan beberapa bait-bait syair dan

    menyusunnya dalam bentuk buku di antaranya adalah al-Ikmal dan

    Nayl Al-Amal yang membahas ilmu Shorof. Selain itu beliau ikut andil

  • 20

    dan berperan penuh dalam mendirikan Madrasah Raudlotul Huda dan

    terus aktif mengajar selama beliau berada di bendo kediri.

    Pada tahun keempat keberadannya di pondok Bendo, at-Thursidi

    mendapatkan musibah sakit mata yang tidak kunjung sembuh, sudah

    dibawa kebeberapa tabib namun tak kunjung ada perubahan. Hingga

    akhirnya beliau sowan kepada Kiai Hidayat untuk memberikan solusi

    atas musibah yang beliau terima. Lantas Kiai Hidayat mengintruksikan

    agar at-Thursidi melakukan Tirah (beristirahat) di pondok pesantren

    Ringinagung.

    Tidak menunggu lama at-Thursidi menjalankan apa yang

    diperintahkan gurunya sekaligus memenuhi pesan ayahnya untuk

    berziarah ke makam Kiai Imam Nawai pengasuh Pondok Pesantren

    Ringinagung yang menjadi guru ayahnya.

    e. Pondok Pesantren Ringinagung Kediri

    Kedatangan at-Thursidi ke Pondok Ringinagung bertujuan

    melakukan tirah karena sakit mata yang tidak kunjung sembuh sesuai

    amanah gurunya. Tahun 1950 at-Thursidi memulai perjalanannya di

    Pondok Ringinagung, ketika itu jumlah santrinya tidak lebih dari 50

    santri. At-Thursidi pertama kali sowan kepada Nyai Syafa‟atun yang

    merupakan pengasuh Pondok Pesantren Ringinagung. Sejenak setelah

    menguraikan asal usul dan tujuan kedatangannya di Ringinagung, maka

    Nyai Syafa‟atun yang mengerti bahwa at-Thursidi bukan sembarang

    santri dan mengerti akan kiprah at-Thursidi di pondok pesantren Bendo.

  • 21

    Terlebih Pondok Pesantren Darul Hikam Bendo saat itu sangat terkenal

    dengan santri-santrinya yang sudah pandai dam memiliki keilmuan

    yang tinggi.

    Akhirnya Nyai Syafa‟atun mempersilahkan at-Thursidi untuk

    tirah di Ndalem. Mengetahui akan kealiman at-Thursidi yang telah

    teruji, Nyai Syafa‟atun menjodohkan at-Thursidi dengan cucunya

    bernama Nyai Umahatun dan meminta at-Thursidi untuk berperan

    membantu keberlangsungan Pondok Pesantren Ringinagung.

    At-Thursidi dengan modal keilmuannya yang tinggi mampu

    mengubah Pondok Ringinagung dengan berbagai inovasi yang mampu

    diterima Kiai sepuh maupun kalangan santri, diantaranya peraturan-

    peraturan pondok pesantren Ringinagung ditata ulang, dan lahirnya

    nama Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl sebagai pelengkap nama

    Ringinagung yang tidak memiliki nama dan simbol resmi selama

    betahun-tahun sejak keberadaannya.

    B. Latar Belakang Kitab Tanbih Al-Muta’allim

    Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi adalah orang alim dan juga tawadhu‟

    yang haus akan ilmu pengetahuan serta selalu berusaha untuk mengamalkan

    ilmu yang beliau miliki. Salah satu bentuk amalan beliau adalah menyusun

    kitab Tanbih Al-Muta‟allim ini yang isinya terdapat bait-bait nasehat bagi

    sorang peserta didik yang sedang menuntut ilmu khususnya kaum Remaja yang

    nantinya akan menjadi penerus bangsa berlandaskan dalil Al-qur‟an dan

    Hadist.

  • 22

    Keutamaan akhlak sangatlah penting dalam kehidupan manusia baik

    individu maupun masyarakat. At-Thursidi berharap kepada orang tua atau wali

    murid dan para guru untuk memperhatikan akhlak anak didiknya, karena

    menurut beliau memelihara akhlak peserta didik merupakan suatu kewajiban.

    Dengan cara mengawasi dan memperhatikan tingkah laku putra-putri dan anak

    didik yang menjadi tanggung jawab kita semua, menanamkan tingkah laku

    yang baik di lubuk hati mereka dan menjauhkan mereka dari tingkah laku yang

    tercela agar mereka menjadi orang yang terdidik dan beradab, yang berguna

    bagi nusa dan bangsa.

    Salah satu kitab yang memfokuskan terhadap hal tersebut adalah

    Tanbih Al-Mutaallim, yang disusun oleh K.H. Ahmad Maisur Sindi At-

    Thursidi. Beliau melihat kondisi kebutuhan pada dewasa ini dalam semua

    kalangan, khususnya parapeserta didik, kemudian beliau mengarang kitab

    Tanbih Al-Muta‟allim. Beliau mengarang kitab ini atas dukungan dari banyak

    pihak terutama gurunya yaitu KH. Hasyim Asy‟ari, karena kebanyakan isi dari

    kitab ini dinukil dari maqolah-nya KH. Hasyim Asy‟ari. Kitab yang berupa

    antologi puisi Bahasa Arab ini merupakan kuliah akhlak guru beliau, Hadratus

    Syaikh Hasyim Asy'ari, sebagaimana penjelasan dalam prolog. Kitab ini

    menjadi pelengkap khazanah keislaman dalam ranah etika yang sebelumnya

    pernah dirintis oleh al-Zarnuji dalam karyanya Ta'lim al-Mutaallim, juga Ibnu

    Jama'ah Tadzkirah al-Sami wa al-Mutakallim, KH Hasyim Asy‟ari Adab al-

    Alim wa alMutaallim dan Nazm al-Ta'lim Kiai Zaini, Solo.

  • 23

    Kitab Tanbih Al-Muta‟allim disusun atas ide dan pemikiran KH.

    Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi untuk menyairkan tanbih (peringatan/nasehat)

    KH. Hasyim Asy‟ari dalam setiap pengajian pengajian rutin yang disampaikan

    oleh KH. Hasyim Asy‟ari kepada parasantri di Tebu ireng. Ide dan pemikiran

    beliau dalam mewujudkan syair tersebut dimulai pada tahap akhir belajar al-

    Jauhar al-Maknun. Tanbih KH. Hasyim Asy‟ari tersebut yang semula berupa

    kalam natsar, oleh Kiai Maisur dicatat di buku. Catatan-catatan itu di kemudian

    hari beliau kumpulkan kembali dan dirangkai menjadi bait-bait syair berbahar

    Bashith. Seiring perjalanan waktu, muncul kembali dalam benak at-Thursidi

    untuk menambahkan bait-bait syair tersebut dengan mengambil keterangan dari

    lieratur kitab akhlak semisal kitab Tanbih Al-Muta‟allim. Tambahan bait

    tersebut beliau beri kode “ziyadati.”

    C. Sistematika Kitab Tanbih Al-Muta’allim

    Kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi

    memiliki sistematika hampir sama dengan kitab lainnya, dengan halaman

    pertama judul, latar belakang, muqaddimah dan yang terakhir yaitu

    pembahasan serta penutu atau doa. Lebih simpelnya, sistematika penulisan

    kitab Tanbih Al-Muta‟allim dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

    1. Halaman judul

    Halaman pertama yaitu judul kitab Tanbih Al-Muta‟allim dan

    diikuti dengan nama pengarangnya yaitu Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi.

  • 24

    2. Muqoddimah

    Muqaddimah atau awalan berisi tentang motivasi untuk

    mengamalkan kitab ini serta anjuran untuk berpegang teguh dan

    mengamalkan nasihat-nasihat yang ada dalam kitab Ahmad Maisur Sindi

    at-Thursidi . Di bagian tengah muqoddimah juga di sampaikan gambaran

    beberapa topik yang akan dikaji di dalam kitab Ahmad Maisur Sindi at-

    Thursidi .

    3. Isi

    Bagian ini memuat inti dari kitab Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi

    tentang pembahasan materi yang berhubungan dengan Adab katau karakter

    seorang peserta didik yang sedang menuntut ilmu dan budi pekerti luhur

    yang diakhiri dengan do‟a. Penulisannya ditandai dengan bab-bab tertentu

    yang sesuai dengan pembahasan masalah dan diawali menggunakan sub

    judul yang bersangkutan.

    D. Corak Umum Kitab Tanbih Al-Muta’allim

    Karakteristik yang menonjol dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim karya

    Ahmad Sindi at-Thursidi yaitu selain isinya yang berupa bait-bait dan nasehat-

    nasehat yang terdiri dari berbagai bab juga terdapat arahan yang dilengkapi

    dengan solusi dan langkah-langkah ke depan yang lebih baik. Untuk

    memahami pemikiran seorang cendekiawan secara objektif, kita harus

    memberikan perhatian pada situasi dan kondisi yang melingkupi realitas

    zamanya. Karena kondisi itulah yang mendorong seorang cendekiawan untuk

    mengartikulasi gagasan, pandangan, dan sikapnya.

  • 25

    Kondisi itulah yang mendorong untuk menentukan metode yang dia

    tempuh untuk mengekspresikan segala ide-idenya. Bahkan, cendekiawan yang

    berhasil adalah mereka yang mampu menjadikan dirinya cermin atas realitas

    zamanya. Kemudian, dia juga berusaha menjadikan pemikirannya sebagai

    solusi efektif untuk memecahkan tantangan realitas yang semakin maju. Dia

    akan dianggap lebih berhasil, apabila dia sanggup mengubah sisi negatif bagi

    perjalanan kehidupan ke depan, dan memanfaatkan perubahan yang ada demi

    kemaslahatan masyarakat (Mu‟thi, 2000: 84).

    Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa, beberapa faktor

    yang mewarnai pemikiran seseorang diantaranya adalah :

    1) Kebutuhan masyarakat dan penguasa akan sistem ajaran tertentu.

    2) Ortodoksi yakni paham yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin yang

    pembentukannya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan keduniawian.

    3) Sumber ajaran Islam, al-Qur‟an dan al-Hadist, yang tertuang dalam bahasa

    Arab yang dipakai oleh orang-orang Arab pada tempat dan waktu tertentu

    itu menimbulkan persoalan pemahaman bagi orang-orang yang masa

    hidupnya jauh dari masa hidup Nabi Muhammad SAW.

    4) Adanya kecenderungan manusia untuk bebas dari suatu pihak yang lain.

    5) Adanya pertentangan kepentingan.

    Demikian juga tingkat intelegensi, kecerendungan, latar belakang

    kependidikan, perkembangan ilmu pengetahuan, kondisi sosial budaya, politik,

    ekonomi, dan lain-lainya memberikan warna terhadap paradigma pemikirannya

    (Maragustan, 2000: 43).

  • 26

    Pada bab di atas telah disinggung mengenai latar belakang kehidupan,

    perjalanan menempuh pendidikan, serta pergulatannya dengan dunia karir

    Ahamd Maisur Sindi at-Thursidi, walaupun tidak begitu lengkap dan

    mendetail. Namun demikian, setidaknya dengan pemaparan di atas bisa

    menjadi sebuah patokan tersendiri untuk menelusuri sejauh mungkin

    paradigma berpikirnya at-Thursidi tentang etika menuntut ilmu menurut

    akhlak, karakter dan sosialnya yang dituangkan dalam menulis kitab Thanbih

    Al-Muta‟allim tersebut.

    Sebab karya tersebut boleh dibilang bukan sebuah karya utuh dan

    sistematis sebagai sebuah tulisan ilmiah berbentuk buku sebagaimana

    karangan-karangan yang lain. Tulisan tersebut merupakan bait-bait bebas yang

    beliau tulis dari kitab Adab Alim wa Mutta‟alim Karya gurunya KH Hasyim

    Asya‟ri . Karena di saat itulah beliau mengalami proses pencerahan diri yang

    sangat luar biasa berartinya, yakni penceraha secara intelektual dan spiritual di

    Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang.

    Baginya pesantren bukan merupakan tempat untuk belajar saja namun

    di pesantren beliau bisa membuat kratifitas berpikir dan menulis gagasan-

    gagasan aktual mengenai kondisi riil moralitas peserta didik / santri yang

    hendak menuntut ilmu pada saat itu. Karena ketika adab atau karakter seorang

    peserta didik tebentuk dengan baik maka ilmu akan masuk ke dalam hati serta

    mampu diimplementasikan dalam dunia nyata. (Subairi,2005:36).

    Lebih jauh at-Thursidi dalam sejarah kehidupan kaya akan pengalaman

    bergumul dengan gejolak sosial dan politik yang sudah mengarah pada konsisi

  • 27

    anomie, kondisi masyarakat di mana agama, pemerintah dan moralitas telah

    memudar keefektifannya, akibat keakutan dan krisis Psiko-sosial yang terjadi.

    at-Thursidi dengan getol melakukan refleksi kritis dengan menggagas lahirnya

    tata karakter seorang peserta didik yang normatif-etis. Dengan demikian,

    kajian terhadap pemikirannya terutama terkait dengan akhlak yang belum

    banyak disentuh, disatu sisi sebagai upaya untuk memberikan penemuan

    problem masalah kontemporer dan di sisi lain sebagai upaya untuk

    memperbanyak pemikiran teoritis khusus karakter dan pendidikan (Subairi,

    2005: 36).

    Dalam pandangan at-Thursidi fungsi akal merupakan sumber

    keutamaan dan sumber moral (akhlak), akal tidak hanya sekedar berfungsi

    untuk mengetahui sesuatu melainkan sebagai pemutus atau penentu baik dan

    buruk. Dengan demikian maka perlu adanya pendidikan akal, sebab dengan

    akal manusia mampu memahami taklif Allah dan bisa mengatur kehidupan di

    dunia ini. Jadi menurut at-Thursidi bahwa pendidikan yang dikehendaki

    adalah mampu menanamkan karakter yang utama, budi pekerti yang luhur serta

    didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi kuasa

    untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri.(Kusuma,

    2013:78)

    E. Karakteristik Kitab Tanbih Al-Muta’allim

    Secara umum karakteristik pemikiran pendidikan islam yang

    berkembang sejak awal kemunculan peradaban Islam hingga sekarang adalah

    sangat variatif yang dipengaruhi oleh setting sosio kultural, politik dan

  • 28

    keagamaan yang selalu berkembang. Disamping itu pengalaman pribadi

    seseorang juga turut andil dalam mempengaruhi pemikiran tersebut.

    Karakteristik Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi dalam kitab Tanbih Al-

    Muta‟allim kental dengan muatan karakter peserta didik di saat akan menuntut

    ilmu seperti :persiapan sebelum belajar, mengormati guru hingga pelajaran-

    pelajaran yang harus dipelajari. Untuk itu kitab Tanbih Al-Muta‟allim karangan

    Ahmad Masiur Sindi at-Thursidi dapat dikategorikan menjadi 2 hal :

    1. Hal-hal yang berupa pengembaraan seseorang dalam menjalani proses

    pembelajaran di mana kemudian akan menemukan sebuah bentuk jati diri

    yang sejati, tetapi hal tersebut harus ditunjang dengan karakter dan

    perilaku yang baik tentunya. Karena dengan menemukan sebuah bentuk

    jati dirinya ia akan berkembang menjadi kenal sesama maupun Tuhannya.

    2. Hal-hal yang berbicara tentang karakter yang harus dimiliki seorang

    peserta didik ketika mencari ilmu, melalui berbuat baik terhadap

    sesamanya, diri sendiri, orang tua, guru dan ilmu yang di pelajarinya.

    F. Sinopsis Kitab Tanbih Al-Muta’allim

    Tanbih Al-Muta‟allim adalah salah satu kitab karangan at-Thursidi yang

    paling terkenal dalam bidang etika . Kitab Tanbih Al-Muta‟allim merupakan

    panduan bagi setiap peserta didik dalam beretika ditempat belajar/sekolah dan

    dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Melalui kitab ini at-Thurshidi ingin

    memberi bimbingan kepada setiap peserta didik untuk menjadi individu yang

    baik secara total dalam proses menuntut ilmu.

    .

  • 29

    Secara garis besar kitab ini berisi tentang tuntunan bagi peserta didik

    untuk berakhlak mulia. Pembahasan dalam kitab ini lebih menekankan

    terhadap etika/akhlak. Kitab Tanbih Al-Muta‟allim ini secara keseluruhan

    terdiri dari 1 jilid dan terdapat 32 halaman, serta keseluruhannya merupakan

    suatu nadzom-nadzom atau syair-syair Arab yang kemudian disyarahi dengan

    bahasa jawa atau Arab pegon disertai catatan kaki yang diterjemahkan dalam

    bahasa jawa salaf, bait syair berjumlah 55 bait yang berisikan tentang etika

    yang harus lakukan peserta didik dalam mencari Ilmu. Kitab ini terdiri dari

    beberapa bab yaitu:

    1. Etika Sebelum menghadiri tempat berlajar

    2. Etika di tempat belajar

    3. Etika setelah selesai belajar

    4. Etika sopan santun terhadap kedua orang tua

    5. Etika sopan santun terhadap guru

    6. Etika sopan santun terhadap ilmu

    7. Sempurnanya nikmat guru terhadap murid

    8. Sempurnanya nikmat murid terhadap guru

    9. Ilmu-ilmu yang harus dipelajari

    Inilah gambaran singkat mengenai biografi dan perjalanan karir beserta

    paradigma berpikirnya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Diharapkan ke depan

    kita dapat memanfaatkan ilmunya sehingga kita benar-benar menjadi insan

    yang berkualitas dan berguna bagi diri sendiri, bangsa dan negara. Amin.

  • 30

    G. Karya-Karya Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi.

    At-Thursidi adalah salah satu ulama nusantara yang aktif mendidik

    santri-santrinya, beliau tercatat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Mahir Ar-

    Riyadl. Beliau juga sangat produktif dalam menyusun karya-karya ilmiah di

    zamanya. Kemampuan tersebut ia dapatkan dari sang guru Hadrotus Syaikh

    KH Hasyim Asya‟ri dan KH Ihsan Dalan kedua ulama kharismatik dan

    memiliki segudang karya-karya yang luar biasa. at-Thursidi mahir dalam karya

    Syair berupa bait-bait nadzoman yang mudah dihafalkan dan dipahami.

    Adapun karya-karya beliau diantaranya :

    1. Tanbih Al-Muta‟allim

    Kitab Tanbih Al-Muta‟allim merupakan kitab berbahasa Arab dan

    termasuk salah satu karangan Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi. Dari segi

    isinya kitab ini menggunakan metode Mau‟izah atau pemberian nasehat

    dan membeikan arahan-arahan kepada peserta didik dengan

    menggunakan bait nadzoman yang mudah dihaflkan.

    At-Thursidi sendiri merupakan sebagai seorang pendidik serta

    pemikir dalam dunia pendidikan. Hal ini ia dapatkan dari gurunya yang

    bernama KH Hasyim Asy‟ari salah satu ulama besar Indonesia. Kitab ini

    muncul karena inovasi Ahmad Maisur Sindi at-Thursidi setelah mengkaji

    kitab “adabul„alim wal muta‟alim” karya KH Hasyim Asy‟ari dengan

    meringkas dan membuat bait-bait nadzoman untuk mempermudahkannya

    (Maisur, 1997. Semarang).

  • 31

    2. Nayl al-Amal fi Qawaid al-I‟lal

    Kitab setebal 103 halaman ini sudah digunakan di Pondok

    Pesanteen Ringinagung sejak tahun 1971 M. Kitab Nayl al-Amal fi

    Qawaid al-I‟lal menjelaskan tentang ilmu shorof berupa kaidah-

    kaidah I‟lāl. Kaidah I‟lāl adalah tatacara merubah bentuk kosa kata bahasa

    arab untuk memperbaiki kata-kata tersebut yang semula berat agar menjadi

    ringan dengan tanpa merubah arti kosa kata tersebut. Kitab ini memuat 35

    kaidah penting dalam ilmu shorof dengan berbentuk kalam syair yang ber-

    bahar thowīl sebanyak 102 bait nadzoman sekaligus diberi penjelasan

    secara ringkas pada setiap bait-baitnya.

    Sasaran Kitab Nayl al-Amal fi Qawaid al-I‟lal adalah madarasah-

    madrasah diniyah pada tingkatan Ibtidaiyah (pemula) karena memiliki

    aspek-aspek sebagai berikut :

    a) Isinya yang ringkas, dapat memudahkan para peserta didik pemula

    dalam menghafalkan lafazh-lafazh dan memahami arti-arti yang

    terkandung di dalamnya.

    b) Dilengkapi kaidah-kaidah beserta contoh-contohnya yang

    diurutkan sesuai dengan masalah-masalah dalam kitab al-Amtsilah

    at-Tashrifiyah karya kiai Ma‟shum Tebu Ireng, Jombang. Sehingga

    memudahkan guru dalam mengajarkan kitab al-Amtsilah at-

    Tashrīfiyah dan memberi pengetahuan kepada para peserta didik.

    (Maisur : Nail Al-Amāl Fī Qowāid Al-I‟lāl, (Kediri: Pondok

    Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).

  • 32

    Kemudian disempurnakan dengan kitab Al-Ikmal fi bayan Qawaid

    al-I‟lal berisikan bait-bait Nadzoman tentang I‟lāl secara lebih rinci.

    3. Tamhid al-Bayan fi Tajwid As-Syibyan.

    Tamhid al-Bayan fi Tajwid As-Syibyan merupakan kitab yang

    berisi kajian ilmu tajwid terfokus pada bagian Makhorij al-Huruf dan sifat-

    sifatnya. Untuk menjelaskan tentang tatacara atau metode mengajarkan

    kitab Tamhīd al-Bayān, at-Thursidi membuat kitab rujukan yakni Tahdzib

    al-Lisan fi Kafiyati Tadrisi al-Bayan yang berisi cara-cara untuk

    mengantisipasi terjadinya lahn yang merusak arti lafaz-lafadz yang dituju.

    Lahn adalah pengucapan huruf hijaiyah yang tidak sesuai dengan makhroj

    atau sifatnya.(Maisur : Tamhid al-Bayan fi Tajwid As-Syibyan. Kediri:

    Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).

    4. Tadrib An-Nujaba fi ba‟di Isthilahat al-Fuqaha.

    Kitab Tadrib An-Nujaba fi ba‟di Isthilahat al-Fuqaha merupakan

    karya at-Thursidi dalam bidang fiqih khusunya pejelasan istilah-istilah

    yang sering di gunakan para ahli fiqih seperti Fardhu, I‟adah, Qadha‟ dan

    lain sebagainya. At-Thursidi mentashhihkan kitab Tadrib An-Nujaba fi

    ba‟di Isthilahat al-Fuqaha kepada Kiai „Ali Mahrus Lirboyo. Kiai

    Mahrus langsung menyatakan bahwa kitab ini dapat digunakan dan

    percaya penuh kepada Kiai Maisur utamanya dalam hal keilmuan dan

    penyusunan karya ilmiah.

    Yang menarik dari kitab ini yakni adanya foot note pada lafazh-

    lafazh yang perlu untuk diberi keterangan. Dilajutkan dengan lahirnya

  • 33

    Kitab Umdah al-Fudala Syarh „ala Tadrib An-Nujaba yang hadir sebagai

    penjelasan dan membantu untuk memahami syair-syair dalam

    kitab Tadrīb an-Nujabā‟. Seperti halnya kitab al-„Umdah, kitab ini hadir

    sebagai sebagai penjelasan dan membantu untuk memahami syair-syair

    dalam kitab Tadrīb an-Nujabā‟. Hanya saja kitab ini lebih ringkas dari

    kitab „Umdah. Dan belum diterbitkan dan masih berupa tulisan tangan.

    (Maisur : Tadrib An-Nujaba fi ba‟di Isthilahat al-Fuqaha. Kediri: Pondok

    Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).

    5. Al-Hawashi al-Munadirrat fi abniyyat al-Auqat wa al-Jihat

    Kitab ini tersusun sistematis berbahasa arab dan Indonesia pegon

    berupa kalam syair berbahar rojaz yang diberi keterangan dan disertai

    rumus-rumus matematik. Kitab setebal 128 halaman ini membahas tentang

    tata cara mencari arah qiblat, masuknya sholat lima waktu, volume dan

    berat bumi, bulan dan matahari. Singkatnya, dalam kitab ini banyak

    menerangkan hal-hal menarik mengenai seputar ilmu astronomi, namun

    disayangkan kitab ini belum tercetak dan diterbitkan untuk umum.

    (Maisur : Al-Hawashi al-Munadirrat fi abniyyat al-Auqat wa al-Jihat

    Kediri: Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung)

    6. Al-Ibdā‟ al-Wāfī fī „Ilmayi al-„Arūdli wa al-Qowāfi.

    Kitab setebal 132 halaman ini ditulis dengan kalam syair

    berbahar rojaz disertai dengan keterangan berbahasa arab. Kiai Maisur

    menegaskan bahwa ilmu syair adalah fan ilmu yang sangat penting, karena

    dengan ilmu syair dapat seorang akan dapat menbedakan antara kalam

  • 34

    syair dan kalam bukan syair. (Maisur : Al-Ibdā‟ al-Wāfī fī „Ilmayi al-

    „Arūdli wa al-Qowāfi. Kediri: Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl

    Ringinagung)

    7. Risālah Tanbīh fī Nahdloh al-„Ulamā‟ (NU).

    Risalah ini disusun sebagai respon atas hasil keputusan Nahlatul

    Ulama‟ pada tahun 1987 M di Situbondo Pasuruan yang menghasilkan

    keputusan untuk tidak melibatkan NU pada dunia politik prakstis yang

    dikenal dengan khittoh NU. Secara pemikiran hal tersebut bersebrangan

    dengan kiai Maisur yang menyatakan bahwa NU tahun 1926 M (era kiai

    Hasyim Asy‟ari) itu berpolitik. Risālah Tanbīh fī Nahdloh al-„Ulamā‟

    (NU) menjelaskan tentang sejarah berdirinya NU dan sikap politik NU

    menurut pandangan kiai Maisur Sindi. (Maisur : Risālah Tanbīh fī

    Nahdloh al-„Ulamā‟ (NU). Kediri: Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl

    Ringinagung, )

    8. Risālah Ma‟mūm Muwāfiq lan Ma‟mūm Masbūq.

    Kitab setebal 35 halaman ini adalah tarjamah nukilan dari kitab-

    kitab fiqh yang mengulas tentang Ma‟mūm Muwāfiq dan Ma‟mūm

    Masbūq. Kitab ini ditulis dengan bahasa jawa pegon disisipkan ibarat dari

    kitab fiqh yang mudah dipahami oleh semua tingkatan peserta didik.

    (Maisur : Risālah Ma‟mūm Muwāfiq lan Ma‟mūm Masbūq. Kediri:

    Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung).

  • 35

    9. At-Tamrīdl.

    Kitab setebal 61 halaman ini ditulis dengan bahasa Indonesia.

    Kitab At-Tamrīdl adalah karya terakhir kiai Maisur Sindi menjelang beliau

    wafat. Kitab At-Tamrīdl membahas tentang tata cara merawat orang sakit

    dan orang yang meninggal mulai dari peroses memandikan, mengkafani,

    menyolati sampai menguburkannya. (Maisur : At-Tamrīdl.. Kediri: Pondok

    Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringinagung)

  • 36

    BAB III

    DESKRIPSI DATA

    A. Etika Menuntut Ilmu

    1. Pengertian Etika Menuntut Ilmu

    a. Etika

    Manusia sebagai makhluk yang diberikan akal dengan

    sempurna pada dasarnya mengerti dan mampu membedakan apa yang

    baik dan apa yang buruk. Pengetahuan manusia akan hal baik dan

    buruk merupakan pembawaan yang telah ada setiap diri manusia.

    Dalam hal ini Allah telah berfirman dalam Q.S al-Maidah ayat 100 :

    Artinya : Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik,

    meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu,

    Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang

    berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."

    Ayat tersebut secara implisit telah menunjukkan bahwa

    manusia mempunyai tanggapan baik dan buruk sebelum menghadapi

    kenyataan hidup didunia. Sehingga bisa dapat dikatakan bahwa

    manusia telah memiliki pengetahuan tentang etika atau persoalan

    mengenai baik dan buruk.

  • 37

    Etika yang dalam bahasa Arab disebut akhlaq, merupakan

    jamak dari kata khuluq yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat,

    watak, adab dan agama.Sedangkan Sudarwan Danim (2010: 160)

    Etika pada dasarnya berkaitan dengan dampak tindakan individu pada

    orang lain (Sudarwan Danim, 2010: 160). Sedangkang menurut

    Burhanudin Salam dalam Muhammad Alfan (2011:17) Istilah etika

    berasal dari kata latin, yakni ethic sedangkan dalam bahasa Greek,

    Ethikos yaitu a body of moral principle or value. Ethic, arti

    sebenarnya ialah kebiasaan, habit. Jadi, dalam pengertian aslinya, apa

    yang disebutkan baik itu adalah yang sesuai dengan kebiasaan

    masyarakat (pada saat itu).

    Lambat laun pengertian etika itu berubah dan berkembang

    sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan manusia. Perkembangan

    pengertian etika tidak lepas dari subtansinya bahwa etika adalah suatu

    ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku

    manusia, mana yang di nilai baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari

    etika, yaitu moral, susila, budi pekerti, akhlak. Etika merupakan ilmu

    bukan sebuah ajaran.

    Ahmad Amin mengartikan etika, adalah suatu ilmu yang

    menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya

    oleh manusia, menyatakan apa yang seharusnya dituju oleh manusia

    dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan

    apa yang seharusnya diperbuat.

  • 38

    Untuk memperkuat istilah etika di atas, Ki Hajar Dewantoro

    memberikan batasan tentang etika, yaitu suatu ilmu yang mempelajari

    soal kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya, yang

    mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan

    dan perasaan sampai mengenai tujuannya dari perbuatan tersebut (Nur

    Hidayat, 2013: 9)

    Sehingga dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

    yang dinamakan dengan etika adalah suatu ilmu yang membahas

    tentang perilaku baik dan buruk yang berkembang sesuai dengan

    adat dan norma yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Ada pula

    teori mengenai etika ini didasarkan pada etika agama. Ketika

    semua teori di atas bersifat filosofis dan semata-mata rasional dan

    tidak merujuk kepada keimanan atau keyakinanagama, maka teori

    etika ini mengukur etika sebagai suatu perbuatan yang dilakukan

    bertujuan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Sesuatu yang

    dikatakan beretika manakala tujuannya adalah untuk menggapai ridha

    Allah, dan sebaliknya jika hanya untuk mengejar perhatian orang lain

    dengan keegoannya itu tidak bisa dikatakan dengan etika (Manpan

    Drajat dan Ridwan Effendi, 2014: 11-12).

    Al-Qur‟an dan As-Sunnah menjadi rujukan etika dalam Islam.

    Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber yang membimbing

    segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas

  • 39

    umat Islam yang benar-benar menjalankan ajaran Islam (Ali Mudlofir,

    2012: 40).

    Hal ini menunjukkan etika pada sudut pandang agama. Etika

    dari sudut pandang filosofis lebih menitik beratkan kepada

    penggunaan akal pikiran, istilah lainnya yang memiliki konotasi

    makna dengan etika adalah moral. Kata moral dalam bahasa Indonesia

    berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.

    Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores, atau

    manners, morals. Kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang

    mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani

    yangmenjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.

    Sedangkan kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos

    yang menjadi etika (Manpan Drajat dan Ridwan Effendi, 2014: 13).

    Moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan

    untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak,

    pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,

    salah, baik atau buruk. Jika pengertian etika dan moral tersebut

    dihubungkan satu dan lainnya kita dapat mengatakan bahwa antara

    etika dan moral memiliki obyek yang sama, yaitu sama-sama

    membahas tentang perbuatan manusia untuk selanjutnya ditentukan

    posisinya apakah baik atau buruk.

    Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral

    memiliki perbedaan. Pertama kalau dalam pembicaraan etika, untuk

  • 40

    menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan

    tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaraan

    moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang

    tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan

    demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam

    dataran konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran

    realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di

    masyarakat.Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam

    moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat-istiadat,

    kebiasaan dan lainya yang berlaku di masyarakat (Abuddin Nata,

    2003: 92-93).

    Dengan demikian moral merupakan sikap atau perilaku yang

    ada dalam masyarakat yang timbul karena kesadaran bukan timbul

    karena paksaan, yang timbul karena kesadaran dari dalam diri yang

    bersangkutan sehingga membentuk perilaku yang baik atau buruk,

    benar atau salah. Selain itu pula istilah etika sering dikonotasikan

    dengan istilah akhlak. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab

    khuluq jamak dari akhlak. Menurut bahasa, akhlak adalah

    perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi

    persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti “kejadian”, serta

    erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “Pencipta” dan

    makhluk yang berarti “yang diciptakan” (Rosihon Anwar, 2010:

    11).

  • 41

    Sedangkan pengertian akhlak secara terminologis, menurut

    Ibnu Maskawaih mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang

    tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan

    perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertibangan (A. Tafsir

    dkk, 2004: 307- 308) Sedangkan menurut Imam Al-Ghozali:„Akhlaq

    adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-

    perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan

    pemikiran dan pertimbangan”(Yunahar Ilyas, 2000: 1-2).

    Jadi, pada penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

    akhlak adalah sikap, tabiat, watak seseorang yang telah tertanam

    dalam jiwa sehingga tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan

    sebelumnya sehingga perilaku yang dikerjakan benar-benar spontan

    tanpa dibuat-buat dengan demikian akhlak adalah sifat yang dimiliki

    oleh seseorang yang diaplikasikan dalam kehidupan sosial masyarakat

    yang bersumber dari nilai-nilai agama. Dari ketiga istilah tersebut

    ada yang mengatakan sama padahal dari ketiga istilah tersebut

    selain memiliki persamaan terdapat pula perbedaan, berikut adalah

    persamaan dan perbedaan dari akhlak, etika dan moral menurut

    Rosihon Anwar (2010: 19-20) antara lain sebagai berikut: Ada

    beberapa persamaan antara akhlak, etika dan moral, yaitu sebagai

    berikut:

    a. Akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau gambaran

    tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan perangai yang baik.

  • 42

    b. Akhlak, etika, dan moral merupakan prinsip atau aturan hidup

    manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya.

    Semakin tinggi kualitas akhlak, etika, moral, seseorang atau

    sekelompok orang, semakin tinggi kualitas kemanusiaannya.

    Sebaliknya, semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral,

    seseorang atau sekelompok orang, semakin rendah pula kualitas

    kemanusiannya.

    c. Akhlak, etika dan moral seseorang atau sekelompok orang

    tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat

    tetap, statis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif

    yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi

    potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan

    keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai lingkungan

    keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus-menerus dengan

    tingkat konsistensi yang tinggi.

    Selain persamaan antara akhlak, etika, dan moral, sebagaimana

    diuraikan di atas, terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi

    ciri khas masing-masing. Pertama, Akhlak merupakan istilah yang

    bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Nilai-nilai yang

    menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan,

    kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan

    bersumber dari ajaran Allah SWT.

  • 43

    Sementara itu, etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan

    tentang nilai-nilai dan kesusilaan tentang baik dan buruk.Jadi, etika

    bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan filosofis,

    yang pada intinya bersumber dari akal sehat dan hati nurani.Etika

    bersifat temporer, sangat bergantung pada aliran filosofis yang

    menjadi pilihan orang-orang yang menganutnya. Dengan kata lain,

    perbedaan di antara ketiga istilah itu adalah:

    a. Akhlak tolak ukurnya adalah Al-Quran dan As-Sunnah;

    b. Etika tolak ukurnya adalah pikiran atau akal;

    c. Moral tolak ukurnya adalah norma yang hidup dalam

    masyarakat (Abuddin Nata, 2003: 97-98).

    Telah dijelaskan di atas mengenai perbedaan dan juga

    persamaan yang terkandung dalam etika, moral dan juga akhlak.

    Mungkin banyak orang yang mengira diantara ketiga istilah tersebut

    memiliki istilah yang sama, sebenarnya ketiga istilah tersebut berbeda.

    Etika adalah ilmu yang membahas tentang baik buruk seseorang yang

    berkaitan dengan akal pikiran. Sedangkan moral adalah perilaku,

    watak, perangai seseorang yang menyangkut baik dan buruk benar

    atau salah yang berkembang sesuai dengan adat istiadat.

    Yang terakhir adalah akhlak yaitu sifat atau tindakan

    seseorang yang spontan dari orang itu sendiri tanpa dibuat-buat.selain

    itu juga perbedaan yang terdapat dari ketiga istilah tersebut ialah,

  • 44

    antara dan moral bersumber dari pemikiran dan adat istiadat yang

    berasal dari masyarakat sehingga sifatnya dinamis, sedangkan akhlak

    bersumber dari ajaran agama yaitu al-Quran dan Sunnah sehingga

    sifatnya universal. Meskipun ketiganya memiliki perbedaan tetapi

    antara ketiga istilah tersebut memiliki kesinambungan dan saling

    menggunakan satu sama lain.

    b. Objek Etika

    Menurut Al-Kindi, seorang filsuf muslim pertama di dunia

    Islam, tujuan terakhir filsafat terletak pada moralitas, sedangkan

    tujuan etika adalah untuk mengetahui kebenaran, kemudian berbuat

    sesuai dengan kebenaran tersebut. Prinsip-prinsip utama etika

    AlKindi bersifat Platonis dan Islami. Dengan demikian, kearifan,

    perbuatan, dan renungan merupakan aspirasi tertinggi manusia yang

    terpadu dalam diri manusia, tanpa menyamakan pengetahuan dan

    kebajikan seperti yang dilakukan Socrates (Muhammd Alfan, 2011:

    17-18).

    Menurut Misieri dalam Muhammd Alfan (2011:34)

    mengatakan, Setiap nilai termasuk pula nilai etis, tidak dapat berlaku

    pada ketiadaan atau alam khayal. Untuk memberlakukan nilai,

    diperlukan kejadian yang dapat diamati dan diteliti. Ia tidak

    melayang-layang dalam ruang hampa, tetapi menuju pada sasaran

    pengalaman.

  • 45

    Oleh karena itu, nilai etis ini tertuju pada perbuatan.

    erbuatanlah yang dijadikan sebagai bahan tinjauan, tempat nilai etis

    diterapkan. Dia akan menjadi objek, pada saat etika mencoba teori-

    teori nilainya. Sehingga dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa

    etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

    Dengan demikian, objek dalam kajian etika adalah perbuatan

    manusia.

    Achmad Amin dalam Muhammad Alfan (2011: 35-36)

    mengemukakan bahwa perbuatan yang dimaksud sebagai objek etika

    ialah perbuatan sadar, baik oleh diri sendiri maupun oleh pengaruh

    lain, yang dilandasi oleh kehendak bebas. Dengan demikian, objek

    etika adalah perbuatan sadar bebas manusia, kemudian perbuatan itu

    harus disertai niat dalam batin. Manusia di beri kebebasan, diberi hak

    pilih untuk berbuat dan tidak berbuat. Akan tetapi, kebebasan di sini

    bukanlah dalam arti tidak terbatas, melainkan kebebasan yang terkait

    oleh norma yang berujung pada dua hal, yaitu yang membahagiakan

    dan yang menyesatkan.

    Tindakan mungkin juga di nilai sebagai baik atau buruk. Kalau

    tindakan manusia dinilai atas baik-buruknya, tindakan itu seakan-akan

    keluar dari manusia, dilakukan dengan sadar atas pilihan, dengan satu

    perkataan: sengaja. Faktor kesengajaan ini mutlak untuk penilain

    baik-buruk, yang disebut penilain etis atau moral (Poedjawiyatna,

    1990: 13-14).

  • 46

    Poedjawiyatna (1990: 15-16) menambahkan, kalau tidak ada

    kesengajaan, pada prinsipnya tidak akan ada penilain baik buruk.

    Kesengajaan adanya pilihan dan pilihan berarti adanya penentuan dari

    manusia sendiri untuk bertindak atau tidak bertindak. Penentuan

    manusia bagi tindakannya itu disebut kehendak atau kemauan.

    Sehingga sasaran pandangn etika khusus kepada tindakan tindakan

    manusia yang dilakukan dengan sengaja.

    Sehingga dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa objek

    kajian etika adalah perbuatan sadar bebas manusia. Perbuatan sadar

    bebas maksudnya bahwa perbuatan itu disengaja dan dikehendaki

    untuk dilakukan oleh pelaku untuk mencapai tujuan yang

    dinginkannya. Sedangkan bebas maksudnya, seseorang tersebut bebas

    untuk berbuat dan tidak berbuat, tetapi kebebasan di sini bukanlah

    bebas sebebas-bebasnya tanpa ada kendali tetapi kebebasan di sini

    adalah kebebasan yang terikat oleh norma.

    c. Tujuan Etika

    Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

    upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk

    dikatakan baik dan buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan

    para filosof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat

    dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil

    berpikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan

    antrophocentris, yakni berdasarkan pada pemikiran manusia dan

  • 47

    diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau

    pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia (Abuddin Nata,

    2003: 92).

    Tujuan etika adalah untuk menjelaskan norma-norma atau

    keputusan-keputusan perbuatan manusia tentang nilai-nilai moral,

    yang sering dianggap sebagai etika teoritis (Nur Hidayat, 2013:12).

    Sedangkan menurut Manpan Drajat dan Ridwan Effendi (2014: 11-

    12), etika sebagai suatu perbuatan yang dilakukan bertujuan untuk

    mendapatkan ridha Allah SWT. Sesuatu yang dikatakan beretika

    manakala tujuannya adalah untuk menggapai ridha Allah, dan

    sebaliknya jika hanya untuk mengejar perhatian orang lain dengan

    keegoannya itu tidak bisa dikatakan dengan etika.

    Dari penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa,

    etika ialah sebagai penilai dan penentu atau sebagai standar atau

    pedoman bagi individu atau kelompok tentang perbuatan manusia

    dikatakan baik atau buruk. Sehingga adanya etika bertujuan untuk

    membentuk manusia memiliki perilaku baik, berbudi pekerti,

    bertingkah laku, dan beristiadat yang baik sesuai dengan norma yang

    berlaku dalam masyarakat dan sesuai juga dengan ajaran agama.

    d. Etika Menuntut Ilmu

    Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang berasal dari

    pengamatan panca indera, dari pengalaman yang disebut dengan

    pengetahuan empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir

  • 48

    manusia dengan menggunakan rasio. Ilmu seperti ini disebut dengan

    pengetahuan rasional.

    Al-ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin membagi Ilmu

    menjadi 3 bagian yakni ilmu hissiyah yaitu ilmu yang diperoleh

    manusia melalui penginderaan atau alat indra, ilmu aqliyah diperoleh

    melalui kgiatan berfikir (akal) dan ilmu ladunni yang diperoleh

    langsung dari Allah SWT tanpa proses pengindraan dan pemikiran

    melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.

    Jadi etika menuntut ilmu adalah tingkah laku manusia yang

    mengakumulasikan pengetahuan yang berasal dari hasil pola pikir

    manusia baik terwujud dari sikap, perbuatan, atau perilaku sesuai

    dengan norma yang ada.

    2. Peserta Didik

    a. Pengertian Peserta Didik

    Peserta didik merupakan anak yang sedang tumbuh dan

    berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologis

    (Jumali, 2004: 35). Dalam pengelolaan belajar mengajar, guru dan

    murid memiliki peranan yang penting. Peserta didik adalah pribadi

    yang unik, yang mempunyai potensi dan dan mengalami proses

    perkembangan. Dalam proses berkembang itu peserta didik

    membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan

    oleh guru tetapi oleh peserta didik itu sendiri,dalam suatu kehidupan

    bersama dengan individu-individu lain.

  • 49

    Dalam interaksi belajar peserta didik berfungsi sebagai

    subyek dan obyek. Sebagai subyek, karena peserta didik yang

    menentukan hasil sendiri sesuai dengan kemampuanya sendiri

    dalam rangka mencapai hasil belajar dan sebagai obyek, karena

    peserta didik yang menerima pelajaran dari guru, murid menerima

    pelajaran, bimbingan dan berbagai tugas dan perintah dari guru

    (Zakiah Daradjat,1984 : 210-211).

    Pengertian peserta didik menurut ketentuan umum Undang

    Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi

    diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,

    dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik adalah orang yang

    mempunyai pilihan untuk menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita

    dan harapan masa depan (Muhamad Mustari, 2014: 108).

    b. Kewajiban Peserta Didik

    Peserta didik tidak akan mendapat kesuksesan ilmu

    pengetahuan dan tidak akan mendapat kemanfaatan dari pengetahuan

    yang dimilikinya, jika tidak mengagungkan ilmu pengetahuan itu

    sendiri, menghormati ahli ilmu dan mengagungkan guru.

    Diterangkan, bahwa seseorang akan mencapai sesuatu kesuksesan

    kalau dia sendiri mengagungkan sesuatu yang dicarinya, demikian

    pula kegagalan seseorang lantaran tidak mau mengagungkan sesuatu

    yang sedang di carinya. (Mudjab Muhali, 1984: 281).

  • 50

    Ibnu Qoyyim dalam Maragustam (2012: 143-144) membagi

    etika peserta didik menjadi tiga bagian yakni etika yang berkaitan

    dengan kepribadian, etika yang berkaitan dengan ilmu yang sedang

    dicarinya dan etika yang berhubungan dengan murabbi

    (pendidiknya). Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Ahmad Maisur

    Sindi at-Thursidi dalam kitab Tanbih al-Mut‟allim yang menyatakan

    bahwa peserta didik harus memiliki etika sebelum berada di

    madrasah sampai sesudah selesai pembelajaran, dan etika terhadap

    guru, diri sendiri, orang tua dan ilmu yang dipelajarinya.

    B. Etika Menuntut Ilmu Menurut Ahmad Masiur Sindi At-Thursidi dalam

    Kitab Tanbih Al-Muta’allim

    Etika menuntut ilmu dalam kitab Tanbih Al-Muta‟allim sudah bisa

    terdeteksi pada nama kitabnya yang berarti “peringatan bagi peserta didik”.

    Disini At-Thursidi mulai mengukir buah karyanya dengan terlebih dahulu

    membaca basmallah dan memanjatkan pujian kepada Allah Swt sebagai sang

    Pencipta, dilanjutkan kemudian membaca shalawat kepada Rasullullah Saw,

    para keluarga dan sahabat-sahabatnya.

    Hal ini menunjukkan kecintaan at-Thursidi terhadap Allah dan Rasul-

    Nya yang termanifestasi dalam awal karangannya. Tanbih Al-Muta‟allim

    secara keseluruhan terdiri dari 9 bab, penulis menganalisis ada 7 bab yang

    mengandung etika menuntut ilmu, berikut akan dipaparkan secara ringkas:

    1. Al-Adab qoblal hudlur (etika sebelum hadir di tempat belajar)

    ا فََؼَل ََ ٌٍ تَطٌَُّٖش َم ْديَِظ ِػْي ٍَ ْٜ إَِرا َحَضَشا # ْْثَِغ َٝ ٌِ ىِطَاىِِة اْىِؼْي

  • 51

    قَ َٗ اْعتَِٞاٌك َخا َٗ قَْذ طََُٖشْخ # تَطٌَُّٞة َٗ ْٞفٍَح َل ىُْثَظ ثَِٞاٍب َِّظ َُ ْذ َخ

    Artinya: “Orang yang menuntut ilmu itu harus memiliki beberapa

    adab yang bersifat syar‟i. Antara lain: Sebelum masuk ke dalam

    tempat mencari ilmu (madrasah), disunnahkan untuk bersuci dengan

    wudlu‟, memakai pakaian yang bersih dan suci serta memakai

    parfum, dan menggunakan siwak. Supaya sampai di madrasah sudah

    dalam keadaan rapi” (at-Thursidi,1997:4).

    Melihat nadzom at-Thursidi di atas, tercermin nilai pendidikan

    etika yaitu etika untuk menjaga kebersihan dan menjaga kesucian

    merupakan hal yang sangat dianjurkan apabila hendak menjkaji atau

    mencari ilmu mengingat diterangkan bahwa ilmu adalah Nur Allah,

    maka bila hendak mencapainya harus suci jasmani dan rohani dengan

    demikian diharapkan ilmunya bermanfaat dan membawa berkah dan

    dapat diraihnya. Selain itu Al-Quran dalam berberapa firman-Nya

    seperti dalam Q.S Al-Baqaraah : 222 dan Al-Muddasir : 4-5

    menganjurkan untuk bresuci dan menjaga kebersihan sebagai berikut:

    Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat

    dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

    Artinya: dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa

    tinggalkanlah.

    Dari ayat di atas bisa dipastikan bahwa Allah sangat menyukai

    mencintai orang-orang yang selalu menjaga kesuciannya dan

    memerintahkan manusia untuk menjaga kebersiahan pakaian. Seorang

    peserta didik ilmu juga diharapakan memakai wangi-wangian karena

  • 52

    hal tersebut merpakan sunnah dari Nabi Muhammad SAW seperti

    dalam haditsnya dari Ibni Abbas ra berkata bahwa Rasulullah SAW

    bersabda :

    “Hari ini (Jumat) adalah hari besar yang dijadikan Allah untuk

    muslimin. Siapa di antara kamu yang datang shalat Jumat hendaklah

    mandi dan bila punya parfum hendaklah dipakainya. Dan hendaklah

    kalian bersiwak”.

    Hal ini menunjukan bahwa seorang peserta didik dituntut agar

    selalu berpenampilan rapi. Dalam lanjutan nadzamnya At-Thursidi

    menambahkan :

    َل َُ ُُ َحاِضًشا َم ْ٘ ْٜ َُٝن ٌٍ َم ِٔ ىََذٙ # تََؼيُّ ْٞ ْحتَاٌج إِىَ ٍُ َ٘ ا ُٕ ٍَ ُِٝؼذَّ

    Artinya: “Menyiapkan peralatan yang akan dibawa ketika belajar,

    supaya ketika hadir di madrasah sudah tidak perlu kembali lagi

    karena ada yang masih kurang” (at-Thursidi,1997:5).

    Inti dari Nadzom di atas yakni setiap peserta didik diharapkan

    ketika datang ke madrsah sudah dalam keadaan siap menerima ilmu

    dari gurunya. Artinya peralatan yang dibutuhkan sudah disiapkan

    sebelumnya.

    2. Al-Adab fii majlisi al-ta‟allumi (karakter di tempat belajar)

    ٍُ تَاِسٍص ََلئٍِق َْٝؼتَاُد قَْذ قَثَِل َنا # ََ ْٞثٍَح تِ قَاٍس َٕ َٗ ِْ فِٚ ْىَْٞدِيَغ َٗ

    Artinya: “Peserta didik dianjurkan duduk yang tenang, menghormati

    guru dan ilmu di tempat yang sesuai dengan adab, maksudnya tidak

    terlalu dekat, tetap (istiqomah), serta menghadap ke guru dan arah

    kiblat” (at-Thursidi,1997:5).

    Kelas yang mendukung pembelajaran adalah kelas yang

    kondusif, tenang dan nyaman baik bagi peserta didik maupun seorang

  • 53

    guru. Hal ini bisa diwujudkan dengan banyak hal mulai dari peraturan

    kelas, tata letak kursi dan meja pesertadidik dan lain sebagainya.

    ْٞقَُٔ فِ ْ٘ ِّٜ تَ ٌَّ َصَلِج اىَّْثِ َذىٍَح # ثُ َْ ْديًِغا تَِح ٍَ ٌُ َعؤَََل َْٝفتَُح َْٝختِ

    Artinya: “Kemudian ia memulai belajar dengan mengucapkan

    basmallah, hamdallah, dan shalawat untuk Nabi Muhammad SAW.

    sekeluarga dan para sahabat. Begitu pula ketika mengahiri juga

    mengucap hamdallah” (At-Thursidi,1997:6).

    Berdoa adalah adalah pengharapan seseorang kepada Allah

    SWT agar di kabulkan sesuatu yang di inginkan baik keinginan

    duniawi maupun akhirat. Dalam firman-Nya Q.S Al-Mu‟min 40:60

    sebagai berikut :

    Artinya: Dan Tuhanmu berfirman:"Berdoalah kepada-Ku,niscaya

    akanKuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang

    menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka

    Jahannam dal